SEJARAH ARSITEKTUR Melalui Visual - Estetik Diorama Dan Litografi Nusantara
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEJARAH ARSITEKTUR Melalui Visual - Estetik Diorama dan Litografi Nusantara YUKE ARDHIATI SEJARAH ARSITEKTUR Melalui Visual-Estetik Diorama dan Litografi Nusantara YUKE ARDHIATI PENERBIT UP2M FTUP JAKARTA Sejarah Arsitektur : Melalui Visual-Estetik Diorama dan Litografi Nusantara Yuke Ardhiati Hak Cipta Yuke Ardhiati Cetakan 20, Mei 2020 Diterbitkan oleh UP2M FTUP Jl. Raya Lenteng Agung Srengseng Sawah Jakarta 12640 Jakarta Selatan Tel.021- 7864730 email: [email protected] Desain Sampul : Menyunting lukisan Borobudur: Nature in Meditation (2000) karya Srihadi Soedarsono (lahir 1931) Medium lukisan oil in canvas 90 x 100 cm (35.4 x 39.4 in) Perpustakaan Nasional – Katalog Dalam Terbitan Ardhiati, Yuke, Pengantar, Antariksa Sudikno. Jakarta- UP2M FTUP, 2020 Xvi + 148; 15,5 cm x 23 cm ISBN : 978-602-53164-6-3 i Sejarah Arsitektur : Melalui Visual-Estetik Diorama dan Litografi Nusantara Y U K E A R D H I A T I Penerbit: UP2M FTUP Universitas Pancasila Jl. Raya Lenteng Agung Srengseng Sawah Jakarta Selatan ii Cetakan Pertama, 2020 Hak cipta pada penulis. Dilarang menerbitkan ulang atau mengalihmediakan terbitan ini dalam bentuk apapun tanpa izin dari penulis. UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta iii ....Teruntuk Anak Bangsa, yang mencintai karya Arsitektur sebagai ungkapan rasa bersyukur dan cara untuk mencintai kecerdasan Ilahiah yang mewujud dalam sosok rupa lahiriah ... dari sebuah ruang di tengah kesunyian untuk pengisi semesta harapan Jakarta, era pandemic covid-19, 2020 iv Ungkapan terimakasih tak terkatakan, kepada seluruh pribadi mulia, yang ikut menyemai kebajikan, hingga buku ini hadir tersedia, semoga jejak pena ini menginspirasi Anak Bangsa v Kata Pengantar sekaligus Sambutan Dari Pakar Arsitektur Prof. Antariksa Sudikno Guru Besar Arsitektur Universitas Brawijaya Dalam menyusun sebuah buku mengenai sejarah arsitektur masa lampau pada umumnya ternyata antara satu penulis dengan penulis lainnya tidak sama. Hal yang menarik adalah bagaimana kehebatan seorang penulis buku sejarah arsitektur dalam mengumpulkan dan menghimpun sumb-sumber yang ingin dijadikan bahan tulisannya. Perbedaan dalam mencari dan mengumpulkan informasi dan data inilah merupakan keahlian seorang penulis dalam mencari sumber utama, terutama sumber informasi dimasa lampau. Sudah sewajarnya kalau penyusunan buku ini melewati sebuah proses pengerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ketajaman dalam mengambil dan menyusun berbagai macam data yang digunakan dalam penulisan. vi Tentu saja tahapan-tahapan yang telah dilakukan penulis adalah merekam jejak-jejak masa lampau melalui observasi, pengumpulan, dan penelusuran keberadaan arsip-arsip langka, yang masih tersimpan dengan baik. Pendekatan litografi dan diorama telah yang dilakukan, menghasilkan temuan-temuan historis arsitektural yang tersusun dengan baik. Pustaka-pustaka inipun disusun berdasar pada sumber-sumber, seperti semi historiografi, arsitektur tradisional Indonesia, pustaka daerah, arsitektur Nusantara, arsitektur modern Indonesia, dan sejarah arsitektur dan perkotaan pun digunakan. Hal inilah yang menjadi sebuah kelengkapan dalam menyusun dan menulis sebuah buku sejarah arsitektur. Penyajiannya ditulis dalam susunan gambar-gambar atau lukisan-lukisan arsitektur yang di dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa historis pada masa itu. Beberapa bagian diungkapkan dalam buku ini mengenai budaya arsitektur peradaban Eropa pada masa pemerintah Hindia-Belanda turut mengisi dan memberi makna dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. vii Inilah bumi Nusantara tempat kita berpijak, tempat kita belajar tentang sejarah arsitektur masa lampau, yang menyenangkan dan membanggakan. Membaca dan memahami sebuah diorama itu, seperti halnya kita sedang bertamasya dan diperkenalkan secara visual tentang sejarah arsitektur masa lampau dalam bentuk demensional. Sebuah diorama terwujud dan terbentuk melalui latar sejarah, arsitektur bahkan arkeologi yang sangat kuat sebagai dasar utama dalam mempelajari dan memahami diorama tersebut dengan baik. Diorama dibentuk dalam tatanan fisik arsitektural, dan biasanya diisi oleh para perilaku sejarah, dan bisa juga disebut para pahlawan barangkali, diisi dengan peristiwa-peristiwa sejarah masa lampau dan diletakan di dalam ruangnya. Bahkan lukisan-lukisan pun dapat memperkuat catatan sejarah masa lampau yang menjadi bagian dalam mengisi diorama tersebut. Mempelajari sejarah dan arsitektur Nusantara, bukan berarti kita kembali ke sejarah arsitektur masa lampau. Hal ini penting untuk dipahami bagi para arsitek akademisi dan sejarahwan arsitektur. Bagaimana menafsirkan arsitektur Nusantara masa lampau? viii Apa yang bisa kita ambil dari masa lampau dan tumbuhkembangkan untuk masa kini? Pelajaran apa yang dapat kita ambil dengan mempelajari arsitektur Nusantara? Sebenarnya hanya dengan gambar-gambar dan diorama yang tersajikan inipun, kita bisa belajar banyak mengenai sejarah, teknologi maupun material yang digunakan di masa lampau. Demikian juga peristiwa sejarah kegiatan dari para pelakunya yang tertuang pada gambar atau lukisan diorama tersebut yang dapat menceriterakan sebuah aktifitas-aktifitas masa lampau dan juga menjelaskan sisi arsitektur bangunannya. Hal ini dikarenakan arsitektur adalah sebagai tempat bernaung, yang menaungi aktifitas atau peristiwa bersejarah yang telah berlangsung dimasa lampau sampai setelah kemerdekaan dapat menjadi sebuah sumbangan catatan yang tertulis dalam buku sejarah arsitektur ini. Buku ini menjadi sangat menarik karena mengajak kita untuk bisa memahami dalam melihat sejarah arsitektur melalui visual-estetik diorama dan litografi tentang Nusantara. ix Objek arsitektur ini yang terdapat di wilayah Nusantara menjadikan tempat kajian yang dapat memunculkan tinggalan fisik arsitektural yang terbentuk karena geografis kulturalnya. Pondok Blimbing Indah, Malang 18 Mei 2020 Antariksa Sudikno x P rakata oleh Penulis Sebagai profesi yang berbasis kebudayaan, Arsitek Indonesia sepatutnya mensyukuri keragaman arsitektur yang tersebar di tanah air. Keragaman inilah yang terekam sebagai sejarah peradaban, yang tersimpan sebagai koleksi museum, dokumentasi, dijumlah lukisan, serta gambar litografi. Tradisi merekam peristiwa melalui lukisan diwariskan oleh pemerintah kolonial. Tercatat beberapa di antaranya, Josias Cornelis Rappard (1824-1898), seorang tentara KNIL yang juga melukis keelokan nusantara. Dari lukisan-lukisannya mampu mengungkapkan ragam arsitektur vernacular nusantara. Ketrampilan dalam mereka mengguratkan pena, mampu merekam peristiwa kelampauan yang tidak mungkin lagi kita alami. xi Melalui keindahan rendering yang dianggitnya, bahkan kita dapat menyingkap wujud asli puluhan tahun lampau dari sosok arsitektur yang menjadi objeknya. Berangkat dari kekaguman atas karya-karya lukisan itu, saya terdorong untuk memuliakan karya seni lukis tersebut sebagai metode pengenalan sejarah arsitektur yang unik. Sejumlah jejak keindahan dan peradaban nusantara yang langka itupun terhimpun. Sejumlah karya lukis anggitan Abraham Salm (1857-1915). Objeknya, terutama di daerah sekitar Jawa Timur. Sementara itu, pelukis Auguste van Pers (1815-1871) melukis objek di Batavia, serta tema batavia lainnya karya Andries Beeckman dan Charles Theodore Deeleman. Beberapa karya, dua pelukis kakak beradik Adrianus Johannes Bik (1790-1872) dan Jannes Theodorus Bik (1796-1875) melukis sejumlah karya yang merekam kekunoan pada Borobudur, Artja Domas, Candi Mendut, Prambanan di bawah komando Profesor Caspar G C Reinward melalui ekspedisi ke beberapa pulau ke Jawa, Sumbawa, Adonara, Solor Timor, Ombai, Bandanaira, Kisar, Ambon dan pulau lainnya. xii Sementara itu koleksi pelukis Johannes Muller 1859, melukis reruntuhan candi Jabung di Probolinggo, petilasan Macan Putih di Banyuwangi, Kompleks Percandian Dataran Dieng, Candi wringin lawang, Candi Muteran melengkapi tema percandian. Di sisi lainnya, lukisan naturalis Antoine Payen (1792-1853) melengkapi objek-objek yang terlewat. Pelukis Belgia, M.E.H.R van den Kerkhoff (1830-1908), bekerja sebagai admistratur pabrik rokok Tanah Wangi, Malang. Dan juga karya lukis Franz Wilhelm Junghun (1809-1864), Paulus Lauters (1806-1875). Lalu, bagaimana memulainya? Sejumlah pustaka yang selama ini menjadi panduan belajar kelampauan arsitektur nusantara, ingin saya perkaya menjadi cara belajar sejarah arsitektur yang menyenangkan. Terobosan kecil ini barangkali bukan sesuatu kebaharuan. Hanyalah gerbang masuk dari arah pandang yang sedikit berbeda. Meskipun kelak hasilnya belum sepenuhnya menggembirakan, namun saya ingin menawarkan cara belajar sejarah arsitektur melalui alur cerita/ storyline sejarah dalam bingkai teori Hegelian. xiii Yaitu tinggalan Presiden Soekarno yang luput dari pembahasan sejarah kebangsaan yang diwujudkan melalui diorama. Kini, 51 kotak diorama masih terpajang di empat sisi dinding hall Museum Sejarah Kebangsaan di Tugu Nasional. Tepatnya mengisi di ruang basemen/ bawah tanah. Komposisi diorama yang ditampilkan, memang bukan sepenuhnya merupakan gagasan Presiden Soekarno (1964) , karena di era Presiden Soeharto (1970) juga menambah serta menguranginya ketika meneruskan projek tersebut. Beruntunglah saya menyimpan arsip kesejarahan yang berperan sebgai storyline diorama tersebut, berikut adegan-adegannya yang dinamai draibooken. Ketika buku tersebut diserahkan, sempat terjadi diskusi panjang dengan salah satu penganggitnya, seniman Edhi Sunarso (alm.). Karena memahami semangat yang ada di dalamnya, maka saya memberanikan diri untuk mengawinkan seluruh adegan diorama, sebanyak 51 (lima puluh satu)