ARSITEKTURA Vol 16, No.1, 2018; halaman 25-38 Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan ISSN:1693-3680 (PRINT) E- ISSN:2580-2976 (ONLINE) https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura DOI: http://dx.doi.org/10.20961/arst.v16i1.16350

ARABIC ETHNIC HOUSES IN KAMPUNG ARAB PASAR KLIWON AS THE PRODUCT OF ACCULTURATION

RUMAH TUA ETNIK ARAB DI KAMPUNG ARAB PASAR KLIWON SEBAGAI HASIL AKULTURASI

Najmi Muhamad Bazher* MENARA, Study and Research Center of Arab Ancestry in Indonesia Email : [email protected]*

Abstract The wave of migration to Indonesia cause multiculturalism in their communities. Acculturation happened when the imigrant’s culture meet and blend with the native’s culture. Hadhrami immigrants came and stayed in Indonesia, bringing their original culture from Yaman. Islam as their religion became the important part of their life and effecting the culture, wherever they live. Adapting to the native culture and local condition was needed when they chose to settle in Indonesia. Dutch colonization at that time effected Indonesian society’s way of life, so are the immigrants. Socio-cultural dynamics will influence and expressed by architecture form. The objective of this study was to identify acculturation between Arab, Islam, Indonesia, and Dutch culture on architecture of Arab’s antique houses in Kampung Arab Pasar Kliwon. Research method used in this study is qualitative-explorative and using descriptive as analysis method. Acculturation between Arab, Islam, Indonesia, and Dutch cultures on the Arab’s antique houses in Kampung Arab Pasar Kliwon, found through the existence of Arab vernacular architecture, islamic concept architecture, tropical-humid architecture, and Dutch on the design program, interior elements, and exterior elements.

Keywords: acculturation, Arab-Indonesian, antique house, kampung Arab, Pasar Kliwon.

1. PENDAHULUAN Arab tersebut tidak hanya datang ke Indonesia Sejak dulu, Indonesia memiliki kontak dagang untuk berdagang, namun juga untuk dengan bangsa asing, khususnya India, Arab, menyebar-kan agama. Ajaran dari agama Cina, dan Eropa (Usman, 2009). Gelombang tersebut mem-bentuk kebudayaan Islam yang migrasi dari luar negeri ke nusantara menye- melebur dengan kebudayaan Arab yang babkan keberagaman budaya (multikulturalis- dibawa oleh kaum Hadhrami (warga dari me) (Ashworth dkk, 2007). Imigran berke- Hadhramaut). Persama-an agama juga budayaan tertentu tersebut mengalami kontak mendorong terjadinya perkawi-nan antara sosial dengan kebudayaan asing di tempat imigran Hadhrami dengan wanita pribumi baru, hingga terjadi penyesuaian budaya yang (Kesheh, 2007) hingga terjadi pen-campuran disebut akulturasi (Koentjaraningrat, 1985). budaya Arab dengan Indonesia. Hal lain yang menyebabkan persatuan antara kaum Berbeda dengan warga timur asing lainnya, Hadhrami dengan pribumi adalah perju-angan yaitu Cina dan India yang relatif terpisah de- melawan penjajahan dari Belanda (Ke-sheh, ngan kaum pribumi, imigran Arab (mayoritas 2007). Keberadaan penjajah Belanda dari Hadhramaut, Yaman) sejak semula me- memberikan pengaruh pada pola hidup masya- nyatu dengan pribumi (Kesheh, 2007). Hal ini rakat di Indonesia seperti dalam hal bermukim. dikarenakan adanya persamaan kepercayaan Pihak koloni menerapkan politik wijkenstelsel yaitu agama Islam (Kesheh, 2007). Imigran

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38 atau passen stelsel dibuat untuk mengisolasi dan mengidentifikasikan peleburan antara ke- warga timur asing (termasuk Hadhrami) dari budayaan Arab, Islam, Indonesia, dan Belanda pribumi melalui penempatan pada kawasan pada arsitektur rumah tua etnis Arab di Kam- tersendiri (Kesheh, 2007). Kawasan tempat di pung Arab Pasar Kliwon, Surakarta. Untuk mana orang Arab tersebut tinggal selanjutnya mencapai tujuan tersebut, maka sasaran dalam dikenal sebagai kampung Arab. Menurut F. penelitian ini adalah mengidentifikasi elemen Christian (1992), dinamika sosial-budaya akan arsitektur Arab (khususnya Yaman), arsitektur sangat mempengaruhi dinamika arsitektur. Islam, arsitektur tropis Indonesia, dan Sehingga proses akukturasi yang ter-jadi dapat arsitektur kolonial Belanda di Indonesia pada diidentifikasi melalui obyek arsitek-tur. pola ruang, interior, dan eksterior rumah tua Arsitektur rumah di Jazirah Arab sebagai hasil etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon, budaya Arab, arsitektur rumah islami yang Surakarta. Menurut E. B. Tylor, kebudayaan mewujudkan konsep ajaran Agama Islam, adalah kom-pleks yang mencakup arsitektur bangunan kolonial dengan pengaruh pengetahuan, kepercaya-an, moral, hukum, Belanda, dan arsitektur tropis dengan kesenian, adat, dan kebiasaan yang didapatkan pengaruh budaya serta konteks tropis oleh manusia sebagai anggota dari masyarakat. Indonesia yang masing-masing memiliki Fenomena yang timbul seba-gai hasil, jika karakter. kelompok-kelompok manusia dengan Solo merupakan salah satu kota tua di Indone- kebudayaan yang berbeda bertemu dan sia yang menyimpan berbagai peninggalan mengadakan kontak secara langsung dan terus- kebudayaan dari bermacam etnik (Himawan, menerus, yang kemudian menimbulkan 2001). Oleh karena itu, Solo dirasa tepat digu- peruba-han dalam pola kebudayaan yang nakan sebagai lokasi penelitian untuk melacak original dari salah satu kelompok atau pada sejarah akulturasi etnis Arab. Etnis Arab di keduanya, dise-but akulturasi (Harsojo, 1984). Solo bermukim di Kampung Arab Pasar Kli- Proses akultura-si diawali dengan fase won. Obyek arsitektur sebagai obyek akomodasi yaitu saat suatu kelompok dengan penelitian yang dipilih adalah bangunan kelompok lain saling berkompromi/bersepakat berumur di atas 50 tahun (sesuai kriteria terhadap suatu hal sehingga menimbulkan konservasi) yang be-lum terkena arus perdamaian (Koentara-ningrat, 1985). Fase globalisasi, sehingga akar bu-dayanya masih selanjutnya adalah asimi-lasi yaitu suatu dapat terlacak. Elemen fisik yang signifikan proses sosial yang telah lanjut (berlangsung membentuk suasana atau sense of place lama), ditandai oleh kurangnya perbedaan Kampung Arab Pasar Kliwon adalah rumah antar individu dan antar kelompok, serta tua milik etnis Arab (Bazher dkk, 2017). makin eratnya persatuan aksi, sikap, dan Bangunan tersebut dipilih sebagai obyek studi proses mental yang berhubungan dengan karena sesuai dengan kriteria obyek penelitian. kepentingan bersama (Harsojo, 1984). Guy T. Menurut Amos Rapoport (1981), arsitektur Petherbridge (1989) menyatakan bah-wa adalah ruang tempat hidup manusia yang lebih prinsip rumah tinggal masyarakat Arab antara dari sekedar fisik, tapi juga menyangkut prana- lain adanya pembagian ruang publik dan ruang ta-pranata budaya dasar. Dikatakan oleh Clyde privat, adanya pintu samping, dan kebe-radaan Kluckhohn (1953) bahwa arsitektur tergolong courtyard. Edward T. Hall (1966) men- peralatan dan perlengkapan hidup manusia jelaskan bahwa pembagian ruang dilakukan yang termasuk dalam tujuh unsur kebudayaan karena budaya yang berkembang di universal. Kebudayan seseorang dapat terlihat masyarakat Arab tentang persepsi publik dan pada arsitektur rumah tinggalnya. Dalam kasus privat, bukan karena agama. Ruang publik ini, rumusan masalahnya adalah sejauhmana biasanya diperun-tukkan bagi ruang laki-laki peleburan kebudayaan Arab, Islam, Indonesia, (birun) untuk menerima tamu dan bekerja. dan Belanda pada arsitektur rumah tua etnis Sedangkan ruang privat diperuntukkan bagi Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon? wanita (anderun/ha-rem) seperti ruang tidur, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji hubu- Pemisahan ruang tersebut didukung dengan ngan antara budaya dengan elemen arsitektur

26 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses… pemberian akses masuk un-tuk wanita menuju peletakan bukaan (jendela, pintu, lubang ke ruang privat berupa pintu samping. Di angin) untuk memungkinkan terjadinya belakang rumah terdapat halaman/ courtyard ventilasi silang. (Rahim, 2012) (Berg, 1989) sebagai respon iklim Arab yang Arsitektur kolonial adalah arsitektur panas kering di siang hari. L.W.C. van den cangkokan dari negeri induknya Eropa ke Berg (1989) mengatakan bahwa pera-bot daerah jajahan-nya, dan arsitektur kolonial orang kaya maupun miskin di Yaman sangat Belanda adalah arsitektur Belanda yang sederhana; orang duduk di lantai yang ditutup dikembangkan di Indo-nesia (Soekiman,2011). permadani atau tikar dengan bantal. Klen Arsitektur kolonial Belanda adalah gaya besar patrilineal (keturunan keluarga) amat desain yang dipopularkan oleh Belanda, jelas eksistensinya pada orang Arab di mana memiliki ciri antara lain tampak simetris, pun dia berada dan gambaran ini meru-pakan material dari batu bata atau kayu tanpa karakteristik yang dominan dari orang Arab di pelapis, entrance mempunyai dua daun pintu, tanah asal mereka, Hadhramaut. Ma-syarakat pintu masuk terletak di samping bangu-nan, Hadhramaut hidup dalam kelompok-kelompok denah simetris, jendela besar berbingkai kayu, yang dinamakan qabilah yaitu kelompok dan terdapat dormer/bukaan pada atap patrilineal (Shahab, 2005). Kebang-gaan dan (Wardani, 2009). Elemen arsitektur lainnya kepedulian sebagai anggota satu klen tampak yang sering digunakan pada arsitektur kolonial pada kepedulian mereka untuk menge-tahui adalah gavel (gable), dinding tebal, ornament dan menyimpan silsilah keluarga. Meru-pakan dekoratif (ragam hias), dan jendela tinggi. hal yang biasa di rumah orang Arab memiliki Gaya bangunan kolonial empire style diterap- silsilah keturunan yang dijadikan hiasan kan pada bangunan rumah tinggal yang disebut dinding di rumahnya (Shahab, 2005). . Landhuis berasal dari kata landhui- Salah satu perwujudan ajaran Islam pada zen yaitu gaya hidup yang berasal dari akultu- rumah tinggal adalah mengaplikasikan hijab. rasi budaya Belanda dengan pribumi yang cu- Hijab/tabir adalah penutup atau sesuatu yang kup mampu meniru tata cara hidup Belanda, memisahkan/membatasi baik berupa tembok, dalam hal ini adalah style rumah tinggalnya bilik, korden, kain dan lain-lain (Mulhandy (Soekiman, 2000). Ciri-ciri gaya ini adalah de- dkk, 1992). Islam mengharamkan patung nah simetri, beratap perisai, berkesan terbuka, sebagai dekorasi di dalam rumah orang Islam. terdapat pilar di serambi depan dan belakang, Konsep rumah dalam peradaban Islam antara di dalam rumah terdapat serambi tengah atau lain memiliki tabhane yaitu ruang utama seba- lorong menuju ke ruang tidur. Serambi bela- gai tempat menerima tamu dan courtyard yaitu kang sering digunakan sebagai ruang makan taman di dalam rumah (Susanti, 2014). yang terhubung ke daerah servis yang terpisah Arsitektur Tropis adalah suatu konsep bangu- dari massa utama. Organisasi ruang rumah nan yang mengadaptasi kondisi iklim tropis. landhuis dapat dilihat pada gambar 1. Sekitar Indonesia memiliki iklim yang tergolong iklim tahun 1920, arsitek kolonial Belanda melaku- topis panas lembap. Faktor iklim yang mempe- kan penyesuaian dengan iklim tropis ngaruhi kenyamanan pada bangunan antara Indonesia. Aliran gaya seni Eropa seperti art lain radiasi matahari, curah hujan, temperatur, and craft, art nouveau, dan yang ke-lembapan, dan gerakan udara. Penggunaan menjadi tren pada periode tertentu tritisan, atap miring, dan warna cat terang berpengaruh pada gaya arsitektur kolonial merupakan respon dari terik matahari dan yang dibangun di Indonesia. curah hujan yang tinggi. Sinar matahari dapat dimanfaatkan sebagai pencahayaan alami dengan respon bangunan berupa penggunaan bukaan (jendela, pintu, bouvenlight) berjumlah banyak dan melalui orientasi serta bentuk denah bangunan. Pengha-waan alami pada Gambar 1. Organisasi rumah kolonial bangunan didukung dengan penggunaan dan Sumber : Frick, 1997. 27

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38

2. METODE interior, dan tampilan eksterior bangunan pada Penelitian mengenani fenomena peleburan bagian depan. Diketahui dari pemilik rumah budaya yang terjadi pada arsitektur rumah tua bahwa rumah ini berusia lebih dari enam etnis Arab tergolong penelitian kualitatif. puluh tahun. Menurut Moleong (2007), penelitian kualitatif B. Rumah II adalah penelitian yang bermaksud untuk Rumah ke-2 adalah milik Bapak Shahab Mula- memahami fenomena tentang apa yang dialami hela (beretnis Arab) yang berada di Jalan Ibu oleh subjek penelitian secara holistik, dan de- Pertiwi, Kampung Gurawan. Bangunan ini du- ngan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata lu berfungsi sebagai hunian. Kini rumah terse- dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang but digunakan sebagai tempat menginap bagi alami-ah dan dengan memanfaatkan berbagai para tamu Bapak Shahab. Rumah ini dibangun metode alamiah. Studi dilakukan dengan pada tahun 1950 dan diwariskan kepada putra- melihat ele-men-elemen pada bangunan, yang nya oleh sang ayah, Abdul Kadir Mulahela. disebut se-bagai penelitian eksploratif Beliau adalah kerabat dan wakil imam dari (penjajagan). Menurut Irawan (2007), Habib Alwi Al-Habsyi di Masjid Riyadh. penelitian eksploratif adalah penelitian yang Beliau lebih dari 20 tahun menjadi imam dan digunakan untuk me-ngumpulkan data-data wakil imam di Masjid Riyadh. Saat beliau awal tentang sesuatu. Identifikasi elemen masih hidup, rumah ini sering digunakan arsitekur dilakukan dengan metode deksriptif. untuk kegiatan agama, seperti majlis taklim Masih menurut Irawan (2007), metode dan san-tunan, serta sebagai tempat singgah deskriptif digunakan untuk mengkaji sesuatu dan ber-kumpul teman dan kerabat. Kegiatan seperti apa adanya atau pola hubungan antara keagama-an di rumah ini masih sering dua atau lebih variabel. Sumber studi berupa dilakukan hingga sekarang. Perubahan pada data primer yang didapat dari observasi bangunan terjadi pada plafon dan lantai massa lapangan untuk melakukan pe-ngamatan fisik utama. Massa zona servis (ruang belakang) rumah dan melalui wawancara, serta data telah dibangun ulang dengan pintu jendela sekunder yang didapat dari studi kepustakaan. yang masih asli, serta tampilan yang mirip dengan aslinya. Pengumpulan data bangunan menggunakan metode purposive sampling, ka-rena data C. Rumah III rumah yang diambil sebagai sampel hanya Rumah ke-3 juga berada di Jalan Ibu Pertiwi, rumah tua etnis Arab yang sesuai dengan Kampung Gurawan. Pemiliknya adalah Bapak kriteria bangunan cagar budaya dan berada di kawasan Kampung Arab Pasar Kliwon. Eksplorasi dilakukan pada tiga rumah (gambar 2) sebagai sampel untuk dieksplorasi pada stu- di identifikasi hasil akulturasi budaya melalui elemen rumah tua etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon. Bangunan yang dipilih merupa-kan rumah yang berusia lebih dari 50 tahun dengan pemilik beretnis Arab yang berada di kawasan Kampung Arab Pasar Kliwon. A. Rumah I Rumah milik Bapak Umar Arfan (beretnis Arab) berada di Jalan Kapten Mulyadi, Kam- pung Gurawan. Bangunan ini awalnya hanya berfungsi sebagai hunian, namun kini rumah bagian depan dikembangkan untuk aktivitas ekonomi menjadi toko gorden dan busana mus-lim. Perubahan fungsi mengakibatkan Gambar 2. Sampel rumah tua etnis Arab di adanya perubahan penggunaan ruang, elemen Kampung Arab Pasar Kliwon. 28 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses…

Umar Baraja yang beretnis Arab. Bangunan ini sama dengan kondisi ru-mah di Arab yaitu di berfungsi sebagai rumah tinggal yang dihuni antara zona tersebut biasa diberi pembatas oleh lima orang dan seorang asisten rumah yang tegas seperti pintu atau tirai. Pada ketiga tangga. Massa terpisah di depan dulu kasus rumah digunakan pem-batas berupa berfungsi sebagai wadah aktivitas ekonomi, pintu (lampiran 2). Pintu ini ber-fungsi sebagai namun kini tidak difungsikan lagi. Rumah ini hijab untuk menutupi kegiatan di dalam berusia lebih dari 60 tahun dan diwariskan rumah, sesuai prinsip arsitektur Islam. oleh ayah kepada anaknya. Bangunan ini tidak D. Pintu samping mengalami peru-bahan signifikan pada bagian Side entrance sebagai pintu masuk kedua fisik, sehingga keaslian bangunan masih dapat beru-pa pintu samping terlihat pada ketiga dinikmati. rumah ini. Rumah I dan rumah II memiliki 3. HASIL DAN PEMBAHASAN pintu samping yang sejajar dengan bagian depan massa uta-ma, tersambung ke zona Elemen bangunan yang dibahas adalah yang servis melalui lorong. Sedangkan pintu masih asli dan atau direkonstruksi seperti asli. samping pada rumah III me-nempel pada 3.1 Pola Ruang massa zona servis yang dapat diakses dari A. Organisasi ruang halaman samping. Pintu samping berfungsi Ketiga rumah memiliki organisasi ruang yang sebagai akses masuk untuk wanita menuju ke hampir sama, yaitu rumah terbagi menjadi ruang privat. Keberadaan pintu sam-ping massa utama dan massa zona servis (kecuali adalah respon dari adanya pembagian zo-na rumah III dengan tambahan massa toko) (lam- publik dan privat yang merupakan karakter piran 1). Massa utama terdiri dari ruang untuk dari arsitektur di Arab. Posisi pintu samping aktivitas ekonomi dan atau menerima tamu pa- dapat dilihat pada lampiran 1, sedangkan tam- da bagian depan, dilanjutkan dengan kamar- pilannya dapat dilihat pada lampiran 3. ka-mar yang dihubungkan lorong atau serambi E. Courtyard te-ngah, dan serambi belakang untuk ruang Kesamaan lain ditemukan pada ketiga rumah ma-kan. Zona servis seperti dapur, kamar yaitu keberadaan taman di dalam rumah/court- mandi, ruang cuci, dan kamar tidur pembantu yard pada bagian belakang rumah (lampiran 1 berada di belakang dan terpisah dari massa dan 4). Keberadaan courtyard di belakang utama. Peruangan ini menyerupai organisasi rumah sesuai dengan karakter rumah di Yaman ruang rumah kolonial seperti ilustrasi pada dan konsep rumah dalam peradaban Islam. gambar 2. F. Pintu butulan B. Bentuk denah Pintu butulan adalah pintu tembusan dari sam- Denah ketiga rumah memiliki bentuk tipis dan ping atau belakang rumah. Pintu semacam ini memanjang (lampiran 1). Bentuk ini memung- ditemukan di ketiga rumah untuk kinkan tiap ruang untuk mendapat menghubung-kan rumahnya dengan rumah pencahayaan dan penghawaan alami, tetangganya. Pin-tu butulan pada rumah I memanfaatkan iklim tropis Indonesia. Bentuk berada di koridor ru-ang belakang; pintu bangunan yang terli-hat langsing dan kurus butulan pada rumah II berada di courtyard (streamline) juga meru-pakan karakter gaya ruang belakang (kini hanya bekasnya); art deco yang diadaptasi pada bangunan sedangkan pada rumah III berada di halaman kolonial Belanda di Indonesia. samping (lampiran 1 dan 5). Penggu-naan C. Pembatas zona pintu ini diperkirakan karena terbawanya Terdapat aturan tidak tertulis mengenai karakter orang Yaman yang suka hidup dalam pemba-gian zona pada rumah etnis Arab. kelompok patrilineal. Saat berhijrah ke Ruang bagi-an depan seperti ruang ekonomi Indone-sia, masyarakat Hadhramaut yang dan ruang ta-mu merupakan zona publik yang berhubungan keluarga maupun tidak, diperuntukan bagi pria. Ruang bagian semuanya merasa saling bersaudara karena belakang seperti ruang keluarga, kamar tidur, adanya kesamaan asal tanah air. Sehingga dapur, dan ruang makan merupakan zona dibuatlah pintu butulan antarrumah etnis Arab privat yang diperuntukkan bagi wanita. Hal ini yang bertetangga. 29

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38

G. Ruang kegiatan ekonomi C. Bovenlicht Mata pencaharian sebagai pedagang merupa- Bovenlicht merupakan bukaan yang posisinya kan bagian dari kebudayaan etnis Arab. Hal ini lebih tinggi dibanding pintu dan atau jendela. didukung pula anjuran dalam Agama Islam Rumah I dan III menggunakan bovenlicht yang untuk berdagang. Kegiatan perdagangan pada dipasang menyatu di atas beberapa pintu beru- masyarakat etnis Arab menyebabkan hunian pa lubang dengan terali vertikal dan mereka juga merangkap sebagai tempat horizontal. Ruang tanpa jendela di rumah I terjadi-nya transkasi jual beli, sehingga menggunakan bovenlicht berlubang yang terdapat ruang untuk kegiatan ekonomi. terpisah dari pintu (lampiran 8). Bovenlicht Beberapa tahun lalu dilakukan renovasi pada berlubang tersebut memungkinkan ruang-ruang depan di rumah I untuk adaptasi pencahayaan dan penghawaan alami masuk ke ruang sebagai wadah kegiatan ekonomi. dalam ruang, sebagai respon untuk

Ruang-ruang tersebut di-fungsikan sebagai memanfaatkan iklim tropis. Kedua rumah toko untuk tempat berda-gang pakaian muslim tersebut juga menggunakan bovenlicht bentuk dan tirai/gorden. Wadah kegiatan ekonomi lengkung dengan penutup kaca (lampiran 9). juga ditemukan pada rumah III. Terdapat Elemen tersebut mirip dengan bovenlicht di massa terpisah di bagian depan tapak yang Eropa yang berfungsi memasukkan cahaya dulunya berfungsi sebagai toko. matahari dan menjaga ruang dari suhu dingin. H. Ruang menerima tamu D. Kaca patri Rumah I dan II memiliki ruang keluarga yang Kaca patri digunakan sebagai material boven- cukup luas. Selain sebagai tempat bersantai licht pada rumah I dan III . Kaca ini juga digu- bagi penghuni, ruang ini biasa digunakan nakan sebagai ornamen pada pintu di rumah I untuk menerima tamu keluarga dekat dan atau dan II (lampiran 9). Penggunaan kaca patri tempat penghuni wanita menerima tamu pada ketiga rumah dikarenakan mengikuti tren wanita (lam-piran 1 dan 6). Ruang dengan arsitektur pada masa kolonial yang diperkenal- fungsi seperti itu kini tidak ada pada rumah III kan Belanda saat masuk ke Indonesia. karena perubahan fungsi ruang tersebut E. Tegel menjadi kamar tidur. Ruang ini sesuai dengan Lantai di rumah I dan III menggunakan konsep rumah dalam peradaban Islam yang materi-al tegel berukuran 20x20 cm. Berdasar memiliki tabhane yaitu ruang utama sebagai hasil wawancara, rumah II dulu juga tempat menerima tamu. menggunakan material lantai yang sama, 3.2 Elemen Interior Ruang namun sudah dire-novasi dan diganti menggunakan keramik. Penggunaan tegel pada A. Posisi pintu dan jendela rumah II masih dapat dilihat pada reruntuhan Pintu dan jendela pada ketiga rumah diposisi- bekas dapur dan kamar anak. Tegel adalah kan sedemikian rupa agar memungkinkan jenis lantai yang terbuat dari bahan dasar terja-dinya ventilasi silang pada tiap bagian berupa campuran pasir dan semen. Tegel yang bangu-nan untuk memanfaatkan pencahayaan digunakan pada rumah I adalah tegel dengan dan penghawaan alami. Ketiga rumah motif flora bervariasi dan tegel polos yang memiliki jumlah jendela yang cukup banyak. ditata dengan pola tertentu. Sedangkan pada Hampir tiap ruang terpasang jendela (lampiran rumah III digunakan tegel polos berwarna abu- 1). Pintu dan jendela pada ketiga rumah abu dan kuning yang ditata membentuk pola merupakan adaptasi dari iklim tropis di tertentu (lampiran 10). Peng-gunaan tegel Indonesia. diperkenalkan oleh Belanda dan menjadi B. Lubang angin karakter dari bangunan kolonial. Permukaan Hampir setiap ruang pada ketiga rumah meng- tegel memberi efek dingin dan tidak aplikasikan lubang angin, sebagai ventilasi memantulkan panas karena tidak licin, udara untuk memungkinkan sirkulasi keluar sehingga dapat menjaga suhu di dalam rumah masuknya udara. Lubang angin pada ketiga dan sesuai dengan iklim tropis di Indonesia. rumah memiliki tampilan yang bervariasi

(lampiran 7). Penggunaan lubang angin merupakan respon terhadap iklim tropis.

30 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses…

F. Dinding tebal lurus (lampiran 14). Pola geometris dan Massa utama pada ketiga rumah memiliki streamline sesuai dengan karakter art deco dinding dengan tebal 30 cm. Dinding tebal yang menjadi salah satu tren bangunan seperti ini merupakan salah satu karaker dari kolonial di Indonesia. arsitektur bangunan kolonial. B. Tampilan Jendela G. Plafon Salah satu tipe jendela pada rumah I menggu- Massa utama pada rumah I dan III mengguna- nakan krepyak (jalusi) yang memungkinkan kan triplek sebagai material plafon. Plafon udara dan cahaya masuk ke dalam ruang walau pada rumah II direnovasi dan diganti menggu- jendela dalam keadaan tertutup, serta nakan plafon gypsum. Ruang makan rumah I menurun-kan perambatan panas ke dalam dan massa utama rumah III menggunakan ruang (lampi-ran 15). Jendela krepyak sering plafon triplek dengan balok kayu vertikal dan ditemui pada rumah tua etnis Arab di horizontal yang diekspos (lampiran 11). Plafon Kampung Arab Pasar Kliwon. Jendela ini seperti ini termasuk karakter dari gaya art diperkirakan diperkenalkan oleh Belanda deco dan art nouveau yang merupakan tren karena jendela tersebut sering ditemui pada gaya bangunan kolonial Belanda di Indonesia. bangunan tua di Eropa dan ba-ngunan kolonial H. Perabot Belanda di Indonesia. Jendela krepyak sesuai Ruang keluarga pada rumah I menggunakan dengan iklim tropis Indonesia. perabot berupa amben dan bantal, sedangkan Rumah I dan III memiliki tipe jendela berlapis pada rumah II menggukan karpet (lampiran 6). tiga (lapis I jendela kaca; lapis II jendela kayu Perabot seperti ini sama dengan perabot yang tertutup sebagian; lapis III jendela kayu tertu- digunakan pada rumah di Yaman. tup penuh) yang memberi fleksibilitas peng- I. Foto keluarga gunaan jendela, menyesuaikan kondisi cuaca Pada ruang tamu rumah I dan III ditemui foto dan penggunaan ruang (lampiran 15). Sedang- orang tua pemilik rumah yang berasal dari Ha- kan jendela pada rumah II terdiri dari 2 lapis dhramaut (lampiran 12). Penggunaan silislah (lapis I jendela kaca; lapis II jendela kayu). keluarga sebagai hiasan dinding di rumah Jendela berlapis diperkirakan diperkenalkan mirip dengan kondisi di Yaman. Kasus oleh Belanda karena sering ditemui pada ba- berbeda dite-mui pada rumah II yaitu hiasan ngunan di Eropa, yang berfungsi dinding berupa foto habib (lampiran 12). menyesuaikan cuaca pada empat musim. Dituliskan oleh Sha-hab (2005) bahwa foto Jendela ketiga rumah memiliki kesamaan yaitu ulama sering digunakan sebagai hiasan tiap bingkai jendela terdiri dari dua panel, atas dinding di rumah maupun di tempat kerja oleh dan bawah, yang dapat dibuka-tutup secara masyarakat Arab di Indone-sia. Hal ini ter-pisah (lampiran 15). Jendela tersebut dikarenakan habib dianggap seba-gai panutan, banyak di-temui pada rumah tua di Surakarta. terutama oleh golongan sayid. Diperkira-kan penggunaan jendela tipe ini di J. Dekorasi islami ketiga rumah dikarenakan tren pada periode Kaligrafi berupa tulisan potongan ayat Al- tersebut. Jendela ini sesuai dengan iklim Qur’an atau simbol Allah dan Muhammad, tropis. Bila sinar mata-hari terik, panel atas serta foto Masjid al-Haram digunakan sebagai ditutup untuk menghalangi panas, dan angin dekorasi pada beberapa ruang di ketiga rumah. masuk dari panel bawah. Dekorasi tersebut digantung di dinding (lampi- C. Terali ran 13). Penggunaan dekorasi islami sesuai Jendela pada ketiga rumah dilengkapi dengan dengan konsep rumah dalam peradaban Islam terali besi. Terali digunakan sebagai pengaman yang tidak memakai patung sebagai dekorasi. dan hiasan. Penggunaan material logam berupa besi sebagai terali diperkenalkan oleh 3.3 Elemen Eksterior Bangunan Belanda. Terali ketiga rumah berpola sama A. Tampilan Pintu berupa susu-nan besi vertikal dengan besi Ketiga rumah menggunakan tipe pintu kayu horizontal yang membagi bagian tengahnya dengan dua daun pintu. Pintu tersebut berpanel (lampiran 15). Pola geometris dan streamline dengan pola geometris dan bermotif garis terali tersebut sesuai dengan karakter art deco, 31

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38 yang menjadi salah satu tren bangunan sandar pada zona ser-vis; rumah II beratap kolonial di Indonesia. limasan pada massa uta-ma dan beratap sandar D. Dekorasi dinding pada zona servis; rumah III beratap pelana Ketiga rumah memiliki dekorasi dinding dari pada massa toko dan beratap limasan pada beton pada eksterior bangunan. Dekorasi yang massa utama (lampiran 17). digunakan berupa streamline dan bentuk geo- H. Teritis metris (lampiran 16). Pola seperti itu sesuai Teritis atau tritisan (overstek, awning) dengan karakter art deco yang menjadi salah merupa-kan bagian dari bangunan atap satu tren dari bangunan kolonial di Indonesia. tambahan yang berdiri sendiri atau berupa E. Gavel / Gable perpanjangan dari atap utama (Sukawi, 2008). Gable adalah bentuk segitiga atau bentuk lain- Ketiga rumah me-makai teritis sebagai nya mengikuti konstruksi atap yang berada perpanjangan atap dengan panjang ±80 cm pada ujung bangunan (Sumalyo, 1993). (lampiran 17). Penggunaan te-ritis sesuai Terlihat ga-vel yang mengikuti bentuk atap dengan iklim tropis Indonesia. Teri-tis dapat pelana pada bagian belakang atap massa utama melindungsi dari tempias air hujan serta rumah I dan bagian depan atap massa toko mengalirkan air hujan. Selain itu, teritis juga rumah III (lam-piran 17). Keduanya dihiasi dapat menjadi pembayang sinar matahari. pola geometris yang sama berupa garis yang I. Genteng Tanah Liat membentuk segi-tiga dengan lingkaran di Ketiga rumah menggunakan genteng tanah liat dalamnya. Sedangkan pada bagian depan atap sebagai material penutup atap (lampiran 17). massa utama rumah I menggunakan stepped Penggunaan genteng tanah liat di Indonesia di- gable, yaitu gable yang berundak. Gable galakan oleh pemerintah Belanda pada masa tersebut tidak mengikuti ben-tuk atap dan penjajahan, dengan alasan kesehatan. Genteng hanya digunakan sebagai dekorasi. tanah liat sesuai dengan iklim tropis Indonesia Penggunaan gable/gavel merupakan salah satu karena dapat menyesuaikan kondisi cuaca, karakter dari bangunan kolonial Belanda. yaitu membuat ruang sejuk saat cuaca panas F. Warna dan memberi kehangatan saat cuaca dingin. Ketiga rumah menggunakan warna pastel te- J. Selasar rang. Rumah I berwarna biru muda; rumah II Ruang-ruang pada zona servis di ketiga rumah berwarna putih; rumah 3 berwarna krem (lam- diakses melalui selasar (lampiran 18). Selain piran 16). Penggunaan warna pastel sesuai de- sebagai sirkulasi, selasar juga berfungsi meng- ngan karakter art nouveau dari Eropa yang halau sinar matahari yang masuk sehingga menjadi salah satu tren bangunan kolonial di temperatur ruangan lebih rendah. Penggunaan Indonesia. Di sisi lain, penggunaan warna te- selasar sesuai dengan iklim tropis Indonesia. rang juga sesuai dengan karakter arsitektur tro- K. Tampilan Ruang Belakang pis. Warna terang memiliki penyerapan radiasi Ruang belakang ketiga rumah terpisah dari matahari yang kecil, jadi rumah tidak panas. massa utama. Pada rumah I dan II, tampilan Warna cat pada bagian toko rumah 1 diganti ru-ang belakang terdiri dari selasar dan atap warna kuning-krem agar lebih menarik. san-dar yang ditopang kolom-kolom kayu G. Bentuk Atap (lampi-ran 18). Tampilan yang demikian Atap yang digunakan pada ketiga rumah menyerupai tampilan arsitektur lokal di Jawa. adalah atap miring yang sesuai untuk daerah Tampilan ruang belakang pada rumah III berikilim tropis dengan curah hujan yang berbeda dikare-nakan terdiri dari dua lantai. cukup tinggi. Atap miring berfungsi untuk L. Pagar mengalirkan air hujan. Kemiringan atap tidak Pagar pada rumah II berupa kombinasi beton terlalu curam se-perti di Eropa yang berfungsi dan bambu yang tertutup dengan tinggi ± 2m. agar salju turun dengan cepat. Kemiringan Sedangkan pagar pada rumah III berupa kom- atap digunakan un-tuk menyimpan panas binasi beton dan terali besi yang tidak masif antara atap dan plafon, sehingga panas tidak dengan tinggi ± 2m. Pagar tinggi tertutup ini langsung masuk ke ruang di bawahnya. Rumah dikarenakan adanya konflik antara etnis Arab I beratap pelana pada massa utama dan beratap dengan masyarakat pribumi pada masa lalu.

32 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses…

Politik adu domba Belanda terhadap antar dengan keberadaan pembatas fisik antara zona etnis di Indonesia memberikan akibat publik dan privat, courtyard, ruang menerima meskipun te-lah merdeka dari Belanda. tamu (tabhane), dan dekorasi islami pada Beberapa kali kon-flik terjadi pada tahun rumah tua etnis Arab di Kampung Arab Pasar 1970-an, antara komuni-tas etnis Arab dengan Kliwon. Budaya Islam juga terlihat dengan pribumi di Surakarta, akibat perasaan saling adanya ru-ang kegiatan ekonomi untuk curiga (Hastuti, 2008). Diperkeruh lagi oleh berdagang. peristiwa kerusuhan Mei 1998 di Solo dengan Adaptasi perlu dilakukan saat makhluk hidup kaum etnis minoritas menjadi korbannya. menempati habitat baru. Begitu pula imigran Rumah I kini tidak mem-punyai pagar karena Hadhrami yang menetap dan bertempat adanya renovasi rumah menjadi toko. Dulu tinggal di Indonesia. Adaptasi terhadap iklim rumah ini memakai pagar beton rendah. Pagar tropis lembab di Indonesia dilakukan pada rendah tersebut sama kon-disinya dengan peranca-ngan rumah tua etnis Arab di masyarakat Jawa pada umum-nya yang Kampung Arab Pasar Kliwon yang memfungsikan pagar hanya sebagai pembatas menggunakan jendela dan pintu untuk rumah. Pagar seperti ini terlihat pada beberapa ventilasi silang, lubang angin, bovenlicht rumah tua etnis Arab di Pasar Kliwon. berlubang, berdenah tipis, genteng tanah liat, berwarna terang, atap miring, teritis, dan 4. KESIMPULAN selasar. Kondisi dan budaya lokal juga ber- Rumah tinggal sebagai wadah terjadinya pengaruh pada tampilan ruang belakang, kegia-tan sehari-hari seseorang, selalu jende-la 2 panel (atas-bawah), dan ketinggian diwarnai oleh karakteristik kebudayaan pagar. penghuninya. Pele-buran budaya (akulturasi) Keberadaan penjajah Belanda memberikan pe- Arab, Islam, Indone-sia, dan Belanda ngaruh pada pola hidup masyarakat di Indone- ditemukan pada elemen arsi-tektur rumah tua sia seperti dalam hal bermukim. Aliran seni etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon. Eropa menjadi tren gaya bangunan yang diper- Hal tersebut dapat terlihat dari adanya kenalkan oleh arsitek-arsitek Belanda dan eklektisme (percampuran) elemen arsi-tektur dike-nal sebagai arsitektur kolonial. rumah tinggal Arab (khususnya Yaman), Bangsawan dan saudagar kaya seringkali arsitektur rumah islami, arsitektur tropis Indo- meniru gaya tersebut untuk rumah tinggalnya nesia, dan arsitektur kolonial Belanda pada po- yang disebut rumah landhuis. Begitu pula la ruang, elemen interior, dan eksterior rumah. orang keturunan Arab yang pada masa itu Budaya dalam berkehidupan sehari-hari Ha- sudah banyak yang bersta-tus ekonomi tinggi. dhrami dibawa saat bermigrasi ke Indonesia Karakter arsitektur kolonial Belanda pada dan diterapkan pada perancangan dan rumah tua etnis Arab di Kam-pung Arab Pasar penataan rumah tinggal. Karakter arsitektur Kliwon terlihat pada organi-sasi ruang, kaca rumah ting-gal di Arab, khususnya Yaman, patri, dinding tebal, plafon, tampilan pintu, terlihat melalui keberadaan pintu samping, terali besi, dekorasi dinding eksterior, dan courtyard, perabot berupa karpet atau amben, gavel/gable. Adapun elemen arsitektur dan foto keluarga pada rumah tua etnis Arab di kolonial Belanda pada rumah tua etnis Arab Kampung Arab Pasar Kliwon. Adapun elemen yang sesuai dengan kondisi iklim tropis yaitu arsitektur yang muncul akibat karakter budaya jendela krepyak, jendela berlapis, tegel, etnis Arab di Indonesia yaitu adanya pintu berdenah tipis, bovenlict kaca, berwarna pastel butulan, ruang kegiatan ekonomi, dan foto terang, dan genteng tanah liat. ulama/habib. Kepercayaan atau agama merupakan unsur ke- DAFTAR PUSTAKA budayaan yang menjadi dasar dan paling susah Ashworth, G.J, B.J. Graham, J.E. Tunbridge. untuk berubah. Konsep agama diterapkan oleh (2007). Pluralising Pasts: Heritage, imigran Hadhrami yang beragama Islam pada Identity and Place in Multicultural perancangan dan penataan rumah tinggal. Ka- Societies. London : Pluto. rakter arsitektur berkonsep Islam terlihat 33

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38

Bazher, Najmi Muhamad, Kusumaningdyah Shahab, Yasmine Zaki. (2005). Sistem Kekera- Nurul Handayani, Tri Yuni Iswati. batan sebagai Katalisator Peran Ulama. (2017). Penerapan Sense of Place Keturunan Arab di dalam sebagai Upaya Konservasi Kawasan : Antropologi Indonesia, Vol. 29, No. 2. Studi Kasus pada Kampung Arab Pasar Soekiman, Djoko. (2011). Kebudayaan Indis: Kliwon. Arsitektura, Vol.15, No. 2. Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi http://dx.doi.org/10.20961/arst.v15i2. Jakarta : Komunitas Bambu. 15204 Soekiman, Djoko. (2000). Kebudayaan Indis. Christian, F. (1992). Wujud Arsitektur sebagai Yogyakarta : Bentang. Ungkapan Sosial Budaya Manusia. Sumalyo, Yulianto. (1993). Arsitektur Yogyakarta : Universitas Atmajaya. Kolonial Belanda di Indonesia. Frick, Heinz. (1997). Pola Struktural dan Yogyakarta : Gadjah Mada University Teknik Bangunan di Indonesia. Press. Yogyakarta : Yayasan Kanisius. Susanti, Anna. (2014). Membangun Rumah Harsojo. (1984). Pengantar Antropologi. dengan Perspektif Islam. Bandung : Bandung : Binacipta. Oase Buku Hastuti, Fajar Endang. (2008). “Potensi dan T. Hall, Edward. (1966). The Hidden Dimen- Pengembangan Kampung Etnik sion. USA : Doubleday & Company. Arabsebagai Aset Wisata di Surakarta”, Usman, S. (2009). Perjalanan Sejarah Laporan Tugas Akhir. Program Studi Ekonomi Indonesia. Usaha Perjalanan Wisata FSSR UNS. Van den Berg, L.W.C. terjemahan Rahayu Ibn Haj, Mulhany dkk. (1992). Enam Puluh Hidayat. (1989). Hadhramaut dan Satu Tanya Jawab tentang Jilbab. Koloni Arab di Nusantara. Jakarta : Bandung : Espe Press INIS. Irawan, Prasetya. (2007). Penelitian Kualitatif Wardani, Laksmi Kusuma. (2009). Gaya dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Desain Kolonial Belanda Pada Interior Depok:Dep. Ilmu Administrasi FISIP Gereja Katolik Hati Kudus Yesus UI. Surabaya. Universitas Kristen Petra. Kesheh, Natalie. (2007). Hadhrami Surabaya. Awakening Kebangkitan Hadhrami Indonesia. Jakarta : Akbar. Moleong, Lexy. (2007). Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung:PT Remaja Rosda Karya Kluckhohn, Clyde. (1953). Universal Categories of Culture. Chicago : University Press. Koentjaraningrat, (1985). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru. Petherbridge, Guy T. (1989). Vernacular Architecture: The House and Society. Prasetyo, Himawan. (2001). “Wajah Kauman Surakarta 1910-1930”, Skripsi. Jurusan Ilmu Sejarah FIB UGM. Rahim, R. (2012). Fisika Bangunan untuk Area Tropis. Bogor : IPB Press. Rapoport, Amos. (1981). Identity and environment: A Cross-Cultural Perspec- tive. In Housing and Identity: Cross- Cultural Perspecrives. Diedit oleh J. S, Duncan, London: Croom Helm.

34 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses…

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pola ruang rumah tua etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon yang menjadi kasus studi,

Lampiran 2. Pintu pembatas antara zona publik dan privat pada rumah tua etnis Arab di Kampung Arab Pasar Kliwon, sebagai hijab untuk menutupi kegiatan privat sesuai prinsip arsitektur Islam,

Lampiran 3. Pintu samping sebagai akses masuk untuk wanita menuju ke ruang privat, mendukung pembagian zona publik-privat sesuai karakter arsitektur di Arab, 35

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38

Lampiran 4. Courtyard di belakang rumah sesuai karakter rumah di Arab dan rumah dalam peradaban Islam,

Lampiran 5. Pintu butulan menghubungkan ke rumah tetangga, sesuai karakter kekeluargaan orang Yaman,

Lampiran 6. Ruang keluarga yang juga digunakan untuk menerima tamu (tabhane), sesuai dengan konsep rumah dalam peradaban Islam. Perabot berupa amben dilapis karpet dengan bantal seperti perabot di Yaman,

Lampiran 7. Lubang angin sebagai respon terhadap iklim tropis.

Lampiran 8. Bovenlicht berlubang yang sesuai dengan iklim tropis,

Lampiran 9. Penggunaan kaca patri pada pintu dan bovenlicht yang menjadi tren bangunan kolonial Belanda, 36 Najmi Muhamad Bazher, Arabic Ethnic Houses…

Lampiran 10. Penggunaan tegel diperkenalkan oleh Belanda dan sesuai dengan iklim tropis di Indonesia,

Lampiran 11. Plafon dengan balok kayu vertikal dan horizontal yang diekspos sesuai dengan karakter gaya art deco dan art nouveau yang merupakan tren dari bangunan kolonial Belanda di Indonesia.

Lampiran 12. Pemasangan foto silsilah keluarga sesuai dengan kebiasaan di Yaman; pemasangan foto habib sering dilakukan oleh keturunan Arab di Indonesia;

Lampiran 13. Pemasangan dekorasi islami di rumah tu etnis Arab sesuai dengan prinsip Islam ,

Lampiran 14. Pintu dua panel dengan motif geometris dan streamline sesuai dengan karakter gaya art deco yang menjadi tren bangunan kolonial Belanda di Indonesia,

37

Arsitektura, Vol. 16, No.1, April 2018: 25-38

Lampiran 15. Jendela dan terali besi pada rumah tua etnis Arab dengan pengaruh arsitektur kolonial Belanda, tren lokal, dan penyesuaian iklim tropis Indonesia,

Lampiran 16. Dekorasi dinding eksterior dengan pola streamline dan geometris sesuai dengan karakter gaya art deco; warna dinding pastel terang sesuai dengan arsitektur tropis dan karakter gaya art nouveau ,

Lampiran 17. Penggunaan bentuk atap miring, gavel/gable, genteng tanah liat, dan teritis pada rumah tua etnis Arab dengan pengaruh arsitektur kolonial Belanda dan penyesuaian iklim tropis Indonesia,

Lampiran 18. Tampilan ruang belakang dengan atap miring, selasar, dan kolom kayu serupa dengan arsitektur vernakular di Jawa dan sesuai dengan iklim tropis,

38