Quick viewing(Text Mode)

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif Pada Masa Jawa Kuna

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif Pada Masa Jawa Kuna

RELIEF CANDI SEBAGAI MEDIA EFEKTIF UNTUK MENYAMPAIKAN INFORMASI MORAL-DIDAKTIF PADA MASA JAWA KUNA

THE OF CANDI AS AN EFFECTIVE MEDIA TO DELIVER MORAL-DIDACTIC MESSAGE IN ANCIENT

T.M. Hari Lelono Balai Arkeologi D.I. [email protected]

ABSTRACT The establishment of temple as sacred buildings of Shivaism/Buddhism in Ancient Javanese Period aimed to worship gods. Temples are, decorated by reliefs contain moral- educational message to support their aim. Stories or non stories depicted on the relief functioned as information/publication medium for adult as well as children. This article examines why relief was used in -Buddhism Period to deliver moral-educational message to them. Methods used is observation on the relief stories carved on temples in Central and East Jav, analysis, and interpretation based on literature study.

Keywords: Temple Reliefs, Media Information, Javanese.

ABSTRAK Pada masa Jawa Kuna, pendirian bangunan suci Siwa/Hindu-Buddha dimaksudkan untuk tempat melakukan pemujaan kepada para dewa. Arsitektur candi yang indah biasanya dihiasi dengan relief yang berisi pesan moral-edukatif. Relief dapat dimaknai sebagai salah satu media informasi/ publikasi yang ditujukan kepada masyarakat luas baik dewasa maupun anak-anak. Tujuan tulisan ini, adalah untuk mengetahui mengapa relief digunakan oleh nenek moyang pada masa Klasik (Hindu-Budha) sebagai media untuk menyampaikan pesan moral-edukasi bagi masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi terhadap relief cerita candi-candi di Jawa Tengah dan Timur , analisis, serta interpretasi yang didukung oleh studi literatur.

Kata Kunci: Relief Candi, Media Informasi, Jawa Kuna.

Tanggal masuk : 15 Maret 2016 Tanggal diterima : 31 Mei 2016

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 99 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

PENDAHULUAN kebudayaan di dunia dan menyebabkan tercapainya suatu Masa klasik di keharmonisan antara alam (flora- atau dikenal dengan masa Hindu- ) dengan manusia. Cerita Buddha ditandai dengan adanya rakyat juga berkembang dengan tinggalan tangible maupun pesat di Jawa dan sering intangible. Tinggalan tangible berupa didongengkan pada anak-anak bangunan-bangunan monumental menjelang tidur. Pada masa sekitar religius seperti candi-candi tersebar tahun 1960 – 1980-an masih sering di Pulau Sumatera, , didengarkan dongeng menjelang dan Jawa. Tinggalan lain yang tidur, dari para orang tua kepada intangible dalam bentuk adat dan anak-anaknya tentang cerita fabel tradisi juga masih tetap ada dalam yang lucu dan penuh simbol-simbol, kehidupan sehari-hari masyarakat. seperti cerita Kancil dengan Seruling Kedatangan agama Hindu-Buddha Bambu: Kancil dengan Harimau, beserta segala aturannya sebagai Bangau dengan Kura-Kura. budaya India tidak melenyapkan Kebiasaan yang turun-temurun budaya/ tradisi asli Indonesia yang tersebut, tentunya ada sumbernya telah ada, namun bercampur atau entah berupa naskah-naskah yang saling mempengaruhi. Percampuran diwariskan, melalui oral atau yang tersebut memunculkan budaya baru terdapat di dalam relief candi. yang kini diwarisi oleh bangsa Kebiasaan tersebut, apakah Indonesia. dilakukan oleh para nenek moyang Cerita rakyat di berbagai pada masa Jawa kuna? belum belahan dunia, selalu dikaitkan diketahui secara pasti. Namun, relief dengan kebudayaan yang fabel pada dinding candi tentu bukan dialaminya. Cerita rakyat dari sekadar hiasan, tetapi merupakan Polinesia menggambarkan bahwa media untuk menyampaikan mereka masih mempunyai cerita infomasi yang mengandung mitos yang sarat Sebelum masuknya akan muatan filosofis. Mitos-mitos pengaruh India di Indonesia, nenek mereka menunjukkan adanya moyang kita telah mengenal budaya perilaku budaya yang sangat tinggi yang diantaranya adalah berupa dari kelompok suku tertentu yang ragam hias dari zaman prasejarah berguna untuk penguatan identitas serta berbagai benda keperluan generasi berikut. Cerita rakyat upacara seperti nekara, kapak tersebut juga berisi tentang nilai-nilai perunggu, dan wadah-wadah mayat pendidikan, usaha untuk (Atmosudiro, dkk. 2008: 155). menggalang solidaritas yang disertai Kontak percampuran ataupun dengan cerita yang menghibur. sintesa dengan kebudayaan lain, Dengan demikian maka cerita rakyat dalam hal ini budaya India memberikan inspirasi bagi para mencetuskan kebudayaan dan pemeluk suatu kebudayaan untuk kesenian yang harmonis, dinamik, memiliki perasaan bangga atas suku dan unik sesuai dengan jiwa bangsanya (Liliweri, 2007: 126). masyarakat lokal. Kebudayaan lokal Nilai-nilai moral, didaktif dan yang pada mulanya ditujukan filosofis yang ada dalam cerita sebagai bentuk pemujaan terhadap rakyat yang menggambarkan nenek moyang tersebut kemudian kehidupan manusia dan hewan. lambat laun bercampur dengan Cerita ini hidup dalam setiap pengaruh kebudayaan baru yang

100 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

datang1 menjadi kreasi seni berupa aslinya. Orang Jawa memilih budaya ornamen-ornamen candi. yang sesuai untuk dapat diterima Selanjutnya, muncullah ragam- dalam budayanya. Dalam konteks ragam hias berupa penggambaran tersebut, relief adalah salah satu manusia, tumbuh-tumbuhan, dan bentuk dari kearifan lokal (local binatang. Gambar-gambar tersebut genius). dibuat sedemikian rupa sehingga Local genius dapat dianggap terwujud suatu bentuk tertentu. sama dengan apa yang saat ini Bentuk alam asli, seperti misalnya terkenal dengan istilah cultural gambar-gambar tumbuh-tumbuhan identity atau identitas budaya karena merambat/ menjalar menghiasi menunjukkan kemampuan suatu bidang batas/ frame relief, atau bangsa dalam menyerap serta penggambaran binatang yang mengolah pengaruh kebudayaan sesuai dengan fauna yang ada. asing, sesuai dengan watak dan Khususnya gambar flora merambat kebutuhan pribadinya. Pada distilir terlebih dahulu sesuai dengan penekanan aspek lain,2 kemampuan bakat dan kemampuan seniman, itu dinamakan „ketahanan‟, terutama maupun digambarkan berdasarkan ketahanan di bidang budaya, atau ragam-ragam yang bersifat turun yang kini disebut ketahanan bangsa. temurun. Pengaruh Hindu-Buddha Ketahanan ini menyebabkan suatu juga mendorong perkembangan bangsa lebih mampu untuk motif-motif hiasan dan relief-relief „bertahan‟ menghadapi „ancaman‟ yang dipahat pada candi-candi. kebudayaan yang datang dari luar. Selain memiliki nilai estetika, relief Akibat adanya ketahanan ini adalah yang dipahatkan pada bidang datar kemampuan untuk menyerap hal baik di bagian kaki, badan atau atap yang sesuai dengan kebutuhan candi, juga memiliki nilai simbolis– mereka, dan menolak apa yang religius yang dapat digunakan untuk tidak sesuai bagi mereka (Subadio, menentukan identitas keagamaan 1986: 18). candi (Istari, 2011: 1-2). Suatu hal yang menarik pada Panel-panel relief yang relief adalah penggambaran cerita dipahatkan di dinding candi, bermuatan pesan-pesan moral merupakan salah satu bentuk kepada masyarakat, khususnya bagi kearifan lokal masyarakat Jawa, pendidikan anak. Jenis cerita yang dalam mengadopsi dan mengatasi banyak digambarkan pada relief pengaruh budaya asing. Mereka adalah fabel 3 dengan makna bukanlah orang yang tertutup simbolis, jenaka, tetapi penuh pesan sifatnya, namun terbuka terhadap moral serta mudah dicerna bagi hal-hal yang dianggap baik dan siapa saja yang melihatnya, masih relevan dengan budaya terutama anak-anak. Berkaitan dengan local-genius, relief dapat

1 Akulturasi dan asimilasi, mengenai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok 2 Seperti misalnya; unsur-unsur budaya manusia dengan suatu kebudayaan tertentu berupa nilai-nilai yang hidup dalam adat- dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu istiadat dan tradisi masyarakat, berdasarkan kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, pada lingkungan dan budaya yang bisa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu mempengaruhi perilaku sehari-hari. lambat laun diterima dan diolah kedalam 3 Fabel, cerita yang menggambarkan watak kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan dan budi manusia yang pelakunya hilangnya kebpribadian kebudayaan itu diperankan oleh binatang , berisi pendidikan sendiri (Koentjaraningrat, 1980: 262). moral dan budipekerti. (KBBI, 2012:386)

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 101 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

digunakan untuk ketahanan bangsa. tergantung isi pesan yang akan Relief digambarkan atas ide-ide disampaikan. Relief non-cerita seniman dengan mengacu pada bergambar flora (tumbuhan), fauna kaidah-kaidah religius dan adat (binatang) memiliki makna simbolis kebiasaan masyarakat sesuai yang berhubungan dengan dengan alam dan budaya dengan bangunan suci. Penelitian ini mengacu pada bahan materi yang menggunakan alur penalaran berasal dari lingkungannya. induktif dengan tipe deskriptif. Keterbatasan media yang dapat Salah satu tujuan penelitian digunakan untuk menyampaikan deskriptif ini adalah untuk pesan-pesan, kemungkinan dipilih menyajikan gambaran mengenai candi sebagai media yang strategis fenomena masyarakat Jawa kuna, dan dapat bertahan lama. Tentu tentang bagaimana cara bentuk-bentuk komunikasi lainnya menyampaikan informasi dalam telah dilakukan, misalnya secara oral bentuk pesan-pesan kultural dari orang ke orang. Namun, melalui edukatif dalam bentuk visual (relief relief candi informasi tersebut akan candi) kepada masyarakat. bertahan sampai berabad-abad. Hal Berdasarkan hal tersebut, makalah tersebut merupakan usaha dari para ini bertujuan untuk menjawab penguasa masa Jawa Kuna untuk permasalahan, sejauh mana „relief membuka wawasan dan candi berperan sebagai media pengetahuan rakyatnya dalam hal komunikasi/ informasi‟. religi dengan menggambarkan Jenis data yang digunakan dongeng dalam relief. Sehubungan berupa relief cerita candi Siwa/- dengan hal tersebut, maka Hindu-Buddha yang terdapat pada pertanyaan yang diajukan dalam dinding-dinding candi. Seluruh tulisan ini adalah: Mengapa perolehan data hasil observasi penguasa menggunakan relief berupa relief cerita fabel yang berisikan cerita-cerita moral-didaktif berhasil dikumpulkan, kemudian untuk menyampaikan pesan- dianalisis secara kualitatif dan pesannya kepada rakyatnya? Oleh akan diuraikan secara deskriptif. sebab itu tujuan paper ini ingin Sebagai hasil dari pembahasan mengungkapkan bahwa relief tersebut, disusun kesimpulan- merupakan salah satu media kesimpulan interpretatif yang dapat informasi yang efektif untuk memberikan gambaran tentang menyampaikan pesan moral-didaktif. peran relief sebagai „media Dalam relief, diungkapkan magna- informasi/ komunikasi‟ yang efektif magna simbolis yang di perankan untuk menyampaikan pesan moral oleh para „tokoh binatang‟ dalam kepada masyarakat pada masa unsur cerita yang dikemas secara lampau. dinamis sebagai salah satu unsur pendidikan yang mudah dicerna dan RELIEF: PERPADUAN BUDAYA dipahami. ASLI DAN ASING

METODE PENELITIAN Agama Buddha dan Hindu berasal dari India, masuk Relief memiliki bermacam- bersamaan dengan datangnya para macam bentuk dan makna pedagang. Pengaruh agama simbolis yang terkandung di tersebut berkembang pesat setelah dalamnya. Hal tersebut bercampur dengan kepercayaan asli

102 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

Indonesia yang sudah ada binatang lokal yang biasa mereka sebelumnya, yaitu pemujaan ketahui. Selain dalam bentuk fauna- terhadap roh leluhur (megalitik). flora, diduga tidak kalah penting Pengaruh „asing‟ tersebut tidak adalah unsur cerita yang mereka serta-merta diterima dengan mudah, rancang, tentunya unsur budaya unsur-unsur yang sesuai bahkan lokal menjadi pertimbangan utama terjadi percampuran, dan agar tidak menimbulkan persepsi/ memunculkan budaya baru dalam salah tafsir dalam cerita yang akan konteks religi tersebut. Hal tersebut, dipahatkan dalam relief candi. sesuai apa yang dikatakan oleh Edy Cerita-cerita dengan pesan Sedyawati, bahwa kebudayaan yang moral tersebut perlu disampaikan sudah ada pada suatu bangsa dengan suatu sistem yang efektif seringkali terbawa unsur-unsurnya dan efisien dengan sarana ketika bertemu dan beradopsi prasarana yang dimiliki. Pada masa dengan budaya asing. Aspek itu, salah satu media untuk budaya terpilah ke dalam sejumlah melakukan komunikasi yang efektif wujud dan unsur. Pertama dapat adalah candi sebagai tempat untuk disebutkan konsep-konsep dan nilai- berkumpul dan melakukan ibadah. nilai. Sebuah agama yang baru Komunikasi sangat berhubungan diperkenalkan dapat memasok dengan bentuk-bentuk isyarat atau sebuah konsep dan nilai baru dan simbol yang berupa gerakan- dengan demikian turut mengubah gerakan jasmani, tanda gambar citra budaya suatu bangsa. suara yang mengungkapkan Demikian pula dalam tata laku, tata pengertian tambahan salah satu ruang, serta penggunaan dan atau komunikasi yang tertua dan paling pembuatan benda-benda tertentu, sederhana ialah isyarat dan bahasa. pasokan kaidah dari agama dapat Mula-mula perkembangan bahasa pula berperan dalam perubahan citra berasal dari gambar, kemudian budaya. Namun sebaliknya juga, berkembang menjadi bahasa wujud-wujud budaya lama dapat berdasarkan uraian di atas maka pula memberi „warna lokal‟ kepada manusia dapat berkomunikasi agama baru yang diperkenalkan, dengan cara: a) Menggunakan melalui suatu proses asimilasi isyarat dan simbol; b) Menggunakan (Sedyawati, 2009: 208). bahasa lisan; c) Menggunakan Dalam perkembangan bahasa tertulis (Prabukusumo, 2009: percampuran dan „saling pengaruh‟ 92). Dalam konteks penyampaian kepercayaan dari „luar‟ dan asli pesan moral melalui candi, pada Indonesia tersebut, salah satu masa Jawa Kuna, media yang contoh diwujudkan dalam digunakan sangat terbatas, sehingga penggambaran relief cerita. Unsur relief yang dipahatkan dicandi utama berasal dari mitologi Hindu- merupakan sarana yang tepat untuk Buddha yang diadoptasikan dengan menyampaikan informasi dengan unsur-unsur mitos lokal dan menggunakan gambar/ simbol- digambarkan dari bentuk-bentuk simbol flora-fauna. fauna/ flora asli Indonesia, seperti Dalam proses pertemuan dua misalnya kancil, harimau, kepiting atau lebih unsur budaya, biasanya (ketam), angsa, kura-kura, dan yang terjadi unsur-unsur asli yang lainnya. Di India, mungkin memiliki bersifat substansional akan tetap beberapa jenis binatang yang sama, tampak dalam percampuran tetapi para seniman memilih tersebut. Salah satu unsur asli

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 103 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

Indonesia tampak dalam Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa karakteristik relief Jawa Timur Tengah dan Jawa Timur, ditemukan mengkaitkan antara air, kesuburan relief-relief candi yang memuat dan kemakmuran, seperti di Teras unsur cerita maupun non-cerita. Pendapa Candi , begitu Beberapa buah relief candi yang pula relief Jawa Tengah di Candi mengandung unsur cerita, berfungsi dan (Klokke, 1993: sebagai sumber informasi resmi 153). Hal ini dikarenakan unsur- yang dikeluarkan oleh seorang raja unsur asli diyakini dapat akan dibahas dalam tulisan ini. menenangkan kehidupan mereka. Relief sebagai sumber informasi Adapun unsur-unsur baru yang yang berisi cerita fabel, merupakan masuk/ bercampur, diselaraskan dan bahan untuk disebarluaskan kepada dipadukan sehingga memperoleh seluruh anggota masyarakat/ rakyat, keharmonisan dalam pergaulan melalui komunikasi di antara sosial dan religiusnya. Perpaduan mereka. Cerita yang secara antara budaya asli dengan budaya langsung berkaitan dengan konteks asing, dapat kita lihat pada gaya keagamaan, seperti misalnya arsitektural bangunan candi dengan Bubuksah-Gagang Aking hiasan relief-reliefnya yang juga kemungkinan berbeda cara berfungsi sebagai media menyampaikannya, karena komunikasi. cenderung untuk dikonsumsi orang dewasa. Tetapi cerita tentang Belibis RELIEF SEBAGAI MEDIA dan Kura-Kura yang ditujukan KOMUNIKASI kepada anak-anak, tentunya cara penyampaiannya berbeda, yaitu Relief sebagai media dengan lelucon, dan kejenakaan. komunikasi, merupakan karya seni Namun, kedua unsur cerita tersebut, yang mengandung pesan religius tetap bersumber pada kaidah-kaidah yang dibuat atas perintah raja keagamaan yang berkembang pada dibantu oleh para pendeta. masa itu. Pengerjaan relief diserahkan kepada Penggambaran relief pada seniman pahat, sentuhan jiwa seni dasarnya berisi tentang keadaan untuk diekspresikan dalam bentuk alam, manusia dan lingkungannya, relief tersebut ditentukan oleh daya sehingga melalui relief dapat imajinasi seniman. Candi dengan diungkap fenomena-fenomena alam, hiasan relief, merupakan karya flora-fauna dan sosial masyarakat budaya material yang masih dapat pada masa Jawa Kuna. Kondisi dilihat hingga sekarang. Keindahan sosial masyarakat pada waktu itu arsitektural bangunan suci tersebut dapat diketahui dari berbagai membuktikan kemampuan budaya macam bentuk pakaian yang nenek moyang yang tinggi. Mereka dikenakan, bentuk-bentuk arsitektur bukan saja mampu mengadopsi dan rumah tinggal, bentuk pengaruh budaya asing (India) tetapi permukiman sebagai lanskap mampu mengembangkan sendiri budaya, bahkan jenis komoditas local genius (kearifan lokal) yang perdagangan/ pasar dapat dilihat sudah dimiliki sejak masa prasejarah pada bermacam bentuk dan dengan budaya perunggu/ metalurgi „muatan‟ isi relief tersebut. yang bernilai tinggi. Dalam tulisan ini, akan dipilih Berkaitan dengan tinggalan beberapa relief yang ada di Candi candi-candi di Jawa, khususnya di Mendut, Jawa Tengah, Candi

104 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

Penataran dan , Jawa Menurut Krom, nama lama Candi Timur, berkaitan dengan fungsi dan Penataran adalah „Palah‟. Hal ini peran relief sebagai „media diketahui dari prasasti berangka informasi‟. Pertama, adalah tahun 1119 Ç yang ditemukan di menentukan cerita apa yang sesuai sebelah selatan candi induk. dengan tujuan membuat relief Prasasti ini berasal dari raja tersebut. Pemilihan cerita untuk Çrengga, Kediri yang dipahatkan pada dinding sebuah menyebutkan pendirian candi bukan suatu kebetulan, namun Bhatara di Palah, jika dilihat pada melalui sebuah pemikiran yang angka tahun pada prasasti yang

Gambar 1. Pendopo Candi Penataran: Harimau jelmaan dewa menemui Bubuksah. Di latar tampak Gagang Aking yang memberitahu harimau agar memangsa Bubuksah. (Sumber: Balar D.I. Yogyakarta) serius . Hal yang menjadi ditemukan di belakang candi pertimbangan diantaranya berkaitan induk tersebut, diketahui bahwa dengan fungsi candi, maupun sistem Candi Penataran kira-kira kepercayaan masyarakat pendukung didirikan sekitar tahun 1119 Ç candi. Dengan demikian, pemilihan atau 1197 M. Namun, dalam cerita untuk dipahatkan pada dinding kenyataannya candi-candi di candi memiliki alasan tertentu, di dalam kompleks Candi Penataran samping cerita itu sendiri yang itu dibangun tidak dalam waktu cenderung merupakan cerita yang bersamaan. Hal ini dapat terkenal pada masa bersangkutan dibuktikan dari beberapa prasasti (Sulistyanto, 2000: 2). berupa angka tahun yang Pemilihan cerita relief terdapat di dinding-dinding ditentukan oleh para penguasa dan bangunan yang tersebar di pendeta. Mereka kompleks percandian. Seperti mempertimbangkan kepada siapa misalnya pada dinding batur cerita dalam relief itu ditujukan. Di Candi Pendopo terdapat angka bawah ini adalah cerita-cerita yang tahun 1297 Ç (1375 M), pada ada pada relief beberapa candi: arca Dwarapala Candi Bentar berangka tahun 1337 Ç (1415 M), A. Relief Candi Penataran pada dinding Candi Angka tahun Candi Penataran terdapat tulisan tahun 1291 Ç merupakan kompleks percandian (1369 M), sedangkan pada yang terbesar di Jawa Timur. dinding kolam bagian barat

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 105 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

kompleks percandian, terdapat Relief Bubuksah-Gagang pahatan angka tahun 1337 Ç Aking: (1415 M). Berdasarkan data-data  Harimau mendatangi seorang tersebut di atas dapatlah pria sedang bersila memakai diperoleh gambaran bahwa jubah/ gelungan di kompleks Candi Penataran sudah kepalanya, berbadan gemuk. ada sejak 1119 Ç atau tahun  Sementara itu, di latar 1197 M dan mengalami  tampak seorang laki-laki perkembangan terus hingga bertubuh kurus dengan tahun 1337 Ç atau 1415 M. rambut digelung/ ke (Sulistyanto, 2000: 13). Relief cerita yang mengelilingi candi tentu awalnya hanya diketahui oleh para orang tua, kemudian diceritakan kepada orang lain/ anak-anaknya, karena mengandung nilai-nilai filosofi keagamaan. Sebagai contoh cerita Bubuksah dan Gagang Aking yang dipahatkan di relief Candi Pendopo Penataran (), Jawa Timur. Ke-dua tokoh digambarkan sebagai seorang penganut/ pendeta Siwa (Gagang Aking) dan Buddha

(Bubuksah). Cerita yang Gambar 2. Candi Surawana: digambarkan tersebut berlatar Gagang Aking menunjukkan arah filosofi keagamaan, antara dua keberadaan Bubuksah kepada Harimau agama aliran Siwa dan Buddha. (Sumber: Sumber: Balar D.I. Secara substansial, inti ajaran Yogyakarta). dan tujuannya sama-sama benar. Hanya berbeda dari sudut belakang sedang berjalan di pandang cara mengaplikasikan tengah hutan. ajaran tersebut, sesuai karakter kedua tokoh. Berikut ini, gambar B. Relief Candi Surawana relief dari Candi Penataran, Candi Surawana terletak gambar yang ditampilkan adegan di Desa Canggu, Kecamatan pada saat harimau mendatangi Pare, Kediri, Jawa Timur. kedua orang kakak-beradik Mengenai masa pendirian candi, tersebut. Relief di Penataran dihubungkan dengan terletak di sisi timur bagian peristiwa Çradha 4 . Berdasarkan belakang Candi Pendopo. Bahan

yang digunakan untuk candi dari 4 jenis batu andesit yang di pasang Çradha: Perkataan çradha (sraddha) dalam bahasa Sanskerta berarti selamatan dengan menggunakan teknik bagi orang yang telah meninggal (Williams, kaitan/ kancingan pada bagian 1963: 197). Upacara ini juga di kenal di Bali sisi dalam, sehingga saling sebagai pengorbanan atau selamatan bagi mengikat dan kokoh. orang yang telah meninggal. Pada masa Jawa Kuna-pun peringatan ini dikaitkan dengan pendirian bangunan pemujaan/ candi.

106 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

Kitab Pararaton, Raja Wengker karena beberapa bagian sudah meninggal pada tahun 1388 Ç mulai aus, sehingga gambar dengan demikian Candi menjadi kurang jelas. Gambar Surawana didirikan sekitar tahun relief ini di dalam etnografi 1400 Ç atau 1478 M. Sementara masyarakat Jawa dan Bali sangat itu, di dalam dikenal sampai sekitar tahun 62: 2 disebutkan, bahwa pada 1970-an, kemudian saat ini jarang tahun 1361 M. Raja Hayam yang mendongengkan lagi. Wuruk telah berkunjung dan Adegan: bermalam di “curabhana  Burung belibis 5 berjambul/ sudharma”. Jika benar yang mahkota, berdiri di sebuah dimaksudkan dengan curabhana telaga yang penuh dengan sudharma di dalam ikan. Nagarakretagama itu adalah Candi Surawana sekarang, maka dapat diperoleh gambaran bahwa candi ini harus sudah ada pada tahun 1361 M (Sulistyanto, 2000: 17). Dua buah relief yang berbeda cerita akan diuraikan, pertama relief Bubuksah-Gagang Aking, dan kedua relief Burung Belibis dengan ikan. Relief Gambar 3. Candi Surawana: Bubuksah-Gagang Aking terletak Burung belibis dengan ketam di leher dan di sudut Timur Laut. Sedangkan Ikan-ikan di sebuah telaga. relief Burung Belibis terletak di (Sumber: Balar D.I. Yogyakarta ). sisi timur atau bagian belakang  Seekor kepiting menggantung candi. dileher burung tersebut.

Relief Bubuksah-Gagang Jalannya cerita: Aking: Belibis menyamar sebagai  Seorang laki-laki dengan pendeta berdiri di tepi telaga, rambut digelung/ diikat bagian berpura-pura sedih. Sekelompok belakang, sedang berbicara ikan mengerumuninya dan dengan seekor harimau. bertanya, mengapa ia bersedih?  Laki-laki tersebut tangannya Belibis menjawab bahwa ia menunjuk ke suatu arah. bersedih, karena telaga ini akan kering dan seluruh penghuninya Relief Burung Belibis akan mati. Diantara ikan-ikan ada Relief candi lain yang seekor kepiting (yuyu) menaruh menarik, adalah Candi Surawana, curiga terhadap belibis, karena ia perlu teliti untuk melihatnya, adalah pemangsa ikan telaga tersebut. Himbauan Sang

Upacara çradha, pernah dilakukan di setelah 12 tahun meninggalnya 5 Belibis (latin= dendrocyna arcuata), nama Gayatri, isteri Krtarajasa Jayawardhana latin. Sejenis bebek tetapi bisa terbang, salah (Raden Wijaya) dalam prasasti tembaga satu makanan utama tumbuhan dan ikan Sukamrta yang bertarikh 1296 M (Istari, kecil, biasa hidup di rawa-rawa. Dalam relief 1982: 33). digambarkan memiliki jambul/ mahkota, karena ia berpura-pura menjadi pendeta.

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 107 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

Kepiting tidak dipercaya oleh para Dahulu kala hiduplah dua ikan. bersaudara kakak-adik yang hidup Satu persatu ikan rukun, setelah berguru pada seorang dipindahkan ke suatu tempat resi, keduanya berniat ke hutan/ yang agak jauh, sebuah batu gunung untuk mencari besar untuk dimangsa, kini tiba kesempurnaan hidup sebagai giliran si kepiting yang akhirnya pertapa. Sang kakak bernama mau dipindah dengan Bubuksah berbadan besar dan berpegangan/ menyapit leher gemuk, sedangkan adiknya belibis. Betapa terperanjatnya berpostur kurus kering dan kecil Sang Kepiting melihat tumpukan bernama Gagang Aking. Setelah duri di atas batu padas. Pasti sampai di hutan, masing-masing sahabat-sahabatku dimakan mencari gua untuk bertapa. Belibis, lalu ia mengancam minta Bubuksah berada di sisi timur sungai diantar kembali ke tempat menghadap ke barat, sedangkan semula. Sampai di telaga, lalu Gagang Aking berada di gua sisi dicapit sampai putuslah leher barat sungai menghadap ke timur. belibis tersebut hingga menemui Keduanya menjalani kehidupan ajalnya. berdasarkan pengetahuan/ Dongeng tersebut pencerahan yang mereka peroleh memberikan pelajaran yang dari seorang resi. Sesuai dengan berharga, bagaimana kita pemahaman masing-masing, mengendalikan diri dan Bubuksah dalam kehidupan sehari- mewaspadai pada karakter orang hari selalu memakan dan minum apa yang berperingai jahat/ buruk, saja yang dapat ia makan, termasuk tiba-tiba menjadi santun. segala binatang, tumbuhan yang Biasanya mempunyai niat yang ada di sekitarnya dan badanya kurang baik, dengan berpura-pura menjadi semakin gemuk. Sementara menolong tetapi justeru itu, Gagang Aking lebih banyak menjerumuskan. Dalam menjalani melakukan puasa dengan tidak hidup sehari-hari, harus waspada memakan apapun, sehingga terhadap tipu daya seseorang. badannya menjadi semakin kurus- Dengan berperilaku sabar, dan kering. Pertapaan kedua saudara ini, berpikir sebelum bertindak untuk menimbulkan keperihatinan Dewa mengambil suatu keputusan, . Ia melapor kepada Dewa Siwa tentu akan menyelamatkan kita. tentang niat kedua pertapa tersebut. Akhirnya diutuslah Sang Kalawijaya Isi Cerita relief Bubuksah–Gagang 6 Aking Candi Penataran dan Surawana. Contohnya adalah cerita Bubuksah-Gagang Aking merupakan kearifan lokal nenek moyang, dengan tujuan memberikan contoh- 6 Cerita ini ada berbagai versi yang contoh kebenaran dan kekekalan ajaran substansinya kadang cenderung Siwa-Buddhis dan Kepercayaan asli membenarkan salah satu agama tertentu. Indonesia. Adapun mengenai pakaian yang Hemat kami hal itu perlu diluruskan. Pada dikenakan ke-dua tokoh sebagai tanda untuk masa Jawa Kuna Siwa-Buddhis adalah satu, membedakan antara keduanya yang berbeda sama-sama saling menghormati dan berjalan pandangan/ tentang konsepsi religius. Oleh beriringan. Bahkan keduanya memunculkan karena itu, dua alian tersebut ‘berbaur’ sinkritisme utamanya dalam cerita, mitos- menjadi satu berkat kearifan lokal bangsa mitos dan dalam bentuk relief candi, yang kita yang menyatukan dua konsep/ kemudian muncul pada waktu itu. pandangan tersebut menjadi satu keyakinan.

108 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

turun ke dunia dengan menjelma yang bersifat duniawi. Artinya, dalam menjadi harimau putih. menjalani kehidupan ini, masih Pertama harimau putih memperhitungkan pamrih/ pahala mendekati Gagang Aking, sambil (untung-rugi) yang diinginkan. Tidak mengaum keras, ia berkata ...”Hai melakukan ajaran kehidupan secara manusia, aku sakit dan hanya akan total/ pasrah kepada „Kuasa Alam‟, sembuh jika makan daging sehingga hanya memperoleh surga manusia...” Dengan rasa takut dan yang kedua (simbolis dari ekor badan gemetar ia menjawab, harimau). ...”percuma kamu makan dagingku yang kurus dan sedikit, tak akan C. Candi Mendut membuatmu kenyang. Datanglah ke Cerita yang mengandung nilai- gua di seberang sungai itu, ada nilai edukatif, biasanya diperankan saudaraku gemuk dan sehat...” oleh binatang (fabel), seperti di Sang harimau putih, segera Candi Mendut di Magelang, Jawa mendatangi Bubuksah sambil Tengah, mengisahkan tentang menyampaikan permintaan yang persahabatan kura-kura dengan sama. Sungguh tidak disangka, burung bangau. Pesan yang Bubuksah mempersilahkan disampaikan dalam relief tersebut menyantap dirinya kalau memang sangat menarik untuk anak-anak bisa menyembuhkan penyakit dan sebagai bagian dari edukatif kultural. kelaparannya. ...”Aku sudah lama Candi Mendut terletak di hidup di dunia dan memakan segala Kecamatan Mungkid, Kabupaten yang ada, kalau memang aku harus Magelang, Jawa Tengah, kamu makan, sudah takdirku mati diperkirakan candi ini dibangun oleh untuk menolongmu...” Harimau putih Wangsa Syailendra pada tahun 824 mengakui bahwa dirinya adalah M, berdasarkan pada isi Prasasti Kalawijaya, yang di utus oleh Dewa Karangtengah (824 M), yang Siwa. Kemudian kedua bersaudara menyebutkan bahwa Raja Indra itu diajak ke Swargaloka, Bubuksah telah membuat bangunan suci duduk di punggung dan Gagang bernama Wenuwana (hutan bambu). Aking bergelantungan pada ekornya. Candi menggunakan bahan batu Keduanya memperoleh ganjaran, andesit dan bersifat keagamaan karena telah melakukan pertapaan Buddha. Candi ini sampai sekarang yang berat, lalu diantar oleh masih digunakan sebagai tempat Kalawijaya naik ke surga. ritual umat Budha dan pusat Makna dari cerita tersebut, perayaan Waisak. Bubuksah melakukan kegiatan ritual dan kehidupan sehari-harinya Relief Candi Mendut dengan tanpa pamrih dan Adegan : menyerahkan seluruh hidup-matinya  Dua ekor burung bangau pada Kuasa Alam, suatu sedang terbang penyerahan diri (jiwa-raga) secara menggenggang ranting. total. Totalitas itulah yang  Ditengahnya seekor kura-kura menyelamatkan jiwa, sehingga bergelantungan menggigit memperoleh kebahagiaan abadi ranting itu. (simbolis duduk di punggung  Sekawanan gembala harimau). Sementara itu, Gagang meneriaki sambil memanah Aking dalam memaknai ajaran kura-kura. tersebut, masih „diikat‟ oleh hal-hal

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 109 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

 Kemudian, kawanan tersebut kura-kura di tengahnya. Mereka menyantap kura-kura. berteriak-teriak nyaring sambil melempar, dan memanahnya, Jalannya cerita: karena daging kura-kura sangat Persahabatan antara lezat. Menggunakan batu dan anak sepasang bangau dan kura-kura panah percuma, karena jangkauannya terlampau jauh, mereka mulai mengejek, ...”Hei kawan-kawan, lihatlah ada binatang yang sangat bodoh, menerbangkan kotoran kerbau kering (tlethong garing) 7 ”... Sambil bersorak-sorai dan mengejek, itulah yang membuat kura-kura menjadi naik pitam (emosi), karena dirinya dikatakan „kotoran kerbau kering‟. Saking marah dan dongkolnya, lalu berniat Gambar 3. Candi Mendut: menjawab ...”aku bukan kotoran Bangau menolong kura-kura untuk dipindahkan. kerbau, aku raja kura-kura”... Belum Melewati kelompok pengembala kerbau. sempat kata-kata tersebut (Sumber: Balar D.I. Yogyakarta). diucapkan, Sang kura-kura sudah melayang, karena gigitan pada sudah berlangsung lama. Sampai ranting lepas dan jatuh ke tanah, pada suatu ketika, bangau sedih kemudian dimasak oleh para karena telaga tersebut akan kering gembala dan disantap bersama- akibat musim kemarau yang sangat sama. panjang. Hal tersebut ia ceritakan Cerita di atas ingin kepada sahabatnya, lalu mereka menyampaikan, bahwa pesan dari sepakat untuk memindahkan pada sahabat/ orang tua harus diingat dan telaga yang bermata air dan tidak dituruti, tidak boleh emosi, bersabar akan kekeringan. Sebelum sampai setelah mencapai tujuan. memindahkan, bangau berpesan Gangguan dan godaan adalah ujian kepada kura-kura, selama terbang terberat, karena itu harus tetap fokus menggigit ranting tersebut tidak pada prinsip/ pendirian, agar boleh membuka mulut atau berkata tercapai tujuan yang sesungguhnya sepatah kata-pun. Kura-kura (kehidupan). menyanggupinya, lalu mereka Empat buah panil relief cerita terbang mengangkasa melewati dari tiga buah candi, memberikan sungai-sungai dan telaga kecil yang gambaran bahwa relief berperan kering airnya. penting dan dimanfaatkan oleh Sampailah mereka, ketika penguasa, sebagai salah satu melewati padang rumput yang luas, sumber informasi. Berkaitan dengan tampaklah sekawanan anak-anak konsep-konsep religius dalam sedang mengembalakan sapi/ bentuk simbol-simbol cerita dan kerbau sambil bersendau-gurau. dongeng untuk disebar-luaskan Mereka memandang ke angkasa, kepada masyarakat. Dalam proses dilihatnya ada suatu bayangan yang sosialisasinya, terjadi komunikasi aneh. Ketika semakin dekat, tampak antara anggota masyarakat satu jelas yang dilihatnya, ternyata dua ekor bangau sedang mengangkat 7 Bahasa Jawa, Tlethong = kotoran sapi, kerbau, dan kuda, garing = kering.

110 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

dengan lainnya, namun tetap untuk memperindah candi, selain mengacu pada apa yang dilihat dan memiliki makna simbolis, berperan diketahui dalam gambar relief pula sebagai media informasi. Pesan tersebut. Unsur cerita yang yang disampaikan berhubungan ditampilkan di depan, terdapat dua dengan nilai-nilai religius dan sosial. versi yang agak berbeda, tetapi Sebuah candi belum tentu didirikan mengacu pada konsep-konsep dipusat pemerintahan, tetapi bisa di keagamaan yang sama: Pertama, desa-desa (wanua) yang dianggap cerita Bubuksah-Gagang Aking berperan dan berjasa pada raja. kemungkinan ditujukan bagi Desa berperan penting dalam kalangan orang dewasa, karena mendukung struktur birokrasi mengandung nilai-nilai filosofis pemerintahan raja. Menurut keagamaan yang berkembang pada Soesanti (1986), satuan wilayah waktu itu; Sedangkan yang Kedua, terkecil adalah wanua, dan data dongeng tentang Kura-Kura Bangau prasasti mencatat bahwa setiap dan Belibis Kepiting, ditujukan bagi wanua dipimpin oleh beberapa anak-anak. Dalam versi fabel, orang rãma yaitu dewan pimpinan kehidupan manusia baik watak dan wanua. Kemudian beberapa wanua tingkah laku sehari-harinya (desa) bersekutu membentuk suatu diperankan oleh binatang-binatang kelompok yang disebut watak dan yang lucu, cerdik dan pandai, bergantung pada pimpinan seorang sehingga mudah diingat oleh anak- pejabat tinggi yang disebut rakai anak. Proses komunikasi tersebut (Soesanti, 1986: 305). Hal ini merupakan transfer pengetahuan berkaitan dengan pendirian Candi dari satu orang keorang yang lain Penataran dan Surawana yang dan jumahnya dapat tidak terbatas. belum tentu didirikan di pusat Penyampaian pengetahuan tersebut pemerintahan, tetapi kemungkinan merupakan materi pendidikan moral justeru di daerah wanua/ watak. berdasarkan pada konsep Sampai saat ini, pusat-pusat keagamaan. Sehingga lambat-laun pemerintahan (keraton) masih belum masyarakat akan mengikuti, pernah ditemukan artefak maupun menirukan pesan-pesan moral- indikator-indikator yang didaktif tersebut di dalam kehidupan menunjukkan secara jelas. sehari-hari. Pendirian Candi Penataran Tahun 1375 M dan Candi Surawana RELIEF CANDI PENATARAN, tahun 1361 M, membuktikan bahwa SURAWANA DAN MENDUT cerita/ mitos tersebut telah SEBAGAI MEDIA INFORMASI berkembang pesat atau dianggap penting untuk disosialisasikan Pendirian bangunan suci, kepada rakyatnya. Informasi dengan bentuk bangunan yang tersebut, diharapkan dapat menjadi megah, tentunya diprakasai dan inspirasi, pandangan dan pedoman diperintahkan oleh seorang raja hidup. Sementara itu, untuk melakukan pemujaan kepada penggambaran relief yang berkaitan para dewa. Sebagai bangunan suci, dengan dongeng kemungkinan merupakan tempat berkumpulnya sasaran ditujukan untuk anak-anak. orang-orang dari seluruh penjuru Digambarkan Kura-Kura dengan untuk melakukan ritual. Sementara Bangau (Candi Mendut), dan Belibis itu, candi juga dilengkapi dengan dengan Kepiting (Candi Surawana). hiasan-hiasan relief yang berfungsi Kedua candi letaknya berjauhan, di

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 111 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

Jawa Tengah (abad ke-8 M) dengan dikenal sejak abad ke-8 sampai Candi Surowono di Jawa Timur dengan ke-14 Masehi. Cerita (abad ke-14 M). Kronologi waktu dan tersebut dapat menambah jarak yang relatif jauh tersebut, pengetahuan masyarakat akan soal membuktikan pentingnya dongeng/ keagamaan dan tuntunan moral- cerita tersebut untuk diinformasikan didaktif. Oleh karena itu, pendirian dan dipahami oleh masyarakat Jawa bangunan suci di luar pusat kerajaan Kuna. salah satu fungsinya untuk Berkaitan dengan pendapat penyebaran, media komunikasi/ Soesanti di depan, maka Casparis informasi agar „mengakar‟ pada memberikan penjelasan rakyatnya. Komunikasi mempunyai berdasarkan sumber prasasti dapat arti penting dalam penyebaran diketahui, bahwa setiap wanua informasi kepada masyarakat, memiliki sejumlah pejabat wanua dengan adanya komunikasi, yang mengurusi kehidupan sehari- komunikator sebagai pencetus ide- hari penduduk desa. Kemudian ide, dapat menanamkan idenya watak sebagai wilayah otonom juga secara perlahan-lahan untuk mempunyai organisasi pemerintahan mencapai persesuaian dengan sendiri; sedangkan pusat kehidupan dan tujuan masyarakat pemerintahan terdiri atas raja (Prabukusumo, 2009: 26). sebagai pucuk pemerintahan dibantu Dalam setiap bentuk oleh para pejabat tinggi kerajaan. pemerintahan, monarkhi, demokrasi Jadi, raja adalah tempat tertinggi maupun republik tentu diperlukan yang membawahi para pejabat tinggi suatu alat komunikasi untuk kerajaan, pejabat-pejabat watak dan menjembatani antara pemerintah pejabat-pejabat wanua (Casparis, pusat, daerah dengan 1983: 7). Adanya struktur masyarakatnya. Hal tersebut juga pemerintahan yang jelas dari terjadi pada masa Jawa Kuna, pusat/kerajaan sampai ke paling teknologi media yang dikenal waktu bawah (wanua), hirarki tersebut itu, barulah dalam bentuk relief tentunya mempermudah jalur-jalur candi, prasasti, lontar untuk komunikasi dan informasi sampai ke menyampaikan pesan. Prasasti dan masyarakat. lontar merupakan barang bergerak Pendirian bangunan suci, baik yang mudah rusak atau hilang, di pusat kerajaan (core) maupun di sedangkan pesan yang disampaikan luar kerajaan (periphery) tentu dalam bentuk relief di candi-candi berkaitan dengan masalah strategi tetap abadi kalau tidak dirusak oleh pemerintahan dan politik. Pendirian manusia/ alam. Bedanya dalam candi bisa dilakukan dengan relief digambarkan dalam bentuk kemungkinan sebagai peringatan cerita atau simbolis flora-fauna, upacara 12 tahun meninggal sedangkan prasasti dan naskah (Cradhha), atau berkaitan dengan lontar berupa tulisan. Relief cerita politik yaitu penghargaan terhadap pada dinding candi, salah satu kepala daerah yang telah berjasa sumber asli tentang konsep-konsep terhadap raja. Dalam konteks ini, keagamaan/ moral-etika, sebagai penguasa ingin membangun pusat informasi penting. Kemudian komunikasi agar tetap terjaga informasi yang digambarkan pada dengan baik antara core dan relief berupa cerita tersebut, periphery. Melalui cerita fabel dan disebarluaskan kepada masyarakat Bubuksah Gagang Aking yang telah dalam suatu proses pendidikan dan

112 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

pengajaran secara oral untuk tersebut memunculkan bentuk- menanamkan nilai-nilai luhur dan bentuk mitos, cerita/ dongeng dalam budi pekerti. Sebenarnya, makna relief cerita yang sarat dengan informasi relief tidak terbatas pada muatan edukatif dan budi pekerti. konteks religius saja, tetapi dapat Hal tersebut merupakan sebuah dikaitkan dengan nilai-nilai hidup komponen yang sangat penting bermasyarakat secara luas, seperti dalam rangka membentuk tentang saling menghargai, toleransi kepribadian bangsa, dalam rangka dan kebersamaan. pembangunan mental dan ideologis. Relief candi merupakan KESIMPULAN sebuah media yang digunakan oleh penguasa, sebagai media Para penguasa Jawa Kuna, komunikasi dan informasi dalam mendirikan bangunan suci berupa membentuk moral yang sangat candi-candi tentu bertujuan untuk efektif. Sampai saat ini masih menunjukkan kekuasaannya dan terdengar dongeng maupun cerita memberikan kesejahteraan ,spiritual tersebut dalam kehidupan beberapa bagi masyarakatnya. Candi-candi kelompok masyarakat yang tersebar yang dibangun pada abad ke-8 di Jawa. Oleh sebab itu, nilai-nilai sampai dengan ke-14 Masehi, yang terkandung dalam cerita meninggalkan bentuk budaya yang tersebut tetap relevan dan dapat bernilai tinggi, baik budaya materi menjadi model, serta memberikan maupun berupa nilai-nilai. Candi kontribusi dalam materi pendidikan dengan hiasan reliefnya merupakan anak/ sekolah, khususnya satu kesatuan yang tidak dapat pendidikan budi-pekerti. Sebagai dipisahkan, sebagai pusat religi, harapan ke depan, budi-pekerti pengetahuan dan edukatif yang menjadi pilar penting dalam diwakili oleh cerita-cerita yang membentuk karakter Bangsa dimuat di dalam panil-panil relief. Di Indonesia, supaya tidak kehilangan antara cerita tersebut yang cukup jatidirinya sebagai bangsa yang dikenal hingga sekarang, khusunya: besar dan santun. di Candi Mendut cerita Angsa dengan Kura-Kura; Candi SARAN Penataran cerita Bubuksah-Gagang Internal: Aking; Candi Surawana cerita  Selama ini, kajian lembaga- Bubuksah-Gagang Aking dan Belibis lembaga arkeologi tentang dengan Kepiting. percandian belum terintegrasi Candi sebagai salah satu dengan baik, masyarakat masih pusat religi dan simbol-simbol banyak yang belum mengetahui kekuasaan raja, merupakan salah secara jelas makna dan fungsi satu tempat atau media untuk pada masa lalu, dan menyebar-luaskan „pengaruh‟ yang manfaatnya masa kini. Selama diinginkan oleh penguasa. Para ini, pandangan masyarakat nenek moyang dengan kearifan masih pada tahap budaya lokalnya memadukan pengaruh materi/ material culture yang „asing‟ secara harmonis dengan dapat menimbulkan perbedaan alam lingkungannya yang tentu saja persepsi. Oleh sebab itu, perlu memilih hal-hal yang tidak dipikirkan penjelasan- bertentangan dengan budaya/ adat penjelasan dari sudut pandang istiadat setempat. Perpaduan budaya intangible yaitu berupa

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 113 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

pandangan mengenai nilai-nilai dan aspek-aspek yang hidup dalam konteks masyarakat pendukung budaya/ candi tersebut. Sehingga antara keterangan (budaya materi) dan penjelasan (budaya non-materi) berupa nilai-nilai tersebut dapat saling melengkapi, dan dimengerti secara utuh oleh masyarakat luas.

Eksternal:  Bagi stakeholder, lembaga/ dinas pariwisata, dan pemandu wisata/ guide untuk lebih mendalami dan mengerti candi yang tidak hanya dilihat unsur fisik arsitektural, melainkan „roh‟ dan hubungan emosional antara masyarakat dengan candi pada masa lalu.  Mari kita jaga cagar budaya yang merupakan jatidiri bangsa dengan ikut merawat dan melestarikan, karena candi adalah salah satu „identitas dan wajah budaya kita‟.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih yang sebesar- besarnya kepada mitra bestari yang dalam kesibukannya berkenan meluangkan waktu, memberikan arahan, bimbingan dan sumbang- saran dalam penyelesaian tulisan. Diharapkan tulisan sederhana ini, dapat bermanfaat bagi para pembaca yang ingin mengetahui, tentang peran relief candi sebagai media komunikasi/ informasi masa Jawa Kuna.

114 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudiro, Sumijati (editor) dkk. 2008. Jawa Tengah sebuah Potret Warisan Budaya - Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah dan Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada.

Casparis, J.G. de. “The Evolution of the Socio-economic Status of the East Javanese Village and its Inhabitante”, Papers of the fourth Indonesian- Dutch History Conference. Yogyakarta 24-29 July 1983. Volume One: Agrarian History. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Istari, Rita. 2011. “Ragam Hias Candi-Candi di DIY, Jawa Tengah, dan Jawa Timur”, Laporan Penelitian Arkeologi (LPA), Yogyakarta: Balai Arkeologi.

------. 1982. “Upacara Sraddha dan Kaitannya dengan Upacara Kematian Lainnya pada Masyarakat Indonesia”, Skripsi Sarjana Muda. Yogyakarta: Fakultas Satra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Koentajaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi - Aksara Baru - Jakarta.

Liliweri, Alo, M.S. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya (cetakan ke-3) - Yogyakarta - Pustaka Pelajar.

Prabukusuma, Pantiyo Nugroho, 2009. Komunikasi dan Transformasi Sosial - Yogyakarta - B2P3KS Press.

Sedyawati, Edi, 2009. Saiwa dan Buddha di Masa Jawa Kuna - Departemen Agama RI, Ditjen Bimas Hindu Tahun Anggaran 2009 - Denpasar : Widya Darma.

Soesanti, Ninie, 1986. ”Mekanisme Birokrasi di Jaman Raja Balitung (898-910 M)”, Pertemuan Ilmiah Arkeologi (PIA) IV, Cipanas 1986. Jawa Barat. hlm. 305

Subadio, Haryati. 1986. Kepribadian Bangsa - Penyunting Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius) - Pustaka Jaya - Fak. Ekonomi, Bandung. Jakarta: diterbitkan atas kerjasama dengan Ikatan Ahli Arkeologi dengan PT Dunia Pustaka Jaya.

Sulistyanto, Bambang. 2000. “Mitos Bubuksah Kajian Struktural dan Maknanya”, Berita Penelitian Arkeologi (BPA), Yogyakarta: Balai Arkeologi.

Williams, M. Monier, 1963. “A Sanskrit English Dictionary”, Oxford: University Press.

Relief Candi Sebagai Media Efektif Untuk Menyampaikan Informasi Moral-Didaktif; 115 Pada Masa Jawa Kuna (T.M. Hari Lelono)

.Klokke, J Marijke, 1993. “Tantri Reliefs on Javanese Candi” KITLV Press, Leiden.

Departemen Pendidikan Nasional 2012: Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat - Gramedia Pustaka Utama

116 Berkala Arkeologi Vol.36 Edisi No.1 Mei 2016: 099-116