Fenomena Penerapan Konsep Tropische Staad Di Depok Lama Jawa Barat
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
FENOMENA PENERAPAN KONSEP TROPISCHE STAAD DI DEPOK LAMA JAWA BARAT Rakhmanita Staff Prodi Arsitektur Universitas Gunadarma Email Koresponden : [email protected] Info Artikel : Diterima:, Direvisi:, Diterima: Abstrak Diskusi tentang kota kolonial banyak membahas tentang hubungan antara siapa yang dijajah dan siapa yang menjajah dalam konteks penetapan teritori wilayah kekuasaan yang tercermin pada bentuk perkotaannya. Di dalam kota kolonial terjadi tarik-meranik antara perencanaan pribumi dan perencanaan kolonial hingga ada salah satu yang menjadi dominan atau berimbang. Pendekatan perancangan kota kolonial yang umum dilakukan pihak penjajah adalah penerapan konsep ‘Garden City’ yang dicetuskan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1818. Konsep Garden City pada kota kolonial memiliki makna yang berbeda. Pada masa kolonial, penggunaan praktis dan terminologis Garden City berfungsi terutama untuk menciptakan citra bergengsi untuk tempat tinggal karyawan administrasi yang ditunjuk. Akibatnya, pemisahan kelas tidak resmi dalam masyarakat ekspatriat ditegakkan seperti halnya pemisahan ras tidak resmi antara penjajah dan yang dijajah. Tropische staad adalah sebuah konsep versi Thomas Karsten hasil dari Konsep garden city yang beradaptasi dengan konsep lokal. Permukiman para pekerja perkebunan Belanda di Depok Lama Jawa Barat merupakan kawasan yang akan dicanangkan sebagai kawasan konservasi. Seperti kawasan kota lama di kota-kota besar di Indonesia, permukiman para pekerja perkebunan Belanda di Depok Lama memiliki ciri yang diduga menerapkan konsep Tropische staad untuk perancangan kotanya secara organik. Tujuan penelitian ini adalah menggali fenomena konsep Tropische staad yang terjadi secara organik. Dengan menggunakan metode sejarah dan deskriptif diharapkan dapat membuka kesempatan yang cukup luas untuk memulai penelitian dalam bidang arsitektur di permukiman para pekerja perkebunan Belanda di Depok Lama Jawa Barat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah Ingin mengetahui konsep produksi ruang permukiman yang terjadi disalah satu kota lama kolonial (kota pasca kolonial) di Indonesia, khususnya pada permukiman para pekerja perkebunan Chastelein di Depok Lama Jawa Barat. Karena sebagai sebuah kota yang tidak dirancang oleh seorang arsitek, pola ruang permukiman Belanda Depok ini menyerupai konsep pemukiman yang dirancang oleh arsitek. Hasilnya adalah Depok Lama memiliki ciri yang serupa baik dari zonasi pola dan juga arsitektur bangunan-bangunannya seperti dalam konsep tropisch staad versi Thomas Karsten. Nampaknya ini memang di bentuk mulai dari adanya perkebunan yang dibuka oleh Chastelein dan pembentukan Gemeente Bestuure juga sistem dominasi penjajah yang memang kuat melalui surat warisan yang di berikan Chastelein kepada para pekerjanya di daerah depok lama ini. Kata Kunci : Depok Lama, Garden City, Tropische staad, Konservasi 1. Pendahuluan Teori mengenai perancangan ruang kota kolonial sebenarnya banyak. Namun sebagian besar teori menekankan pengaruh penjajah pada kota-kota kolonial, sementara peran yang dimainkan oleh orang yang dijajah jarang ditangani, dan kompromi yang dilakukan penjajah selalu diabaikan (AU, 2013). Brenda Yeoh, ketika mempelajari ruang kolonial di Singapura, mencatat bahwa kontribusi signifikan dari yang terjajah terhadap ruang yang dibangun dari kota kolonial sering diabaikan dalam pembahasan kota kolonial (AU, 2013). Keberadaan kekuatan dominan dan kelompok-kelompok yang kuat, konflik yang tercipta dan juga negosiasi-negosiasi yang terjadi, andil membentuk ruang-ruang pada kota kolonial. Makna ruang kota kolonial untuk kelompok kuat adalah sebagai simbol situs kontrol untuk mengamankan kontrol konseptual atau instrumental, ruang kota kolonial untuk kelompok lemah disimbolkan sebagai penolakan definisi atau taktik eksklusif dan untuk memajukan klaim kelompok lemah sendiri. Kota kolonial yang ada di Indonesia merupakan dampak dari urbanisasi dari orang - orang eropa yang singgah ke Indonesia, sehingga kota-kota kolonial yang ada di Indonesia merupakan percampuran antara bentuk kebudayaan barat dan kebudayaan lokal (Tampi & Tallo, 2018) termasuk juga perancangan kota kolonial di Indonesia. Pendekatan perancangan ruang kota kolonial yang umum dilakukan pihak penjajah adalah penerapan konsep ‘Garden City’ yang dicetuskan oleh Ebenezer Howard pada tahun 1818. Konsep Garden City pada kota kolonial memiliki makna yang berbeda. Pada masa kolonial, penggunaan praktis dan terminologis Garden City berfungsi terutama untuk menciptakan citra bergengsi untuk tempat tinggal karyawan administrasi yang ditunjuk. Akibatnya, pemisahan kelas tidak resmi dalam masyarakat ekspatriat ditegakkan seperti halnya pemisahan ras tidak resmi antara penjajah dan yang dijajah (Bigon, 2012). Para ahli perencana kota dari Belanda dan salah satunya Ir. Herman Thomas Karsten banyak menerapkan konsep garden city ini dalam merancang kota kolonial di Indonesia. Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa kota kolonial di Indonesia merupakan percampuran antara bentuk kebudayaan barat dan kebudayaan lokal (Tampi & Tallo, 2018), hal tersebut membuat Thomas Karsten tidak menerapkan konsep garden city ini secara murni, namun disesuaikan dengan kondisi kedaan di Indonesia atau biasa di kenal pada waktu itu dengan nama Hindia Belanda. Konsep tersebut dikenal dengan nama konsep tropische staad, penerapankonsep ini dapat diihat dalam karya Karsten ketika merancang Kota Semarang khususnya permukiman daerah Candi Baru (Purwanto, 2009). Purwanto (2009) juga menjelaskan perbedaan antara konsep garden city versi Howard dan Konsep tropische staad versi Karsten. Menurut Purwanto pada Konsep garden city versi Howard memiliki cakupan yang luas dalam sebuah kota, kota dibagi menjadi zona permukiman, zona perkantoran pemerintah, zona perdagangan, zona perindustrian. Konsep tropische staad versi Karsten konsep ini hanya digunakan untuk menata permukiman penduduk sehingga hanya dibagi zona permukiman dan zona perkantoran pemerintahan. Kawasan Depok Lama merupakan cikal bakal dari Kota Depok sekarang ini. Dahulu, kawasan ini merupakan sebagian wilayah tanah partikelir yang dibeli oleh Cornelis Chastelein di era VOC (1602˗1811), Francois Castelein yang berganti nama menjadi Cornelis Chastelein adalah seorang Direktur Jenderal (VOC) membeli tanah dan membangun usaha pertanian (onderneming) di Sringsing dan Depok pada awal abad 17. Cornelis Chastelein adalah orang Eropa pertama yang mengawali onderneming di dataran tinggi (bovenlanden) dengan menggunakan tenaga kerja dan mendirikan pemukiman. Gambar 1.1 menjelaskan posisi Depok yang terletak dekat dengan sungai Ciliwung terhadap daerah disekitarnya pada tahun 1851-1852. Gambar 1.1 Peta Depok 1851˗1852 diterbitkan 1854 (Tampi & Tallo, 2018) Setelah Chastelein meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 1714, dan dia mewariskan usaha pertanian dan perkebunannya ini kepada para budak atau pekerkerja perkebunananya yang dikenal dengan dua belas keluarga yang berasal dari wilayah Nusantara tepatnya dari Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Betawi (Dimyati, 2009). Ke-dua belas keluarga pekerja perkebunan ini mendiami wilayah depok sampai beranak pinak, sehingga jumlah penduduknya menjadi banyak, dan membuat Pemerintahan Hindia Belanda mengakui tanah partikelir tersebut menjadi Gementee Bestuur. Wilayah tersebut memiliki pemerintahan tersendiri (republik mini), Pembiayaan roda organisasi dibiayai oleh pajak yang ditetapkan pemerintah republik mini tersebut, didapat dari hasil pertanian dan perkebunan (Harahap, 2017) Tujuan dari penelitian ini adalah Ingin mengetahui konsep produksi ruang permukiman yang terjadi disalah satu kota lama kolonial (kota pasca kolonial) di Indonesia, khususnya pada permukiman para pekerja perkebunan Chastelein di Depok Lama Jawa Barat. Karena sebagai sebuah kota yang tidak dirancang oleh seorang arsitek, pola ruang permukiman Belanda Depok ini menyerupai konsep pemukiman yang dirancang oleh arsitek. 2. Metode Penelitian Metode deskriptif digunakan dalam penyusunan penelitian ini berjudul “Fenomena Depok Lama Yang Serupa Dengan Konsep Tropische Staad” Pertimbangan pemilihan metode tipomorfologi histori. Ignasia dalam (Prasidha, Martokusumo, & Lubis, 2016) menjabarkan langkah-langkah penelitian dengan menggunkan metode tipomorfologi histori, penelitiannya dimulai dengan studi literatur, studi peta dan gambar serta survey lapangan. 3. Diskusi Pengamatan awal yang diigunakan dalam penelitian ini yaitu diawali dengan mengamati aktifitas para penghuni kawasan Depok lama ini, mulai dari jaman kolonial yang terus berkembang hingga saat ini. Manusia sebagai penghuni kawasan merupakan subjek yang mempengaruhi prosuksi ruang yang terjadi dalam ruang kota kolonial ini. Penelitian sebelumnya pada bidang ilmu konservasi menemukan usulan bahwa arahan pelestarian yang dominan untuk dilakukan pada kawasan permukiman Depok Lama ini yaitu preservasi dan pelestarian rehabilitasi (Estin, Antariksa, & Suryasari, 2017). Dipenelitian lain juga menemukan betapa susahnya melakukan pelestarian aset warisan dikawasan permukiman Depok Lama ini dikarenakan sebagian besar aset yang ada dimiliki oleh pribadi (individu) dan kurangnya kesadaran para pemilik ini untuk melestasrikan aset warisan tersebut (Prasidha et al., 2016). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tampi & Tallo 2018 ditemukan bahwa kawasan permukiman Depok Lama ini yang kaya akan aset sejarah berpotensi untuk diupayakannya sebuah kegiatan wisata sejarah(Tampi & Tallo, 2018). Ide lain juga dimunculkan untuk melestarikan aset ini yaitu dengan mendesain gamifikasi