PENGGUNAAN TEKNIK SOUS VIDE DALAM MEMASAK MENGGUNAKAN DAGING SAPI LOKAL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat Dalam menempuh ujian akhir Program Diploma III

Oleh :

REZA PUTRA Nomor Induk : 201319580

JURUSAN HOSPITALITI PROGRAM STUDI MANAJEMEN TATA BOGA

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG 2016 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Industri jasa boga merupakan industri dengan pertumbuhan pesat di

Indonesia. Restoran merupakan salah satu contoh usaha yang bergerak di

dalam industri jasa boga. Belakangan ini banyak bermunculan restoran di kota

besar yang menyajikan berbagai macam makanan dan pelayanan yang unik.

Nancy Scanlon menerangkan di dalam bukunya yang berjudul Restaurant

Management (2000;24) adalah “Restaurant business directly produce and

provide customer goods and service that satisfy the need for good, beverage,

entertainment. The procedure is directly accessible to the customer creating a

proximity that allows restaurant management to identify customer needs.”

Dapat dipahami bahwa restoran merupakan tempat usaha yang menghasilkan,

menyajikan jasa dan tentunya produk yang berupa makanan, minuman dan

hiburan untuk memenuhi kebutuhan tamu yang datang. Serta mempermudah

manajemen untuk mengenali kebutuhan konsumen. Menurut kutipan di atas

makanan merupakan salah satu kebutuhan konsumen, sehingga restoran yang

baik pasti juga memiliki menu dan makanan yang berkualitas.

Makanan adalah suatu produk yang digunakan dalam kegiatan makan.

Definisi makanan menurut (Depkes RI, 2004) adalah kebutuhan pokok

manusia selain kebutuhan sandang dan papan. Selain mengandung nilai gizi,

makanan juga dapat sebagai sarana berkembang biak mikroba dan bakteri

karena mengandung air dan zat protein yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa makanan terbuat dari bahan baku makanan, bahan tambahan makanan dan bahan lain yang kemudian dipersiapkan dan diolah untuk menghasilkan suatu produk yang layak dikonsumsi oleh manusia. Makanan yang baik tentunya memiliki kandungan gizi yang berdampak baik kepada kesehatan dan perkembangan tubuh manusia.

Menurut buku Ilmu bahan Makanan Dasar ( 2015 ; 7) salah satu fungsi dari protein adalah sebagai zat pembangun tubuh, sebagai bahan pembentuk jaringan-jaringan baru. Mengganti jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak.

Sumber protein ada 2; bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, berasal dari telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang.

Protein nabati berasal dari kacang-kacangan, kacang kedelai merupakan salah satunya dan hasilnya adalah seperti tempe dan tahu ( Prinsip Dasar Ilmu Gizi,

2004 ).

Indonesia memiliki banyak sekali masakan daerah yang menggunakan daging sapi sebagai bahan utama. , selat solo, sop hingga menggunakan daging sapi sebagai bahan utama masakan tersebut.

Daging yang seharusnya empuk terkadang juga dapat menjadi kurang empuk atau bahkan alot karena proses pengolahan yang kurang tepat. Untuk menghasilkan hasil akhir yang empuk dan lezat dibutuhkan metode memasak yang tepat. Makanan membutuhkan metode memasak yang tepat menghasilkan rasa masakan yang lezat dan menggugah selera konsumen.

Menurut Hidayat (1990;60) “metode” diambil dari Bahasa Yunani, yaitu methodos. Methodos memiliki arti cara atau jalan. Cara atau jalan yang dimaksud disini adalah sebuah upaya atau usaha dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Menurut Ceserani – Lundberg dan para ahli kuliner, memasak adalah proses pemberian panas (application of heat) pada bahan makanan sehingga bahan yang dimasak tersebut akan dimakan (eatable), lezat di lidah

(palatable), aman dimakan (safer to eat ), mudah dicerna (digestible) dan berubah penampilannya (change it’s appearance). Sedangkan menurut orang awam : Memasak adalah membuat suatu bahan menjadi matang dengan tujuan agar dapat dimakan sesuai dengan naluri manusia.

Penulis memahami bahwa memasak memiliki arti yaitu proses persiapan yang dilakukan untuk menimbang kuantitas, mencampur bahan – bahan yang telah dipersiapkan dan diolah menggunakan teknik atau cara tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Dengan demikian, metode memasak dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam menyiapkan bahan, peralatan masak dan pemilihan teknik masak yang tepat untuk mengolah dan menghasilkan suatu produk yang layak dikonsumsi yaitu makanan.

Terdapat dua jenis metode memasak yang sudah dikenal selama ini,

Metode memasak dengan menggunakan cairan dan tanpa cairan. Pernyataan penulis tertera di dalam buku “Professional Cooking 7th Edition” (2011;70) yang ditulis oleh Wayne Gisslen adalah: There are two cooking methods; dry heat and moist heat:  The Cooking process which use hot air, metal, radiation or fat to conduct the heat into the food product is called by dry-heat methods. Dry-heat methods usually divided into two; without fat or with fat.  The Cooking process which use liquid such as stock, sauces or by steam to conducted the heat into the food product is called by moist-heat methods.

Pernyataan tersebut dapat diartikan sebagai metode memasak terbagi menjadi dua; memasak dengan menggunakan cairan dan tanpa cairan:  Metode Memasak dengan Cairan yaitu makanan yang dimasak menggunakan panas dengan perantara air atau berbahan dasar air seperti kaldu, saus dan atau uap.  Metode Memasan tanpa Cairan yaitu penyaluran panas ke makanan tidak menggunakan perantara cairan, tetapi menggunakan udara panas, besi panas, radiasi, atau lemak yang panas. Metode memasak tanpa menggunakan cairan terbagi lagi menjadi dua jenis yaitu; tanpa menggunakan lemak dan menggunakan lemak.

Metode memasak yang tepat untuk potongan daging yang kurang empuk seperti , chuck dan shank adalah dengan cara menggunakan waktu masak yang lama. Selain waktu yang lama, memasak menggunakan cairan akan membantu dalam menghancurkan jaringan ikat yang terdapat dalam daging tersebut. Pernyataan penulis didukung oleh kutipan dari buku yang ditulis oleh Wayne Gisslen berjudul Professional Cooking 7th Edition”

(2011;277) yaitu “moist-heat cooking methods at low temperatures are most effective for turning a meat high in connective tissue into a tender, juicy finished product.” Pemahaman dari teori tersebut adalah metode memasak yang menggunakan cairan di temperatur rendah adalah cara paling efektif untuk mengubah daging yang memiliki jaringan ikat yang tinggi atau yang kurang empuk menjadi empuk dan hasil akhir yang lezat atau juicy. Teknologi Modern yang sedang berkembang belakangan ini di dunia kuliner atau di kalangan chef adalah sebuah alat dan teknik memasak dengan suhu yang rendah dan konstan. Dengan menggunakan alat dan teknik ini, suatu bahan yang dimasak tidak akan bersentuhan langsung dengan air atau panas. Alat masak ini dapat mempertahankan nutrisi dan juga ketepatan dalam tingkat kematangan. Teknik tersebut bernama sous vide, dengan alat yang digunakan bernama immersion circulator.

Pengertian dan penjelesan Sous Vide (re: soo veed) yang terdapat di dalam buku Modernist Cuisine Volume 2 Techniques and Equipment

(2011;195) adalah “The essence of the technique is to seal ingredients inside a flexible plastic bag before cooking them in a water bath, a combination oven, or some other system that permits precise regulation of heat. Sous vide, a French phrase, is often translated as "under vacuum," and indeed often (but not always) removing the air from the bag before cooking produces better results.” Pengertian lain teknik ini adalah mengunci atau menyimpan bahan makanan yang ditutup rapat di dalam kantung plastik sebelum dimasukkan ke dalam water bath, combi oven atau alat yang memiliki suhu pemasakan yang tepat. Sous Vide dalam Bahasa Perancis memiliki arti under vacuum atau divakum dan seringnya (tidak selalu) mengeluarkan udara dari dalam kantung plastik sebelum dimasak untuk menghasilkan hasil yang lebih baik.

Berdasarkan hasil survey yang penulis lakukan dan pengalaman pribadi, penulis mencoba mengamati karakteristik daging sapi lokal dari segi variasi tingkat kematangan, tekstur dan rasa. Daging sapi lokal yang dibeli di pasar tradisional kurang begitu baik jika dimasak untuk steak, karena setelah dimasak tekstur dari daging tersebut masih kurang begitu empuk jika tidak diberikan pengempuk daging atau meat tenderizer sebelumnya. Hal-hal tersebut berdampak kepada kualitas suatu hidangan jika menggunakan daging sapi lokal. Sehingga industri jasa boga saat ini khususnya di restoran dan hotel banyak yang menggunakan daging impor ketimbang daging sapi lokal yang dibeli dari pasar tradisional untuk meningkatkan segi kualitas dan rasa.

Padahal jika dibandingkan dari segi harga, daging sapi lokal jauh lebih murah.

Setelah melakukan survey kepada masyarakat umum, kemudian mengetahui dan mencoba kulitas daging sapi lokal yang kurang empuk setelah dimasak, penulis tertarik untuk menjadikan masalah ini sebagai bahan yang akan diteliti dalam eksperimen untuk penelitian tugas akhir.

Dalam melakukan penelitian eksperimen ini, penulis menggunakan teknik sous vide untuk memasak daging sapi lokal. Penulis membatasi daging sapi lokal yang digunakan adalah bagian has dalam (tenderloin) yang akan diolah menjadi steak. Dengan menggunakan teknik sous vide penulis ingin mengetahui perbedaan hasil memasak daging sapi lokal. Oleh karena itu, setelah melihat dari pertimbangan di atas, penulis akan mencoba melakukan eksperimen menggunakan teknik sous vide untuk mengetahui perbedaan hasil memasak daging sapi lokal dari segi tingkat kematangan, dan tekstur, dengan memberi judul penelitian: “PENGGUNAAN TEKNIK SOUS VIDE

DALAM MEMASAK STEAK MENGGUNAKAN DAGING SAPI

LOKAL”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang penulis tulis di atas, penulis menetapkan

beberapa pertanyaan untuk dijawab dalam penelitian eksperimen ini.

Pertanyaan yang penulis sampaikan berdasarkan teori yang terdapat di dalam

buku karangan Wayne Gisslen “Professional Cooking 7th Edition (2011;299)”

It is the thickness of a cut, not its weight, that determines cooking time—the

time needed for the heat to penetrate to the center.” :

1. Apakah ketebalan dan waktu memasak mempengaruhi tingkat kematangan

daging?

2. Apakah ketebalan dan waktu memasak mempengaruhi keempukan

daging?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Formal

Sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Diploma III,

Program Studi Manajemen Tata Boga melakukan eksperimen adalah salah

satu syarat kelulusan dan juga menjadi tujuan formal penulis.

2. Tujuan Operasional Adapun tujuan operasional penulis melakukan eksperimen ini adalah

sebagai berikut:

a. Memberi referensi metode memasak kepada pembaca.

b. Melatih dan menguji kemampuan penulis dalam mengolah bahan

makanan menggunakan teknik dan alat sous vide sebagai sarana

meningkatkan kompetensi.

c. Untuk mengetahui perbedaan hasil akhir daging has dalam lokal

menggunakan teknik sous vide.

d. Untuk meneliti apakah ketebalan dan waktu memasak mempengaruhi

tingkat kematangan dan tekstur dari produk makanan tersebut.

e. Untuk mengetahui cara penggunaan teknik sous vide yang tepat.

D. Metode Penelitian & Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Metode eksperimen adalah salah satu bentuk metode penelitian yang

penulis gunakan dalam menyusun tugas akhir ini, karena tugas akhir yang

penulis kerjakan bersifat eksperimental. Pengertian eksperimen menurut

teori Drs. Samsudin Sulaiman (2007:1) “Eksperimental adalah metode

yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan

bagi informasi yang dapat diperoleh melalui eksperimen sungguhan dalam

keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi

semua variable yang relevan” Dapat disimpulkan bahwa semua hasil data yang didapat dari hasil eksperimen merupakan data nyata dan tidak dapat

dikendalikan validitasnya.

Penelitian eksperimen menggunakan suatu percobaan yang dirancang

secara khusus guna membangkitkan data yang diperlukan untuk menjawab

pertanyaan penelitian (Margono, 2005: 110). Dalam penelitian ini penulis

akan melakukan penelitian perbandingan hasil memasak daging lokal

bagian tenderloin dengan teknik sous vide. Untuk mengetahui perbedaan

tingkat kematangan dengan waktu memasak dan rasa.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Menurut Nazir (2005: 93) menyatakan bahwa studi kepustakaan atau

studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan

mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke

mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang,

sampai ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah

dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh. Penulis melakukann

studi pustaka dengan cara membaca buku di perpustakaan, koleksi

pribadi baik berbentuk fisik dan digital/e-book, dan literature untuk

memperoleh panduan, pengetahuan terkait dengan eksperimen

menggunakan alat dan teknik sous vide. Buku yang digunakan penulis

berjudul Under Pressure, Cooking Sous Vide, Thomas Keller, 2008; Professional Cooking 7th Edition, Wayne Gisslen, 2011; Modernist

Cuisine Vol. 1-6, 2011.

b. Sampel

Penulis akan melakukan eksperimen dan membuat sampel yang akan

diberikan kepada masyarakat awam yang berjumlah 30 orang. Hal ini

dilakukan sebagai salah satu jenis penilaian untuk hasil eksperimen yang

dilakukan penulis.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk melakukan eksperimen akan

dilaksanakan di:

a. Rumah penulis di Jl. Impor 2 Blok C no. 10, RT/RW 010, Komplek

BBD, Kelapa Gading, Jakarta Utara, DKI Jakarta

b. Kos/Pondokan Rumah Imoet di Jl. Dr. Setiabudhi no. 194, Bandung

Utara, Jawa Barat.

2. Waktu Penelitian

Penulis akan melakukan eksperimen dalam kurun waktu 4 bulan,

dari bulan Maret – Juni 2016.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN PROSEDUR PERCOBAAN

A. Pengenalan Produk

I. Daging Sapi Lokal

Salah satu sumber protein hewani adalah daging sapi. Daging sapi

merupakan salah satu komoditas yang sangat digemari oleh masyarakat

lokal. Berbagai masakan dibuat menggunakan bahan dasar daging sapi. Di

Indonesia daging sapi sendiri berasal dari peternakan lokal dan impor.

Peternakan daging sapi lokal yang berkualitas baik terdapat di daerah

Lombok, Bali, dan Madura.

Awal mula sejarah daging sapi di Indonesia berawal pada zaman

penjajahan tahun 1917 saat pemerintahan Hindia-Belanda mengimpor sapi

Ongole dari India. Hal ini dilakukan agar dapat menghasilkan sapi yang

berkualitas di Indonesia. Pemerintahan pada zaman itu mengharapkan

dapat menghasilkan banyak sapi yang berkualitas di setiap daerah.

Pada tahun 1950-an, Presiden Soekarno membuat suatu program

yang diberi nama Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI). Program atau

kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kualitas sapi yang ada di

Indonesia. Untuk mendukung program ini, pemerintah mendatangkan

seorang ahli ternak dari Denmark yang bernama Prof. B. Seit. Dia

menerangkan tentang metode inseminasi buatan kepada dokter hewan yang

berada di Indonesia. Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan (FH LPH), Bogor, tempat Selt bekerja diberikan tugas untuk membangun stasiun inseminasi buatan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Para dokter hewan yang telah dilatih oleh dokter Seit, kemudian disebar ke beberapa daerah yang ada di Indonesia; Ungaran, Kedu di Jawa

Tengah, Pakong, Grati di Jawa Timur, Cikole di Jawa Barat dan daerah

Baturati di Bali. Sayangnya program baik ini tidak dapat bertahan lama, hanya dua tahun program ini dapat terlaksana.

Pemerintah orde baru menganggap bahwa program inseminasi buatan ini merupakan salah satu program yang sangat baik, karena dapat mendongkrak ekspor sapi Indonesia. Pada tahun 1970, pemerintah merencanakan untuk mengganti semen (sperma) sapi cair dengan semen sapi beku yang akan lebih awet saat dibawa ke berbagai daerah untuk melakukan inseminasi. Pada tahun 1973, pemerintah Selandia Baru memberikan bantuan sumbangan semen beku kepada pemerintah Indonesia secara cuma-cuma.

Hasil kegiatan inseminasi buatan yang telah dilakukan dari tahun

1960-an telah memberikan efek yang sangat baik kepada pemerintah

Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat ekspor daging sapi

Indonesia pada tahun 1968 mencapai 34.541 ekor. Jumlah ini terus meningkat hingga tahun 1970 menjadi 72.490 ekor.

Pada zaman pemerintahan Presiden Soeharto, upaya mendatangkan sapi berkualitas kembali dilakukan kali ini didatangkan dari Australia. Jenis sapi yang disilangkan pada saat tu adalah sapi Brahman Australia dengan

jenis Angus. Hasil persilangan antara kedua sapi tersebut diberi nama

“Brangus. Kemudian sapi Santra Gertrudis disilang dengan sapi asal

Madura yang menghasilkan sapi berjenis “Matralis”. Hal ini dijelaskan

Presiden Soeharto dalam biografinya; Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya.

Namun, peningkatan produksi sapi tidak dapat berlanjut, pada tahun

1978 produksi sapi di Indonesia untuk kebutuhan ekspor sudah tidak

mencukupi. Alhasil, jumlah yang ada hanya mampu untuk memenuhi

kebutuhan daging sapi potong dalam negeri.

Daging sapi yang menjadi favorit masyarakat di Indonesia adalah

bagian has dalam dan luar. Biasa dikenal dengan nama tenderloin dan

sirloin. Bagian ini merupakan bagian yang cukup empuk dan lezat, selain

itu kegemaran masyarakat Indonesia mengonsumsi steak yang menjadi

alasan daging bagian tersebut dipilih karena harganya yang cukup

terjangkau dibandingkan dengan daging impor yang berasal dari Australia,

New Zealand, Amerika dan Jepang.

II. STEAK

Steak adalah makanan yang sangat digandrungi oleh masyarakat di

Indonesia. Steak adalah makanan yang berbahan dasar daging yang

dibumbui dan diberi saus pendamping. Daging yang umum digunakan

adalah daging sapi.

Awal mula kata steak sendiri berasal dari kata skandinavia atau

Old Norse yaitu steik yang memiliki arti “roast”. Pengertian steik/steak menurut wikipedia adalah "a thick slice of meat cut for roasting or grilling or frying, sometimes used in a pie or pudding; especially a piece cut from the hind-quarters of the animal”. Dapat dipahami bahwa steak adalah irisan daging yang tebal untuk dipanggang, dibakar atau digoreng, tidak jarang digunakan untuk pai dan pudding; daging yang khusus digunakan untuk diolah menjadi steak berasal dari bagian hindquarters; yaitu bagian yang berasal dari setengah bagian belakang sisi kanan atau kiri hewan yang berkaki empat.

Bagian daging sapi yang paling sering diolah menjadi steak adalah bagian rib-eye, tenderloin, sirloin, rump, karena empat jenis daging ini merupakan daging yang empuk dan dapat diolah dalam waktu yang singkat. Steak dapat disajikan dalam berbagai tingkat kematangan; tartare, rare, medium-rare, medium, medium-well, well-done. Memasak steak dapat dilakukan dengan berbagai teknik; grill, broil, pan-fry. Cara yang paling sering dilakukan adalah menggunakan teknik grill. Teknik ini meninggalkan garis hasil bakar di atas besi panas, yang membuat penampilan dari steak tersebut menjadi lebih menarik.

Di Indonesia, mayoritas masyarakat lebih menyukai steak mereka dihidangkan dengan tingkat kematangan “matang” atau well-done.

Menurut pengalaman saya saat memesan steak di salah satu hotel berbintang di Jakarta dengan tingkat kematangan well-done, dari segi tekstur daging sudah tidak begitu empuk karena banyak sari / jus dari daging tersebut hilang saat proses pemasakan. III. SOUS VIDE

Menurut penjelasan yang sudah penulis jelaskan di latar belakang,

kata sous vide berasal dari Bahasa Perancis yang berarti “under vacuum” /

di bawah vakum. Sejarah awal sous vide menurut Thomas Keller di dalam

bukunya yang berjudul Under Pressure, Cooking Sous Vide (2008 ; 12-

16) bahwa sous vide mulai dikenal pada awal tahun 1970-an, Bruno

Gassault adalah seorang ilmuwan dibidang biokimia dan mikrobiologi

yang menyadari bahwa memasak daging yang kurang empuk dengan suhu

rendah dapat membuatnya empuk.

Pada tahun 1972, Gassault, dipekerjakan oleh perusahaan yang

bernama Sepial, dan diminta oleh Jacques Borel, seseorang yang

menjalankan bisnis makanan Eropa cepat saji, meminta Gassault untuk

mencari tahu bagaimana cara memasak potongan daging yang murah agar

tidak kering saat dimasak dengan waktu yang lama. Kemudian, Gassault

menemukan cara bahwa memasak daging dengan dibungkus plastik

vakum, lalu diletakkan di dalam air yang bersuhu rendah (dalam kasus ini

di suhu 60°C [140°F]), dapat menghasilkan daging yang empuk dan juicy.

Pada tahun yang sama saat Gassault melakukan percobaan tersebut,

Jean-Troisgrois, seorang chef dengan tiga bintang michellin mencoba

untuk meningkatkan kualitas dan pendapatan dengan cara memasak foie

gras. Dia mencoba memasak foie gras dengan teknik klasik yang

menghasilkan banyak lemak yang terkandung di dalam foie gras meleleh keluar. Kemudian dia mencari seorang charcutier setempat yang bernama,

George Pralus untuk meminta bantuannya.

Hal ini juga digunakan oleh chef Thomas Keller pada tahun 1986 untuk menyimpan dan memasak foie gras menggunakan teknik sous vide.

Dengan menggunakan teknik tersebut, udara atau oksigen yang terdapat di dalam plastik tersebut dapat tersedot keluar, sehingga dapat menambah daya tahan penyimpanan foie gras karena tidak terjadi proses oksidasi.

Untuk dapat menggunakan dan mengaplikasikan teknik sous vide dibutuhkan suatu alat yang bernama immersion circulator. Alat tersebut berfungsi untuk mengatur suhu air secara konstan. Teknik sous vide dapat juga dilakukan tanpa bantuan alat tersebut, namun dapat menggunakan oven dengan suhu rendah, api yang harus terus diawasi suhu airnya, dan juga menggunakan air panas yang mengalir dengan konstan. Dengan bantuan alat immersion circulator, memasak dengan teknik sous vide dapat menjadi lebih praktis karena dapat menjaga temperatur air secara konstan.

Menurut buku Under Pressure, Cooking Sous Vide (2008;26) ternyata memasak menggunakan teknik sous vide dapat diaplikasikan ke berbagai macam penggunaan; untuk potongan daging yang empuk, kurang empuk, ikan dan sari laut, sayur, dan buah, bahkan untuk permasalahan umum di dapur seperti penyimpanan dan kerusakan bahan.

Menurut buku ini juga, ada 3 prinsip dasar dalam mengaplikasikan teknik sous vide, yaitu: a. Pressure (Tekanan)

Tekanan yang dimaksud disini adalah tekanan yang ditarik oleh mesin

vakum, seberapa besar tarikan udara yang dihasilkan oleh alat tersebut

untuk menentukan kerapatan bahan dengan plastik di dalam.

b. Temperature (Suhu)

Temperatur yang digunakan dalam teknik sous vide selalu dibawah

temperatur simmer atau mendidih dengan api kecil, yaitu 87°- 93°C.

c. Time (Waktu / Durasi)

Waktu yang ditentukan dapat mempengaruhi tingkat kematangan

suatu produk atau bahan dimasak dengan teknik sous vide. Dengan

mengetahui waktu yang dibutuhkan, maka dapat menghemat

penggunaan listrik untuk alat yang digunakan. Makanan yang terlalu

lama terendam di dalam air atau water bath tidak akan merubah

warna, tetapi akan merubah tekstur.

B. Pengenalan Cita Rasa

I. Tingkat Kematangan

Kematangan suatu produk merupakan hal yang penting pada saat memasak

dan menyajikan steak kepada tamu. Tamu dapat memilih tingkat

kematangan sesuai selera mereka. Tingkat kematangan yang umum

ditawarkan kepada tamu adalah medium-rare, medium, medium-well, well-

done. Tingkat kematangan yang ingin dicapai pada eksperimen ini adalah tingkat kematangan medium pada suhu 60°C. Menurut Wayne Gisslen di

dalam bukunya (2011 : 69) “…to cook the steak to an interior temperature

of 140°F (60°C), for medium doneness”.

II. Keempukan

Setiap bahan makanan memiliki karakteristik tekstur yang berbeda.

Berbeda jenis daging, berbeda juga keempukan dan teksturnya, begitu

pula juga tingkat kematangan. Tingkat kematangan yang berbeda memiliki

perbedaan tekstur yang berbeda pula. Semakin mentah daging yang

dimasak semakin empuk pula tekstur yang dirasakan. Pendapat penulis

didukung oleh pernyataan oleh chef Afit, pemilik restoran steak Holycow,

yang berbunyi “Steak yang dimasak secara medium juga memilik tekstur

yang lebih empuk dan terasa nikmat karena masih juicy. Sementara steak

well done lebih kering karena jusnya sudah keluar dan otot-ototnya sudah

tertarik. Warna merah pada cairan tersebut karena mengandung

mioglobin“.

C. Pengenalan Bahan, Alat, dan Prosedur

I. Bahan

a) Daging Has Dalam / Tenderloin

Daging ini merupakan daging yang bertekstur paling lembut,

membutuhkan waktu memasak yang sebentar. Tingkat keempukan

pertama. Has dalam terbagi dalam berbagai bagian; , Fillet Steak, Tournedos, Small/Mini Fillet, Goulash. Masing-masing

dari bagian tersebut memiliki kegunaan yang berbeda.

Gambar 1 b) /Minyak Zaitun

Olive Oil berfungsi sebagai lemak untuk menggoreng dalam proses

searing yang akan meningkatkan rasa dan aroma daging. Memiliki

kandungan dan nutrisi yang baik untuk tubuh seperti ; Vitamin A, B1,

B2, C, D, E, K, Zat besi, dll. Zat-zat tersebut merupakan beberapa zat

yang dibutuhkan oleh tubuh manusia, dan dimiliki oleh Olive Oil.

Gambar 2 c) Garam / Salt

Garam berfungsi sebagai bahan untuk meningkatkan rasa daging dan

memberi rasa asin. Ada beberapa jenis garam yang terdapat di pasaran

; sea salt, rock salt, fleur de sel, Himalayan pink salt, kosher salt, table

salt, refine salt, etc. Penulis menggunakan garam berjenis fleur de sel. Fleur de Sel adalah garam yang didapatkan berasal dari permukaan

atas saat dipanen. Kelebihan dari garam jenis ini adalah memiliki

kandungan mineral yang lebih banyak dibanding garam biasa.

Gambar 3

d) MERICA HITAM /

Lada hitam dipilih karena memiliki rasa yang lebih kuat dibanding

lada putih. Ada beberapa jenis merica di dunia yang biasa dikenal

sebagai white pepper, black pepper, green peppercorns.

Gambar 4

II. ALAT

a) Immersion Circulator Immersion circulator adalah alat yang digunakan dalam memasak

dengan teknik sous vide. Alat ini dapat mengatur suhu air dengan

konstan untuk hasil memasak yang lebih baik.

Gambar 5 b) Food Vacuum Machine

Alat ini digunakan untuk menyedot udara yang terdapat di dalam

pastik dan juga untuk merekatkan plastik tersebut, agar saat proses

memasak air tidak dapat masuk ke dalam plastik.

Gambar 6

c) Sous Vide Bag Plastik berfungsi sebagai suatu media untuk memasak daging di dalam

immersion circulator agar tidak langsung bersentuhan dengan air.

Plastik yang digunakan juga tidak sembarangan, harus plastic yang

khusus untuk makanan dan juga harus tahan panas karena akan

dimasukkan ke dalam air yang panas.

Gambar 7

d) Non-Stick Pan

Digunakan untuk memasak / searing daging setelah dimasak dengan

teknik sous vide.

Gambar 8

e) Talenan / Cutting Board Digunakan untuk menjadi alas saat memotong bahan – bahan yang

digunakan untuk eksperimen.

Gambar 9

f) Pisau / Chef’s Knife

Digunakan untuk memotong bahan – bahan untuk eksperimen sebelum

dan sesudah memasak.

Gambar 10

g) Penggaris / Ruler

Penggaris digunakan untuk mengukur ketebalan daging yang akan

dimasak menggunakan teknik sous vide.

Gambar 11

h) Penghitung Waktu / Timer

Untuk menghitung ketepatan waktu memasak.

Gambar 12

i) Termometer Makanan / Food Thermometer

Digunakan untuk memeriksa suhu / temperature internal daging yang

telah dimasak dengan teknik sous vide.

Gambar 13

j) Kontainer Makanan / Food Container

Sebagai tempat untuk menyimpan bahan – bahan pendukung selain

daging.

Gambar 14

k) Sarung Tangan / Hand Glove

Hand gloves digunakan untuk menjaga higienitas saat melakukan

proses mise en place dan penyajian.

Gambar 15

l) Pencapit / Tong

Tong digunakan untuk mengangkat daging dari water bath dan juga

saat dimasak / searing.

Gambar 16

m) Tisu Dapur / Kitchen Paper Towel

Tisu berguna sebagai penyerap kelebihan cairan atau lemak sebelum

dan sesudah proses memasak.

Gambar 17

n) Piring / Plate

Piring digunakan untuk meletakkan daging yang sudah dimasak,

kemudian disajikan kepada para panelis dan masyarakat.

Gambar 18

III. Prosedur Penelitian Eksperimen

Untuk mengetahui perbedaan hasil memasak daging sapi bagian has dalam

/ tenderloin yang dimasak menjadi steak menggunakan teknik sous vide,

penulis akan melakukan eksperimen berdasarkan perbedaan ketebalan

daging dan waktu. Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui hasil akhir

daging yang dimasak menggunakan teknik sous vide, yaitu suhu internal

atau kematangan yang diinginkan dan juga waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai hasil tersebut. Selain itu juga untuk mengetahui perbedaan hasil

akhir dengan steak pembanding.

Steak pembanding yang penulis gunakan disini berasal dari salah satu

restoran steak ternama di Indonesia. Restoran tersebut menjual steak

menggunakan bahan dasar daging sapi lokal. Penulis meminta restoran

tersebut untuk memasak steak yang dipesan hanya menggunakan garam,

merica hitam, dan minyak, karena penulis tidak diizinkan untuk

mengetahui resep yang dimiliki restoran tersebut. Sehingga penulis dapat

membuat perbandingan hasil akhir steak tersebut dengan menggunakan

resep standar yang sama. Berikut resep yang penulis sarankan kepada pihak

restoran agar didapatkan resep standar yang sama:

T STANDARD RECIPE TENDERLOIN STEAK Page : 1of 1 A Amount/Portion : 200 g

Portion Size : 10 Portions : B ServingTemperature Hot

Type of Dish : Main Course E Origin : US Methods & L No Procedures Unit Qty Ingredients Explanation 1 Prepare gr 1000 Daging Sapi Has Dalam gr 30 Garam gr 2 15 Merica ml 150 Oil 2 The Result . 3 Potong gr 1000 Daging Sapi masing-masing 1 seberat 200 gram 4 Bumbui gr 1000 Daging Sapi dengan garam & merica 5 Panaskan griller / pan S6 Panggang gr 200 Daging Sapi 3 menit di tiap sisi 7 Diamkan Daging Sapi yang sudah dimasak, um selama 2 menit, sebe- lum disajikan ber 8 Sajikan

: Resep Penulis

a. Prosedur pembuatan steak pembanding:

1. Potong daging steak menjadi lima bagian, masing-masing seberat

200 gram. 2. Lumuri daging dengan campuran minyak, merica hitam dan garam

terakhir.

3. Panaskan griller/pan, panggang daging selama 3 menit tiap sisinya.

4. Angkat dan diamkan daging yang telah matang selama 3 menit

sebelum disajikan, agar sari / jus dari daging tersebut dapat

sepenuhnya tersebar ke semua bagian daging.

5. Sajikan

TABEL 2.2

STANDARD RECIPE TENDERLOIN STEAK : 2 cm Page : 1of 1 Amount/Portion thick : 10 Portion Size Portions Serving Temp. : Hot : Main Type of Dish Course Origin : US No Methods & Procedures Unit Qty Ingredients Explanation 1 Prepare gr 1000 Daging Sapi Has Dalam gr 30 Garam gr 15 Merica Hitam ml 150 Oil 2 The Result masing-masing 3 Potong gr 1000 Daging Sapi dengan ketebalan 2 cm ke dalam plastik 4 cm 2 Daging Sapi vacuum, kemudian Masukkan vacuum sampai tidak ada udara. Siapkan 3 potong daging dengan immersion 5 Panaskan air circulator di suhu 60°C ke dalam air, siapkan timer 6 Masukkan Daging Sapi di waktu 30, 45, 60 menit yang sudah 7 Keluarkan dimasak, selama 30 menit, Daging Sapi kemudian 45 menit dan 60 menit dengan termometer 8 Periksa untuk mengetahui suhu Daging Sapi internal

daging tersebut 9 Panaskan Teflon 10 Tuang Minyak yang telah dimasak dengan teknik sous vide, untuk 11 Searing Daging Sapi memberi warna di luarnya

sampai berwarna coklat Sumber : Resep Penulis b. Prosedur eksperimen steak 2 cm dengan teknik sous vide:

1. Siapkan daging has dalam yang akan dimasak, pastikan daging

bersuhu dingin. Potong daging dengan ketebalan 2 cm sebanyak tiga

buah. Keringkan daging dan bumbui daging dengan merica hitam.

2. Siapkan sous vide bag. Kemudian letakkan dan atur alat immersion

circulator di dalam panci besar yang berisi air dan atur suhu yang

diinginkan, yaitu 60°C.

3. Masukkan tiga daging yang sudah kering ke dalam plastik yang

berbeda. Letakkan plastik di food vacuum sealer, tekan tombol

vacuum. Secara otomatis alat akan menyedot udara dan akan

merekatkan plastik tersebut agar tidak terbuka saat dimasukkan ke

dalam air. 4. Beri tulisan mengenai durasi dan suhu memasak di setiap plastik yang

sudah di vakum. Waktu memasak daging yang ditentukan untuk

eksperimen ini adalah; 30, 45, dan 60 menit.

5. Atur durasi timer selama 60 menit. Masukkan daging ke dalam water

bath / air yang sudah dipanaskan dengan alat immersion circulator.

6. Rendam daging sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

7. Angkat daging yang sudah mencapai durasi pemasakan yang telah

ditentukan. Setiap daging yang telah selesai di masak, kemudian

diperiksa menggunakan thermometer makanan untuk mengecek suhu

internal daging tersebut.

8. Lakukan proses nomor 7 dengan daging yang dimasak dengan durasi

35 dan 45 menit.

9. Panaskan pan dengan api sedang, untuk melakukan proses searing

untuk memberi warna coklat kepada daging yang telah dimasak

dengan teknik sous vide. Beri garam kemudian masak selama 1 menit

setiap sisinya sampai berubah warna.

10. Diamkan selama 1.5 menit kemudian sajikan.

TABEL 2.3

STANDARD RECIPE TENDERLOIN STEAK : 2,5 Page : 1of 1 Amount/Portion cm thick : 10 Portion Size Portions Serving Temp. : Hot : Main Type of Dish Course Origin : US No Methods & Procedures Unit Qty Ingredients Explanation 1 Prepare gr 1000 Daging Sapi Has Dalam gr 30 Garam gr 15 Merica Hitam ml 150 Oil 2 The Result masing-masing 3 Potong gr 1000 Daging Sapi dengan ketebalan 2,5 cm ke dalam plastik 4 cm 2 Daging Sapi vacuum, kemudian vacuum Masukkan sampai tidak ada udara. Siapkan 3 potong daging dengan immersion 5 Panaskan air circulator di suhu 60°C ke dalam air, siapkan timer 6 Masukkan Daging Sapi di waktu 30, 45, 60 menit yang sudah 7 Keluarkan dimasak, selama 30 menit, Daging Sapi kemudian 45 menit dan 60 menit dengan Daging Sapi 8 Periksa termometer untuk mengetahui suhu internal

daging tersebut 9 Panaskan Teflon 10 Tuang Minyak yang telah dimasak dengan teknik sous vide, untuk 11 Searing Daging Sapi memberi warna di luarnya

sampai berwarna coklat Sumber : Resep Penulis c. .Prosedur eksperimen steak 2,5 cm dengan teknik sous vide:

1. Siapkan daging has dalam yang akan dimasak, pastikan daging

bersuhu dingin. Potong daging dengan ketebalan 2.5 cm sebanyak tiga

buah. Keringkan daging dan bumbui daging dengan merica hitam.

2. Siapkan sous vide bag. Kemudian letakkan dan atur alat immersion

circulator di dalam panci besar yang berisi air dan atur suhu yang

diinginkan, yaitu 60°C.

3. Masukkan tiga daging yang sudah kering ke dalam plastik yang

berbeda. Letakkan plastik di food vacuum sealer, tekan tombol

vacuum. Secara otomatis alat akan menyedot udara dan akan

merekatkan plastik tersebut agar tidak terbuka saat dimasukkan ke

dalam air. 4. Beri tulisan mengenai durasi dan suhu memasak di setiap plastik yang

sudah di vakum. Waktu memasak daging yang ditentukan untuk

eksperimen ini adalah; 30, 45, dan 60 menit.

5. Atur durasi timer selama 60 menit. Masukkan daging ke dalam water

bath / air yang sudah dipanaskan dengan alat immersion circulator.

6. Rendam daging sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

7. Angkat daging yang sudah mencapai durasi pemasakan yang telah

ditentukan. Setiap daging yang telah selesai di masak, kemudian

diperiksa menggunakan thermometer makanan untuk mengecek suhu

internal daging tersebut.

8. Lakukan proses nomor 7 dengan daging yang dimasak dengan durasi

35 dan 45 menit.

9. Panaskan pan dengan api sedang, untuk melakukan proses searing

untuk memberi warna coklat kepada daging yang telah dimasak

dengan teknik sous vide. Beri garam kemudian masak selama 1 menit

setiap sisinya sampai berubah warna.

10. Diamkan selama 1.5 menit kemudian sajikan.

d. Prosedur Waktu dan Suhu Eksperimen

Proses tersebut dilakukan kepada dua jenis ketebalan daging yang

berbeda. Fungsinya adalah untuk mengetahui suhu akhir daging

tersebut dan juga waktu yang dibutuhkan untuk mencapai suhu yang

telah ditentukan. Dalam penelitian ini, penulis menetapkan suhu air

60°C, atau setara dengan tingkat kematangan medium.

Penulis membuat tabel untuk mencatat data hasil eksperimen dalam

bentuk seperti ini:

TABEL 2.4

Tabel Eksperimen Daging Lokal

Jenis Daging : Has Dalam / Tenderloin

SUHU AIR Waktu SUHU INTERNAL No. KETEBALAN (cm) °C °F (menit) °C °F 60 140 30

1 2 60 140 45

60 140 60

60 140 30

2 2.5 60 140 45

60 140 60

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Ketebalan dan Waktu Memasak Terhadap Tingkat

Kematangan Menggunakan Teknik Sous Vide

Dalam pertanyaan penelitian yang penulis telah sebutkan, yaitu untuk

menjawab apakah ketebalan dan waktu memasak mempengaruhi tingkat

kematangan daging? Penulis telah melakukan eksperimen dan mendapatkan

hasil berupa data untuk menjawab dari pertanyaan tersebut.

Penulis menggunakan daging has dalam lokal dan dengan dua jenis

ketebalan daging yang berbeda; 2 cm dan 2.5 cm dengan jumlah tiga buah

setiap potongannya. Masing-masing ketebalan daging dimasak dalam tiga

jangka waktu yang berbeda, yaitu; 30, 45, dan 60 menit. Masing-masing

daging yang sudah ditentukan waktu memasaknya harus diawasi agar tidak

terlalu lama di dalam air.

Setelah setiap daging mencapai waktu pemasakan yang telah

ditentukan, daging tersebut dikeluarkan dari air dan vacuum bag yang

kemudian langsung diukur suhu dalamnya menggunakan termometer dan

dicatat. Proses ini diulangi dan diterapkan kepada setiap potong daging.

Hal yang perlu diperhatikan ketika menyiapkan setiap potong daging

ke dalam vacuum bag, tekanan udara yang disedot oleh vacuum machine

harus maksimal sehingga daging dan plastik benar-benar rapat tidak tersisa

celah udara. Jika terdapat udara di dalam plastik tersebut, maka proses

pemasakan menggunakan teknik sous vide tidak dapat maksimal, karena panas yang diberikan oleh air tidak akan memasak daging secara merata dan

menyeluruh ke dalam daging. Hal ini menyebabkan tingkat kematangan yang

telah ditentukan tidak dapat dicapai.

Berikut ini adalah lampiran data dari hasil eksperimen yang telah

penulis lakukan:

T

AB Tabel Eksperimen Daging Lokal

EL Jenis Daging : Has Dalam / Tenderloin

3.1 KETEBALAN SUHU AIR Waktu SUHU INTERNAL No. (cm) °C °F (menit) °C °F

T 60 140 30 57.3 135.14

a1 2 60 140 45 60 140

b 60 140 60 60 140

e 60 140 30 56.3 133.34

l 2 2.5 60 140 45 58.7 137.66

60 140 60 60 140 d

i atas menunjukkan hasil dari eksperimen antara ketebalan dan waktu

memasak yang berpengaruh terhadap tingkat kematangan daging. Untuk

daging dengan ketebalan 2 cm, waktu yang tepat untuk mencapai suhu yang

telah ditentukan adalah selama 45 menit. Daging dengan ketebalan 2,5 cm

memerlukan waktu 60 menit untuk mencapai suhu yang telah ditentukan.

B. Pengaruh Ketebalan dan Waktu Memasak Terhadap Keempukan

Menggunakan Teknik Sous Vide

Pertanyaan penelitian kedua yang penulis kemukaan adalah apakah

ketebalan dan waktu memasak mempengaruhi keempukan daging? Menurut

teori yang telah penulis cantumkan dan juga hasil dari eksperimen yang telah

diberikan kepada para panelis dapat penulis katakan bahwa daging yang

dimasak dengan teknik sous vide membuat tekstur daging menjadi lebih

empuk karena proses memasak yang cukup lama dibandingkan dengan steak /

daging pembanding yang menggunakan teknik konvensional yaitu di grill.

Setelah dilakukan eksperimen menggunakan teknik sous vide,

didapatkan hasil yang cukup memuaskan karena daging yang penulis masak

hasilnya seperti yang telah diharapkan. Hasil yang diharapkan disini adalah

daging yang telah dimasak akan menjadi empuk. Daging yang telah dimasak

kemudian dikeluarkan untuk kemudian diberi warna atau proses yang biasa

disebut searing dengan panas yang tinggi untuk memberikan warna di sisinya.

Daging yang telah melewati proses memasak dengan teknik sous vide

dan searing kemudian dipotong. Daging yang telah dipotong kemudian

diberikan kepada para panelis untuk diuji keempukannya. Setelah diberikan

kepada panelis untuk dicoba dan diuji keempukannya, hasil yang didapatkan

adalah daging steak yang penulis masak menggunakan teknik sous vide lebih

digemari karena jauh lebih empuk dibandingkan dengan daging steak

pembanding yang penulis beli di restoran. Menurut panelis, daging yang dimasak oleh penulis lebih mudah saat dikunyah tidak perlu membutuhkan

tenaga yang lebih ekstra untuk menghancurkannya di dalam mulut.

C. Perbandingan Cita Rasa Steak Pembanding dan Steak Sous Vide 2 dan

2,5 cm

Menurut Kusherdyana (2009:82), rumus yang digunakan untuk menguji

hipotesis komparatif rata-rata dua sampel bila datanya berbentuk interval atau

rasio adalah menggunakan t-test atau t-hitung. Untuk jumlah sampe n1=n2

dan memiliki sifat homogen, dapat dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut:

ẊA-ẊB

t-hitung = s²A s²B + nA nB

Setelah mendapat hasil t-hitung, selanjutnya akan dilakukan perbandingan

dengan t-tabel. Untuk mencari t-tabel, dikarenakan jumlah sampe n1=n2 dan

memiliki sifat homogeny, maka digunakan dk (derajat kebebasan) yang

besarnya adalah (n1+n2) – 2, sehingga :

Dk = (n1+n2 – 2)

= (30 + 30 – 2) = 58 (termasuk range pada t-tabel)

Pada penelitian ini pennulis akan menggunakan level signifikansi sebesar

10%, 5% dan 1%. Level signifikansi menunjukkan besarnya perbedaan antara

aspek yang dihitung. Bila nilai t-hitung < dari semua t-tabel maka dianggap tidak signifikan, bila nilai t-hitung > dari t-tabel (0,1 ; 58) maka dianggap

cukup signifikan, bila t-hitung > dari t-tabel (0,05 ; 58) maka dianggap

signifikan dan bila t-hitung > dari t-tabel (0,01 ; 58) maka dianggap sangat

signifikan.

1. Hasil Penilaian Keseluruhan Panelis

Untuk mengukur kesukaan panelis terhadap burger patties dengan teknik sous vide dilakukan uji organoleptik dan dicari rata-rata nilai dari panelis, untuk mencari rata-rata hitung menggunakan rumus X rata-rata menurut Samsudin Sulaiman (2013:76) : ∑ ̅ =

Keterangan :

= Mean ∑ = Jumlah tiap data n = Jumlah data

a. Penilaian Panelis Terhadap Steak Pembanding

TABEL 3.2 n=30

Aspek 5 4 3 2 1 Ẋ Penilaian f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) Tingkat Kematangan 1 5 5 20 16 48 8 16 0 0 2.97 Keempukan 1 5 6 24 19 57 4 8 0 0 3.13 Rasa 0 0 13 52 13 39 4 8 0 0 3.3 WarnaTingka 1 St Kematangan 1 5 3 12 13 39 2 24 1 1 2.7 Penampilan uKeseluruhan 0 0 5 20 17 51 7 14 1 1 2.87

mber : Hasil Olahan Penulis, 2016 Penulis telah melakukan penyebaran steak sampel yang telah dibeli di

restoran sebagai pembanding dari steak sous vide yang penulis jadikan

sebagai objek penelitian. Hasil yang dapat disimpulkan dari hasil penilaian

panelis terhadap steak pembanding adalah rasa dari steak pembanding

lebih menonjol dibandingkan aspek penilaian lainnya, dengan nilai rata-

rata 3,3. b. Penilaian Terhadap Steak Sous Vide 2 cm

TABEL 3.3 n=30 Aspek 5 4 3 2 1 Ẋ Penilaian f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) Tingkat Kematangan 4 20 14 56 7 21 5 10 0 0 3.57 Keempukan 6 30 14 56 7 21 3 6 0 0 3.77 Rasa 6 30 15 60 9 27 0 0 0 0 3.9 Warna Tingkat Kematangan 5 25 10 40 10 30 5 10 0 0 3.5 Penampilan Keseluruhan 7 35 11 44 7 21 5 10 0 0 3.67 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016 Hasil penilaian terhadap steak sous vide yang penulis jadikan sebagai

objek eksperimen dengan ketebalan 2 cm mendapatkan rata-rata nilai yang

cukup tinggi, hampir semua data berada di atas rata-rata 3,5. Rasa dan

keempukan steak sous vide 2 cm mendapatkan rata-rata nilai masing-

masing 3,9 dan 3,76. c. Penilaian Terhadap Steak Sous Vide 2.5 cm

TABEL 3.4

Aspek 5 4 3 2 1 Ẋ Penilaian f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) f F(x) Tingkat Kematangan 10 50 10 40 6 18 4 8 0 0 3.87 Keempukan 7 35 14 56 9 27 0 0 0 0 3.93 Rasa 9 45 12 48n 4 12 4 8 1 1 3.8 Warna Tingkat = Kematangan 15 75 6 24 5 15 4 8 0 0 4.07 Penampilan 3 Keseluruhan 13 65 8 320 4 12 5 10 0 0 3.97

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Penilaian panelis terhadap steak sous vide 2.5 cm juga menunjukkan hasil

yang baik. Warna tingkat kematangan, penampilan keseluruhan dan

keempukan daging yang dimasak menggunakan teknik sous vide memiliki

nilai yang cukup baik dengan rata-rata nilai 4,07; 3,97; 3,93. Hasil ini

membuktikkan bahwa daging steak yang dimasak terlebih dahulu

menggunakan teknik sous vide memiliki hasil yang jauh lebih baik

dibandingkan dengan steak pembanding.

2. Hasil Perbandingan Cita Rasa Steak Pembanding Dengan Steak Sous Vide 2

cm

a. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat kematangan

TABEL 3.5

No Nama X S2 T T tabel(Ting Akurasi ; Dk) Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2cm 3.567 0.875 -2.720 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 Pembanding 2.967 0.585 HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

VIDE 2 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Hasil dari olahan data di atas menunjukkan bahwa t-hitung dari tingkat

kematangan steak sous vide 2 cm melebihi dari t-tabel tingkat akurasi

0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara steak

pembanding dengan steak sous vide.

b. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat keempukan

TABEL 3.6

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

VIDE 2 CM

T tabel(Ting Akurasi ; Dk) T No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2cm 3.767 0.806 -2.513 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 Pembanding 3.133 0.464 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai t-hitung aspek

keempukan dari steak sous vide 2 cm memiliki perbedaan yang signifikan

dibanding dengan steak pembanding, karena melebihi dari t-tabel tingkat

akurasi 0,05.

c. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat rasa

TABEL 3.7

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

T tabel(Ting Akurasi ; Dk) T No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2cm 3.400 3.900 Sangat -3.286 1.296 1.672 3.237 2 Pembanding 3.300 0.507 Signifikan VIDE 2 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Uji signifikansi untuk aspek rasa steak sous vide 2 cm memiliki nilai t-

hitung yang lebih besar dari t-tabel dengan tingkat akurasi 0,001.

Sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan

dibandingkan dengan steak pembanding.

d. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat warna tingkat kematangan

TABEL 3.8 HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

T tabel(Ting Akurasi ; T Dk) No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2cm 4.067 0.948 -2.964 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 Pembanding 2.700 1.237 VIDE 2 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Hasil uji signifikansi warna tingkat kematangan steak sous vide 2 cm

memiliki nilai rata-rata t-hitung yang melebihi tingkat akurasi 0,05 yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dibandingkan

dengan steak pembanding.

e. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat penampilan keseluruhan

TABEL 3.9

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V

T tabel(Ting Akurasi ; Dk) I T No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 D 1 SV 2cm 3.667 1.057 Sangat -3.474 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 EPembanding 2.867 0.533

2 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Tabel di atas menyajikan data uji signifikansi penampilan keseluruhan

steak sous vide 2 cm dengan steak pembanding. Hasilnya menunjukkan bahwa t-hitung steak sous vide memiliki nilai rata-rata melebihi ketiga t-

tabel yang artinya memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

f. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek keseluruhan

TABEL 3.10

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V

I T tabel(Ting Akurasi ; Dk) T No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; D 58 58 58 1 SV 2cm 6.613 0.949 Sangat -9.099 1.296 1.672 3.237 2 E Pembanding 5.675 0.644 Signifikan 2 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Seperti tabel-tabel sebelumnya yang menunjukkan hasil uji signifikansi,

demikian pula dengan tabel di atas yang menunjukkan nilai rata-rata dari

seluruh aspek; tingkat kematangan, keempukkan, rasa, warna tingkat

kematangan, dan penampilan keseluruhan. Hasil di atas menunjukkan

terdapat hasil yang sangat signifikan karena nilai rata-rata t-hitung

melebihi dari seluruh nilai t-tabel.

3. Hasil perbandingan cita rasa steak pembanding dengan steak sous vide 2.5 cm

a. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat kematangan

TABEL 3.11 HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V T tabel(Ting Akurasi ; Dk) T No I Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 DSV 2,5 cm 3.867 1.085 Sangat -3.814 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 Pembanding 2.967 0.585 E

2,5 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Hasil dari olahan data di atas menunjukkan bahwa t-hitung dari tingkat

kematangan steak sous vide 2,5 cm melebihi dari t-tabel tingkat akurasi

0,001, yang berarti terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara steak

pembanding dengan steak sous vide. b. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat keempukan

TABEL 3.12

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

VIDE 2,5 CM

T tabel(Ting Akurasi ; Dk) T No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2,5 cm 3.800 1.269 -2.774 1.296 1.672 3.237 Signifikan 2 Pembanding 3.133 0.464 Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai t-hitung aspek

keempukan dari steak sous vide 2,5 cm memiliki perbedaan yang signifikan dibanding dengan steak pembanding, karena melebihi dari t-

tabel tingkat akurasi 0,05. c. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat rasa

TABEL 3.13

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V

I T tabel(Ting Akurasi ; T Dk) No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; D 58 58 58 1 SV 2,5 cm 3.433 3.933 Sangat E -3.401 1.296 1.672 3.237 2 Pembanding 3.300 0.547 Signifikan 2,5 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Uji signifikansi untuk aspek rasa steak sous vide 2,5 cm memiliki nilai t-

hitung yang lebih besar dari t-tabel dengan tingkat akurasi 0,001.

Sehingga dapat diartikan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan

dibandingkan dengan steak pembanding.

d. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat warna tingkat kematangan

TABEL 3.14

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V T tabel(Ting Akurasi ; T Dk) No Nama X S2 Sig I hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 D1 SV 2,5 cm 4.067 0.700 Sangat -5.379 1.296 1.672 3.237 2 Pembanding 2.700 1.237 Signifikan E

2,5 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Hasil uji signifikansi warna tingkat kematangan steak sous vide 2,5 cm

memiliki nilai rata-rata t-hitung yang melebihi nilai t-tabel 0,001 yang

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara

steak sous vide 2,5 cm dibandingkan dengan steak pembanding. e. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek tingkat penampilan keseluruhan

TABEL 3.15

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

V

I T tabel(Ting Akurasi ; T Dk) No Nama X S2 Sig D hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2,5 cm 3.967 1.275 Sangat E -4.481 1.296 1.672 3.237 2 Pembanding 2.867 0.533 Signifikan 2,5 CM

Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Tabel di atas menyajikan data uji signifikansi penampilan keseluruhan

steak sous vide 2,5 cm dengan steak pembanding. Hasilnya menunjukkan

bahwa t-hitung steak sous vide memiliki nilai rata-rata melebihi ketiga t-

tabel yang artinya memiliki perbedaan yang sangat signifikan.

f. Uji signifikansi rata-rata untuk aspek keseluruhan

TABEL 3.16

HASIL UJI SIGNIFIKANSI STEAK PEMBANDING DAN SOUS

VIDE 2,5 CM

T tabel(Ting Akurasi ; T Dk) No Nama X S2 Sig hitung 0,1 ; 0,05 ; 0,001 ; 58 58 58 1 SV 2,5 cm 7.125 1.195 Sangat -13.098 1.296 1.672 3.237 2 Pembanding 5.675 0.644 Signifikan Sumber : Hasil Olahan Penulis, 2016

Seperti tabel-tabel sebelumnya yang menunjukkan hasil uji signifikansi,

demikian pula dengan tabel di atas yang menunjukkan nilai rata-rata dari

seluruh aspek; tingkat kematangan, keempukkan, rasa, warna tingkat

kematangan, dan penampilan keseluruhan. Hasil di atas menunjukkan

terdapat hasil yang sangat signifikan antara steak sous vide 2,5 cm dengan

steak pembanding karena nilai rata-rata t-hitung melebihi dari seluruh nilai

t-tabel.

4. Penjelasan Hasil Penilaian Menurut hasil uji hedonik yang telah penulis berikan kepada panelis. Penulis mendapatkan data dan hasil akhir dari uji tersebut. Poin yang diujikan berupa tingkat kematangan, keempukan, rasa, warna tingkat kematangan dan penampilan keseluruhan. Setelah diujikan terhadap panelis, dapat disimpulkan bahwa steak hasil eksperimen penulis yang memiliki ketebalan 2.5 cm paling digemari dari seluruh aspek penilaian kecuali rasa. Hal ini disebabkan karena jumlah seasoning berupa garam dan merica yang diberikan kepada steak eksperimen ketebalan 2 cm dan 2.5 cm sama banyaknya.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil eksperimen yang telah penulis lakukan, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Tingkat kematangan daging yang dimasak menggunakan teknik sous vide

dapat ditentukan dari suhu air. Suhu internal daging sama dengan sesuai

suhu air yang dipanaskan. Dalam eksperimen ini penulis menginginkan

tingkat kematangan medium atau di suhu 60°C.

2. Keempukan daging dapat diperoleh jika konsistensi ketebalan dan waktu

memasak dijaga, karena ketebalan daging dan waktu memasak saling

berhubungan yang dapat menentukan hasil akhir. Waktu memasak yang

kurang lama dapat menyebabkan daging kurang empuk atau bahkan tidak

empuk.

B. SARAN

1. Memasak menggunakan teknik sous vide ketebalan daging yang akan

dimasak harus diperhatikan, karena ketebalan daging dapat menentukan

berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memasak daging tersebut agar

mencapai tingat kematangan yang diinginkan.

2. Menentukan ketebalan daging dan waktu memasak yang tepat merupakan

kunci kesuksesan memasak menggunakan teknik sous vide. Selain dari itu,

suhu memasak yang sesuai juga menjadi faktor pendukung. Apabila

ketebalan daging dan waktu memasak tidak sesuai dengan ketentuan yang

telah ada, maka keempukan daging tidak akan seperti yang diharapkan,

karena waktu memasak yang kurang lama atau mungkin terlalu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Afit (2015, 27 Mei). Akses Keempukan Daging Sapi. Tulisan untuk

http://lifestyle.sindonews.com/read/1005729/152/seluk-beluk-

daging-merah-1432693353 diakses 20 Maret 2016

Almatsier, Sunita. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Ceserani-Lundberg. Pengertian Memasak. Diakses 29 Juni 2016, dari

https://unpetitecooked.wordpress.com/perihal/

Depkes RI (2004). Jenis Makanan Sehat, diakses pada 4 Maret 2016, dari

http://www.landasanteori.com/2015/08/pengertian-makanan-

jajanan-jenis-ciri.html (4Maret 2016)

Keller, Thomas., Corey Lee, Jonathan Benno, Sebastien Rouxel. 2008. Under

Pressure, Cooking Sous Vide. US: Artisan.

Margono (2005). Penelitian Eksperimen. Diakses 13 Maret 2016, dari

http://pengertian-pengertian-

info.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-penelitian-eksperimen.html

Myhrvold, Nathan., Chris Young, Maxime Bilet. 2011. Modernist Cuisine,

The Art and Science of Cooking. Bellevue, WA: Cooking Lab.

Nazir (2005). Studi Kepustakaan. Diakses 13 Maret 2016, dari

http://phairha.blogspot.co.id/2012/01/studi-kepustakaan.html Panduan Guru (2013). Pengertian Metode. Diakses 4 Maret 2016, dari

http://panduanguru.com/pengertian-metode-dan-jenis-jenis-metode-

belajar-sambil-bermain/

Riadi, Fajar (2015, 24 Maret) Akses Sejarah Sapi di Indonesia. Tulisan untuk

http://historia.id/sains-teknologi/sejarah-sapi-di-indonesia diakses

19 Maret 2016

Sejarah Steak. Diakses 19 Maret 2016,dari https://en.wikipedia.org/wiki/Steak

Warsito, Ir. Heri, MP., Rindiani, Ir. MP., Nurdyansyah, Fafa, S.TP, M.Sc.

2014. Ilmu Bahan Makanan Dasar. Yogyakarta: Nuha Medika.