<<

ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP GORENG FLAVOR MI DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES PRODUKSINYA DI PT INDOFOOD CBP SUKSES MAKMUR TBK. DIVISI CABANG CIREBON

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan

Oleh: Catharina Santi Paramita 16.I1.0191

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

2019

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menjalani kerja praktek dan menyelesaikan laporan kerja praktek ini yang berjudul “Analisis Perbedaan Jumlah Scrap Indomie Goreng Flavor Mi Aceh Dengan Indomie Goreng Spesial Berkaitan dengan Proses Produksinya Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon”. Laporan kerja praktek ini ditulis dengan tujuan merangkum hal-hal yang dipelajari selama kerja praktek dan tentu saja untuk melengkapi syarat demi memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan Fakultas Pertanian di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Selama menjalani kegiatan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon dari tanggal 10 Januari 2019 hingga 15 Februari 2019, tentu saja penulis mendapat banyak pengalaman, ilmu pengetahuan, wawasan, dan keterampilan mengenai proses produksi mi dari bahan baku hingga produk akhir. Dalam proses kerja praktek ini, tentu saja penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan. Akan tetapi, melalui bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pihak perusahaan, universitas, hingga teman-teman sekitar, maka proses kerja praktek dapat berjalan dengan lancar hingga terselesaikannya laporan ini dengan baik. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. R. Probo Y. Nugrahedi, STP., MSc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 2. Ibu Meiliana, S.Gz, M.S. selaku Koordinator Kerja Praktek Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang sekaligus selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama proses penyusunan laporan ujian Kerja Praktek. 3. Ibu Novita Ika Putri, STP., MSc. selaku dosen pembimbing pertama Kerja Praktek ini yang telah mendampingi dan mengarahkan penulis dalam persiapan melakukan Kerja Praktek. 4. Ibu Nunik Larasati selaku HR PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah menerima dan memperkenankan penulis beserta

ii

teman-teman penulis untuk melakukan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon. 5. Bapak Shahreza Muhammad selaku Supervisor Departemen Produksi di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah menerima, membimbing, dan mengarahkan penulis selama pelaksanaan kerja praktek di Departemen Produksi. 6. Bapak Muhammad Al Basir selaku Section Supervisor Departemen Produksi sekaligus pembimbing lapangan yang telah banyak memberikan bantuan, membimbing, dan mendampingi penulis selama pelaksanaan kerja praktek di Departemen Produksi. 7. Bapak Dadang selaku Quality Control Field PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah banyak memberikan pengetahuan dan membimbing penulis selama pelaksanaan kerja praktek. 8. Mas Tri selaku Quality Control Analyst PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah mengajari banyak hal, berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada penulis selama melakukan kerja praktek. 9. Mbak Tiara dan Mbak Fraya selaku Admin Departemen Produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon yang telah menemani dan membantu penulis dalam melakukan kerja praktek terutama dalam mencari dokumen data-data yang penulis butuhkan. 10. Teteh Mina sebagai checker mi di line 1 serta operator-operator dan helper produksi lainnya yang selalu sabar untuk mengajari, berbagi keterampilan, pengalaman, dan pengetahuan selama penulis melakukan kerja praktek. 11. Segenap karyawan dan staf PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Semarang yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. 12. Kedua orang tua yang memberi dukungan kepada penulis untuk melakukan kerja praktek di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon. 13. Segenap dosen dan karyawan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah membantu dalam perizinan dan pemenuhan syarat Kerja Praktek.

iii

14. Mas Gery sebagai saudara dari salah satu teman seperjuangan (Rara) yang telah memberi kami tumpangan rumah, makanan, dan banyak bantuan selama penulis melakukan kerja praktek di Cirebon. 15. Albertin Damara dan Nengah Wida selaku teman seperjuangan selama melakukan kerja praktek.

Dalam laporan ini, penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan hal-hal yang kurang berkenan bagi para pembaca. Penulis menerima kritik dan saran demi menyempurnakan laporan yang telah disusun. Penulis berharap laporan ini dapat memberikan manfaat dalam memperluas wawasan pembaca, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

Semarang,

Penulis

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... viii DAFTAR LAMPIRAN ...... ix 1. PENDAHULUAN ...... 1 1.1. Latar Belakang Kerja Praktek ...... 1 1.2. Tujuan Kerja Praktek...... 2 1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ...... 2 1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek ...... 2 2. PROFIL PERUSAHAAN ...... 4 2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan ...... 4 2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan ...... 4 2.3. Lokasi Pabrik ...... 5 2.4. Struktur Organisasi ...... 5 2.5. Fungsi Bagian ...... 6 2.6. Ketenagakerjaan ...... 8 2.7. Logo Perusahaan ...... 9 3. SPESIFIKASI PRODUK ...... 10 3.1. Jenis Produk ...... 10 3.2. Kode Produksi ...... 12 4. PROSES PRODUKSI ...... 15 4.1. Faktor Produksi ...... 15 4.2. Proses Produksi ...... 27 5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES PRODUKSINYA ...... 34 5.1. Latar Belakang ...... 34

v

5.2. Tujuan Penelitian ...... 35 5.3. Metode ...... 35 5.4. Hasil...... 36 5.5. Pembahasan ...... 40 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...... 55 6.1. Kesimpulan ...... 55 6.2. Saran ...... 55 DAFTAR PUSTAKA ...... 56 LAMPIRAN ...... 59

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS ...... 36 Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS ...... 38 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA ...... 39

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cirebon ...... 6 Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk ...... 9 Gambar 3. Varian Produk Supermi ...... 10 Gambar 4. Varian Produk Indomie...... 11 Gambar 5. Varian Produk Sarimi ...... 11 Gambar 6. Varian Produk Sakura ...... 12 Gambar 7. Varian Produk Pop Mie ...... 12 Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie ...... 13 Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng ...... 14 Gambar 10. Screw Conveyor ...... 21 Gambar 11. Mixer ...... 21 Gambar 12. Tangki Alkali ...... 22 Gambar 13. Weighing tank ...... 22 Gambar 14. Dough Feeder ...... 22 Gambar 15. Dough sheeter ...... 23 Gambar 16. Continuous Pressing Roller ...... 23 Gambar 17. Slitter ...... 24 Gambar 18. Steamer ...... 24 Gambar 19. Cutter & folder ...... 25 Gambar 20. Fryer ...... 25 Gambar 21. Cooler ...... 26 Gambar 22. Wrapper ...... 26 Gambar 23. Cartoning machine ...... 26 Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan ...... 28 Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA ...... 40

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Scrap ...... 59

ix

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Kerja Praktek Dewasa ini, teknologi dalam berbagai bidang kehidupan semakin melaju dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan masyarakat sebagai konsumen. Hal itu tidak terkecuali pada bidang pangan. Berbagai macam teknologi dan inovasi terus dikaji untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas pangan. Keadaan ini tentu dapat dicapai dengan kemampuan sumber daya manusia yang baik. Selama proses perkuliahan di Program Studi Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, mahasiswa dibekali oleh berbagai pengetahuan seputar dunia pangan termasuk dalam ranah industri, seperti karakteristik bahan pangan, proses produksi, sanitasi, menciptakan inovasi pangan, dan lain sebagainya. Pengetahuan tersebut tidak hanya disampaikan secara teori, namun juga melalui praktikum. Namun teori dan praktikum tersebut perlu diasah lagi dengan cara terlibat langsung dalam proses kerja praktek (KP) di industri pangan. Melalui KP ini, diharapkan kami sebagai mahasiswa Teknologi Pangan dapat menerapkan pengetahuan di perkuliahan secara langsung, berpikir kritis, berinovasi, menambah wawasan dan pengalaman, sehingga nantinya kami dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan lebih siap menyambut dunia kerja.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan industri pangan yang menghasilkan berbagai produk mi instan. Produk mi dari Indofood yakni Indomie, Supermi, Sarimi, Pop Mie, dan Mie Telur dengan berbagai varian flavor yang telah dipercaya oleh masyarakat dengan kualitasnya yang unggul dan inovasi yang terus berkembang. Hal itu terbukti dari adanya sertifikat kehalalan produk secara internasional, memiliki sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), memenuhi SNI 19-9001, ISO 9001:2008, dan menerapkan standar Good Manufacturing Practices (GMP). Penulis meyakini bahwa PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan tempat yang tepat untuk mengasah kemampuan dan pengalaman kerja, khususnya untuk lebih memahami proses produksi beserta menganalisis dan memecahkan masalah yang terjadi.

1

2

1.2. Tujuan Kerja Praktek Tujuan dari Kerja Praktek ini adalah : a. Mengamati dan memahami proses produksi mi instan pada berbagai flavor ataupun merk di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cabang Cirebon. b. Menemukan dan menganalisis permasalahan proses produksi, serta berpikir kritis untuk mencari solusinya, terutama dalam hal scrap yang dihasilkan. c. Menerapkan pengetahuan dari perkuliahan dalam industri secara langsung. d. Menambah wawasan dan pengalaman kerja khususnya di bidang pangan sebagai bekal di masa depan.

1.3. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktek ini dilaksanakan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Cirebon yang berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Waktu pelaksanaan KP selama 40 hari, yakni dari tanggal 10 Januari 2019 hingga 15 Februari 2019. Jam kerja yang diberlakukan adalah 7 jam kerja pada Senin-Jumat, dan 5 jam pada hari Sabtu, dengan pergantian shift tiap seminggu sekali. Senin-Jumat :  Shift 1 : 06.30-14.00 WIB  Shift 2 : 14.00-21.00 WIB Sabtu :  Shift 1 : 06.30-11.30 WIB  Shift 2 : 11.30-16.30 WIB

1.4. Metode dan Kegiatan Kerja Praktek Kegiatan Kerja Praktek dilakukan dengan cara mengamati secara langsung proses produksi dan segala hal yang berkaitan dengan produksi bersama pembimbing lapangan, berdiskusi dengan pembimbing lapangan berkaitan topik yang diambil, tanya jawab dengan operator, serta studi pustaka dari berbagai sumber untuk mendukung isi laporan.

Kegiatan yang dilakukan selama Kerja Praktek ini adalah :

3

 Orientasi pabrik meliputi pengenalan pabrik, hak dan kewajiban mahasiswa Praktek Kerja Lapangan (PKL), penempatan divisi, serta tata tertib dan Good Manufacturing Practice (GMP) khususnya di bagian produksi.  Melakukan diskusi dengan Supervisor dan Section Supervisor berkaitan denga jadwal kegiatan dan jam kerja selama Kerja Praktek.  Mengamati secara langsung proses berjalannya produksi mi instan pada line yang berbeda-beda, serta mempelajari ke bagian lain seperti ke gudang warehouse, pengemas (etiket, karton, cup), Finishing Good (FG), scrap, boiler, hingga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).  Mencoba melakukan analisis di bagian Quality Control dan keterkaitannya dalam bidang produksi.  Diskusi dengan pembimbing lapangan mengenai topik yang diangkat, permasalahan di bidang produksi, pemecahan masalah, serta penulisan laporan.

2. PROFIL PERUSAHAAN

2.1. Sejarah dan Profil Perusahaan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) merupakan produsen terkemuka yang bergerak dalam bidang makanan dan minuman dengan pusatnya berada di . Perusahaan ini merupakan salah satu cabang perusahaan Salim Group. Mulanya, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle didirikan di Jakarta pada 27 April 1970 dengan nama PT Sanmaru Food Manufacturing Co., Ltd. Pada akhir tahun 1980, perusahaan yang senantiasa berkomitmen untuk menghasilkan makanan yang bermutu dan halal ini mulai bergerak di pasar internasional dengan mengekspor mi instan ke beberapa negara. Pada tanggal 1 Maret 1994, beberapa anak perusahaan di dalam lingkup Indofood Group bergabung menjadi perusahaan dengan nama PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang khusus bergerak dalam produksi mi instan. Kemudian perusahaan ini berganti nama menjadi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk pada 1 Oktober 2009.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle merupakan divisi terbesar di Indofood di mana pabriknya tersebar di 17 kota. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang diresmikan pada tanggal 25 Mei 2016 dengan lahan seluas 11,5 ha dan menerapakan konsep “Green Factory”. Mi instan yang diproduksi di pabrik ini adalah Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop Mie dengan berbagai macam flavor. Area pemasaran pabrik ini mencakup Banyumas, Indramayu, Purbalingga, Kuningan, Cilacap, Cirebon, Brebes, Majalengka, dan Tegal. Dengan tersedianya 4 line mesin, kapasitas produksi dapat mencapai 43.200 pcs/jam per line mesin. Jumlah pekerjanya adalah 394 orang dengan jam kerja total 40 jam dalam seminggu yang dilakukan dengan dinas normal ataupun secara shift.

2.2. Visi, Misi, dan Nilai Perusahaan Visi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. ini adalah menjadi produsen barang-barang konsumsi yang terkemuka.

Misi perusahaan :

4

5

 Senantiasa melakukan inovasi, fokus pada kebutuhan pelanggan, menawarkan merek-merek unggulan dengan kinerja yang tidak tertandingi.  Menyediakan produk berkualitas yang merupakan pilihan pelanggan.  Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi, dan teknologi.  Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan.  Meningkatkan stakeholder’s values secara berkesinambungan.

Nilai perusahaan : “Dengan disiplin sebagai falsafah hidup; Kami menjalankan usaha kami dengan menjunjung tinggi integritas, menghargai seluruh pemangku kepentingan dan secara bersama-sama membangun kesatuan untuk mencapai keunggulan dengan cara melakukan inovasi yang berkelanjutan”.

2.3. Lokasi Pabrik PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Cabang Cirebon merupakan pabrik ke-17 yang berlokasi di Jalan Raya Cirebon-Tegal KM 18, Desa Ender, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Luas lahan dari pabrik ini adalah 11,5 ha di mana masih dikelilingi oleh sawah ataupun tanah kosong, dan sudah menerapkan konsep “Green Factory” sehingga tidak merusak lingkungan di sekitarnya. Pabrik ini tidak berdekatan dengan pemukiman warga dan terdapat beberapa pabrik lain di sepanjang jalan tersebut. Pabrik ini masih berbatasan dengan sawah. Karena terletak di tepi jalan raya yang merupakan jalur cepat antara Jawa Barat dengan Jawa Tengah, maka semakin memudahkan proses distribusi ke beberapa daerah sekitar Jawa Barat maupun Jawa Tengah.

2.4. Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cirebon dipimpin oleh seorang Branch Manager yang berwenang memimpin seluruh kegiatan perusahaan. Branch Manager ini membawahi 7 departemen, yaitu Finance & Accounting Manager (FAM), Branch Human Resources Officer (BHRO), Production Manager (PM), Purchasing Ofiicer, Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv),

6

Warehouse Supervisor (WHS Spv), dan Area Sales & Promotion Manager (ASPM). Dalam pekerjaannya, tiap departemen akan saling berkoordinasi untuk mendukung tercapainya tujuan perusahaan.

Branch Manager

FAM BHRO PM Purchasing BPDQC WHS Spv ASPM Officer Spv

General Acct. WHS RM Sec. ASPS IR Asst. PSS A Buyer QC Process Spv Sec. Spv A Spv Cirebon

WHS FG Sec. ASPS Cost Acct. Spv Comben Asst. PSS B Admin QC Process Sec. Spv B Spv Jatibarang

GAS Asst. TS WHS SP Stock ASPS Tegal QC RM /FG Keeper

ASPS SHE Asst. PPIC Spv QC PD WHS A&P Analyst Stock Keeper Purwokerto

ASPS HCO Security Chief Admin PM QC Admin WHS Admin Cirebon

Admin BHRO

Gambar 1.Struktur Organisasi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cirebon

2.5. Fungsi Bagian Fungsi dari bagian-bagian tiap departemen pada struktur organisasi di atas adalah sebagai berikut : 1. Branch Manager Branch Manager merupakan pemegang wewenang tertinggi dalam perusahaan di mana memiliki tanggung jawab penuh atas keseluruhan kegiatan perusahaan. Branch Manager bertugas untuk memimpin, mengkoordinasikan, mengarahkan, dan mengevaluasi perusahaan untuk tetap menghasilkan produk yang berkualitas tinggi bagi konsumen dan sesuai dengan jaminan sistem mutu. 2. Finance & Accounting Manager (FAM)

7

FAM merupakan pemimpin dari departemen Finance & Accounting yang bertugas untuk membuat perencanaan keuangan, menyiapakan budget, memonitor dan mengkontrol aliran keuangan, menandatangani dan membuat analisis keuangan tentang kegiatan operasional perusahaan, serta menetapkan setiap prosedur yang berkaitan dengan kegiatan keuangan. 3. Branch Human Resources Officer (BHRO) Tugas dari departemen Human Resources ini adalah merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengevaluasi segala kegiatan yang berkaitan dengan sumber daya manusia dalam perusahaan seperti administrasi pegawai, hubungan industri, dan pelayanan umum untuk meraih tujuan perusahaan. 4. Production Manager Manajer produksi memimpin departemen manufacturing yang memiliki kewajiban untuk merencanakan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan produksi, meliputi Production Shift Supervisor (PSS), Production Planning and Inventory (PPIC), Teknik, dan juga Admin. PSS bertugas untuk mengatur, mengawasi, dan mengatasi masalah saat jalannya proses produksi saat shift tersebut agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar. PPIC bertugas merencanakan jadwal produksi berdasarkan ketersediaan bahan serta memastikan ketersediaan raw material ataupun finished goods. Teknik bertanggungjawab atas perawatan dan perbaikan mesin produksi. Admin bertanggungjawab untuk merekap dan menyimpan dokumen. 5. Purchasing Officer Departemen ini bertugas melakukan pengadaan barang-barang yang dibutuhkan tiap departemen, menetapkan prosedur dan mengendalikan aktivitas pembelian, sera mengevaluasi pemasok yang telah ditetapkan. 6. Branch Process Development & Quality Control Supervisor (BPDQC Spv.) Tugas-tugas dari Process Development & Quality Control (PDQC) adalah memeriksa bahan baku, bahan tambahan, produk jadi, dan etiket atau pengemas. Selain itu, PDQC juga bertanggungjawab untuk mengawasi kualitas produksi dan kelengkapan alat-alat laboratorium untuk analisis dan pengembangan produk. Departemen PDQC ini terdiri dari Quality Control Process yang bertanggungjawab dalam memantau dan mengendalikan mutu selama proses produksi berlangsung,

8

Quality Control Raw Material / Finished Goods yang bertugas melakukan pengawasan pada proses incoming bahan baku dan outgoing produk, Quality Control Analyst yang memeriksa kadar air, keasaman, dan lemak pada produk, dan Quality Control Admin yang bertanggungjawab untuk melakukan rekap dan mengumpulkan keseluruhan data. 7. Warehouse Supervisor (WHS Spv.) Warehouse Supervisor atau manajer gudang bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh kegiatan pergudangan dengan cara memerhatikan ketepatan jumlah dan kebutuhan barang yang dikelola dengan menerapkan prosedur kerja, memelihara aset, dan menentukan tata letak gudang demi tercapainya optimalisasi. 8. Area Sales & Promotion Manager (ASPM) ASPM atau manajer pemasaran bertugas untuk mengatur distrubusi produk ke daerah-daerah pemasaran pabrik tersebut, merancang sistem promosi, merencanakan dan menjalani penjualan dan permintaan produk, serta merekap hasil kegiatan pemasaran.

2.6. Ketenagakerjaan Jumlah tenaga kerja di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon adalah 394 orang yang terdiri dari karyawan kantor dan karyawan pabrik. Tenaga kerja terbanyak terdapat pada bagian produksi, yaitu 274 orang. Karyawan-karyawan tersebut seluruhnya adalah karyawan tetap dengan jumlah jam kerja 40 jam dalam seminggu. Jam kerja yang diberlakukan terdiri dari 2 jenis, yaitu shift dan non-shift. Karyawan shift seperti karyawan di bagian produksi, teknisi, dan QC bekerja selama 6 hari dalam seminggu, yaitu dari hari Senin hingga Sabtu dengan pembagian sebanyak dua shift. Untuk shift 1 pada hari Senin-Jumat jam kerjanya adalah pukul 06.30 – 14.00 WIB dan pada hari Sabtu pukul 06.30 – 11.30 WIB. Sedangkan untuk shift 2 pada hari Senin- Jumat bekerja dari pukul 14.00 – 21.00 WIB dan pada hari Sabtu jam kerjanya adalah pukul 11.30 – 16.30 WIB. Karyawan tersebut akan berganti shift tiap seminggu sekali. Sementara itu, karyawan non-shift akan mengikuti office hour yang berlangsung 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu hari Senin-Jumat dengan jam kerja pukul 08.00-16.00 WIB setiap harinya. Setiap karyawan mendapatkan fasilitas BPJS.

9

2.7. Logo Perusahaan

Gambar 2. Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (PT Indofood CBP, 2015)

Logo PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk menggunakan pencitraan grafis huruf dan warna, di mana warna dasar yang digunakan adalah biru dan merah. Warna biru pada Indofood menggambarkan keadaan geografis sebagai negara kepulauan, sedangkan warna merah pada CBP menandakan semangat.

3. SPESIFIKASI PRODUK

3.1. Jenis Produk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon memiliki beberapa jenis produk, yaitu Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura, dan Pop Mie. Berikut ini adalah penjelasan mengenai produk-produk tersebut :

3.1.1. Supermi Supermi merupakan pionir mi instan di Indonesia yang lahir sebelum Indomie, yakni pada tahun 1968. Awalnya Supermi merupakan mi instan serbaguna, namun pada tahun 1976 Supermi mulai meluncurkan mi instan rasa kaldu ayam. Kini mi instan legendaris ini tetap bertahan dengan beberapa varian flavor pada produknya, antara lain adalah Supermi Rasa Kaldu Ayam, Supermi Rasa Sop Buntut, Supermi Rasa Ayam Pedas, Supermi Extra Rasa Daging, Supermi Rasa Ayam Bawang, Supermi Extra Mi Goreng Rasa Ayam Pangsit, dan lain-lain.

Gambar 3. Varian Produk Supermi (Idmarco, 2015)

3.1.2. Indomie Indomie merupakan produk yang dikeluarkan pada tahun 1982. Mi instan yang mulanya diragukan oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu alternatif bahan pokok, lama kelamaan berhasil menarik kepercayaan masyarakat karena harganya yang sangat terjangkau, praktis, dan awet. Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam merupakan produk pertama Indomie, yang kemudian disusul dengan Indomie Kuah Rasa Kari Ayam, Indomie Goreng Spesial, dan terus berkembang pesat dengan berbagai inovasi. Jenis-jenis produk Indomie antara lain adalah Indomie Goreng, Indomie Kuah, Indomie Jumbo, Selera Nusantara, Mie Kriting, Taste of , Kuliner Indonesia, My Noodlez, Real , dan Bite Me yang tersedia dengan beragam flavor. Terbuat dari bahan-bahan pilihan dan

10

11

produksi yang higienis, Indomie telah bersertifikasi Halal, ISO, dan HACCP. Tidak hanya di Indonesia, Indomie juga merambah ke Amerika Serikat, , Inggris, Timur Tengah, dan China.

Gambar 4. Varian Produk Indomie (Idmarco, 2015)

3.1.3. Sarimi Sarimi merupakan produk dari Indofood Noodle Division yang lahir setelah Supermi dan Indomie, yaitu pada tahun 1982. Kini Sarimi memiliki berbagai varian, yaitu Sarimi Rasa Sate Ayam, Sarimi Rasa , Sarimi Rasa Soto Koya Gurih, Sarimi Rasa Soto Koya Pedas, Sarimi Rasa Ayam Bawang, Sarimi Rasa Baso Sapi, Sarimi Goreng Rasa Ayam, dan Sarimi Ayam. Ada pula varian Sarimi Besaar dengan flavor Sarimi Besaar Goreng Spesial Ekstra Pedas dan Sarimi Besaar Rasa . Tersedia pula varian Sarimi isi 2 dengan rasa Pecel, Ayam Bawang, dan Baso Sapi.

Gambar 5. Varian Produk Sarimi (Sarimi, 2015)

3.1.4. Sakura Mi instan dengan tagline “Cocok harganya, cocok rasanya” ini tersedia dalam varian mi goreng dan mi kuah, seperti Sakura Rasa Ayam Bawang, Sakura Rasa , Sakura Rasa Kaldu Ayam, Sakura Mi Goreng, dan lain sebagainya.

12

Gambar 6. Varian Produk Sakura (Sakura Noodle, 2015)

3.1.5. Pop Mie Lahir pada tahun 1987, Pop Mie merupakan produk mi instan yang dikemas dalam bentuk cup sehingga sangat praktis dalam penyajiannya di mana saja, yaitu dengan cara diseduh menggunakan air panas selama kurang lebih 5 menit. Pop Mie ini tersedia dalam varian Pop , Pop Mie Kuah, dan Pop Mie Mini. Pop Mie Kuah tersedia dalam varian rasa Kari Ayam, Ayam, Ayam Bawang, Baso Sapi, Ayam Bawang, Soto Mi, Pedas Dower, dan sebagainya. Pop Mie Goreng tersedia dengan pilihan rasa Pop Mie Goreng Pedas dan Pop Mie Goreng Rasa Pedes Gledek. Pop Mie Cup terdapat 3 pilihan rasa yaitu Baso Sapi, Soto Mi, dan Ayam Bawang. Produk ini juga mengeluarkan edisi Asian Games, yaitu Pop Mie Rasa Ikan Renang, Pop Mie Rasa Ayam Lari, dan Pop Mie Rasa Baso Tenis. .

Gambar 7. Varian Produk Pop Mie (Pop Mie, 2015)

3.2. Kode Produksi Kode produksi merupakan sebuah catatan singkat berupa angka maupun huruf yang memiliki peranan dalam memberi informasi bagi perusahaan itu sendiri maupun konsumen mengenai tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, umur simpan produk, kode perusahaan, kode mesin, hingga shift produksi dari produk-produk yang dihasilkan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Divisi Noodle Cabang Cirebon.

13

3.2.1. Kemasan Primer (Etiket) Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada etiket Indomie Goreng Rasa Ayam Geprek. Kode produksi yang tertera adalah 01 10 19 dan di bawahnya SBR B2 03 1 31 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :  01 10 19 merupakan tanggal kedaluwarsa produk, yaitu 1 Oktober 2019.  SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi.  B2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu B pada shift 2.  03 merupakan nomor line mesin produksi.  1 merupakan nomor mesin packing.  31 merupakan tanggal produksi mi.  8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.

Gambar 8. Kode Produksi pada Kemasan Primer (Etiket) Indomie Ayam Geprek (Sumber: dokumen pribadi)

3.2.2. Kemasan Sekunder (Karton)

Pada gambar di bawah dapat dilihat kode produksi yang tertera pada kemasan karton Indomie Goreng Spesial. Kode produksi yang tertera adalah 22 09 19 dan di bawahnya SBR A2 01 2 22 8. Arti dari kode produksi tersebut adalah :  22 09 19 merupakan tanggal kadaluarsa produk, yaitu 22 September 2019.  SBR merupakan kode pabrik Cirebon sebagai tempat produksi dari mi tersebut.  A2 menunjukkan mi tersebut diproduksi oleh regu A pada shift 2.  01 merupakan nomor line mesin produksi.  2 merupakan nomor mesin packing.

14

 22 merupakan tanggal produksi mi.  8 merupakan umur simpan produk dalam bulan.

Gambar 9. Kode Produksi pada Kemasan Sekunder (Karton) Indomie Goreng (Sumber: dokumen pribadi)

4. PROSES PRODUKSI

4.1. Faktor Produksi Dalam sebuah proses produksi, terdapat 3 hal utama yang harus ada dan harus diperhatikan, yaitu manusia, raw material atau bahan baku pembuatan produk, dan mesin yang digunakan selama proses produksi. Ketiga hal ini tidak dapat berdiri sendiri karena bukan suatu unsur tunggal. Manusia, bahan baku, dan mesin produksi merupakan faktor masukan (input) yang digunakan selama proses produksi sehingga menjadi suatu barang sebagai output untuk mencapai tujuan perusahaan. Ketiga faktor ini nantinya akan mempengaruhi kuantitas maupun kualitas hasil produksi.

4.1.1. Manusia Menurut KBBI (2012), sumber daya manusia merupakan potensi yang ada pada diri tiap manusia dan dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber Daya Manusia (SDM) tetap dapat bertahan karena memiliki kemampuan untuk mengarahkan sumber daya lainnya untuk mewujudkan tujuan perusahaan melalui perumusan visi misi. Dalam proses produksi, SDM ini dibutuhkan untuk mengolah sumber daya lainnya, mendorong efektivitas dan efisiensi proses produksi, serta menghasilkan produk dengan kuantitas dan kualitas yang memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Sutrisno, 2009).

Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini, pekerja pada bagian produksi terbagi dalam dua shift. Pekerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi terbagi dalam 3 bagian, yaitu operator, asisten operator, dan helper. a. Operator  Operator mixer Operator pada proses mixing sebanyak 1 orang per line. Tugas dari operator pada bagian mixing adalah menjalankan dan mengawasi jalannya mixer, mengatasi masalah pada mesin, memastikan komposisi adonan tercampur hingga homogen, dan memastikan agar jangan sampai adonan di feeder kosong.

 Operator pressing roller & steamer

15

16

Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari proses pressing hingga steaming, memberikan food grade oil pada slitter, mengamati ketebalan lembaran, menghitung jumlah untaian mi per jalur, dan memotong lembaran adonan yang mengalami kerusakan.  Operator fryer & cooler Operator pada proses ini sebanyak 1 orang per line. Tugasnya adalah mengoperasikan dan mengawasi jalannya mesin dari cutting & folding, fryer dan cooler, memastikan sinkronisasi ex-frying, mengecek kondisi baut dan rantai pada mesin, menjaga kelancaran proses cutting & folding hingga cooling, dan memperbaiki posisi mi pada mangkuknya.  Operator packing : Operator pada proses packing terdiri dari 2 orang dalam 1 line pada normal noodle, sehingga tiap 1 operator bertanggungjawab terhadap jalannya 2 mesin packing. Tugas-tugas dari operator packing di antaranya adalah mengecek ketersediaan RM sebelum proses produksi, mengecek jumlah RM yang masuk dengan output, menjalankan dan mengawasi jalannya mesin Omori SE-5000A dan Omori SE-5005A, serta mengatasi masalah yang terjadi pada proses packing. b. Asisten operator Asisten operator terdapat pada bagian packing. Tugas dari asisten operator ini adalah membantu operator dalam mengoperasikan mesin terutama membantu ketika terjadi eror pada mesin serta membantu dalam tugas-tugas operator lainnya. Tiap 1 line terdiri dari 4 mesin packing. Tiap 2 mesin terdiri dari 1 asisten operator, sehingga dalam 1 line terdiri dari 2 asisten operator. c. Helper  Helper screw Pada normal noodle, jumlah helper tiap line adalah 2 orang. Sementara itu pada cup noodle, jumlah helper-nya adalah 1 orang. Tugas dari helper pada bagian screw ini adalah menimbang tepung yang dibutuhkan untuk normal noodle,

17

menuangkan tepung ke dalam mesin screw, menjalankan mesin screw, dan berkomunikasi dengan operator mixing apakah tepung sudah bisa dimasukkan ke dalam mixer.  Helper packing Helper packing terdiri dari beberapa bagian, yaitu helper isi mi sebanyak 2 orang per line, helper checker 4 orang per line, helper sortir mi 4 orang per line, dan helper packer 4 orang per line. Helper isi mi bertugas mengisikan mi ke bagian konveyor yang kosong sebelum menuju autoloader, menyortir bentuk mi, dan memperbaiki arah mi agar tidak bertabrakan di autoloader. Helper checker bertugas untuk mengecek bentuk mi, mengecek kelengkapan dan kebocoran , serta mengisikan bumbu yang kosong. Helper sortir mi bertugas untuk mengecek mi patah, potong bumbu dan potong minyak, mengecek kondisi etiket, mengecek kode produksi, dan membantu mengepak mi dalam karton. Helper packer bertugas untuk memasukkan mi ke dalam karton.

4.1.2. Bahan (Raw Material) Setiap proses produksi mi instan di pabrik ini tentu dapat berjalan apabila bahan baku yang dibutuhkan tersedia. Bahan baku terdiri dari bahan baku untuk adonan mi, bumbu, dan pengemas. Bahan baku yang digunakan untuk produksi mi instan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini adalah tepung terigu dan tapioka, larutan alkali, air, minyak goreng, serta bahan tambahan lain seperti kecap asin dan emulsifier. a. Tepung Tepung merupakan bahan dasar pembuatan mi. Pencampuran beberapa jenis tepung dengan jumlah tertentu dilakukan untuk mendapatkan karakteristik tekstur mi yang diinginkan. Tepung yang digunakan oleh pabrik ini diambil dari PT Bogasari Flour Mills yang merupakan salah satu bagian dari Indofood Group. Berikut ini adalah beberapa jenis tepung yang digunakan dalam pembuatan produk mi instan di PT Indofood Noodle Division :  Tepung Terigu

18

Berasal dari hasil penggilingan biji gandum (Triticum vulgare), tepung terigu memiliki kemampuan untuk membentuk gluten. Selain karbohidrat, terigu memiliki protein gliadin dan glutenin di mana ketika diberi penambahan air dan diaduk maka akan membentuk gluten sehingga adonan yang terbentuk bersifat elastis dan plastis. Semakin tinggi protein, maka gluten yang terbentuk semakin tinggi sehingga tekstur akan semakin kenyal dan elastis (Purnawijayanti, 2009). Sifat adonan yang elastis akan meminimalisir putusnya untaian mi saat proses pencetakan dan pemasakan (Astawan, 2000). Terigu yang digunakan terdiri dari 3 jenis yakni :  Terigu Cakra Kembar Tepung ini tergolong dalam hard flour, yaitu tepung terigu dengan kualitas terbaik sebab memiliki kandungan protein yang tinggi dan mampu menyerap air lebih banyak sehingga adonan mengembang lebih baik. Terigu Cakra Kembar mengandung protein sebesar 13% db dengan water absorption minimal 60%, umumnya digunakan dalam pembuatan roti dan mi.  Terigu Segitiga Biru Tepung ini tergolong dalam medium hard flour, di mana kandungan proteinnya sedang sehingga dapat digunakan dalam pembuatan beragam jenis makanan. Terigu Segitiga Biru mengandung protein sebesar 11-12,5% db dengan water absorption minimal 58%.  Terigu Segitiga Hijau Tepung ini tergolong dalam soft flour di mana kandungan proteinnya cukup rendah, umumnya digunakan dalam pembuatan kering dan biskuit.  Tepung Tapioka Berbeda dari terigu yang berasal dari biji gandum, tepung tapioka terbuat dari pati yang berasal dari ubi kayu yang sudah melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan pati, hingga pengeringan (Astawan, 2000). Tepung tapioka ini digunakan sebagai substitusi tepung terigu pada beberapa produk mi instan yang dibuat dalam pabrik ini. Tepung tapioka memiliki mutu yang lebih rendah daripada terigu karena menghasilkan tingkat kekenyalan yang rendah (Purnawijayanti, 2009). Secara visual, tepung tapioka memiliki warna yang lebih putih daripada tepung terigu.

19

b. Larutan Alkali Larutan alkali merupakan bahan yang ditambahkan pada saat proses pencampuran tepung. Larutan alkali memiliki berbagai peranan, di antaranya adalah sebagai pemberi warna, penguat rasa, menentukan tekstur, pengawet, dan sebagainya. Setiap jenis produk memiliki komposisi alkali yang berbeda. Larutan alkali ini terdiri dari garam, monokrim, premix, single ingredient lainnya, dan air. Garam berguna untuk menambah rasa, memperkuat tekstur, meningkatkan elastisitas, mengikat air, dan mencegah adonan agar tidak mengembang berlebihan. Monokrim berperan sebagai pengenyal pada beberapa produk tertentu, seperti Indomie Goreng , Indomie Goreng Mi Aceh, dan Supermi Ayam Bawang. Umur simpan dari monokrim adalah 72 jam. Monokrim yang baik masih berwarna putih dan tidak terdapat cemaran. Premix terdiri dari berbagai campuran yang salah satu fungsinya adalah sebagai pemutih. Sementara itu, air digunakan untuk melarutkan dan membantu homogenisasi semua bahan agar tercampur merata. Umur simpan alkali adalah 24 jam. Alkali yang baik tidak mengandung cemaran benda asing, memiliki warna, pH, viskositas, dan specific gravity sesuai dengan standar, serta tidak beraroma asam. c. Air Air digunakan untuk membentuk gluten dan mereaksikannya dengan karbohidrat, serta membantu proses mixing agar semua bahan menjadi homogen (Koswara, 2009). pH air yang baik adalah netral. Semakin banyak air yang mampu diserap, maka mi yang dihasilkan tidak mudah patah. Air yang digunakan untuk proses adalah air kondensat, yaitu uap yang dihasilkan dari air dalam boiler. Air kondensat ini melalui pengecekan oleh QC terhadap kandungan sulfit dan fosfatnya. d. Bahan tambahan : kecap asin dan emulsifier Kecap asin dan emulsifier merupakan bahan tambahan yang hanya digunakan pada beberapa jenis produk saja. Kecap asin digunakan untuk Pop Mie flavor Ayam Bawang dan Baso Spesial. Fungsi dari kecap asin ini adalah untuk menambah ciri khas rasa dari produk dan memberi warna. Sementara itu, emulsifier berperan sebagai pelicin, digunakan pada produk Pop Mie dan Sarimi Gelas.

20

e. Minyak Goreng Selain sebagai medium penghantar panas pada proses penggorengan, minyak goreng juga berperan sebagai penambah rasa dan penambah kalori. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak kelapa sawit dari brand Bimoli yang tergabung dalam Indofood Group. Terdapat dua jenis minyak goreng yang digunakan, yaitu minyak goreng baru (BB) dan minyak goreng bekas (BK). Jumlah dan kualitas minyak goreng, terutama minyak goreng bekas (BK) perlu diperhatikan untuk menjaga mutu produk. Semakin tinggi kadar free fatty acid (FFA) pada minyak goreng, maka semakin rendah pula mutu mi instan sebab umur simpannya semakin singkat akibat lebih mudahnya terjadi ketengikan pada produk. Selain itu, kandungan FFA yang terlalu tinggi juga dapat merusak warna dan rasa pada mi. Oleh karena itu, QC selalu melakukan peengecekan kadar FFA pada penggunaan minyak goreng. f. Seasoning dan Pengemas Seasoning merupakan bumbu dan minyak bumbu sebagai bagian dari produk. Pengemas berperan untuk melindungi produk dari kerusakan fisik, kimia, ataupun mikrobiologis terutama saat proses distribusi. Pengemas terdiri dari pengemas primer dan pengemas sekunder. Pengemas primer biasanya disebut juga dengan etiket yang terbuat dari plastik jenis Oriented Polypropylene (OPP) dan Polypropylene (PP). Material lain yang dibutuhkan dalam pengemasan terdiri dari plastik, karton untuk kemasan sekunder, lakban, cup, dan sealing film.

4.1.3. Mesin Faktor ketiga yang berperan dalam proses produksi adalah mesin. Dengan adanya mesin, proses produksi dapat berjalan lebih efisien. Mesin dioperasikan oleh operator agar dapat berjalan dengan baik dan stabil. Penggunaan dan pemeliharaan mesin perlu diperhatikan sebab akan sangat berpengaruh pada hasil produksi. Berikut ini adalah beberapa mesin pokok yang digunakan pada proses produksi mi instan di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon : a. Sieving Machine

21

Mesin pengayak berfungsi untuk mengayak tepung dengan tingkat kehalusan 20 mesh dan mencegah tepung dari cemaran benda asing. Alat ini dilengkapi dengan screw conveyor yang di dalamnya terdapat spiral yang dapat mengantarkan tepung ke mixer.

Gambar 10. Sieving Machine (SepMachinery, 2018) b. Mixer Mixer berfungsi untuk mengaduk adonan mi yang terdiri dari tepung, larutan alkali, dan air hingga homogen. Mesin ini dilengkapi dengan blade yang digerakkan oleh motor penggerak sehingga adonan dapat tercampur rata. Tiap line memiliki 2 mixer.

Gambar 11. Mixer (Guangzhou Broadyea Manufacture, 2006) c. Tangki alkali Tangki alkali merupakan tangki untuk membuat larutan alkali dan menampung alkali yang akan dimasukkan dalam mixer. Kapasitas tangki alkali ini adalah 2000 liter. Tangki ini dilengkapi oleh agitator untuk mengaduk campuran bahan untuk membuat larutan alkali.

22

Gambar 12. Tangki Alkali (Focus Technology, 1998) d. Weighing tank Weighing tank merupakan tangki alkali yang berukuran lebih kecil untuk menampung alkali. Weighing tank terletak di atas mixer.

Gambar 13. Weighing tank (Nipro Weitek, 2009) e. Dough Feeder Dough feeder digunakan untuk menampung adonan dari mixer sebelum diteruskan ke mesin pressing.

Gambar 14. Dough Feeder (Mangal Machines Private Limited, n.d.)

23

f. Dough Sheeter Dough sheeter berfungsi untuk membentuk adonan menjadi lembaran yang tebal melalui tekanan dari 2 roll yang bergerak berlawanan arah.

Gambar 15. Dough sheeter (iFoodEquipment, 2019) g. Continuous Pressing Roller Continuous Pressing Roller berfungsi untuk menipiskan adonan mi. Mesin ini terdiri dari 7 roll, di mana kecepatan putaran tiap roll berbeda. Semakin tinggi kecepatannya maka lembaran adonan yang terbentuk semakin tipis.

Gambar 16. Continuous Pressing Roller (Fuji Manufacturing, n.d.) h. Slitter Slitter berfungsi untuk membentuk adonan yang sudah di press menjadi untaian yang bergelombang dengan ketebalan tertentu. Tipe slitter yang berbeda akan menghasilkan ketebalan, bentuk, dan jumlah untaian mi yang berbeda pula. Panjang slitter adalah 800 mm. Cara perawatan slitter ini adalah dengan mengoleskan food grade oil pada celah- celahnya untuk mencegah pemuaian yang dapat merusak bentuk untaian.

24

Gambar 17. Slitter (Shangbaotai Machine Technology, 2017) i. Steamer Steamer atau pengukus adalah alat yang berfungsi untuk memasak mi dengan tekanan uap tertentu sehingga untaian mi dapat lebih mengembang dan menjadikan untaian mi tersebut setengah matang.

Gambar 18. Steamer (Jingcheng Machinary Manufacturing, 2016) j. Cutter & folder Mesin cutter dan folder berfungsi untuk memotong untaian mi menjadi lebih pendek dengan ukuran tertentu, kemudian membentuk untaian mi yang sudah dipotong tersebut menjadi lipatan, lalu mencetaknya dalam mangkuk mi.

25

. Gambar 19. Cutter & folder (Longer Company, 2010) k. Fryer Fryer atau mesin penggorengan adalah alat untuk mengeringkan mi ex-steam dengan cara digoreng dalam minyak panas. Pada fryer terdapat suhu inlet, middle, dan outlet yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Alat ini dilengkapi juga dengan valve di mana semakin besar bukaan valve maka suhu akan semakin meningkat.

Gambar 20. Fryer (Focus Technology, 1998) l. Cooler Cooler berfungsi untuk menurunkan suhu mi setelah digoreng melalui udara dari blower ke mesin pendingin. Mi diturunkan suhunya hingga mencapai 45°C.

26

Gambar 21. Cooler (Longer Company, 2010) m. Wrapper Wrapper merupakan mesin untuk mengemas mi dengan etiket sebagai kemasan primer.

Gambar 22. Wrapper (Omori Pvt, 2014) n. Cartoning machine Cartoning machine merupakan mesin yang digunakan untuk merekatkan karton.

Gambar 23. Cartoning machine (Fuji Manufacturing, n.d.)

27

4.2. Proses Produksi Di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division Cabang Cirebon ini jenis mi yang diproduksi adalah normal noodle (Indomie, Supermi, Sarimi, Sakura) dan cup noodle (Pop Mie). Secara garis besar, proses produksi mi instan di pabrik ini memiliki alur yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada komposisi bahan, dan adanya penyemprotan air, emulsifier, dan kecap asin pada beberapa produk saja. Penambahan spray air dilakukan pada saat mi telah melalui proses slitting pada produk yang menggunakan tepung tapioka dan juga pada Pop Mie. Sementara itu, penyemprotan emulsifier dilakukan pada produk Pop Mie sebelum melalui proses cutting.

28

Tepung Pengayakan (Terigu & Tapioka)

Larutan alkali Pencampuran Air

Pengepresan

Slitting

Pengukusan

Pemotongan & Pelipatan

Minyak goreng Penggorengan

Pendinginan

Seasoning Pengemasan Etiket & karton

Mi instan

Keterangan :

Bahan baku Proses Produk jadi

Gambar 24. Diagram Alir Proses Produksi Mi Instan

29

a. Pengayakan Tepung Sebelum melalui proses pencampuran bahan, tepung harus diayak terlebih dahulu. Tepung merupakan bahan utama dalam pembuatan mi instan. Oleh karena itu, perlu dipastikan bahwa tepung yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Proses pengayakan ini bertujuan untuk menyortir tepung berdasarkan ukuran atau tingkat kehalusan tertentu, serta sebagai alat pembersih untuk memisahkan kontaminan dari tepung sehingga tidak ikut masuk ke dalam produk. Ukuran pengayakan yang digunakan adalah 20 mesh, artinya setiap 1 cm2 terdapat 20 lubang. Durasi yang dibutuhkan untuk pengayakan adalah 4-5 menit per adukan. Kriteria yang dianggap tidak sesuai standar pada proses pengayakan ini adalah kemasan tepung yang sudah rusak ketika diterima, warna tepung berbeda, dan terdapat cemaran. b. Pencampuran (Mixing) Proses mixing bertujuan untuk mencampur dan mengaduk semua bahan-bahan pokok hingga menjadi adonan yang homogen. Pada tahap ini terjadi hidrasi antara tepung dengan air, di mana proses mixing dapat membantu hidrasi berlangsung secara merata sehingga dapat menarik serat-serat gluten dan membentuk adonan yang elastis (Koswara, 2009). Pada tahap ini, bahan-bahan yang dicampur adalah tepung yang telah diayak, larutan alkali, dan air. Umumnya, total jumlah tepung yang digunakan per adukan adalah 300 kilogram. Jenis dan jumlah tepung yang digunakan untuk tiap jenis produk memiliki ketentuan yang beragam untuk menghasilkan tekstur adonan yang diinginkan. Banyaknya penambahan air pada proses mixing berbeda-beda untuk tiap produk ataupun tiap adukan supaya mendapat tekstur yang sesuai. Maksimal penambahan air adalah sebanyak 15 liter per adukan.

Larutan alkali terdiri dari berbagai bahan yang dicampur dalam tangki alkali berukuran besar yang dilengkapi agitator. Tahapan pembuatan larutan alkali adalah memasukkan air bersih dalam weighing tank, menyalakan agitator, pengadukan I (pengadukan dengan monokrim selama 20-25 menit), pengadukan II (penambahan dengan premix dan diaduk selama 40-55 menit), pengadukan III (pencampuran dengan garam dan juga single ingredient lain selama 30-40 menit), pengadukan IV (penambahan air bersih sampai volume tertentu selama 10-20 menit), dan diambil sampel untuk diuji ke quality control.

30

Larutan alkali yang sudah jadi dialirkan melalui pipa yang terdapat filter di dalamnya untuk mencegah masuknya benda asing sebelum ditampung dalam tangki alkali berukuran lebih kecil, lalu dialirkan ke dalam mixer.

Proses mixing ini sangatlah penting karena akan memengaruhi tekstur mi. Tahapan mixing diawali dengan pengadukan bahan kering yaitu tepung, dilanjutkan dengan penambahan larutan alkali, dan terakhir adalah penambahan air. Durasi pengadukan adalah 12-15 menit, dengan standar kecepatan kurang lebih 37,5 ppm. Proses pengadukan mulanya dari cepat kemudian akan menjadi lebih lambat. Kesalahan dalam pengadukan akan membuat adonan menjadi terlalu lembek ataupun terlalu kering. Standar kadar air untuk adonan adalah 31-35%. Adonan yang sudah jadi akan diturunkan melalui feeder untuk proses selanjutnya. c. Pengepresan (Pressing) Pressing merupakan proses di mana adonan dari feeder melalui dough sheeter dan continuous pressing roll sehingga adonan dibentuk menjadi lembaran dengan ketebalan tertentu. Pada proses ini, gluten ditarik ke satu arah yang sama sehingga seratnya sejajar. Serat yang sejajar ini yang akan menghasilkan mi yang halus, kenyal, dan elastis (Astawan, 2000). Mulanya, adonan dari feeder akan melalui dough sheeter yang terdiri dari 2 roll berukuran besar yang berputar berlawanan arah, di mana melalui tekanan dari kedua roll tersebut terbentuklah lembaran adonan yang masih tebal, rapuh, dan kasar. Standar ketebalan lembaran adonan setelah melalui dough sheeter adalah 5 mm. Pada tahap ini terdapat sensor yang berguna untuk menstabilkan lembaran adonan agar tidak terlipat atau bertumpuk. Selanjutnya, lembaran adonan tersebut akan melalui continuous pressing roll yang terdiri dari 7 roll. Kecepatan putaran roll akan menentukan ketebalan yang dihasilkan. Tiap roll memiliki kecepatan putaran yang berbeda di mana roll pertama berputar lebih lambat dan menghasilkan lembaran yang masih tebal, kemudian roll kedua dan seterusnya memiliki putaran yang semakin cepat sehingga menghasilkan lembaran yang semakin tipis dan elastis. Ketebalan lembaran adonan pada tiap brand mi instan berbeda-beda. Umumnya, untuk normal noodle ketebalannya adalah 1,25 mm. Kriteria yang tidak memenuhi standar pada tahap pressing ini adalah ketebalan dan bentuk lembaran adonan yang tidak sesuai standar.

31

d. Pembentukan untaian (Slitting) Setelah melalui pressing, lembaran adonan mi yang sudah tipis akan melalui slitter untuk membentuk lembaran adonan tersebut menjadi untaian-untaian mi yang bergelombang, kemudian untaian tersebut akan terbagi menjadi 8 jalur mi. Tipe slitter akan menentukan jumlah untaian per jalur, bentuk gelombang, dan ketebalan untaian mi. Semakin besar tipe slitter yang digunakan, maka jumlah untaian per jalur akan semakin banyak. Jumlah untaian per jalur yang dihasilkan oleh slitter tipe 14 adalah 43-49 untaian, tipe 16 menghasilkan 50-56 untaian, tipe 22 menghasilkan 70-76 untaian, dan tipe 24 menghasilkan 77-83 untaian. Kriteria yang tidak sesuai dengan standar dilihat dari kerapian untaian dan gelombang yang dihasilkan serta tidak tercemar. Pada beberapa produk tertentu, setelah terbentuk untaian mi akan disemprot dengan air melalui nozzle bertekanan 1,2 bar. Tujuannya adalah untuk mencegah kelengketan antar untaian mi ataupun dengan mesin. Biasanya penyemprotan air ini dilakukan pada Pop Mie dan Indomie Goreng Flavor Mi Goreng Aceh. e. Pengukusan (Steaming) Setelah terbentuk untaian mi yang bergelombang maka untaian mi tersebut akan melalui proses steaming, yaitu proses di mana mi dimasak di dalam steam box menggunakan uap panas dengan suhu 90-100ºC hingga untaian mi menjadi padat dan matang (derajat gelatinisasi minimal 85%). Tekanan steaming diukur dengan pressure gauge. Untuk normal noodle, tekanan yang digunakan adalah 0,2-0,4 kg/cm2, sedangkan untuk cup noodle menggunakan tekanan 0,2-0,3 kg/cm2. Pada tahap ini, terjadi gelatinisasi dan koagulasi gluten sehingga terbentuk ikatan yang keras dan kuat serta menghasilkan mi yang kenyal (Astawan, 2000). Gelatinisasi adalah proses pembentukan gel pada pati melalui hidrasi di mana volume granula pati akan meningkat hingga pecah dan tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula (Haryanti et al., 2014). Steaming lebih dipilih daripada boiling untuk pemasakan mi karena menghasilkan kadar air yang lebih rendah. Kriteria yang tidak sesuai standar dari proses ini adalah mi yang masih mentah. f. Pemotongan dan Pelipatan (Cutting and Folding) Pada proses ini, untaian mi yang sudah melalui steaming akan melalui pemotongan kemudian akan dilipat. Pada normal noodle, mi yang sudah dipotong akan dilipat menjadi

32

2 bagian dan masuk ke mangkok cetakan berbentuk persegi. Sedangkan pada cup noodle proses pemotongan dilakukan secara vertikal menjadi 3 tumpukan dan masuk ke mangkok cetakan yang berbentuk bulat. Mi yang baik akan terpotong dengan besar yang sama dan terlipat dengan baik dan rapi. Pada tahap ini biasanya QC field akan mengambil beberapa sampel mi untuk mengukur berat mi basah dan mengecek kesesuaiannya dengan standar. Mi yang telah menempati cetakannya akan bergerak melalui konveyor untuk masuk ke tahap penggorengan. g. Penggorengan (Frying) Penggorengan adalah proses pemberian panas terhadap bahan dengan media berupa minyak yang dapat menimbulkan beberapa perubahan sifat. Tujuan dari penggorengan adalah menurunkan kadar air dari 33-35% menjadi maksimal 3,5%. Tingginya suhu minyak mampu menguapkan air dari mi ex-steam dan membentuk pori-pori halus yang mempercepat proses penyerapan air pada waktu dimasak (rehidrasi). Dengan menurunnya kadar air, maka mi dapat bertahan selama 8 bulan untuk normal noodle dan 6 bulan untuk cup noodle. Akan tetapi, pada proses ini minyak akan secara kontinyu mengalami pemanasan sehingga menimbulkan ketengikan akibat terjadinya reaksi oksidasi antara oksigen dengan minyak ataupun reaksi hidrolisa. Reaksi tersebut akan meningkatkan kadar FFA yang dapat memengaruhi kualitas mi terutama pada flavor dan umur simpannya. Oleh karena itulah dilakukan pengecekan kadar FFA minyak oleh QC saat sebelum, setelah, dan saat produksi tersebut dilakukan. Proses penggorengan dilakukan dengan suhu 120-160°C selama 90-100 detik. Suhu penggorengan pada inlet, middle, dan outlet berbeda untuk mencegah terjadinya case hardening, yaitu mi yang matang di luar namun masih mentah di bagian dalam. Level minyak pada penggorengan adalah 7-9 cm. Tiap 1 cm terdapat ±25 kg minyak. Jumlah minyak yang terlalu sedikit dapat membuat mi tidak matang, sedangkan minyak yang terlalu banyak mengakibatkan minyak dapat tumpah atau keluar dari frying box. Sebelum minyak disebar, minyak melalui proses pemanasan terlebih dahulu menggunakan steam boiler. h. Pendinginan (Cooling) Tahap pendinginan dilakukan untuk melepaskan sisa panas dari proses frying dan membuat tekstur mi menjadi keras (Astawan, 2000). Pada tahap ini suhu blok mi yang

33

mulanya 160°C harus diturunkan menjadi maksimal 45°C. Pendinginan harus dilakukan sempurna sebelum blok mi tersebut dikemas, karena dapat menimbulkan terjadinya kondensasi uap air yang memudahkan tumbuhnya jamur sehingga umur simpan semakin singkat. Pendinginan dilakukan pada cooling box dengan 8 blower yang terdapat pada sisi cooling box. Pendinginan pada normal noodle selama 100 detik, sedangkan pada cup noodle selama 300 detik. Pada tahap ini, blok mi yang telah keluar dari cooling box dari 8 jalur akan menjadi 4 jalur. Blok mi yang telah melalui proses pendinginan ini akan melalui beberapa pengecekan dengan parameter berat blok mi kering, bentuk blok mi dari dua sisi (dapat berdiri), warna kuning pada mi, dan tidak ada cemaran. i. Pengemasan (Packing) Pada proses ini terdapat beberapa tahapan, yaitu penyusunan dan sortasi mi ke konveyor, penambahan dan pengecekan seasoning dengan bantuan checker, pengemasan dengan etiket beserta dengan kode produksi, penyortiran hasil pengemasan di mana kemasan yang bumbunya kosong akan dibuka lagi, kemudian dilanjutkan cartoning. Pengemasan mi dalam etiket bertujuan melindungi produk dari kerusakan atau kontaminasi dari luar. Etiket direkatkan dengan pemanas pada mesin pengemas di end/upper, end/lower, center/front, center/back, dan preheater yang suhunya dapat diatur. Setelah dibungkus dalam etiket, mi dimasukkan dalam karton. Tiap karton umumnya berisi 40 bungkus mi untuk normal noodle dan untuk cup noodle berisi 24 cup per kartonnya. Karton tersebut akan melalui carton sealer dan konveyor sampai ke gudang Finished Goods (FG).

5. ANALISIS PERBEDAAN JUMLAH SCRAP INDOMIE GORENG ACEH DENGAN INDOMIE GORENG SPESIAL BERKAITAN DENGAN PROSES PRODUKSINYA

5.1. Latar Belakang Mi merupakan salah satu jenis makanan yang paling populer di Asia khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam 100 gram mi kering, terkandung 50 gram karbohidrat, 7.6 gram protein, 11.8 gram lemak, 1.7 mg mineral, 49 mg kalsium, dan 338 kalori (Pangestu, 2014). Selain itu, tekstur mi yang kenyal, cara memasak yang praktis, dan harganya yang terjangkau membuat mi semakin diminati oleh banyak orang dari segala kalangan termasuk masyarakat Indonesia. Oleh karena itulah mi berpotensi sebagai bahan pangan alternatif pengganti nasi.

Mi terdiri dari beberapa jenis. Secara garis besar, mi dibagi ke dalam 3 jenis yaitu mi basah (boiled noodle), mi kering, dan mi instan. Mi basah memiliki kadar air tertinggi di antara mi yang lainnya karena melalui proses pemasakan/perebusan tanpa dikeringkan. Mi kering umumnya terdapat penambahan telur pada formulasinya, kemudian melalui proses pengeringan setelah pencetakan. Berbeda dengan kedua jenis mi lainnya, mi instan melalui proses pengukusan, pembentukan, dan pengeringan ataupun penggorengan sebelum akhirnya dikemas dan dipasarkan. Dalam mi instan pun diberi tambahan bumbu dengan cita rasa tersendiri sehingga digemari oleh masyarakat. Kadar airnya yang rendah membuat mi memiliki umur simpan yang panjang (Estiasih et al., 2017).

Umumnya, mi yang ada di Indonesia terbuat dari tepung terigu karena terigu mampu membentuk gluten dan menghasilkan tekstur mi yang kenyal. Selain tepung terigu, mi dapat juga dibuat dari tepung tapioka. Selain untuk mencegah ketergantungan terhadap terigu, substitusi tepung terigu dengan tapioka ini juga dilakukan untuk menghasilkan tekstur mi yang berbeda. Penggunaan tepung tapioka pada pembuatan mi dapat merubah sifat fisik dan mengurangi kekenyalan mi (Dessuara, 2015). Hal inilah yang juga dilakukan oleh PT Indofood CBP dalam pembuatan produk mi instan Indomie. Umumnya, Indomie menggunakan tepung terigu saja kecuali pada Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA) yang menggunakan tepung tapioka. Selain pada bahan, terdapat

34

35

pula beberapa perbedaan lain pada tahapan proses produksi IMGA. Perbedaan-perbedaan tersebut memengaruhi jumlah scrap yang dihasilkan antara IMGA dengan Indomie Goreng Spesial (GSS), di mana pada IMGA jumlah scrap yang dihasilkan jauh lebih besar daripada scrap dari produksi GSS. Scrap adalah sisa bahan baku dari proses produksi suatu produk yang hanya memiliki nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki nilai (Blocher et al., 2007). Perbedaan jumlah scrap antara IMGA dan GSS tentu dipengaruhi berbagai faktor. Beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab dari scrap tersebut misalnya karena kerusakan mesin, ketidaksesuaian spesifikasi bahan baku, ataupun kesalahan dari operator. Oleh karena itulah, perlu dilakukan identifikasi penyebab terjadinya perbedaan jumlah scrap dan solusi atau penanganan terhadap scrap tersebut.

5.2. Tujuan Penelitian  Mengetahui perbedaan komposisi dan proses produksi pada Indomie Goreng Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA).  Mencari perbedaan jumlah scrap antara GSS dengan IMGA dan menganalisis faktor penyebabnya berkaitan proses produksi.  Mencari solusi untuk mengatasi masalah scrap tersebut.

5.3. Metode Metode yang dilakukan diawali dengan pengamatan terhadap proses produksi GSS dan IMGA. Kemudian dilanjutkan dengan mengamati masalah yang terjadi berkaitan dengan scrap yang dihasilkan. Setelah itu, data scrap dari proses produksi GSS dan IMGA dicari dan persentase jumlah scrap dihitung. Data yang dimasukkan adalah data dari proses produksi selama 7 jam kerja pada 1 shift selama 5 hari. Analisis terhadap faktor penyebab scrap dikaitkan dengan perbedaan proses produksi antara GSS dengan IMGA. Selanjutnya, dicari pemecahan masalah berkaitan dengan scrap yang dihasilkan.

36

5.4. Hasil Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka didapatkan data hasil pengamatan berupa perbedaan proses produksi IMGA dengan GSS dan perbedaan jumlah scrap antar kedua jenis mi tersebut sebagai berikut.

Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS No Pembeda IMGA GSS Jumlah tepung : 334 kg Jumlah tepung : 300 kg 1 Pengayakan Durasi : 9 menit per adukan Durasi : 6 menit per adukan Komposisi : Komposisi : Tepung Tapioka = 34 kg Tepung Terigu = 12 zak* Tepung Terigu = 12 zak* 2 Mixing Alkali A467A = 105 liter Alkali A335A = 86 liter Air = 6-7 liter Air = 3-4 liter Target : 54 adukan per shift Target : 60 adukan per shift Rpm pressing- 3 80 rpm 90 rpm cooling Tipe slitter 16 Tipe slitter 22 Jumlah untaian per jalur : 54±3 Jumlah untaian per jalur : 74±3 4 Pressing & slitting Ketebalan mi 1,55±0,05 mm Ketebalan mi 1,25±0,05 mm Ada spray air (P = 1,2 bar) Tidak ada spray air Tekanan : 0,4-0,5 Bar Tekanan : 0,2-0,3 Bar 5 Steaming Durasi : 88 detik Durasi : 75-76 detik Suhu : Suhu : - Inlet : 118±5°C - Inlet : 120±5°C 6 Frying - Middle : 150±5°C - Middle : 150±5°C - Outlet : 160±5°C - Outlet : 155±5°C Durasi : 102 detik Durasi 84 detik 7 Cooling Durasi : 122 detik Durasi 105 detik 8 Packing 160 rpm (manual) 180 rpm

37

4 autoloader per line 8 autoloader per line Jumlah helper : 25 orang/line Jumlah pekerja : 15 orang/line Mi basah : 85 ± 3 gram Mi basah : 78 ± 3 gram 9 Berat mi Mi kering : 70 ± 3 gram Mi kering : 66 ± 3 gram Berat bersih : 90 gram Berat bersih : 85 gram 10 Target produksi 960 karton / jam 1080 karton / jam Keterangan : *1 zak = 25 kg

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat dilihat berbagai faktor pembeda antara proses produksi pada Indomie Goreng Spesial (GSS) dengan Indomie Goreng Flavor Mi Aceh (IMGA). Faktor pembeda tersebut antara lain dari proses pengayakan, mixing, kecepatan (rpm) pressing hingga cooling, proses pressing dan slitting, steaming, frying, cooling, packing, berat mi, dan target produksinya. Pada proses pengayakan, jumlah tepung IMGA lebih banyak daripada GSS dengan durasi yang lebih panjang pula. Pada proses mixing, perbedaan antara IMGA dengan GSS dapat terlihat pada jumlah dan jenis tepung dan alkali yang berbeda, jumlah air yang digunakan, kecepatan putaran, dan target adukan per shift. Proses pressing hingga cooling pada IMGA menggunakan rpm yang lebih rendah daripada GSS. Proses pressing dan slitting terdapat perbedaan pada keduanya dari tipe slitter yang memberi perbedaan pada jumlah dan ketebalan untaian, serta penggunaan spray air. Proses steaming pada IMGA menggunakan tekanan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama daripada GSS. Begitu pula dengan proses frying di mana suhu dan durasi yang digunakan pada IMGA umumnya lebih tinggi daripada GSS. Proses cooling pada IMGA membutuhkan waktu yang lebih lama daripada GSS. Pengemasan (packing) pada IMGA dilakukan secara manual dengan kecepatan yang lebih rendah, autoloader yang lebih sedikit, namun helper yang lebih banyak daripada GSS. Berat mi yang dihasilkan pada IMGA lebih tinggi daripada GSS. Target produksi GSS lebih tinggi daripada IMGA.

38

Hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi Indomie Goreng Spesial (GSS) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dan Persentase Scrap pada GSS Jenis Scrap Jml Tepung Total Scrap No Tgl Adonan Mi Basah HF HP HH (kg) kg % kg % kg % kg % kg % kg % 1 12-Jan-19 18250 1 0.004981 8 0.039851 9 0.044832 64 0.318804 23 0.11457 105 0.523039 2 15-Jan-19 17700 1 0.005136 6 0.030817 7 0.035953 119 0.611197 38 0.195172 171 0.878274 3 16-Jan-19 18650 1 0.004874 7 0.034121 6 0.029247 82 0.399708 30 0.146234 126 0.614185 4 21-Jan-19 18600 1 0.004888 5 0.024438 9 0.043988 142 0.694037 33 0.16129 190 0.928641 5 31-Jan-19 18725 1 0.004855 8 0.03884 15 0.072824 155 0.752519 34 0.165069 213 1.034106 RATA- RATA 18385 1 0.004947 6.8 0.033613 9.2 0.045369 112.4 0.555253 31.6 0.156467 161 0.795649

푗푢푚푙푎ℎ 푠푐푟푎푝 (푘𝑔) Keterangan : 푃푒푟푠푒푛 푠푐푟푎푝 = 푥 100 1.1 푥 퐽푢푚푙푎ℎ 푡푒푝푢푛𝑔 (푘𝑔) HF : Hancur Frying HP : Hancur Patah HH : Hancur Halus

Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi GSS, di mana pengamatan tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi GSS tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis, yaitu scrap berupa adonan, mi basah, Hancur Frying (HF), Hancur Patah (HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan jumlah tertinggi adalah scrap HP yang berjumlah 112,4 kg atau 0,555253%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1 kg atau 0,004947%. Rata-rata total scrap pada proses produksi GSS adalah 161 kg atau 0,795649%.

39

Hasil pengamatan jumlah dan persentase scrap proses produksi Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Jumlah dan Persentase Scrap pada IMGA Jenis Scrap Jml Tepung Total Scrap No Tgl Adonan Mi Basah HF HP HH (kg) kg % kg % kg % kg % kg % kg % 1 9-Jan-19 16075 2 0.0113106 28 0.158349 25 0.141383 304 1.719214 31 0.175315 390 2.20557 2 21-Jan-19 14125 1 0.006436 20 0.128721 33 0.212389 464 2.986323 31 0.199517 549 3.533387 3 23-Jan-19 15000 2 0.0121212 15 0.090909 17 0.10303 361 2.187879 29 0.175758 424 2.569697 4 28-Jan-19 15400 1 0.0059032 26 0.153483 118 0.696576 419 2.473436 47 0.27745 611 3.606848 5 29-Jan-19 16700 2 0.0108873 25 0.136091 51 0.277627 343 1.867175 37 0.201415 458 2.493195 RATA- RATA 15460 1.6 0.0093317 22.8 0.133511 48.8 0.286201 378.2 2.246805 35 0.205891 486.4 2.88174

퐽푢푚푙푎ℎ 푠푐푟푎푝 (푘𝑔) Keterangan : 푃푒푟푠푒푛 푠푐푟푎푝 = 푥 100 1.1 푥 퐽푢푚푙푎ℎ 푡푒푝푢푛𝑔 (푘𝑔) HF : Hancur Frying HP : Hancur Patah HH : Hancur Halus

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat hasil pengamatan terhadap jumlah dan persentase scrap pada proses produksi IMGA, di mana pengamatan tersebut dilakukan selama 5 hari masing-masing selama 7 jam kerja atau 1 shift. Data dalam bentuk bobot (kg) diamati di lapangan, kemudian persentasenya dihitung menggunakan rumus. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa jumlah tepung yang digunakan pada proses produksi IMGA tidak selalu sama persis. Jenis scrap yang diamati terdiri dari 5 jenis yang sama seperti scrap pada GSS, yaitu scrap berupa adonan, mi basah, Hancur Frying (HF), Hancur Patah (HP), dan Hancur Halus (HH). Berdasarkan hasil perhitungan rata-rata, didapatkan bahwa jenis scrap dengan jumlah tertinggi adalah scrap HP yang berjumlah 378,2 kg atau 2.246805%. Sementara itu jumlah scrap terendah adalah scrap adonan yaitu 1,6 kg 0,0093317%. Rata-rata total scrap pada proses produksi GSS adalah 48,6,4 kg atau 2.88174%.

40

Gambar 25. Persentase Perbandingan Scrap GSS dan IMGA

Grafik Persentase Perbandingan Scrap GSS & IMGA 2,50000 2,24681

2,00000

1,50000

GSS 1,00000

IMGA Persentase(%)Scrap 0,55525 0,50000 0,28620 0,20589 0,00933 0,13351 0,15647 0,00495 0,03361 0,04537 0,00000 Adonan Mi Basah HF HP HH Jenis Scrap

Keterangan : GSS : Indomie Goreng Spesial IMGA : Indomie Goreng Rasa Mi Aceh HF : Hancur Frying HP : Hancur Patah HH : Hancur Halus

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat perbandingan jumlah scrap antara GSS dengan IMGA dari 5 hari pengamatan. Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada IMGA selalu lebih tinggi daripada jumlah scrap pada GSS. Jenis scrap yang terbanyak adalah scrap hancur patah (HP) dan scrap yang paling sedikit adalah scrap hancur halus (HH).

5.5. Pembahasan

5.5.1. Perbedaan Proses Produksi IMGA dengan GSS Secara garis besar, proses produksi mi instan memiliki bahan dasar dan tahapan yang sama. Akan tetapi, bukan berarti setiap bahan dan proses sama persis. Meskipun sama- sama tergolong normal noodle dengan brand yang sama yaitu Indomie, namun terdapat

41

cukup banyak perbedaan antara Indomie Goreng Rasa Mi Aceh (IMGA) dengan Indomie Goreng Spesial (GSS). Perbedaan pada komposisi dan proses tersebut memengaruhi karakteristik mi yang dihasilkan dan juga berpengaruh besar terhadap scrap dari hasil produksi.

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat beberapa hal yang menjadi perbedaan antara IMGA dengan GSS. Berikut ini adalah penjelasan dari perbedaan-perbedaan tersebut :

 Pengayakan Pada proses pengayakan, terdapat dua hal yang membedakan antara IMGA dengan GSS, yakni dari jumlah tepung yang diayak dan durasi pengayakan. Jumlah tepung yang diayak tiap satu kali pengayakan mengikuti standar yang sudah ditetapkan untuk jumlah tepung per adukan. Pada IMGA, jumlah tepung dalam sekali pengayakan adalah 334 kilogram, sedangkan untuk GSS jumlah tepung dalam satu kali pengayakan adalah 300 kilogram. Perbedaan kedua adalah durasi pengayakan, di mana IMGA membutuhkan waktu yang lebih lama daripada GSS. Hal itu disebabkan karena jumlah tepung yang diayak pada IMGA lebih banyak daripada GSS. Selain itu, rpm pressing hingga cooling dan packing pada proses produksi IMGA lebih rendah daripada GSS sehingga proses produksi IMGA lebih lambat daripada GSS.

 Mixing Karakteristik mi yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh komposisinya, terutama jenis dan jumlah tepung yang digunakan serta tipe larutan alkali dan jumlah penambahan air. Pada IMGA, tepung yang digunakan per batch-nya atau per adukan adalah 34 kg tepung tapioka dan 12 zak (300 kg) tepung terigu. Maka tiap adukan pada mixing IMGA terdapat 334 kg tepung dengan penambahan 105 liter larutan alkali tipe A467A dan 6-7 liter air. Sementara itu, GSS menggunakan 12 zak tepung terigu. Jumlah tepung per adukan pada GSS adalah 300 kg dengan penambahan 86 liter larutan alkali tipe A335A dan 3-4 liter air.

Perbedaan pada bahan dasar ini bertujuan untuk mendapatkan karakteristik mi yang diinginkan. Penggunaan tepung tapioka pada IMGA akan memengaruhi tekstur mi yang

42

dihasilkan di mana tepung tapioka dapat mengurangi kekenyalan pada mi. Semakin tinggi tepung tapioka yang disubstitusikan ke dalam tepung terigu, maka kadar air pada mi basah akan semakin tinggi sehingga daya serap airnya akan semakin rendah. Daya serap air yang rendah ini akan membuat pengembangan mi juga akan semakin rendah. Di samping itu, kandungan amilopektin pada tepung tapioka lebih besar daripada amilopektin pada terigu sehingga mi yang terbuat dari tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket (Dessuara et al., 2015). Tapioka juga memiliki warna lebih putih daripada terigu sehingga IMGA memiliki warna yang lebih pucat daripada GSS.

Penggunaan larutan alkali pada IMGA dan GSS juga memiliki tipe yang berbeda. Larutan alkali pada IMGA menggunakan monokrim, sedangkan pada GSS tanpa monokrim. Monokrim merupakan bahan tambahan di mana dalam pembuatannya menggunakan minyak goreng hingga terbentuk . Karena menggunakan minyak goreng, monokrim dapat menambah kekenyalan pada mi. Penambahan monokrim pada larutan alkali untuk IMGA dapat memperbaiki kekenyalan pada IMGA yang menggunakan tapioka. Selain itu, pewarna tartrazin yang digunakan untuk larutan alkali IMGA juga lebih sedikit daripada tartrazin pada larutan alkali untuk GSS, sehingga warna IMGA cenderung putih sedangkan GSS berwarna kekuningan. Penambahan air pada IMGA juga lebih banyak daripada GSS karena jumlah tepung untuk IMGA per adukan lebih banyak daripada GSS, tekstur tepung tapioka yang lebih kering, serta air dalam IMGA juga bertujuan untuk memperbaiki kekenyalan pada mi.

Kekuatan putaran mixer pada IMGA dan GSS umumnya tidak berbeda jauh, yaitu kurang dari 38 Hz. Namun biasanya kekuatan putaran untuk IMGA sedikit lebih rendah daripada GSS. Hal tersebut dikarenakan berat adonan IMGA yang lebih besar daripada berat adonan pada GSS. Pada proses mixing ini, durasi yang digunakan tetaplah sama. Pengecekan homogenitas tekstur dilakukan secara visual maupun perabaan dengan tangan hingga dipastikan tekstur homogen dapat tercapai.

43

 Pressing & Slitting Slitter yang digunakan pada IMGA dan GSS memiliki tipe yang berbeda. Perbedaan pada tipe slitter akan memengaruhi ketebalan untaian mi dan jumlah untaian mi per jalur. Jumlah untaian pada mi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut : 푃푆 퐽푢푚푙푎ℎ 푢푛푡푎푖푎푛 푚푖 = 푥 푇푆 퐽푙 푥 30 Keterangan : PS : Panjang slitter (800 mm) Jl : Jumlah jalur mi (8 jalur) TS : Tipe slitter 30 : konstanta Variance : ±3 untaian

Perhitungan untuk jumlah untaian mi IMGA dan GSS adalah sebagai berikut : 800 퐽푢푚푙푎ℎ 푢푛푡푎푖푎푛 푚푖 퐼푀퐺퐴 = 푥 16 = 54 8 푥 30 800 퐽푢푚푙푎ℎ 푢푛푡푎푖푎푛 푚푖 퐺푆푆 = 푥 22 = 74 8 푥 30

IMGA menggunakan tipe slitter 16 yang menghasilkan 54 ± 3 untai mi per jalur, sedangkan GSS menggunakan tipe slitter 22 yang menghasilkan 74 ± 3 untai mi per jalur. Semakin besar tipe slitter, maka jumlah untaian mi per jalur akan semakin banyak dan ketebalan mi akan semakin kecil. Oleh karena itulah, jumlah untaian mi per jalur pada GSS lebih banyak daripada jumlah untaian mi pada IMGA, namun ketebalan mi pada IMGA lebih besar daripada GSS.

Setelah proses slitting, pada proses IMGA terdapat penyemprotan jalur mi dengan spray air. Penggunaan spray air ini dibutuhkan untuk meningkatkan tekstur pada mi IMGA, melembutkan, dan mencegah kelengketan antar mi ataupun kelengketan dengan konveyor. Ketebalan mi IMGA yang lebih tinggi ini membutuhkan proses pematangan yang lebih maksimal dengan durasi yang lebih panjang sehingga kecepatan dari proses pressing hingga cooling lebih rendah daripada GSS, yaitu 80 rpm. Selain itu, hal tersebut

44

dipengaruhi juga oleh kecepatan packing IMGA yang lebih rendah karena proses memasukkan seasoning berupa minyak bumbu dilakukan secara manual.

 Steaming Dari tabel dapat dilihat bahwa proses steaming pada IMGA memiliki tekanan yang lebih tinggi dan durasi yang lebih lama daripada GSS. Proses steaming pada IMGA menggunakan tekanan sebesar 0,4-0,5 Bar dengan durasi 88 detik, sedangkan steaming pada GSS menggunakan tekanan sebesar 0,2-0,3 Bar dengan durasi 75-76 detik. Tekanan yang lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang pada proses steaming IMGA ini bertujuan untuk memaksimalkan proses pematangan pada mi karena ketebalan mi pada IMGA lebih tinggi daripada GSS. Lamanya durasi juga dipengaruhi oleh rpm pada proses, di mana IMGA memiliki kecepatan yang lebih rendah sehingga durasi yang dibutuhkan juga lebih panjang.

 Frying Proses frying pada IMGA umumnya menggunakan suhu inlet, middle, outlet yang sedikit lebih tinggi daripada GSS. Hal ini disebabkan karena ketebalan mi pada IMGA lebih besar sehingga membutuhkan suhu lebih tinggi dengan durasi yang lebih panjang, sehingga panas yang dihantarkan oleh minyak sebagai medium dapat diterima secara merata oleh blok mi dan membuat blok mi menjadi matang sempurna. Perbedaan suhu pada inlet, middle, dan outlet bertujuan untuk mencegah terjadinya case hardening yaitu mi yang sudah keras di sisi luar namun di bagian dalam masih basah, atau dengan kata lain pematangan mi yang tidak merata. Seperti pada steaming, durasi frying juga dipengaruhi oleh kecepatan mesin / rpm, di mana rpm yang lebih rendah pada IMGA membuat durasi frying IMGA menjadi lebih lama daripada durasi frying pada GSS.

 Cooling Proses cooling IMGA membutuhkan waktu 122 detik, sedangkan pada GSS hanya 105 detik. Semakin rendah kecepatan mesin maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk proses berlangsung. Proses cooling pada IMGA yang lebih panjang ini diharapkan mampu untuk menurunkan suhu mi ex-frying menjadi maksimal 45°C, khususnya karena

45

mi IMGA lebih tebal daripada GSS sehingga durasi yang dibutuhkan pun lebih lama untuk mengeluarkan panas dari blok mi.

 Packing Setelah melalui cooling, terdapat perubahan kecepatan mesin menuju proses packing. Mulanya, rpm pada proses pressing hingga cooling pada IMGA adalah 84 rpm per jalur, sedangkan pada GSS adalah 93 rpm per jalur. Jumlah jalur yang tersedia adalah 8 jalur. Ketika memasuki area packing, 8 jalur tersebut kemudian terbagi menjadi 4 jalur. Maka perhitungan untuk rpm packing adalah sebagai berikut : IMGA = (80 rpm x 8 jalur) : 4 = 160 rpm GSS = (90 rpm x 8 jalur) : 4 = 180 rpm Sebelum mi dikemas dengan etiket, terdapat penambahan seasoning berupa bumbu dan minyak bumbu pada mi. Kecepatan pada IMGA dibuat lebih pelan karena penambahan seasoning pada mi dilakukan secara manual. Seasoning pada IMGA terdiri dari bumbu bubuk dan minyak bumbu. Autoloader yang digunakan pada IMGA hanya 4 per line (1 autoloader per jalur) yang digunakan untuk memasukkan bumbu bubuk yang tergolong tidak putus (TP). Sedangkan seasoning IMGA berupa minyak bumbu berupa potongan sehingga harus dimasukkan secara manual oleh helper. Sementara itu, proses penambahan seasoning pada GSS dilakukan oleh 8 mesin autoloader per line (2 auloader per jalur), sebab bentuk seasoning-nya adalah TP, sehingga tidak membutuhkan bantuan helper untuk pengisian bumbu tersebut.

Karena pengisian minyak bumbu pada IMGA dilakukan secara manual, maka jumlah helper yang dibutuhkan untuk proses packing pun lebih banyak. Pada IMGA, total helper yang dibutuhkan pada proses packing adalah 25 orang yang terdiri dari 4 sortir, 4 packer, 4 checker, 8 helper untuk memasukkan bumbu, 2 helper pengisi mi, 1 helper untuk menjaga bagian ex-cooling, dan 2 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada GSS, helper yang dibutuhkan hanya 15 orang dengan perincian 4 sortir, 4 packer, 4 checker, 2 helper pengisi mi, dan 1 helper untuk menyobek etiket yang gagal. Pada IMGA, dibutuhkan 2 helper pengisi seasoning di tiap mesin dan helper untuk sobek etiket sebanyak 2 orang. Hal itu disebabkan karena minyak bumbu pada IMGA berupa potongan, dan potong mi pada mesin etiket lebih kerap terjadi.

46

 Berat mi Berat mi terdiri dari mi basah, mi kering, dan berat bersih mi dalam kemasan. Mi basah merupakan mi yang sudah melalui proses steaming atau disebut juga dengan mi ex-steam. Sedangkan mi kering adalah mi yang sudah melalui proses frying dan cooling. Berat mi basah dan mi kering pada IMGA lebih besar daripada GSS dikarenakan ketebalan untaian mi IMGA yang lebih besar dan kandungan air yang lebih banyak. Berat mi kering juga akan memengaruhi berat bersih mi dalam kemasan, di mana berat bersih untuk IMGA lebih tinggi daripada GSS yaitu 90 gram, sedangkan berat bersih GSS adalah 85 gram.

 Target produksi Target produksi untuk IMGA lebih rendah daripada GSS karena kecepatan atau rpm IMGA lebih rendah. Target produksi untuk IMGA adalah 960 karton per jam, sedangkan untuk GSS adalah 1080 karton per jam.

5.5.2. Perbandingan Scrap pada IMGA dengan GSS Scrap adalah sisa bahan baku dari proses produksi suatu produk yang hanya memiliki nilai yang kecil atau bahkan tidak memiliki nilai (Blocher et al., 2007). Scrap yang dihasilkan dari proses produksi mi instan terdiri dari beberapa jenis, yaitu scrap hancur halus (HH) dan hancur patah (HP) bersih, hancur kotor (HK), hancur halus penggorengan / frying (HF), mi basah, dan adonan mi.

Mi hancur halus (HH) dan mi hancur patah (HP) adalah mi yang sudah melalui proses cooling namun mengalami kerusakan sehingga bentuknya tidak memenuhi standar. Perbedaan dari keduanya adalah dari bentuknya. Sesuai dengan namanya, mi HP merupakan blok mi yang patah di salah satu atau beberapa sisinya, atau blok mi yang tidak terlipat dengan baik sehingga tidak memenuhi standar. Sedangkan mi HH merupakan mi yang kerusakannya berbentuk remahan atau hancuran. Mi hancur kotor merupakan mi HH dan HP yang sudah kotor sebab terjatuh di lantai. Mi hancur halus penggorengan atau hancur frying (HF) adalah mi yang mengalami kerusakan hingga berbentuk seperti remahan/hancuran setelah melalui frying. Mi basah adalah scrap mi yang dihasilkan setelah melalui proses steaming. Sedangkan scrap adonan mi merupakan sisa adonan yang terbuang dari proses pressing.

47

Standar maksimal jumlah scrap di PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Noodle Division ini adalah 1% dari jumlah adonan awal, di mana 1% tersebut sudah meliputi scrap dari proses pressing hingga packing. Pengamatan scrap dilakukan terhadap lima kali proses produksi IMGA dan lima kali proses produksi GSS. Jumlah scrap dari masing-masing lima kali proses produksi IMGA dan GSS dicari persentasenya kemudian dirata-rata. Rumus persentase scrap tersebut adalah sebagai berikut : 푗푢푚푙푎ℎ 푠푐푟푎푝 (푘𝑔) 푃푒푟푠푒푛 푛푖푙푎푖 푠푐푟푎푝 = 푥 100 1,1 푥 푗푢푚푙푎ℎ 푡푒푝푢푛𝑔 (푘𝑔)

Berdasarkan data dan grafik hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa jumlah scrap pada IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada GSS. Hal tersebut terjadi pada seluruh jenis scrap, baik mi HH dan HP, HF, mi ex-steam, maupun adonan mi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya perbedaan pada jenis tepung yang digunakan serta proses produksi antara keduanya. Jenis scrap terbanyak baik pada IMGA maupun GSS adalah mi hancur patah.

Scrap berupa adonan mi merupakan jenis scrap dengan jumlah terkecil di antara jenis scrap yang lainnya. Jumlah scrap berupa adonan mi pada IMGA sedikit lebih banyak daripada GSS meskipun perbedaan tersebut tidak begitu spesifik. Persentase rata-rata pada scrap adonan pada IMGA adalah 0,0093% dan pada GSS adalah 0,0049%. Scrap berupa adonan mi ini hanya didapatkan dari proses pressing di mana kegagalan yang terjadi cenderung lebih sedikit daripada proses lainnya. Pada saat proses pressing, adonan dari feeder akan dibentuk menjadi lembaran oleh dough sheeter yang kemudian ditipiskan menggunakan continuous pressing roll. Pada tahap ini scrap dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu ketika proses pressing baru saja dimulai, ketidakstabilan tekstur adonan, lengketnya adonan pada roll, dan sisa-sisa adonan saat melalui pressing. Ketika proses pengepresan baru saja dimulai, lembaran yang terbentuk bentuknya belum sempurna sehingga perlu dipotong terlebih dahulu. Ketidakstabilan tekstur adonan dapat membuat adonan menggumpal di feeder sehingga ketika melalui pengepresan bentuk lembaran yang keluar menjadi rusak. Sisa-sisa adonan pada tiap mesin roll juga berpotensi menjadi scrap. Kondisi continuous pressing roll memengaruh banyaknya serpihan adonan. Adanya cemaran pada adonan yang berasal dari tepung dapat membuat

48

roll menjadi tidak rata atau kasar sehingga mengakibatkan serpihan adonan yang terbuang lebih banyak atau lembaran yang terbentuk menjadi berlubang dan lembaran adonan pun terputus. Sisa-sisa adonan yang tidak jatuh ke lantai dan teksturnya tidak kering akan dimasukkan lagi ke dalam feeder dan diolah kembali, namun sisa adonan yang jatuh ke lantai ataupun sudah kering akan menjadi scrap. Sisa adonan yang sudah kering tidak boleh dimasukkan lagi ke dalam feeder karena akan merusak homogenitas adonan. Operator harus mengamati jalannya mesin dan lembaran adonan yang terbentuk sebab akan sangat memengaruhi proses berikutnya. Lembaran adonan yang rusak akan mengganggu proses slitting di mana bentuk dan ukuran untaian menjadi tidak normal, dan apabila terus berlanjut juga akan mengganggu proses cutting & folding. Oleh karena itu, apabila terjadi terdapat kerusakan pada lembaran adonan, operator harus segera memotong bagian tersebut agar tidak berlanjut ke proses berikutnya. Scrap adonan pada IMGA lebih banyak karena IMGA menggunakan tepung tapioka yang membuat tekstur adonan menjadi lebih lengket. Menurut Dessuara et al (2015), amilopektin pada tepung tapioka lebih besar daripada amilopektin pada terigu sehingga mi yang terbuat dari tapioka memiliki tekstur yang lebih lengket. Kelengketan tersebut membuat adonan IMGA lebih sering menggumpal di feeder sehingga ketika adonan keluar dari feeder kerap kali terdapat lubang pada lembaran adonan yang terbentuk. Kerusakan lembaran adonan pada IMGA juga dapat terjadi karena lengketnya adonan pada pressing roll sehingga scrap adonan pada IMGA lebih banyak daripada scrap adonan pada GSS.

Scrap berupa mi basah terjadi setelah mi melalui proses steaming atau saat melalui cutting & folding. Scrap ini akan selalu terjadi ketika proses steaming pada shift tersebut baru berjalan, menjelang jam istirahat, dan juga akhir shift. Selain itu, scrap pada steaming dapat terjadi pula karena kerusakan adonan pada proses pengepresan yang terus berlanjut sehingga bagian yang rusak pada mi ex-steam tersebut harus dipotong dan dibuang agar tidak memengaruhi proses selanjutnya. Tidak optimalnya tekanan pada proses steaming pun dapat menimbulkan terjadinya scrap mi basah. Tekanan steaming yang terlalu rendah dapat membuat mi mudah rapuh dan hancur, sedangkan tekanan steaming yang terlalu tinggi dapat membuat mi lengket di net ataupun di mesin cutting & folding. Pada IMGA, scrap mi basah lebih banyak daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata scrap mi basah pada IMGA adalah 0,1335% sedangkan pada GSS adalah 0,0336%. Tingginya scrap mi

49

basah pada IMGA dapat disebabkan oleh lengketnya untaian mi saat konveyor naik menuju mesin cutting & folding yang mengakibatkan untaian mi tersebut menggulung dan tidak bisa terpotong. Lengketnya mi dapat disebabkan oleh sifat dari mi IMGA itu sendiri yang dipengaruhi oleh komposisi adonan. Selain itu, IMGA menggunakan tekanan steaming yang cenderung lebih tinggi. Tekanan steaming yang terlalu tinggi juga dapat membuat mi semakin lengket pada net sehingga menimbulkan scrap.

Scrap hancur halus penggorengan (HF) merupakan scrap yang terjadi pada proses penggorengan di mana biasanya scrap tersebut berbentuk remahan atau hancuran, meskipun ada pula yang hancur patah. Scrap HF dipengaruhi oleh suhu penggorengan. Suhu yang tidak optimal dapat mengakibatkan peningkatan jumlah scrap. Penggorengan mi dengan suhu yang terlalu tinggi mengakibatkan mi menjadi terlalu kering bahkan hingga gosong. Sedangkan penggorengan dengan suhu yang terlalu rendah dapat mengakibatkan terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi ataupun antar mi. Selain dipengaruhi oleh suhu, adonan mi juga memengaruhi terjadinya scrap HF. Berdasarkan tabel, rata-rata persentase scrap HF pada IMGA adalah 0,286% sedangkan rata-rata persentase scrap HF pada GSS adalah 0,045%. Scrap HF pada IMGA lebih banyak karena IMGA menggunakan tepung tapioka di mana adonan yang dihasilkan bersifat lebih lengket, sehingga terjadinya kelengketan mi dengan mangkok mi dan antar mi lebih kerap terjadi. Setelah tahapan frying, mi akan melalui penirisan, kemudian dikeluarkan dari mangkoknya ke net distributor lalu masuk ke cooling box. Mi yang lengket dapat menempel pada mangkoknya sehingga akan mempersulit keluarnya mi dari mangkok pada tahapan ex-frying, yang mengakibatkan mi akan terbalik dan terjatuh sehingga blok mi patah ataupun hancur. Hal inilah yang membuat scrap HF pada IMGA lebih banyak daripada GSS.

Scrap mi berupa HH dan HP terjadi setelah mi melalui proses pendinginan hingga pengemasan, di mana blok mi mengalami kerusakan sehingga blok mi menjadi hancur ataupun patah. Scrap HH dan HP yang masih berada di konveyor biasanya disebut HH dan HP bersih, sedangkan scrap yang sudah terjatuh disebut sebagai HK atau hancur kotor. Scrap yang HH dan HP bersih nantinya akan tetap disatukan dengan scrap HK. Perbedaan jumlah scrap HH dan HP antara IMGA dengan GSS sangatlah spesifik, di

50

mana scrap IMGA jauh lebih besar daripada GSS. Berdasarkan tabel, rata-rata persentase scrap berupa HH pada IMGA adalah 0,206% sedangkan pada GSS adalah 0,156%. Sementara itu, rata-rata persentase scrap berupa HP pada IMGA adalah 2,247% sedangkan pada GSS adalah 0,555%.

Terdapat beberapa titik yang menjadi penyebab terjadinya HP dan HH. Mi hancur patah biasanya terjadi pada bagian ex-cooling dan sensor reject. Pada bagian ex-cooling, scrap HP sering terjadi karena mi saling menempel dengan jalur di sebelahnya. Hal ini disebabkan karena sycholack roller pada bagian cutting & folding pada saat pembuatan IMGA tidak dipasang. Sycholack roller tersebut berfungsi sebagai pemisah mi antar jalur. Apabila sycholack roller ini dipasang pada pembuatan IMGA, mi dapat menempel pada sycholack roller tersebut dan mengakibatkan jalur mi menggulung. Namun, tidak dipasangnya alat ini mengakibatkan mi antar jalur saling menempel pada proses frying. Berdasarkan pengamatan, mi yang sering menempel terdapat di jalur 6,7, dan 8 karena pada jalur tersebut jarak antar jalurnya lebih sempit daripada jarak antar jalur 1-5. Saling menempelnya mi hingga ke bagian ex-cooling mengakibatkan mi dapat tersangkut atau saling menabrak ketika keluar dari box cooling sehingga mi menjadi patah. Titik kedua terjadinya HP selain dari ex-cooling adalah pada saat melalui sensor reject. Hal ini disebabkan karena tersendatnya mesin autoloader bumbu sehingga mi saling menumpuk dan banyak mi yang menjadi reject. Ketika mi terdorong oleh angin yang dikeluarkan sensor, terdapat kemungkinan mi menjadi patah karena terjatuh atau terbentur dengan mi yang lain.

Sementara itu, scrap berupa hancur halus biasanya terjadi pada bagian NFU (Noodle Feeding Unit), konveyor, dan autoloader. Blok mi pada IMGA memiliki ketebalan lebih tinggi daripada GSS, sehingga sering kali blok mi IMGA menjadi hancur halus ketika melewati NFU karena terbentur dengan NFU tersebut. Di samping itu, jalannya belt konveyor yang tidak lancar juga dapat membuat mi saling menumpuk. Bentuk mi IMGA yang sedikit lebih besar juga memperbesar kemungkinan mi saling menabrak dan menumpuk di autoloader sehingga blok mi menjadi hancur halus. Penyebab lain terjadi scrap HH dan HP adalah terjadinya potong mi yang disebabkan karena mi tidak terlipat sama panjang sehingga blok mi tersebut terpotong di mesin etiket. Bentuk mi yang tidak

51

memenuhi standar seperti tidak terlipat dengan simetris biasanya terjadi karena kesalahan mesin di bagian cutting & folding, di mana setting-an teflon bermasalah. Selain itu, getaran vibrator peniris pada bagian ex-steaming juga dapat membuat posisi mi tidak pas di mangkuknya dan untaian mi saling menempel antar jalur sehingga bentuk blok mi tidak beraturan. Mi yang tidak beraturan bentuk untaiannya di bagian pinggir (biasa disebut ‘berkumis’) juga dapat disebabkan karena slitter tidak membentuk mi dengan maksimal. Kesalahan-kesalahan tersebut dapat menambah scrap HH dan HP. Di samping itu, pengisian minyak bumbu pada IMGA juga masih dilakukan secara manual. Kesalahan tenaga kerja seperti kurang rapi dalam memasukkan seasoning dapat membuat kemasan seasoning ikut terpotong ketika melalui mesin etiket yang akhirnya terjadi kebocoran bumbu sehingga menimbulkan sobek mi dan menjadi scrap HP.

Berdasarkan tabel hasil pengamatan terhadap total scrap pada IMGA dan GSS, dapat dilihat bahwa rata-rata total scrap pada GSS di bawah 1%, sehingga dapat dikatakan bahwa persentase total scrap pada GSS memenuhi batas standar maksimal jumlah scrap sebab tidak melebihi 1%. Akan tetapi, persentase total scrap pada IMGA melebihi 1% sehingga dapat dikatakan bahwa scrap pada IMGA melebihi batas maksimal jumlah scrap yang ditetapkan. Oleh karena itu perlu dilakukan usaha untuk menekan jumlah scrap pada IMGA. Usaha tersebut dapat diterapkan dari segi memaksimalkan peranan tenaga kerja, menjaga kondisi mesin, dan mengevaluasi proses produksi.

5.5.3. Penanganan Scrap Setiap perusahaan memiliki caranya masing-masing untuk mengolah scrap yang dihasilkan. Scrap dari proses produksi akan dikumpulkan sesuai dengan jenisnya masing- masing lalu dilakukan proses penimbangan, kemudian akan dipindahkan ke gudang scrap. Ada dua gudang scrap, di mana gudang yang pertama adalah gudang untuk scrap berupa adonan mi, mi basah atau ex-steam, dan mi penggorengan. Sedangkan gudang scrap kedua digunakan untuk mengolah dan menyimpan scrap berupa mi hancur halus dan hancur patah. Beberapa vendor akan mengangkut scrap tersebut secara berkala, di mana scrap tersebut akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Nilai jual tiap jenis scrap tersebut berbeda-beda.

52

Scrap berupa tepung dan adonan, mi basah, dan mi penggorengan tidak diproses lagi dan disimpan dalam plastik besar. Dalam 1 plastik scrap tersebut beratnya berbeda-beda. Untuk mi basah atau ex-steam 1 plastiknya berisi 14 kg, 1 plastik mi penggorengan berisi 9 kg, sedangkan dalam 1 plastik adonan isinya cenderung sedikit. Scrap tersebut nantinya akan diangkut 2 minggu sekali oleh beberapa vendor . Untuk mi basah dan mi penggorengan, sekali pengangkutan biasanya sebanyak 500 kg. Sementara itu, scrap berupa adonan mi sekali pengangkutan sejumlah 150 kg.

Di gudang scrap kedua, mi hancur halus dan hancur patah akan digiling kembali menggunakan alat hingga cukup halus kemudian disimpan dalam karung bekas tepung, di mana 1 karung scrap mi kering tersebut berisi 20 kilogram. Scrap jenis hancur patah merupakan jenis scrap dengan jumlah terbanyak dibandingkan scrap yang lain. Karung- karung berisi mi kering yang telah dihaluskan tersebut diletakkan di atas palet-palet, dimana dalam 1 palet memuat 30 karung. Dalam 1 hari, jumlah mi HH dan HP yang digiling dapat mencapai 3 palet atau setara dengan 600 kg. Pengangkutan scrap mi kering ini biasanya dilakukan sebanyak seminggu dua kali, di mana sekali pengangkutan jumlah mi yang diangkut minimal 6 ton. Vendor dari Semarang umumnya mengangkut sebanyak 10 ton, sedangkan vendor dari Tangerang mengangkut sebanyak 6 ton. Proses masuk dan keluarnya scrap di gudang menerapkan prinsip First In First Out (FIFO) di mana scrap yang lebih dahulu masuk juga akan dikeluarkan terlebih dahulu.

5.5.4. Solusi Dari pengamatan ini, maka perlu dicari solusi-solusi yang dapat meminimalisir jumlah scrap, terutama untuk mengatasi masalah scrap pada IMGA yang melebihi batas standarnya yaitu 1%. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah dapat berasal dari manusia atau tenaga kerja, mesin, raw material atau bahan baku, metode, dan juga lingkungan. Dari segi manusia atau tenaga kerja, scrap dapat diminimalisir dengan pelatihan kepada tenaga kerja untuk meningkatkan keterampilan dan kecekatan sehingga mencegah kemungkinan terjadinya kesalahan kerja. Selain itu, proses pressing hingga slitting sebaiknya lebih sering untuk dipantau oleh operator terutama ketika proses produksi IMGA. Tujuannya adalah untuk segera memotong dan menangani bila ada kerusakan lembar adonan, sehingga jumlah scrap adonan dapat diminimalisir.

53

Dari segi mesin, tentu saja dibutuhkan perawatan mesin, perbaikan, serta sanitasi yang dilakukan secara rutin dan terjadwal dengan baik supaya mesin-mesin produksi dapat berjalan dengan lebih lancar dan menunjang proses produksi yang efektif dan efisien. Pada bagian pengayakan, perlu diperhatikan mesh yang terdapat pada mesin. Adanya lubang pada mesh dapat mengakibatkan lolosnya partikel atau komponen pengotor pada tepung sehingga ikut tercampur pada tepung hingga proses berikutnya, terutama proses mixing. Filter pada pipa alkali juga perlu dibersihkan dan diperhatikan kondisinya. Apabila filter alkali tersebut tidak sering dibersihkan tentu dapat membuat filter tidak dapat menyaring alkali dengan baik dan membuat adanya pengotor yang lolos ke proses selanjutnya. Filter alkali yang tidak dibersihkan juga dapat membuat alat lebih cepat rusak. Masuknya komponen kontaminan atau pengotor baik dari tepung maupun alkali ke proses mixing dapat membuat tekstur adonan menjadi kurang sempurna dan tidak homogen, sehingga dapat menimbulkan jumlah scrap. Maka, kondisi mesh pada mesin pengayak dan filter alkali perlu diperhatikan. Selain itu, perawatan untuk slitter terutama slitter IMGA juga perlu dilakukan secara rutin seperti mengoleskan food grade oil pada slitter untuk mencegah terjadinya kelengketan. Sebaiknya pada proses pembuatan IMGA, sycholack roller juga tetap dipasang (baik di bagian slitting maupun cutting), tujuannya untuk mencegah antar blok mi saling menempel. Kondisi sycholack roller harus selalu diperhatikan supaya dapat memisahkan antar blok mi maupun antar untaian mi dengan baik dan sebaiknya sycholack roller tersebut juga dioleskan dengan food grade oil untuk mencegah menempelnya mi IMGA pada alat tersebut. Mesin autoloader juga perlu diperhatikan kondisinya dan segera diperbaiki bila terdapat kerusakan sehingga mesin tidak sering berhenti dan menghambat proses. Untuk proses produksi IMGA, sangat diharapkan seasoning dapat dibuat TP semua sehingga pengisian tidak perlu dilakukan secara manual sehingga meminimalisir terjadinya scrap. Faktor penyebab berupa bahan baku dapat dicegah dengan seleksi kualitas bahan baku yang baik dan terbebas dari kontaminan, sedangkan faktor penyebab berupa metode dapat dicegah dengan melakukan metode dan cara kerja sesuai standar atau SOP yang sudah ditetapkan sehingga dapat menghindari terjadinya masalah selama proses produksi. Sementara itu faktor lingkungan penting untuk dipertimbangkan sebab hal ini berkaitan

54

dengan jarak supply material, di mana semakin jauh jaraknya maka semakin tinggi resiko terjadinya kerusakan material tersebut.

Menurut saya, perlu juga dilakukan penelitian apakah scrap berupa mi HH dan HP dapat diproses lagi menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) sehingga nilai jualnya lebih tinggi. Penelitian atau percobaan juga perlu dilakukan pada scrap adonan mi, apakah scrap adonan dari bagian pressing boleh dimasukkan kembali ke dough feeder tanpa secara signifikan mengubah tekstur dan lembar adonan mi. Apabila jenis-jenis scrap tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan tentu akan meminimalisir jumlah limbah padat dan meningkatkan nilai fungsi maupun nilai jual produk sisa.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Jumlah scrap pada proses produksi IMGA lebih banyak daripada jumlah scrap pada proses produksi GSS. Scrap berupa mi hancur patah memiliki jumlah terbanyak dibandingkan scrap berupa adonan, mi basah, mi hancur penggorengan, dan mi hancur halus. Persentase scrap pada IMGA di atas 1% yang berarti melebihi standar maksimal scrap yang ditetapkan. Sementara itu, persentase jumlah scrap pada GSS di bawah 1% sehingga memenuhi batas maksimal jumlah scrap. Tingginya jumlah scrap pada IMGA dipengaruhi oleh komposisi adonan mi, mesin, dan proses produksi.

6.2. Saran  Keterampilan dan kecekatan tenaga kerja perlu senantiasa ditingkatkan untuk mencegah kesalahan kerja.  Perawatan dan perbaikan mesin perlu dilakukan secara rutin dan terjadwal.  Seasoning IMGA dibuat tidak putus sehingga proses memasukkan seasoning tidak dilakukan secara manual.  Perlunya dilakukan penelitian mengenai scrap adonan mi dari proses pressing, apakah scrap adonan tersebut dapat mengubah tekstur lembar adonan secara signifikan apabil dimasukkan kembali dalam feeder.  Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut pada scrap HH dan HP, apakah scrap tersebut dapat diproses kembali menjadi bahan pangan (bukan pakan ternak) untuk meningkatkan nilai jual.

55

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. (2008). Membuat Mi dan Bihun. Niaga Swadaya. Jakarta. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=R63Bo_S5bRoC&printsec=frontcover&dq =astawan+M+2000+membuat+mie+dan+bihun&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwi QmI_t1PniAhUmTI8KHWjbA18Q6AEIKTAA#v=onepage&q=astawan%20M %202000%20membuat%20mie%20dan%20bihun&f=false Blocher et al. (2007). Manajemen Biaya Edisi 3. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=OOwC9V8AhZ0C&pg=PR4&dq=blocher +manajemen+biaya&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjl7f291fniAhWKMY8KHQ 9-CoEQ6AEIKTAA#v=onepage&q=blocher%20manajemen%20biaya&f=false Dessuara F.C., Sri Waluyo, dan Dwi Dian Novita. (2015). Pengaruh Tepung Tapioka sebagai Bahan Substitusi Tepung Terigu Terhadap Sifat Fisik Mie Herbal Basah. Jurnal Teknik Pertanian Lampung. Vol 4 No 2 : 81-90. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/134685-ID-none.pdf Estiasih T., Widya Dwi R.P., dan Elok W. (2017). Umbi-Umbian dan Pengolahannya. UB Press. Malang. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=VcNIDwAAQBAJ&printsec=frontcover& dq=Umbi- Umbian+dan+Pengolahannya.+UB+Press.+Malang.&hl=id&sa=X&ved=0ahU KEwjAx4223PniAhVKOisKHTDAC-gQ6AEIKTAA#v=onepage&q=Umbi- Umbian%20dan%20Pengolahannya.%20UB%20Press.%20Malang.&f=false Focus Technology Co., Ltd. (1998). Chips Making Machine and Frying Machine. https://zhuchengtianshun.en.made-in- china.com/product/KjUxIDrGYuhM/China-Potato-Chips-Making-Machine- and-Frying-Machine.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.23. Focus Technology Co., Ltd. (1998). Stainless Steel Mixing Tank. https://wanyuanqiye.en.made-in-china.com/product/rBsJnEUwsYWz/China- Stainless-Steel-Mixing-Tank-Blending-tank-.html. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.15. Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). Continuous Pressing Roller. http://www.fuji- mfg.jp/en/products/continuous/. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.00. Fuji Manufacturing Co., Ltd. (n.d.). FW808 Series Achieve a Tight Finish by Wrapping into Box Blanks. http://www.fuji-machinery.com/products/cartoner/fw808.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.15 Guangzhou Broadyea Manufacture Co., Ltd. (2006). Large Automatic Noodle Makers Flour Mixer. http://www.broadyea.net/drying-noodle-line/large-automatic- noodle-makers-mixing-machine.html. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.00. Haryanti, P., Retno Setyawati, dan Rumpoko Wicaksono. (2014). Pengaruh Suhu Dan Lama Pemanasan Suspensi Pati Serta Konsentrasi Butanol Terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati Tinggi Amilosa Dari Tapioka. Agritech Vol 34 No 3 : 309-315. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/104350-ID-pengaruh- suhu-dan-lama-pemanasan-suspens.pdf iFoodEquipment. (2019). BakeMax BMEPS12 Single Pass Dough Sheeter. https://ifoodequipment.ca/collections/dough-sheeters/products/bakemax-

56

57

bmeps12-12-eurosmart-single-pass-dough-sheeter. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.56. Jingcheng Machinary Manufacturing Co., Ltd. (2016). Indomie Noodle Machine. http://www.jingcheng-noodlemachine.com/Fried-instant-noodle- machine/2016/0712/39.html . Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.45. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2012). Sumber Daya Manusia. https://kbbi.web.id/sumber. Diakses pada 23 Mei 2019 pukul 23.32. Koswara, Sutrisno. (2009). Teknologi Pengolahan Mie. Seri Teknologi Pangan Populer. eBookPangan.com. Diakses dari http://tekpan.unimus.ac.id/wp- content/uploads/2013/07/Teknologi-Pengolahan-Mie-teori-dan-praktek.pdf Longer Company. (2010). Fried Instant Machine – Maggie Noodles Production Line. https://www.longer-machinery.com/product/noodle-plant/instant-noodle- line.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.00. Mangal Machines Private Limited. (n.d.). Dough Feeding System. https://www.indiamart.com/mangal-machines/dough-feeding-systems.html. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 22.40. Nipro Weitek. (2009). Tank Weighing Scale. http://www.niproweitek.com/search.html?ss=tank+weighing+scale. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 22.55. Omori India Pvt, Ltd. (2014). Noodle Wrap. http://www.omori.co.in/noodlewrap.php. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 02.10. Pangestu, H.I. (2014). Sukses Wirausaha Gerobak Terlaris dan Tercepat Balik Modal. Kunci Aksara. Jakarta. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=5_zZCQAAQBAJ&printsec=frontcover&s ource=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=false Pop Mie. (2015). Pop Mie Product. http://www.popmie.com/product. Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 09.40. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (2015). http://www.indofoodcbp.com/. Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 10.30. Purnawijayanti, H.A. (2009). Mi Sehat. Kanisius. Yogyakarta. Diakses dari https://books.google.co.id/books?id=yKoOZhBWr- oC&pg=PA4&dq=Purnawijayanti,+H.A.+(2009).+Mi+Sehat.+Kanisius.+Yogy akarta&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwinj4SZ3fniAhWJQI8KHTTWDo0Q6AEI LDAA#v=onepage&q=Purnawijayanti%2C%20H.A.%20(2009).%20Mi%20Se hat.%20Kanisius.%20Yogyakarta&f=false Sakura Noodle. (2015). Chicken Stock Flavor & Sakura Fried Noodle. http://www.sakura-noodle.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019 pukul 13.30. Sarimi. (2015). Mi Instan Sarimi. http://www.sarimi.co.id/. Diakses pada 8 Februari 2019 pukul 13.00. SepMachinery Co., Ltd. (2018). Sieving Machine. https://sepmachinery.com/screw- conveyor/. Diakses pada 18 Mei 2019 pukul 23.56. Shangbaotai Machine Technology Co., Ltd. (2017). Slitter. http://www.shangbaotai.com/customized-noodles-slitting-machine.html. Diakses pada 19 Mei 2019 pukul 01.15. Supermi. (2018). Supermi. http://www.supermi.co.id/produk#rasa-ayam-bawang Diakses pada 10 Februari 2019 pukul 10.00.

58

Sutrisno, H.E. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana. Jakarta. Diakses https://books.google.co.id/books?id=OhZNDwAAQBAJ&printsec=frontcover &dq=Sutrisno,+E.+(2009).+Manajemen+Sumber+Daya+Manusia.+Kencana.+J akarta.&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwiEwq673fniAhVXdCsKHaaCA98Q6AE IKjAA#v=onepage&q=Sutrisno%2C%20E.%20(2009).%20Manajemen%20Su mber%20Daya%20Manusia.%20Kencana.%20Jakarta.&f=false

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Scrap

Scrap adonan mi Scrap mi basah

Scrap mi Hancur Frying (HF)

Scrap mi Hancur Patah (HP)

Scrap mi Hancur Halus (HH)

59

60

Kartu Bimbingan

61

62