<<
Home , Kue

Teknologi Pengolahan Pertanian, 1 (1) 2019, 28-38

Studi Karakteristik Kerupuk: Pengaruh Komposisi dan Proses Pengolahan

Novriaman Pakpahan1*, Nelinda1

1Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Teuku Umar, Alue Peunyareng, Meureubo, Aceh Barat 23681, *Email: [email protected]

ABSTRAK

Kerupuk adalah sejenis makanan ringan yang sangat populer di Indonesia. Produk ini memiliki densitas rendah, berporos dan bertekstur renyah. Kerupuk telah dikembangkan dengan berbagai komposisi bahan dan teknik pengolahan yang berbeda. Ulasan ilmiah ini bertujuan untuk mempelajari keterkaitan komposisi bahan dan proses pengolahan terhadap karakteristik kerupuk berdasarkan hasil studi penelitian yang telah ada. Studi terkait pengembangan dan kerenyahan kerupuk sebagai indikator mutu kerupuk juga dijelaskan dalam ulasan ini.Pengaruh komposisi dan proses pengolahan terhadap pengembangan berhubungan dengan sifat viskoelastis polimer dan kuantifikasi tekanan uap air. Jenis bahan berpati, pemasakan adonan, pendinginan gel pati, sumber protein, garam dan air berpengaruh terhadap sifat viskoelastis polimer. Selanjutnya, puffing, air dan soda kue berpengaruh terhadap tekanan uap air yang dihasilkan. Tekanan uap air terhadap matriks polimer dan kemampuan polimer bertahan terhadap tekanan tersebut membentuk kesetimbangan yang menentukan ukuran pori, ketebalan dinding pori dan besarnya volume pengembangan kerupuk. Sensasi kerenyahan kerupuk terjadi akibat adanya kejadian retakan dan bunyi pada matriks gelas saat digigit. Tingkat kerenyahan tinggi pada kerupuk yang memiliki pengembangan tinggi, jumlah pori banyak, dan dinding pori tipis.

Kata kunci: Kerenyahan; pengembangan; kerupuk; komposisi; tekstur

ABSTRACT

Cracker “Kerupuk” is a popular food product in Indonesia. It is bulk density, porous and crispy. This product developed with various composition and different processing. This review aimed to study the interrelation of composition and processing on cracker properties. In addition, expansion of crackers and definition of crispness as cracker quality was reviewed in this paper. Influence of ingridient and processing on expansion related to viscoelastic properties of polymer and quatification of vapour pressure. Kind of starchy material, cooking, cooling, protein sources, salt, and water influenced on viscoelastic properties. Further, puffing, water, and soda influenced on quantity of vapour pressure. Amount of both vapour pressure and viscoelastic of polymer achieve a equilibirium that determined thickness of porous wall, size of porous, and expansion volume of crackers. Crispness was formed by fracturing of matrix polimer in glass phase and sound that was produced. The cracker that has high expansion, many porous, and low thickness of porous had high crispness.

Keywords: Cripsness; expansion; ; ingridient; texture

28 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38

PENDAHULUAN Proses ini dapat dilakukan dengan pemanasan dengan minyak, pemanasan dengan pasir atau Kerupuk merupakan salah satu produk pemanasan dengan gelombang mikro (Tondang et ekstrusi yang mengalami pertambahan volume, al., 2008; Taewee, 2011; Nguyen et al., 2013). membentuk produk yang porous, berdensitas Setelah proses pemanasan, kerupuk mentah rendah setelah mengalami pemanasan suhu tinggi. mengalami pertambahan volume, membentuk Produk ini sangat dikenal di negara-negara Asia struktur berporos, penurunan densitas dan Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand menghasilkan produk yang renyah. (Taewee, 2011). Kerupuk biasa disajikan sebagai Hasil studi menyebutkan bahwa komposisi pendamping makanan utama dan ada pula yang seperti jenis bahan berpati, air, sumber protein, mengkonsumsinya sebagai makanan selingan. Hall garam dan soda kue memberikan pengaruh yang disukai dari produk ini adalah memiliki tekstur terhadap daya mengembang dan kerenyahan yang renyah dan menimbulkan sensasi akustik saat kerupuk (Cheow dan Yu, 1999; Cheow et al., 2004; digigit. Sebagian konsumen menganggap Tondang et al., 2008; Saeleaw dan Schleining 2010; karakteristik tersebut dapat meningkatkan selera Nguyen et al., 2013, Chang dan Chen 2013). makan. Selanjutnya, proses pengolahan seperti Berbagai jenis kerupuk banyak pencampuran adonan, pemasakan adonan, dikembangkan dan telah dipasarkan secara pendinginan adonan dan puffing juga memberi komersil. Kerupuk tersebut dinamakan berdasarkan pengaruh terhadap pengembangan dan kerenyahan komposisi bahan seperti kerupuk ikan, kerupuk kerupuk (Cheow et al., 2004; Tondang et al., 2008; cumi, kerupuk udang,dan kerupuk tapioka (Cheow Saeleaw dan Schleining 2010; Nguyen et al., 2013, et al., 2004; Chang dan Chen 2013; Nguyen et al., Chang dan Chen 2013). Menurut van der Sman dan 2013; Pakpahan et al., 2017; Jumiati et al., 2017). Broeze (2013), komposisi dan proses pengolahan Adapula kerupuk yang dinamakan berdasarkan memiliki keterkaitan dengan pembentukan struktur teknik pengolahannya seperti kerupuk pasir produk ekstrusi (kerupuk dan snack) yang (Dewandari et al., 2014; Ilmi et al., 2017). Namun, menentukan tingkat kerenyahan produk akhir. secara harfiah kerupuk didefinisikan sebagai produk Keterkaitan tersebut berhubungan dengan yang dibuat dengan atau tanpa dicampur adonan pengaruhnya terhadap viskoelastis polimer dan tepung dan -bumbu serta bahan pangan lain tekanan uap air selama tahap puffing. Tulisan ini yang sesuai, berbentuk pipih atau bentuk lainnya, mengulas hasil-hasil penelitian tentang keterkaitan dikeringkan untuk digoreng, dipanggang, disangrai komposisi bahan pembuatan kerupuk dan proses atau proses lain yang sesuai (BPOM, 2006). pengolahan terhadap pengembangan dan Komposisi bahan dalam pembuatan kerupuk kerenyahan kerupuk. Ulasan ini juga mengulas terdiri dari bahan utama dan bahan tentang kerenyahan, dan pengembangan kerupuk tambahan.Bahan utama berfungsi sebagai yang menjadi karakteristik utama mutu pembentuk adonan dan pembentuk gel. Bahan kerupuk.Tulisan ini menjadi informasi penting bagi utama yang biasa digunakan adalah bahan berpati peneliti untuk penelitian lebih lanjut terkait produk tinggi seperti tepung tapioka, tepung gandum, pati kerupuk dan bagi pelaku industri untuk sagu, tepung beras dan bahan berpati lainnya memproduksi kerupuk yang bermutu baik. (Cheow et al., 2004, Tondang et al., 2008; Saeleaw dan Schleining 2010). Bahan tambahan seperti garam, soda kue dan rempah-rempah biasa KARAKTERISTIK MUTU KERUPUK dicampurkan untuk meningkatkan mutu dan citarasa (Nguyen et al., 2014). Adapula yang menambahkan Pengembangan Kerupuk ikan, udang dan daging sebagai sumber protein Faktor pertama yang dipertimbangkan oleh (Huda et al., 2009; Chang dan Chen 2013; Wang et konsumen untuk menilai bahwa kerupuk bermutu al., 2013; Kaewmanee et al., 2015). baik adalah penampakan volume pengembangan Pengolahan kerupuk dilakukan beberapa kerupuk. Kerupuk yang mengembang dipresepsikan tahap proses. Proses pengolahan kerupuk dimulai oleh konsumen memiliki tekstur yang renyah. dari pembuatan adonan dari bahan-bahan yang Saeleaw dan Schleining (2011) dan Cheow et al., digunakan. Adonan yang telah tercampur rata (2004) menjelaskan bahwa terdapat korelasi antara dimasak hingga tergelatinisasi dan diperoleh gell pengembangan dan kerenyahan kerupuk. adonan. Pemasakan adonan dapat dilakukan Pengembangan kerupuk yang tinggi menghasilkan dengan merebus, mengukus ataupun menggunakan kerupuk yang renyah. ekstruder (Taewee, 2011). Gel adonan kemudian Daya mengembang kerupuk dapat diukur didinginkan, diiris dan dikeringkan. Pengeringan dengan metode pengembangan linier, menyebabkan gel adonan memiliki tekstur yang pengembangan volume dan densitas kamba keras dan mudah patah. Gel adonan yang telah (Saeleaw dan Schleining, 2010; Pakpahan et al., kering tersebut biasa disebut sebagai kerupuk 2017). Pengembangan linier diukur dengan mentah. Selanjutnya, kerupuk mentah dipanaskan menghitung perubahan ukuran kerupuk goreng dengan suhu tinggi untuk proses pengembangan. terhadap kerupuk mentahnya (Saeleaw dan 29 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38

Schleining, 2010). Pengembangan volume diukur bahwa intensitas kerenyahan dapat ditentukan dari dengan menghitung perubahan volume kerupuk banyaknya puncak kurva deformasi pada instrumen goreng terhadap kerupuk mentahnya (Pakpahan et analisis tekstur. Semakin banyak puncak yang al., 2017). Densitas kamba (g/cm3) diukur dengan terekam oleh instrumen maka semakin banyak menghitung perbandingan massa (g) terhadap retakan yang terjadi pada matriks bahan pangan. volume kamba kerupuk goreng (cm3). Selanjutnya, Salvador et al., (2009), Saeleaw dan Pengembangan kerupuk terjadi karena Schleining, (2011) dan Taniwaki dan Kohyama, fenomena termodinamika kerupuk selama proses (2012) mengemukakan bahwa jumlah puncak puffing. Saat tahap puffing terjadi pembentukan frekuensi bunyi dapat dijadikan evaluasi persepsi tekanan uap air yang mendorong matriks polimer gel kerenyahan. Pola analisis tersebut memiliki kerupuk. Kesetimbangan antara tekanan uap air dan kesamaan dengan analisis tekstur. Selain itu, tingkat viskoelatisitas polimer tersebut menentukan kerenyahan juga dapat dilihat dari pendekatan nilai pembentukan struktur dan pengembangan kerupuk. fractuability (gaya yang dibutuhkan untuk Besarnya tekanan uap air dan nilai viskoelastis dari menciptakan retakan pada matriks pangan), dan polimer gel dipengaruhi oleh komposisi dan proses kekerasan bahan pangan (Chang dan Chen, 2013). pengolahan kerupuk (van der Sman dan Broeze, Dengan demikian, sifat mekanis kerenyahan dapat 2013). Pengaruh dari masing-masing variabell dikarakteristikkan oleh rendahnya gaya yang diberi tersebut dibahas pada bab selanjutnya. untuk menciptakan retakan serta tingginya kejadian retakan dan bunyi. Indikator yang digunakan Kerenyahan beberapa penelitian sebagai evaluasi kerenyahan dapat dilihat pada Tabel 1. Kerupuk dikenal sebagai makanan ringan Sifat mekanis kerenyahan dipengaruhi oleh yang memberikan sensasi renyah saat dimakan. beberapa parameter struktural seperti diameter pori, Pemahaman tentang definisi, penyebab dan ketebalan dan kekerasan dinding pori, sebaran pori, kuantifikasi kerenyahan merupakan sebuah volume pengembangan dan densitas kerupuk. penjelasan yang kompleks, tetapi banyak kemajuan Dogan dan Kokini, (2007) menemukan bahwa yang telah diajukan untuk mengenal fisik, struktural densitas memiliki korelasi terhadap jumlah puncak dan persepsi kerenyahan. Periode 1980-an analisis tekstur. Peningkatan densitas menyebabkan dimunculkan sebuah penjelasan bahwa persepsi kerapatan bahan meningkat sehingga nilai kerenyahan terjadi akibat bunyi yang dihasilkan kekerasan meningkat dan jumlah retakan yang ketika matriks pangan retak (Vickers dan terjadi menurun. Selanjutnya, diameter pori tidak Wasserman 1979). Selanjutnya, penjelasan tersebut memiliki korelasi terhadap kerenyahan. Akan tetapi, berkembang bahwa persepsi kerenyahan terjadi rasio diameter dan ketebalan pori mempengaruhi pada matriks pangan fase gelas(Dogan dan Kokini, intensitas kerenyahan. Wanget al.,(2013) 2007; Mosquera et al., 2011). Fase gelas bahan mengemukan bahwa pengembangan yang lebih pangan terjadi ketika bahan pangan berada di besar menurunkan ketebalan dinding pori sehingga bawah suhu transisi gelas (soekarto dan adawiyah kerenyahan menjadi meningkat. Primo-Martin et al., 2012). (2008) melaporkan bahwa roasted rusk rolls yang Saat ini pemahaman kerenyahan masih memiliki pori lebih menyebar memungkinan terus berkembang khususnya tentang kuantifikasi terjadinya retakan lebih banyak. kerenyahan. Dogan dan Kokkini (2007) menemukan

Tabel 1. Instrumen analisis dan indikator evaluasi kerenyahan Instrumen Indikator Referensi texture analyzer (TA-XT Plus) + jumlah puncak kurva tekstur dan Saeleaw dan Schleining 2010, AED acoustic envelope detector puncak emisi bunyi 2011, Salvador et al 2009, Taniwaki dan Kohyama 2012 TA.XT2i Texture analyzer jumlah puncak kurva tekstur Dogan Kokini 2007 Texture analyzer (EZtest-500N) Kekerasan Chang dan Chen 2013 Texture Analyzer (TA.XTi2) Fractuability Jiamritayamet al., 2015

Selain parameter struktural, kerenyahan hubungan tersebut menunjukkan adanya penurunan juga dipengaruhi oleh air bahan. Perannya sebagai tajam tingkat kerenyahan pada aw tertentu dan plasticizer memberikan perubahan sifat mekanis dan menjadi indikator aw kritis. Selanjutnya, aw kritis berpengaruh terhadap tingkat kerenyahan. Katz dan bahan pangan berbeda-beda yaitu popcorn (0,49), Labuza (1981) telah melaporkan bahwa terjadi potatto chip (0,51), puffed corn curl (0,36) dan penurunan intensitas kerenyahan akibat kraker asin (0,39). Ikasari et al., (2017) mengamati peningkatan aw. Hubungan aw dengan intensitas bahwa kerupuk ikan yang renyah memiliki aw tidak kerenyahan ditunjukkan pada Gambar 1. Pola lebih dari 0,376. Penurunan tingkat kerenyahan 30 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 akibat peningkatan air bahan berhubungan dengan Beberapa karakteristik patiseperti fraksi pergeseran suhu transisi gelas (Tg) (suhu perubahan amilosa-amilopektin, fraksi amilosa-lipid dan ukuran dari fase gelas ke fase karet atau sebaliknya) granula pati diketahui menentukan karakteristik menjadi lebih rendah (Soekarto dan Adawiyah, kerupuk (Tondang et al.,2008, Saeleaw dan 2012). Fase gelas terjadi di bawah suhu transisi Schleining 2011; Noorakmar, 2012; Noranizan et gelas, sedangkandiatas suhu tersebut polimer al.,2010). Pati yang memiliki kadar amilopektin yang bahan pangan melunak atau berada dalam fase tinggi dan ukuran granula pati besar memiliki karet. Van der Sman dan Meinders (2011) swelling power yang tinggi. Swelling power melaporkan bahwa transisi gelas produk ekstruksi menunjukkan banyaknya air yang dapat memiliki pola hubungan yang unik terhadap aw. Pola diperangkap oleh granula pati selama proses tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi air gelatinisasi. Ini diasumsikan bahwa pati tersebut bahan maka fase gelas tercapai pada suhu yang menyediakan banyak titik nukleasi (titik tumbuh) lebih rendah. Perdomo et al.,(2009) dan Mosquera pengembangan kerupuk (Cheow et al.,2004). Pati et al.,(2011) juga menemukan hal yang sama pada yang memiliki amilosa tinggi cenderung tapioka dan borojo. mempromosikan retrogradation, menghasilkan gel yang lebih kaku, sehingga menolak pengembangan. Pengamatan tekstur gel pati singkong yang memiliki KOMPOSISI KERUPUK kadar amilosa lebih rendah dari pati sagu menunjukkan gel pati yang lebih lunak. Bahan Berpati Pencampuran kedua pati teramati bahwa fraksi tepung tapioka meningkatkan pengembangan Ada beberapa bahan berpati yang telah kerupuk dan peningkatan fraksi pati sagu dicobakan untuk membuat kerupuk seperti tepung menyebabkan pengembangan kerupuk menurun. tapioka, tepung sagu, tepung terigu, tepung beras Sun dan Yoo (2015) menemukan hal yang sama dan lainnya. Penggunaan tepung tapioka sebagai bahwa fraksi pati tapioka yang lebih tinggi bahan baku pembuatan kerupuk diketahui menghasilkan gel yang lebih lunak dan lebih stabil memberikan pengembangan yang lebih baik terhadap sineresis dalam gel campuran pati tapioka dibandingkan dengan pati sagu, beras, dan gandum. dan pati beras. Selanjutnya, campuran beras waxy Selanjutnya, penambahan pati lainnya ke dalam dan beras non waxy menunjukkan bahwa fraksi tepung tapioka menurunkan pengembangan beras non waxy meningkatkan terjadinya kerupuk (Tondang et al.,2008, Saeleaw dan retrogradasi. Jiamjariyatam et al., (2015) Schleining 2010). Beberapa bahan berpati lainnya menambahkan bahwa selain berperan dalam seperti tepung sungking dan tepung pesang retrogradasi, fraksi amilosa pati juga berpengaruh hijau juga telah dicobakan sebagai bahan baku terhadap tipe kristalin dan kritalinitas relatif. Amorfis kerupuk. Obasi dan Chukwuma, (2015) telah gel pati ditemukan pada gel pati yang memiliki kadar mengeksplorasi potensi singkong kuning sebagai amilosa 0,12%. Polimorfis B dan V dan endotermis bahan baku pembuatan kerupuk. Jenis bahan DSC ditemukan pada gel pati berkadar amilosa berpati ini memberikan penyediaan pigmen diatas 4 %. Selanjutnya, kristalinitas relatif, karotenoid yang berfungsi sebagai zat nutrisi dan kekerasan gel dan entalpi retrogradasi meningkat pewarna. Rasa, kerenyahan dan penerimaan dari dengan meningkatnya kadar amilosa. Fraksi produk ini tidak berbeda dengan kerupuk yang amilosa-lipid pada pati menyebabkan penyerapan terbuat dari pati singkong. Selanjutnya, Wang et air dan ukuran akhir granulamenurun selama proses al.,(2012) telah melakukan percobaan penggunaan gelatinisasi (Cheow et al., 2004). Hal tersebut tepung pisang hijau sebagai bahan pengganti menunjukkan bahwa fraksi amilosa-lipid tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk. Studinya menyebabkan swelling power granula pati rendah melaporkan bahwa tepung pisang hijau berpotensi dan titik nukleasi pengembangan kerupuk kecil. meningkatkan nilai nutrisi kerupuk. Akan tetapi Noranizan et al.,(2010) melaporkan bahwa penambahan tepung pisang hijau dapat diterima pemanasan pati gandum pada suhu 120 °C memiliki oleh panelis tidak lebih 40 g dari 100 g tepung profil gelatinisasi yang mirip dengan pati singkong tapioka berdasarkan analisis sensori. Noorakmar, dan sagu yang dipanaskan pada suhu 100°C. Fraksi (2012) melaporkan bahwa penambahan tepung ubi lebih besar kompleks amilosa-lipid pada gandum jalar oranye sebagai sumber karoten mempengaruhi mencegah pembengkakan granula pati pada suhu karakteristik kerupuk. Penambahan tepung ubi jalar sekitar 100 °C, tapi kompleks ini hancur pada suhu oranye menyebabkan warna agak coklat, tekstur lebih tinggi sehingga granula membengkak, dan lebih keras, pengembangan lebih kecil, bulk density terjadi leaching amilosa dari pecahnya granula. lebih besar dan absorbsi minyak menurun. Indeks serapan air menurun dan indeks kelarutan air Air meningkat dengan penambahan tepung ubi jalar oranye. Pengamatan mikrostruktur menunjukkan Pengaruh air terhadap pengembangan dan bahwa penambahan tepung ubi jalar menghasilkan struktur kerupuk dikaitkan peranannya sebagai kerupuk dengan jumlah pori yang lebih kecil dan pemberi tekanan pada struktur gel pati dan dinding pori yang tebal. pemlastis (Amon dan Denson 1984). Peranan air 31 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 sebagai pemberi tekanan berhubungan dengan kerupuk. Akan tetapi, penambahan sumber protein keseimbangan thermodinamika dan perpindahan meningkatkan nilai nutrisi dan memberikan citarasa uap air. Hal tersebut memunculkan kuantifikasi khas produk kerupuk. Sumber protein yang biasa volume, tekanan dan perpindahan uap air dalam ditambahkan yaitu daging ikan, cumi ataupun udang pengembangan dan pembentukan struktur (Amon segar dan adapula yang menambahkannya dalam dan Denson 1984). Peranan air sebagai pemlastis bentuk tepung dan konsentrat (Huda et al., 2009; berhubungan dengan perubahan suhu transisi Wang et al., 2013; Chang dan Chen, 2013). gelas. Perdomo et al., (2009) melaporkan bahwa Penambahan dalam bentuk konsentrat dapat pengukuran suhu transisi gelas tepung tapioka dilakukan dalam bentuk tepung surimi. Surimi menggunakan differential scanning calorimetry merupakan konsentrat protein myofibril yang (DSC) dan dynamic mechanical thermal analysis diekstraksi dari ikan dengan proses pencucian (DMTA) di berbagai kadar air (2-35%, basis kering) (Huda et al., 2009). diketahui memiliki tiga efek yang berbeda. Kadar air Penambahan sumber protein dalam adonan tepung tapioka sekitar 11%, air bersifat anti- kerupuk perlu memperhatikan karakteristik bahan. plastisasi. Efek plastisasi diperoleh untuk kadar air Kaewmaneeet al., (2015) melaporkan bahwa jenis yang lebih tinggi dalam dua pola yang berbeda ikan yang berbeda mempengaruhi kekerasan dan yaitu, 11-23%, penurunan eksponensial Tg dan pengembangan kerupuk. Selanjutnya, sifat penurunan tajam nilai Tg diperoleh pada kadar air viskositas gel kerupuk mentah bervariasi pada lebih besar dari 23%. Efek plastisasi tersebut penggunaan jenis ikan yang berbeda. Penelitian mengubah sifat viskoelastis polimer pati sehingga tersebut menggunakan ikan Tongkol abu-abu mempengaruhi kemampuan menahan uap air dan (Thunnus tonggol), ikan Layang, (Decapterus. pembentukan gelembung udara (van der Sman dan maruadsi), ikan Sardin (Sardinella gibbosa), ikan Broeze, 2013). Layur (Trichiurus lepturus), ikan Swanggi Tekanan yang dihasilkan dan sifat (Priacanthus tayenus) sebagai sumber protein. Studi viskoelastis polimer berbeda pada berbagai kadar tersebut menunjukkan bahwa tipe ikan yang air. Kerupuk berkadar air tinggi membutuhkan energi berlemak memberikan sifat viskositas kerupuk yang besar sehingga proses penguapan terjadi lebih mentah yang lebih rendah, serta menurunkan lambat dan menghasilkan tekanan uap air yang kecil volume pengembangan dan kerenyahan kerupuk sehingga pengembangan kerupuk lebih rendah (van goreng.Hal ini sesuai dengan yang ditemukan oleh der Sman dan Broeze, 2013; Nguyen et al., 2013) Di Hudaet al., (2009). laporannya menyebutkan bahwa sisi lain, kerupuk berkadar air sangat rendah interaksi pati dan lemak membentuk ikatan memiliki air yang terikat kuat. Penguapan air jenis ini kompleks yang menurunkan swelling power pati membutuhkan energi yang besar dan jumlah air sehingga pengembangan kerupuk menurun. teruap juga lebih sedikit. Dengan kata lain, jumlah Selanjutnya, Wang et al., (2013) secara khusus perpindahan air tidak memberikan gaya fisik yang mengamati karakteristik gel pati, gel ikan dan gel kuat untuk mendorong struktur kerupuk sehingga pati-ikan setelah dilakukan pemanasan gelombang pengembangannya rendah (Nguyen et al.,2013). mikro. Gel ikan memiliki bulk density yang lebih Selanjutnya, pengaruh plastisisasi air yang rendah daripada gel pati. Campuran kedua gel mengubah sifat viskoelastis gel pati juga tersebut memberikan bulk density lebih besar dari mempengaruhi tekanan uap air. Kerupuk yang gel protein dan lebih rendah dari gel pati. Hal memiliki kadar air tinggi memiliki suhu transisi gelas tersebut menunjukkan bahwa gel ikan sebagai yang tinggi sehingga bersifat karet pada suhu sumber protein memberikan penurunan daya kamar. Saat proses pemanasan dilakukan tingkat mengembang pada gel pati. viskoelastis gel pati rendah sehingga tidak dapat menahan uap air dan terjadi kegagalan uap air Garam membentuk gelembung udara (van der Sman dan Penambahan garam dalam adonan kerupuk Broeze 2013). Oleh sebab itu, pengembangan bertujuan memberikan cita rasa dan efek awet pada kerupuk yang terbaik terjadi pada kadar air yang produk akhir. Jumlah garam yang ditambahkan sesuai. Berdasarkan data penelitian yang didapat biasanya sekitar 2 hingga 3%. Makanan yang oleh Pakpahan et al., (2017), rentang kadar air diberikan garam kurang dari 0,3% menghasilkan kerupuk mentah tapioka yang memiliki daya rasa yang hambar dan tidak disukai. Penambahan mengembang dan tingkat kerenyahan yang tinggi yang berlebih menyebabkan rasa yang sangat asin adalah 6-11 %. Kerupuk mentah yang memiliki dan warna lebih gelap. Penambahan garam juga kadar air lebih rendah atau lebih tinggi dari rentang memberikan pengaruh lain terhadap karakteristik kadar air tersebut memiliki daya mengembang dan kerupuk. Itu berkaitan dengan interaksi garam tingkat kerenyahan yang rendah. dengan bahan lain seperti protein dan pati. Cheow dan Yu (1999) melaporkan bahwa penambahan Sumber Protein garam menyebabkan peningkatan kelarutan protein Sumber protein bukan merupakan bahan sehingga gel protein menjadi lebih terdispersi dalam utama yang harus dipenuhi dalam pembuatan adonan sehinggakerupuk mengembang lebih merata. Selanjutnya, keberadaan garam dalam 32 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 adonan kerupuk menyebabkan suhu gelatinisasi pati PROSES PENGOLAHAN KERUPUK menjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu gelatinisasi menunjukkan ada peningkatan kemampuan gel pati Pencampuran Adonan mengikat air, sehingga jumlah air yang dapat Adonan kerupuk dibuat dengan digunakan dalam proses pengembangan lebih mencampurkan komposisi bahan menjadi satu. banyak. Hal tersebut menyebabkan terjadi Beberapa jenis kerupuk memiliki cara yang berbeda peningkatan pengembangan. Maisont dan dalam pembuatan adonan. Kerupuk sagu, kerupuk Narkrugsa (2010) melaporkan bahwa hal yang sama pasir dan kerupuk udang menggunakan bubur biang untuk produk puffed . Beras yang direndam pada tahap awal, sedangkan adonan kerupuk ikan, larutan garam 2% menghasilkan pengembangan dan kerupuk bawang dibuat tanpa menggunakan yang lebih tinggi dari pada beras yang direndam bubur biang. Khusus kerupuk yang menggunakan dalam air. sumber protein, pembuatan adonan dilakukan Penambahan garam juga diketahui dengan mencampurkan garam dan bumbu lainnya menggeser nilai kadar air optimum pengembangan dengan sumber protein terlebih dahulu sebelum produk mirip kerupuk yaitu starchy snack. Kadar air dicampur dengan tepung untuk membentuk adonan. optimum starchy snack yang diberi garam lebih Cheow dan Yu (1999) menyatakan bahwa rendah daripada kadar air optimum starchy snack penambahan garam setelah campuran ikan dan tanpa garam (van der Sman dan Broeze 2014). tepung menyebabkan terjadi agregasi protein. Hal Pergeseran kadar air optimum pengembangan ini mempengaruhi pengembangan kerupuk menjadi berhubungan dengan pengaruh garam terhadap lebih rendah. line dan critical isoviscosity line melalui Pencampuran bahan pati dan protein dalam perubahan transisi gelas pati. Farahnky et al., adonan kerupuk sangat penting karena itu (2009) mengamati adanya perubahan T pati g mempengaruhi pengembangan dan struktur singkong dan pati kentang akibat penambahan kerupuk. Wang et al.,(2013) telah mengamati garam. Laporannya menyebutkan bahwa Tg pati karakteristik campuran gel pati dan ikan. Itu singkong pada kelembaban relatif 11% tanpa garam o menyimpulkan bahwa campuran gel pati dan ikan sebesar 166 C dan penambahan garam 6% o yang kurang homogen menyebabkan menyebabkan penurunan Tg menjadi 136 C. pengembangan yang tidak merata. Hal ini dikaitkan dengan keterikatan air dan kondisi matriks yang Soda Kue berbeda pada berbagai titik akibat adonan tidak Soda kue ditambahkan dalam adonan homogen. Itu menyebabkan perbedaan kerupuk bertujuan untuk membantu proses pengembangan pada berbagai tempat. pengembangan kerupuk. Nguyen et al., (2014) melaporkan bahwa penambahan soda kue Pemasakan Adonan memberikan pengembangan lebih cepat pada Pemasakan adonan kerupuk bertujuan pemanasan kerupuk dengan gelombang mikro. untuk menggelatinisasi pati sehingga adonan Semakin banyak soda kue yang ditambahkan maka membentuk gel. Selama pemasakan penting untuk semakin tinggi pengembangan kerupuk. Akan tetapi, memastikan bahwa proses gelatinisasi terjadi penambahan soda kue dengan konsentrasi tinggi dengan baik. Secara prinsip, proses gelatinisasi memberikan aroma dan rasa yang tidak disukai oleh dipengaruhi dua faktor yaitu kecukupan panas dan panelis. Konsentrasi penambahan soda kue yang kecukupan air. Panas berfungsi sebagai energi baik berkisar 0,85% hingga 6,5%. Karakteristik untuk membuka struktur pati dengan memutus kerupuk yang nyata terlihat akibat penambahan ikatan hidrogen amilosa dan amilopektin. Ketika soda kue yaitu kerupuk menjadi lebih mengembang ikatan hidrogen tersebut terputus maka air dan memiliki dinding pori yang lebih tipis. bermigrasi ke dalam struktur pati dengan mudah. Peningkatan pengembangan kerupuk akibat Selanjutnya, air berfungsi memberikan penambahan penambahan soda kue berkaitan dengan gas CO 2 volume ke dalam granula pati sehingga pati dapat yang dihasilkan oleh soda kue. Gas CO 2 mengalami pembengkakan dan leaching. meningkatkan tekanan dalam matriks kerupuk saat Derajat gelatinisasi merupakan ukuran proses pemanasan suhu tinggi. Semakin banyak proses gelatinisasi adonan selama proses soda kue yang ditambahkan maka semakin tinggi pamasakan. Derajat gelatinisasi 100% menunjukkan gas CO dan tekanan udara yang dihasilkan. 2 bahwa pati mengalami gelatinisasi secara Peningkatan tekanan ini merenggangkan dinding keseluruhan, dan derajat gelatinisasi 0% berarti pati pori sehinggaterjadi pengurangan ketebalan dinding tidak mengalami gelatinisasi. Derajat gelatinisasi sel, memperbesar ukuran dan jumlah pori sehingga dapat diukur menggunakan instrumen differential kerenyahan kerupuk meningkat (Nguyen et al., scanning calorimetry (DSC) dengan mengukur rasio 2014). entalpi gelatinisasi gel kerupuk terhadap entalpi pati alami (Tondang et al., 2008). Peningkatan derajat gelatinisasi pati memberikan peningkatan volume pengembangan 33 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 kerupuk dan penurunan densitas kerupuk hingga memiliki derajat gelatinisasi paling kecil 80% jika derajat gelatiniasi 65%. Akan tetapi, pengembangan dikukus selama 60-120 menit. Matriks bahan volume tidak mengalami peningkatan pada derajat memiliki peranan besar dalam proses transfer panas gelatinisasi yang lebih tinggi (Tondang et al., 2008). dan pembengkakkan pati yang mempengaruhi Selanjutnya, Kraus et al.,. (2014) melaporkan hal proses gelatinisasi. Pati yang memiliki suhu yang sama dan menambahkan bahwa jumlah pori gelatinisasi yang tinggi membutuhkan waktu meningkat secara signifikan dengan meningkatnya pemasakan yang lebih lama atau suhu yang lebih derajat gelatinisasi diatas 64,2% dan memiliki tinggi. Pati sagu diketahui memiliki suhu gelatinisasi pengaruh terhadap distribusi ukuran pori. Pengaruh yang lebih tinggi dibanding pati singkong. Kemudian, derajat gelatinisasi terhadap struktur kerupuk peningkatan suhu dan lama pengukusan memiliki keterkaitan dengan sifat viskoelastis gel meningkatkan derajat gelatinisasi (Tondang et al., pati dan kristalin pati. Derajat gelatiniasi rendah 2008). didominasi oleh kristalin pati dan tidak membentuk Hal lainnya yang penting diperhatikan dalam film yang cukup untuk proses pengembangan. pemasakan adonan adalah sifat fisikokimia gel pati Selanjutnya, derajat gelatinisasi tinggi membentuk yang terbentuk setelah pemasakan. Adonan yang film viskoelastis rendah yang tidak dimasak pada suhu yang lebih tinggi atau lebih lama mampumembentuk gelembung udara karena menghasilkan indeks kelarutan air lebih besar, ketidakmampuan mencegah uap air keluar. Pada indeks serapan air lebih rendah dan leaching derajat gelatiniasi menengah, film yang terbentuk amilosa yang lebih banyak (Cheow et al., 2004; memiliki viskoelastis yang tinggi karena belum Tondang et al.,2008; Noorakmar et al.,2012; mengalami degradasi pati dan granula pati tidak Jiamritayam 2015). Indeks kelarutan air, dan indeks tergelatinisasi yang berperan sebagai filler. Granula serapan air serta kekuatan gel merupakan sifat pati tersebut memerangkap air sehingga tersedianya fisikokimia yang menunjukkan adanya degradasi uap air yang berperan sebagai pemberi tekanan pati. Semakin tingginya indeks kelarutan air, atau (Tondang et al., 2008). Selanjutnya, hal tersebut menurunnya indeks serapan air menunjukkan dijelaskan bahwa jumlah ketersedian air yang besar banyaknya pati yang terdegradasi. Adanya pada granula pati menyediakan titik nukleasi yang degradasi pati menyebabkan viskoelastis menurun lebih banyak (Kraus et al.,2014). dan menyebabkan menurunnya kemampuan Proses pemasakan adonan dapat dilakukan menahan uap air sehingga terjadi kegagalan uap air dengan cara perebusan, pengukusan dan ekstrusi. membentuk rongga udara saat proses pemanasan Masing-masing metode memiliki mekanisme yang (Tondang et al.,2008; Kyaw et al.,1999; Noorakmar berbeda dalam mengelatinisasi adonan. Metode et al.,2012). Pembengkakandan leaching pati perebusan pada prinsipnya memberikan gelatinisasi menunjukkan besarnya serapan air serta banyaknya yang penuh karena pati dalam adonan dapat amilosa dan amilopektin yang keluar dari granula menyerap air secara langsung. Ini membantu pati. Pati yang mengalami pembengkakan maksimal memperpendek waktu pemasakan adonan. Akan memiliki ketersedian air tinggi pada granula untuk tetapi, metode ini menyebabkan pati lebih mudah memberi tekanan pada matriks polimer gel. Hal mengalami fragmentasi dan leaching amilosa yang tersebut memberikan pengembangan kerupuk yang tinggi. Metode pengukusan juga mengelatinisasi tinggi. Pati yang mengalami leaching amilosa tinggi pati, akan tetapi gelatinisasi bisa saja tidak terjadi membentuk gel pati yang kaku. Hal tersebut secara penuh. Hal ini disebabkan ketidakcukupan menghambat keluarnya perpindahan air sehingga air atau ketidakcukupan panas selama proses pembentukan gelembung pori tidak terbentuk, pengukusan (Tondang et al., 2008). Metode sedangkan leaching amilopektin tinggi pengukusan memberikan penetrasi panas yang menyebabkan viskoelastis rendah sehingga gel pati lebih lambat dan keterbatasan ketersediaan air pada lebih lunak air sangat mudah keluar dari matrik adonan dibandingkan metode perebusan. Metode polimer. Pengembangan kerupuk terjadi dengan ekstrusi merupakan teknik yang sedang baik saat rasio leached amylase dan leached berkembang. Teknik ini mengelatinisasi adonan amylopectin berada pada kisaran 0,25 hingga 0,5. dalam alat ekstruder. Noorakmar et al., (2012) (Kyaw et al., 2001; Cheow et al., 2004; Noranizan et menggunakan teknik ektstrusi dengan cara al., 2010). mencampur adonan pati-ikan ke dalam ektruder single screw. Suhu bagian kompresi dan ujung Pendinginan Gel Adonan ditetapkan 80 oC dan 90oC dengan kecepatan screw Proses pemasakan adonan membentuk gel dijaga sekitar 115-125 rpm. Diameter Die-nozzle lunak yang sulit untuk diiris. Oleh sebab itu perlu yaitu 6 mm. Adonan yang keluar dari ekstruder dilakukan proses pendinginan gel untuk dipotong dan kemudian diiris dalam bentuk piringan mendapatkan tektur yang lebih keras dan lebih dengan ketebalan 1 mm. mudah diiris. Pendinginan dilakukan dengan Perbedaan lama pemasakan dan komposisi menyimpan gel adonan dalam lemari pendingin adonan memiliki pengaruh terhadap derajat o pada suhu 4-5 C selama 12 jam (Pakpahan et al., gelatinisasi. Kerupuk dengan formulasi berbeda 2017). Perubahan tekstur gel dari lunak menjadi yaitu campuran tepung tapioka dan pati sagu keras selama proses pendinginan terjadi akibat 34 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 proses retrogradasi (penyusunan kembali struktur yang dihasilkan memiliki karakteristik yang polimer pati). Amilosa membentuk ikatan heliks berbeda.Teknik pemanasan dengan minyak memiliki ganda dan kumpulan heliks kemudian amilopektin mekanisme memindahkan panas dari sumber panas rantai pendek mengalami kristalisasi lambat. Lama ke bahan melalui media minyak. Dalam hal ini, perubahan tekstur gel tersebut dipengaruhi oleh kerupuk mendapatkan transfer panas dari luar kristalisasi dari molekul amilopektin (Jiamjariyatam lingkungan dan kemudian panas menguapkan air et al., 2015). yang ada dalam kerupuk. Selama proses tersebut, Tingkat retrogradasi pati dapat dilihat dari tekanan uap air terbentuk mendorong polimer pati perubahan tekstur gel menjadi keras, pengamatan membentuk pori-pori dan uap air keluar dari bahan. instrument DSC atau intrumen X-ray diffraction. Ruang udara atau pori yang terbentuk diisi oleh Tingkat retrogradasi pati berdasarkan perubahan minyak. Oleh sebab itu, teknik pemanasan ini tekstur dapat dilihat melalui perubahannya menjadi menghasilkan kerupuk berminyak Saeleaw dan keras. Semakin besar perubahan tekstur gel dari Schleining (2011).Teknik pemanasan yang kedua lunak menjadi keras maka retrogradasi semakin yaitu penggunaan pasir sebagai media pemanas. besar. Tingkat retrogadasi dari pengamatan Secara prinsip, mekanisme pemanasan yang instrument DSC dapat dilihat dari besarnya energi digunakan sama dengan pemanasan menggunakan entalpi endortermis DSC selama proses minyak. Akan tetapi, produk yang dihasilkan tidak pendinginan (Liu et al., 2010). Pengamatan tersebut berminyak. Penggunaan metode ini cukup potensial terlihat terjadinya pelepasan energi panas yang untuk mendapatkan produk yang sehat dan lebih menunjukan adanya ikatan hidrogen antar molekul. awet (Dewandari et al., 2014; Ilmi et al., 2017). Akan Selanjutnya, tingkat retrogradasi dari pengamatan tetapi, penggunaan pasir sebagai media panas X-ray diffraction dapat dilihat dari tingkat kristalinitas menyisakan butiran pasir pada produk kerupuk. gel. Jika tingkat kristalinitas gel tinggi maka tingkat Teknik pemanasan selanjutnya yaitu penggunaan retrogradasi tinggi (Ji et al., 2010). gelombang mikro merupakan metode yang baru Jiamjariyatamet al.,(2015) melaporkan berkembang. Mekanisme pemanasan menggunakan bahwa kristalinitas relative, entalpi retrogradasi dan gelombang mikro berbeda dengan teknik kekerasan gel meningkat dengan peningkatan waktu pemanasan yang disebutkan sebelumnya. Teknik ini pendinginan. Akan tetapi, laju pendinginan tidak menciptakan pemanasan yang sumber panasnya berefek ke kristalinitas relatiftetapi meningkatkan langsung dari air yang ada dalam kerupuk. entalpi retrogradasi dan kekerasan gel. Waktu Gelombang mikro menyebabkan air dalam kerupuk pendinginan lebih lama menghasilkan kekerasan, mengalami pergerakan yang sangat cepat sehingga fractuability, dan bulk density lebih tinggi serta menciptakan energi panas dan peningkatan suhu. pengembangan dan kadar minyak lebih rendah. Peningkatan suhu tersebut menguapkan air dan Kekerasan, fractuability, kerenyahan dan bulk membentuk tekanan uap air (Wang et al.,. 2013; density berkorelasi dengan kritalinitas relatif gel pati. Nguyen et al., 2013. Faktor yang penting diperhatikan dalam Puffing pemanasan adalah lama dan suhu proses. Saeleaw dan Schleining, (2011) melaporkan suhu dan lama Puffing merupakan proses pemanasan kerupuk penggorengan berpengaruh terhadap mentah yang bertujuan untuk menguapkan air pengembangan kerupuk, bulk density, kandungan secara cepat dan menciptakan tekanan yang air dan penyerapan minyak. Penelitian ini mendorong matriks polimer sehingga terjadi o menggunakan variasi suhu 140, 150, dan 160 C pengembangan. Selama proses tersebut, uap air serta variasi waktu selama 5, 10 dan 15 detik. mengalami tiga kondisi. Pertama, uap air mengalami Serapan minyak kerupuk meningkat mengikuti kegagalan membentuk gelembung, jika tekanan uap waktu penggorengan, akan tetapi menurun dengan air tidak mampu mendorong matriks polimer pati. peningkatan suhu penggorengan (Saeleaw dan Kedua, tekanan uap air yang sangat besar secara Schleining, 2011; Moneerote 2009). Saeleaw dan cepat keluar dari matriks polimer sehingga Schleining, (2011) melaporkan bahwa hasil terbaik gelembung tidak terbentuk dengan baik. Kedua, o penggorengan yaitu suhu 160 C selama 10 detik. tekanan uap air membentuk kestabilan gelembung Beberapa studi mengaplikasikan proses jika tekanan uap air sama besarnya dengan penggorengan dengan kondisi yang berbeda. Huda elastisitas polimer dan selama proses tersebut fase et al., (2009) menggunakan suhu penggorengan gelas terjadi. Uap air tersebut selanjutnya o 180-200 C selama 1 menit, sedangkan Tondang et memecahkan sebagian lapisan polimer dalam fase al., (2008) menggunakan kondisi penggorengan gelas sehingga uap air dapat keluar (van der Sman o pada suhu 190 C selama 30 detik. Hal dan Broeze 2013). tersebutkemungkinan karena komposisi bahan dan Saat ini teknik pemanasan yang telah proses pengolahan yang berbeda. Selanjutnya, digunakan untuk mengembangkan kerupuk yaitu, penggunaan pasir sebagai media pemanas pemanasan dengan minyak, pasir, dan gelombang merupakan material yang cukup mudah dan dapat mikro. Teknik pemanasan tersebut memiliki dipakai berulang menjadi keunggulan dalam hal perbedaan pada media dan mekanisme biaya. Hingga saat ini belum ada data tentang pemanasan. Karena perbedaan tersebut, kerupuk 35 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38 penggunaan teknik ini untuk pemanasan kerupuk. Selanjutnya, puffing, kadar air dan unsur bahan lain Kemungkinan memiliki karakteristik berbeda karena seperti soda kue berpengaruh terhadap tekanan uap sifat fisik media yang berbeda. Pasir memiliki sifat air yang dihasilkan. Tekanan uap air terhadap fisik berupa padatan sedangkan minyak memiliki matriks polimer dan kemampuan polimer bertahan sifat fisik berupa cairan. Oleh sebab itu, banyak terhadap tekanan tersebut membentuk kajian yang dapat diteliti terkait penggunaan metode kesetimbangan yang menentukan ukuran pori, ini. Wang et al., 2013 dan Nguyen et al., 2013 ketebalan dinding pori dan besarnya volume menggunakan metode pemanasan gelombang pengembangan kerupuk. Sensasi kerenyahan mikro untuk proses pengembangan kerupuk. kerupuk terjadi akibat adanya kejadian retakan dan Metode ini memungkinkan menghasilkan kerupuk bunyi pada matriks gelas saat digigit. Tingkat yang memiliki kadar lemak rendah. Selanjutnya, kerenyahan tinggi pada kerupuk yang memiliki Penggunaan metode ini menyediakan produk yang pengembangan tinggi, jumlah pori banyak, dan lebih awet dan lebih sehat. Akan tetapi, pemanasan dinding pori tipis. gelombang mikro menghasilkan temperatur sangat tinggi untuk menghasilkan tekanan yang menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang sensitive DAFTAR PUSTAKA pada waktu perlakuan yang lama dan memberikan efek yang tidak diinginkan terhadap penampakan Amon M, Denson CD. (1984). A study of the produk akhir. Maisont dan Narkrugsa, (2010) dynamics of foam growth: analysis of the melaporkan bahwa penggunaan gelombang mikro growth of closely spaced spherical bubbles. dengan jumlah watt 800 watt menghasilkan warna Polymer Engineering and Science 24 puffed rice lebih gelap.Nguyen et al., (2013) (13):1026–1034. menyebutkan bahwa penambahan minyak dapat [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. menghambat laju pemanasan akibat pemanasan (2006). Kategori Pangan. Surat Keputusan gelombang mikro. Hal tersebut baik untuk Nomor HK.00.05.52.4040. Badan Pengawas mencegah terjadi pemanasan dengan suhu yang Obat dan Makanan Republik Indonesia. terlalu tinggi. Studinya menyebutkan kadar air Chang H, Chen H. (2013). Association between 21,5% basis basah dan penambahan minyak 15% textural profiles and surface merupakan kondisi optimum pemanasan kerupuk electromyographic (sEMG) behaviors of dengan gelombang mikro. microwavable cuttlefish crackers with various expansion ratios. Food Research Perlakuan Lainnya International. 153:334-341. Cheow CS, Yu YS. (1999). Effect of fish protein Beberapa penelitian mengkaji pemanasan content, salt, sugar and monosodium dan pendinginan berulang selama proses glutamate on the gelatinization of starch in pembuatan kerupuk. Hal ini bertujuan untuk fish-starch mixtures. Journal of Food mendapatkan nilai lebih dari produk tersebut. Processing and Preservation.. 21:161-177. Pemasakan dan pendinginan berulang diaplikasikan Cheow CS, Kyaw ZY, Howell NK, dan Dzulkifly MH. untuk meningkatkan pati resiten kerupuk, sehingga (2004). Relationship between menyediakan kerupuk prebiotik. Nor et al.,(2014) physicochemical properties of starches and melaporkan proses pemasakan dan pendinginan expansion of fish cracker ‘keropok’. Journal of berulang mampu meningkatkan kadar pati resisten Food Quality. 27(1):1–12. kerupuk. Jumlah pati resisten yang terbentuk akibat Dewandari D, Basito, dan Anam C. (2014). Kajian proses ini ditentukan oleh bahan baku yang penggunaan tepung ubi jalar ungu (ipomoea digunakan. Pati sagu diketahui menghasilkan pati batatas l.) terhadap karakteristik sensoris dan resisten yang lebih tinggi dibanding pati singkong fisikokimia pada pembuatan kerupuk. Jurnal dan gandum. Meskipun proses pemasakan dan Teknosains Pangan 3(1): 35-52 pendinginan berulang mampu meningkatkan pati Dogan H, Kokkini JL. (2007). Psycophysical markers resisten, tetapi itu menyebakan pengembangan for crispness and influence of phase behavior kerupuk menurun, warna kerupuk menjadi lebih and structure. Jurnal of Texture Studies. gelap dan kerenyahan berkurang. 38:324-354. Farahnaky A, Farhat IA, Mitchell JR, dan Hill SE. (2009). The effect of sodium chloride on the KESIMPULAN glass transition of potato and cassava starches at low moisture contents. Food Pengaruh komposisi dan proses pengolahan Hydrocolloids 23(6): 1483–1487. terhadap pengembangan berhubungan dengan Huda N, BoniI, dan Noryati I. (2009). The effect of perubahan sifat viskoelastis polimer dan differentratios of dory fish to flour on pembentukan tekanan uap air dalam matriks the linear expansion, oil absorption, colour polimer. Jenis bahan berpati, proses pemasakan, and hardness of fishcrackers. International pendinginan gel pati, sumber protein, garam dan air Food Research Journal. 16:159-165. berpengaruh terhadap sifat viskoelastis polimer. 36 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38

Ikasari D, Suryaningrum TD, Arti IM, dan Supriyadi. water activity-glass transition temperature (2017). Pendugaan umur simpan kerupuk relationship of spray-dried borojo as related to ikan lele dumbo (clarias gariepinus) panggang change in color and mechanical properties. dalam kemasan plastik metalik dan Food Biophys 6: 397-406. DOI: polipropilen. JPB Kelautan dan Perikanan 12 10.1007/s11483-011-9215-2. (1): 55-70. Nguyen TT, Le TQ, dan Songsermpong S. (2013). Ji Y, Zhu K, Zhou H, dan Qian H. (2010). Study of Shrimp cassava cracker puffed by microwave the retrogradation behaviour of rice technique: effect of moisture and oil content using rapid visco analyser, Fourier transform on some physical characteristics infrared spectroscopy and X-ray analysis. Kasetsart.Journal Natural Science. 47 : 434 – International Journal of Food Science and 446 Technology, 45: 871–876. Nguyen TT, Le TQ, Songsermpong S, Le TT, dan Jiamjariyatam R, Kongpensook V, dan Pradipasena Truong KTP. (2014). Effects of baking power P. (2015). Effect of amylase content, cooling concentrations on the texture and sensory rate and aging time on properties and evaluation of shrimp cassava cracker- characteristic of rice starch gel and puffed contained oil puffed by microwave technique. producks. Journal of Cereal Science. 61: 16- The 16th Food Innovation Asia Conference 25. 2014, 12 -13 June 2014, BITEC Bangna, Jumiati J, Ratnasari D, dan Sudianto A. (2017). Bangkok, Thailand. Pengaruh penggunaan ekstrak kunyit Noorakmar AW, Cheow CS, Norizzah, AR, Mohd- (curcuma domestica) terhadap mutu kerupuk Zahid A, dan Ruzaina, I. (2012). Effect of cumi (loligo sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan orange sweet potato (Ipomoea batatas) flour Kelautan 11(1):55-61 on the physical properties of fried extruded Ilmi IMB, Arini FA, Sofianita NI, dan Firgicinia F. fish crackers. International Food Research (2017). Kerupuk pasir ikan kembung Journal. 19:657-664. (rastrelliger kanagurta) Sebagai camilan sehat Nor MZM, Talib RA, Noranizan MA, Chin N. L, dan pencegah hiperkolesterol. Jurnal Aplikasi Hashim K.. (2014). Increasing Resistant Teknologi Pangan 6(3):105-108 Starch Content in Fish Crackers Through Kaewmanee T, Karrila TT, dan Benjagul S. (2015). Repetitive Cooking-Chilling Cycles. Effect of fish species on the characteristic of International Journal of Food Properties. fish cracker. International Food Research 17:966–977 Journal. 22(5):2078-2087. Noranizan, M.A, Dzulkifly, M. H. dan Russly, A. R. Katz, E. E. Labuza. (1981). Effect of Water Activity (2010). Effect of heat treatment on the on the sensory crispness and mechanical physico-chemical properties of starch from deformation of snack food product. Journal different botanical sources. International Food Food Science. 46 (2): 403-409 Research Journal. 17: 127-135 Kraus S, Enke N, Gaukel V, dan Schuchmann HP. Obasi NE, Chukwuma CS. (2015). Quality (2014). Influence of degree of gelatinitation on evaluation of cassava crackers made from expansion of extruded, starch-based pellets yellow root cassava (manihot esculenta). during microwave vaccum processing. Journal IOSR Journal of Environmental Science, of Food Process Engineering. 37: 220-228. Toxicology and Food Technology. 9(5- I): 93- Kyaw ZY, Cheow CS, dan Yu SY, Dzulkifly, M.H. 101 (2001). The effect of pressure cooking on the Perdomo J, Cova A, Sandoval AJ, García L, Laredo microstructure and expansion of fish cracker E, Müller AJ. (2009). Glass transition (keropok). Journal of Food Quality. 24: 181- temperatures and water sorption isotherms of 194. cassava starch. Carbohydrate Polymers. 76 : Liu H, Yu L, Tong Z, dan Chen L. (2010). 305–313 Retrogradation of waxy cornstarch studied by Pakpahan N, Kusnandar F, dan Syamsir E. (2017). DSC. Starch/Sta¨rke 62: 524–529. Perilaku Isoterm sorpsi air dan perubahan Maisont S, Narkrugsa W. (2010). Effects of salt, fisik kerupuk tapioka pada suhu penyimpanan moisture content and microwave power on yang berbeda. J. Teknol dan Industri Pangan puffing qualities of pufed rice. Kasetsart 28(2): 91-101. DOI: 10.606/jtip.2017.28.2.91 Journal (Natural Science). 44 (2): 251-261. Primo-Martin C, Castro-Prada EM, Meinders MBJ, Maneerote J, Noomhorm A, and Takhar PS. (2009). Vereijken PFG, van Vliet. (2008). Effect of Optimization of processing conditions to structure of the crispness of toasted rusk roll. reduce oil uptake and enhance physico- Food Res Int 41: 480-486. DOI: chemical properties of deep 10.1016/j.food res.2008.02.004. crackers. LWT - Food Science and Saeleaw M, Schleining G. (2010). Effect of blending Technology. 42 : 805–812 cassava starch, rice, waxy rice and wheat Mosquera LH, Moraga G, de Cordoba PF, dan flour on physico-chemical properties of flour Martinez-Navarrete N. (2011). Water content- mixtures and mechanical and sound emission 37 N. Pakpahan, dkk. / Teknologi Pengolahan Pertanian 1 (1) 2019, 28-38

properties of cassava crackers. Journal of Food Engineering. 100(1): 12-24. Saeleaw M, Schleining G. (2011). Effect of parameters on crispiness and sound emission ofcassava crackers. Journal of Food Engineering. 103: 229–236. Salvador A, Varela P, Sanz T, dan Fiszman SM. (2009). Understanding potato chips crispy texture by simultaneous fracture and acoustic measurements, and sensory analysis. LWT – Food Science and Technology 42 (3): 763– 767 Soekarto ST, Adawiyah DR. (2012). Keterkaitan berbagai konsep interaksi air dalam produk pangan. Ulasan ilmiah. J Teknol Industri Pangan 23: 107-116 Sun D, Yoo B. (2015). Effect tapioca starch addition on rheological, thermal and gelling properties of rice starch. LWT-Food Science and Technology, 64 : 205-211. Taewee TK. (2011). Cracker “keropok”: A review on factors influencing expansion. Int Food Res J 18: 855-866 Tongdang T, Meenun M, dan Chainui J. (2008). Effectof starch addition and time on makingcassava cracker (Keropok). Starch/Stärke, 60(10):568-576. Taniwaki M, Kohyama K. (2012). Mechanical and acoustic evaluation of potato chip crispness using a versatile texture analyzer. J of Food Engineering. 112(4): 268-273. van der Sman RGM, Meinders MBJ. (2011). Prediction of the state diagram of starch water mixtures using the Flory-Huggins Free Volume theory. Soft Matter 7 (2), 429–442 van der Sman RGM, Broeze J. (2013). Structuring of indirectly expanded based on potato ingredients: review. Journal Of Food Engineering 114: 413-425. van der Sman RGM, Broeze J. (2014). Effects of salt on the expansion of starchy snacks: a multiscale analysis. Food and Function Paper. 5(12):3076-82 Vickers ZM, Wasserman SS. (1979). Sensory qualities of food sounds based on individual perceptions. Journal of Texture Studies 10: 319–332. Wang Y, Zhang M, dan Mujumdar AS. (2012). Influence of green flour substitution for cassava starch on the nutrition, color, texture and sensory quality in two types of snacks. LWT-Food Science and Technology, 47(1):175-182. DOI: 10.1016/j.lwt.2011.12.011. Wang Y, Zhang M, dan Mujumdar AS. (2013). Effect of cassava starch gel, fish gel and mixed gels and thermaltreatment on structure development and various quality parameters in microwave vacuum-dried gel slices. Food Hydrocolloids, 3: 26-37.

38