REKRUTMEN DAN OLIGARKI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH (Studi tentang Faktor-Faktor Keterpilihan Basuki Tjahaja Purnama Sebagai Calon Gubernur dari PDI-Perjuangan pada Pemilihan Gubernur DKI Tahun 2017)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: RizkyIlham 1110033200001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH JAKARTA 2017 i ii iii ABSTRAKSI

Rizky Ilham PDI-Perjuangan Dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 Studi Tentang Pencalonan Basuki Tjahaja Purnama Sebagai Calon Gubernur

Skripsi ini membahas Partai Demokrasi Perjuangan (PDI- Perjuangan) dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 dengan studi tentang pencalonan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon gubernur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan alasan PDIP memilih untuk mengusung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon gubernur pada pilgub DKI 2017. Sebagaimana lumrah diketahui bahwa PDIP adalah salah satu partai kader, dan partai berlambang Banteng ini memutuskan untuk memenangkan Ahok dalam Pilgub DKI Jakarta. Sehingga penunjukan Ahok sebagai calon pilihan PDI-Perjuangan pada Pilgub kali ini terkesan tidak konsiten, mengingat PDI-Perjuangan adalah partai kader. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk pengumpulan data, yakni melalui observasi, dokumentasi dan wawancara langsung. Penyusunan dimulai dari tahapan analisis, yakni dimulai dengan mengulas kembali beberapa sejarah penjaringan atau penunjukan individu sebagai calon gubernur yang diambil dari kader partai sendiri. Sedangkan beberapa teori yang dijadikan pisau analisa meliputi, pengertian dan fungsi partai politik dan teori rekrutmen politik. Penulis juga menggunakan teori negosiasi politik untuk menjelaskan terpilihnya Ahok oleh PDIP sebagai calon gubernur DKI Jakarta 2017. Melalui beberapa teori (seperti yang disebutkan di atas) dan fakta di lapangan. Peneliti menemukan adanya kebijakan jalan tengah dari PDIP dalam penentuan Ahok sebagai calon Pilgub DKI Jakarta. Kebijakan itu yakni, Partai yang identik dengan Wong Cilik ini mencoba untuk menjembatani antara kepentingan partai seperti, memenangkan pemilihan, merawat kaderisasi dan menjaga eksistensi partai. Di lain sisi, PDIP juga harus merawat kepercayaan publik atau masyarakat DKI Jakarta yang begitu tinggi terhadap duet petahana. Selain sebagai jembatan antara kepentingan partai dan suara masyarakat DKI Jakarta. PDIP juga sangat rasional dalam menentukan skala prioritas. Partai penguasa ini tidak memaksakan kehendak untuk memilih kadernya sendiri untuk maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta. Serta kebijakan partai dalam mengusung Ahok juga berdasarkan nilai tawar yang ia miliki. Di lain hal PDIP menyadari posisi tawar partai yang tidak begitu tinggi.

Keyword : PDIP, Pilgub DKI, rekrutmen politik

iv KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis sampaikan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah di berikan pada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, rasul yang sangat berjasa besar pada umatnya semua dalam membuka gerbang ilmu pengetahuan.

Skripsi yang berjudul “Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dalam

Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 Studi Tentang Pencalonan Basuki

Tjahaja Purnama (Ahok) Sebagai Calon Gubernur” penulis susun dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan mencapai gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada

Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setulus dan sepenuh hati, penulis sadar bahwa tidak akan sanggup menghadapi dan mengatasi berbagai macam hambatan dan rintangan yang menggangu lancarnya penulisan skripsi ini, tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan yang berharga ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus pada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

v 2. Prof. Zulkifli, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Iding Rosyidin dan Ibu Suryani Suaeb, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris

Jurusan Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas waktu

dan solusinya.

4. M. Zaki Mubarak, M.Si sebagai dosen pembimbing yang senatiasa selalu sabar

membimbing dan meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan

berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan selama proses studi yang sangat

berarti bagi perkembangan dan wawasan yang luas perihal pengetahuan di

bidang politik.

6. Kepada kedua orang tuaku tercinta, Bapak Almarhum Syamsuardi dan Ibu

Asnidar. Bapak yang dengan terang mengajarkan sebuah konsistensi pada

sebuah pilihan dan Ibu yang mengajarkan arti ketulusan tanpa Pamrih.

7. Kepada seluruh kakak dan adik penulis, Syaiful Adri, Soni Suardi, Sri

Irmayanti, Fitrah Ayu Ningsih, Yudi Muharman, dengan cinta, doa dan

semangat yang diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi 8. Kepada Mak Ican, Damen, Pak H. Toni, Jo saf, Jo sap, Mak Uncu, Kang Faisal,

Zal Kalimantan, Pak Uncu Edi yang selalu memberi ketegaran dan kekuatan

selama masa studi hingga selesainya Skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan Rizqi Saefurrohman, Masrizal, Maulana Ainul

Asry, Farid Bahram, Muhammad Abroor, Sandi Lasmana, Adi Budiman

Subiakto, Rachmatulloh Rinaldy, Muhammad Kholil, Angga Aditya, Hari

Donna Finanda, Febrian Aji Wicaksono, Ade Mulyawan, dan kawan-kawan

Ilmu Politik 2010. Tidak satu pun kenangan bersama kalian yang akan penulis

lupakan.

10. Terima kasih kepada Bapak Boy Bernardi Sadikin, Bapak Cholid Ghozali,

Bapak Nurmansyah Tanjung yang telah memberikan informasi dan data

melalui wawancara selama mengerjakan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga segala dukungan dan bantuan kalian mendapat imbalan dari Allah

SWT dan mejadi amal kebaikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat kontruktif demi perbaikan di masa mendatang. Mudah-mudahan, skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah khazanah keilmuan bagi pembacanya dan studi ilmu politik.

Rizky Ilham

vii DAFTAR ISI

LEMBAR BEBAS PLAGIARISME ...... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii ABSTRAKSI ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... vii BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah ...... 1 B. Pertanyaan Penelitian ...... 12 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 13 D. Tinjauan Pustaka ...... 14 E. Metodelogi Penelitian ...... 17 F. Sistematika Penulisan ...... 19 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian dan fungsi Partai Politik ...... 20 A.1 Pengertian Partai Politik...... 20 A.2 Fungsi Partai Politik...... 22 A.3 Model-Model Partai Politik ...... 25 A.4 Partai Politik di Indonesia ...... 31 B. Rekrutmen Politik ...... 38 C. Teori Oligarki ...... 48 D. Negosiasi Politik ...... 52 BAB III PDIP DALAM PERPOLITIKAN DKI JAKARTA A. Profil PDI-Perjuangan A.1 Sejarah Partai ...... 59 A.2 Visi dan Misi PDI-Perjuangan ...... 62 B. Sejarah PDI-Perjuangan pada Pilgub DKI Jakarta ...... 67

viii B.1 Pilgub DKI Jakarta 2002...... 67 B.2 Pilgub DKI Jakarta 2007...... 73 B.3 Pilgub DKI Jakarta 2012 ...... 77 BAB IV TERPILIHNYA BASUKI TJAHAJA PURNAMA SEBAGAI CALON GUBERNUR OLEH PDI-Perjuangan A. Proses Seleksi Kandidat ...... 86 A.1 Penjaringan Internal Partai ...... 89 A.2 Penjaringan Eksternal ...... 92 B. Proses Penunjukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Sebagai Kandidat ...... 96 C. Implikasi Terkait Penunjukan Ahok Sebagai Kandidat ...... 100 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...... 106 B. Saran ...... 109 DAFTAR PUSTAKA ...... 111

ix BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan masalah

Partai politik merupakan wujud dari sebuah Negara modern yang terus

berkembang dan fleksibel yang berada dalam sistem komunis ataupun dalam sistem

demokrasi. Tetapi, dalam setiap negara terkait bentuk dan fungsi partai politik

pastilah berbeda satu sama lain yang telah disesuaikan dengan sistem kepartaian

yang dianut.1 Berdasarkan beberapa pemaparan diatas terkait partai politik, partai

sudah seharusnya menjadi pilar penting dalam mewujudkan cita-cita negara yang

demokratis. Partai politik tidak hanya memikirkan bagaimana meraih kekuasaan,

tetapi juga dapat turut serta memberikan pendidikan politik kepada masyarakat

secara luas.

Menurut Huntington dikutip Budi Winarno dalam buku ‘Sistem Politik

Indonesia Era Reformasi’ mengatakan, kekuatan partai politik dan sistem

kepartaiannya sangat bergantung pada manajemen kelembagaan dan tingkat

partisipasi pemilih. Artinya, tingginya partisipasi masyarakat namun tidak sejalan

dengan kokohnya partai secara kelembagaan akan menghasilkan politik anomik dan

anarkis.2 Untuk menjaga kekokohan tersebut, partai politik haruslah mampu

menjalankan semua tugas-tugas pokok, dan fungsi-fungsi pokok agar selalu dapat

menjadi pilihan masyarakat.

1 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Grasindo, 2010), h. 147. 2 Samuel Huntington dikutip oleh Budi Winarno dalam bukun Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2007) h. 98.

1 Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan sistem demokrasi.

Pemilu merupakan konsekuensi logis yang diterima dan dilaksanakan oleh negara yang menerapkan sistem demokrasi, karena hanya melalui pemilu rakyat bisa menentukan arah pemerintahan kedepannya. Pemilihan umum adalah sebuah aktivitas politik dalam suatu negara demokrasi modern untuk menampung dan menyerap aspirasi dan kepentingan rakyat dengan cara memilih seseorang untuk mewakilinya sebagai bentuk keikutsertaan dalam penyelenggaraan negara.

Pemilihan Umum atau pemilu telah menjadi elemen kunci utama dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi modern.3 Dengan demikian, tanpa adanya pemilu, suatu negara tak akan dianggap demokratis. Karena hanya dengan penyelenggaraan pemilu, masyarakat bisa mengukur sejauh mana aspirasi dan keinginan mereka dapat diwujudkan melalui mekanisme pemilihan yang telah ditetapkan dan dilindungi oleh undang-undang.

Fluktuatif dan dinamisnya hasil pemilu di Indonesia, khususnya dari pemilu 1999-2014 menandakan bahwa tidak ada satupun partai yang mampu menjaga dan merawat suara konstituennya, tentu hal ini bukanlah menjadi pekerjaan mudah oleh setiap partai. Apalagi, ditambah dengan semakin terbukanya informasi untuk publik yang ditunjang dengan semakin majunya teknologi. Tidak hanya ditingkat nasional, di tingkat daerah seperti pilkada (Pemilihan Kepala

Daerah Gub/Walikota/Bupati) perolehan suara partaipun berjalan demikian.

3 Janedjri M. Gaffar, Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2013) h. 4.

2 Di antara partai-partai peserta pemilu dari tahun 1999-2014, terdapat beberapa Partai yang cukup konsisten meraih perolehan suara terbanyak yaitu PDI-

PERJUANGAN dan yang selalu masuk 3 besar. Namun, belakangan ini sejak 2012 sampai sekarang, PDI-PERJUANGAN, Partai yang diketuai putri proklamator negara ini Megawati Soekarnoputri menjadi salah satu partai yang dianggap sukses melahirkan kader-kader besar seperti yang menjabat dari walikota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012, hingga berhasil merebut kursi Presiden Republik Indonesia pada Pilpres 2014.

Tidak hanya itu, ada nama lain yang juga cukup dikenal khalayak ramai seperti Tri Rismaharini sebagai Walikota Surabaya, Ganjar Pranowo sebagai

Gubernur Jawa Tengah, Djarot Saiful Hidayat sebagai Wakil Gubernur DKI

Jakarta, dan Rano Karno sebagai Gubernur Banten. Termasuk juga pada Pilkada serentak yang dilaksanakan tahun 2015 kemarin, PDI-Perjuangan berhasil memenangkan 114 daerah dari total 244 calon yang diusung diseluruh Indonesia.4

PDI-P menjadi menarik dibahas bukan hanya karena kemenangan yang diperolehnya pada Pilpres 2014 yang lalu, tapi ada beberapa faktor lainnya seperti

PDI-Perjuangan merupakan salah satu partai paling berpengalaman di Indonesia karena transformasi dari PNI menjadi PDI kemudian PDI-Perjuangan, dan juga merupakan partai Politik pertama di negeri ini yang dikomandoi oleh seorang perempuan. Serta sikap politik yang selalu berbeda dari masa ke masa.

4 http://kabar24.bisnis.com/read/20151219/15/503442/hasil-pilkada-serentak-PDI- Perjuangan-kuasai-daerah, diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 11.30.

3 Keberhasilan yang telah dijelaskan diatas sejalan dengan apa yang dikatakan Huntington di awal soal kekuatan partai secara kelembagaan, PDI-

Perjuangan merupakan salah satu partai yang sangat jarang didera isu perpecahan, terakhir konflik internal PDI-Perjuangan terjadi pada tahun 2002. Berbanding lurus dengan apa yang dijelaskan Miriam Budiardjo, fungsi partai salah satunya adalah sebagai sarana sosialisasi politik dan rekrutmen politik yakni mendidik anggota- anggotanya agar dapat membangun citra image partai yang sejalan dengan visi partai, serta mampu melahirkan kader-kader yang dapat menjadi pemimpin berkualitas. 5

Fungsi partai yang lainnya menurut Roy C. Macridis, rekrutmen politik yakni proses latihan dan persiapan untuk kepemimpinan yang terbuka bagi kader internal, simpatisan, dan masyarakat terbuka diperuntukkan untuk mengisi jabatan publik seperti badan legislative (anggota dewan), ataupun eksekutif

(walikota/bupati, Gubernur).6 Dalam hal ini, jika dilihat tren belakangan, salah satu partai yang dianggap jeli dan cerdas dalam merekrut orang-orang yang akan diikutsertakan dalam kontestasi politik baik lokal maupun nasional adalah PDI-

Perjuangan.

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan) dideklarasikan pada tanggal 1 Februari 1999 oleh Megawati Soekarnoputri sebagai peralihan serta kelanjutan dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Pendirian PDI-Perjuangan dikarenakan adanya perpecahan ditubuh PDI yang terbagi 2 yaitu, PDI pro Mega

5 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.407-408. 6 Ichlasul Amal, Teori-Teori Mutakhir Partai Politik (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1996), h. 28

4 dan PDI pro Surjadi ketum yang terpilih pada kongres Medan 1993. Langkah yang diambil Megawati merupakan langkah yang sangat strategis demi keutuhan partai.

Hal tersebut terlihat dengan perolehan suara PDI-Perjuangan pada pemilu 1999 yakni 33,76% hanya dalam setahun pasca pendeklarasiannya.

PDI-Perjuangan terus melakukan perbaikan di segala lini, pembenahan kelembagaan dan pengkonsolidasian kader sehingga tak ada lagi perpecahan atau konflik internal yang terjadi hingga sekarang. Jargon wong cilik yang diusung cukup mampu menarik perhatian masyarakat karena dianggap menjadi representasi dari gambaran rakyat Indonesia pada umumnya.7

Dari pemilu 1999 sampai pemilu 2014 PDI-Perjuangan selalu konsisten menempati urutan 3 besar partai dengan perolehan suara terbanyak. Meskipun menjadi pemenang pada pemilu 1999, namun PDI-Perjuangan gagal menduduki jabatan Presiden RI yang ketika itu kalah oleh Abdurrahman Wahid (Gusdur) dalam sidang MPR yang diusung oleh poros tengah PAN, PKB, dan PPP. Sepanjang berdirinya PDI-Perjuangan, pemilu 2014 adalah masa kejayaannya dengan perolehan suara terbanyak (18,95% suara) dan berhasil memenangkan pemilihan presiden dengan mengusung pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (53,15% suara).8

Seiring kemenangan pemilu dan Pilpres 2014, pilkada serentak 2015 pun

PDI-Perjuangan kembali meraih kemenangan di 144 daerah. Salah satu faktor kemenangan tersebut tentu tak bisa lepas dari sosok Joko Widodo alias Jokowi yang berhasil memenangkan Pilgub DKI 2012 yang ketika itu didampingi Basuki Tjahaja

7 Soemarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara (Depok: PT. Rumpun Dian Nugraha, 2002), h. 24-28. 8 http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/07/22/20574751/ini.hasil.resmi. rekapitulasi.suara.pilpres.2014, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 13.00.

5 Purnama alias Ahok dari partai Gerindra. Jokowi adalah salah satu cermin sukses

PDI-Perjuangan mendidik dan membesarkan kader, dimulai dari jabatan walikota solo, gubernur DKI Jakarta dan puncaknya Presiden RI.

Kemenangan di berbagai daerah tak akan terasa lengkap jika kalah di daerah yang dianggap sebagai etalase politik Nasional yakni DKI Jakarta. Mau tidak mau, suka tidak suka pilkada DKI merupakan barometer politik tanah air dimasa yang akan datang.9 Hasil pemilihan di Jakarta akan selau jadi acuan publik dakam menentukan pilihan pada pemilihan berikutnya. Jakarta adalah ibukota negara yang dihuni oleh hampir seluruh etnik, budaya, agama dan latar belakang pendidikan yang beragam. Oleh karena itu Pilgub DKI akan selalu jadi magnet perhatian publik. Sehari-hari pemberitaan media tak lepas dari dinamika politik ibukota.

Padahal, pada tahun 2017 mendatang tidak hanya DKI Jakarta yang menyelenggarakan Pemilihan malainkan banyak daerah lainnya. Namun, Jakarta ibarat magnet bagi media dan masyarakat.

Berkaca dari kemenangan pilgub DKI 2012 yang lalu, PDI-Perjuangan tentu tidak ingin kalah pada pilgub berikutnya. Dengan sederet nama tenar yang dimiliki, ada Risma, Ganjar Pranowo, Rano Karno, dan Djarot Saiful Hidayat bukanlah hal sulit bagi PDI-Perjuangan untuk menentukan cagub yang akan diusung pada pilgub

DKI 2017. Ditambah lagi PDI-Perjuangan adalah partai penguasa di DKI dengan perolehan 28 kursi di DPRD provinsi yang artinya tanpa berkoalisipun PDI-

Perjuangan bisa mengusung calon dari kader sendiri. Sudah seharusnyalah partai

9 http://www.rmol.co/read/2012/07/11/70459/Pilkada-Jakarta,-Barometer-Politik- Indonesia-di-Masa-yang-Akan-Datang-, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 13.18.

6 mengutamakan kader internal untuk diusung dalam kontestasi politik. Artinya jika suatu partai mengedepankan kader dalam setiap pertarungan, maka partai tersebut akan dianggap sukses dalam menjalankan fungsinya dalam mencetak anggota yang berkualitas.

Jokowi, Risma, Ganjar dan Djarot adalah salah satu bukti bahwa PDI-

Perjuangan selalu mengutamakan kader, bahkan pengusungan Jokowi sebagai cagub DKI 2012 hanya dibekali kekuatan 11 kursi di DPRD DKI.10 Artinya, secara tidak langsung PDI-Perjuangan seolah menunjukkan bagaimana suatu partai seharusnya bekerja.

Terkait pencalonan dan pengusungan seseorang untuk dijadikan kandidat, setiap partai memiliki aturan main sendiri yang sudah disusun dan dirancang sesuai dengan kebutuhan partai serta sejalan dengan aturan partai ataupun aturan negara.

Mekanisme formal di dalam PDI-Perjuangan diatur dalam peraturan partai nomor

04/2015 tentang mekanisme penjaringan pasangan calon PDI-PERJUANGAN yaitu :11

1. Pendaftaran dibuka oleh struktur mulai pimpinan anak cabang

(PAC), dewan pimpinan cabang (DPC), dewan pimpinan daerah

(DPD)

2. Verifikasi Administrasi tentang bakal calon yang mendaftar

10 https://m.tempo.co/read/news/2009/05/03/146174151/demokrat-kuasai-kursi-dewan- dki-jakarta, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 14.46. 11 http://sp.beritasatu.com/nasional/PDI-Perjuangan-tetapkan-mekanisme-seleksi-calon- kepala-daerah/114132 diakses pada tanggal 28 Desember pukul 00.09.

7 3. Bakal calon yang lolos verifikasi dilaporkan ke Dewan Pimpinan

Pusat (DPP). Pada tahap ini akan dianalisa ketokohan, soliditas

partai, dan bersedia tunduk terhadap kebijakan partai

4. Penetapan yang dilakukan oleh DPP

Pada proses penjaringan bakal calon gubenur DKI Jakarta yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan diikuti sebanyak 23 orang dan diantaranya ada beberapa nama besar seperti Yusril Ihza Mahendra, Sandiaga Uno, Tri Rismaharini, Adhiyaksa

Dault, Hasnaeni dan lain-lain.12 Bahkan di hari terakhir pendaftaran penjaringan

PDI-Perjuangan ada 38 nama yang menjadi penantang Ahok.13

Teka teki siapa yang akan diusung oleh PDI-Perjuangan semakin menarik untuk di ikuti. Hampir seluruh media massa cetak maupun elektronik, media sosial, dan pengamat sekaligus masyarakat awam mencoba menebak-nebak siapa yang akan diusung partai berlogo banteng moncong putih tersebut. Berbagai spekulasi terus bermunculan mulai dari Yusril-Risma, Risma-Sandi, Risma-Djarot, Risma-

Ridwan Kamil. Sampai H-1 penutupan masa pendaftaran yaitu tanggal 23

September 2016, publik dibuat menunggu-nunggu mengingat PDI-Perjuangan adalah partai penguasa. Menariknya adalah sebelum PDI-Perjuangan mengumumkan bakal calon yang akan diusung, satupun pesaingnya juga belum memiliki pasangan yang akan diusung seperti partai Gerindra, PKS, PAN,

Demokrat, PKB, dan PPP.

12 http://news.detik.com/berita/3190452/sudah-23-penantang-ahok-daftar-penjaringan- cagub-dki-PDI-Perjuangan diakses pada 28 Desember 2016 pukul 00.17. 13 https://news.detik.com/berita/3195740/hari-terakhir-pendaftaran-38-penantang-ahok- ikut-penjaringan-cagub-dki-PDI-Perjuangan diakses pada tanggal 28 Desember pukul 00.16.

8 Namun, apa yang terjadi sungguh mengejutkan, dan di luar dugaan banyak orang. PDI-Perjuangan sebagai partai penguasa di Jakarta justru mengumumkan mencalonkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang bukan kader sebagai Calon gubernur didampingi Djarot Syaiful Hidayat. Bahkan Ahok juga tidak pernah mengikuti proses mekanisme partai seperti penjaringan bakal calon. Bahkan ahok dengan tegas mengatakan ogah jadi kader PDI-Perjuangan dan ikut mekanisme penjaringan demi tiket PDI-Perjuangan.14 Serta sebelum masa-masa pendaftaran

PDI-Perjuangan terdengar kencang gerakan menolak Ahok, seperti yang dikatakan

Masinton Pasaribu: “mayoritas kader PDI-Perjuangan DKI tolak ahok”.15 Dan sempat terdengar adanya gerakan kader siap dipecat jika bu Mega dukung Ahok.16

Proses pencalonan Ahok tentu melalui berbagai macam pertimbangan dan penelitian yang komprehensif. Tak lepas dari lobi-lobi dan negosiasi politik yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Apalagi dalam kasus pilgub DKI ini PDI-

Perjuangan dibanjiri kader-kader besar seperti yang telah dijelaskan di atas.

Beberapa pertimbangan tersebut adalah sebagai petahana Basuki Tjahaja Purnama memiliki nilai jual tersendiri di mata partai politik. Berbagai lembaga survey pun menempatkan Ahok diposisi teratas sebagai bacagub dengan popularitas dan elektabilitas tertinggi. Seperti rilis survey SMRC (Saiful Mujani Research and

Consulting) pada Juli 2016 mengatakan 69,7% warga DKI puas dengan kinerja

14 https://www.merdeka.com/politik/ahok-ogah-jadi-kader-dan-ikut-penjaringan-demi- tiket-dukungan-PDI-Perjuangan.html diakses pada tanggal 26 Desember 2016 pukul 19.34. 15 http://www.tribunnews.com/nasional/2016/08/30/masinton-kader-PDI-Perjuangan-dki- mayoritas-tolak-ahok, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 15.23. 16 http://www.suara.com/news/2016/07/31/180500/muncul-gerakan-kader-PDI- Perjuangan-siap-dipecat-, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 16.12.

9 Ahok, dan elektabilitas Ahok mencapai 53,4%.17 Artinya mayoritas warga DKI

masih percaya terhadap kinerja dan kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama.

Analisa lain yang bermunculan soal di balik alasan pencalonan Ahok oleh

PDI-Perjuangan di masa akhir pendaftaran seperti dalam tulisan Iding Rosyidin,

ada beberapa faktor yang menguntungkan PDI-Perjuangan jika mencalonkan Ahok,

diantaranya selain faktor kinerja, faktor elektabilitas dan popularitas Ahok berada

jauh diatas pesaingnya, dan diatas kertas akan lebih mudah dimenangkan karena

telah diusung duluan oleh Golkar, Hanura, dan Nasdem.18 Banyak hal yang patut

dipertanyakan terkait pencalonan tersebut, karena setiap keputusan yang lahir pasti

akan selalu menimbulkan pro dan kontra dengan segala macam analisis

didalamnya.

Berdasarkan deskripsi di atas dengan segala dinamika dan kontroversinya,

pencalonan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon Gubernur oleh PDI-

Perjuangan pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 adalah suatu fenomena

yang menarik untuk dikaji dan diteliti secara objektif dan komprehensif.

B. Pertanyaan Penelitian

Untuk mempermudah penelitian dan pembahasan, sehingga penulis perlu

membatasi permasalahan dan penelitian terhadap kasus ini. Berdasarkan uaraian di

atas, penulis merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

17 http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/21/20163011/survei.smrc.58.persen. warga.dki.ingin.ahok.kembali.jadi.gubernur, diakses pada tanggal 5 oktober 2016 pukul 18.04. 18 http://www.uinjkt.ac.id/id/menimbang-langkah-politik-PDI-Perjuangan/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 19.09.

10 1. Apa alasan utama PDI-Perjuangan mencalonkan Basuki Tjahaja Purnama

sebagai calon Gubernur pada pilgub DKI 2017?

2. Bagaimana proses yang terjadi di dalam tubuh PDI-Perjuangan terkait

keputusan politik tersebut?

3. Apa implikasi keputusan tersebut terhadap partai politik terkait pencalonan

non kader?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui latar belakang dan alasan utama PDI-Perjuangan terkait

keputusan pencalonan Basuki Tjahaya Purnama pada pilgub DKI 2017.

2. Untuk mengetahui tentang dinamika internal PDI-Perjuangan terkait

keputusan tersebut.

Sedangkan manfaat penelitian ini dibagi menjadi beberapa manfaat yang

akan dijelaskan dibawah ini.

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu politik dalam kajian

tentang partai politik khususnya PDI-PERJUANGAN.

b. Manfaat Praktis

1) Penelitian ini dapat memberikan kontribusi mengenai dinamika partai

politik di Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan.

2) Penelitian ini dapat memberikan kontribusi terkait gambaran umum partai

politik dalam menentukan arah dan sikap politik.

11 Penelitian ini dapat membantu memberikan masukan terhadap bagaimana

seharusnya partai politik mengambil keputusan dan menghadapi segala dinamika

yang terjadi sebagai konsekuensi atas segala keputusan yang telah diambil.

D. Tinjauan pustaka

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan literatur yang

dijadikan penulis sebagai acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka atau

literature review ini bertujuan untuk menemukan sisi menarik dan kegunaan dari

penelitian yang sedang diteliti. Tinjauan pustaka yang penulis temukan dalam

penelitian terdahulu digunakan sebagai instrumen perbandingan dalam melakukan

penelitian mengenai dinamika internal PDI-Perjuangan.

Sebagai upaya mencari tinjauan terhadap penelitian, penulis memiliki

referensi terhadap beberapa skripsi yang membantu memberikan informasi

mengenai penelitian yang akan diteliti saat ini.

Pertama, Konsistensi Partai Politik Indonesia dalam menjadikan Ideologi

sebagai orientasi studi terhadap Partai Demokrat, Golkar, PDI-Perjuangan, PKS,

dan PAN. Skripsi ini ditulis oleh Anatoli Kasparov Putu Abdullah mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum Universitas

Negeri Yogyakarta tahun 2011. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa dari 5 partai

yang diteliti, ideologi adalah ruh dan landasan dasar setiap partai politik. Namun

prakteknya terjadi pergeseran orientasi partai seperti dalam setiap pengambilan

keputusan politik. Partai politik tidak mengedepankan ideologi dan platform dalam

melakukan proses-proses politik seperti keputusan memilih koalisi, keputusan

menentukan calon pemimpin yang akan diusung, dan keputusan dalam

12 pengimplementasian kebijakan publik. Partai dinilai tidak lagi optimal dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana semestinya, bahkan partai cenderung gagal dalam memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, serta cendrung mengedepankan hasrat dan nafsu berkuasa semata dengan money politic.

Kedua, Rekrutmen Politik dalam Penetapan Calon Legislatif 2014-2019 studi kasus DPD partai Golkar Tanjung Pinang. Skripsi ini ditulis oleh Doni

Septian mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu

Pemerintahan Universitas Maritim Radja Ali Haji Tanjung Pinang. Rekrutmen politik merupakan fungsi yang menjadi penentu wajah partai diruang publik. Siapa mereka, dari mana asalnya, apa ideologinya, bagaimana pengalaman politiknya, dan bagaimana kapasitas politiknya akan menjadi petunjuk awal wajah politik partai diruang publik. Wajah atau image partai diruang publik tergantung pada bagaimana rekrutmen politik yang dilakukan oleh partai. Dalam kasus ini, skripsi ini memaparkan bahwa Partai Golkar Tanjung Pinang belum menjalankan tertib administrasi dan tertib organisasi, seperti dalam proses penetapan calon legislatif

AD/ART partai belum menjadi acuan mutlak.

Ketiga, Kepemimpinan Kharismatik studi tentang Kepemimpinan Politik

Megawati Soekarnoputri dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-

Perjuangan) yang ditulis oleh Hadi Mustafa mahasiswa Jurusan Ilmu Politik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tahun 2011. Penulis menemukan bahwa Megawati memiliki sikap kepemimpinan kharismatik yang diwariskan dari ayahnya Soekarno sehingga ia mampu mengendalikan partai secara kondusif, menjaga loyalitas kader, dan selalu

13 memegang teguh prisnsip yang diyakininya. Selain itu megawati juga memiliki hak

prerogative yang luas dalam menjalankan kepemimpinannya yang dilindungi

secara konstitusi kepartaian didalam PDI-Perjuangan. Megawati selalu menjadi

sosok kunci dalam setiap pengambilan keputusan politik partai.

Keempat, Pragmatisme Politik: Studi Kasus Proses Rekrutmen Politik PDI-

Perjuangan pada Pilkada, Kabupaten Sleman. Jurnal studi pemerintahan vol.2

No.1 Februari 2011 yang ditulis oleh Helmi Mahadi dipublikasikan oleh

Bakesbangpol dan Linmas Kabupaten Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam.

Penulis menyimpulkan bahwa PDI-Perjuangan hanya memperhitungkan untung

rugi secara finansial atau keuangan dalam menentukan calon yang akan diusung.

Proses rekrutmen politik tidak berjalan bagaimana semestinya yang harus dilakukan

partai politik yang mengacu pada aturan dasar dan anggaran rumah tangga

(AD/ART) partai. Kader partai tidak dilibatkan secara aktif dalam pengambilan

politik. Akibatnya, ideology dan platform partai hanya menjadi pembungkus

dibalik pragmatisme politik.

Berbeda dengan penelitian di atas, skripsi ini lebih menitikberatkan pada

faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan politik, dan unsur-unsur

dalam proses negosiasi politik sebagai pendekatan, dalam konteks pencalonan

Basuki Tjahaja Purnama oleh PDI-Perjuangan sebagai calon Gubernur pada Pilgub

DKI Jakarta 2017.

E. Metodologi Penelitian

14 Metodologi penelitian yang dipakai oleh penulis dalam penelitian ini meliputi:

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara pemahaman dan mempertanyakan suatu obyek secara mendalam. Kualitatif berwujud kata-kata dan gambaran bukan angka-angka.

Penulis menggunakan data primer yakni sumber yang digunakan sebagai rujukan utama dengan mewawancarai Ketua umum PDI-PERJUANGAN yaitu

Megawati Soekarnoputri. Selain itu penulis juga menggunakan data sekunder dengan buku, artikel dalam buku, skripsi, jurnal, dokumentasi surat kabar dan sumber dari dunia maya atau internet yang berhubungan dan relevan dengan materi penelitian yang akan dibahas.

Prosedur penelitian ini akhirnya diharapkan menghasilkan data mengenai alasan PDI-PERJUANGAN mendukung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama pada

Pilgub DKI Jakarta 2017.

2. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

a. Dokumentasi, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai masalah-

masalah yang bersangkutan dari beberapa sumber di atas kemudian penulis yang

berkaitan dengan objek yang sedang diteliti.

15 b. Wawancara, dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi

melalui tanya jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berstruktur

kepada Cholid Ghozali selaku ketua dewan Pembina Baitul Muslimin 2015-

2020 organisasi sayap PDI-Perjuangan, dan Nurmansyah Tanjung selaku

mantan Wasekjen Baitul Muslimin PDI-Perjuangan 2010-2015 sebagai

perwakilan pihak internal partai, sementara itu, dari pihak eksternal Boy

Bernardi Sadikin selaku mantan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-

Perjuangan DKI Jakarta 2015. Teknik ini memberikan informasi secara

langsung dari narasumber yang berkompeten dalam pembahasan skripsi ini.

3. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini, dilakukan secara deskriptif analisis, yaitu suatu pembahasan yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data yang terkumpul dan tersusun dengan cara memberikan interpretasi terhadap data tersebut. Dengan menggunakan teknik penelitian ini, peneliti berharap dapat memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat mengenai alasan PDI-PERJUANGAN mendukung pencalonan Basuki Tjahaya

Purnama pada Pilgub DKI Jakarta 2017.

4. Teknik Penulisan

Untuk pedoman penulisan, penulis menggunakan buku Panduan

Penyusunan Proposal & Penulisan Skripsi terbitan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai pedoman dalam penulisan penelitian ini.

16 F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam skripsi ini akan dibagi menjadi

lima bab yang terinci sebagai berikut:

BAB I membahas pendahuluan yang meliputi pernyataan masalah,

pertanyaan penelitian, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II membahas tentang kajian teori sebagai pendekatan yang

menjelaskan pokok permasalahan dalam skripsi ini. Didalamnya dijelaskan tentang

teori partai politik yang secara khusus membahas teori rekrutmen politik. Sub teori

partai politik menjelaskan tentang fenomena partai secara kelembagaan pasca

reformasi, faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya keputusan politik suatu partai

atau decision making, dan cara partai politik bernegosiasi.

BAB III membahas tentang gambaran umum PDI-Perjuangan, sejarah PDI-

Perjuangan pada Pilgub DKI Jakarta, selayang pandang Basuki Tjahaja Purnama

alias Ahok.

BAB IV berisi tentang proses dan pertimbangan PDI-Perjuangan dalam

menentukan arah dan sikap politik pada Pilgub DKI, faktor-faktor yang

mempengaruhi lahirnya keputusan politik terkait pencalonan Basuki Tjahaya

Purnama oleh PDI-Perjuangan pada Pilgub DKI Jakarta 2017. Seperti yang penulis

sebutkan didalam pertanyaan penelitian ini, maka pada bab ini berisi jawaban dari

pertanyaan penelitian tersebut.

BAB V merupakan bab terakhir yang berisi tentang penutup, kesimpulan

dan saran.

17 BAB II KAJIAN TEORI A. Pengertian dan Fungsi Partai Politik

Pembahasan pada bab ini bertumpu pada pengertian dan fungsi partai politik,

teori rekrutmen politik, dan teori negosiasi politik. Teori ini digunakan untuk

menganalisa bagaimana seharusnya suatu partai politik bekerja dalam

mengimpelementasikan nilai dan tujuan berdasarkan kaidah dan norma kepartaian.

cara-cara suatu partai bekerja akan dapat diklasifikasikan ke dalam suatu model partai.

Sehingga dengan menggunakan pendekatan teoritis diatas, diharapkan mampu

memberikan rasionalisasi atas penelitian yang dilaksanakan.

1. Pengertian Partai Politik

Partai politik bukanlah suatu wadah atau lembaga yang lahir begitu saja sebagai

suatu kekuatan politik di dalam kehidupan politik. Namun, menurut Joseph

Lapalombara dan Myron Weiner, ada tiga teori yang dapat menejelaskan sejarah

lahirnya partai politik. Pertama, partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dengan

alasan untuk memenuhi kebutuhan anggota parlemen dengan tujuan partai politik

sebagai alat untuk mengadakan kontrak dengan masyarakat dan membina masyarakat.1

Kedua, partai lahir karena krisis situasi historik artinya, krisis keadaan sosial

yang dialami oleh masysarakat. Seperti krisis legitimasi, krisis integrasi, dan krisis

partisipasi. Krisis tersebut terjadi karena adanya perubahan struktur sosial, seperti

1 P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) h. 185.

20 perubahan pola masyarakat dari masysarakat sederhana berstruktur tradisional menjadi modern berstruktur kompleks. Perubahan ini menimbulkan pertanyaan tentang prinsip apa yang mendasari legitimasi kewenangan yang memerintah dalam rangka pemenuhan tuntutan daan kebutuhan hidup masyarakat yang semakin meningkat.2

Ketiga, partai lahir karena adanya modernisasi sosial ekonomi seperti semakin meluasnya tugas dan fungsi birokrasi, kemajuan teknologi, perkembangan ilmu pengetahuan, beragamnya ideologi, dan semakin majemuknya masyarakat.3 Dengan ketiga teori yang dikemukakan tersebut, masyarakat secara keseluruhan (rakyat, pejabat) melihat bahwa untuk menjawab segala permasalahan yang lahir dikarenakan perkembangan jaman dan struktur sosial, serta kewenangan pemerintahan dibutuhkan suatu wadah atau lembaga yang mampu mengorganisir dan mengelola segala bentuk kebutuhan dan tuntutan masyarakat agar dapat menjadi alat perjuangan politik dan mampu meredam segala gejolak perbedaan.

Semakin terbukanya informasi, dan semakin sadarnya masyarakat akan hak politik dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi modern, partai politik telah dianggap sebagai suatu manifestasi logis yang diharapkan mampu mewakili aspirasi masyarakat. Dengan latar sejarah yang kompleks dan dinamis, berbagai pakar mencoba memeberikan pengertian sebenarnya tentang apa itu partai politik.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, partai adalah perkumpulan

(segolongan orang) yang seasas, sehaluan, setujuan (terutama di bidang politik). Dan

2 P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, h. 186. 3 P. Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, h.186.

21 politik adalah (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (khususnya tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan).4

Berdasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian partai politik adalah suatu wadah yang di dalamnya terdapat sekelompok manusia atau individu-individu yang memiliki kesamaan pandangan, aspirasi, dan cita-cita yang diperjuangkan melalui suatu kempetisi politik dengan tujuan meraih, merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam suatu pemerintahan dengan cara-cara yang konstitusional.

2. Fungsi Partai Politik

Untuk merealisasikan tujuan utama partai politik, yaitu meraih kekuasaan pada jabatan pemerintahan, suatu partai haruslah mampu menjalankan fungsi-fungsinya dengan baik. Partai yang kuat secara kelembagaan adalah partai yang mampu menjalankan segala tugas dan fungsinya yang akan mempengaruhi penilaian publik sebelum menentukan pilihan dalam suatu kontestasi politik untuk memperjuangkan aspirasi dan cita-citanya.

Michael G. Roskin mengatakan ada beberapa fungsi penting yang dimiliki partai politik, baik yang berada pada rezim demokrasi ataupun otoriter. Berikut fungsi penting tersebut:5

a. Penghubung antara rakyat dan pemerintah : partai berperan menjadi

penghubung tuntutan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Tanpa adanya

4 http://kbbi.web.id/partai diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 12.15. 5 Michael G. Roskin, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Kencana 2016), h. 231-235.

22 partai, rakyat akan merasa sendirian, tak berdaya dan diacuhkan oleh

pemerintah. Oleh karenanya, rakyat harus berpartai atau memilih partai

sehingga rakyat merasa memiliki andil dalam keputusan politik. b. Agregasi kepentingan : mewadahi berbagai macam kepentingan baik dari

masyarakat atau kelompok kepentingan dalam organisasi yang lebih besar. c. Integrasi ke dalam sistem politik : partai mengadaptasi kembali kelompok

sistem politik yang mulai ditinggalkan. Dalam artian partai politik biasanya

akan menerima kedatangan kelompok baru dalam jajarannya karena dapat

memberikan masukan untuk pembentukan platform politik d. Sosialisasi politik : partai politik berperan dalam mengajarkan masyarakat

terkait apa itu politik, mengapa berpolitik, bagaimana berpolitik dan kapan

berpolitik. Secara tidak langsung keberadaan partai dapat memudahkan

masyarakat dalam memahami kerja-kerja pemerintahan. e. Memobilisasi pemilih : untuk meraih kemenangan dalam suatu pemilihan,

partai politik akan melakukan kampanye untuk mengenalkan kandidat dan

menggiatkan promosi kepada publik. Partai memoblisasi pemilih dengan

harapan akan memberikan pengaruh signifikan pada hari pemilihan. f. Organisasi pemerintah : partai yang memenangkan pemilu mendapatkan

jabatan dan kekuasaan sehingga akan dapat mengubah dan membuat

kebijakan yang sejalan dengan partai. Artinya partai politik merupakan

organisasi yang dapat menjalankan pemerintahan.

23 Fungsi diatas sejalan dengan apa yang dikatakan E.E. Schattschneider dalam Michael

G. Roskin, kemunculan partai politik sebagai salah satu penanda utama pemerintah modern tak bisa diragukan lagi.6 Partai politik dan kehidupan demokrasi modern merupakan dua hal yang saling berkaitan dan tak dapat dipisahkan.

Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2008, pasal 12, fungsi partai adalah sebagai berikut :7

1. Pendidikan Politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi

warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan

kesatuan bangsa untuk menyejahterakan rakyat.

3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara

konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara.

4. Partisipasi politik warga negara Indonesia.

5. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui

mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan

gender.

Dalam Undang-Undang tersebut secara jelas mengggambarkan bahwa partai politik sangat memiliki peran yang begitu besar dalam kehidupan bermasyarakat dan

6 Michael G. Roskin, Pengantar Ilmu Politik, h. 231 7 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt550a445c6466c/fungsi-partai-politik diakses pada tanggal 26 Desember 2016 pukul 17.34.

24 bernegara jika mampu menjalankan fungsinya dengan maksimal. Tak hanya itu, partai politik juga menjadi fasilitator dalam penyediaan individu untuk pengisian jabatan publik.

Berbagai perbedaan fungsi partai politik diatas mencerminkan bahwa partai politik memiliki sifat yang sangat fleksibel dan cenderung akomodatif dan adaptif terhadap suatu sistem pemerintahan, tetapi perbedan tersebut tetaplah dibungkus oleh satu tujuan yang sama, yaitu meraih kekuasaan.

3. Model-model Partai Politik

Model-model partai politik dapat dilihat dari berbagai pendekatan. Baik pendekatan secara institusional, karakteristik, idologis, dan pola kepemimpinan. Alan

Ware, dalam Political Parties and Party Systems menggunakan pendekatan institusional dalam mengkategorikan ideologi partai, yaitu :8

a. Liberal and Radical Parties (Partai Liberal dan Radikal)

Partai Liberal and Radikal ini awalnya muncul di Eropa sebagai bentuk

perlawanan terhadap intervensi negara atas hak masyarakat seperti

kebebasan, kepemilikan property dan usaha. Eropa awal abad 17 sampai

awal abad 18 masih menganut sistem monarki yang kekuasaan mutlak

ditangan raja sebagai penguasa. Kejenuhan masyarakat dalam melihat

pengekangan oleh negara atas hak individu masyarakat, melahirkan

ideologi partai liberal dan radikal yang mengusung kebebasan secara

8 Alan Ware, Political Parties and Party Systems, (New York: Oxford University Press, 1996). h. 22-41.

25 mengakar. Partai ini menuntut adanya pemisahan kekuasaan pemerintah

dalam hal ekonomi dan kepemilikan properti. Mengurangi intervensi dalam

kehidupan sosial masyarakat Eropa. b. Conservative Party (Partai Konservatif)

Partai Konservatif dianggap sebagai lawan dari Partai Liberal. Partai

konservatif adalah partai yang memperjuangkan nilai-nilai luhur suatu

negara atau pemerintahan dalam kehidupan bermasyarakat yang telah

dipegang teguh dari masa ke masa. Ideologi partai ini cenderung dianggap

ketinggalan zaman di Eropa karena kegagalannya dalam beradaptasi dan

mengadopsi perkembangan perilaku pemilih. c. Socialist and Social Democratic Party (Sosialis dan Partai Sosial Demokrat)

Partai Sosialis dan Sosial Demokrat merupakan aliran partai yang

diinspirasi dari ketidakadilan dalam dunia industri. Buruh sebagai pekerja

tidak menerima haknya sebagaimana mestinya. Ketimpangan ini

menyebabkan buruh mengorganisir diri kedalam satu kesatuan gerakan

politik yang memperjuangkan hak-haknya dengan cara-cara yang

demokratis. Tujuan utamanya adalah kesamaan dan kesetaraan hak buruh

dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. d. Communist Parties (Partai Komunis)

Partai Komunis merupakan partai yang memperjuangkan kesetaraan

kehidupan bermasyarakat dalam segala ini, baik sosial ekonomi, industri

dan budaya, menghilangkan kepemilikan swasta atau privat. Tujuan

26 utamanya menjadikan seluruh masyarakat menjadi masyarakat yang

komunis. Partai ini dianggap sebagai partai yang paling kiri. Artinya partai

yang sangat bertentangan dengan negara. e. Agrarian Parties (Partai Agraria)

Partai Agraria adalah partai yang memperjuangkan hak-hak petani. Akhir

abad 19 hingga awal abad 20 partai ini berkembang atas depresi ekonomi

karena tak terkontrolnya industrialisasi di Eropa. Mereka melihat sector

pertanian adalah jantung keberlangsungan hidup suatu negara oleha

karenanya hak-hak dan aspirasi petani haruslah diperjuangkan. f. Regional and Ethnic Parties (Partai Wilayah dan kesukuan)

Partai regional dan kesukuan ini biasanya terdiri dari orang-orang

berdasarkan asal muasal wilayah dan kesukuan yang sama.

Mempertahankan budaya, adat, dan tradisi lokal mereka dari pengaruh luar

agar dilindungi dan diakui oleh pemerintah. Contoh, di Britania Raya,

daerah-daerah seperti Wales dan Skotlandia partai ini berkembang. g. Right-Wing Extremist Parties (Partai Ekstrim Kanan)

Partai Ekstrim Kanan merupakan partai yang sangat menginginkan kendali

penuh oleh negara terhadap segala sesuatu yang ada pada masyarakat. Anti

Liberalisme dan Anti Demokrasi merupakan istilah yang tepat untuk

menggambarkan semangat dan tujuan dari partai penganut ideologi ini.

Fasisme di Italia adalah contoh partai ekstrim kanan yang pernah ada.

27 Pemerintahan otoriter dan rasis adalah gaya eksplisit dari kepemimpinan

partai ini.

Model partai politik dengan menggunakan pendekatan institusional mengartikan bahwa sifat kelembagaan partai dapat terbentuk karena prinsip yang dianut, kesamaan profesi, dan kesamaan wilayah keanggotaan. Pendekatan ini juga menjelaskan keterkaitan sistem pemerintahan suatu negara dan sifat kepemimpinannya. Partai dianggap partai kiri jika bertujuan meminimalisir peran negara dalam kehidupan bermasyarakat, sebaliknya jika suatu partai menginginkan kendali penuh oleh negara atau pemerintahan atas kehidupan bermasyarakat maka partai tersebut dianggap partai kanan.

Pendekatan lain untuk mengidentifikasi model partai politik dapat dilihat berdasarkan karakteristik utama dalam mensinergiskan tujuan partai dengan tugas- tugas partai. Katz and Mair, mengklasifikasikan empat model partai berdasarkan karakteristik, yaitu elit, massa, catch-all, dan kartel.9 Sedangkan Miriam Budiardjo membagi model partai kepada empat macam model, yakni partai massa, partai kader, partai lindungan, dan partai ideologi.10

Partai Elit adalah partai yang dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki pengaruh cukup besar dalam menjalankan roda kepartaian. Biasanya kategorisasi partai elit dapat terlihat dari pola pengambilan kebijakan partai seperti dalam menentukan

9 Richard S. Katz and William Crotty, Handbook of party politics, (London: SAGE Publications Ltd, 2006) h. 250. 10 Hafied Cangara, Komunikasi Politik: konsep, teori dan strategi, h. 219.

28 kandidat pada suatu pemilihan, dalam menentukan sikap terhadap program-program dan kebijakan pemerintah cenderung bersifat tertutup, dan di dalam partai elit, kompetisi di internal partai cenderung terbatas.

Partai Massa adalah partai yang di dalamnya tergabung dari berbagai golongan masyarakat yang menjadi kekuatan utamanya. Partai model ini tidak terlalu menekankan soal loyalitas dan integritas ideologis keanggotaannya. Sifatnya yang terbuka dan lebih fleksibel kepada seluruh anggotanya menjadi daya tarik utama partai.

Partai Kader adalah partai yang lebih mengutamakan pengetatan organisasi dalam proses kaderisasinya. Pengetatan yang dimaksud adalah tidak semua orang bisa diterima menjadi anggota partai ini, hanya orang-orang yang bisa lulus standar organisasi partai. Tujuannya adalah untuk menjaga kemurnian perjuangan partai.

Catch All Parties atau partai lindungan dalam istilah Miriam Budiardjo. Catch all parties adalah partai yang mengutamakan selera pemilih atau masyarakat sehingga kemenangan menjadi tujuan pada setiap kontestasi politik. Partai ini tidak terlalu mementingkan soal ideologi, aturan kerja organisasi, standar integrasi, dan arah perjuangan yang jelas. Aktivitas partai cenderung dilakukan ketika ada even-even pemilu. Serta, tumbuhnya partai ini dikarenakan adanya krisis kepercayaan terhadap pengimplementasian ideologi yang gagal dan platform partai. Tidak hanya itu, pergeseran model kampanye serta model pemilih menjadi salah satu alasan tambahan lahirnya partai ini.

29 Partai kartel, menurut Kuskridho Ambardi ada beberapa ciri yang dapat menjelaskan kenapa suatu partai dikatakan sebagai partai kartel. Ciri tersebut adalah:11

a. Berkurangnya peran ideologi sebagai basis perilaku partai politik.

b. Perselingkuhan dalam bentuk koalisi.

c. Absennya oposisi.

d. Kecenderungan partai politik sebagai sebuah kelompok.

Berdasarkan ciri diatas, partai kartel dapat diartikan sebagai partai yang tidak lagi menjadikan ideologi sebagai basis perjuangan. Bahkan Djayadi Hanan mengutip artikel Katz and Mair mengatakan bahwa partai kartel dianggap sebagai partai penjajah negara dengan melakukan kesepakatan sesama partai untuk memerah sumber daya demi kepentingan partainya. Dan tak lagi menjadi penghubung aspirasi rakyat terhadap pemerintahan.12

Pendekatan karakteristik adalah pendekatan yang digunakan berdasarkan sifat dan gaya partai politik dalam memperjuangkan tujuan. Pengelompokkan model partai diatas memberikan gambaran bahwa setiap sikap dan kebijakan politik suatu partai, idealnya harus sejalan dengan prinsip dasar yang dianut partai tersebut. Jika suatu partai bekerja berlandaskan ideologi dan prinsip dasar yang dianut, maka dapat dikategorikan sebagai partai kader atau partai ideologi. Sebaliknya, jika partai hanya

11 Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: upaya mencari format demokrasi yang stabil dan dinamis dalam konteks Indonesia, (Bandung: Mizan Media Utama, 2014) h. 78. 12 Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: upaya mencari format demokrasi yang stabil dan dinamis dalam konteks Indonesia, h. 74.

30 mencari kekuasaan semata, serta memperbanyak anggota semata tanpa memiliki arah perjuangan dan konsep yang jelas dan konsisten, partai tersebut akan cenderung menjadi partai catch all ataupun partai massa. Konsistensi dan inkonsistensi partai akan memberikan penilaian tersendiri di mata pemilih.

Prinsip dasar partai dapat dilihat dari bagaimana partai menjalankan fungsi- fungsinya seperti yang sudah dijelaskan diatas. Namun, tak selamanya prinsip dasar dapat sejalan dengan realitas sosial politik yang ada, benturan-benturan inilah yang meyebabkan munculnya berbagai varian tipologi partai. Di satu sisi, benturan realitas sosial politik dengan tujuan awal partai bisa menjadikan suatu partai menjadi semakin solid untuk mempertahankan orisinalitasnya, di sisi lain dapat menjadikan partai tak berdaya karena harus menyesuaikan diri dengan kehendak pemilih.

Perbedaan oganisasional partai dapat terjadi karena dinamika pemilih dan ketatnya arus persaingan dalam meraih simpati terkait pemenangan dalam suatu kompetisi yang diikuti.13 Oleh karena itu, salah satu faktor yang dapat melihat bagaimana suatu partai bekerja dan menjalankan fungsinya adalah dengan menelaah bagaimana proses rekrutmen dilakukan, apa tujuannya, dan apa yang menjadi pertimbangan utamanya.

4. Partai Politik di Indonesia

Perkembangan partai politik di Indonesia mengalami fase pasang surut. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai, kebijakan pemerintah tentang

13 Alan Ware, Political Parties and Party Systems, h. 95.

31 partai dari rezim ke rezim, dan pergeseran orientasi politik partai. Sejarah partai politik di Indonesia bermula pada masa pra kemerdekaan.

Partai pertama yang ada di Indonesia adalah Indische Partij yang didirikan oleh

Edward D. Dekker, Ki Hajar Dewantara, dan Tjipto Mangunkusumo pada tahun 1912 dengan tujuan meraih kemerdekaan Indonesia. Inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan partai politik di Indonesia, dan ditambah lagi dengan lahirnya organisasi-organisasi kepemudaan, pendidikan, dan pedagang. Seperti Budi Utomo,

Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Sarekat Islam.14 Kemunculan organisasi tersebut didasari atas kesadaran pentingnya menumbuhkan semangat kebangsaan dan persatuan agar dapat terlepas dari kungkungan kolonialisme.

Secara garis besar, Miriam budiardjo membagi periode kepartaian di Indonesia ke dalam tiga periode. Yaitu :15

a. Zaman kolonialisme : ketika Indonesia masih berada dibawah penjajahan

Belanda. Lahirnya Indische Partij dan Organisasi kepemudaan, ulama,

pendidikan, dan pedagang. Serta Didukung dengan pembentukan badan

perwakilan Volkskraad yang didalamnya berisikan organisasi kepemudaan

lintas wilayah dengan tujuan agar pemerintah Belanda lebih mudah dalam

melakukan pengawasan terhadap pergerakan pemuda Indonesia pada tahun

1918. Namun, sebaliknya, justru momen ini dijadikan sebagai suatu

14 Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, h. 424. 15 Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu Politik, h. 423-428.

32 kesempatan untuk pemuda Indonesia memulai langkahnya dalam

menyebarkan pengaruh politiknya. b. Zaman pendudukan Jepang (1942-1945) : pada masa pendudukan jepang

diaspora pemuda dalam bentuk organisasi ataupun perserikatan mengalami

periode yang sulit. Pemerintah Jepang mengeluarkan kebijakan

pembubaran seluruh organisasi ataupun partai politik ketika itu. Kecuali

organisasi atau perserikatan yang diprakarsai sendiri oleh penguasa. Dan

satu-satunya organisasi yang diijinkan hanyalah golongan islam dengan

nama Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia). c. Zaman demokrasi Indonesia (1945-sekarang) :

1. Masa Orde Lama (1945-1965) : masa awal kemerdekaan merupakan masa

dimana semangat nasionalisme dan patriotisme masih sangat menggebu-

gebu. Masyarakat pada umumnya, dan pemuda khususnya menganggap

kemerdekaan sebagai suatu angin segar dalam menyatakan pendapat,

menentukan hak, dan ikut serta membangun bangsa secara terbuka. Mulai

dari pembentukan KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang

didalamnya berisikan tokoh-tokoh aktif dalam dunia pergerakan guna untuk

membantu kerja presiden, dan memiliki kewenangan legislatif. Puncak

keberlangsungan Partai politik adalah Lahirnya Maklumat x Hatta pada

tanggal 3 November 1945. Yang isinya pemerintah membuka keran

kebebasan berpartai seluas-luasnya dengan alasan melalui partai politik

pemerintah dapat mengatur dan mengawasi berbagai macam aliran atau

33 paham yang ada di dalam masyarakat, dan agar segera dapat turut serta

dalam pemilu 1946. Partai politik yang muncul pasca Maklumat X, yaitu:16

Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), Partai Komunis Indonesia

(PKI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Rakyat Jelata, Partai Kristen

Indonesia (Parkindo), Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang dipinpim oleh

Mr. Amir Syarifuddin dan, Partai Rakyat Sosialis (PRS) Partai Katolik

Republik Indonesia (PKRI), Partai Rakyat Marhaen Indonesia (Permai),

Partai Nasional Indonesia (PNI). Pemilu 1955 dianggap sebagai pemilu

yang paling demokratis. Pada masa ini sering disebut dengan masa partai

ideologis, karena hampir seluruh partai yang ada memiliki garis ideologi

yang jelas yang dituangkan ke dalam arah kebijakan politik dengan cara

yang sistematis dengan dukungan basis massa yang jelas pula. Mulai dari

Nasionalisme, Islam, Komunisme, Sosialisme, dan Kristen. Namun, konflik

yang terjadi antara beberapa tokoh bangsa menyebabkan beberapa

kebijakan mulai ditinjau ulang seperti pembubaran Masyumi oleh Soekarno

pada tanggal 17 Agustus 1960.17

2. Masa Orde Baru (1965-1998) : pergantian rezim Soekarno ke rezim

Soeharto menyisakan banyak persoalan. Soeharto menganggap kegagalan

16 http://www.donisetyawan.com/partai-politik-pada-awal-kemerdekaan/ diakses pada tanggal 24 Desember tahun 2016 pukul 15.49.

17 http://wawasansejarah.com/partai-masyumi/diakses pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 16.50.

34 rezim sebelumnya adalah karena pemerintah terlalu sibuk mengurusi partai

politik sehingga pembangunan terhambat. Oleh karena itu, masa ini cukup

dikenal dengan masa penyempitan kebebasan berpartai. Ditandai dengan

pembubaran dan pelarangan PKI melalui TAP MPRS NO.XXV/1966.

Tidak hanya itu, rezim orde baru juga melakukan penyederhanaan jumlah

partai atau fusi partai menjadi tiga kelompok diantaranya partai berhaluan

Islam bergabung ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan), partai

berhaluan Nasionalisme bergabung ke dalam PDI (Partai Demokrasi

Indonesia), dan yang ketiga adalah Golkar pada tahun 1977. Partai

cenderung dikooptasi oleh pemerintah dalam hal segala tindakannya

dengan alasan menciptakan stabilitas politik untuk membangun

perekonomian. Banyak kalangan yang menyesali kebijakan tersebut dan

menganggap pemerintah otoriter sehingga kehidupan berpartai hanya

menjadi formalitas belaka.18

3. Masa Reformasi (1998-sekarang) : jatuhnya rezim orde baru pada tahun

1998 membuka kembali keran demokrasi. Kebijakan presiden Habibie

ketika menggantikan Soeharto melalui UU No. 2/1999 memberikan

kembali kesempatan untuk mendirikan partai politik sehingga

menyebabkan jumlah partai membludak. 141 partai baru mendaftarkan diri

ke Kementrian Kehakiman ketika itu. Namun hanya 48 partai yang berhak

18 Miriam Budiardjo, Pengantar Ilmu politik, h. 440-457.

35 mengikuti pemilihan umum 1999. Banyaknya jumlah partai yang ada di

Indonesia tidak menjamin semangat demokrasi akan sejalan dengan tujuan

demokrasi. Upaya penyederhanaan jumlah partai kembali dilakukan pada

tahun 2004, akhirnya pada pemilu 2004 hanya ada 24 partai yang ikut

pemilu. Pemilu 2009 diikuti 38 partai, kembali terjadi peningkatan. Dan

pemilu 2014 hanya diikuti 12 partai.

Andreas Ufen dalam tulisannya Partai politik di Indonesia pasca Soeharto menjelaskan temuan-temuannya terkait perbedaan signifikan fenomena partai pra-

Soeharto hingga Pasca Soeharto seperti berikut :19

a. Munculnya partai presidensial dan presidensialisasi partai

Hampir seluruh partai politik besar di Indonesia pasca orde baru memiliki

tokoh elitnya masing-masing. Seperti Susilo Bambang Yudhoyono di

Demokrat, Megawati Soekarno Putri di PDIP, Abdurrahman Wahid di

PKB, Amien Rais di PAN, Prabowo di Gerindra, Yusril Ihza Mahendra di

PBB, dan yang terbaru Surya Paloh di NasDem. Presidensialisasi partai ini

terjadi karena tidak adanya kesetiaan dan stabilitas koalisi antar partai,

terlalu dominannya pengaruh pimpinan partai sehingga dari luar

strukturpun dapat mengendalikan dengan cara membujuk orang untuk ikut

serta dalam pencalonan ketua partai, lemahnya fokus kebijakan yang

19 Andreas Ufen, Partai Politik di Indonesia Pasca Soeharto : Antara Poitik Aliran dan Filipinanisasi, (Jurnal Ilmu Politik No. 37 Desember 2006) diakses dari : https://www.academia.edu/4354886/Partai_Politik_di_Indonesia diakses pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 14.40.

36 ditawarkan dengan kata lain tidak ada perbedaan signifikan antar partai

terkait kebijakan politik sehingga menjadikan partai hanya sebatas

kendaraan untuk meraih kekuasaan semata. b. Proses Internal : penokohan yang otoriter dan faksionalisme

Pada umumnya partai yang sekarang, pengambilan keputusan penting

seperti nominasi kandidat diambil oleh beberapa anggota eksekutif inti yang

setia pada satu pimpinan yang karismatik. Diperparah lagi, terkadang

AD/ART partai tidak mengatur dengan jelas bagaimana proses pemilihan

nominasi kandidat, dan bahkan beberapa pasal dalam AD/ART diubah

sebelum dilakukannya pemilihan nominasi demi mencapai tujuan elit

eksekutif partai yang berkuasa seperti yang terjadi pada kongres Golkar

2005 dan PDIP 2007. Faksionalisasi terjadi biasanya karna pola

kepemimpinan yang otoritarian di dalam partai, sehingga menyebabkan

perpecahan, dan lemahnya budaya menghargai kubu yang dianggap

berbeda dan berseberangan dengan elit partai bahkan cenderung dikucilkan

dan disingkirkan. Seperti Wiranto, Prabowo, Surya Paloh di Golkar,

Abdurrahman Wahid, Matori Abdul Djalil dan Alwi Shihab di PKB,

Haryanto Taslam dan Arifin Panigoro di PDIP, Yusril Ihza Mahendra dan

Haryanto Mardjono di PBB, KH. Zainuddin MZ dan Hamzah Haz di PPP.

Berbagai perpecahan tersebut mengindikasikan kuat bahwa faksionalisme

kelompok tertentu sangat rentan terjadi jika pola penokohan otoritarian

masih diterapkan.

37 c. Ekonomi partai : Politik Uang

Setiap partai membutuhkan pendanaan operasional, namun kecilnya iuran

anggota dan minimnya pendanaan publik menjadikan partai mau tidak mau

harus menggalang kekuatan dengan pengusaha swasta. Banyak indikasi

yang menjelaskan perpolitikan Indonesia pasca Soeharto seolah

mengkarakterisasikan diri bertujuan materialistis semata. Seperti Jusuf

Kalla, Aburizal Bakri, Sutrisno Bachir, Surya Paloh, Prabowo Subianto,

dan Arifin Panigoro. Inilah perbedaan yang paling mencolok dengan partai

politik tahun 1950-an. Ketika pertarungan ideologi dan gagasan kebangsaan

menjadi karakter utama partai politik.

d. Merenggangnya hubungan antara partai dan pemilih : platform yang lemah

dan berkurangnya kesetiaan terhadap partai

Disebabkan oleh mengendurnya muatan ideologi partai secara drastis,

menguatnya peran dewan pimpinan pusat, menurunya peran individual

antar partai, berkurangnya penekanan pada kelas sosial tertentu, dan

munculnya tujuan untuk memastikan akses ke berbagai kelompok

kepentingan.

B. Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik adalah mengajak, menghimbau dan menjadikan seseorang

atau kelompok untuk terlibat dalam suatu kegiatan politik, seperti menjadi anggota

38 partai politik, pengurus partai politik, bahkan pejabat publik yang dilakukan oleh partai politik, organisasi politik atau kelompok kepentingan. Rekrutmen tidak hanya dilakukan untuk mengisi jabatan-jabatan internal partai, dan tidak hanya berasalkan dari kader internal partai, tetapi juga rekrutmen dilakukan untuk diikutsertakan dalam suatu pemilihan dalam rangka mengisi jabatan publik yang pesertanya bisa saja dari eksternal partai (non kader).

Pippa Norris dalam Handbook of Party Politics mengatakan bahwa:20

“One classic function of political parties concerns their gatekeeping role in nominating candidates for office at all levels of government. Political recruitment is not just a matter of nominating elected representatives at local, regional, national, and subnational levels, the core of this chapter, but also of filling a wide range of patronage appointments to public office.” “Satu fungsi klasik dari partai politik adalah menjaga peran mereka dalam penunjukan kandidat untuk jabatan resmi di semua level pemerintahan. Rekrutmen politik bukan hanya soal penunjukan perwakilan terpilih di tingkat lokal, regional, nasional, dan subnasional, inti dari fase ini, tetapi juga pengisian sebuah jangkauan yang luas dari kesepakatan terhadap jabatan publik.”

Proses rekrutmen politik merupakan suatu fungsi klasik yang bertujuan melakukan penunjukan kandidat untuk mengisi jabatan resmi di semua level pemerintahan, tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap suatu partai secara luas. Tidak hanya dampak ke luar, tapi dampak ke dalam terhadap konsekuensi penetapan calon yang akan diajukan memiliki peluang yang begitu besar. Jika partai salah dalam melakukan kalkulasi politik, tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik internal dan

20 Richard S. Katz and William Crotty, Handbook of party politics, h.89.

39 perpecahan, sebaliknya jika partai mampu melakukan kalkulasi politik yang matang, partai beserta jajarannya akan semakin solid.21

Model rekrutmen politik dilakukan berdasarkan pertimbangan yang berbeda- beda tergantung dalam rangka apa rekrutmen dilakukan. Pertama, Jika rekrutmen dilakukan untuk menambah kader dengan tujuan memperluas pengaruh dan mempertahankan keberlangsungan partai, biasanya partai lebih cenderung mengutamakan kuantitas dibanding kualitas. Kedua, rekrutmen politik untuk mengisi jabatan publik dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Seperti, keterkaitan hubungan ideologis calon kandidat dengan partai pengusung, kesamaan visi misi dan program kerja, konsekuensi internal partai dan eksternal partai, meliputi peluang terjadinya konflik internal, dan pengaruh elektabilitas partai secara luas, terakhir peluang calon kandidat yang diusung dalam memenangkan kontestasi politik.22

Tiga hal yang dapat disimpulkan sebagai dampak terkait proses rekrutmen dan kandidasi politik yang dilakukan oleh suatu partai politik. Yaitu:23

1. Proses seleksi kandidat merefleksikan dan mendefinisikan karakter dari

sebuah partai dan perjuangan kekuasaan internalnya.

21 Richard S. Katz and William Crotty, Handbook of Party Politics, h. 89. 22 Reuven Y. Hazan and Gideon Rahat, Democracy Within Parties: Candidate Selection Methods and their Political Consequences, (New York: Oxford University Press, 2010) h. 1-5. 23 Reuven Y. Hazan and Gideon Rahat, Democracy Within Parties: Candidate Selection Methods and their Political Consequences. h. 11.

40 2. Perubahan pada metode seleksi akan mempengaruhi keduanya partai politik

dan sistem politik di negara tersebut, kualitas dari partisipasi internal partai

hingga jenis kandidat terpilih.

3. Rantai dari pendelegasian yang demokratis berawal dengan seleksi

kandidat.

Tiga gambaran tentang dampak dari proses rekrutmen politik di atas, secara jelas mengartikan bahwa proses ini merupakan salah satu proses utama yang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap partai politik. Baik buruknya citra dapat terpengaruh dengan bagaimana suatu partai melakukan proses rekrutmen politik.

Dampak yang ditimbulkan tidak hanya dirasakan oleh partai, tapi juga terkait sistem politik yang berlangsung didalam suatu negara. Jika rekrutmen dilakukan dengan sistem yang tidak demokratis, besar kemungkinan partai tersebut jika menjadi pemenang akan merubah arah sistem politik yang ada.

Almond dan Powell mengemukakan dua sifat dalam proses rekutmen politik.

Adapun sifat rekrutmen tersebut adalah sebagai berikut, yaitu:24

1. Rekrutmen dengan Prosedur Tertutup artinya proses pemilihan seseorang

untuk jadi kandidat yang diusung partai hanya ditentukan oleh elit partai,

segelintir orang yang mempunyai kekuasaan di dalam suatu partai.

Biasanya partai yang menerapkan mekanisme ini dianggap tidak

24 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, (Semarang: Pustaka Pelajar, 2005) h. 200-203.

41 demokratis, karena tidak melibatkan jajaran partai secara keseluruhan atau

lebih dikenal dengan istilah partai oligarki.

2. Rekrutmen dengan Prosedur Terbuka artinya melibatkan seluruh lapisan

internal partai dengan mekanisme terbuka yang mengedepankan asas

kesamaan hak dan kewajiban yang dilindungi oleh Undang-Undang dan

konstitusi kepartaian.

Sementara itu, Alan Ware membagi kedalam tiga kelompok tentang pola atau metode prosedur rekrutmen yang dilakukan oleh partai, yaitu: 25

1. Aturan publik dan privat artinya sejauh mana partai menempatkan aturan

publik dan aturan privat dalam proses penentuan kandidat yang akan

diusung. Dalam proses pemilihan kandidat ditentukan dan diselenggarakan

oleh negara sebelum sampai pada hari pemilihan. Negara berhak

mendiskualifikasi siapa yang layak mengikuti pemilu, dan berhak

memeutuskan siapa yang boleh mengikuti pemilu. Dengan sistem ini partai

hanya menyerahkan nama-nama ke pihak penyelenggara seleksi (Negara)

untuk dipilih apakah nama yang diajukan layak atau tidak mengikuti

pemilihan umum. peran partai hanya sebagai penyedia, tapi yang

menentukan layak atau tida layaknya seseorang untuk dipilih pada hari

pemilihan ditentukan oleh Negara. Contoh partai dengan sistem ini

ditemukan di Amerika Serikat awal abad 19.

25 Alan Ware, Political Parties and Party Systems, h. 259-266.

42 2. Seleksi dengan sistem Sentralisasi atau Desentralisasi artinya pada

beberapa partai ada yang menggunakan sistem sentralisasi ekstrim, yakni

penentuan keputusan partai soal kandidat yang diusung tergantung

keputusan pimpinan pusat, dan bahkan tergantung keputusan pemimpin

partai sendirian. Di sisi lain, ada juga partai yang menggunakan sistem

desentralisasi ekstrim, yakni segala keputusan politik partai tergatung

pemimpin atau pejabat lokal atau daerah partai. Contoh kedua partai dengan

sistem ini ditemukan di Perancis awal abad 19.

3. Demokratis atau Kendali Elit artinya dalam beberapa kasus ada partai yang

sangat demokratis dalam menentukan kandidat yang akan diusung, namun

ada juga yang hanya mengandalkan instinct atau intuisi politik dari petinggi

partai.

Alan Ware secara tidak langsung menjelaskan bahwa sistem rekrutmen atau kandidasi politik dilaksanakan biasanya bergantung pada sistem politik dan pemilu yang dianut oleh suatu Negara. Sistem politik yang dianut oleh suatu negara akan berdampak pada mekanisme sistem kepartaian yang ada pada negara tersebut.

Di era demokrasi dan keterbukaan informasi seperti sekarang ini, partai cenderung akan memperlihatkan bahwa dialah yang paling demokratis. Oleh karena itu, proses rekrutmen terbuka dianggap cara yang cukup ampuh untuk memberikan pelajaran kepada publik tentang mekanisme partai dalam menentukan kandidat, terdapat dua jalur yang bisa digunakan oleh partai dalam menentukan pilihan terhadap kandidat yang akan didukung. Yaitu:

43 1. Jalur kaderisasi internal Partai artinya partai politik mempersiapkan kader-

kader yang dianggap mempunyai kualitas, kredibilitas dan kapabilitas untuk

mengisi jabatan publik.26

2. Jalur penjaringan atau seleksi eksternal artinya Partai politik membuka diri

seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat yang merasa memiliki

kemampuan untuk mengisi jabatan publik untuk mengikuti proses

penjaringan atau seleksi dengan prasyarat dan standar yang telah ditentukan

oleh suatu partai.

Masing-masing jalur yang diterapkan memiliki kelebihan dan kekurangan, penggunaan jalur-jalur tersebut biasanya digunakan dengan melihat kebutuhan mendasar partai yang berhubungan dengan tujuan awal mengikuti kompetisi politik tersebut. Dan penerapan jalur tersebut juga memandang bagaimana pola kepemimpinan dalam suatu partai, jika partai bersifat demokratis maka akan memilih jalur terbuka, begitu juga sebaliknya jika partai hanya dikuasai oleh segelintir elit dan pengambilan keputusan bersifat sentralistik atau bergantung pada keputusan pemimpin partai, maka partai akan memilih jalur tertutup.

Diatas telah dipaparkan tentang pengertian rekrutmen, sifat prosedural rekrutmen, dan jalur-jalur yang dapat dilakukan dalam proses rekrutmen politik. Semua pemaparan diatas akan menjadi tidak berarti jika belum mengetahui tentang siapa individu atau perorangan yang dapat mengikuti sistem rekrutmen tersebut, dan apa saja

26 Joko J. Prihatmoko, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, h. 200-203.

44 pertimbangan partai dan konsekuensinya dalam menentukan kandidat, serta siapa yang layak menentukan kandidat mana yang akan diusung.

Adapun beberapa tahap dalam penentuan siapa saja individu atau orang yang dapat mengikuti proses rekrutmen politik untuk mengisi jabatan publik, partai politik memiliki aturan dan sistem tersendiri selama itu masih sejalan dengan konstitusi dan perundang-undangan. Pippa Norris mengatakan terdapat tiga tahap yang bekerja dalam proses rekrutmen tersebut, yaitu:27

1. Sertifikasi yaitu proses yang melibatkan hukum pemilu, peraturan partai,

dan norma sosial informal yang mendefinisikan kriteria untuk pencalonan

yang memenuhi persyaratan. Proses ini melakukan analisis yang

komprehensif dan rinci tentang persyaratan hukum formal berdasarkan

dokumen konstitusional dan undang-undang pemilu yang ditetapkan oleh

negara. Seperti usia minimum, tidak terkait kasus kriminal atau pelanggaran

hukum, batas minimum pendidikan dan berstatus warga negara asli. Selain

syarat hukum formal, syarat lainnya diatur oleh aturan internal partai.

Seperti pernah menjadi anggota partai selama sekian tahun untuk mengukur

loyalitas dan kesamaan visi dan misi. Faktor lain yang mempengaruhi

proses ini adalah norma-norma sosial informal dan nilai budaya yang dianut

suatu negara seperti pengalaman dan latar belakang kehidupan.

27 Richard S. Katz, William Crotty, Handbook Partai Politik, (Bandung: Nusa Media,2014) h. 149-160.

45 2. Nominasi yaitu proses berikutnya dari peserta individu atau perorangan

yang telah memenuhi syarat sertifikasi. Proses nominasi ditentukan seratus

persen oleh kebijakan internal partai. Biasanya proses ini dianggap sebagai

variable dependen yang dapat memberikan gambaran tentang distribusi

kekuasaan dalam partai dan faksi-faksi yang berbeda, dan seberapa sukses

suatu partai dalam mendemokratisasi internalnya. Proses nominasi seiring

dengan pola kekuasaan di dalam tubuh partai. Kunci dari proses ini adalah

sentralisasi, yaitu seberapa jauh nominasi ditentukan oleh pimpinan partai

nasional (up bottom) atau didelegasikan kebawah desentralisasi (bottom

up).

3. Seleksi artinya proses ini adalah proses akhir dari tahap rekutmen politik

untuk mengisi jabatan publik. Proses seleksi dilakukan jika semua peserta

telah memenuhi syarat sertifikasi dan lolos nominasi yang dilakukan oleh

partai. Pelaksana proses ini ditunjuk berdasarkan kebijakan internal partai

sepenuhnya. Proses ini diselenggarakan oleh selektorat, yaitu badan yang

dibentuk oleh suatu partai politik untuk menyeleksi calon yang dapat

beranggotakan satu atau banyak orang hingga seluruh pemilih pada suatu

bangsa tertentu dengan kontinum inklusif ke eksklusif.28 Meskipun

selektorat sebagai penyelenggara seleksi kandidat, namun selektorat tidak

dapat memutuskan sendiri kandidat mana yang akan diusung oleh suatu

28 Richard S. Katz, William Crotty, Handbook Partai Politik, h. 180.

46 partai melainkan harus melewati beberapa mekanisme terlebih dahulu,

seperti sistem voting ataupun sistem penunjukan langsung. Sistem voting

dilakukan dengan tujuan menjaga transparansi dan demokratisasi internal

partai, agar semua anggota merasa dihargai hak dan pendapatnya.

Sedangkan sistem penunjukan langsung cenderung dilakukan oleh partai

yang bersifat sentralistik atau terpusat dimana keputusan diambil oleh

oligarki nasional ke oligarki lokal.

Renney bahkan secara lugas menjelaskan terkait dampak proses seleksi kandidat ini dalam Handbook Partai Politik, dalam proses penentuan calon kandidat, perselisihan antar faksi akan semakin sengit dan menjadi sangat penting. Gallagher menambahkan, umumnya pertarungan seleksi calon lebih sengit daripada perjuangan manifesto partai.29 Artinya, dalam proses penentuan kandidat ini, sangat rentan terjadi gesekan kepentingan internal partai antar faksi yang mewakili setiap kekuatan.

Setelah seluruh rangkaian proses rekrutmen atau kandidasi dilaksanakan, langkah puncak yang dilakukan suatu partai adalah negosiasi dengan pihak yang akan diusung atau dicalonkan. Kecendrungan proses ini biasanya bersifat tertutup antara kedua belah pihak. Dan hal yang dibicarakan tentu berkaitan dengan keuntungan yang akan didapat oleh kedua belah pihak. Setelah mendapatkan kesepakatan, barulah partai politik mengumumkan keputusan politiknya terkait siapa yang akan diusung pada suatu kontestasi politik.

29 Richard S. Katz, William Crotty, Handbook Partai Politik, h. 179.

47 Selain harus mengakomodir keinginan yang berasal dari internal partai, partai

politik juga harus menyesuaikan diri dengan dinamika pemilih yang ada dalam

melakukan proses rekrutmen politik. Jika kehendak internal sejalan dengan kehendak

pemilih, maka partai politik akan sangat mudah mengambil keputusan. Namun hal itu

sangat jarang terjadi di era modern seperti saat sekarang ini mengingat banyaknya

kelompok atau individu di internal partai yang merasa memiliki kekuatan, maka akan

semakin sulit menyelaraskan keputusan. Selain itu, pergeseran nilai, norma, dan

budaya pemilih dalam menentukan sikap politik, membuat partai harus jeli dalam

membaca peluang.

C. Teori Oligaki

Partai politik merupakan suatu organisasi yang tidak bisa dipisahkan dalam

kehidupan Negara yang demokratis. Sebab partai politik menyediakan berbagai hal

yang diperlukan oleh Negara. Sebut saja, seperti memberikan pendidikan politik

kepada masyarakat, sosialisasi politik, rekrutmen politik dan sebagai salah satu wadah

untuk meraih kekuasaan. Ia menjelma sebagai pengeras suara yang dibutuhkan rakyat

kemudian diteruskan ke pemerintah. Disisi lain, partai politik juga menjadi

perpanjangan tangan pemerintah dalam menyalurkan berbagai macam kebijakan.

Namun, yang sering menjadi persoalan di dalam partai politik adalah tentang

bagaimana suatu keputusan diambil terkait sikap dan kebijakan politik yang diemban

yang nantinya akan menjadi penilaian publik.

48 Di era yang sangat terbuka seperti saat sekarang ini, demokratisasi seluruh lini seolah menjadi perhatian khusus publik terhadap suatu partai politik. Bahkan, meskipun lahirnya suatu partai dilandasi semangat demokrasi sekalipun, tidak serta merta pola dan sifat kepemimpinan di dalam partai tersebut berbanding lurus dengan semangat yang diusung. Lebih jauh, meskipun di Negara yang sudah demokratis sekalipun kecenderungan oligarkis di dalam suatu partai tidak bisa dihilangkan begitu saja.

Menurut ahli politik Arbi Sanit terdapat dua sistem partai politik di era demokrasi, yaitu partai oligarkis dan demokratis. Ada dua hal yang mempengaruhi sifat partai. Pertama, ditentukan oleh pemimpinnya, dan kedua dipengaruhi oleh faktor keorganisasian. Partai yang demokratis ditentukan oleh pemimpinnya yang memiliki kecendrungan sifat progresif dari ideologi. Jika hal ini diterapkan, maka partai dapat dikatakan demokratis. Sebaliknya, jika konservatif ideologi menjadi perhatian utama bagi pemimpin partai, maka partai akan cenderung oligarkis.30

Ciri lain dari suatu partai yang demokratis adalah jika pemimpin memiliki tujuan untuk melakukan pembaharuan dan perubahan, maka partai tersebut dianggap demokratis. Sebaliknya, jika elit partai hanya mementingkan kepentingan segelintir elit, maka partai akan jadi oligarkis. Serta, keinginan yang sangat tinggi dari pemimpin partai untuk menjaga stabilitas partai dengan cara yang sangat ketat bahkan dengan mudah mengubah aturan kepartaian demi melanggengkan kekuasaannya. Dalam hal

30 Robert Mitchels, Partai Politik : Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 14.

49 keorganisasian, partai demokratis biasanya memiliki sistem yang lebih sederhana dan saling pengertian. Sebaliknya, oligarki merupakan wajah partai yang jika partai sudah berkembang besar dan hubungan didalamnya dikendalikan oleh suatu sistem demokrasi.31

Pemaparan diatas menjelaskan bahwa jika pemimpin partai menjadikan ideologi yang dipayungi konstitusi kepartaian sebagai landasan berpijak dalam setiap pengambilan keputusan dan sikap politik berarti partai dikatakan demokratis. Namun, jika partai politik hanya menjadikan ideologi sebagai platform semata, maka partai tersebut dapat dikatakan oligarkis. Penilaian ini dapat dilihat dari alur pengambilan keputusan (bottom up atau up bottom), faktor yang mempengaruhi keputusan (Elit atau

Anggota), dan sifat pengambilan keputusan (terbuka atau tertutup) keterlibatan seluruh instrument dan mekanisme partai.

Pada awalnya, dalam pembentukan suatu organisasi ataupun partai politik, pemimpin kurang begitu diperhatikan dan sekadar menjadi symbol belaka. Perhatian semua unsur atau anggota partai akan mengarah pada beberapa hal yang dianggapnya cukup penting dan mendasar misalnya yang terangkum dalam konstitusi partai seperti visi-misi dan platform yang diusung. Tetapi, seiring dengan adanya proses konsolidasi partai, dan kebutuhan akan teknis, pemimpin memiliki peran yang berbeda. Hal ini untuk menjaga dan merawat partai yang mulai semakin tumbuh dan besar. Karena hal inilah muncul konsekuensi perbedaan-perbedaan dalam tingkatan anggota dalam tubuh

31 Robert Mitchels, Partai Politik : Kecendrungan Oligarkis Dalam Birokrasi, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1984), h. 14.

50 partai. Tingkatan tersebut didasarkan atas kemampuan seseorang pada bidang tertentu.

Sehingga akan tercipta hirarki yang dapat terlihat jelas pada partai tersebut.

Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi munculnya partai politik ke arah oligarkis, sebagaimana dijelaskan Robert Mitchels dalam teorinya “hukum besi oligarkis” :

“pertama, partai sebagai suatu entitas dan bagian dari mekanisme, tidak selalu

didefinisikan dengan totalitas anggotanya dan juga dengan kelas yang memiliki

partai itu. Karena partai yang awalnya dibentuk sebagai alat untuk mencapai

tujuan pada akhirnya telah menjadi tujuan itu sendiri, serta dibekali oleh cara-

cara dan kepentingan- kepentingan, maka dari sudut pandang teologis partai

terpisah dari kelas yang diwakilinya. Dalam realitasnya sering ada gap antara

kepentingan- kepentingan massa yang menyatu dalam membentuk partai

dengan kepentingan- kepentingan birokrasi dalam mana partai menjadi person

didalamnya”.32

Dalam hal ini, kebijakan partai politik terkadang tidak beriringan dengan kepentingan atau suara mayoritas anggota partai dan rakyat yang diwakilinya. Sebab partai politik sudah memikirkan tentang demokrasi itu sendiri. Terpisahnya kepentingan antara yang mewakili dan terwakili tersebut adalah bukti bahwa partai politik sudah mengarah ke oligarkis. Tindakan tersebut dilakukan bukan tanpa dasar,melainkan untuk menjaga keberlangsungan hidup partai tersebut.

32 Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 312

51 Kedua, penyebab utama oligarki dalam partai- partai demokratis adalah kebutuhan teknis yang mendesak akan kepemimpinan.33 Tata cara dalam berorganisasi dan segala prosesnya baik itu pergantian kepemimpinan, pembuatan kebijakan partai dan bahkan koalisi yang akan dibangun, juga turut menyuburkan adanya oligarki dalam partai politik. karena disebabkan oleh kebutuhan teknis tersebut, pemimpin partai politik terkadang hanya memikirkan hal- hal yang bersifat jangka pendek yang menyebabkan harus mampu mengambil keputusan yang cepat, cermat dan tepat demi masa depan partai.

Ketiga, Robert Mitchels merumuskan hukum sosiologis dari partai- partai politik, “Hukum Besi Oligarki” dengan ungkapannya bahwa, “adalah organisasi yang melahirkan dominasi oleh golongan terpilih atas pemilih, oleh pemegang mandate atas pemberi mandate, oleh utusan atas yang mengutus, barang siapa yang berbicara organisasi, ia juga berbicara oligarki”.34

Keempat, setiap organisasi kepartaian mengetengahkan suatu kekuatan oligarkis yang didasarkan pada basis demokrasi. Hampir diseluruh organisasi atau partai politik dapat ditemukan kekuatan yang hampir tidak terbatas dari pemimpin yang dipilih atas massa pemilih.35 Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan oligarki mudah mengambil alih sesuatu yang sebelumnya dilahirkan dari Rahim demokrasi.

Sebagaimana dikutip Ichlasul Amal, struktur oligarki telah menghisap prinsip- prinsip

33 Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, (Bandung : Alfabeta, 2012), h. 313. 34 Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, h.313. 35 Efriza, Political Explore Sebuah Kajian Ilmu Politik, h. 313.

52 dasar demokrasi, yang nyata (is) menindas yang ideal (outh to be). Bahkan, menurutnya

bagi massa rakyat, perbedaan antara hal yang nyata dan yang ideal tetap merupakan

suatu misteri.36

Penjelasan tentang penyebab terjadinya perilaku oligark dalam suatu organisasi

sosial atau politik di tengah arus demokratisasi seperti saat sekarang ini, dikarenakan

pola dan sifat perilaku segelintir elit atau petinggi yang merasa memiliki dan

membesarkan organisasi karena pengaruh yang dimilikinya. Ditambah lagi, peluang

munculnya oligark semakin dipertegas dengan penerapan peraturan perundang-

undangan di dalam konstitusi suatu organisasi.

D. Teori Negosiasi Politik

Menurut Oxford Dictionary negosiasi adalah pembicaraan dengan orang lain

yang bertujuan untuk mencapai titik temu atau kesepakatan.37 Politik adalah rangkaian

peristiwa atau kegiatan yang didalamnya terdiri atas asas, prinsip, jalan, cara dan alat

yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.38 Jadi pengertian negosiasi politik

adalah pembicaraan dua pihak atau lebih baik individu ataupun kelompok yang

bertujuan untuk mencapai kesepakatan bersama dalam meraih tujuan-tujuan politik

seperti kekuasaan, koalisi, dan pembuatan kebijakan. Negosiasi dilakukan ketika

36 Ichlasul Amal, teori- teori Mutakhir Partai Politik, h. 41. 37 Andri Feriyanto, Endang Shyta Triana, Komunikasi Bisnis: Strategi Komunikasi dalam Mengelola Bisnis, (Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2015), h. 158. 38 Thomas Tokan Pureklolon, Komunikasi Politik: mempertahankan integritas akademisi, politikus, dan negarawan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 2.

53 kepentingan seseorang atau kelompok tergantung pada perbuatan seseorang atau kelompok lain yang memiliki kepentingan yang sama sehingga memerlukan sebuah kerja sama.39 unsur-unsur yang dapat menyebabkan terjadinya Negosiasi antara lain40:

a. Ketergantungan dalam suatu tingkatan, antara pihak-pihak yang terlibat.

b. Ketidaksepakatan atau konflik (baik konflik nyata atau tersembunyi).

c. Interaksi yang oportunistik (setiap pihak punya keinginan untuk berusaha

mempengaruhi orang lain).

d. Kesepakatan.

Yang dimaksud dalam unsur-unsur negosiasi diatas dalam politik adalah adanya ketergantungan satu sama lain antara aktor politik, adanya konflik atau ketidaksesuaian, adanya hubungan yang bersifat oportunis, dan lahirlah kesepakatan dalam mencapai suatu tujuan.

Proses negosiasi politik biasanya dilakukan oleh tataran elit organisasi ataupun partai. Proses ini merupakan puncak dari segala kejadian dan dinamika sebelum pengambilan keputusan politik. Negosiasi politik selalu mempertimbangkan banyak hal, seperti kekuatan lawan dan kekuatan sumberdaya internal yang dimiliki.

Sebelum melakukan negosiasi politik, suatu partai harus mengetahui terlebih dahulu positioning politik yang telah dibangun. Positioning politik adalah seluruh

39 Andri Feriyanto, Endang Shyta Triana, Komunikasi Bisnis: Strategi Komunikasi dalam Mengelola Bisnis, h. 158. 40 Andri Feriyanto, Endang Shyta Triana, Komunikasi Bisnis: Strategi Komunikasi dalam Mengelola Bisnis, h. 159.

54 rangkaian aktifitas penanaman citra ke dalam benak masyarakat atau pemilih terkait produk politik yang ditawarkan.41 Dengan demikian partai dapat mensinergiskan tujuan negosiasi politik dengan postioning yang telah diciptakan. Positioning menjadi sangat penting oleh suatu partai sebagai pendorong dan pedoman dasar sikap politik suatu partai, oleh sebabnya partai perlu melakukan berbagai kajian dan anlisa terkait positioning politik-nya antara lain:42

a. Analisis pemilih adalah menganalisa pemilih berdasarkan berbagai

pendekatan seperti perilaku pemilih, orientasi pemilih, harapan pemilih, dan

tujuan pemilih.

b. Analisis pesaing adalah memetakan segala kekurangan dan kelebihan yang

dimiliki oleh lawan politik.

c. Strategi isu politik adalah penerapan perencanaan politik terkait isu apa

yang bisa dikembangkan ataupun dikesampingkan.

d. Analisis tren masyarakat adalah menganalisa kecendrungan pola gaya

hidup, budaya dan pola pikir masyarakat terkait kehidupan sosial politik

e. Analisis internal adalah memetakan kekuatan dan kelemahan sumber daya

internal atau yang berasal dari dalam yang dimiliki oleh suatu partai agar

dapat memaksimalkan potensi dan meminimalisir resiko.

41 Firmansyah, Mengelola Partai Politik : komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008). h. 218. 42 Firmansyah, Mengelola Partai Politik : komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, h. 253-276.

55 Jika partai telah memahami positioning politiknya, proses negosiasi yang akan dilaksanakan dapat dijalankan sesuai dengan perencanaan awal dan sinergis dengan apa yang diharapkan publik. Proses positioning politik merupakan salah satu tahap awal di dalam negosiasi politik atau disebut dengan power inventory.

Beberapa tahap awal yang harus dilakukan sebelum proses negosiasi politik, yaitu :43

a. Set Parameters (menentukan batasan) : menentukan garis aman pergerakan

selama melakukan opsi-opsi negosiasi. Parameter terbagi dua yaitu

parameter maksimum dan parameter minimum. Parameter maksimum

adalah penawaran paling terakhir yang diberikan oleh negosiator kepada

pihak lawan negosiasi yang cenderung hampir pada posisi walk away atau

meninggalkan negosiasi. Parameter minimum adalah penawaran pertama

yang diberikan negosiator kepada lawan negosiasi yang bersifat tawaran

terbaik.

b. Power Inventory (menginventarisir kekuatan) : menganalisa semua

kekuatan atau kelebihan yang dimiliki, lalu menjadikannya sebagai daya

tawar kepada lawan negosiasi. Dalam politik ini bisa berupa perolehan

suara, jumlah kader, jumlah kursi dan sumber kekuatan politik lainnya.

c. Assign Values (menetapkan nilai) : mengkuantifikasi setiap isu atau item

yang dipertukarkan dalam bernegosiasi dalam satuan yang sama. contoh

43 Edysen Shin, The 37 Most Powerful Tactics On Negotiation, (Jakarta: PT. Alfa Cemerlang Edindo, 2016). h. 44.

56 dalam politik partai A menginginkan kebijakan X harus diterima oleh partai

B. Jika pada kenyataannya ditolak, partai A mencoba memberikan opsi lain

kepada partai B seperti penambahan atau pengurangan poin-poin tambahan

dalam kebijakan X tanpa mengurangi esensi dari kebijakan X tersebut dan

masih dalam koridor tujuan awal.

d. Impact Multiple Issues (memperluas cakupan isu) : membekali diri dengan

berbagai macam isu atau agenda yang bisa dipertukarkan nantinya disaat

bernegosiasi. Contoh partai A ingin berkoalisi dengan partai B, tetapi

diantara kedua partai tidak memiliki ideologi yang sama. jika isu ideologi

tidak menemukan titik temu, perluasan cakupannya bisa jadi kesamaan visi

misi dan program kerja.

Namun, Negosiasi tidak akan berjalan seperti apa yang diharapkan jika seorang negosiator tidak memahami sifat-sifat negosiasi. Ada empat sifat negosiasi yang dapat dilakukan oleh seorang negosiator, yaitu :

a. Akomodatif : mengakomodir atau menampung semua kepentingan lawan

negosiasi.

b. Kolaboratif : memperhatikan semua kepentingan lawan sekaligus

menyampaikan kepentingan yang kita capai. Sufat ini lebih dikenal dengan

istilah win-win solution.

c. Persuasif : tidak mempedulikan kepentingan lawan, dan hanya focus

meyakinkan lawan agar menerima kepentingan kita.

57 d. Adversarial : mengedepankan kepentingan kita bahkan sampai

mengorbankan kepentingan lawan.

Masing-masing dari empat sifat negosiasi diatas memiliki kelebihan dan kekurangan, semua pendekatan tersebut bisa digunakan bergantung pada seperti apa lawan negosiasi kita, untuk berapa lama tujuan negosiasi dibangun (jangka panjang atau jangka pendek), dan mengapa harus bernegosiasi dengannya. Oleh karena itu sebelum melakukan negosiasi, setiap negosiator harus memahami terlebih dahulu potensi dan resiko yang ada pada dirinya, serta potensi dan resiko yang ada pada lawan.

58 BAB III PDI-Perjuangan DALAM PERPOLITIKAN DKI JAKARTA

A. Profil PDI-PERJUANGAN

1. Sejarah partai

Pada 9 Maret 1970, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Kristen Indonesia

(Parkindo), partai Katolik, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), dan

Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) membentuk Kelompok Demokrasi

Pembangunan (KDP) sebagai bentuk kepedulian dan kelanjutan perjuangan akan cita-

cita luhur kemerdekaan bangsa Indonesia. Kelanjutan dari kelompok ini adalah

lahirnya kesepakatan bersama untuk membentuk suatu wadah perjuangan politik yang

berlandaskan Pancasila menjadi Partai Demokrasi Indonesia pada tanggal 10 Januari

1973.1

Deklarasi PDI dilakukan setelah keluarnya kebijakan fusi partai oleh rezim orde

baru melalui sidang umum MPR tahun 1973 yaitu penyederhanaan jumlah partai

politik dengan alasan membangun stabilitas politik Nasional. Partai yang berhaluan

Islam bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai berhaluan

Nasionalis, Kristen, dan Sosialis bergabung menjadi PDI, dan Sekretariat Bersama

Golongan Karya (Sekber Golkar). Golkar pada masa itu tidak ingin disebut sebagai

sebuah partai politik karena citra partai yang dianggap buruk.2

1 http://www.PDI-Perjuanganerjuangan.id/article/category/child/25/Partai/Piagam-PDI- Perjuangan diakses pada tanggal 29 Desember 2016 pada pukul 20.17. 2 http://www.donisetyawan.com/fusi-partai-di-indonesia-tahun-1973/ diakses pada tanggal 29 Desember 2016 pada pukul 22.12.

59 Lahirnya PDI-PERJUANGAN merupakan kelanjutan dari PDI, yaitu melalui

Kongres V PDI di Bali pada tanggal 1 Februari 1999 yang menyatakan terjadinya perubahan nama dari PDI menjadi PDI-PERJUANGAN.3 Perubahan nama ini disebabkan oleh konflik internal PDI yang terjadi pada tahun 1993. Kepemimpinan

Megawati Soekarnoputeri yang terpilih secara aklamasi pada kongres 1993 merasa terganggu dengan diadakannnya kongres tandingan pada tahun 1996 di Medan yang ketika itu memenangkan Soerjadi sebagai ketua umum. Secara tidak langsung terjadi penyingkiran anggota PDI pro Megawati. Banyak kalangan beranggapan hasil kongres

Medan merupakan rekayasa pemerintah untuk membendung kiprah politik Megawati yang dianggap dapat menjadi ancaman oleh rezim berkuasa. Puncak dari konflik tersebut adalah meletusnya peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal

Kudatuli 1996. Pengambil alihan kantor pusat PDI oleh massa pro Soerjadi secara paksa dengan melibatkan aparat kepolisian dan Militer yang menyebabkan banyaknya korban jiwa.4 Meski tidak diakui pemerintah, PDI pro Mega tetap melakukan konsolidasi dan pergerakan dibawah pengawasan dan pantauan rezim.

Pada tahun 1998, rezim orde baru tumbang dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden setelah ratusan ribu mahasiswa turun ke jalan menuntut agar terjadinya reformasi dan demokratisasi. Megawati soekarnoputri melihat hal ini sebagai momentum untuk kembali tampil meraih dukungan publik pasca kegagalan

3 http://www.PDI-Perjuanganerjuangan.id/article/category/child/25/Partai/Piagam-PDI- Perjuangan diakses pada tanggal 30 Januari pukul 00.24. 4 http://manado.tribunnews.com/2014/03/18/mengulas-sejarah-panjang-pdi-perjuangan diakses pada 30 Desember 2016 pukul 02.22.

60 PDI Soerjadi pada pemilu 1997 dengan hanya memperoleh 11 kursi di DPR. Berbagai dukungan dari masyarakat dan kader terus menguat kepada Megawati untuk segera mengambil alih PDI. Kongres V PDI Bali yang diadakan pada tanggal 8-10 Oktober memutuskan Megawati Soekarnoputeri kembali menjadi ketua umum secara aklamasi.

Namun, kemenangan ini tidak membuat megawati sumringah, karena untuk mengikuti pemilu 1999 hanya PDI kubu Soerjadi yang diakui oleh pemerintah.

Megawati tidak kehabisan akal, dengan segera mengubah nama partai menjadi

PDI-Perjuangan dan segera mendaftarkan ke pemerintahan transisi. Alhasil, pemilu pertama yang diikuti pada tahun 1999, PDI-Perjuangan berhasil keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara nasional 33,74% atau 154 kursi DPR RI.5

Kemenangan ini tak lepas dari pengaruh figur Megawati Soekarnoputri yang dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap penguasa orde baru. Selain itu, PDI-Perjuangan dengan jargon wong cilik nya dianggap merepresentasikan keperpihakan partai terhadap masyarakat kecil.

Keberhasilan PDI-Perjuangan pada pemilu 1999 secara nasional, juga diikuti oleh kemenangan di wilayah DKI Jakarta dengan perolehan kursi di DPRD sebanyak

30 kursi dari total 85 kursi yang ada. Bahkan ketika DPRD masih terdapat didalamnya fraksi TNI/ABRI yang dianggap sebagai perpanjangan tangan rezim orde baru.6

Artinya hampir 50% warga ibukota mempercayakan suaranya pada PDI-Perjuangan

5 http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/Pemilu-1999 diakses pada 31 Desember 2016 pukul 08.30. 6 http://www.rmol.co/read/2016/08/20/257669/PDI-PERJUANGAN-Dan-Jasmerah-Pilkada- Jakarta- diakses pada 31 Desember 2016 pukul 09.18.

61 yang notabene adalah partai baru. Namun kemenangan ini gagal mengantarkan sang

ketua umum menduduki jabatan presiden Republik Indonesia. Ketika itu proses

pemilihan presiden dilakukan melalui sidang utama MPR yang memenangkan KH.

Abdurrahman Wahid alias Gusdur sebagai presiden didampingi Megawati

Soekarnoputri.

Kegagalan megawati menjadi presiden dikarenakan poros tengah yang

dibentuk oleh Amien Rais. Poros tengah yaitu koalisi gabungan partai berhaluan islam

yang terdiri dari PPP, PAN, PBB, PK, PNU, dan PSII yang mengusung KH.

Abdurrahman Wahid.7 Namun, kepemimpinan Gusdur hanya berjalan 20 bulan

tepatnya hingga Juli 2001. melalui sidang utama MPR tahun 2001, gusdur dilengserkan

dari jabatan presiden yang sekaligus memberikan kesempatan pada megawati untuk

menggantikannya.

B. Sejarah PDI-Perjuangan pada Pilgub DKI Jakarta (2002, 2007, 2012)

1. Pilgub DKI Jakarta 2002

Pasca berakhirnya rezim orde baru pada tahun 1998, berakhir pula sistem

pemerintahan yang sentralistik. Pada masa orde baru 1966-1998, presiden mengontrol

penuh seluruh proses pemilihan kepala daerah. Presiden berhak menunjuk dan

memberhentikan kepala daerah tanpa melalui persetujuan DPRD seperti yang tertuang

dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di

7 http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/15/nas2.htm diakses pada tanggal 8 Januari 2017 pukul 20.21.

62 Daerah.8 Lengsernya Soeharto memberikan angin segar terhadap kehidupan politik masyarakat. Tuntutan demokratisasi segala lini menyebabkan pemerintah harus mengakomodir harapan masyarakat akan keterlibatan dalam menentukan kepala daerah.

Perubahan pola kepemimpinan dari sentralistik menjadi desentralistik menyebabkan pemerintah mengubah beberapa aturan dalam proses pemilihan kepala daerah agar dapat mewakili semangat masyarakat yang selama rezim orde baru merasa terkekang. Perubahan itu tertuang dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah. DPRD diberikan wewenang untuk memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi.9 Dengan berubahnya aturan terkait pemilihan kepala daerah, makan akan berubah pula segala hal yang menyangkut didalamnya, seperti proses pencalonan hingga mekanisme pemilihan.

Pemilihan Gubernur atau pilgub DKI Jakarta 2002 diselenggarakan pada tanggal 11 September merupakan pemilihan gubernur pertama di Jakarta pasca reformasi. Mengingat pemilihan gebernur sebelumnya dilakukan pada masa orde baru yang dipilih langsung oleh presiden Soeharto yaitu Sutiyoso yang memiliki latar belakang seorang perwira militer untuk masa bakti 1997-2002. Proses pemilihan gubernur DKI Jakarta pada tahun 2002 dilakukan oleh DPRD dengan menggunakan

8 http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/2484/node/926/uu-no-5-tahun-1974-pokok- pokok-pemerintahan-di-daerah diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 01.37. 9 http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/444/nprt/572/undangundang-nomor-22- tahun-1999 diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 01.39.

63 sistem voting dari seluruh anggota. Artinya seluruh anggota DPRD menuliskan nama calon yang mereka pilih sebagai perwakilan dari masyarakat. Pemilihan gubernur dilakukan pada tanggal 11 September 2002 dengan cara tertutup atau rahasia. Hal ini sejalan dengan UU no. 22 tahun 1999 tentang pemilihan kepala daerah dilaksanakan dengan bebas, jujur, dan adil, ucap Suwardi selaku ketua pemilihan gubernur DKI

Jakarta.10

PDI-Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu 1999 secara nasional, juga berhasil menang pemilu di DKI Jakarta dengan perolehan 30 kursi dari total 85 kursi.

Dengan aturan pemilihan seorang calon gubernur dianggap menang jika dipilih oleh

50%+1 anggota di DPRD artinya PDI-Perjuangan hanya butuh 43 kursi dari 85 kursi.11

Tujuh nama calon gubernur dan wakil gubernur telah mendaftarkan diri untuk dipilih

DPRD adalah pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo, Edy Waluyo-Ahmad Suwady, Tarmidi

Suhardjo-Abdulah Toha, Ahmad Heryawan-Igo Ilham, Marzuki Usman-Halim Asyari,

Mahfud Djailani-Doly Diapari Siregar, dan Endang Darmawan-Dadang Hamdani.12

Pasangan Sutiyoso-Fauzi Bowo yang diusung PDI-Perjuangan keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara mutlak yaitu 47 suara dari total 84 anggota dewan yang hadir.13

10 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=64 diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 02.00. 11 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 03.00. 12 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=64 diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 02.00. 13 http://news.liputan6.com/read/41264/sutiyoso-kembali-menjabat-gubernur-dki diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 03.05.

64 Dari sekian banyak calon yang mendaftar, PDI-Perjuangan mengusung satu nama yang ketika itu dianggap sangat kontroversial yaitu Sutiyoso. Sutiyoso merupakan gubernur petahana periode 1997-2002 yang ditunjuk langsung oleh presiden Soeharto. Munculnya nama Sutiyoso sebagai calon yang diusung PDI-

Perjuangan memunculkan banyak pertanyaan, baik dari kalangan akademisi maupun kader internal partai. Sutiyoso bukanlah kader ideologis PDI-Perjuangan, berlatar belakang militer, dan kental sekali memiliki hubungan dengan rezim orde baru. Bahkan banyak pihak yang menganggap Sutiyoso adalah sosok yang paling bertanggung jawab dibalik peristiwa kudatuli 1996 karena menjabat sebagai Panglima Daerah Militer

Jakarta Raya (Pangdam Jaya). Seperti ucapan Tubagus Hasanuddin salah satu kader partai yang mengatakan Sutiyoso terlibat peristiwa penyerbuan kantor DPP PDI 1996 atau peristiwa kudatuli.14

Penolakan lain berasal dari masyarakat yang menjadi korban peristiwa kudatuli dengan alasan Sutiyoso sebagai sosok yang harus bertanggung jawab dibalik peristiwa tersebut.15 Penolakan terbesar datang dari Tarmidi Suhardjo selaku ketua DPD PDI-

Perjuangan Jakarta. Ia mempertanyakan alasan bu mega mengusung Sutiyoso yang bukan kader. Bahkan siap dipecat sebagai anggota yang sekaligus wakil ketua DPRD

DKI Jakarta. Tarmidi dan beberapa anggota lainnya mengancam akan buka mulut tentang rahasia dapur DPRD DKI Fraksi PDI-Perjuangan terkait adanya dugaan suap

14 https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-sutiyoso-dan-tragedi-berdarah-kudatuli.html diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 10.22. 15 http://m.liputan6.com/news/read/35823/korban-27-juli-menolak-pencalonan-sutiyoso diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 14.11.

65 yang dilakukan Sutiyoso kepada beberapa fraksi di DPRD. Ancaman tersebut muncul karena Tarmidi menolak rekomendasi partai untuk mendukung Sutiyoso sebagai calon gubernur.16

Majalah gatra terbitan tahun 2002 menggambarkan alotnya perdebatan antara

Megawati dengan Tarmidi. Tarmidi mengemukakan beberapa alasan penolakannya.

Pertama, betapa beratnya nanti resiko yang akan ditanggung oleh partai karena mengusung seorang tersangka. Kedua, terdapat banyak kelemahan selama Sutiyoso memimpin periode 1997-2002. Ketiga, massa PDI-Perjuangan menginginkan

Gubernur dari kader internal. Keempat, dengan perolehan 30 kursi yang ada, PDI-

Perjuangan hanya membutuhkan 13 kursi lagi untuk bisa memenangkan pemilihan gubernur. secara tegas tarmidi mengatakan jika bu mega menginginkan jendral, silahkan, tapi jangan Sutiyoso.17 Proses pengusungan Sutiyoso dianggap tidak melalui mekanisme partai dan menciderai semangat kader yang telah berjuang membesarkan partai.

Berbagai polemik yang muncul tidak menyurutkan tekad bu Mega untuk mengusung Sutiyoso sebagai Gubernur Jakarta 2002-2007. Dengan semua alasan yang dikemukakan Tarmidi, Megawati justru marah dan meradang karena tidak suka jika urusan internal partai bocor ke luar dan jadi perbincangan publik. Megawati tetap bersikeras dengan naluri politiknya dengan mengatakan, “tentang kasus kudatuli saya

16 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=2323 diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 13.08. 17 http://arsip.gatra.com/2002-07-01/majalah/artikel.php?id=38956 diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 14.21.

66 lebih tahu”. Pertemuan malam itu berlangsung panas, Tarmidi pun terdiam mendengar tanggapan bu Mega dan pertemuanpun diakhiri. Alasan lain dikatakan oleh Tjipto seorang pengurus PDI-Perjuangan, dengan menunjuk pak sutiyoso sebagai gubernur, jelas PDI-Perjuangan dan bu Mega menunjukkan kepentingan nasional diatas kepentingan partai.18

J. Kristiadi ketika itu mengatakan bahwa PDI-Perjuangan seharusnya menggunakan kekuasaan sebagai partai yang aspiratif karena pemilu DKI Jakarta kali ini akan menjadi testcase masa transisi manajemen kekuasaan dari otoriter ke demokrasi.19 Artinya, PDI-Perjuangan sebagai partai penguasa pada waktu itu, harusnya menunjukkan sikap demokratis dengan mencoba mendengarkan aspirasi kader internal. Ditambah lagi PDI-Perjuangan dianggap sebagai ikon perlawanan rezim otoriter orde baru yang sudah seharusnya menunjukkan ke-demokratis-annya. Namun, sikap yang ditunjukkan Megawati dengan mengusung non kader tanpa melewati mekanisme partai jelas mendapatkan penolakan keras karena dianggap akan menciderai semangat perjuangan reformasi.

Dinamika dan kontroversi dibalik pencalonan Sutiyoso sebagai calon Gubernur

Jakarta 2002-2007 berbanding terbalik dengan hasil yang diperoleh. Pasangan

Sutiyoso-Fauzi bowo berhasil memenangkan pemilihan gubernur ketika itu, meski

18 http://arsip.gatra.com/2002-07-01/majalah/artikel.php?id=38956 diakses pada tanggal 13 Mei 2017 pukul 16.00. 19 http://arsip.gatra.com/2002-07-01/majalah/artikel.php?id=38956 diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 14.21.

67 sejak dari pencalonan hingga pengumuman hasil pemilihan diwarnai berbagai aksi penolakan. Ironisnya, kemenangan PDI-Perjuangan pada pilgub 2002 berbanding terbalik dengan perolehan suara PDI-Perjuangan pada pemilu 2004. Dibanding pemilu

1999 yang ketika itu berhasil meraih 33,74% suara nasional, pada tahun 2004 perolehan suara PDI-Perjuangan justru merosot menjadi 18,31%. Perolehan suara di DPRD DKI pun mengalami penurunan dari 35 kursi pada 1999 menjadi 11 kursi tahun 2004.

Khususnya di Jakarta, penurunan ini disebabkan oleh dua hal yaitu pemerintahan era

Megawati dianggap gagal menjalankan tugasnya dan konflik internal PDI-Perjuangan

DKI pada pilgub 2002.20

Apa yang dikhawatirkan Tarmidi akan beban berat yang dipikul partai menjadi kenyataan, jika Megawati mengurungkan niatnya mencalonkan Sutiyoso, partai tidak akan merasakan dampak seperti apa yang diperoleh pada pemilihan umum 2004 yaitu penurunan suara yang sangat signifikan. Dalam kasus ini, Megawati seolah mengesampingkan nilai demokrasi yang diperjuangkannya selama masa orba. Tetapi, pemilu merupakan sebuah kontestasi politik yang artinya partai politik hanya bisa dikatakan sukses membangun partai dan diakui eksistensinya dengan memenangkan pemilu.

2. Pilgub DKI Jakarta 2007

20 http://kpu.go.id/dmdocuments/modul_1d.pdf diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 07.00.

68 Tanggal 8 Agustus 2007 merupakan hari pemilihan Gubernur di Jakarta yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta. Ada beberapa perubahan teknis dibanding pemilihan sebelumnya seperti pemilihan ini dilakukan secara langsung, proses penghitungan dilakukan di kecamatan, dan jika hasil pemilihan tidak dapat diterima oleh kandidat, maka gugatan dapat dilakukan ke Mahkamah

Konstitusi (MK).21 Bedanya, dulu pemilihan dilakukan oleh DPRD, penghitungan dilakukan di kelurahan, dan gugatan diajukan ke Mahkamah Agung.

Pilgub DKI Jakarta 2007 merupakan pemilihan gubernur yang dilakukan secara langsung untuk pertama kalinya di Jakarta sekaligus di Indonesia. Pemilihan tidak lagi ditentukan oleh DPRD, melainkan rakyat secara langsung memilih kandidat yang diinginkan untuk memimpin Jakarta. Perubahan ini dilakukan karena adanya perubahan UU 32 tahun 1999 menjadi UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang cakupannya diperluas khususnya terkait pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung dengan alasan demokratisasi, desentralisasi, dan dekonsentrasi dan tingginya semangat serta keinginan masyarakat untuk terlibat langsung dalam proses pemilihan kepala daerah seperti Gubernur, Bupati atau Walikota.

Pada periode sebelumnya 2002-2007, pilgub DKI dimenangkan oleh pasangan

Sutiyoso-Fauzi bowo yang keduanya bukanlah anggota partai politik. Sutiyoso adalah seorang mantan jendral, dan Fauzi Bowo adalah seorang mantan Sekretaris Daerah

(Sekda). Hal diatas masih dapat dimaklumi mengingat pemilihan dilakukan secara

21 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=30117 diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 10.33.

69 tidak langsung atau perwakilan yaitu melalui DPRD. Artinya kandidat tidak serta merta harus melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat melainkan melakukan pendekatan kepada seluruh jajaran partai dan anggota DPRD.

Namun, pada pilgub DKI 2007 terjadi perubahan pola pendekatan yang harus dilakukan oleh setiap kandidat mengingat mereka akan dipilih secara langsung oleh rakyat. Jadi, kandidat tidak hanya memiliki kualitas dalam kepemimpinan saja yang bisa memenangkan pemilihan, melainkan juga harus memiliki popularitas. Mau tidak mau setiap kandidat harus melakukan pendekatan yang massif kepada masyarakat agar dapat dikenal untuk dipilih. Kampanye dan sosialisasi langsung adalah perbedaan mendasar antara pilgub 2002 dengan pilgub 2007. Partai politik melakukan penjaringan dan penyerapan aspirasi masyarakat terkait pemimpin yang diinginkan. Sehingga partai tidak lagi menjadi pemain tunggal dalam menentukan calon kandidat yang akan diusung.

Perubahan cara pemilihan ini membuat setiap partai harus memutar otak untuk mendapatkan simpati publik. Tidak hanya memperjuangkan keinginan partai semata, tetapi juga harus sejalan dengan aspirasi masyarakat. Salah satu cara partai politik untuk mensiasati perubahan tersebut adalah dengan mengusung calon kandidat dari petahana yang secara popularitas sudah dikenal oleh seluruh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya jumlah partai yang mendukung calon kandidat dari petahana. Seperti yang terjadi pada pemilihan gubernur DKI Jakarta 2007.

PDI-Perjuangan mendukung pasangan Fauzi Bowo yang petahana didampingi

Prijanto seorang yang memiliki latar belakang militer bergabung dengan 12 partai

70 lainnya yaitu Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat

(PD), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Perhimpunan

Indonesia Baru (PPIB), Partai Nahdlatul Ulama (PNU), Partai Bintang Reformasi

(PBR), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), PKPB, Partai Penegak Demokrasi

Indonesia (PDI), dan Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD).22

Keputusan mendukung pasangan Fauzi Bowo-Prijanto merupakan bentuk sikap realistis PDI-Perjuangan terhadap keadaan politik partai. Keputusan tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan diantaranya PDI-Perjuangan bukanlah partai pemenang pemilu 2004 yang hanya memeroleh 18,31% suara dan hanya memiliki 10 kursi di

DPRD DKI Jakarta.23 Selain jumlah kursi yang tidak memenuhi syarat, PDI-

Perjuangan juga tidak memiliki kader yang mempunyai nilai jual. Sehingga PDI-

Perjuangan tidak bisa mengajukan calon sendiri dan harus berkoalisi dengan partai lain.

Disisi lain, PKS sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak di Jakarta 18 kursi mengusung pasangan -Dani Anwar sendirian. Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan PDI-Perjuangan pada pilgub 2002, ketika itu PDI-Perjuangan dapat diakatakan sebagai pemain kunci. Namun, koalisi besar yang dibangun berhasil mengantarkan pasangan Fauzi Bowo-Prijanto sebagai pemenang dengan perolehan suara 57,87%, pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar memperoleh 42,13% suara.

22 http://news.detik.com/berita/788033/13-partai-koalisi-jakarta-resmi-calonkan-fauzi-bowo- prijanto diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 11.28. 23 http://news.detik.com/berita/127941/pks-dapat-18-kursi-dprd-dki diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 13.22.

71 Banyak kalangan berpendapat bahwa hasil pemilu 2004 memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap peran PDI-Perjuangan pada pilgub DKI 2007. Faktor lain, konflik internal pada tahun 2002 juga memberikan imbas sehingga PDI-

Perjuangan tidak lagi memiliki pengaruh yang begitu besar dalam menentukan calon kandidat yang akan diusung. Dari dua pemilihan gubernur yang diikuti baik sebagai partai penguasa ataupun hanya sebagai partai yang bergabung ke dalam sebuah koalisi,

PDI-Perjuangan selalu berhasil keluar sebagai pemenang. Positifnya, sikap politik PDI-

Perjuangan kali ini tidak mendapatkan pertentangan yang begitu kuat dari kader internal partai sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di dalam tubuh partai.

3. Pilgub DKI Jakarta 2012

Berkaca pada dua pemilihan sebelumnya, PDI-Perjuangan selalu berhasil keluar sebagai pemenang. Kesuksesan tersebut tidak lepas dari sikap dan langkah taktis yang diambil partai. PDI-Perjuangan seolah memiliki naluri politik sebagai pemenang baik sebagai partai pengusung ataupun sebagai partai pendukung. Kemampuan membaca peta politik dan arus zaman menjadi kelebihan tersendiri yang dimilikinya, meskipun setiap sikap yang diambil memiliki konsekuensinya tersendiri. Momen sebagai partai yang selalu menang pada pilgub DKI tentu tidak ingin dilepaskan begitu saja oleh PDI-Perjuangan.

Perbedaan pada pilgub kali ini dibanding pilgub 2007 adalah PDI-Perjuangan tidak lagi sebagai partai pendukung melainkan partai pengusung. Meskipun kondisi perolehan kursi hampir sama yakni 10 kursi pada pilgub 2007, dan 11 kursi pada pilgub

72 2012 yang artinya sama-sama tidak memenuhi syarat perolehan kursi minimum untuk mengajukan calon. Namun, bedanya kali ini PDI-Perjuangan tidak lagi mengalami krisis kader yang memiliki nilai jual di mata masyarakat. Selain itu pasangan yang ingin maju melalui jalur independen juga diizinkan dengan syarat harus memiliki minimal dukungan 407.340 KTP.24

Pada pilgub kali ini, PDI-Perjuangan seolah mendapatkan momentum dengan munculnya sosok Joko Widodo yang dikenal publik dengan sikap dan gaya kepemimpinan yang unik, yaitu blusukan atau mendatangi langsung masyarakat kecil untuk diajak berdialog dengan mendengarkan berbagai keluh kesah langsung dari rakyat. Joko Widodo alias Jokowi sebelumnya menjabat sebagai walikota Solo periode

2005-2010, dan 2010-2015. Selain gaya dan sikap kepemimpinan yang unik, Jokowi juga berhasil membangun citra kota solo dengan brand “Solo, the spirit of java”25.

Tidak hanya itu Jokowi juga dianggap sebagai representasi langsung masyarakat

Indonesia. Jokowi bukanlah anak dari seorang pejabat atau petinggi partai, bukanlah dari keluarga milyuner, bukan juga dari seorang ulama terpandang. Kesan rakyat biasa pada diri Jokowi membuat dirinya langsung mendapat simpati publik. Hampir setiap hari di headline media massa lokal maupun nasional, selalu ada pemberitaan tentang dirinya.

24 http://indonesiana.seruu.com/read/2012/03/19/89018/pilkada-dki-PDI-Perjuangan-usung- pasangan-jokowi--ahok diakses pada tanggal 22 Februari 2017 pukul 19.32. 25 http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/10/ini-kisah-sukses-jokowi-di-solo diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.10.

73 Melihat tingginya popularitas dan akseptabilitas Jokowi dimata publik, PDI-

Perjuangan tidak ingin kehilangan kesempatan emas tersebut, dan langsung memboyongnya ke Jakarta. Bak gayung bersambut, pribadi merakyat Jokowi seolah menjadi antithesis dengan gaya kepemimpinan Gubernur petahana DKI Jakarta ketika itu, yaitu Fauzi Bowo. Fauzi bowo dikenal dengan gaya kepemimpinan yang elitis dan cenderung jarang berkomunikasi langsung dengan masyarakat. Kelemahan ini dimanfaatkan betul oleh PDI-Perjuangan untuk mengenalkan lebih lanjut sosok Jokowi kepada rakyat Jakarta.

Namun, PDI-Perjuangan tidak bisa mencalonkan Jokowi seorang diri, dikarenakan kursi yang dimiliki PDI-Perjuangan di DPRD DKI Jakarta tidak memenuhi syarat untuk mengajukan seorang calon gubernur tanpa berkoalisi. PDI-

Perjuangan ketika itu hanya memiliki 11 kursi DPRD, sedangkan syarat minimum dari

KPUD adalah 15% dari kursi keseluruhan yakni 94 kursi. Artinya hanya partai yang memiliki 15 kursi yang bisa mencalonkan tanpa berkoalisi. Partai yang memenuhi syarat minimal tersebut hanya Partai Demokrat (32 kursi) dan PKS (18 kursi).

Minimnya perolehan kursi PDI-Perjuangan, memaksanya harus berkoalisi dengan partai lain. PDI-Perjuangan mencapai kesepakatan dengan Gerindra untuk membangun koalisi. Harmonisnya hubungan kedua partai sejak pilpres 2009 menjadi salah satu alasan mengapa PDI-Perjuangan memilih koalisi dengan Gerindra.

Keduanya juga sama-sama kompak berada diluar pemerintahan selama rezim presiden

Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Gerindra yang ketika itu memiliki 6 kursi jika

74 digabungkan dengan PDI-Perjuangan akan menjadi 17 kursi, dan itu memenuhi syarat minimum untuk mengusung calon gubernur.

Koalisi PDI-Perjuangan-Gerindra akan menemukan lawan yang sulit.

Mengingat petahana Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli atau Foke-Nara diusung oleh koalisi gemuk gabungan dari beberapa parpol yaitu Partai Demokrat (PD), Partai Amanat

Nasional (PAN), Partai Hanura dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Berdasarkan perolehan kursi, petahana akan dengan mudah memenangkan pertarungan kali ini yakni dengan total 41 kursi. Bahkan beberapa lembaga survey menempatkan pasangan petahana sebagai pemenang. Diantaranya Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pimpinan

Denny JA merilis hasil survey yang dilakukan pada tanggan 22-27 Juni 2012 atau dua minggu sebelum pimilihan menempatkan pasangan Foke-Nara dengan perolehan suara tertinggi 43,7%, diikuti pasangan Jokowi-Ahok dengan 14,4%. Lembaga Penelitian,

Pendidikan, Penerangan, Ekonomi dan Sosial (LP3ES) merilis hasil survey dengan perolehan Foke-Nara 24,5%, Jokowi-Ahok 22,7%. Burhanudin muhtadi direktur

Lembaga Survey Indonesia juga berpendapat hampir sama dengan mengatakan Foke-

Nara masih teratas dikisaran 40%, Jokowi-Ahok 30%.26

Selain pasangan Jokowi-Ahok dan Foke-Nara, terdapat empat pasangan lainnya yaitu pasangan -Didiek J. Rachbini yang diusung oleh PKS dan

PAN, Alex Noerdin-Nono Sampono yang diusung oleh Partai Golkar, PPP, dan PDS.

26 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/337417-mengapa-survei-meleset diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.20.

75 Dan dua pasangan independen yaitu Faisal Basri-Biem Benyamin, dan Hendardji

Supandji-Ahmad Riza Patria.27

Berdasarkan beberapa hasil survey diatas, pasangan Foke-Nara diatas kertas akan mampu memenangi pertarungan kali ini, bahkan dengan hanya satu putaran.

Namun faktanya, pasangan Jokowi-Ahok berhasil memutarbalikkan semua prediksi tersebut. Pasangan ini bahkan unggul cukup jauh dari pasangan petahana. Berikut hasil resmi perolehan suara pilgub DKI 2012 putaran pertama :28

1. Pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli: 1.476.648 (34,05%)

2. Pasangan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria: 85.990 (1,98%)

3. Pasangan Joko Widodo-Basuki T Purnama: 1.847.157 (42,6%)

4. Pasangan Hidayat Nurwahid-Didiek J Rachbini: 508.113 (11.72%)

5. Pasangan Faisal Batubara-Biem Benjamin: 215.935 (4,98%)

6. Pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono: 202.643 (4,67%)

Dikarenakan tidak adanya satupun pasangan yang meraih suara 50% plus satu, maka pilgub kembali akan dilakukan pada putaran kedua yaitu pada tanggal 20

September 2012. Hanya dua pasangan teratas yang dapat megikuti putaran kedua yaitu pasangan Foke-Nara dan Jokowi-Ahok. Alhasil, sekali lagi pasangan PDI-Perjuangan-

Gerindra ini kembali unggul atas Foke-Nara dengan perolehan suara 53,82%

27 http://fokus.news.viva.co.id/news/read/313440-6-pasang-calon-gubernur-wakil-gubernur- dki diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.30. 28 http://news.detik.com/berita/1969667/inilah-hasil-final-penghitungan-suara-pilgub-dki- jokowi-426-dan-foke-34 diakses pada tanggal 13 Mei 2017 pukul 18.00.

76 (2.472.130 suara) berbanding 46,18% (2.120.815 suara).29 Salah satu faktor keberhasilan ini menurut JJ Rizal seorang sejarawan sekaligus pengamat Jakarta mengatakan bahwa "Pendapat-pendapat Jokowi sangat berani, berbeda dengan Foke yang lebih berhati-hati," kata Rizal seperti dikutip TV One.30 Selain JJ Rizal, beberapa direktur riset lembaga survey mengatakan bahwa fenomea kemenangan Jokowi dikarenakan penguasaan media sosial, dan peralihan para swing voter.31

Kemenangan PDI-Perjuangan pada pilgub ini seolah menjadi cambukan untuk setiap pasangan petahana. Tidak selamanya popularitas berbanding lurus dengan elektabilitas, selain itu kerja sama tim dalam memetakan pemilih menjadi salah satu faktor kunci. PDI-Perjuangan seolah memberi pelajaran kepada seluruh partai bagaimana seharusnya mesin partai bekerja. Pasca kemenangan pilgub DKI Jakarta

2012, Jokowi yang semula berpasangan dengan Ahok, ditunjuk oleh PDI-Perjuangan mengikuti pemilihan presiden 2014 dan memenangkannya.

Setelah Jokowi resmi dilantik menjadi presiden Indonesia, Ahok sebagai wakil gubernur naik menggantikan posisi Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ahokpun menunjuk Djarot Syaiful Hidayat yang pada saat itu menjabat sebagai walikota Blitar dianggap cocok mendampinginya selama masa bakti dari 2014 hingga 2017. Ibarat mendapat durian runtuh, Ahok yang bukan lagi menjadi kader partai manapun betul-

29 http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/JokowiBasuki.Menangi.Pilkada.DKIPutara n.II diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.45. 30 https://m.tempo.co/read/news/2012/07/11/228416337/mengapa-jokowi-bisa- memutarbalikkan-hasil-survei diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.48. 31 http://sorot.news.viva.co.id/news/read/337417-mengapa-survei-meleset diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.52.

77 betul memaksimalkan jabatan petahana untuk menunjukkan kualitas dirinya dalam memimpin. Hal tersebut terbukti seperti yang telah dijeaskan oleh banyak lembaga survey.

Memasuki tahun politik 2016, setahun menjelang pemilihan gubernur DKI

Jakarta yang baru, nama Ahok sudah santer terdengar akan ikut serta dalam pemilihan tersebut. Bahkan, Ahok sendiri menyatakan secara tegas kalau ia memang akan maju lagi sebagai calon gubernur Jakarta periode mendatang. Selama masa kepemimpinan duet Ahok-Djarot dianggap sebagai duet yang serasi dengan gaya dan sifat kepemimpinan yang dimiliki oleh keduanya seolah saling melengkapi. Dan keharmonisan hubungan keduanya terlihat semakin erat.

Perjalanan politik Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sangat dinamis. Ahok adalah wakil Gubernur DKI pertama yang berasal dari keluarga keturunan Tionghoa, lahir dan besar di Belitung Timur. Sejak masa sekolahnya Ahok memang terkenal cerdas karena sering menjadi juara kelas. Dibesarkan oleh keluarga yang cukup mampu yang mengedapankan pendidikan, anak pertama dari 4 bersaudara yang memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian yang berbeda pula.32Lahir dari keluarga etnis

Tionghoa menjadikan perjalanan hidupnya cukup menarik. Masa kecilnya tak lepas dari berbagai peristiwa diskriminasi yang dialaminya. Namun, dengan semangat yang kuat, gigih, dan tekun Ahok berhasil melalui masa-masa sulitnya. Lulus SMA, Ahok memilih meneruskan kuliahnya di ibukota Jakarta.

32 Radis Bastian, Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, (Jogjakarta: Palapa, 2013), h. 16 – 17.

78 Selesai menempuh pendidikan S1 hingga S2 di Jakarta, Ahok kembali pulang ke Belitung dan mendirikan perusahaan. Namun, selang beberapa lama, perusahaan

Ahok terpaksa ditutup karena terbentur kebijakan korup pejabat ketika itu.

Kekecewaan membuatnya berpikir untuk meninggalkan Indonesia dan berkarir diluar negri. Sang ayahlah yang menguatkannya, ayahnya berkata: “bersabar, kalau tidak setuju ubahlah sendiri, jangan lari, orang miskin jangan lawan orang kaya, orang kaya jangan lawan pejabat.” Motivasi ini menjadi renungan untuk Ahok agar jangan pernah lari dari permasalahan.33

Tahun 2004 Ahok memutuskan terjun ke politik dengan bergabung ke Partai

Perhimpunan Indonesia Baru (PIB). Disinilah karir politik Ahok dimulai, pada tahun yang sama ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur masa bakti

2004-2009. Karir politik Ahok terus mengkilap, setahun setelah terpilih sebagai anggota DPRD, iapun memutuskan untuk maju ke pertarungan Pilbup Belitung Timur.

Alhasil, Ahokpun berhasil menang dengan perolehan 37,13% suara, hebatnya Ahok menang di daerah basis massa lawannya yaitu Partai Bulan Bintang (PBB).34 Setahun berselang, sebelum menghabiskan masa jabatannya sebagai bupati, Ahok kembali mencalonkan diri pada Pilgub provinsi Bangka Belitung, namun ia menagalami kekalahan.

Tahun 2008 Ahok bergabung ke Partai Golkar, tahun 2009 Ahok kembali mencalonkan diri sebagai Calon Anggota Legislatif dari Provinsi Babel, Ahok kembali

33 Radis Bastian, Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, h. 22. 34 Radis Bastian, Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, h. 29.

79 menang dan berhasil menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Tahun 2012 Ahok memutuskan mundur sebagai anggota DPR RI, serta keluar dari partai Golkar.

Ternyata, Ahok ikut pilgub DKI sebagai anggota partai Gerindra berpasangan dengan

Jokowi kader PDI-PERJUANGAN. Secara mengejutkan Ahok berhasilkan mengalahkan petahana. Lagi dan lagi Ahok meninggalkan partai, ditengah perjalanannya sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok keluar dari partai Gerindra.

Ahokpun dianggap sebagai kutu loncat.35

2014 adalah momen politik Ahok, ketika Jokowi memutuskan maju pada pilpres. Jokowi menang dan menjadi presiden RI. Pasca dilantiknya Jokowi, Ahok diangkat jadi pelaksana tugas Gubernur (Plt) DKI Jakarta. Selama menjadi Plt

Gubernur Ahok banyak melakukan terobosan-terobosan, khususnya penataan birokrasi

DKI, pentaan tata ruang, dan penataan ulang kawasan aliran sungai. Ahok juga berhasil mendapatkan berbagai penghargaan seperti kategori provinsi dengan perencanaan terbaik, provinsi dengan perencanaan inovatif, provinsi dengan perencanaan progresif, dan Millenium Development Goals (MDGs) 2016.36 Sebagai seorang pejabat publik tentu Ahok tak luput dari kritikan seperti berprilaku kasar, arogan, bertutur Bahasa yang buruk, tempramen, sok jago, sok sakti, dan menantang siapa saja.37

35 http://nasional.sindonews.com/read/900386/12/perjalanan-politik-ahok-si-kutu-loncat- 1410403000/2, diakses pada tanggal 7 Oktober pukul 02.02. 36 http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/11/14152191/Ahok.Terima. Empat.Penghargaan.untuk.Pemprov.DKI.dari.Bappenas, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.11. 37 http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2016/06/24/64558/0/18/Demo-Anti- Gubernur-Bakal-Meluas-Ahok-Tak-Disukai-Jakarta-Butuh-Pemimpin-Baru, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.18.

80 Menjelang pilgub DKI 2017, Ahok dengan didukung gerakan relawan Teman

Ahok awalnya berkeinginan maju lewat jalur perorangan. Tak pelak, Ahok mengemukakan empat alasannya untuk maju lewat jalur perorangan. Pertama, Ahok mengatakan tak ingin mengecewakan masyarakat. Kedua, tak ingin tersandera oleh kekuatan parpol. Ketiga, agar partai politik bisa mengkoreksi diri. Keempat, biaya maju lewat jalur partai itu mahal.38 Ahok sangat yakin dengan segala argumen yang dikemukakannya untuk maju lewat perorangan. Hingga gerakan pengumpulan KTP dilakukan oleh relawan Teman Ahok dalam rangka memenuhi syarat KPU bahwa setiap jalur perorangan harus bisa mengumpulkan sejumlah KTP sebagai syarat untuk mendaftar pada pemilihan.

Menjalang penghujung pendaftaran, Ahok malah menyetujui maju lewat jalur partai dengan berbagai argumen yang disampaikan. Diantaranya Ahok mengatakan jika dia menang lewat jalur independen, maka gerakan deparpolisasi akan semakin meluas padahal partai politik adalah pilar demokrasi yang harus dijaga. Selain itu,

Ahok juga mengatakan salah satu alasannya memilih jalur partai adalah nasihat

Jokowi, karena Ahok mengatakan Jokowi adalah bos dan panutannya.39

Banyaknya polemik, intrik dan spekulasi dibalik keputusan politik seorang

Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dalam rangka maju sebagai calon gubernur DKI

38 http://news.liputan6.com/read/2457116/4-alasan-ahok-pilih-jalur-independen-di-pilkada- dki, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.40. 39 http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/15/09405981/alasan. ahok.pilih.jalur.parpol.dari.kekhawatiran.deparpolisasi.hingga.nasihat.jokowi, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 04.00.

81 Jakarta 2017 menjadikan dirinya sebagai seorang sosok yang patut untuk dikaji secara mendalam.

82 BAB IV Terpilihnya Basuki Tjahaja Purnama Sebagai Calon Gubernur Melalui PDI- Perjuangan

A. Proses Seleksi Kandidat

Menurut UU No.31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, khususnya pasal 7 ayat

5 salah satu fungsi utama partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik yang bertujuan untuk mengisi jabatan-jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.1 Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik juga berfungsi mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai. Artinya partai politik merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga dan membangun kehidupan politik berbangsa dan bernegara.

Proses rekrutmen politik secara spesifik membedakan rekrutmen untuk jabatan publik dan rekrutmen untuk keanggotaan dan kepengurusan partai. Perbedaan tersebut terletak pada beberapa syarat terkait pelaksanaannya. Jika dalam rekrutmen untuk keanggotaan dan kepengurusan partai, partai pada umumnya tidak memiliki persyaratan khusus. Syarat yang harus dipenuhi hanya kesediaan masyarakat untuk menjadi anggota ataupun pengurus partai. Lain halnya dengan rekrutmen untuk mengisi jabatan publik baik eksekutif maupun legislatif partai politik biasanya memiliki aturan dan mekanisme tersendiri terkait penentuan kandidat yang akan

1 http://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/17533/node/ diakses pada 25 Februari 2017 pukul 00.23.

86 diusung yang nantinya akan diikutsertakan pada pemilu. Proses rekrutmen ini biasanya disebut proses seleksi kandidat.

Setiap partai politik memiliki aturan tersendiri dalam proses seleksi kandidat.

Namun, aturan yang dibuat oleh partai haruslah dilindungi dan diakui oleh konstitusi partai. Pada umumnya kebijakan proses seleksi selaras dengan peraturan perundang- undangan yang diakui oleh suatu negara. Beberapa aturan dasar dalam penentuan kandidat pada kebanyakan partai di kebanyakan negara berupa batasan minimum usia, batasan minimum pendidikan, warga negara aktif, bebas catatan kriminal dan sehat jasmani dan rohani. Beberapa syarat tambahan seperti lamanya masa aktif keanggotaan ataupun pengurus partai.

Proses ini memiliki beberapa dampak yang akan dihasilkan nantinya, baik dampak yang bersifat positif ataupun negatif. Lebih lanjut, Hazan dan Rahat menyatakan bahwa proses seleksi kandidat ini setidaknya memiliki tiga dampak terhadap partai politik. Pertama, proses seleksi kandidat merefleksikan dan mendefinisikan karakter dari sebuah partai. Kedua, proses seleksi kandidat akan mempengaruhi partai politik dan sistem politik yang ada di negara tersebut. Semakin demokratis suatu proses seleksi kandidat, maka sistem politikpun akan semakin demokratis jika partai tersebut memenangkan pemilu. Sebaliknya jika proses seleksi kandidat bersifat ekslusif, maka sistem politik pun akan menjadi tidak demokratis jika

87 partai tersebut memenangkan pemilu. Ketiga, proses seleksi kandidat menunjukkan seberapa demokratis suatu partai dalam pendelegasian kandidat.2

Di era demokrasi yang semakin terbuka akan akses suatu informasi seperti saat sekarang ini, seperti yang sudah dijelaskan diatas, pola rekrutmen atau seleksi kandidat menjadi salah satu poin penting di mata masyarakat. Proses seleksi dianggap sebagai tolak ukur transparansi suatu partai. Tidak hanya itu, pada proses ini pertaruhan akan konsistensi ideologis dengan kehendak masyarakat seringkali berbenturan. Bahkan di beberapa kasus, proses seleksi ini dapat menjadi pemicu terjadinya konflik internal partai. Partai dituntut tidak hanya mementingkan keinginan partai semata, apalagi segelintir elit tetapi juga harus dapat mengakomodir pola perilaku pemilih dan harapan masyarakat. Untuk mengantisipasi gesekan tersebut partai menerapkan beberapa standar khusus yang sesuai dengan aturan partai meskipun aturan itu sendiri belum tentu menjadi representasi keinginan anggota partai secara menyeluruh.

Beberapa partai besar di Indonesia mencoba menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam proses seleksi kandidat ini. Selain untuk menunjukkan tentang seberapa demokratisnya partai tersebut, juga untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Seperti Partai Demokrat yang menggunakan pola konvensi untuk menentukan calon presiden yang akan diusung pada pemilihan presiden 2014 lalu.

Partai golkar juga menerapkan pola yang sama dengan istilah yang berbeda yakni

2 Reuven Y. Hazan and Gideon Rahat, Democracy Within Parties: Candidate Selection Methods and their Political Consequences, (New York: Oxford University Press, 2010) h. 1-5.

88 melalui penjaringan. PDI-Perjuangan sebagai salah satu partai besar lainnya di

Indonesia memiliki beberapa tahapan proses dalam melakukan penunjukan kandidat yang akan diusung baik untuk jabatan legislatif dan eksekutif. Terdapat dua tahapan yang cenderung dilakukan oleh partai politik yaitu penjaringan internal partai dan penjaringan eksternal partai.

Menariknya di antara tiga partai besar tersebut, PDI-Perjuangan merupakan partai tersukses yang selalu keluar sebagai pemenang pada pilgub DKI Jakarta sejak pemilihan 2002, 2007, dan 2012 baik sebagai pendukung maupun pengusung. pada tahun 2002 sebagai partai pengusung, 2007 sebagai partai pendukung yang tergabung dengan beberapa partai lainnya. Terakhir tahun 2012 sebagai partai pengusung. pengalaman dan kenangan manis tersebut menjadikan PDI-Perjuangan partai yang cerdas dalam mengambil langkah politik terkait akan pemilihan kandidat yang diusung ataupun didukung. Berbagai pertanyaan bermunculan terkait proses seleksi kandidat yang dilakukan oleh PDI-Perjuangan.

Dalam upaya mencari bakal calon untuk legislatif ataupun eksekutif, PDI-

Perjuangan memiliki beberapa tahapan. Khsusunya untuk pencarian bakal calon gubernur, bupati ataupun walikota, PDI-Perjuangan telah menyemarakkan program sekolah politik untuk para kader ataupun umum yang ingin ikut serta dalam pemilihan kepala daerah.3 Selain itu, proses penjaringan internal dan penjaringan eksternal.

1. Penjaringan internal partai

3 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/08/30/ocpksg334-PDI-Perjuangan- gelar-sekolah-para-calon-kepala-daerah diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 17.22.

89 Mekanisme formal PDI-Perjuangan terkait proses penjaringan diatur dalam peraturan partai nomor 04/2015 tentang mekanisme penjaringan pasangan calon PDI-

Perjuangan yaitu :4

a. Pendaftaran dibuka oleh struktur mulai pimpinan anak cabang (PAC),

dewan pimpinan cabang (DPC), dewan pimpinan daerah (DPD)

b. Verifikasi Administrasi tentang bakal calon yang mendaftar

c. Bakal calon yang lolos verifikasi dilaporkan ke Dewan Pimpinan Pusat

(DPP). Pada tahap ini akan dianalisa ketokohan, soliditas partai, dan

bersedia tunduk terhadap kebijakan partai

d. Penetapan yang dilakukan oleh DPP

Berdasarkan wawancara penulis dengan Boy Bernardi Sadikin mantan ketua

DPD PDI-Perjuangan DKI Jakarta sekaligus salah satu tokoh yang menentang pencalonan Ahok hingga mengundurkan diri sebagai anggota PDI-Perjuangan, penjaringan internal adalah suatu kegiatan penyerapan aspirasi kader atau anggota partai mulai dari tataran paling bawah (RT/RW) terkait nama-nama yang diinginkan untuk menjadi bakal calon gubernur dengan cara menyebarkan pemberitahuan dan meminta seluruh kader untuk menuliskan sosok yang menurut mereka layak memimpin

Jakarta ke depan yang nantinya akan dilaporkan ke Pimpinan Anak Cabang (PAC)

4 http://sp.beritasatu.com/nasional/PDI-Perjuangan-tetapkan-mekanisme-seleksi-calon- kepala-daerah/114132 diakses pada tanggal 28 Desember pukul 00.09.

90 lanjut ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), selanjutnya DPD dan berakhir di DPP

PDI-Perjuangan.5

Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mengapresiasi dan mengakomodir keinginan kader PDI-Perjuangan. Lanjut, nama-nama yang muncul merupakan suara dan aspirasi murni dari seluruh kader partai. Dengan harapan nantinya partai dapat mempertimbangkan suara kader yang notabene adalah orang-orang yang telah ikut berjuang membesarkan partai khususnya di Jakarta. Setelah itu, hasil penjaringan ini dilaporkan ke DPP dan diputuskan melalui rapat internal partai. Proses ini sejalan dengan semangat demokrasi yang sering disampaikan ketua umum, dan menengaskan bahwa PDI-Perjuangan adalah partai kader, serta untuk memotivasi anggota partai agar lebih meningkatkan kualitas diri dalam hal kepemimpinan. Tahapan ini juga menjaga agar proses kaderisasi internal tetap berjalan, serta pendemokratisasian lembaga kepartaian.

Menurut pemaparan Boy Sadikin, ada beberapa nama yang dimunculkan oleh anggota partai yaitu Djarot Syaiful Hidayat wakil gubernur DKI Jakarta, Tri

Rismaharini walikota Surabaya, Ganjar Pranowo gubernur Jawa Tengah, dan dirinya sendiri. Proses ini dilakukan secara tertutup oleh partai. Namun, beliau secara pribadi mengatakan menolak untuk maju sebagai calon gubernur.6 Tinggal dua nama antara

Risma atau Djarot. Sejalan dengan apa yang disampaikan Prasetyo Edi Marsudi

5 Hasil wawancara dengan Boy Bernardi Sadikin (mantan ketua DPD PDI-Perjuangan DKI Jakarta 2015) pada tanggal 4 Januari 2017 pukul 13.00 WIB di jl. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat). 6 Hasil wawancara dengan Boy Bernardi Sadikin (mantan ketua DPD PDI-Perjuangan DKI Jakarta 2015) pada tanggal 4 Januari 2017 pukul 13.00 WIB di jl. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat).

91 sekretaris DPP PDI-Perjuangan sekaligus anggota DPRD DKI yang mengatakan ada empat nama kader PDI-Perjuangan hasil penjaringan internal.7 Dari empat nama tersebut akan digodok ulang oleh DPP PDI-Perjuangan siapa yang akan dipilih untuk menjadi Calon Gubernur PDI-Perjuangan. Menariknya, hasil penjarigan internal ini bukanlah menjadi jaminan untuk menentukan calon yang akan diusung. Masih banyak pertimbangan-pertimbangan lain yang harus dirumuskan oleh elit partai.

Nama-nama yang muncul diatas tentu bukan sembarang nama, semuanya memiliki track record dan nilai jual serta merupakan kader terbaik partai. Diantara empat nama diatas nama Djarot Syaiful Hidayat dan Risma digadang-gadang bakal menjadi pasangan yang akan diusung oleh partai. Setelah Ganjar Pranowo dan Boy

Sadikin menyatakan ketidakinginannya untuk ikut kontestasi Pilgub DKI 2017.

Beberapa gerakan masyarakat yang menyatakan dukungan terhadap Risma dan Djarot pun bermunculan.8 Selain dukungan dari masyarakat, beberapa pengamat politikpun seperti mengamini soal peluang keduanya untuk maju pada pilgub kali ini.9

Bermunculannya nama-nama besar diatas membuat PDI-Perjuangan menjadi lebih mudah dalam menentukan calon gubernur yang diusung nantinya. Jika dilihat berdasarkan undang-undang kepartaian PDI-Perjuangan terkait penjaringan yang sudah dijelaskan diatas, keempat tokoh yang dimunculkan namanya oleh anggota partai

7 http://news.metrotvnews.com/read/2016/03/02/492723/empat-nama-bakal-calon-gubernur- dki-dari-PDI-Perjuangan diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 19.17. 8 https://news.detik.com/berita/3235264/selain-risma-muncul-kelompok-masyarakat- pendukung-djarot-jadi-cagub-dki diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 21.00. 9 https://m.tempo.co/read/news/2016/08/04/078793110/pengamat-risma-djarot-cocok-untuk- dki-jakarta diakses pada tanggal 26 Februari pukul 22.00.

92 memenuhi syarat secara keseluruhan. Namun, politik adalah seni segala kemungkinan, terkadang hitung-hitungan diatas kertas kerap berseberangan dengan realitas politik yang ada. Jika calon dari internal partai yang diusung maka resiko konflik internal partai akan dapat diminimalisir.

2. Penjaringan Eksternal

Penjaringan Internal merupakan salah satu cara dalam menemukan kandidat yang diinginkan, tetapi tidak menjadi acuan mutlak PDI-Perjuangan dalam menentukan calon yang akan diusung. Selain penjaringan internal, PDI-Perjuangan juga melakukan penjaringan eksternal. Penjaringan eksternal juga dikenal dengan istilah penjaringan terbuka artinya Partai politik membuka diri seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat yang merasa memiliki kemampuan untuk mengisi jabatan publik untuk mengikuti proses penjaringan atau seleksi dengan prasyarat dan standar yang telah ditentukan oleh suatu partai. PDI-Perjuangan membuka penjaringan eksternal atau terbuka pada tanggal 8 April 2016 sampai dengan 25 April 2016 bekerjasama dengan Himpunan Psikologi Indonesia.10 Penjaringan ini diharapkan mampu melahirkan tokoh yang kompeten dalam pemerintahan.

Kecenderungan untuk melakukan penjaringan eksternal biasanya dilakukan karena beberapa alasan, seperti partai politik dianggap kurang akseleratif dan maksimal dalam upaya pengkaderan, motivasi dalam mengikuti kontestasi politik yang hanya

10 http://wartakota.tribunnews.com/2016/04/07/PDI-Perjuangan-buka-pendaftaran-untuk- bakal-cagub-dan-cawagub-dki diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 22.45.

93 bertujuan untuk memenangkan pemilihan atau meraih kekuasaan semata, dan krisis kepercayaan publik terhadap tokoh-tokoh partai yang dilahirkan.11

Setelah penjaringan eksternal resmi dibuka oleh PDI-Perjuangan, menurut wakil badan pemenangan pemilu (bapilu) Gembong Warsono, terdapat 38 nama yang mendaftarkan diri, tetapi hanya 32 nama yang menyerahkan berkas lengkap untuk mengikuti rangkaian tes yang akan diselenggarakan oleh panitia. Berikut nama-nama peserta penjaringan eksternal PDI-Perjuangan :12

Dari internal PDI Perjuangan:

1. Boy Sadikin 2. Djarot Saiful Hidayat Dari eksternal PDI Perjuangan: 1. Yusril Ihza Mahendra (calon gubernur) 2. Hasneini Moein (calon gubernur) 3. Riza Vilano Satria Putra (calon gubernur) 4. Abdul Rani Rasjid (calon wakil gubernur) 5. Teguh Santosa (calon gubernur) 6. Harun Al Rasid (calon wakil gubernur) 7. Hasniati (calon gubernur) 8. Idris Khalid Amir (calon gubernur) 9. Margono (calon gubernur) 10. Sugiman (calon gubernur) 11. Mahfudl Djaelani (calon gubernur) 12. Riyadi (calon wakil gubernur) 13. S. Azhary (calon gubernur) 14. Edysa Girsang (calon gubernur) 15. H. Firdaus Djaelani (calon wakil gubernur) 16. H. Lulung (calon gubernur/calon wakil gubernur) 17. Sandiago Uno (calon gubernur/calon wakil gubernur) 18. Benny Mokalu (calon wakil gubernur) 19. Marco Kusumawijaya (calon wakil gubernur) 20. Suprapto (calon wakil gubernur) 21. HM. Tahir Mahmud (calon gubernur) 22. H. Dedi Irianto (calon gubernur) 23. H. Adek Erfil Manurung (calon wakil gubernur)

11 http://nasional.kompas.com/read/2016/09/25/19581011/tiga.cagub.dki.jakarta.non kader.parpol.dilanda.krisis Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 22.23. 12 http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/04/25/32-nama-akan-bertarung-dengan- djarot-dan-boy-perebutkan-tiket-PDI-Perjuangan diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.05.

94 24. H. Pardi (calon wakil gubernur) 25. H. Icu Zulkafril Prawiranegara (calon gubernur) 26. Syarief Syeh Abubakar (calon wakil gubernur) 27. Zainal Arifin (calon gubernur/calon wakil gubernur) 28. Farhat Abas (calon gubernur) 29. Gusjoy (calon gubernur) 30. Audi Tambunan (calon gubernur) 31. Luluk Nurhamidah (calon gubernur) 32. Muhamad Idrus (calon gubernur)

Nama-nama diatas akan mengikuti serangkaian tes seperti psikotes, fit and proper test, dan tes kesehatan.13 Menurut Hasto Kristianto sekretaris jendral PDI-

Perjuangan, setelah seluruh peserta mengikuti rangkaian tes, ada beberapa aspek yang akan dinilai oleh DPP yaitu aspek leadership, personality, kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan daya juang yang dimiliki setiap calon,"14 tahapan terakhir dari penjaringan ini sepenuhnya diserahkan ke DPP hingga waktu yang tidak ditentukan karena hak pengumuman calon mana yang akan diusung berada di tangan pengurus pusat. Selama proses ini berlangsung, nama Ahok tidak pernah ikut serta di dalamnya. Bahkan Ahok dengan tegas dibeberapa kesempatan menagatakan tidak akan mengikuti mekanisme penjaringan partai. Hingga penjaringan ditutup, PDI-Perjuangan belum mengumumkan nama-nama yang bakal diusung pada pilgub kali ini.

Dari sekian nama yang mengikuti penjaringan eksternal, nama Yusril Ihza

Mahendra seorang pakar hukum tata negara dan politisi Partai Bulan Bintang yang dianggap paling diperhitungkan oleh beberapa kalangan, selain karena pengalamannya

13 http://pilkada.liputan6.com/read/2486681/11-hari-dibuka-PDI-Perjuangan-jaring-25-nama- cagub-cawagub-dki diakses pada 27 Februari 2017 pukul 00.13. 14 https://www.arah.com/running/1160/ini-aspek-yang-dinilai-dalam-penjaringan-cagub-dki- dari-pdi-p.html?lireid=1169%26page=11111111111 diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.30.

95 dalam pemerintahan, juga memiliki hubungan yang baik dengan ketua umum PDI-

Perjuangan semasa menjabat sebagai presiden RI. Selain Yusril, ada nama Sandiaga

Uno seorang pengusaha sekaligus politisi Partai Gerindra digadang-gadang akan diduetkan dengan Risma, bahkan Sandiaga terang-terangan mengatakan siap menjadi wakilnya Risma.15 Pengalaman koalisi manis PDI-Perjuangan-Gerindra pada pilgub lalu menguatkan isu ini.

Politik selalu dinamis, hitungan diatas kertas tidak selamanya menjadi acuan.

Hingga detik akhir pendaftaran cagub DKI, nama-nama yang dari awal diperkirakan akan dimunculkan PDI-Perjuangan tidak satupun mendapat restu DPP. bahkan dari 32 nama yang ikut penjaingan, PDI-Perjuangan tidak pernah mengumumkan ke publik seperti apa hasilnya, dan siapa yang lolos proses seleksi tersebut. Harapan akan suatu proses yang terbuka dan demokratis menjadi sirna.

B. Proses Penunjukan Ahok sebagai Kandidat

Pasca ditutupnya penjaringan oleh PDI-PERJUANGAN, beberapa spekulasi bermunculan terkait calon yang akan dusung. Mulai dari Risma-Djarot, Risma-

Sandiaga, Yusril-Risma, Yusril-Djarot. PDI-Perjuangan ibarat primadona pada pilgub kali ini, sebagai partai penguasa di DKI sepak terjangnya seolah ditunggu oleh khalayak ramai, politisi dan partai politik. Sejalan dengan partai lainnya, belum satupun partai politik mengumumkan pasangan mana yang akan diusung. Berbagai gerakan politik antar parpol bermunculan, seperti koalisi kekeluargaan yang dibentuk

15 https://news.detik.com/berita/3265411/siap-berduet-di-pilgub-dki-sandiaga-bu-risma- sosok-mumpuni diakses pada tanggal 27 februari 2017 pukul 00.25.

96 oleh pejabat Partai DKI PDI-Perjuangan, Gerindra, PPP, PAN, Demokrat, PKB dan

PKS.16

Koalisi kekeluargaan dibentuk pada 8 Agustus 2016 untuk melawan gubernur petahana Ahok. Kesepakatan tujuh partai politik tersebut dilandasi karena kesamaan ketidakinginan mendukung petahana dan kesamaan kriteria pemimpin yang diinginkan. Ahok telah lebih dulu melakukan gerakan politik dengan pengumpulan satu juta KTP melalui relawan Teman Ahok seolah menjadi ancaman berarti bagi sebagaian partai politik. Karena dengan satu juta KTP tersebut Ahok bisa mencalonkan diri melalui jalur independen.

Konflik yang terjadi antara Ahok dan beberapa anggota DPRD DKI yang juga pejabat partai politik, menjadikan stimulus untuk melawan petahana. Ketidaksukaan atas kepribadian dan karakter kepemimpinan Ahok yang dianggap sering menyakiti masyarakat dan menyinggung partai politik lewat perkataan-perkataannya di media, menjadikan Ahok musuh bersama partai lainnya. Namun, ketidaksukaan pejabat tersebut kontras dengan apa yang diinginkan masyarakat. Beberapa lembaga survey selalu menempatkan Ahok sebagai calon terkuat memenangkan pilgub DKI kali ini dengan tingginya tingkat kepuasan publik dan elektabilitas yang dimiliki petahana.

Ahok jauh sekali meninggalkan nama-nama besar lain seperti Yusril, Adhyaksa Dault,

Risma, Sandiaga, Ridwan Kamil, dan Djarot.17

16 https://m.tempo.co/read/news/2016/08/08/231794172/pilkada-dki-7-partai-bentuk-koalisi- kekeluargaan-lawan-ahok diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.48. 17 http://pilkada.liputan6.com/read/2503381/survei-terbaru-pilkada-dki-elektabilitas-ahok- masih-tertinggi diakses pada 27 Februari 2017 pukul 01.00.

97 Tingginya elektabilitas, popularitas, dan tingkat kepuasan publik yang dimiliki

Ahok serta dikawal oleh gerakan realawan teman ahok yang telah berhasil mengumpulkan satu juta KTP sebagai syarat maju lewat jalur independen, membuat

Ahok memiliki nilai jual atau posisi tawar yang kuat. Ditambah lagi, sosok yang dianggap mampu menyaingi Ahok seperti Risma dan Ridwan Kamil telah mengurungkan niatnya untuk ikut terjun pada pilgub kali ini. Ahok seolah akan berlari kencang sendirian.

PDI-Perjuangan mengalami dilemma dan harus berpikir ektra keras untuk menentukan calon yang akan diusung. Terlambat sedikit saja, momentum bisa hilang atau diambil orang. Risma yang bahkan sudah mengikuti penjaringan, serta mendapatkan dukungan terbanyak dari internal partai setelah Djarot, menyatakan mundur dari pertarungan pilgub DKI dan hanya ingin fokus mengawal janji kampanyenya di Surabaya. Padahal sosok seperti Risma dianggap mampu menyaingi

Ahok. Djarot Syaiful Hidayat dianggap oleh beberapa kalangan tidak akan mampu menyaingi Ahok jika diusung menjadi Risma.

PDI-Perjuangan tentu bisa saja memaksakan kehendak untuk memboyong

Risma ke Jakarta, seperti apa yang pernah dilakukan pada Jokowi pada pilgub DKI

2012. Ketika itu Jokowi masih menjabat walikota Solo, namun PDI-Perjuangan sebagai partai naungan Jokowi berhak membawa kadernya tersebut untuk ikut serta pada pilgub DKI. Alhasil, Jokowi berhasil keluar sebagai pemenang meski awalnya berdasarkan lembaga survey berada dibawah bayang-bayang petahana Fauzi Bowo.

Tetapi partai tidak dapat memaksakan jika pribadi yang bersangkutan memang tidak

98 memiliki keinginan. Bedanya Jokowi waktu itu bersedia maju pada pilgub DKI Jakarta

2012.

Menurut Eva Kusuma Sundari pengurus DPP PDI-Perjuangan sekaligus anggota DPR RI menjelaskan bahwa Risma adalah nama terdepan yang diinginkan kader berdasarkan enam kali survey internal yang dilakukan partai. Elektabilitas dan popularitasnya masih diatas kader lainnya.18 melihat jauh ke belakang pada pilgub DKI

2012 PDI-Perjuangan secara kepartaian, tidak memiliki alasan apapun untuk tidak mencalonkan Risma pada pilgub kali ini. Pertama, Risma adalah kader internal partai yang memiliki segudang prestasi dan pengalaman. Kedua, Risma merupakan kader yang paling diinginkan oleh internal partai untuk maju pada pilgub DKI 2017. Ketiga, elektabilitas dan popularitas Risma selalu menempati urutan ke dua setelah petahana.19

Analisa dari berbagai kalangan kalau Risma dicalonkan oleh PDI-Perjuangan sangat berpotensi untuk mengalahkan Ahok. Menurut Muhammad Qodari direktur

Indobarometer Risma adalah calon paling potensial untuk mengalahkan Ahok.20

Keputusan memaksakan Risma oleh PDI-Perjuangan dianggap akan memberikan dampak negative terhadap partai khususnya di Surabaya dan Jawa Timur.

Jawa Timur merupakan daerah dengan penduduk terbanyak. Namun, selama dua periode belakangan ini dalam pemilihan gubernur PDI-Perjuangan selalu kalah dari

18 http://jakartanews.co/tri-rismaharini-PDI-Perjuangan-_-basuki-tj-purnama/ diakses pada 27 Februari 2017 pukul 01.20. 19 https://news.detik.com/berita/3266034/elektabilitas-ahok-4729-ditempel-ketat-risma-dan- ridwan-kamil diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.45. 20 http://pilkada.liputan6.com/read/2569650/indo-barometer-risma-potensial-kalahkan-ahok- di-pilkada-dki diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.50.

99 Partai Demokrat. Menurut Airlangga Pribadi pengamat politik UNAIR Surabaya,

Risma memiliki potensi menjadi lawan terberat wakil gubernur petahana di pilgub

Jatim 2018.21 Sementara itu, selain Risma PDI-Perjuangan seolah tidak punya sosok mumpuni lainnya di Jawa Timur. Inilah salah satu pertimbangan PDI-Perjuangan untuk tidak memaksakan Risma ke DKI.

PDI-Perjuangan menjadi semakin dilema dalam menentukan calon yang akan diusung mengingat kader-kader yang diharapkan tampil lebih memilih fokus untuk mengurusi jabatan yang diemban sekarang. Pilihan terakhir hanya ada pada Djarot

Syaiful Hidayat, namun realitas yang ada seolah memaksa PDI-Perjuangan untuk tidak berani menambil resiko politik kalau tidak ingin kenangan manis memenangkan pilgub

DKI lenyap begitu saja. PDI-Perjuangan bisa saja berkoalisi dengan partai lain untuk memperkuat posisi kader yang ingin diusung. Tetapi sebagai partai penguasa PDI-

Perjuangan tentu tidak ingin terkesan manja atau mengemis dukungan dari partai lain untuk mengusung Djarot Syaiful Hidayat.

Djarot dianggap tidak akan mampu menyaingi popularitas dan elektabilitas

Ahok. Dengan gaya kepemimpinan yang lebih banyak diam, tanpa gebrakan dan di balik layar kurang mendapat respon dari masyarakat yang sudah melekatkan diri pada gaya kepemimpinan yang tegas dan berani yaitu pada diri seorang Ahok. Peta politik

DKI betul-betul tidak bisa diprediksi. Namun, dampak positif jika PDI-Perjuangan menunjuk Djarot adalah publik akan semakin percaya bahwa PDI-Perjuangan adalah

21 http://www.lensaindonesia.com/2016/03/15/pilgub-jatim-2018-tiga-kandidat-ini-jadi- lawan-berat-gus-ipul.html diakses pad tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.55.

100 partai kader dan selalu konsisten. Pertimbangan kader non kader, koalisi non koalisi, keinginan publik versus keinginan partai berkecamuk di dalam pikiran para petinggi

PDI-Perjuangan yang memiliki wewenang dalam menentukan kandidat.

Jauh sebelum pasangan Ahok-Djarot sebagai cagub-cawagub diumumkan oleh

PDI-Perjuangan pada tanggal 20 September 2016, Ahok bersama relawan teman ahok telah terlebih dahulu mendeklarasikan pencalonan dirinya sebagai cagub yang disandingkan dengan Heru Budi Hartono seorang pejabat tinggi di pemerintah provinsi

DKI Jakarta melalui jalur independen.22 Ahok seolah sadar bahwa dirinya tidak dikehendaki oleh partai politik. Serta, dia juga memang tidak memiliki keinginan untuk maju lewat partai politik karena partai politik dianggap hanya akan menyandera dirinya, biaya mahar politik yang tinggi, dan citra partai yang dianggap sebagai sarang koruptor.

Pasangan Ahok-Heru lewat jalur independen mendapat dukungan dari beberapa partai politik NasDem, Hanura dan Golkar. Ketiga partai tersebut bahkan menyatakan dukungannya tanpa adanya mahar.23 Berkali-kali Ahok meyakinkan publik bahwa dia akan maju lewat jalur indepdenden dengan alasan yang sudah dijelaskan diatas.

Langkah politik yang diambilnya ini seolah menjadi oase bagi masyarakat yang selama ini mulai kehilangan kepercayaan terhadap lembaga partai politik.

22 http://news.detik.com/berita/3159552/ahok-pilih-heru-untuk-maju-independen-djarot-itu- hak-beliau diakses pada 27 Februari 2017 pukul 02.00. 23 http://www.viva.co.id/prancis2016/read/749918-parpol-ini-klaim-dukung-ahok-tanpa- mahar diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.00.

101 Rilis survei yang dilakukan populi center pada tanggal 10 sampai 15 juni 2016 dengan responden 400 orang menyebutkan bahwa 33,2% warga DKI lebih memilih

Ahok maju lewat independen, dan hanya 9% yang menginginkan Ahok maju lewat partai politik. Alasan-alasan inilah yang menjadikan Ahok semakin percaya diri untuk memilih jalur Independen. Menariknya lagi, berdasarkan rilis survey populi diatas kalaupun Ahok maju lewat jalur partai, PDI-Perjuangan adalah partai yang paling diharapkan untuk mengusung Ahok pada pilgub DKI dengan dukungan 25,2% masyarakat yang diwawancarai.24

Disisi lain, pejabat teras PDI-Perjuangan di Jakarta banyak yang tidak menyukai gaya kepemimpinan Ahok. Selain karena gaya dan karakter kepemimpinannya, Ahok juga tidak mengikuti mekanisme penjaringan partai sehingga dianggap jika dicalonkan oleh partai maka sama saja melanggar aturan yang dibuat sendiri oleh partai, ucap Bambang DH selaku Plt PDI-Perjuangan DPD DKI.25

Simalakama, mungkin inilah ungkapan yang pas untuk menggambarkan kondisi PDI-

Perjuangan saat itu. Disatu sisi, banyak masyarakat yang menginginkan Ahok sebagai cagub dari PDI-Perjuangan, disaat yang bersamaan banyak kader bahkan pengurus

PDI-Perjuangan yang menolak Ahok untuk diusung.

24 http://news.detik.com/berita/3241114/setujukah-warga-dki-ahok-maju-lewat-parpol diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.15. 25 http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/04/11/PDI-Perjuangan-ogah-dukung-ahok- bila-tak-ikut-penjaringan-bakal-calon-gubernur-dki diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.27.

102 Suara tokoh-tokoh PDI-Perjuangan pun terbelah terkait mencuatnya nama

Ahok sebagai cagub dari PDI-Perjuangan. Nama-nama besar tersebut seperti Masinton

Pasaribu, Eva Kusuma Sundari, Effendi Simbolon, Bambang DH, Boy Bernardi

Sadikin, dan Prasetyo Edi Marsudi. Berbagai bentuk perlawanan dilakukan oleh mereka yang tidak menyetujui atau menyukai sosok Ahok, seperti pernyataan- pernyataan pedas di media, melalui spanduk-spanduk sindiran untuk tidak mencalonkan Ahok, hingga aksi yang dilakukan oleh simpatisan, bahkan ada yang mengancam bakal keluar dari partai jika Ahok dicalonkan.

Setelah melewati berbagai polemik dan dinamika, tiga hari sebelum penutupan pendaftaran cagub DKI resmi ditutup, PDI-Perjuangan mengumumkan pasangan

Ahok-Djarot sebagai cagub dan cawagub DKI Jakarta 2017. Sebelumnya, Golkar,

NasDem dan Hanura telah lebih dulu menyatakan dukungannya untuk Ahok sebagai cagub. Dukungan PDI-Perjuangan disambut positif oleh partai pendukung lainnya dan dianggap akan semakin menguatkan peluang Ahok untuk menang pilgub kali ini. PDI-

Perjuangan seperti tidak memiliki pilihan lain, dan seperti dipaksa harus mengusung

Ahok dengan segala permasalahan yang terjadi belakangan ini.26 Meskipun PDI-

Perjuangan menyadari akan konsekuensi setiap langkah yang diambil.

Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengemukakan pendapatnya terkait kenapa akhirnya PDI-Perjuangan memutuskan mengusung Ahok-Djarot. Ada empat

26 http://news.detik.com/berita/3228249/dukung-ahok-independen-nasdem-bersama-hanura- dan-golkar-kami-sudah-kuat diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.32.

103 alasan kenapa akhirnya PDI-Perjuangan mengusung pasangan Ahok-Djarot. Pertama,

Ahok merupakan pejabat yang berkewajiban meneruskan program yang telah dimulai oleh Jokowi. Kedua, program kerja Ahok sejalan dengan ideologi PDI-Perjuangan yang selalu memperjuangkan wong cilik. Ketiga, pasangan Ahok-Djarot dianggap mampu berkomitmen teguh dalam menjalankan ideologi tersebut dan bersinergis dengan pemerintah pusat. Keempat, berdasarkan survei setahun terakhir tingkat kepuasan publik terhadap kinerja keduanya cukup tinggi.

Sementara itu, berdasarkan wawancara penulis dengan Ketua Dewan Pembina

Baitul Muslimin 2015-2020 organisasi sayap PDI-Perjuangan Cholid mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah sejatinya bukanlah ajang “menjual” partai ke publik, melainkan ajang penyerapan aspirasi dan keinginan masyarakat terkait pemimpin yang diinginkan. Dalam konteks ini, berdasarkan beberapa pertimbangan dan pengamatan yang komprehensif hampir seluruh lembaga survey mengatakan publik puas dengan kinerja petahana. Namun, hasil tersebut bukan menjadi satu-satunya acuan partai dalam mengambil keputusan.27

Menurut Cholid, PDI-Perjuangan pada umumnya memiliki pertimbangan dasar dalam menentukan kandidat yaitu, pertimbangan ideologis. Pertimbangan ideologis adalah seberapa dekat korelasi antara sosok yang akan dipilih dengan ideologi partai.

Dalam hal ini meliputi program kerja yang sejalan dengan cita-cita Negara dan UUD, mencintai dan meindungi NKRI, menjaga keberagaman dalam bingkai Bhinneka

27 Hasil wawancara dengan pak Cholid (ketua Dewan Pembina Baitul Muslimin PDI- PERJUANGAN 2015-2020) pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 13.30 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

104 Tunggal Ika dan sikap kepemimpinan yang dimiliki. Seseorang yang dianggap memenuhi pertimbangan diatas bisa saja dicalonkan oleh PDI-Perjuangan tidak harus kader internal.

Senada dengan penjelasan Cholid, Nurmansyah Tanjung selaku mantan wakil sekretaris jendral (WaSekJen) Baitul Muslimin PDI-Perjuangan periode 2010-2015 menambahkan beberapa pertimbangan lainnya yang digunakan DPP untuk menentukan kandidat yang akan diusung pada sesi wawancara dengan penulis.

Menurut beliau, pertimbangan taktis dan pertimbangan strategis merupakan pertimbangan lainnya selain pertimbangan ideologis. Tiga pertimbangan ini harus saling melengkapi satu sama lain. Artinya, jika hanya memenuhi kedekatan ideologis, tetapi tidak memenuhi faktor taktis dan strategis, seseorang tersebut belum tentu akan dipilih oleh DPP.28

Pertimbangan ideologis tidak hanya soal kedekatan seseorang dengan ideologi partai, tetapi termasuk juga sejauh mana sesoerang tersebut dapat menjalankan misi partai suatu partai. Pertimbangan taktis adalah pertimbangan yang didasari pada obervasi dan penelitian eksternal dan independen seperti lembaga survey. Beberapa hasil survey menempatkan Ahok sebagai Gubernur dengan tingkat kepuasan publik yang sangat tinggi. Pertimbangan strategis adalah pertimbangan yang didasari pada aspek-aspek sosial-politik. Secara sosiologis, Ahok merupakan mantan wakil Jokowi periode 2012 hingga 2014, kedekatan hubungan keduanya dapat dilihat dari program

28 Hasil wawancara dengan Nurmansyah Tanjung (mantan WaSekJen Baitul Muslimin PDI- Perjuangan 2010-2015) pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 14.00 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan).

105 yang dikerjakan Ahok merupakan kelanjutan dari program era Gubernur Jokowi.

Komitmen itulah yang dinilai oleh petinggi partai. Berikutnya, aspek politik menggambarkan bahwa pertarungan pilgub DKI tidak semata-mata pertarungan partai, tetapi pertarungan konsistensi partai dalam mengakomodir aspirasi rakyat. Dan PDI-

Perjuangan berupaya semaksimal mungkin menunjukkan ke publik sebagai partai yang peka akan hal tersebut. Setiap keputusan yang diambil pasti memiliki resiko tersendiri yang harus siap diterima dan diemban oleh partai. Dari keseluruhan pertimbangan diatas, hanya Ahok-Djarot yang dianggap memenuhi kriteria tersebut.29 Kolaborasi kedua adalah klimaks dari segala upaya terkait kemajuan Jakarta secara umum, dan

PDI-Perjuangan secara khusus.

Andreas Uffen dalam jurnal politiknya Partai politik di Indonesia pasca

Soeharto mencoba menjelaskan tentang faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan politik suatu partai termasuk dalam proses penentuan kandidat.

Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan politik suatu partai khususnya dalam proses seleksi kandidat. Seperti, presidensialisasi partai, proses internal partai politik seperti penokohan yang otoriter dan faksionalisme partai, faktor keuangan atau ekonomi, dan faktor merenggangnya hubungan partai dengan pemilih.30

29 Hasil wawancara dengan Nurmansyah Tanjung (mantan WaSekJen Baitul Muslimin PDI- Perjuangan 2010-2015) pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 14.00 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan). 30 Andreas Ufen, Partai Politik di Indonesia Pasca Soeharto : Antara Poitik Aliran dan Filipinanisasi, (Jurnal Ilmu Politik No. 37 Desember 2006) diakses dari : https://www.academia.edu/4354886/Partai_Politik_di_Indonesia diakses pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 14.40.

106 Di antara keempat faktor tersebut, menurut Boy Bernardi Sadikin dalam proses penunjukan Ahok sebagai cagub memenuhi hampir keseluruhan faktor tersebut.

Pertama, presidensialisasi partai adalah elit partai mendominasi sirkulasi arus politik di dalam partai tersebut. Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati soekarnoPuteri begitu mendominasi dalam pengambilan keputusan politik. Bahkan kewenangan beliau dilindungi oleh konstitusi partai. Seperti yang diutarakan oleh megawati dalam salah satu kesempatan mengatakan bahwa“urusan calon gubernur, hak prerogatif saya.”31

Jika calon yang diusulkan melalui mekanisme partai disukai oleh bu mega, maka bu mega akan setuju, begitu juga sebaliknya.

Kedua, penokohan yang otoriter atau faksionalisme partai. Menurut Boy

Bernardi Sadikin, faktor faksionalisme memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi pengambilan keputusan di dalam PDI-Perjuangan. Bahkan beliau menggambarkan secara jelas di dalam wawancaranya dengan penulis. Tokoh-tokoh di

PDI-Perjuangan sekarang ini mayoritas dari kelompok non muslim seperti Hasto

Kristiyanto, Hendrawan Supratikno, Andreas Hugo Perreira, Adi Wijaya, Maruarar

Sirait, Trimedya Pandjaitan, , , Effendi Simbolon, dan masih banyak lagi. Berikut daftar pengurus resmi DPP PDI-Perjuangan 2015-

2020:32

Nama Jabatan Agama Megawati Soekarnoputri Ketua Umum Islam

31 http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/10/14071941/Megawati.Sudah.Menegaskan.bahwa.Baka l.Cagub.DKI.dari.PDI-P.Prerogatifnya diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 10.00. 32 http://www.PDI-Perjuanganerjuangan.id/article/pengurus/child/01/Partai/Pengurus_Partai diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 10.10.

107 Komarudin Watubun Ketua bidang Kehormatan Partai Islam Bambang Dwi Hartono Ketua bidang Pemenangan Pemilu Islam Idam Samawi Ketua bidang Ideologi dan Kaderisasi Islam Djarot Syaiful Hidayat Ketua bidang Keanggotaan dan Organisasi Islam Puan Maharani Ketua bidang Politik dan Keamanan Islam Trimedya Pandjaitan Ketua bidang Hukum HAM dan Perundang- Kristen undangan Hendrawan Supratikno Ketua bidang Perekonomian Kristen Muhammad Prakosa Ketua bidang Kehutanan dan Lingkungan Hidup Islam Rohmin Dahuri Ketua bidang Kemaritiman Islam Andreas Hugo Pareira Ketua bidang Pembangunan Manusia dan Kristen Kebudayaan Ribka Tjiptaning Ketua bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana Kristen Mindo Sianipar Ketua bidang Buruh Tani dan Nelayan Kristen Sri Rahayu Ketua bidang Kesehatan dan Anak Islam I Made Urip Ketua bidang Pendidikan dan Kebudayaan Hindu Nusirwan Sujono Ketua bidang Koperasi dan UMKM Islam Sarwo Budi Wiranti Ketua bidang Pariwisata Islam Sukamdani Sukur Nababan Ketua bidang Pemuda dan Olahraga Kristen Hamka Haq Ketua bidang Keagamaan dan Kepercayaan kepada Islam Tuhan YME Prananda Prabowo Ketua bidang Ekonomi Kreatif Islam Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal Kristen Utut Adianto Wakil Sekjen bidang Internal Islam Erico Sotarduga Wakil Sekjen bidang Program Kerakyatan Kristen Ahmad Basarah Wakil Sekjen bidang Program Pemerintahan Islam Olly Dondokambey Bendahara Umum Kristen Rudianto Tjen Wakil Bendum bidang Internal Kristen Juliari Peter Batubara Wakil Bendum bidang Program Kristen

Dari 27 nama pengurus DPP PDI-Perjuangan diatas, 15 orang beragama islam,

11 kristen, dan 1 orang beragama hindu. Tapi yang ditekankan oleh Boy Sadikin adalah tokoh-tokoh di tubuh PDI-Perjuangan bukan dari jumlahnya. Selanjutnya, beliau menekankan bahwa selain tokoh-tokoh yang disebutkan tadi, komposisi anggota DPR

RI dari PDI-Perjuangan terdiri dari 6 kursi dominan non muslim seperti Charles

Honoris, Wiryanti Sukamdani, Eriko Sotarduga, Masinton Pasaribu, Effendi Simbolon,

Darmadi Durianto. Dari ke 6 nama tersebut hanya dua orang yang beragama islam, sisanya 4 orang non muslim. Dari komposisi anggota DPRD DKI Fraksi PDI-

108 Perjuangan berjumlah 28 kursi terdiri 17 kursi Non muslim, 11 kursi muslim.33 Secara tidak langsung kekuatan faksi ini yang mempengaruhi pengambilan keputusan penunjukan Ahok sebagai cagub.

Menariknya lagi, menurut pemaparan beliau terjadi tiga kali pergantian ketua

DPD PDI-Perjuangan Jakarta sebelum keputusan mencalonkan Ahok diumumkan.

Pertama, beliau selaku ketua DPD DKI 2015-2020 mengundurkan diri pada bulan

Desember 2016 karena tidak sejalan dengan partai. Posisi beliau digantikan oleh

Pelaksana Tugas (PlT) Bambang DH karena menolak pencalonan Ahok, bahkan beliau menerima para pengunjuk rasa yang mendesak PDI-Perjuangan untuk tidak mencalonkan Ahok dan berjanji akan memperjuangkannya ke DPP, ditambah lagi

Bambang DH juga ikut serta sebagai pembentuk koalisi kekeluargaan dan menyanyikan yel-yel tolak ahok.34 Terakhir, pengurus baru yang definitif diberikan kepada Adi Wijaya alias aming yang juga non muslim sehingga lahirlah keputusan mendukung Ahok.

Selain faktor elekatabilitas, popularitas dan tingkat kepuasan publik, faktor lain yang dianggap mempengaruhi pengambilan keputusan oleh Boy Bernardi Sadikin adalah faktor faksionalisme di dalam internal partai. Faksi non muslim dianggap begitu mendominasi untuk mempengaruhi ketua umum dalam menunjuk Ahok sebagai cagub

PDI-Perjuangan.

33 http://dprd-dkijakartaprov.go.id/fraksi/fraksi-PDI-Perjuangan/ diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 10.45. 34 https://news.detik.com/berita/3286615/bambang-dh-dicopot-karena-menolak-ahok-ini- penjelasan-dpp-PDI-Perjuangan diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 11.10.

109 C. Implikasi terkait penunjukan Ahok sebagai kandidat

Menurut Siti Zuhro peneliti LIPI terdapat beberapa dampak negatif yang akan diterima PDI-Perjuangan terkait keputusan mendukung Ahok sebagai cagub. Pertama, rentan terjadi perpecahan suara di tubuh PDI-Perjuangan karena banyaknya penolakan yang terjadi. Bentuk aksi penolakan yang terjadi terkait pencalonan Ahok baik oleh kader internal partai, ataupun sekelompok masyarakat sedikit banyak akan memberi imbas kepada partai pengusung. kedua, secara kalkulasi politik dengan mengusung

Ahok tidak ada jaminan PDI-Perjuangan akan memenangkan pilgub kali ini ataupun pemilu 2019 nanti. Ketiga, PDI-Perjuangan selama ini sudah dikenal sebagai partai ideologis dan partai kader oleh masyarakat, dengan mencalonkan Ahok yang bukan kader dianggap akan merusak citra partai, karena butuh waktu lama untuk membangun citra partai di mata publik.35 Keempat, Ahok bisa saja kelak ditengah jalan meninggalkan PDI-Perjuangan. Mengingat beberapa kebiasaan Ahok yang sudah pernah dilakukan.36

Setali tiga uang, kerugian yang dijelaskan diatas telah dirasakan PDI-

Perjuangan pasca penunjukan Ahok sebagai cagub bahkan jauh sebelum Ahok diumumkan telah banyak terjadi penolakan. Beberapa kader menyatakan mundur sebagai pengurus bahkan sebagai anggota partai salah satunya adalah Boy Bernardi

35 https://www.merdeka.com/khas/pilih-ahok-agar-PDI-Perjuangan-tak-jadi-partai-gagal-di- jakarta.html diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 15.30. 36 http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/08/21/peneliti-lipi-beberkan-kerugian-PDI- Perjuangan-jika-dukung-ahok-termasuk-bahaya-ditinggal-di-tengah-jalan diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 16.00.

110 Sadikin kader yang dianggap telah berjasa membesarkan PDI-Perjuangan di Jakarta sejak pasca reformasi. Dalam wawancaranya, beliau mengaku kecewa dengan penunjukan Ahok sebagai cagub PDI-Perjuangan. Ia menganggap partai sudah tidak mengindahkan mekanisme penjaringan yang telah dilakukan. PDI-Perjuangan tidak lagi menjadi partai kader seperti yang selama ini didengungkan. Dengan keputusan ini,

PDI-Perjuangan menunjukkan diri sebagai partai yang tidak demokratis.

Selain dampak negatif, tentu keputusan tersebut memiliki dampak positif terhadap PDI-Perjuangan. Yunarto Wijaya direktur Charta Politica menjelaskan dengan mencalonkan Ahok-Djarot PDI-Perjuangan semakin memperjelas posisinya sebagai partai pluralis-nasionalis. Pasangan Ahok-Djarot dinilai mewakili kemajemukan yang ada di Jakarta. Berikutnya, pasangan ini akan mempermudah sinergisitas antara pemprov DKI dengan pemerintah pusat. Ahok dinilai sejalan dengan visi presiden Jokowi. Senada dengaan Yunarto, Ray Rangkuti peneliti lingkar madani rakyat memaparkan keuntungan yang diperoleh PDI-Perjuangan dalam mencalonkan

Ahok-Djarot adalah PDI-Perjuangan dianggap berhasil mengambil langkah politik yang realistis dan strategis. Dengan mengusung petahana PDI-Perjuangan tidak akan begitu sulit memperkenalkan calonnya ke publik. Lanjut, PDI-Perjuangan sadar persis sejauh ini belum ada sosok yang bisa menandingi popularitas dan elektabilitas Ahok.37

PDI-Perjuangan tentu sadar betul akan segala konsekuensi yang harus diterima pasca penunjukan Ahok sebagai calon gubernur yang diusung pada pilgub kali ini.

37 https://www.merdeka.com/khas/pilih-ahok-agar-PDI-Perjuangan-tak-jadi-partai-gagal-di- jakarta.html diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 17.00.

111 Tetapi segala konsekuensi tersebut hanya bisa diliat dampaknya setelah pilgub berakhir. Jika menang, pihak-pihak yang dari awal menentang dipaksa menelan ludah sendiri, begitu juga sebaliknya. Pertaruhan nama besar partai ada ditangan masyarakat

DKI Jakarta.

112 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinamika politik memang sulit ditebak. Apa yang dilihat belum tentu sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pada studi kali ini, PDIP menunjukkan bahwa politik itu rumit, dan tidak sesederhana yang dibayangkan. Karena semua tindak tanduk partai akan selalu mengandung nilai di mata masyarakat. Pertimbangan demi pertimbangan harus betul-betul diperhitungkan.

Partai politik sejatinya bukanlah kendaraan politik semata yang hanya digunakan untuk meraih kekuasaan. Namun, pada tataran praksis partai politik kerap melupakan tujuan hakikinya. Kecenderungan hanya untuk meraih kekuasaan tanpa mempertimbangkan faktor ideologis, konsistensi sikap dan pandangan politik, dan sebagai sarana pendidikan politik masyarakat masih sering terabaikan. Seolah politik tidak mengenal aturan, moral, etika dan nilai.

Setidaknya itulah yang tergambar dari studi analisis pencalonan Ahok sebagai cagub PDI-Perjuangan. Meskipun dalam praktek seleksi kandidat nilai-nilai demokrasi masih diterapkan, tetapi itu hanya menjadi formalitas belaka agar dianggap demokratis.

Nilai tersebut terlihat dari tahapan-tahapan penyeleksian kandidat seperti penjaringan dari tataran paling bawah hingga ke pucuk pimpinan (bottom up). Nilai-nilai demokrasi yang ditanamkan hanya menjadi simbolis.

106 Secara hukum penunjukan Ahok memang tidak melanggar konstitusi kepartaian, tetapi dari sisi lain, pola pengambilan keputusan yang sepenuhnya berada ditangan ketua umum menunjukkan bahwa PDIP bukanlah partai yang betul-betul menanamkan nilai-nilai demokrasi. Lebih lanjut, presidensialisasi partai dan penokohan yang otoriter masih berjalan ditengah semakin tidak terkendalinya arus demokratisasi dan liberalisasi di masyarakat. Sistem penunjukan seperti ini akan berdampak pada sistem politik yang ada. Degradasi demokrasi akan terus terjadi jika partai dengan pola seperti ini berkuasa.

Proses penunjukan Ahok juga mengejawantahkan istilah partai kader yang selama ini didengung-dengungkan oleh ketua umum. namun, PDI-Perjuangan seolah terjepit dengan realitas yang ada. Pertimbangan menang-kalah, demokratis-tidak demokratis, partai kader-catch all party menjadi landasan berpijak dalam mengambil keputusan ini. Dengan gaya seperti ini istilah krisis kepercayaan terhadap partai politik akan terus membesar.

PDI-Perjuangan seolah dipaksa menelan ludah sendiri setelah jauh sebelumnya

Ahok melontarkan pernyataan-pernyataan pedas terhadap lembaga partai politik.

Pertimbangan idologis, konsistensi, dan marwah partai tidak lagi menjadi acuan dalam setiap pengambilan keputusan politik. Jika ada keputusan politik yang diambil sejalan dengan idealitas partai politik, itu hanyalah kebetulan semata, bukan menjadi takaran mutlak. Dalam keadaan seperti ini, sudah seharusnya PDIP yang memiliki posisi tawar paling kuat agar marwah partai politik secara kelembagaan dapat terjaga dan sesuai dengan hakikat serta tujuan adanya partai politik bukan sebaliknya.

107 Faktor kekuatan segelintir elit dan faksi yang ada di dalam tubuh PDI-

Perjuangan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pengambilan keputusan penunjukan Ahok sebagai cagub. Meskipun tidak menjadi faktor yang paling dominan.

Tapi setidaknya faktor ini tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Secara keseluruhan mulai dari awal penjaringan hingga pengumuman Ahok-Djarot sebagai calon resmi yang diusung PDI-Perjuangan terdapat beberapa poin penting yang dapat disimpulkan.

Pertama, PDI-Perjuangan mencoba menyelaraskan kepentingan dan tujuan partai dengan kepentingan masyarakat namun tetap di bawah payung konstitusi kepartaian. Kepentingan partai yaitu memenangkan pemilihan, menjaga kaderisasi internal dan mempertahankan eksistensi partai. Sedangkan kepentingan masyarakat adalah tingginya kepuasan masyarakat akan kinerja duet petahana, secara tidak langsung mengartikan publik sudah merasakan langsung bukti nyata dari kinerja keduanya.

Kedua, PDI-Perjuangan memberikan pelajaran berarti tentang skala prioritas dalam politik yaitu PDI- Perjuangan tidak memaksakan kehendak untuk mengusung kader sendiri demi hasil yang belum dapat diukur. Lebih tepatnya sikap yang diambil sangat realistis dan minim resiko mengalami kekalahan.

Ketiga, PDI-Perjuangan menunjukkan lemahnya posisi tawar partai penguasa dan pemenang pemilu terhadap realitas politik. Dengan mendukung Ahok sebagai calon Gubernur yang bukan seorang kader partai, kutu loncat, dan banyak kebijakannya oleh beberapa kalangan bertentangan dengan jargon wong cilik yang diusung selama ini justru dianggap akan membahayakan eksistensi PDI- Perjuangan ke depannya. PDI-

108 Perjuangan seolah mengorbankan cita-cita, semangat perjuangan, dan roh partai yang selama ini didengung-dengungkan sebagai partai yang selalu pro rakyat demi kepentingan sesaat yaitu memenangkan pilgub DKI Jakarta 2017. .

PDI- Perjuangan seolah semakin mempertegas bahwa partai politik hanya merupakan kendaraan semata bagi individu yang ingin berkuasa. Apapun dalihnya, apapun alasannya, apapun pertimbangannya, partai politik sudah seharusnya mengedepankan konsistensi perjuangan, pergerakan, dan arah perjalanan partai jika masih ingin dianggap sebagai suatu lembaga yang bermartabat dalam melahirkan pemimpin demi mencapai tujuan berbangsa dan bernegara.

B. Saran

Menurut penulis, proses penunjukan pasangan Basuki Tjahaja Purnama- Djarot

Syaiful Hidayat pada pilgub DKI kali ini memberikan sedikit pemahaman tentang bagaimana suatu partai berusaha mengakomodir segala kepentingan yang ada khususnya PDI- Perjuangan baik kepentingan partai maupun kepentingan masyarakat.

Skripsi ini dapat berkembang apabila dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis proses penunjukan Cagub-Cawagub oleh PDI- Perjuangan secara khusus dan partai politik secara umum. selain itu, perlunya studi lebih mendalam tentang mekanisme seleksi kandidat dan rekrutmen oleh partai politik di Indonesia pasca reformasi. Berikutnya, studi lanjut terkait penguatan kelembagaan partai politik dan penyerapan aspirasi publik dalam proses pemilihan secara langsung baik pemilihan presiden, legislative ataupun kepala daerah.

109 Oleh karena itu, besar harapan penulis agar skripsi ini dapat memberikan kontribusi untuk studi lanjutan. Penulis menyadari skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna, dan masih sangat banyak hal-hal yang harus diperbaiki. Kajian tentang permasalahan-permasalahan sosial politik adalah kajian yang sangat cepat berubah, dan dinamis, oleh karenanya apa yang ditemukan dalam skripsi ini tidak selamanya dapat menjawab segala persoalan terkait proses penunjukan cagub-cawagub oleh suatu partai.

110 Daftar Pustaka

BUKU

Amal, Ichlasul Teori-Teori Mutakhir Partai Politik, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1996.

Bangun, Zakaria Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia, Medan: Bina Media Perintis, 2008.

Bastian, Radis. Ahok Tegas, Disiplin, Tanpa Gentar, Demi Rakyat, Jogjakarta: Palapa, 2013.

Daud Abu, Busroh. Ilmu Negara, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2010.

Efriza. Political Explore : Sebuah Kajian Ilmu Politik, Bandung : Alfabeta, 2012.

Feriyanto, Andri dan Shyta Endang, Triana. Komunikasi Bisnis: Strategi Komunikasi dalam Mengelola Bisnis, Yogyakarta: PT. Pustaka Baru, 2015.

Firmansyah, Mengelola Partai Politik : komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2008.

Gaffar, M. Janedjri. Demokrasi dan Pemilu Di Indonesia, Jakarta: Konstitusi Press, 2013.

Hanan, Djayadi. Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: upaya mencari format demokrasi yang stabil dan dinamis dalam konteks Indonesia, Bandung: Mizan Media Utama, 2014.

Hazan, Y. Reuven, And Rahat, Gideon. Democracy Within Parties: Candidate Selection Methods and their Political Consequences, New York: Oxford University Press, 2010.

Katz, S. Richard, and Crotty,William. Handbook of party politics, London: SAGE Publications Ltd, 2006.

Katz, S. Richard, dan Crotty, William. Handbook Partai Politik, Bandung: Nusa Media, 2014.

111 Mitchels, Robert. Partai Politik : Kecenderungan Oligarkis Dalam Birokrasi, Jakarta: CV. Rajawali, 1984.

Prihatmoko, J. Joko. Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Semarang: Pustaka Pelajar, 2005.

Prisma. Demokrasi di Bawah Cengkeraman Oligarki Vol. 33 No. 1 2014, Jakarta: LP3ES, 2014).

Roskin, G. Michael. Pengantar Ilmu Politik, Jakarta: Kencana 2016.

Rush, Michael. Althof, Philip. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2005.

Setiadi, M. Elly. Kollip, Usman. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: Kencana, 2013.

Shin, Edysen. The 37 Most Powerful Tactics On Negotiation, Jakarta: PT. Alfa Cemerlang Edindo, 2016.

Sitepu, P. Anthonius. Studi Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.

Soemarno, Megawati Soekarnoputri dari Ibu Rumah Tangga sampai Istana Negara, Depok: PT. Rumpun Dian Nugraha, 2002.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT. Grasindo, 2010.

Tokan Thomas, Pureklolon. Komunikasi Politik: mempertahankan integritas akademisi, politikus, dan negarawan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2016.

Ware, Alan. Political Parties and Party Systems, New York: Oxford University Press, 1996.

Winarno, Budi. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi, Yogyakarta: Media Pressindo, 2007.

WAWANCARA

Hasil wawancara dengan Boy Bernardi Sadikin (mantan ketua DPD PDIP DKI Jakarta 2015) pada tanggal 4 Januari 2017 pukul 13.00 WIB di jl. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat).

112 Hasil wawancara dengan Nurmansyah Tanjung (mantan WaSekJen Baitul Muslimin PDIP 2010-2015) pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 14.00 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan).

Hasil wawancara dengan Cholid (ketua Dewan Pembina Baitul Muslimin PDIP 2015- 2020) pada tanggal 23 Maret 2017 pukul 13.30 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan.

JURNAL Mahadi, Helmi. Pragmatisme Politik: Studi Kasus Proses Rekrutmen Politik PDIP pada Pilkada, Kabupaten Sleman, (NAD: Jurnal studi pemerintahan vol.2 No.1 Februari 2011). Ufen, Andreas. Partai Politik di Indonesia Pasca Soeharto : Antara Poitik Aliran dan Filipinanisasi, (Jurnal Ilmu Politik No. 37 Desember 2006) diakses dari : https://www.academia.edu/4354886/Partai_Politik_di_Indonesia diakses pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 14.40.

INTERNET

Arah.com. Ini aspek yang dinilai dalam penjaringan cagub DKI dari PDIP. 11 Mei 2016 dari https://www.arah.com/running/1160/ini-aspek-yang-dinilai-dalam- penjaringan-cagub-dki-dari-pdi-p.html?lireid=1169%26page=11111111111 diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.30.

Beritasatu.com. PDIP tetapkan mekanisme seleksi calon kepala daerah. 21 April 2016 dari http://sp.beritasatu.com/nasional/pdip-tetapkan-mekanisme-seleksi-calon- kepala-daerah/114132 diakses pada tanggal 28 Desember pukul 00.09.

Bersosial.com. partai peserta pemilu di Indonesia 1955-2014. 9 April 2014 dari https://www.bersosial.com/threads/partai-peserta-pemilu-di-indonesia-1955- 2014.7948.html, diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 08.30.

Detiknews.com. Ahok pilih Heru untuk maju Independen, Djarot : itu hak beliau. 7 Maret 2016 dari http://news.detik.com/berita/3159552/ahok-pilih-heru-untuk- maju-independen-djarot-itu-hak-beliau, diakses pada 27 Februari 2017 pukul 02.00.

Detiknews.com. Bambang DH dicopot karena menolak Ahok. 30 Agustus 2016 dari https://news.detik.com/berita/3286615/bambang-dh-dicopot-karena-menolak- ahok-ini-penjelasan-dpp-pdip diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 11.10.

113 Detiknews.com. Dukung Ahok independen, Nasdem: bersama Hanura dan Golkar, kami sudah kuat. 8 Juni 2016 dari http://news.detik.com/berita/3228249/dukung-ahok-independen-nasdem- bersama-hanura-dan-golkar-kami-sudah-kuat, diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.32.

Detiknews.com. Elektabilitas Ahok 47,29 % ditempel ketat Risma dan Ridwan Kamil. 1 Agustus 2016 dari https://news.detik.com/berita/3266034/elektabilitas-ahok- 4729-ditempel-ketat-risma-dan-ridwan-kamil diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.45.

Detiknews.com. Hari terakhir pendaftaran, 38 penantang Ahok ikut penjaringan cagub DKI PDIP. 25 April 2016 dari https://news.detik.com/berita/3195740/hari-terakhir-pendaftaran-38- penantang-ahok-ikut-penjaringan-cagub-dki-pdip diakses pada tanggal 28 Desember pukul 00.16.

Detiknews.com. Partai koalisi Jakarta resmi calonkan Fauzi Bowo- Prijanto. 1 Juni 2007 dari http://news.detik.com/berita/788033/13-partai-koalisi-jakarta-resmi- calonkan-fauzi-bowo-prijanto, diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 11.28.

Detiknews.com. Penantang Ahok daftar penjaringan cagub DKI PDIP. 18 April 2016 dari http://news.detik.com/berita/3190452/sudah-23-penantang-ahok-daftar- penjaringan-cagub-dki-pdip diakses pada 28 Desember 2016 pukul 00.17.

Detiknews.com. PKS dapat 18 kursi DPRD DKI. 17 April 2004 dari http://news.detik.com/berita/127941/pks-dapat-18-kursi-dprd-dki diakses pada tanggal 22 Januari 2017 pukul 13.22.

Detiknews.com. Selain Risma, muncul kelompok masyarakat pendukung Djarot jadi cagub DKI. 16 Juni 2016 dari https://news.detik.com/berita/3235264/selain- risma-muncul-kelompok-masyarakat-pendukung-djarot-jadi-cagub-dki diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 21.00.

Detiknews.com. Setujukah warga DKI Ahok maju lewat parpol. 24 Juni 2016 dari http://news.detik.com/berita/3241114/setujukah-warga-dki-ahok-maju-lewat- parpol diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.15.

Detiknews.com. Siap berduet di pilgub DKI, Sandiaga : Bu Risma sosok mumpuni. 31 Juli 2016 dari https://news.detik.com/berita/3265411/siap-berduet-di-pilgub-

114 dki-sandiaga-bu-risma-sosok-mumpuni diakses pada tanggal 27 februari 2017 pukul 00.25.

Donisetyawan.com. Partai Politik Pada Awal Kemerdekaan. 14 Mei 2016 dari http://www.donisetyawan.com/partai-politik-pada-awal-kemerdekaan/ diakses pada tanggal 24 Desember tahun 2016 pukul 15.49.

Dprd-Dkijakartaprov.go.id. Sejarah. dari http://dprd-dkijakartaprov.go.id/sejarah/ diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 03.00. Gatra.com. LAPORAN KHUSUS: Megawati pun menangis. 6 Juli 2002 dari http://arsip.gatra.com/2002-07-01/majalah/artikel.php?id=38956 diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 14.21.

Harianterbit.com. Demo anti Gubernur bakal meluas: Ahok tak disukai Jakarta butuh pemimpin baru. 14 Juni 2016 dari http://megapolitan.harianterbit.com/megapol/2016/06/24/64558/0/18/DemoA ntiGubernur-Bakal-Meluas-Ahok-Tak-Disukai-Jakarta-Butuh-Pemimpin- Baru, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.18. https://m.tempo.co/read/news/2016/08/08/231794172/pilkada-dki-7-partai- bentuk-koalisi-kekeluargaan-lawan-ahok diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.48.

Hukumonline.com. Fungsi Partai Politik. dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt550a445c6466c/fungsi-partai- politik diakses pada tanggal 26 Desember 2016 pukul 17.34.

Jakartanews.co. Tri Rismaharini- PDIP- Basuki Tjahaja Purnama. 25 Mei 2016 dari http://jakartanews.co/tri-rismaharini-pdip-_-basuki-tj-purnama/ diakses pada 27 Februari 2017 pukul 01.20.

Kabar24.com. Hasil Pilkada Serentak PDIP Kuasai Daerah. 19 Desember 2015 dari http://kabar24.bisnis.com/read/20151219/15/503442/hasil-pilkada-serentak- pdip-kuasai-daerah, diakses pada tanggal 4 Oktober 2016 pukul 11.30.

Kbbi.Web.Id. Definisi Partai http://kbbi.web.id/partai diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 12.15.

Kompas.com. Ahok terima empat penghargaan untuk Pemprov DKI dari Bappenas. 11 Mei 2016 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/11/14152191/Ahok.Terima. Empat.Penghargaan.untuk.Pemprov.DKI.dari.Bappenas, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.11.

115 Kompas.com. Alasan Ahok pilih jalur parpol : dari kekhawatiran deparpolisasi hingga nasihat Jokowi. 15 Agustus 2016 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2016/08/15/09405981/alasan. ahok.pilih.jalur.parpol.dari.kekhawatiran.deparpolisasi.hingga.nasihat.jokowi, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 04.00.

Kompas.com. Ini hasil resmi rekapitulasi suara pilpres 2014. 22 Juli 2014 dari http://indonesiasatu.kompas.com/read/2014/07/22/20574751/ini.hasil.resmi. rekapitulasi.suara.pilpres.2014, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 13.00.

Kompas.com. Jokowi Basuki menangi pilkada DKI putaran II. 28 September 2012 darihttp://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/28/1724329/JokowiBasuki. Menangi.Pilkada.DKIPutaran.II diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.45.

Kompas.com. Megawati sudah menegaskan bahwa bakal cagub DKI dari PDIP prerogatifnya. 10 Mei 2016 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2016/05/10/14071941/Megawati.Sudah. Menegaskan.bahwa.Bakal.Cagub.DKI.dari.PDI-P.Prerogatifnya diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 10.00.

Kompas.com. Survei SMRC 58 persen warga DKI ingin Ahok kembali jadi Gubernur. 21 Juli 2016 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2016/07/21/20163011/survei.smrc.58.pe rsen. warga.dki.ingin.ahok.kembali.jadi.gubernur, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 18.04.

Kompas.com. Tiga cagub DKI non kader, Parpol dilanda. krisis 25 September 2016 dari http://nasional.kompas.com/read/2016/09/25/19581011/tiga.cagub.dki.jakarta. non kader.parpol.dilanda.krisis Diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 22.23.

Kpu.go.id. Pemilu 1999. 21 Februari 2008 dari http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/Pemilu-1999 diakses pada 31 Desember 2016 pukul 08.30.

Lensaindonesia.com. Tiga Kandidat ini jadi lawan berat Gus Ipul. 15 Maret 2016 dari http://www.lensaindonesia.com/2016/03/15/pilgub-jatim-2018-tiga kandidat-

116 ini-jadi-lawan-berat-gus-ipul.html diakses pad tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.55.

Liputan6.com. 11 Hari dibuka, PDIP jaring 25 nama cawagub DKI. 18 April 2016 dari http://pilkada.liputan6.com/read/2486681/11-hari-dibuka-pdip-jaring-25- nama-cagub-cawagub-dki diakses pada 27 Februari 2017 pukul 00.13.

Liputan6.com. Alasan Ahok pilih jalur Independen di pilkada DKI. 12 Maret 2016 darihttp://news.liputan6.com/read/2457116/4-alasan-ahok-pilih-jalur- independen-di-pilkada-dki, diakses pada tanggal 7 Oktober 2016 pukul 03.40. Liputan6.com. Indobarometer : Risma potensial kalahkan Ahok di pilkada DKI. 5 Agustus 2016 dari http://pilkada.liputan6.com/read/2569650/indo-barometer- risma-potensial-kalahkan-ahok-di-pilkada-dki diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 01.50.

Liputan6.com. Korban 27 Juli menolak pencalonan Sutiyoso. 11 Juni 2002 http://m.liputan6.com/news/read/35823/korban-27-juli-menolak-pencalonan- sutiyoso diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 14.11.

Liputan6.com. Survei terbaru pilkada DKI, Elektabilitas Ahok masih tertinggi. 10 Mei 2016 dari http://pilkada.liputan6.com/read/2503381/survei-terbaru-pilkada- dki-elektabilitas-ahok-masih-tertinggi diakses pada 27 Februari 2017 pukul 01.00.

Liputan6.com. Sutiyoso kembali menjabat Gubernur DKI. 12 September 2002 dari http://news.liputan6.com/read/41264/sutiyoso-kembali-menjabat-gubernur-dki diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 03.05.

Merdeka.com. Ahok ogah jadi kader dan ikut penjaringan demi tiket dukungan PDIP. 29 Juli 2016 dari https://www.merdeka.com/politik/ahok-ogah-jadi-kader-dan- ikut-penjaringan-demi-tiket-dukungan-pdip.html diakses pada tanggal 26 Desember 2016 pukul 19.34.

Merdeka.com. Cerita Sutiyoso dan tragedy berdarah kudatuli. 11 Juni 2015 dari https://www.merdeka.com/peristiwa/cerita-sutiyoso-dan-tragedi-berdarah- kudatuli.html diakses pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 10.22.

Merdeka.com. Pilih Ahok agar PDIP tak jadi partai gagal. 21 September 2016 dari https://www.merdeka.com/khas/pilih-ahok-agar-pdip-tak-jadi-partai-gagal-di- jakarta.html diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 15.30.

117 Merdeka.com. Pilih Ahok agar PDIP tak jadi partai gagal. 21 September 2016 dari https://www.merdeka.com/khas/pilih-ahok-agar-pdip-tak-jadi-partai-gagal-di- jakarta.html diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 17.00.

Metrotvnews.com. empat nama bakal calon gubernur DKI dari PDIP. 2 Maret 2016 dari http://news.metrotvnews.com/read/2016/03/02/492723/empat-nama- bakal-calon-gubernur-dki-dari-pdip diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 19.17.

PDI-Perjuangan.id. Partai : Piagam PDI-Perjuangan. 13 Januari 2016 dari http://www.pdiperjuangan.id/article/category/child/25/Partai/Piagam-PDI- Perjuangan diakses pada tanggal 29 Desember 2016 pada pukul 20.17.

Republika.co.id. PDIP gelar sekolah Para calon kepala daerah. 30 Agustus 2016 darihttp://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/08/30/ocpksg334- pdip-gelar-sekolah-para-calon-kepala-daerah diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 17.22.

Republika.co.id. PDIP lahir dari kekerasan sejarah. 5 April 2016 dari http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/politik/16/04/05/o55fzh282- pdip-lahir-dari-kekerasan-sejarah diakses pada tanggal 9 Januari 2017 pukul 01.20.

Rmol.co. PDIP dan Jasmerah Pilkada Jakarta. 20 Agustus 2016 http://www.rmol.co/read/2016/08/20/257669/PDIP-Dan-Jasmerah-Pilkada- Jakarta- diakses pada 31 Desember 2016 pukul 09.18.

Rmol.co. Pilkada Jakarta, barometer politik Indonesia di masa yang akan dating. 11 Juli 2017 dari http://www.rmol.co/read/2012/07/11/70459/Pilkada-Jakarta,- Barometer-Politik-Indonesia-di-Masa-yang-Akan-Datang-, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 13.18.

Seruu.com. Pilkada DKI PDIP usung Jokowi-Ahok. 19 Maret 2012 dari http://indonesiana.seruu.com/read/2012/03/19/89018/pilkada-dki-pdip-usung- pasangan-jokowi--ahok diakses pada tanggal 22 Februari 2017 pukul 19.32.

Sindonews.com. Perjalanan politik Ahok si kutu loncat. 11 September 2014 dari http://nasional.sindonews.com/read/900386/12/perjalanan-politik-ahok-si- kutu-loncat-1410403000/2, diakses pada tanggal 7 Oktober pukul 02.02.

118 Suara.com. Muncul gerakan kader PDIP siap dipecat.31 Juli 2016 http://www.suara.com/news/2016/07/31/180500/muncul-gerakan-kader-pdip- siap-dipecat-, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 16.12.

Suaramerdeka.com. Gus Dur-Amien, lima tahun lalu. 15 April 2004 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/15/nas2.htm diakses pada tanggal 8 Januari 2017 pukul 20.21.

Tempo.co. Demokrat kuasai kursi dewan DKI Jakarta. 3 Mei 2009 dari https://m.tempo.co/read/news/2009/05/03/146174151/demokrat-kuasai-kursi- dewan-dki-jakarta, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 14.46. Tempo.co. Mengapa Jokowi bisa memutarbalikkan hasil survey ?. 11 Juli 2012 dari https://m.tempo.co/read/news/2012/07/11/228416337/mengapa-jokowi-bisa- memutarbalikkan-hasil-survei diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.48.

Tempo.co. Pengamat : Risma-Djarot cocok untuk DKI Jakarta. 4 Agustus 2016 dari https://m.tempo.co/read/news/2016/08/04/078793110/pengamat-risma-djarot- cocok-untuk-dki-jakarta diakses pada tanggal 26 Februari pukul 22.00.

Tribunnews.com. 32 Nama akan bertarung dengan Djarot dan Boy perebutkan tiket PDIP. 25 April 2016 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/04/25/32-nama-akan- bertarung-dengan-djarot-dan-boy-perebutkan-tiket-pdip diakses pada tanggal 27 Februari 2017 pukul 00.05.

Tribunnews.com. Ini kisah sukses Jokowi di Solo. 10 Juni 2014 dari http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/10/ini-kisah-sukses-jokowi-di- solo diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.10.

Tribunnews.com. Masinton : Kader PDIP DKI mayoritas tolak Ahok. 30 Agustus 2016 dari http://www.tribunnews.com/nasional/2016/08/30/masinton-kader-pdip- dki-mayoritas-tolak-ahok, diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 15.23.

Tribunnews.com. Mengulas sejarah panjang PDI Perjuangan. 18 Maret 2014 dari http://manado.tribunnews.com/2014/03/18/mengulas-sejarah-panjang-pdi- perjuangan, diakses pada 30 Desember 2016 pukul 02.22.

Tribunnews.com. PDIP buka pendaftaran untuk bakal cagub dan cawagub DKI. 7 April 2016 dari http://wartakota.tribunnews.com/2016/04/07/pdip-buka- pendaftaran-untuk-bakal-cagub-dan-cawagub-dki diakses pada tanggal 26 Februari 2017 pukul 22.45.

119 Tribunnews.com. PDIP ogah dukung Ahok bila tak ikut penjaringan bakal calon gubernur DKI. 11 April 2016 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/04/11/pdip-ogah-dukung- ahok-bila-tak-ikut-penjaringan-bakal-calon-gubernur-dki diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.27.

Tribunnews.com. Peneliti Lipi beberkan kerugian PDIP jika dukung Ahok termasuk bahaya ditinggal di tengah jalan. 21 Agustus 2016 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/08/21/peneliti-lipi-beberkan- kerugian-pdip-jika-dukung-ahok-termasuk-bahaya-ditinggal-di-tengah-jalan diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 16.00.

Uinjkt.ac.id. Menimbang langkah politik PDIP. 2 Agustus 2016 Dari http://www.uinjkt.ac.id/id/menimbang-langkah-politik-pdip/, diakses pada tanggal 8 Oktober 2016 pukul 19.09.

Vivanews.co.id. 6 Pasang Calon Gubernur Wakil Gubernur DKI. 13 Mei 2012 dari http://fokus.news.viva.co.id/news/read/313440-6-pasang-calon-gubernur- wakil-gubernur-dki diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.30.

Vivanews.co.id. Parpol ini klaim dukung Ahok tanpa mahar. 20 Maret 2016 dari http://www.viva.co.id/prancis2016/read/749918-parpol-ini-klaim-dukung- ahok-tanpa-mahar diakses pada tanggal 28 Februari 2017 pukul 09.00.

Vivanews.com. Melesetnya survei di pilkada DKI Jakarta. 20 Juli 2012 dari http://sorot.news.viva.co.id/news/read/337417-mengapa-survei-meleset diakses pada tanggal 24 Februari 2017 pukul 22.20.

Wawasansejarah.com. Partai Masyumi. http://wawasansejarah.com/partai- masyumi/diakses pada tanggal 24 Desember 2016 pukul 16.50.

120 121