perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Sebelas Maret
DISUSUN OLEH:
ANINDITA PRASASTI ISWARI
I 0207006
DOSEN PEMBIMBING:
Ir. Widi Suroto, MT
Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT
JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA commit2011 to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
MATA KULIAH : TUGAS AKHIR
PERIODE : JULI-SEPTEMBER 2011
JUDUL : GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI
YOGYAKARTA
PENYUSUN : ANINDITA PRASASTI ISWARI ( I 0207006 )
Menyetujui, Surakarta, 10 Oktober 2011
Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Widi Suroto, MT Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT NIP. 19560905 198601 1 001 NIP. 197312272 00003 1 003
Ketua Jurusan Arsitektur FT UNS Ketua Prodi Arsitektur FT UNS
Kahar Sunoko, ST. MT Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT NIP. 19690320 199503 1 002 NIP. 19620610 199103 1 002
Pembantu Dekan I
Fakultas Teknik UNS
Kusno Adi Sambowo, ST, M.Sc, Ph.D
NIP. 19691026 199503 1 002
commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang menguasai
alam semesta dan dengan kemurahan-Nya telah memberikan kesempatan dan
kesehatan dalam menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini penulis susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan strata satu pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa proses Tugas akhir ini hanya merupakan sebagian kecil ribuan kilometer jalan yang harus penulis tempuh. Semoga dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat untuk menapaki jalan selanjutnya. Tugas Akhir ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan, bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada : 1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektru Fakultas Teknik UNS 2. Kahar Sunoko, ST, MT, selau Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNS 3. Sri Yuli, ST, MT dan Yosafat Winarno, ST, MT selaku Panitia Tugas Akhir 4. Ir. Widi Suroto, MT selaku pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
5. Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT, selaku pembimbing II. Terima kasih atas
pencerahan-pencerahan yang telah diberikan
6. Ir. Musyawaroh, MT selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya
7. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT dan Avi Marlina, ST, MT, selaku dosen
penguji. Terimakasih atas segala masukan sebagai penyempurna tugas saya
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staff pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmunya
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu memberikan dorongan dan bantuan dalam penyusunan laporan ini
commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan akan keterbatasan
kemampuan, maka tentu terdapat kelemahan-kelemahan dan kekurangan dari
tulisan ini. Untuk itu kritik dan saran yang dapat menambah serta memperluas
lingkup pengetahuan penulis akan diterima dengan senang hati. Akhir kata
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Oktober 2011
Penulis
commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
SPECIAL THANKS TO v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xii
BAB I. PENDAHULUAN A. Judul 1 B. Pemahaman Judul 1. Galeri 1 2. Arsitektur Nusantara 1 3. Yogyakarta 1 C. Latar Belakang 1. Melestarikan Arsitektur Nusantara 2 2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur 3 3. Arsitektur merupakan Karya Seni 4
4. Arsitektur terus Berkembang 5
D. Permasalahan dan Pesoalan
1. Permasalahan 6
2. Persoalan 6
E. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan 7
2. Sasaran 7
F. Batasan dan Lingkup Pembahasan
1. Batasan 7
2. Lingkup Pembahasan 8
G. Metode Pembahasan commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Metode Penemuan Masalah 8
2. Metode Mencari Data 8
3. Metode Pengolahan Data 9
4. Metode Pemecahan Masalah 9
5. Metode Penulisan 9
H. Sistematika dan Kerangka Penulisan 10
BAB II. TINJAUAN GALERI SENI DAN KOTA YOGYAKARTA
SEBAGAI LOKASI TERPILIH A. Galeri Seni 1. Pemahaman Galeri 11 2. Sejarah Galeri 11 3. Perkembangan Fungsi Galeri 12 4. Tipe Galeri 15 5. Macam Galeri Seni 17 6. Lingkup Kegiatan Galeri 19 7. Macam Seni dalam Arsitektur 20 8. Ruang Pamer 23 B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih 1. Kondisi Fisik 25
2. Kondisi Non Fisik 27
C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta
1. Jogja Istimewa Merangkul Dunia 28
2. Seminar dan Workshop GIS “Urban Thermal Comfort” 29
3. Pameran Arsitektur “Urbanizing World” 30
4. Pameran Arsitektur UAJY Warner Sobek-Designing the 30 Future
5. Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan 31 Arsitektur 2011
6. Pameran “Architecture for All” di FTSP UII 31
7. Pameran dan Diskusi Arsitektur 32
commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
D. Studi Banding
1. Empiris
Selasar Sunaryo Art Space 32
2. Preseden
Rumah Seni Cemeti Yogyakarta 37
Museum Soekarno di Blitar 39
BAB III. TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA A. Arsitektur Nusantara 1. Pemahaman Arsitektur Nusantara 42 2. Sejarah Nusantara 42 3. Nusantara dan Jaringan Asia 45 4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia 46 B. Arsitektur di Nusantara 1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha 46 2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam 55 3. Arsitektur Vernakuler Indonesia 62 C. Konsepsi Arsitektur Nusantara 77 D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan 79
BAB IV. GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN
A. Pemahaman Galeri 82
B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri
1. Fungsi 82
2. Visi 83
3. Misi 83
C. Jenis Galeri 84
D. Status Galeri 84
E. Pengelola Galeri 84
F. Lingkup Kegiatan 84
G. Materi Pameran dan Koleksi 85
commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
H. Sasaran Pengguna 86
I. Frekuensi Kegiatan 88
J. Bentuk dan Sistem Pelayanan
1. Bentuk Pelayanan 88
2. Sistem Pelayanan 88
BAB V. ANALISA PENDEKATAN PERENCANAAN DAN
PERANCANGAN GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA A. Analisa Makro 1. Proses Penentuan Pemilihan Lokasi 89 2. Analisa Tapak a) Klimatologi 97 b) Pencapaian 98 c) Sirkulasi 98 d) View 101 e) Noise 101 f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 102 g) Vegetasi 102 B. Analisa Mikro 1. Analisa Pola Kegiatan 104
2. Analisa Peruangan
a) Analisa Kebutuhan Ruang 106
b) Analisa Besaran Ruang 108
3. Analisa Pola Hubungan Ruang 113
4. Analisa Persyaratan dan Perencanaan Ruang 115
5. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegiatan 119
6. Analisa Gubahan Massa 120
7. Analisa Bentuk dan Tampilan Bangunan 124
8. Proses Penentuan Landscape Bangunan 127
9. Analisa Struktur dan Utilitas
a) Struktur 129
commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b) Utilitas 131
BAB VI. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA
A. Konsep Makro
1. Penentuan Pemilihan Lokasi 136
2. Tapak a) Klimatologi 138 b) Pencapaian 138 c) Sirkulasi 138 d) View 139 e) Noise 140 f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 141 g) Vegetasi 141 B. Konsep Mikro 1. Pola Kegiatan 142 2. Peruangan a) Kebutuhan Ruang 143 b) Besaran Ruang 145 3. Pola Hubungan Ruang 147
4. Persyaratan dan Perencanaan Ruang 150
5. Zonifikasi Kelompok Kegiatan 153
6. Gubahan Massa 154
7. Bentuk dan Tampilan Bangunan 156
8. Penentuan Landscape Bangunan 157
9. Struktur dan Utilitas
c) Struktur 157
d) Utilitas 158
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user x perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang Memiliki Jurusan 27 Arsitektur
Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space 37
Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama Era Hindu- 47 Buddha
Tabel iii.2. Perbedaan Bentuk dan Langgam Candi Jawa Tengah dan Jawa 54 Timur Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia 74 Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional Indonesia 86 Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha 86 Tabel v.1. Data Pusat Pertumbuhan Kabupaten Sleman 91 Tabel v.2. Data Potensi Tiap Kecamatan di Kabupaten Sleman 92 Tabel v.3. Penilaian masing-masing Site 95 Tabel v.4. Alternatif Jenis Sirkulasi 99 Tabel v.5. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan 106 Tabel v.6. Kebutuhan Ruang berdasar Pelaku dan Kelompok Kegiatan 106 Tabel v.7. Besaran Ruang 109 Tabel v.8. Perencanaan Ruang Dalam 115
Tabel v.9. Perencanaan Ruang Luar 118
Tabel v.10. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegaiatan 120
Tabel v.11. Alternatif Massa Dasar Bangunan 121
Tabel v.12. Alternatif Tata Massa Bangunan 121
Tabel v.13. Alternatif Organisasi Massa Bangunan 122
Tabel v.14. Ciri khas Langgam/ Gaya Arsitektur Nusantara di Indonesia 124
Tabel vi.1. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan 143
Tabel vi.2. Kebutuhan Ruang berdasar pelaku dan Kelompok Kegiatan 143
Tabel vi.3. Besaran Ruang 145
Tabel vi.4. Perencanaan Ruang Dalam 150
Tabel vi.5. Perencanaan Ruang Luar 152
commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni 13
Gambar ii.2. Pameran Karya Maket 13
Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni 14
Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket 14
Gambar ii.5. Transaksi Jual Beli Produk 14
Gambar ii.6. National Gallerry, London 15 Gambar ii.7. Neue Staatsgalirie, Jerman 16 Gambar ii.8. Wexner Centre, Ohio 16 Gambar ii.9. Seni Grafik 20 Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur 20 Gambar ii.11. Sketsa 21 Gambar ii.12. Maket 21 Gambar ii.13. Seni Instalasi 22 Gambar ii.14. Furniture dan Properti 22 Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film 22 Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang 23 Gambar ii.17. Ruang Pamer Hall 23 Gambar ii.18. Ruang Pamer Koridor 23
Gambar ii.19. Replika 1:1 24
Gambar ii.20. Miniatur Candi Prambanan 25
Gambar ii.21. Miniatur Ruamh Tradisional 25
Gambar ii.22. Enlargement Kursi 25
Gambar ii.23. Peta Yogyakarta 26
Gambar ii.24. 1.Seminar, 2.Pameran Karya, 3.Pameran Foto dan Sketsa, 4. 29 Maket
Gambar ii.25. Pameran Urbanizing World 30
Gambar ii.26. Pameran Architecture for All 31
Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space 32
Gambar ii.28. Gallery A 33
commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar ii.29. Stone Garden 34
Gambar ii.30. Wing Gallery 34
Gambar ii.31. Gallery B 34
Gambar ii.32. Kopi Selasar 34
Gambar ii.33. Selasar Shop 34
Gambar ii.34. Amphiteater 35
Gambar ii.35. Bamboo House 35 Gambar ii.36. Bale Handap 35 Gambar ii.37. Bale Tonggoh 36 Gambar ii.38. Pustaka Selasar 36 Gambar ii.39. Mushola 36 Gambar ii.40. Area Parkir 37 Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti 38 Gambar ii.42. 1.Museum Soekarno, 2.Menuju Museum, 3.Gerbang 39 Museum, 4.Rumah Makam Soekarno Gambar ii.43. Bangsal dan Gerbang Candi Bentar 39 Gambar ii.44. Patung Bung Karno dan Relief Dinding 41 Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno 41 Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia 45 Gambar iii.2. Struktur Candi 49
Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda 50
Gambar iii.4. Tata Cara Urutan Pembangunan Candi 51
Gambar iii.5. Peta Pengelompokan Candi 51
Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut 52
Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan 52
Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago 53
Gambar iii.9. Salah Satu Tipe Denah Candi 53
Gambar iii.10. Candi Biara Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera 54
Gambar iii.11. Candi pada Masa Klasik Akhir 55
Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara 56
Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Banda Aceh 57
commit to user xiii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar iii.14. Bentuk Batu Nisan di Beberapa Daerah 58
Gambar iii.15. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Candi dan 59 Arsitektur Vernakuler
Gambar iii.16. Masjid yang Mendapat Pengaruh India (Arsitektur Moghul) 60
Gambar iii.17. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Kolonial 60
(Modern Eropa)
Gambar iii.18. Kompleks Kraton Yogyakarta 61 Gambar iii.19. Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18) 62 Gambar iii.20. Lokasi Persebaran Austronesia 62 Gambar iii.21. Arsitektur Vernakuler Indonesia yang Menggunakan 63 Tanduk Kerbau dan Atap Pelana Gambar iii.22. Sebaran Lokasi Arsitektur Vernakuler Indonesia 65 Gambar iii.23. Macam Ragam Arsitektur Vernakuler Indonesia 65 Gambar iii.24. Pembagian Pola Perkampungan 67 Gambar iii.25. Pembagian horizontal Bangunan Vernakuler 68 Gambar iii.26. Tipe Rumah Komunal 69 Gambar iii.27. Penyambungan Tiang dan Balok di Tanah 69 Gambar iii.28. Teknik Konstruksi Rumah Vernakuler 70 Gambar iii.29. Batang Silang X dan V pada Rumah Nias 70 Gambar iii.30. Bangunan Lumbung di Indonesia 70
Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan 71
Gambar iii.32. Raga-raga yang digantung di Bawah Atap Rumah Batak 72 Toba
Gambar iii.33. Perwujudan Jagad Kecil dikaitkan dengan Mata Angin 72
Gambar iii.34. Pembagian Jagad Kecil Rumah Batak Toba 73
Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektru Nusantara 84
Gambar v.1. Peta Kabupaten Sleman 90
Gambar v.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara 93
Gambar v.3. Site Alternatif 1 93
Gambar v.4. Site Alternatif 2 94
Gambar v.5. Site Alternatif 3 95
commit to user xiv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar v.6. Site Terpilih 96
Gambar v.7. Eksisting Site 96
Gambar v.8. Analisa Klimatologi 97
Gambar v.9. Analiosa Pencapaian 98
Gambar v.10. Alternatif jalan keluar-masuk site 98
Gambar v.11. Sirkulasi dalam Site 99
Gambar v.12. Kantong Parkir 100 Gambar v.13. Analisa View 101 Gambar v.14. Analisa Noise 101 Gambar v.15. Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 102 Gambar v.16. Analisa Perletakan Vegetasi 104 Gambar v.17. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara 105 Gambar v.18. Bagan Hubungan Ruang Makro 113 Gambar v.19. Bagan Hubungan Ruang Mikro 115 Gambar v.20. Zonifikasi Kelompok Kegiatan 120 Gambar v.21. Tata Massa pada Denah 125 Gambar v.22. Gubahan Massa Analogi Candi 126 Gambar v.23. Gubahan Massa bangunan Tradisional 126 Gambar v.24. Keadaan terhadap Ancaman Bencana 129 Gambar v.25. Skema Sistem Penyediaan Listrik 131
Gambar v.26. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi 133
Gambar v.27. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih 133
Gambar v.28. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi 134
Gambar v.29. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan 134
Gambar v.30. Skema Sistem Penyediaan AC 134
Gambar v.31. Skema Sistem Pengolahan Sampah 135
Gambar vi.1. Peta Kabupaten Sleman 136
Gambar vi.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara 136
Gambar vi.3. Site Terpilih 137
Gambar vi.4. Eksisting Site 137
Gambar vi.5. Hasil Analisa Klimatologi 138
commit to user xv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar vi.6. Jalan keluar-masuk site 138
Gambar vi.7. Hasil analisa Sirkulasi 139
Gambar vi.8. Kantong Parkir 139
Gambar vi.9. Hasil alternative parkir 139
Gambar vi.10. Hasil Analisa View 140
Gambar vi.11. Hasil Analisa Noise 140
Gambar vi.12. Perletakan Vegetasi 141 Gambar vi.13. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara 143 Gambar vi.14. Bagan Hubungan Ruang Makro 147 Gambar vi.15. Bagan Hubungan Ruang Mikro 149 Gambar vi.16. Zoning Horizontal 153 Gambar vi.17. Zoning Vertikal bangunan utama dan pendukung 154 Gambar vi.18. Massa Dasar 154 Gambar vi.19. Tata massa 155 Gambar vi.20. Organisasi Massa 155 Gambar vi.21. Tata massa pada Denah 156 Gambar vi.22. Gubahan Massa Bangunan Utama 156 Gambar vi.23. Gubahan Massa Bangunan Pendukung 156 Gambar vi.24. Skema Sistem Penyediaan Listrik 158 Gambar vi.25. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi 158
Gambar vi.26. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih 159
Gambar vi.27. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi 159
Gambar vi.28. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan 159
Gambar vi.29. Skema Sistem Penyediaan AC 160
Gambar vi.30. Skema Sistem Pengolahan Sampah 160
commit to user xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
B. Pemahaman Judul
1. Galeri
sebuah ruang yang digunakan untuk menyajikan hasil karya seni, sebuah area memajang aktifitas publik, area publik yang kadangkala digunakan untuk keperluan khusus.1 2. Arsitektur Nusantara adalah semua karya arsitektur yang ada di Indonesia dan untuk menampilkan satu ciri tidak dapat digunakan parameter kedaerahan (dengan memasukkan sisi kultur, religi dan adat istiadat yang spesifik), tapi dengan menonjolkan ciri arsitektur tropisnya sebagai jiwa atau ciri dari arsitektur Nusantara.2 3. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Kota Yogyakarta dan sekitarnya merupakan jangkauan radius pelayanan galeri yang akan dihadirkan.
Jadi pengertian dari judul adalah sebuah ruang atau gedung yang
digunakan untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur di Indonesia serta
sebuah area memajang aktifitas publik yang kadangkala digunakan untuk
keperluan khusus dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara
sebagai wujud galeri ini. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara
berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis
pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. 3
Secara keseluruhan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
diartikan sebagai galeri yang diselenggarakan untuk masyarakat umum
1 Dictionary of Architecture and Construction, 29 Maret 2011 2 Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitektur Nusantara, Univ. Brawijaya 3 Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler,commit Tradisional, to user Nusantara dan Indonesia, ITS 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2
dari berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan yang meliputi
kota Yogyakarta dan sekitarnya.
C. Latar Belakang
1. Melestarikan Arsitektur Nusantara
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara
kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan tradisionalnya, begitupun arsitektur tradisional juga merupakan akar dari arsitektur nusantara. Arsitektur tradisional sangat beraneka ragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku bangsanya.4 Arsitektur nusantara tinggal remah-remah, bahkan nyaris punah. Sementara itu, kita perlu sadar sepenuhnya, betapa pentingnya identitas pribadi, baik bagi individu maupun bangsa, karena sudah menjadi kodrat manusia ia berperan sebagai subjek yang dimintai pertanggungjawaban. Kebudayaan bukanlah hanya berarti sempit berupa kesenian. Kebudayaan dalam arti luas adalah pola pikir dan mentalitas suatu masyarakat. Arsitektur adalah bagian sangat kecil dari padanya. Karena itu, siapa pun berhak memaknai arsitektur, termasuk dan justru terutama generasi muda. Karena merekalah yang memiliki masa depan. Memaknai
arsitektur bukan hak mutlak para arsitek. Benarkah bahwa kaum arsitek
lepas dari pertanggung-jawabannya selaku bagian dari anak negeri yang
tengah dikepung bencana ini? Jika tidak benar, lalu apa yang bermanfaat
untuk disumbangkan mereka pada negeri ini?
Hancurnya identitas manusia dan masyarakat serta rusaknya alam
lingkungan nusantara, pengembangan ilmu arsitektur di negeri ini mesti
menanggapinya dengan berupaya menempatkan arsitektur di titik
perimbangan yang adil-bijak. Arsitektur nusantara sebagai peradaban
arsitektur lokal, nasional, regional dan sekaligus mondial. Itu akan tercapai
bila nilai universalitas arsitektur negeri ini ditemu-kenali kembali, lalu
ditumbuh-kembangkan sebagai rerumpunan kebudayaan yang tetap
commit to user 4 www.arsiteka.com 29 Maret 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3
majemuk, yang terjagai oleh perangai dan sifat kasih-sayang
masyarakatnya.5
Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari
suku bangsa tertentu pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat suku bangsa tersebut. Namun demikian, apakah suatu suku
bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari 6 daerah lain? Bahkan mungkin saja masyarakat di daerah yang satu dengan yang lain tidak mengenal ataupun mengetahui macam rumah tradisional yang ada di Indonesia. Tentu perlu adanya upaya untuk melestarikan dan memperkenalkan berbagai macam rumah tradisional di Indonesia guna menahan tenggelamnya peradaban arsitektur nusantara.
2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur Secara umum, apresiasi diterjemahkan sebagai penilaian atau penghargaan terhadap sesuatu. Jadi apresiasi arsitektur berarti penilaian atau penghargaan terhadap arsitektur. Untuk dapat menilai dan menghargai arsitektur, tentunya perlu modal pengetahuan yang tidak sederhana. Ketidak sederhanaan pengetahuan ini setara dengan kerumitan yang melekat pada arsitektur itu sendiri. Selain ilmu, seseorang yang berapresiasi dengan arsitektur membutuhkan alat, yaitu segenap indera
yang dimiliki dan paling memungkinkan untuk digunakan dalam menilai 7 atau menghargai arsitektur.
Arsitektur merupakan sebuah karya yang dapat diapresiasi manusia.
Agar dapat dibedakan nilainya, arsitektur bahkan perlu untuk diapresiasi
baik secara nyata maupun maya. Sebuah karya arsitektur paling mudah
diapresiasi menggunakan penglihatan dan rabaan kulit, selain itu karya
tersebut juga memiliki dampak dalam menimbulkan suara, bau, suhu,
kelembaban, tekanan udara yang mempengaruhi perasaan tertentu. Jauh
atau dekatnya obyek arsitektur dengan manusia yang mengapresiasi
5 Galih W.Pangarsa, Arsitektur di Negeri Bencana, Univ. Brawijaya 6 Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitekturcommit Nusantara, to user Univ. Brawijaya 7 www.architect-news.com 13 maret 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4
mempengaruhi indera mana yang berperan. Jika obyek tersebut memiliki
jarak yang tidak dapat direkam oleh indera pendengar, pencium dan
peraba, maka indera penglihatlah yang paling dominan dapat
8 didayagunakan untuk berapresiasi.
Akhir-akhir ini cukup banyak diselenggarakannya berbagai macam
sayembara yang berhubungan dengan arsitektur mulai dari sayembara
perencanaan dan desain, sayembara fotografi maupun sayembara tugas akhir yang akhir-akhir ini sedang banyak dibicarakan. Fenomena ini membuktikan bahwa arsitektur sedang mulai berkembang. Salah satu yang sedang disoroti adalah sayembara Tugas Akhir yang merupakan puncak akademis tertinggi bagi mahasiswa S1 jurusan Arsitektur. Sangat disayangkan karya-karya yang akan menjadi master pieces ini kurang mendapatkan wadah yang mampu menampung karya dengan tujuan untuk diperkenalkan kepada khalayak umum. Padahal seluruh kemampuan mahasiswa tercurah pada proyek tugas akhir ini, dengan demikian Tugas Akhir menentukan kualitas calon arsitek masa depan.9
3. Arsitektur merupakan Karya Seni Keunikan dan nilai seni yang terkandung pada karya-karya arsitektur
tersebut memunculkan pemahaman bahwa karya arsitek tur juga dapat
dikategorikan sebagai suatu karya seni karena mengandung unsur
metafora, perumpamaan, keindahaan serta elemen-elemen artistik lainnya.
Di sisi lain, untuk memahami suatu karya arsitektur itu tidak cukup hanya
memahami dari sisi luar bangunan, tetapi juga harus memahami bagaimana
karya arsitektur itu terbentuk, dengan kata lain kita harus memahami dari 10 segi ilmiahnya juga barulah kita dapat memahami karya tersebut.
Dari sebuah buku pula didapatkan sebuah kalimat yang semakin
meyakinkan bahwa karya arsitektur juga merupakan sebuah karya seni,
‘Architecture as a fne art has nothing to do with arts of expression... The
8 www.iai-jateng.web.id 13 Maret 2011 9 Kompetisi Tugas Akhir Mahasiswa Arsitekturcommit Tingkat to Jawa user Tengah 2009 10 TGA Rachardian Hadiwibowo ‘Galeri Arsitektur Jakarta’ UNDIP 2010 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5
business of buildings is not to tell tales about the world… or of humanity,
or of technology’ 11
Sedangkan paham Vitruviuspun berujar, "Arsitektur adalah ilmu yang
timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar: 12 dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni".
Selayaknya sebuah karya seni arsitektur yang setara dengan karya seni
lainnya seperti karya seni lukis, ukir, maupun patung yang telah banyak mendapat perhatian dan wadah khusus, tentu karya arsitektur sangat perlu diwadahi pula. Cukup banyak karya arsitektur nusantara hingga dunia yang layak untuk dipamerkan dan diketahui lebih jauh oleh masyarakat pada umumnya dan mahasiswa arsitektur pada khususnya.
4. Arsitektur terus Berkembang Perkembangan yang terus menerus ini telah membawa karya arsitektur ke arah modern, dengan gaya yang semakin beragam dan ditunjang dengan perkembangan teknologi, hasil yang ditampilkan semakin unik dan beragam. Hal ini juga tidak lepas dari dorongan kebutuhan masyarakat akan sesuatu yang berbeda sehingga mampu meningkatkan kreatifitas para arsitektur dalam merancang suatu karya. Perkembangan teknologi rancang
bangun juga memungkinkan para arsitek mengeksplorasi lebih jauh
karyanya sehingga tiap bangunan memiliki keunikan dan ciri khas yang
yang menjadi ikon bagi lingkungan sekitarnya. Meskipun tidak memiliki
nilai historis yang tinggi seperti karya arsitektur pada masa lalu, tetapi
karya-karya arsitektur pada masa ini tetap memiliki nilai seni dan
kreatifitas yang tinggi sebagai cerminan perkembangan pemahaman 13 teknologi dan ideologi pada masa itu.
Melihat fenomena di atas, maka timbul pemikiran perlu adanya suatu
wadah atau lembaga yang dapat digunakan sebagai tempat untuk
melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan
11 Rusell Sturgis, “Address,” in American Architect and building news, 1890 12 www.forumdesain.com 13 Maret 2011 commit to user 13 TGA Rachardian Hadiwibowo ‘Galeri Arsitektur Jakarta’ UNDIP 2010 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6
karya arsitektur yang ada. Sarana tersebut haruslah edukatif, karena
sebagai salah satu produk yang terbentuk dari hasil pemikiran dan logika
ilmiah, maka harus dapat mengkomunikasikan hal tersebut dengan baik
sehingga bagi orang yang meninjau dapat memahami karya arsitektur
secara lebih mendalam.
Di sisi lain karena arsitektur juga memiliki nilai seni maka sarana itu
juga harus bersifat rekreatif dan menyenangkan, agar dapat menarik minat masyarakat untuk datang serta menunjang kemampuan pengamatan dan daya imajinasi bagi yang melihatnya. Berdasarkan pemikiran di atas maka konsep berupa sebuah galeri dirasa tepat untuk mengomunikasikan suatu karya arsitektur. Sebuah galeri, seperti juga museum memiliki nilai edukatif, namun tidak terlalu intens seperti museum, sehingga pengunjung serta kegiatan-kegiatan lain yang terkait dapat dilakukan dengan lebih fleksibel. Diharapkan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini selain sebagai sarana untuk melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan karya arsitektur, juga dapat mendorong ketertarikan masyrakat terhadap dunia arsitektur sehingga masyarakat dapat memahami pentingnya menjaga karya-karya arsitektur yang ada.
D. Permasalahan dan Persoalan
1. Permasalahan
Merancang dan mendesain suatu bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara
di Yogyakarta’ dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara
yaitu dengan mengambil ciri khas umum sebagai wujud galeri ini.
2. Persoalan
a) Menentukan site yang strategis dan sesuai untuk penempatan ‘Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ menurut peraturan tata ruang kota
dari pemerintah daerah tentang Rencana Tata Guna Tanah yang
difungsikan sebagai fungsi pendidikan yang bersifat rekreatif commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7
b) Menentukan macam ruang, besaran ruang, serta organisasi ruang
sebagai pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan,
pengelola serta pengunjung
c) Menampilkan bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’
yang dapat mencerminkan kegiatan di dalamnya dan kesesuaian dengan
lingkungan sekitarnya
E. Tujuan dan Sasaran 1. Tujuan a) Menyusun konsep perencanaan dan perancangan fisik bangunan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ sebagai tempat untuk mewadahi hasil karya arsitektur serta yang berhubungan dengan arsitektur. b) Menciptakan suasana yang nyaman untuk kegiatan pameran dan penunjang
2. Sasaran Mewujudkan ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ dengan pendekatan: a) Menentukan site yang tepat untuk mendukung pengembangan kegiatan
pameran
b) Menentukan pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan
pameran yaitu macam, besaran, dan kegiatan ruang
c) Menampilkan bentuk ‘Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta’ yang
sesuai dengan fungsi bangunan dan lingkungannya
F. Batasan dan Lingkup Pembahasan
1. Batasan
Pembahasan dibatasi pada lingkup disiplin ilmu arsitektur, serta
pembahasan dari disiplin ilmu lainnya antara lain ilmu sosial budaya, ilmu
sejarah, dan ilmu agama bila terkait dengan ilmu arsitektur dan diperlukan
dalam pembahasan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
2. Lingkup Pembahasan
Pembahasan ditekankan dalam lingkup mengangkat potensi-potensi
asitektur nusantara pada visualisasi bangunan galeri untuk menentukan
konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.
G. Metode Pembahasan
1. Metode Penemuan Masalah Penemuan masalah berdasarkan realita yang ditemukan di lapangan yang diutarakan responden seperti sulitnya mencari informasi mengenai konsultan dan komunitas arsitektur yang ada, kurangnya fasilitas yang ada untuk mewadahi aktifitas pengembangan, padahal animo masyarakat terutama mahasiswa arsitektur yang cukup tinggi.
2. Metode mencari data Dalam mencari data yang dibutuhkan, dilakukan beberapa cara yaitu: a) Survey lapangan Metode yang dilakukan dengan mendatangi dan melihat tempat-tempat yang dapat memberikan informasi mengenai data-data yang dibutuhkan. Seperti data mengenai jumlah universitas yang memiliki
jurusan Arsitektur di Yogyakarta, biro konsultan dan komunitas
arsitektur yang ada di Yogyakarta, peminat karya seni arsitektur di
Yogyakarta, dan mengenai data lokasi site.
b) Wawancara
Metode yang dilakukan dengan cara diskusi, bertukar pikiran dan
mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data yang
dibutuhkan. Wawancara dilakukan dengan praktisi, pakar, pelaku
bisnis dengan obyek pameran Arsitektur . Hal ini penting dilakukan
mengingat data yang didapat harus di cross check dengan realita.
Macam data yang dikumpulkan dengan metode ini seperti event-event
yang melibatkan karya arsitektur, perkembangan peminat dan jenis
karya arsitektur serta komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta, commit to user keadaan dan standar pameran. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
c) Literatur
Metode yang dilakukan dengan membaca buku-buku, tugas akhir yang
berhubungan dengan judul, dan pencarian dari situs-situs internet
sesuai batasan dan lingkup pembahasan untuk mendapatkan referensi
berupa teori-teori seperti standar ukuran peruangan dan karakter ruang
pamer, sejarah perkembangan arsitektur nusantara hingga arsitektur
masa kini, jenis-jenis media pamer yang berhubungan dengan karya arsitektur, data kota Yogyakarta, event-event yang melibatkan karya arsitektur, banyaknya universitas yang memiliki jurusan Arsitektur di Yogyakarta, perkembangan jenis dan peminat arsitektur serta komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta, penggabungan dalam lingkup arsitektur dan budaya.
3. Metode pengolahan data Mengolah data yang ada sehingga mempermudah pemecahan masalah dengan mengidentifikasi data yang diperoleh, mengklasifikasi data, menyusun data secara sistematis, menganalisa data, dan mengaitkan data satu dengan yang lain untuk menunjang pembahasan tentang Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.
4. Metode pemecahan masalah
Menganalisa dengan cara mencocokkan teori yang ada dengan eksisting
kemudian menghasilkan alternatif penyelesaian masalah. Kemudian
dipilih hasil analisa sebagai pemecahan masalah berdasarkan pedoman dan
standar perancangan sehingga menghasilkan konsep perancangan Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang sesuai.
5. Metode penulisan
Menuliskan konsep perancangan Galeri Arsitektur Nusantara di
Yogyakarta secara sistematis berupa deskripsi yang disertai dengan
gambar maupun chart sebagai penunjang visualisasi deskripsi. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
H. Sistematika dan Kerangka Penulisan
Tahap I
Mengungkapkan permasalahan dan persoalan dari latar belakang untuk
mendapatkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, mengungkapkan batasan,
lingkup pembahasan dan metode pembahasan yang digunakan serta
sistematika penulisannya.
Tahap II Mengungkapkan tinjauan galeri seni, tinjauan arsitektur nusantara yang akan diwadahi, keberadaan Yogyakarta dan minat masyarakat Yogyakarta akan karya arsitektur, geleri seni yang sudah ada di Yogyakarta, tinjauan lokasi, studi banding bangunan sejenis galeri. Tahap III Mengungkapkan tinjauan mengenai potensi arsitektur nusantara, hubungan antara arsitektur dan budaya, tinjauan penggabungan dan perwujudannya menjadi langgam arsitektur dalam wujud fisik. Tahap IV Deskripsi Galeri Arsitektur Nusantara yang akan direncanakan di Yogyakarta meliputi pengertian dan fungsi, visi dan misi, status kepemilikan, lingkup kegiatan, karya terwadahi, sasaran pengguna, frekuensi kegiatan dan
fasilitas-fasilitas yang ada dalam bangunan galeri tersebut.
Tahap V
Mengungkapkan alternatif-alternatif kebutuhan peruangan yang terdapat
dalam bangunan galeri meliputi aktivitas dan fasilitas, kebutuhan ruang,
besaran ruang, pola hubungan ruang, utilitas bangunan dan sistem struktur
yang digunakan sebagai referensi untuk perwujudan bangunan galeri arsitektur
nusantara di Yogyakarta dengan tampilan fisik yang merepresentasikan
perpaduan potensi-potensi arsitektur nusantara.
Tahap VI
Konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
dengan dengan tampilan fisik yang merepresentasikan perpaduan karakter
arsitektur nusantara sebagai hasil analisa yang dilakukan dan merupakan commit to user pemecahan dari permasalahan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN GALERI SENI
DAN KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI LOKASI TERPILIH
A. Galeri Seni
1. Pemahaman Galeri
Galeri diartikan sebagai ruangan, rangkaian ruangan atau bangunan yang disediakan untuk memamerkan dan juga menjual karya seni (Stein & Urdang, 1967:173), yang dimaksud dengan karya seni disini adalah karya- karya arsitektur. Sebagai ruang pamer dapat berupa museum, galeri atau showroom. Bila museum khusus hanya memajang tanpa menjual, di showroom obyek dipajang untuk dijual karena fungsi komersial adalah yang paling utama. Dapat dikatakan bahwa galeri merupakan perpaduan antara museum dan showroom, di mana kaya seni yang dipamerkan dapat dibeli.1
2. Sejarah Galeri Galeri pada awalnya adalah bagian dari museum yang berfungsi sebagai ruang pamer. Robillard (1982) membagi ruang publik pada museum menjadi empat bagian, yaitu: entrance hall, jalur sirkulasi, galeri dan
lounge (ruang duduk).
Galeri adalah ruang utama dan paling penting dalam suatu bentuk
pameran karena galeri berfungsi mewadahi karya-karya seni yang
dipamerkan. Pada perkembangannya, galeri kemudian berdiri sendiri,
menjadi institusi tersendiri dan terlepas dari keberadaan museum. Fungsi
dari galeri tetap merupakan tempat untuk pameran tetapi mengalami
perkembangan, bukan hanya sekedar sebagai tempat untuk memajang
namun juga sebagai ruang untuk menjual karya seni.
Pada tahun 1950, para seniman Avan Garde dan neo-Dada
meruntuhkan ‘kesakralan’ galeri dengan menjadikannya sebagai ruang
1 http://digilib.petra.ac.id/ 3 oktober 2011commit to user 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12
publik barang seni. Galeri dan museum pada masa neo-Dada tidak lagi
menjadi media seni bagi barang elit tetapi juga seni pemberontakan. Neo-
Dada menyerang ekslisivisme dari galeri dan museum dengan
mendudukinya dan membuat batasan baru pada galeri dan museum, yaitu
sebagai media dari seni yang terbuka (Barbara Rose, 1974), Slogan L’art
pour l’art (seni untuk seni) bergeser kepada L’art pour le’public (seni
untuk publik). Seni tidak menjadi suatu kawasan elit, di mana semua orang bisa dan berhak untuk membuat dan menghasilkan karya seni. Seni untuk publik dipelopori oleh Joseph Beuys yang memajang seni pemberontakan di sebuah galeri. Karya seni yang berupa ‘Jambang Putih’ dianggap sebagai karya seni instalasi pertama dan sekaligus menjadikan galeri sebagai ‘ruang publik’ segala bentuk apresiasi seni.
3. Perkembangan Fungsi Galeri Perkembangan galeri seni dapat dilihat bahwa fungsi awalnya adalah memamerkan hasil karya seni agar dapat dikenal oleh masyarakat (sebelum itu koleksi-koleksi seni hanya sebagai dekorasi ruang saja atau media bagi seni elit). Dengan demikian terlihat adanya usaha: a) mengumpulkan hasil-hasil karya seni sebagai koleksi b) memamerkan hasil-hasil karya seni agar dikenal masyaraka t
c) memelihara hasil-hasil karya seni agar tidak rusak (bersifat memelihara
atau konservasi)
Terjemahan dari fungsi baru yang terjadi adalah sebagai berikut:
a) Sebagai tempat mengumpulkan karya seni, yaitu dengan melakukan
penyimpanan karya seni pada ruang penyimpanan yang pada akhirnya
dapat dipamerkan kembali. Sebagai contoh karya-karya seni rupa
koleksi Galeri Nasional Indonesia yang sebagian besar ditempatkan di
ruang penyimpanan (storage) yang sudah memenuhi persyaratan
penyimpanan karya seni rupa karena ruang penyimpanan tersebut sudah
dilengkapi dengan fasilitas mesin penyejuk ruang, alat pengatur suhu
udara, lemari kayu, panel geser dan panel kayu, serta dilengkapi juga commit to user dengan alarm system sebagai sarana pengamanannya. Begitu pula perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13
dengan penyimpanan karya arsitektur berupa maket, standar
penyimpanan mengacu pada persyaratan penyimpanan karya seni rupa.
Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni Sumber. http://www.galeri-nasional.or.id/galeri- nasional/data/upimages/collecting1.gif 3 Oktober 2011
b) Sebagai tempat memamerkan hasil karya seni agar dikenal masyarakat. Ini merupakan fungsi utama sebuah galeri, sehingga pada umumnya ruang digunakan sebagai tempat memamerkan karya seni. Ruang-ruang di desain memiliki bentuk yang menarik baik dari segi pencahayaan yang menggunakan lampu-lampu spot, warna dinding yang kontras dengan karya seni yang akan dipamerkan sehingga membuat karya seni tersebut menjadi point of interest
Gambar ii.2. Pameran Karya Maket Sumber.http://2.bp.blogspot.com/_65R0rK15t30/TUm8x8wl0jI/AAAAAA AAAHU/yK_EqG1rwJs/s1600/100_0756.jpg 3 Oktober 2011
c) Sebagai tempat memelihara karya seni agar tidak rusak. Ruang yang
digunakan untuk memelihara karya seni ini biasa disebut dengan ruang
restorasi-konservasi.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni Sumber. http://suci-senikarya.blogspot.com/2010/01/perawatan-
karya-seni-rupa-lukisan.html 3 Oktober 2011
d) Sebagai tempat mengajak atau mendorong atau meningkatka apresiasi masyarakat terhadap karya seni yang dipamerkan tersebut memiliki sebuah arti yang ingin disampaikan oleh para seniman kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengapresiasi karya-karya seni yang dipamerkan. Ruang-ruang yang digunakan merupakan ruang pameran untuk karya seni.
Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket Sumber. http://euro.okezone.com/images- data/photo/2009/05/09/1/2841/image0.jpg 3 Oktober 2011
e) Sebagai tempat transaksi jual beli merupakan salah satu kegiatan utama
pada galeri. Karya seni yang dipamerkan dalam kegiatan ini bersifat
karya seni komersial berupa furniture, fotografi dengan obyek arsitektur
Gambar iicommit.5. Transaksi to user jual beli produk Sumber. http://v-images2.antarafoto.com/gpr/1257851518/peristiwa- pameran-furniture-18.jpg 3 Oktober 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
Pada hakekatnya galeri seni berfungsi sebagai servis bagi publik. Servis
pelayanan ini menunjukkan aktivitas utama yang mempengaruhi sifat dan
yang menjadi dasar falsafahnya. Servis dimaksudkan dengan memberikan
pelayanan bagi kepuasan public sebagai kelompok social maupun individu
ataupun masyarakat umum. Oleh sebab itu servis harus memenuhi:
a) Kepuasan fisik: merupakan kepuasan yang dicapai melalui panca indera
yaitu penglihatan, perasaan, dan peraba b) Kepuasan psikis: merupakan kepuasan jiwa sebagai reaksi pada suasana dan kesan dari bangunan dan pelayanan yang diberikan baik oleh pengelola atau pegawai maupun materi seninya.
4. Tipe Galeri a) Tipe Shrine
Gambar ii.6. National Gallery, London Sumber. http://www.bookingonlinetravel.net/wp- content/uploads/2011/02/london_guide_ national_gallery.jpg 3 Oktober 2011
Galeri tipe ini menempatkan seni di atas banyak hal lain. Koleksinya
sangat terpilih, di tata pada ruang yang memungkinkan pengunjung
melakukan kontemplasi. Kasus perluasan National Gallery di London
yang menganulir juara kompetisi perancangan akibat program ruang
yang direncanakan telah mengakomodasi secara signifikan. Peran
fasilitas komersial di dalamnya untuk menunjang pembiayaan galeri
menunjukkan betapa tegarnya galeri tipe ini memisahkan dari kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan seni. Nilai koleksi dan
penghargaan terhadap seni pada galeri ini sangatlah tinggi.
b) Tipe Warehouse
Galeri ini mewadahi berbagai koleksi yang bernilai, sedemikian
beragamnya koleksi ini sehingga wadahnyapun memiliki fleksibilitas commit to user yang tinggi untuk menanggapi perubahan dan perkembangan yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
dinamis. Contoh dari bangunan tipe warehouse adalah Pompi dou
Centre di Paris, Perancis. Pengabdian diri pada kefleksibelan dalam
galeri ini tercipta dalam bentuk dan artikulasi arsitekturnya. Segala
fungsi selain fungsi pameran dialokasikan di luar untuk memperolah
ruang dalam yang bebas dan karenanya mampu menjawab tuntutan
fleksibilitas tersebut. Tipe galeri ini sangat populer dalam berbagai
bentuk dan strategi perancangan arsitektur. c) Tipe Cultural Shopping Mall
Gambar ii.7. Neue Staatsgalerie, Jerman Sumber. http://www.architecturememe.com/wp- content/plugins/rss- poster/cache/71e2b_1301844710-staatsgalerie- flickr-user-pov-steve-528x396.jpg 3 Oktober 2011
Strategi pemasaran galeri telah membaurkan distingsi mengenai seni dan komersial, antara lain melalui maraknya aktivitas komersial dalam galeri dengan bentuk yang elaborate. Strategi pameranpun tidak terbatas pada display melainkan juga memberi takanan pada penjualan cinderamata yang lebih beragam ketimbang sekedar poster, kartu pos, dan katalog seperti halnya shopping mall memperluas layanan pemasaran lewat
fasilitas gedung bioskop, pameran seni, ataupun konser-konser. Tipe
baru galeri ini bahkan mencakup fasilitas-fasilitas seperti restoran,
auditorium sampai gedung teater. Dalam hal ini galeri dan mall
mempunyai satu kesamaan aktivitas utamanya adalah mendorong
pemasukan melalui konsumsi termasuk ke dalam tipe galeri ini adalah
Neue Staatsgalerie, Jerman karya James Starling Michael Wilford and
Associateds, 1984
d) Tipe Spectacle
commitGambar to user ii. 8. Wexner Centre, Ohio Sumber.http://www.rootsweb.ancestry.com/~ohfra nkl/Franklin/Pics/1.jpg 3 Oktober 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
Kurt Foster mengidentifikasikan tipe galeri yang tidak lazim. Tipe
baru galeri ini mendorong pengunjung untuk menikmati pengalaman
estetik justru karena arsitektur bangunan galeri itu sendiri.
Arsitektur pada tipe galeri ini diorganisasikan untuk mencapai
pengharaagn dan kebanggan pada seni sama seperti yang terjadi pada
tipe galeri shrine yang mengharap pengalaman estetik lebih pada
pengamat yang bercitra tinggi. Namun secara tipikal sesungguhnya galeri ini juga seperti galeri yang bertipe cultural shopping mall. Gallery as Spectacle mengharap audiens yang melek artistik, hingga definisi estetika bahkan dapat diperluas dari sebelumnya. Termasuk di dalam tipe ini adalah Wexner Centre, karya Peter Einseman di Ohio, 1990. merupakan sebuah galeri yang lebih kepada tempat pameran dan pertunjukkan yang sangat luas untuk berbagai kegiatan pertunjukkan film atau video, teater dan pertunjukkan seni lainnya beserta perlengkapan pendukungnya. Galeri ini memiliki berbagai fasilitas seperti gedung teater, ruang pertunjukkan, concert hall, auditorium, perpustakaan seni, perpustakaan dan penelitian tempat kartun, lobby, retail atau toko perhiasan, aksesoris, buku-buku seni dan cafe.
5. Macam Galeri Seni
Sebenarnya belum ada klasifikasi yang jelas mengenai macam-macam
galeri seni terlebih akan materi khusus yang dipublikasikan, akan tetapi
dengan pendekatan bentuk, sifat dan isinya yang menonjol, maka akan
digolongkan sebagai berikut:
a) Galeri seni berdasarkan bentuk
1) Traditional art gallery yaitu suatu galeri yang aktivitasnya
diselenggarakan pada selasar-selasar atau lorong-lorong panjang.
Walaupun bentuk galeri ini tradisional namun belum tentu juga karya
yang dipamerkan berupa karya-karya yang dinilai kuno sehingga
berkesan tradisional
2) Modern art gallery yaitu suatu galeri dengan perencanaan ruang commit to user secara modern atau merupakan kompleks bangunan. Kompleks perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18
bangunan ini biasanya terdiri dari beberapa ruang pameran. Sebagai
contoh adalah Galeri Nasional Indonesia yang memiliki beberapa
massa bangunan dengan fungsi sebagai ruang pameran dan kegiatan
pendukung lainnya. Karya-karya seni yang dipamerkan pada modern
art gallery biasanya adalah sebuah karya seni yang modern atau
kontemporer. Sehingga hal ini sesuai dengan perencanaan ruang.
b) Galeri seni berdasarkan sifat kepemilikan 1) Privat art gallery merupakan suatu galeri milik perseorangan atau sekelompok orang. Pada galeri ini biasanya karya-karya yang dipamerkan adalah karya pemiliki galeri ini sendiri yang juga merupakan seorang seniman. Seniman ini sudah tentu adalah seorang seiman terkenal sehingga mereka berani untuk membuka galeri karya mereka sendiri tanpa takut galeri tersebut akan dikunjungi banyak orang atau tidak karena setiap orang memiliki pandangan tersendiri terhadap karya mereka. Pemilik lain privat galeri ini biasanya merupakan sebuah institusi dimana karya-karya yang dipamerkan berasal dari institusi itu sendiri. 2) Public art gallery yaitu suatu galeri yang merupakan milik pemerintah dan terbuka untuk umum. Karya-karya yang dipamerkan
pada galeri ini bermacam-macam sesuai dengan keinginan seniman.
Sehingga karya yang dipamerkan biasanya sesuai dengan kondisi
atau trend pada saat itu. Pengguna dari galeri ini dari berbagai macam
seniman baik muda ataupun tua serta dengan berbagai macam bentuk
aliran yang dianutnya.
c) Galeri seni berdasarkan isi atau materi seni
1) Gallery of primitive art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni primitive. Hal ini biasanya untuk
mempertahankan budaya suatu bangsa yang muncul ketika zaman
prasejarah hingga dikenal sampai luar negeri. Kebudayaan ini commit to user mungkin menjadi sesuatu yang menarik dikalangan pecinta seni dari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
luar dan dalam negeri. Bentuk seni ini masih natural dan belum
terjamah dari luar pada saat budaya tersebut dulu ada.
2) Gallery of classic art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni klasik. Seni ini menggambarkan bentuk-
bentuk budaya tradisional di suatu bangsa.
3) Gallery of modern art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni modern. Dalam seni modern, bentuk karya seni yang dipamerkan biasanya mengandung maksud atau arti yang mengkritik sesuatu baik itu budaya, social, ataupun politik suatu bangsa sehingga karya seni ini pasti sejalan beriringan dengan perkembangan jaman atau bisa disebut dengan karya seni kekinian. Dengan adanya karya ini seseorang dapat mengerti tujuan dari karya ini dibuat. Berdasarkan macam seni yang disajikan beberapa galeri (yang sudah umum) biasanya merupakan galeri seni terwujud (2D atau 3D) dengan berbagai macam karya seni.
6. Lingkup Kegiatan Galeri Ada beberapa penggolongan kegiatan yang biasa di jumpai pada galeri seni antara lain:
a) Kegiatan rekerasional
Pameran sebagai alternatif tujuan rekreasi yang mendidik bagi
masyarakat, diadakan secara rutin dan manjadi kegiatan utama yang
bertujuan untuk memperkenalkan dan menjual hasil karya seni
b) Kegiatan pendidikan
1) Diikuti oleh masyarakat umum peminat seni atau para arsitek muda
lewat kursus pendalaman seni arsitektur
2) Para pengamat seni arsitektur yang ingin melakukan studi baik
secara teori maupun praktek
3) Pengadaan seminar, acara diskusi, studi literatur melalui
perpustakaan maupun dunia maya yang menunjang perkembangan commit to user seni arsitektur perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20
4) Eksperimen yang dapat dilakukan di workshop atau studio yang
disediakan setelah menambah wawasan melalui studio demi
memantapkan ide-ide baru para arsitek muda
c) Kegiatan Pendukung
Kegiatan yang mendukung saat akan pembukaan sebuah pameran galeri
seperti art performance.
7. Macam Seni dalam Arsitektur Seperti halnya seni secara umum, seni dalam bidang arsitektur dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu seni rupa (baik 2 dimensi maupun 3 dimensi) dan seni pertunjukkan a) Seni Rupa 2 Dimensi 1) Seni Grafik
Gambar ii.9. Seni Grafik Sumber.http://www.hgd.com/gallery/images_gallery/art_ deco_lady_silver_250.jpg 3 Oktober 2011 Seni membuat gambar 2 dimensi dengan alat cetak (klise). Seorang pencipta dapat memasukkan unsur-unsur estetis dalam karyanya.
Representasi dapat melalui poster-poster yang berisi imbuhan atau 2 kritik arsitektur.
2) Seni Fotografi Arsitektur
Seni yang menggunakan alat sebuah kamera
yang digunakan untuk mencari karya arsitektur
yang unik, indah maupun kontroversial. Obyek
utama yang diambil tentu saja adalah obyek
bangunan.3
Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur Sumber. http://photos.ibibo.com/photo/7014774/art-
wall-photography-architecture 3 Oktober 2011
2 TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta,commit UNS, to user Surakarta, 2010 3 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21
3) Sketsa
Gambar ii.11. Sketsa Sumber.http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/ra
ziq_hasan/files/2007/07/gambar-rumah.jpg 3 Oktober 2011
Secara umum dapat juga diartikan sebagai seni gambar atau lukis dan memiliki pemahaman sebagai cakupan visual ekspresi seseorang.4 Secara lebih jelas dapat disebutkan bahwa seni lukis adalah penggunaan garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk pada suatu bidang 2 dimensional yang disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk sebuah harmoni. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suatu image yang merupakan pengungkapan pengalaman artistik serta pengekspresian ide-ide dan emosional. Media yang biasa digunakan adalah kertas serta menggunakan alat tulis maupun pensil warna atau pewarna apapun. Pesan yang ingin disampaikan bisa seperti penggambaran sebuah bentuk bangunan, penyampaian suasana sebuah sketsa bangunan maupun kritik mengenai arsitektur.5 b) Seni Rupa 3 Dimensi 1) Maket
Maket adalah sebuah alat mempermudah orang awam mengenali
dan mengerti apa yang dimaksud oleh para arsitek lewat setiap
karyanya, dimana setiap orang dapat melihat dan merasakan secara
langsung sebuah bangunan dalam bentuk ukuran mini, dengan ukuran 6 terskala yang presisi tinggi.
Gambar ii.12. Maket Sumber. http://skalaindonesia.com/node/256 3 Oktober 2011
4 TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta, UNS, Surakarta, 2010 5 Ibid commit to user 6 http://maket.inilahkita.com/ maret 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22
2) Seni Instalasi
Gambar ii.13. Seni instalasi
Sumber.http://1.bp.blogspot.com/_b5lABnOqz4s/SJkpU28mUOI/AAAAAAAAC t8/O8NXutMcQhQ/s400/chilean%20rural%20puzzle4.jpg 3 Oktober 2011 Merupakan seni 3 dimensi, dimana pada karya-karya instalasi ini memiliki maksud yang ingin disampaikan oleh pencipta walaupun dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang. Seni instalasi adalah seni yang memasang, menyatukan dan mengkonstruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran makna tertentu. Sebagai turunan seni rupa yang bersifat kontemporer, seni jenis ini memiliki keterkaitan erat dengan dunia arsitektur. Dengan sifatnya yang abstrak, instalasi bahkan mampu menciptakan identitas sebuah ruangan. 7 3) Furniture dan Properti
Gambar ii.14. Furniture dan Properti Sumber. http://bisnis- jabar.com/show_image_NpAdvSinglePhoto.php?filename=/2011/05/060511-AJB- BISNIS-02-FURNITUREb.jpg 3 Oktober 2011
c) Seni Pertunjukan Film
Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film Sumber.http://bisnisukm.com/wp- content/uploads/2010/01/Bioskop-mini1.jpg
3 Oktober 2011
7 Seni-Instalasi-Merdeka-Untuk-Merdesa-1103commit-id.html to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23
8. Ruang Pamer8
a) Model Ruang Pamer
Menurut bentuk ataupun kebutuhan dan perkembangan yang ada pada
ruang pamer dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Ruang Pamer berupa ruang-ruang
Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_V7kM3Yd- i0c/TC4EKPuAE8I/AAAAAAAAAeI/QuSfAhOI2oQ/ s400/20090731100109Ruang%20sejarah%201.png 3 Oktober 2011 Susunan ruang terdiri dari rangkaian kamar-kamar terbuka yang saling bersebelahan, dengan masing-masing mempunyai tema sendiri-sendiri sesuai dengan urutan periodesasi koleksi 2) Berupa hall
Gambar ii.17. Ruang pamer Hall Sumber : http://www.asianafrican- museum.org/images/Ruang_pameran.jpg 3Oktober 2011 Merupakan susunan ruang cukup luas dan merupakan salah satu bentuk tertua serta banyak dijumpai pada museum yang bercorak
lama seperti renaissance dan romawi.
3) Koridor sebagai ruang pamer
Gambar ii.18. Ruang pamer koridor Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_FIifMQ-- TMw/TO3miL42pjI/AAAAAAAAAVc/SYbJjyxrD
Ds/s1600/mus3.jpg 3 Oktober 2011
Bentuk lain dari ruang pamer yang berfungsi sebagai ruang meski
tidak bisa disebut ruang karena pada awalnya hanya sebagai
sirkulasi antar ruang. commit to user
8 Hatmadhi SP, Rhengo. 2008. ’Museum Wayang di Surakarta’. UNS. Surakarta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24
b) Teknik Pameran
1) Berdasar Obyek
a. Teknik dasar untuk memamerkan dibagi dalam 3 jenis:
§ Open (meletakkan seluruh koleksi galeri pada ruang pamer)
§ Selective Display (menampilkan sebagian koleksi galeri)
§ Thematic Grouping (menampilkan dalam topik tertentu)
b. Bentuk dalam memameran adalah sebagai berikut: § Unsecured Object, cara ini diterapkan untuk benda-benda yang tidak butuh peragaan dan pengamanan khusus § Fastened Object, dengan cara mengikat benda-benda agar tidak berpindah tempat § Enclose Object, benda-benda yang dipamerkan dilindungi dengan pagar atau kaca § Hanging Object, benda-benda yang dipamerkan dengan cara digantung § Animed Object, benda koleksi yang dipamerkan berupa atraksi yang akan menarik pengunjung § Diorama, benda koleksi yang dipamerkan melalui tiruan miniatur atau seukuran benda aslinya § Recreated strees and villages, penyajian dengan
menggunakan artefak-artefak seperti aslinya untuk
menggambarkansejarah aslinya.
2) Teknik Panel
Panel berfungsi dalam membantu mempresentasikan benda-benda
yang dipamerkan
3) Teknik model
a. Suatu tiruan benda asli dengan skala 1:1
Gambar ii.19. Replika 1:1 Sumber:http://blog.firstari.com/i commit to user mages/chicago_fieldmuseum8.jpg 3 Oktober 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25
b. Miniatur, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih kecil
Gambar ii.20. Miniatur candi Prambanan Sumber:http://tjokrosuharto.com/catalog/i mages/sepuhan/miniatur/emg-018-
19x19x20.jpg 3 Oktober 2011
Gambar ii.21. Miniatur Rumah Tradisional Sumberz: http://www.tembi.org/museum- prev/images/candrakiranan/candrakiranan 3.jpg 3 Oktober 2011 c. Enlargement, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih besar
Gambar ii.22. Enlargement kursi Sumber:http://i.telegraph.co.uk/telegraph/ multimedia/archive/00979/giant-chair- 460_979899c.jpg 3 Oktober 2011 4) Teknik Simulasi Bertujuan untuk mengajak pengunjung berpetualang atau menggambarkan kondisi aslinya dalam pameran
5) Teknik audiovisual
Teknik pameran menggunakan slide, film, video, dan sebagainya
B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih
Yogyakarta merupakan salah satu Daerah Istimewa yang memiliki banyak
kekhasan dari berbagai sektor.
1) Kondisi Fisik
a) Letak geografis
Letak geografis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di
antara 7o33’ – 8o15’ LS dan 110o5’ – 110o50’ BT. DIY merupakan
salah satu provinsi yang memiliki luas 3.185,81 km2 atau sekitar commit to user 0,17% dari luas negara Indonesia, dan memiliki batas-batas wilayah: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26
Sebelah selatan : Lautan Indonesia
Sebelah timur laut : kabupaten Klaten
Sebelah tenggara : kabupaten Wonogiri
Sebelah barat : kabupaten Purworejo
Sebelah barat laut : kabupaten Magelang
Gambar ii.23. peta Yogyakarta Sumber : http://www.yogyes.com/plug- in/map/1.gif 3 Oktober 2011 Kotamadya Yogyakarta memiliki ketinggian 25 m sampai dengan 200 m diatas permukaan laut dengan tingkat kemiringan 0-2%. Kontur paling curam dapat ditemukan pada bantaran kali Code dan Winongo. b) Klimatologi Secara umum keadaan iklim di Yogyakarta dipengaruhi oleh dua angin musim sebagai berikut: § Angin musim barat laut, bertiup pada bulan Desember hingga Maret, biasanya musim penghujan
§ Angin musim tenggara, bertiup pada bulan Mei hingga Oktober,
biasanya merupakan musim kemarau
Temperatur rata-rata berkisar antara 26,6◦C dengan 28,8◦C
sedangkan temperature minimum mencapai 18◦C dan temperatur
maksimum dapat mencapai 35◦C. Kelembapan udara rata-rata adalah
74% dengan kelembaban minimum 65% dan maksimum 85%.
Curah hujan bervariasi antara 33 mm sampai dengan 496 mm.
curah hujan di atas 300 mm terjadi pada bulan Januari, Februari dan
April. Curah hujan tertinggi yaitu 496 mm biasa terjadi pada bulan
Februari dan curah hujan terendah berkisar antara 3 mm sampai
dengan 24 mm terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan commit to user tahunan rata-rata adalah 1855 mm. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27
2) Kondisi non fisik
Banyak predikat yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, seperti kota
pendidikan, kota budaya, kota pariwisata, dan lain-lain. Hal ini
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang melirik kota ini untuk
berbagai kepentingan, bahkan menetap secara permanen maupun
sementara. Masyarakat yang ada pun sangat heterogen, sehingga banyak
sektor kegiatan-kegiatan yang ikut berkembang. Berikut potensi yang ada di Yogyakarta sehubungan dengan seni Arsitektur: a) Pendidikan Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar memiliki sarana pendidikan dengan kualitas baik. Jumlah perguruan tinggi dan sekolah terus bertambah. Dari data terakhir diketahui bahwa terdapat 55 perguruan tinggi, belum termasuk sarana pendidikan nonformal lainnya. Hal ini menarik masyarakat untuk bersekolah, menimba ilmu di Yogyakarta. Banyak masyarakat dari segala latar belakang berkumpul dan berbaur dengan masyarakat Yogyakarta. Jurusan Asitektur merupakan salah satu jurusan favorit yang menjadi pilihan di beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Berikut ini adalah tabel Perguruan Tinggi yang memiliki jurusan Arsitektur. Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang memiliki
jurusan Arsitektur
Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta Swasta 1 Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta 2 Universitas Janabadra, Yogyakarta 3 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta
4 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta 5 Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta 6 Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta 7 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta 8 Universitas Teknologi Yogyakarta
Negeri 1 Universitas Gadjah mada 2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Sumber. Data pribadi
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28
b) Kebudayaan
Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan
budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat
Yogyakarta. Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak,
jathilan, dan wayang kulit. Yogyakarta juga dikenal dengan perak dan
gaya yang unik membuat batik kain dicelup serta musik gamelan.
c) Sarana dan Prasarana Kebutuhan akan listrik telah cukup mampu menjangkau seluruh wilayah kota. Sementara dari segi transportasi, terdiri dari transportasi darat (bus umum, taksi, kereta api, andong atau kereta berkuda, dan becak) serta udara (pesawat terbang) Bandar Udara Adi Sutjipto, akses menuju beberapa bagian utama kota pun sudah dapat dicapai dengan TransJogja. d) Pariwisata Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya memiliki banyak obyek wisata seni dan budaya yang menarik untuk dikunjungi. Peninggalan seni- budaya dapat disaksikan pada monumen-monumen peninggalan sejarah seperti Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Borobudur, istana Sultan, tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana, museum budaya serta galeri kesenian. Beberapa contoh obyek wisata budaya adalah Museum Sonobudoyo, Museum Sri Sultan HB IX,
Museum Kereta dan Kraton. Sedangkan contoh obyek wisata kesenian
antara lain Museum Batik Ulen Sentalu, Museum Batik, Museum
Affandi, Galeri Seni Rupa Tembi, Museum Wayang ”Kekayon”, Rumah
Seni Cemeti. Banyaknya obyek wisata di Yogyakarta membawa kota ini
menempati peringkat kedua setelah Bali sebagai kota tujuan wisata.
C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta
1) Jogja Istimewa Merangkul Dunia9
Sebuah persembahan dari para mahasiswa/i angkatan 2008 Teknik
Arsitektur UGM berupa kegiatan pameran arsitektur yang menampilkan
commit to user 9 http://jogjasiana.com/events/jogja-istimewa-merangkul-dunia-pameran-arsitektur 16 Mei 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29
proposal desain dari tugu – km 0, yang menggunakan berbagai media,
seperti poster, maket, animasi, foto, sketsa, dan sebagainya. Acara ini juga
diramaikan dengan talkshow dan art performance. Pameran ini
diselenggarakan pada tanggal 6-8 Mei 2011 di Monumen Serangan Umum
Satu Maret Yogyakarta.
Gambar ii.24. 1. Seminar, 2. Pameran karya , 3. Pameran foto dan sketsa, 4. Maket Sumber. Data pribadi 2) Seminar dan Workshop GIS “Urban Thermal Comfort”10 Program Studi Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta mengadakan seminar nasional yang bertemakan “Urban Thermal Comfort”. Seminar ini bertujuan untuk membangun sebuah pemahaman
yang komprehensif mengenai pengaruh atau dampak berbagai elemen
desain suatu kawasan terhadap kondisi termal atau klimatik lingkungan
sekitar dan akhirnya akan menentukan tingkat kenyamanan manusia
sebagai penghuni.
Seminar ini menghadirkan Keynote Speech Herry Zudianto (Walikota
Yogyakarta), serta pembicara Djoko Widodo (Walikota Solo), M. Ridwan
Kamil, ST., MUD (PT. Urbane Indonesia), Dr. Steve Kardinal Jusuf
(Center for sustainable Asian Cities, National University of Singapore), Dr.
I Wayan Runa, MT (Universitas Marwadewa), Prof. Ir. Prasasto Satwiko,
MBSc., Ph. D ( Guru Besar Prodi Arsitektur, FT – UAJY)
commit to user 10 http://www.uajy.ac.id/agenda/seminar-nasional-arsitektur-urban-thermal-comfort-scan12010/ 16 Mei 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30
3) Pameran Arsitektur “Urbanizing World” 11
Program Studi Teknik Arsitektur
Fakultas Arsitek dan Desain UKDW
bekerjasama dengan Universitas
Stuttgart Jerman serta Goethe Institut
Jakarta menyelenggarakan Pameran
“Urbanizing World” di gedung Agape Gambar ii.25.Pameran urbanizing World UKDW Yogyakarta, 18-22 Januari Sumber. http://jogjanews.com/ 3 Oktober 2011 2011. Pameran ini menampilkan poster-poster besar horizontal yang berisi foto-foto dokumentasi yang sudah dicetak dalam printing media yang menggambarkan situasi perkembangan kota di negara-negara berkembang. Gambar-gambar berupa bangunan rumah, kehidupan masyarakat kota dalam poster tersebut merupakan hasil penelitian Prof. Dr.-ing Eckhart Ribbeck dari universitas Stuttgart Jerman yang telah melakukan penelitian mengenai persoalan urbanisasi di banyak negara berkembang serta mengerjakan proyek perencanaan kota. Hasil penelitian ditampilkan dalam 40 hingga 50 panel, yang memuat perkembangan tata kota di 30 kota di dunia. Pameran juga menampilkan bangunan permukiman berusia 2500 tahun, hingga bangunan pencakar
langit di kota besar. Terdapat bangunan cagar budaya dan historis yang
memudar, tergerus, dan tergantikan oleh bangunan yang dibangun atas
landasan kapitalistik.
12 4) Pameran Arsitektur UAJY Werner Sobek – Designing The Future
Universitas Atma Jaya Yogyakarta(UAJY) menjadi tuan rumah
penyelenggaraan pameran keliling WERNER SOBEK-designing the future.
Pameran ini merupakan pameran keliling yang diselenggarakan UAJY
bekerjasama dengan Goethe-Institut Jakarta dan Universitas Pelita Harapan
11 http://jogjanews.com/2011/01/20/pameran-urbanizing-world-tampilkan-kesamaan-persoalan-kota-di- dunia/16 Mei 2011 12 http://www.uajy.ac.id/berita/pameran-arsitekturcommit-uajy -towerner user-sobek%E2%80%93designing -the-future/ 16 Mei 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31
berlangsung pada tanggal 8 sampai 21 Juni 2009 di gedung Perpustakaan
Pusat Jl. Babarsari No 5 Yogyakarta. Pameran ini menyorot secara khusus
hasil riset yang telah dilakukan oleh Institut Werner Sobek mengenai
struktur ringan dan design konseptual. Tujuan yang lebih penting dari
pameran ini ialah, ingin menunjukkan kepada publik Indonesia, bahwa
selain beton dan baja ada materi lain yang dapat digunakan untuk
bangunan. Terutama di kota-kota besar, tampaknya fungsi bangunan bercampur dengan arsitektur yang tanpa fantasi.
5) Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan Arsitektur 201113 Pameran karya lomba fotografi dan desain poster peserta sepekan Arsitektur 2011 ditampilkan pada tanggal 6-12 Maret 2011 di Lobby dan selasar Kampus II Thomas Aquinas Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
6) Pameran “Architecture for All” di FTSP UII14 Waktu : 29 Agustus - 4 September 2006 Tempat: Hall FTSP UII
Gambar ii.26. Pameran Architecture for All Sumber.http://www.fotografer.net/isi/forum/topik. php?id=3194406398 3 Oktober 2011
Pameran Karya Mahasiswa Trash.Arsitektur UII
· Panel Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7), Perancangan Tapak (1 dan 2), Lansekap,
mata kuliah pilihan (Perumahan, Waterfront Building, Perancangan
Ergonomis, Urban Desain, dan Trash.Arsitektur Bioklimatis) dan
Simulasi Komputer
· Panel Dokumentasi Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
· Panel Struktur
· Maket Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)
commit to user 13 http://www.fotografer.net/isi/forum/topik.php?id=3194406398 16 Mei 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32
· Maket Struktur dari mata kuliah KBG (1, 2) serta Perancangan Struktur
dan Konstruksi (1, 2, 3, 4)
Pameran Karya Dosen Trash.Arsitektur UII, Unit Pendukung FTSP,
Diskusi, Pemutaran Film Trash.Arsitektur
15 7) Pameran dan Diskusi Arsitektur
Dalam rangka Ulang Tahun Emas Ikatan Arsitek Indonesia (1959– 2009), IAI-DIY akan menggelar Pameran dan Diskusi Arsitektur bertempat di Hall Gedung Lama Bank Indonesia Jogja. Pergelaran tersebut bertemakan ”Jogja Kontemporer; Membaca Keragaman Arsitektur Jogja dengan Wawasan Global” dan dibuka untuk umum tanggal 26-30 November 2009. Pameran ini berupaya menghadirkan apa yang telah dialami Jogja dalam berarsitektur. Menyajikan berbagai rupa ungkapan bentuk yang membuat ramai Jogja, dengan maksud agar semua kita merasakan betapa kaya dan besar toleransi dunia berkesenian dan berarsitektur Jogja. Pembicara adalah peserta pameran, penulis buku arsitektur serta arsitek.
D. Studi Banding
1. Empiris 16 Selasar Sunaryo Art Space
Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space Sumber. www.selasarsunaryo.net 3 Oktober 2011
Nama Selasar Sunaryo Art Space diambil dari nama seniman yang
memiliki galeri ini yaitu Sunaryo. Istilah selasar mengacu pada filosofi
14 http://architecture.uii.ac.id/index.php/Daily-News/Pameran-Arsitektur-FTSP-UII 16 Mei 2011 15 http://jogjanews.com/ 3 Oktober 2011 commit to user 16 www.selasarsunaryo.net dan analisa studi pribadi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33
bahwa karya seninya adalah suatu proses kreatif yang terus berjalan.
Bangunan Art space terbangun pada satu tanah di Bukit Pakar Timur 2 seluas kira-kira 5,000 meter . Bentuk dasar dari bangunan diilhami oleh
bentuk "kuda lumping", satu artefak budaya tradisional Indonesia. Kata
"Selasar" mencerminkan konsep desain: untuk satu ruang terbuka yang
menghubungkan satu ruang dengan ruang lain, dan sebagai jembatan
penghubung antar bangunan. Konsep terakhir dari "Selasar", juga mencerminkan arah dari ruang untuk menghubungkan artworks dengan pendengar dan untuk membawa budaya yang berbeda secara bersama- sama. Selasar adalah salah satu ' open’ space yang memberikan rasa ruang untuk bebas masuk dan galeri seni yang terbuka bagi para komunitas. Dalam perancangan penataan ruang dilakukan pemisahan massa bangunan berdasarkan pengelompokan fungsi aktifitas. Berikut pengelompokan massa bangunan berdasarkan fungsinya : 1) Fungsi Bangunan Utama, dengan dimensi sekitar 8,4x22 m2 yang terdiri atas tiga lantai yang berbeda dengan split level yang memanfaatkan pola kontur eksisting. 2) Fungsi Bangunan Penunjang, yang terdiri atas dua lantai yang berbeda dengan split level. 3) Ruang Amphiteater terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan
diameter sekitar 20m dari lingkar luar amphiteater dan 10m dari
lingkar luar panggung.
Ruang A (Gallery A) 2 Ruang A (seluas ± 177 m ), dipergunakan
untuk pondokkan karya Sunaryo. Ruang ini
juga digunakan untuk pameran besar bagi
seniman Indonesia dan asing untuk
memperkenalkan karyanya. Gambar ii.28. Gallery A Sumber. www.selasarsunaryo.net Stone Garden
Taman batu (seluas ± 190 m2), satu ruang terbuka yang dipergunakan commit to user untuk memamerkan hasil karya Sunaryo yang terbuat dari bebatuan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34
Gambar ii.29. Stone Garden Sumber. www.selasarsunaryo.net
Ruang Sayap (Wing Gallery) 2 Ruang Sayap (seluas ± 48 m ), dipergunakan untuk pameran hasil karya para seniman muda dari Indonesia dan luar negeri. Gambar ii. 30. Wing Gallery Sumber. www.selasarsunaryo.net
Ruang B (Gallery B) Ruang B (seluas ± 210 m2), dipergunakan untuk pameran hasil karya para seniman muda dari Indonesia dan luar negeri. Gambar ii.31. Gallery B Sumber. www.selasarsunaryo.net Kopi Selasar (Kedai Kopi Selasar)
Gambar ii.32. Kopi Selasar
Sumber. www.selasarsunaryo.net 2 Kopi Selasar (seluas ± 157 m ), sebuah kedai kopi outdoor yang luas
Cinderamata Selasar (Selasar Shop)
Gambar ii.33. Selasar Shop Sumber. www.selasarsunaryo.net
Cinderamata Selasar, merupakan satu toko dimana pengunjung dapat
membeli karya seni dan buku budaya serta jurnal sebagai cendera mata. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35
Ampiteater
2 Ampiteater (seluas ± 198 m ), suatu ruang
lingkar terbuka dengan layar besar, dengan
kapasitas maksimum 300 orang,
dipergunakan untuk performing arts event,
pembacaan puisi, pemutaran film, panel
diskusi, kumpul-kumpul, resepsi, konser Gambar ii.34. Amphiteater Sumber. www.selasarsunaryo.net musik dan seni budaya yang lain
Rumah bambu (Bamboo House)
Gambar ii.35. Bamboo House Sumber. www.selasarsunaryo.net
Rumah bambu (seluas ± 76 m2), sebuah rumah yang terbuat dari bambu dan merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Sunda, dibangun untuk kediaman seniman yang akan pameran di sana dan berfungsi sebagai satu pesanggrahan untuk pengunjung khusus.
Bale Handap
Gambar ii.36. Bale Handap Sumber. www.selasarsunaryo.net
Bale Handap adalah satu ruang multi yang dipergunakan untuk diskusi,
bekerja, teater, sharing, pemutaran video serta berbagai events dan
workshops. Kapasitas maksimum untuk 250 orang. Bangunan diilhami
dari arsitektur tradisional jawa dengan teras terbuka. 'Bale Handap'
terpisah dari bangunan utama, ditempatkan di antara Rumah Bambu pada commit to user lantai dasar dari Selasar. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36
Bale Tonggoh (Balai bagian atas)
2 Bale Tonggoh (seluas ±190 m ), adalah satu
bangunan semi permanen berfungsi sebagai
satu kamar proyek dan ruang pameran
temporary.
Gambar ii.37. Bale Tonggoh Sumber.www.selasarsunaryo.n et Pustaka Selasar
Gambar ii.38. Pustaka Selasar Sumber. www.selasarsunaryo.net Koleksi Pustaka Selasar terdapat kurang lebih 1500 data meliputi, Seni rupa, Fotografi, Katalog pameran, Selasar Sunaryo Art Space arsip catalog dan daftar pustaka dari buku, monograf, majalah, jurnal, Klip media, Foto dan negatif film, slides, film (DVD, VCD/ VHS/ MiniDVD), serta Poster, terbuat dari kertas dan catatan diskusi dari wawancara serta ilmu pengetahuan tentang teknik para seniman dalam berproses.
Mushola
Terdapat sebuah mushola di sudut utara
bangunan yang memiliki ukuran kurang lebih 2 10 m , desain mushola detail dan menarik.
Gambar ii.39. Mushola Sumber. www.selasarsunaryo.net
Area Parkir
Area parkir yang disediakan berupa parkir terbuka yang berada disisi
selatan bangunan yang dapat menampung kurang lebih 25 mobil. Ground commit to user cover berupa conblok dengan penataan lansekap pohon rindang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37
Gambar ii.40. Area Parkir Sumber. www.selasarsunaryo.net
Sistem Sirkulasi Konsep sirkulasi cenderung menggunakan pola linier yang mengusung pola ruang yang menerus. Citra bangunan menampilkan image ‘modern abstrak’ yang menjadi ekspresi karya-karya seni kontemporer dari Sunaryo. Tampilan interior tidak menonjol dan cenderung netral untuk lebih menonjolkan karya-karya seni yang dipamerkan di dalamnya.
Aktifitas dan Fasilitas Berikut ini tabel Aktifitas dan Fasilitas yang ada di Selasar Sunaryo Art Space di Bandung : Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space NO Aktifitas Fasilitas Kelompok ruang 1. Pameran tetap karya-karya Ruang pamer tetap Publik milik Sunaryo dan pameran Ruang pamer temporer temporer Ruang pamer outdoor
2. Produksi karya seni Studio seni Privat 3. Konvensi dan diskusi seni Ruang pertemuan Publik 4. Performance seni Amphitheater Publik
5. Kegiatan komersial Artshop, Café Publik 6. Kegiatan informasi Lobby Publik 7. Kegiatan pengelolaan Ruang pengelola Privat 8 Mencari info tentang seni, Pustaka selasar publik membaca, melihat video
9. Kegiatan service Lavatory, Dapur, Storage, dan Service Stock Room 10. Kegiatan istisahat Rumah bambu privat 11. ibadah mushola publik sumber : analisa pribadi
2. Preseden
Rumah Seni Cemeti Yogyakarta17
Rumah Seni Cemeti/ Cemeti Art House terletak di D.I. Panjaitan no.41 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38
Yogyakarta. Galeri seni kontemporer ini dikelola oleh Yayasan Seni
Cemeti yang aktif mengadakan berbagai pameran seni kontemporer yang
diadakan secara periodik. Rumah Seni Cemeti sejak tahun 1988 telah
secara aktif memamerkan dan mengkomunikasikan karya dari seniman
kontemporer baik dari Indonesia maupun mancanegara. Setiap tahun
diselenggarakan paling sedikit sebelas proyek pameran baik pameran
tunggal, pameran kelompok, seni pertunjukkan, site spesifik, maupun happening art, diskusi, presentasi slide serta perbincangan seniman.
Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti Sumber.http://www.archive.cemetiarthouse.com/_file/others/denah_large.jpg 3 Oktober 2011
Bangunan Rumah Seni Cemeti ini bergaya arsitektur vernakuler. Hal ini terlihat pada ruang lobby penerima yang bergaya joglo yang
mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dari ruang penerima ini,
pengunjung digiring menuju ke ruang pamer melewati sebuah ruang
selasar dengan salah satu sisi yang terbuka. Terdapat sebuah taman hijau
2 kecil berukuran kurang lebih 25 m pada sebelah sisi yang terbuka pada
selasar. Di sisi sebelah kanan terdapat ruang penunjang berupa lavatory
dan pantry serta stockroom. Terdapat ceruk dinding yang berisi display
buku dokumentasi seniman dan kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Seni
Cemeti yang berada di sisi kanan dan kiri pintu stockroom. 2 Ruang pamer berukuran 105 m dengan konsep ruang yang semi
terbuka yang salah satunya menghadap selasar yang menghubungkannya
ke ruang lobby penerima. Ruang pamer dilengkapi dengan sistem
commit to user 17 TGA Tomy Arief. ”Galeri Seni Urban di Yogyakarta”. UNS. Surakarta. 2010 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39
pencahayaan alami dari bukaan atap dan sistem pencahayaan artifisial dari
lampu sorot. Finishing dinding ruang pamer menggunakan warna putih
netral tanpa ornamentasi. Plafond dibiarkan tanpa finishing untuk
pencahayaan alami yang merata pada seluruh ruang pamer. Sedangkan
finishing lantai dari ubin dengan warna krem merata dari ruang penerima
hingga ruang pamer.
Museum Soekarno di Blitar18
Gambar ii.42. 1. Museum Soekarno, 2.Menuju Museum,3. Gerbang Museum, 4. Rumah makam Sokearno Sumber.Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
Salah satu tempat wisata di Kota Blitar adalah makam Soekarno,
seorang pembaca proklamasi Indonesia dan Presiden pertama Republik
Indonesia yang berada di Jalan Slamet Riyadi 60, desa Bendogerit,
kecamatan Sunan wetan, sekitar 2 kilometer dari kota Blitar.
Gambar ii.43 Bangsal dan Gerbang Candi Bentar Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
commit to user 18 Http://www.bungkarno.net 9 Juni 2011 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40
Arsitektur "Joglo" gaya Jawa Timur mendominasi makam dikombinasikan
dengan Gerbang Candi Bentar. Selain bangunan utama dibentuk meliputi
rumah makam 'Bung Karno', kompleks kuburan juga dilengkapi dengan
beberapa bangunan pendukung, yakni Gapura Agung, Masjid dan Bangsal.
Terdapat pula bangunan pelengkap yang terdiri rumah pengurus makam,
tempat peristirahatan umum, halaman parkir, dan pertamanan.
Selain berziarah, pengunjung juga dapat menggali wawasan sejarah seputar sosok Soekarno. Yakni dengan adanya sebuah perpustakaan Soekarno lengkap dengan mini museum. Koleksi perpustakaan saat ini sudah mencapai 120 ribu eksemplar yang terdiri dari buku umum, referensi dan termasuk koleksi Soekarno. Jenis koleksi sebagai berikut: a) Koleksi Khusus (Gedung A, Lantai 1 Timur) Berupa biografi Bung Karno, buku-buku karya Bung Karno, buku- buku tentang Bung Karno, dan buku tentang koleksi lukisan dan patung Bung Karno. b) Koleksi Referensi (Gedung A, Lantai 1 Timur) Kamus, elektronika, fisika, kimia, komputer, filsafat, pariwisata, istilah perbankan, ensiklopedia, perundangan, buku-buku langka c) Terbitan Berkala (Gedung A, Lantai 1 Timur) Koran, majalah, tabloid
d) Koleksi Umum (Gedung A, Lantai 2 Timur/Barat
Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu
sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi),
kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi.
e) Koleksi Non buku (Gedung A, Lantai 1 Barat)
Lukisan Bung Karno, Peninggalan Bung Karno, berupa baju dan
koper, Uang seri Bung Karno, tahun 1964, serial lukisan Bung
Karno di Rengasdengklok sebelum kemerdekaan, foto-foto Bung
Karno sejak muda sampai menjadi presiden
f) Koleksi Audio-visual
Berupa CD pidato Bung Karno, VCD ilmu pengetahuan dan commit to user dokumenter, dan sebagainya. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41
g) Koleksi Anak dan Remaja (Gedung B)
Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu
sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi),
kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi.
Gambar ii.44. patung Bung karno dan Relief dinding Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 oktober 2011
Disamping bangunan Perpustakaan, PPBK ini diisi dengan 2 karya seni, yang berupa Patung Bung Karno yang terletak di tengah gedung A lantai 1, serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno yang membentang di pinggir kolam dari arah perpustakaan ke arah makam. Relief itu akan bercerita tentang Bung Karno di masa muda, di masa perjuangan, serta di masa tuanya.
Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno
Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011
Untuk museumnya, dipajang beberapa peninggalan Soekarno. Seperti
foto-foto keluarga Bung Karno dan foto perjalanannya ketika menjadi
Presiden, ada juga jas yang biasa digunakan saat melawat di dalam
maupun luar negeri, dan bendera merah-putih pertama buatan Fatmawati
(istri Bung Karno) yang dikibarkan di Rengasdengklok pada 16 Agustus
1945 silam. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB III
TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA
A. Arsitektur Nusantara
1. Pemahaman Arsitektur Nusantara
Arsitektur nusantara berasal dari istilah nusantara yang mengambil
sumber dari sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dengan arti gugusan pulau-pulau kecil atau sedang yang terletak di antara dua benua dan dua samudera.1 Kata Nusantara terdiri dari kata-kata nusa yang berarti ‘pulau’ dan antara berarti ‘lain’. Istilah ini digunakan dalam konsep kenegaraan “Jawa” artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa.2 3Tahun 1920-an Dr. Setiabudi mendistorsikan arti dari istilah nusantara demi persatuan bangsa, yaitu gugusan pulau antara dua benua dan samudra. Kondisi geografis wilayah di antara kathulistiwa berbagai macam, ada yang berupa laut, ada yang berupa pulau besar dan ada yang berupa pulau kecil/sedang. Gugusan pulau yang terdapat di antara garis kathulistiwa itulah yang disebut sebagai Nusantara. Proses rancang arsitektur nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional dan spiritual. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau
yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. Baik asli maupun
paduan, baik diterapkan dalam aspek rinupa maupun tanrinupa, karya
arsitektur masa kini yang sudah berusaha dirancang dengan penggalian
adat dan budaya nusantara pantas disebut sebagai arsitektur nusantara.
Aspek esensial perancangan arsitektur nusantara adalah hasil eksplorasi
dari potensi yang ada di bumi nusantara sendiri. 4 2. Sejarah Nusantara
Dalam penggunaan bahasa modern, istilah nusantara biasanya meliputi
daerah kepulauan Asia Tenggara atau wilayah Austronesia. Sehingga pada
1 Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS 2 Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang. 3 Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS 4 Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitekturcommit Nusantara, to userIndia, China dan Jepang. 42 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43
masa sekarang ini banyak orang menggunakan istilah geografis ini untuk
menunjukkan sebagai satu kesatuan pulau di Nusantara termasuk wilayah-
wilayah di Semenanjung Malaya (Malaysia, Singapura) dan Filipina
bahkan beberapa negara di wilayah Indochina seperti Kamboja akan tetapi
tidak termasuk wilayah Papua. Di sisi lain, istilah geografis Nusantara saat
ini sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas politik. 5 a) Sejarah Singkat Nusantara Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau sebaliknya. Persinggahan para pelayar dan pedagang dari berbagai mancanegara telah menjadikan Nusantara sebagai tempat kehadiran semua kebudayaan besar didunia. Abad ke-5 sampai ke-15, kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa -Bali, dan Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran rendah yang luas di Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini awalnya pada penyebaran agama Hindu dan Buddha dan Islam di Indonesia. Di Jawa Tengah, candi Borobudur dan Prambanan adalah monumen yang sama nilainya dengan Angkor dan Pagan. Pada abad ke-7 hingga ke -14, kerajaan
Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Pada abad ke-14
bangkitnya kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Islam tiba di
Indonesia sekitar abad ke-12, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan
utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang
tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa oleh
pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Islam
diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut. Peradaban Eropa, hadir sejak abad ke-16. Mulai tahun 1602
Belanda perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara dengan
commit to user 5 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44
memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. Pada dekade ke-17 dan 18 Hindia-Belanda
tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh
perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan bermacam
fasilitas seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah
(masjid dan gereja) dan sebagainya. Penetrasi Jepang di Asia Tenggara pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama. b) Geografi dan Lingkungan6 Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000 kilometer persegi terletak antara 60 LU dan 110 LS serta 950 dan 1400 garis BT. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi), Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores, Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera, Ternate, Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru. Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa dengan suhu yang hampir konstan serta dipengaruhi oleh angin musim dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan
vulkanik dan nonvulkanik yang saling terjalin, sehingga Indonesia
merupakan wilayah seismik paling aktif di dunia. Wilayah Nusantara
juga merupakan wilayah yang rawan tsunami. 7 c) Keragaman Budaya
Indonesia memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar
khatulistiwa. Diantara puluhan ribu pulau, terdapat lima pulau besar,
yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan
pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, sekitar 65% populasi
Indonesia hidup dipulau ini. Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan
6 Ibid commit to user 7 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45
orang Indonesia berbahasa Austronesia yang kelompok wilayah
persebarannya meliputi banyak pulau di Asia Tenggara, sebagian dari
Vietnam Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar
sehingga memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya
Austronesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial,
kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia, selain kekayaan bahasa,
masing-masing etnis memiliki keunikan adat istiadat dan budaya yang sering direfleksikan dalam keunikan arsitektur lokal atau vernakular. 3. Nusantara dan Jaringan Asia8
Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia.
Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat
persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau
sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari
berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan
Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Kebudayaan India
commit to user 8 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46
pengaruhnya mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu
Buddha dan Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan
budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di
Indonesia. Kebudayaan China hingga sekarang ini masih sangat besar dapat
terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa, makanan,
sistem pertanian dan lain sebagainya. Terdapat banyak tinggalan sejarah
yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama pada klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di seluruh wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Kemiripan pada arsitektur vernakular yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia. 4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia9 Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan. Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern, dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman lagi sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan tetapi tidak banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa prasejarah awal. Sejarah budaya melahirkan peninggalan budaya termasuk arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut, maka dapat dikategorikan
sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (arsitektur
lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern (arsitektur
kolonial dan pasca kolonial).
B. Arsitektur di Nusantara
1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha10
Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang
berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan
Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa, sementara dinasti
9 Ibid commit to user 10 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47
Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau Vajrayana.
Peninggalan dari kedua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga
Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga
Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Pembangunan candi terkait
dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan
Hindu di Indonesia. Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa
lampau diketahui dari prasasti-prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Setelah itu terdapat ratusan prasasti yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan suci (candi). Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Berikut beberapa prasasti dan candi peninggalan kerajaan-kerajaan pada era Hindu dan Buddha atau sebelumnya. Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu-Buddha
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Arsitektur Candi a) Fungsi Candi Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan Permaisuri Siwa. Secara harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan sebagai makam. Seringkali candi digunakan sebagai tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi, Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau tempat pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari itu, candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang dilambangkan sebagai arca. Arca diletakan di ruang tengah
candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara pemuajaan
yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih
diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.
b) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
Secara vertikal, struktur Bangunan candi terdiri dari tiga bagian
yang melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap
pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang sering
disebut dengan ‘Triloka’ terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia
tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian
dunia untuk para dewa (svarloka).
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49
Gambar iii.2. Struktur Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala. Arsitektur candi sering juga diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat
tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung
sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia,
selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di
ruang dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada
arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-mekara,
peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni.
c) Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a
joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada
bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan batu dilakukan
dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok commit to user batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara
mendatar maupun ke atas. Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa
menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda.
Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batu dengan bentuk yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang ditambah sedikit kapur. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke bagian luar dalam serangkaian bebatuan menggantung berjarak tidak rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat. Setelah
abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah.
Pembangunan candi memiliki tata cara dan upacara ritual.
Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam tulisan batu
(piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang berinisiatif
membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang
suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya)
untuk bergotong royong membangun candi. Tata cara urutan
pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51
Gambar iii.4. Tata cara Urutan Pembangunan Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
d) Pembagian Kelompok Arsitektur Candi
Gambar iii.5. Peta pengelompokan Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Melihat dari masa pembangunan candi-candi di Nusantara, maka
dibagi atas tiga periode, yaitu masa Klasik Awal (600 M-900 M),
dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini,
kemudian masa Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi
yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi yang ada di Padang
Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang dibangun
pada Masa Klasik Akhir (1250 M – 1500 M) umumnya terdiri dari
konstruksi bata yang secara meluas banyak terdapat di Jawa Timur
dimana candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode commit to user ini. Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
agama yang mewakili keberadaan candi tersebut, Soekmono
membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa tengah Utara mewakili
agama Hindu (Siwa), jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama
Budha (Mahayana) dan jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana
(baik Siwa maupun Budha). Pengelompokkan ini sejalan dengan
pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India. Beberapa candi yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi Gunung Wukir (732 M), Candi Badut (760 M), kelompok candi Gedong Songo di lereng gunung Ungaran.
Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi
Budha pertama di Jawa atau dikategorikan sebagai candi pada masa commit to user Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan(778 M), perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53
candi Sari, candi Borobudur, candi Mendut, kelompok candi Sewu,
kelompok candi Plaosan. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara
candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan,
hanya candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah
dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara.
Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan,
perbedaan yang mendasar terlihat pada candi di Jawa Timur.
Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago (candi
Wisnuwardhana), candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian
candi Jawi, kelompok candi Panataran, candi Jabung.
commit to user Gambar iii.9. salah satu tipe Denah Candi Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
Tabel iii.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa Tengah dan
Jawa Timur.
Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di Padang Lawas terdapat beberapa candi yang digolongkan sebagai candi pada masa klasik madya. Candi ini diperkirakan dibangun pada abad ke-11 dan ke- 13.
Gambar iii.10. Candi Biaro Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut
dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan ke
dalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas
yang terkenal adalah candi belahan di lereng gunung Penanggungan
dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di
bekas kota Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di
Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang
berupa gapura, terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian commit to user pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55
pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang
Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang
dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya
identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain candi
Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.
Gambar iii.11. Candi pada masa Kalsik Akhir Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam11 Islam masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-13 sangat terkait dengan perkembangan perdagangan di wilayah Nusantara. Pada tahun 1297 di Samudra, sebuah kerajaan di Aceh, ditemukan makam raja Islam, salah
satunya makam Sultan Malik al- Saleh. Dari bukti sejarah ini, disimpulkan
bahwa Kerajaan Samudra menjadi kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara. Pada awal abad ke-15, Malaka timbul sebagai pusat
perdagangan dan pangkal penyebaran agama Islam. Sementara di bagian
Timur Nusantara timbul pula pusat kegiatan Islam, yaitu Ternate (1430)
yang meluaskan ajaran Islam hingga ke pantai timur Sulawesi. Kejayaan
Malaka mencapai daerah Riau (Kampar, Indragiri). Majapahit digantikan
kedudukannya oleh Kerajaan Demak yang kemudian meluaskan agama
Islam ke seluruh Jawa hingga bagian selatan Kalimantan sehingga tersebut
kerajaan Mataram dan Banten menjadi kerajaan Islam yang besar setelah
commit to user 11 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
Demak. Pada abad ke-16 juga timbul kerajaan Brunei yang meluaskan ke
Islaman hingga bagian barat Kalimantan, dan juga Filipina. Atas kegiatan
orang-orang Bugis, maka Islam masuk ke Kalimantan Timur dan Sulawesi
Tenggara dan juga beberapa pulau di Nusa Tenggara. Dari Ternate
(Kesultanan Ternate dan Tidore), Islam meluas meliputi pulau-pulau di
seluruh Maluku, dan di daerah pantai Timur Sulawesi serta Sulawesi Utara.
Hingga akhir abad ke 16, boleh dikata bahwa Islam telah tersebar dan mulai mengakar di Nusantara. a) Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di Indonesia adalah peningkatan perdagangan kelautan Asia secara umum pada abad ke-13 dan ke-14. Disamping itu pusat kerajaan Islam yang tumbuh setelah pudarnya kejayaan kerajaan Hindu Budha menjadi bandar-bandar baru sebagai titik pintu masuk menuju perairan internasional bersamaan dengan perkembangan kota-kota pelabuhan yang mulai dikuasai oleh Potugis dan VOC.
Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Pada saat itu, ada dua jenis kota yang muncul; pertama, kota sebagai
pelabuhan dagang dengan pintu masuk menuju jalur perairan
internasional, dan kedua, kota sebagai pusat administratif dengan
daerah pertanian yang makmur. Kota yang terletak di pesisir dan commit to user muara-muara sungai besar disebut sebagai pusat Kerajaan Maritim perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57
berfungsi sebagai pelabuhan atau titik masuk dan keluar pelayaran
seperti Sriwijaya/Palembang, Aceh/Pasai, Banten, Batavia,
Banjarmasin, Semarang, Demak, Jepara, Gersik, Tuban, Surabaya,
Makassar, Ternate dan Banda. Sedangkan kota jenis kedua, kota yang
berada di pedalaman seperti Pagaruyung, Jambi dan Mataram.
Pertumbuhan kota dan permukiman pada kedua kota memiliki
karakteristik dan pola sendiri. Kota pedalaman dicirikan dengan kota dengan istana yang memiliki upacara yang rumit dengan arsitektur yang didasarkan pada penduduk yang bermata pencaharian utama pertanian. Sementara disepanjang pantai utara digambarkan sebagai masyarakat kosmopolitan dengan sederet bandar perdagangan yang lebih cenderung memandang ke luar daripada ke dalam.
Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Bada Aceh
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Elemen lain dalam kota masa Islam awal adalah lebuh agung atau
alun-alun, lapangan yang terletak di tengah-tengah kota dan berfungsi
sebagai tempat berkumpul atau upacara ritual kerajaan/kota dan
kegiatan hiburan. Perkembangan pesat pada kota-kota pelabuhan
dagang Islam membentuk titik perhatian utama pembaharuan arsitektur
dan pembangunan kota saat itu. Sementara itu, masjid menggantikan
candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan.
b) Makam dan Pekuburan Orang Islam
Masa Islam Awal ditandai dengan ditemukannya bentuk monumen
seperti makam, mesjid, kuburan dan keraton. Salah satu ciri utama commit to user bentuk makam yaitu balok batu persegi panjang yang menyerupai perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
bangunan, terukir dengan ayat-ayat yang diambil dari Al Quran serta
dibubuhi ragam hias yang disebut sayap; sedangkan jenis yang satu lagi
lebih umum disebut sebagai bentuk jada atau club.
Gambar iii.14. Bentuk batu nisan di beberapa daerah Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
c) Mesjid sebagai Tempat Suci Mesjid menjadi tempat peribadatan menggantikan fungsi candi pada masa tersebut. Letak mesjid di kota-kota pusat kerajaan di Jawa di sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komponen inti kota yaitu keraton.
1) Kronologis Perkembangan Arsitektur Masjid
Mesjid-mesjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan yang
membedakannya arsitektur mesjid-mesjid di negeri Islam. Mesjid-
mesjid kuno pada awal perkembangan Islam yang mengadopsi
konsep-konsep arsitektur Candi (Hindu/Budha), arsitektur lokal
serta arsitektur Cina. Kekhasan gaya arsitektur mesjid-mesjid kuno
ini dinyatakan oleh bentuk atap tumpang atau bertingkat 2,3,5,
dengan puncaknya dihiasi mustaka atau memolo, denahnya
persegiempat atau bujursangkar dengan serambi di depan atau di
samping; fondasinya pejal dan tinggi, pada bagian depan atau
samping terdapat parit berair (kulah) serta gerbang. Umumnya
mesjid tua di Jawa berciri seperangkat empat tiang yang dikenal commit to user dengan saka guru seperti: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
§ Masjid Menara Kudus, di Kudus,Jawa Tengah
§ Masjid Sendang Dawur di Lamongan, Cirebon
§ Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah
§ Masjid Lima Kaum, Tanah Datar di Sumatera Barat
§ Surau Syeh Burhanuddin, di Ulakan, Padang Pariaman,
Sumatera Barat.
§ Masjid Sultan Abdul Rahman, Kalimantan § Masjid Agung Anke di Jakarta § Masjid Sumenep di Madura § Mesjid Angke dan Marunda di Jakarta § Mesjid Agung Demak § Mesjid Agung Banten § Mesjid Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda § Mesjid di Ternate tahun abad ke 19 (sebelum perubahan)
Gambar iii.15. Masjid yang mendapat pengaruh arsitektur Candi dan arsitektur Vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Kemudian, sekitar awal abad ke-19, arsitektur mesjid-mesjid yang
mendapat pengaruh arsitektur India, Timur Tengah dan Kolonial
Belanda. Beberapa mesjid yang mendapat pengaruh gaya ini adalah :
§ Masjid Raya Baiturahman di Aceh commit to user § Masjid Raya Al Osmani di Labuhan, Deli perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60
§ Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat
§ Masjid Raya Al Maksum di Deli, Medan
§ Masjid Agung di Palembang
§ Masjid Al Azhar di Jakarta
§ Masjid Agung Yogyakarta
§ Masjid Syuhada Yogyakarta
§ Masjid Agung di Banyuwangi
Gambar iii.16. Masjid yang mendapat pengaruh India (arsitektur Moghul) Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.17. Masjid yang mendapat pengaruh arsitektur kolonial (modern Eropa) Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
2) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid
Pada umumnya arsitektur mesjid Indonesia mempunyai konsep
dan elemen ruang utama, mihrab, mimbar, maksurah, halaman
terbuka, serambi, menara, tempat bersuci. Dibagian belakang dan
samping mesjid kuno di Indonesia biasanya terdapat pula makam
raja-raja atau sultan-sultan, anggota keluarga raja dan orang-orang
yang dianggap keramat, contohnya mesjid Demak, mesjid commit to user Kadilangu, mesjid Ampel, mesjeid Kuto Gede, Mesjid banten. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
d) Istana Kerajaan Islam
Keraton atau istana selama masa Islam tumbuh subur di Indonesia
meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi dan
Maluku. Umumnya keraton atau istana berada di dalam pagar keliling
dan di pusat kota kerajaan. Sehingga terdapat perbedaan di antara dunia
” dalam” dan dunia ”luar” yang diwakili oleh istana (di Jawa terkadang
dikenal dengan Dalem) serta lingkungan alam sekitar di luar istana. Lingkungan di dalam istana dikenal sebagai ruang yang bersifat sakral, beradab dan halus, dan lingkungan di luar istana sebagai sesuatu yang liar, kasar dan profan. Tata letak istana/keraton diibaratkan berporos pada gunung yang suci atau berada dalam satu garis imajiner dengan gunung dan laut, seperti halnya yang terjadi di Jawa, Sumatera, Sumbawa, dan ternate, dibelakang keraton/istana terdapat gunung yang dianggap suci. Didalam satu kompleks istana terdapat beberapa bangunan yang mana orientasi atau penempatannya mengekspresikan perumpamaan tingkatan atau hierarki dalam masyarakat tersebut. Unsur arsitektur lokal dan kolonial mendominasi konsep arsitektural istana pada abad ke-19 dan ke-20.
Gambar iii.18.Kompleks Kraton Yogyakarta Sumber: Kopendium Arsitekturcommit Nusantara, to user India, China dan Jepang.pdf perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
Gambar iii.19.Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18) Sumber. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
3. Arsitektur Vernakular Indonesia a) Sejarah Perkembangan12 1) Hubungan Austronesia dan Indonesia Pengaruh budaya Austronesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial, kepercayaan, mitos, dan bahasa. Kearifan nenek moyang, mitos, animisme, penguburan mayat dalam peti, tempat pemujaan yang terletak di tempat yang tinggi merupakan pengaruh dalam kepercayaan.
Gambar iii.20.Lokasi Persebaran Austronesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Begitu pula halnya pengaruh dalam konsep dan bentuk rumah
Austronesia di Indonesia, bagi orang Austronesia rumah bukan
sekedar tempat tinggal, melainkan merupakan bangunan teratur
berlambang yang menunjukkan sejumlah ide penting perwujudan
commit to user 12 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63
keramat para leluhur, perwujudan fisik jati diri kelompok, dunia
kecil di jagad raya, dan ungkapan tingkat dan kedudukan sosial.
Ciri dan karakteristik mendasar dari rumah austronesia yaitu terdiri
atas bangunan persegi empat, berdiri di atas tiang-tiang, beratap
ilalang. Bentuk dasar ini mengalami pembaharuan di daerah
Austronesia dan ditemukan di rumah Batak, ”rumah gadang” di
Minangkabau, ”rumah Tongkonan” di Toraja, dan ”rumah panjang” di dayak, Kalimantan. Perlambangan dalam rumah austronesia nampak pada struktur dan bentuk atap menggambarkan berbagai macam bentuk dan simbol dari benda seperti kipas, perahu, dan tanduk kerbau yang mencerminkan kekuasaan dan nilai kesakralan. Simbol tersebut umumnya juga terdapat pada dinding penutup atap (gable-end). Status sosial atau hierarki dari rumah sering digambarkan dalam dekorasi yang ada di dinding penutup atap.
Gambar iii.21.Arsitektur vernakularcommit Indonesia to user yang menggunakan tanduk kerbau dan atap pelana 2) PengertianSumber: Kopendium Arsitektur Arsitektur Vernakular Nusantara, India, China dan Jepang.pdf perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli
(native). Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai
arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Paul
Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular
menjabarkan bahwa arsitektur vernakular konteks dengan
lingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu
masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut. Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya. Pengertian vernakular arsitektur sering disamakan dengan arsitektur tradisional. Josep Prijotomo berpendapat bahwa secara konotatif kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang turun temurun dari generasi ke generasi. Kemudian, Ismunandar menjelaskan bahwa arsitektur traditional, yang diturunkan dari generasi ke generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional merupakan hasil seni budaya tradisional, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional, yang
mampu memberikan ikatan lahir batin.
Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang di Indonesia sama
artinya dengan adat (custom), kata adat ini di adopsi dari bahasa
Arab. Pada prinsipnya, baik di dunia global dan Indonesia, kata
tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun
temurun dari generasi ke generasi.
b) Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman dan
Kesamaannya13
Indonesia adalah negara kaya dengan ratusan etnis yang mana setiap
etnis memiliki kekhususan budaya tersendiri, sehingga terdapat pula
commit to user 13 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
ratusan tipe rumah vernakular di Indonesia. Dari semua tipe tersebut,
terdapat beberapa tipe yang memiliki keunikan dan karakteristik yang
sangat kuat seperti yang terlihat pada gambar berikut
Gambar iii.22.Sebaran Lokasi Arsitektur vernakular Indonesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Gambar iii.23. Macam ragam arsitektur vernakular Indonesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Dari keberagaman arsitektur vernakular Indonesia, terdapat
kesamaan dari keberagaman tersebut yang berasal dari akar yang sama
yaitu budaya Austronesia. Bahkan kesamaan nampak pada arsitektur
non-austronesia seperti Papua. Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakular
Nusantara yang juga merupakan ciri dari arsitektur austronesia:
§ Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa,
Bali, Lombok dan commitPapua, menggunakanto user struktur rangka tiang kayu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
atau tipe rumah panggung sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan
geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem
pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation
(balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal).
§ Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam
didalam tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel
ketika ada guncangan atau gempa. § Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku. § Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong keluar. Seringklai pemanjangan dibuat lekukan sehingga menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi atap tampak pada keseluruhan bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Selain itu itu atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan. § Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.
1) Pola Perkampungan Di Indonesia, terdapat dua tipe tatanan permukiman dan rumah
dari kampung-kampung tradisional yaitu linear dan konsentris. Di
masa mendatang tatanan ini mengalami evolusi dalam
perkembangannya seperti bentuk radial, bentuk huruf T dan
bentuk silang (cross type). Kampung-kampung dengan tantanan
linear biasanya terdapat di pesisir-pesisir pantai Indonesia, namun
juga terdapat di pedalaman Sumatra, Nias, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, dan beberapa wilayah di Jawa. Bangunan pada kampung
bersifat linear letaknya berbaris dan berhadapan satu sama lainnya,
diantara barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama yang
digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperi berkumpul,
pemujaan atau ritual keagamaan, acara kesenian dan lain commit to user sebagainya. Pada ruang terbuka ini pula sering ditempatkan batu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67
megalith, tugu dan tiang sakral keagamaan. Bangunan pemimpin
(chief house) atau raja ditempatkan dekat batu atau tugu tersebut
atau di ujung pelataran yang membelah barisan rumah dan menjadi
akhir dari deretan rumah dan kampung, tetapi ada juga yang
ditempatkan di tengah-tengah barisan.
Ditinjau dari fungsinya, bangunan vernakular Indonesia
umumnya terdiri dari tiga bagian ; rumah tinggal, bale adat atau ruang pengadilan atau ruang musyawarah, dan lumbung. Letak ketiga bangunan tersebut bisa saling berhadapan seperti halnya yang terjadi di perkampungan Batak Toba dan Bali Aga.
Gambar iii.24. pembagian pola perkampungan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Perkampungan dengan pola konsentris terdapat di Flores dan
Sumba dan Jawa Tengah. Tantanan ini memiliki bagian tengah
yang dianggap sakral dan penting, misalnya ruang terbuka (tempat
berkumpul), batu megalith, tugu atau kuburan para nenek moyang.
Beberapa kampung memiliki pola gabungan dari linear dan
kosentris yang sering disebut dengan compound type. Pola
kosentris menyimbolkan penerapan sistem pemerintahan pada
kekuatan tunggal yang memusat. Sementara pola linear
menggambarkan demokrasi dari distribusi kekuasaan dengan strata
sosial lebih sederhana. Ada juga pola menyebar (scattered type)
atau disperse settlement pattern. Pola perkampungan ini seringkali
menggambarkan persamaan struktur sosial (less stratified social commit to user struktur) dan kelompok masyarakat yang lebih kecil. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
2) Rumah dan Tatanan Ruang
Pembagian ruang dapat dikategorikan secara vertikal dan
horizontal, pembagian ruang ini sebagai respon terhadap sistem
sosial kekerabatan, kosmologi dan kondisi alam sekitar. Secara
horizontal, terdapat bagian dari rumah yang dianggap paling sakral
atau suci adalah bagian yang paling dalam atau belakang, sehingga
menjadi tempat pemujaan atau penyimpanan benda-benda keramat atau warisan leluhur.
Gambar iii.25. pembagian horizontal bangunan vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Secara vertikal, pembagian ruang terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah, dengan bagian atas sebagai ruang yang paling sakral sehingga barang-barang yang dianggap keramat disimpan di dalam ruang atas ini. Ruang tengah untuk kehidupan manusia dan
ruang bawah untuk binatang ternak atau gudang.
Umumnya masyarakat primitif memiliki kepercayaan terhadap
pembagian dunia atau alam ke dalam tiga bagian yaitu dunia atas
sebagai tempat para dewa, dunia tengah bagi kehidupan manusia,
dan dunia bawah bagi roh-roh jahat. Dari segi bentuk dan
morphologi ruang, umumnya rumah vernakular di Indonesia terdiri
dari persegi panjang dan bujur sangkar seperti halnya rumah Aceh,
Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali dan Sumba. Ada juga yang menggunakan bentuk
lingkaran dan ellips seperti rumah di Nias Utara, Lombok dan
Papua. Beberapa rumah vernakular Indonesia merupakan tipe commit to user rumah komunal artinya terdapat beberapa keluarga yang memiliki perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69
kekerabatan dengan beberapa generasi yang berbeda, tinggal dalam
satu rumah besar seperti rumah Batak Toba, Karo, Minangkabau,
Mentawai, Kalimantan, Lio (Flores), Sumba. Ruang dibatasi oleh
dinding, perbedaan tinggi lantai, alas (tikar) saja. Ruang-ruang
tersebut dihubungkan oleh ruang bersama.
3) Teknologi Bangunan:Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan yang alami dan teknik konstruksi yang sederhana dengan cara menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian bangunan dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu dengan beberapa alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji, pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan, tiang dan balok disambung di tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.
Penyusunan tiang dan balok a tidak menggunakan paku, tapi
menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan
pangku dan sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut
bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel commit to user melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70
Gambar iii.28. Teknik konstruksi rumah vernakular Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Perkuatan sistem konstruksi rumah untuk mengantisipasi kondisi alam yang rawan gempa terlihat pada rumah Nias, dengan menambahkan penopang yang membentuk huruf X dan V.
Gambar iii.29. Batang silang X dan V pada rumah Nias Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Pada bangunan lumbung di Indonesia memiliki kekhususan
dari teknik konstruksi yaitu pemasangan piringan kayu besar
disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat
mencapai tempat penyimpanan padi.
Gambarcommit iii.30. tobangunan user Lumbung di Indonesia Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
4) Upacara Pendirian Bangunan
Rumah menjadi perlambang status kedudukan seseorang dalam
masyarakat, sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah.
Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan
titik pembangunan rumah, pendirian tiang utama/seri/tengah,
pemasangan bubungan atau atap rumah, sampai upacara
masuk/penghunian rumah. Hal ini dilakukan secara bertahap dan melibatkan pemilik rumah dan pemuka kampung atau ahli tukang (chief carpenter) atau orang yang dianggap keramat atau sakti. Misalnya, proses pembersihan dan pendirian tanda rumah dilakukan pemilik rumah dalam hal ini ibu atau perempuan pemilik rumah dengan orang sakti yang tahapannya dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ritual ini bertujuan untuk memberikan spirit atau jiwa bagi
kehidupan yang berlangsung didalam rumah atau bangunan yang
didirikan yang sering disimbolkan dalam benda keramat yang
diletakkan di dalam rumah, seringkali di letakkan pada bagian
tengah atau atas (atap) rumah. Misalnya raga-raga yang digantung
dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa atau nyawa
dari rumah, berfungsi juga mengusir roh-roh atau gangguan dari
luar terhadap keselamatan penghuni rumah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72
Gambar iii.32. raga-raga yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil dari jagat raya. Rumah adalah tempat kelahiran, perkawinan dan kematian. Seringkali upacara yang berhubungan dengan ketiga hal tersebut dikaitkan dengan arah mata angin dan pergerakan matahari. Sehingga unsur kejagadan ini menciptakan tatanan upacara yang mengatur kegiatan di dalam rumah. Sebagai contoh timur dianggap serupa dengan hal-hal memberi kehidupan dan barat identik dengan kematian.
Gambar iii.33. Perwujudan jagad kecil dikaitkan dengan mata angin Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Sebagian besar masyarakat tradisional Indonesia membagi
alam kedalam tiga bagian; dunia atas, dunia tengah dan dunia commit to user bawah. Kosmologi ini juga mempengaruhi pembagian ruang dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
rumah; ruang dibawah atap disamakan dengan alam dewa dan
leluhur, lantai mewakili dunia biasa pengalaman sehari-hari dan
ruang kosong dibawah rumah dihubungkan dengan alam baka yang
dihuni oleh roh jahat, jiwa orang mati dan hal-hal gaib lainnya.
Pembagian ini sangat jelas terlihat pada rumah-rumah di Sumatra
khususnya Batak Toba, rumah di Kalimantan, Tongkonan di
Toraja, Sulawesi dan beberapa rumah Sumba di Nusa Tenggara.
Dunia Atas, tempat para dewa
\
Dunia Tengah, tempat kehidupan manusia
Dunia Bawah, tempat para roh jahat dan simbol kesuburan/ kemakmuran
Gambar iii.34. Pembagian jagad kecil rumah Batak Toba Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
Ada pula pembagian dengan konsep berdasar gender serta gagasan mengatur perilaku pria dan wanita. Seringkali wanita
dikaitkan dengan bagian dalam atau belakang rumah, dan pria
serupa dengan bagian depan atau luar rumah. Pengaturan ruangan
keluarga di dalam rumah suku Minangkabau di Sumatera Barat
sangat dipengaruhi oleh konsep gender tersebut.
5) Macam Arsitektur Vernakuler Indonesia
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan.
Sementara kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan
tradisionalnya, begitupun arsitektur vernakuler juga merupakan
akar dari arsitektur nusantara. Arsitektur vernakuler sangat
beranekaragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku commit to user bangsanya. Salah satu contoh arsitektur vernakuler adalah rumah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74
tradisional Indonesia.14
Pada hakikatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang
sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang menjiwai wadah
itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan
ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan
bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya
dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri, dan kebudayaannya).15 Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia
NO GAMBAR NAMA NAMA KETERANGAN PROVINSI RUMAH ADAT 1 DI Aceh/ Rumoh aceh Bentuk: persegi panjang, panggung Nanggro Atap: pelana Aceh Bahan: kayu Darussalam/ NAD
2 Sumatera Rumah balai Bentuk: panggung, persegi panjang Utara batak toba Atap: pelana bertanduk Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu dan batu
3 Sumatera Rumah gadang Bentuk: panggung, persegi panjang Barat Atap: pelana bertanduk Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu dan batu
4 Riau Rumah melayu Bentuk: panggung, persegi panjang selaso jatuh Atap: pelana kembar Bahan: kayu
5 Jambi Rumah Bentuk: panggung, persegi panjang panggung Atap: pelana Bahan: kayu
6 Sumatera Rumah limas Bentuk: panggung Selatan Atap: pelana Bahan: kayu
714 Ibid commit to user 815 Ibid perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75
7 Lampung Nuwo sesat Bentuk: panggung Atap: pelana Bahan: kayu
8 Bengkulu Rumah Bentuk: panggung bubungan lima Atap: pelana Bahan: kayu
9 DKI Jakarta Rumah kebaya Bentuk: menapak tanah Atap: pelana Bahan: kayu
10 Jawa Barat Kesepuhan Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu
11 Jawa Tengah Rumah joglo Bentuk: menapak tanah, bujur sangkar Atap: limasan Bahan: kayu
12 DI Rumah joglo Bentuk: menapak tanah Yogyakarta Atap: limasan Bahan: - kayu jati - kayu nangka: pemakaian arah vertikal. - Glugu: sebagai kerangka rumah misalnya: balder, pengerat, sunduk, kili usuk - Bambu: untuk kap rumah, yaitu usuk, reng, gendong, juga untuk dinding (bilik) - Ulelitan: bahan penutup atap dari daun kelapa, daun tebu, daun bambu, atau ijuk
- Sirap: bahan penutup atap - Ragum: tali dari ijuk untuk mengikat hubungan-hubungan kayu. 13 Jawa Timur Rumah joglo Bentuk: menapak tanah Atap: limasan Bahan: kayu
14 Bali Gapura candi Bentuk: menapak tanah bentar Atap: limasan Bahan: kayu
15 Nusa Dalam loka Bentuk: panggung Tenggara samawa Atap: pelana Barat Bahan: kayu
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76
16 Nusa Sao ata mosa Bentuk: panggung Tenggara lakitana Atap: pelana Timur Bahan: kayu
17 Kalimantan Rumah panjang Bentuk: panggung, persegi panjang Barat Atap: pelana Bahan: kayu
18 Kalimantan Rumah betang Bentuk: panggung, persegi panjang Tengah Atap: pelana Bahan: kayu
19 Kalimantan Rumah banjar Bentuk: panggung Selatan Atap: pelana Bahan: kayu
20 Kalimantan Rumah lamin Bentuk: panggung, persegi panjang Timur Atap: pelana Bahan: kayu
21 Sulawesi Rumah bolaang Bentuk: panggung, persegi panjang Utara mongondow Atap: pelana Bahan: kayu
22 Sulawesi Souraja / Rumah Bentuk: panggung, persegi panjang Tengah besar Atap: pelana Bahan: kayu
23 Sulawesi Laikas Bentuk: panggung, persegi panjang Tenggara Atap: pelana Bahan: kayu
24 Sulawesi Tongkonan Bentuk: panggung, persegi panjang Selatan Atap: pelana Bahan: daun nipah, batang nipau, bambu, kayu, anyam dahan atau rotan
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77
25 Maluku Baileo Bentuk: panggung, persegi panjang Atap: pelana Bahan: kayu
26 Irian Jaya / Rumah honai Bentuk: lingkaran, menapak tanah Papua Atap: berbahan ijuk Bahan: kayu
Sumber: www.google.com 10 April 2011
C. Konsepsi Arsitektur Nusantara Pembicaraan tentang lingkungan, kiranya tidak hanya akan terbatas pada lingkungan alam saja. Sesungguhnya, istilah lingkungan mempunyai pengertian yang sangat luas. Lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan alam atau fisik, yaitu lingkungan yang terbentuk bukan atas hasil sentuhan tangan manusia. Selanjutnya, lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan fisik terbangun atau lingkungan buatan; yaitu lingkungan fisik yang terbentuk dari hasil sentuhan tangan manusia, misalnya gedung-gedung. Lingkungan pun dapat bermakna sebagai lingkungan sosial, yaitu lingkungan yang berwujud sebagai suasana-suasana kemasyarakatan, dengan kata lain merupakan hubungan manusia dengan manusia. Namun lingkungan tersebut juga tidak lepas dengan hubungannya pada hal-hal yang metafisik, ini berarti
dalam lingkungan ada hubungan manusia dengan yang gaib, khususnya
dengan Sang Pencipta (Allah).
Menurut Silas dalam Tanudjaja (1991), adanya hubungan-hubungan ini
nampak pada wujud arsitektur tradisional masyarakat Jawa, khususnya
bangunan candi, yang melambangkan alam atas (dewa, leluhur dan masa
mendatang), alam tengah (kehidupan masa kini), dan alam bawah (masa lalu
atau dosa).
Ketergantungan manusia terhadap alamnya, adalah satu hal yang menjadi
orientasi nilai di dalam masyarakat tradisional, yang akan dimanifestasikan ke
dalam wujud-wujud arsitektural yang sangat tergantung pada karakter-karakter
alam. Sehingga menghasilkan karya-karya arsitektural yang akrab atau santun,
selaras, dan serasi dengan alamnya.commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78
Perumusan tentang arsitektur nusantara memang cukup sulit, mengingat
bahwa keanekaragaman suku bangsa di Indonesia menghadirkan pula
keanekaragaman arsitekturnya. Di satu sisinya, keanekaragaman ini mungkin
akan menimbulkan perasaan bangga di dalam diri masyarakatnya karena
adanya ke-bhineka tunggal ika-an. Namun demikian kebanggaan yang
dilandasi oleh pemikiran bahwa keragaman budaya tidak menjadi penghalang
bagi terwujudnya keserasian, kesatuan, dan kehidupan yang berdampingan secara serasi; di dalam kesatuan terdapat keragaman. Dengan demikian, perlu adanya upaya-upaya memecahkan permasalahan tersebut, akhirnya Tanudjaja (1991), mengemukakan dua buah alternatif pemecahan masalah, yaitu: 1. Tidak perlu diadakan rumusan tentang arsitektur nasional Indonesia; arsitektur-arsitektur tradisional di Indonesia tetap menjadi bagian yang mandiri di dalam kancah arsitektur Indonesia. Arsitektur-arsitektur tradisional daerah-daerah di Indonesia tersebut dibiarkan dan diberi kebebasan untuk berkembang dan tumbuh subur sesuai dengan ciri dan jiwanya. Arsitektur-arsitektur tersebut tidak perlu saling dirujuksilangkan atau dikawinkan untuk dijadikan arsitektur Indonesia, karena hal ini bisa mengakibatkan terjadinya arsitektur eklektik yang kurang mendasar. Nilai- nilai budaya tradisional yang terkandung pada arsitektur tradisional tersebut dibiarkan dan diberi kebebasan untuk berkembang di dalam
ekosistemnya. Dengan demikian, tidak ada rumusan tentang arsitektur
Indonesia, melainkan arsitektur di Indonesia (atau mungkin, arsitektur
Indonesiawi yang bukan arsitektur Indonesia). Langkah ini bisa disertai
dengan konsekuensi bahwa pada suatu saat kelak, mungkin ada suatu
wujud arsitektur tradisional tertentu yang akan diakui oleh segenap
anggota masyarakat di Indonesia, tidak terbatas hanya pada sekelompok
masyarakat atau sekelompok suku bangsa, sebagai arsitektur Indonesia.
2. Upaya kedua ini merupakan upaya yang sangat berlainan, atau bahkan
berlawanan, dengan upaya yang pertama. Perumusan tentang arsitektur
Indonesia dilakukan melalui langkah-langkah yang bertahap dan mendasar.
Asal-muasal dari setiap komponen arsitektural; seperti atap, tiang, dinding, commit to user lantai, langit-langit, jendela, dan pintu bangunan dan suprasegmen perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79
arsitektural; seperti bentuk, warna, tekstur, dan ukuran dari setiap
komponen arsitektural ditelaah secara mendasar. Asal-muasal dari setiap
suprasegmen komponen arsitektural yang terdapat di dalam setiap
arsitektur tradisional (maupun non-tradisional) di Indonesia ini ditelaah;
menyangkut dasar-dasar filosofisnya, nilai-nilai sosial budaya yang
dikandungnya, dan konsepsi-konsepsi lain yang mendasari perwujudannya.
Selanjutnya, diadakan penelusuran terhadap benang-benang penghubung antar masing-masing konsepsi yang menjadi jiwa dan asal-muasal perwujudan tersebut. Akhirnya, jika terdapat kemiripan di dalam setiap konsepsi, maka konsepsi tersebut dapat dinyatakan sebagai konsepsi yang mewakili arsitektur-arsitektur di Indonesia. Namun demikian, langkah- langkah ini hampir pasti tidak akan menghasilkan rumusan tentang bentuk atap, tiang, langit-langit, dan komponen-komponen arsitektur lainnya, ataupun gambaran nyata tentang warna, tekstur, dan ukuran dari setiap komponen arsitekturalnya. Hal ini mungkin, disebabkan karena keanekaragaman arsitektur di Indonesia.
D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan Kesamaan ciri-ciri arsItektur candi di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang
dilambangkan sebagai arca.
2. Secara vertikal, struktur Candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan
kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu
kesatuan alam semesta yang disebut dengan ‘Trilok’;dunia manusia
(bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka)
kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam
struktur candi digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala
3. Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif,
yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat.
Awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat
perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk membuat semacam commit to user lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80
bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Awal abad ke-9, ahli
bangunan Jawa menggunakan teknik dinding batu berdaun ganda.
Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakuler Nusantara adalah sebagai berikut:
1. Arsitektur vernakuler Nusantara merupakan ciri dari arsitektur Austronesia:
a) Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa, Bali, Lombok dan Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal). b) Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam didalam tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel ketika ada guncangan atau gempa. c) Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku. d) Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong keluar. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian bawah) bangunan. Atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan. e) Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang
menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.
2. Pola Perkampungan
a) Tatanan permukiman dan rumah kampong tradisional yaitu linier dan
konsentris, terdapat pula pola radial, huruf T, dan silang.
b) Selalu terdapat ruang bersama untuk berkumpul, pemujaan atau ritual
agama, acara kesenian dan sebagainya
c) Tatanan perkampungan memiliki bagian tengah yang dianggap sacral,
sebagai ruang terbuka (tempat berumpul),batu megalith, tugu atau
kuburan nenek moyang
d) Pola menyebar mencerminkan persamaan struktur social
3. Rumah dan Tatanan Ruang commit to user a) Pembagian ruang dikategorikan secara vertical dan horizontal perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81
Horizontal: bagian yang dianggap paling suci atau sacral adalah bagian
paling dalam atau belakang
Vertical: bagian atas sebagai ruang paling sacral, bagian tengah untuk
kehidupan manusia, bagian bawah untuk binatang ternak atau gudang
b) Pembagian dengan konsep gender (pemisahan ruang serta gagasan
mengatur perilaku wanita dan pria)
c) Dari segi bentuk dan morphologi ruang, rumah vernakuler Indonesia umumnya terdiri dari persegi panjang dan bujur sangkar namun ada juga yang berbentuk lingkaran dan ellips d) Dalam tipe rumah komunal, tiap ruang dibatasi oleh dinding, perbedaan tinggi lantai atau alas tikar yang dihubungkan oleh ruang bersama 4. Teknologi Bangunan: Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi a) Menggunakan bahan yang alami berupa kayu dengan penyusunan tiang dan balok tanpa paku namun menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku dan sambungan tarik b) Tiang bangunan beralas batu tanpa ditanam dalam tanah sebagai perkuatan sistem konstruksi pengantisipasian kondisi alam yang rawan gempa karena akan lebih fleksibel ketika terjadi guncangan 5. Upacara Pendirian Bangunan a) Rumah lebih dari tempat tinggal namun juga menjadi perlambang
status kedudukan seseorang sehingga perlu tata cara dalam pendirian
rumah yang bertujuan memberikan spirit/ jiwa, disimbolkan dalam
bentuk benda keramat yang diletakkan di dalam rumah
b) Rumah merupakan tempat kelahiran, perkawinan dan kematian
sehingga dikaitkan dengan arah mata angin. Bagian timur memberi
kehidupan (awal) dan bagian barat merupakan kematian (akhir)
6. Kesamaan untuk mengantisipasi permasalahan termal dengan kondisi
iklim yang sama yaitu tropis lembab (arsitektur tropis)
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN
A. Pemahaman Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan merupakan
sebuah wadah untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur serta sebuah area
memajang aktifitas publik yang diselenggarakan untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan meliputi kota Yogyakarta dan sekitarnya dengan menerapkan potensi arsitektur nusantara yang akan diwujudkan dalam tampilan fisik, guna menciptakan image baru dari sebuah galeri yang tentunya akan menarik minat masyarakat untuk datang ke galeri. Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini berusaha untuk mewujudkan galeri yang berbeda dengan menggunakan karakter arsitektur nusantara yang diangkat dari filosofi candi-candi dan potensi rumah-rumah tradisional Indonesia sebagai solusi permasalahan terkait dengan kegiatan yang berlangsung di dalamnya serta lokasi galeri ini nantinya, sekaligus sebagai usaha untuk menampilkan desain arsitektur galeri yang mewujudkan citra ke-nusantara-an sesuai dengan fungsi di dalam galeri ini.
B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri
1. Fungsi
Fungsi Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan yaitu
a) Fungsi Perlindungan
yaitu perlindungan aset arsitektur nusantara berupa replika candi dan
arsitektur rumah tradisional di Indonesia
b) Fungsi Edukatif
yaitu mengembangkan daya pikir dan kreativitas bagi pengguna serta
menunjang penyelenggaraan pendidikan Arsitektur dalam masyarakat.
c) Fungsi Informasi
yaitu memberi/ menyediakan fasilitas dalam mencari informasi
terutama mengenai arsitekturcommit to user
82 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83
d) Fungsi Rekreasi
yaitu galeri merupakan tempat untuk mengisi waktu luang.
e) Fungsi Apresiasi
yaitu memberikan apresiasi terhadap karya seni arsitektur
2. Visi
Visi atau tujuan dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan adalah sebagai pusat pelestarian arsitektur nusantara di Indonesia serta wadah penyajian karya seni arsitektur dan wadah bagi masyarakat kota Yogyakarta untuk memperoleh informasi arsitektur melalui berbagai media atau sumber informasi yang tersedia. Dengan demikian diharapkan dapat diwujudkan masyarakat yang terdidik terpelajar, kreatif, apresiatif dan berbudaya tinggi. Masyarakat yang demikian diharapkan bisa senantiasa mengikuti perkembangan arsitektur di era globalisasi serta tidak melupakan dan lebih mengenal arsitektur nusantara di Indonesia sejak era hindu-buddha (candi-candi) hingga ke rumah tradisional Indonesia.
3. Misi Misi dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan sebagai berikut: a) Melestarikan arsitektur nusantara di Indonesia
b) Mewadahi penyajian karya seni arsitektur dalam lingkup nasional
maupun internasional.
c) Mengkaji dan menyebarluaskan data dan informasi tentang koleksi
Galeri Arsitektur Nusantara
d) Meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni arsitektur dikalangan
arsitek, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum
e) Mengembangkan pemikiran (wacana), pandangan dan tanggapan
terhadap karya seni arsitektur dalam kerangka peningkatan wawasan,
perluasan komunitas dan jaringan kerjasama
f) Memberikan bimbingan (guiding) dan pembelajaran arsitektur melalui
publik program yang bersifat edukatif-kultural dan rekreatif. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84
C. Jenis Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini direncanakan sebagai sebuah
Galeri karya arsitektur secara umum, sehingga dapat melayani berbagai
lapisan masyarakat sesuai dengan visi dan misinya.
D. Status Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan adalah galeri yang dimiliki dan dikelola oleh lembaga swasta non-pemerintah, dimana lembaga tersebut memiliki kepedulian terhadap dunia arsitektur.
E. Pengelola Galeri Untuk kelancaran sistem pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan dalam ruang galeri, maka struktur organisasi dibentuk sebagai berikut:
Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektur Nusantara Sumber: Analisa Pribadi
F. Lingkup Kegiatan
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam Galeri Arsitektur Nusantara yang
direncanakan berdasarkan jenis kegiatan utama terdiri dari:
1. Kegiatan Pengembangan, yang kemudian dibagi menjadi:
a) Kegiatan Informasi, yaitu kegiatan pemberian dan pertukaran
informasi yang berhubungan dengan karya arsitektur
b) Kegiatan Pemutaran Film, yaitu kegiatan pemutaran film yang
berkaitan dengan arsitektur, isu lingkungan, perkotaan, baik
commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
85
dokumenter maupun fiksi dari lingkupnya. Kegiatan ini dapat diadakan
baik untuk umum maupun untuk pengunjung terbatas
c) Kegiatan Pameran, yaitu kegiatan pameran karya-karya seni arsitektur.
Obyek pameran merupakan karya seni visual
1) Pameran Tetap,mengoleksi miniatur replika candi dan rumah
tradisional Indonesia
2) Pameran Temporer, merupakan pameran yang menampilkan karya- karya yang berhubungan dengan arsitektur 3) Kegiatan Diskusi Umum/ Terbuka, yaitu kegiatan diskusi umum terkait dengan isu lingkungan yang sedang berkembang. Termasuk dalam diskusi ini yaitu kegiatan peluncuran buku, pembicaraan seputar arsitek dan karyanya, pemutaran film dan lain sebagainya. 2. Kegiatan Pengelolaan, yaitu kegiatan administrasi yang meliputi tata usaha, keuangan, personalia, pemeliharaan bangunan dan kawasan, keamanan, serta kegiatan koordinasi 3. Kegiatan Penunjang, dibagi atas: a) Kegiatan Komersiil/ Commercial Activity, yaitu kegiatan yang bersifat komersial namun tidak berhubungan dengan kegiatan jual beli karya seni. Kegiatan ini difasilitasi oleh toko cinderamata, restaurant, coffee shop, dan book store
b) Kegiatan Pelayanan dan Servis
Meliputi kegiatan penyimpanan, penjagaan dan pengawasan
keamanan, pemeliharaan, dan bongkar muat
G. Materi Pameran dan Koleksi
Pada umumnya lingkungan seni arsitektur cukup luas, dengan berbagai bentuk
bidang yang dibedakan menurut media, material dan bentuk hasil karyanya.
Secara umum dibagi menjadi seni 3 dimensi dan 2 dimensi. Macam karya
yang diwadahi diantaranya:
a) Seni dua dimensi (fotografi, film, sketsa, seni grafik) penjelasan pada
bab II hal.20 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
86
b) Seni tiga dimensi (maket, instalasi, furniture, miniatur rumah
tradisional dan candi) penjelasan pada bab II hal.21 dan 24
Berdasarkan data pada Bab III hal.47 dan hal.74, jumlah materi
pameran untuk rumah tradisional dan candi adalah sebagai berikut:
Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional di Indonesia
NO Rumah Tradisional Jumlah 1 Sumatera 8 2 Jawa 5 3 Kalimantan 4 4 Nusa Tenggara, Bali 3 5 Sulawesi 4 6 Maluku, Papua 2 Total 26 buah Sumber: www.google.com 10 April 2011
Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha Tinggalan Agama Jumlah Sejarah Hindu Buddha Siwa Hindu-Buddha Siwa-Hindu Siwa-Buddha Candi 9 12 1 5 1 2 30 Prasasti 7 11 14 - 2 5 2 41
Arca/ 5 2 - 2 1 2 12
Monumen
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
H. Sasaran Pengguna
Berdasarkan jenisnya, pelaku kegiatan dalam galeri terdiri dari:
1. Pengunjung umum (masyarakat)
Kelompok ini merupakan pengunjung yang paling mendominasi. Motivasi
kelompok ini biasanya mempunyai dua arah yaitu umum (general) dan
detail. Kerangka pameran yang jelas dan didukung oleh tata pameran yang
mendetail akan sangat membantu mereka. Pengunjung ini memiliki
motivasi untuk berekreasi dan memanfaatkan liburan dengan aktivitas commit to user yang dapat merangsang kreativitas. Dari jumlahnya, kelompok ini dapat perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
87
terdiri dari perorangan maupun rombongan. Untuk memenuhi minat
mereka, bantuan perpustakaan sangat diperlukan.
2. Peneliti
Yang tergolong dalam hal ini adalah peneliti ilmiah, dan atau untuk hal-hal
yang langsung terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Keterangan-
keterangan detail dan tepat sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya
kelompok ini terdiri dari perorangan, kecuali bila sedang ada seminar yang menyangkut koleksi/ pameran museum. Perpustakaan merupakan syarat mutlak bagi mereka. 3. Seniman dan Arsitek Merupakan tulang punggung dari kelangsungan galeri ini. Setiap periode pameran, akan diwakili oleh karya-karya beberapa arsitek maupun seniman yang berbeda. 4. Kurator Bertanggung jawab atas segala macam kegiatan yang berlangsung di dalam galeri. Terdiri dari orang-otrang yang memiliki pegetahuan dibidang arsitektur dan bertugas memberikan informasi bagi pengunjung, menilai dan menganalisa suatu karya, memnentukan metode penyimpanan dan pameran karya seni serta mengatur dan mengorganisir acara-acara yang diadakan di galeri.
5. Pengelola
Bertugas mengelola manajemen dari organisasi galeri ini, terdiri dari:
a) Direktur dibantu oleh Wakil Direktur
Bertanggung jawab penuh atas segala kegiatan yang berjalan di galeri
b) Sekretaris membantu tugas dan tanggung jawab yang dijalankan oleh
Direktur dan Wakil Direktur
c) ManajerAdministrasi dan Keuangan
d) Manajer Program yang terdiri dari kurator pelaksana harian dan
koordinator commercial area
e) Manajer Informasi dan Penelitian yang terdiri dari dokumentasi dan
kepustakaan, front desk dan litbang teknologi dan informasi commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
88
f) Manajer Keamanan dan Perawatan yang tediri dari koordinator
perawatan dan rumah tangga serta koordinator keamanan.
I. Frekuansi Kegiatan
Frekuensi kegiatan dalam Galeri Arsitektu Nusantara di Yogyakarta yang
direncanakan dibagi dalam tiga kategori pelayanan, yaitu :
1. Kegiatan Pameran Pameran Tetap dan Temporer berlangsung setiap hari pukul 09.00-18.00 kecuali hari minggu mulai pukul 08.00 2. Kegiatan Pendidikan a) Perpustakaan buka setiap hari pukul 09.00-15.00 b) Konferensi, seminar, diskusi dikhususkan pada hari sabtu dan minggu 3. Kegiatan Pendukung a) Toko cinderamata dan book store buka setiap hari pukul 09.00-15.00 b) Restaurant dan coffee shop buka setiap hari pukul 09.00-21.00 c) Kegiatan Penunjang (koordinasi, pengelolaan, administrasi) dilakukan secara rutin setiap hari pukul 09.00-15.00
J. Bentuk dan Sistem Pelayanan
1. Bentuk Pelayanan
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan menerapkan
bentuk pelayanan langsung, yaitu masyarakat atau pengunjung datang
secara langsung ke Galeri.
2. Sistem Pelayanan
Sistem Pelayanan yang diterapkan pada galeri yang direncanakan
menggunakan sistem pelayanan terbuka (open access). Sistem ini
diterapkan pada semua ruang pameran dan perpustakaan umum.
Pengunjung dapat melihat karya pameran dengan bebas, memilih dan
mengambil sendiri bahan pustaka yang tersedia di ruang perpustakaan
tanpa harus dilakukan oleh petugas perpustakaan.
commit to user