TIPOLOGI BANGUNAN KOLONIAL BELANDA DI SINGARAJA Typology of Dutch Colonial Building in Singaraja
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Forum Arkeologi TIPOLOGI BANGUNAN KOLONIAL BELANDA DI SINGARAJA Typology of Dutch Colonial Building in Singaraja Gendro Keling Balai Arkeologi Bali Jl. Raya Sesetan No. 80 Denpasar 80223 Email: [email protected] Naskah diterima: 06-04-2016; direvisi: 13-06-2016; disetujui: 25-07-2016 Abstract The presence of architecture, both traditional and colonial architecture, has historical and archaeological values and can be regarded as an identity of a city. However, modernization often leaves no place for historical buildings that actually have important roles in shaping the characteristic of place. The aim of this research is to identify the typology or the types of colonial architecture buildings in Singaraja and its characteristics. This research used descriptive- qualitiative method. The data were collected through literature study, observation, and interview. The analysis was done through categorization based on the similarity of types, form, structure, and character of building. The result of this research shows that some of the architectural styles which exist in Singaraja are art deco style, landhuis style, and gothic style. In general, the typologies of colonial buildings in Singaraja are government building, residential building, public infrastructures, etc with relatively small in size and very adaptive to the climate and natural conditions in Indonesia, especially Singaraja. Keywords: architecture, typology, colonial, singaraja. Abstrak Keberadaan arsitektur, baik tradisional maupun kolonial, memiliki nilai historis dan arkeologis dan dapat dianggap sebagai identitas suatu kota. Namun, modernisasi seringkali tidak menyisakan tempat untuk bangunan tua atau bersejarah yang sebenarnya memiliki peran penting dalam pembentukan karakteristik suatu tempat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi tipologi atau tipe-tipe bangunan-bangunan peninggalan kolonial di Singaraja beserta karakteristik arsitekturnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka, observasi, dan wawancara. Analisis dilakukan melalui pengelompokan berdasarkan kesamaan tipe, bentuk, struktur, dan karakter bangunan. Penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa gaya arsitektur yang ada di Singaraja antara lain gaya art deco, landhuis, dan gothic. Secara umum, tipologi bangunan kolonial di Singaraja antara lain, gedung pemerintahan, rumah tinggal, sarana umum, dan lain-lain dengan karakteristik bentuk yang relatif kecil, dan sangat adaptif terhadap iklim dan kondisi alam di Indonesia, khususnya Singaraja. Kata kunci: arsitektur, tipologi, kolonial, singaraja. PENDAHULUAN dan kelangkaan, biasanya sangat dikenal oleh Warisan budaya kota atau yang disebut masyarakat yang secara langsung menunjuk dengan urban heritage adalah objek-objek dan pada suatu lokasi dan karakter kebudayaan kegiatan di perkotaan yang memberi karakter suatu kota. Banyak bangunan kuno yang budaya yang khas bagi kota yang bersangkutan. terlantar dan tidak terpelihara karena kurangnya Keberadaan bangunan kuno dan aktifitas apresiasi masyarakat terhadap usaha pelestarian masyarakat yang memiliki nilai sejarah, estetika, bangunan tua di berbagai kota di Indonesia. Hal Tipologi Bangunan Kolonial Belanda di Singaraja 65 Gendro Keling ini menjadi kontroversi, di satu sisi bangunan Trust, Komunitas Pecinta Kota Tua, Komunitas kolonial dianggap sebagai bukti kelam sejarah Historia, Paguyuban Pelestarian Budaya penjajahan Belanda sehingga sering kali Bandung, dan lain-lain. Dengan disahkannya bangunan tersebut dihancurkan dan telantar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang begitu saja. Tidak dapat dipungkiri bahwa Bangunan Gedung (UUBG) dan diperkuat keberadaan bangunan tua di Indonesia menjadi dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 salah satu wajah yang menambah keragaman tentang Cagar Budaya (UUCB) membuka wujud kebudayaan Indonesia. Penjajahan yang peluang bagi perlindungan dan pemanfaatan dilakukan oleh bangsa asing terhadap Indonesia bangunan bersejarah. Apabila keberadaan memang memberikan sejarah kelam, akan arsitektur kolonial Belanda tersebut tetap utuh tetapi seharusnya posisi sejarah dapat menjadi hingga masa yang akan datang, sungguh menjadi indah apabila ditempatkan pada posisi yang warisan budaya kota yang tidak ternilai bagi jati benar dan tepat (Artadi 2011). diri sebuah kota. Arsitektur kolonial Belanda Seringkali bangunan menjadi saksi merupakan peninggalan dari urban heritage bisu dari berbagai peristiwa pada masa sekaligus bukti sejarah karena dalam berbagai digunakan di alam maupun di sekitarnya. aspek berbeda dengan bangunan modern pada Oleh karena itu, selain bangunan mempunyai masa kini, walaupun dibangun dengan gaya nilai ruang, keindahan, konstruksi, dan yang sama. Perkembangan arsitektur kolonial teknologi (arsitektural) juga mempunyai nilai Belanda bukan hanya diterapkan pada bangunan sejarah. Makin lama bangunan berdiri makin pemerintah dan fasilitas umum lainnya, tetapi membuktikan tinggi nilai sejarah budaya serta juga dipakai pada bangunan rumah tinggal teknik pembuatannya. Sangat disesalkan di orang asing khususnya Belanda. Penggunaan beberapa tempat di Indonesia banyak terjadi gaya bangunan kolonial pada bangunan kolonial pembongkaran bangunan bernilai budaya dan sebagai simbol hegemoni penjajah saat itu. sejarah tinggi dengan berbagai alasan. Hal ini Pada abad ke-16, orang Belanda datang ke terjadi sebagai akibat dari kurangnya apresiasi Indonesia hanya untuk berdagang, tetapi pada terhadap kedua nilai tersebut. perkembangannya, tujuan awal orang–orang Negara-negara maju di Eropa pernah Belanda ini berubah menjadi keinginan untuk menyesali pembongkaran-pembongkaran memonopoli perdagangan. Belanda mendirikan bangunan lama, baik karena perang maupun gudang-gudang (pakhuizen) untuk menimbun karena dorongan kebutuhan lainnya. Oleh barang dagangan yang berupa rempah-rempah, karena itu, mereka berusaha melindunginya antara lain di Banten dan Jayakarta. Tahun dengan berbagai peraturan dan undang-undang 1602 Belanda membentuk organisasi dagang yang diterapkan secara konsisten. Meskipun yang diberi nama Vereenigde Oost-indische bangunan itu dikategorikan sebagai bangunan Company (VOC) (Kartodirjo 2014, 82). Selain milik pribadi dan peninggalan sejarah, pemilik memiliki modal besar mereka juga mendirikan bangunan tidak boleh merombak apalagi gudang penyimpanan barang dagangan serta membongkar bangunan tersebut. kantor dagang, kemudian ditingkatkan menjadi Bercermin dari kejadian tersebut, di benteng pertahanan sekaligus tempat tinggal. Indonesia mulai muncul kesadaran dari berbagai Sekitar abad ke-17, Belanda mulai memperkuat kalangan dan akademisi dalam usaha pelestarian posisinya di wilayah Indonesia dengan bangunan bersejarah. Berbagai komunitas melakukan berbagai intervensi, termasuk di pecinta warisan budaya mulai bermunculan dalam bidang politik. Berkuasa secara politis dan menunjukkan eksistensinya, beberapa dan bertempat tinggalnya bangsa Eropa turut di antaranya adalah Balai Pelestarian Pusaka mempengaruhi keberadaan unsur fisik kota- Indonesia (BPPI) atau Indonesian Heritage kota di Indonesia. Inilah awal mula munculnya 66 Forum Arkeologi Volume 29, Nomor 2, Agustus 2016 (65 - 80) rancangan kota kolonial Belanda di Indonesia. pemerintahan yang oleh Belanda dibangun Arsitektur kolonial Belanda adalah arsitekur mendampingi kota tradisi puri. Arsitektur yang dibangun dan berkembang pada masa kotanya dapat dipahami sebagai akulturasi kolonialisme Belanda di Indonesia, termasuk dari beberapa etnis dan bangsa-bangsa lain, masa pemerintahan VOC dan pemerintah antara lain seperti pengaruh India (arsitektur Kerajaan Belanda. Rentang waktu Arsitekur peribadatan), Belanda (arsitektur kolonial, kolonial Belanda ini dimulai sejak kedatangan jembatan, sampai Pelabuhan Pabean), Cina orang-orang Belanda melalui VOC-nya hingga (bangunan kelenteng/kong tjo), eksistensi masa pendudukan Jepang di Indonesia. Dalam Kerajaan Buleleng (peninggalan arsitektur sejarah perjalanannya arsitekur kolonial puri), bahkan juga Islam (adanya perkampungan Belanda di Indonesia mengenal berbagai Bugis). Makna historis ini juga menjiwai macam gaya dan aliran, misalnya the empire tampilan ragam hias dalam arsitekturnya, yang style atau disebut juga arsitektur indis, art deco, pada asal mulanya memiliki ciri ornamen khas amsterdam school, dan de stijl (Akihary 1990, Buleleng. Dari semua pengaruh heterogenitas 12). Peninggalan penjajahan tersebut masih di atas, penelitian ini berfokus pada pengaruh dapat dilihat melalui objek-objek arsitektur bangsa Belanda, terutama dalam bidang yang ada di Indonesia. Bangunan-bangunan arsitektur bangunannya. dengan gaya arsitektur kolonial Belanda Berdasarkan uraian di atas, permasalahan masih banyak dijumpai di kota-kota yang yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah pernah diduduki oleh Pemerintah Kolonial bagaimana tipologi bangunan kolonial Belanda Belanda pada saat penjajahan berlangsung, di Singaraja dan bagaimana karakteristik salah satunya adalah Kota Singaraja. Singaraja arsitektur dari bangunan-bangunan tersebut. pernah dijadikan sebagai ibu kota Provinsi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Sunda Kecil yang membawahi wilayah Bali, mengetahui tipologi bangunan kolonial Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Belanda di Singaraja serta untuk mengetahui Timur. Sebagai pusat Pemerintahan Sunda karakteristik arsitektur dari bangunan-bangunan Kecil ketika itu, Singaraja memiliki beragam tersebut.