Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

KAJIAN ASPEK NARATIF DAN RELIGIUSITAS GAGURITAN WIWAHA

oleh Nyoman Astawani*, I Ketut Muadaii Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI [email protected]*, [email protected]

Abstrak Geguritan Arjunawiwaha berkembang dan mendapat pengaruh yang besar dari kesusastraan Jawa kuno, juga akhirnya memberikan pangaruh yang sangat dalam pada beberapa aspek kehidupan masyarakat Bali. Gaguritan Arjunawiwaha yang berbahasa Jawa kuna, dan sudah banyak para sarjana mengadakan penelitian. Penelitian terhadap aspek struktur naratif dan religiusitas gaguritan Arjunawiwaha ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan filologi, struktural, dan hermeneutik serta didukung teknik pengumpulan data, analisis data serta studi pustaka. Dengan perpaduan teori ini, aspek struktur naratif gaguritan Arjunawiwaha ditemukan yaitu: sinopsis, insiden, latar, alur, tema, serta gaya bahasa, sedangkan dalam aspek religiusitas terungkap tentang: keteguhan hati Arjuna, ajaran- jaran kependetaan, rasa tanggungjawab, swadarma sebagai kesatrya, kemenangan dharma melawan adharma, karmaphala, simbol agama, dan cerminan cinta bangsa dan negara.

Kata kunci : Struktur Naratif, Religiusitas, Arjunawiwaha

STUDY OF NARRATIVE AND RELIGIOSITY ASPECTS GAGURITAN ARJUNA WIWAHA

Abstract Geguritan Arjunawiwaha developed and got a big influence from ancient Javanese literature, also finally giving a very deep influence on several aspects of Balinese life. Gaguritan Arjunawiwaha who spoke old Javanese, and many scholars have conducted research. Research on the aspects of narrative structure and arjunawiwaha gaguritan religiosity was carried out using qualitative methods through philological, structural, and hermeneutic approaches and supported by data collection techniques, data analysis and literature study. With this theory integrated, the narrative structure aspects of Arjunawiwaha's narrative are found: synopsis, incident, setting, plot, theme, and language style, while in the aspect of religiosity revealed about: Arjuna's determination, teachings of the clergy, sense of responsibility, swadarma as reality, dharma victory against adharma, karmaphala, religious symbols, and a reflection of the love of the nation and state.

Keywords: Narrative Structural, Religious, Arjunawiwaha

1

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

I. PENDAHULUAN astra lama yang merupakan (informasi dari Gedong Kirtya S rekaman kebudayaan dari kurun Singaraja). zaman yang lama, mengandung Adanya usaha penyimpanan berbagai macam ekspresi kebudayaan, hasil karya sastra lama itu menurut buah pikiran, ajaran budi pekerti, Robson, yang memberikan istilah nasehat, hiburan, pantangan dan lain sastra Klasik , atau sastra-sastra yang sebagainya, termasuk kehidupan berasal dari zaman pra modern keagamaan mereka di waktu itu sebelum adanya pengaruh Eropa (Baroroh Baried, 1987 : iii). Karya- secara intensif (Robson, 1978 : 2). karya sastra lama yang merupakan Dalam karya-karya sastra tersebut ada peninggalan nenek moyang zaman sesuatu yang terkandung amat penting dahulu, sampai sekarang masih dan berharga yaitu warisan rohani diselamatkan oleh para pencinta sastra bangsa Indonesia. Naskah-naskah Bali dan pemerintah, dan sebagai tersebut ditulis dalam bentuk prosa, buktinya khususnya di Bali dapat seperti parwa, babad dan ada pula yang dilihat seperti : Gedong Kirtya ditulis dalam bentuk puisi, seperti Singaraja, Balai Penelitian Bahasa, kidung, dan geguritan. Lembaga Pustaka Lontar Universitas Naskah-naskah tersebut mengandung Udayana, Pusat Dokumentasi berbagai macam nilai, yang sanggup Kebudayaan Denpasar, Perpustakaan memberikan kedamaian hati Universitas Hindu Indonesia Denpasar, penikmatnya. Dari kenyataan yang serta masih banyak tersebar diberbagai ada, sastra Klasik Bali merekam nilai- tempat sebagai koleksi perseorangan. nilai yang cukup tinggi serta Di antara tempat penyimpanan tersebut memberikan kepuasan bathin yang Gedong Kirtya Singaraja merupakan mendalam. Semua ini disebabkan oleh yang paling banyak dan paling lengkap adanya konvensi Bahasa, konvensi memiliki koleksi lontar, yaitu lebih Sastra dengan latar belakang budaya dari 5000 buah naskah lontar yang disajikan secara terpadu dalam

2 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

karya-karya sastra tersebut. Penyajian ini dapat dibuktikan bahwa di Bali ini merupakan manifestasi ketrampilan sampai sekarang karya sastra Kakawin para pengarang masa lampau yang maupun Geguritan masih tetap dibaca, cukup tinggi. Sehingga dengan jelas diterjemahkan dan ditafsirkan isinya sastra klasik Bali mengandung yang terkenal di Bali dengan istilah hubungan bathin serta latar belakang mabebasan..A. Teeuw menjelaskan budaya Bali yang terpadu, sehingga bahwa dalam tradisi mabebasan, melahirkan nilai-nilai etik moral berlangsunglah pekerjaan mengadakan religius dan filosofis Hindu. Di sini kritik teks, penafsiran dan penerapan sistem nilai budaya Bali merupakan sastra dan sebagainya yang diiringi salah satu unsur yang mempunyai oleh seni mawirama (Agastia, 1982 : eksistensi fungsional, karena di 13). dalamnya mengandung nilai-nilai, I Wayan Jendra menjelaskan norma-norma atau aturan-aturan bahwa istilah mabebasan berarti bila sebagai aspek ideal. Nilai-nilai budaya dua orang atau lebih berkumpul, itu merupakan manifestasi tindakan- seseorang membacakan sambil tindakan berpola sebagai aspek melagukan puisi Jawa Kuna material dan merupakan dimensi- (Kakawin) dan yang lain dimensi sosial budaya sebagai menerjemahkannya, dan kadang- perwujudan pola-pola kelakuan kadang ada yang mengulas manusia. (memberikan komentar). Selanjutnya Sastra klasik mempunyai dijelaskan bahwa cara ini merupakan kedudukan dan peranan yang sangat salah satu cara masyarakat Bali untuk penting dalam kehidupan masyarakat dapat mengungkapkan dan memetik Bali. Sehingga dalam pertumbuhan nilai budaya, filsafat dan agama yang dan perkembangannya kehidupan terkandung di dalam naskah-naskah masyarakat Bali masih diwarnai oleh lontar. Unsur yang paling penting pancaran nilai-nilai seni sastranya. Hal dalam mabebasan adalah adanya unsur

3

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 melagukan puisi Jawa Kuna (), pengaruh Jawa mulai (Kakawin), dan unsur-unsur besar di Bali, sehingga mencapai menerjemahkannya. Berapapun jumlah puncaknya pada zaman . orang yang melakukan aktivitas Tradisi kraton Jawa yang mabebasan tersebut dan ada tidaknya mengembangkan kesusastraan keraton komentar tetap saja disebut mabebasan terus berlanjut di Bali. Hal ini terjadi (Sukarta, 1985 : 28). terutama pada abad ke-16 yaitu pada Naskah-naskah Kakawin yang terkenal zaman Gelgel di bawah pemerintahan yang sering dibacakan adalah Kakawin raja Waturenggong ( Agastia, 1980 : 8- , Arjuna Wiwaha, 9). Bharatayudha, Siwaratrikalpa Dalam kaitannya dengan (Lubdaka), Sotasoma, Nitisastra dan pembangunan Nasional kita, lain sebagainya. khususnya pembangunan non fisik, Kesusastraan Bali Klasik maka sudah tentu tidak mungkin yang berkembang hingga kini karya-karya tulis tersebut mendapat pengaruh yang besar dari dikesampingkan begitu saja. Kita kesusastraan Jawa Kuna. Sejak abad menyadari sepenuhnya betapa ke-9 kebudayaan Jawa termasuk pentingnya warisan budaya bangsa kita kesusastraannya telah sedikit demi yang tersimpan dalam naskah-naskah sedikit masuk ke Bali yang akhirnya kuna, sebab naskah-naskah itu memberikan pengaruh yang sangat merupakan sumber pengetahuan yang dalam pada beberapa aspek kehidupan dapat membantu dalam usaha masyarakat Bali (Jendra, 1982 : 117). mempelajari, mengetahui dan Kemudian abad Ke-10, sejak kemudian menyajikan sejarah pemerintahan Dharmawangsa Teguh di perkembangan kebudayaan bangsa kita Jawa, terjadi proyek besar (Herman Soemantri, 1979 : 1), Tim mangjawaken Byasamata, suatu usaha Peneliti Fakultas Sastra Unud, 1988: besar untuk menyalin ke dalam Bahasa 2). Jawa karya-karya Bhagawan Byasa

4 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Berdasarkan hal di atas jelaslah sudah tentu pesan yang disampaikan penyimpanan dan pelestarian karya- sebagian besar disalurkan melalui karya sastra klasik mengandung penokohan. Sastra dikatakan indah sesuatu yang sangat penting baik untuk bukanlah semata karena bahasanya perkembangan ilmu pengetahuan yang beralun-alun dan penuh irama, maupun terhadap kehidupan manusia akan tetapi harus dilihat secara sebagai pendukungnya. Hal ini sangat keseluruhan, seperti : tema, amanat tepat ,sesuai dengan pendapat maupun struktur serta nilai yang bahwa Bali adalah pulau terkandung di dalamnya (Esten, 1987 : peti tempat penyimpanan dan 7). Bila di kaitkan dengan salah satu perbendaharaan sastra dan budaya genre atau jenis sastra Bali Tradisional lama (Pidato pembukaan Fakultas yaitu geguritan, tentunya juga Sastra Unud, 29 September 1958). mengandung suatu hal yang sama yaitu Berhubungan dengan uraian di menyampaikan suatu amanat atau atas, bahwa sastra lama tersebut pesan kepada para pembaca. mengandung suatu pesan, dengan Karya sastra geguritan istilah sastranya disebut dengan sebagaimana kita ketahui adalah salah amanat. Amanat adalah keseluruhan satu jenis cipta sastra Bali tradisional makna atau isi dari suatu wacana, yang memiliki sistem konvensi yang konsep yang disampaikan dan cukup ketat (Agastia, 1980 : 16-17). perasaan yang disampaikan oleh Secara etimologi kata geguritan pembicara untuk dimengerti oleh berasal dari kata “Gurit” yang artinya pembaca atau pendengar ( Harimurti karang atau gubah (Kamus Bahasa Kridalaksana, 1982 : 9-10). Jadi Bali, 1978 : 223). Kemudian amanat adalah suatu bagian ide yang selanjutnya kata “gurit” mengalami terkandung dalam suatu karya sastra, bentuk reduplikasi (Dwi Purwa) yang mampu dimengerti oleh para menjadi geguritan. pembaca melalui strukturnya, dan

5

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Bertitik tolak dari pandangan dipergunakan dalam percakapan sehari umum di Bali, geguritan berarti hari, tetapi ada juga geguritan yang karangan berbentuk puisi yang terikat menggunakan bahasa Melayu. Karya oleh syarat-syarat tertentu, seperti sastra geguritan bagi masyarakat Bali banyak sedikitnya suku kata tipa-tiap sangat fungsional dan komunikatif, baris (guru wilangan), jumlah baris fungsional diartikan bahwa geguritan dalam tiap bait (guru gatra), dan suara itu berfungsi sebagai hiburan dan akhir tiap-tiap baris (guru suara).. menyampaikan pesan-pesan yang Geguritan dibangun oleh pupuh yang sangat hakiki. Hal ini sangat tepat diikat oleh suatu aturan yang disebut dengan pendapat Rene Wellek dan padalingsa, yang menurut Ida Wayan Austin Warren, yang menyatakan Oka Granoka disebut dengan bahwa sastra itu mempunyai dua linggasuara, dalam sastra paletan fungsi yaitu : Dulce berarti hiburan tembang. Pendapat lain dan Utile berarti bermanfaat atau mendefinisikan suatu karangan yang berfaedah ( 1989 : 25). Sedangkan ditulis dengan pupuh atau tembang komunikatif diartikan karena memakai macepat. Hal ini bukanlah merupakan bahasa Bali Kepara yang umumnya perbedaan yang prinsip, tetapi yang mudah dipahami sehingga terjalin penting adalah dasar pijakannya sama, suatu keakraban antara sastra geguritan yaitu pada hakekatnya geguritan dengan pembacanya, baik melalui dibangun oleh pupuh-pupuh, baik satu suatu nyanyian atau tembang pupuh maupun lebih. Selain dari (ditembangkan) maupun didiskusikan. pupuh yang digunakan, juga menuntut Namun suatu hal yang perlu diketahui pengarang untuk menciptakan karya bahwa sastra akan bisa berkomunikasi sastra geguritan adalah bahasa yang dengan pembacanya yang membuka digunakannya. Bahasa yang sering dirinya kepada persoalan kemanusiaan digunakan dalam geguritan adalah dan kesediaannya dalam menerima bahasa Bali Kepara (Tinggen, 1986 : pembaharuan (Junus, 1985 : 144). 12).Yaitu bahasa Bali yang

6 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Kesusastraan Jawa Kuna lagi pula bukan milik beberapa orang yang kita warisi di Bali dalam sarjana saja, tetapi milik ribuan orang perkembangannya lebih dikenal yang masih hidup dan beriman dan dengan kesusastraan Kawi, karena bertindak dari tradisi itu, yang masih memang mempunyai akar yang amat tetap belajar dan membaca dan kuat dalam kehidupan masyarakat memanfaatkan bahasa dan sastra klasik Bali. Karya sastra yang dimaksud itu. Selanjutnya A. Teeuw pun melihat bukan hanya digemari, namun juga bahwa dalam kalangan terpelajar Bali dirasakan menjadi “milik” dan tersimpan suatu pengetahuan dan difungsikan oleh masyarakat Bali. keakraban dengan sastra ini, yang bagi Perkumpulan pembaca dan penikmat orang bukan Bali, baikpun dari karya sastra tersebut yang biasa Indonesia atau dari luar Indonesia disebut pesantian,kelihatannya tetap sukar dicapai. hidup dan berkembang hingga Tradisi seperti ini sudah lama sekarang. Dalam kegiatan membaca berkembang di Bali, yaitu sejak dan menikmati “ keindahan “ karya adanya pengaruh Hindu dan sastra tersebut yang biasa disebut kebudayaannya. Kemudian dilakukan mabebasan atau mapepaosan, secara turun-temurun, dan bahkan senantiasa dibicarakan dan dalam sistem pendidikan jaman dahulu diperbincangkan, karya-karya sastra diharuskan minimal bisa membaca utama sastra Kawi seperti kekawin tanpa melagukannya. Sebagai suatu Ramayana, Sutasoma, Bharata Yudha, tradisi kegiatan ini masih tetap Arjunawiwaha dan sebagainya. Maka dilakukan dalam masyarakat di dalam beralasanlah apa yang dikatakan oleh menunjang pelaksanaan keagamaan, di A. Teeuw ketika menerima gelar DR. sisi lain juga menumbuhkan keinginan HC dari Universitas Indonesia, di Bali di kalangan generasi muda untuk bahasa dan Sastra Jawa Kuno mencintai kebudayaan tradisional, merupakan milik budaya yang hidup, sekaligus merupakan suatu pengabdian

7

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 dan kesetiaan pada karya sastra untuk (Robson, 1972 : 316- 318 via I tetap dipelajari dan ditekuni. Kuntara Wiryamartana, 1990 : 1). Salah satu di antaranya adalah Masih banyak naskah Kakawin Kakawin Arjunawiwaha, yang ditulis Arjunawiwaha yang masih tersimpan oleh Mpu pada masa diberbagai tempat, musium ataupun pemerintahan Raja Erlangga (1019- perorangan. Di samping teks Jawa 1042), antara tahun 1028 dan 1035 Kuna, kadang-kadang terdapat catatan (Zoetmulder, 1983 : 309). Selanjutnya arti kata, komentar antar baris atau dalam sejarah kebudayaan, khususnya terjemahan bait demi bait, asal-usul di Jawa dan Bali, Kakawin naskah, kolofon dan catatan lainnya Arjunawiwaha memproleh resepsi, pada naskah menunjukkan bahwa sambutan atau tanggapan pembaca, Kakawin Arjunawiwaha dari masa ke pendengar dan penyalin yang sangat masa terus menerus disalin, dibaca dan luas, beraneka ragam, berubah-ubah ditafsirkan diberbagai lingkungan dari masa ke masa. Sehingga pada (kraton, kadipaten, pertapaan), kesimpulannya menunjukkan bahwa (Kuntara Wiryamartana, 1990 : 1) Kakawin Arjunawiwaha mempunyai Jadi dengan memperhatikan kedudukan dan peranan yang penting latar belakang di atas dalam dalam kehidupan religius, sastra dan kesempatan ini penulis merasa tertarik seni (I Kuntara Wiryamartana, 1990 : untuk meneliti naskah Geguritan 1) Arjunawiwaha yang berbahasa Bali Di Bali sampai kini Kakawin yang mengisahkan Arjuna sedang Arjunawiwaha termasuk karya sastra bertapa di Gunung Indrakila untuk yang kerap dibaca dalam perkumpulan mencari kesaktian yang akhirnya mabebasan. Satu bait atau lebih berhasil mendapatkan anugrah dari Kakawin Arjunawiwaha digunakan Siwa karena keteguhan pada upacara-upacara keagamaan yang tapanya, kemudian Arjuna membantu berhubungan dengan Dewa Yadnya para dewa di Sorga, karena Sorga akan (AW.X) dan Pitra Yadnya (AW.XIII) dihancurkan oleh Raja Imantaka yang

8 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

bernama Niwatakawaca.Kemudian hakiki yang terkandung di dalam akhirnya Arjuna berhasil membunuh Geguritan Arjunawiwaha. Niwatakawaca dengan senjata sakti Sesuai paparan di atas, anugrah Hyang Siwa. Adapun kisah ini penelitian ini menggunakan teori merupakan saduran dari naskah filologi dan teori sastra struktural. Hal Kakawin Arjunawiwaha yang ini dilakukan untuk menghindari berbahasa Jawa Kuna. Kakawin pemutlakan salah satu bidang ilmu saja Arjunawiwaha sangat dikenal oleh (Wiryamartana, 1990 ;9) masyarakat Bali, hal ini terbukti dengan banyaknya para sarjana yang 2. METODE telah meneliti, mengkaji, menerjemahkannya ke dalam Bahasa Fokus penelitian ini adalah Indonesia maupun Bahasa Bali, gaguritan Arjunawiwaha terutama bahkan diciptakan menjadi suatu karya mengungkap aspek struktur dan sastra yang baru yaitu berbentuk sastra religiusitas. Dalam mencermati peparikan yaitu Geguritan struktur dan religiusitas, digunakan Arjunawiwaha yang akan penulis pendekatan struktural melalui pakai sebagai objek penelitian. pendekatan filologis. Itu artinya kajian Berdasarkan masalah tersebut, ini bersifat objektif karena tahap ini kajian ini bertujuan untuk teks dikaji secara intrinsik, tanpa mengungkapkan aspek struktur dan mengaitkannya dengan hal yang ada di religiusitas yang terkandung dalam luar teks itu. Atas dasar itulah, maka geguritan Arjunawiwaha. Melalui penelitian ini, selain penelitian kajian struktur dan religiusitas ini, lapangan juga tergolong jenis study diharapkan menambah referensi kajian teks dengan menggunakan pendekatan dilingkungan FPBS IKIP PGRI Bali, kualitatif yang bertumpu pada teori serta dapat mengungkapkan pesan- filologi, struktural, dan hermeneutika. pesan, nilai-nilai atau amanat yang

9

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

3. HASIL DAN PEMBAHASAN tapa Arjuna. Selanjutnya Arjuna

menghentikan yoganya karena 3.1 Aspek Struktur Naratif Gaguritan Arjunawiwaha kedatangan tamu seorang pendeta.

Arjuna dinasehati tentang ajaran-ajaran Sorga akan dihancurkan oleh raja suci yang sarat dengan pengetahuan Imantaka yang bernama tentang dharma. Setelah memberikan Niwatakawaca. Raja Niwatakawaca nasehat akhirnya dewa tidak dapat dibunuh oleh para dewa, rsi menampakkan wujud beliau dan maupun raksasa, kecuali oleh seorang menyuruh Arjuna untuk tabah dan manusia sakti. Demikian sabda Tuhan sabar menunggu kedatangan Hyang Yang Mahakuasa. Hal inilah yang Guru yang akan memberikan anugrah dibicarakan oleh para dewa. beliau. Akhirnya diputuskan untuk Dengan ketabahan dan penuh mencari Arjuna yang diberitakan kesabaran akhirnya Arjuna sedang bertapa di gunung Indrakila. memperoleh anugrah dari Hyang Tetapi sebelumnya dia harus diuji Kuasa, hal ini didengar pula oleh mata- mengenai kesungguhan tapanya. mata Niwatakawaca. Selanjutnya Akhirnya diutus tujuh bidadari yang Niwatakawaca menyuruh seorang tercantik untuk menguji tapa Arjuna. raksasa yang bernama Si Murka untuk Para bidadari dengan berbagai membunuh Arjuna dengan menyamar cara menggoda tapa Arjuna namun sia- menjdi Babi Hutan, tetapi diketahui sia belaka. Dengan rasa kecewa dan oleh Arjuna dan Babi Hutan tersebut putus asa akhirnya mereka kembali ke dapat dibunuh. Dipihak lain tanpa Sorga untuk melaporkan hal tersebut. diketahui oleh Arjuna Hyang Siwa Tetapi dewa Indra masih meragukan yang berubah wujud beliau menjadi dan belum yakin dengan keteguhan seorang pemburu, juga telah tapa Arjuna. Akhirnya dewa Indra melepaskan anak panah yang menjelma menjadi seorang pendeta kemudian menyatu dengan panah dengan tujuan turut menguji keteguhan Arjuna. Pada saat mereka hendak

10 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

mencabut anak panah, terjadi kelemahan Niwatakawaca. Dengan kesalahpahaman karena mereka saling rayuan mautnya akhirnya dewi mengakui telah membunuh Babi Hutan Suprabha bersama Arjuna berhasil tersebut. Selanjutnya terjadi mengetahui kelemahan Niwatakawaca. perkelahian yang sengit, namun ketika Selanjutnya Arjuna sengaja membuat Arjuna hendak membanting, pemburu keributan dengan menghancurkan itu menghilang. Selanjutnya muncullah Gapura Istana Imantaka. Hyang Siwa yang menyamar sebagai Menyaksikan hal yang demikian seorang pemburu yang sebenarnya Niwatakawaca sangat terkejut dan juga ingin menguju Arjuna. Akhirnya meyesal karena telah membuka rahasia Arjuna memberi hormat dan kemudian kesaktiannya, apa boleh buat karena dianugrahi panah sakti yang bernama sudah terlanjur. Dalam sekejap Pangraksa Jiwa. pasukan Niwatakawaca sudah Selanjutnya Arjuna teringat memenuhi alun-alun kerajaan untuk dengan sanak keluarganya, tetapi segera menyerang dan menghancurkan selesai membayangkan hal tersebut, Sorga. datangkah utusan dewa Indra agar Tanpa dikisahkan Arjuna dan Arjuna segera datang ke Sorga. dewi Suprabha sudah tiba di Sorga dan Sesampainya di Sorga Arjuna segera melaporkan tentang mendapat tugas yang sangat berat yaitu keberhasilan tugas mereka. Namun untuk menyelidiki kelemahan- dalam tenggang waktu yang tidak kelemahan Niwatakawaca bersama begitu lama muncullah pasukan dewi Suprabha. Niwatakawaca Niwatakawaca yang jumlahnya sangat menjadi sangat dendam karema banyak. Demikian pula pasukan para lamarannya ditolak untuk meminang dewa sudah siap siaga menanti, dan dewi Suprabha. Untuk itu maka dewi selanjutnya terjadilah pertempuran Suprabhalah yang diutus untuk yang sangat dahsyat di antara kedua menyelidiki dan mengetahui belah pihak. Sama-sama sakti, sama-

11

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 sama ksatrya dan gagah berani. Pihak insiden yang lainnya dapat diuji para dewa bertempur demi membela melalui alur (plot), (Sukada, 1987 : panji-panji kebenaran atau dharma, 58). tetapi pihak Niwatakawaca demi 2) Alur ( Plot ) Dalam Geguritan membela kejahatan. Demikianlah Arjunawiwaha peperangan antara pasukan para dewa Alur (Plot) adalah elemen melawan pasukan Imantaka, yang (unsur) lanjutan dari pada insiden yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan berfungsi sebagai penguji ketangguhan para dewa di bawah pimpinan Arjuna. logika insiden, karena plot Dalam pertempuran ini pula menyimpulkan logis atau tidaknya Niwatakawaca dapat dibunuh oleh insiden-insiden (Sukada, 1987 : 66). Arjuna dengan senjata akti anugrah Sedangkan menurut Achadiati Ikram ( Hyang Siwa. 1980 : 21), memberikan pengertian

1) Insiden Dalam Geguritan alur sebagai hubungan sebab akibat Arjunawiwaha yang terdapat di dalam peristiwa-

Di dalam pembicaraan tentang peristiwa atau kejadian-kejadian dalam struktur karya sastra, insidenlah yang cerita. Ada cerita yang peristiwanya dibicarakan terlebih dahulu. Hal ini hanya dikisahkan berurutan menurut dilakukan terutama dalam usaha untuk waktu tanpa adanya sebab akibat. memudahkan pembicaraan aspek Dalam hal demikian belumlah perwatakan dan aspek alur (plot). Di dikatakan peristiwa-peristiwa yang dalam pembicaraan insiden terlihat mempunyai fungsi dalam alur. juga sepintas tentang perwatakan. Hubungan kausal dalam alur ini dapat Antara insiden dengan perwatakan, berurutan secara langsung, atau dapat baik secara bersama-sama maupun pula disisipi dengan kejadian-kejadian sendiri-sendiri akan membentuk alur lain bahkan dapat berupa cerita (plot). Ada atau tidaknya hubungan tersendiri. antara insiden yang satu dengan

12 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Pada bagian akhir cerita hakekatnya di dalam tema belum ada pengarang berhasil mengakhiri sikap, belum ada kecendrungan untuk ceritanya dengan wajar dan logis, yaitu memihak. Karena itu masalah apa saja kesedihan pada istri yang menunggu dapat dijadikan tema dalam sebuah suaminya datang dari medan perang, karya sastra (1984 : 87). karena mereka mendapat berita yang tidak baik, yaitu ada yang menangis 4) Gaya Bahasa Dalam Geguritan Arjunawiwaha takut suaminya mati, ditawan dan lain- lain. Mengenai pemakaian gaya bahasa di dalam geguritan Arjunawiwaha memakai beberapa gaya bahasa

seperti; 3) Tema Geguritan Arjunawiwaha 1. Gaya bahasa Metafora

Untuk menjelaskan tema suatu Metafora adalah gaya bahasa karya sastra, maka terlebih dahulu yang membandingkan sesuatu benda hendaknya dipahami pengertian tema dengan benda lain dan kedua benda itu sendiri. Pengertian mengenai tema tersebut memiliki sifat yang sama. telah banyak dikemukakan oleh para Penggunaan gaya bahasa Metafora ahli sastra, di antaranya Mursal Esten, dalam geguritan Arjunawiwaha dapat yang memberikan pengertian tema ditemukan pada pupuh II. Sinom, bait adalah sesuatu yang menjadi pikiran, ke-15 sebagai berikut. sesuatu yang menjadi persoalan Ada len matut pajalan, buka legong ningeh gending, dempa-dempa ngawe pengarang ( 1984 : 22 ). Kemudian pusang dalam tulisannya yang lain dijelaskan Alus tindakane pasti, paliyate buka tatit, nyakitin manah hulangun, kedeke pula, bahwa tema adalah apa yang kacagemang , sing bikasang mula menjadi persoalan utama dalam sebuah bangkit, yenya rengu bisa ngjohang lyat. karya sastra. Sebagai suatu persoalan itu merupakan suatu yang netral, pada Terjemahannya :

13

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Ada yang mengukuti jalannya, seperti pengarang geguritan Arjunawiwaha tarian Legong mendengar tetabuhan, juga mempergunakan gaya bahasa berjalan lenggak-lenggok membuat tergiur, jalannya lemah lembut Antitesis. Gaya bahasa Antitesis meyakinkan, lirikannya bagaikan kilat, adalah gaya bahasa yang benar-benar membuat hati kesakitan karena terpesona, tertawa yang mempergunakan pertanyaan yang dimilikinya, tanpa dibuat-buat tetapi diungkapkan dengan kata-kata yang menarik hati, kalau diperhatikan bisa mengalihkan pandangan. saling bertentangan. Gaya bahasa

Antitesis dalam geguritan 2. Gaya Bahasa Personifikasi Arjunawiwaha ditemukan pada pupuh Personifikasi adalah gaya VIII. Sinom, pada bait ke-2 sebagai bahasa yang mengumpamakan benda berikut : mati seperti berjiwa ( seperti manusia).

Gaya Personifikasi dalam geguritan I dewa ne ngawentenang, yen ada nggina masamadhi, sami linggihin I Arjunawiwaha ditemukan pada pupuh dewa, kalih yan mangesti lewih, yadin I. Durma, bait ke -18 sebagai berikut : neb log tuwi, to malih I dewa kahyun, tken I sugih dahat, yadin ne gde cenik,

to ne jle melah, twah I dewa Sdek pasemengan tekane ring alas, ngawentenang. ditu pada malali-lali, tumben napak tanah, Cemarane mulisah, tembe Terjemahannya : ngenot Widyadari, len ada ngenah, Engkaulah (Siwa) yang mengadakan, kdapan kayu manis. Jika ada orang yang bersemadi,

semuanya sengkau restui, apalagi yang Terjemahannya : berbuat kebajikan, sekalipun yang Ketika pagi hari tibalah di dalam amat bodoh, itu juga (semua) engkau hutan, disana semua bersenang-senang, senangi, lebih-lebih kepada yang kaya, karena baru pertama kali menginjak walaupun yang besar dan kecil, yang tanah, pohon-pohon Cemara baik dan buruk, semuanya itu engkau menggerak-gerakkan dahannya, baru yang mengadakan. melihat bidadari, yang lain lagi ada terlihat, lambaian-lambaian daun pohon kayu manis. 3.2 Aspek Religiusitas Gaguritan

3. Gaya bahasa Antitesis Arjuanawiwaha

Di samping pemakaian gaya bahasa Metafora dan Personifikasi,

14 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Setiap orang dalam hatinya pasti cita-cita yang diinginkan. . Misalnya mempunyai suatu tujuan hidup atau seorang mahasiswa yang cita-cita, yang kadang-kadang tidak mendambakan cepat menyelesaikan diungkapkan secara terang-terangan, kuliahnya, tetapi biaya tidak namun cita-cita atau tujuan hidup yang mendukung, maka menjadi sia-sialah dimiliki oleh setiap orang tentunya suatu cita-cita, dan banyak lagi contoh- berbeda-beda. Dalam meraih dan contoh yang serupa. mencapai suatu cita-cita, seseorang Dalam geguritan Arjunawiwaha memerlukan suatu perjuangan dan ini, sebagai contoh tokoh utamanya pengorbanan yang tidak sedikit baik Arjuna adalah ksatrya Pandawa. harta benda, bahkan sering juga Dalam hal ini Arjunapun mempunyai pikiran, dan perasaan menjadi korban suatu cita-cita, bahkan cita-citanya dalam meraih cita-cita yang tersebut bukan saja untuk dirinya diinginkan. Untuk mendapatkan atau sendiri, melainkan untuk kebahagiaan meraih cita-cita yang diharapkan oleh saudara-saudaranya, bahkan juga seseorang kadang kala tidak sesuai untuk keselamatan dunia. Dalam dengan keinginan, kadang-kadang meraih cita-cita yang mulia dan luhur terhempas di tengah jalan dan ini, diperlukan suatu keteguhan hati mengalami suatu kegagalan, yang yang benar-benar mendalam, disertai diakibatkan oleh rintangan-rintangan dengan ketabahan, ketekunan, hidup yang dimiliki oleh setiap orang kesabaran dan diiringi pula dengan doa tentunya berbeda-beda. Dalam meraih yang benar-benar tulus. dan mencapai suatu cita-cita, Dalam mengejar suatu cita-cita seseorang memerlukan suatu atau tujuan hidup tidak akan bisa perjuangan serta pengorbanan yang terlepas dari segala godaan dan tidak sedikit baik harta maupun benda. tantangan yang akan selalu merintangi Bahkan juga sering pikiran dan dan menghalangi. Seperti halnya perasaan menjadi korban dalam meraih dengan tokoh Arjuna, dalam meraih

15

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338 cita-citanya banyak sekali mendapat karena untuk memperoleh sesuatu godaan-godaan yang sangat berat, yang baik dan luhur harus diimbangi seperti kutipan pupuh berikut ini. dengan perjuangan dan pengorbanan Ada len nyaru nesekang, manlepdep yang benar-benar tulus, tanpa tka di huri, satkannyane manglut, demikian sudah tentu apa yang ingin dening manahe mendra, angkihane dihis-dihis mirib tuyuh, nyonyone diraih akan sia-sia tanpa lantas uyakang, di ragan Ida Sang mendatangkan suatu hasil yang baik. Kirthi. (geguritan Arjunawiwaha, III. Semua itu dilakukan oleh tokoh Arjuna Pangkur, 9). demi saudara-saudaranya dan demi

Terjemahannya : bangsanya yang akan menghadapi Ada yang berpura-pura mendekatkan peperangan besar, demi tegaknya diri, pelan-pelan menghampiri dari belakang, kedatangannya untuk kebenaran dan keadilan di muka bumi memeluk, karena perasaannya ini. menyimpan suatu keinginan, nafasnya terengah-engah seolah-olah Keteguhan hati, kesabaran, kepayahan, payudaranya kemudian ketekunan dan doa yang tulus dari menimpa, badan beliau sang Arjuna tokoh Arjuna, akhirnya membawa Di samping mendapat godaan dari dirinya mencapai kebahagiaan, para bidadari yang merupakan utusan sehingga tokoh ini patut menjadi dewa Indra, yang akhirnya tidak contoh dan teladan bagi seluruh umat mampu menghancurkan tapa Arjuna, manusia di dunia. kemudian dewa Indrapun akhirnya turut menggoda tapa Arjuna dengan 4. P E N U T U P menjelma menjadi seorang pendeta, 4.1 Simpulan namun sia-sia pula, Arjuna tetap teguh Dari uraian di atas yang menunaikan tapanya dalam usaha membahas tentang geguritan untuk meraih cita-citanya yang mulia. Arjunawiwaha, dapat ditarik suatu Godaan-godaan dan rintangan yang kesimpulan sebagai berikut. dihadapi tokoh Arjuna seperti uraian di Berdasarkan masalah yang diajukan atas, dapat dikatakan sangat berat, meliputi aspek struktur naratif dan

16 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

aspek religiusitas dalam geguritan Arjuna dengan panah sakti anugrah Arjunawiwaha, maka tinjauan ini tidak Hyang Siwa. bisa terlepas dari struktur intrinsik Di dalam pembicaraan tentang yang membangunnya, yang meliputi : struktur karya sastra, insiden sangat sinopsis, insiden, latar cerita, tema membantu pembicaraan aspek serta gaya bahasa. perwatakan dan alur cerita.Di dalam Dalam sinopsis geguritan pembicaraan insiden terlihat juga Arjunawiwaha mengisahkan sorga sepintas tentang perwatakan. Antara akan dihancurkan oleh raja Imantaka insiden dengan perwatakan, baik yang bernama Niwatakawaca, yang secara bersama-sama maupun sendiri- sangat sakti dan tidak mampu dibunuh sendiri akan membentuk alur. Ada oleh para dewa, rsi maupun raksasa, tidaknya hubungan antara insiden kecuali oleh seorang manusia sakti. yang satu dengan yang lain dapat diuji Yang menyebabkan para dewa melalui alur. Alur atau plot adalah menjadi gelisah. unsur lanjutan dari insiden yang Akhirnya diputuskanlah untuk berfungsi sebagai penguji mencari Arjuna yang diberitakan ketangguhan logika insiden, karena sedang bertapa di Gunung Indrakila, plot menyimpulkan logis atau tidaknya karena keteguhan tapanya akhirnya insiden -insiden. Sedangkan pendapat Arjuna mendapatkan anugrah Hyang lain, memberikan pengertian alur Siwa senjata panah sakti yang bernama sebagai hubungan sebab akibat yang Pangraksa Jiwa. Dengan bermodalkan terdapat di dalam peristiwa-peristiwa keyakinan dan kesaktian akhirnya dalam cerita. Hubungan kausal dalam Arjuna membantu pada dewa di Sorga, alur ini dapat berurutan secara untuk memerangi keangkara murkaan langsung, atau dapat pula disisipi detya Niwatakawaca, yang pada dengan kejadian-kejadian lain bahkan akhirnya dalam pertempuran dapat berupa cerita tersendiri. Niwatakawaca mampu dibunuh oleh

17

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Berbicara tema dalam yang terkandung dalam geguritan geguritan Arjunawiwaha adalah Arjunawiwaha, dicerminkan oleh menonjolkan tentang perbuatan baik tokoh utama yaitu Sang Arjuna. Pesan dan perbuatan buruk, perbuatan yang dicerminkan oleh Sang Arjuna dharma melawan perbuatan adharma, mengacu kepada ajaran-ajaran yang dicerminkan oleh tokoh utama religiusitas atau keagamaan, yakni yaitu Arjuna, dan tokoh sekunder yaitu sebagai berikut : keteguhan hati Niwatakawaca. Arjuna, ajaran-ajaran kependetaan, Untuk dapat menyusun kalimat rasa tanggung jawab Arjuna kepada yang harmonis dalam suatu karya bangsa dan negaranya, swadharma sastra, dalam arti menyusun secara Arjuna sebagai seorang ksatrya, tepat kata-kata, frase-frase atau klausa- kemenangan dharma melawan klausa tertentu, tentu sangat berkaitan adharma, dan konsep karmaphala,serta dengan pribadi pengarang. Tingkat simbol agama. Sedangkan yang intelektual dan pengalaman seorang berperan sebagai tokoh utama dalam pengarang akan memberikan corak geguritan Arjunawiwaha, dalam hal ini terhadap pilihan atau penggunaan kata adalah Sang Arjuna, yang dilukiskan atau gaya bahasa dalam karya memiliki kekuatan tapa, keteguhan sastranya. Mengenai kaitan pribadi jiwa, sehingga berhasil menghadapi seorang pengarang dengan gaya segala godaan yang diujikan bahasa dalam karyanya, seorang ahli kepadanya ketika melaksanakan sastra, mengemukakan bahwa seorang tapanya di gunung Indrakila, sehingga pengarang yang berpribadi selalu akhirnya berhasil mendapatkan mempunyai gaya bahasa tersendiri anugrah sakti dari Sanghyang Siwa. yang personal miliknya, yang Selain memiliki iman yang sangat kuat sekaligus memberi ciri khas dalam melakukan tapanya Sang Arjuna terhadapnya. juga merupakan seorang ksatrya yang Sedangkan mengenai aspek gagah berani, bijaksana, berbudi luhur, religiusitas atau aspek keagamaan tampan rupawan serta juga didukung

18 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

oleh ilmu kesaktian dan ilmu Gaguritan Arjunawiwaha Milik Balai Penelitian Bahasa Singaraja, pengetahuan yang dimilikinya. Memakai Hurup Latin, diberi Sedangkan pesan yang kode dengan nomer 2315 IV, tebalnya 7 halaman. dicerminkan oleh tokoh sekunder, yakni detya Niwatakawaca, selalu Granoka, Ida Wayan Oka. 1981 Dasar- Dasar Analisis Aspek Sastra bertentangan dengan ajaran-ajaran Paletan Tembang dharma atau kebenaran, yang meliputi Sebuah Pengantar Pengkajian Puisi Bali. Denpasar ; Jurusan : nafsu berkuasa, kesombongan, Bahasa dan Sastra Bali. keserakahan, keangkuhan, Fakultas Sastra Universitas Udayana, Bali. memaksakan kehendak dan mengumbar hawa nafsu, pesan ini Ikram, Achadiati.1980. Hikayat Sri Rama Suntingan Naskah Disertai tidak diuraikan mengingat cendrung Amanat dan Struktur. mengacu kepada perbuatan-perbuatan Jakarta; Universitas Indonesia. yang negatif atau bertentangan dengan Jendra, I Wayan, dkk.1975/1976. dharma. Sebuah Deskripsi Tentang latar Belakang Sosoial Budaya Bahasa

Bali. Denpasar; Proyek Penelitian REFERENSI Bahasa dan sastra Indonesia dan daerah, pendidikan Dan Agastia, Ida Bagus Gede. kebudayaan. 1980.”Gaguritan Sebuah Bentuk

Karya Sastra Bali”, Peper Yang Junus, Umar. 1985. Dari Pristiwa ke dibawakan dalam Sarasehan Imajinasi Wajah Sastra dan Sastra Daerah Bali, PKB Ke-2. Budaya Indonesia. Jakarta ;

Penerbit PT Gramedia. Esten,Mursal.1978, Kesusastraan

Pengantar Teori dan Sejarah. ------1985.Resepsi Sastra Bandung; Angkasa. Sebuah Pengantar. Jakarta;

Penerbit PT Gramedia. Gaguritan Arjunawiwaha Milik

Perpustakaan Universitas Naryana, Ida Bagus Udara.1984. Udayana. No Kropak 385No Tingkatan Anggah-Ungguhin Lontar 61. Bahasa Bali. Dalam

Majalah Widya Pustaka No. 4,

19

Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Tahun I Denpasar; fakultas Sastra ------1991. Alih Bahasa Universitas Udayana Sarasamuscaya ( Bahasa Indonesia ), Denpasar; Penerbit Parisada Hindu Dharma, 1978. PT Upada Sastra. Upedeca Tentang Ajaran-Ajaran Agama Hindu. Sugriwa, I Gusti Bagus. 1961.Kakawin Arjuna Wiwaha.Denpasar; Poerbatjaraka, R.M.Ng.1926. Arjuna Penerbit Pustaka Bali Mas. Wiwaha Teks En Vertaling (Lesya) ------1977. Penuntun Pelajaran Kakawin. Denpasar; Poerwadarminta, W.J.S.1987. Kamus Sarana Bakti. Umum Bahasa Indonesia. Jakarta; penerbit Bali Pustaka Suharianto, S.1982. Dasar-Dasar Teori Sastra. Surakarta; Rebson, S.O. 1978. Pengkajian Sastra- Widyaduta Sukada, Made. 1987. Sastra Tradisional Indonesia. Beberapa Aspek Tentang Sastra. Majalah bahasa dan Sastra No 6 Denpasar; Penerbit Kayumas dan Th IV. Jakarta; pusat pembinaan Yayasan Ilmu Seni Lesiba. dan Pengembangan Bahasa. Teeuw, A.1982. Khasanah Sastra ------1978. Filogi dan Sastra- Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka. Sastra Klasik Tradisional Indonesia. Penataran Sastra Tahap ------1983. Membaca dan I Tugu Bogor, 8 September Menilai Sastra. Jakarta; Penerbit sampai 6 Nopember1978, PT Gramedia. Jakarta; Pengembangan Bahasa, Depertemen Pendidikandan ------1988. Ilmu Sastra Kebudayaan. Pengantar Teori Sastra. Jakarta; Penerbit PT. Dunia Pustaka Pusat Subandi, I Made.1987. Kakawin Jaya. Arjuna Wiwaha Sebagai Sumber penulisan Gaguritan Tinggen,I Nengah.1978. Aneka Sari. Arjuna Wiwaha. Skripsi Sarjana Singaraja; SPG Negeri. Fakultas Sastra Universitas Udayana. Warna, I Wayan. 1978. Kamus Bali Bahasa Indonesia. Dinas Pengajaran Propinsi Bali, Daerah Sudartha, Tjok Rai. 1992.Asta Brata Tingkat I Bali. Dalam Pembangunan. Denpasar; penerbit PT Upada ------1988. Kakawin Sastra. Arjuna Wiwaha. Dinas

20 Doi: 10.5281/zenodo.3602548

Stilistika Volume 8, Nomor 1, November 2019 ISSN P 2089-8460 ISSN E 2621-3338

Pendidikan Dasar Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

Wellek, Rene dan Austin Werren, 1989. Teori Kesusastraaan. Jakarta; Penerbit PT Gramedia.

Wiryamartana, I Kuntara, 1990. Arjuna Wiwaha Transformasi Teks Jawa Kuna Lewat Tanggapan dan Penciptaan di Lingkungan Sastra Jawa Yogyakarta; Duta Wacana University Press.

Zoetmulder.1985. Kalanguan, Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang. Penerb ; Djambatan. Naskah Lontar Sebagai dasar kajian Gaguritan Arjunawiwaha Gedong Kirtya No Kropak IVd, No Lontar 654/3

21