ISSN (e) : 2527–564X / ISSN (p) 2621-0746 Website Journal : http://www.ejournal-academia.org/index.php/renaissance PROSES POLITIK PEMILIHAN PIMPINAN DPR RI DALAM DINAMIKA POLITIK REVISI UU MD3 DI DPR RI TAHUN 2014-2018 Budi Suparman*); Efriza Sekolah Tinggi Ilmu Pemerintahan Abdi Negara (STIP-AN), Jakarta *)email: [email protected] Paper Accepted: 20 Maret 2020 ABSTRAK Paper Reviewed: 26-31 Maret 2020 Tulisan ini mencoba menjelaskan mengenai proses politik pemilihan Paper Edited: 01-15 April 2020 pimpinan DPR dalam dinamika politik pada Revisi UU MD3 tahun 2014- Paper Approved: 25 April 2020 2018. Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses politik dalam pemilihan Pimpinan DPR hasil penelitian periode 2014-2019 melalui revisi RUU MD3 diwarnai oleh kepentingan partai-partai politik utamanya polarisasi antar koalisi pendukung pasangan calon pada Pilpres. Dalam perumusan UU MD3, DPR kurang memikirkan menghasilkan rumusan pasal yang bersifat jangka panjang dan disepakati bersama untuk pengupayaan pemantapan kelembagaan ke arah yang lebih baik dan berkualitas. Kata Kunci: Proses Politik, Pemilihan, Pimpinan DPR, UU MD3 PENDAHULUAN Satu isu penting yang saat itu mewarnai adalah revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun Berubah-ubahnya perangkat hukum di 2009 tentang MD3. Jika pada periode 2004- bidang politik setiap kali menjelang perhelatan 2009 lalu, untuk menempati posisi pimpinan lima tahunan yakni pemilihan umum (Pemilu), DPR harus melalui mekanisme suara terbanyak seperti momentum perubahan Undang-Undang (voting), akibatnya terjadi politisasi dalam Susunan dan Kedudukan (UU Susduk) yang pemilihan pimpinan DPR, sebab untuk telah berganti nama menjadi Undang-Undang mencapai tujuannya itu maka masing-masing Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), partai politik harus berupaya melakukan koalisi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan untuk mendapatkan suara terbanyak. Sementara Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan itu, terjadi perubahan setelah revisi UU MD3 Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang bahwa disepakati semua partai politik, sistem disebut UU MD3, telah menjadi arena yang baru dipilih ini, membawa semangat partai pertarungan kepentingan aktor-aktor politik, politik pemenang pemilu secara otomatis duduk khususnya dalam institusi DPR. sebagai ketua DPR dan disusul partai-partai DPR senantiasa dan akan selalu menjadi lainnya mengisi jabatan wakil-wakil ketua DPR. bagian penting yang bukan saja penguatan Dalam perkembangan berikutnya, DPR perwakilan politik rakyat tetapi juga mencuri waktu untuk bersidang mengesahkan penyelenggaraan pemerintahan yang perubahan UU No. 27 Tahun 2009 tentang bertanggungjawab dan demokratis. DPR hasil MD3. Salah satu materi krusial dan pemilu legislatif (Pileg) 2014 yang merupakan mengundang banyak perdebatan yakni pemilu demokratis ke empat selama masa mekanisme pengisian jabatan pimpinan DPR. reformasi. Jika kita pelajari bahwa sejak awal Jika, pada periode tahun 2009 lalu, partai proses pembentukannya, DPR periode ini pemenang pemilu otomatis berhak atas kursi mengalami proses yang sarat dengan tarik-ulur ketua DPR. Namun, sekitar Juni 2014 lalu, kepentingan partai politik, utamanya mengenai mayoritas partai politik yang tergabung dalam proses politik pemilihan pimpinan DPR dalam Koalisi Pendukung Prabowo yakni Partai dinamika politik revisi UU MD3 di DPR, Gerindra, Partai Golkar, PKS, PAN, PPP, dan (Tommi A. Legowo, 2015: 30). Partai Demokrat (meski mengklaim netral); tak lagi menghendaki proses pengisian jabatan Jurnal Renaissance | Volume 5 No. 01 | Mei 2020, hlm: 624-636 pimpinan DPR dilakukan berdasarkan perolehan wakil yang dipilih oleh anggota. Setiap fraksi kursi dalam pemilu, melainkan hendak dapat mengajukan satu calon pimpinan DPR. dikembalikan pada mekanisme pemilihan oleh Paket pimpinan DPR yang berjumlah lima anggota-anggota DPR sebagaimana orang, harus diusulkan oleh minimal lima fraksi dipraktikkan pada periode 2004 dan periode- di DPR. periode sebelumnya. Dewan akhirnya menetapkan pimpinan Wacana revisi pasal tentang pimpinan DPR DPR periode 2014-2019 adalah Setya Novanto ini menjadi bola liar, ada tiga opsi yang (Fraksi Golkar), kemudian kursi wakil ketua mengemuka selama pembahasan revisi. DPR diduduki oleh Fadli Zon (Fraksi Gerindra), Pertama, menggunakan sistem pemilihan Agus Hermanto (Fraksi Demokrat), Taufik terbuka. Dengan model ini, setiap partai dapat Kurniawan (Fraksi PAN), dan Fahri Hamzah mengajukan calon pimpinan. Calon-calon (Fraksi PKS). Koalisi PDI Perjuangan cs tersebut kemudian dipilih oleh anggota-anggota memang pada akhirnya memilih walk out dewan. Cara kedua adalah semi tertutup: calon karena tak bisa mengusung paket sendiri. diajukan oleh setiap fraksi dalam format ketua Akibat polemik ini, KIH membuat sekaligus wakil. Sedangkan opsi terakhir adalah pimpinan DPR tandingan serta menyampaikan model tertutup, yakni partai pemenang pemilu ketidakpercayaan kepada pimpinan DPR terpilih mengajukan dua calon pemimpin untuk dipilih tersebut. DPR versi KIH yang ditetapkan pada anggota-anggota dewan, (Kartika Chandra, 31 Oktober itu adalah Effendi Simbolon (PDI 2014: 154). Perjuangan), Ida Fauziah (PKB), Syaifullah Ketika keluar hasil Pileg April 2014 lalu Tamliha (Partai Persatuan Pembangunan/PPP), yang dimenangkan oleh Partai Demokrasi Supriadin Aries Saputra (Nasdem), dan Dossy Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), usul Iskandar (Hanura). Tentu saja, perseteruan dari mekanisme pemilihan seperti diuraikan di atas dualisme dalam tubuh DPR menyebabkan DPR mendapatkan dukungan penuh dari Koalisi tidak dapat bekerja maksimal, malah berkutat Pendukung Prabowo, (Kartika Chandra, 2014: dalam perebutan kekuasaan dalam pemilihan 152). Dengan perubahan tersebut, sekalipun PDI pimpinan DPR. Perjuangan berstatus sebagai pemenang Pemilu Perseteruan dualisme ini akhirnya dapat 2014, jalan menempatkan kadernya sebagai diselesaikan, melalui islah di antara kedua belah ketua DPR sangat mungkin menemui jalan pihak. Perseteruan KMP dan KIH berakhir di buntu. awal November dengan disepakatinya alokasi Sidang paripurna DPR akhirnya kursi pimpinan alat kelengkapan dewan untuk mengesahkan revisi UU MD3 pada 8 Juli 2014, kedua kubu, yang mana terdapat tiga poin utama atau sehari sebelum Penyelengaraan Pilpres kesepakatan. Pertama, koalisi Jokowi 2014 lalu. Pengesahan revisi ini berlangsung menyepakati tata cara penyelesaian kisruh alot setelah tidak terjadi pemufakatan mengenai dengan pimpinan DPR. Kedua, terdapat revisi pasal pemilihan pimpinan DPR. sejumlah substansi penyelesaian seperti Keputusan ini awalnya akan diambil melalui penambahan kursi wakil ketua alat kelengkapan proses pemungutan suara, namun Fraksi PDI dewan (terdapat 16 kursi tambahan yang Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membuat jumlah kursi keseluruhan dan Hanura (atau Koalisi Pendukung Joko membengkak dari 63 kursi menjadi 79). Ketiga, Widodo) walk out dari proses pemungutan DPR bersepakat akan melakukan revisi UU suara. Aksi walk out ini disebabkan MD3 dan Tata Tertib DPR. ketidaksetujuan mereka atas perubahan tata cara Dalam perkembangannya, pemerintah dan pemilihan pimpinan DPR, untuk kembali seperti DPR sepakat melakukan revisi terbatas untuk yang telah ditentukan pada tahun 2004 lalu. menambah satu kursi pimpinan DPR dan MPR Koalisi Pendukung Prabowo atau dikenal bagi PDI Perjuangan yang ditargetkan rampung dengan Koalisi Merah Putih (KMP) pada pada Januari 2017 meski realitasnya terjadi akhirnya telah berhasil meloloskan ketentuan molor karena perebutan kekuasaan hingga pemilihan pimpinan DPR yang menguntungkan terwujud pada tahun 2018. Hal mana awal koalisi KMP, sehingga keetentuan ini otomatis Februari, DPR dan Pemerintah menyepakati menutup peluang PDI Perjuangan untuk rumusan revisi UU MD3 di Badan Legislasi. mengusung paket pimpinan dan kekalahan Jatah kursi pimpinan pun bertambah, yakni satu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung Joko kursi pemimpin DPR dan tiga kursi pemimpin Widodo-Jusuf Kalla. Aturan itu tertuang dalam MPR, (Tommi A. Legowo, 2015: 4). Dan, pada Pasal 84 UU MD3 yang mengatur komposisi akhirnya pada Selasa 12 Februari 2018, revisi pimpinan DPR. Pasal-pasal itu menyatakan UU MD3 akhirnya disahkan dalam rapat pimpinan DPR terdiri atas satu ketua dan empat paripurna. Meski dua fraksi, Partai NasDem dan 625 | Suparman, Budi, et.al. Proses Politik Pemilihan Pimpinan DPR RI dalam Dinamika Politik Revisi UU MD3 di DPR RI Tahun 2014-2018 PPP, walk out dari sidang paripurna namun Berbicara mengenai partai politik dan delapan fraksi lainnya yang setuju adalah PDI perwakilan, mengarahkan pembahasan Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Parlemen atau Lembaga Perwakilan Rakyat. Partai Hanura, Partai Gerindra, PKS, PAN, dan Berdasarkan pandangan Carl J. Friedrich, PKB, (https://news.detik.com/berita/3863546/2- parlemen adalah lembaga utama dari fraksi-walk-out-revisi-uu-md3-tetap-disahkan- pemerintahan perwakilan modern, yaitu sebagai dpr). majelis perwakilan rakyat (representatives assemblies) yang mempunyai fungsi utama Perumusan Masalah legislasi dan sebagai majelis tempat Berpijak dari penjelasan di atas dilakukannya pembahasan (deliberative menyembulkan pertanyaan penelitian yang assemblies) untuk memecahkan berbagai dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana masalah masyarakat dalam rangka melakukan dinamika politik antar Fraksi di DPR dalam pengawasan terhadap fiskal dan administrasi revisi UU MD3 terkait Pengaturan mengenai pemerintahan melalui speech and debate serta Pemilihan Pimpinan DPR? Dan, Bagaimana questions and interpellation, (A. Rosyid Al Proses Politik
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages13 Page
-
File Size-