ISSN (e) : 2527–564X / ISSN (p) 2621-0746 Website Journal : http://www.ejournal-academia.org/index.php/renaissance

PROSES POLITIK PEMILIHAN PIMPINAN DPR RI DALAM DINAMIKA POLITIK REVISI UU MD3 DI DPR RI TAHUN 2014-2018

Budi Suparman*); Efriza Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN), *)email: [email protected]

Paper Accepted: 20 Maret 2020 ABSTRAK Paper Reviewed: 26-31 Maret 2020 Tulisan ini mencoba menjelaskan mengenai proses politik pemilihan Paper Edited: 01-15 April 2020 pimpinan DPR dalam dinamika politik pada Revisi UU MD3 tahun 2014- Paper Approved: 25 April 2020 2018. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses politik dalam pemilihan Pimpinan DPR hasil penelitian periode 2014-2019 melalui revisi RUU MD3 diwarnai oleh kepentingan partai-partai politik utamanya polarisasi antar koalisi pendukung pasangan calon pada Pilpres. Dalam perumusan UU MD3, DPR kurang memikirkan menghasilkan rumusan pasal yang bersifat jangka panjang dan disepakati bersama untuk pengupayaan pemantapan kelembagaan ke arah yang lebih baik dan berkualitas.

Kata Kunci: Proses Politik, Pemilihan, Pimpinan DPR, UU MD3

PENDAHULUAN Satu isu penting yang saat itu mewarnai adalah revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun Berubah-ubahnya perangkat hukum di 2009 tentang MD3. Jika pada periode 2004- bidang politik setiap kali menjelang perhelatan 2009 lalu, untuk menempati posisi pimpinan lima tahunan yakni pemilihan umum (Pemilu), DPR harus melalui mekanisme suara terbanyak seperti momentum perubahan Undang-Undang (voting), akibatnya terjadi politisasi dalam Susunan dan Kedudukan (UU Susduk) yang pemilihan pimpinan DPR, sebab untuk telah berganti nama menjadi Undang-Undang mencapai tujuannya itu maka masing-masing Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), partai politik harus berupaya melakukan koalisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan untuk mendapatkan suara terbanyak. Sementara Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan itu, terjadi perubahan setelah revisi UU MD3 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang bahwa disepakati semua partai politik, sistem disebut UU MD3, telah menjadi arena yang baru dipilih ini, membawa semangat partai pertarungan kepentingan aktor-aktor politik, politik pemenang pemilu secara otomatis duduk khususnya dalam institusi DPR. sebagai ketua DPR dan disusul partai-partai DPR senantiasa dan akan selalu menjadi lainnya mengisi jabatan wakil-wakil ketua DPR. bagian penting yang bukan saja penguatan Dalam perkembangan berikutnya, DPR perwakilan politik rakyat tetapi juga mencuri waktu untuk bersidang mengesahkan penyelenggaraan pemerintahan yang perubahan UU No. 27 Tahun 2009 tentang bertanggungjawab dan demokratis. DPR hasil MD3. Salah satu materi krusial dan pemilu legislatif (Pileg) 2014 yang merupakan mengundang banyak perdebatan yakni pemilu demokratis ke empat selama masa mekanisme pengisian jabatan pimpinan DPR. reformasi. Jika kita pelajari bahwa sejak awal Jika, pada periode tahun 2009 lalu, partai proses pembentukannya, DPR periode ini pemenang pemilu otomatis berhak atas kursi mengalami proses yang sarat dengan tarik-ulur ketua DPR. Namun, sekitar Juni 2014 lalu, kepentingan partai politik, utamanya mengenai mayoritas partai politik yang tergabung dalam proses politik pemilihan pimpinan DPR dalam Koalisi Pendukung Prabowo yakni Partai dinamika politik revisi UU MD3 di DPR, Gerindra, Partai , PKS, PAN, PPP, dan (Tommi A. Legowo, 2015: 30). Partai Demokrat (meski mengklaim netral); tak lagi menghendaki proses pengisian jabatan

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020, hlm: 624-636 pimpinan DPR dilakukan berdasarkan perolehan wakil yang dipilih oleh anggota. Setiap fraksi kursi dalam pemilu, melainkan hendak dapat mengajukan satu calon pimpinan DPR. dikembalikan pada mekanisme pemilihan oleh Paket pimpinan DPR yang berjumlah lima anggota-anggota DPR sebagaimana orang, harus diusulkan oleh minimal lima fraksi dipraktikkan pada periode 2004 dan periode- di DPR. periode sebelumnya. Dewan akhirnya menetapkan pimpinan Wacana revisi pasal tentang pimpinan DPR DPR periode 2014-2019 adalah Setya Novanto ini menjadi bola liar, ada tiga opsi yang (Fraksi Golkar), kemudian kursi wakil ketua mengemuka selama pembahasan revisi. DPR diduduki oleh Fadli Zon (Fraksi Gerindra), Pertama, menggunakan sistem pemilihan Agus Hermanto (Fraksi Demokrat), Taufik terbuka. Dengan model ini, setiap partai dapat Kurniawan (Fraksi PAN), dan Fahri Hamzah mengajukan calon pimpinan. Calon-calon (Fraksi PKS). Koalisi PDI Perjuangan cs tersebut kemudian dipilih oleh anggota-anggota memang pada akhirnya memilih walk out dewan. Cara kedua adalah semi tertutup: calon karena tak bisa mengusung paket sendiri. diajukan oleh setiap fraksi dalam format ketua Akibat polemik ini, KIH membuat sekaligus wakil. Sedangkan opsi terakhir adalah pimpinan DPR tandingan serta menyampaikan model tertutup, yakni partai pemenang pemilu ketidakpercayaan kepada pimpinan DPR terpilih mengajukan dua calon pemimpin untuk dipilih tersebut. DPR versi KIH yang ditetapkan pada anggota-anggota dewan, (Kartika Chandra, 31 Oktober itu adalah Effendi Simbolon (PDI 2014: 154). Perjuangan), Ida Fauziah (PKB), Syaifullah Ketika keluar hasil Pileg April 2014 lalu Tamliha (Partai Persatuan Pembangunan/PPP), yang dimenangkan oleh Partai Demokrasi Supriadin Aries Saputra (Nasdem), dan Dossy Perjuangan (PDI Perjuangan), usul Iskandar (Hanura). Tentu saja, perseteruan dari mekanisme pemilihan seperti diuraikan di atas dualisme dalam tubuh DPR menyebabkan DPR mendapatkan dukungan penuh dari Koalisi tidak dapat bekerja maksimal, malah berkutat Pendukung Prabowo, (Kartika Chandra, 2014: dalam perebutan kekuasaan dalam pemilihan 152). Dengan perubahan tersebut, sekalipun PDI pimpinan DPR. Perjuangan berstatus sebagai pemenang Pemilu Perseteruan dualisme ini akhirnya dapat 2014, jalan menempatkan kadernya sebagai diselesaikan, melalui islah di antara kedua belah ketua DPR sangat mungkin menemui jalan pihak. Perseteruan KMP dan KIH berakhir di buntu. awal November dengan disepakatinya alokasi Sidang paripurna DPR akhirnya kursi pimpinan alat kelengkapan dewan untuk mengesahkan revisi UU MD3 pada 8 Juli 2014, kedua kubu, yang mana terdapat tiga poin utama atau sehari sebelum Penyelengaraan Pilpres kesepakatan. Pertama, koalisi Jokowi 2014 lalu. Pengesahan revisi ini berlangsung menyepakati tata cara penyelesaian kisruh alot setelah tidak terjadi pemufakatan mengenai dengan pimpinan DPR. Kedua, terdapat revisi pasal pemilihan pimpinan DPR. sejumlah substansi penyelesaian seperti Keputusan ini awalnya akan diambil melalui penambahan kursi wakil ketua alat kelengkapan proses pemungutan suara, namun Fraksi PDI dewan (terdapat 16 kursi tambahan yang Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuat jumlah kursi keseluruhan dan Hanura (atau Koalisi Pendukung Joko membengkak dari 63 kursi menjadi 79). Ketiga, Widodo) walk out dari proses pemungutan DPR bersepakat akan melakukan revisi UU suara. Aksi walk out ini disebabkan MD3 dan Tata Tertib DPR. ketidaksetujuan mereka atas perubahan tata cara Dalam perkembangannya, pemerintah dan pemilihan pimpinan DPR, untuk kembali seperti DPR sepakat melakukan revisi terbatas untuk yang telah ditentukan pada tahun 2004 lalu. menambah satu kursi pimpinan DPR dan MPR Koalisi Pendukung Prabowo atau dikenal bagi PDI Perjuangan yang ditargetkan rampung dengan Koalisi Merah Putih (KMP) pada pada Januari 2017 meski realitasnya terjadi akhirnya telah berhasil meloloskan ketentuan molor karena perebutan kekuasaan hingga pemilihan pimpinan DPR yang menguntungkan terwujud pada tahun 2018. Hal mana awal koalisi KMP, sehingga keetentuan ini otomatis Februari, DPR dan Pemerintah menyepakati menutup peluang PDI Perjuangan untuk rumusan revisi UU MD3 di Badan Legislasi. mengusung paket pimpinan dan kekalahan Jatah kursi pimpinan pun bertambah, yakni satu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Joko kursi pemimpin DPR dan tiga kursi pemimpin Widodo-Jusuf Kalla. Aturan itu tertuang dalam MPR, (Tommi A. Legowo, 2015: 4). Dan, pada Pasal 84 UU MD3 yang mengatur komposisi akhirnya pada Selasa 12 Februari 2018, revisi pimpinan DPR. Pasal-pasal itu menyatakan UU MD3 akhirnya disahkan dalam rapat pimpinan DPR terdiri atas satu ketua dan empat paripurna. Meski dua fraksi, Partai NasDem dan

625 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 PPP, walk out dari sidang paripurna namun Berbicara mengenai partai politik dan delapan fraksi lainnya yang setuju adalah PDI perwakilan, mengarahkan pembahasan Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Parlemen atau Lembaga Perwakilan Rakyat. Partai Hanura, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Berdasarkan pandangan Carl J. Friedrich, PKB, (https://news.detik.com/berita/3863546/2- parlemen adalah lembaga utama dari fraksi-walk-out-revisi-uu-md3-tetap-disahkan- pemerintahan perwakilan modern, yaitu sebagai dpr). majelis perwakilan rakyat (representatives assemblies) yang mempunyai fungsi utama Perumusan Masalah legislasi dan sebagai majelis tempat Berpijak dari penjelasan di atas dilakukannya pembahasan (deliberative menyembulkan pertanyaan penelitian yang assemblies) untuk memecahkan berbagai dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana masalah masyarakat dalam rangka melakukan dinamika politik antar Fraksi di DPR dalam pengawasan terhadap fiskal dan administrasi revisi UU MD3 terkait Pengaturan mengenai pemerintahan melalui speech and debate serta Pemilihan Pimpinan DPR? Dan, Bagaimana questions and interpellation, (A. Rosyid Al Proses Politik dalam Pemilihan Pimpinan DPR Atok, 2015: 206). Sedangkan menurut Yves Tahun 2014-2019? Money dan Andrew Knapp, bahwa secara teori dan praktik, parlemen memunyai tiga fungsi METODE PENELITIAN yaitu fungsi perwakilan (representation), fungsi mengambil keputusan (decision), dan fungsi Untuk memperoleh jawaban tersebut maka kontrol terhadap eksekutif (control over penulisan dalam penelitian ini dirancang dengan executive), (A. Rosyid Al Atok, 2015: 206). pendekatan kualitatif. Penelitian ini Jika kita pelajari lebih lanjut bahwa fungsi menggunakan studi kasus, hal mana Penulis pokok parlemen itu pertama-tama adalah menggali feomena tunggal (kasus) yang dibatasi pengawasan terhadap eksekutif, baru setelah itu oleh waktu berupa kejadian dan menganalisis fungsi legislasi (pembuatan undang-undang). proses politik pemilihan pimpinan DPR-RI serta Yang dimaksud dengan fungsi legislasi adalah mengumpulkan informasi rinci dengan berkaitan dengan kewenangan untuk menggunakan berbagai prosedur pengumpulan membentuk peraturan perundang-undangan data selama periode waktu tertentu. Sumber data yang mengikat warga negara. Fungsi legislasi penelitian dihasilkan melalui wawancara bisa dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi sebagai sumber data primer dan sebagai sumber legislasi dalam arti luas dan dalam arti sempit. data sekunder dilakukan dengan studi pustaka Fungsi legislasi dalam arti luas termasuk di (library research). dalamnya membentuk Undang-Undang Dasar Untuk informan yang diwawancarai untuk (UUD), sedangkan fungsi legislasi dalam arti proses pengumpulan data dalam penelitian ini sempit terbatas pada fungsi membentuk undang- sebanyak lima orang terdiri dari: pertama, satu undang, (A. Rosyid Al Atok, 2015: 207). anggota DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan; Dalam penelitian ini pembentukan undang- kedua, dua orang dari berbagai partai lainnya undang yang dimaksudkan adalah pembentukan yakni Partai Golkar dan Partai Nasdem; ketiga, undang-undang dalam arti sempit, yaitu satu orang dari wartawan; dan keempat, satu pembentukan peraturan perundang-undang yang orang dari Akademisi. Dari proses wawancara berupa undang-undang, dengan studi dan studi pustaka itu kemudian dilakukan permasalahan penelitian mengenai proses analisis terhadap data dan diuraikan dalam politik mengenai UU MD3. Berkaitan dengan penulisan penelitian ini. pelaksanaan fungsi legislasi dalam pembentukan undang-undang, menurut Jimly HASIL DAN PEMBAHASAN Asshiddiqie terdapat 4 (empat) kegiatan yang meliputi: pertama, prakarsa pembuatan undang- Parlemen, Koalisi, dan Proses Politik undang; kedua, pembahasan RUU; ketiga, Demokrasi modern sekarang ini adalah persetujuan atas pengesahan RUU; dan bersifat perwakilan. Perwakilan (representation) keempat, pemberian persetujuan pengikatan yang dikenal saat ini adalah perwakilan yang atau ratifikasi atas perjanjian dan persetujuan bersifat politik (political representation), internasional dan dokumen-dokumen hukum umumnya yaitu perwakilan rakyat melalui partai yang mengikat lainnya, (A. Rosyid Al Atok, politik yang mempunyai kemampuan atau 2015: 207). kewajiban untuk berbicara dan bertindak atas Dalam menjalankan peran dan fungsi nama orang yang memilih partai tersebut, parlemen, bahwa koalisi merupakan suatu (Efriza, 2014: 3). keniscayaan, yang tak bisa dihindari di dalam

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 626 proses politik bangsa yang menganut sistem keputusan serta pelaksanaan dan integrasi, multipartai, utamanya juga Indonesia. (https://www.academia.edu/34927193/ Sebenarnya, apakah itu koalisi? Rainer Adam Proses_Politik) menjelaskan bahwa, istilah ‘koalisi’ berasal dari Di samping itu, dikatakan oleh Schneider kata kerja dalam bahasa Latin “coalescere,” dan Ingram bahwa dalam pengambilan yang secara harfiah berarti ‘saling menempelkan keputusan dalam sebuah kebijakan terdapat atau mengikatkan dua hal.’ Koalisi pada desain tertentu yang dapat diperiksa melalui khususnya merupakan aliansi atau kerja sama proses politik yang dominan. Dalam konteks untuk periode waktu yang terbatas dalam rangka tertentu pembuatan kebijakan ditandai oleh demi mencapai tujuan tertentu. Dalam politik, institusi dan gagasan yang khas. Arena tujuan tersebut biasanya adalah mengambil-alih kelembagaan, apakah parlemen, pengadilan, kekuasaan dan memegang pemerintahan. cabang eksekutif, dan sejenisnya, memiliki Koalisi yang dimaksud dalam hal ini adalah, peraturan, norma, dan prosedur yang antar kelompok atau antar organisasi (dalam mempengaruhi pilihan dan strategi aktor. penelitian ini ditafsirkan partai politik), untuk Selain itu, proses pembuatan kebijakan mewujudkan tujuan bersama yang tidak dapat pada saat tertentu ditandai oleh gagasan yang dicapai sendirian, (Rainer Adam, 2010: 11). dominan terkait dengan isu kebijakan kepada Dalam upaya membangun koalisi yang kelompok yang terkena dampak, peran ideal, diuraikan oleh Syamsuddin Haris, Peneliti pemerintah, dan lain-lain. Gagasan ini akan Politik di Pusat Penelitian Politik Lembaga mendorong argumen aktor yang berpihak pada Penelitian Ilmu Politik (P2P-LIPI) menyatakan, kepentingan tertentu, solusi, dan persepsi serta koalisi yang ideal adalah apabila: pertama, preferensi mereka saat mereka mengambil kesepakatan antarparpol yang berkoalisi lebih keputusan kebijakan, didasarkan atas platfrom dan agenda politik (http://jurnal.unpad.ac.id/wacanapolitik/article/v yang sama ketimbang semata-mata pembagian iew/17670/pdf). kekuasaan; kedua, kesepakatan koalisi mengatur hak dan tanggung jawab pihak-pihak yang Dinamika Politik Antar Fraksi di DPR dalam berkoalisi berikut mekanisme ganjaran (reward) dan hukuman (punishment); ketiga, ada Revisi UU MD3 semacam kode etik bagi para pihak yang terlibat Momentum perubahan UU Susduk yang dalam kesepakatan; dan keempat, kesepakatan telah berganti nama menjadi UU MD3, tentunya bersifat publik dan mengikat pihak-pihak yang menjadi arena pertarungan kepentingan aktor- berkoalisi, (Efriza, 2012: 327). aktor politik, khususnya antaraktor dalam Dalam merumuskan pembuatan undang- lembaga perwakilan itu sendiri utamanya adalah undang di parlemen maka terjadi proses politik. DPR. Perlu dipahami terlebih dulu bahwa Jika merunut ke belakang bahwa mendiskusikan makna politik adalah upaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Susduk untuk mencapai tujuan (kehidupan bersama merupakan satu-satunya paket RUU Politik yang harmonis), dan untuk mencapainya harus yang disahkan pasca pemilu 2009. Hasil pemilu ada ada proses yang dilewati yang kemudian anggota legislatif serta pemilu presiden dan disebut sebagai proses politik. Proses politik wakil presiden cukup jelas menggambarkan menurut Miriam Budiardjo, adalah pola-pola konteslasi politik pada periode 2009-2014. Sisa politik yang dibuat oleh manusia dalam masa pembahasan RUU Susduk pasca-Pemilu mengatur hubungan antara satu sama lain. 2009 akhirnya terkontaminasi dengan hasrat Proses dalam setiap sistem dapat dijelaskan politik, khususnya partai besar dan para sebagai input dan output. Input itu sendiri koalisinya. Konstelasi politik semakin cair dan merupakan tuntutan serta aspirasi masyarakat sarat akan kepentingan pihak-pihak tertentu. Hal yang juga dukungan dari masyarakat. Input ini itu tercermin misalnya, pada saat memutuskan kemudian diolah menjadi output, kebijaksanaan, materi komposisi dan mekanisme pimpinan dan keputusan-keputusan, yang akan DPR. dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Sebelum Pemilu 2009, sembilan fraksi (F- Lain daripada itu, Ramlan Surbakti PG, F-PDIP, F-PKS, F-PAN, F-PPP, F-PKB, F- berpandangan bahwa proses politik akan Gerindra, F-Hanura, dan F-PDS) selain Fraksi menimbulkan gejala kekuasaan meskipun hal itu Partai Demokrat (F-PD) menolak tegas usulan bukan satu-satunya hal. Suatu proses politik, F-PD bahwa ketua DPR akan ditempati oleh pada intinya adalah penyelesaian konflik yang kader partai pemenang pemilu. Dengan melibatkan pemerintah. Tahapan proses ini demikian, muncul alternatif bahwa Pimpinan adalah politisisasi dan/atau koalisi, pembuatan

627 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 DPR dipilih secara paket (tidak mengacu pada krusial dan mengundang banyak perdebatan urutan pemenang Pemilu 2009) dan yang akan disahkan ialah perubahan mekanisme memperhatikan keterwakilan partai minoritas pengisian jabatan pimpinan DPR. dan kelompok perempuan. Menjelang akhir Pada periode tahun 2009 lalu, partai pengesahan, suara F-PD yang awalnya pemenang pemilu otomatis berhak atas kursi minoritas (dibandingkan dengan suara sembilan ketua, sesuai dengan Pasal 82 UU MD3 fraksi lain) tiba-tiba menjadi pemenang. tersebut. Hadirnya ketentuan itu dikarenakan Usulannya itu tertuang dalam Pasal 82 UU pada periode tahun 2004-2009, untuk MD3, yang memuat ketentuan bahwa Pimpinan menempati posisi ketua DPR harus melalui DPR (terdiri atas 1 orang ketua dan 4 orang mekanisme suara terbanyak atau voting. wakil ketua) ditentukan berdasarkan urutan Akibatnya, terjadi politisasi dalam pemilihan partai pemenang pemilu. Realitas ini juga ketua DPR, sehingga disepakati direvisi bahwa dijelaskan oleh Andus Simbolon, wartawan partai politik pemenang pemilu secara otomatis beritabuana.co, yang merupakan wartawan di duduk sebagai Ketua DPR, dan disusul partai press room DPR kepada penulis bahwa, lainnya mengisi pimpinan di DPR. Semangat itu “Itu sebabnya pada periode 2009-2014, bukan lagi naluri berkuasa, tetapi legitimasi Ketua DPR berasal dari Partai Demokrat elektoral sebagai bentuk pengakuannya, ini akan yaitu Marzuki Alie yang menguasai 148 memacu partai untuk berlomba-lomba dalam kursi. Kemudian disusul Wakil Ketua DPR Pemilihan Umum Legislatif (Pileg). Namun, dari Partai Golkar pemilik 107 kursi, PDI sekitar Juni 2014 lalu, mayoritas partai politik Perjuangan pemilik 94 kursi, PKS pemilik yang tergabung dalam Koalisi Pendukung 57 kursi dan terakhir PAN dengan 46 Prabowo (termasuk PD yang mengklaim netral) kursi. Jadi, pimpinan DPR ditentukan tak lagi menghendaki proses pengisian jabatan berdasarkan perolehan suara partai dalam ketua dilakukan berdasarkan perolehan kursi pemilu. Itu aturan main yang disepakati dalam pemilu, melainkan hendak dikembalikan oleh fraksi di DPR-RI,” (Wawancara, pada mekanisme pemilihan sebagaimana Andus Simbolon, 2019, Jakarta). dipraktikkan pada periode 2004 dan periode- Pilihan itu diambil dianggap periode sebelumnya. menguntungkan partai pemenang pemilu, dan Permasalahan ini terjadi karena persaingan juga menghindari politisasi suara dalam dalam pemilu legislatif dan pemilihan presiden pemilihan pimpinan DPR. Berkaca pada periode yang berimbas ke Gedung Senayan. Sebab saat 2004-2009 lalu, untuk menempati posisi ketua itu persaingan antara koalisi yang dipengaruhi DPR harus melalui mekanisme suara terbanyak dalam pemilu legislatif dan pemilihan presiden (voting), akibatnya terjadi politisasi dalam masih kental terasa. Kubu koalisi pendukung pemilihan pimpinan DPR, sebab untuk Prabowo Subianto-Hatta Radjasa berupaya mencapai tujuannya itu maka masing-masing keras ingin menguasai parlemen dan ternyata partai politik harus berupaya melakukan koalisi berhasil. Sehingga dapat dikatakan, prosesnya untuk mendapatkan suara terbanyak. Sementara memakan waktu yang lama dan menguras itu, setelah disepakati semua partai politik, energi partai politik itu sendiri, (Wawancara, sistem yang baru dipilih ini, membawa Andus Simbolon, 2019, Jakarta). semangat partai politik pemenang pemilu secara Revisi UU MD3 awalnya dilakukan otomatis duduk sebagai ketua DPR dan disusul berdasarkan pedoman mandat empat putusan partai-partai lainnya mengisi jabatan wakil- Mahkamah Konstitusi (MK) selama periode wakil ketua DPR. Ini menunjukkan bahwa, jika 2009-2013 yang terkait dengan tata cara partai ingin mendudukkan anggotanya sebagai pemilihan Ketua MPR, kedudukan DPD di pimpinan DPR, maka mereka dapat bidang legislasi, penghapusan sebagian memperolehnya tanpa perlu melakukan proses kewenangan Badan Anggaran, dan mekanisme tawar-menawar kekuasaan antar partai politik pemilihan Ketua DPRD. Bahkan, revisi melainkan jabatan pimpinan DPR itu diperoleh peraturan itu juga dirancang untuk memperkuat dari hasil kerja keras partai yang memenangkan fungsi Dewan, terutama di bidang legislasi. Para suara terbanyak dari rakyatnya dalam pemilu, legislator ingin institusi ini lebih produktif (Efriza dan Syafuan Rozi, 2010: 103). menghasilkan undang-undang pro-rakyat yang Dalam perkembangan berikutnya, ketika tak mudah digugat ke MK. Sehingga pasal semua mata masyarakat lagi tertuju pada hari tentang pimpinan DPR tidak termasuk yang pemungutan suara Pemilihan Umum Presiden akan direvisi makanya tidak ada di dalam Daftar (Pilpres) 2014, DPR mencuri waktu untuk Inventarisasi Masalah (DIM). bersidang mengesahkan perubahan UU No. 27 Wacana revisi pasal tentang pimpinan DPR Tahun 2009 tentang MD3. Salah satu materi ini akhirnya menjadi bola liar, ada tiga opsi

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 628 yang mengemuka selama pembahasan revisi. Hasil Sidang Paripurna ini juga Pertama, menggunakan sistem pemilihan menunjukkan bahwa kemenangan pertama terbuka. Dengan model ini, setiap partai dapat KMP atau Koalisi pendukung Prabowo-Hatta. mengajukan calon pimpinan. Calon-calon Meski DPR hasil Pemilu 2009 masih bekerja tersebut kemudian dipilih oleh anggota Dewan. hingga 1 Oktober 2014, serta hubungan Cara kedua adalah semi tertutup: calon diajukan eksekutif dan legislatif masih tak bisa oleh setiap fraksi dalam format ketua sekaligus dilepaskan dari Koalisi SBY dengan oposisi wakil. Sedangkan opsi terakhir adalah model pemerintahan SBY yaitu PDI Perjuangan, tertutup, yakni partai pemenang pemilu Gerindra dan Hanura, namun tampaknya mengajukan dua calon pemimpin untuk dipilih persaingan di Pilpres telah merubah tatanan anggota dewan, (Kartika Chandra, 2014: 152). perpolitikan yang malah diwarnai koalisi antara Sampai akhirnya usul itu muncul setelah pendukung Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK. keluar hasil Pemilu Legislatif (Pileg) April 2014 Pendukung revisi UU MD3 pun adalah partai lalu yang dimenangkan oleh PDI Perjuangan, yang tergabung dalam KMP pendukung usul tersebut muncul ditenggarai karena Prabowo-Hatta. Sedangkan yang walk out petinggi Partai Golkar ingin memimpin menolak revisi UU MD3 adalah partai koalisi parlemen dan usul itu didukung oleh Fraksi pendukung Jokowi-JK. Jelas bahwa hasil ini Demokrat dan Fraksi PKS, bahkan usul itu juga menunjukkan langkah awal konsolidasi akhirnya mendapatkan dukungan penuh dari KMP, yang secara aklamasi enam partai politik Koalisi Pendukung Prabowo, (Kartika Chandra (bersama Partai Demokrat) itu sepakat memilih 2014: 152). Dengan perubahan tersebut, opsi ketiga. sekalipun PDI Perjuangan berstatus sebagai Koalisi Pendukung Prabowo pada akhirnya pemenang Pemilu 2014, jalan menempatkan telah berhasil meloloskan ketentuan pemilihan kadernya sebagai ketua DPR sangat mungkin pimpinan DPR yang menguntungkan koalisi menemui jalan buntu. KMP. Aturan itu tertuang dalam Pasal 84 UU Sidang paripurna DPR akhirnya Nomor 17 Tahun 2014 atau disebut UU MD3, mengesahkan revisi UU MD3 pada 8 Juli 2014, yang mengatur komposisi pimpinan DPR. atau sehari sebelum Penyelengaraan Pilpres Pasal-pasal itu menyatakan pimpinan DPR 2014 lalu. Pengesahan revisi ini berlangsung terdiri atas satu ketua dan empat wakil yang alot setelah tidak terjadi pemufakatan mengenai dipilih oleh anggota. Setiap fraksi dapat revisi pasal pemilihan pimpinan DPR. mengajukan satu calon pimpinan DPR. Paket Keputusan ini awalnya akan diambil melalui pimpinan DPR yang berjumlah lima orang, proses pemungutan suara, namun Fraksi PDI secara tidak langsung harus diusulkan oleh Perjuangan, PKB dan Hanura (atau Koalisi minimal lima fraksi di DPR, untuk terjadinya Pendukung ) walk out dari proses persaingan yang cukup berimbang. pemungutan suara. Ketentuan ini otomatis menutup peluang Aksi walk out ini disebabkan PDI Perjuangan untuk mengusung paket ketidaksetujuan mereka atas perubahan tata cara pimpinan. Musababnya, partai pemenang penetapan pemilihan Ketua DPR. Sebelumnya, pemilu itu hanya sanggup merangkul tiga partai pemilihan ketua DPR ditentukan lewat sistem lain yaitu PKB, Hanura, dan Nasdem (partai proporsional, artinya partai politik dengan baru hasil Pemilu 2014 lalu). Koalisi Pendukung perolehan suara terbanyak berhak menempati Jokowi atau dikenal dengan KIH tentu mesti posisi Ketua DPR. Ketiga fraksi itu tak setuju mencari satu partai politik lagi bila ingin dengan revisi tersebut. mengusulkan paket pimpinan DPR. Jika hanya Ada tiga opsi yang ditawarkan dalam ada satu paket, maka otomatis langsung pemungutan suara sebelum ketiga fraksi itu ditetapkan menjadi pimpinan DPR. Realitas ini walk out. Opsi pertama adalah kembali ke dijelaskan oleh Andrie Said yang merupakan aturan awal, kursi ketua DPR jadi milik partai pengurus struktural dari Partai Nasdem kepada dengan perolehan kursi terbanyak. Opsi kedua penulis, sebagai berikut, yaitu partai politik pemenang pemilu “PDI Perjuangan meski menjadi mengajukan beberapa nama calon ketua DPR pemenang pemilu legislatif 2014 pada saat yang nantinya akan dipilih oleh anggota DPR. itu, tetapi seperti gagal menjadi Opsi ketiga, pimpinan DPR dipilih dalam pemenang, karena mereka gagal bentuk paket, artinya anggota DPR akan menempatkan wakilnya menjadi ketua memilih sendiri pimpinan mereka lewat paket DPR. Bahkan, ironisnya, mereka tidak pimpinan DPR yang diajukan. Paket tersebut bisa mengajukan paket pimpinan karena berisi Ketua DPR dan empat Wakil Ketua DPR. terganjal aturan dalam UU MPR, DPR,

629 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 DPD, DPRD (MD3) yang baru tersebut, Perjuangan, menjelaskan bahwa sebenarnya (Wawancara, Andrie Said, 2019, Jakarta).” tidak pernah ada Pimpinan DPR tandingan. Realitas di DPR menyebabkan koalisi Yang terjadi saat itu adalah sebuah bentuk tanpa syarat yang digagas oleh Jokowi, semakin protes atas penetapan yang menimbulkan sulit diimplementasikan ditambah realitasnya polemik tersebut, sebagai berikut, “Karena bahwa pada tanggal 31 September 2014, MK dalam proses menyusun komposisi Pimpinan berdasarkan Putusan Nomor 73/PUU-XII/2014, DPR berdasarkan UU tentang MD3 yang telah menolak uji materi UU MD3 dari PDI merupakan produk anggota legislatif di akhir Perjuangan. Sehingga, sehari setelah keputusan masa jabatan 2009-2014, yang digalang dalam MK, koalisi partai pengusung Jokowi-JK, hal ini fraksi-fraksi dari partai KMP. Sehingga, bermanuver untuk memperluas bangunan berdasarkan UU tentang MD3 (revisi) tersebut kekuatan pendukung pemerintah di parlemen. menentukan bahwa Pimpinan dipilih dalam 1 Merangkul partai yang tergabung di KMP tidak paket, sehingga dengan sistem itu tidak mudah, kalaupun bisa dirangkul tentu maharnya mengakomodir dan/atau sangat merugikan semakin ‘mahal,’ bargaining politik akan partai pemenang Pemilu Legislatif dalam hal ini berjalan alot kalau tidak bisa menawarkan PDI Perjuangan,” (Wawancara, KRH Henry keuntungan yang memuaskan, sebab melihat Yosodiningrat, 2019, Jakarta). semangat UU MD3 memang dirancang untuk Dari uraian di atas tampak terlihat bahwa mengganjal pemerintahan Jokowi-JK, boleh jadi revisi UU MD3 menjadi arena pertarungan tawaran ‘membelot’ adalah jabatan untuk koalisi pendukung pasangan calon presiden dan menduduki jabatan Wakil Ketua DPR dan wakil presiden, semestinya revisi UU MD3 sejumlah alat kelengkapan DPR, jabatan untuk mengikuti hasil keputusan MK, malah yang Pimpinan MPR, bahkan imbalan atas dukungan terjadi adalah polemik pemilihan pimpinan DPR itu juga menduduki pos kementerian tertentu. berdasarkan revisi UU MD3 tersebut. Yang mungkin untuk didekati agar menyeberang ke kubu Jokowi adalah PPP. Proses Politik dalam Pemilihan Pimpinan Sebab, PPP memang sedang mengalami konflik internal secara terang-benderang. Apalagi dalam DPR realitasnya, bahwa akhirnya Partai Demokrat Semestinya, jika merujuk di UU No. 27 yang awalnya mengklaim bersikap netral, tidak Tahun 2009 tentang MD3, bahwa Ketua DPR tergabung dalam salah satu koalisi, ternyata adalah Anggota DPR-RI yang berasal dari partai bergabung dengan Koalisi Prabowo, Partai politik dengan jumlah perolehan kursi terbanyak Demokrat menerima tawaran Wakil Ketua DPR pertama di DPR. Seperti dalam ketentuan, UU yang semestinya milik PPP, dan akhirnya KMP No. 27 Tahun 2009 tentang MD3 (sebelum berhasil menyapu bersih kursi pimpinan DPR, revisi) dalam Pasal 82 soal Pimpinan DPR yang (Koran Tempo, 2016: 4). berbunyi: DPR akhirnya menetapkan pimpinan DPR (1). Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) periode 2014-2019 adalah Setya Novanto orang ketua dan 4 (empat) orang (Fraksi Golkar), kemudian kursi wakil ketua wakil ketua yang berasal dari partai DPR diduduki oleh Fadli Zon (Fraksi Gerindra), politik berdasarkan urutan perolehan Agus Hermanto (Fraksi Demokrat), Taufik kursi terbanyak di DPR. Kurniawan (Fraksi PAN), dan Fahri Hamzah (2). Ketua DPR ialah anggota DPR yang (Fraksi PKS). Koalisi PDI Perjuangan cs berasal dari partai politik yang memang pada akhirnya memilih walk out memperoleh kursi terbanyak pertama karena tak bisa mengusung paket sendiri. di DPR. Akibat polemik ini, KIH membuat (3). Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR pimpinan DPR tandingan serta menyampaikan yang berasal dari partai politik yang ketidakpercayaan kepada pimpinan DPR terpilih memperoleh kursi terbanyak kedua, tersebut. DPR versi KIH yang ditetapkan pada ketiga, keempat, dan kelima. 31 Oktober itu adalah Effendi Simbolon (PDIP), (4). Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Ida Fauziah (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), partai politik yang memperoleh kursi Supriadin Aries Saputra (Nasdem), dan Dossy terbanyak sama, ketua dan wakil Iskandar (Hanura). Tentu saja, perseteruan dari ketua sebagaimana dimaksud pada dualisme dalam tubuh DPR menyebabkan DPR ayat (2) dan ayat (3) ditentukan tidak dapat bekerja maksimal, malah berkutat berdasarkan urutan hasil perolehan dalam perebutan kekuasaan dalam pemilihan suara terbanyak dalam pemilihan pimpinan DPR. Menurut KRH. Henry umum. Yosodiningrat, anggota DPR Fraksi PDI

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 630 (5). Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) Universitas Indonesia pada Fakultas Hukum dan partai politik yang memperoleh suara juga terdaftar sebagai dosen di Universitas sama, ketua dan wakil ketua Marsekal Dirgantara Surya Dharma, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjelaskan bahwa Pasal 84 ayat (1) UU MD3, dan ayat (3) ditentukan berdasarkan misalnya, merupakan tindakan tak etis dengan persebaran perolehan suara. juga membandingkan pada proses pemilihan pimpinan DPRD yang tak mengalami perubahan. Terutama Pasal 84 itu, bagi PDI UU MD3 tahun 2009 itulah yang didorong Perjuangan yang memenangkan Pilpres tentu revisi pengaturannya oleh KMP atau Koalisi saja merasa dizhalimi dalam kontestasi politik pendukung pasangan Prabowo-Hatta di Pilpres dan apabila dilihat juga PDI Perjuangan sebagai 2014, yang kemudian membangun koalisi di partai pemenang. Proses politik revisi UU MD3 Parlemen 2014-2019 dan merubah pasal soal itu dilakukan dalam satu bulan saja, KMP Pimpinan DPR di UU MD3 yang berganti memaksakan UU MD3 yang lama diubah menjadi UU No.17 Tahun 2014 tentang MD3. dengan pemilihan ketua DPR tidak otomatis Sehingga, Pasal Pimpinan di UU No. 17 Tahun diberikan kepada pemenang pemilu. Di sisi lain, 2014 tentang MD3 terdapat di Pasal 84 peraturan mengenai Pimpinan DPR tersebut berbunyi: hanya berlaku di DPR-RI, tidak untuk DPRD

provinsi dan kabupaten/kota. Di sini kita bisa (1). Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) melihat dan membaca bahwa pada masa PDI orang ketua dan 4 (empat) orang Perjuangan dinobatkan sebagai partai pemenang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh periode 2014-2019 malah Anggotanya tidak anggota DPR. satu pun diposisikan sebagai pimpinan DPR-RI. (2). Pimpinan DPR sebagaimana “Hal ini terjadi diakibatkan adanya dimaksud pada ayat (1) dipilih dari kelompok dan/atau dua Kubu koalisi partai dan oleh anggota DPR dalam satu politik yaitu KIH dan KMP. Sehingga paket yang bersifat tetap. dengan terjadinya dua kubu tersebut KMP (3). Bakal calon pimpinan DPR berasal dengan sendirinya tanpa koordinasi dan dari fraksi dan disampaikan dalam komunikasi ke PDI Perjuangan sebagai rapat paripurna DPR. Partai Pemenang dalam hal penetapan atau (4). Setiap fraksi sebagaimana dimaksud pemilihan sebagai Ketua DPR-RI, pada ayat (3) dapat mengajukan 1 (Wawancara, Riko Nugraha, 2019, (satu) orang bakal calon pimpinan Jakarta).” DPR.

(5). Pimpinan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih secara Pasca Pilpres menunjukkan telah terjadi musyawarah untuk mufakat dan politik pengkubuan koalisi yang beralih arena ditetapkan dalam rapat paripurna ke dalam Gedung DPR. Agenda pertama sidang DPR. paripurna setelah pelantikan anggota DPR 2014- (6). Dalam hal musyawarah untuk 2019 adalah pengisian jabatan untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada kepemimpinan DPR dan seluruh Alat ayat (5) tidak tercapai, pimpinan DPR Kelengkapan Dewan (AKD). Proses ini dipilih dengan pemungutan suara dan diwarnai dengan pendirian politis masing- yang memperoleh suara terbanyak masing koalisi yang ketat, tanpa peluang untuk ditetapkan sebagai pimpinan DPR ditawar. KMP teguh pada peraturan baru Pasal dalam rapat paripurna DPR. 84 UU No. 17 Tahun 2014 tentang MD3, yang mengatur pemilihan pimpinan DPR dan AKD dilangsungkan berdasarkan sistem paket yang Perubahan aturan melalui revisi UU MD3, dipilih langsung oleh Anggota DPR. Pada sisi mengenai mekanisme pemilihan pimpinan DPR lain, KIH menuntut proses dan mekanisme itu tentu saja tidak lagi menggunakan cara lama, pengisian pimpinan DPR dan AKD yakni partai pemenang Pemilu otomatis berhak dilangsungkan dengan kebiasaan dan tradisi menduduki kursi Ketua DPR. Hal itu sebelum yang telah berlaku pada tahun 2009 lalu, yaitu ditetapkan telah diterangkan pimpinan rapat berdasarkan proporsionalitas perolehan suara dalam pengesahan Undang-Undang MD3 yang dalam pemilu. Kalah dalam penguasaan jumlah memuat ketentuan aturan baru tersebut, kursi DPR, KIH menolak untuk turut serta (Wawancara, Andrie Said, 2019, Jakarta). dalam sidang paripurna pemilihan pimpinan Riko Nugraha, yang juga informan dalam DPR dan AKD yang dikuasai oleh KMP. penelitian ini yang merupakan dosen di

631 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 Akhirnya, KMP memenangkan penguasaan Akhirnya, meski pimpinan DPR di atas seluruh kursi Pimpinan DPR dan AKD. sudah sah dan diambil sumpahnya, namun kubu Hasilnya, KMP mendominasi DPR, sementara fraksi KIH tidak mengakui dan menolak. KIH melakukan sikap berupa tidak mengakui Mereka melawan dengan membentuk pimpinan dan menolak terhadap proses politik di DPR DPR tandingan. Hasilnya adalah, Pramono tersebut. Jadi secara riil, DPR benar-benar Anung (PDI Perjuangan) sebagai Ketua DPR, terbelah dalam dua kubu besar politik, KMP dan Ida Fauziah (PKB), Supriadin Aries Saputra KIH, (Tommi A. Legowo, 2015: 31). (Nasdem), Dossy Iskandar (Hanura), dan Dari proses politik ini tampak bahwa Syaifullah Tamliha (PPP), yang mana masing- pemilihan dan penetapan Pimpinan DPR masing sebagai wakil ketua DPR. periode 2014-2019 sangat diwarnai oleh Dominasi KMP yang direspons dengan kepentingan politik dari koalisi partai politik, boikot KIH mengakibatkan DPR macet, dan (Wawancara, KRH Henry Yosodiningrat, 2019, semua fungsinya tidak terselenggara dengan Jakarta). Terhadap situasi itu, mantan semestinya. Ini berlangsung secara nyata pada Kordinator Fraksi Partai Golkar, Zulfikar Arse Masa Sidang (MS) I DPR. Berdasarkan Arifin, yang sekarang merupakan anggota DPR peristiwa itu, menunjukkan bahwa kekuatan Periode 2019-2024, menilai bahwa, mayoritas bisa sewenang-wenang. Apalagi, jika “Semestinya pengaturan yang lama tentang koalisi oposisi mendominasi penguasaan pimpinan DPR yang terpilih berdasarkan suara mayoritas kursi DPR, ancaman stagnasi terbanyak yang lebih baik daripada pengaturan pemerintahan pun pada saat itu tak bisa yang baru penuh kontroversi itu. Seperti bahwa dihindarkan, (Tommi A. Legowo, 2015: 32). Pemenang Pemilu (Partai Politik) harus kita Dari kacamata luar parlemen, semestinya apresiasi. Dan, aturan itu ke depannya jika bisa UU MD3 tidak perlu mengalami perubahan atau terus dipertahankan bagus untuk demokrasi. direvisi pada waktu tahun 2014, tetapi “panas”- Agar para peserta kompetisi politik (partai nya pertarungan di Pilpres berdampak terhadap politik) tahu diri kalau partai itu kalah begini, situasi di Gedung Senayan. UU MD3 pun dan menang konsekuensinya seperti ini, menjadi “korban” dan menjadi alat politik untuk (Wawancara, Zulfikar Arse Arifin, 2019, memaksakan kehendak politik kelompok Jakarta).” tertentu. Padahal, Pasal tentang pimpinan DPR Mengapa proses politik revisi UU MD3 dalam UU MD3 yang ada tersebut, sudah seperti itu bisa terjadi? Proses politik itu terjadi sejalan dengan hakekat pemilu dan demokrasi, akibat polarisasi pada pemilihan umum presiden yakni partai politik pemenang akan sebelumnya. Partai politik pendukung pasangan mendapatkan imbalan dalam kekuasaan yakni di calon Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yaitu eksekutif maupun di legislatif, (Wawancara, Gerindra, PAN, Partai Demokrat (klaim netral), Andus Simbolon, 2019, Jakarta). PPP, PKS dan Partai Golkar yang tergabung Munculnya pimpinan DPR tandingan dalam KMP melanjutkan perseteruan dengan memperihatinkan sebab kedua kubu di parlemen pendukung pasangan calon Joko Widodo-Jusuf yang sedang berseteru itu semestinya mereka Kalla, yaitu PDI Perjuangan, Hanura, Partai duduk bersama untuk mengedepankan Nasdem, PPP kubu Romi, dan PKB di DPR-RI kepentingan rakyat, yang mana kepentingan atau yang bergabung dalam KIH, (Wawancara, rakyat itu harus diutamakan bukan malah yang Andus Simbolon, 2019, Jakarta). terjadi, kepentingan partai dan golongannya Koalisi Pendukung Prabowo akhirnya yang lebih dikedepankan antar kedua kubu berhasil menguasai DPR dan berhasil tersebut. Namun, akhirnya, wacana revisi UU “menjinakkan” lembaga itu dengan mengakali MD3 kembali mencuat, usaha merajut kembali berdasarkan perubahan UU No. 17 Tahun 2014 konflik di Senayan mulai terlihat. tentang MD3 itu, dalam hal pemilihan pimpinan Perseteruan KIH dan KMP yang DPR. KMP berhasil merubah pasal pemilihan memacetkan DPR pada Masa Sidang I ternyata pimpinan DPR dengan sistem paket yang memaksa kedua kubu itu untuk berunding. semula diatur dengan sistem proporsional, yakni Inilah yang terjadi DPR pada Masa Sidang II, kursi ketua dan wakil ketua diisi oleh partai yakni: perundingan untuk menemukan jalan politik peraih suara terbanyak. KMP yang mengembalikan penyelenggaraan fungsi- mengajukan paket Setya Novanto, Fahri fungsi DPR. Pada akhirnya, perundingan Hamzah, Fadli Zon, Agus Hermanto dan Taufik menghasilkan kesepakatan: kepemimpinan DPR Kurniawan sebagai ketua dan wakil ketua DPR dan AKD tetap berada dalam penguasaan KMP, periode 2014-2019, dan paket pimpinan DPR itu dan sebagai kompensasi politis bahwa yang ditetapkan. komposisi kepemimpinan AKD ditambah satu kursi untuk KIH. Dengan kompromi ini, pada

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 632 MS II DPR mulai terkonsolidasi untuk Nasdem, PKB, dan Hanura bisa duduk menjadi pelaksanaan fungsi-fungsi legislasi, anggaran, wakil ketua komisi dan di AKD lainnya seperti dan pengawasan, (Tommi A. Legowo, 2015: Badan Legislasi (Baleg). Demikian juga halnya 32). revisi yang dilakukan pada gelombang Di samping itu, DPR juga menyepakati berikutnya, yakni pada Februari 2019. Meski usul revisi terbatas pada UU No. 17 Tahun 2014 hanya tinggal 1,5 tahun masa bakti DPR periode tentang MD3 dalam rapat paripurna Kamis 15 2014-2019 akan berakhir, keinginan Desember 2016. Wacana ini memang sudah mengakomodasi kepentingan politik PDI mencuat setelah terjadi pergantian Ketua Umum Perjuangan masuk dalam pimpinan DPR masih Golkar Setya Novanto yang menggantikan kuat. Sehingga pada akhirnya periode 2014- rekan satu partainya, Ade Komarudin akhir 2019, terjadi perubahan pimpinan di DPR dan di bulan lalu. Perubahan bleid itu disebut-sebut MPR. Di DPR kursi pimpinan bertambah 1 sebagai salah satu syarat yang diajukan Golkar untuk PDI Perjuangan dan bertambah 3 kursi di agar pergantian Setya disetujui PDI Perjuangan, pimpinan MPR, yaitu untuk PDI Perjuangan, dan ini juga didasari oleh telah bergabungnya Gerindra, dan PKB. Semangat revisi ini bisa Golkar sebagai pendukung pemerintah. Ini terwujud karena adanya semangat bersama menunjukkan bahwa kekuatan partai politik membagi-bagi kekuasaan. pendukung pemerintah ketika sudah mulai Penambahan kursi pimpinan DPR dan menguat maka upaya revisi itu mulai menemui MPR semangatnya memang bagi-bagi titik cerah, apalagi bahwa DPR tak mungkin kekuasaan atau bagi-bagi kursi pimpinan dan merevisi UU MD3 tanpa keterlibatan menyesuaikan dengan perolehan suara pada pemerintah. Di sisi lain, bahwa berdasarkan waktu pemilu sebelumnya. Penambahan jumlah penafsiran oleh Ramlan Surbakti, dijelaskan pimpinan itu selain untuk mengakomodir mengenai proses politik, yakni suatu proses kepentingan politik partai tertentu, juga untuk politik, pada intinya adalah penyelesaian konflik mencairkan suhu politik yang panas paska yang melibatkan pemerintah. Tahapan proses ini pemilu 2014. Jadi, sebagai solusi untuk adalah politisiasi dan/atau koalisi, pembuatan mengakhiri konflik politik di parlemen itu keputusan serta pelaksanaan dan integrasi, sendiri, (Wawancara, Andus Simbolon, 2019, (https://www.academia. Jakarta). edu/34927193/Proses_Politik). Jadi berdasarkan revisi UU tentang MD3, Dinamika politik di parlemen secara yakni UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan lambat-laun mulai mencair. Hal ini ditandai Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun dengan adanya revisi UU MD3 itu. Revisi ini 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, pun adanya langkah untuk mengakomodasi Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan kepentingan politik KIH agar bisa masuk dalam Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) yang yang baru disahkan pada bulan Februari 2018, sejak awal disapu bersih KMP. Revisi ini juga bahwa terjadi perubahan pimpinan di DPR dan dianggap sebagai solusi mengakhiri konflik dua di MPR. Di DPR kursi pimpinan bertambah 1 kubu di DPR. Dengan demikian, ada untuk PDI Perjuangan dan bertambah 3 kursi di penambahan 1 kursi pimpinan AKD (komisi pimpinan MPR, yaitu untuk PDI Perjuangan, dan badan) untuk diisi perwakilan dari kubu Gerindra, dan PKB; yakni Wakil Ketua DPR KIH. dari PDI Perjuangan Utut Adianto dan Dinamika politik yang mencair dan upaya pelantikan Ahmad Basarah, Saiful Muzani dan mengakomodasi kepentingan politik KIH Muhaimin Iskandar sebagai Wakil Ketua MPR ditanggapi oleh KRH Henry Yosodiningrat tambahan, pelantikan tepatnya dilaksanakan sebagai berikut, “Revisi UU MD3 terbaru tahun pada akhir Maret 2018. 2018 bukan untuk mengakomodir kepentingan Meski semangatnya bagi-bagi kekuasaan, PDI Perjuangan, tetapi untuk lebih pada rasa tetapi proses revisi UU MD3 pada tahun 2018, keadilan atau setidaknya mencerminkan bahwa proses pembahasan mengenai RUU MD3 proporsionalitas dalam Pimpinan DPR maupun didasari pada musyawarah dan mufakat. Proses MPR dan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Hal ini juga tidak bisa dianggap sebagai itu adalah berdasarkan win-win solution, kemenangan partai-partai politik koalisi (Wawancara, KRH Henry Yosodiningrat, 2019, pendukung pemerintahan, sebab ini bukan Jakarta).” merupakan kemenangan partai politik UU MD3 memang juga beberapa pasal pendukung pemerintah tetapi merupakan direvisi, tetapi yang paling menarik adalah kemenangan rakyat, (Wawancara, KRH Henry revisi terkait pimpinan AKD itu sendiri, karena Yosodiningrat, 2019, Jakarta). akhirnya perwakilan dari PDI Perjuangan,

633 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 Jika dipelajari kembali bahwa dengan Jadi, melihat kembali apa yang terjadi pada ketidakwajaran serta tidak adilnya dalam proses politik dalam pemilihan pimpinan DPR, pemilihan Pimpinan DPR-RI dalam periode bahwa permasalahan di atas menunjukkan 2014-2019, maka PDI Perjuangan melakukan adanya koalisi di 2014 yang begitu terbelah revisi UU MD3 bersama Fraksi Partai lainnya persaingannya, membuat masyarakat kita itu terkait pemilihan pemilihan Pimpinan DPR-RI seolah vis a vis, saling berhadapan, bahwa pemilihan pimpinan DPR harus fair dan (Wawancara, Zulfikar Arse Arifin, 2019, adil. Karena seharusnya partai pemenang secara Jakarta). otomatis sudah menjadi pimpinan di DPR RI. Sehingga wajar, jika proses penetapan Maka dari itu, berdasarkan Ketentuan UU No. 2 pimpinan DPR melalui hasil revisi UU MD3 Tahun 2018 tentang MD3 bahwa posisi ketua pada tahun 2018 lalu, dipersepsi publik, DPR pada periode selanjutnya akan diduduki diterima oleh akal, jika ada anggapan bahwa partai pemenang Pemilu 2019 sedangkan posisi revisi itu memang untuk membagi kursi unsur wakil ketua DPR akan ditempati perwakilan pimpinan, sebab faktanya seperti itu. Seperti, partai dengan perolehan suara terbanyak adanya perubahan terkait dalam hal pimpinan selanjutnya. Ketentuan ini diatur Undang- DPR, yakni kesepakatan semua fraksi, adanya undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang penambahan 1 kursi di pimpinan DPR, dan Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 tahun penambahan 3 kursi pimpinan MPR. 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Penambahan kursi pimpinan DPR untuk PDI Pengaturan proporsionalitas dalam Perjuangan, sedangkan penambahan kursi pemilihan pimpinan DPR, hal itu sesuai dengan pimpinan di MPR untuk PDI Perjuangan, Partai Pasal 427D ayat (1) dalam UU MD3. Isi ayat Gerindra, dan PKB. Kesan yang mengemuka di dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut: masyarakat revisi UU MD3 itu tidak lain bagi- (1). Susunan dan mekanisme penetapan bagi kursi, (Wawancara, Andus Simbolon, pimpinan DPR masa keanggotaan DPR 2019, Jakarta). setelah hasil pemilihan umum tahun 2019 Jika ditarik kesimpulan bahwa proses dilaksanakan dengan ketentuan sebagai politik dalam pemilihan Pimpinan DPR, lebih berikut: dipengaruhi oleh kepentingan partai-partai a. pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) politik, dibandingkan menghasilkan rumusan orang ketua dan 4 (empat) orang wakil yang bersifat jangka panjang dan disepakati ketua yang berasal dari partai politik bersama untuk beberapa kali pemilihan umum. berdasarkan urutan perolehan kursi Ini dibenarkan oleh Henry Yosodiningrat terbanyak di DPR; bahwa, “Proses politik yang mempengaruhi b. ketua DPR ialah anggota DPR yang penetapan Pimpinan DPR periode 2014-2019 berasal dari partai politik yang lebih dipengaruhi oleh Koalisi Partai Politik memperoleh kursi terbanyak pertama pada saat itu,” (Wawancara, KRH Henry di DPR; Yosodiningrat, 2019, Jakarta). Semestinya, c. wakil Ketua DPR ialah anggota DPR politik itu bersifat dinamis, dan dipengaruhi yang berasal dari partai politik yang oleh banyak faktor tetapi sudah semestinya memperoleh kursi terbanyak kedua, revisi UU MD3 dimaksudkan untuk lebih ketiga, keempat, dan kelima. kepada pemantapan kelembagaan. Sehingga d. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) perubahan undang-undang mengarah kepada partai politik yang memperoleh kursi tujuan yang lebih baik dan semakin berkualitas terbanyak sama, ketua dan wakil ketua untuk kelembagaan, (Wawancara, Zulfikar Arse sebagaimana dimaksud pada huruf b Arifin, 2019, Jakarta). dan huruf c ditentukan berdasarkan Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa urutan hasil perolehan suara terbanyak revisi berulangkali terhadap UU MD3 ini dalam pemilihan umum; dan menjadi salah satu bukti lemahnya produk e. dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) legislasi buatan DPR. Mereka yang bersepakat partai politik yang memperoleh suara sebelumnya, mereka sendiri yang sama, ketua dan wakil ketua mengangkangi sesudahnya. Kursi Pimpinan sebagaimana dimaksud pada huruf b DPR nampaknya menjadi barang “mainan” dan huruf c ditentukan berdasarkan sehingga tidak terlihat upaya keseriusan dalam persebaran perolehan suara. pembuatan proses legislasi yang ajeg dalam upaya penguatan kelembagaan parlemen, seperti terurai dalam Tabel 1 berikut ini.

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 634 Tabel 1. Proses Pemilihan Pimpinan DPR Periode 2014-2019 Variabel Perubahan Revisi UU MD3 dari UU Perubahan Revisi UU MD3 dari UU MD3 MD3 No. 27 Tahun 2009 menjadi No. 17 Tahun 2014 menjadi UU MD3 No. 17 Tahun 2014 UU MD3 No. 2 Tahun 2018 Proses Pemilihan Dari Proporsionalitas Perolehan Suara Dari Pemilihan Melalui Anggota DPR Pimpinan DPR Terbanyak Menjadi Pemilihan Melalui Menjadi Proporsionalitas Perolehan Suara Anggota DPR Terbanyak Proses Pemilihan Proses Revisi UU MD3 Dilakukan Kesepakatan bersama setelah kuatnya Pimpinan DPR Berdasarkan Kepentingan KMP secara dukungan koalisi pendukung pemerintah. Berdasarkan sewenang-wenang karena memiliki Dukungan Koalisi dukungan mayoritas.

(Sumber: diolah oleh penulis)

Perkembangan dinamika politik fraksi di pasca pilpres terjadi persaingan yang begitu DPR yang tercipta melalui koalisi, berdasarkan tajam di antara fraksi-fraksi dalam dua koalisi partai politik pendukung pasangan calon yang semestinya pada Pilpres semata, tetapi presiden Prabowo Subianto-Hatta Radjasa yaitu terbawa hingga ke Senayan terlihat dalam Gerindra, PAN, Partai Demokrat (klaim netral), proses politik pemilihan pimpinan DPR dalam PKS, PPP, dan Partai Golkar yang tergabung revisi UU MD3. dalam KMP melanjutkan perseteruan yang Kedua, mengenai proses politik dalam terjadi di Pilpres hingga ke Senayan dengan pemilihan pimpinan DPR tahun 2014-2019 koalisi pendukung pasangan calon Joko bahwa friksi di antara dua koalisi ini Widodo-Jusuf Kalla, yaitu PDI Perjuangan, memengaruhi proses politik pemilihan pimpinan Hanura, Partai Nasdem, PPP kubu Romi, dan DPR tahun 2014-2019 yang mengalami PKB di DPR atau yang bergabung dalam KIH. beberapa kali perubahan, jika berdasarkan hasil Konflik ini menyebabkan terjadinya revisi UU revisi yakni UU MD3 No. 17 Tahun 2014 MD3 terkait dengan pemilihan pimpinan DPR, pemilihan pimpinan DPR dilakukan sehingga aturan yang telah berhasil diupayakan berdasarkan pemilihan anggota DPR ini menyebabkan perubahan dari asas menggantikan pemilihan berdasarkan proporsionalitas menjadi pemilihan melalui proporsionalitas suara terbanyak, tetapi dalam dukungan fraksi-fraksi. Kekecewaan dari proses perkembangan berikutnya berdasarkan UU politik pemilihan pimpinan DPR menyebabkan MD3 No. 2 Tahun 2018 bahwa pemilihan terciptanya “DPR tandingan” dari babak baru pimpinan DPR dikembalikan kepada pertarungan tak berkesudahan antara KIH dan berdasarkan proporsionalitas suara terbanyak, KMP. Dalam perkembangannya, memang UU hingga sekarang ini (periode 2019-2024). MD3 yang terjadi 2018 menunjukkan bahwa Berdasarkan uraian pembahasan dan kekuatan koalisi pendukung pemerintah yang kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian sudah semakin menguat dengan bergabungnya ini adalah: misal Partai Golkar dan sudah mulai 1. Sebaiknya, partai-partai politik di DPR mencairnya pertarungan antar dua koalisi itu dalam proses perumusan UU MD3 menyebabkan terjadinya politik yang sepintas berupaya untuk menghasilkan UU tampak diasumsikan “bagi-bagi kursi” pimpinan MD3 yang bersifat baku. DPR dan MPR. Akhirnya, perseteruan itu bisa 2. Tarik-menarik kepentingan semestinya terselesaikan. tidak menyebabkan partai-partai politik malah menciderai lembaga DPR KESIMPULAN sebagai lembaga perwakilan rakyat. Partai-partai semestinya dapat Berdasarkan hasil penelitian dan mewujudkan tercapainya kesepakatan pembahasan mengenai proses politik pemilihan bersama dalam penentuan pimpinan. pimpinan DPR-RI dalam dinamika politik pada 3. Proses Politik Pimpinan DPR yang revisi UU MD3 di DPR-RI tahun 2014-2019. sebaiknya dipilih adalah pemilihan Maka, dapat disimpulkan untuk menjawab atas pimpinan DPR berdasarkan rumusan pertanyaan yang ada adalah: pertama, proposionalitas perolehan suara agar mengenai dinamika politik antar fraksi di DPR selaras antara suara mayoritas dalam dalam revisi UU MD3 terkait pengaturan memilih partai politik dalam pemilu mengenai Pemilihan Pimpinan DPR bahwa

635 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 dengan pimpinan DPR yang mewakili Kartika Chandra, Demi Kursi Ketua Dewan, rakyat di Senayan. Majalah Tempo, 30 Juni-6 Juli 2014. Parastiti Kharisma Putri, 2 Fraksi Walk Out, Revisi UU MD3 Tetap Disahkan DPR, DAFTAR PUSTAKA (https://news.detik.com/berita/3863546/2- fraksi-walk-out-revisi-uu-md3-tetap- Adam, Rainer, Masa Depan Ada di Tengah: disahkan-dpr). Toolbox Manajemen Koalisi, Jakarta: Sholehudin Zuhri, Proses Politik dalam Friedrich Naumann Stiftung, 2010. Pembentukan Regulasi Pemilu: Analisis Al Atok, A. Rosyid, Konsep Pembentukan Pertarungan Kekuasaan pada Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan: Teori, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Sejarah, dan Perbandingan Dengan tentang Pemilu, Jurnal Wacana Politik, Beberapa Negara Bikameral, Malang: Vol. 3, No. 2, Oktober 2018, dalam Setara Press, 2015. (http://jurnal.unpad.ac.id/wacanapolitik/art Efriza dan Syafuan Rozi, Parlemen Indonesia icle/view/17670/pdf). Geliat Volksraad Hingga DPD: Menembus Wawancara dengan KRH. Henry Yosodiningrat, Lorong Waktu Doeloe, Kini, dan Nanti, pada 8 Juli 2019, di Gedung DPR, Jakarta. Bandung: Alfabeta, 2010. Wawancara dengan Zulfikar Arse Arifin, pada Efriza, Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu 02 November 2019, di Hotel Century, Politik, Bandung: Alfabeta, 2012. Jakarta. ------, Studi Parlemen: Sejarah, Konsep, dan Wawancara dengan Andus Simbolon, pada 29 Lanskap Politik Indonesia, Malang: Setara Oktober 2019, di Gedung DPR, Jakarta. Press, 2014. Wawancara dengan Andrie Said, pada 24 Legowo, Tommi A. (Ed), Tersandera Koalisi: November 2019, di rumahnya Jl. Tebet Kinerja DPR RI, 2014-2015, Jakarta: Timur. Formappi, 2015. Wawancara dengan Riko Nugraha, pada Kamis Arkhelaus W., Revisi UU MD3 Bakal Dikebut, 28 November 2019, di Ruang Fraksi PDI Koran Tempo, 16 Desember 2016. Perjuangan Lt. 7 Gd. DPR-RI Aryudia Utama Putri, Proses Politik, dalam (https://www.academia.edu/ 34927193/Proses_Politik).

Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020 | 636