Journal of Indonesian History 8 (2) (2019)

Journal of Indonesian History

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih

Perkembangan Arsitektur pada Masa Kolonial di Tahun 1900-1942: Tinjauan Politik, Sosial dan Pendidikan

Friska Candra Dewi, Ufi Saraswati, dan Abdul Muntholib

Jurusan Sejarah Universitas Negeri , Semarang-

Info Artikel Abstrak ______Sejarah Artikel: Pada masa kolonial, Kota Surakarta menjadi salah satu pusat pemerintahan di Jawa yang ramai. Diterima September 2019 Pengaruh politik dari pemerintah membawa dampak terhadap perubahan sosial dan pendidikan. Disetujui Desember 2019 Masyarakat mulai mengikuti gaya hidup yang semakin modern, kebudayaan baru muncul sebagai Dipublikasikan Desember wujud perubahan sosial dan pendidikan. Pertemuan dari berbagai macam bangsa dan wilayah 2019 kekuasaan yang terbagi menjadi dua mempunyai ciri khas kebudayaanya masing-masing. ______Kebudayaan inilah yang terus berkembang dan membawa pengaruh terhadap bentuk-bentuk Keywords: arsitektur yang ada di Kota Surakarta. Tujuan dan manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui Development, Architecture, perkembangan dan pengaruh budaya kolonial terhadap seni arsitektur di Surakarta tahun 1900-1942, Surakarta City. sehingga dapat menjadi salah satu literatur penelitian tentang sejarah dan perkembangan arsitektur ______di Kota Surakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Perkembangan Arsitektur di Surakarta yang berawal dari kota tradisional dengan pengaruh kerajaan dan budaya Jawa kental hingga menjadi kota modern yang mulai mendapatkan pengaruh budaya pada masa kolonial.

Abstract ______In the colonial period, Surakarta City became one of the centers of government in busy . The political influence of the government has an impact on social change and education. The community began to follow an increasingly modern lifestyle, new culture emerged as a form of social and educational change. Meetings of various nationalities and territories divided into two have their own cultural characteristics. It is culture that continues to grow and has an influence on the architectural forms that exist in Surakarta City. The purpose and benefits of this study were to determine the development and influence of colonial culture on architectural art in Surakarta 1900-1942, so that it could become one of the research literature on the history and development of architecture in Surakarta City. The method used in this study is the historical method, namely heuristics, source critical, and interpretation. The development of architecture in Surakarta originated from a traditional city with the influence of the kingdom and thick Javanese culture to become a modern city which began to gain cultural influence in the colonial period.

© 2019 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633 Ruang Jurnal Sejarah, Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected]

96

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104

PENDAHULUAN lebih jauh mempunyai perbedaan-perbedaan dan Kehadiran bangsa Belanda di Indonesia telah ciri tersendiri (Sumalyo, 1993:2). banyak mempengaruhi segi-segi kehidupan Menurut Handinoto perkembangan masyarakat pribumi. Seiring berjalannya waktu Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia dibagi pengaruh tersebut semakin besar dan menjadi 4 periode. Abad 16 sampai Tahun 1800- mempengaruhi berbagai unsur kebudayaan. an, Indonesia masih disebut sebagai Netherland Luasnya pengaruh kebudayaan Belanda sehingga Indische di bawah kekuasaan VOC. Bangunan ketujuh unsur budaya utama yang dimiliki suku perkotaan orang Belanda pada periode ini masih Jawa sepenuhnya terpengaruhi. Percampuran bergaya Eropa dengan bentuknya cenderung gaya Eropa dan Jawa yang meliputi tujuh unsur panjang dan sempit, atap curam, dan dinding universal budaya yang didukung oleh segolongan depan bertingkat bergaya Belanda di ujung teras. masyarakat disebut dengan kebudayaan Indis Bangunan ini tidak memiliki orieantasi bentuk (Soekiman, 2000:2). yang jelas, atau tidak beradaptasi dengan iklim Surakarta sebagai suatu wilayah kerajaan dan lingkungan setempat. Tahun 1800-an sampai tradisional ditandai dengan berkuasanya sistem dengan Tahun 1900, terbentuk gaya arsitektur birokrasi tradisional. Sebagai pusat The Dutch Colonial Villa. Gaya ini merupakan pemerintahan, kota Surakarta juga menjadi pusat gaya arsitektur Neo-Klasik yang melanda Eropa dari kebudayaan Jawa dengan (terutama Perancis) yang diterjemahkan secara Kasunanan dan Pura Mangkunegaran sebagai bebas, menghasilkan gaya Hindia Belanda porosnya. Sebagai salah satu pusat pemerintahan bercitra kolonial disesuaikan dengan lingkungan di Jawa yang ramai, tak bisa dipungkiri adanya lokal, iklim, dan material yang tersedia pada pertemuan dari berbagai macam bangsa yang masa itu, yang kemudian dikenal sebagai membawa kebudayaan masing-masing. Bangsa Indische Architectuur, atau rumah , Belanda sebagai pemegang kekuasaan di yang merupakan tipe rumah tinggal di seluruh Indonesia saat itu menduduki jumlah bangsa Hindia Belanda pada masa itu. Tahun 1900 Eropa yang paling banyak. Kehadiran mereka sampai Tahun 1920-an, pada tahun 1920 kaum dengan gaya hidup dan budaya yang mereka liberal di negeri Belanda mendesakan apa yang bawa bertemu dengan kebudayaan setempat, dinamakan politik Etis untuk diterapkan di tanah yang kemudian melahirkan budaya baru yang jajahan. Sejak itu pemukiman orang-orang disebut kebudayaan Indis. (Soekiman, 2011:19) Belanda tumbuh dengan cepat, dengan adanya Bangunan peninggalan kolonial di suasana tersebut maka Arsitektur Eropa mulai Surakarta adalah “saksi bisu” dari berbagai terdesak digantikan dengan standar arsitektur kejadian pada masa digunakan baik didalamnya Indis atau Indische Empire Style yang berorientasi maupun disekitarnya. Bentuk bangunan jika ke iklim tropis nusantara. Tahun 1920 – Tahun diamati mempunyai nilai arsitektural (ruang, 1940, pada awal abad 20, arsitek Belanda konstruksi, teknologi, dan lain sebagainya) juga memunculkan pendekatan untuk rancangan mempunyai nilai sejarah. Makin tua bangunan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini berdiri makin membuktikan tingginya nilai semula masih memegang unsur-unsur dasar sejarah dan budayanya. (Prasangka, 2003:16) bentuk klasik, memasukan unsur-unsur yang Arsitektur kolonial di Indonesia adalah terutama dirancang untuk mengantisipasi fenomena budaya yang unik, tidak terdapat dilain matahari dan hujan lebat tropis. Selain unsur- tempat, juga pada negara-negara bekas koloni. unsur arsitektur tropis, juga memasukan unsur- Dikatakan demikian karena terjadi percampuran unsur tradsional Indonesia namun tetap tidak budaya antara penjajah dengan budaya Indonesia menjadi konsep yang baku. yang beraneka ragam. Oleh karena itu arsitektur Menjelang peralihan abad 19 ke abad 20 di kolonial diberbagai tempat di Indonesia, disatu Hindia Belanda banyak sekali mengalami tempat dengan tempat lainnya apabila diteliti perubahan dalam masyarakatnya. Akibat kebijakan politik pemerintah pada waktu itu

97

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 mendorong terjadinya perubahan bentuk kota mempunyai nilai kekuasaan yang lebih yang di dalamnya mencakup pula bidang dibandingkan dengan para penguasa pribumi. arsitektur. Keadaan kota di Indonesia pada abad Berdasarkan latar belakang arsitektur 19 ke abad 20 mengalami laju modernisasi yang Surakarta di atas maka perlu adanya pembahasan mengakibatkan semakin meningkatnya jumlah tentang seni arsitektur sebagai hasil budaya orang Eropa yang datang ke Hindia Belanda sebelum masa kolonial dan perkembangan serta (Ariefullah;dkk, 2013:11). pengaruh budaya kolonial terhadap seni Perubahan bentuk dan gaya dalam dunia arsitektur di Surakarta. Oleh sebab itu penulis arsitektur sering didahului dengan perubahan ingin memecahkan masalah Perkembangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Peralihan Arsitektur di Surakarta pada Masa Kolonial dari abad 19 ke abad 20 di Hindia Belanda Tahun 1900-1942: Tinjauan Politik, Sosial dan dipengaruhi oleh perubahan dalam Pendidikan. masyarakatnya. Modernisasi dengan penemuan baru dalam bidang teknologi dan perubahan METODE sosial akibat kebijakan politik pemerintah Metode yang digunakan dalam penelitian ini kolonial pada waktu itu mengakibatkan adalah metode sejarah. Pada tahap ini peneliti perubahan bentuk dan gaya dalam bidang mencari bahan-bahan yang berpotensi untuk arsitektur. dijadikan sumber yang berisi informasi, Pada penelitian sebelumnya oleh Taufik pengumpulan sumber berupa data dokumen dari Adhi Prasangka yang berjudul Perkembangan Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran, Arsitektur Indis di Surakarta Pada Abad XX dokumen yang menyangkut tentang bangunan- membahas mengenai perkembangan arsitektur di bangunan kolonial yang ada di Surakarta pada Surakarta dimana arsitektur Indis sebagai salah tahun 1900-1942. Arsip mengenai rencana satu hasil dari akulturasi dua kebudayaan yang pembangunan Pasar Gede, Arsip mengenai berbeda yaitu budaya Barat dan budaya Timur. bangunan-bangunan di istana Mangkunegaran, Penelitian lainnya dengan judul Karya Arsitektur foto-foto mengenai bangunan dari Dinas di Surakarta 1917-1942 oleh Sri Kearsipan Surakarta dan sumber sekunder lain Lestari Ningsih yang membahas mengenai hasil menggunakan buku-buku dan jurnal yang relevan karya salah seorang arsitek berkebangsaan dengan penelitian. untuk mengkaji peristiwa di belanda yang berhasil memberikan warna baru masa lampau. (Gottschalk, 1975:32). dalam seni arsitektur di Surakarta. Dari kedua Selanjutnya tahap kritik sumber, yaitu penelitian sebelumnya, belum adanya kajian usaha untuk memperoleh otentisitas dan mengenai pengaruh politik, sosial dan kredibilitas sumber yang dilakukan dengan pendidikan terhadap seni arsitektur. Sehingga mengkritik isi data maupun menilai fisik data pada penelitian ini, meninjau pengaruh politik, sumber. Pada tahap ini peneliti melakukan perkembangan sosial dan kemajuan pendidikan seleksi terhadap bahan-bahan tersebut, memilah yang memberikan perkembangan terhadap mana yang layak dijadikan sumber. Untuk arsip, model bangunan pada tahun 1900-1942. peneliti mendapatkannya dari Perpustakaan Besarnya pengaruh pemimpin kolonial dalam Rekso Pustaka Mangkunegaran. Pada tahap membawa budaya yang baru membuat historiografi, setelah melalui tahap mencari masyarakat pribumi pada masa itu mengikuti sumber-sumber, dan telah menilai sumber- budaya yang dibawa oleh para pemimpin sumber tersebut serta menafsirkan informasi kolonial sebagai lambang baru dalam status didalamnya saatnya hasil penafsiran atau sosial. Pembangunan rumah-rumah dan gedung- interpretasi atas fakta-fakta sejarah itu kita gedung pemerintahan dengan memberikan corak tuliskan menjadi suatu kisah yang selaras dengan arsitektur kolonial menunjukkan status dan urutan yang kronologis dan sistematis. prestise bahwa orang-orang Belanda di Indonesia

98

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104

HASIL DAN PEMBAHASAN kemudian membawa ciri khas pada seni dan Kota Surakarta dengan adanya dua pusat model bangunannya pemerintahan yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran yang bercitra tradisional jarang Tinjauan Politik pada Perkembangan dimiliki oleh kota-kota lain. Kota Surakarta Arsitektur Masa Kolonial Tahun 1900-1942 di digolongkan sebagai kota kolonial yang Surakarta didominasi unsur pribumi dan juga keraton. Struktur masyarakat Surakarta pada awal abad Pengaruh arsitektur kolonial justru 20 tidak lepas dari sturktur masyarakat kolonial memodernisasi arsitektur tradisional yang sudah pada umumnya. Secara umum masyarakat ada seperti keraton Surakarta dan keraton Surakarta terbagi menjadi tiga golongan, yaitu Mangkunegaran. orang Jawa yang tinggal di pedesaan, orang Bentuk-bentuk bangunan Indis yang ada di Eropa yang kebanyakan adalah orang-orang Surakarta justru menampilkan perwujudan yang Belanda, orang Cina dan Arab yang tinggal di menyelaraskan kondisi setempat. Hal ini terjadi kota-kota. karena kota Surakarta terdapat dua pemerintahan Tabel 1. Pertumbuhan penduduk di Surakarta yang memiliki kewenangan untuk mengatur Tahun 1900-1930 daerah kekuasaannya masing-masing. Kedua Tahun Pribumi Eropa Cina Arab & kerajaan ini cenderung menerapkan arsitektur Melayu tradisional sebagai cerminan kekuasaan dengan dipadukan arsitektur modern sebagai cerminan 1900 1.499.438 3.637 9.265 171 kemewahan dan superioritas. Penyerapan unsur 1905 1.577.996 3.335 11.725 - Barat terlihat pada pembangunan besar-besaran 1917 2.042.954 3.919 13.997 - yang dilakukan oleh kedua raja baik dalam 1920 2.029.843 5.003 14.701 - keraton maupun di luar keraton. Arsitektur Pasar Gede, Javasche Bank, 1930 2.535.594 6.555 21.224 1.475 Rumah tinggal di Villapark, dan Loji Gandrung terdapat hasil akulturasi budaya pada Sumber: Regeeringsalmanak dalam Suhartono, penggunaan ornamen, atap, tiang penyangga, 1991:196. letak tata ruang dan penggunaan ragam hias lainnya. Hasil percampuran budaya yang disebut Berdasarkan data penduduk diatas, jumlah Indis, memberikan corak dan warna yang baru penduduk Surakarta meningkat dari tahun- dalam karakteristik arsitektur di Indonesia, ketahun seiring dengan perkembangan kota itu dimana setiap bangunan tadi memiliki nilai sendiri. Golongan Eropa sebagai golongan tradisional Jawa dan nilai modern Belanda. penguasa jumlahnya tidak terlalu banyak jika Perkembangan gaya arsitektur Indische dibandingkan dengan golongan Cina dan Empire pada akhirnya melanda seluruh Jawa golongan pribumi. Jumlah golongan pribumi di termasuk surakarta sampai pada awal abad 20 Surakarta menduduki jumlah yang terbanyak, dengan berbagai penyesuaian dalam tetapi dalam struktur masyarakat kolonial penerapannya. Gaya Indische Empire selama golongan ini menempati posisi paling bawah. abad 19 sampai awal abad 20 di Surakarta banyak Hanya beberapa persen saja yang menduduki diterapkan pada bangunan-bangunan posisi lebih baik, dalam masyarakat Jawa pemerintahan, tempat peribadatan serta pada golongan tersebut adalah golongan elit pribumi. bangunan rumah tinggal. Pada penelitian ini, Golongan Eropa sebagai penguasa bangunan yang diteliti adalah bangunan yang menempatkan diri pada lapisan atas. Mereka mendapatkan pengaruh dari kebudayaan Indis. membentuk lingkungan tersendiri yang terlepas Gaya arsitektur indis merupakan hasil akulturasi dari adat dan hukum yang berlaku bagi pribumi. dari budaya kolonial dan budaya jawa yang Perkembangan kota-kota abad ke 20 pada dasarnya adalah imbas dari kebijakan politik etis

99

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 yang telah dicanangkan oleh pemerintah yang dilakukan oleh kedua raja baik dalam kolonial. Secara nyata berdasarkan semboyan keraton maupun di luar keraton. tersebut pemerintah kolonial berusaha untuk Tokoh-tokoh arsitek terkenal di Belanda memperbaiki keadaan penduduk Hindia Belanda mempunyai hubungan erat, baik langsung dengan edukasi, imigrasi dan irigasi. Guna maupun tidak langsung dengan rekan-rekan yang mendukung kemakmuran tersebut pemerintah bekerja di Hindia Belanda pada waktu itu, juga mencanangkan undang-undang sehingga ide-ide arsitektur modern di Eropa ini di desentralisasi dengan memberikan kewenangan transfer ke Indonesia dengan disesuaikan pada mengatur daerahnya sendiri pada setiap iklim dan lingkungan Indonesia. Arsitektur kotamadya atau kabupaten (gementee). Belanda banyak diilhami dari wujud arsitektur di Perkembangan budaya Belanda di luar Belanda, seperti bentuk klasik, bentuk ini Indonesia tidak lepas dari unsur politik. Politik kemudian dibawa bangsa Belanda ke negeri merupakan cara yang ampuh untuk memberikan jajahan (koloni). Rancangan arsitek Belanda di suatu bentuk warna baru yaitu budaya Belanda daerah jajahan disamping penerapan elemen- ke Indonesia. Seiring berjalannya waktu maka elemen arsitektur Neo-klasik seperti penggunaan semakin berkembang pula budaya Belanda di kolom, dormer, gable, pintu-jendela, sistem Jawa. Budaya Belanda yang berkembang di Jawa teknologi, bahan dan sistem pembagian ruang mempengaruhi tujuh unsur universal budaya dari arsitektur modern (Samsudi, 2000:61-62). Jawa, salah satunya yaitu adalah unsur Peranan arsitek-arsitek Belanda tidak lepas bangunan. Bangunan merupakan unsur universal dari perkembangan arsitektur pada masa yang sangat dominan dipengaruhi oleh budaya kolonial. Salah satu arsitek yang berhasil asing mengingat bangunan adalah kebutuhan merancang dan membangun karya-karya pokok manusia. Pada awal perkembangannya monumental di Hindia-Belanda adalah Ir. bangsa barat merubah struktur bangunan mereka Herman Thomas Karsten. Selain berprofesi agar dapat beradaptasi dengan keadaan geografis sebagai perencana kota dan arsitek, Karsten Indonesia. Hal ini kemudian didukung oleh banyak menaruh minat pada kebudayaan dan beberapa golongan pribumi Jawa yang politik. Ia berusaha untuk memasukan hasil mendukung terjadinya akulturasi itu karena kebudayaan setempat kedalam karya-karyanya. terdorong oleh sikap akulturasi diri agar dianggap Bentuk candi, relief yang terdapat pada candi, terpandang di masyarakat (Ariefullah; dkk, serta bentuk-bentuk lokal selalu memberi 2013:6). Akulturasi bangunan Eropa dengan inspirasi dalam usaha menyatukan arsitektur Jawa dapat dilihat dari perubahan struktur Barat dengan seni bangunan tradisional bangunan yang berkembang saat zaman kolonial. (Handinoto; Paulus, 1996:122). Struktur atap, tiang penyangga, pintu hingga Di Surakarta Karsten mendapat pelajaran ornamen rumah yang dibangun menjadi yang mendalam mengenai bangunan tradisional cerminan hasil akulturasi budaya yang Jawa. Ia mendapat kepercayaan untuk berkembang pada waktu itu. merenovasi dan perluasan bangunan Kraton Bentuk-bentuk bangunan Indis yang ada di Mangkunegaran. Pada masa pemerintahan Surakarta justru menampilkan perwujudan yang Mangkunegara VII (tahun 1916-1944), Thomas menyelaraskan kondisi setempat. Hal ini terjadi Karsten melakukan renovasi dan penambahan karena kota Surakarta terdapat dua pemerintahan ruang Pracimayasa pada Pracimasana. Pada yang memiliki kewenangan untuk mengatur Pracimasana, Karsten menambahkan unsur daerah kekuasaannya masing-masing. Kedua kolonial pada bangunannya. Tata bangunan kerajaan ini cenderung menerapkan arsitektur arsitektur kolonial yang terdiri dari bangunan tradisional sebagai cerminan kekuasaan dengan utama dan bangunan penunjang. Bangunan dipadukan arsitektur modern sebagai cerminan penunjang mengitari atau mengelilingi bangunan kemewahan dan superioritas. Penyerapan unsur utama. Sedangkan tata bangunan rumah Barat terlihat pada pembangunan besar-besaran tradisional Jawa terdiri dari bangunan utama dan

100

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 bangunan penunjang dengan susunan dari depan, pembangunan kota. Baginya kepentingan umum pendapa, peringgitan, dan dalem (rumah diatas kepentingan pribadi, dan dalam belakang). Belakang dan kanan kiri dalem rancangannya yang terpenting adalah total beld, terdapat gandhok kiwo (kiri) dan gandhok tengen suatu kesan umum dari kota sebagai suatu (kanan). kesatuan dimana di dalamnya berbagai golongan Karya-karya karsten tidak hanya penduduk yang masing-masing dengan ciri merupakan rancangan perkembangan kota saja, ekonomi, kultural, dan sosial. Untuk karsten pun membangun pasar yang menurut memudahkan integrasi terutama golongan karsten pasar bukan hanya sekedar berfungsi pribumi harus ditingkatkan hidupnya dan dididik sebagai kegiatan ekonomi semata, tetapi juga agar dapat memasuki kebiasaan hidup di kota suatu ruang bebas untuk melakukan kegiatan (Handinoto, Paulus, 1996:123-124). seremonial. Satu satunya pasar tradisional yang Penguasaan karya-karya seni seperti pada masa kerajaan Surakarta Hadiningrat arsitektur oleh orang-orang Belanda dipengaruhi menjadi bagian dari konstelasi kota adalah Pasar oleh jiwa dan semangat reneissance yang Gede. Pasar Gede menempati posisi sebagai melanda negara-negara Eropa sekitar abad 15. salah satu komponen struktur kota tradisional Dimana orang-orang Eropa merasakan gairah Jawa. Pada masa sebelum perpindahan Keraton menggabungkan penemuan-penemuan masa dari Keraton Kartosura ke Surakarta. Pasar Gede klasik dengan penemuan mereka sendiri. merupakan salah satu rencana PB X dan Penggabungan ini menghasilkan penemuan yang Kolonial Belanda untuk mengembangkan mendorong ledakan kemajuan dibidang perekonomian di Surakarta (Prasangka, pengetahuan khusunya arsitektur seni pahat, dan 2003:35). seni lukis yang sejak saat itu hingga saat ini masih Arsitektur pasar gedhe merupakan menjadi karya-karya monumental bahkan sebuah perpaduan antara gaya Jawa dan Belanda. keajaiban dunia (Hale, 1984:12). Struktur utama pasar Gedhe terdiri dari rangka baja yang terlihat jelas pada kolom dan balok Tinjauan Sosial dan Pendidikan pada dibagian ruang dalam. Bagian luar dinding batu Perkembangan Arsitektur Masa Kolonial bata dengan bidang transparan (kawat kasa) dan Tahun 1900-1942 di Surakarta rooster. Unsur kolonial terletak pada dinding Struktur sosial masyarakat Surakarta mulai yang tebal, kolom kolom yang besar dan tegas berubah seiring adanya sistem pemerintahan serta skala bangunan. Sedangkan unsur Jawa kerajaan itulah yang memicu terjadinya terletak pada bentuk atap yang mirip seperti perbedaan strata sosial. Masyarakat Surakarta dan limasan dari bahan sirap dan kanopi lebar. terbagi menjadi dua golongan sosial yang besar, Bentuk-bentuk lengkung terlihat pada yaitu golongan atas yang disebut kaum priyayi penyelesaian overstek dan jendela yang berfungsi terdiri dari bangsawan dan elite birokrat, sebagai penerangan yang berbentuk lengkung. sedangkan golongan bawah yang disebut wong Ciri khas bangunan Pasar Gede dapat dilihat cilik terdiri dari para petani, pedagang, tukang, pada interior bangunan, dengan struktur benteng pengrajin, dan sebagainya yang tinggal di daerah- lebar dan panjang. Disebut sebagai Pasar Gede daerah pinggiran dan jumlahnya yang besar (Peken Ageng) karena memiliki banyak kios yang (Kartodirdjo, 1969:6). besar-besar. Terletak di tengah-tengah kampung Perbedaan strata sosial nampak pada Pecinan, yang pada beberapa bagian bangunan pemikiran bahasa, pakaian, pemakaian ornamen terdapat beranda. atau seni hias, bentuk rumah, dsb. Kaum priyayi Masuknya unsur-unsur budaya setempat mempunyai gaya hidup yang serba gemerlap dan pada setiap rancangan Karsten tidak lepas dari penuh dengan nilai simbolik. Hal ini pandangan politiknya serta minat kultural yang dimaksudkan untuk menjaga jarak dan dimilikinya. Karsten menarik pandangan kewibawaan terhadap golongan yang politiknya yang sosialis kedalam rancangan dibawahinya. Masing-masing harus tunduk pada

101

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 pranatan yang sudah disepakati. Secara sosial menyelenggarakan tempat tinggal yang lebih baik budaya, masyarakat Surakarta masih merupakan daripada golongan sosial lainnya. Menginjak masyarakat tradisional Jawa dengan nilai-nilai abad 20 dapat dikatakan sudah tidak ada serta kepercayaan yang berlaku dalam kehidupan bangunan-bangunan dari rumah bangsawan yang sehari-hari. memiliki corak asli. Bangunan tersebut sudah Pada awal abad 20 terjadi perubahan pada banyak yang dibangun baru dan sedikit banyak masyarakat pribumi. Golongan elit yang awalnya sudah dipengaruhi oleh unsur-unsur arsitektur hanya diduduki oleh kaum bangsawan, kini Barat. Meskipun bentuknya masih tradisional meluas dengan masuknya elit atau priyayi baru. yaitu bangunan dengan atap Limasan atau Joglo Mereka adalah orang-orang yang telah (Kartodirdjo, 1987:26-32). mendapatkan pendidikan gaya barat dan Bentuk bangunan rumah tinggal indis para menduduki tempat-tempat di birokrasi pejabat pemerintahan Hindia Belanda yang pemerintahan, mereka adalah kaum priyayi memiliki ciri-ciri perpaduan antara bentuk profesional. Kehidupan sosial dan ekonomi yang bangunan Belanda dan rumah tradisional. Selain rata-rata lebih baik dibandingkan dengan bangunan rumah tinggal arsitektur Indis juga masyarakat pribumi memungkinkan mereka terdapat pada bentuk bangunan gedung untuk dapat bergaya hidup mewah. pemerintahan, bentuk rumah tradisional Jawa Pulau Jawa memiliki keadaan alam tropis, ditentukan oleh beberapa bangunan atapnya. yang dapat mewujudkan hasil karya budaya Menurut pengertian orang Jawa, pada dasarnya seperti arsitektur rumah tinggal, cara berpakaian, ada empat macam bentuk rumah, yaitu bentuk dan gaya hidup. Pada waktu Belanda datang ke joglo, bentuk limasan, bentuk kampung dan Indonesia mereka membawa kebudayaan yang bentuk masjid. Melalui proses yang berlahan- murni dari negeri asalnya. Setelah lama di lahan serta adanya pertimbangan fungsi dan Indonesia, budaya mereka bercampur dengan pengaruh budaya, maka masing-masing bentuk kebudayaan Jawa sehingga mempengaruhi gaya mengalami perkembangan sehingga menjadi arsitektur rumah, gaya hidup, kesenian dan gaya banyak macamnya (Dwisavolta, 2010:5). bahasa. Pengaruh gaya arsitektur rumah di Pada awalnya rumah-rumah mewah yang Surakarta karena faktor iklim dan cuaca di dibangun oleh para pejabat tinggi diperkebunan Belanda berbeda dengan di Jawa. Bangunan sebagai rumah peristirahatan yang memiliki seperti rumah, sebagai salah satu kebutuhan taman luas yang disebut landhuis. Bangunan ini pokok hidup selain makanan dan pakaian. dibuat dengan mengikuti model Belanda pada Rumah tidak hanya digunakan sebagai tempat abad ke-18 dengan ciri-ciri yang sangat mirip tinggal saja, melainkan juga sebagai tempat dengan bangunan di Belanda. Bilik-bilik yang berlindung dari ancaman bahaya alam karena di terdapat dirumah ini jumlahnya sangat banyak, Indonesia beriklim tropis. Sebuah bangunan menunjukkan bahwa rumah ini dihuni oleh dibuat oleh pemiliknya dengan tujuan untuk keluarga dengan banyak anggota yang terdiri dari mendapatkan rasa tenang, aman, nyaman dan satu keluarga inti, dengan puluhan bahkan damai. ratusan budaknya. Gaya hidup semacam di Rumah tempat tinggal juga merupakan landhuizen tidak dikenal di negeri Belanda salah satu dari lambang kepriyayian. Menurut (Soekiman,2011:3). etika Jawa, pada masa yang lalu tidak akan ada Bangunan-bangunan yang bertipe Hindia- seseorang yang membangun rumah melebihi Belanda tersebut umumnya dikenal dengan atau setidaknya menyamai rumah pembesarnya, sebutan landhuis di daerah perkebunan. atau rumah orang-orang yang kedudukannya Disesuaikan dengan alam dan lingkungan sekitar lebih tinggi daripada dirinya. Keadaan sosial bercorak tradisional dan dipadukan dengan ekonomi yang lebih baik daripada keadaan sosial teknik bangunan Eropa dan ornamennya. Orang- rakyat kebanyakan, dan juga posisi politiknya, orang Belanda sangat menyukai akan gaya hidup menunjang golongan priyayi untuk yang mewah dengan pesta dan minum teh

102

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 sebagai kebiasaannya. Rumah tinggal Belanda Arsitektur rumah tinggal sebagai hasil selalu besar dan megah dengan pephonan kebudayaan adalah perpaduan suatu karya seni rindang dan taman-taman untuk menambah dan pengetahuan tentang bangunan, arsitektur keasrian tempat tinggal. Bangunan tempat juga membicarakan berbagai aspek tentang tinggal ini sangat terawat baik dan dijaga keindahan dan kosntruksi bangunan. Faktor kebersihannya. Mereka merancangnya seperti dasar di dalam arsitektur adalah masalah lingkungan alam sekitar. kenyamanan, kekuatan, dan keindahan. Ketiga Ciri-ciri Belanda pada bangunan rumah faktor tersebut selalu hadir dan saling berkaitan Indis pada awalnya masih membawa erat dalam struktur bangunan yang serasi. kebudayaan murni dari Belanda, namun lama Seorang arsitek yang arif tidak akan mengabaikan kelamaan budaya mereka mulai bercampur ketiga faktor tersebut. Salah satu hal yang banyak dengan kebudayaan Jawa sehingga terkait dari sudut keindahan ialah masalah mempengaruhi gaya arsitektur rumah mereka. ornamen atau ragam hias yang dikenakan pada Perubahan pada bangunan disebabkan iklim dan suatu bangunan. cuaca yang berbeda antara Belanda dengan Jawa, sehingga saat membangun rumah mereka SIMPULAN menyesuaikan dengan iklim dan lingkungan Berbicara tentang Arsitektur, orang akan setempat. Di Surakarta rumah bergaya Indis mengaitkan arsitektur dengan kebudayaan, maka dengan ciri-ciri landhuis yang masih terawat rapi arsitektur dibicarakan sebagai hasil karya adalah rumah milik Agustinus De Zentje yang budaya. Arsitektur berkaitan dengan lingkungan sekarang menjadi rumah dinas walikota buatan sebuah lingkungan tempat tinggal yang Surakarta dan rumah di Villapark yang tidak diciptakan untuk melindungi dirinya dari diketahui siapa pemilik sebelumnya yang pengaruh alam secara global dan dalam sekarang akan digunakan sebagai kafe dan kenyataannya berupa gedung dan lingkungan dijadikan sebagai showroom untuk berbagai fisik (alam) di sekitarnya. Perubahan bentuk dan meubel dan properti hasil karya UKM. Kedua gaya dalam dunia arsitektur sering didahului rumah ini memiliki bentuk bangunan yang besar dengan perubahan sosial yang terjadi dalam dan luas. Kemewahannya terlihat dari berbagai masyarakat. Peralihan dari abad 19 ke abad 20 di ragam hias yang terdapat di rumah ini Hindia Belanda berpengaruh terhadap (khususnya rumah dinas/Loji Gandrung). perkembangan arsitekturnya. Modernisasi Dilihat dari bentuk bangunan yang luas dan dengan penemuan baru dalam bidang teknologi, mewah bisa digunakan sebagai tolak ukur derajat pendidikan dan perubahan sosial akibat dan kekayaan pemiliknya. Gaya hidup yang kebijakan politik pemerintah kolonial pada cenderung dijadikan sebuah lambang status waktu itu mengakibatkan perubahan bentuk dan sosial yang tinggi. gaya dalam bidang arsitektur. Struktur salah satu bangunan rumah yang Kota Surakarta pada masa politik etis ada di villapark, terdiri dari ruang tamu mampu berkembang seperti kota lainnya. kemudian ada lorong yang menuju ruang makan. Pengaruh Belanda terhadap kehidupan politik Di kanan-kiri lorong terdapat kamar-kamar yang dan sosial memegang kendali penting terhadap berfungsi sebagai kamar tidur. Di ruang tamu segala perubahan yang terjadi di Jawa, dalam tergantung sebuah lampu kristal yang meskipun bidang politik maupun bidang sosial, pendidikan kecil tetapi harganya sangat mahal. Dirumah ini dan kebudayaan. juga terdapat pavilyun yang digunakan sebagai Dari segi politik perwujudan arsitektur ruang tidur tamu bila menginap dirumah ini. dimaksudkan sebagai pembeda dari bangunan Bagian belakang rumah adalah dapur dan kamar tradisional yang telah ada. Bentuk bangunan untuk pembantu, yang dulu disebut djongos oleh sebagai simbol dari kekuasaan, status sosial, dan para orang-orang Belanda. kebesaran yang membedakan antara penguasa dengan rakyat jelata. Dari segi pendidikan

103

Friska Candra Dewi, dkk/ Journal of Indonesian History 8 (2) (2019); pg. 96-104 arsitektur merupakan bentuk perwujudan Soekiman, Djoko. 2011. Kebudayaan Indis dari Zaman semakin berkembangnya zaman dan pola pikir. Kompeni sampai Revolusi. : Komunitas Status sosial yang didapat karena semakin Bambu. tingginya pendidikan mempengaruhi gaya hidup Suhartono. 1991. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta 1830-1920. : dan menciptakan bentuk rumah yang sesuai Tiara Wacana. dengan kehidupan sosial pada masa itu. Sumalyo, Yulianto. 1993. Arsitektur Kolonial Belanda Di Penyesuaian dengan kondisi alam, dan Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada kebudayan Jawa yang sudah hadir lebih dulu University Press. memberikan ciri khas tersendiri pada setiap bangunan.

DAFTAR PUSTAKA Daftar bangunan-bangunan di Istana Mangkunegaran. Arsip Mangkunegaran Dwisavolta, Desta, 2010. Arsitektur Indis dalam Perkembangan Tata Kota Batavia Awal Abad 20. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Gottschalk, Louis. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia. Hadinoto, Paulus. H. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di . Yogyakarta: Andi Ofset. Hale, John. R. 1894. Abad Besar Manusia: Zaman Renaissance. Jakarta: Tira Pustaka. Kartodirdjo. 1969. Lembaran Sejarah No. IV: Struktur Sosial dari Masyarakat Tradisional dan Kolonial. Yogyakarta: Seksi Penelitian Sejarah Fakultas Sastra dan Kebudayaan Universitas Gadjah Mada. Kartodirjo, Sartono; Sudewo. A, Hatmosuprobo; Suhardjo. 1987. Perkembangan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Prasangka, Adi Taufik. 2003. Perkembangan Arsitektur Indis di Surakarta Awal Abad XX. Skripsi. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Rancangan Pembangunan Pasar Gede oleh Ir. Thomas Karsten. 24 Oktober 1928. Arsip Mangkunegaran Samsudi. 2000. Aspek-Aspek Arsitektur Kolonial Belanda Pada Bangunan Puri Mangkunegaran. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Diponegoro. Soekiman, Djoko. 2000. Kebudayaan Indis Dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (Abad XVIII-Medio Abad XX). Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

104