Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 2, B048-054, Maret 2018 https://doi.org/10.32315/sem.2.b048 Arsitektur [Atap] Tadah Hujan Awal Arsitektur [di] Nusantara + Konteksnya Totok Roesmanto Departemen Arsitektur Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Korespondensi :
[email protected] Abstrak Arsitektur [di] Nusantara adalah arsitektur pernaungan yang terprinsipkan sejak gua alam pra- sejarah, sudah ada sebelum masa masa Hindia Belanda, tergambarkan paling awal di relief Karmawibhangga Candi Borobudur khususnya yang terdapat pada teras Kamadhatu. Dari data relief Karmawibhangga tersebut, yang telah tertutup dan sebagian dibuka, dapat ditemukan tipe-tipe atap yang digunakan pada jenis bangunan ber-Arsitektur [di] Nusantara awal. Penyandingannya dengan atap pada bangunan pasca Hindia Belanda, ditemukan kekhasan bangunan berprinsip atap sebagai tadah hujan pada bangunan ber-Arsitektur [di] Nusantara awal, yang menampung dulu atau langsung menyalurkan air hujan ke permukaan tanah. Kata-kunci: Arsitektur Nusantara, atap tadah hujan, relief Karmawibhangga. Tadah Hujan Kata Tadah Hujan atau Tadhah Udan sangat dikenal dalam kehidupan keluarga Jawa. Diimbuhkan untuk menamai secengkeh pisang atau selirang gedhang yang terdapat di bagian teratas pada tandan-nya, yang menghadap ke langit dan paling awal menerima curahan air hujan. Pisang Tadhah Udan selalu istimewa, lebih besar-panjang-enak dari pisang lain yang setandan, dan digunakan sebagai sesajian utama. Hujan adalah berkah. Kata gedhang mempunyai kedudukan penting dalam penamaan tipe bangunan di Jawa. Kampung Gedhang Selirang berwujud deretan bangunan jenis kampung yang memanjang ke arah belakang, di daerah Negarigung yang kemudian dipersamakan dengan Jawa Tengah bagian Selatan kecuali Bagelen dan Banyumas. Limasan yang berderet ke belakang disebut Limasan Gotong Mayit dan ditabukan untuk bangunan hunian, dari pertimbangan bentuk atapnya lebih tepat disebut Limasan Gedahang Selirang.