Perancangan Branding Candi Palah Penataran Blitar Berbasis Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Perancangan Branding Candi Palah Penataran Blitar Berbasis Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Perancangan Branding Candi Palah Penataran Blitar Berbasis Sejarah Sebagai Upaya Meningkatkan Kesadaran Masyarakat Zaenal Fanani1) Muh.Bahruddin2) Dhika Yuan Yurisma3) 1)Program Studi Desain Komunikasi Visual Stikom Surabaya. Email: [email protected], 2)Program Studi Desain Komunikasi Visual Stikom Surabaya. Email: [email protected], 3)Program Studi Desain Komunikasi Visual Stikom Surabaya. Email: [email protected] Abstract Blitar Regency has a lot of tourism sector, one of which is in the historical Palah Penataran Temple. Palah Penataran Temple is the largest temple complex in East Java and one of the main attractions in Blitar. As a main tourist attraction, promotional activities should be the maximum. This research aims to increase public awareness of historical knowledge about the Palah Penataran Temple. So beside visitors who come to enjoy the beauty of Palah Penataran Temple also understand the historical. Data collection technique is doing by observation, interviews and documentation to obtain the Branding that will be applied to the Palah Penataran Temple. It brings the concept of "grandeur" Candi Penataran Palah are implemented in the design of media promotion starting from a color photo, illustrations, text, typography and logo. The results of this research are expected tourists visiting the Palah Penataran Temple to increase they knowledge about the historcal and finally is expected to increase a sense of concern in history of Palah Penataran Temple.. Keywords: Palah Penataran Temple, Branding, Design, History, Historical tourism Kabupaten Blitar memiliki banyak sektor jasa untuk mencapai tujuannya. Menurut Kotler pariwisata yang salah satunya adalah sektor yang dan Keller (2009: 172) Brand atau merk adalah sangat menjanjikan. Di balik perkembangan nama, istilah, lambang, atau desain, atau teknologi yang begitu cepat, Kabupaten Blitar kombinasinya yang dimaksudkan untuk memiliki tempat wisata yang begitu banyak. Salah mengidentifikasi barang atau jasa dari salah satu satunya yang terkenal adalah wisata sejarahnya penjual atau kelompok penjual dan yang tidak bisa di pandang sebelah mata seperti mendiferensiasikan mereka dari pesaing. adanya kerajaan-kerajaan masalalu beserta Melihat sejarah kabupaten Blitar tidak bisa peninggalan-peninggalannya. Salah satu terelakkan lagi bahwa Blitar masih ada hubungan peninggalan yang masih ada hingga saat ini adalah erat dengan kerajaan–kerajaan Majapahit. Candi Palah atau yang sering juga di sebut dengan Sebagimana dapat dibuktikan dalam sejarah Candi Penataran. Candi Palah Penataran kerajaan Majapahit setelah Raden Wijaya berhasil merupakan tempat wisata sejarah yang cukup mengusir tentara Tartar Ku Bilai Khan. Majapahit bagus. Candi Palah Penataran juga memiliki saat itu adalah negara baru yang berpusat di dekat sejarah yang sangat penting dalam perkembangan Mojokerto. Di bawah pimpinan Raden Wijaya Blitar sehingga hal tersebut yang melatar belakangi sebagai Raja pertama, negara Majapahit tumbuh penulis dalam perancangan Branding Candi Palah dengan pesat. Saat yang sangat penting bagi Penataran Blitar berbasis sejarah sebagai upaya pertumbuhan sejarah Kabupaten Blitar dewasa ini meningkatkan kesadaran masyarakat. terdapat pada masa Pemerintahan Raja Jayanegara Dengan luas wilayah 1.588,79 km² Kabupaten (1309-1328). Salah satu prasastinya ditemukan di Blitar memiliki banyak tempat untuk di tawarkan desa Blitar. Prasasti tersebut dikenal dengan sebagai tempat pariwisata. Kabupaten Blitar prasasti Blitar I yang bertarikh “Swasti memiliki begitu banyak tempat sejarah untuk sakawarsatita 1246 Srawanamasa tithi pancadasi dikunjungi sebagai tujuan wisata sejarah. Hanya Suklapaksa wu para wara ….” atau 5 Agustus 1324 saja lokasi wisata tersebut belum ter-blow up Masehi. Prasasti ini memuat saat berdirinya Blitar dengan sempurna. Oleh karena itu perlu adanya sebagai daerah Swatantra (www.blitarkab.go.id). Branding guna menggugah wisatawan bahwa Blitar Blitar memiliki situs peninggalan atau bangunan bukan hanya memiliki alam yang indah, namun suci yang terletak di beberapa desa di kabupaten juga destinasi wisata sejarah yang layak untuk di Blitar. Banyak candi - candi hasil peninggalan kunjungi. Branding dianggap sebagai kendaraan kerajaan Majapahit salah satunya Candi Palah atau yang sesuai untuk mengantar suatu produk atau lebih dikenal sebagai Candi Penataran. Fanani, Bahruddin, Yurisma, Vol 5, No.2, Art Nouveau, 2016 Kabupaten Blitar sering juga di sebut “daerah pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian seribu candi” yang di bangun mulai kerajaan ini adalah dengan cara wawancara, observasi, Singasari, kerajaan Majapahit sampai kerajaan dokumentasi studi eksisting dan studi kompetitor. Kadiri (www.blitarkab.go.id). Salah satu peninggalan Singasari adalah Candi Sawentar. Teknik Pengumpulan Data Candi Sawentar terletak di Dukuh Kanigoro, Adapun teknik pengumpulan data yang Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar. Belum dilakukan dalam perancangan Branding Candi diketahui kapan tepatnya candi yang dianggap Palah Penataran ini adalah dengan menggunakan sebagai wujud peralihan tipe candi Jawa Timur wawancara, observasi, dokumentasi studi eksisting lama ke tipe yang lebih akhir. Menurut perkiraaan, dan studi kompetitor. pembangunan dilakukan pada awal sampai pertengahan abad 13 M (candi.perpusnas.go.id). Teknik Analisis Data Sedangkan peninggalan dari Majapahit adalah Dalam penelitian ini teknik analisis data yang candi Kali Cilik yang merupakan candi bercorak dilakukan diperoleh melalui wawancara, observasi, hindu peninggalan kerajaan Majapahit. Candi ini serta dokumentasi. Setelah itu data diolah secara terbuat dari bata merah seperti candi–candi yang sistematis. Teknik analisis data dalam penelitian ini ada di Mojokerto. Candi Kali Cilik sendiri terletak menggunakan model analisis interaktif (Milles dan di Desa Candirejo, Kecamatan Ponggok, Blitar. Huberman, 1984: 15). Terlihat pada bagian atas candi ini terdapat Setelah data diperoleh, dilakukanlah reduksi pahatan-pahatan angka tahun 1312 Saka yang data. Data yang sudah melalui proses reduksi data menandakan bahwa candi kalicilik ini dibangun kemudian akan disajikan dalam bentuk tulisan atau pada zaman Kerajaan Majapahit saat pemerintahan kata-kata, gambar, grafik dan tabel. Kemudian Wikramawardana (www.travelmatekamu.com). dilakukan penarikan kesimpulan yang dapat Candi Penataran adalah kompleks candi dilakukan selama proses penelitian berlangsung. hindu terbesar di Jawa Timur yang terletak 12 Kilometer sebelah utara Kota Blitar di lereng KONSEP DAN PERANCANGAN gunung Kelud. Candi Penataran berada di kelurahan Penataran kecamatan Nglegok Studi Kompetitor merupakan komplek percandian terbesar di Jawa Studi kompetitor dalam penelitian ini adalah Timur yang di bangun selama tiga generasi. Candi Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Penataran menduduki tanah seluas 12.946 m2 . Ratu Boko. Dimana Taman Wisata Candi Candi ini didedikasikan untuk Dewa Siwa dan Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko merupakan digunakan untuk setidaknya tiga ratus tahun, dari kompetitor yang telah sukses dalam Branding yang abad XII sampai abad XV (www.eastjava.com). dilakukan. Candi Borobudur adalah salah satu Candi Penataran dibangun pada abad candi bersejarah milik umat Budha yang berlokasi keemasan Majapahit yaitu pada tahun 1197 Saka. di Magelang, Jawa Tengah. Candi ini dibangun bagian perbagian dari para raja- raja yang ada di Majapahit. Setiap bangunannya di tulis dengan tahun yang berbeda-beda. Keberagaman ini menjadikan kompleks Candi Penataran menjadi salah satu candi yang menarik dari candi–candi lain di kabupaten Blitar Pemilihan Branding sebagai kendaraan yang tepat guna mempromosikan Candi Palah Penataran. Melalui Branding diharapkan Candi Penataran dapat ter-blow up dengan sempurna sehingga mengena di benak para wisatawan. Sehingga para wisatawan mengetahui Candi Palah Penataran bukan hanya dari keindahannya saja, namun juga melalui sejarahnya. Gambar 1 Candi Borobudur, Candi Prambanan dan METODE PENELITIAN Ratu Boko Pada perancangan ini metodologi penelitian Sumber : static.initempatwisata.com, 2016 yang digunakan adalah metode kualitatif. Menurut Sutopo (2006: 179), penelitian kualitatif yaitu Sedangkan Candi Prambanan merupakan penelitian yang mengarah pada pendeskripsian candi Hindu yang terbesar di Indonesia. Sedangkan secara rinci dan mendalam baik kondisi maupun candi Ratu Baka sebenarnya bukan merupakan proses, dan juga hubungan atau saling candi, melainkan reruntuhan sebuah kerajaan. Oleh keterkaitannya mengenai hal-hal pokok yang karena itu, Candi Ratu Baka sering disebut juga ditemukan pada sasaran penelitian. Adapun teknik Fanani, Bahruddin, Yurisma, Vol 5, No.2, Art Nouveau, 2016 Kraton Ratu Baka. Situs tersebut merupakan istana berkunjung ke Candi Palah Penataran yang tertarik Ratu Baka, ayah Lara Jonggrang. akan cerita relief dan sejarah candi Palah Ketiga candi tersebut terdapat dalam satu Penataran. branding yang di kelola oleh BUMN yaitu PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & c. Positioning : Candi Palah Penataran merupakan Ratu Boko (Persero). Tugasnya untuk mengelola komplek candi terluas di Jawa timur dan memiliki lingkungan taman sekitar Candi Borobudur, banyak bangunan candi yang berasal dari tiga Prambanan dan Ratu Boko dan Cagar Budaya lain kerajaan yang berbeda. yang ada di sekitar. PT. TWC berdiri pada tahun 1980 yang mengelola Borobudur kemudian pada Unique Selling Proposition (USP) tahun 1992 di putuskan untuk mengelola Candi Palah Penataran memiliki beberapa Prambanan dan Ratu Boko atas surat
Recommended publications
  • Obtaining World Heritage Status and the Impacts of Listing Aa, Bart J.M
    University of Groningen Preserving the heritage of humanity? Obtaining world heritage status and the impacts of listing Aa, Bart J.M. van der IMPORTANT NOTE: You are advised to consult the publisher's version (publisher's PDF) if you wish to cite from it. Please check the document version below. Document Version Publisher's PDF, also known as Version of record Publication date: 2005 Link to publication in University of Groningen/UMCG research database Citation for published version (APA): Aa, B. J. M. V. D. (2005). Preserving the heritage of humanity? Obtaining world heritage status and the impacts of listing. s.n. Copyright Other than for strictly personal use, it is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), unless the work is under an open content license (like Creative Commons). Take-down policy If you believe that this document breaches copyright please contact us providing details, and we will remove access to the work immediately and investigate your claim. Downloaded from the University of Groningen/UMCG research database (Pure): http://www.rug.nl/research/portal. For technical reasons the number of authors shown on this cover page is limited to 10 maximum. Download date: 23-09-2021 Appendix 4 World heritage site nominations Listed site in May 2004 (year of rejection, year of listing, possible year of extension of the site) Rejected site and not listed until May 2004 (first year of rejection) Afghanistan Península Valdés (1999) Jam,
    [Show full text]
  • Ecotourism at Nusa Penida MPA, Bali: a Pilot for Community Based Approaches to Support the Sustainable Marine Resources Management
    Ecotourism at Nusa Penida MPA, Bali: A pilot for community based approaches to support the sustainable marine resources management Presented by Johannes Subijanto Coral Triangle Center Coauthors: S.W.H. Djohani and M. Welly Jl. Danau Tamblingan 78, Sanur, Bali, Indonesia International Conference on Climate Change and Coral Reef Conservation, Okinawa Japan, 30 June 2013 Nusa Penida Islands General features Community, Biodiversity, Aesthetics, Culture, Social-economics • Southeast of Bali Island • Nusa Penida Islands: Penida, Lembongan and Ceningan Islands • Klungkung District – 16 administrative villages, 40 traditional villages (mostly Balinese)- 45.000 inhabitants • Fishers, tourism workers, seaweed farmers, farmers, cattle ranchers • Coral reefs (300 species), mola-mola, manta rays, cetaceans, sharks, mangroves (13 species), seagrass (8 species) • Devotion to tradition, rituals and culture, preserving sacred temples: Pura Penataran Ped, Pura Batu Medauh, Pura Giri Putri and Pura Puncak Mundi. Local Balinese Cultural Festival Marine Recreational Operations Table corals Manta ray (Manta birostris) Oceanic Sunfish (Mola mola) Historical Background Historical Background • 2008 - Initiated cooperation TNC/CTC – Klungkung District Government • Ecological surveys – baseline data • 2009 - Working group on Nusa Penida MPA Establishment (local government agencies, traditional community groups, NGO) • Focus Group Discussions – public consultations & awareness • Marine Area reserved for MPA – 20.057 hectares - Klungkung District Decree no. 12 of
    [Show full text]
  • Bělahan and the Division of Airlangga's Realm
    ROY E. JORDAAN Bělahan and the division of Airlangga’s realm Introduction While investigating the role of the Śailendra dynasty in early eastern Javanese history, I became interested in exploring what relationship King Airlangga had to this famous dynasty. The present excursion to the royal bathing pla- ce at Bělahan is an art-historical supplement to my inquiries, the findings of which have been published elsewhere (Jordaan 2006a). As this is a visit to a little-known archaeological site, I will first provide some background on the historical connection, and the significance of Bělahan for ongoing research on the Śailendras. The central figure in this historical reconstruction is Airlangga (991-circa 1052 CE), the ruler who managed to unite eastern Java after its disintegration into several petty kingdoms following the death of King Dharmawangśa Těguh and the nobility during the destruction of the eastern Javanese capital in 1006 (Krom 1913). From 1021 to 1037, the name of princess Śrī Sanggrāmawijaya Dharmaprasādottunggadewī (henceforth Sanggrāmawijaya) appears in sev- eral of Airlangga’s edicts as the person holding the prominent position of rakryān mahāmantri i hino (‘First Minister’), second only to the king. Based on the findings of the first part of my research, I maintain that Sanggrāmawijaya was the daughter of the similarly named Śailendra king, Śrī Sanggrāma- wijayottunggavarman, who was the ruler of the kingdom of Śrīvijaya at the time. It seems plausible that the Śailendra princess was given in marriage to Airlangga to cement a political entente between the Śailendras and the Javanese. This conclusion supports an early theory of C.C.
    [Show full text]
  • Character Education Value in the Ngendar Tradition in Piodalan at Penataran Agung Temple
    Vol. 2 No. 2 October 2018 Character Education Value in the Ngendar Tradition in Piodalan at Penataran Agung Temple By: Kadek Widiastuti1, Heny Perbowosari2 12Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar E-mail : [email protected] Received: August 1, 2018 Accepted: September 2, 2018 Published: October 31, 2018 Abstract The ways to realize the generation which has a character can be apply in the social education through culture values, social ideology and religions, there are in Ngendar’ traditions that was doing by the children’s in Banjar Sekarmukti, Pangsan Village, Petang District, Badung regency. The purpose of this research to analyze the character values from Ngendar tradition. The types of this research are qualitative which ethnographic approach is. These location of this research in Puseh Pungit temple in Penataran Agung areal, Banjar Sekarmukti, Pangsan Village. Researcher using purposive sampling technique to determine information, collecting the data’s using observation, interviews, literature studies and documentation. The descriptive qualitative technique’ that are use to data analyses. The result of this research to show; first is process of Ngendar as heritage that celebrated in six months as an expression about grateful to the God (Ida Sang Hyang Widi Wasa). The reasons why these traditions’ always celebrated by the children’s are affected from holiness, customs and cultures. Second, Ngendar on the naming the characters which is as understanding character children’s with their religion that are affected by two things, the naming about religion behavior with way reprimand and appreciation through their confidence (Sradha) and Karma Phala Sradha. Next function is to grow their awareness.
    [Show full text]
  • Sustainable Tourism Approach in Trowulan Heritage Destination – Mojokerto, East Java
    Sustainable Tourism Approach in Trowulan Heritage Destination – Mojokerto, East Java 1st Diena Mutiara Lemy1, 2nd Elang Kusumo2 {[email protected], [email protected]} Universitas Pelita Harapan, School of Hospitality and Tourism, UPH Tower D 3rd floor Lippo Village Karawaci Tangerang Indonesia1,2 Abstract. Trowulan as one of cultural heritage tourism sites in Indonesia has a strategic role in building the national identity, considering that Trowulan is the center of Majapahit, a large kingdom around the 13th century whose territory covered the territory of the present Indonesia to the Malay peninsula. The Trowulan site is currently under the management of the East Java Cultural Heritage Preservation Center (BPCB), Directorate General of Culture, Ministry of Education and Culture. The focus of BPCB in managing this site is Rescue, Secure, Maintenance and Development of cultural heritage. Some problems related to the discovery of cultural heritage objects and interest conflicts of local people in earning a living in the land area become critical issues that should be addressed. Based on the description above, this paper reviews the Sustainable Tourism approach to help overcome the problems in Trowulan. Keywords: sustainable tourism, Trowulan, cultural heritage tourism, Majapahit kingdom 1 Introduction Majapahit Kingdom (Majapahit) is one of powerful kingdoms in Indonesia. Founded by Raden Wijaya in 1293 AD, Majapahit reached its peak in 1350 - 1389 under King Hayam Wuruk [1]. The center of Majapahit, based on the results of research and archaeological remains, is the Trowulan site. Trowulan Site is a very important historical area. The Trowulan site is located 70 km southwest of Surabaya in the Trowulan District area (Mojokerto Regency, East Java).
    [Show full text]
  • Download Article (PDF)
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 552 Proceedings of the 4th International Conference on Arts and Arts Education (ICAAE 2020) Life Values in Gapura Bajangratu Katrin Nur Nafi’ah Ismoyo1,* Hadjar Pamadhi 2 1 Graduate School of Arts Education, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Faculty of Languages and Arts, Yogyakarta State University, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This study employed the qualitative research method with Hans-George Gadamer’s semiotic approach and analysis based on Jean Baudrillard’s hyperreality. According to Gadamer, truth can be obtained not through methods, but dialectics, where more questions may be proposed, which is referred to as practical philosophy. Meanwhile, Jean Baudrillard argues that “We live in a world where there is more and more information, and less and less meaning …”. This paper discusses the life values of Gapura Bajang Ratu in its essence, as well as life values in the age of hyperreality. Keywords: Gapura Bajangratu, life values, hyperreality, semiotics 1. INTRODUCTION death of Bhre Wengker (end 7th century). There is another opinion regarding the history of the Bajangratu Gapura Bajangratu (Bajangratu Temple) is a Gate which believe it to be one of the gates of the heritage site of the Majapahit Kingdom which is located Majapahit Palace, due to the location of the gate which in Dukuh Kraton, Temon Village, Trowulan District, is not far from the center of the Majapahit Kingdom. Mojokerto Regency, East Java. Gapura Bajangratu or This notion provides historical information that the the Bajangratu Gate is estimated to have been built in Gapura gate is an important entrance to a respectable the 13-14th century.
    [Show full text]
  • Potency Exploration of Trowulan Cultural Heritage Area As Educational Facility
    Potency Exploration of Trowulan Cultural Heritage Area as Educational Facility Retno Eka Pramitasari, Nur Muflihah Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang, Indonesia Keywords: Exploration, Cultural Heritage, Educational Facility. Abstract: Trowulan is a very popular cultural heritage area in Mojokerto city and designated as a National Tourism Strategic Area which is thick with cultural and historical elements. The purpose of this study to explore the tourism and cultural heritage potency in Trowulan area as education facility. The object of this research is the existing cultural heritage in the Trowulan area including Bajang Ratu Gate, Petirtaan Tikus, Brahu Temple and Majapahit Information Center. This study used descriptive research with a qualitative approach and sampling techniques using purposive sampling techniques. The results of this study indicated that the majority of visitors who are student-certified were 52.5%, the response of visitors related to the perception of the attractiveness of the tourist environment was 62.1% very interesting, and the perception of tourist accessibility to visitors responds 76.4% supported this condition. Visitors expressed satisfaction with the facilities and activities in the tourism object. This proved that the Trowulan cultural heritage area can be used for holidays and educational facility. 1 INTRODUCTION the potency as a tourism place, a media of educating both history and culture. Likewise with people in Indonesia is a country that is rich in history and several large cities, there are among them who do not culture in the past, namely the existence of kingdom know the historical sites and religious tourism in spread among others the Majapahit kingdom, Trowulan.
    [Show full text]
  • Higher Education for Technology and Innovation Project: Institute
    Initial Environmental Examination August 2020 Indonesia: Higher Education for Technology and Innovation Project Institute Teknologi Sepuluh November, Surabaya Prepared by the Government of Republic of Indonesia’s Ministry of Education and Culture for the Asian Development Bank. CURRENCY EQUIVALENTS (as of 04 August 2020) Currency unit – Rupiah (Rp) KN1.00 = $ 0.00006799 $1.00 = Rp 14,708 ABBREVIATIONS ADB - Asian Development Bank AMDAL - Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Analysis of Environmental Impact) ANDAL - Analisis Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) BOD - Biological Oxygen Demand CEMP - Contractor’s Environmental Management (and Monitoring) Plan COD - Chemical Oxygen Demand DELH - Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (Environmental Evaluation Document) DLH - Dinas Lingkungan Hidup [Environmental Agency] DO - Dissolved Oxygen EIA - Environmental Impact Assessment EMC - Environmental Monitoring Checklist (of ADB) EMP - Environmental Management Plan EMMP - Environmental Management and Monitoring Plan GOI - Government of Indonesia GRM - Grievance Redress Mechanism GRC - Grievance Redress Committee HETI - Higher Education for Technology and Innovation HEI - Higher Education Institutions HIV - Human Immunodeficiency Virus HM - Hazardous Material(s) HW - Hazardous Waste(s) IA - Implementing Agency IEE - Initial Environmental Examination IFC EHS International Finance Corporation Environmental Health and Safety KEPMEN - Keputusan Menteri (Ministerial Decree) KEPRES - Keputusan President (Presidential Decree) MENLH(K)/ -
    [Show full text]
  • UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12
    BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya, Seni, Kesenian, dan Pusat Kesenian (Tinjauan Obyek Perancangan) 2.1.1 Budaya 1. Definisi Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.org). Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda UIN Maulana Malik Ibrahim Malang 12 budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari (http://indobudaya.blogspot.com/2007). Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. (www.wikipedia.org) Pengertian Budaya secara etimologi dan fonetis fungsional adalah: . Secara etimologis: Budaya buddhayah, budhi (Sans.) = akal budi / pikiran Budaya budi (akal/pikiran) & daya (tenaga, kemampuan) . Secara fonetis fungsional: Budaya badaya bada’a, yabda’u al-Mubdi’u : yang Mengawali, Menjadikan segala sesuatu dari tiada Kemampuan berakal-budi dengan nilai luhur berketuhanan, untuk mengawali hidup dengan proses yang baik (adil, harmoni, selaras dalam kedamaian tenteraman, dengan bukti satu selarasnya jalinan kehidupan antar makhluk (Gautama, 2009).
    [Show full text]
  • Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 22%
    Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 22% Date: Rabu, Agustus 19, 2020 Statistics: 3522 words Plagiarized / 11332 Total words Remarks: Medium Plagiarism Detected - Your Document needs Selective Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Zaman sekarang globalisasi menimbulkan berbagai tantangan yang semakin berat. Cepatnya perubahan yang terjadi akibat globalisasi berdampak dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Arus globalisasi di satu sisi dapat membawa kemajuan, namun juga sekaligus melahirkan kegelisahan pada masyarakat, hal ini juga dialami oleh Indonesia. Indonesia merupakan sebuah negara dengan jumlah penduduk besar sehingga terdapat banyak suku dan ras yang berbeda, banyaknya suku dan ras yang ada di Indonesia mempengaruhi keberagaman masyarakat yang ada. Keberagaman yang ada dapat menimbulkan terjadinya suatu konflik vertikal dan horizontal. Keberagaman yang ada di Indonesia kemudian disatukan dengan semangat kesatuan yaitu Bhineka Tunggal Ika. Keberagaman masyarakat Indonesia disatukan oleh semangat Bhineka Tunggal Ika sebagai unsur keberadaban masyarakat Indonesia. Semangat tersebut mengikat masyarakat Indonesia kedalam kesatuan Negara Republik Indonesia dalam menjalani kehidupan bermasyarakatnya. Masyarakat di era globalisasi menghadapi berbagai tantangan yang semakin beragam. Cepatnya perubahan yang terjadi dalam era globalisasi di satu sisi dapat membawa kemajuan bagi kehidupan masyarakat, namun
    [Show full text]
  • Simbolisme Relief Candi Sukuh
    SIMBOLISME RELIEF CANDI SUKUH LAPORAN PENELITIAN PUSTAKA Oleh: Drs. Achmad Syafi’i, M.Sn. Wisnu Adisukma, M.Sn. NIP. 19570527 198503 1002 NIP. 19840701 200912 1008 Dibiayai DIPA ISI Surakarta Nomor: SP DIPA-041.01.2.400903/2019 Tanggal 5 Desember 2018 Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Pustaka Nomor: 6865/IT6.1/LT/2019 INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA OKTOBER 2019 i ii ABSTRAK Penelitian ini membahas estetika simbol relief candi Sukuh yang berada di Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah. Penelitian menitikberatkan pada permasalahan penafsiran estetika simbol relief candi Sukuh menurut kajian Estetika Suzanne K. Langer, yaitu melihat kesenian sebagai kreasi bentuk-bentuk simbolis dari perasaan manusia. Lebih lanjut penelitian ini mengulas makna penghadiran dan visualisasi relief candi Sukuh yang dianggap peninggalan terakhir kerajaan Majapahit. Tujuan penelitian lebih kepada pelurusan sejarah dengan mengulik penghadiran serta makna relief candi Sukuh sebagai bagian sistem tanda dalam budaya Jawa. Sekaligus sebagai upaya pelestarian nilai tradisi mengenai pralambang berupa sengkalan yang seringkali dipakai manusia Jawa dalam relief candi Sukuh agar dapat dipahami manusia Jawa kini sebagai cara memahami diri sebagai bagian dari budaya ‘Timur’. Pembuatan candi Sukuh dimungkinkan selain agar mengingat kembali budaya leluhur, juga sebagai peruwatan terhadap kerajaan Majapahit. Peruwatan dilakukan untuk menggapai kejayaan kembali Majapahit sebab masa Dyah Suhita, kerajaan Majapahit berangsur surut pengaruhnya terlebih pasca perang Paregreg, lepasnya Negara vassal satu-persatu, gempuran dan menguatnya budaya Islam dan Cina di Majapahit. Kata kunci : Candi Sukuh, Estetika simbol, Makna, Relief, Sengkalan ABSTRACT This research determined the aesthetics of Candi Sukuh relief symbol in Ngargoyoso, Karanganyar, Central Java.
    [Show full text]
  • Laporan Hasil Penelitian
    Laporan Hasil Penelitian “Ngapain ke Candi?” Penggunaan Peninggalan-peninggalan Purbakala di Jawa Timur Oleh Christopher Mark Campbell Universitas Muhammadiyah Malang kerjasama dengan Australian Consortium for In-country Indonesian Studies 2002 “Apakah di desa atau di dalam hutan, di tempat yang rendah atau di atas bukit, di mana pun Para Suci berdiam, maka tempat itu sungguh menyenangkan.” - Dharmapada Arahanta Vagga (Arahat) 9 “Selain Allah tidak ada Tuhan, selain aku tidak ada Kamu.” – Pak Makutarama Abstraksi “Apakah di desa atau di dalam hutan, di tempat yang rendah atau di atas bukit, dimana pun Para Suci berdiam, maka tempat itu sungguh menyenangkan.” – Dharmapada Arahanta Vagga 9 “Selain Allah tidak ada Tuhan, selain aku tidak ada Kamu.” – Pak Makutarama “Trowulan…adalah tempat terjadinya kerajaan Jawa yang paling kuat, Majapahit. Didirikan pada akhir abad ke-13, patihnya tang terkenal, Gajah Mada, menuntut kekuasan raja atas daerah yang lebih besar daripada Indonesia modern. Demikian dia sebetulnya ialah pemimpin pertama yang menentukan konsep Indonesia yang bersatu dengan identitas Indonesia.” – John Miksic Pendahuluan Latar Belakang Dari bangunan-bangunan zaman purba di Jatim, yang kini masih tertinggal, hanya yang terbuat dari batu dan bata. Bangunan ini semua memiliki hubungan erat dengan keagamaan. Sebagai pusat bagi tiga kerajaan agung pada masa dahulu (Kediri, Singosari dan Majapahit) Jawa Timur sangat kaya dengan peninggalan purbakala. Walaupun dalam mulut rakyat bangunan-bangunan tersebut biasanya disebut candi, ada berbagai macam candi yang memiliki wujud dan fungsi tersendiri: • Candi adalah bangunan tempat menyimpan abu jenazah seorang raja dan orang- orang terkemuka dan memuliakan rohnya yang telah bersatu dengan Dewata penitisnya. Selain itu candi juga merupakan tempat penghormatan dan pemujaan Dewata atau para arwah nenek moyang.
    [Show full text]