<<

Pendugaan Umur Simpan yang Dikemas dengan Kertas Minyak dan Edible Film Tapioka Menggunakan Metode Akselerasi

Shelf Life Estimation of Wajik Packed with Oil Paper and Tapioca Edible Film Using Accelerated Method

Elsa Novitasari1, Fajar Restuhadi2, and Raswen Efendi2 1Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau Email: [email protected]

ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga umur simpan wajik yang dikemas dengan kertas minyak dan edible film tapioka.Pendugaan umur simpan menggunakan metode akselerasi dengan menyimpan wajik selama 30 hari pada tiga suhu yang berbeda yaitu suhu 30°C, 35°C, dan 40°C. Parameter yang diamati selama proses penyimpanan adalah penilaian sensori terhadap tingkat ketengikan dan nilai thiobarbituric acid (TBA) wajik. Data dianalisis menggunakan regresi linear dan persamaan yang diperoleh digunakan untuk menghitung umur simpan wajik pada suhu normal yaitu suhu 29°C. Masa simpan wajik yang dikemas dengan kertas minyak berdasarkan uji sensori ketengikan adalah 29,787 hari pada reaksi ordonol dengan persamaan regresi y = -2225,17x + 5,0060, dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 4419,188 kal.mol-1, dan nilai penurunan mutu (k) 0,094 unit mutu per hari, sedangkan masa simpan wajik berdasarkan uji nilai TBA adalah 27,294 hari pada reaksi ordo satu dengan persamaan regresi y = -3164,1x + 6,7644, dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 6283,903 kal.mol-1, dan nilai penurunan mutu (k) 0,022 unit mutu per hari. Masa simpan wajik yang dikemas dengan edible film tapioka berdasarkan uji sensori ketengikan adalah 45,455 hari pada reaksi ordo nol dengan persamaan regresi y = -3444,46x + 8,6946, dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 6840,698 kal.mol-1 , dan nilai penurunan mutu (k) 0,066 unit mutu per hari, sedangkan masa simpan wajik berdasarkan uji nilai TBA adalah 32,234 hari pada reaksi ordo satu dengan persamaan regresi y = -1086,1x – 0,0582, dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 2158,385 kal.mol-1 , dan nilai penurunan mutu (k) 0,026 unit mutu per hari.

Keywords: Edible film, kertas minyak, umur simpan, wajik.

ABSTRACT The purpose of this research was to estimate the shelf life of wajik that is packed with oil paper and tapioca edible film. Estimation of shelf life using the acceleration method by storing wajik for 30 days at three different temperatures, there are temperatures of 30°C, 35°C, and 40°C. The parameters observed during the storage process were sensory assessments of rancidity and thiobarbituric acid (TBA) values of wajik. Data were analyzed using linear regression and the equations obtained were used to calculate the shelf life of wajik at normal

1 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 temperature, which is 29°C. The wajik shelf life packed with oil paper based on rancidity sensory test is 29.787 days on the zero order reaction with the regression equation y = -2225.17x + 5.0060, with an activation energy value (Ea) of 4419.188 kal.mol-1, and the value of quality degradation (k) is 0.094 quality unit per day, while the wajik shelf life based on the TBA value test is 27.294 days on the first order reaction with the regression equation y = -3164.10x + 6.7644, with an activation energy value (Ea) of 6283.903 kal.mol-1, and the value of quality degradation (k) is 0.022 quality unit per day. The wajik shelf life packed with tapioca edible film based on rancidity sensory test was 45.455 days on the zero order reaction with the regression equation y = -3444.46x + 8.6946, with an activation energy value (Ea) of 6840.698 kal.mol-1, and the value of quality degradation (k) is 0.066 quality unit per day, the wajik shelf life based on the test TBA value is 32.234 days on the first order reaction with the regression equation y = -1086.80x - 0.0582, with the activation energy value (Ea) of 2158,385 kal.mol-1, and the value of quality degradation (k) is 0.026 quality unit per day.

Keywords: Edible film, oil paper, shelf life, wajik.

PENDAHULUAN dalam kerusakan wajik. Salah satu kemasan yang dapat digunakan Wajik merupakan salah satu sebagai pengganti kertas minyak makanan tradisional yang untuk mengemas wajik adalah edible dibuat dari beras ketan yang dikukus, film. kemudian dimasak dengan campuran Edible film merupakan suatu santan dan gula hingga terasa lembut. lapis tipis yang dibuat dari bahan Wajik yang ada di pasaran umumnya yang dapat dimakan, dibentuk untuk dikemas menggunakan kertas melapisi makanan (coating) atau minyak. Kertas minyak digunakan diletakan diantara komponen sebagai pengemas wajik dikarenakan makanan (film). Kelebihan kertas minyak mudah didapatkan dan penggunaan edible film sebagai harganya murah. Penggunaan kertas pengemas yaitu ramah lingkungan minyak sebagai pengemas makanan karena sifatnya yang mudah terurai mempunyai kelemahan yaitu (biodegradable) dan dapat langsung mengandung bahan pewarna sintetik dikonsumsi dengan produk yang yang dapat bermigrasi ke dalam dikemas sehingga tidak produk. Kertas minyak juga memiliki menimbulkan sampah. sifat yang sensitif terhadap air (tidak Bahan yang digunakan pada tahan air), mudah sobek, mudah penelitian ini yaitu tapioka dan dipengaruhi oleh kelembaban udara lembaran. Penggunaan tapioka pada lingkungan sehingga ketika penelitian ini karena tapioka mudah diaplikasikan sebagai pengemas didapatkan dan harganya murah. makanan menyebabkan makanan Tapioka mengandung 83% cepat rusak. Oleh karena itu amilopektin dan 17% amilosa. diperlukan pemilihan kemasan yang Amilopektin pada tapioka tepat untuk mengatasi permasalahan mempengaruhi kestabilan film,

2 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 sedangkan amilosa mempengaruhi ketengikan terjadi karena oksidasi kekompakan film. Kadar amilosa lemak yang umumnya terjadi pada yang tinggi pada pati menghasilkan lipid yang menyebabkan penurunan edible film yang kuat dan lentur, umur simpan dan penurunan nilai sedangkan amilopektin membuat gizi produk. pasta yang terbentuk menjadi bening. Penentuan umur simpan Menurut Ginting (2013), tapioka produk pangan dapat dilakukan mempunyai karakteristik gel yang dengan metode Accelerated Shelf-life cukup kuat dan transparan sehingga Testing (ASLT). Metode ASLT atau tapioka dapat dimanfaatkan sebagai yang biasa dikenal dengan metode bahan pembuat film. akselerasi yaitu cara penyimpanan Penggunaan edible film sebagai produk pangan pada lingkungan yang pengemas juga dapat menyebabkan cepat rusak, baik pada mempertahankan umur simpan kondisi suhu atau kelembapan ruang produk karena sifatnya yang dapat penyimpanan yang tinggi. menghambat perpindahan uap air, Keuntungan pendugaan umur simpan menghambat pertukaran gas, produk menggunakan metode mencegah kehilangan aroma, akselerasi yaitu waktu pengujiannya mencegah perpindahan lemak, relatif singkat dan analisis parameter meningkatkan karakteristik fisik, dan mutunya sedikit sehingga sebagai pembawa zat aditif. Haris menghemat biaya. (2001) telah melakukan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk tentang penggunaan edible film dari menduga umur simpan wajik yang tapioka untuk pengemas lempuk dan dikemas dengan kertas minyak dan diperoleh hasil bahwa penggunaan edible film tapioka menggunakan edible film dari tapioka untuk metode akselerasi. pengemas lempuk dapat memperpanjang umur simpan METODOLOGI lempuk hingga 25 hari dengan ketebalan film 0,120 mm. Metode penelitian yang Penggunaan edible film tapioka digunakan adalah pendugaan umur sebagai pengemas nanas dapat simpan menggunakan metode memperpanjang umur simpan dodol akselerasi Metode penelitian yang hingga 42 hari pada suhu 27°C digunakan adalah pendugaan umur (Sutrisno et al., 2016). simpan menggunakan metode Umur simpan pangan (shelf akselerasi. Penelitian ini life) merupakan salah satu informasi menggunakan dua perlakuan dengan yang sangat penting bagi konsumen tiga kali ulangan yaitu: karena terkait dengan keamanan produk pangan dan untuk K0 = Wajik dikemas kertas minyak memberikan jaminan mutu pada saat K1 = Wajik dikemas edible film produk sampai ke tangan konsumen. tapioka Parameter mutu yang diamati pada Wajik yang digunakan pada penelitian ini yaitu ketengikan. penelitian ini yaitu wajik dari Teluk Menurut Estiasih et al. (2015), Kuantan Kabupaten Kuantan

3 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Singingi. Prosedur pembuatan edible wajik menggunakan rumus dari film tapioka mengacu pada perlakuan metode akselerasi. terbaik dari penelitian Amalina (2013). Parameter yang diamati pada HASIL DAN PEMBAHASAN penelitian ini yaitu aroma tengik dari wajik yang diukur dengan penilaian Uji Sensori Ketengikan Wajik organoleptik (Setyaningsih et al., Pengamatan uji sensori 2010) dan pengujian nilai ketengikan dilakukan pada setiap thiobarbituric acid atau TBA suhu penyimpanan 30°C, 35°C, dan (Sudarmadji et al., 1997). Hasil 40°C pada hari ke-0, 5, 10, 15, 20, pengamatan yang diperoleh 25, dan 30. Rata-rata skor ketengikan dianalisis menggunakan regresi wajik selama penyimpanan dapat linear dan dihitung umur simpan dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata skor ketengikan wajik selama penyimpanan Kemasan Suhu Penyimpanan hari ke- 0 5 10 15 20 25 30 Kertas 30°C 5,00 4,80 4,30 3,93 3,30 2,70 2,20 minyak 35°C 5,00 4,67 4,13 3,50 2,97 2,33 1,93 40°C 5,00 4,60 3,80 2,97 2,20 1,90 1,60 Edible 30°C 5,00 4,90 4,50 4,00 3,70 3,40 3,00 film 35°C 5,00 4,70 4,30 3,80 3,30 3,00 2,70 tapioka 40°C 5,00 4,50 4,00 3,60 2,90 2,50 2,00 Keterangan :1(Sangat tengik), 2 (Tengik), 3 (Sedikit tengik), 4 (Agak tengik), dan 5 (Tidak tengik)

Hasil penelitian menunjukkan dimana gerakan molekul akan bahwa ketengikan wajik meningkat semakin cepat sehingga seiring dengan meningkatkan suhu meningkatkan jumlah tumbukan penyimpanan. Hal ini dikarenakan yang terjadi antar molekul. Semakin suhu merupakan salah satu faktor banyak tumbukan yang terjadi antar yang menyebabkan ketengikan molekul, maka laju reaksi akan produk. Hal ini sesuai dengan semakin meningkat. Laju Rohman (2013) yang menyatakan kebanyakan reaksi meningkat tajam bahwa faktor-faktor seperti suhu, dengan naiknya suhu, dimana setiap sinar, kelembapan, logam, dan peningkatan suhu 10°C dapat oksigen berkontribusi terhadap meningkatkan laju reaksi hingga dua pembentukan off flavour. Semakin kali lipat (Oxtoby et al., 2001). tinggi suhu penyimpanan, maka laju Peningkatan ketengikan wajik reaksi berbagai senyawa kimia dalam selama penyimpanan menandakan makanan akan semakin cepat bahwa minyak dalam wajik telah (Winarno, 2010). Suhu merupakan mengalami oksidasi selama energi yang dapat diserap oleh penyimpanan sehingga masing-masing molekul pereaksi. mengakibatkan penyimpangan Meningkatnya suhu membuat energi sensori. Oksidasi dimulai dari kinetik molekul semakin besar, pembentukan peroksida dan hidrogen

4 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 peroksida, selanjutnya terurainya merupakan barier yang baik terhadap asam-asam lemak disertai konversi oksigen, karbondioksida, dan lipid hidroperoksida menjadi aldehid dan sehingga dapat mencegah terjadinya keton serta asam-asam lemak bebas. kerusakan pada produk. Kertas Aldehid berperan dalam minyak mempunyai daya tahan yang pembentukan ketengikan termasuk tinggi terhadap lemak tetapi sensitif malonaldehid. Semakin lama waktu terhadap air, mudah sobek, mudah penyimpanan maka semakin banyak dipengaruhi oleh kelembapan lemak yang teroksidasi karena sehingga wajik yang dikemas dengan kontak bahan dengan oksigen dan kertas minyak akan mudah rusak membuat mutu wajik semakin oleh lingkungan. Hal ini yang menurun. membuat wajik yang dikemas Batas skor produk adalah suatu dengan kertas minyak lebih cepat nilai saat produk sudah tidak dapat mengalami kerusakan dibandingkan lagi diterima dari segi ketengikan wajik yang dikemas dengan edible yang ditetapkan dengan skor dua film tapioka. atau tengik (Kurniati, 2013). Berdasarkan pengujian sensori Pengujian Bilangan Thiobarbituric diketahui bahwa wajik yang dikemas Acid dengan kertas minyak dinyatakan Kerusakan produk yang tengik pada hari ke-20 dengan skor Kerusakan produk yang berminyak 2,20 (tengik) pada suhu ditandai dengan adanya aroma penyimpanan 40°C, sedangkan pada tengik, dan untuk mengetahui tingkat wajik yang dikemas dengan edible ketengikan minyak dapat dinyatakan film tapioka dinyatakan tengik pada sebagai angka thiobarbituric (Sari et hari ke-30 dengan skor 2,00 (tengik) al., 2013). Bilangan thiobarbituric pada suhu penyimpanan 40°C, dan acid (TBA) merupakan cara batas waktu penyimpanan ini pengujian untuk menentukan tingkat dinyatakan sebagai titik kritis wajik ketengikan lemak pada suatu bahan dari segi ketengikan. Wajik yang pangan yang ditunjukkan oleh dikemas dengan kertas minyak lebih jumlah malonaldehid.kg-1 sampel cepat mengalami ketengikan sebagai hasil reaksi oksidasi lemak dibandingkan dengan wajik yang (Ketaren, 1986). Menurut dikemas dengan edible film tapioka. Andarwulan et al. (2011), Hal ini dikarenakan sifat dari pengukuran nilai TBA sering masing-masing kemasan berbeda dijadikan indikator kerusakan lanjut dalam mempertahankan produk. dari oksidasi lemak dan minyak. Edible film tapioka dapat Kelebihan dari uji ini adalah pereaksi menghambat pertukaran gas dan TBA dapat digunakan langsung mencegah kehilangan aroma dari untuk menguji lemak dalam bahan produk. Hal ini sesuai dengan tanpa mengekstraksi fraksi lemaknya warkoyo et al. (2014) yang (Ketaren, 1986). Rata-rata nilai TBA menyatakan bahwa film dengan wajik selama penyimpanan dapat komposisi hidrokoloid dapat dilihat pada Tabel 5. mengatur migrasi penguapan air dan

5 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Tabel 5. Rata-rata nilai TBA wajik selama penyimpanan Kemasan Suhu Penyimpanan hari ke- 0 5 10 15 20 25 30 Kertas 30°C 0,452 0,442 0,742 0,842 0,774 0,831 0,933 minyak 35°C 0,452 0,577 0,774 0,852 0,907 1,078 1,205 40°C 0,452 0,484 0,918 0,860 0,824 1,175 1,305 Edible 30°C 0,452 0,398 0,573 0,785 0,730 0,824 0,877 film 35°C 0,452 0,427 0,585 0,844 0,826 0,863 0,900 tapioka 40°C 0,452 0,464 0,782 0,907 0,963 0,937 1,045

Nilai TBA wajik semakin pada keju graviera semakin meningkat dengan semakin tingginya meningkat. Hal ini dikarenakan suhu penyimpanan. Menurut Syarief semakin lama penyimpanan maka dan Halid (1993), suhu merupakan semakin banyak lemak yang faktor yang berpengaruh terhadap teroksidasi karena kontak bahan perubahan mutu produk. Semakin dengan oksigen sehingga tinggi suhu, maka laju reaksi menyebabkan lemak menjadi tengik berbagai senyawa kimia akan dan meningkatnya nilai TBA. semakin cepat. Peningkatan nilai Nilai TBA wajik pada TBA menunjukkan kenaikan kadar penelitian ini memiliki nilai dibawah malonaldehid selama penyimpanan batas maksimal nilai TBA yang disebabkan oleh adanya proses ditetapkan. Menurut SNI (1991), oksidasi. Menurut Winarno (2004), batas maksimal nilai TBA minyak peningkatan nilai TBA selama yang masih dapat diterima adalah 3 penyimpanan disebabkan karena mg.kg-1. Apabila nilai TBA lebih terjadinya kerusakan lemak yang besar dari 3 mg.kg-1, maka produk menyebabkan timbulnya aroma dan akan bersifat racun bagi tubuh dan rasa tengik akibat reaksi oksidasi tidak dapat dimakan. Hal ini antara asam lemak tidak jenuh yang menandakan bahwa wajik pada terdapat dalam produk pangan penelitian ini masih aman untuk dengan udara dan kadar air produk. dikonsumsi. Selain suhu penyimpanan, Titik kritis nilai TBA wajik lama penyimpanan wajik juga ditentukan dari batas skor ketengikan mempengaruhi nilai TBA wajik. berdasarkan uji sensori. Wajik yang Semakin lamanya penyimpanan, nilai dikemas dengan kertas minyak TBA wajik semakin meningkat. Hal dinyatakan tengik pada hari ke-20 ini sejalan dengan hasil penelitian suhu 40ºC dengan nilai TBA 0,824 Atmaka et al. (2012) yang mg malonaldehid.kg-1, sedangkan menyatakan bahwa nilai TBA jenang wajik yang dikemas dengan edible dodol semakin meningkat seiring film tapioka dinyatakan tengik pada dengan lamanya penyimpanan pada hari ke-30 pada suhu 40ºC dengan setiap perlakuan. Mexis et al. (2011) nilai TBA 1,045 mg menyatakan bahwa semakin lama malonaldehid.kg-1, dan nilai ini waktu penyimpanan maka nilai TBA dinyatakan sebagai titik kritis wajik

6 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 berdasarkan uji nilai TBA. Wajik bahan pangan dapat disebabkan oleh yang dikemas dengan kertas minyak perubahan secara fisik, kimia, dan lebih cepat mengalami ketengikan mikrobiologi. Penelitian ini tidak dibandingkan dengan wajik yang menunjukkan adanya kerusakan dikemas dengan edible film tapioka. secara mikrobiologi. Hal ini Hal ini dikarenakan edible film diperkirakan karena pada penelitian tapioka memiliki pori-pori yang rapat ini menggunakan suhu yang tinggi sehingga oksigen sulit untuk untuk penyimpanan sehingga menembus masuk ke dalam mikroba yang menyebabkan kemasan, sedangkan kertas minyak kerusakan pada wajik tidak dapat memiliki pori-pori yang kurang rapat tumbuh. Selain suhu penyimpanan, sehingga oksigen dapat dengan gula pada wajik juga menyebabkan mudah masuk ke dalam kemasan dan mikroba penyebab kerusakan pada membuat produk yang dikemas wajik tidak dapat tumbuh. teroksidasi. Pembuatan wajik pada penelitian ini Kerapatan edible film menggunakan gula pasir dengan dipengaruhi oleh tapioka dan agar konsentrasi yang tinggi. Menurut lembaran yang digunakan dalam Zakaria (2012), konsentrasi gula pembuatan edible film. Tapioka yang tinggi dapat menghambat mengandung amilopektin dan pertumbuhan mikroba pembusuk amilosa, dimana amilopektin makanan. Konsentrasi gula yang mempengaruhi kestabilan film, tinggi menyebabkan air dalam bahan sedangkan amilosa mempengaruhi pangan menjadi terikat sehingga kekompakan film. Menurut Santoso menurunkan nilai aktivitas air. et al. (2011), kadar amilosa yang Semakin sedikit air bebas yang tinggi pada pati menghasilkan edible tersedia, maka akan menyebabkan film yang kuat dan lentur, karena pertumbuhan mikroba terhambat, dan amilosa yang berantai lurus akan wajik akan semakin awet. membentuk jaringan yang rapat. Kerusakan pada penelitian ini Agar memiliki jaringan tiga dimensi disebabkan oleh kerusakan secara padat yang menyebabkan film kimia yaitu disebabkan oleh reaksi memiliki nilai permeabilitas uap air oksidasi yang menyebabkan wajik yang rendah. Penambahan agar menjadi tengik. Ketengikan membuat interaksi antar molekul pati menandakan bahwa produk telah dan agar akan semakin kuat, mengalami kerusakan yang sehingga volume berkurang dan jarak menyebabkan umur simpannya antar molekul film semakin dekat. semakin singkat. Langkah dalam Akibatnya molekul air sulit terdifusi pendugaan umur simpan adalah ke dalam film. meregresikan hari penyimpanan dengan skor ketengikan untuk ordo Pendugaan Umur Simpan nol, dan untuk ordo satu meregresikan antara hari Uji sensori Kerusakan pada bahan pangan penyimpanan dan ln skor pada dapat menyebabkan penurunan mutu. masing-masing suhu yang dapat Menurut Zakaria (2012), kerusakan dilihat pada Lampiran 5 dan

7 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Lampiran 7. Nilai slope (b) dari hasil dalam skala Celcius (C) diubah regresi dinyatakan sebagai konstanta dalam skala Kelvin (K) dan dijadikan laju kecepatan reaksi (k) untuk 1/T. Nilai ln k dan 1/T masing- masing-masing suhu penyimpanan. masing ordo berdasarkan uji sensori Nilai k pada masing-masing suhu dapat dilihat pada Tabel 6. penyimpanan dijadikan ln k dan suhu

Tabel 6. Nilai k dan ln k pada masing-masing ordo berdasarkan uji sensori ketengikan Jenis kemasan Persamaan umur simpan ordo 0 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0971 -2,3320 308 0,0032 0,1075 -2,2303 313 0,0031 0,1228 -2,0972 Persamaan umur simpan ordo 1 Kertas minyak T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0277 -3,5863 308 0,0032 0,0326 -3,4234 313 0,0031 0,0409 -3,1966 Persamaan umur simpan ordo 0 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0700 -2,6593 308 0,0032 0,0807 -2,5170 Edible film 313 0,0031 0,1007 -2,2956 tapioka Persamaan umur simpan ordo 1 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0175 -4,0456 308 0,0032 0,0215 -3,8397 313 0,0031 0,0303 -3,4966

. Hasil regresi antara 1/T dan ln k sensori ketengikan dapat dilihat pada masing-masing ordo berdasarkan uji Gambar 2.

0.0000 -1.00000.0032 0.0032 0.0032 0.0032 0.0033 0.0033 0.0033 0.0033 -2.0000 -3.0000 -4.0000 -5.0000 y = -2225.2x + 5.006 y = -3692.2x + 8.5878 y = -3444.5x + 8.6946 y = -5198.7x + 13.088 R² = 0.9926 R² = 0.9893 R² = 0.982 R² = 0.9769 KM 0 KM 1 EF 0 EF 1 Linear (KM 0) Linear (KM 1) Linear (EF 0) Linear (EF 1) Gambar 2. Hasil regresi antara 1/T dan ln k pada masing-masing ordo berdasarkan uji sensori ketengikan

8 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Grafik hubungan antara ln k nilai korelasi ordo satu (R² = 0,976). dan 1/T memberikan persamaan Hal ini menunjukkan bahwa regresi dan korelasi untuk masing- pendugaan umur simpan wajik yang masing ordo. Nilai korelasi dikemas dengan kertas minyak dan merupakan dasar untuk menentukan edible film tapioka berdasarkan uji umur simpan dan dipilih korelasi sensori menggunakan ordo nol. Hal yang mendekati satu untuk ini sesuai dengan pernyataan Labuza penentuan umur simpan. Korelasi (1982) yang menyatakan bahwa menggambarkan hubungan dari dua penurunan mutu akibat oksidasi variabel atau lebih. Korelasi yang lemak yang menyebabkan mendekati satu menandakan bahwa ketengikan umumnya mengikuti ordo hubungan antara dua variabel reaksi nol. tersebut semakin kuat. Semakin kuat Berdasarkan Gambar 2, hubungan antar variabel, maka hasil diperoleh persamaan regresi wajik yang diperoleh dalam menghitung yang dikemas dengan kertas minyak umur simpan semakin mendekati dan wajik yang dikemas dengan hasil yang sebenarnya. edible film tapioka. Berdasarkan Berdasarkan Gambar 2, persamaan ini dapat dihitung nilai diketahui bahwa wajik yang dikemas energi aktivasi (Ea), konstanta laju dengan kertas minyak memilki nilai penurunan mutu (k), dan umur korelasi ordo nol (R² = 0,992) yang simpan wajik pada suhu yang lebih besar dibandingkan dengan diasumsikan yaitu suhu 29°C (rata- nilai korelasi pada ordo satu (R² = rata suhu ruang di Pekanbaru). Hasil 0,989). Wajik yang dikemas dengan perhitungan umur simpan wajik pada edible film tapioka memiliki nilai masing-masing kemasan disajikan korelasi ordo nol (R² = 0,982) yang pada Tabel 7. lebih besar dibandingkan dengan

Tabel 7. Nilai energi aktivasi, konstanta laju penurunan mutu, dan umur simpan wajik berdasarkan uji organoleptik pada ordo reaksi terpilih Nilai k Umur Nilai Ea Jenis Kemasan Persamaan regresi (unit Simpan (kal.mol-1) mutu.hari-1) (hari) Kertas minyak y = -2225,17x + 5,0060 4419,188 0,094 29,787 Edible film tapioka y = -3444,46x + 8,6946 6840,698 0,066 45,455

Hasil penelitian menunjukkan ketebalan yang lebih besar (0,1 mm) bahwa wajik yang dikemas dengan dibandingkan kertas minyak (0,02 edible film tapioka memiliki umur mm). Kemasan yang tebal memiliki simpan yang lebih lama kerapatan yang besar. Struktur yang dibandingkan wajik yang dikemas rapat akan membuat rongga udara dengan kertas minyak. Hal ini pada struktur edible flm tapioka dikarenakan perbedaan sifat fisik dari semakin kecil dan membuat oksigen masing-masing kemasan. tidak mudah menembus kemasan Dilihat dari ketebalan kemasan, film sehingga dapat mencegah edible film tapioka memiliki terjadinya oksidasi. Menurut Kurniati 9 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

(2013), kemasan dengan kerapatan semakin besar nilai aktivasi produk, yang besar akan memperlambat maka nilai penurunan mutu produk proses masuknya uap air dan oksigen akan semakin kecil, dan umur melalui pori-pori bahan kemasan, simpan produk akan semakin lama. sehingga dapat menghalangi Hal ini sesuai dengan Wasono dan terjadinya kerusakan produk akibat Yuwono (2014) yang menyatakan oksidasi. Hal ini yang membuat bahwa semakin rendah nilai energi edible film lebih dapat aktivasi maka suatu reaksi akan mempertahankan mutu produk berjalan lebih cepat yang berarti dibandingkan kertas minyak. semakin cepat pula memberi Energi aktivasi adalah energi kontribusi terhadap kerusakan minimum yang harus dipenuhi agar produk. reaksi dapat berjalan. Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa Uji bilangan thiobarbituric acid hubungan energi aktivasi dan laju Nilai TBA wajik mengalami penurunan mutu pada penelitian ini peningkatan seiring dengan lamanya berbanding terbalik dan berpengaruh penyimpanan. Semakin tinggi terhadap umur simpan produk. bilangan TBA menunjukkan semakin Semakin kecil nilai aktivasi produk, meningkatnya oksidasi minyak yang maka nilai penurunan mutu produk menyebabkan ketengikan. Nilai ln k akan semakin besar, dan umur dan 1/T masing-masing ordo simpan produk akan semakin berdasarkan uji TBA dapat dilihat singkat. Begitu pula sebaliknya, pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai k dan ln k pada masing-masing ordo berdasarkan uji TBA

Jenis kemasan Persamaan umur simpan ordo 0 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0161 -4,1289 308 0,0032 0,0242 -3,7214 313 0,0031 0,0274 -3,5972 Persamaan umur simpan ordo 1 Kertas minyak T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0248 -3,6969 308 0,0032 0,0311 -3,4705 313 0,0031 0,0346 -3,3639 Persamaan umur simpan ordo 0 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0163 -4,1166 308 0,0032 0,0175 -4,0456 313 0,0031 0,0207 -3,8776 Edible film tapioka Persamaan umur simpan ordo 1 T (°K) 1/T (1/K) │k│ Ln k 303 0,0033 0,0263 -3,6382 308 0,0032 0,0273 -3,6009 313 0,0031 0,0295 -3,5234

10 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Hasil regresi antara ln k dan berdasarkan uji nilai TBA dapat 1/T pada masing-masing ordo dilihat pada Gambar 3.

0.0000 0.0032 0.0032 0.0032 0.0032 0.0033 0.0033 0.0033 0.0033 -1.0000

-2.0000

-3.0000

-4.0000

-5.0000 y = -5056.9x + 12.606 y = -3164.1x + 6.7644 y = -2261.2x + 3.3295 y = -1086.8x - 0.0583 R² = 0.9187 R² = 0.9623 R² = 0.9438 R² = 0.9571 KM 0 KM 1 EF 0 EF 1 Linear (KM 0) Linear (KM 1) Linear (EF 0) Linear (EF 1) Gambar 3. Hasil regresi antara 1/T dan ln k pada masing-masing ordo berdasarkan uji nilai TBA

Berdasarkan Gambar 3, dibandingkan dengan nilai korelasi diketahui bahwa wajik yang dikemas pada ordo satu (R² = 0,957). Hal ini kertas minyak menggunakan ordo menunjukkan bahwa pendugaan satu untuk perhitungan umur simpan. umur simpan wajik yang dikemas Hal ini dapat dilihat dari nilai dengan kertas minyak dan edible film korelasi ordo nol (R² = 0,918) lebih tapioka berdasarkan uji TBA kecil dibandingkan dengan nilai menggunakan ordo satu. Hasil korelasi pada ordo satu (R² = 0,962). perhitungan umur simpan wajik Wajik yang dikemas dengan edible berdasarkan uji TBA dapat dilihat film tapioka memiliki nilai korelasi pada Tabel 9. ordo nol (R² = 0,943) lebih kecil

Tabel 9. Nilai energi aktivasi, konstantan laju penurunan mutu, dan umur simpan wajik berdasarkan uji TBA pada ordo reaksi terpilih Nilai k Umur Nilai Ea Jenis Kemasan Persamaan regresi (unit Simpan (kal.mol-1) mutu.hari-1) (hari) Kertas minyak y = -3164,1x + 6,7644 6283,903 0,022 27,294 Edible film tapioka y = -1086,8x – 0,0582 2158,385 0,026 32,234

Wajik yang disimpan dengan disebabkan karena kertas minyak kertas minyak memiliki umur simpan memiliki permeabilitas uap air yang yang lebih singkat dibandingkan lebih besar dibandingkan edible film dengan wajik yang dikemas dengan tapioka. Menurut Akbar et al. (2013), edible film tapioka. Hal ini permeabilitas suatu film kemasan

11 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 adalah kemampuan melewatkan film tapioka lebih tahan lama partikel gas dan uap air pada suatu dibandingkan wajik yang dikemas unit luasan bahan pada suatu kondisi dengan kertas minyak. tertentu. Hasil penelitian menunjukkan Kertas minyak memiliki bahwa, wajik yang dikemas dengan permeabilitas uap air sebesar 12,569 kertas minyak tahan disimpan hingga g.m-2.jam-1, sedangkan permeabilitas 29,787 hari berdasarkan penilaian uap air edible film tapioka adalah sensori ketengikan, sedangkan 3,900 g.m-2.jam-1. Semakin rendah berdasarkan uji nilai TBA wajik nilai permeabilitas uap air, maka tahan disimpan hingga 27,294 hari. wajik akan tahan lama untuk Wajik yang dikemas dengan edible disimpan, karena nilai permeabilitas film tapioka berdasarkan penilaian uap air yang rendah dapat sensori ketengikan tahan disimpan menghambat proses penyerapan air hingga 45,455 hari, sedangkan dari lingkungannya. Hasnaini (2012) berdasarkan uji nilai TBA wajik menyatakan bahwa semakin rendah tahan disimpan hingga 32,234 hari nilai permeabilitas uap air kemasan pada suhu 29ºC. Berdasarkan hasil maka umur simpan bahan yang penelitian, wajik yang dikemas dikemas semakin lama karena proses dengan edible film memiliki umur difusi yang terjadi pun semakin simpan lebih lama dibandingkan sedikit sehingga dapat dengan wajik yang dikemas dengan mempertahankan mutu produk. kertas minyak. Dibandingkan dengan Selain permeabilitas uap air, hasil penelitian lain, umur simpan ketebalan kemasan juga wajik yang dikemas dengan edible mempengaruhi umur simpan produk. film tapioka juga lebih tahan lama. Edible film tapioka memiliki Hasil penelitian Nirmala (2017) ketebalan yang besar (0,1 mm) menunjukkan bahwa wajik ketan dibandingkan dengan kertas minyak yang dikemas dengan edible film dari (0,02 mm). Semakin tebal kemasan pati pisang kepok dapat disimpan maka umur simpan produk akan hingga 3 hari pada suhu ruang semakin lama. Hal ini dikarenakan dengan ketebalan film 0,120 mm. kemasan yang tebal memiliki Menurut penelitian Pratiwi (2014), kerapatan yang besar yang akan wajik kelapa yang dikemas dengan menghalangi proses masuknya uap klobot jagung kering tahan disimpan air dan oksigen melalui pori-pori hingga 27 hari pada suhu ruang. bahan kemasan, sehingga dapat Perbedaan umur simpan ini menghalangi terjadinya kerusakan dipengaruhi oleh komposisi bahan produk akibat oksidasi. Menurut penyusun produk dan perbedaan Jacoeb et al. (2014), semakin tinggi jenis kemasan yang digunakan. nilai ketebalan maka sifat dari edible film yang dihasilkan akan semakin KESIMPULAN kaku dan keras sehingga produk yang dikemas akan aman dari Masa Masa simpan wajik yang pengaruh luar. Hal ini yang membuat dikemas dengan kertas minyak pada wajik yang dikemas dengan edible suhu 29ºC berdasarkan uji sensori

12 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 ketengikan adalah 29,787 hari pada Agar. Skripsi. Institut ordo nol dengan persamaan regresi Pertanian Bogor. Bogor. y = -2225,17x + 5,0060, dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 4419,188 Andarwulan, N., F. Kusnandar, dan kal.mol-1, dan nilai penurunan mutu D. Herawati. 2011. Analisis (k) 0,094 unit mutu per hari, Pangan. Dian Rakyat. Jakarta. sedangkan masa simpan wajik berdasarkan uji nilai TBA adalah Atmaka, W., R. B. K. Anandito, dan 27,294 hari pada ordo satu dengan T. Amborowati. 2012. persamaan regresi y = -3164,1x + Penambahan sorbitol pada 6,7644, dengan nilai energi aktivasi jenang dodol: karakteristik (Ea) sebesar 6283,903 kal.mol-1, dan sensoris dan perubahan nilai penurunan mutu (k) 0,022 unit kualitas selama penyimpanan. mutu per hari. Jurnal Teknologi Hasil Masa simpan wajik yang Pertanian. 2: 129-137. dikemas dengan edible film tapioka pada suhu 29ºC berdasarkan uji Badan Standardisasi Nasional sensori ketengikan adalah 45,455 Indonesia. 1991. Pengujian hari pada ordo nol dengan persamaan angka asam thiobarbiturat. regresi y = -3444,46x + 8,6946, Standar Nasional Indonesia dengan nilai energi aktivasi (Ea) Nomor 01-2352-1991. sebesar 6840,698 kal.mol-1, dan nilai Jakarta. penurunan mutu (k) 0,066 unit mutu per hari, sedangkan masa simpan Estiasih, T., W. D. R. Putri, dan E. wajik berdasarkan uji nilai TBA Widyastuti. 2015. Komponen adalah 32,234 hari pada ordo satu Minor dan Bahan Tambahan dengan persamaan regresi Pangan. Bumi Aksara. y = -1086,1x – 0,0582, dengan nilai Jakarta. energi aktivasi (Ea) sebesar 2158,385 kal.mol-1, dan nilai penurunan mutu Ginting, M. T. 2013. Pendugaan (k) 0,026 unit mutu per hari. Umur Simpan Mi Instan Berbasis Tepung Jagung DAFTAR PUSTAKA Lokal Riau dan Tapioka Menggunakan Metode Akbar, F., Z. Anita, dan H. Harahap. Akselerasi. Skripsi (Tidak 2013. Pengaruh waktu dipublikasikan). Universitas simpan film plastik Riau. Pekanbaru. biodegradasi dari pati kulit singkong terhadap sifat Haris, H. 2001. Kemungkinan mekanikalnya. Jurnal Teknik penggunaan edible film dari Kimia USU. 2(2): 11-15. pati tapioka untuk pengemas lempuk. Jurnal Ilmu-Ilmu Amalina, Y. N. 2013. Edible Film Pertanian Indonesia. 3(2): Pati Tapioka Terplastisasi 99-106. Gliserol dengan Penambahan

13 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Hasnaini. 2012. Pendugaan Umur Linn) terhadap Sifat Fisik dan Simpan Kerupuk Rame’ Kimia Edible Film serta Rumput Laut (Euchema Aplikasinya pada Wajik cottoni L.) Menggunakan Ketan. Skripsi. Universitas Metode Accelerated Shelf Andalas. Padang. Life Testing. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Oxtoby, D. W., H. P. Gillis, dan N. Makasar. D. Nachtrieb. 2001. Prinsip- prinsip Kimia Modern. Jacoeb, A. M., R. Nugraha, dan S. P. Erlangga. Jakarta. S. D. Utari. 2014. Pembuatan edible film dari pati buah Pratiwi, E. 2014. Klobot Jagung lindur dengan penambahan sebagai Kemasan Alami gliserol dan karaginan. Jurnal Wajik Kelapa. Skripsi. PHPI. 17: 14-21. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kataren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Rohman, A. 2013. Analisis Lemak Pangan. Universitas Komponen Makanan. Graha Indonesia Press. Jakarta. Ilmu. Jakarta.

Kurniati, D. 2013. Pendugaan Umur Santoso, B., F. Pratama, B. Hamzah, Simpan Produk Mi Instan dan R. Pambayun. 2011. dari Pati Sagu dengan Metode Pengembangan edible film Akselerasi. Skripsi (Tidak dengan menggunakan pati dipublikasikan). Universitas ganyong termodifikasi ikatan Riau. Pekanbaru. silang. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 22(2): 105- Labuza, T. P. 1982. Shelf Life 109 Dating of Foods. Food Science and Nutrition Press Sari, D, K., W. Atmaka, dan D. R. A. Inc. Westport. Muhammad. 2013. Pengaruh penggunaan edible coating Mexis, F. S., E. Chouliara, dan M. G. pati biji nangka (Arthocarpus Kontomi. 2011. Quality heterophyllus) dengan evaluation of grated graviera berbagai variasi gliserol cheese stored at 4 and 12°C sebagai plasticizer terhadap using active and modified kualitas jenang dodol selama atmosphere packaging. penyimpanan. Jurnal Journal Packaging Teknosains Pangan. 2(2): Technology and Science. 24: 104-111. 15-19. Setyaningsih, D., A. Apriyantono Nirmala, R. 2017. Pengaruh dan M. P. Sari. 2010. Analisis Penambahan Pati Pisang Sensori untuk Industri Kepok (Musa paradisiaca Pangan dan Agro. Institut 14 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019

Pertanian Bogor Press. Winarno, F. G. 2010. Keamanan Bogor. Pangan. Mbrio Press. Bogor.

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Zakaria, M. F. 2012. Penerapan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Konsep Pengendalian Mutu Makanan dan Pertanian. dan Hazard Analysis Critical Liberty. Yogyakarta. Control Points (HACCP) di Usaha Kecil Menengah Wajik Sutrisno, A. D., D. A. Darmajana, Harso Mulyono. Skripsi. dan S. P. Ayu. 2016. Universitas Sebelas Maret. Pendugaan umur simpan Surakarta. dodol nenas (Ananas comosus L.) dengan pengemas edible film tapioka. Artikel. Universitas Pasundan. .

Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor.

Warkoyo, B. Rahardjo, D. W. Marseno, dan J. N. W. Karyadi. 2014. Sifat fisik, mekanik, dan barrier edible film berbasis pati umbi kimpul (Xanthosoma sagittifolium) yang diinkorporasi dengan kalium sorbat. Jurnal AGRITECH. 34(1): 72-81.

Wasono, M. S. E. Dan S. S. Yuwono. 2014. Pendugaan umur simpan tepung menggunakan metode accelerated shelf life testing dengan pendekatan arrhenius. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(4): 178-187.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

15 1 Mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Riau 2 Dosen Fakultas Pertanian, Universitas Riau

JOM FAPERTA Vol. 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019