121139 Arniati 2020 E.Docx
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Load more
Recommended publications
-
Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before. -
Kakawin Ramayana
KAKAWIN RAMAYANA Oleh I Ketut Nuarca PROGRAM STUDI SASTRA JAWA KUNO FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA APRIL 2017 Pengantar Peninggalan naskah-naskah lontar (manuscript) baik yang berbahasa Jawa Kuna maupun Bali yang ada di masyarakat Bali telah lama menjadi perhatian para peneliti baik peneliti nusantara maupun asing. Mereka utamanya peneliti asing bukan secara kebetulan tertarik pada naskah-naskah ini tetapi mereka sudah lama menjadikan naskah-naskah tersebut sebagai fokus garapan di beberapa pusat studi kawasan Asia Tenggara utamanya di eropa. Publikasi-publikasi yang ada selama ini telah membuktikan tingginya kepedulian mereka pada bidang yang satu ini. Hal ini berbeda keadaannya dibandingkan dengan di Indonesia. Luasnya garapan tentang bidang ini menuntut adanya komitmen pentingnya digagas upaya-upaya antisipasi untuk menghindari punahnya naskah-naskah dimaksud. Hal ini penting mengingat masyarakat khususnya di Bali sampai sekarang masih mempercayai bahwa naskah- naskah tersebut adalah sebagai bagian dari khasanah budaya bangsa yang di dalamnya mengandung nilai-nilai budaya yang adi luhung. Di Bali keberadaan naskah-naskah klasik ini sudah dianggap sebagai miliknya sendiri yang pelajari, ditekuni serta dihayati isinya baik secara perorangan maupun secara berkelompok seperti sering dilakukan melalui suatu tradisi sastra yang sangat luhur yang selama ini dikenal sebagai tradisi mabebasan. Dalam tradisi ini teks-teks klasik yang tergolong sastra Jawa Kuna dan Bali dibaca, ditafsirkan serta diberikan ulasan isinya sehingga terjadi diskusi budaya yang cukup menarik banyak kalangan. Tradisi seperti ini dapat dianggap sebagai salah satu upaya bagaimana masyarakat Bali melestarikan warisan kebudayaan nenek moyangnya, serta sedapat mungkin berusaha menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalam naskah-naskah tersebut. Dalam tradisi ini teks-teks sastra Jawa Kuna menempati posisi paling unggul yang paling banyak dijadikan bahan diskusi. -
Gagal Paham Memaknai Kakawin Sebagai Pengiring Upacara Yadnya Dan Dalam Menembangkannya: Sebuah Kasus Di Desa Susut, Bangli
GAGAL PAHAM MEMAKNAI KAKAWIN SEBAGAI PENGIRING UPACARA YADNYA DAN DALAM MENEMBANGKANNYA: SEBUAH KASUS DI DESA SUSUT, BANGLI. I Ketut Jirnaya, Komang Paramartha, I Made wijana, I Ketut Nuarca Program tudi Sastra Jawa Kuno, akultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana E-mail: [email protected] Abstrak Karya sastra kakawin di Bali sering dipakai untuk mengiringi upacara yadnya. Dari itu banyak terbit dan beredar di masyarakat buku saku Kidung Pancayadnya. Isi setiap buku tersebut nyaris sama. Buku-buku ini membangun pemahaman masyarakat bahwa kakawin yang dipakai untuk mengiringi upacara yadnya telah baku tanpa melihat substansi makna filosofi bait-bait tersebut. Masalahnya beberapa anggota masyarakat berpendapat ada bait-bait kakawin yang biasa dipakai mengiringi upacara kematian, tidak boleh dinyanyikan di pura. Di samping itu juga cara menembangkan kakawin belum baik dan benar. Hal ini juga terjadi di desa Susut, Bangli. Setelah dikaji, ternyata mereka salah memahami makna filosofis bait-bait kakawin tersebut. Hasilnya, semua bait kakawin bisa dinyanyikan di pura karena salah satu fungsinya sebagai sarana berdoa. Setiap upacara yadnya diiringi dengan melantunkan bait-bait kakawin yang telah disesuaikan substansi makna dari bait-bait tersebut dengan yadnya yang diiringi. Demikian pula mereka baru tahu bahwa menembangkan kakawin ada aturannya. Kata kunci: kakawin, yadnya, doa, guru-lagu. 1.Pendahuluan Kakawin dan parwa merupakan karya sastra Jawa Kuna yang hidup subur pada zaman Majapahit. Ketika Majapahit jatuh dan masuknya agama Islam, maka karya sastra kakawin banyak yang diselamatkan di Bali yang masih satu kepercayaan dengan Majapahit yaitu Hindu (Zoetmulder, 1983). Dari segi bentuk, kakawin berbentuk puisi dengan persyaratan (prosodi) satu bait terdiri dari empat baris yang diikat dengan guru-lagu. -
Provisional Reel List
Manuscripts of the National Library of Indonesia Reel no. Title MS call no. 1.01 Lokapala CS 1 1.02 Sajarah Pari Sawuli CS 2 1.03 Babad Tanah Jawi CS 3 2.01 Pratelan Warni-warni Bab Sajarah Tanah Jawa CS 4 2.02 Damarwulan CS 5 2.03 Menak Cina CS 6 3.01 Kakawin Bharatayuddha (Bratayuda Kawi) CS 7 3.02 Kakawin Bharatayuddha (Bratayuda Kawi) CS 9 3.03 Ambiya CS 10 4.01 Kakawin Bharatayuddha CS 11a 4.02 Menak Lare CS 13 4.03 Babad Tanah Jawi CS 14a 5.01 Babad Tanah Jawi CS 14b 5.02 Babad Tanah Jawi CS 14c 6.01 Babad Tanah Jawi CS 14d 6.02 Babad Tanah Jawi CS 14e 7.01 Kraton Surakarta, Deskripsi CS 17 7.02 Tedhak Dalem PB IX Dhateng Tegalganda CS 18 7.03 Serat Warni-warni CS 19 7.04 Babad Dipanagara lan Babad Nagari Purwareja KBG 5 8.01 Platuk Bawang, Serat CS 20 8.02 Wulang Reh CS 21 8.03 Cabolek, Serat CS 22 8.04 Kancil CS25 8.05 Carakabasa CS 27 8.06 Manuhara, Serat CS 29 8.07 Pawulang Ing Budi, Serat CS 30 8.08 Babad Dipanegara CS 31a 8.09 Dalil, Serat CS 28 9.01 Kraton Surakarta, Deskripsi CS 32 9.02 Primbon Matan Sitin CS 33 9.03 Harun ar-Rasyid, Cerita CS 34 9.04 Suluk Sukarsa CS 35 9.05 Murtasiyah CS 36 9.06 Salokantara CS 37 9.07 Panitipraja lsp CS 38 9.08 Babasan Saloka Paribasan CS 39 9.09 Babad Siliwangi CS 40 9.10 Dasanama Kawi Jarwa (Cirebonan) CS 42 9.11 Primbon Br 139 9.12 Pantitipraja lap KBG 343 10.01 Babad Dipanegara CS 31b 10.02 Babad Tanah Jawi (Adam - Jaka Tingkir) KBG 7a 11.01 Babad Tanah Jawi KBG 7c 11.02 Babad Tanah Jawi KBG 7d 11.03 Babad Tanah Jawi KBG 7e 11.04 Purwakanda Br 103a 12.01 Purwakanda Br 103b 12.02 Purwakandha Br 103c 12.03 Purwakandha Br 103d Reel no. -
Understanding the Meaning of Wayang Kulit Performance Using Thick Description Approach
Understanding the Meaning of Wayang Kulit Performance using Thick Description Approach Mario Nugroho Willyarto1, Krismarliyanti2 and Ulani Yunus3 1 Language Center, Primary Teacher Education Department, Faculty of Humanities, Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia 11480 2Independent Writer 3 Marketing Communication Program, Communication Department, Faculty of Economics & Communication, Bina Nusantara University, Jakarta, Indonesia 11480 Keywords: Wayang Kulit, Thick Description, Cultural Heritage Abstract: This paper described the meaning of Wayang Kulit in Javanese philosophy, a brief description of the figures represented by the puppets. Wayang is one of the cultural heritages of Java which is very deep understanding of the culture and character of the people of Indonesia. The meaning of symbols of wayang is the focus of this paper. The symbols are represented by character of Semar, Bagong, Petruk and Gareng. What is the role wayang in daily life, especially for Indonesian people, is becoming the main discussion as well. There are a lot of wayang performances that have a deep meaning of the life itself. Although there are some scholars who say that wayang is originally from India but it is not proved and, in the end, people accepted that wayang came from Java. Opinion about wayang originated from India was because the story in the puppet was adapted from the Mahabharata story originating from India. Using the concept of thick description by Clifford Geertz, the author tries to explain about the history and character of the puppet figures according to Javanese philosophy. Prominent figures such as Semar, Gareng, Petruk and Bagong were the reflection of the ideal human being depicted with an imperfect physical form. -
Of Manuscripts and Charters Which Are Mentioned In
INDEX OF MANUSCRIPTS AND CHARTERS WHICH ARE MENTIONED IN TABLES A AND B 1 Page Page Adip. - Adiparwa . 94 Dj.pur. - Jayapural}.a . 106 Ag. - Agastyaparwa . 103 Dpt. - VangQang petak . 106 A.N. - Afiang Nilartha . 1(}3 A.P. - Arjuna Pralabda 103 E46 91 A.W. - Arjunawijaya 100 Gh. - Ghatotkaca.\;raya 97 Babi Ch. A . 94 G.O. - GeQangan Ch. 90 BarabuQur (inscription) 90 Gob1eg Ch. (Pura Batur) B . 95 Batuan Ch.. 94 Batunya Ch. A I . 93 H. - Hari\;raya Kakawin 106 Batur P. Abang Ch. A 94 Hr. - Hariwijaya 106 B.B. - Babad Bla-Batuh 103 Hrsw. - Kidung Har~awijaya . 107 Bebetin Ch. A I . 91 H.W. - Hariwang\;a 95 B.K. - Bhoma.lcawya . 104 J.D. - Mausalaparwa . 110 B.P. - Bhi~maparwa . 104 Br. I pp. 607 ff. 95 K.A. - Kembang Arum Ch. 92 pp. 613 ff.. 95 Kid. Adip. - Kidung Adiparwa 106 pp. 619 ff.. 95 K.K. - KufijarakarQ.a . 108 Br. II pp. 49 if. 95 K.O. I . 92 Brh. - Brahmal}.Qa-pural}.a . 105 II 90 Bs. - Bhimaswarga 104 V 94 B.T. - Bagus Turunan 104 VII . 93 Bulihan Ch.. 97 VIII 92 Buwahan Ch. A 93 XI 91 Buwahan Ch. E 97 XIV 91 B.Y. - Bharatayuddha 96 XV. 91 XVII 92 C. - Cupak 106 XXII 93 c.A. - Calon Arang 105 Kor. - Korawa\;rama . 108 Campaga Ch. A 97 Kr. - Krtabasa 108 Campaga Ch. C 99 Kr.B. - Chronicle of Bayu . 106 Catur. - Caturyuga 106 Krsn. - Kr~l}.iintaka 108 Charter Frankfurt N.S. K.S. - Kidung Sunda . 101 No. -
Wayang Kulit in Bali and Wayang Listrik in America
Wesleyan University The Honors College A Sense of Place: Wayang kulit in Bali and wayang listrik in America by Tessa Charlotte Prada Young Class of 2013 A thesis submitted to the faculty of Wesleyan University in partial fulfillment of the requirements for the Degree of Bachelor of Arts with Departmental Honors in Theater and the East Asian Studies Program Middletown, CT April, 2013 Young 2 TABLE OF CONTENTS LIST OF FIGURES …………………………………………………………………… 3 ACKNOWLEDGEMENTS ……………………………………………………………… 4 INTRODUCTION ……………………………………………………………………… 5 WAYANG KULIT IN BALI……………………………………………………………… 6 WAYANG KULIT AS A CHANGING RITUAL …………………………………………… 14 SHADOWLIGHT PRODUCTIONS ……………………………………………………… 19 DREAMSHADOWS…………………………………………………………… 22 IN XANADU ………………………………………………………………… 26 SIDHA KARYA ……………………………………………………………… 29 MAYADENAWA ……………………………………………………………… 32 ELECTRIC SHADOWS OF BALI: AMBROSIA OF IMMORTALITY ………………… 33 COYOTE’S JOURNEY AND AFTERWARD ……………………………………… 35 TRANSLATING RITUAL ACROSS CULTURAL BOUNDARIES ………………………… 38 CONCLUSION ……………………………………………………………………… 44 APPENDIX I: DEFINITIONS ………………………………………………………… 47 WORKS CITED ……………………………………………………………………… 49 Young 3 LIST OF FIGURES FIGURE 1. Balinese wayang of Arjuna ……………………………………………… 10 Balinese Puppet, Arjuna. N.d. Australian Museum, Sydney, Austrialia. Australian Museum. 28 July 2011. Web. 11 Apr. 2013. <http://australianmuseum.net.au/image/Balinese-Puppet-Arjuna-E79061>. FIGURE 2. Balinese wayang of Durasasana ………………………………………… 11 Wayang Kulit Figure, Representing Dursasana. Before 1933. Tropenmuseum, -
Introduction to Old Javanese Language and Literature: a Kawi Prose Anthology
THE UNIVERSITY OF MICHIGAN CENTER FOR SOUTH AND SOUTHEAST ASIAN STUDIES THE MICHIGAN SERIES IN SOUTH AND SOUTHEAST ASIAN LANGUAGES AND LINGUISTICS Editorial Board Alton L. Becker John K. Musgrave George B. Simmons Thomas R. Trautmann, chm. Ann Arbor, Michigan INTRODUCTION TO OLD JAVANESE LANGUAGE AND LITERATURE: A KAWI PROSE ANTHOLOGY Mary S. Zurbuchen Ann Arbor Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan 1976 The Michigan Series in South and Southeast Asian Languages and Linguistics, 3 Open access edition funded by the National Endowment for the Humanities/ Andrew W. Mellon Foundation Humanities Open Book Program. Library of Congress Catalog Card Number: 76-16235 International Standard Book Number: 0-89148-053-6 Copyright 1976 by Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan Printed in the United States of America ISBN 978-0-89148-053-2 (paper) ISBN 978-0-472-12818-1 (ebook) ISBN 978-0-472-90218-7 (open access) The text of this book is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License: https://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/ I made my song a coat Covered with embroideries Out of old mythologies.... "A Coat" W. B. Yeats Languages are more to us than systems of thought transference. They are invisible garments that drape themselves about our spirit and give a predetermined form to all its symbolic expression. When the expression is of unusual significance, we call it literature. "Language and Literature" Edward Sapir Contents Preface IX Pronounciation Guide X Vowel Sandhi xi Illustration of Scripts xii Kawi--an Introduction Language ancf History 1 Language and Its Forms 3 Language and Systems of Meaning 6 The Texts 10 Short Readings 13 Sentences 14 Paragraphs.. -
The Era of Uncertainty and Ethical Arrangement In
Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies - ISSN: 0126-012X (p); 2356-0912 (e) Vol. 56, no. 2 (2018), pp.461-493, doi: 10.14421/ajis.2018.562.461-493 THE ERA OF UNCERTAINTY AND ETHICAL ARRANGEMENT IN JAVANESE CLASSICAL TEXTS Disseminating Ranggawarsita’s Works as Source of Islamic Ethics in Islamic Higher Education Zumrotul Mukaffa Sunan Ampel State Islamic University (UIN) Surabaya Email: [email protected] Abstract: This paper investigates the era of uncertainty and ethical arrangement as formulated in the Javanese classical text written by Ranggawarsita (1802-1873 M). Most of his works, especially Serat Kalatidha, Serat Sabdapranawa, and Serat Sabdatama, was situated during the era of uncertainty and the era of zaman edan (age of insanity), kalabendu (age of anger), owah or pakewuh (age of strangeness). The social structure in this era was seen the apparent rise of unethical behavior. Elite communities were seen to be lacking in self-respenct, meanwhile the general population were regarded as ignoring basic public morality. New ethical notion emerged to set society free from ‘uncertainty’ through the implementation of four ethical doctrines in social life, namely monotheism, purba wasesa ing astane Gusti (submission to God’s predestination), muhung mahas ing asepi (self-contemplation), and eling lan waspada (self-awareness and mindfulness). The current situation of the Indonesian nation is very similar to the age of kalabendu. Thus it is necessary to disseminate and transform of ethical doctrines in the Islamic Higher Education through Islamic Ethic, in the form of textbooks. [Artikel ini membahas zaman ketidakpastian dan respon etisnya di dalam naskah Jawa klasik karya pujangga Ranggawarsita. -
Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 24%
Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 24% Date: Rabu, Desember 30, 2019 Statistics: 25094 words Plagiarized / 6022 Total words Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- i MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM SERAT WEDATAMA (SEBUAH KAJIAN THEOLOGI) Oleh : Dr. Drs. Marsono, M.Pd.H ii MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM SERAT WEDATAMA (SEBUAH KAJIAN THEOLOGI) Penulis: Dr. Drs. Marsono, M.Pd.H Editor : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H. PENERBIT : Jayapangus Press REDAKSI : Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI Telp. (0361) 226656 Fax. (0361) 226656 http://jayapanguspress.org Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN : 978-602-51483-1-6 iii KATA PENGANTAR Om Swastyastu Dengan rasa angayubagia kehadapan Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmatNya, maka penyusunan buku yang berjudul “Manunggaling Kawula Gusti Dalam Serat Wedatama (Sebuah Kajian Theologi)” dapat terselesaikan dengan baik. Serat Wedatama mengandung nilai-nilai yang luhur sebagai tuntunan susila disamping sebagai tuntunan hidup, menjadikan karya sastra tersebut bertahan terus hingga saaat ini. Kehebatan bertahan sebuah karya sastra menunjukan hebatnya pengarang dibalik karya besar tersebut. Kajian theologi Serat Wedatama memberikan pemahaman dasar bahwa seorang manusia bisa memahami makna kehidupan ini, dan menjalani roda perputaran kehidupannya dengan penuh makna pula. Setiap detik yang berlalu dalam hidupnya, selalu bermakna, tidak ada kesia-siaan. Karena manusia dilahirkan kedunia ini, pasti dengan tujuan yang mulia pula, bukan sekedar iseng belaka. Kesadaran akan kelahiran berarti kesadaran akan tujuan hidup lahir kedunia. Tujuan hidup yang sesungguhnya akan dapat iv dicapai melalui implementasi nilai-nilai luhur. Nilai luhur itulah yang bias digunakan untuk menata kehidupan ini sehingga perubahan menuju penyeimbangan antara pemenuhan spiritual dan jasmani tercapai. -
Pluralisme Agama Dalam Kakawin Sutasoma
48 PLURALISME AGAMA DALAM KAKAWIN SUTASOMA Hasan Irsyad; M. Ridlwan; Pheni Cahya Kartika Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surabaya [email protected] ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada pluralisme agama dalam Kakawin Sutasoma serta Bhinneka Tunggal Ika dalam konteks asli Kakawin Sutasoma. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan konsep pluralisme agama yang diajarkan Kakawin Sutasoma dan Bhinneka Tunggal Ika sesuai dengan konteks asli Kakawin Sutasoma. Untuk menemukan pluralisme agama dalam Kakawin Sutasoma, digunakan tiga prinsip pluralisme agama Coward. Penelitian ini berbentuk penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, sedangkan analisis data dilakukan secara diskriptif. Dokumen yang digunakan adalah Kakawin Sutasoma terjemahan Dwi Woro Retno Mastuti dan Hastho Bramantyo yang diterbitkan Komunitas Bambu pada 2009. Penelitian berhasil mengidentifikasi adanya pluralisme agama Siwa- Buddha dalam Kakawin Sutasoma yang bercirikan toleransi dan saling menghormati antaragama, Tuhan dianggap sebagai hakikat tunggal yang berwujud jamak, agama- agama dianggap setara dan semuanya baik sebagai jalan menuju kebenaran, serta pengabsahan Buddha sebagai perwujudan Siwa lebih ditekankan daripada sebaliknya. Penelitian juga mendapati bahwa Bhinneka Tunggal Ika dalam Kakawin Sutasoma adalah ungkapan yang mengajarkan pluralisme agama. Bhinneka Tunggal Ika dalam Kakawin Sutasoma berbeda dengan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara. Sebagai semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika cakupannya diperluas dan tidak mengajarkan pluralisme agama. Kata Kunci: bhinneka tunggal ika, kakawin sutasoma, pluralisme agama PENDAHULUAN Dewasa ini agama-agama di dunia mendapat tantangan dari paham-paham beragama baru yang berkembang seperti sekularisme agama dan pluralisme agama. Di Indonesia, paham-paham tersebut mendapat perhatian serius dari tokoh-tokoh dan organisasi-organisasi keagamaan, salah satunya Majelis Ulama Indonesia (MUI). -
Sunan Kali Jaga
Sunan Kali Jaga Sunan Kali Jaga is one of the Wali Sanga,1 and remains an important figure for Muslims in Java because of his work in spreading Islam and integrating its teachings into the Javanese tradition. Throughout his time proselytizing, he used art forms that, at the time, were both amenable to and treasured by the people of Java. Sunan Kali Jaga is thought to have been born in 1455, with the name Raden Syahid (Raden Sahid) or Raden Abdurrahman. He was the son of Aria Wilatikta, an official in Tuban,2 East Java, who was descended from Ranggalawe, an official of the Majapahit Kingdom during the time of Queen Tri Buwana Tungga Dewi and King Hayam Wuruk. Sunan Kali Jaga’s childhood coincided with the collapse of the Majapahit Kingdom recorded in the sengkalan “Sirna Ilang Kertaning Bhumi,”3 referring to the year 1400 Caka4 (1478). Seeing the desperate situation of the people of Majapahit, Raden Syahid decided to become a bandit who would rob the kingdom’s stores of crops and the rich people of Majapahit, and give his plunder to the poor. He became well known as Brandal5 Lokajaya. One day when Raden Syahid was in the forest, he accosted an old man with a cane, which he stole, thinking it was made from gold. He said that he would sell the cane and give the money to the poor. The old man was Sunan Bonang,6 and he did not approve of Raden Syahid’s actions. Sunan Bonang advised Raden Syahid that God would not accept such bad deeds; even though his intentions were good, his actions were wrong.