Jejak Karawitan Dalam Kakawin Arjuna Wiwaha: Kajian Bentuk, Fungsi, Dan Makna
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
471 JEJAK KARAWITAN DALAM KAKAWIN ARJUNA WIWAHA: KAJIAN BENTUK, FUNGSI, DAN MAKNA Komang Sudirga1, Hendra Santosa1, Dyah Kustiyanti3 1,2Program Studi Seni Karawitan, 3Program Studi Seni Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Abstrak Tulisan ini merupakan bagian dari hasil penelitian dari “Melacak Jejak Karawitan dalam Naskah Jawa Kuno: Kajian Bentuk, fungsi dan Makna”. Karena penelitian pada tahun pertama ini menyangkut pada 22 Naskah dan sangat sulit untuk ditemukan naskah-naskahnya, maka dalam penulisan artikel ini hanya akan menampilkan jejak-jejak karawitan yang tersurat dalam Kakawin Arjuna Wiwaha saja, sehingga bahasan artikel ini lebih fokus dan dapat dikembangkan menjadi bahasan untuk tulisan yang lain dengan mengambil bahasan pada karya kesusastraan lainnya. Dengan demikian diharapkan pembahasan bentuk, fungsi, dan makna istilah karawitan pada tahun 1028 -1035 di Jawa Timur penguraiannya dapat lebih jelas. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yaitu, yaitu melalui heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Khusus untuk artikel ini, pada tahap heuristik ditemukan dua buah Kekawin Arjuna Wiwaha yaitu koleksi Perpustakaan Nasional dan Koleksi Gedong Kertya. Kritik dilakukan secara internal melalui penerjemahan, yang dilanjutkan dengan interpretasi terhadap terjemahan dari dua naskah Kekawin Arjuna Wiwaha, dan terakhir adalah historiografi yaitu penulisan mengenai jejak karawitan dalam kakawin Arjuna Wiwaha: Kajian Bentuk, fungsi dan makna. Perubahan bentuk atau perwujudan dan juga penyebutan nama dari instrumen karawitan yang tersurat dalam kakawin Arjuna Wiwaha ada yang berubah dan ada pula yang tetap, seperti Mredangga yang sekarang dikenal dengan Istilah bedug. Perubahan nama juga terjadi dari berebet menjadi Cengceng. Hal ini bisa saja dikarenakan penyebutan nama instrumen didasarkan pada bunyi yang dihasilkannya seperti bedug karena bunyinya dug dug dug, dan cengceng karena karena ketika dibunyikan, bunyinya ceng ceng ceng. Ada istilah karawitan yang saat ini tidak ditemukan di belahan Nusantara seperti kata wina sejenis kecapi dan rawanahasta sejenis rebab. Wina kalau memang sejenis kecapi kemungkinan bentuknya lain dengan kecapi mungkin saja berkembang di belahan nusantara yang lain karena kecapi hanya berkembang di Sunda. Sama halnya dengan Rawanahasta yang diartikan sejenis rebab maka instrumen ini berkembang di belahan nusantara yang lain. Kata kunci: Arjunawiwaha, Karawitan, bentuk, fungsi, makna Abstract This writing is a part of research entitled “Tracing Karawitan in Old Java Script: The Study of Form, Function and Meaning”. The first year research is that of 22 scripts and they are very difficult to find, hence in the writing of this article will merely put forward the traces of karawitan written in Kakawin Arjuna Wiwaha. Therefore, the discussion of this article is more focus and can be developed as a reference to another writing about different literature. Thereby, it hopes that the commentary about form, function and meaning of the term karawitan in 1028 -1035 in East Java can be clearer.This research uses historical method that is through heuristic, criticism, interpretation and historiography. Specifically for this article, in the stage of heuristic it was found two Kekawin Arjuna Wiwaha that are collection of National Library and Gedong Kertya. Criticism was done internally through translation then interpreting the translation of two Kekawin Arujna Wiwaha scripts. Finally, the historiography is writing about karawitan trace in kakawin Arjuna Wiwaha: Study about Form, Function and Meaning. Changes of form or materialization and mentioning the name of karawitan instrument written in kakawin Arjuna Wiwaha are present, but there is also the unchanged ones, such as Mredangga nowadays known as bedug. The changes of name also occur from berebet to cengceng. Jurnal ”SEGARA WIDYA”, Volume 3, Nomor 1, 2015, ISSN: 2354-7154 472 This can be happened because mentioning the instrument name is usually based on the sound produced such as bedug which sounds dug dug dug and cengceng produces the sounds ceng ceng ceng. There is karawitan term that can’t be found in Indonesian archipelago nowadays such as wina, a sort of kecapi, and rawanahasta, a sort of rebab. If Wina was a sort of kecapi, the form was probably different with kecapi. It was probably developing in another part of Indonesian archipelago because kecapi was only developing in Sunda. The same as Rawanahasta which is interpreted as a sort of rebab, therefore this instrument was developing in another part of Indonesian archipelago. Keywords: Arjunawiwaha, Karawitan, form, function, meaning PENDAHULUAN karena tidak ditemukan di India ataupun Kakawin Arjuna Wiwaha digubah sudah berubah bentuk maupun penamaannya. pada zaman pemerintahan Airlangga di Jawa Isi Cerita Arjuna Wiwaha merupakan Timur (poesponegoro, et. al., 1984: 255), petikan dari Wanaparwa bagian dari digubah oleh oleh Mpu Kanwa tahun 1028- Mahabarata, yang menceritakan ketika 1035 dengan tujuan untuk menggubah suatu Arjuna seedang bertapa di Indrakila, salah cerita utuh menjadi lakon wayang satu puncak pegunungan Himalaya untuk (Poerbatjaraka, 1926:4). Airlangga mendapatkan senjata sakti. Pada saat itu merupakan seorang raja tersohor yang kediaman para Dewa diserang oleh raja merencanakan peperangan. Untuk Niwatakawaca. Para dea meminta bantuan mempersiapkan diri secara mental ia kepada Arjuna untuk mengalahkan raja mengundurkan diri dari masyarakat dan Niwatakawaca. Arjuna diberi senjata panah bertapa. Kemudian hari dia kembali dari pasuatia Dewa Siwa. Arjuna berhasil pertapaannya dan mengabdikan diri kepada mengalahkan raja raksasa dan mendapat kesejahteraan kerajaannya. Umum hadiah Dewi Surabha sebagai istrinya berpendapat, bahwa Mpu Kanwa (Poerbatjaraka 1926). mempersembahkan karyanya kepada raja Penelitian tentang instrumentasi yang Airlangga. Untuk menghormati raja itu ia ada pada Kekawin Arjuna Wiwaha telah melukiskan kekuasaannya dengan dilakukan oleh para peneliti terdahulu sudah mengambil arjuna sebagai contoh. Dengan membuat tulisan tentang jejak sejarah demikian ini merupakan hal ihwal dari gamelan yang di ambil dari berbagai Arjuna yang mencerminkan kehidupan kesusastraan Jawa Kuno. Penelahan yang Airlangga. paling lengkap dilakukan oleh Jaap Kunts Kakawin Arjuna Wiwaha dengan bukunya yang berjudul Hindu (perkawinan Arjuna) merupakan sebuah Javanese Musical Instruments telah secara permulaan sastra kakawin dalam bahasa Jawa runut menulis instrumen musik berdasarkan Kuno dalam periode Jawa Timur. Isisnya prasasti, relief, dan kesusastraan Jawa Kuno. merupakan hasil salinan dari Mahabharata Tulisan ini memuat secara terinci mengenai (kesusastraan India) dan Kawya instrumen gamelan pada periode Hindu Jawa Kiratarjuniya karangan Bharawi dari abad VI dan Bali yang dikelompokan ke dalam M, dalam bahasa Sansekerta, namun isinya idiofon, membranofon, aerofon, dan banyak penyimpangan (Zoetmulder, kordofon. Nama instrumen didaftar secara 1974:239). Sebelumnya banyak yang runut meliputi asal naskah, tahun, letak mengira bahwa instrumen musik atau dalam naskah, dan nama instrumen yang gamelan yang disebutkan di dalam Kakawin disebutkan. Walaupun demikian, tulisan ini Arjuna Wiwaha, belum tentu ada dan belum memuat bentuk, fungsi dan makna berkembang di di Nusantara (Indonesia). dari instrumen (gamelan) yang disebutkan Namun demikian hal ini merupakan sebuah pada kesusastraan Jawa Kuno berdasarkan kajian yang menarik karena ternyata bahwa peristiwa yang terjadi dimana instrumen alat-alat musik yang ada di dalam disebutkan. kesusatraan Jawa Kuna, ternyata menurut Apa yang diungkap oleh Jaap Kunts, beberapa ahli arkeeologi asli dari Indonesia R. Soetrisno, dan Fernandus dalam tulisannya, sangat sedikit menyinggung Jurnal ”SEGARA WIDYA”, Volume 3, Nomor 1, 2015, ISSN: 2354-7154 473 tentang bentuk, fungsi, dan makna Kakawin Arjunawiwaha dari naskah lontar instrumen/gamelan. Tulisan ini akan kembali MP 165 dengan perbaikan bacaan, dan menegaskan tentang bentuk atau perwujudan kakawin Arjuna Koleksi Gedong Kertya instrumen yang sampai saat ini bertahan, dengan judul Kakawin Arjunawiwāha, Alih fungsi dan makna yang ada baik tersirat Aksara Lontar, turunan rontal Gedong maupun tersurat dalam naskah Arjuna Kirtya, Singaraja, Nomor IV b, di ketik Wiwaha. Keterangan tentang fungsi dibuat kembali oleh I Made Pardika ada tanggal 27 secara tersendiri dan lebih mengadopsi pada Juli 1988. pemahaman kegunaan dan fungsi yang Tahap kedua adalah kritik atau dirumuskan oleh Alan P. Merriam. Dengan analisis merupakan pengujian terhadap demikian maka, penelitian Melacak Jejak keaslian sumber atau disebut dengan kritik Karawitan Dalam Naskah Arjuna Wiwaha: eksternal dan pengujian kredibilitas sumber Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna perlu atau yang disebut dengan kritik internal. dilakukan. Dalam tulisan ini yang ditelaah Melalui kritik dihasilkan sumber otentik yang adalah Kekawin Arjuna Wiwaha naskah teruji dan dapat dipercaya. Untuk lontar MP 165 dengan perbaikan bacaan dan menghasilkan fakta sejarah, sumber yang Arjuna Wiwaha, Alih Aksara Lontar, turunan sudah teruji perlu mendapat pendukungan rontal Gedong Kirtya, Singaraja, Nomor IV dari sumber yang lain (dua atau lebih) b, di ketik kembali oleh I Made Pardika ada sumber lain yang merdeka satu sama lain dan tanggal 27 Juli 1988. merupakan kesaksian yang dapat dipercaya. Permasalahan yang akan Oleh kerana itu diperlukan koroborasi data diungkapkan pada penelitian ini adalah: sumber sejarah dengan sumber-sumber Bagaimana