RELIEF NARRATIVE ARJUNAWIWAHA DI GUA SELAMANGLENG DALAM PERSPEKTIF EDUKATIF

Y. Murdiyati Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Abstract Relief is onenf the decorations which was carved on the wall of temple.The most of the relieves of East Java style have rather flat form as , different from the relieves of Centre Java style which have realistic form. There was the relief narrative Atjunawiwaha which was carved on the wall of Selamangleng Cave, which have an education values which was necessary to the continue generation to face the epoch challange globalisation. This matter to remember the education values of Indonesian more pale. Although properly the .,ducation values which was still relevance with the epoch development 2006/2007 percisted were defended, and the culture which not relevance with the need of Indonesian society could be left. In the asceticism scene contains belief in One God element, because the reached of purpose asceticism of was determined by the One God. It was location of the education value which was necessary planted to the children early. In the Goddess scene was expressed freely and naturally. The describe of female person who tempts a male person, conform with the character of East Javanese include the female person, who has the extrovert character. It's different from the Centre Javanese who has the introvert character. There was also the ethic and aesthetic value, that was described in the Goddess scene with low level, it means they honor Atjuna. In the Bethara Guru scene gave a Pasopati heirloom to to killed Newatakawaca, indicated that Arjuna was responsible to reach the purpose. The scene of Arjuna and Dewi Supraba went together to k.iIIed Newatakawaca, indecated there were an union and unit value between the Arjuna and Supraba. Thus in the relief of Selamangleng Cave contains a lot of educational values which was necessary transmited to the continue generation.

Keyword: relief, Atjunawiwaha narrative, education value

A. Pendahuluan dan masa yang akan datang. Hasil-hasil Masa lampau dalam segala aspek­ peninggalan purbakala yang berupa nya perludiperkenalkan kepada masya­ candi-candi di Jawa Timur merupakan rakat kbususnya generasi penerus salah satu bukti warisan budaya masa bangsa Indonesia, antara lain sebagai lampau, yang di dalamnya banyak bekal untuk meneguhkan diri dalam terkandung nila-nilai budaya nenek menghadapi masa yang akan datang. moyang yang perlu diinformasikan ke­ Apalagi mengingat muncuInya era pada para.generasi penerus bangsa. globalisasi, sehingga diperlukan ada­ Selain berbentuk candi, hasil-hasil nya kesatuan masa lampau, masa kini, peninggalan sejarah tersebut juga ber-

240 241 bentuk petirtaan atau kolam pemandi­ atau pesan kepada masyarakat. Sudah an, pintu gerban~ dan gua pertapaan. barang tentu pesan-pesan tersebut di­ Kata eandi merupakan segala maeam harapkan dapat menjadi pandangan bangunan Jawa Hindu/Budha yang hidup, pegangan hidup, bahkan per­ berkaitan dengan pemujaan kepada juangan hidup khususnya bag! generasi dewa-dewa atau raja-raja yang telah penerus dalam menghadapi tantangan meninggal. Candi itu tidak dapat di­ zaman globalisasi. Dikatakan demikian sebut makam raja,raja karena di dalam­ antara lain karena nilai,nilai pendidik­ nya memang tidak ada sisa-sisa jenazah an bangsa Indonesia tampak semakin yang dimakamkan. Raja yang. telah memudar. Padahal seharusnya nilai­ meninggal yang selama hidupnya di­ nilai pendidikan yang masih relevan anggap sebagai penjelmaan dewa yang dengan perkembangan zaman sekarang tertinggi, menurut kepereayaan saat itu (2006/2007) tetap dipertahankan, dan belum dianggap kembali kepada asal­ budaya yang tidak relevan dengan nya. kebutuhan masyarakat tersebut dapat Salah satu hasil peninggalan pur­ ditinggalkan. Hal ini terutama dalam bakala yang akan dikaji adalah Gua menghadapi tantangan era globalisasi, Selamangleng khususnya relief naratif yang perlu ditanggapi untuk memper~ Arjunawiwaha. ArtikeL ini pemah di­ tahankan jati diri bangsa. presentasikan dalam kuliah Teori K~ Bahkan, dapat dikatakan bahwa budayaan pada Program Paseasarjana unsur-unsur asing yang mempengaruhi (S3) lnstitut Sen! Indonesia Yogyakarta kebudayaan bangsa Indonesia berlang­ (2006/2007). Mengingat informasi pen­ sung sangat eepat dan beraneka ragam, didikan sen! ini perlu disosialisasikan misaInya melalui televisi, radio, film, khususnya kepada generasi penerus, kaset, seni pertunjukan, seni lukis, sem penulisan artikel ini diajukan kepada patun~ seni kriya, mode pakaian, dan Redaksi Jumal Cakrawala Pendidikan sebagainya. Oleh sebab itu, masalah Universitas Negeri Yogyakarta, barangc globalisasi yang pada tahun 1990-an kali bermanfaat bag! pembaca generasi banyak dibicarakan orang, merupakan penerus. tantangan bangsa Indonesia yang harus Relief adalah suatu hiasan yang ditanggapi untuk menanggulang! dan biasanya dipahatkan pada dinding ean­ menyeleksi pengaruh"pengaruh asing di dalam kombinasi berbagai ragam tersebut. Dalam art! hanya diambil bu­ hias yang indah dan menarik, misaInya daya yang relevan dengan kebutuhan bentuk manusia, binatang, sulur-sulur bangsa Indonesia dalam menghadapi atau bagian pohon yang lain dan se­ tantangan zaman, dan coeok dengan bagainya. Pada umumnya relief-relief kepribadian bangsa Indonesia itu sen­ gaya Jawa Timur berbentuk agak pipih diri. Contohnya perihal disiplin waktu, seperti wayan~ berbeda dengan relief" serius dalam belajar, memanfaatkan relief gaya Jawa Tengah yang. ber­ waktu untuk sesuatu yang positif dan bentuk naturalis1realistik, dalam arti sebagainya, patut diteladani oleh bang­ mendekati bentuk model yang sebenar~ sa Indonesia antara lain karena dapat nya (Wisnoewhardono, 1995: 17). meningkatkan sumber daya manusia Melalui visualisasi relief"Jelief ini, agar sejajar dengan bangsa yang telah para seniman peneiptanya berkeingin­ maju. Sebaliknya hal-hal yang ber­ an untuk menyampaikan inh'rmasi seberangan dengan tradisi bangsa Indo-

Relief Narrative Arjunawiwaha diGua Selamangleng dalam Perspektif Edukatif 242

nesia yang sudah berakar kuat, sebail<­ lamnya yang masih relevan dengan nya disisihkan, sehingga hanya me­ perkembangan zaman sekarang (20061 rupakan tambahan pengetahuan. 2007) dan masa yang akan datang. Maksud globalisasi adalah globali­ Dalam membicarakan masalah pen­ sasi ekonomilglobalisma, yaitu terse-­ didikan, teringat Plato yang mengata­ barnya dominasi ekonomi pasar bebas kan bahwa seni seharusnya menjadi hampir diseluruh jagat. Dalam arti dasar pendidikan (Rohidi, 2000: 55). umum, globalisasi adalah pembuah­ Dalam perspektif pendidikan, seni di­ an 1terjadinya suatu peristiwa yang me­ pandang sebagai salah satu alat atau liputi atau berakibat padasebagian media untuk memberikan keseimbang­ besar dunia, bukan soal baru Uacob, an antara intelektualitas dan sensi­ 1998: 8-9). Sejak abad XVI, terjadi glo­ bilitas, rasionalitas dan irrasionalitas, balisasi bersamaan dengan zaman eks­ serta akal pikiran dan kepekaan emosi plorasi geografis oleh ekspedisi-ekspe­ agar memanusia, bahkan dalam batas­ disi Eropa, diil

Cakrawala Pendidikan, November 2007, Th. XXVI, No.3 243 masan, namun relief naralif yang di­ pusat kebudayaan, namun zaman 1tu jadik'ah objek penulisan ini dipahatkan disebut zaman Jawa Tengah. Pada di dinding Gua Selamangleng, yang waktu tahun 930 hingga 1530 M dalam menceritakan Arjuna sedang bertapa, hal yang sarna disebut zaman Jawa sesuai dengan fungsi gua 1tu untuk Tirnur, karena selarna itu pusat ke­ bertapa. kuasaan Jawa Hindu di Pulau Jawa Dari uraian yang telah dipaparkan, dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa maka dapat dikatakan bahwa peng~ Tirnur (Soedarmo dan Wiyadi, 1982; 1). kajian ini berangkat dari masaJah "nilai Dalam zaman Jawa Tengah yang pendidikan apa saja yang terkandung berkuasa adalah dinasti Syailendra dalam relief di Gua Selamangleng." (tahun 750 - 850) yang menganut Dengan kata lain, pengkajian ini ber­ agama Budha Mahagana dan dinasti tujtian untuk: raja-raja Mataram yang beragama Ciwa 1. menget

Relief. Narrative Arjttn~wiwaha diGua SelamangIengdalam Perspektif Edukatif 244 faktor politik, ekonomi, dan bencana letak keberanian kreatif bagi seniman, alam (Soedarmo dan Wiyadi, 1982: 2). sehingga dapat dikatakan bukan hanya Faktor politik antara lain adanya mak­ keberanian dalam menghadapi dirinya sud untuk menyebarkan agama Hindu, yang gawat atau kritis, melainkan juga memperluas kekuasaan, dan bersaing keberanian dalam menghadapi ke­ dalam mengembangh.n aset budaya­ budayaan, lingkungan, masyarakatnya nya, sedangkan faktor ekonomi mung­ dan lain-lain. kin akan mempengaruhi perkembang­ Tidak berbeda halnya dengan pen­ an perekonomian pada saat itu, yang ciptaan relief cerita Arjunawiwaha di menyebabkan adanya kemakmuran. Gua Selarnangleng. Kemungkinan gua Hal ini mengingat bahwa daerah ke­ tersebut dicipta lebih dahulu untuk ber­ rajaan Sindok yang terletak di antara tapa, baru kernudian diciptakan relief gunung Semeru dan gunung Wilis, dengan cerita Arjunawiwaha, yaitu ki­ yaitu daerah Surabaya, Malang, dan sah Arjuna yang sedang bertapa dan Kediri, mengaiami kemakmuran dan akhirnya menikah dengan bidadari perkembangan yang pesat (Soedarmo yang bernama Supraba. dan Wiyadi, 1982: 13). Faktor bencana alam misalnya gem­ 2. Relief Cerita Arjunawiwaha di Gua pa, banjir, angin puyuh dan sebagainya Selamangleng juga diduga menyebabkan pusat ke­ Sebelurn mengupas cerita Arjuna­ rajaan pindah ke Jawa Timur. Selain itu, wiwaha, lebih dahulu akan dikemuka­ dimungkinkan pula para seniman ke­ kan sekilas tentang Gua Selamangleng. tika itu ingin mencari kebebasan dalam Gua Selamangleng ini berasal dari akhir berkreativitas, khususnya penciptaan abad X, dan terletak di kaki gunung relief dan ornamen candi pada umum­ Wajak dekat Tulungagung (Soedarmo nya. Oengan kata lain, para seniman dan Wiyadi, 1982: 29). Sernula gua ingin mengambil jarak dari pengaruh tersebut digunakan untuk bertapa atau India, agar hasil karyanya mencermin­ memusatkan pemikiran dalam ber­ kan budaya asli Indonesia. Kreativitas semadi, agar orang yang bertapa me­ adalah kegiatan mental yang sangat nemukan inspirasi. Selain itu, di atas individual yang merupakan manifestasi pintu masuk dihiasi satu kepala kala kebebasan manusia sebagai individu, yang besar, dan relief yang dipahatkan sedangkan manusia kreatif adalah ma­ pada dinding gua menggambarkan nusia yang menghayati dan menjalan­ sebagian cerita Arjunawiwaha (Soedar­ kan kebebasan dirinya secara mutlak mo dan Wiyadi, 1982: 29). (Soemardjo, 2000: 80). Oemikian halnya Oiceritakan bahwa Bathara lndera dengan seniman yang saat itu ingin mengutus para bidadari untuk meng­ menciptakan relief-relief candi di Jawa goda Arjuna yang sedang bertapa di Timur, past! dia mencari-cari dan men­ gunung lndrakila. Oi belakang digam­ coba-coba untuk menernukan teknik, barkan para bidadari dan di sebelah bentuk, dan isi yangbelum pernah ada, kanan Batara, Indera atau Batara Na­ atau yang berbeda dengan teknik, ben­ rada, selaku utusan dewa yang menye­ tuk, isi yang pernah dipelajarinya, se" rupai tokoh yang berjanggut atau Resi, hingga kesatuan teknik, beptuk, dan isi sebagai pemain-pemain musik kayang­ tersebut dapat memproyeksikan mak­ an seperti yang dijumpai di Jawa na-makna bam. Oi sinilah antara lain Tengah. Oalam hal ini adegan-adegan

Cakrawafa Pendidikan, November 2007, Th. XXVI, No.3 245

bidadari diungkapkan secara bebas dan akhirnya dia menjelaskan bahwa kE'­ naturalistis (Soedarmo dan Wiyadi, kuatannya berada di ujung lidahnya. 1982: 29). Penggambaran figur wanita Setelah mendengar hal ini, Arjuna se­ yang bebas menggoda seorang pria gera muncul dan memporakporanda­ dalam relief tersebut, sesuai dengan kan gerbang istana, lalu terjadi pertem­ karakter orang-orang Jawa Timur ter­ puran sengit. Ketika raja raksasa itu masuk kaum wanita, yang berkarakter berteriak, panah Arjuna secepat kilat ekstrovert atau terbuka, Berbeda dE'­ masuk ke mulut raksasa mengenai ngan orang-orang Jawa Tengah yang sasarannya, hingga ia tewas seketika. pada umunmya berkarakter introvert Tibalah saamya Arjuna menerima atau tertutup, hadiah atas bantuannya kepada para Berkaitan. dengan cerita tersebut, dewa. Selama tujuh hari perhitungan Zoetmulder menjelaskan bahwa Ar­ kahyangan atau tujuh bulan menurut junawiwaha, puisi Jawa Kuna () kalender manusia, ia akan menikmati dari Jawa Timur tertua dari abad ke-l1, hasil jerih payahnya sebagai raja di adalah kakawin terbaik dari segi kom­ tahta . Setelah dinobatkan menjadi posisi dan gaya. Selain itu juga di­ raja, Arjuna menikah dengan tujuh kemukakan bahwa bagian-bagian pen~ bidadari. Beberapa lama kemudian, ting puisi ini yaitu pertapaan Arjuna, Arjuna mulai gelisah karena benar­ klimaks cerita, yaitu terbunuhnya NE'­ benar rindu dan ingin bertemu dengan watakawaca, dan hadiah yang diterima saudara-saudaranya yang telah lama Arjuna di sorga, benar-benar seimbang ditinggalkan. Akhimya Arjuna mohon (Soedarsono, 1997: 181). Dalam pertapa­ ijin kepada dewa Indra untuk kembali an, Arjuna memahami makna orang ke bum! dengan kereta kahyangan. bertapa dan mengatakan bahwa satu­ Para bidadari yang ditinggalkan berada satunya tujuan dia bertapa adalah un­ dalam suasana sedih (Soedarsono, 1997: tuk memenuhi tugasnya sebagai sec 521-525). orang ksatria, dan membantu saudara­ Bila diamati, dalarn cerita Arjuna­ nya yaitu Yudhistira untuk mendapat­ wiwaha tersebut banyak terkandung. kan kembali kerajaannya bagi kerajaan nilai-nilai budaya khususnya nilai pen­ seluruh dunia. didikan misalnya etika, estetika, ketu­ Dalam hal ini Arjuna juga men­ hanan Yang Maha Esa atau keyakinan dapat banyak godaan terutama oleh agama, perilaku. atau moral, kedisi­ para bidadari kahyangan, dan bidadari plinan, tanggung jawab, kesatuan dan Supraba yang telah mengesankan sekali persatuan, yang dapat dijadikan tela­ akan menemani Arjuna untuk men­ dan bagi generasi penerus bangsa Indo­ dapatkan rahasia kesaktian Newata­ nesia. Bahkan nilai-nilai pendidikan itu kawaca. Setelah mereka tiba di negara perin ditanamkan sejak dini kepada Imantaka, Arjuna menyelinap di tem~ anak_anak, khususnya untuk menang­ pat yang tidak terlalu jauh, dan tidak gulangi tantangan kemajuan zaman dapat dilihat oleh siapa pun karena ia atau pengarub kebudayaan asing ter­ memiliki kekuatan magi. Dengan segala utarna yang tidak cocok dengan kepri­ bujuk rayu, Supraba menanyakan ra­ badian bangsa Indonesia. hasia .kesaktian Newatakawaca yang Sehubungan dengan adanya penga­ diterimanya dari dewa Rudra. Karena rub kebudayaan asing yang dimung­ terbuai oleh rayuan sang bidadari, kinkan melalui proses akulturasi dan

ReliefNarralive Azjunawiwahadi Gua SelamanglengdalamPer.;peklifEdukalif 246 drrusi, bahkan dapat menimbulkan ino­ Arjuna sedang bertapa, dalam sikap vasi, Linton mengemukakan konsep duduk sila, nyepi, menyendiri, tidak yang dalam perkembangan sekarang bergerak keeuali bemafas, tidak ber­ (2006/2007) sudah dianggap biasa, ya­ bieara, penuh konsentrasi, memusatkan itu perbedaan antara bagian inti kebu­ perhatian dan pikirannya untuk me­ dayaan (covert culture) dan perwujudan hemukan inspirasi, yang seeara ke­ lahimya (avert culture). Contoh bagian seluruhan permohonannya ditujukan intinya adalah: (1) sistem nilai-nilai kepada Tuhan Yang Maha Esa agar budaya; (2) keyakinan-keyakinan ke­ eita-eitanya tereapai. Dengan demikian, agamaan yang dianggap keramat; (3) dalam adegan bertapa ini terkandung beberapa adat yang telah dipelajari aspek ketuhanan Yang Maha Esa, ka­ sangat ,lini dalam proses sosialisasi rena tereapainya makaud dan tujuan individu warga masyarakat, dan (4) bertapa itu ditentukan oleh Tuhan Yang beberapa adat yang memiliki fungsi Maha Kuasa. Dengan kata lain, dalam yang terjaring luas dalam masyarakat meraih eita-eita tersebut, Arjuna hanya (Koentjaraningrat, 1990: 97). berusaha melalui eara bertapa, dan ke­ Sebaliknya, eontoh bagian lahimya berhasilannya tergantung pada Tuhan merupakan kebudayaan fisik, misalnya Yang Maha Esa. Di sinilah letak hilai alat-alat dan benda-benda yang ber­ pendidikan khususnya nilai ketuhanah guna, juga ilmu pengetahuan, tata eara, Yang Maha Esa atau keyakinan ke­ gaya hidup dan rekreasi yang ber­ agamaan, yang perlu ditanamkan di manfaat dan memberikan kenyamanan. hati sanubari ahak-anak sejak dini. Dikatakan pula bahwa bagian suatu Dalam pertunjukan wayang orang, kebudayaan yang lambat berubahnya tokoh Arjuna yang sedang bertapa juga dan sulit digantikah unsur-unsur asing dapat diwujudkan oleh seorang penari adalah bagian inti!covert culture (Koen­ putra yangberperawakan sedang (dedeg tjaraningrat, 1990: 97). Oleh sebab itu, pidegsa), berwajah luruh, dengan sikap masih relevan bila pada kesempatan ini duduk sila, tidak bergerak kecuali ber­ dieari nilai-nilai pendidikan yang ter­ nafas, tidak berdialog, konsentrasi (se­ dapat dalam relief cerita Arjunawiwaha wiji), penuh semangat (greged), pereaya di gua SelaInangleng. Diharapkan pula diri (sengguh), dan pantang mundur (ora rulai-nilai pendidikan tersebut dapat mingkuh) Bila menari, gerak-geraknya meresap dalam hati sanubari generasi juga sesuai dengan karakter Arjuna penerus bangsa Indonesia, bahkan da­ yang halus dan /uruh, yaitu gerak-gerak pat mempertebal dan memperkuat ke­ tari putra halus, luruh, misalnya dengan pribadian mereka, sehingga dapat me­ motif gerak impur a/us. Demikian hal­ nanggulangi pengaruh kebudayaan nya bila berdialog, juga sesuai dengan asing. karaktemya, yaitu bemada rendah, ha_ Sehubungan dengan kebudayaan Ius, dan /uruh. inti dan fisik yang telah dipaparkan, Selain itu, Arjuna yang sedang ber­ walaupun bagian inti dikatakan lambat tapa dalam pertunjukan wayang orang berubahnya dan sulit digahtikah unsur­ lakon "CiptOhing Mintaraga" berganti llnsur asing, hal ini periu juga dieermati nama menjadi Begawan CiptOhing. Da­ dan diwaspadai uhtuk membentengi lam relief gambar kedua tampak derasnya pengaruh negatif. Contoh Begawan Ciptoning (Arjuna) sedang dalam eerita Arjunawiwaha, ketika bertapa di bawah potion "Nagasari

Cakrawala Pendidikan:,- November2007, Tn. XXVI, No.3 247

Mdndhira," digoda oleh para bidadari Arjuna dan Resi Padya, yaitu ketika dan Resi Padya (Dewa Indra). Para Resi Padya menanyakan siapa dewa­ bidadari tersebut tidak berhasil meng­ dewa yang belum datang ke pertapaan goda Begawan Ciptoning, antara lam IndrakiJa itu, ia berbahasa jawa ngoko. karena selama bertapa ia berjiwa sewiji, Lalu seketika pertanyaan tersebut di­ greged, sengguh, dan ora mingkuh. Da­ jawab oleh Arjuna dengan bahasa jawa lam jiwa inilah tampak adanya nilai krama inggil, yang mengatakan bahwa moral dan kedisiplinan, yang perlu yang belum datang hanyalah Bethara ditanamkan atau ditransmisikan ke­ Indra yang sedang berada di hadapan­ pada anak-anak generasi penerus bang­ nya. Arjuna menebak dengan tepat ka­ sa Indonesia, untuk meraih cita-eita. rena telah diketahui bahwa Resi Padya Tidak berbeda hainya dengan penari yang menggodanya -tidak lain adalah yang menarikan tari gaya Yogyakarta Betham Indra. dengan jiwa Joged-Mataram yaitu sewiji, Setelah rahasianya ditebak oleh Ar­ greged, sengguh, dan ora mingkuh, se­ juna dan temyata benar, seketika itu hingga teknik tarinya benar-benar adi­ juga Resi Padya berubah wujud men~ luhung atau memiliki nilai artistik yang jadi Dewa Indra, lalu ia memberikan tinggi yang identik dengan nilai etika, kesaktian kepada Arjuna berupa lImu estetika, moral, dan kedisiplinan. "panglimunan" agar Arjuna dapat meng­ Nilai etika dan estetika juga tampak hUang atau tidak tampak oleh siapa dalam relief yang menggambarkan para pun, barulah ia pergi meninggalkan bidadari yang sedang menggoda Ar· Arjuna. Perbedaan jenis bahasa dalam juna, ada yang dengan sikap duduk dialog tersebut menunjukkan adanya atau jengkeng, yang berarti meng­ nilai etika/unggah-ungguh, yaitu tokoh hormati Arjuna, dan ada juga yang yang lebih muda atau yang strata so­ berdiri. Selain itu, nilai etika dan este­ siaInya lebih rendah wajib menghor­ tika juga tampak ketika para bidadari mati tokoh yang lebih tua atau yang pergi meninggalkan Arjuna, atau mun· strata sosialnya lebih tinggi. Selain dur teratur, karena tidak berhasil meng­ dialog, nilai etika tersebut juga tampak godanya. Penggambaran para bidadari dalam perbedaan level para penarinya, yang berjalan meninggalkan Arjuna dalam hal in! tokoh yang strata sosial­ dan ketika mereka menggoda Arjuna nya lebih tinggi duduk di singgasana ada yang berada. dalam level rendah (dhampar), sedangkan tokoh yang strata dan tinggi, serta penempatan jumlah sosialnya lebih rendah duduk sila di person yang simetris dan asimetris da­ lantai pentas. lam relief,seperti haInya poJa lantai da­ Dalam relief gambar ketujuh, tam· lam pertunjukan tari, juga menunjuk­ pak Bethara Guru memberikan pusaka kan adanya keindahan atau estetika ter­ "pasopati" kepada Arjuna untuk mem­ sendiri, yang perlu juga ditransmisikan bunuh Newatakawaca. Dalam adegan kepada generasi penerus bangsa Indo­ in! Bethara Guru bertanggung jawab nesia. atas tugas Arjuna yang harus mem­ Dalam pertunjukan wayang orang bunuh Newatakawaca, dengan mem­ yang menggunakan banyak dialog pro­ berikan pusaka agar berhasil. Bahkan sa, nilai etika tersebut tampak dalam Arjuna yang mendapat tugas berat juga jenis dialog yang berlainan antartokoh­ bertanggung jawab harus melaksana­ tokohnya. Contohnya, dialog- antara kannya dengan sungguh-sungguh agar

ReliefNarratire,Atjunawiwaha di Gua'Selamangleng dalam Perspektif Edtikatif 248

tujuannya tercapai. Rasa tanggung ja­ buta dan akhirnya ia berubah wujud wab ini juga memiliki nilai pendidikan menjadi seekor babi hutan. yang perlu ditransmisikan kepada ge­ Dilanjutkan adegan Bethara Guru nerasi penerus. dan Narada, yang turun ke bumi Dalam relief gambar kedelapan, meminta Begawan Ciptoning untuk Arjuna dan Dewi Supraba bersama­ memunuh Newatakawaca. Mengingat sama pergi dengan tujuan untuk mem­ syaratnya harus melawan Begawan bunuh Newatakawaca. Dalam adegan Ciptoning, maka Bethara Guru berubah ini terkandung pula nilai kesatuan dan wujud menjadi Kilatawarna dan Bethara persatuan antara Arjuna dan Dewi Narada menjadi Kilatarupa. Mereka Supraba, yang memiliki satu tujuan bersama-sama memanah babi hutan, yaitu membunuh Newatakawaca. Rasa dan bersarnaan itu pula Begawan kesatuan dan persatuan tersebut juga Ciptoning juga memanahnya. Setelah perlu ditransmisikan kepada generasi babi hutan tersebut mati kena dua anak peneros, apalagi untuk mencapai satu panah, Kilatawarna dan Kilatarupa cita-cita agar berhasil. Dalam pertun­ mengakui bahwa mereka yang mem­ jukan wayang orang, kedua tokoh boouh babi itu. Demikian pula Bega­ tersebut juga ditarikan oleh dua penari wan Ciptoning juga mengakui dia yang putra dan putri yang menari bersama­ membunuh babi tersebut, dan terjadi­ sarna dengan karakter gerak yang ber­ lah peperangan. Akhirnya Kilatawarna beda, tetapi rnerupakan satu kesatuan berubah wujud menjadi Bethara Guru yangutuh. dan Kilatarupa menjadi Bethara Narada. Dengan maian yang telah dikemu­ Seketika itu juga Begawan Ciptoning kakan, dapat dikatakan bahwa dalam sungkcrn atau menyembah dengan men­ relief cerita Arjunawiwaha di Gua cium lutut Bethara Guru dan Bethara Selamangleng terkandung nilai~nilai Narada. Dalam adegan ini Bethara Guru pendidikan antara lain etika, estetika, memberikan pusaka pasopati kepada ketuhanan Yang Maha Esa, moral, tang­ Arjuna untuk membunuh Newataka­ gung jawab, kesatuan dan persatuan, waca. yang perlu ditransmisikan kepada ge­ Dengan rasa tanggung jawab, be­ nerasi penerus, agar tetap lestari dan rangkatlah Begawan Ciptoning dan berkembang untuk menghadapi era Dewi Supraba ke !mantaka untuk mem­ globalisasi di Indonesia. bunuh Newatakawaca. Setelah Newata­ Dalam pertunjukan wayang orang kawaca tewas, Begawan Ciptoning dan gaya Yogyakarta, setelah Resi Padya Dewi Supraba kembali ke kahyangan berubah wujud menjadi Dewa Indra untuk melangsungkan perkawinan me­ yang sebenamya, dan memberikan ke­ reka. Dalam pertunjukan tari juga di­ saklian kepada Arjuna, lalu pergi me­ wujudkan oleh dua penari putra dan ninggalkan tempat pertapaan, kemudi­ putri menarikan tari percintaan (love an Marnangmurka datang disuruh dance) dalam suasana gembira dan Newatakawaca untuk memohon doa bahagia. restu kepada Arjuna, sehubungan de­ Terbunuhnya Newatakawaca juga ngan niatnya ingin melamar Dewi menunjukkan adanya nilai pendidikan Supraba di kahyangan. Kedatangannya bahwa tokoh yang karakternya jahat tidak disambut samasekali oleh Arjuna, akhirnya kalah atau mati dibunuh oleh sehingga ia marah bahkan membabi musuh, sedangkan tokoh yapg baik

Cakrawala Pendidikan, November 2007, Th. XXVI, No.3 249 biasanya menang dalam peperangan. menciptakan relief cerita Arjunawiwa­ Dengan demikian, tokoh yang baik ha di Gua Selamangleng. tersebut dapat dijadikan teladan bagi generasi penerus, agar bertindak selek­ C. Penutup tif dalam menghadapi evolusi kemaju­ Berdasarkan uraian yang telah di­ an zaman. Memang kondisi kemajuan kernukakan, dapat disimpulkan bahwa itu tidak terpisahkan dari silat dan dalarn relief narrative Arjunawiwaha di watak evolusi kultural (Kaplan dan Gua Selarnangleng banyak terkandung Atbert A. Manners, 1999: 57-58). nilai-nilai pendidikan yang perlu di­ Walaupun demikian, dalarn hal ke­ transmisikan kepada generasi penerus budayaan fisik, juga sangat perlu dicer­ bangsa Indonesia, agar dapat dijadikan mati dan diwaspadai guna rnenghadapi pandangan hidup, pedoman hidup, dan tantangan pengaruh asing yang telah perjuangan hidup anak-anak bangsa merebak dalarn rnasyarakat Indonesia. tersebut. Nilai-nilai pendidikan tersebut Banyak contoh dalam kehidupan se­ antara lain etika, estetika, ketuhanan hari-hari yang tampaknya berpengaruh Yang Maha Esa, moral, tanggung ja­ besar terhadap kebudayaan generasi wab, kedisiplinan, kesatuan dan persa­ penerus, antara lain remaja laki-Iaki tuan. Oleh karena itu, relief cerita mernakai anting-anting, kalung, celana Arjunawiwaha di Gua Selamangleng jin yang disobek-sobek, rambut berwar­ perlu dilestarikan keberadaannya, agar na hijau, merah, bim, kuning, merah sisa-sisa kegemilangan yang telah di­ jambu, dan coklat bagi remaja putra capai oleh nenek moyang dapat disak­ putri, bahkan sampai perihal"narkoba" sikan oleh masyarakat kini dan masa yang semuanya itu bukan budaya yang akan datang. Bahkan perlu diada­ Indonesia, sehingga tidak cocok dengan kan peningkatan renovasi atau pernu­ kepribadian bangsa lndonesia. Mereka garan agar nilai artistiknya tidak me­ justru tidak terpengaruh pada tindakan rnudar, apalagi rnenghadapi wisatawan orang asing yang selalu disiplin atau nusantara atau mancanegara yang ingin tepat waktu, serius dalam mernpelajari rnenyaksikannya. sesuatu dan sebagainya, yang antara Sel!,in itu, adanya apresiasi terha­ lain dapat meningkatkan sumber daya dap seni rupa khususnya relief cerita manusia. Arjunawiwaha di Gua Selamangleng Berkaitan dengan hal tersebut, rne­ juga berperanan penting bagi generasi mang masyarakat dan kebudayaan se­ penerus bangsa Indonesia. Hal iui lalu berada dalarn perubahan atau tidak antara lain untuk mempertahankan pernah berhenti. Perubahan yang cepat nilai-nilai pendidikan yang terkandung kadang-kadang disebut revolusi, yang dalarn relief cerita Arjunawiwaha di sebenarnya bukan lawan evolusi me­ Gua Selarnangleng. lainkan bersama-sama merupakan bagi­ an dari perubahan (Soemardjo, 2000: Daftar Pustaka 13). Kebudayaan terrnasuk kesenian Kaplan, David dan Albert A. Manners. harus dil)hat secara prosesual, tidak 1999. TeoTi Budaya. Cetakan L statis, bahkan perubahan dapat pula Teremahan Landung Sirnatu­ dipengaruhi dengan inovasi dan kreasi pang. The Theory of Culture. baru, seperti haInya seniman yang Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Relief Narrative AIi",",wiwaha diGua Selamangleng dalamPerspektifEdukatif 250

Koentjaraningrat. 1990. Teori Antropologi Soedarsono, R.M. 2002. Seni Pertunjukan II. Jakarta. UniverSitas Indonesia. Indonesia di Era Globalisasi. Ce­ takan pertama-Edisi ketiga. Yog­ Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Kesenian yakarta. Gadjah Mada University dalam Pendekatan Kebudayaan. Press. Bandung. STISI Press. Soernardjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni. Soedarrno, M. dan Wiyadi. 1982. Sejarah Bandung. Penerbit ITB. Seni Rupa Indonesia: Zaman Pengaruh Hindu di Jawa Timur. Wisnoewhardono, Soeyono. 1995. Mem­ Buku III. Jakarta. Proyek Peng­ perkenalkan Kompleks Percandian adaan Buku Pendidikan Mene­ Panataran di Elitar. Majakerta. ngah Kejuruan Direktorat Pendi­ KPN Purbakala. dikan Menengah Kejuruan Direk­ torat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pen­ didikan dan Kebudayaan.

CakrawalaPendidikan, November 2007, Th. XXVI, No.3