Download Download

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Download Download Doi: 10.5281/zenodo.3602548 Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 KAJIAN ASPEK NARATIF DAN RELIGIUSITAS GAGURITAN ARJUNA WIWAHA oleh Nyoman Astawani*, I Ketut Muadaii Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Bali [email protected]*, [email protected] Abstrak Geguritan Arjunawiwaha berkembang dan mendapat pengaruh yang besar dari kesusastraan Jawa kuno, juga akhirnya memberikan pangaruh yang sangat dalam pada beberapa aspek kehidupan masyarakat Bali. Gaguritan Arjunawiwaha yang berbahasa Jawa kuna, dan sudah banyak para sarjana mengadakan penelitian. Penelitian terhadap aspek struktur naratif dan religiusitas gaguritan Arjunawiwaha ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan filologi, struktural, dan hermeneutik serta didukung teknik pengumpulan data, analisis data serta studi pustaka. Dengan perpaduan teori ini, aspek struktur naratif gaguritan Arjunawiwaha ditemukan yaitu: sinopsis, insiden, latar, alur, tema, serta gaya bahasa, sedangkan dalam aspek religiusitas terungkap tentang: keteguhan hati Arjuna, ajaran- jaran kependetaan, rasa tanggungjawab, swadarma sebagai kesatrya, kemenangan dharma melawan adharma, karmaphala, simbol agama, dan cerminan cinta bangsa dan negara. Kata kunci : Struktur Naratif, Religiusitas, Arjunawiwaha STUDY OF NARRATIVE AND RELIGIOSITY ASPECTS GAGURITAN ARJUNA WIWAHA Abstract Geguritan Arjunawiwaha developed and got a big influence from ancient Javanese literature, also finally giving a very deep influence on several aspects of Balinese life. Gaguritan Arjunawiwaha who spoke old Javanese, and many scholars have conducted research. Research on the aspects of narrative structure and arjunawiwaha gaguritan religiosity was carried out using qualitative methods through philological, structural, and hermeneutic approaches and supported by data collection techniques, data analysis and literature study. With this theory integrated, the narrative structure aspects of Arjunawiwaha's narrative are found: synopsis, incident, setting, plot, theme, and language style, while in the aspect of religiosity revealed about: Arjuna's determination, teachings of the clergy, sense of responsibility, swadarma as reality, dharma victory against adharma, karmaphala, religious symbols, and a reflection of the love of the nation and state. Keywords: Narrative Structural, Religious, Arjunawiwaha 1 Doi: 10.5281/zenodo.3602548 Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 I. PENDAHULUAN astra lama yang merupakan (informasi dari Gedong Kirtya S rekaman kebudayaan dari kurun Singaraja). zaman yang lama, mengandung Adanya usaha penyimpanan berbagai macam ekspresi kebudayaan, hasil karya sastra lama itu menurut buah pikiran, ajaran budi pekerti, Robson, yang memberikan istilah nasehat, hiburan, pantangan dan lain sastra Klasik , atau sastra-sastra yang sebagainya, termasuk kehidupan berasal dari zaman pra modern keagamaan mereka di waktu itu sebelum adanya pengaruh Eropa (Baroroh Baried, 1987 : iii). Karya- secara intensif (Robson, 1978 : 2). karya sastra lama yang merupakan Dalam karya-karya sastra tersebut ada peninggalan nenek moyang zaman sesuatu yang terkandung amat penting dahulu, sampai sekarang masih dan berharga yaitu warisan rohani diselamatkan oleh para pencinta sastra bangsa Indonesia. Naskah-naskah Bali dan pemerintah, dan sebagai tersebut ditulis dalam bentuk prosa, buktinya khususnya di Bali dapat seperti parwa, babad dan ada pula yang dilihat seperti : Gedong Kirtya ditulis dalam bentuk puisi, seperti Singaraja, Balai Penelitian Bahasa, kidung, kakawin dan geguritan. Lembaga Pustaka Lontar Universitas Naskah-naskah tersebut mengandung Udayana, Pusat Dokumentasi berbagai macam nilai, yang sanggup Kebudayaan Denpasar, Perpustakaan memberikan kedamaian hati Universitas Hindu Indonesia Denpasar, penikmatnya. Dari kenyataan yang serta masih banyak tersebar diberbagai ada, sastra Klasik Bali merekam nilai- tempat sebagai koleksi perseorangan. nilai yang cukup tinggi serta Di antara tempat penyimpanan tersebut memberikan kepuasan bathin yang Gedong Kirtya Singaraja merupakan mendalam. Semua ini disebabkan oleh yang paling banyak dan paling lengkap adanya konvensi Bahasa, konvensi memiliki koleksi lontar, yaitu lebih Sastra dengan latar belakang budaya dari 5000 buah naskah lontar yang disajikan secara terpadu dalam 2 Doi: 10.5281/zenodo.3602548 Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 karya-karya sastra tersebut. Penyajian ini dapat dibuktikan bahwa di Bali ini merupakan manifestasi ketrampilan sampai sekarang karya sastra Kakawin para pengarang masa lampau yang maupun Geguritan masih tetap dibaca, cukup tinggi. Sehingga dengan jelas diterjemahkan dan ditafsirkan isinya sastra klasik Bali mengandung yang terkenal di Bali dengan istilah hubungan bathin serta latar belakang mabebasan..A. Teeuw menjelaskan budaya Bali yang terpadu, sehingga bahwa dalam tradisi mabebasan, melahirkan nilai-nilai etik moral berlangsunglah pekerjaan mengadakan religius dan filosofis Hindu. Di sini kritik teks, penafsiran dan penerapan sistem nilai budaya Bali merupakan sastra dan sebagainya yang diiringi salah satu unsur yang mempunyai oleh seni mawirama (Agastia, 1982 : eksistensi fungsional, karena di 13). dalamnya mengandung nilai-nilai, I Wayan Jendra menjelaskan norma-norma atau aturan-aturan bahwa istilah mabebasan berarti bila sebagai aspek ideal. Nilai-nilai budaya dua orang atau lebih berkumpul, itu merupakan manifestasi tindakan- seseorang membacakan sambil tindakan berpola sebagai aspek melagukan puisi Jawa Kuna material dan merupakan dimensi- (Kakawin) dan yang lain dimensi sosial budaya sebagai menerjemahkannya, dan kadang- perwujudan pola-pola kelakuan kadang ada yang mengulas manusia. (memberikan komentar). Selanjutnya Sastra klasik mempunyai dijelaskan bahwa cara ini merupakan kedudukan dan peranan yang sangat salah satu cara masyarakat Bali untuk penting dalam kehidupan masyarakat dapat mengungkapkan dan memetik Bali. Sehingga dalam pertumbuhan nilai budaya, filsafat dan agama yang dan perkembangannya kehidupan terkandung di dalam naskah-naskah masyarakat Bali masih diwarnai oleh lontar. Unsur yang paling penting pancaran nilai-nilai seni sastranya. Hal dalam mabebasan adalah adanya unsur 3 Doi: 10.5281/zenodo.3602548 Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 melagukan puisi Jawa Kuna (Mahabharata), pengaruh Jawa mulai (Kakawin), dan unsur-unsur besar di Bali, sehingga mencapai menerjemahkannya. Berapapun jumlah puncaknya pada zaman Majapahit. orang yang melakukan aktivitas Tradisi kraton Jawa yang mabebasan tersebut dan ada tidaknya mengembangkan kesusastraan keraton komentar tetap saja disebut mabebasan terus berlanjut di Bali. Hal ini terjadi (Sukarta, 1985 : 28). terutama pada abad ke-16 yaitu pada Naskah-naskah Kakawin yang terkenal zaman Gelgel di bawah pemerintahan yang sering dibacakan adalah Kakawin raja Waturenggong ( Agastia, 1980 : 8- Ramayana, Arjuna Wiwaha, 9). Bharatayudha, Siwaratrikalpa Dalam kaitannya dengan (Lubdaka), Sotasoma, Nitisastra dan pembangunan Nasional kita, lain sebagainya. khususnya pembangunan non fisik, Kesusastraan Bali Klasik maka sudah tentu tidak mungkin yang berkembang hingga kini karya-karya tulis tersebut mendapat pengaruh yang besar dari dikesampingkan begitu saja. Kita kesusastraan Jawa Kuna. Sejak abad menyadari sepenuhnya betapa ke-9 kebudayaan Jawa termasuk pentingnya warisan budaya bangsa kita kesusastraannya telah sedikit demi yang tersimpan dalam naskah-naskah sedikit masuk ke Bali yang akhirnya kuna, sebab naskah-naskah itu memberikan pengaruh yang sangat merupakan sumber pengetahuan yang dalam pada beberapa aspek kehidupan dapat membantu dalam usaha masyarakat Bali (Jendra, 1982 : 117). mempelajari, mengetahui dan Kemudian abad Ke-10, sejak kemudian menyajikan sejarah pemerintahan Dharmawangsa Teguh di perkembangan kebudayaan bangsa kita Jawa, terjadi proyek besar (Herman Soemantri, 1979 : 1), Tim mangjawaken Byasamata, suatu usaha Peneliti Fakultas Sastra Unud, 1988: besar untuk menyalin ke dalam Bahasa 2). Jawa karya-karya Bhagawan Byasa 4 Doi: 10.5281/zenodo.3602548 Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 Berdasarkan hal di atas jelaslah sudah tentu pesan yang disampaikan penyimpanan dan pelestarian karya- sebagian besar disalurkan melalui karya sastra klasik mengandung penokohan. Sastra dikatakan indah sesuatu yang sangat penting baik untuk bukanlah semata karena bahasanya perkembangan ilmu pengetahuan yang beralun-alun dan penuh irama, maupun terhadap kehidupan manusia akan tetapi harus dilihat secara sebagai pendukungnya. Hal ini sangat keseluruhan, seperti : tema, amanat tepat ,sesuai dengan pendapat maupun struktur serta nilai yang Poerbatjaraka bahwa Bali adalah pulau terkandung di dalamnya (Esten, 1987 : peti tempat penyimpanan dan 7). Bila di kaitkan dengan salah satu perbendaharaan sastra dan budaya genre atau jenis sastra Bali Tradisional lama (Pidato pembukaan Fakultas yaitu geguritan, tentunya juga Sastra Unud, 29 September 1958). mengandung suatu hal yang sama yaitu Berhubungan dengan uraian di menyampaikan suatu amanat atau atas, bahwa sastra lama tersebut pesan kepada para pembaca. mengandung suatu pesan, dengan Karya sastra geguritan istilah sastranya disebut dengan sebagaimana kita ketahui adalah salah amanat. Amanat adalah keseluruhan satu jenis cipta sastra Bali tradisional makna atau isi dari suatu wacana, yang memiliki sistem
Recommended publications
  • Kakawin Ramayana
    KAKAWIN RAMAYANA Oleh I Ketut Nuarca PROGRAM STUDI SASTRA JAWA KUNO FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA APRIL 2017 Pengantar Peninggalan naskah-naskah lontar (manuscript) baik yang berbahasa Jawa Kuna maupun Bali yang ada di masyarakat Bali telah lama menjadi perhatian para peneliti baik peneliti nusantara maupun asing. Mereka utamanya peneliti asing bukan secara kebetulan tertarik pada naskah-naskah ini tetapi mereka sudah lama menjadikan naskah-naskah tersebut sebagai fokus garapan di beberapa pusat studi kawasan Asia Tenggara utamanya di eropa. Publikasi-publikasi yang ada selama ini telah membuktikan tingginya kepedulian mereka pada bidang yang satu ini. Hal ini berbeda keadaannya dibandingkan dengan di Indonesia. Luasnya garapan tentang bidang ini menuntut adanya komitmen pentingnya digagas upaya-upaya antisipasi untuk menghindari punahnya naskah-naskah dimaksud. Hal ini penting mengingat masyarakat khususnya di Bali sampai sekarang masih mempercayai bahwa naskah- naskah tersebut adalah sebagai bagian dari khasanah budaya bangsa yang di dalamnya mengandung nilai-nilai budaya yang adi luhung. Di Bali keberadaan naskah-naskah klasik ini sudah dianggap sebagai miliknya sendiri yang pelajari, ditekuni serta dihayati isinya baik secara perorangan maupun secara berkelompok seperti sering dilakukan melalui suatu tradisi sastra yang sangat luhur yang selama ini dikenal sebagai tradisi mabebasan. Dalam tradisi ini teks-teks klasik yang tergolong sastra Jawa Kuna dan Bali dibaca, ditafsirkan serta diberikan ulasan isinya sehingga terjadi diskusi budaya yang cukup menarik banyak kalangan. Tradisi seperti ini dapat dianggap sebagai salah satu upaya bagaimana masyarakat Bali melestarikan warisan kebudayaan nenek moyangnya, serta sedapat mungkin berusaha menghayati nilai-nilai yang terkandung di dalam naskah-naskah tersebut. Dalam tradisi ini teks-teks sastra Jawa Kuna menempati posisi paling unggul yang paling banyak dijadikan bahan diskusi.
    [Show full text]
  • Gagal Paham Memaknai Kakawin Sebagai Pengiring Upacara Yadnya Dan Dalam Menembangkannya: Sebuah Kasus Di Desa Susut, Bangli
    GAGAL PAHAM MEMAKNAI KAKAWIN SEBAGAI PENGIRING UPACARA YADNYA DAN DALAM MENEMBANGKANNYA: SEBUAH KASUS DI DESA SUSUT, BANGLI. I Ketut Jirnaya, Komang Paramartha, I Made wijana, I Ketut Nuarca Program tudi Sastra Jawa Kuno, akultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana E-mail: [email protected] Abstrak Karya sastra kakawin di Bali sering dipakai untuk mengiringi upacara yadnya. Dari itu banyak terbit dan beredar di masyarakat buku saku Kidung Pancayadnya. Isi setiap buku tersebut nyaris sama. Buku-buku ini membangun pemahaman masyarakat bahwa kakawin yang dipakai untuk mengiringi upacara yadnya telah baku tanpa melihat substansi makna filosofi bait-bait tersebut. Masalahnya beberapa anggota masyarakat berpendapat ada bait-bait kakawin yang biasa dipakai mengiringi upacara kematian, tidak boleh dinyanyikan di pura. Di samping itu juga cara menembangkan kakawin belum baik dan benar. Hal ini juga terjadi di desa Susut, Bangli. Setelah dikaji, ternyata mereka salah memahami makna filosofis bait-bait kakawin tersebut. Hasilnya, semua bait kakawin bisa dinyanyikan di pura karena salah satu fungsinya sebagai sarana berdoa. Setiap upacara yadnya diiringi dengan melantunkan bait-bait kakawin yang telah disesuaikan substansi makna dari bait-bait tersebut dengan yadnya yang diiringi. Demikian pula mereka baru tahu bahwa menembangkan kakawin ada aturannya. Kata kunci: kakawin, yadnya, doa, guru-lagu. 1.Pendahuluan Kakawin dan parwa merupakan karya sastra Jawa Kuna yang hidup subur pada zaman Majapahit. Ketika Majapahit jatuh dan masuknya agama Islam, maka karya sastra kakawin banyak yang diselamatkan di Bali yang masih satu kepercayaan dengan Majapahit yaitu Hindu (Zoetmulder, 1983). Dari segi bentuk, kakawin berbentuk puisi dengan persyaratan (prosodi) satu bait terdiri dari empat baris yang diikat dengan guru-lagu.
    [Show full text]
  • Of Manuscripts and Charters Which Are Mentioned In
    INDEX OF MANUSCRIPTS AND CHARTERS WHICH ARE MENTIONED IN TABLES A AND B 1 Page Page Adip. - Adiparwa . 94 Dj.pur. - Jayapural}.a . 106 Ag. - Agastyaparwa . 103 Dpt. - VangQang petak . 106 A.N. - Afiang Nilartha . 1(}3 A.P. - Arjuna Pralabda 103 E46 91 A.W. - Arjunawijaya 100 Gh. - Ghatotkaca.\;raya 97 Babi Ch. A . 94 G.O. - GeQangan Ch. 90 BarabuQur (inscription) 90 Gob1eg Ch. (Pura Batur) B . 95 Batuan Ch.. 94 Batunya Ch. A I . 93 H. - Hari\;raya Kakawin 106 Batur P. Abang Ch. A 94 Hr. - Hariwijaya 106 B.B. - Babad Bla-Batuh 103 Hrsw. - Kidung Har~awijaya . 107 Bebetin Ch. A I . 91 H.W. - Hariwang\;a 95 B.K. - Bhoma.lcawya . 104 J.D. - Mausalaparwa . 110 B.P. - Bhi~maparwa . 104 Br. I pp. 607 ff. 95 K.A. - Kembang Arum Ch. 92 pp. 613 ff.. 95 Kid. Adip. - Kidung Adiparwa 106 pp. 619 ff.. 95 K.K. - KufijarakarQ.a . 108 Br. II pp. 49 if. 95 K.O. I . 92 Brh. - Brahmal}.Qa-pural}.a . 105 II 90 Bs. - Bhimaswarga 104 V 94 B.T. - Bagus Turunan 104 VII . 93 Bulihan Ch.. 97 VIII 92 Buwahan Ch. A 93 XI 91 Buwahan Ch. E 97 XIV 91 B.Y. - Bharatayuddha 96 XV. 91 XVII 92 C. - Cupak 106 XXII 93 c.A. - Calon Arang 105 Kor. - Korawa\;rama . 108 Campaga Ch. A 97 Kr. - Krtabasa 108 Campaga Ch. C 99 Kr.B. - Chronicle of Bayu . 106 Catur. - Caturyuga 106 Krsn. - Kr~l}.iintaka 108 Charter Frankfurt N.S. K.S. - Kidung Sunda . 101 No.
    [Show full text]
  • Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 24%
    Plagiarism Checker X Originality Report Similarity Found: 24% Date: Rabu, Desember 30, 2019 Statistics: 25094 words Plagiarized / 6022 Total words Remarks: High Plagiarism Detected - Your Document needs Critical Improvement. ------------------------------------------------------------------------------------------- i MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM SERAT WEDATAMA (SEBUAH KAJIAN THEOLOGI) Oleh : Dr. Drs. Marsono, M.Pd.H ii MANUNGGALING KAWULA GUSTI DALAM SERAT WEDATAMA (SEBUAH KAJIAN THEOLOGI) Penulis: Dr. Drs. Marsono, M.Pd.H Editor : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H. PENERBIT : Jayapangus Press REDAKSI : Jl. Ratna No.51 Denpasar - BALI Telp. (0361) 226656 Fax. (0361) 226656 http://jayapanguspress.org Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Katalog Dalam Terbitan (KDT) ISBN : 978-602-51483-1-6 iii KATA PENGANTAR Om Swastyastu Dengan rasa angayubagia kehadapan Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia dan rahmatNya, maka penyusunan buku yang berjudul “Manunggaling Kawula Gusti Dalam Serat Wedatama (Sebuah Kajian Theologi)” dapat terselesaikan dengan baik. Serat Wedatama mengandung nilai-nilai yang luhur sebagai tuntunan susila disamping sebagai tuntunan hidup, menjadikan karya sastra tersebut bertahan terus hingga saaat ini. Kehebatan bertahan sebuah karya sastra menunjukan hebatnya pengarang dibalik karya besar tersebut. Kajian theologi Serat Wedatama memberikan pemahaman dasar bahwa seorang manusia bisa memahami makna kehidupan ini, dan menjalani roda perputaran kehidupannya dengan penuh makna pula. Setiap detik yang berlalu dalam hidupnya, selalu bermakna, tidak ada kesia-siaan. Karena manusia dilahirkan kedunia ini, pasti dengan tujuan yang mulia pula, bukan sekedar iseng belaka. Kesadaran akan kelahiran berarti kesadaran akan tujuan hidup lahir kedunia. Tujuan hidup yang sesungguhnya akan dapat iv dicapai melalui implementasi nilai-nilai luhur. Nilai luhur itulah yang bias digunakan untuk menata kehidupan ini sehingga perubahan menuju penyeimbangan antara pemenuhan spiritual dan jasmani tercapai.
    [Show full text]
  • G. Resink from the Old Mahabharata - to the New Ramayana-Order
    G. Resink From the old Mahabharata - to the new Ramayana-order In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 131 (1975), no: 2/3, Leiden, 214-235 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl Downloaded from Brill.com09/27/2021 04:10:30AM via free access G. J. RESINK FROM THE OLD MAHABHARATA- TO THE NEW RAMAYANA-ORDER* ". the Bharata Judha can be performed again — when Java will again be free . ." Pronouncement of a nineteenth century dalang. Some people not only live, but also die and kill by myths. So the well-known Darul Islam leader S. M. Kartosoewirjo wrote in a secret note to President Soekarno in 1951, prophesying entirely from the myth of a Javanese version of the Mahabharata epic, that a "Perang Brata Juda Djaja Binangun" was imminent. This conflict would lead to a confrontation with Communism — to which the expression "Lautan Merah" alluded —- and world revolution.1 The Javanese santri who was to advocate and lead the jihad or holy war in defence of an Islamic Indonesian state was writing to the Javanese abangan here in terms which both understood perfectly well. For it was precisely this wayang story that was usually staged as a bersih desa rite or a ngruwat ceremony for purposes of "purification" or the exorcism of all evil and misfortune that had ever struck or threatened still to befall the community. As a student I once witnessed such a performance together with my mother in the village of Karang Asem, to the north of Yogya. She wrote about it in the journal Djdwd, referring in particular to how the women fled the scène towards mid- * I feel most indebted to Dr.
    [Show full text]
  • H. Creese Ultimate Loyalties. the Self-Immolation of Women in Java and Bali
    H. Creese Ultimate loyalties. The self-immolation of women in Java and Bali In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Old Javanese texts and culture 157 (2001), no: 1, Leiden, 131-166 This PDF-file was downloaded from http://www.kitlv-journals.nl HELEN CREESE Ultimate Loyalties The Self-immolation of Women in Java and Bali Her deep sorrow became intolerable) and as there seemed nothing else to wait for, she. hurriedly prepared herself for death. She drew the dagger she had been holding all the while, which sparkled now taken from its sheath. She then threw herself fearlessly on it,.and her blood gushed forth like red mineral. (Bharatayuddha.45.1-45.2, Supomo 1993:242.1) With this, Satyawati, the wife of the hero Salya, cruelly slain in the battle between the Pandawas and Korawas, ends her life in the ultimate display of love and fidelity, choosing to follow her husband to the next world rather • than remain in this one without him. On hearing the news of Salya's death, Satyawati sets out to join him, firm in the knowledge that 'her life began to end the moment she fell asleep the night before', when &alya slipped from her bed and left her, and although she 'still had a body [...] it was just like a casket, for her spirit had gone when the king went into battle' {Bharatayuddha 42.4). Accompanied by her maid, Sugandhika, she wanders the battlefield, slip- ping in its 'river of blood' and stumbling over 'stinking corpses' as she search- es in vain for Salyas body.
    [Show full text]
  • Sêrat Darmasunya Macapat Dan Kakawin Dharma Śūnya Dalam Hubungan Transformasi
    HUMANIORA VOLUME 27 No. 2 Juni 2015 Halaman 232-242 SÊRAT DARMASUNYA MACAPAT DAN KAKAWIN DHARMA ŚŪNYA DALAM HUBUNGAN TRANSFORMASI Wiwien Widyawati Rahayu* ABSTRACT Studies on Sêrat Darmasunya are conductedthrough literary and philological research. This is because both types of the studies cannot be absolutely separated. Sêrat Darmasunya is a holistic structure. Every element with a particular situation does not have a meaning in itself but,rather, the meaning is determined by its relationships with the other elements involved. A full meaning can be comprehended only if this element is integrated into the structure that is the overall elements. As a macapat song or a Javanese poetry, Sêrat Darmasunya should be understood by paying attention to the relationships between its elements as a part of the whole structure. The structure of Sêrat Darmasunya should be analyzed based on the constituent elements of a poetry. These elements comprise intrinsic and extrinsic elements. Then, the critical edition of Serat Darmasunya was then analyzed through the approach of Intertextual-transformation theory. Sêrat Darmasunya provides information that between the manuscript and the text under study have similar contents. Although written with different metrum and in different languages, there are similarities in both explicit and implied meaning. Cultural environment shaped the mindset of the authors, whocame from the same environment that was the acculturation environment between Hindu and Javanese culture. Keywords: Sêrat Darmasunya, macapat, literary, philological, transformation ABSTRAK Penelitian terhadap Sêrat Darmasunya dilakukan secara literer dan filologis karena kedua macam bentuk penelitian ini tidak dapat dipisah-pisahkan secara mutlak. Sêrat Darmasunya merupakan sebuah struktur yang utuh.
    [Show full text]
  • CANDI DI JAWA TIMUR Stilisasi Relief Manusia, Hewan, Dan Mahluk Hayali Dengan Jalinan Motif Awan, Tumbuhan, Atau Api
    KEBERADAAN RELIEF TERSAMAR PADA CANDI- CANDI DI JAWA TIMUR Stilisasi Relief Manusia, Hewan, dan Mahluk Hayali dengan Jalinan Motif Awan, Tumbuhan, atau Api Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat S2 Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Minat Utama Pengkajian Seni Rupa diajukan oleh: Taufiqurrahman Hidayat NIM:12211140 Kepada PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT SENI INDONESIA (ISI) SURAKARTA 2015 i PERSETUJUAN Disetujui dan disahkan oleh pembimbing Pembimbing Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S. NIP. 195211301978101001 ii PENGESAHAN TESIS KEBERADAAN RELIEF TERSAMAR PADA CANDI-CANDI DI JAWA TIMUR Stilisasi Relief Manusia, Hewan, dan Mahluk Hayali dengan Jalinan Motif Awan, Tumbuhan, atau Api Dipersiapkan dan disusun oleh Taufiqurrahman Hidayat NIM: 12211140 Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 31 Juli 2015 Susunan Dewan Penguji Pembimbing Ketua Dewan Penguji Prof. Dr. Rustopo, S. Kar., M.S. Dr. Aton Rustandi, S. Sn., M.Sn. NIP. 195211301978101001 NIP. 197106301998021001 Penguji Utama Prof. Dr. Drs. Dharsono., M.Sn. NIP. 195107141985031002 Tesisi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan pada Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Surakarta _______ 2015 Direktur Pascasarjana Dr. Aton Rustandi Muliyana, S. Sn., M.Sn. NIP. 197106301998021001 iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahawa Tesis dengan judul “Keberadaan Relief Tersamar pada Candi-Candi di Jawa Timur: Stilisasi Relief Manusia, Hewan, dan Mahluk Hayali dengan Jalinan Motif Awan, Tumbuhan, atau Api” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri; dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko / sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila dikemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
    [Show full text]
  • Inventory of the Oriental Manuscripts of the Library of the University of Leiden
    INVENTORIES OF COLLECTIONS OF ORIENTAL MANUSCRIPTS INVENTORY OF THE ORIENTAL MANUSCRIPTS OF THE LIBRARY OF THE UNIVERSITY OF LEIDEN VOLUME 6 MANUSCRIPTS OR. 5001 – OR. 6000 REGISTERED IN LEIDEN UNIVERSITY LIBRARY IN THE PERIOD BETWEEN MAY 1905 AND MAY 1917 COMPILED BY JAN JUST WITKAM PROFESSOR OF PALEOGRAPHY AND CODICOLOGY OF THE ISLAMIC WORLD IN LEIDEN UNIVERSITY INTERPRES LEGATI WARNERIANI TER LUGT PRESS LEIDEN 2007 © Copyright by Jan Just Witkam & Ter Lugt Press, Leiden, The Netherlands, 2006, 2007. The form and contents of the present inventory are protected by Dutch and international copyright law and database legislation. All use other than within the framework of the law is forbidden and liable to prosecution. All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, translated, stored in a retrieval system, or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photocopying, recording or otherwise, without prior written permission of the author and the publisher. First electronic publication: 27 October 2006. Latest update: 29 July 2007 Copyright by Jan Just Witkam & Ter Lugt Press, Leiden, The Netherlands, 2006, 2007 2 PREFACE The arrangement of the present volume of the Inventories of Oriental manuscripts in Leiden University Library does not differ in any specific way from the volumes which have been published earlier (vols. 5, 12, 13, 14, 20, 22 and 25). For the sake of brevity I refer to my prefaces in those volumes. A few essentials my be repeated here. Not all manuscripts mentioned in the present volume were viewed by autopsy. The sheer number of manuscripts makes this impossible.
    [Show full text]
  • A STUDY of the SUTASOMA KAKAWIN.Pdf (PDF, 8.03MB)
    l The University of Sydney Copyright in relation to this thesis* Under the Copyright Act 1968 (several provisions of which are referred to below), this thesis must be used only under the normal conditions of scholarly fa1r dealing for the purposes of research, criticism or review. In particular no results or conclusions should be extracted from it, nor should it be copied or closely paraphrased in whole or in part without the written consent of the author. Proper written acknowledgement should be made for any assistance obtained from this thesis. Under Section 35(2) of the Copyright Act 1968 'the author of a literary, dramatic, musical or artistic work is the owner of any copyright subsisting in the work·. By virtue of Section 32(1 ) copyright 1Subsists in an original literary, dramatic, musical or artistic work that is unpublished' and of which the author was an Australian citizen, an Australian protected person or a person resident in Australia. The Act, by Section 36(1) provides: 'Subject to this Act, the copyright in a literary, dramatic, musical or artistic work is infringed by a person who, not being the owner of the copyright and without the licence of the owner of the copyright, does in Australia, or authorises the doing in Australia of, any act comprised in the copyright'. Section 31 (1 )(a)(i) provides that copyright includes the exclusive right to 'reproduce the work in a material form'. Thus, copyright is infringed by a person who, not being the owner of the copyright and without the licence of the owner of the copyright, reproduces or authorises the reproduction of a work, or of more than a reasonable part of the v.
    [Show full text]
  • Panji – an Icon of Cultural Heritage in East Java
    Panji – an icon of cultural heritage in East Java Dr. Lydia Kieven Introduction: Budaya Panji/ Panji Culture Imagine an evening after 6 p.m. in Java when it’s dark and warm. There is a mild wind blowing so that you don’t get sweatened. We are near Trawas on the lower slopes of Mount Penanggungan, 50 km south of Surabaya, the capital of the Indonesian province of East Java. You hear children singing, one of them with a raised voice, sounds like narrating a story. Torches flicker in the darkness. Attracted by the voices and by the light, you get closer and see two children holding and slowly unrolling a paper scroll, with depictions of coloured figures, landscapes, houses, animals. One of the figures wears a helmet-like headdress. Another child sits in front of the paper scroll, points with a little stick on the depicted figures and, like a shadowpuppet player (dalang), narrates the story behind the depictions. About 10 other children with a soft voice sing their songs, accompanying the dalang. Next to the group stands a Javanese man, smiling and obviously being very happy with the event. Suryo Wardhoyo Prawiroatmojo from Trawas has enacted this spectacle. His idea is to initiate a revival of wayang beber, an old traditional way of performing Panji stories. Wayang beber is one of numerous wayang forms in Java, others which are better-known are wayang kulit (the shadow play), wayang golek (wooden puppets), wayang topeng (the mask dance). Wayang beber having its origin in East Java is nearly exstinct. There still exist a few rolls in the region of Pacitan (East Java) and Gunung Kidul (Central Java near Yogyakarta) which for many years have not been performed any more.1 No child in common society would ever hear about wayang beber.
    [Show full text]
  • Javanese Personal Pronoun Sira's Dynamic Change In
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 509 4th International Conference on Language, Literature, Culture, and Education (ICOLLITE 2020) Javanese Personal Pronoun Sira’s Dynamic Change in 10th – 16th Century Atin Fitriana, Myrna Laksman-Huntley*, Dwi Puspitorini Faculty of Humanities, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT In the study of language change, often personal pronouns are one of the aspects discussed and these are an important aspect in the study of Javanese too. However, research on Javanese personal pronouns with respect to the scope of language change has not been done. In the study of language change, the data used are diachronic using current approaches such as the use of corpus linguistics. Therefore, this study aims to display the shift of sira used in 10-16th century Javanese literature using corpus linguistic and Mair’s grammaticalization approach examining data using qualitative-quantitative methods. Frequency is an important aspect in discovering shifts, and the concordance line feature and n-grams in the Antconc program reveal that the homonym form of sira serves as a modifier and an honorific marker in certain contexts, while the referent shift occurs from the third person to third and second person in the later period Javanese period. Among the various functions of sira, the use of sira is closely related to honorific aspects. Additionally, the shifts of sira into the second person pronoun cannot be separated from its function
    [Show full text]