Quick viewing(Text Mode)

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam Dan Pengaruhnya Di Wilayah Periferi1

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam Dan Pengaruhnya Di Wilayah Periferi1

KESULTANAN : BUKTI ARKEOLOGI SEBAGAI PUSAT KEKUASAAN DAN PENGARUHNYA DI WILAYAH PERIFERI1

THE : THE EVIDENCE OF ARCHAEOLOGY AS ISLAMIC CENTER AND INFLUENCE IN PERIPHERY REGION

Wuri Handoko1 dan Syahruddin Mansyur2 1 Balai Arkeologi 2 Balai Arkeologi Selatan Email : [email protected]

ABSTRACT The sultanate of Tidore is not only an area of Islamic influence residing in Tidore Island, as it is widely understood all along. Tidore Sultanate, is actually one of the centers of Islamic power that has a broad influence to other areas in the and in . Tidore with , is the most developed region, as both are able to expand influence and control other areas. This study is a literature study, through historical data and archaeological data from previous studies, to explain the development of the Tidore Sultanate as a center of power and influence in the Tidore power periphery region. The results of the study explain, based on historical data and archaeological evidence, Tidore developed as a center of power with the character of a sultanate city, and has a broad influence to other areas both in the Maluku Islands and in Papua which is the periferinya territory or the territory of Tidore Sultanate.

Keywords: Tidore, sultanate, power, civilization, Islam.

ABSTRAK Kesultanan Tidore tidak hanya sebagai wilayah pengaruh Islam yang berada di Pulau Tidore, sebagaimana yang banyak dipahami selama ini. Kesultanan Tidore, sesungguhnya adalah salah satu pusat kekuasaan Islam yang memiliki pengaruh yang luas hingga ke wilayah-wilayah lainnya di Kepulauan Maluku maupun di Papua. Tidore bersama Ternate, merupakan wilayah yang paling berkembang, karena keduanya mampu memperluas pengaruh dan menguasai wilayah-wilayah lainnya. Kajian ini merupakan studi literatur, melalui data sejarah dan data arkeologi dari penelitian- penelitian sebelumnya, untuk menjelaskan perkembangan Kesultanan Tidore sebagai pusat kekuasaan dan pengaruhnya di wilayah periferi kekuasaan Tidore. Hasil penelitian menjelaskan, berdasarkan data sejarah dan bukti-bukti arkeologi, Tidore berkembang sebagai pusat kekuasaan dengan ciri sebagai kota kesultanan, dan memiliki pengaruh yang luas ke wilayah lainnya baik di wilayah Kepulauan Maluku maupun di Papua yang menjadi wilayah periferinya atau daerah kekuasaan Kesultanan Tidore.

Kata kunci : Tidore, kesultanan, kekuasaan, peradaban, Islam.

Tanggal Masuk : 19 Februari 2018 Tanggal Diterima : 17 Juni 2018

1 Makalah ini telah dipresentasikan sebelumnya dalam Seminar Nasional “ Ternate-Tidore, Titik Temu Peradaban Timur Barat yang diselenggarakan oleh Komite Seni dan Budaya Nusantara (KSBN) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tidore, 12 Februari 2018 di Aula Nuku, Kantor Walikota Tidore.

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 17 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

PENDAHULUAN Perjalanan sejarah Maluku peradaban di kepulauan Maluku, Utara tidak lepas dari sejarah empat Ternate dan Tidore merupakan dua kerajaan yang dikenal dengan pilar yang paling berkembang sebutan Moloku Kie Raha yaitu karena, perluasan kekuasaan Ternate, Tidore, , dan Bacan. keduanya melebar ke wilayah- Dalam sejarahnya, masyarakat wilayah lain sebagai daerah ekspansi Maluku Utara mengenal cerita rakyat atau wilayah-wilayah vasal dari dua tentang terbentuknya empat kerajaan pusat kekuasaan Islam itu. Dalam yang menjadi pilar kekuasaan politik karya Tome Pires, Tidore sudah di wilayah tersebut. Sebagaimana disebutkan sebagai wilayah yang dikemukakan oleh Andaya (2015), besar, dengan 2000 penduduk, 200 sejak masa awal kehadiran diantaranya sudah menganut Islam di Maluku, terdapat cerita-cerita pada masa Raja Almancor dan rakyat yang menyebut empat membawahi setidaknya Pulau kerajaan pertama di Maluku yaitu dan Moti (Cartesao, 2016: Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. 280). Dalam catatan sejarah juga Keluarga-keluarga bangsawan dari disebut pada abad 16-17, Tidore Makian dan Moti kemudian berpindah bahkan sudah meluaskan untuk mendirikan kerajaan lain yaitu pengaruhnya hingga ke wilayah Makian berpindah ke Bacan dan Moti Papua. Menurut Paramita R. berpindah ke Jailolo (Andaya, 2015: Abdurachman (1984), Tidore 115). memengaruhi hubungan Maluku dan Kesultanan Tidore, sejak Kepulauan Papua, yang diperantarai abad abad 16-17 M, dan berkembang oleh bahasa Melayu karena pada terus hingga pada masa hegemoni tahun 1600-an bahasa Melayu sudah kolonial abad 18-19 M, menjadi salah digunakan sebagai bahasa satu pilar dari empat pilar peradaban perdagangan (Abdurrachman, 1984: dan kekuasaan Islam di wilayah 325). Kepulauan Maluku. Dalam hikayat Dengan demikian, bersama Dinasti Tang (618-906) disebutkan Ternate, Tidore mempunyai posisi eksistensi suatu kawasan yang penting dalam situasi politik, digunakan untuk menentukan arah ekonomi, maupun militer. Keduanya daerah Ho-ling (Kaling) yang terletak mempunyai pandangan politik yang di sebelah baratnya. Kawasan ini hampir sama yaitu ekspansionis, dan bernama "Mi-li-ki," yang diperkirakan karenanya mempunyai kekuatan sebagai sebutan untuk Maluku. militer yang Relatif hampir Penulis- penulis Cina dari zaman berimbang. Bedanya, dalam Dinasti Tang, yang menyebutnya mengimplementasikan sebagai "Mi-li-ki," tidak dapat ekspansionismenya, Ternate memastikan lokasi sesungguhnya mengarahkan bidikannya ke barat kawasan yang ditunjuk dengan nama sementara Tidore ke timur (Amal, tersebut. Pada masa kemudian 2010:6). Meski demikian, dalam barulah diketahui bahwa yang prakteknya gerak ekspansionisme dimaksudkan dengan "Mi-li-ki" itu Ternate dan Tidore tidak hanya adalah gugusan pulau-pulau dipahami dalam kerangka politik Ternate, Tidore, Makian, Bacan dan penguasaan sumberdaya, namun Moti (Abdurrahman, 1978: 163; Amal, juga dalam konteks penyebaran 2010: 3). pengaruh agama, budaya dan Diantara empat pilar perluasan jaringan niaga dan

18 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

ekonomi (Handoko, Pulau Tidore saja, dan juga bukan 2009:19;Handoko, 2010a: 11; hanya tentang pusat pemerintahan Handoko, 2013: 27). Kesultanan Tidore, namun juga Leonard Andaya menyebut mencakup wilayah-wilayah di luar bahwa dalam konteks peradaban Pulau Tidore, yang menjadi bagian dan kekuasaan di wilayah Kepulauan dari wilayah pengaruh dari pusat Maluku, Ternate dan Tidore kekuasaan Kesultanan Tidore di disebutnya sebagai ‘dunia pusat’ dari Pulau Tidore. Sejauh ini, secara keseluruhan dunia Maluku atau yang umum orang melihat Kesultanan kita pahami wilayah Kepulauan Tidore hanya merujuk pada sebuah Maluku. Di luar Ternate dan Tidore, pusat pemerintahah Islam disebutnya sebagai ‘dunia pinggir’. Kesultanan Tidore yang secara Tentu saja penyebutan oleh Andaya geografis terletak di Pulau Tidore. ini tidak dalam pengertian batas Kesultanan Tidore, dipahami pula teritori pusat kota dan pinggiran kota, sebagai pusat kekuasaan yang namun lebih pada menunjuk melakukan ekspansi kekuasaan, geopolitik dan geokultural. Ternate menyebarkan Islam dan membangun dan Tidore adalah pusat kekuasaan, jaringan niaga dengan wilayah- pusat peradaban, yang memperluas wilayah lainnya di Kepulauan Maluku. daerah kekuasaannya dalam konteks Jika merujuk pada catatan sejarah, Islamisasi dan perniagaan ke maka Tidore juga mewakili dunia wilayah-wilayah lainnya di wilayah pusat Maluku, dan daerah-daerah Kepulauan Maluku atau bahkan vasal kekuasaannya merupakan daerah-daerah seberang keluar dari daerah periferi (pinggiran) dari batas teritorial kepulauan Maluku Kesultanan Tidore. Permasalahan (Andaya 1993; 2015; Putuhena, dari kajian ini adalah menyangkut 2001:62). Informasi historis lain fenomena perkembangan Tidore menyebutkan bahwa pada awal menjadi salah satu pusat kekuasaan kedatangan Spanyol di wilayah ini (dunia pusat) di wilayah Maluku Utara yaitu sekitar tahun 1527, pihak dan perkembangan wilayah-wilayah Spanyol memberi bantuan lainnya dalam kategori sebagai persenjataan dan pertahanan, daerah kekuasaan atau daerah vasal bahkan melatih pasukan Jailolo Kesultanan Tidore (dunia pinggir atau dalam menghadapi kemungkinan wilayah periferi). Kajian ini juga akan serangan dari pihak lain (Amal, 2010: menjelaskan tentang perkembangan 29-30). Dalam konteks persaingan daerah-daerah vasal berdasarkan kedua kekuatan lokal ini pula catatan sejarah dan konfirmasi data terdapat dualisme yang ditunjukkan arkeologi. Berdasarkan rumusan dalam sebuah bentuk pertentangan masalah tersebut, maka diuraikan timur-barat yang jelas terlihat dalam pertanyaan penelitian sebagai ekspansi kerajaan-kerajaan ini. berikut : Apa bukti-bukti data Wilayah penaklukan Ternate arkeologi yang dapat menjelaskan umumnya berada di wilayah barat, tentang kedudukan Tidore sebagai sementara wilayah penaklukan pusat kekuasaan Islam di wilayah Tidore umumnya berada di timur Maluku Utara dan perkembangan (Andaya, 2015: 45). wilayah-wilayah ekspansi kekuasaan Dengan demikian, Tidore dalam konteks pengaruh berdasarkan catatan sejarah maka budaya dari wilayah Kesultanan berbicara tentang Tidore, tidak hanya Tidore? bicara sebuah wilayah budaya di

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 19 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Kajian ini menjadi penting, wilayah Kesultanan Tidore dan karena berusaha menghadirkan wilayah ekspansi kekuasaannya. bukti-bukti atau fakta-fakta sejarah Dengan demikian, dalam berdasarkan data arkeologi. pengumpulan data bersumber dari Dalam berbagai kajian atau berbagai laporan penelitian dan hasil-hasil penelitian menyangkut literatur menyangkut hasil kajian Kesultanan Tidore, pada umumnya tentang perkembangan sejarah dan merupakan uraian atau catatan- budaya Kesultanan Tidore. catatan sejarah tertulis tanpa Berdasarkan studi literatur ini, penulis dukungan bukti atau fakta otentik melakukan analisis dan kajian untuk berupa data arkeologi yang dapat menghasilkan sintesa menyangkut mengkonfirmasi catatan sejarah. perkembangan peradaban Selain itu pentingnya Kesultanan Tidore dan wilayah- mengungkap lebih jauh, bukan hanya wilayah periferi atau wilayah vasal tentang Kesultanan Tidore yang kekuasaan Kesultanan Tidore. selama ini dipahami sebagai wilayah Penulisan ini merupakan upaya pengaruh Islam di Pulau Tidore, mendeskripsikan kembali, berbagai namun Kesultanan Tidore yang data hasil penelitian dengan menjadi pusat kekuasaan Islam dan dukungan berbagai literatur untuk pengaruhnya menyebar ke wilayah menjelaskan kedudukan Kesultanan lainnya baik di Kepulauan Maluku Tidore sebagai pusat kekuasaan dan maupun di wilayah Papua. pengaruh kekuasaan serta Berdasarkan permasalahan penyebaran peradabannya di tersebut, maka kajian ini bertujuan berbagai tempat di wilayah untuk mendeskripsikan jejak Kepulauan Maluku, sejauh yang arkeologi Kesultanan Tidore yang sudah diteliti, berdasarkan data dapat menjelaskan tentang penelitian yang diperoleh di lokasi perkembangan Kesultanan Tidore penelitian. sebagai pusat kekuasaan Islam di wilayah Kepulauan Maluku. Selain itu juga mendeskripsikan data arkeologi HASIL PENELITIAN di wilayah lain yang berhubungan dengan persebaran peradaban dan perkembangan kekuasaan Islam Kesultanan Tidore.

METODE Makalah ini dihasilkan dari studi kompilasi dari berbagai hasil penelitian yang sebelumnya sudah dilaporkan baik oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Sarjiyanto, dkk 2006) maupun oleh Balai Arkeologi Maluku ( Mansyur, dkk, 2016). Selain Gambar 1. Lukisan Pulau Tidore Abad 17 itu juga melalui studi literatur dari M yang terletak dekat Pulau Moti, Mare berbagai kajian baik arkeologi, dan Mitara. (Sumber: Grote Atlas van de sejarah maupun etnografi Verenigde Oost-IIndische Compagnie : (antropologi) berkaitan dengan Indische Archipel en Oceanie perkembangan sejarah budaya di (Sumber: Roever and Broemer, 2008)

20 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

Jejak Arkeologi di Pulau Tidore Tidore, masjid, makam dan Berkaitan dengan komponen kota lainnya seperti pasar keberadaan Kesultanan Tidore, telah dan pelabuhan juga pemukiman, digambarkan sebelumnya, bahwa yang berkembang pada awal pulau tetangga Ternate di sebelah berdirinya Tidore sebagai pusat selatan, yakni Pulau Tidore, adalah kekuasaan Islam. Selain itu, pada lokasi berdirinya Kesultanan Tidore masa Kolonial, perkembangan yang menggunakan nama yang bangunan-bangunan kolonial, antara sama dengan pulaunya. Wilayahnya lain benteng-benteng kolonial yang meliputi, sebagian dari Pulau menyebar di Pulau Tidore dan , Pulau Raja Ampat dan memusat benteng-benteng besar di semenanjung , pusat kota yang dekat dengan sebagaimana dari lukisan yang kedaton, menunjukkan Kota Tidore digambarkan oleh Johannes berkembang menjadi pusat kota Vingsboon untuk atlas Laurens van Kesultanan yang ramai dan strategis der Hens, bersama dengan Pulau berhubungan dengan pihak luar. Motir dan Pulau Mare (pulau Namun demikian, proses tempayan, tembikar) yang menjadi perkembangan kota, seiring dengan wilayah Ternate, sedangkan Pulau perkembangan peradaban tidak Mitara di sisi lain, merupakan wilayah terjadi serta merta. Ada petunjuk milik Tidore (Roever dan Broemer, yang berharga baik dalam sejarah 2008: 259). (lihat gambar 1) lisan maupun dukungan bukti Kota Tidore berkembang arkeologis, bahwa perkembangan menjadi pusat kekuasaan pusat kesultanan atau pusat Kesultanan Tidore, setidaknya sejak kekuasaan mengalami proses dan abad 17 M. Parameter kota dinamika dari awal berdirinya hingga Kesultanan, ditunjukkan oleh jejak- terbentuknya kota Tidore sebagai jejak arkeologis adanya Kedaton kota Kesultanan yang dapat disaksikan hingga sekarang ini.

Gambar 2. Lukisan Pulau Tidore Abad 17 M (1613) yang memperlihatkan keramaian Gambar 3. Lukisan tentang kondisi aktivitas di perairan Tidore dan kepadatan Fortifikasi Mareko dan Rumtao Abad 17 M pemukiman di pesisir Pulau Tidore yang (Sumber: Grote Atlas van de Verenigde digambar oleh Artus Gijsel Oost-IIndische Compagnie : Indische (Sumber: Grote Atlas van de Verenigde Archipel en Oceanie (Roever and Broemer, Oost-IIndische Compagnie : Indische 2008)) Archipel en Oceanie ( Roever and Broemer, 2008))

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 21 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Hikayat pada abad ke-17 tangan Belanda, daerah yang pada dasarnya memiliki penting sebagai sarana untuk keseragaman tentang mengendalikan pantai selatan penggambaran bagaimana orang- Ternate, dan Pulau Mitara yang orang di Maluku Utara di bawah terletak antara Pulau Ternate dan pimpinan para kepala desa (momole) Tidore. Beberapa saat kemudian yang bersatu di bawah kolano. Di Rumi dikuasai kembali oleh orang Tidore misalnya, terdapat hikayat Spanyol, namun akhirnya sekali lagi yang dicatat oleh orang-orang Portugis tentang tradisi penduduk Tidore dalam mengingat waktu ketika perkampungan aslinya masih berada di Gunung Mareku. Perkampungan ini kemudian dipindahkan ke pinggir pantai karena para pedagang asing berdatangan dalam jumlah besar untuk mencari cengkih. Mareku tetap menjadi pusat yang suci di wilayah Tidore selama berabad-abad Gambar 5. Benteng Ome di sekitar lokasi situs kemudian karena prestisenya Mareko sebagai sumber penguasa pertama (Sumber: Mansyur, dkk 2016) Tidore (Andaya, 1993; Andaya, 2015: 43-44). menjadi milik Belanda. Selanjutnya pada 1627, Belanda bahkan membangun benteng persegi di sana, yang pada peta yang digambarkan diatas ini belum ada (lihat gambar 2). Di sebelah selatan

Gambar 4. Sisa-sisa struktur perbentengan di Situs Mareko (Sumber: Mansyur, dkk 2016)

Gambaran tentang Mareko Gambar 6. Sisa struktur benteng Toloa sebagai pusat kesultanan Tidore (Sumber: Mansyur, dkk 2016) pada masa awal, juga sudah Mareko di pantai barat, orang dilukiskan sebelumnya oleh Spanyol menguasai daerah yang pendatang dari Spanyol. Pada tahun disebutnya Spaans Marieque, yang 1613 menurut Piter Both, bahwa ditulis sebagai Cleijn Marieque desa Marieko atau Mareko di Pulau (Marieque Kecil) di peta Vingsboon di Tidore sudah banyak didatangi oleh atas, sampai keberangkatan mereka Orang-orang Spanyol. Disebutkan di tahun 1663. Ketika Laksamana juga sebelumnya, bahwa di benteng Jacob Cornelisz van Neck tiba di Rumo (Rumi, Romtua), tahun 1605 di Ternate selama pelayaran keduanya pantai utara - barat telah jatuh ke

22 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

di tahun 1601, dia tidak hanya menerima sambutan hangat tapi juga diminta untuk membantu perjuangan melawan orang Portugis, yang telah membentuk diri mereka di Tidore dan dengan demikian memperkuat posisi Tidore dengan persaingan dengan Ternate. Gambar diatas menunjukkan bahwa di bawah komando laksamana Cornelisz, kapal Belanda memblokade jalan Gambar. 8 Struktur Benteng Cobo menuju Tidore dan kerusakan yang (Sumber : Mansyur, dkk 2016) cukup besar dialami oleh Portugis, meskipun tidak sampai terusir. arkeologi yang terletak di Kelurahan Tindakan ini justru menjadi mula Ome. Indikasi arkeologi berupa hubungan yang baik dengan bangsa sebaran fragmen gerabah dan di tahun-tahun berikutnya (Roever keramik serta sisa struktur. Lokasi and Broemer, 2008). tersebut berada ± 1 km sebelah Tampaknya penelitian selatan Benteng Ome. Sementara itu arkeologi harus membuktikan data- Benteng Ome sendiri secara data sebagaimana yang telah geografis, lokasi benteng berada di dilukiskan oleh pihak Spanyol di abad sisi barat Pulau Tidore sehingga 17 tentang perbentengan di Rumtao dapat memantau arah benteng dan Mareko sebagai pusat Kastela dan Benteng Kota Janji, di di kekuasaan Kesultanan Tidore Ternate. sebelum berpindah ke Soa Sio di Kota Tidore yang sekarang (lihat Situs Biji Nagara dan Benteng gambar 3). Berdasarkan penelitian Toloa arkeologi (Mansyur, dkk, 2016) Benteng ini berada di daerah diperoleh data di lokasi-lokasi yang perbukitan yang berada di sebelah sudah dilukiskan sebagai bentuk tenggara daerah permukiman di konfirmasi data sejarah. Desa Toloa. Terdapat beberapa titik struktur yang diduga merupakan Situs Mareko dan Benteng Ome bastion berbentuk setengah Temuan data di lapangan, lingkaran karena berada pada sudut- Mareko merupakan sebuah situs sudut dinding dengan kontur yang lebih tinggi. Pada sisi dinding sebelah barat tersingkap konstruksi dinding benteng berupa dua lapis susunan batuan yang mengapit lapisan yang berisi tanah. Pada sisi dinding sebelah barat dan timur masih menyisakan lapisan meski telah rapuh namun masih dapat diamati material perekat berupa campuran pasir dan kapur bakar berwarna putih. Sementara pada sisi dinding Gambar 7. Sisa-sisa struktur yang diduga yang lain hanya berupa susunan batu bekas kedaton Tidore di Toloa tanpa perekat. Di sekitar lokasi ini (Sumber: Mansyur, dkk 2016) juga terdapat lokasi situs Biji Nagara

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 23 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2) dengan indikasi temuan arkeologi benteng Oranje yang ada di Pulau berupa sebaran fragmen keramik dan Ternate. Terdapat dua struktur yang gerabah serta sisa struktur. tampak terpisah di lokasi ini, Struktur Masyarakat sekitar meyakini lokasi I yang berada di sebelah barat tersebut adalah bekas pusat Kedaton memiliki tinggi ± 150 cm dan Struktur sebelum dipindahkan ke Soa Sio. II memiliki tinggi ± 100 cm. Struktur I Sumber lain menyebut toponim Batu memiliki ukuran lebih besar dan Cina, sebagai pusat kekuasaan menyerupai sebuah bastion. Material Tidore, jauh sebelum berpindah ke struktur terdiri atas batuan andesit Soa Sio yang sekarang (Amal, 2010). dan vulkanik dengan sisi permukaan Untuk toponim Batu Cina, masih yang telah diplester. memerlukan verifikasi berdasarkan penelitian arkeologi untuk Benteng Rum menemukan bukti-bukti faktual. Benteng ini sering juga Hingga saat ini penelitian arkeologi di disebut dengan Benteng Cobe atau toponim yang disebut dalam Tsjobe, secara administratif berada informasi sumber sejarah belum di Desa Rum Kecamatan Tidore dan pernah dilakukan. keletakan astronomis berada pada titik N 00° 44’30.2” dan E 127° Benteng Cobo 23’11.3”. Titik lokasi benteng berada Secara administratif, benteng di sisi barat Pulau Tidore dan ini terletak di Kampung Cobo berhadapan langsung dengan Pulau Kecamatan Tidore Utara Kota Tidore Maitara. Benteng ini berada di atas Kepulauan dan secara astronomis bukit tanjung dan cukup mudah berada pada titik N 00° 45’25.9” dan dijangkau karena berada di dekat E 127° 24’13.0”. Benteng berada di dengan jalan utama yang atas perbukitan atau tebing tanjung menghubungkan Desa Cobo dan sehingga dapat memantau arah laut Desa Rum di Pulau Tidore. Benteng dengan cukup jelas. Lokasi benteng ini berbentuk persegi dengan areal berada di sisi kiri jalan dekat dengan yang relatif kecil yaitu 15 x 20 meter. Masjid Kampung Cobo yang ada di Struktur penyusun dinding benteng sebelah kanan jalan. Sementara itu, didominasi oleh batuan andesit secara geografis lokasi keberadaan dengan lapisan perekat. Benteng ini benteng berada di sisi utara Pulau dibangun dengan memanfaatkan Tidore sehingga dapat memantau kontur lahan sekitarnya sehingga sisi perairan di sekitarnya dan dari titik dinding yang berhadapan dengan lokasi ini dapat juga memantau laut tampak menyerupai sebuah tanggul karena memiliki ukuran yang sangat tinggi yaitu ± 20 meter. Di sekitar lokasi ini terdapat tugu pendaratan Armada Spanyol di bawah pimpinan Juan Sebastian De Elcano yang merupakan bagian dari Ekspedisi Besar Kerajaan Spanyol pada tahun 1521 yang saat itu dipimpin oleh Magelhaens.

Gambar 9. Sisa Struktur Benteng Rum (Sumber: Tim Penelitian, 2016)

24 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

Jejak Arkeologi Di Kepulauan kekuasaannya ke wilayah kepulauan Maluku Bagian Selatan Dan Papua Gorom, yang terletak di sisi timur Pulau Seram. Bahkan jika menunjuk pada prasasti di salah satu negeri di Pulau Gorom yakni Negeri Amar Sekaru, menegaskan adanya pengaruh kekuasaan Kesultanan Islam Tidore di wilayah Gorom. Tertulis pada prasasti tersebut antara lain Nuku dari Tidore pada tahun 1625 (?) melantik Raja Amar I Raja Mataweru Hiliuw Keliobas (Handoko, 2007:29). Catatan sejarah Gambar 10. Naskah Bebeto, yang berisi lainnya menyebutkan pada masa perjalanan penguasa Tidore dalam penyebaran Islam dan perluasan kekuasaan di kawasan Teluk Waru Seram Bagian Timur. (Sumber : Handoko, 2010b)

Berdasarkan serangkaian hasil penelitian arkeologi yang telah di lakukan di wilayah yang kini menjadi wilayah administratif Provinsi Maluku, terdapat kerajaan atau negeri Islam yang secara Gambar 12. Artefak alat untuk ritual meyakinkan merupakan daerah debus. vasal Kesultanan Tidore. Pulau (Sumber: Handoko, 201b) pemerintahan Nuku, wilayah Seram Timur dengan pulau-pulau antara lain Seram Laut, Gorom, Watubela, Kei dan Aru termasuk pantai selatan Irian Jaya merupakan daerah pengaruh dari Kerajaan Tidore (Pattikayhatu dan Hamzah,1996:1,5, lihat juga Katopo, 1984: 216; Amal, 2010a:111). Bersamaan dengan itu, gerak niaga juga berkembang. Temuan keramik asing di Gorom Gambar 11. Naskah kuno’mantra’ debus dapat didentifikasi berasal dari China (Sumber: Handoko, 2010b) yang umumnya dari Dinasti Ming (16- Gorom, Seram Bagian Timur, yang 17 M), Ching (17-19 M). sekarang termasuk dalam wilayah Di wilayah Teluk Waru, administratif Provinsi Maluku, Seram Bagian Timur, indikasi menunjukkan adanya pengaruh Pengaruh Budaya yang berasal dari Tidore. Hubungannya dengan Kesultanan Tidore, dibuktikan Tidore, catatan sejarah yang sedikit adanya naskah Bebeto, yang itu menyebutkan pada masa menurut masyarakat merupakan pemerintahan Sultan Nuku, Tidore naskah perjalanan syiar Islam oleh mengembangkan wilayah Sultan Tidore bernama Baba Ito.

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 25 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Kemungkinan yang dimaksud bebeto mengikut di dalamnya proses ataupun Baba Ito dalam tradisi perluasan kekuasaan dan jaringan masyarakat di Teluk Waru adalah niaga. Kerajaan Salawati sejak abad Bobato, yakni utusam atau menteri ke-16 merupakan sumber penghasil yang diutus untuk urusan utama rempah-rempah, sagu, keagamaan (Amal, 2010a:38). tempurung kura-kura, ambergris (zat Naskah Bebeto, menurut tua lilin abu-abu atau hitam berasal dari yang bisa membaca naskah tersebut benih ikan paus; ditemukan terapung berbahasa Tidore, yang di laut atau terdampar di pantai; menceritakan perjalanan penguasa digunakan untuk pengharum) dan Tidore dalam syiar agama, sekaligus rempah-rempah yang dijual kepada perluasan wilayah kekuasaan pedagang Tidore atau Keffing di (Handoko, 2010b:8 ). Seram timur (Widjojo, 2013:127). Data arkeologi lainnya berupa Pulau Salawati sejak abad ke-16 artefak alat ‘debus’ dan naskah sudah menjadi wilayah kekuasaan mantranya, dapat dihubungkan Sultan Tidore (Sinaga, 2013:89 dengan penyiaran Islam melalui jalan Fairyo: 2014: 191). Di Kaimana, pengenalan sufi (Handoko, 2010b: ). masjid besar merupakan sarana Jika dihubungkan dengan adanya ibadah yang turun temurun dari naskah Bebeto, tentang perjalanan kejayaan kesultanan Tidore yang penguasa Tidore, maka temuan alat menyebarkan Islam di pesisir selatan debus dan naskah mantra, semakin Papua (Wekke 2013). Selain itu, data memperkuat pengaruh Tidore, arkeologi berupa bangunan masjid mengingat tradisi badabus juga terdapat di distrik Fak-Fak, merupakan tradisi yang kuat Kaimana, Sorong dan tumbuhnya berkembang di wilayah Pulau Tidore. jaringan perdagangan dan jaringan Persentuhan Kawasan Teluk Waru ulama, merupakan bagian dari dengan budaya Islam, dapat pengaruh Kesultanan Tidore diperkirakan berasal dari beberapa (Mahmud, 2012: 36). Di Fak-fak sumber, baik langsung maupun tak Diperkirakan bahwa agama Islam langsung, yakni selain sumber para sudah ada dan berkembang di pedagang Persia dan Arab, juga daerah Rumbati sebelum tahun 1724 kemungkinan terdapat pengaruh dapat dibuktikan dengan ditemukan Islam dari Jawa, maupun dari wilayah puing-puing bekas reruntuhan Kerajaan Tidore. Sementara masjid. Di Kabupaten Fakfak persentuhan dengan para pedagang terdapat beberapa kerajaan-kerajaan China pada abad 17 M, menunjukkan Islam yang berkuasa, diantaranya; pada abad itu aktivitas perdagangan kerajaan Ati-ati, Fatagar, Rumbati, jarak jauh juga berlangsung di Namatota, Kaimana, Ugar, Patipi. wilayah itu Temuan keramik asing di Dari keterangan Raja Rumbati ke-16 Kawasan teluk Waru dapat dikatakan bahwa Islam masuk di Was didentifikasi berasal dari China yang pada tahun 1506 melalui perang umumnya dari Dinasti Ming (16-17 besar antara Armada Kesultanan M), Ching (17-19 M) (Handoko, Tidore yang dipimpin Arfan dengan 2010a; Handoko, 2010b). kerajaan Rumbati (Mene, 2013: 18 ). Selanjutnya wilayah Papua, Di Distrik fak-fak, yakni di bekas data arkeologi dan sejarah juga Kerajaan Fatagar, terdapat tinggalan banyak mengungkap tentang peran masjid, yang dikenal dengan Masjid Kesultanan Tidore dalam proses Merapi dan di Ati-ati, ditemukan Pengaruh Budaya Islam, juga

26 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

naskah Alqur’an kuno (Mene, administartif Kesultanan Tidore. Ciri 2013:14,18). sebagai pusat kota antara lain adanya kedaton Tidore. Pada umumnya ciri atau tipe kota DISKUSI DAN PEMBAHASAN kesultanan baik Tidore maupun Ternate, maupun Jailolo Tidore Sebagai Pusat menampilkan ciri morfologi kota yang Kekuasaan serupa (Sarjiyanto, dkk, 2006: 25- Berdasarkan data arkeologi 39). Selain orientasi bangunan yang dikumpulkan di wilayah Pulau kedaton menghadap ke laut, juga ciri lain adanya kedekatan makna

Gambar 13. Artefak koleksi kesultanan Tidore berupa stempel kesultanan. (Sumber: Sarjiyanto, dkk, 2006)

Gambar 14. Benteng Tahula (Sumber: Mansyur, dkk 2016) Tidore, maka dapat dijelaskan tentang perkembangan kota Kesultanan Tidore. Dalam perkembangannya, setelah melalui serangkaian perpindahan pusat kesultanan, masa berikutnya Kota Tidore semakin berkembang Gambar 15 . Peta sebaran Benteng di semakin membentuk morfologi kota Pulau Tidore kesultanan, selain sebagai pusat (Sumber: Mansyur, dkk, 2016) kota, juga pusat pemerintahan, kekuasaan dan sekaligus pusat terhadap orientasi gunung dan laut.

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 27 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Dalam konteks morfologi kota, sebagaimana Kesultanan Ternate, yang memiliki ciri lingkungan dan lanskap yang relatif sama dengan Tidore, gunung adalah makna simbol suci yang menempatkan dunia leluhur yang sakral (Handoko, 2015: 135), sementara laut lebih menunjukkan makna hubungan kemanusiaan, sikap menerima dan terbuka terhadap arus datangnya masyarakat luar melalui laut, Gambar 16. Benteng Torre sementara posisi arah hadap ( Sumber: Mansyur, dkk 2016) kedaton ke laut di sebelah timur, jika Sementara itu, pola sebaran merujuk pada makna orientasi benteng banyak dipengaruhi oleh kedaton Ternate, maka bermakna kehadiran Spanyol, dimana saat itu pada arah datangnya manusia dari menjalin hubungan perdagangan dan berbagai penjuru dunia, yang politik dengan Kesultanan Tidore. membawa rezeki sekaligus berbagai Pada saat awal kehadiran Spanyol di cobaan, oleh karena itu di sebelah Tidore, pusat kekuasaan Kesultanan timur ditempatkan pelabuhan sultan berada di Mareku dimana terdapat (Sarjiyanto, dkk, 2006: 29). benteng Spanyol di lokasi ini. Seiring Kesultanan Tidore juga dengan perjalanan historis dengan melengkapi aspek legalitasnya pertimbangan keamanan Spanyol dalam berhubungan dengan pihak di kemudian mendirikan sistem luar kesultanan. Hubungan yang perbentengan untuk melindungi bersifat politis maupun maupun kepentingan perdagangan mereka. ekonomis di bidang perdagangan Atas pertimbangan ekonomi pula, sering disertai dengan surat penguat. Kesultanan Tidore memindahkan Naskah perjanjian dagang, surat pusat kekuasaannya hingga keputusan pengangkatan suatu beberapa kali dan terakhir di wilayah jabatan senantiasa perlu stempel Soa Sio yang saat ini menjadi pusat resmi kerajaan. Minimal dari kota Tidore. Seiring itu pula, Spanyol Kesultanan Tidore diperoleh 3 (tiga) mendirikan benteng di lokasi pusat buah stempel logam berbentuk bulat kekuasaan Kesultanan Tidore dan oval. sebagaimana tampak saat ini yaitu benteng Tahula dan benteng Torre Stempel yang berbentuk bulat yang dekat dengan Kedaton Tidore memuat nama Sultan yang pernah (Mansyur, dkk, 2016: 68). berkuasa. Stempel pertama tertulis Selain benteng-benteng Maliqu –buldan Tarnati - Stempel kolonial yang sudah disebutkan pertama ini berangka tahum 1216 Hijriah atau 1699 M. Stempel kedua bertuliskan Khalifatu –Almukarram Sayid Al Tsaqalayin `ala - jibaal al Tiduri. Sementara itu stempel berbentuk oval terdapat lambang Singa Netherland. (Sarjiyanto, dkk, 2006: 42).

28 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

itu. Dengan demikian, tampak jelas Perbandingan Kronologi pola sebaran benteng di Tidore KeramikTionghoa di Wilayah Kesultanan Tidore dapat menjadi petunjuk awal tentang bagaimana pertumbuhan dan proses perkembangan pusat aktifitas di pulau tersebut. Kondisi keamanan sekaligus menjadi pertimbangan utama atas pemilihan sebuah lokasi sebagai pusat aktifitas baik bagi pihak Tidore. Tampak jelas, kehadiran bangsa Eropa berpengaruh atas proses 0 20 40 60 Abad20 Abad 19 Abad 18 Abad 17 Abad 16 perpindahan pusat aktifitas Kesultanan Tidore. Selain benteng Gambar 17 dan 18. Perbandingan Asal dan bangunan berciri arsitektur kuna, Keramik yang menunjukkan 93% berasal di pusat Kota Tidore juga terdapat dari Keramik China (Tionghoa) dan Grafik beberapa komponen kota yang perbandingan kronologi keramik Tionghoa menjadi bagian tata ruang kota. (Sumber: Sarjiyanto, dkk, 2006) Komponen-komponen tersebut, diatas yang berhubungan dengan diantaranya adalah Kedaton Tidore, proses perpindahan pusat Masjid Kesultanan, Pasar, kekuasaan Tidore, juga terdapat dua Pelabuhan, dan Kompleks Makam benteng terbesar yang berdiri setelah Kesultanan, serta Kompleks pusat Kesultanan Tidore menetap di Pekuburan Tionghoa. Lokasi Soa Sio sekarang. Kedua benteng itu keberadaan komponen tata ruang kini menjadi ikon wisata sejarah kota ini berada dalam satu kawasan kolonoial Kota Tidore sekarang, yakni yaitu kawasan Soa Sio yang menjadi benteng Torre dan benteng Tahula. pusat Kota Tidore (Mansyur, dkk, Kota Tidore tidak banyak 2016:78). menampilkan penataan kota kolonial Tata kota Tidore di kawasan kecuali pola sebaran benteng Soa Sio terbentuk oleh Kedaton kolonial baik yang dibangun oleh sebagai pusat yang didukung oleh Spanyol, Portugis maupun Belanda. elemen-elemen pendukung Penataan kota Tidore lebih banyak diantaranya Kompleks Makam, Fala dipengaruhi oleh pusat kekuasaan Hijo, Masjid Kesultanan, dan Islam yaitu Kesultanan Tidore saat Dermaga. Elemen-elemen ini berada

Gambar. 19. Makam Tionghoa Gambar 21. Makam Sultan Nuku di Tidore (Sumber: Mansyur, dkk 2016) (Sumber: Mansyur, dkk 2016)

Gambar 20. Masjid Kedaton Tidore (Sumber: Mansyur, dkk 2016)

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 29 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2) pada satu garis lurus yang Kota, perpindahannya ke posisi arah membentang timur-barat dengan timur pulau Tidore di kampung orientasi ke arah laut. Elemen lain Soasio. Lokasi ini dikenal dengan yang membentuk tata kota di nama Limau Timore (Kota Matahari kawasan ini adalah wilayah-wilayah Terbit). Pada masa itu Portugis pemukiman yang disebut dengan soa sudah membangun pemukiman di sio atau sembilan soa. Masing- beberapa lokasi. Ketika Belanda masing soa memiliki wilayah mengusir Portugis dari Tidore, maka permukiman berdasarkan etnis yang lokasi Soasio dijadikan lokasi tidak mendiami. Dari kesembilan soa terbatas. Hal ini dapat dilihat sisa tersebut, dua soa merupakan soa pagar-pagar batu yang sangat kokoh pendatang yaitu soa Jawa dan soa untuk perlindungan rumah dan Cina. Pusat perdagangan dan punghuninya. Perubahan yang perekonomian berada di kawasan ini menonjol ketika terjadinya yang ditandai dengan keberadaan kedatangan bangsa Belanda dan pasar, namun saat ini pasar tersebut VOC. Pada masa itu terdapat telah dipindahkan ke kawasan lain. bangunan-bangunan rumah untuk Kawasan sekitar lokasi pasar ini kebutuhan Belanda, posisi disebut oleh masyarakat sekitar pemukiman dengan pagar-pagar dengan sebutan pasar lama yaitu di batu alam seperti tembok benteng itu Jalan Sultan Zainal Abidin (Mansyur, sendiri. (Jafar, Abdullah, 2012:16). dkk, 2016:77) Jadi diketahui bahwa Dengan demikian meskipun penguasa Tidore telah morfologi kota menunjukkan ciri kota memanfaatkan ruang-ruang disisi Kesultanan yang berkarakter kota barat pulau untuk menempatkan Islam, namun dinamika peradaban menunjukkan wajah peradaban kota Tidore sebagai pusat kekuasaan yang majemuk atau multibudaya. Selain morofologi kota kuno Islam, akibat aktivitas niaga yang ramai, ciri kota majemuk juga tampak dengan deretan benteng kolonial, juga terdapat makam China (Tionghoa). Menyangkut keberadaan makam Tionghoa, hal ini berhubungan Gambar 22. Kedaton Tidore dengan proses jaringan niaga Tidore (Sumber: Dok. Pribadi, 2017) dengan para pedagang dari luar rencana pusat pemerintahannya. termasuk pedagang Tionghoa, yang Oleh karena itu dikenal dengan tumbuh pesat pada abad 18-19 M bekasnya kadaton Rum, yang sangat (Sarjiyanto, dkk, 2006). Hal ini dapat mungkin masih dipimpin oleh dikonfirmasi dengan temuan seorang Kolano. Kemudian pusat artefaktual keramik Tionghoa yang pemerintahan dipindahkan ke justru paling banyak ditemukan di Kadaton Mareku yang pernah wilayah Kesultanan Tidore. Grafik kedatangan bangsa Spanyol, dan dibawah ini dapat menjadi petunjuk lokasi selanjutnya dikadaton Biji untuk penjelasan itu. Grafik diatas Negara yang terletak di Toloa. menunjukkan, bahwa produk keramik Perpindahan kekuasaan yang dari Tionghoa mendominasi barang terakhir yang dilakukan oleh Sultan komoditi yang diperjualbelikan di Syaifudin atau disebut sebagai Jou Tidore. Kurun waktu abad 18-19,

30 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

menjadi puncak perdagangan yang kepulauan di sisi paling timur Pulau melibatkan berbagai pedagang asing Seram, yakni Gorom dan Seram Laut di wilayah perairan Tidore. Dengan hingga ke wilayah Kepulauan Raja demikian, sesungguhnya Kota Tidore Ampat, Irian Jaya (Leirissa, 2001, seagai pusat kekusaan Kesultanan Putuhena, 2001, Jaffar 2006, Islam Tidore menunjukkan Amal:2010). morofologi kota yang multibudaya Namun beberapa diantaranya (multikultural), sebab dalam juga berbagi wilayah yang sama, pertemuan peradaban timur-barat, misalnya terutama di wilayah Papua. kota Kesultanan Tidore juga memberi Pada sub bahasan ini, akan diruaikan ruang-ruang keberagaman untuk jejak arkeologi di wilayah-wilayah tumbuh dan hidup dalam dinamika vasal kekuasaan Tidore baik di budaya, sosial dan ekonomi wilayah Kepulauan Maluku maupun masyarakat Tidore. Setidaknya kurun di wilayah Papua. Dalam tulisan ini, waktu abad 18-19, kemultibudayaan yang dimaksud sebagai wilayah semakin menemukan ruangnya, Kepulauan Maluku bagian selatan, pada saat puncak-puncak adalah yang saat ini wilayah perdagangan tumbuh. Selain administratif Provinsi Maluku. pedagang Arab dan Tionghoa yang Sementara itu wilayah vasal sebelumnya telah meramaikan kekuasaan Tidore di wilayah Pulau aktivitas perdagangan, 50-100 tahun Halmahera dan wilayah Maluku Utara kemudian para pedagang Eropa juga lainnya, belum dilakukan penelitian turut memberi warna peradaban di arkeologi untuk maksud hal tersebut, dunia pusat Maluku, dalam hal ini meskipun beberapa temuan penting Ternate dan Tidore. hasil penelitian arkeologi yang sudah dilakukan, beberapa diantaranya dapat dihubungkan dengan Pengaruh Budaya di Wilayah Kesultanan Tidore. Penelitian terbaru Kekuasaan Tidore untuk menelusuri jejak arkeologis Sejauh yang sudah diteliti dan Kerajaan Loloda, berdasarkan dikaji menyangkut wilayah-wilayah informasi penduduk disebutkan kekuasaan Kesultanan Tidore, toponim Ake Tidore, berupa sumber menunjukkan adanya perluasan air yang lokasinya dekat dengan situs jaringan Islamisasi dan pernigaan pemukiman yang diduga pusat antara Kesultanan Tidore dan Kerajaan Loloda pada masa lampau wilayah ekspansinya. Penjelasan di Daerah Aliran Sungai (DAS) menyangkut wilayah ekspansi dalam Loloda. Ake Tidore, tampaknya pengertian bukan hanya soal sebuah toponim, yang berhubungan ekspansi politik, namun juga dengan soal kedatangan seorang ekspansi budaya (termasuk agama) tokoh yang berasal dari Tidore dan dan ekonomi. Menyangkut wilayah kemudian meninggal di wilayah vasal, atau dalam konteks penulisan permukiman Loloda (Soa Sio ini dimaksudkan sebagai wilayah lama)(Handoko, 2017:187). Namun, periferi kekuasaan, maka antara tidak diperoleh keterangan yang lebih wilayah vasal Ternate dan Tidore memadai untuk memberikan beberapa diantara secara jelas penjelasan tentang hubungannya disebutkan dalam berbagai sumber dengan Kerajaan Loloda, mengingat literatur.Tidore melebarkan sayap catatan- catatan sejarah tidak kekuasaannya ke wilayah pesisir menyebut tentang hubungan Tidore utara Pulau Seram dan wilayah dengan Loloda.

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 31 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Berdasarkan kronologi dalam jalur lintasan budaya melalui keramik yang ditemukan di wilayah perairan di wilayah timur ini. Wilayah Pulau Gorom, menunjukkan jaringan ini menjadi semacam jembatan yang perdagangan yang ramai di wilayah menghubungkan antara Papua itu. Sejak abad 17, sangat mungkin dengan Pulau Seram (Maluku pelabuhan tua Gorom sangat ramai Tengah dan sekitarnya). Wilayah ini disinggahi kapal-kapal dagang juga menghubungkan antara Maluku berbagai bangsa luar seperti China, Tenggara dengan Maluku Tengah Arab dan tentu saja Kolonial Eropa, dan Utara (Handoko, 2007) yakni Portugis dan Belanda. Dukungan referensi sejarah Kepulauan Gorom memegang peran menyebutkan pada masa

Gambar. 23 Peta Wilayah dan jalur pengaruh kekuasaan Tidore, berdasarkan data sejarah dan arkeologi penting dan strategis, pemerintahan Sultan Nuku, Tidore menghubungkan kedua wilayah itu. mengembangkan wilayah Meskipun wilayah Kepulauan Gorom kekuasaannya ke wilayah-wilayah kecil, namun posisinya di tengah yang terletak di sisi timur Pulau antara Pulau Seram menuju Pulau Seram. Selain data-data arkeologi Papua dan wilayah Maluku yang sudah dapat dikonfirmasi, di Tenggara. Maka, bisa diduga, pada wilayah yang sekarang disebut masa lampau wilayah ini cukup ramai Provinsi Maluku, jejak pengaruh

32 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

Tidore kemungkinan juga masih jumlah barang mewah di situs- situs terdapat di beberapa tempat, pusat petuanan muslim di Papua, meskipun membutuhkan terutama keramik Ching (Abad XVII- serangkaian verifikasi melalui XVIII)(Mahmud, 2012:32). Pedagang penelitian sistematis. Beberapa Arab mendapat jalan ke Papua, lewat informasi yang baru penulis peroleh jalur Kesultanan Islam Tidore dan dari literatur misalnya, tentang Soa Bacan (Prasetyo, 2011: 76). Sumber Nukuhehe dan Masjid Nuku berikut lain menyebut bahwa Pengaruh tradisi pemberian zakat fitrah dua hari Budaya Islam sebagaimana yang setelah hari raya Idul Fitri di Negeri disebut seorang pedagang Spanyol, Seith, di Jazirah Leihitu Pulau Ambon Louis vas de Torres dalam (Nukuhehe, 2014). Informasi ini perjalanannya ke Papua pada abad menarik untuk diletili hubungan ke 14 menemukan para pedagang kesejarahannya dengan Kesultanan dari , Ternate dan Tidore Tidore periode Sultan Nuku. Hal ini mengajarkan Islam sambil mengingat selama ini Jazirah Leihitu, berdagang di Onim, Fak-fak. Pada sangat populer dengan keberadaan abad ke 15 juga diketahui bahwa Kerajaan Hitu, yang lebih dekat rakyat Papua di kawasan pantai utara afiliasinya dengan Kesultanan dan Barat kehilangan kedaulatannya Ternate. Perlu diteliti kembali apakah ketika kesultanan Tidore datang dan Soa Nukuhehe dengan Masjid Nuku- melakukan pendudukan. Islam pada nya serta tradisi zakat fitrah memiliki awalnya tidak dibawa oleh organisasi hubungan kesejarahan dan tradisi dakwah keagamaan melainkan oleh dengan Tidore atau hanya kebetulan perseorangan melalui para belaka. Tentu saja hal ini juga pedagang dan pelaut (Hamid, menjadi rekomendasi penelitian 2013:445). Dengan demikian, lanjutan terutama untuk sejarah dan sesungguhnya dalam konteks tradisi. Pengaruh Budaya Islam, Kesultanan Raja Tidore Sultan Saifuddin Tidore memainkan pula perannya di bahkan berhasil memperoleh wilayah Papua. legitimasi yuridis dan praktis atas Salah satu illustrasi lain daerah seberang laut Tidore dengan tentang Pengaruh Budaya adalah “menukar” hak monopoli atas misalnya tentang bentuk perahu cengkeh dengan pengakuan dari Mansusu di wilayah Biak, nampak petinggi VOC di Batavia terhadap dipengaruhi oleh bentuk perahu di Kepulauan Raja Ampat dan Papua Maluku Utara, terlihat dari bentuk Daratan pada tanggal 28 Maret 1667 haluan dan buritannya yang sama. di Batavia (Amal, 2010: 177). Dengan Dalam naskah portugis tentang pengakuan yang diperoleh Sultan Sejarah Maluku yang ditulis oleh Tidore memungkinkannya Antonio Galvao kira-kira tahun 1544 mengangkat perwakilan raja di dan diterbitkan oleh H.Jacobs,S.J, wilayah Papua, sehingga Galvao mengungkapkan bahwa memungkinkan pengaruh Islam bentuk perahu orang di Maluku Utara memasuki fase berkembang. Pada di tengah-tengah kapal menyerupai fase pengaruh Islam berkembang, telur (he ovedo no meio) dan kedua nampak mulai terbentuk koloni-koloni ujungnya melengkung ke atas. di peisisir baratdaya dan pulau-pulau Dengan demikian kapal bisa berlayar yang menjadi satelit kesultanan atas maju maupun berlayar mundur. kebijakan politik dan dagangnya. Hal Pengaruh ini mungkin disebabkan ini ditandai dengan meningkatnya banyaknya kunjungan orang Biak

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 33 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Numfor ke Maluku Utara dan dan wilayah Papua sudah terjalin terjalinnya hubungan baik antara sejak jalur perdagangan rempah orang Biak Numfor dan kesultanan terbentuk. Tidore. Bahkan dimasa VOC, orang Biak Numfor menjadi salah satu kekuatan armada laut bagi kerajaan KESIMPULAN Tidore (Marwati DJ dan Notosusanto, Peninggalan monumental 1993: 112; Usmany:2009). seperti Masjid Kuno, Kedaton, Dengan demikian gerak niaga kompleks makam kesultanan, pasar, regional antara wilayah Maluku Utara pelabuhan menjadi ciri bahwa Kota dan Papua, merupakan zona Tidore adalah pusat kekuasaan ekonomi menjadi semacam rantai- Islam. Selain itu Kota Tidore, sebagai rantai perdagangan yang kota kesultanan, semakin menghubungkan wilayah-wilayah berkembang pada masa kolonialisasi niaga di Kepulauan Maluku dengan Eropa. Hadirnya benteng-benteng wilayah Papua. Hal ini karena kedua yang berdiri di pesisir Pulau Tidore wilayah itu masing-masing memiliki menunjukkan pertumbuhan dan komiditi andalan untuk saling perkembangan kota yang semakin dipertukarkan. Wilayah yang secara pesat. Selain itu, bukti adanya geografis relatif berdekatan, serta kedaton Tidore, tempat Sultan dihubungkan dengan wilayah- berdiam dan menjalankan roda wilayah perairan yang merupakan pemerintahan, menunjukkan bahwa jalur perdagangan internasional Kota Tidore merupaka pusat sejak awal-awal Masehi. Bagi pemerintahan dan kekuasaan Islam. wilayah Maluku, wilayah perairan dan Pada perkembangan daratan Papua, sangat penting untuk selanjutnya, kekuasaan Islam Tidore menguatkan basis ekonomi kerajaan. meluaskan pengaruhnya hingga ke (Handoko, 2010a:6-7). wilayah-wilayah lain di seberang Demikianlah, sejak beradab- Pulau Tidore. Pengaruh budaya dan abad yang lalu, jalur perairan Maluku kekuasaan Islam Tidore dibuktikan Utara dengan wilayah Papua, telah adanya catatan sejarah, dan tradisi menjadi zona politik, budaya dan lisan di beberapa daerah bahwa ekonomi yang menghubungkan mereka bagian dari kekuasaan Islam pusat kekuasaan Tidore dengan Kesultanan Tidore. Bukti-bukti fisik beberapa wilayah Papua. Jejak arkeologi memperkuat bukti bahwa arkeologi dan sejarah menghadirkan Kesultanan Tidore meluaskan bukti bahwa Pengaruh Budaya dari pengaruhnya baik pengaruh budaya Kesultanan Tidore ke wilayah Papua Islam, politik maupun jaringan sudah terbentuk sejak dulu. perniagaan (ekonomi) ke wilayah- Berdasarkan data arkeologi dan wilayah lain di Kepulauan Maluku, sejarah, berikut tradisi kehidupan hingga beberapa wilayah di pesisir masyarakat di wilayah-wilayah dan daratan Papua. Pengaruh Budaya dari pusat Tidore Bukti-bukti berkembangnya sesungguhnya melahirkan simpul peradaban Kesultanan Tidore dan peradaban, yang lahir dari wilayah periferinya atau wilayah- kemultibudayaan yang hadir wilayah kekuasaannya masih bisa sebelumnya di pusat peradaban kita saksikan hingga sekarang dan Kesultanan Tidore. Tidak hanya soal patut kita jaga kelestariannya untuk kekuasaan, namun juga agama, menguatkan jati diri bangsa, sebagai budaya dan jaringan ekonomi Tidore bangsa dengan peradaban yang

34 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

besar di Nusantara. Kesultanan Peradaban Timur-Barat, Tidore, berdasarkan jejak arkeologi sesungguhnya yang telah memicu yang ditinggalkan memperlihatkan lahirnya karya tulis ini. Ucapan terima peradabannya yang maju, dan Kota kasih juga untuk Ibu Anita Gatzmir, Tidore saat ini, masih meninggalkan Ibu Annie Nugraha (KSBN) serta Pak jejak-jejak arkeologi sebagai kota Usman, Pak Jojou dan Pak yang dibangun dengan Syamsuddin (Dinas Budpar Kota kemultibudayaan, sebab pada masa Tidore Kepulauan) atas diskusi- puncak perdagangan, berbagai diskusinya yang memperkaya artikel bangsa tinggal dan menetap di ini. Penulis juga berterima kasih Tidore. Pemukiman-pemukiman kepada Ibu Ninie Soesanti, terbentuk, benteng-benteng Departemen Arkeologi FIB UI yang pertahanan berdiri, menjadi telah memberi semangat presentasi pengalaman berharga sebagai dan lahirnya karya tulis ini. Tak lupa proses perjalanan peradaban. Tidak terima kasih buat kolega saya di Balai hanya di Kota Tidore atau di Pulau Arkeologi Maluku, Sdr. Arsthen Tidore sebagai Kota Kesultanan, Godlief P yang telah membantu pusat peradaban, namun peradaban menyediakan peta untuk melengkapi itu juga menyebarluas ke daerah- artikel ini. daerah kekuasaannya, melalui jalur penyebarluasan kekuasaan, agama, budaya juga jaringan niaga di wilayah maritim Kepulauan Maluku pada umumnya. Bukti-bukti peradaban multibudaya ini merupakan kekayaan bangsa yang patut dipertahankan keberadaan, diungkap maknanya untuk menumbuhkan semangat kebangsaan di negeri tercinta Maluku dan ini.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Mayjen (Purn) Hendarji Soepandji (Pak Hen), Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) dan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan yang telah mengundang penulis untuk mempresentasikan makalah ini sebelumnya di Tidore. Undangan narasumber Seminar Nasional “Tidore-Ternate: Titik Temu

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 35 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman, Paramitha, 1978 "Moluccan Responses to the First Intrusions of the West," Dynamic of History, (eds) Haryati Subadio,et. a l. Amsterdam: North Holland Pub. Co. Abdurachman, Paramita,1984. Sumber-Sumber Sejarah Tentang Salawati, Raja Ampat dalam E.K.M.Masinambow (ed) Maluku dan Irian Jaya, . Buletin Leknas Vol.III,No.1. LIPI Amal, M. A. (2010). Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950. Jakarta: Gramedia. Andaya, L.Y. 1993. The World of Maluku: Eastern Indonesia in the Early Modern Period. Honolulu: University of Hawaii Press.

Andaya, L.Y. 2015. Dunia Maluku: Indonesia Timur Pada Zaman Modern Awal. Edisi Terjemahan dari Judul Asli: The World of Maluku: Eastern Indonesian in Early Modern Period. Penerjemah: Septian Dhaniar Rahman. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Cortesao, Armando. 2015. Suma Oriental: Karya Tome Pires: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues. Edisi Terjemahan dari Judul Asli: The Suma Oriental of Tome Pires An Account of The East, From The Sea to China and The Book of Francisco Rodrigues. Penerjemah: Adrian Perkasa dan Anggita Pramesti. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Fairyo, Klementin, (2014) Kajian Situs Gunung Dezh Di Pulau Salawati. Jurnal Arkeologi Papua. 6 (2): 187-193 Hamid, I. Al. (2013). Islam Politik di Papua: Resistensi Dan Tantangan Membangun. Millah, XII(2), 441–459. Handoko, W (2007) Peran Strategis Wilayah Kepulauan Gorom dalam Kontak Awal Budaya, Perkembangan Perdagangan dan Budaya Islam di Maluku”. Berita Penelitian Arkeologi (BPA) Vol. 2 Nomor 4 Tahun 2007. Balai Arkeologi Ambon. Handoko, W. (2009). Dinamika Budaya Islam di Wilayah Kepulauan Maluku Bagian Selatan. Kapata Arkeologi, 5(9), 15–31. Handoko. W (2010a) “Gerak Niaga Maluku-Papua: Zona Ekonomi Dan Kekuasaan Islam.” Jurnal Papua 2 (1):1–13. Handoko. W (2010b).”Konversi Islam dan Determinasi Kekuasaan. Studi Arkeologi di Kawasan Teluk Waru, Seram Bagian Timur. Kapata Arkeologi. 6 (10):1– 18. Handoko, W. (2013). Perniagaan dan Islamisasi di Wilayah Maluku. Kalpataru, 22(1), 17–30. Handoko, W. (2015) Tata Kota Islam Ternate. Tinjauan Morofologi dan Kosmologi. Kapata Arkeologi.11(2). 123-138 Handoko, W. (2017) Kerajaan Loloda : Melacak Jejak Arkeologi dan Sejarah.

36 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018

Kapata Arkeologi. 13(2). 179-194 Jafar, Abdullah, (2012) Sistem Pemerintahan Sultan Nuku dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Tidore Pada Abad Ke XVIII (suatu penelitian di Kota Tidore Kepulauan Propinsi Maluku Utara). Skripsi. Gorontalo, Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo Katoppo, E. (1984) Nuku, Perjuangan Kemerdekaan di Maluku Utara, Jakarta: Sinar Harapan. Mahmud, M. I. (2012). Pengaruh Peradaban Islam Di Papua, Jurnal Papua. 4 (2), 27–41. Mene, Bau, (2013) Masuknya Islam di Kabupaten Fak-Fak dan Tinggalan Arkeologinya. Jurnal Papua. 5 (2), 10-24 Leirissa, R.Z. 2001. “Jalur Sutera: Integrasi Laut-Darat dan Ternate sebagai Bandar di Jalur Sutera”. Dalam M.J. Abdulrahman, et.al. Ternate: Bandar Jalur Sutera. Ternate: LinTas (Lembaga Informasi dan Transformasi Sosial). Nukuhehe, Syaifud Mochamad (2014) Tinjauan hukum Islam terhadap tradisi Pembagian Zakat Fitrah di Soa Nuku Hehe di daerah Adat Ambon Negeri Seith Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Skripsi. Jurusan Hukum Islam Prodi Ahwalus Syakhsiyah. Fak. Syai’ah dan Hukum. Universitas Islam Negeri . Pattikayhatu, J dan Hamzah, A Wahab, (1996) Sejarah Perjuangan Sultan Nuku Menentang Penjajah Belanda. Lembaga Daerah Kebudayaan Maluku. Ambon Poesponegoro, Marwati Djoned dan Notosusanto N. (1993). Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Depdikbud. Putuhena, Shaleh M. Drs (2001) Proes perluasan Agama Islam di Maluku Utara. Dalam M.J. Abdulrahman, et.al. Ternate: Bandar Jalur Sutera, LinTas (Lembaga Informasi dan Transformasi Sosial). Ternate Roever and Broemer. (2008). Grote Atlas van de Verenigde Oost-Indische Compagnie deel 3: Indisvhe Archipel en Oceanie. Zierikzee: Asia Maior.

Sinaga, Rosmaida. (2013). Masa Kuasa Belanda di Papua. Depok: Komunitas Bambu.

Sarjiyanto, dkk, (2006). Jaringan Perdagangan Masa Kesultanan Ternate-Tidore- Jailolo di Wilayah Maluku Utara Abad ke-16 hingga Abad ke-19. Laporan Penelitian Arkeologi. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Tidak terbit

Mansyur, dkk, (2016) Pola Sebaran Benteng Dan Pengaruh Kolonial Eropa Terhadap Perkembangan Kota Ternate Dan Tidore. Laporan Penelitian. Ambon. Balai Arkeologi Maluku. Tidak Terbit

Usmany, Desi. (2009). “Menapak Jejak Pelayaran Tradisional Orang Biak Numfor Abad 16 Hingga Awal Abad XX. Kajian Sejarah Maritim”. Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Jayapura.

Kesultanan Tidore : Bukti Arkeologi Sebagai Pusat Kekuasaan Islam dan Pengaruhnya Diwilayah Periferi1; 37 (Wuri Handoko1, Syahruddin Mansyur2)

Widjojo, Muridan. (2013). Pemberontakan Nuku: Persekutuan Lintas Budaya di Maluku-Papua Sekitar 1780-1810. Depok: Komunitas Bambu.

Wekke, I. S. (2013). Masjid Di Papua Barat : Tinjauan Ekspresi Keberagamaan Minoritas Muslim dalam Arsitektur. El Harakah, 15(2), 124–149.

38 Berkala Arkeologi Vol.38 Edisi No.1 Mei 2018