Volume 18 Issue 2 October 2020, pages:249-264

Dinamika Terbentuknya Wilayah Kampung Arab di Surakarta

The Dynamics of Kampung Arab Development in Surakarta

Najmi Muhamad Bazher * MENARA, Study and Research Center of Arab Ancestry in Indonesia Email : [email protected]*

DOI: https://doi.org/10.20961/arst.v18i2.43363 Received:July 28, 2020 Revised: September 17, 2020 Accepted: September 18, 2020 Available online: October 31, 2020

Abstract A majority of modern-day Arab-Indonesians are the descendant of Hadramaut immigrants who came to Indonesia. They have stayed and settled in area near each other that are now known as kampung Arab. Most kampung Arab in Indonesia show that Arabs had similar pattern in their way of settling. Surakarta, as the chosen location, has kampung Arab located at Pasar Kliwon. There are theories about how these kampung Arab, including Pasar Kliwon, were developed. The objective of this study is to explore the four theories of Kampung Arab Pasar Kliwon development factors and the chronological sequence of those factors. This study is a qualitative research that uses secondary analysis of the previous studies as its method. Data verification utilised triangulation method, using various approaches, such as observation, interview, and participatory mapping. All four theories are considered valid. Based on the history of Kampung Arab Pasar Kliwon development, the factors in chronological order are economic activities, community, keraton (imperial) government policy, and colonial government policy.

Keywords: Arab-Indonesian, district, kampung Arab, Pasar Kliwon, settelement.

1. PENDAHULUAN Munawar di Palembang, dan Kampung Arab Ampenan di Lombok adalah sedikit contoh Mayoritas orang Arab yang kini tinggal di Kampung Arab di Indonesia. Terbentuknya Nusantara adalah keturunan dari imigran klaster permukiman Arab pada berbagai kota Hadramaut yang menetap di Indonesia (Berg, di Indonesia, menunjukkan adanya persamaan 2010). Wilayah Hadramaut kini menjadi pola bermukim para imigran Hadramaut. sebuah provinsi di Republik Yaman. Setelah Terdapat beberapa teori mengenai faktor kedatangannya di berbagai kota di Nusantara, pemukiman etnis Arab di satu wilayah. Teori para imigran dari Hadramaut cenderung pertama, aktivitas ekonomi menjadi faktor menetap dan bermukim di suatu wilayah dan terbentuknya permukiman Arab. Hadrami saling berdekatan. Wilayah tempat orang- bermigrasi ke Asia Tenggara untuk berdagang orang Hadramaut (disebut Hadrami) tinggal dan mencari kehidupan yang lebih baik lalu dikenal dengan istilah Kampung Arab. (Kesheh, 2007). Mereka singgah lalu menetap Kampung Ampel di Surabaya, Embong Arab di berbagai area pusat perdagangan. Hubungan di Malang, Kampung Arab Panjunan di Cirebon, sosial dalam komunitas menjadi teori lain Kampung Empang di Bogor, Kampung Arab faktor pemukiman etnis Arab. Dijelaskan pula Pasar Kliwon di Surakarta, Kampung Arab Al- oleh Kesheh (2007), bahwa imigran Hadrami

Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264 cenderung menetap di kawasan tempat saudara tata ruang kota (lihat gambar 1). Pertama atau imigran dari desa yang sama tinggal. adalah perekonomian. Memudahkan aktivitas Teori lain adalah peraturan kerajaan sebagai ekonomi dapat menjadi alasan preferensi alasan terbentuknya klaster permukiman Arab. bermukim. Keberadaan pengusaha besar juga Pada periode kerajaan di Indonesia, raja dapat mempengaruhi tatanan ruang kota. berkuasa atas keseluruhan wilayahnya. Tata Kedua, kesamaan budaya yang berlaku dalam ruang di Jawa mengikuti kebijakan keraton komunitas (masyarakat) dapat mempengaruhi (kerajaan) sesuai struktur sosial masyarakat dan pola dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kosmologi Jawa (Kusumastuti, 2016b). Teori dalam preferensi bermukim. Ketiga, kebijakan terakhir yaitu permukiman Arab terbentuk di penguasa pada tiap-tiap periode menjadi andil masa kolonial Belanda. Dijelaskan oleh besar dalam pembentukan tata ruang kota. Priyatmoko (2017), pemukiman etnis Arab mapan berkat politik pemerintah Belanda. 2. METODE Kajian terhadap teori-teori tersebut dapat Penelitian mengenai fenomena terbentuknya dilakukan melalui penelusuran sejarah dan permukiman etnis Arab di Surakarta, tergolong pengamatan pada kondisi eksisting salah satu penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2007), Kampung Arab di Indonesia, untuk menemukan penelitian kualitatif adalah penelitian yang faktor bermukimnya. Salah satu kota tua di bermaksud untuk memahami fenomena tentang Indonesia yang menyimpan berbagai warisan apa yang dialami oleh subjek penelitian secara kebudayaan dari bermacam etnik adalah holistik dengan cara deskripsi. Analisis data Surakarta (Prasetyo, 2001). Sehingga Surakarta dilakukan dengan metode analisis sekunder. (Solo) dipilih sebagai lokasi penelitian dan Hakim (1982) merumuskan analisis data eksplorasi sejarah pemukiman etnis Arab. Di sekunder sebagai analisis lebih lanjut data sana terdapat permukiman etnis Arab yang yang sudah ada, yang memunculkan simpulan dikenal dengan Kampung Arab Pasar Kliwon. tambahan dan atau yang berbeda dari apa yang Wilayahnya cukup luas dan terus berkembang telah disajikan temuan penelitian terdahulu. hingga sekarang, serta berada di kawasan pusat Data sekunder dikumpulkan melalui studi kebudayaan dan sejarah Solo. Di masa lalu, pustaka yang terkait dengan kampung Arab. daerah ini adalah pasar untuk jual beli kambing Selanjutnya, data sekunder diolah dan yang buka pada hari Kliwon (Sajid, 1984). dieksplor untuk mencapai runtutan sesuai Terdapat kesimpang siuran teori tentang tujuan penelitian. bagaimana terbentuknya Kampung Arab di Selanjutnya dilakukan verifikasi data dengan Indonesia, termasuk di Surakarta. Sehingga, metode triangulasi. Menurut Denzin (1970), penelitian ini bertujuan mengkaji kebenaran triangulasi adalah pemaduan berbagai sumber faktor-faktor terbentuknya dan berkembangnya data, teori, dan metode dalam suatu penelitian. Kampung Arab Pasar Kliwon di Surakarta dan Triangulasi metode dipilih karena satu dan lain bagaimana urutannya secara kronologis. metode akan saling menutup kelemahan Berdasar analisis Zaida dan Arifin (2010) sehingga hasilnya menjadi lebih valid. Metode mengenai perkembangan Kota Surakarta, verifikasi yang dimaksud antara lain melalui diperoleh 3 faktor yang menentukan perubahan observasi kawasan Kampung Arab Pasar Kliwon, pemetaan bersama komunitas etnis Arab (participatory mapping), serta wawancara dengan pemerhati komunitas Arab-Indonesia, kerabat keraton yang juga penduduk di Baluwarti, dan komunitas etnis Arab di Solo.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasar data sekunder, terdapat 4 teori faktor Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap tata terbentuknya Kampung Arab Pasar Kliwon, ruang Kota Surakarta yaitu aktivitas ekonomi, komunitas, kebijakan Sumber : Zaida dan Arifin (2010). kerajaan, dan kebijakan kolonial Belanda.

250 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah...

3.1 Faktor Aktivitas Ekonomi 3.1.2 Kegiatan Ekonomi Imigran Arab dan Keturunannya di Indonesia pada Masa Lalu Aktivitas ekonomi menjadi salah satu teori faktor terbentuknya Kampung Arab. Bagian ini Berg (2010) menjelaskan bahwa jarang ditemui berisi kajian sejarah kegiatan ekonomi imigran orang Arab yang tidak berminat dengan Arab di Indonesia, khususnya di Surakarta, perdagangan. Sama seperti orang Cina, mereka dan korelasinya dengan kondisi aktual. menjadi pedagang perantara dengan membeli barang dalam jumlah besar, untuk kemudian 3.1.1 Migrasi Pedagang Arab ke Indonesia dijual lagi. Pusat perdagangan golongan Arab Berdasar wawancara pada 17 Juni 2020 dengan yang besar pada masa itu adalah Batavia (kini Adil Abdullah Albatati, pemerhati komunitas ), Semarang, Surabaya, dan Singapura. Arab-Indonesia, bangsa Arab datang ke Di sana mereka membeli komoditas impor Indonesia sebagai pedagang sejak periode pra- dalam jumlah besar. Pedagang besar ini lalu Islam pada abad ke-4. Kemungkinan titik menjual barangnya ke rekan dagang di berangkat mereka dari Negeri Syam, yang berbagai tempat dan atau ke penjaja Arab. artinya asal pedagang bisa beragam seperti Komoditas utama dari pedagang Arab adalah dari Syam sendiri, Afrika Utara, Yaman, dll. cita katun dan katun India yang diimpor dari Pedagang Arab ini masuk ke Kota Barus, Eropa. Komoditas berupa berlian dan batu Sumatera Utara dan mendirikan permukiman permata lainnya, dijual pada beberapa tempat tahun 627-643, yang diketahui sebagai di kota besar. Sedikit dari mereka juga menjual Kampung Arab pertama di Indonesia. Menurut komoditas impor berupa barang dari emas dan Tibbetts (1956), sejak abad ke-7 mulai tampak perak, arloji, makanan yang diawetkan, rute perdagangan tetap antara Arab Selatan senjata, tembikar, rempah-rempah, cerutu, dengan Asia Tenggara. minyak tanah, dan sebagainya. Mayoritas orang Arab yang kini tinggal di Kebanyakan imigran Arab yang menjadi kaya Indonesia adalah keturunan dari imigran di Indonesia, memilih untuk tidak pulang Hadramaut yang menetap. Kedatangan imigran karena sudah hidup makmur dan tidak lagi Hadramaut dalam jumlah besar yang pertama mencintai tanah airnya. Mereka meninggalkan terjadi pada abad ke-13 hingga 15 (Saefullah, Hadramaut dalam keadaan miskin, lalu 2013). Eksodus kedua terjadi pada abad ke-17 merasakan kepuasan hidup di Indonesia yang hingga awal abad ke-20, yang puncaknya tak dirasakan sebelumnya (Berg,2010). Karena terjadi pada awal dan akhir abad ke-19. alasan budaya, beberapa anggota suku harus Kondisi ekonomi dan politik yang buruk, meninggalkan sedikit kemewahannya, apabila menyebabkan Hadrami (mayoritas pria) hijrah ingin kembali tinggal bersama keluarganya. ke Asia Tenggara untuk mencoba berdagang 3.1.3 Bandar Perdagangan dan Pemukiman dan mencari kehidupan yang lebih baik Arab di Surakarta (Kesheh, 2007). Berg (2010) menambahkan, selain karena kondisi politik, turunnya biaya Disampaikan oleh Qomarun dan Prayitno transportasi dan ekspansi kapitalisme kolonial (2007), bahwa Kota Surakarta (Solo) pada di Indonesia berdampak pada membanjirnya awalnya dibentuk oleh masyarakat kuli. migrasi Hadrami ke Nusantara. Bila pada awal Pimpinan kuli pelabuhannya bernama Ki Sala hanya kaum sayid (strata tinggi) dan golongan (Ki Soroh Bau), yang dijadikan sebagai nama berekonomi lemah yang bermigrasi, seterusnya Kota Solo. Mereka membentuk permukiman disusul golongan berstrata sosial rendah pula. tepian sungai di sekitar Bengawan Solo, dekat Disebutkan oleh Kesheh (2007), sejak tahun tempat mereka bekerja untuk majikannya yaitu 1820, kelompok Hadrami mulai menetap di Kadipaten Pajang (sekitar tahun 1530). berbagai pusat perdagangan sepanjang pantai Kebutuhan pokok kerajaan tersebut banyak Utara Jawa. Jumlah mereka meningkat setelah disediakan dari lalu lintas sungai dan bandar dibukanya rute kapal uap antara jazirah Arab dagang di sepanjang Bengawan Solo. Sungai dan Indonesia melalui Terusan Suez pada ini menjadi jalur utama perdagangan dan tahun 1869. Beberapa imigran Arab telah pelayaran yang menghubungkan antara menetap di pelabuhan-pelabuhan penting di wilayah pedalaman Jawa dengan laut (lihat Nusantara sebelum abad ke-19 (Berg, 2010). gambar 2). Kegiatan perdagangan sangat ramai

251 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264 hingga terbentuk 44 bandar dagang di sepanjang Bandar Arab diduga hilang sejak dibangunnya Bengawan Solo (Kusumastuti, 2016a). tanggul Kali Wingko dan pintu air Demangan. Disampaikan oleh Soedarmono (dalam Akibatnya Kali Jenes menjadi kecil dan Hastuti, 2008), bahwa orang Arab dari pantai dangkal sehingga tidak dapat dilewati perahu Utara Jawa datang ke kerajaan di Jawa sebagai (Suryono dan Wiyoko, 2015). Hal ini berimbas pedagang sekaligus menyebarkan agama pula pada bandar lain di Kota Solo yang tidak Islam, dan berlabuh di bandar Bengawan dapat berfungsi lagi, dan transportasi air yang Semanggi (bandar di Bengawan Solo). Para tidak lagi ramai sejak tahun 1900-an pedagang asing kemudian membuat tempat (Qomarun dan Prayitno, 2007). singgah tetap di setiap bandar untuk menunggu 3.1.4 Korelasi dengan Kondisi Aktual persediaan produk yang akan dibawa, menjual habis produk yang diangkut, maupun untuk Korelasi dari sejarah perdagangan orang Arab menunggu arah angin. Pada perkembangannya, pada aliran sungai di Surakarta, dapat lokasi persinggahan itu berubah menjadi ditemukan dengan analisis jejak aktivitas perkampungan orang asing (Kusumastuti, perdagangan sekitar sungai dan analisis sistem 2016a). Ditekankan oleh Priyatmoko (2017), mata pencaharian etnis Arab di Kampung Arab bahwa pedagang asing (termasuk Arab) di Solo Pasar Kliwon saat ini. Jejak aktivitas memilih bermukim di sekitar aliran sungai perdagangan di sekitar sungai oleh etnis Arab guna memudahkan kegiatan ekonomi. di Solo ditangguhkan dengan 6 hal yang Kawasan Semanggi sebagai tempat orang Arab ditemukan pada kondisi eksisting. di Solo berlabuh, dahulu terbelah oleh dua Pertama adalah jejak eksistensi Bengawan sungai yaitu Bengawan Solo (sebelah timur) Solo sebagai jalur transportasi perdagangan dan Bengawan Semanggi (sebelah barat). Di dan penyeberangan di Surakarta. Saat ini antara kedua bengawan itu, muncul delta Pulau terkadang perahu difungsikan kembali untuk Semanggi (lihat lampiran 1), yang kemudian menyeberangi Bengawan Solo dari tepian disatukan dengan daratan Pasar Kliwon dengan Kampung Beton, apabila air sungai pasang dan mengurug Bengawan Semanggi (Hastuti, 2008). jembatan tidak dapat diseberangi (gambar 3). Di kawasan ini lah orang Arab menetap. Kedua adalah keberadaan Kampung Beton Sekitar tahun 1500 di Solo, terdapat 4 bandar (lihat lampiran 1). Nama kampung ini diambil kecil yang ramai, yang dilewati anak sungai dari Bandar Beton, salah satu bandar strategis Bengawan Solo (lihat lampiran 1) yaitu Bandar yang merupakan tempuran alur Bengawan Solo Kabanaran di Laweyan, Bandar Pecinan di Kali dengan Kali Pepe. Nama itu muncul dari ucapan Pepe, Bandar Arab di Kali Jenes, dan Bandar warga kepada awak kapal, yaitu “mbetane napa Nusupan di Semanggi (Qomarun dan Prayitno, mawon?” yang artinya membawa apa saja. Di 2007). Pada zaman Mataram, saudagar dari sini pula VOC membangun pergudangan. Kota Gedhe menuju Gresik dan Surabaya melewati Bandar Nusupan dan Kampung

Beton (Sajid, 1984). Kali Jenes tempat Bandar Arab berada, melewati Pasar Kliwon. Sungai ini menghubungkan daerah timur yaitu bekas Kerajaan Kartasura, hingga selatan Surakarta Gambar 3. Jejak Bengawan Solo sebagai jalur ke Bengawan Solo (Kusumo dkk, 2013). penyeberangan dan perdagangan Sumber : https://www.youtube.com/watch?v= O6OUh8NQ7Y0&t=13s

Gambar 2. Abraham Salm melukisan kondisi Bengawan Solo sebagai jalur perdagangan Sumber : kekunoan.com oleh Agung Nugraha Gambar 4. Situs Bandar Kabanaran di Laweyan (kiri) dan Kali Jenes di Pasar Kliwon (kanan)

252 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah...

Ketiga adalah keberadaan situs Bandar yang lebih luas di kabupaten sekitar Solo. Kabanaran pada tepian Kali Jenes di Laweyan Pabrik milik etnis Arab yang merupakan bisnis (gambar 4). Keempat adalah keberadaan Kali turun-temurun sering kali bangkrut, karena Jenes sendiri yang dikenal sebagai Bandar anaknya tidak mampu mengelola, atau memilih Arab. Sungai ini terhubung dari situs Bandar bekerja di bidang lain, atau pindah ke tempat Kabanaran di Laweyan dan bercabang menuju lain dan menelantarkan bisnis keluarga. daerah (bandar) Nusupan atau menuju (bandar Kedua adalah mata pencaharian utama etnis utama) Semanggi yang melewati Bandar Arab Arab di Pasar Kliwon, yaitu berdagang, sama di Pasar Kliwon (lampiran 1). Kelima adalah dengan imigran Arab. Selain karena merupakan keberadaan Kali Pepe yang dikenal sebagai bisnis turun-temurun, etnis Arab cenderung Bandar Pecinan, serta keberadaan permukiman memilih membuka usaha dengan berdagang, etnis Cina di sekitarnya. Poin ketiga, keempat, karena menginginkan kebebasan bekerja yang dan kelima menguatkan sejarah perdagangan tak terikat oleh aturan. Selain kain, komoditas melalui aliran sungai di Solo. terbanyak adalah produk khas Arab seperti Keenam adalah kesamaan karakter lokasi kurma, herbal, parfum, henna, perlengkapan Kampung Arab Pasar Kliwon dengan Kampung ibadah, dsb. Pemetaan pabrik kain dan sarung, Arab lain di Indonesia, berupa waterfront toko produk Arab, dan usaha etnis Arab lain di settlement, yaitu permukiman di tepi perairan. Pasar Kliwon dapat dilihat pada lampiran 2. Contoh Kampung Arab lain yang berdekatan Ketiga, jaringan kekerabatan yang pada masa dengan sungai atau pelabuhan yaitu Kampung lalu dilakukan para imigran Arab untuk saling Arab Ampel Surabaya berada di antara Sungai membantu kondisi ekonomi (dijelaskan pada Pegirian dan Sungai Kalimas, Kampung Arab di 3.2.1), terlihat pula pada modern ini di Malang berdekatan dengan sungai, Kampung Kampung Arab Pasar Kliwon. Salah satu Arab Panjunan di Cirebon berdekatan dengan mangsa pasar etnis Arab adalah komunitasnya pelabuhan, Kampung Arab Pekojan (dahulu sendiri, dan promosi terjadi dari mulut ke area khoja/muslim India) di Jakarta berbatasan mulut dalam komunitas melalui jejaring dengan Kali Krukut, Kampung Empang di kekerabatan. Tidak heran bila etnis Arab Bogor berbatasan dengan Sungai Cisadane, akhirnya banyak yang membuka bisnis rumahan Kampung Arab Al-Munawar di Palembang di sini, khususnya dalam bidang kuliner. berada di tepin Sungai Musi, Kampung Arab Dukungan bisnis oleh komunitas seperti ini di Lombok berada di bekasdermaga Ampenan, yang membuat etnis Arab tertarik dan betah dan Kampung Arab di Singaraja berdekatan tinggal di Pasar Kliwon hingga sekarang. dengan dermaga. Dari beberapa contoh Kajian 6 temuan fisik pada kondisi eksisting tersebut, dapat disimpulkan bahwa imigran menjadi bukti jejak aktivitas perdagangan etnis Hadramaut cenderung memilih bermukim di Arab Solo di sekitar sungai. Berdasarkan kajian dekat sungai atau dermaga, yang menjadi jalur sejarah kedatangan pedagang Arab dan bandar transportasi perdagangan di masa lampau. dagangnya di Solo, dapat disimpulkan bahwa Sejarah perdagangan imigran Arab di Solo, ekonomi menjadi faktor utama dan pemicu dapat diperkuat dengan melihat adanya 3 terbentuknya pemukiman Arab di Solo. Kajian persamaan sistem mata pencaharian etnis Arab, mengenai mata pencaharian etnis Arab di pada masa lalu dengan sekarang. Pertama Pasar Kliwon menunjukkan kesamaan karakter adalah komoditas utama etnis Arab di Pasar dengan sejarah, dan menjadikan ekonomi Kliwon kini, yaitu kain, sama seperti pada sebagai faktor berkembangnya Kampung Arab sejarah. Tidak hanya menjualnya, banyak dari Pasar Kliwon dari masa lalu hingga sekarang. mereka yang mempunyai pabrik pengolahan 3.2 Faktor Komunitas kain. Selain pabrik kain, ada pula pabrik sarung Goyor. Sarung merupakan pakaian tradisional Teori lain mengenai pemukiman Arab di Yaman yang diadaptasi di Indonesia. Surakarta adalah terbentuk karena faktor Pada perkembangannya, beberapa pabrik kain komunitas. Pada bagian ini akan dikaji sejarah dan sarung milik etnis Arab pindah dari Pasar mengenai hubungan sosial imigran Arab di Kliwon atau-pun bangkrut. Beberapa pemilik Indonesia, serta korelasinya dengan kondisi memilih untuk menjual pabrik di Pasar Kliwon aktual di Surakarta. dengan harga tinggi, lalu membangun pabrik 253 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264

3.2.1 Kondisi Sosial Imigran Hadramaut pulang (Berg, 2010). Hal ini dikarenakan orang Arab sangat menghormati orang tuanya Saat bermigrasi ke Indonesia, Hadrami lebih dan memiliki gagasan bahwa kekayaan harus memilih tinggal di kawasan di mana mereka dinikmati seluruh keluarga. dapat menemukan kerabat atau imigran lain Imigran Hadramaut gelombang pertama dan dari desa yang sama di tanah airnya (Kesheh, kedua terdiri dari kaum pria yang kemudian 2007). Van den Berg (2010) menjelaskan menikahi wanita setempat. Yang berbeda bahwa imigran yang baru datang dianggap adalah golongan gelombang pertama biasanya sebagai tamu oleh orang Arab yang melakukan asimilasi penuh dan menggunakan mengundangnya. Jika datang dengan kehendak nama lokal, sedangkan golongan gelombang sendiri, imigran Arab akan meminta salah satu kedua berusaha menjaga identitas Hadrami-nya anggota keluarga atau suku untuk (Saefullah, 2013). Memiliki isteri kelahiran menampungnya. Jarang ada imigran Arab Indonesia yang tidak siap hidup di negeri asing yang datang ke Indonesia tanpa mengenal menjadi salah satu alasan Hadrami tidak seseorang yang diharapkan dapat pulang ke tanah airnya (Berg, 2010). menampungnya. Terkadang mereka bersama- sama membeli rumah, karena tidak mendapat 3.2.2 Korelasi dengan Kondisi Aktual penampungan dan belum bisa membeli rumah Korelasi dari sejarah sistem sosial Hadrami di sendiri. Walaupun saat di Hadramut mereka Indonesia dengan kondisi aktual etnis Arab di hanya mengelompok dengan sukunya, Surakarta, dapat ditemukan dengan eksplorasi kesamaan tanah air dan perasaan terasingkan 7 persamaan sistem hubungan sosialnya. di Indonesia membuat mereka bersatu. Pengaruh sosial budaya komunitas Arab Selain memberikan rasa keakraban, bermukim terhadap perkembangan wilayah Kampung bersama komunitas juga penting dalam hal Arab, akan dibahas pula pada bagian ini. mencari pekerjaan. Van den Berg menjelaskan, Persamaan pertama sistem sosial antara etnis bahwa terdapat pola aktivitas ekonomi imigran Arab di masa lalu dengan kondisi aktual di Hadrami pada akhir abad ke-19, yaitu para Pasar Kliwon, adalah pola bermukim secara pendatang akan bekerja sebagai asisten toko komunal. Masyarakat etnis Arab di Surakarta milik keluarga atau kenalannya yang menetap hidup berkumpul di tempat yang saling lebih dulu di Indonesia (Kesheh, 2007). Selain berdekatan. Salah satu alasannya yaitu untuk itu, apabila kesulitan menjalankan usahanya memudahkan interaksi sosial dalam komunitas. sendiri, mereka akan meminta pemuda dari Mereka memiliki kebiasaan untuk berkumpul keluarga atau sukunya untuk datang dan dan bercengkerama dengan kerabat, tetangga, bekerja untuknya. Karena pola tersebut, serta teman sesama peranakan Arab (Bazher, sebagian besar imigran Arab berasal dari tempat 2017). Bila memungkinkan, para pria biasa yang sama, yaitu Hadramaut (Berg, 2010). berkumpul tiap malam di salah satu rumah Berdasar wawancara dengan Adil Abdullah mereka atau di ruang publik. Sedangkan para Albatati, dijelaskan bahwa pola tersebut di atas wanita bersilaturahmi dengan melakukan arisan sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum (keluarga, tetangga, marga, kelompok teman) eksodus imigran Hadramaut kedua. Dalam sekaligus kajian agama (Bulkia, 2012). bermigrasi-pun, mereka melakukannya secara Persamaan kedua adalah keramah tamahan bersama dalam jumlah yang relatif kecil, berupa dalam menerima tamu, sama seperti imigran kelompok dagang. Pola bertahan hidup secara Arab dalam menampung pendatang baru. komunal ini sudah menjadi budaya mereka. Seringnya antar mereka bertamu, dilakukan Terdapat upaya untuk saling menjaga ikatan untuk menjaga tali silaturahmi. Budaya ini yang antara imigran dengan kerabat di tanah airnya. membuat orang tua tidak merasa kesepian dan Banyak diantara imigran Hadramaut yang betah tinggal di Kampung Arab. Banyak datang ke Indonesia, dengan tujuan berjumpa diantaranya yang lebih senang menampung dengan kerabat dan keluarga (Ridwiyanto, tamu jauh di rumah, dibanding membiarkannya 2011). Saat menjadi kaya di Indonesia, mereka di penginapan. Menjamu tamu dengan sebaik tidak melupakan keluarga serta sahabat di mungkin sudah menjadi budaya etnis Arab. tanah airnya, dan mengiriminya uang dengan Persamaan ketiga adalah eratnya hubungan di menitipkan kepada kerabatnya yang akan dalam komunitas Arab, masa lalu dan kini.

254 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah...

Etnis Arab menganggap orang sesama etnisnya memudahkan seseorang untuk dikenali sebagai saudara. Mereka akan saling menyapa (Bazher, 2017). Setiap berkenalan dengan bila bertemu walau belum saling mengenal. sesama etnis Arab, biasa ditanyakan berasal Mereka terbiasa saling merangkul dan dari marga apakah orang tersebut. Dengan mencium pipi saat bertemu dengan saudara eratnya jejaring kekerabatan etnis Arab, dan temannya. Klub bola Fatah FC merupakan memungkinkan mereka mengenal satu sama salah satu contoh forum komunitas yang lain dalam komunitas dan saling berhubungan didirikan oleh etnis Arab di Solo. melalui nama marga. Ketiga karakter sosial di atas, dapat dilihat pula Persamaan ketujuh adalah rasa ingin menjaga dalam bentuk fisik pada elemen rumah tinggal identitas Hadrami, yang terlihat pula pada etnik Arab. Mayoritas rumah etnik Arab sistem pernikahan etnis Arab di Surakarta pada memiliki ruang keluarga yang luas dengan masa kini. Mayoritas dari mereka menikah karpet untuk berkumpul dan berbincang. dengan sesama etnis Arab. Selain terjadi Ruang ini digunakan pula untuk menerima karena faktor sosial dan wilayah, pernikahan tamu akrab dan keluarga. Pada rumah tua di sesama etnis Arab dilakukan untuk menjaga Pasar Kliwon, biasa ditemukan pintu identitas Hadrami dan karena adanya penghubung ke rumah tetangga di area kesamaan budaya. Menikahkan anak gadis belakang rumah (Bazher, 2018). Rumah tua etnis Arab dengan non-Arab dihidari, karena tersebut sebelumnya tidak dan atau berpagar keturunannya tidak akan memiliki nama marga pendek yang berkesan menerima. Walau pada dan kehilangan identitas Arab. Ditakutkan pula perkembangannya banyak yang diubah dengan apabila menikah dengan non-Arab, maka anak pagar tinggi (dijelaskan pada poin 3.4.3). memiliki dua identitas etnik dan kemungkinan Persamaan keempat adalah jejaring meninggalkan budaya Arab. kekerabatan pada komunitas etnis Arab di Selain 7 karakter sosial yang berkorelasi Pasar Kliwon dalam hal ekonomi. Sama dengan sejarah, terdapat pula faktor budaya halnya dengan para imigran yang yang berpengaruh terhadap perkembangan mendatangkan kerabatnya untuk membantu wilayah Kampung Arab Pasar Kliwon hingga usahanya, etnis Arab terkadang sekarang. Terdapat kesamaan budaya dan pola mempekerjakan kerabat sesama etnis sebagai kehidupan sehari-hari yang hidup di dalam orang kepercayaan pada bisnisnya. Bagaimana komunitas etnis Arab. Dengan itu, tersedia jejaring kekerabatan membantu pemasaran fasilitas sosial untuk kebutuhan pendidikan dan telah disampaikan pada 3.1.4. kegiatan keagamaan mereka, yang disediakan Persamaan kelima adalah kedekatan hubungan sendiri oleh komunitas Arab tersebut. dengan orang tua dan keluarga pada Hadrami, Di sisi lain, terdapat kekhawatiran akan yang tampak pula pada kondisi aktual di Solo. terjadinya kesenjangan budaya dan susah Etnis Arab memilih tinggal di Pasar Kliwon beradaptasi bila keluar dari kawasannya. agar tetap dekat dengan orangtua dan keluarga, Perbedaan dalam cara berbicara, bercanda, sehingga memudahkannya untuk menengok dan berpakaian etnis Arab adalah beberapa dan silaturahmi secara berkala. Pola bermukim contoh hal yang dikhawatirkan dapat seperti ini menjadi salah satu sebab luas mempersulit sosialisasi di luar kawasannya. wilayah Kampung Arab Pasar Kliwon terus Walau pada aktualnya Kampung Arab bukan berkembang hingga sekarang. Ditemukan pula permukiman eksklusif, namun etnis lain di sini foto dan lukisan orang tua/moyang dari sudah membaur dengan etnis Arab. Hadramaut pada beberapa rumah etnik Arab di Kampung Arab yang dahulu hanya berada di Solo. Penggunaan silsilah keluarga sebagai Kelurahan Pasar Kliwon dan Kedung Lumbu hiasan dinding mirip dengan kondisi di Yaman (lampiran 6), kini berkembang ke dua kelurahan (Bazher, 2018). lain yaitu Semanggi dan Joyosuran (lampiran Persamaan keenam adalah pentingnya klan 3). Tingginya minat etnis Arab untuk tinggal bagi imigran Arab, yang terlihat pada kondisi di Kampung Arab Pasar Kliwon menyebabkan masa kini dalam penggunaan nama marga tingginya harga tanah di kawasan ini. Hal ini etnis Arab di Surakarta. Nama marga yang dinilai tak sebanding melihat kondisi area diturunkan dari pihak ayah disertakan pada dengan jalan sempit dan rawan banjir. bagian akhir nama. Penggunaan nama marga 255 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264

Banyaknya persamaan antara sejarah dengan sementara rakyat hanya memakainya. Menurut kondisi aktual pola hubungan sosial dalam Kurniawan (2011), otoritas Kasunanan dalam komunitas Arab di Surakarta, menguatkan teori mengatur wilayahnya serta tunduknya rakyat bahwa komunitas menjadi faktor terbentuknya terhadap aturannya, dikarenakan keraton Kampung Arab. Dengan melihat kronologinya, memiliki kekuasaan dan kekayaan sumber daya disimpulkan bahwa komunitas menjadi urutan kehidupan, seperti tanah, kedudukan, politik, kedua faktor terbentuknya Kampung Arab, dan budaya. Menurut Roll (dalam Karjoko, setelah faktor ekonomi. Kajian kondisi aktual 2005), sejak masa kolonial, Keraton Kasunanan sosial budaya menunjukkan budaya dalam menjadi satu-satunya pemilik seluruh tanah komunitas menjadi faktor berkembangnya pada wilayah kekuasaan kerajaan. Kampung Arab Pasar Kliwon hingga saat ini. Selain tanah yang digunakan raja, dinamakan tanah lungguh/gaduh/apanase, yaitu tanah yang 3.3 Faktor Kebijakan Keraton dipergunakan sementara oleh para sentana Teori berikutnya adalah kebijakan oleh keraton yang memiliki hubungan kekerabatan dekat sebagai faktor asal mula terbentuknya Kampung dengan raja, serta oleh abdi dalem selama Arab di Surakarta. Pada bagian ini akan dikaji mereka memegang jabatan (Kurniawan, 2011). sejarah kekuasaan Keraton Kasunanan, Keraton mengizinkan mereka tinggal di tanah kebijakan tata ruang kotanya, serta korelasinya keraton sebagai balas jasa, hadiah, atau gaji dengan kondisi aktual di Surakarta. untuk mereka. Bila hubungan kekerabatan terputus dan atau tidak lagi menjabat di 3.3.1 Kekuasaan Keraton Kasunanan keraton, maka tanah yang dipakainya akan Seperti yang telah dituliskan pada poin 3.1.3, kembali kepada raja. Ada pula yang diberi para kuli yang tinggal di tepi Bengawan Solo wewenang “Anggaduh Run Temurun”, yaitu bekerja untuk majikannya di Kadipaten Pajang hak atas tanah untuk dipakai turun temurun. pada tahun 1530-an. Secara singkat, Kadipaten 3.3.2 Tata Kota Kosmologi Jawa Pajang pindah ke Kota Gedhe pada tahun 1582 Pada masa kerajaan di Jawa, diberlakukan dan menjadi Kasultanan Mataram, lalu pindah ke Kartasura pada tahun 1677 (Qomarun dan kebijakan tata kota yang didasarkan pada kelas Prayitno, 2007). Kemudian terjadi perpecahan sosial. Struktur sosial masyarakat Jawa terdiri dari sentono dalem (sentana/keluarga pemimpin dengan adanya 2 raja akibat campur tangan kerajaan), abdi dalem (pegawai kerajaan), dan VOC. Kekacauan politik ini diselesaikan kawulo dalem (berhubungan darah dengan dengan pembagian wilayah Mataram menjadi Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan keluarga kerajaan) (Mulyadi, 1999). Pembagian Surakarta Hadiningrat. Kasunanan dengan kelas sosial tersebut membentuk tata ruang kota, di mana tempat tinggal raja menjadi pusatnya. wilayah kekuasaan di Surakarta, secara resmi Kondisi ini sesuai dengan struktur kosmos, mulai ditempati tanggal 17 Februari 1745. yaitu dewa/tuhan berada di tengah-tengah dan Dalam artikel berjudul Hak dan Kewajiban dikelilingi rakyat (Kusumastuti, 2016b). Raja sebagai Titisan Dewa, Risa H. Putri menyampaikan, bahwa raja-raja terdahulu Santoso (dalam Junianto, 2019) menjelaskan bahwa stuktur kota Jawa pada zaman kerajaan mengaku sebagai titisan dewa untuk sesuai dengan konsep kosmologi Jawa, yang mengesahkan kekuasaanya. Diceritakan pada terbagi menjadi 5 lingkaran dengan fungsi Babad Tanah Jawi (dalam Kurniawan, 2011), keruangan sakral dan profan, yaitu dalem, Pangeran Puger (Paku Buwono I) menjelaskan bahwa raja adalah “warananing Allah”, yaitu komplek keraton, nagara, nagara agung, dan wakil atau penjelmaan Tuhan. Dijelaskan lebih mancanagara. Sedangkan Soemardjan (dalam Zaenurrosyid, 2013) menjelaskan bahwa lanjut bahwa segala sesuatu di tanah Jawa, air, konsep ruang negara di Jawa terdiri dari 4 rumput, daun, dan lainnya di atas bumi adalah ruang lingkaran yaitu keraton (parentah milik raja. Sehingga orang Jawa menganut konsep kekuasaan yakni tidak ada sikap lain njero), nagara (parentah njaba), nagaragung, yang harus diambil kecuali “ndherek ngarsa dan mancanagara. Gabungan dari kedua toeri tersebut dapat dilihat pada gambar 5. dalem”, yang berarti terserah kehendak raja. Pertama adalah keraton (parentah njero) Pada masa kerajaan di Surakarta, semua tanah sebagai tempat administrasi dalam, yang terdiri pada wilayah kekuasaan dianggap milik raja,

256 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah... dari (1a) dalem yaitu tempat tinggal raja dan yang terdiri dari perkantoran, tempat tinggal pusaka, dan (2a) kompleks keraton yaitu batas patih, dan hunian abdi dalem Kepatihan. Masjid benteng keraton yang di dalamnya terdapat Agung dan alun-alun sebagai area sakral permukiman sentan, pegawai (abdi dalem), keraton termasuk dalam lingkaran ini. dan prajurit dalam. Kedua adalah nagara Naragung menjadi lingkaran berikutnya yang (parentah njaba), yaitu pusat adminitrasi dan mayoritas merupakan tanah lungguh. Kawasan pemerintahan. Di sini terdapat pula alun-alun, tempat tinggal abdi dalem berjabatan bupati, masjid, dan tempat permukiman pejabat istana, diberi nama sesuai nama bupatinya, antara lain prajurit (patih), serta pangeran. Ketiga adalah Kampung Sewu, Kartadipuran, Penumping, naragung atau nagaragung, sebagai kota besar Jayadiningratan, dan Mangkuyudan. Daerah terdiri dari kawasan tanah lungguh, yang dipakai permukiman prajurit dinamai sesuai golongan- sentana dan abdi dalem. Tanah narawita yaitu nya, seperti Kampung Saragenen, Jayasuran, tanah yang menghasilkan produk tertentu dan Jayatakan. Wilayah tempat tinggal abdi untuk kepentingan raja dan kerajaan juga dalem pertukangan atau kriya biasa diberi nama berada di sini. Keempat adalah mancanegara, dari hasil kriyanya, seperti Baturana (tukang yaitu negara asing yang ditaklukkan oleh raja. batu), Gemblegan (tukang gemlak/kuningan), dan Sayangan (tukang saying/tembaga). Sebagian tanah tersebut adalah narawita, salah satunya adalah Kampung Gajahan yang merupakan kandang gajah peliharaan di masa lalu. Pasar Gedhe dan pasar tradisional lain termasuk pada zona ini (Aliyah, dkk, 2015). Permukiman etnis asing juga berada di area ini. Permukiman orang Arab sebagai etnis asing Gambar 5. Konsep ruang kosmologi Jawa dikelompokkan sendiri dan terpisah dari Sumber : Adaptasi dari Santoso, 1984 dan penduduk lainnya (Mulyadi, 1999). Mereka Soemardjan, 1991. berada di kanan-kiri Pasar Kliwon, ke selatan 3.3.3 Kebijakan Tata Kota oleh Kasunanan hingga Baturono, tepat berada di timur keraton (Sajid, 1984). Etnis Cina berada di Pecinan Sama dengan konsep kerajaan Jawa, Keraton yaitu daerah Ketandhan, Balong, hingga Kasunanan memberlakukan kebijakan tata Warung Pelem. Lokasi permukiman etnis Arab kota berdasar struktur sosial masyarakat dan dan Cina tetap berada dekat dengan lokasi kosmologi Jawa (Kusumastuti, 2016b). Raja, bandarnya. Permukiman Belanda berada di keluarga raja, dan pusaka bertempat tinggal di Lojiwetan (dijelaskan pada 3.4.3). Keraton keraton yang menjadi pusat Kota Surakarta. tidak menjual tanah kepada etnis asing, Pada konsep kosmologi Jawa, area ini menjadi sehingga mereka harus menyewa tanah dengan lingkaran pertama dan disebut ruang dalem hak bangunan (hak opstal) (Setiawati, 2011). yang menjadi bagian dari parentah njero (lihat lampiran 4). Lingkaran berikutnya yang masih 3.3.4 Korelasi dengan Kondisi Aktual menjadi bagian dari parentah njero adalah Korelasi antara sejarah kuasa dan kebijakan kompleks keraton yaitu Baluwarti (bahasa Keraton Kasunanan dengan kondisi aktual, Portugis: Baluwarte), yang berarti tembok atau dapat dilihat dengan analisis kondisi benteng. Area ini berada di luar istana dan kekuasaan dan tata kota di Surakarta saat ini. dikelilingi dinding tinggi pada bagian luarnya. Terdapat 3 hal yang disoroti dalam analisis Di sini tinggal kerabat dekat raja, abdi dalem, kekuasaan keraton pada kondisi aktual. dan prajurit dalam. Prajurit tersebut antara lain Pertama adalah status wilayah kekuasaan golongan Wiratamtama yang daerah keraton. Dengan adanya Keraton Kasunanan tinggalnya disebut Kampung Tamtaman, dan dan Mangkunegaran di Surakarta, sejak masa golongan Carangan yang kawasan tinggalnya kolonial kota ini dianggap sebagai swapraja dikenal dengan Kampung Carangan. atau vorstenlanden, yaitu daerah yang berhak Nagara yang merupakan lingkaran berikutnya memerintah daerahnya sendiri. Belanda tetap adalah pusat administrasi atau ibu kota memberikan kekuasaan tanah pada kerajaan kerajaan. Di area ini ada kompleks Kepatihan yang diakuinya. Pada masa penjajahan Jepang

257 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264 pun Surakarta tetap menjadi daerah istimewa sumber daya alam dari swapraja atau bekas dengan sebutan Kochi (Muhafizga, 2014). swapraja dihapus dan beralih ke negara. Pada 19 Agustus 1945, setelah kemerdekaan, Baluwarti merupakan tanah lungguh dan Surakarta dinyatakan oleh Presiden Soekarno berdasar Palilah Griya Pasiten (perizinan sebagai Daerah Istimiewa Surakarta yang tanah dan bangunan Keraton Surakarta), tidak terdiri dari Daerah Istimewa Kasunanan dan boleh melaksanakan jual beli atau sewa Daerah Istimewa Mangkunegaran. sebagian atau seluruhnya atas bangunan Muncul gerakan anti-swapraja yang memicu tersebut. Namun kenyataannya, hal ini terjadi kekacauan di Surakarta. Pada 16 Juli 1946, dan banyak pendatang di Baluwarti yang tidak Daerah Istimewa Surakarta diambil alih berhubungan dengan keraton menjadi sementara oleh pemerintah Indonesia dan penduduk. Bahkan terdapat 3 ndalem pangeran dijadikan karisidenan sampai kondisi kembali di Baluwarti, yang bersertifikat hak milik atas kondusif. Perubahan ini didasarkan pada nama keluarga Soeharto (Karjoko, 2005). penetapan pemerintah no.16/SD 1946. Selain menyoroti kekuasaan keraton, dianalisis

Dijelaskan oleh Bambang H. (dalam Kurniawan, pula tata Kota Surakarta pada kondisi aktual 2011), bahwa mulai saat itu tidak ada dengan mengacu kebijakan keraton terdahulu. pemerintahan keraton, dan wilayah kuasanya Berdasar wawancara pada 26 Juni 2020 menjadi bekas swapraja yang bergabung dengan Dinasti Purnomo Putri Suga, seorang dengan Indonesia. Sempat dilakukan pengajuan kerabat keraton yang juga penduduk di kembalinya Daerah Istimewa Surakarta pada Baluwarti, dijelaskan bahwa mayoritas tahun 2013 namun hasilnya ditolak. penduduk Baluwarti sekarang merupakan Poin kedua yang diamati adalah kekuasaan kerabat dari keraton. Namun banyak pula orang raja. Daerah Istimewa Yogyakarta kini dipimpin luar yang tinggal di kawasan ini. Sedangkan Raja Kasultanan Ngayogyakarta sebagai abdi dalem yang dahulu banyak tinggal di sini, gubernur, dan Raja Kadipaten Pakualaman kini jumlahnya berkurang dan lebih banyak sebagai wakilnya. Berbeda dengan Surakarta tinggal di luar Baluwarti. yang dipimpin oleh wali kota, sedangkan Raja Kondisi di Baluwarti menunjukkan bahwa Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran kini kebijakan tata kota yang dahulu diberlakukan, hanya sebagai kepala istana dan kepala adat. kini tidak dijalankan dengan tegas di dalam Dualisme kepemimpinan antara pemerintah tembok keraton sendiri. Sedangkan di luar area dan keraton pun terjadi di tanah Keraton keraton, masyarakat sudah bebas menempati Kasunanan. Berdasar Kepres Nomor 23 tahun wilayah manapun di Surakarta sebagai 1988 pasal 1, tanah dan bangunan Keraton permukimannya. Namun penamaan jalan, Surakarta berikut segala kelengkapan di kampung, dan kelurahan masih menggunakan dalamnya (termasuk Masjid Agung dan alun- penamaan yang sama dengan masa kerajaan. alun) adalah milik Kasunanan Surakarta Permukiman etnis Arab dan Cina sekarang Hadingingrat yang perlu dilestarikan sebagai masih berada di lokasi yang sama dengan peninggalan budaya bangsa. Bila berpedoman penetapan lokasi di masa kerajaan. Pecinan pada undang-undang tersebut, maka kawasan masih berada di daerah Ketandhan, Balong, Baluwarti yang secara adat berada di dalam hingga Warung Pelem, berlokasi di sekitar tembok keraton adalah milik Keraton Kali Pepe yang merupakan bekas bandar Surakarta dan berhak dikuasai oleh keraton dagang etnis Cina. Begitu pula permukiman (Kurniawan, 2011). Namun pada kondisi etnis Arab yang masih berada di kawasan aktual, Baluwarti menjadi salah satu kelurahan Pasar Kliwon. Berdasar pemetaan rumah tua di Surakarta yang merupakan bagian dalam milik etnis Arab (lampiran 6) di Pasar Kliwon, sistem pemerintahan negara. lokasinya tidak berada di tepian Kali Jenes Poin terakhir adalah kekuasaan tanah keraton. (bekas bandar Arab), namun berada tepat di Terdapat ambiguitas hak kepemilikan tanah timur tembok keraton. Hal ini diperkirakan keraton. Berdasar Kepres No.23 tahun 1988, karena kebijakan dari keraton yang berkuasa Baluwarti menjadi wilayah kekuasaan keraton, pada masa itu, dan sedikit mustahil bila itu seperti yang disebutkan sebelumnya. Sedangkan kebijakan Belanda yang menolak berbaurnya berdasar UUPA No. 5 tahun 1960, sejak etnis Arab dengan keraton. berlakunya UU ini, hak dan wewenang atas 258 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah...

Walaupun Keraton Kasunanan Hadiningrat Walaupun menjadi daerah otonom, namun kini tak memiliki kekuasaan seperti terdahulu, dalam praktiknya, keraton tidak lepas dari namun keberadaan penginggalannya hingga pengawasan pemerintah Belanda. Untuk sekarang menjadi bukti sejarah kekuasaan mengawasi pemerintahan Keraton Kasunanan, keraton. Nama jalan, kampung, dan kelurahan pemerintah Belanda menempatkan seorang di Surakarta yang berasal dari jabatan dan residen di Surakarta, dan asisten residen di karya abdi dalem keraton menangguhkan tiap kabupatennya (Rosiana, 2013). Pemerintah adanya kebijakan tata kota oleh keraton. Dapat Belanda menguasai Surakarta secara tidak disimpulkan bahwa kebijakan keraton menjadi langsung, dengan mengontrol penguasa salah satu faktor kuat terbentuknya klaster daerah. Struktur pemerintahan Pakubuwono X permukiman etnis Arab di Surakarta. di Surakarta dapat dilihat pada gambar 6. Kebijakan oleh keraton menjadi urutan ketiga 3.4.2 Kebijakan Segregasi oleh Belanda dari faktor terbentuknya Kampung Arab, melihat kronologis periode kekuasaan keraton Pemerintah Belanda memiliki pandangan di Surakarta yang baru mulai tahun 1745. negatif terhadap Islam yang berkembang di Indonesia. Menurutnya, Islam adalah ancaman 3.4 Faktor Kebijakan Belanda utama eksistensi mereka. Sehingga orang Arab Teori terakhir mengenai alasan terbentuknya sebagai bangsa yang membawanya dianggap Kampung Arab di Surakarta adalah karena sebagai musuh utama (Algadri, 1984). faktor kebijakan Belanda di masa penjajahan. Berdasar artikel di Koloniaal Verslag tahun Pada bagian ini akan dikaji sejarah mengenai 1902 (dalam Algadri, 1984), dituliskan bahwa kekuasaan Belanda di Indonesia, khususnya di orang Arab adalah golongan yang paling Surakarta, sentimen terhadap etnis Arab dan berbahaya bagi ketentraman jajahan Belanda. kebijakan segregasi, serta korelasinya dengan Mereka dianggap sebagai penghasut yang kondisi aktual di Surakarta. mengganggu keamanan dan memunculkan kerusuhan. Dituliskan pula, bahwa perlawanan 3.4.1 Kekuasaan Belanda di Surakarta terhadap Belanda di Halmahera, Kalimantan, Pengaruh Belanda di Indonesia sudah mulai Aceh, Lombok, Cilegon, dan seluruh Pulau sejak munculnya VOC (Persekutuan Perusahaan Jawa dianggap dikobarkan oleh orang Arab. Hindia Timur), yang terbentuk pada 20 Maret Ketakutan akan munculnya perlawanan di 1602. Pada 31 Desember 1799, kekuasaan Surakarta terlihat dengan dibangunnya Benteng VOC jatuh dan berdampak pada perubahan Vastenburg. Berdasar analisis oleh Hernowo struktur pemerintahan Indonesia menjadi (2015), benteng ini diperkirakan dibangun negara jajahan Belanda, yang wilayahnya pada 1832, sedangkan dituliskan oleh Sajid dikenal sebagai Hindia Belanda. (1984) bahwa benteng ini dibangun dari tahun Seperti yang disebutkan pada poin sebelumnya, karena keberadaan Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran, Surakarta menjadi daerah swapraja pada masa kolonial. Hubungan antara keraton dan pemerintah Belanda diatur dalam perjanjian politik yang disebut politiek contract. Menurut penjelasan Dwi Ratna Hajarini, dkk (dalam Rosiana, 2013), terdapat dua macam perjanjian politik untuk daerah swaparaja, yaitu kontrak panjang (lang contract) dan pernyataan pendek (korte verklaring). Keraton Kasunanan diatur dalam kontrak panjang yang menyatakan kesetaraan kekuasaan antara keraton dengan pemerintah Belanda (Muhafizga, 2014). Sedangkan Gambar 6. Struktur pemerintahan di Surakarta Mangkunegaran diatur dalam kontrak pendek pada masa Pakubuwono X yang berisi keterangan tentang pengakuan Sumber: Serat Wewatoning Para Abdi Dalem Ageng keraton atas kekuasaan Belanda. Alit ing Nagari Jawi. Solo : Arsip Mangkunegaran

259 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264

1775 hingga 1779. Benteng ini digunakan oleh berkat revolusi industri, besarnya arus migrasi pemerintah Belanda untuk mengawasi Keraton tersebut dikarenakan adanya kebijakan ekonomi Kasunanan, permukiman Arab, dan Pecinan, oleh pemerintah Belanda, yang menjadikan serta interaksi diantaranya. etnis Arab dan Cina sebagai perantara Ketakutan tersebut juga menyebabkan perdagangan internasional di Indonesia. pemerintah Belanda membuat kebijakan 3.4.3 Korelasi dengan Kondisi Aktual berupa sistem hukum segregasi (pemisahan). Kebijakan ini membagi masyarakat menjadi Korelasi kondisi aktual dengan sejarah tiga kategori rasial, yaitu Eropa, asing oriental, kebijakan Belanda terhadap orang Arab di dan pribumi. Kategori asing oriental terdiri Indonesia, khususnya di Surakarta, dapat dari imigran Hadrami, Cina, India, dan negara ditemukan dengan menyoroti 3 hal. Hal pertama Asia lainnya (Kesheh, 2007). yang disoroti adalah bukti kekuasaan Belanda Politik segregasi oleh Belanda menjadi lebih di Surakarta, berupa bangunan bekas benteng ketat mulai tahun 1863. Diberlakukan dan permukiman Belanda. Sudah disebutkan kebijakan wijken stelsel, yaitu golongan asing sebelumnya bahwa permukiman Belanda oriental (etnis Cina dan Arab) harus tinggal di berada di kawasan Lojiwetan. Nama tersebut kampung khusus etnisnya yang terpisah berasal dari kata loji (bahasa Belanda : loge, dengan etnis lain, dan kebijakan passen stelsel, berarti rumah) yaitu sebutan rumah Belanda, yaitu etnis asing tersebut harus menggunakan dan wetan (bahasa Jawa) yang berarti timur, kartu jalan khusus tiap kali keluar-masuk menjelaskan bahwa permukiman Belanda kawasannya. Kebijakan ini tidak dicabut sampai berada di timur benteng. Arsitektur bekas dekade kedua abad ke-20 (Berg, 2010). Hal ini rumah Belanda masih dapat dilihat di kawasan merupakan upaya politik pemerintah Belanda Lojiwetan hingga sekarang. untuk mengontrol masyarakat, karena ketakutan Di barat Lojiwetan terdapat Benteng akan munculnya kesadaran dan gerakan Vastenburg peninggalan Belanda. Seperti yang apabila terjadi pembauran antar etnis. dijelaskan sebelumnya, benteng ini digunakan Pembauran dengan keturunan Arab sangat untuk mengawasi Keraton Kasunanan, ditentang oleh Belanda dan dianggap sebagai permukiman Arab, dan permukiman Cina. tindak kriminal (Algadri, 1984). Adanya Melihat kondisi eksisting di mana sisi barat kebijakan segregasi, meningkatkan rasa daya benteng adalah kawasan keraton, di sisi kesenjangan dan perbedaan secara rasial antara selatan adalah Kampung Arab, dan di sisi utara Hadrami dengan pribumi (Kesheh, 2007) adalah Pecinan, menguatkan pernyataan bahwa Kebijakan ini juga menjadi alat Belanda untuk Belanda membangun benteng untuk mempraktikkan politik adu domba (devide et mengawasi ketiga kubu tersebut (lampiran 5). empera) kepada antar etnis. Hal kedua yang disoroti adalah pemetaan Migrasi Hadrami ke Indonesia sangat dipersulit rumah tua etnik Arab. Keberadaan Belanda di oleh pemerintah Belanda dengan adanya Surakarta berpengaruh pada arsitektur rumah berbagai aturan. Sulit bagi imigran untuk tinggal bangsawan dan saudagar kaya mendapat izin menetap. Bahkan setelah terdahulu, termasuk etnis Arab. Gaya mendapat izin pun mereka hanya boleh menetap arsitekturnya berupa akulturasi budaya pribumi di kota dan wilayah tertentu saja. Dituliskan yang meniru tata cara hidup Belanda, yang oleh Snouck, seorang Islamolog dan penasihat dikenal dengan dan atau indies kolonial, di surat rahasia kepada Gubernur (akulturasi arsitektur vernakular Jawa). Rumah Jenderal, bahwa larangan imigrasi orang Arab Tabel 1. Sensus penduduk Arab dan keturunan dikarenakan alasan politik (Algadri, 1984). Arab di Indonesia pada masa kolonial Walaupun Belanda mempersulit migrasi dan Wilayah Tahun Sensus kependudukan Hadrami di Indonesia, namun 1859 1870 1885 1900 1920 1930 melihat Tabel 1, jumlah penduduk asli Arab Indonesia 7.786 12.412 20.501 27.399 44.902 71.355 dan keturunan Arab-Indonesia di Nusantara Jawa & 4.992 7.495 10.888 - - - pada masa kolonial kian bertambah dalam Madura jumlah yang signifikan. Dijelaskan Bisri A. Luar Pulau 2.776 4.917 9.613 - - - Surakarta - 42 71 - - - (dalam Saefullah, 2013), selain karena ekonomi Sumber : Berg, 1886 dalam Kesheh, 2007 di Hadramaut dan mudahnya transportasi 260 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah... tua etnik Arab di Pasar Kliwon menunjukkan Kampung Arab Pasar Kliwon cukup valid akulturasi arsitektur tropis, Arab, dan Belanda kebenarannya. Aktivitas ekonomi, komunitas, (Bazher, 2018). Berdasar pemetaan (lampiran kebijakan keraton, dan kebijakan kolonial 6), terlihat pola di mana rumah-rumah tersebut Belanda, secara berurutan berdasar berada di satu kawasan. Secara tidak langsung, kronologinya menjadi faktor terbentuknya hal ini menangguhkan adanya kebijakan Kampung Arab di Surakarta. Kondisi di pemukiman etnis Arab di masa kolonial. Surakarta diasumsikan sama dengan beberapa Hal terakhir yang disoroti adalah penggunaan daerah di Indonesia. pagar tinggi dan tertutup pada rumah etnik Kebijakan oleh Keraton Kasunanan dan Arab di Surakarta. Adu domba antara etnis Belanda hanya berlaku dan berpengaruh pada Arab dengan pribumi oleh Belanda dahulu, masa kekuasaan masing-masing (lampiran 7). masih berpengaruh bahkan setelah Sedangkan faktor aktivitas ekonomi dan kemerdekaan. Sekitar tahun 1970, terjadi hubungan komunitas berpengaruh terhadap beberapa kali konflik akibat perasaan saling perkembangan Kampung Arab Pasar Kliwon curiga antara komunitas etnis Arab dengan hingga saat ini. Wilayah Kampung Arab di pribumi di Surakarta (Hastuti, 2008). Surakarta yang dahulu hanya mencakup Diperkeruh lagi oleh peristiwa kerusuhan Mei Kelurahan Pasar Kliwon dan Kedung Lumbu, 1998 di Surakarta, dengan etnis minoritas kini bertambah hingga Kelurahan Semanggi menjadi korbannya. Akibatnya orang Arab di dan Joyosuran, dan masih terus berkembang. Surakarta kini menggunakan pagar tinggi dan tertutup di sekeliling rumah. Sedangkan, REFERENSI kondisi berbeda terlihat pada rumah tua etnik Algadri, Hamid. 1984. C Snouck Hurgronje, Arab di Surakarta yang mayoritas aslinya tidak Politik Belanda terhadap Islam dan berpagar depan dan atau berpagar pendek Keturunan Arab. Jakarta: Sinar Harapan. (Bazher, 2017). Hal ini menyiratkan adanya Aliyah, I., Bambang S., Wisnu P. 2015. degradasi rasa aman pada etnis Arab di Solo, Eksistensi Pasar Tradisional dalam dari masa lampau dibanding sekarang. Kearifan Budaya Jawa. Dalam Seminar Kajian mengenai peninggalan pemerintah Nasional “Menuju Arsitektur dan Ruang Belanda menguatkan adanya kekuasaan Perkotaan yang Ber-kearifan Lokal” Belanda dahulu di Surakarta. Kajian pemetaan PDTAP rumah tua etnik Arab menangguhkan adanya Bazher, Najmi Muhamad. 2017. “Konsep kebijakan kuat pengelompokkan permukiman Perencanaan dan Perancangan Living etnis asing di Surakarta. Dari kajian sejarah Museum Kampung Arab sebagai Wadah kekuasaan Belanda di Surakarta dan kebijakan Kebudayaan di Pasar Kliwon dengan segregasinya, dapat disimpulkan bahwa Pendekatan Sense of Place”, Laporan kebijakan Belanda menjadi salah satu faktor Tugas Akhir. Jurusan Arsitektur. UNS. kuat terbentuknya permukiman etnis Arab di ______. 2018. “Rumah Tua Etnik Arab di Surakarta. Melihat kebijakan wijkenstelsel Kampung Arab Pasar Kliwon sebagai yang mulai diterapkan pada tahun 1863, maka Hasil Akulturasi”, dalam Arsitektura kebijakan ini berlangsung setelah kebijakan Vol 16, No.1. tata ruang kota dari keraton. Pengaruh Belanda Berg, L.W.C. van den. 2010. Orang Arab di masih berbekas hingga sekarang berupa Nusantara. Jakarta : Komunitas Bambu. kekhawatiran etnis Arab yang akhirnya Bulkia, Aulia Ayu Riandini 2012. ”Pola menggunakan pagar tinggi pada rumahnya. Pergerakan Masyarakat Etnis Arab di 4. KESIMPULAN Surakarta:Studi Kasus Kecamatan Pasar Kliwon”. FMIPA UI, Jakarta. Fenomena terbentuknya tata ruang kota, Denzin, N. K. 1970. The Research dipengaruhi oleh berbagai faktor dari luar dan Act. Chicago, IL: Aldine. dari dalam masyarakat itu sendiri. Begitu pun Hakim, C. 1982. Secondary Analysis of Social dengan terbentuknya Kampung Arab Pasar Research. London: George Allen & Kliwon di Surakarta. Berdasar hasil kajian Unwin. sejarah dan verifikasi dengan kondisi aktual, keempat teori mengenai faktor terbentuknya

261 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264

Hastuti, F.E. 2008. “Potensi dan articles/hak-dan-kewajiban-raja-sebagai- Pengembangan Kampung Etnik Arab titisan-dewa-vQJJB [Diakses pada 25 sebagai Aset Wisata di Surakarta”, Juni 2020]. Laporan Tugas Akhir. FSSR, UNS. Qomarun dan Budi Prayitno. 2007. “Morfologi Hernowo, Bimo. 2015. “Studi tentang Lokasi Kota Solo (Tahun 1500-2000)”, dalam Benteng-Benteng di Surakarta (1672, Dimensi Teknik Arsitektur Vol. 35 No.1. 1743, 1756, 1832)”, dalam ATRIUM, Ridwiyanto, A. 2011. ”Batavia sebagai Kota Vol. 1, No. 1. Dagang pada Abad XVII sampai Abad Karjoko, L. 2005. ”Budaya Hukum Keraton XVIII”. Skripsi. Fakultas Adab dan Surakarta dalam Pengaturan Tanah Humaniora. UIN Syarif Hidayatullah. Baluwarti sebagai Kawasan Cagar Rosiana, B.R. 2013. “Terbentuknya Birokrasi Budaya”. Tesis. Ilmu Hukum. UNDIP. Modern di Surakarta Tahun 1945-1950”. Kesheh, Natalie Mobini. 2007. Hadhrami Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah. UNS. Awakening Kebangkitan Hadhrami Saefullah, H. 2013. ”Kaum Arab-Hadrami di Indonesia. Jakarta : Akbar. Indonesia: Sejarah dan Dinamika Kurniawan. R. 2011. “Tanah di Keraton Diasporanya”, https://antimateri.com/ Surakarta (Studi Sosiologi mengenai kaum-arab-hadrami-di-indonesia-sejarah

Konflik atas Kepemilikan dan Penguasaan -dan-dinamika-diasporanya-1/#/

Tanah di Lingkungan Keraton Surakarta)” [Diakses 17 Juni 2020]. dalam Jurnal Ilmu Administrasi Publik Sajid, R.M. 1984. Babad Sala. Perpsutakaan Universitas Brawijaya, Edisi 6 No.1. Istana Mangkunegaran, Solo. Kusumastuti. 2016a. “Pengaruh Budaya dalam Santoso, J. 1984. “Konsep Struktur dan Bentuk Pembentukan Ruang Kota Sala Sejak Kota di Jawa s/d Abad XVIII”. Dalam Perpindahan Sampai dengan Junianto. 2019. “Konsep Mancapat- Peletakan Motif Dasar Kolonial”, dalam Mancalima dalam Struktur Kota Region, Vol. 1, No. 1. Kerajaan Mataram Islam Periode ______. 2016b. “Proses dan Bentuk Kerajaan Pajang sampai dengan Mewujudnya Kota Solo Berdasarkan Surakarta”, dalam Mintakat, Vol. 20, Teori City Shaped Spiro Kostof” dalam No.2 Region, Vol. 1, No. 1. Setiawati, N.A. 2011. Dari Tanah Sultan Kusumo, D.A., Widyawati, Maria H.D.S. menuju Tanah Rakyat. Yogyakarta : 2013. “Perkembangan Struktur Ruang STPN Press dan Identitas Kota Surakarta Tahun 1745 Soemardjan, Selo. 1981. Perubahan Sosial di -1945”. Hasil Penelitian. FMIPA, UI. Yogyakarta. Dalam Zaenurrosyid, A. Moleong, L. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. 2013. “Maridjan Menang Taruhan Bandung : PT Remaja Rosda Karya. (Analisis Antropologis terhadap Muhafizga. 2014. ”Gerakan Anti-Swapraja di Pertarungan Agama-Budaya Maridjan Daerah Istimewa Surakarta 1945-1946”, pada 2006)” dalam Analisa Vol. 20, https://hafizsejarah.wordpress.com/2014 No.2 /06/24/gerakan-anti-swapraja-di-daerah- Suryono, S.J. dan Aji Wiyoko. 2015. istimewa-surakarta-1945-1946/ [Diakses “Peleburan Tradisional Pasir Besi pada 1 Juli 2020]. Bengawan Solo dan Pasir Besi Merapi Mulyadi, M. H. 1999. Runtuhnya Kekuasaan untuk Bahan Baku Besi Keris dan Pamor "Kraton Alit": Studi Radikalisasi Sosial Keris”. Hasil Penelitian. ISI Surakarta. "Wong Sala" dan Kerusuhan Mei 1998 Tibbetts, G.R. 1956. ”Pre-Islamic Arabia and di Surakarta. LPTP Surakarta. South-East Asia”, dalam Journal of the Prasetyo, H. 2001. “Wajah Kauman Surakarta Malayan Branch of the Royal Asiatic 1910-1930”, Skripsi. FIB, UGM. Society Vol. 29, No. 3 Priyatmoko, H. 2017 Maret 7. “Historiografi Zaida, S.N.A. dan Nurhayati H.S.Arifin. 2010. (Keturunan) Arab di Solo”. Joglosemar. “Surakarta: Perkembangan Kota sebagai Opini : 9 Akibat Pengaruh Perubahan Sosial pada Putri, R.H. “Hak dan Kewajiban Raja sebagai Bekas Ibukota Kerajaan di Jawa”, dalam Titisan Dewa”, https://historia.id/kuno/ Jurnal Lanskap Indonesia, Vol. 2, No. 2. 262 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah...

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta aliran sungai dan bandar dagang di Surakarta Sumber: Sajid, 1984

Lampiran 2. Pemetaan aktivitas ekonomi etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon Sumber: DTRK Surakarta, diolah kembali oleh Bazher, 2020

263 Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264

Lampiran 5. Lokasi Benteng Vastenburg dapat melihat ke keraton, Kampung Arab, dan Pecinan Sumber: httpstumpi.idbeteng-vastenburg-ruang- seni-terbuka-di-kota-solo, diolah kembali oleh Bazher, 2020

Lampiran 3. Pemetaan permukiman etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon

Lampiran 4. Pemetaan tata Kota Surakarta Lampiran 6. Pemetaan rumah tua etnis Arab di berdasar kebijakan Keraton Kasunanan Kampung Arab Pasar Kliwon Sumber: DTRK Surakarta, diolah kembali oleh Sumber: DTRK Surakarta, diolah kembali oleh Bazher, 2020 Bazher, 2020

Lampiran 7. Lini waktu faktor terbentuknya Kampung Arab Pasar Kliwon di Surakarta

264