Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Perbandingan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya dan Film Jenderal Soedirman dengan Pendekatan Mimetik

1 2 3 Ambar Arumsari , Yulia Esti Katrini , Rangga Asmara Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tidar [email protected]

Abstrak Tujuan penelitian ini untuk menemukan persamaan dan perbedaan dalam perbandingan alur novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman dengan pendekatan mimetik serta menyusun langkah pembelajarannya. Pada pengumpulan data digunakan metode simak dan teknik catat, sedangkan dalam analisis data digunakan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisis mimetik. Analisis mimetik berarti menghubungkan peristiwa dalam karya sastra dengan peristiwa faktual di dunia nyata. Hasil dari penelitian ini yaitu (1) novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman memiliki persamaan alur peristiwa sebanyak 22 peristiwa, sedangkan perbedaan keduanya yaitu pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman terdapat 33 peristiwa yang menunjukkan adanya peristiwa yang memiliki kaitan dengan kejadian dalam kehidupan nyata Jenderal Sudirman dan peristiwa perang gerilya, sedangkan pada film Jenderal Soedirman terdapat 27 peristiwa yang memiliki kaitan dengan peristiwa tersebut, dan (2) penelitian ini dapat diterapkan pada kompetensi dasar 4.3 mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita sejarah dalam sebuah teks eksplanasi di SMA kelas XII.

Kata kunci: alur, film, novel, pembelajaran

Abstract The objective of this research are to get the details of the similarities and differences in plot comparison of the 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel and Jenderal Soedirman movie with mimetic approach, and to arrange the historical story text lesson plan. The technique of collecting data was observe and record, while descriptive qualitative with analyze and compare was used to analyze the data and the technique of analysis was mimetic analysis. The results of this research are (1) 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel and Jenderal Soedirman movie had 22 similarities plot, whereas the different from novel and movie there were 33 events from 693 Km Jejak Gerilya Sudirman novel had the relation with the real life events, it was General Soedirman and guerrilla warfare event, while in Jenderal Soedirman movie, there were 27 events had the relation with it, and (2) this research were implemented on basic competency 4.3, to construct the values from the information of historical story in an explanation text in twelveth grade senior high school.

Key words: plot, movie, novel, study

PENDAHULUAN Pembelajaran sejarah di sekolah selama ini kurang diminati oleh mayoritas siswa, dibuktikan dengan rendahnya partisipasi dan antusiasme

1 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ siswa saat pembelajaran (Sayono, 2013, p. 9). satu penyebabnya, media dalam penyampaian sejarah hanya berupa guru di kelas yang menyajikan pakem sejarah dengan nuansa politis yang formal tanpa menghadirkan unsur estetis dengan gaya penceritaan yang menarik. Padahal, penyajian sejarah dengan sentuhan imajinasi tanpa menghilangkan peristiwa nyata yang ada, menjadi hal penting agar sejarah lebih menarik untuk dipelajari. Oleh karena itu, agar dalam pembelajaran teks cerita sejarah pada mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak mengulangi kegagalan pembelajaran sejarah, maka dibutuhkan media baru dalam pembelajaran, seperti novel dan film sejarah. Novel dan film sejarah dapat dijadikan alternatif penggunaan media yang menarik dalam pembelajaran sejarah, salah satunya novel berjudul 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman. Kedua karya tersebut memiliki latar belakang peristiwa yang sama, yaitu sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya sehingga siswa dapat mengambil teladan yang baik berdasarkan peristiwa yang dialami Jenderal Sudirman dan pasukannya saat melakukan perang gerilya. Oleh karena novel dan film tersebut berlatar peristiwa yang sama, yang juga ada dalam perisiwa sejarah yang sesungguhnya, maka dapat dibandingkan alur peristiwanya dengan pendekatan mimetik. Perbandingan alur dengan pendekatan mimetik berarti menghubungkan alur pada novel dengan alur pada peristiwa nyata yang terjadi, begitu pula pada film. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2012, p. 113), plot sebuah karya fiksi merupakan struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Alur pada novel dan film masing-masing dihubungkan dengan alur pada peristiwa sejarah yang sesungguhnya terjadi di dunia nyata. Itulah esensi dari penggunaan pendekatan mimetik pada penelitian ini. Pengkajian karya sastra dengan pendekatan mimetik berarti memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan sesungguhnya. Rahayu (2014) menyatakan bahwa kritik mimetik merupakan kritik yang memandang karya sastra sebagai tiruan aspek-aspek alam, pencerminan atau penggambaran dunia dan kehidupan. Hasil dari penelitian ini dapat diimplementasikan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013 kelas XII semester ganjil, kompetensi dasar 4.3 yaitu mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita sejarah dalam sebuah teks eksplanasi. Pada Kurikulum 2013, guru diberikan kesempatan untuk melaksanakan pembelajaran secara kreatif dalam pengembangan materi, pengelolaan proses pembelajaran, serta penggunaan metode dan model pembelajaran (Kemendikbud, 2016). Oleh karena itu, artikel ini dimaksudkan untuk memperoleh rincian persamaan dan perbedaan dalam perbandingan alur novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman dengan pendekatan mimetik serta menyusun langkah pelaksanaan pembelajaran teks cerita sejarah melalui perbandingan alur pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman dalam pengajarannya di SMA.

2 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/

METODE Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Sudaryanto (2015) menyatakan bahwa metode simak dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa, sedangkan teknik catat merupakan teknik lanjutan dari metode simak. Dalam penelitian ini metode simak diterapkan pada penyimakan penggunaan bahasa berupa narasi dan tuturan pada novel dan film. Pengumpulan data pada novel dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa yang berupa kutipan teks pada novel lalu mencatat kutipan teks yang mendukung terjadinya alur yang menjadi data penelitian. Pengumpulan data dari film dilakukan dengan menyimak atau menonton film lalu mencatat peristiwa yang berlangsung dalam adegan tersebut. Pada analisis data digunakan metode deskriptif komparatif dan teknik analisis mimetik. Metode deskriptif komparatif dilakukan dengan menguraikan dan membandingkan data (Ratna, 2015), sedangkan teknik analisis mimetik dilakukan dengan menghubungkan peristiwa dalam karya sastra dengan peristiwa nyata di luar karya sastra. Metode deskriptif komparatif dan teknik analisis mimetik pada penelitian ini diterapkan dalam analisis perbandingan alur novel dan film yang menjadi data penelitian dengan cara menguraikan data dan membandingkannya dengan data lain di dalam film maupun di luar karya sastra. Langkah-langkah yang dilakukan pada analisis data yaitu (1) menyajikan data secara urut sesuai alur peristiwanya dan memberikan keterangan peristiwa yang terjadi pada data tersebut baik pada novel maupun film; (2) tiap-tiap data dicari hubungannya dengan peristiwa pada kehidupan nyata melalui sumber buku Doorstoot Naar Djokja dan Soedirman: Seorang , Seorang Martir, serta laman tirto.id sehingga ditemukan jumlah data yang memiliki hubungan dengan peristiwa faktual; (6) mencari persamaan alur peristiwa melalui data pada novel dan film sehingga ditemukan jumlah data peristiwa pada novel dan film yang memiliki persamaan; (4) mencari perbedaan alur peristiwa pada novel dan film sehingga ditemukan alur peristiwa yang berbeda pada novel dan film.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pada bagian ini dipaparkan alur peristiwa pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman.

Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman Penyajian cerita pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dimulai dari prolog dengan subjudul “Bayangan Tingwe”. Pada bagian prolog diceritakan tentang akhir hayat Jenderal Soedirman. Sebelum meninggal, Jenderal Soedirman sakit dan di rawat di rumahnya setelah melakukan Perang Gerilya selama tujuh bulan. Namun, kecintaannya pada rokok tetap tidak bisa ia tinggalkan, sebagaimana tergambar pada paragraf berikut ini: Melalui tingwe, rokok hasil nglinting dewe alias melinting sendiri, aku menemukan jalan ke surga dan neraka sekaligus. Ia yang menyebabkan tim dokter menyayat dadaku hingga meninggalkan jejak di sana. Tapi, ia juga

3 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ yang membakar gelora perang gerilya, bahkan sampai sekarang tatkala pikiranku dibebani berbagai persoalan bangsa, setelah Belanda pergi. Keadaan inilah yang membuatku tidak bisa benar-benar mampu meninggalkannya seperti disarankan Dokter Asikin Wijayakusuma (Jufridar: 2).

Jenderal Soedirman tidak bisa meninggalkan rokok atau disebutnya tingwe meskipun hal itu telah membuatnya sakit paru-paru parah. Pada suatu hari yang tidak disebutkan tanggal, bulan, dan tahunnya, diceritakan Jenderal Soedirman akhirnya meninggal dunia (Jufridar: 5). Setelah memulai cerita dengan wafatnya Jenderal Soedirman, penulis menceritakan masa ketika Jenderal Soedirman masih hidup, yang diawali dengan penceritaan “Operasi Burung Gagak” yaitu serangan mendadak Belanda ke , ibu kota negara saat itu (Jufridar: 6). Sebelum melakukan penyerangan mendadak ke Yogyakarta, semua tentara Belanda melakukan konsolidasi yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Simon Spoor. Ia mengatakan akan membebaskan Yogya dari ekstremis dan menangkap Soekarno bersama pengikutnya (Jufridar: 9). Pada saat yang sama, di rumahnya, di Jalan Bintaran, Jenderal Soedirman sedang terbaring sakit. Batuk yang diderita membuatnya tidak bisa tidur. Sebelumnya, beliau sempat dirawat di Panti Rapih dan pulang ketika belum sepenuhnya pulih (Jufridar: 13). Kesehatan Jenderal Soedirman mulai menurun drastis setelah pemberontakan PKI di (Jufridar: 27). Dokter Suwondo melakukan pemeriksaan terhadap Jenderal Soedirman. Menurutnya, beliau terkena koch tetapi keluarganya tidak percaya (Jufridar: 32). Akhirnya, paru-paru Jenderal Soedirman harus diistirahatkan atau tidak bisa berfungsi lagi (Jufridar: 35). Dalam keadaan sakit itu, Suprapto menyampaikan kabar duka kepada Jenderal Sudirman yang sedang sakit, bahwa Urip Sumoharjo telah meninggal dunia (Jufridar: 40). Cerita berlanjut di markas tinggi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Berbagai kelompok tentara melakukan konferensi (Jufridar: 42) dan agendanya memilih panglima TKR (Jufridar: 46). Soedirman dan Urip Sumoharjo berhasil menjadi dua kandidat yang bertahan hingga pemilihan putaran kedua). Suara untuk Sudirman hanya unnggul satu suara dari Urip Sumoharjo. Namun, Kolonel Mohammad Nuh membawa enam suara perwakilan dari komandan resimen di . Semuanya memilih Sudirman (Jufridar: 49) dan Urip tetap menjabat Staf Umum TKR (Jufridar: 50). Jenderal Soedirman mendapatkan berbagai laporan dan menyuruh Suparjo untuk mencari laporan terbaru di istana (Jufridar: 56) sedangkan Nolly datang dan melaporkan bahwa Maguwo diserang Belanda (Jufridar: 58). Akhirnya, Jenderal Soedirman yang masih sakit datang ke istana dengan dipapah Dokter Suwondo dan Nolly (Jufridar: 61). Dokter Asikin yang melihat menyuruhnya beristirahat di kamar istana (Jufridar: 63). Jenderal Soedirman bersikukuh mengajak Soekarno dan untuk ikut bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di Yogyakarta apapun resikonya (Jufridar: 67-68). Di dalam kamarnya, Jenderal Soedirman menuliskan surat yang berisi Perintah Kilat bagi Angkatan Perang Republik Indonesia (Jufridar: 73).

4 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Suparjo membacanya dengan keras melalui telepon dan diteruskan oleh Utoyo Kolopaking ke RRI Yogya (Jufridar: 75). Banyak warga yang berbondong-bondong mengungsi (Jufridar: 78) dan Jenderal Sudirman berpamitan dengan isterinya (Jufridar: 80). Rombongan gerilya bergerak melalui Alun-Alun Kidul menuju Pojok Beteng (Jufridar: 82) dan akhirnya sampai di pinggir Sungai Opak (Jufridar: 84), lalu menyeberang dengan bantuan Camat Kretek dan sejumlah pegawainya (Jufridar: 86-87). Dari Sungai Opak, pasukan menuju Grogol (Jufridar: 88) dan beristirahat di kantor kelurahan (Jufridar: 91). Warga membuatkan tandu untuk mengangkut Jenderal Soedirman dari kelurahan (Jufridar: 93) dan menandunya tanpa alas kaki (Jufridar: 95). Setelah menempuh jarak 26 kilometer, akhirnya rombongan sampai di Palihan (Jufridar: 98) dan dilanjutkan menuju Playen (Jufridar: 100). Perjalanan dilanjutkan menuju Pracimantoro lalu ke Wonogiri, sebelum dilanjutkan ke Ponorogo (Jufridar: 108). Dari Ponorogo, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Trenggalek lalu , melalui Bendorejo (Jufridar: 120). Mereka dihadang tentara Batalion 102 yang curiga kepada pasukan gerilya (Jufridar: 121-122) lalu Fanani datang dan meminta maaf atas kejadian itu (Jufridar: 129). Sungkono menjemput rombongan menuju Kediri (Jufridar: 132). Sampai di Kediri, Nolly membeli sabun mandi dan beberapa pakaian (Jufridar: 141). Ia melihat tentara tak berseragam berseliweran (Jufridar: 142) dan makan di warung tanpa membayar (Jufridar: 143). Spoor merencanakan serangan ke Kediri (Jufridar: 153). Ketika mengetahui Kediri tidak aman lagi, rombongan segera meninggalkan Kediri (Jufridar: 155) dan menuju Karangnongko (Jufridar: 156). Untuk mengelabuhi tentara Belanda dan warga, Heru Kesser dirias seperti Jenderal Soedirman lengkap dengan tandunya, sedangkan Jenderal Soedirman yang asli berjalan kaki (Jufridar: 164). Perjalanan dilanjutkan menuju Goliman (Jufridar: 165) dan berlanjut ke dukuh Salamjudeg (Jufridar: 205). Dari Salamjudeg dilanjutkan menuju Ngliman (Jufridar: 207). Pasukan gerilya akhirnya sampai di Sedayu, tetapi patroli Belanda makin dekat (Jufridar: 242). Pasukan gerilya akhirnya meninggalkan Sedayu dan masuk lebih dalam ke hutan ketika mengetahui ada nyala obor (Jufridar: 253). Akhirnya pasukan sampai di Gunungtukul dan mungkin Belanda mengira mereka masih di Sedayu (Jufridar: 261). Perjalanan berlanjut hingga hingga Ngindeng (Jufridar: 263), Suruhwetan (Jufridar: 269), Nogosari (Jufridar: 271). Jenderal Soedirman memerintahkan Hanum Faeni untuk mengirimkan surat kepada Siti Alfiyah perihal nama untuk anak yang dikandung istrinya itu (Jufridar: 278). Jenderal Soedirman dan pasukan melanjutkan perjalanan menuju Sobo dan mendirikan markas gerilya (Jufridar: 283). Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto bahwa Jenderal Spoor telah meninggal pada akhir Mei (Jufridar: 290). Jenderal Soedirman sangat kecewa karena pemerintah telah melakukan perundingan dan menghasilkan perjanjian Roem-Royen dan meminta gerilya dihentikan (Jufridar: 292-293). Akhirnya pasukan gerilya kembali ke Yogyakarta (Jufridar: 295) dan berfoto bersama (Jufridar: 295-296). Akhirnya Jenderal Soedirman harus menemui Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Agung (Jufridar: 304).

5 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Alur Film Jenderal Soedirman Pemilihan TKR sedang berlangsung. Seorang laki-laki menuliskan hasil voting suara. Seseorang lain datang dari barisan belakang dan mengatakan ia membawa mandat enam suara dari komandan divisi di Sumatera. Semua memilih Soedirman. Urip Sumoharjo berjabat tangan dengan Soedirman, memberikan selamat. Ketika diwawancara, mengatakan dia tidak sepakat dengan terpilihnya Soedirman menjadi panglima TKR karena bekas tentara Peta. membentuk kelompok Persatoean Perdjoeangan. Soedirman yang hadir pada pertemuan kelompok itu mengatakan ia tidak sepakat dengan Tan Malaka kalau ia harus melawan pemerintahan Soekarno-Hatta. Pada malam hari, beberapa tentara mendatangi kediaman Sjahrir dan membawanya pergi. Soedirman dihadapkan pada sidang karena dituduh sebagai dalang dalam penculikan Sjahrir. Ia dituduh menyuruh tentaranya menculik Sjahrir. Sudirman mengatakan bahwa tentara pada saat itu masih tercerai berai, jadi belum tentu yang menculik Sjahrir adalah pasukannya. Seseorang laki-laki mengangkat telepon kemudian diceritakan ia mendatangi warga asing di hotel lalu keduanya pergi ke landasan udara. Mereka meminta untuk terbang ke Yogyakarta tetapi pihak landasan udara mengatakan tidak ada izin penerbangan malam itu ke Yogyakarta. Akhirnya mereka berdua menemui seseorang yang disebutnya Schuurman dan terlibat perdebatan dengannya. Pagi harinya, pasukan pesawat tempur Belanda menyerang Maguwo secara mendadak. Tentara Republik yang berjaga di sana kaget dan melakukan perlawanan dengan senjata seadanya. Rombongan pesawat tempur Belanda bercocor merah menjatuhkan bom dari udara. Satu pesawat RI di Maguwo juga terkena ledakannya. Pasukan Belanda juga terjun ke darat menggunakan parasut dan menyerang tentara secara dekat dari darat. Jenderal Soedirman meminta izin kepada anak-anak dan isterinya untuk bergerilya. Ia mendatangi Gedung Agung dan disambut presiden Soekarno. Pengumuman gerilya disampaikan melalui radio. Jenderal Soedirman membujuk presiden dan wakil presiden untuk bersama dirinya pergi meninggalkan Yogyakarta agar tidak ditangkap Belanda. Tetapi mereka menolak dan tetap bertahan di Yogyakarta apapun resikonya. Mereka akan berjuang lewat jalur diplomasi. Soedirman berangkat bergerilya bersama pasukannya dengan rasa kecewa kepada pemimpin Republik. Pasukan sampai di pinggir sungai dan disambut seorang laki-laki berpeci hitam. Malam hari ketika sampai di tempat istirahat, Nolly menunjukkan tandu yang akan digunakan untuk menandu Jenderal Soedirman selama bergerilya. Saat hendak melanjutkan perjalanan pada pagi harinya, ia sempat menolak untuk ditandu, tetapi akhirnya mau. Malam harinya, rombongan beristirahat di lembah sebuah gunung. Mereka dikejutkan dengan kehadiran seorang pemuda laki-laki yang tidak mereka kenal. Ternyata pemuda itu mengatakan ingin ikut bergerilya. Namanya Karsani. Akhirnya ia diterima untuk bergabung bersama pasukan gerilya. Jenderal Soedirman memberikan beberapa perhiasan yang diberikan isterinya untuk bekal perang, kepada Nolly. Ia memintanya mengatur keuangan mereka.

6 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Ketika pasukan menikmati waktu istirahatnya di sebuah rumah, Karsani datang membawa dokar. Ia mengatakan bahwa dirinya mencuri dokar dari markas Belanda yang tidak jauh dari tempat mereka beristirahat. Akhirnya, pasukan segera meninggalkan tempat itu karena Belanda ternyata sudah dekat. Benar saja, ketika mereka pergi, ada informasi bahwa tentara Belanda mengegledah rumah-rumah penduduk di desa yang mereka tempati sebelumnya. Ketika melanjutkan perjalanan, di tengah jalan mereka dihadang oleh tentara dari Batalion 102. Mereka menggeledah pasukan gerilya. Ketika mengetahui ternyata ada Jenderal Soedirman, pasukan gerilya dibebaskan. Di Kediri, Nolly dan Karsani menjumpai beberapa tentara yang membeli makanan tanpa membayar. Saat mengantarkan Nolly membeli baju dan sabun mandi, Karsani melihat tentara dengan ikat tangan merah. Ternyata mereka tentara komunis. Pasukan gerilya memutuskan segera meninggalkan Kediri karena dianggap sudah tidak aman lagi. Mereka meninggalkan Kediri dengan menjadikan Heru Kesser menjadi Soedirman palsu untuk mengelabuhi musuh dan warga sekitar ketika mereka meninggalkan Kediri. Jenderal Soedirman mengumumkan siaran melalui turbin air yang menggerakkan pemancar radio, bahwa tentara Indoensia masih ada dan makin kuat. Spoor yang mendengar siaran Jenderal Sudirman tidak percaya dan marah besar. Belanda akhirnya mulai masuk hutan dan mencari pasukan gerilya. Terjadi baku tembak antar pasukan tetapi tidak lama karena pasukan gerilya segera masuk hutan. Seorang warga mengabarkan bahwa tentara Belanda sudah sangat dekat dengan mereka. Beberapa pasukan bersama Jenderal Soedirman pergi menjauh dan beberapa terlibat baku tembak. Aceng terkena tembak pada telapak kakinya. Pasukan gerilya beristirahat di salah satu rumah warga sambil menyembuhkan luka Aceng. Belanda hampir saja menemukan pasukan gerilya. Sebelum pasukan pergi, Aceng yang sedang terluka disembunyikan pada tumpukan jerami. Belanda menginterogasi pemilik rumah yang dicurigai mengetahui keberadaaan Soedirman bahkan menembak mati bapak pemilik rumah itu. Pasukan gerilya berhasil menyamar sebagai santri yang sedang mengaji hingga Belanda tidak mengetahuinya. Perjalanan pasukan gerilya sampai di Sobo. Di sana akhirnya menjadi markas gerilya. Beberapa pasukan ditugaskan oleh Jenderal Soedirman untuk kembali ke Yogyakarta dengan berbagai laporan yang harus dibawa. Di tengah perjalanan, Karsani dikepung oleh tentara Belanda dan ditembak mati. Di tengah perjalanan, Karsani dikepung oleh tentara Belanda dan ditembak mati. Pasukan gerilya yang mendengar suara tembakan langsung menuju lokasi dan menemukan Karsani sudah meninggal. Jenderal Soedirman kecewa dengan perundingan pemerintah sipil yang menghasilkan perjanjian Roem-Royen. Mereka sedang berkumpul dan membicarakan surat dari Sri Sultan agar pasukan gerilya kembali ke Yogyakarta. Sesampainya di Yogyakarta, pasukan gerilya diarak menuju Gedung Agung. Presiden Soekarno menyambut dengan memeluk Jenderal Soedirman. Pengambilan foto dilakukan hingga dua kali. Presiden Soekarno menyambut dengan memeluk Jenderal Soedirman. Pengambilan foto dilakukan hingga dua kali.

7 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Pada bagian akhir dituliskan Jenderal Soedirman wafat di pada tanggal 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun karena penyakit paru-parunya yang kian parah. Jenderal Soedirman wafat di Magelang pada tanggal 29 Januari 1950 dalam usia 34 tahun karena penyakit paru-parunya yang kian parah.

PEMBAHASAN a. Kajian Mimetik Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman Peristiwa dalam novel yang dapat ditelusuri hubungannya di dunia nyata berdasarkan sumber resmi sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya sebagai berikut: (1) Jenderal Sudirman sakit dan di rawat di rumahnya setelah melakukan Perang Gerilya selama tujuh bulan. Teguh menyatakan, “Bapak memang perokok berat. Kendati ia sakit, kegemarannya merokok tetap tak bisa dihilangkan” (Tim Tempo, 2012, p.123). (2) Jenderal Sudirman meninggal dengan meminta isterinya menuntun tahlil. “Beliau menatap Ibu dan memintanya menuntun membaca kalimat tauhid. Satu kali terucap, beliau kemudian mangkat” kata Teguh (Tim Tempo, 2012, p.127). (3) Pada Sabtu 18 Desember 1948 tentara Belanda menyiapkan penyerangan ke Yogyakarta di Bandara Andir . Peristiwa itu memang sebenarnya terjadi. Pada 18 Desember 1948 di Bandar Udara Andir Bandung yang kini bernama Bandara Husein Sastranegara terjadi kegaduhan persiapan penyerangan mendadak ke Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p.27). (4) Kesehatan Jenderal Sudirman menurun drastis setelah pemberontakan PKI di Madiun. Selain kelelahan berat, beliau syok menyaksikan genangan darah sedalam lima sentimeter dan kondisi korban yang mengenaskan akibat peristiwa pemberontakan PKI itu. Akhirnya, esok paginya beliau terkapar di tempat tidur (Tim Tempo, 2012, p.123). (5) Paru-paru Jenderal Sudirman harus diistirahatkan sebelah. Karena beliau butuh penanganan cepat, tim dokter memutuskan melakukan operasi untuk menyelamatkannya dengan cara membuat paru-paru kanannya tidak berfungsi (Tim Tempo, 2012, p.42). (6) Sudirman terpilih menjadi panglima TKR mengalahkan Urip Sumoharjo karena mandat yang dibawa Kolonel Mohammad Nuh dari Sumatera, sebanyak enam suara memilih Sudriman. Mohammad Nuh yang mewakili enam divisi di Sumatera turut menjadi penentu kemenangan Sudirman dalam pemilihan panglima TKR (Tim Tempo, 2012, p.10). (7) Urip Sumoharjo diminta tetap menjadi Kepala Staf Umum TKR (Tim Tempo, 2012, p.10). (8) Nolly datang ke rumah dinas Jenderal Sudirman di Bintaran ketika beliau masih berbaring di kamar, menunggu kedatangan Kapten Separjo Roestam yang diminta meninjau situasi di istana (Pour, 2010, p.81). (9) Jenderal Sudirman bersikukuh mengajak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk ikut bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di Yogyakarta apapun resikonya. Dialog Presiden Soekarno dan Jenderal Sudirman dalam novel sama seperti dialog asli mereka yang

8 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ dicacat oleh Cindy Adams, penulis biografi Bung Karno (Pour, 2010, p.84- 85). (10) Jenderal Sudirman menulis sendiri Perintah Kilat No. 1 tertanggal 19 Desember 1948, pukul 8.00, yang selanjutnya isi surat itu langsung dipancarluaskan oleh Stasiun RRI Djokjakarta (Pour, 2010, p.82). (11) Rencana semula, perjalanan dari Kadipaten ke Pojok Beteng Kulon langsung menuju Bantul. Tetapi karena Belanda menyerang dari arah Maguwo, dari Timur, maka Nolly memerintahkan untuk melewati Parangtritis, menyusuri pantai selatan (Pour, 2010, p.98). (12) Menjelang maghrib, pasukan sampai di pinggir Sungai Opak. Tetapi karena sungai sedang banjir, sedangkan jembatan tidak ada, pasukan kemudian membuat rakit bambu untuk menyeberang. Dalam catatan Sulistyo Atmodjo dituliskan bahwa pada tengah malam, Minggu pukul 24.00 rombongan menyeberang menggunakan rakit dengan bantuan Panewu Kretek (Pour, 2010, p. 98-99). (13) Rombongan menuju Grogol untuk bermalam di kantor kelurahan (Pour, 2010, p. 99). (14) Perjalanan dari kantor kelurahan merupakan awal Jenderal Sudirman menggunakan tandu (Pour, 2010, p. 99). (15) Soedirman mengelabuhi Belanda seolah-olah ia di Wonosari, padahal ke Semanu, naik dokar yang ditarik pasukannya (Tim Tempo, 2012, p.45). (16) Belanda mengebom Wonogiri tetapi pasukan gerilya berhasil lolos (Tim Tempo, 2012, p.45). (17) Sudirman ditahan Batalion 102 karena kesalahpahaman dan dibebaskan setelah Kolonel Sungkono menjemputnya (Tim Tempo, 2012, p.45). (18) Spoor merencanakan serangan ke Kediri. Peristiwa itu berhubungan dengan penyerbuan Belanda ke Kediri pada tanggal 25 Desember 1948 (Tim Tempo, 2012, p.45). Kalau Belanda melakukan penyerangan, pasti ada perencanaan dari Spoor sebelumnya karena ialah otak dari semua penyerangan itu. Dari Kediri, Sudirman ditandu ke Karangnongko, salah satu dusun tertinggi di lereng Gunung Wilis (Tim Tempo, 2012, p.45). Oleh karena itu, rute dalam novel berkaitan dengan rute gerilya yang faktual. (19) Karena Karangnongko sudah terendus mata-mata Belanda, akhirnya pasukan mengelabuhinya dengan menjadikan Heru Kesser seolah-olah Sudirman, lengkap dengan tandunya. Mereka berjalan ke arah selatan, sedangkan Sudirman yang asli dipapah oleh Kolonel Bambang dan Kapten membawa Jenderal Sudirman ke arah utara, ke hutan di pinggir dusun (Tim Tempo, 2012, p. 39-40). (20) Dari Karangnongko, pasukan menuju Goliman dengan menempuh jarak 16 kilometer (Tim Tempo, 2012, p. 45). (21) Dari Goliman, perjalanan dilanjutkan menuju Bajulan dengan menempuh jarak 20 kilometer (Tim Tempo, 2012, p. 45). (22) Pasukan gerilya pernah berada di Banyutowo (Tim Tempo, 2012, p. 45). (23) Pasukan gerilya meninggalkan Sedayu dan terkepung di hutan rotan tetapi berhasil lolos (Tim Tempo, 2012, p. 45).

9 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ (24) Di Nogosari, Jenderal Sudirman mampu menyembuhkan orang yang sakit. Peristiwa itu sama seperti cerita putra bungsu, bahwa waktu itu ada seorang penduduk yang meminta air untuk kesembuhan isterinya. Jenderal Sudirman lalu mengambil air dari sumur dan meniupkan doa. Ajaib, orang itu bisa sembuh setelah minum airnya (Tim Tempo, 2012, p. 80). (25) Jenderal Sudirman menyuruh Faeni mengirim pesan ke rumah tentang nama bayi yang akan dilahirkan isterinya. Jika laki-laki diberi nama Teguh Bambang Cahyadi, tetapijika lahir perempuan diberi nama Tejaningsih (Tim Tempo, 2012, p. 45). (26) Jenderal Sudirman dan pasukannya mendirikan markas gerilya dan tinggal di Sobo selama kurang lebih lima bulan sejak 18 Februari sampai Juli 1949 (Tim Tempo, 2012, p. 45). (27) Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto bahwa Jenderal Spoor telah meninggal pada akhir Mei. Peristiwa itu memiliki hubungan dengan peristiwa faktualnya. Dalam artikel yang diunggah pada tirto.id, Matanasi menyatakan bahwa ia mati mendadak pada 25 Mei 1949. Beberapa pihak berspekulasi, Spoor mati dibunuh karena sebelumnya ia terlihat masih segar dan tidak memiliki gangguan penyakit mematikan sebelumnya. Ia meninggal dalam usia 47 tahun (Matanasi, 2016). (28) Peristiwa ketidaksetujuan Sudirman atas perundingan Soekarno yang menghasilkan perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949. Soekarno membujuk Sudirman pindah ke Yogyakarta agar pemimpin sipil mudah berkomunikasi dengan militer saat kedaulatan pemerintah Indonesia dipulihkan. Sri Sultan Hamengku Buwono IX juga membujuk agar Sudirman kembali ke Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 110). (29) Kolonel T.B Simatupang melukiskan, pagi buta ia mengendarai mobil ke Desa Pijoengan, pinggir Sungai Opak, untuk menjemput Sudirman (Tim Tempo, 2012, p. 110). (30) Setibanya di Yogyakarta, Sudirman ingin menemui pasukan di alun- alun kota. Parade militer telah disiapkan. Tetapi Simatupang, ketika itu menjabat Wakil Kepala Staf Angkatan Perang, menyarankan agar Sudirman terlebih dahulu menemui Soekarno-Hatta. Setelah beberapa saat beliau tidak menjawab, akhirnya beliau menyetujui saran Simatupang (Tim Tempo, 2012, p. 111).

b. Kajian Mimetik Film Jenderal Soedirman Peristiwa dalam film yang dapat ditelusuri hubungannya di dunia nyata sebagai berikut:

(1) Rapat anggota TKR awalnya dipimpin Urip Sumoharjo, tetapi karena jalannya rapat untuk pemilihan panglima TKR kurang terkendali, maka Holland mengambil alih pimpinan sidang. Jadi, tokoh yang menuliskan hasil voting suara kemungkinan besar yaitu Holland karena Urip juga terpilih menjadi salah satu calon panglima TKR (Tim Tempo, 2012, p.9). (2) Mohammad Nuh yang mewakili enam divisi di Sumatera turut menjadi penentu kemenangan Sudirman dalam pemilihan panglima TKR (Tim Tempo, 2012, p.10). (3) Sjahrir tidak menyetujui peran Peta dan organisasi militer Jepang lainnya dalam TKR (Tim Tempo, 2012, p.12).

10 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ (4) Pada Sabtu malam tanggal 18 Desember 1948 pukul 21.00, Joesoef Ronodipoero, anggota delegasi dari Indonesia dalam KTN, menerima telepon untuk segera datang ke Istana Rijswijk (Istana Merdeka) untuk menerima surat (Pour, 2016, p.15). Jadi, kemungkinan besar tokoh yang menerima telepon itu merupakan tokoh yang menggambarkan Joesoef Ronodipoero. (5) Jusuf menuju Hotel Des Indes dan menggedor kamar Merle Cochran, ketua KTN yang berasal dari Amerika Serikat. Ia keluar ruangan dengan masih memakai piyama. Air mukanya nampak keruh, wajahnya bersungut-sungut, ada orang yang berani menggedor pintu kamarnya menjelang tengah malam (Pour, 2016, p.16). (6) Jusuf dan Merle Cochran pergi ke Landasan Udara Kemajoran, tempat parkir pesawat terbang US Air Forces. Otoritas bandara tidak memberikan clearance terbang (Pour, 2016, p. 16). (7) Jusuf dan Merle menghubungi Elink Schuurman. Merle mendesak agar deadline surat ke Yogyakarta bisa ditunda agar pihak Republik masih bisa diberitahu mengenai makna pernyataan dalam surat tersebut (Pour, 2016, p.17). (8) Pasukan payung Belanda berhasil mengahancurkan pesawat angkut ringan Avro Anson yang tidak sempat mengudara ketika Maguwo mendadak disergap (Pour, 2016, p.28). (9) Tiga puluh anggota TNI di Maguwo hanya bisa membalas dengan tembakan senapan ringan (Tim Tempo, 2012, p.12). (10) Sudirman meminta Nolly untuk mengantarkannya dari rumah di Jalan Bintaran ke Gedung Agung. Dia ingin mengingatkan Presiden atas janjinya untuk mengambil alih kepemimpinan TNI dan memegang komando perang gerilya jika Belanda menyerang (Tim Tempo, 2012, p.31). (11) Sudirman memerintahkan Kapten Suparjo untuk mengumumkan strategi gerilya melalui (Tim Tempo, 2012, p.31). (12) Sudirman meminta Sukarno dan pejabat lain meninggalkan Yogyakarta agar tak ditangkap Belanda. Tetapi Sukarno dan Hatta menolak pergi dan Sudirman memutuskan bergerilya. (Tim Tempo, 2012, p.31). (13) Panewu Kretek membantu rombongan untuk menyeberang Sungai Opak (Pour, 2010, p. 98-99). (14) Siti Alfiah, isteri Jenderal Sudirman, menyumbangkan perhiasannya untuk bekal gerilya (Tim Tempo, 2012, p.48). (15) Di tengah perjalanan, pasukan gerilya dihadang oleh Batalion 102 karena disangka musuh. Pasukan dihadang karena kewaspadaan dan kesalahpahaman Batalion 102 (Tim Tempo, 2012, p.45). Ketika Kolonel Sungkono menjemput Jenderal Sudirman, Batalion 102 membebaskan pasukan gerilya (Tim Tempo, 2012, p.45). (16) Belanda menyerbu Kediri dari selatan pada 25 Desember 1948 tetapi pasukan gerilya berhasil meninggalkan Kediri. (Tim Tempo, 2012, p.45) (17) Pasukan mengelabuhi mata-mata Belanda dengan menjadikan Heru Kesser seolah-olah Sudirman, lengkap dengan tandunya. Mereka berjalan ke arah selatan (Tim Tempo, 2012, p. 39-40). (18) Tjokropranolo dan Kolonel Bambang Supeno memapah Sudirman ke arah utara, ke hutan di pinggir dusun (Tim Tempo, 2012, p. 39-40). (19) Pasukan menemukan alat pemancar radio bekas milik Belanda di sekitar

11 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ Bajulan dan menghubungi semua markas komando dan panglima TNI (Tim Tempo, 2012, p. 38). (20) Pasukan mendirikan markas gerilya dan tinggal di Sobo selama kurang lebih lima bulan sejak 18 Februari sampai Juli1949 (Tim Tempo, 2012, p. 45). (21) Jenderal Sudirman kecewa dengan perundingan pemerintah sipil yang menghasilkan perjanjian Roem-Royen. Selama bergerilya Sudirman konsisten menentang perundingan dengan Belanda (Tim Tempo, 2012, p. 109). (22) Sri Sultan Hamengku Buwono IX menulis surat kepada Sudirman, membujuknya agar kembali ke Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 110). (23) Tiga hari setelah Jenderal Sudirman menerima surat dari Sri Sultan, beliau dan pasukannya bersedia kembali ke Yogyakarta. Simatupang menjemputnya di pinggir Sungai Opak (Tim Tempo, 2012, p. 110-111). (24) Di beranda Gedung Agung, Sudirman tampak masih marah kepada Sukarno, lalu Sukarno merangkul tubuh Sudirman. Sukarno malah menanyakan kepada Frans Mendur, apakah momen fotonya sudah bagus atau belum. Frans menjawab momennya terlalu cepat. Kemudian Sukarno mengatakan untuk mengulang fotonya. Tetapi Sudirman tetap tidak memeluk balik (Tim Tempo, 2012, p. 111). (25) Pada hari Senin tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Sudirman wafat dan keesokan harinya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta (Tim Tempo, 2012, p. 127). (26) Jenderal Simon Spoor meninggal pada tanggal 25 Mei 1949 secara misterius. Dalam artikel yang ditulis oleh Matanasi pada tirto.id, beberapa pihak berspekulasi, Spoor mati dibunuh karena sebelumnya ia terlihat masih segar dan tidak memiliki gangguan penyakit mematikan sebelumnya. Tetapi, berdasarkan Notula Sidang Dewan Menteri, Spoor meninggal karena serangan jantung dan ada pihak yang mengatakan ia mengalami penghadangan di Tapanuli Tengah dan tewas (Matanasi, 2016).

c. Persamaan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan Film Jenderal Soedirman Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman memiliki persamaan alur pada peristiwa-peristiwa: 1. Meninggalnya Jenderal Sudirman 2. Pemilihan panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR) 3. Jenderal Sudirman terpilih menjadi panglima TKR karena tambahan enam suara dari komandan resimen di Sumatera yang dibawa oleh Kolonel Mohammad Nuh. 4. Jenderal Sudirman yang sedang sakit mendatangi Gedung Agung setelah ada berita Belanda menyerang Maguwo Jenderal Sudirman bersikukuh mengajak Soekarno dan Mohammad Hatta untuk ikut bergerilya. Namun, mereka tetap ingin berada di Yogyakarta apapun resikonya. 5. Utoyo Kolopaking menyiarkan Perintah Siasat Nomor 1 yang ditulis Jenderal Sudirman. 6. Warga yang akan mengungsi terlihat memenuhi jalan dan memanggul sedikit hartanya.

12 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ 7. Jenderal Sudirman berpamitan dengan isterinya, Siti Alfiah. Pasukan gerilya sampai di pinggir Sungai Opak. Sebuah tandu disiapkan pasukan dan warga untuk mengangkut Jenderal Sudirman dari kantor kelurahan.Tentara Belanda menggeledah rumah- rumah warga tempat pasukan gerilya sebelumnya berada. Rombongan dihadang tentara Batalion 102 yang curiga kepada pasukan gerilya. Fanani meminta maaf karena tidak tahu kalau yang ditahan anak buahnya itu Jenderal Sudirman. Di Kediri, Nolly melihat banyak lelaki tak berseragam yang membawa senjata. Tentara yang mengaku sebagai pejuang, yang tidak berseragam itu, terlihat makan di warung dan tidak membayar.Tentara yang mengaku sebagai pejuang, yang tidak berseragam itu, terlihat makan di warung dan tidak membayar. Untuk mengelabuhi tentara Belanda dan warga, Heru Kesser dirias seperti Jenderal Sudirman lengkap dengan tandunya, sedangkan Jenderal Sudirman yang asli berjalan kaki. Ketika tentara Belanda mulai naik, hujan turun deras dan mereka kembali turun tanpa menemukan pasukan gerilya. Jenderal Sudirman dan Pasukan melanjutkan perjalanan menuju Sobo yang strategis karena tersembunyi di balik pegunungan. Daerah itu akhirnya dijadikan markas gerilya. Nolly mendapatkan kabar dari Soeharto bahwa Jenderal Spoor telah meninggal pada akhir Mei. Jenderal Sudirman harus menghadapi kenyataan politis yang buruk baginya. Pemerintah telah melakukan perundingan dan menghasilkan perjanjian Roem-Royen dan meminta gerilya dihentikan. Di dalam mobil menuju Kota Yogyakarta, Simatupang menyampaikan adanya parade akbar di Alun-Alun Lor untuk menyambut Pak Dirman. Sebelum masuk parade, Jenderal Sudirman harus menemui Presiden dan Wakil Presiden di Gedung Agung atas saran Simatupang.

d. Perbedaan Alur Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan Film Jenderal Soedirman Dalam penyampaian alur cerita, dari 89 data peristiwa pada novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman, sebanyak 33 data menunjukkan adanya peristiwa pada novel yang memiliki kaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata, yaitu kehidupan Jenderal Sudirman dan peristiwa perang gerilya, sedangkan pada film Jenderal Soedirman, sebanyak 27 data dari 81 data memiliki kaitan dengan peristiwa faktual Jenderal Sudirman dan perang gerilya. Jika dipersentasekan, peristiwa pada novel yang memiliki hubungan dengan peristiwa nyata sebesar 37,07 % dan pada film sebesar 33,33 %.

Implementasi Pembelajaran Penelitian ini diimplementasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di SMA kelas XII dalam kurikulum 2013 bahasan teks cerita sejarah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

13 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ (1) Mengamati Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi empat kelompok. Perwakilan tiap-tiap kelompok mengambil undian yang disediakan oleh guru. Dua undian bertuliskan novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan dua undian bertuliskan film Jenderal Soedirman. Guru memberikan novel dan film tersebut kepada tiap kelompok. Guru memberikan instruksi bahwa siswa harus membaca novel / menonton film yang diberikan, lalu mengidentifikasi alur ceritanya. Setelah itu salah satu siswa membacakan materi sejarah yang diberikan oleh guru dengan judul Jenderal Sudirman dan Perang Gerilya. Tiap kelompok harus mendata peristiwa mana saja yang memiliki kaitan dengan informasi dari materi berupa sejarah nyata yang dibacakan. Peristiwa/informasi yang sudah didata harus dituliskan kembali dalam bentuk teks eksplanasi secara individu. Siswa bersama kelompoknya melakukan pengamatan dengan cara membaca novel dan menonton film yang diberikan. Siswa mengidentifikasi alur dari novel/film tersebut. Guru memberikan materi sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya dalam bentuk tulis. Salah satu siswa yang ditunjuk akan membacakannya secara bergantian dan siswa lain mendengarkan.

(2) Menanya Guru mempersilakan siswa menanyakan segala hal yang ingin ditanyakan berkaitan dengan novel/film yang diamati. Guru menanyakan bagaimana gambaran singkat isi novel dan film, apakah isi dalam novel dan film itu memiliki keterkaitan dengan materi sejarah Jenderal Sudirman dan Perang Gerilya atau tidak.

(3) Mengumpulkan informasi Siswa mulai mengidentifikasi peristiwa mana saja dalam novel maupun film yang memiliki keterkaitan dengan materi sejarah Jenderal Sudirman dan perang gerilya yang telah dibacakan.

(4) Mengasosiasi Secara berdiskusi, siswa mencocokkan peristiwa yang telah didata dengan materi sejarah yang dibacakan. Apabila ada yang tidak sesuai maka akan dihapus dari data. Secara individu, siswa membuat teks eksplanasi berdasarkan data informasi yang diperolehnya dalam diskusi kelompok. Teks eksplanasi dibuat pada kertas A3 dan dikreasikan sesuai kreatifitas masing-masing. (5) Mengomunikasikan Siswa meletakkan teks eksplanasi di atas meja masing-masing. Secara bergantian, siswa bergeser tempat dengan temannya untuk memberikan penilaian terhadap pekerjaan siswa lain. Tiap siswa dipersilakan memberikan kritik dan saran terhadap isi maupun tampilan teks, lalu memberikan satu gambar bintang pada pekerjaan siswa lain yang dianggap baik. Tiga siswa pemeroleh bintang terbanyak akan mempresentasikan hasil pekerjaannya di depan siswa lain.

SIMPULAN

Berdasarkan kajian mimetik, novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman memiliki persamaan alur peristiwa sebanyak 22

14 Repetisi: Riset Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Volume 1, Nomor 2, November 2018 http://jom.untidar.ac.id/index.php/repetisi/ peristiwa. Novel 693 Km Jejak Gerilya Sudirman dan film Jenderal Soedirman memiliki perbedaan alur peristiwa yaitu dari 89 data peristiwa pada novel, sebanyak 33 data menunjukkan adanya peristiwa pada novel yang memiliki kaitan dengan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan nyata, yaitu kehidupan Jenderal Sudirman dan peristiwa Perang Gerilya, sedangkan pada film, sebanyak 27 data dari 81 data memiliki kaitan dengan peristiwa faktual Jenderal Sudirman dan perang gerilya. Jika dipersentasekan, peristiwa pada novel yang memiliki hubungan dengan peristiwa nyata sebesar 37,07 dan pada film sebesar 33,33 %. Penelitian ini diterapkan pada kompetensi dasar 4.3 mengonstruksi nilai-nilai dari informasi cerita sejarah dalam sebuah teks eksplanasi di SMA kelas XII. Pembelajaran dilakukan selama dua kali pertemuan.

DAFTAR PUSTAKA

Jufridar, Ayi. (2015). 693 Km Jejak Gerilya Sudirman. Selatan: Noura Books. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah/Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMA/MA/SMK/MAK): Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Penulis.

Matanasi, Petrik. (2016). Misteri Kematian Jenderal Spoor. Diambil dari https://tirto.id/misteri-kematian-jenderal-spoor-bKYQ pada 31 Januari 2017.

Nurgiyantoro, Burhan. (2012). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pour, Julius. (2009). Doorstoot Naar Djokja: Pertikaian Pemimpin Sipil Militer. Jakarta: Kompas.

Ratna, Nyoman Kutha. (2012). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahayu, Ira. (2014). Analisis Bumi Manusia Karya Pramodya Ananta Toer dengan Pendekatan Mimetik. Deiksis: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 1, No. 1.

Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Sayono, Joko. (2013). Pembelajaran Sejarah di Sekolah: dari Pragmatis ke Idealis. Sejarah dan Budaya, Vol. 7, No. 1.

Subakti, Y. R. (2010). Paradigma Pembelajaran Sejarah Berbasis Konstruktivisme. SPSS,Vol. 24, No.1.

Westi, Viva. (Director). (2015). Jenderal Soedirman. [Motion Picture].

15