Dinamika Terbentuknya Wilayah Kampung Arab Di Surakarta the Dynamics of Kampung Arab Development in Surakarta
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Volume 18 Issue 2 October 2020, pages:249-264 Dinamika Terbentuknya Wilayah Kampung Arab di Surakarta The Dynamics of Kampung Arab Development in Surakarta Najmi Muhamad Bazher * MENARA, Study and Research Center of Arab Ancestry in Indonesia Email : [email protected]* DOI: https://doi.org/10.20961/arst.v18i2.43363 Received:July 28, 2020 Revised: September 17, 2020 Accepted: September 18, 2020 Available online: October 31, 2020 Abstract A majority of modern-day Arab-Indonesians are the descendant of Hadramaut immigrants who came to Indonesia. They have stayed and settled in area near each other that are now known as kampung Arab. Most kampung Arab in Indonesia show that Arabs had similar pattern in their way of settling. Surakarta, as the chosen location, has kampung Arab located at Pasar Kliwon. There are theories about how these kampung Arab, including Pasar Kliwon, were developed. The objective of this study is to explore the four theories of Kampung Arab Pasar Kliwon development factors and the chronological sequence of those factors. This study is a qualitative research that uses secondary analysis of the previous studies as its method. Data verification utilised triangulation method, using various approaches, such as observation, interview, and participatory mapping. All four theories are considered valid. Based on the history of Kampung Arab Pasar Kliwon development, the factors in chronological order are economic activities, community, keraton (imperial) government policy, and colonial government policy. Keywords: Arab-Indonesian, district, kampung Arab, Pasar Kliwon, settelement. 1. PENDAHULUAN Munawar di Palembang, dan Kampung Arab Ampenan di Lombok adalah sedikit contoh Mayoritas orang Arab yang kini tinggal di Kampung Arab di Indonesia. Terbentuknya Nusantara adalah keturunan dari imigran klaster permukiman Arab pada berbagai kota Hadramaut yang menetap di Indonesia (Berg, di Indonesia, menunjukkan adanya persamaan 2010). Wilayah Hadramaut kini menjadi pola bermukim para imigran Hadramaut. sebuah provinsi di Republik Yaman. Setelah Terdapat beberapa teori mengenai faktor kedatangannya di berbagai kota di Nusantara, pemukiman etnis Arab di satu wilayah. Teori para imigran dari Hadramaut cenderung pertama, aktivitas ekonomi menjadi faktor menetap dan bermukim di suatu wilayah dan terbentuknya permukiman Arab. Hadrami saling berdekatan. Wilayah tempat orang- bermigrasi ke Asia Tenggara untuk berdagang orang Hadramaut (disebut Hadrami) tinggal dan mencari kehidupan yang lebih baik lalu dikenal dengan istilah Kampung Arab. (Kesheh, 2007). Mereka singgah lalu menetap Kampung Ampel di Surabaya, Embong Arab di berbagai area pusat perdagangan. Hubungan di Malang, Kampung Arab Panjunan di Cirebon, sosial dalam komunitas menjadi teori lain Kampung Empang di Bogor, Kampung Arab faktor pemukiman etnis Arab. Dijelaskan pula Pasar Kliwon di Surakarta, Kampung Arab Al- oleh Kesheh (2007), bahwa imigran Hadrami Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 18 (2) October 2020: 249-264 cenderung menetap di kawasan tempat saudara tata ruang kota (lihat gambar 1). Pertama atau imigran dari desa yang sama tinggal. adalah perekonomian. Memudahkan aktivitas Teori lain adalah peraturan kerajaan sebagai ekonomi dapat menjadi alasan preferensi alasan terbentuknya klaster permukiman Arab. bermukim. Keberadaan pengusaha besar juga Pada periode kerajaan di Indonesia, raja dapat mempengaruhi tatanan ruang kota. berkuasa atas keseluruhan wilayahnya. Tata Kedua, kesamaan budaya yang berlaku dalam ruang di Jawa mengikuti kebijakan keraton komunitas (masyarakat) dapat mempengaruhi (kerajaan) sesuai struktur sosial masyarakat dan pola dalam kehidupan sehari-hari, termasuk kosmologi Jawa (Kusumastuti, 2016b). Teori dalam preferensi bermukim. Ketiga, kebijakan terakhir yaitu permukiman Arab terbentuk di penguasa pada tiap-tiap periode menjadi andil masa kolonial Belanda. Dijelaskan oleh besar dalam pembentukan tata ruang kota. Priyatmoko (2017), pemukiman etnis Arab mapan berkat politik pemerintah Belanda. 2. METODE Kajian terhadap teori-teori tersebut dapat Penelitian mengenai fenomena terbentuknya dilakukan melalui penelusuran sejarah dan permukiman etnis Arab di Surakarta, tergolong pengamatan pada kondisi eksisting salah satu penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2007), Kampung Arab di Indonesia, untuk menemukan penelitian kualitatif adalah penelitian yang faktor bermukimnya. Salah satu kota tua di bermaksud untuk memahami fenomena tentang Indonesia yang menyimpan berbagai warisan apa yang dialami oleh subjek penelitian secara kebudayaan dari bermacam etnik adalah holistik dengan cara deskripsi. Analisis data Surakarta (Prasetyo, 2001). Sehingga Surakarta dilakukan dengan metode analisis sekunder. (Solo) dipilih sebagai lokasi penelitian dan Hakim (1982) merumuskan analisis data eksplorasi sejarah pemukiman etnis Arab. Di sekunder sebagai analisis lebih lanjut data sana terdapat permukiman etnis Arab yang yang sudah ada, yang memunculkan simpulan dikenal dengan Kampung Arab Pasar Kliwon. tambahan dan atau yang berbeda dari apa yang Wilayahnya cukup luas dan terus berkembang telah disajikan temuan penelitian terdahulu. hingga sekarang, serta berada di kawasan pusat Data sekunder dikumpulkan melalui studi kebudayaan dan sejarah Solo. Di masa lalu, pustaka yang terkait dengan kampung Arab. daerah ini adalah pasar untuk jual beli kambing Selanjutnya, data sekunder diolah dan yang buka pada hari Kliwon (Sajid, 1984). dieksplor untuk mencapai runtutan sesuai Terdapat kesimpang siuran teori tentang tujuan penelitian. bagaimana terbentuknya Kampung Arab di Selanjutnya dilakukan verifikasi data dengan Indonesia, termasuk di Surakarta. Sehingga, metode triangulasi. Menurut Denzin (1970), penelitian ini bertujuan mengkaji kebenaran triangulasi adalah pemaduan berbagai sumber faktor-faktor terbentuknya dan berkembangnya data, teori, dan metode dalam suatu penelitian. Kampung Arab Pasar Kliwon di Surakarta dan Triangulasi metode dipilih karena satu dan lain bagaimana urutannya secara kronologis. metode akan saling menutup kelemahan Berdasar analisis Zaida dan Arifin (2010) sehingga hasilnya menjadi lebih valid. Metode mengenai perkembangan Kota Surakarta, verifikasi yang dimaksud antara lain melalui diperoleh 3 faktor yang menentukan perubahan observasi kawasan Kampung Arab Pasar Kliwon, pemetaan bersama komunitas etnis Arab (participatory mapping), serta wawancara dengan pemerhati komunitas Arab-Indonesia, kerabat keraton yang juga penduduk di Baluwarti, dan komunitas etnis Arab di Solo. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasar data sekunder, terdapat 4 teori faktor Gambar 1. Faktor yang berpengaruh terhadap tata terbentuknya Kampung Arab Pasar Kliwon, ruang Kota Surakarta yaitu aktivitas ekonomi, komunitas, kebijakan Sumber : Zaida dan Arifin (2010). kerajaan, dan kebijakan kolonial Belanda. 250 Najmi Muhamad Bazher, Dinamika Terbentuknya Wilayah... 3.1 Faktor Aktivitas Ekonomi 3.1.2 Kegiatan Ekonomi Imigran Arab dan Keturunannya di Indonesia pada Masa Lalu Aktivitas ekonomi menjadi salah satu teori faktor terbentuknya Kampung Arab. Bagian ini Berg (2010) menjelaskan bahwa jarang ditemui berisi kajian sejarah kegiatan ekonomi imigran orang Arab yang tidak berminat dengan Arab di Indonesia, khususnya di Surakarta, perdagangan. Sama seperti orang Cina, mereka dan korelasinya dengan kondisi aktual. menjadi pedagang perantara dengan membeli barang dalam jumlah besar, untuk kemudian 3.1.1 Migrasi Pedagang Arab ke Indonesia dijual lagi. Pusat perdagangan golongan Arab Berdasar wawancara pada 17 Juni 2020 dengan yang besar pada masa itu adalah Batavia (kini Adil Abdullah Albatati, pemerhati komunitas Jakarta), Semarang, Surabaya, dan Singapura. Arab-Indonesia, bangsa Arab datang ke Di sana mereka membeli komoditas impor Indonesia sebagai pedagang sejak periode pra- dalam jumlah besar. Pedagang besar ini lalu Islam pada abad ke-4. Kemungkinan titik menjual barangnya ke rekan dagang di berangkat mereka dari Negeri Syam, yang berbagai tempat dan atau ke penjaja Arab. artinya asal pedagang bisa beragam seperti Komoditas utama dari pedagang Arab adalah dari Syam sendiri, Afrika Utara, Yaman, dll. cita katun dan katun India yang diimpor dari Pedagang Arab ini masuk ke Kota Barus, Eropa. Komoditas berupa berlian dan batu Sumatera Utara dan mendirikan permukiman permata lainnya, dijual pada beberapa tempat tahun 627-643, yang diketahui sebagai di kota besar. Sedikit dari mereka juga menjual Kampung Arab pertama di Indonesia. Menurut komoditas impor berupa barang dari emas dan Tibbetts (1956), sejak abad ke-7 mulai tampak perak, arloji, makanan yang diawetkan, rute perdagangan tetap antara Arab Selatan senjata, tembikar, rempah-rempah, cerutu, dengan Asia Tenggara. minyak tanah, dan sebagainya. Mayoritas orang Arab yang kini tinggal di Kebanyakan imigran Arab yang menjadi kaya Indonesia adalah keturunan dari imigran di Indonesia, memilih untuk tidak pulang Hadramaut yang menetap. Kedatangan imigran karena sudah hidup makmur dan tidak lagi Hadramaut dalam jumlah besar yang pertama mencintai tanah airnya. Mereka meninggalkan terjadi pada abad ke-13 hingga 15 (Saefullah, Hadramaut dalam keadaan miskin, lalu 2013). Eksodus kedua terjadi pada abad ke-17 merasakan kepuasan hidup di Indonesia yang hingga awal abad ke-20, yang puncaknya tak dirasakan sebelumnya (Berg,2010). Karena terjadi pada awal dan akhir abad ke-19. alasan budaya, beberapa anggota suku harus Kondisi ekonomi dan politik yang buruk, meninggalkan sedikit kemewahannya, apabila menyebabkan