KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM :

Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa Reformasi

Arief Pandu Wijonarko

104022000793

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2009 KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA:

Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa Reformasi

Skripsi

Diajukan Sebagai Syarat Mencapai Gelar S1 di Fakultas Adab dan Humaniora

Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam

Oleh:

ARIEF PANDU WIJONARKO

NIM. 104022000793

Dibawah Bimbingan

Pembimbing

Dr. H. Abd. , M.Ag

NIP.150227883

FAKULTAS ADAB DAN HUHUMANIORAMANIORAMANIORAMANIORA

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHIDAYATULLAHHHH

JAKARTAJAKARTAJAKARTA

200920092009 PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

Menyatakan skripsi yang berjudul “KESATUANKESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM

INDONESIA: Kajian Sejarah Perjalanan KAMMI Sebagai Gerakan Mahasiswa Masa

ReformasiReformasiReformasi”Reformasi telah diujikan dalam sidang munaqasah di Fakultas Adab dan Humaniora pada tanggal 25 Nopember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada program Strata satu (S-1) pada jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.

Jakarta 25 Nopember 2009

Ketua merangkap Anggota Sekretaris merangkap Anggota

Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA. Drs. Usep Abdul Matin, MA, MA.

NIP. 19591222 199103 1 003 NIP. 150 288304

Penguji Pembimbing

Drs. Tarmizy Idris, MA. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, M.Ag.

NIP. 19601212 199003 1 003 NIP. 19560817 198603 1 006 ABSTRAKSI

Kata perlawanan menjadi tema sentral gerakan mahasiswa 1998, ketika Orde Baru telah berkuasa selama 32 tahun lamanya dan tetap angkuh untuk mempertahankan kekuasaan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah dirasakan begitu lama khususnya oleh rakyat miskin kala itu. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari kalangan menegah ke bawah merasakannya langsung dan terkena dampaknya. Banyak di antara mereka yang terpaksa mengambil cuti karena tidak mencukupi biaya kuliah.

Di masa-masa sebelum terjadinya reformasi di Indonesia pernah terjadi dan diwarnai dengan pasang surut gerakan dan siklusnya yang berbeda-beda, gerakan politik mahasiswa yang ada pada tahun 1974 adalah yang puncak gerakan protesnya terkenal dengan tragedi Malapetaka Lima belas Januari (Malari). Yaitu menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka, ke Indonesia.

Aktifitas gerakan protes juga masih dilakukan oleh mahasiswa sepanjang 1977- 1978, aktifis mahasiswa pada saat ini justru lebih berani lagi dibanding sebelumnya, yaitu menuntut mundur Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden, dan ini adalah gerakan pertama mahasiswa pada pemerintahan Soeharto yang menuntut mundur seorang Presiden. Sikap protes itu pun dijawab oleh pemerintah dengan pendudukan kampus oleh pasukan militer, hingga para tokoh mahasiswa ditangkapi dan diadili.

Ada berbagai faktor yang telah mendorong mahasiswa memunculkan berbagai kelompok studi tersendiri dalam memahami keadaan sosial masyarakat, hal-hal seperti inilah yang telah memberikan peluang pada kelompok-kelompok mahasiswa Islam berasal dari kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, dan UGM menemukan kembali ruh ideologisnya, yakni Islam. Maka kehidupan kampus yang sarat dengan istilah BUTA PESTA (buku cinta dan pesta) menjadi BUNGA DAKWAH (buku ngaji dan dakwah) yang bermula dari lingkar kajian yang khas mereka miliki yang biasa disebut Usrah.

Perkembangan ideologisasi inilah yang mendorong mahasiswa untuk memprotes kebijakan pemerintah yang melegalisasi perjudian atas nama Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Dan juga menentang pelarangan Jilbab yang terjadi di sekolah-sekolah negeri. Kelompok seperti merekalah yang mengintregasikan antara masjid dan kampus yang sebelumnya masjid hanya tempat ritual ibadah semata.

Pada akhir 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi panjang yang sangat menyulitkan. Hal ini juga yang mendorong kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Lembaga-lembaga Dakwah Kampus Nasional (FSLDKN) untuk membincangkan masalah krisis di Indonesia, untuk turun menyuarakan suara masyarakat. Perbincangan itu pun tidak menemui keputusan sehingga pembahasan dilanjutkan di luar forum setelah FSLDKN selesai lalu membuat muktamar dan terbentuklah KAMMI sebagai komite aksi para aktifis dakwah kampus. KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-

Nya kepada penulis, terutama nikmat Iman, Aslam, kesehatan, dan Waktu yang telah penulis lalui dalam penulisan skripsi ini. Sholawat dan Salam tidak lupa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sahabat, keluarga dan para pengikutnya yang mudah-mudahan senantiasa taufik dan hidayah-Nya. Amin.

Sehubungan dengan rampungnya penulisan skripsi ini, tidak lupa penulis menghaturkan rasa syukur dan terima kasih yang tiada terkira kepada:

1. Rasa syukur dan permohonan ampunan yang sangat kepada Allah SWT atas

segala nikmat waktu dan peluang yang diberikan oleh-Nya dan atas segala dosa

yang penulis perbuat, dan sholawat serta salam kepada Nabi besar Muhammad

SAW.

2. Kepada Ibu dan Bapak di rumah yang tak kenal letih demi masa depan anak-

anaknya, dan terus berjuang walaupun dalam kondisi yang sedang tidak sehat.

3. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bpk. Dr. H. Abdul Chair, MA.

4. Kepala Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Drs. H. Ma’ruf Misbah, MA., dan

Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Bpk. Usep Abdul Matin MA,

MA.

5. Dosen pembimbing skripsi, Bpk. Dr. H. Abd. Wahid Hasyim, MA. dan dosen

penguji sidang skripsi Bpk. Drs. Tarmizy Idris, MA. atas waktu dan kesediaannya. 6. Dosen-dosen jurusan Sejarah dan Peradaban Islam yang telah mengajar penulis

dan memberikan ilmunya.

7. Kepada teman-teman yang ada di Fakultas Adab dan Humaniora yang terus

memberikan semangat, Krishadi, Syahru Ramdhani, Muhakik, Abdurrohim (IPI)

Abdurrohim (BSI), Reni Sintawati, Bety Wijayanti, Rose Febrian Ciptaning, Lia

Amalia, Fadhilatul Muharrom, Isti’ana Nurmaulidawanti, dan lain-lain.

8. Kepada teman-teman kelas di Jurusan SPI. Yudhi, Mantik Aziz, Rasyid Apridha,

Khaerudin, Fathul Yakin, Ujang, sebagai teman canda. Reivendra, Aditya

Pratama, Syarif Hidayatullah, Ade Faizal Alam, sebagai teman berdiskusi yang

cerdas. Mujib Hardiyan Syah, Ahmad Arif, Samsul Umar, Willy Ahmadi, sebagai

teman bersama pelepas penat.

9. Teman-teman yang ada di KAMMI komisariat UIN Jakarta.

10. Tidak lupa juga terima kasih kepada Rijalul Imam Ketua KAMMI Pusat, yang juga

sebagai sarjana di Jurusan SPI Fakultas Adab UIN Jogja sehingga memiliki

semangat akademis yang sama, dan sebagai mitra diskusi yang jenius.

11. Terima kasih kepada ketua-ketua KAMMI komisariat UIN Jakarta yang telah

penulis temui, Mustofa Makhdor (PPI-FUF, 2005-2006), Imam Hadi Kurnia (PH-

FSH, 2006-2007), Ahmad Syahril (TI/SI-FST, 2007-2008), Rico Chandra (PPI-FUF,

2008-2009), Imron Hasyim (SS-FSH, 2009-2010). Dan sukses selalu untuk ketua

KAMMI komisariat UIN Jakarta selanjutnya.

Jakarta 25 Nopember 2009

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………………………. 8

C. Kajian Pustaka Terdahulu ……………………………………………………... 9

D. Metodologi Penelitian …………………………………………………………. 12

E. Sistematika Penulisan …………………………………………………………. 13

BAB IIBAB II GERAKAN MAHASISWA MUSLIM DALAM LINTASAN SEJARAHNYA

A. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Mahasiswa Muslim ……………………….. 15

B. Ragam Gerakan Mahasiswa Muslim …………………………………………... 21

C. Visi Keagamaan dan Kebangsaan Gerakan Mahasiswa Muslim ………………. 24

D. Tokoh dan Tujuan Pendirian Organisasi Gerakan Mahasiswa Muslim ………... 26

BAB IIIBAB III KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI

A. Kondisi Politik dan Keagamaan Masa Reformasi ……………………………... 28

B. Gerakan Mahasiswa Muslim Masa Reformasi …………………………….…... 38

C. Akar Gerakan KAMMI Sebelum Masa Orde Reformasi …………………..….. 40

BAB IVBAB IV PROGRAM KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM ERA REFORMASI

A. Ideologi dan Kaderisasi KAMMI …………………………………………….... 43

B. Dinamika Kepemimpinan KAMMI …………...………………………………. 56

C. Berbagai Kegiatan KAMMI ………………………………………………….... 60

D. Hubungan KAMMI dengan Lembaga Politik dan Keagamaan ………………... 68

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………………….. 72

B. Saran-saran ……………………………………………………………………... 73

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………. 75

BBBABBAB IAB I

PENDAHULUAN

F. LATAR BELAKANG MASALAH

Kata perlawanan menjadi tema sentral gerakan mahasiswa 1998, ketika Orde Baru telah berkuasa selama 32 tahun lamanya dan tetap angkuh untuk mempertahankan kekuasaan. Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah dirasakan begitu lama khususnya oleh masyarakat miskin kala itu. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari kalangan ekonomi menegah ke bawah yang juga merasakannya langsung dan terkena dampaknya. Banyak di antara mereka yang terpaksa mengambil cuti karena tidak mencukupi biaya kuliah.1

Dalam perspektif sejarah Indonesia, patisipasi mahasiswa bukanlah hal yang baru dan asing. Setidaknya dapat kita lihat dari berbagai peristiwa yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa politik mahasiswa terhadap kekuasaaan yang berlangsung dari rezim ke rezim yang pernah berkuasa di Indonesia. Dari peristiwa-peristiwa tersebut dalam dapat diketahui bagaimana heroiknya kisah-kisah mahasiswa yang menentang kebijakan-kebijakan Soekarno pada waktu itu (1966) yang dirasakan akan merugikan dan berpengaruh buruk terhadap masyarakat. Bersama ABRI dan umat Islam, mahasiswa bekerja sama menumpas Partai Komunis Indonesia (G 30 / S PKI) yang ketika itu pada puncaknya benar-benar mengkhianati Indonesia.

1 Sebagaimana diberitakan oleh Media Indonesia (Jum’at 27-04-1998) sekitar 3000 mahasiswa Universitas Gajah Mada (UGM) menunda studinya karena kesulitan membayar SPP. Kemudian peristiwa MALARI (15 Januari) 1974 yaitu unjuk rasa besar-besaran menentang kedatangan perdana menteri Jepang, Kakuei Tanaka. Pada waktu itu mahasiswa menilai bahwa pengaruh Jepang di bidang ekonomi perlu dibatasi karena

jika terlalu bergantung terlalu berlebihan kepada modal asing akan merusak ekonomi

Negara secara bersamaan dalam jangka panjang dan adanya peran para elit politik yang bertarung,. Sayangnya dalam aksi itu massa dan mahasiswa yang terkonsentrasi di sepanjang Salemba hingga Kramat disusupi para propokator, oknum, dan preman.

Sehingga terjadi tindakan-tindakan vandalistis dengan merusak segala sesuatu yang dianggap merepresentasikan dominasi Jepang, akibatnya aksi ini menjadi konsiderasi buruk bagi gerakan mahasiswa.

Ditambah lagi dengan adanya aktifitas gerakan protes mahasiswa yang dilakukan sepanjang 1977-1978, aktifis mahasiswa pada saat ini justru lebih berani lagi dibanding sebelumnya, yaitu menuntut mundur Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden, dan ini adalah gerakan pertama mahasiswa pada masa pemerintahan Soeharto yang berani menuntut mundur seorang Presiden Republik Indonesia. Sikap protes itu pun dijawab oleh pemerintah dengan pendudukan kampus oleh pasukan militer, sehingga para tokoh mahasiswa ditangkapi dan diadili,

Karena pemerintah begitu khawatir dengan potensi kritik mahasiswa, maka pemerintah pun secara sepihak menilai dan menuduh mahasiswa telah bermain politik praktis di kampus karena itu pemerintah merasa perlu untuk memberi “hadiah” atas

“prestasi” mahasiswa berupa SK Menteri P dan K RI No. 0156/U/78 tentang Normalisasi

Kehidupan Kampus (NKK) oleh Badan Koordinasi Kamps (BKK). Ternyata cara ini berhasil membuat mahasiswa menjadi vakum dan lebih sibuk mengejar kemajuan pribadi, children of pragmatism (working oriented). Pada era 1990-an itulah terjadi sebuah renaisans pergerakan mahasiswa.

Sedangkan menurut Eep Saefullah Fatah, ada beberapa sebab yang menjadi faktor kenapa mahasiswa menjadi bergairah kembali dalam aktifitasnya setelah berlakunya

NKK BKK.

Pertama, karakter pendidikan politik yang dijalankan oleh pemerintah tertutup dan kurang dialogis. Karakter semacam ini merupakan lahan subur bagi ketidakpuasan mahasiswa kala itu. Sehingga memicu para mahasiswa berbondong-bondong melaksanakan sebuah kegiatan pendidikan politik yang mereka buat sendiri, maka bermunculan berbagai lingkar kajian yang sangat beragam, sebagai bentuk pendidikan politik alternatif mahasiswa. Yang pada saat itu memang mahasiswa merasakan rasa haus yang sangat pada pendidikan politik yang sangat sulit sekali untuk didapatkan oleh para pemuda dan mahasiswa dari rezim yang sangat tidak transparan.

Kedua, politik pembangunan merupakan lahan subur bagi pertanyaan tentang ketidakadilan, kalangan muda dan para mahasiswa yang peduli dengan masyarakat yang terpinggirkan akibat politik pembangunan melakukan kajian secara aktif dan intensif, dan menyatakan pendapat bahwa perlunya demokrasi ditumbuhkan.

Ketiga, kegelisahan dan rasa penasaran dari kalangan muda dan mahasiswa ketika melihat kehendak dan stabilisasi politik dan ekonomi yang begitu kuat dari pemerintah, sehingga memicu daya kritis. Di samping itu juga upaya stabilisasi telah memakan biaya sosial yang sangat mahal.2

Ketiga faktor di atas telah mendorong mahasiswa untuk memunculkan sendiri berbagai kelompok studi tersendiri dalam memahami keadaan sosial masyarakat, hal-

2 Eep Saefullah Fatah, Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998). h. 276-278. hal seperti inilah yang telah memberikan peluang pada kelompok-kelompok mahasiswa

Islam yang berasal dari kampus sekuler seperti UI, ITB, IPB, dan UGM menemukan kembali ruh ideologisnya, yakni Islam. Maka kehidupan kampus yang sarat dengan istilah BUTA PESTA (buku cinta dan pesta) menjadi BUNGA DAKWAH (buku ngaji dan dakwah) yang bermula dari lingkar kajian yang khas mereka miiki yang biasa disebut

Usrah.

Konsep-konsep mendasar yang menjadi latar belakang hubungan dan relasi antara mahasiswa, ketidakadilan, Islam dan masjid, merupakan tema sentral yang kita butuhkan dalam memahami mengapa organisasi pergerakan mahasiswa seperti

Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia muncul. Dalam keterkaitan inilah, akan ditemukan suatu kerangka penjelasan yang akan digunakan dan dapat memberikan gambaran dan penjelasan yang jelas sehigga mudah dipahami oleh orang-orang yang membacanya. Karena ketika itulah Islam mucul dalam sebuah aksi kongkret yang nyata, dan bukan hanya sebagai sebuah tradisi ritual yang simbolik dan tidak memberikan sebuah sumbangsih atau solusi bagi permasalahan bangsa.3

Peristiwa reformasi yang ada, masih menurut Eep, merupakan sebuah tahapan dari berbagai tahapan yang ada dalam transisi demokrasi. Oleh Eep unsur-unsur yang terkombinasikan dalam tahapan awal ini dikontekstualisasikan dengan pengalaman

Indonesia. Pertama, kritik dan resistensi eksternal pemerintah semakin kuat. Kedua, terjadi konflik internal aparat Negara (ABRI). Ketiga, terjadi perpecahan internal dalam rezim. Keempat, krisis ekonomi dan politik. Kelima, tuntutan perubahan semakin kuat.4

3 Dikutip dari Eep Saefullah Fatah oleh Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (: Purimedia, 2001). h. 27 4 Dikutip dari Eep Saefullah Fatah oleh Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h. 40 Perkembangan ideologisasi Islam terhadap mahasiswa, yang bergerak atas dasar kesadaran beragama dan bermasyarakat inilah yang mendorong mahasiswa untuk memprotes kebijakan pemerintah yang hendak melegalisasi perjudian atas nama

Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Begitu juga mereka menentang pelarangan

Jilbab yang terjadi di sekolah-sekolah negeri. Kelompok seperti merekalah yang mengintregasikan antara masjid dan kampus yang sebelumnya masjid hanya tempat ritual ibadah semata.

Atau mungkin dapat dipahami perjalanan gerakan mahasiswa seperti KAMMI dengan terlebih dahulu memahami dua prinsip. Pertama, setiap kumpulan masyarakat terdiri dari tiga elemen utama yaitu: pemikiran, individu manusia, dan materi.

Masyarakat berada pada puncak kesehatan dan kekuatan ketika individu manusia dan materi bergerak pada poros pemikiran yang benar. Masyarakat akan jatuh sakit apabila pemikiran dan materi bergerak pada poros individu. Dan masyarakat akan sampai pada titik ajal kematiannya apabila pemikiran dan individu manusia bergerak pada poros materi.

Bertolak dari gambaran diatas, dapat disimpulkan bahwa munculnya fenomena-

fenomana sosial berawal dari materi-materi pemikiran yang melahirkan tujuan, disusul dengan kecenderungan psikologis yang mengarahkan kemauan dan berhenti pada tindakan-tindakan praktis yang melahirkan pencapaian kemajuan atau kemunduran pada seluruh bidang kehidupan.5

Dalam paparan lainnya, yang dilakukan oleh Kuntwijoyo pada tahun 1991, perkembangan terpenting dalam dua dasawarsa terakhir adalah maraknya kegiatan

5 Majid Irsan al-Kilani, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemanangan Perang Salib, Refleksi 50 Tahun Gerakan Dakwah Para Ulama untuk membangkitkan Umat dan Merebut Palestina, terj. Asep Sobari dan Kamaluddin, (Bekasi: Kalam Aulia Mediatama, 2007). h. 5. masjid dan dakwah kampus yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus-kampus besar.

Dan ini terjadi akibat dari marginalisasi politik terhadap mahasiswa di kampus.

Kuntowijoyo melanjutkan bahwa pada saat itu metode terbaik dalam dakwah adalah sistem usroh yang diadopsi dari Ikhwanul Muslimin (IM).6

Sedangkan keberhasilan gerakan dakwah kampus dengan ditandai pada maraknya gerakan tersebut –masih menurut Kuntowijoyo- akibat dari enam kesadaran baru yang mulai diadosi oleh sebagian masyarakat (khusunya kalangan kampus), enam kesadaran itu adalah, kesadaran tentang perubahan, kesadaran kolektif, kesadaran sejarah, kesadaran tentang fakta sosial, kesadaran tentang masyarakat abstrak, dan kesadaran tentang perlunya objetifikasi.7 Dalam hal ini aktifis dakwah kampus disebut sebagai muslim tanpa “Masjid”.

Pada akhir 1997 Indonesia mengalami krisis ekonomi panjang yang sangat menyulitkan. Hal ini juga yang mendorong kalangan mahasiswa yang tergabung dalam

FSLDKN (Forum Silaturahmi Lembaga-lembaga Dakwah Kampus Nasional) untuk membincangkan masalah krisis di Indonesia, apakah perlu untuk turun menyuarakan suara masyarakat. Perbincangan itu pun tidak menemui keputusan sehingga pembahasan dilanjutkan di luar forum setelah FSLDKN selesai lalu membentuk muktamar dan terbentuklah KAMMI.8

Pasca berdirinya organisasi mahasiswa seperti KAMMI, maka sebagai bukti kongkret kepedulian pada permasalahan bangsa KAMMI melakukan aksi-aksi demonstrasi turun ke jalan di saat-saat para aktifis mahasiswa masih tertahan didalam

6 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, cet. ke-3, : Mizan, 1991. h.63 7 Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya, dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Transedental, cet. ke-2, Bandung: Mian, 2001. h.27 8 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, dalam kata pengantar. Lihat juga Suara Hidayatullah, 01/XI/Mei 1998; h. 22-23. kampus. Pada hari Jum’at 10 April 1998, selepas shalat Jum’at, di halaman Masjid

Agung al-Azhar Jakarta sekitar 20.000-an mahasiswa muslim melakukan unjuk rasa, dan aksi ini disebut sebagai Rapat Akbar Mahasiswa dan Rakyat. Terdiri dari berbagai perguruan tinggi utama di Indonesia, seperti UI, ITB, Unibraw, IAIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, dan lain-lain.

Seiring dengan kemunculan KAMMI yang baru saja lahir, muncul juga pertanyaan yang curiga dari berbagai pihak dan pandangan miring terhadap KAMMI, “bagaimana bisa suatu organisasi berumur sehari mengeluarkan sikap politik yang demikian solid”, begitulah pertanyaan yang bernada curiga, ditambah lagi dengan aksi-aksi KAMMI yang tergolong spektakuler dengan menghadirkan puluhan ribu massa aksi (Suara

Hidayatullah, 01/XI/Mei 1998; hal. 22-23).9

Dilihat dari kondisi saat itu maka KAMMI adalah organisasi pertama yang melakukan aksi unjuk rasa yang sangat fenomenal. Pertama, jumlah massa aksi yang hadir tergolong besar. Kedua, aksi tersebut merupakan aksi yang pertama kali dilakukan diluar kampus. Ketiga, aksi besar di luar itu ternyata berjalan dengan tertib dan aman.

Keempat, merupakan aksi mahasiswa pertama yang mampu memobilisasi massa rakyat selain mahasiswa. Kelima, dalam aksi itu isu yang diangkat adalah “Reformasi Total”.10

Dengan adanya lima poin di atas maka muncul di samping kecurigaan yang telah dijelaskan di atas berbagai pandangan miring terhadap KAMMI, seperti bahwa KAMMI di-back up oleh pihak keamanan sehingga wajar aksi-aksi yang dilakukan KAMMI

9 Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”. dalam kata pengantar 10 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus h. 28-29. berjalan dengan aman, KAMMI juga dianggap sebagai bagian rekayasa politik yang didirikan oleh militer.11

Di samping itu ada juga pandangan-pandangan yang mengatakan bahwa KAMMI adalah gerakan eksklusif,12 dalam pandangan beberapa peneliti pun KAMMI adalah sebuah gerakan mahasiswa muslim yang mengartikulasikan dan memvisualisasikan

fundamentalisme Islam dalam gerakannya. Hal ini diungkapkan dalam buku “Islam dan

Radikalisme di Indonesia” sebuah karya tulis yang disusun oleh sebuah tim penulis dan diterbitkan oleh LIPI Press, di buku tersebut dipaparkan dalam bab tiga sebuah gambaran umum tentang radikalisme Islam di Indonesia bahwa fundamentalisme Islam di Indonesia terdiri dari tiga kelompok.

Pertama, kelompok yang berkonfrontasi dengan pemerintahan status quo yang dianggap tidak sesuai lagi dengan Islam. Kedua, gerakan-gerakan Islam yang menekankan pada pengajaran yang yang bersifat baru. Ketiga, gerakan Islam yang lebih bersifat kontemporer yang dilakukan oleh mahasiswa yang ada di berbagai kampus di Indonesia. Pada kelompok ketiga inilah menurut para penulis adalah sebuah gerakan Islam yang dimotori oleh mahasiswa yang nantinya menggabungkan diri dalam sebuah wadah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).13

Selain itu, ada juga kelompok mahasiswa fundamentalis, yang terorganisir dalam

KAMMI dan mempunyai cabang di banyak kampus di Indonesia. KAMMI bisa dikatakan

11 Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta, Purimedia, 2001). h. 79-85. 12 Ibid. 13 Endang Turmudi & Riza Sihbudi, Islam dan Radikalisme di Indonesia, et al, kumpulan karangan, (Jakarta: LIPI Press, 2005). h. 119. sebagai organisasi baru yang berbeda dengan organisasi mahasiswa Islam seperti HMI atau PMII karena KAMMI baru muncul di era reformasi…..14

Kuatnya pengaruh mahasiswa dalam dunia intelektual dapat dilihat dari berbagai

faktor yang terdapat dalam kehidupan masyarakat yang bukan hanya terbatas pada negara Indonesia, tetapi sepanjang masa dan tempat yang terjadi di dunia ketiga khususnya Asia Tenggara. Sejarah mencatat, hanya Indonesia saja yang bisa membuktikan bahwa kudeta militer yang kerap terjadi dan sukses di berbagai negara tidak selamanya berlaku bagi semua negara, contohnya adalah Indonesia, baik dalam wacana, daya kritis, polemik, oposisi, atau sikap keagamaan.

Hal-hal semacam itu justru semakin membuktikan bahwa mahasiswa di Indonesia selain memiliki keunggulan bobot akademis pada individu-individunya juga memiliki kekuatan peranan oposisi dan aksi masa praktis yang sangat berarti. Hal ini berlainan dengan yang terjadi di kebanyakan negara di Asia Tenggara seperti Thailand, Philipina, atau Junta militer Myanmar yang hanya sebatas penggunaan kekuatan fisik dan senjata. Main Act semacam itu malah sedikit demi sedikit akan, dan terus, mengubur tatanan stabilitas sosial politik yang berakibat buruk pada nilai-nilai kemerdekaan dan keadilan bagi masyarakat itu sendiri.

G. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH

1. Pembatasan masalah

14 Ibid, h. 123. Dalam pembahasan masalah ini, pembahasan skripsi dibatasi dengan beberapa pokok pembahasan yang akan diungkap dan dijelaskan dalam skripsi ini, beberapa pokok pembahasan dan penjelasan tersebut merupakan pendekatan-pendekatan yang peneliti gunakan.

Oleh karenanya dalam kajian skripsi ini lebih menekankan dan membatasi dengan pembahasan politik, ekonomi, dan keagamaan yang memberi celah bagi gerakan mahasiswa, dan kesadaran beragama masyarakat. Pemilihan ruang lingkup ini dilatarbelakangi oleh adanya beberapa faktor penyebab yang berserak didalamnya yang harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat dinilai secara utuh. Disamping itu

juga terikat kuat dengan pendekatan-pendekatan yang peneliti gunakan yaitu pendekatan sosial, politik, ekonomi, dan.budaya.

2. Perumusan Masalah

Dalam perumusan masalah ini mengandung beberapa pokok pertanyaan yang akan diungkap dan dijawab dalam skripsi ini, beberapa pokok pertanyaan tersebut adalah:

a.) Bagaimana sejarah perjalanan dan peranan politik mahasiswa muslim di

Indonesia (1980-an) pada masa sebelum reformasi berlangsung?

b.) Bagaimanakah sejarah perjalanan dan peranan Kesatuan Aksi Mahasiswa

Muslim Indonesia (KAMMI)?

c.) Bagaimana ideology dan kegiatan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim di

masa reformasi?

H. KAJIAN PUSTAKA TERDAHULU

Penelitian tentang gerakan politik mahasiswa telah ada dan sudah menjadi bahan perbincangan yang hangat dalam dunia dan wacana tentang gerakan sosial. Penelitian yang -mungkin- paling baru telah dilakukan oleh Mahfudz Sidiq, pada bukunya yang berjudul KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam

Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi.15

Sebuah bku yang pada awalnya merupakan sebuah tesis dalam program pasca sarjana

Ilmu Politik Universitas Indonesia, dan di terbitkan pada Oktober 2003 oleh Era

Intermedia, Solo.

Dalam kajian yang dibahas buku tersebut memiliki karakter penulisan yang terfokus pada pergerakan KAMMI dalam bidang politik ekstra parlementer, pembahasan yang dilakukan oleh mahfufudz Sidiq ini memulai langsung dengan membaca peranan KAMMI tanpa memulai terlebih dulu dengan membaca asal muasal KAMMI dalam sejarah pergerakan dakwah di kampus-kampus besar yang ada di Indonesia, dengan pembahasan yang sosio-historik.

Metode sejarah politik tersebut awalnya membahas lebih rinci lagi pergerakan mahasiswa Indonesia dengan varian yang sangat mendasar, yakni mahasiswa

Indonesia secara umum. Kemudian penulis melengkapi dan memperkuat dengan kajian teoritis mengenai pergerakan sosial masyarakt yang terjadi di duania ketiga yang terjadi dan berkembang, dalam kajian teoritis tersebut terdapat satu sub bab pada bab dua yang membahas peranan oposisi kelompok aksi Islam.

15 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). Hal selanjutnya yang dibahas dalam buku tersebut lebih diwarnai dengan pembahasan yang terfokus pada hal-hal yang karakternya bersifat sejarah politik

KAMMI, dan jarang ditemukan pembahasan-pemabahasan yang bersifat sosio-historis.

Sedangkan dalam buku tersebut bisa didapati sedikit pembahasan yang terfokus pada sejarah KAMMI terdapat dalam prolog buku. Akan tetapi dalam tulisan sejarah KAMMI oleh Fahri Hamzah ini sangat terbatas dan bahkan menurut peneliti sendiri pada hakekatnya perjalanan sejarah KAMMI perlu untuk dibahas geneologi sosialnya.

Selain itu ada juga buku lain yang ditulis oleh Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, yang berjudul “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”.16 Purimedia, Surakarta,

2001. Membahas secara lengkap dan mendasar perkembangan dan perjalanan KAMMI mulai dari masa krisis ekonomi, krisis politik, dan krisis di segala bidang yang berujung dengan lengsernya Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Dalam buku ini pembahasan sejarah yang terkandung didalamnya lebih lengkap dibandingkan dengan buku sebelumnya.

Walaupun sebenarnya secara fisik dan ukuran buku Mahfudz Sidiq lebih tebal dan merupakan karya tulis yang sebelumnya adalah sebuah bentuk Tesis di bidang Ilmu

Politik Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Tapi sebagaimana kita dapat memahami karya tulis tersebut adalah karya tulis di bidang politik, sedangkan dalam buku yang di tulis oleh Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib merupakan sebuah karya tulis yang memang diperuntukan bagi kader-kader KAMMI.

Tulisan tersebut merupakan refleksi dalam membangun KAMMI ke masa depan yang lebih baik bagi KAMMI. Dalam buku Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, Andi dan

16 Andi Rakhmat dan Mukhamad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta, Purimedia, 2001). Najib memberikan karakter pada penulisannya sebagai sebuah karya sejarah yang bersifat sejarah motivatif, bukan pada penelusuran geneologi sosialnya secara rinci dan inovatif, kalau pun ada masih dengan keterbatasannya, dalam menemukan karya tulis yang dapat memberikan penjelasan tentang jejaring sosial yang dimiliki oleh para aktifis KAMMI sebelum membentuk KAMMI itu sendiri masih jarang ditemukan.

Peneliti sendiri menemukan sebuah buku yang membahas jejaring sosial dalam membahas sejarah gerakan dakwah kampus secara rinci, yaitu dalam buku yang di tulis oleh Kasinyo Harto, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum Kasus Gerakan

Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang. Diterbitkan oleh Badan

Litbang & Diklat Departemen Agama RI:2008 Jakarta. Akan tetapi dalam buku tersebut pembahasan rinci tentang gerakan dakwah kampus hanya terbatas pada Universitas

Sriwijaya saja, ditambah dengan varian-varian gerakan yang di bahas dalam buku tersebut dibahas secara terpisah dan tidak terfokus pada satu varian saja.

I. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini, peneliti menggunakan beberapa metode penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian. Pertama, metode yang peneliti gunakan adalah Library Research (studi kepustakaan). Dalam tahap awal ini pengumpulan beberapa data dan sumber-sumber yang terkait dengan topik yang akan dikaji oleh peneliti, pada berbagai data dan sumber seperti buku-buku, media masa,

Jurnal, dan laporan penelitian. Kedua, pada tahapan ini akan dilakukan Metode Observasi Aktif (partisipatoris), di mana langkah peranan dengan ikut serta berperan di dalamnya secara langsung di tingkat kepengurusan Komisariat dan pengamatan secara langsung yang dilakukan tingkat Daerah Jakarta dan Pusat oleh peneliti menjadi modal penulisan skripsi ini.

Ketiga, pada tahap akhir ini dilakukan Deskripsi Analitis dan Historiografi untuk dapat menggambarkan topik atau kajian dengan sebaik mungkin melalui penjabaran dan langkah selanjutnya memberikan sebuah pemaparan analitis dalam tulisan sehingga mudah dipahami, sedangkan untuk karakter penulisan sejarah yang ada dalam skripsi ini adalah Total History, karena menggunakan berbagai pendekatan

(multy approach). Pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan politik, ekonomi, dan keagamaan.

Untuk mendapatkan data baik primer maupun sekunder peneliti akan mengunjungi beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Pasca

Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Utama Universitas Indonesia

Depok, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , dan Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus, data-data Departemen Hubungan

Masyarakat (Humas) dan departemen lainnya yang ada di KAMMI Pusat dan

Perputakaan Nasional (Pernas) Jakarta Pusat.

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Hal selanjutnya bagi peneliti adalah menampilkan hasil penelitiannya dalam bentuk tulisan yang sistematis. Kiranya tulisan yang ditulis secara sistematis dibuat ke dalam lima bab. Bab Pertama, yakni Pendahuluan yang merupakan awal tulisan, peneliti mengisi dengan beberapa bagian yang tersusun sebagai pendahuluan, yaitu latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, kajian pustaka terdahulu, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab Kedua, sebagai langkah awal pembahasan dan analisa permasalahan yang ada. Berisi pembahasan tentang, gerakan mahasiswa dalam lintasan sejarahnya.

Yakni, latar belakang lahirnya gerakan mahasiswa muslim, ragam gerakan mahasiswa muslim, visi keagaman dan kebangsaan gerakan mahasiswa muslim, dan yang terakhir dari bab II adalah tokoh dan tujuan pendirian organisasi gerakan mahasiswa muslim.

Lalu pada bab Ketiga, pembahasan pada penelitian skripsi ini membahas tentang

KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim orde reformasi, yang terdiri dari, orde reformasi: kebijakan politik dan keagamaan, gerakan mahasiswa muslim orde reformasi, dan akar gerakan KAMMI (keagamaan dan historis) masa orde reformasi.

Sedangkan pada bab Keempat membahas tentang peranan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa muslim, yang terdiri dari pembahasan tentang aspek ideologis, aspek kepemimpinan, berbagai kegiatan KAMMI, dan hubungan KAMMI dengan lembaga politik dan keagamaan.

Bab yang terakhir adalah bab Kelima, berupa penutup yang diisi dengan

Kesimpulan dan Saran-saran.

BAB IIBAB II

PERKEMBANGAN GERAKAN MAHASISWA MUSLIM DI INDONESIA

E. LATAR BELAKANG LAHIRNYA GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Gerakan mahasiswa di Indonesia khususnya pada gerakan reformasi bukanlah sebuah manifestasi pemuda yang muncul sesekali dan tanpa ada sebab musababnya atau tanpa ada rantai sejarahnya sama sekali. Tetapi juga muncul berskala melalui simbiosis mutualis, kausalitas, dan terus terjadi dengan fluktuasi gerakannya yang selalu naik dan turun, sesuai dengan kondisi dan momentum yang ada. Gerakan dan peranan mahasiswa di Indonesia menurut peneliti, merupakan sebuah tradisi dari kelompok semi elit seperti mahasiswa. Berikut juga perjalanan mahasiswa yang bergulir dari masa ke masa.

1. Mahasiswa Angkatan 1966

Pada masa ini keadaan Indonesia sangat tidak menentu, terutama dengan adanya pemberontakan PKI dan yang lebih parah masih ditambah dengan inflasi 600%. Karena kondisi inilah yang para mahasiswa terpancing untuk bersikap kritis terhadap Sukarno sebagai pusat pemerintahan. Para mahasiswa berdemonstrasi menuntut penurunan harga, pembubaran PKI, , dan perombakan kabinet.

Dalam catatan kumpulan artikel media cetak yang ditulis oleh wartawan senior,

Rosihan Anwar, ke dalam sebuah buku. Rosihan Anwar menggambarkan sebuah kondisi negeri yang terluka akibat krisis politik dan ekonomi yang sangat tidak buruk. Ia mengawali salah satu artikel untuk pemberitaan ini dengan sebuah narasi tentang ironi perekonomian Negara.

“Satu liter bensin lebih murah harganya dari pada satu mangkok teh. Karcis kereta api dari Jakarta ke Bandung, (180 km) lebih murah daripada bayar becak dari Kebayoran ke Stasiun Gambir, (15 km). Inilah contoh-contoh distorsi harga di Indonesia yang ekonominya dilanda inflasi, harga beras meningkat 1000 kali dalam waktu enam tahun, dari Rp.6,5 pada tahun 1960 menjadi Rp.6.500 pada tahun 1966.…mereka yang mempunyai pendapatan tetap, paling menderita. Sebab inflasi kentara dalam anggaran belanja Negara: pengeluaran pemerintah naik 40 kali dalam masa 1960-1965, akan tetapi pendapatan hanya naik 17 kali. ...pengeluaran dialokasikan pada daerah-daerah non produktif. Sekitar 61 persen dari anggaran diberikan untuk membayar pegawai negeri dan angkatan bersenjata. Jumlah pegawai negeri meningkat terus dari 809.00 orang pada tahun 1961 menjadi 1.605.000 pada tahun 1965. …………Keranjingan Presiden Sukarno terhadap “ukuran” dan “kebesaran” mempengaruhi pertumbuhan birokrasi.”17

Juga pada catatannya yang diterbitkan The Age pada tanggal 10 September 1965, begitu tidak stabilnya Indonesia dengan berbagai kejadian sosial yang terus bergolak dan sering terjadi bentrokan antar kelompok pendukung dan anti Sukarno, pada kejadian ini yang banyak menjadi korban adalah dari kelompok Islam:

….PKI dengan cerdik mengeksploitasi keadaan di Yogyakarta dan Solo. Menampilkan diri sebagai pembela Presiden Sukarno dengan semboyan ‘awas terhadap orang-orang yang mau menggulingkan Presiden’, ‘hidup atau mati dengan Bung Karno’, ‘pilih antara Sukarno dan Suharto’, kaum aktifis PKI yang bergerak dibawah tanah menghasut unsur-unsur PNI terhadap mahasiswa yang anti Sukarno…. Kekerasan melanda seluruh negeri. Sasaran mereka adalah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), dan KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda dan Pelajar Indonesia). Pada tanggal 26 Mei, Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) yang radikal menyerang markas KAMI di Universitas Yogyakarta. Pada 13 dan 14 Juli mahasiswa membalas dengan menyerang beberapa kantor pemerintah dan menuntut disingkirkan-nya unsur-unsur PKI yang masih bekerja di sana. Bentrokan terjadi antara KAMI-KAPPI dan GPM yang mengakibatkan 45 orang luka-luka. Mengapa GPM bertindak begitu nekad? Karena mereka dilindungi KKO dan Brimob

17 H. Rosihan, Anwar, Indonesia 1966-1983 Dari koresponden Kami di Jakarta, (Jakarta: Pustaka Utama, 1992). Cet. ke-1, h. 7 yang membantu mereka dalam perkelahian. Pada tanggal 26 Juli kira-kira 2.000 orang anggota GPM berseragam hitam menyerang pasar kliwon di Solo. ………Mereka berteriak ‘Hidup Bung Karno’, ‘Hidup PKI’, dan bahkan ‘Hidup Cina’. Beberapa pemuda Islam diculik dan disiksa oleh anggota GPM yang sudah diinfiltrasi oleh Pemuda Rakyat, organisasi pemuda komunis. …Dalam perkelahian antara pemuda nasionalis dan kelompok Islam, pemuda Ansor dan beberapa pimpinan Ansor tewas”.18

Hal-hal di ataslah yang terus memicu perkembangan aksi protes mahasiswa yang anti Sukarno dan anti PKI, yang nantinya mereka akan bersatu dalam menolak kabinet pemerintahan Sukarno yang posisinya banyak diisi oleh tokoh-tokoh komunis. Aksi-aksi protes mereka pun tidak menuntut pengunduran diri Presiden Sukarno yang didaulat sebagai Presiden seumur hidup. Tetapi kelompok pemuda lebih memilih untuk menuntut penurunan harga, disini soal harga dianggap lebih penting daripada sosok

Sukarno.19 Sebuah realita dan fakta sejarah yang sangat jauh berbeda dengan kesan

Sukarno yang diangap penuh kharisma sebagai sang fajar dan pemimpin besar revolusi pada saat ini.

Dalam catatan harian seorang mahasiswa aktifis 66, yang diterbitkan menjadi buku yang ditulis oleh Yozar Anwar, catatannya yang tertulis pada Sabtu, 8 Januari 1966,

Yozar menjelaskan bahwa keadaan Indonesia semakin memburuk setelah tiga bulan paska pemberontakan Gestapu-PKI, pemerintah mengeluarkan peraturan pergantian uang dari Rp.1.000,00- menjadi Rp.1,00- (dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1965), tetapi tidak mengobati keadaan dan justru terjadi kenaikan harga terus menerus.20 Dari kondisi ini kelompok pemuda dan mahasiswa semakin giat untuk memperotes pemerintahan dan kabinet Sukarno.

18 Ibid, h. 3 19 Yozar Anwar, Angkatan 66, (Jakarta: Sinar Harapan, 1981). cet.ke-2, h. 167 20 Ibid, h. 1 Sayangnya dalam catatan Yozar Anwar tersebut, sangat kental dengan fungsinya sebagai ‘tesis’-nya Orde Baru dan sebagai ‘antitesa’-nya Orde Lama. Memang kondisi yang ada dalam tulisannya sedang ramai dengan gejolak anti Sukarno, juga sedang dalam penantian dan penyambutan Orde Baru, sebagai pengganti Orde Lama. Akan tetapi walau bagaimana pun juga catatan ini sangat kaya dengan berbagai informasi, kegiatan harian dan mingguan yang kerap dilakukan oleh para aktifis 66 pada umumnya dan KAMI khususnya.

Tetapi klimaks peristiwa yang terjadi malah bermuara pada peralihan kekuasan sebagai akibat dari konstelasi politik yang terjadi dikalangan elit penguasa, melalui permainan politik elit yang sangat rumit dan terus menjadi perdebatan. Adalah Jendral

Suharto yang mendapatkan peralihan kekuasaan itu berdasarkan pada Surat Perintah

Sebelas Maret (Supersemar).21

2. Mahasiswa Angkatan 1974

Peranan mahasiswa yang terjadi paska angkatan 66 justru mengalami penurunan dan tidak terjadi gejolak yang berarti dari mahasiswa, yang berperan sebagai pengimbang kekuatan rezim di luar parlemen. Hal ini mengingat bahwa komponen yang ada dalam Orde Baru adalah patner perjuangan bersama mahasiswa yang berhasil menggulingkan Orde Lama.22 Hal ini juga akan di bahas pada pembahasan khusus pada sub bab selanjutnya. Tetapi dalam masa perjalanan mahasiswa yang terjadi paska gerakan angkatan 66 bukan berarti tidak terjadi sama sekali peristiwa politik di tanah air.

21 Dana k. Anwari SB (editor), Matinya Seorang Mantan Presiden: BK, (Orayta Kurnia Dian Kirana, cet,I, tanpa tempat dan tahun). h. 22. 22 Andi Rahmat dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, (Surakarta: Purimedia, 2001). h. 50 Muara kisah sejarah gerakan politik mahasiswa yang ada pada tahun 1974 adalah sebuah gerakan protes yang terkenal dengan tragedi malapetaka Lima belas Januari

(Malari). Yaitu menentang kedatangan Perdana Menteri Jepang, Kakuei Tanaka.

Gerakan mahasiswa ini memprotes kebijakan pemerintah dengan unjuk rasa besar- besaran.

Protes mahasiswa ini didasarkan pada penilaian bahwa sikap kebergantungan pada

jepang dalam investasi asing, dan dominasi Jepang pada bidang ekonomi nasional di

Indonesia harus dibatasi, karena dianggap akan berpengaruh buruk pada perekonomian Indonesia dalam jangka panjang.23 Dan memang benar ekses ekonomi yang diprediksi oleh para mahasiswa terjadi pada saat ini.

Gerakan mahasiswa angkatan 1974 yang bergolak pada tanggal 15 Januari tidak berjalan dengan sendirinya tanpa proses. Gerakan mahasiswa yang berjalan paska berdirinya Orde Baru mengalami “kegugupan”, sepanjang tahun 1968-1970 berbagai elemen mahasiswa terlibat dalam perselisihan dalam memandang rezim baru. Mereka mempersoalkan hubungan antar mahasiswa dan peranannya dalam menyikapi jalannya pemerintahan yang baru terbentuk.

Di masa-masa ini kerenggangan hubungan antar organ intra dan organ ekstra kampus, sedikitnya dukungan dan perhatian masyarakat, dan tidak adanya kekuatan politik yang memberi dukungan, semakin menyulitkan kondisi gerakan mahasiswa.

Kemudian pada tahun 1973 angin segar gerakan mahasiswa mulai berhembus, gerakan protes mahasiswa menjadi semakin solid dan kuat, atas inisiatif dari berbagai organisasi mahasiswa intra kampus.

23 Ibid, h. 6 Pada tanggal 11 Januari 1974, protes dilakukan oleh 35 dewan mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia. Mereka mengirimkan 85 orang delegasi untuk untuk berdialog dengan Presiden Suharto di Bina Graha, tapi hasil dialog itu memberikan hasil yang tidak memuaskan pihak mahasiswa.24

Aksi demonstrasi yang lebih besar digelar pada bulan yang sama dan hanya beberapa hari setelah gagalnya dialog dengan Presiden Suharto. Aksi ini memprotes kebijakan ekonomi Orde Baru yang terlalu condong kepada Jepang. Kedatangan

Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka, menjadi titik puncak aksi protes mahasiswa, ribuan mahasiswa berpawai dari kampus UI Salemba menuju kampus Trisakti di jalan

Kyai Tapa.

Sayangnya dalam aksi mahasiswa tersebut, massa dan mahasiswa yang terkonsentrasi di sepanjang Salemba hingga Kramat melakukan tindakan vandalistik dengan merusak dan membakar bangunan dan kendaraan yang dianggap representasi dari dominasi perekonomian Jepang di Indonesia. PM Jepang, Kakuei Tanaka sendiri harus meloloskan diri dengan helikopter dari atap Bina Graha.

Akibat dari aksi perusakan yang dilakukan dalam demonstrasi tersebut, ialah konsideransi buruk bagi gerakan mahasiswa dan pemerintah memiliki alasan yang kuat untuk melakukan tindakan represif bagi gerakan mahasiswa, dengan menangkapi beberapa tokoh mahasiswa dan menjadikannya sebagai tersangka kerusuhan di pengadilan, salah satunya adalah Hariman Siregar, mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.25

24 Ibid, h. 52. 25 Ibid, h. 53 Memang, dilihat dari kepentingan ekonomi nasional, pemerintah Indonesia memiliki kebutuhan mendasar pada penanaman modal asing dalam berbagai proyek pembangunan jangka panjangnya, kisaran dana dari kebutuhan pemerintah Indonesia yang diperlukan pemerintah saat itu juga bukanlah dengan jumlah dana yang sedikit tapi berkisar pada jumlah yang fantastis, pemerintah Indonesia membutuhkan pemberian modal asing pada kisaran 100 juta US$. Sedangkan Negara maju satu- satunya di asia atau bahkan di dunia yang dapat menyanggupi jumlah kebutuhan tersebut saat itu hanyalah Jepang.26

Setelah terjadinya protes dari mahasiswa itulah pemerintah Indonesia selain menangkapi para tokoh mahasiswa juga merasa perlu untuk mendekati mahasiswa yang ada di berbagai kampus melalui ABRI dalam rangka mensosialisasikan pewarisan nilai-nilai 1945. Yang ditanggapi dingin oleh para mahasiswa dan dianggap membosankan.27

3. Mahasiswa Angkatan 1978

Pada masa angkatan 1978 juga telah tercatat dalam kisah gerakan mahasiswa yang

fenomenal dalam sejarah Orde Baru, karena di masa Orde Baru gerakan mahasiswa pada tahun ini merupakan gerakan yang pertama kalinya dalam pemerintahan Orde

Baru yang berani menuntut mundur seorang Presiden.

Heroisme gerakan ini juga bukan berarti akan berakhir dengan kisah bahagia bagi mahasiswa. Setelah tragedi Malari, kegiatan mahasiswa kembali seperti semula tanpa gejolak yang berarti, sepanjang tahun 1975 sampai dengan 1977 tak ada gejala yang berarti dari mahasiswa. Kemudian di tahun 1978, pecahlah gelombang demonstrasi

26 H. Rosihan Anwar, Indonesia 1966-1983 Dari koresponden Kami di Jakarta, h. 98 27 Ibid, h. 207 besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan dengan berani mereka menuntut mundur Presiden Suharto dari jabatannya, fan meminta pertanggungjawaban politik dari rezim Orde Baru, yang dianggap telah gagal dalam mengemban amanah dan aspirasi rakyat.28

F. RAGAM GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Ragam gerakan mahasiswa yang ada dan berjalan dalam perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia sangat sangat beragam dan juga menentukan arah perjuangan revolusi pasca proklamasi Soekarno-Hatta. Karena memang para pemuda dan mahasiswa adalah pemegang peran yang sangat penting dalam perjuangan bangsa

Indonesia. Menurut Agung Pribadi, pada masa demokrasi liberal Organisasi

Kemasyarakatan Pemuda (OKP) menjadi organisasi Underbouw atau bawahan dari partai-partai yang ada. Dengan kata lain, pemuda dan mahasiswa terlibat aktif dan dalam “politik aliran”.

Misalkan, HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan PII (Pelajar Islam Indonesia) walaupun mereka bukanlah sebuah organisasi pemuda dan mahasiswa yang menjadi

Underbouw salah satu partai politik saat itu yakni Masjumi, tetpi telah diketahui bahwa para tok0oh dari kedua organisasi tersebut memiliki hubungan yang erat dengan para tokoh politik dari Masjumi, karena adanya dua kepentingan yang sama, yaitu kesamaaan ideologi keagamaan (modernisme Islam) dan sikap politik dan kebudayaan yang anti PKI (Partai Komunis Indonesia).

28 Andi Rahmat dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, h. 55 Menurutnya juga para pemuda dan mahasiswa Islam pada masa demokrasi liberal terutama PII dan HMI, memiliki peranan yang sangat besar dalam kelahiran, kemunculan, dan perjalanan Orde Baru. Disini Agung Pribadi berangkat dari sebuah anekdot atau lebih tepat dikatakan sebagai analogi, yang dianekdotkan dengan

fenomena peran pemuda Islam di Indonesia.

“Biasanya apabila ada suatu perubahan sosial baik yang radikal (revolusi) atau evolusi, peran pemuda terutama pemuda Islam cukup menonjol. Misalnya dengan revolusi di Iran dengan Bani Sadr, Khomeini, dan Ali Syari’atinya, di Afghanistan semisal Gulbudin Hikmatyar, Abdur Rabir Rasul Sayyaf Burhanuddin Rabbani, dan lain-lain. Juga dengan revolusi di Aljazair dengan Abbas Madani beserta FIS-nya. Evolusi di Malaysia dengan Anwar Ibrahim yang dulunya aktivis demonstrasi mengkritik pemeintah Malaysia (dia berasal dari ABIM, Angkatan Belia Islam Malaysia), dan masih banyak contoh-contoh lainnya. Di Indonesia peran pemuda Islam memang menonjol, misalnya (JIB) dalam pergerakan nasional yang mana cabang-cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Pemuda Masjumi pada masa demokrasi liberal juga sangat berperan. Untuk periode 1960-an dan sampai 1970-an yang menonjol adalah PII, HMI, PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, organisasi di bawah naungan NU). Akan tetapi dalam periode 1965- 1985 peranan pemuda Islam agak tersamarkan karena semua organisasi pemuda Islam, para anggotanya melepas “jaket” dan melebur dalam organisasi yang bersifat nasionalis. PII masuk dalam KAPPI. HMI dan PMII masuk dalam KAMI dan banyak lagi. Organisasi-organisasi di atas terlibat dalam bentrokan-bentrokan fisik di lapangan (di daerah) dan mengalami benturan sangat keras. Benturan antara kubu “hijau” dan kubu “Merah”. …Pada tanggal 20 Maret 1978 terjadi demonstrasi menentang P4 dan aliran kepercayaan masuk dalam GBHN oleh Gerakan Pemuda Islam (GPI) yang dimotori Abdul Qadir Djailani. Demikian juga dengan delegasi PII, HMI, GP Ansor, IMM, IPNU, dan PMII intensif berdialog di gedung MPR-RI dengsn para anggota MPR sejak tahun 1977 sampai dengan 1978 menentang masuknya aliran kepercayaan dalam GBHN 1978.”29

Dalam rangka memahami sejarah, pendapat Agung Pribadi di atas memiliki kelemahan mendasar dalam analogi yang dibuatnya, dimana anekdot tentang peran pemuda Islam yang terjadi di Iran, Afganistan, Aljazair, dan Malaysia, tidak relevan

29 Agung Pribadi, “Islam Meretas Kebangkitan” dalam Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X. h. 76. dengan konteks Indonesia. Mengingat Iran adalah sebagai Negara dengan populasi masyarakat Islam yang mayoritas adalah Syi’ah, sedangkan Indonesia adalah Suni.

Sedangkan tokoh-tokoh pemuda Islam Iran yang di sebut seperti Bani Sadr adalah tokoh yang justru mengkritik dan menentang kepemimpinan para Mullah (Ulama) dalam laju politik kenegaraan di Iran itu sendiri,.

Mengenai Afganistan sendiri, memiliki perbedaan kondisi sosial keagamaan yang sangat berbeda dengan Indonesia karena Afghanistan memiliki karakter keagamaan yang berbeda dengan Indonesia, Afghanistan banyak dari masyarakat muslimnya bermazhab Deobandi yang berasal dari India (Riza Sihbudi, 2005) sedang Indonesia menganut 4 mazhab besar, Syafi’I, Maliki, Hambali, dan Hanafi. Begitu juga kondisi sosial politik di Afghanistan memang memiliki kesamaan dengan Indonesia yakni berjuang dan berhasil membumi hanguskan Komunisme, tetapi di Afghanistan masih sering terjadi perang antar Milisi Jihad yang justru terjadi pasca pengusiran tentara Uni

Soviet dan juga perang antar suku, sebuah fenomena yang tidak terjadi pada Indonesia, yang mana hal itu salah satu faktor sangat menentukan perkembangan sosial politik di

Afghanistan karena di Indonesia yang terjadi adalah justru seluruh kekuatan politik

Islam bersatu dalam perang Ideologis antara Islam, Komunisme, dan Nasionalis-

Sekular.

Begitu juga dengan Aljazair dengan FIS-nya, terjadi penggulingan kemenangan politik FIS yang di lakukan olah kubu tentara. Sedangkan Indonesia memiliki kondisi yang justru sebaliknya, dimana tentara Indonesia justru berasal dari milisi-milisi sipil yang dimiliki oleh umat Islam di Indonesia,30 begitu juga dengan perang ideologis yang terjadi selama kurun waktu 1965-1966 militer Indonesia TNI, justru bersama umat Islam

30 Z. A. Maulani, “Rahim yang Melahirkan TNI”, lihat dalam Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X. h. 56. Indonesia berjuang bersama melawan PKI. Begitu juga dengan Malaysia yang memiliki polemik sosial politik kebudayaan yang bersifat rasial yang tidak terjadi di Indonesia.

Karena Indonesia memiliki puluhan suku bangsa yang justru bersatu dalam memerdekakan Indonesia karena semangat akidah keagamaan, hal-hal rasial yang terjadi di Indonesia justru terjadi jauh setelah kemerdekaan di proklamasikan, yaitu pada masa reformasi.

Mengenai peran pemuda dan mahasiswa Islam di Indonesia seperti HMI dan PII yang melebur dalam organisasi yang bersifat nasionalis memiliki penguatan informasi, hal ini diperkuat oleh M. C. Ricklefs.

“Para pemuda antikomunis kini menguasai jalan-jalan, membakar markas besar PKI di Jakarta pada 8 Oktober. Pada akhir bulan Oktober, para mahasiswa anti-PKI membentuk KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dengan dukungan dan perlindungan tentara. KAMI berintikan kelompok pemuda Islam, Katolik, dan mantan PSI. front kesatuan pelajar yang sama di sebut KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia), dan front alumni universitas, KASI (Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia) di bentuk pada awal tahun 1966. kedua front yang terakhir ini berintikan simpatisan Masyumi-PSI”.31

G. VISI KEAGAMAAN DAN KEBANGSAAN GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Visi keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh berbagai gerakan mahasiswa muslim di Indonesia pada kurun waktu 1947 sampai dengan masa terakhir kekuasaan

Soekarno, dengan demokrasi terpimpinnya, bisa dikatakan memiliki kesamaan mendasar yaitu cita-cita dalam membentuk masyarakat Islam yang di mulai dari lingkungan pemuda dan mahasiswa.

31 M. C. Ricklefs, Sejarah Modern Indonesia, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005). h. 565. Adapun yang akan dibahas dalam sub bab ini ditujukan pada HMI (Himpunan

Mahasiswa Islam). Karena bisa dikatakan sejarah emas gerakan mahasiswa Islam di

Indonesia disematkan pada organisasi HMI, juga banyak yang mengatakan organisasi- organisasi seperti PMII dan IMM adalah berawal dari muara gerakan HMI. Visi keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh HMI bisa dilihat dari tujuan, usaha, dan sifat yang tercantum dalam Anggaran Dasar Himpunan Mahasiswa Islam, pada pada bab 3 pasal 4 dan pasal 5.

Dimulai dari pasal 4 mengenai tujuan HMI, “Terbinanya insane akademis, pencipta,

dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah subhanhu wata’ala”. Sedangkan usaha

HMI dalam mewujudkan tujuannya, (a.) membina mahasiswa muslim untuk mencapai akhlakul karimah (b.) mengembangkan potensi kreatif keilmuan, sosial, dan budaya (c.) mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia.32

Sedangkan untuk Visi keagamaan dan kebangsaan yang dimiliki oleh berbagai gerakan HMI juga dapat dipahami sebagai gerakan mahasiswa Islam pembaharu,33 sedangkan kegiatan-kegiatan HMI pada hal yang paling inti dan mendasar adalah psndidikan kader, dengan sasaran anggota-anggota HMI dalam tiga hal.

Pertama, watak dan kepribadiannya, dengan membina kesadaran beragama, akhlak, dan watak. Kedua, kemampuan ilmiah dengan membina seseorang hingga memiliki pengetahuan atau knowledge, kecerdasan atau intellectuality, dan

32 Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Ciputat.Periode 2003-2004. h. 9. 33 Agussalim Sitompul, HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982). h. 32. kebijaksanaan atau wisdom. Ketiga, ketrampilan, yakni kepandaian menterjemahkan ide dan pikiran dalam praktek.34

H. TOKOH DAN TUJUAN PENDIRIAN ORGANISASI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM

Tokoh di sini lebih difokuskan kepada tokoh yang merupakan pemrakarsa HMI

(bukan pendiri HMI), dalam hal ini Agussalim Sitompul membedakan apa tiu ‘pendiri’ dan apa itu ‘pemrakarsa’. Menurutnya pendiri sebuah organisasi tidaklah seorang diri tetapi juga melibatkan beberapa orang tertentu. Pendiri HMI itu sendiri adalah Lafran

Pane, Karnoto Zarkasyi, Dahlan Husein, Maisaroh Hilal, Suwali, Yusdi Ghozali, Mansyur,

Siti Zainah, Muhammad Anwar, Hasan Basri, Marwan, Zulkarnaen, Tayeb Razak, Toha

Mashudi, Bidron Hadi.35 Sedangkan untuk pemrakarsa hanyalah satu-satunya, yakni

Lafran Pane itu sendiri.

Sedangkan dalam kutipannya Agussalim Sitompul dari Sujoko Prasojo,

Sesungguhnya tahun-tahun permulaan riwayat HMI, adalah hampir-hampir identik dengan sebagian kehidupan Drs. Lafran Pane sendiri. Karena dialah yang pegang andil terbanyak pada mula buka lahirnya HMI, kalau tidak boleh kita katakan sebagai tokoh pendiri utamanya.36

Seperti yang sudah dicantumkan di atas bahwa tujuan HMI adalah, “Terbinanya

insane akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung

jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah subhanhu wata’ala”. Sedangkan usaha HMI dalam mewujudkan tujuannya, (a.) membina

34 Ibid, h. 70. 35 Ibid, h. 43. 36 Ibid, h.32.; dikutip dari Majalah Media suara resmi Pengurus Besar HMI, No. 7 Tahun ke III Februari1957, sebagai sambutannya pada Dies Natalis HMI ke-10 tahun 1957. mahasiswa muslim untuk mencapai akhlakul karimah (b.) mengembangkan potensi kreatif keilmuan, sosial, dan budaya (c.) mempelopori pengembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi bagi kemaslahatan masa depan umat manusia.37

37 Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Ciputat.Periode 2003-2004. h. 9. BAB IIIBAB III

KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI

D. KONDISI POLITIK DAN KEAGAMAAN MASA REFORMASI

Runtuhnya Orde Baru memberikan iklim yang kondusif bagi lahirnya organisasi dan gerakan Islam yang lebih militan dibandingkan dengan ormas-ormas Islam yang telah mapan dan sudah ada sebelumnya. Dengan lengsernya Orde Baru -yang lebih penting lagi- adalah kondisinya yang longgar memberikan kesempatan baik pada faktor-faktor yang memicu perkembangan organisasi dan gerakan Islam tersebut.38

Menurut Sudirman Tebba, Islam memiliki konsep tentang demokrasi sosial, politik, dan ekonomi, misalkan di Timur Tengah dengan tidak adanya partai politik dan bahkan parlemen di berbagai negara-negaranya, tetapi pemerintahannya memberikan subsidi pendidikan dan kesehatan, maka mereka tidak memiliki demokrasi sosial dan politik bagi masyarakatnya tetapi mereka memiliki demokrasi ekonomi bagi masyarakatnya.

Sedangkan di Indonesia, pendidikan dan kesehatan merupakan komoditi yang mahal, tetapi memberikan ruang kebebasan politik dan berorganisasi bagi masyarakatnya, sehingga Indonesia memiliki demokrasi sosial-politik dan tidak memiliki memiliki demokrasi pada bidang ekonomi bagi masyarakatnya.39 Akibat dari kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh Indonesia membuat masyarakat menuntut di ruang politik.

38 Imam Tholhah dan Choirul Fuad Yusuf, Gerakan Islam Kontemporer di Era Reformasi, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, Cet. ke-1, Jakarta:2002. h.V 39 Sudirman Tebba, Islam Pasca Orde Baru, Cet. ke-1, PT. Tiarawacana, Jogja:2001. h.13 Pada masa reformasi inilah bergulir sebuah wacana terhadap gerakan-gerakan militan tersebut tentang ‘radikalisme Islam’ sama halnya dengan wacana yang lainnya yaitu, ‘fundamentalisme’ dan ‘militan’ dan selalu berkonotasi dengan dengan hal-hal yang menyangkut terorisme, kekerasan, atau minimal tidak toleran dan eksklusif.

Pendefinisian radikalisme dan fundamentalisme sangat rumit dan masih dalam perdebatan di lingkungan akademis.

Pada masa kolonial Belanda kata ‘radikal’ mengandung arti yang positif bagi para pejuang RI, Adian Husaini menerangkan penjelasannya dari disertasi Adnan Buyung

Nasution di Utrecht, Belanda. Bahwa di Indonesia pada tahun 1918 dibentuk apa yang dinamakan dengan “Radicale Concentratie” yang terdiri atas Budi Utomo, Sarekat

Islam, Insulinde, dan Indische Sociaal Democratiche Vereniging yang bertujuan untuk pembentukan parlemen yang terdiri dari kalangan wakil-wakil rakyat Indonesia.

Adian juga menerangkan bahwa menyebut sebagai gerakan Islam radikal yang membawa semangat dan amalgamasi ideologi revivalisme

Islam, mahdiisme dan anti penjajahan. ‘Radikalisme’ berasal dari kosa kata bahasa

Latin, “radix, radicis” yang berarti akar ; (radicula, radiculae: akar kecil), dalam kamus besar bahasa Indonesia (1990) ‘radikal’ diartikan sebagai secara menyeluruh, habis- habisan, keras dalam menuntut perubahan, dan maju dalam berpikir atau bertindak.

Sedangkan kata ‘radikalisme’ bermakna sebagai paham yang radikal dalam politik, menginginkan perubahan sosial politik dengan cara yang keras atau drastis, sikap ekstrem dalam politik.40

40 Adian Husaini, Jebakan Istilah ‘Islam Radikal’, Majalah Media Dakwah, edisi No.361 Dzulqa’dah 1426 H / Desember 2005 M Menurut Adian saat ini wacana tentang radikalisme sudah jauh berbeda dengan kondisi yang dulu, sedangkan menurut peneliti sendiri istilah radikalisme pada saaat ini telah sangat kental dengan nuansa politisasi dan depolitisasi nasional. Karena ketika kata radikal itu disebutkan maka arti yang terkandung dalam kata tersebut kaitannya sangat erat dengan kondisi dan keadaan sosial yang sedang berlangsung pada waktunya, dan sangat tidak bebas nilai.

Mengingat tragedi yang terjadi pada 11 September 2001 isu tentang radikalisme

Islam pun semakin ramai, terlebih wacana tentang radikalisme yang erat kaitannya dengan terorisme pasca tragedi tersebut. Menurut Hariyono, hilangnya perspektif waktu (anakronisme) dikarenakan tidak adanya ikatan kultural dalam pemahaman sejarah.41

Maka dari itu peneliti beranggapan bahwa penggunaan istilah ’radikal’ yang berlangsung saat ini adalah ahistoris, karena tidak sesuai dengan latar belakang sejarah penggunaan istilah itu sendiri. Kalaupun memang istilah yang dipakai tersebut disesuaikan dengan semangat jaman yang sedang berlangsung saat ini, maka lebih kental kepentingan politiknya.

Sedang kata ‘fundamentalisme’ atau ushuliyah berawal dari sejarah peradaban barat yang mencatat adanya gerakan Kristen Protestan yang ada pada abad ke-19 M, karakter dari gerakan ini mengimani kembalinya Yesus ke bumi secara tekstual untuk kedua kalinya, yang mana sebagian penganut Kristen Protestan tidak memahaminya seperti itu. Gerakan ini juga mengeluarkan dua belas buku yang berjudul

41 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Jakarta, Cet. ke-2, Pustaka Jaya:1995. h. 17 Fundamentals, mereka menolak sisi positif dan sisi negatif yang berasal dari nilai-nilai sekulerisme, seperti mabuk, berdansa, merokok, dan sosialisme.42

Tetapi pada pola penafsiran kitab suci yang tekstual, bukan hanya dimiliki oleh kelompok fundamentalis saja. Tapi juga dimiliki oleh kelompok pemikir sekuler-liberal.

Misalnya, dalam menyatakan kebebasan berpendapat mereka sering menggunakan ayat suci “lakum diinukum wa liyyaddin”, atau dalam hal kesamaan semua agama

(pluralisme agama) mereka sering memahami ayat suci al-Qur’an surat al-Baqarah ayat ke-62 sebagai sebuah pembenaran dengan menafsirkan ayat tersebut secara mutlak tekstual.43

Sedangkan dalam khazanah Islam sendiri istilah-istilah yang dapat digunakan dalam menggambarkan sikap atau pola beragama seorang muslim yang berlebih-lebihan, bukannya tidak ada atau harus mengadopsi mentah-mentah dari pemikiran barat. Yusuf

Qaradhawi misalnya menjelaskan hal ini sebagai sebuah sikap beragama yang ekstrem

(ghuluw/mugholah) sebagai sebuah sikap yang berlebih-lebihan dan kelewat batas.44

Bukan hanya itu saja, tetapi Qaradhawi pun juga mengatakan bahwa orang-orang sekuler pun dapat disebut sebagai ekstrem, dengan mencontohkan Turki sebagai

Negara sekuler yang sangat ekstrem dalam menerapkan paham sekulerismenya,

42 Muhammad Imarah, Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, Cet.ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), h. 10 43 Ayat yang dimaksud tentang keimanan orang-orang Yahudi, Nashrani, dan Shabi’in kepada Allah dan hari kiamat, arti ayat tersebut sebagai berikut:“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, orang- orang Nashrani, dan orang-orang Shabi’in, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS: al-Baqarah-62)” 44 Yusuf Qaradhawi, Membedah Islam Ekstrem, Cet. ke-9, (Bandung: Mizan, 2001), h. 12. sampai-sampai harus mengatur keagamaan seseorang yang justru belum pernah ada dalam kehidupan politik demokrasi Negara sekuler yang sudah ada sebelumnya.45

Adapun kriteria yang diberikan untuk gerakan Islam radikal sebagai berikut:

1. kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang mereka

perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang

berlangsung.

2. dalam kegiatannya mereka sering menggunakan aksi-aksi yang keras, bahkan

tidak menutup kemungkian kasar terhadap kegiatan keolmpok lain.yang dinilai

bertentangan dengan keyakinan mereka.

3. secara sosio-kultural dan sosio-religius, kelompok radikal mempunyai ikatan

kelompok yang kuat, dan menampilkan ciri-ciri penampilan diri dan ritual yang

khas.

4. kelompok ‘Islam radikal’ seringkali bergerak secara bergerilya, walaupun

banyak juga yang bergerak secara terng-terangan.46

Kriteria yang ada di atas, sebenarnya jelas tidak menjadi dasar penilaian yang absolut, karena menurut peneliti memiliki beberapa kelemahan yang mendasar. Pada poin pertama misalnya, keyakinan ideologis yang tinggi dan fanatik tidak hanya dimiliki oleh kelompok ‘Islam radikal’ saja, tapi juga dimiliki oleh beberapa kelompok ‘Islam tradisional’ yang sangat memegang kuat pemahaman akulturasi Islam dan bahkan

‘Islam liberal’ sekalipun, yang dengan gigih memperjuangkan liberalisasi yang diyakininya, dalam mendekonstruksi struktur dasar pemahaman agama yang sudah

45 Yusuf Qaradhawi, Sekular Ekstrim, Cet. ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 109 46 Jajang Jahroni, Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, Cet. ke-1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, h. 6. mapan, keyakinan ideologis yang fanatik juga dimiliki oleh kelompok di luar kelompok

Islam, lebih utamanya kelompok sosialis radikal.

Sedangkan pada poin kedua, aksi-aksi keras yang digunakan sebagian masyarakat tidak cukup tepat untuk digunakan sebagai dasar penilaian apakah satu kelompok tersebut adalah kelompok ‘Islam radikal’ atau bukan. Karena kekerasan-kekerasan yang terjadi acap kali merupakan sebuah riak-riak kecil yang bersifat temporal, dan akan berlangsung dalam tempo waktu tidak lama.

Selain itu juga, bisa didapati oleh masyarakat kelompok mahasiswa yang menggunakan kekerasan dalam aksi-aksinya, sekedar contoh adalah Forum Kota

(Forkot). Kelompok mahasiswa ini terkenal dengan aksi-aksinya yang sering kali berujung pada bentrokan fisik dengan aparat keamanan. Akan tetapi tidak lantas mereka disebut sebagai kelompok ‘Sosialis radikal’ atau ‘Sekuler radikal’.

Kemudian pada poin yang ketiga, peneliti menangkap maksud dari penulis buku tersebut adalah ritual ibadah yang memang berbeda dengan kebiasaan masyarakat

Islam di Indonesia pada umumnya. Ritual ibadah yang merupakan permasalahan furu’

(periferial/cabang) dalam agama tidak dapat digunakan dalam memahami fragmentasi masyarakat Islam di Indonesia, terlebih lagi keberadaan puritanisme Islam juga lebih tua dari pada umur kemerdekaan Negara ini.

Dalam sejarahnya di Indonesia, puritanisme memiliki catatan sejarah yang positif dan dikenang oleh para sejarawan dan masyarakat di Indonesia telah memberikan sumbangsih sosial bagi proses kemerdekaan.47 Begitu juga dengan poin keempat, kriteria ini banyak dimilliki oleh berbagai kelompok, baik itu kelompok Islam atau bukan.

47 Subhan SD, Ulama-Ulama Oposan, Cet. ke-1, (Pustaka Hidayah: Bandung: 2000). h. 32 Dari empat kriteria di atas menurut peneliti jarang ada kelompok yang memenuhinya secara total.

Misalkan FPI, mereka sering melakukan pengrusakan tempat-tempat hiburan tetapi mereka bukanlah orang-orang yang berpaham puritan, karena mereka juga masih bagian dari masyarakat ‘Islam tradisional’ yang akulturatif dengan budaya setempat

(NU). Demikian juga Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), mereka memiliki pemikiran yang

‘fundamentalis’ tapi mereka sulit didapati melakukan kekerasan dalam aksi-aksinya.

Pada empat kriteria yang diberikan oleh Jamhari dan Jajang Jahroni di atas, dapat disimplifikasikan orientasi kelompok ‘Islam radikal’ bermuara pada ‘Islam politik’, sebagaimana yang sering kita dengar dalam wacana dan opini publik, diberbagai seminar atau tajuk-tajuk berita, adanya berbagai terma yang digunakan dalam mengimbuhi sebutan-sebutan bagi beberapa keompok Islam, yang juga berakibat pada

fragmentasi dalam masyarakat Islam yang sarat nuansa vis a vis, seperti Islam radikal-

Islam liberal, Islam politik-Islam subtantif, Islam fundamentalis-Islam moderat, Islam

Eksklusif-Islam inklusif dan lain-lain.

Namun sayangnya pada saat ini muara orientasi pada ‘Islam politik’ seperti yang dinilai oleh beberapa pihak, khususnya yang bermuara pada kelompok Islam liberal dan nasionalis sekuler, justru sedikit demi sedikit, mengalami kerapuhan. Hal ini disebutkan oleh Rijalul Imam.

Teori hubungan yang selalu vis a vis, semisal hubungan agama dan Negara, partai nasionalis dan partai agamis, sudah mengalami pembiasan. Begitu juga nasib teori hubungan sosial politik , , dan .masing-masing term yang sarat ideologis bahkan secara jujur dalam sejarah diwarnai darah.ini telah mengalami transformasi dari sekulerisasi ke desekulerisasi.48

Hal yang unik adalah teori vis a vis dalam fragmentasi masyarakat Islam, justru dirobohkan oleh kelompok nasionalis-sekuler dalam berbagai proses peraihan suara politik masyarakat Islam.

Diungkapkan dalam buku “Islam dan Radikalisme di Indonesia” yang disusun oleh sebuah tim penulis LIPI Press, dipaparkan sebuah gambaran umum tentang radikalisme

Islam di Indonesia bahwa fundamentalisme Islam di Indonesia terdiri dari tiga kelompok.

Pertama, kelompok yang berkonfrontasi dengan pemerintahan status quo yang dianggap tidak sesuai lagi dengan Islam. Kedua, gerakan-gerakan Islam yang menekankan pada pengajaran yang yang bersifat baru. Ketiga, gerakan Islam yang lebih bersifat kontemporer yang dilakukan oleh mahasiswa yang ada di berbagai kampus di Indonesia. Pada kelompok ketiga inilah menurut para penulis adalah sebuah gerakan Islam yang dimotori oleh mahasiswa yang nantinya menggabungkan diri dalam sebuah wadah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia).

Selain itu, ada juga kelompok mahasiswa fundamentalis, yang terorganisir dalam

KAMMI dan mempunyai cabang di banyak kampus di Indonesia. KAMMI bisa dikatakan sebagai organisasi baru yang berbeda dengan organisasi mahasiswa Islam seperti HMI atau PMII karena KAMMI baru muncul di era reformasi…49

48 Rijalul Imam, Reposisi Gerakan KAMMI, Harian Republika, Jum’at 7 November 2008, dalam rubrik opini h. 6. 49 Endang Turmudi & Riza Sihbudi, ed, Islam dan Radikalisme di Indonesia, kumpulan karangan, (Jakarta, LIPI Press, 2005). h. 123.

Adanya isu yang ditujukan kepada sebuah atau beberapa kelompok yang menjadi objek sangatlah penting, sebagai titik tolak penilaian yang dialektis dan proporsional, pada wacana yang berkembang, agar dapat menyajikan kerangka penilaian. Dalam hal ini KAMMI yang berada pada titik objek isu, sebagai gerakan mahasiswa Islam yang tersebar di berbagai kampus di Indonesia, yang visualisasi ideologinya yang dianggap oleh sebagian pihak radikal dan fundamentalis.

Hanya saja peneliti mengalami sedikit kesulitan dalam mencari sumber-sumber yang terkait antara isu radikalisme Islam dalam gerakan mahasiswa seperti KAMMI, baik dalam bentuk yang formal dan utuh seperti dalam bentuk buku, jurnal, atau media cetak, atau dalam bentuk yang tidak utuh seperti esai-esai yang menjadi bagian dari susunan dalam karya tulis buku, dan lain-lain.

Jika pun ada tidak lebih dari sekedar tulisan yang berjumlah satu atau dua paragraf, sehingga kesan yang muncul dari isu-isu yang ada hanyalah sebuah klaim-klaim yang prematur. Akan tetapi yang mengejutkan dari keterbatasan sumber yang ada, justru penulis mendapatkan berbagai isu dan wacana yang berkembang pada tataran grassroot justru sangat ramai sekali.

Status sumber-sumber yang peneliti dapatkan bukanlah apa-apa, yakni berupa isu, wacana, dan dialektika pada artikel-artikel lepas yang ada di dunia maya. Artikel-artikel lepas yang peneliti dapatkan dari dunia maya tidak mungkin dicantumkan sepenuhnya, mengingat ada dua alasan dalam penulisan sejarah dalam skripsi ini.

Pertama, ditengah derasnya arus informasi dengan menggunakan kemajuan tekhnologi informasi yang sangat pesat, hampir setiap orang mampu untuk memuat pendapatnya di dunia maya, sehingga mengandung konsekuensi yang jelas. Yaitu, ada pandangan yang argumentatif yang memiliki nilai-nilai ilmiah dan ada juga pandangan yang amatiran yang hanya merupakan sebuah reaksi emosional bukan reaksi intelektual. Ditambah lagi dengan belum adanya kejelasan yang akurat apakah tulisan- tulisan yang ada dalam dunia maya dapat dijadikan sebagai sumber dalam penulisan karya ilmiah, masih terjadi simpang siur.

Kedua, mengingat kemudahan hampir dimiliki setiap orang untuk dapat mengakses informasi yang ada dalam dunia maya, sebagai akibat dari kemajuan tekhnologi dunia informasi yang sangat canggih, maka kandungan informasi yang tersebar dalam situs dan blog-blog pribadi, peneliti pikir tidak berlebihan jika kandungan informasi yang ada cukup representatif. Dalam artikel-artikel yang ada disebutkan fundamentalisme Islam yang ada di Indonesia layaknya empat mazhab besar fiqh, ada empat mazhab besar dalam fundamentalisme Islam:

Pertama, adalah mazhab Ikhwanul Muslimin, dianggap penganut ideologi Abduh dan

Rasyid Ridha tapi dalam versi yang lebih ekstrim, dengan membandingkan mazhab

Abduh di Indonesia dalam versi yang lebih soft, . Mereka pun dianggap dekat dengan para mantan DI/TII, dan bermetaforfosis menjadi KAMMI dan sejenisnya lalu menjadi kelompok fundamentalis terkuat di Indonesia.

Disebut sebagai sempalan NII dan kelanjutan DI/TII yang kelahirannya dibecking Ali

Moertopo. Kelompok ini terlihat cukup soft, jarang melakukan kekerasan, tapi melakukan kekerasan dalam wacana. Nyaris semua media fundamentalis seperti Sabili,

Suara Hidayatullah dll dikontrol kelompok ini, juga buku-buku bernuansa radikal bisa dikatakan 70-80% nya merupakan produk mereka.

Organisasi rohis , remas , sampai pengajian kantor banyak dikuasai mereka. Dari segi penampilan untuk pria biasa saja tapi rata-rata berjenggot sementara wanitanya berjubah dan berjilbab model lebar dan panjang. Secara politik mereka cukup mahir, tapi sebagaimana kelompok radikal lainnya mereka sangat eksklusif dan menjadikan politik identitas seperti penampilan, baju maupun bahasa yang dicampur dengan kosakata bahasa Arab sebagai identitas untuk membedakan dan memisahkan mereka dengan yang lainnya. Walaupun terlihat kurang begitu menakutkan tapi dalam jangka panjang akan sangat berbahaya dari pada preman macam FPI, tulisnya dalam artikel.

Kedua, mazhab Wahabi. dan MMI adalah bagian dari mereka. Ketiga,

Hizbut Tahrir, mereka menginginkan khilafah tapi menolak menempuh jalur politik demokrasi. Konsep ideologi mereka lebih condong dan lebih soft dengan mengislamkan pemikiran masyarakat umum dimana bila tercapai maka khilafah akan terbentuk dengan sendirinya. Keempat, mazhab , Sayyed , Syarif adalah

julukan/gelar bagi klan keturunan Nabi. Mereka sangat rasis, misal perempuan dari golongan ini dilarang menikah dengan non . Kelompok formal tertua golongan ini adalah Jamiat Kheir.50

Pada penjelasan Sidqy Suyitno di atas khususnya pada poin pertama, memberikan benang merah dengan pernyataan yang pernah dilontarkan oleh Yusuf Qaradhawi:

“Dulu mereka berkata pada setiap orang agar berhati-hati dengan Islam ekstrim.

Namun sekarang mereka mengatakan: hendaknya hati-hati dengan Islam moderat, sebab ia jauh lebih berbahaya, dan pengaruhnya jauh lebih meluas, serta akan berumur lebih panjang”.51

Pada sumber lain juga disinggung mengenai fundamentalisme KAMMI sebagai sebuah identitas kebangkitan fundamentalisme Islam bagi mahasiswa di Indonesia, dan

50 Sidqy Suyitno, Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia, artikel di akses pada tanggal 28 Agustus 2009 dari http://www.nabble.com/empat-mazhab-besar-fundamentalisme-islam-di-indonesia- td14325530.html 51 Ishom Talimah, Manhaj Fiqih Yusuf al-Qaradhawi, Cet. ke-1, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001). h. 29 dinyatakan fundamentalisme dapat dibaca sebagai pencarian identitas, otentisitas, dan komunitas sebagai respon terhadap hiruk-pikuk modernisasi dan globalisasi, kehidupan modern sekuler biang kerusakan moral.

Perjudian, pelacuran, obat-obatan dan minuman keras serta pergaulan muda-mudi yang permisif adalah produk kehidupan modern yang tak lain adalah hasil pengaruh

Barat. Menurut Hasan Hanafi modernisasi mampu menyuguhkan sejuta opsi dalam satu hal kecil yang sangat terbatas sekalipun. Siapa pun bebas menggunakan ukuran dan standar, bahkan berganti-ganti dari satu standar ke standar yang lain. Kebebasan menggunakan standar ini yang kemudian meruntuhkan segala bangunan pranata sosial-keagamaan yang sudah mapan.

Semakin deras arus modernisasi mengguncang sendi-sendi kultural sebuah masyarakat, maka kecenderungan untuk kembali kepada nilai-nilai primordialnya juga semakin kuat. ”Di Indonesia geliat kehidupan kampus ditandai dengan menguatnya kembali gerakan mahasiswa Islam yang berhaluan fundamentalis.... Yang terefleksikan dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)”.52

E. GERAKAN MAHASISWA MUSLIM MASA REFORMASI

Sebagian pengamat yang tertarik pada pergerakan mahasiswa dalam periode

1997/1998, merasa perlu untuk menghubungkan krisis moneter dan ekonomi dengan

52 Fenomena Fundamentalisme di Kalangan Mahasiswa, artikel di akses pada tangal 28 Agustus 2009 http://cafelib.blogspot.com/2007/12/fenomena-fundamentalisme-di-kalangan.html, tulisan ini pernah menjadi nominator Awards 2006 kerjasama (JIL) dan Forum Mahasiswea Ciputat (FORMACI). menurunnya tingkat kehidupan dan tingkat penghidupan mahasiswa yang sebagian besar masih bergantung pada pengeluaran biaya dari orang tuanya. Saat kondisi krisis ekonomi mereka terjebak kedalam tindakan yang anarkis dan menceburkan diri kedalam kerusuhan sosial (social unrest), sebuah hal yang sebenarnya tidak bisa dikira-kira oleh banyak pihak.Hal-hal di atas bisa terjadi karena adanya kekecewaan yang mendasar, keresahan dan frustasi yang spontan, dan apa-apa yang terjadi juga menimpa mereka secara langsung.53

Mahasiswa dalam kehidupannya sehari-hari hanyalah sekumpulan pemuda yang pergi kuliah kemudian pulang dan berharap setelah lulus menjadi sarjana yang bisa mendapat kerja enak dengan berbekal ijzah yang dimiliki, terutama mereka yang memang melaksanakan kuliahnya di perguruan-perguruan tinggi ternama.54

Dalam kesimpulan yang dibuat oleh Muchtar E. Harahap, ada empat indicator utama yang menyebabkan munculnya gerakan mahasiswa dan keterkaitannya dengan krisis ekonomi:

1. jumlah mahasiswa yang mengikuti kuliah semakin meningkat disertai dengan

kondisi dan prasarana belajar yang semakin memburuk di kampus-kampus yang

ada.

2. mahasiswa semakin mengalami kesulitan ekonomi seperti harga buku yang naik,

tarif transportasi, dan biaya kesehatan, sewa tempat tinggal, uang kuliah yang

semakin mahal, biaya ujian, dan pengeluaran dana kehidupan secara umum.

53 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h. 119 54 Ibid, h. 148. Lebih jelasnya lagi bisa dilihat pada footnote nomor 5. 3. kondisi sosial-ekonomi mahasiswa yang semakin mirip dengan kondisi sosial-

ekonomi masyarakat pada umumnya dan adanya kepincangan sosial ekonomi.55

Realitas kelompok-kelompok aksi Islam bisa didapati di berbagai negeri-negeri

Islam, terlebih jika ditinjau dari perspektif politik masa kini, alasannya bukan hanya masalah kegagalan pemerintahan yang terjadi di negeri-negeri muslim, tapi juga akibat dari alasan yang fundamental. Yakni, tidak adanya kesempatan yang dimiliki oleh berbagai kelompok Islam dalam realitas politik yang telah berjalan sekian lamanya.

Sehingga mereka harus merebut kembali apa yang menurut mereka, merupakan hak politik yang selayaknya patut untuk mereka miliki seperti yang lainnya.

Seperti kelompok-kelompok yang lainnya, kelompok aksi Islam akan tumbuh dengan subur, bilamana keadaan rakyat menjadi sebuah dilema kehidupan yang harus dibantu.

Dalam perjalanan politik di Indonesia kalangan Islam bukanlah kelompok yang memiliki dominasi yang kuat sebagaimana kelompok-kelompok lain yang berideologi di luar

Islam, khususnya kelompok nasionalis-sekuler.56

Belum lagi ditambah peristiwa-peristiwa politik yang sangat menyudutkan kelompok

Islam tertentu. Maka dari kondisi tersebutlah, kelompok aksi Islam menjamur layaknya kelompok-kelompok aksi yang lainnya.57

F. AKAR GERAKAN KAMMI SEBELUM MASA REFORMASI

55 Ibid, h. 119 56 Ibid, h. 49 57 Dalam pemerintahan Orde Baru banyak terjadi kasus-kasus yang menyudutkan kelompok masyarakat Islam dan tuduhan itu juga menimpa sebagaian kelompok Islam, seperti: peristiwa Talangsari Lampung, Komando Jihad, Haur Koneng, tragedi Tanjung Priok, dan lain-lain.

Gerakan tarbiyah atau biasa diafiliasikan dengan gerakan Islam internasional

Ikhwanul Muslimin menurut sebagian pihak, adalah gerakan Fundamentalisme Islam populer yang paling besar di Indonesia, lebih besar daripada gerakan Hizbut Tahrir,

Salafi, dan Jama’ah Tabligh. Penyebab kurang populerannya Hizbut Tahrir Indonesia

(HTI) dan lainnya, dibandingkan dengan gerakan Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia adalah karena faktor tidak adanya dalam gerakan HTI dan lainnya, figur terkenal seperti Hasan al Banna, Sayyid Qutb, dan Said Hawwa, dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa perbandingan antara IM dengan HTI adalah 80 banding 20, tanpa ada penjelasan rasionalisasinya dengan lebih jelas.58

Akan tetapi analisa keunggulan gerakan Tarbiyah yang dibandingkan dengan gerakan Hizbut Tahrir memiliki kelemahan, karena perolehan anggota atau kader yang mengikutkan dirinya dalam gerakan Tarbiyah tentunya belum mengenal tokoh-tokoh

Ikhwanul Muslimin tersebut, dibandingkan ketika orang-orang tersebut telah bergabung ke dalam gerakan Tarbiyah.

Pada dekade dimana gerakan ini mulai berada di Indonesia, masyarakat Islam di

Indonesia lebih mengenal tokoh-tokoh internasional fenomenal seperti Imam Khomeini dan Saddam Husein yang sedang populer saat itu, dan tokoh-tokoh Islam nasional yang memang lebih populer bagi masyarakat Indonesia.

Tokoh-tokoh semacam Hasan al-Banna, Said Hawa, dan Sayyid Qutb justru bukan tokoh-tokoh terkenal, kecuali setelah gerakan ini mulai marak dan berkembang di

Indonesia paska reformasi. Terlebih ketika mulai munculnya isu-isu internasional tentang terorisme yang digulirkan Amerika, tokoh-tokoh tersebut pun dianggap sebagai

58 Jajang Jahroni, Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, h. 165 penyebar paham radikalisme Islam yang mengakibatkan para pegikutnya melakukan aksi-aksi teror di berbagai Negara, termasuk Indonesia.

Pada tangal 26-29 Maret 1998, ratusan mahasiswa muslim dari berbagai daerah di nusantara, berkumpul di Masjid AR. Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang.

Pertemuan ini sudah rutin dan menjadi rutinitas tahunan yang biasa diselenggarakan.

Dalam acara yang diadakan tersebut terjadi sebuah perdebatan alot apakah apakah perlu para aktifis dakwah kampus membentuk sebuah wadah baru atau komite aksi untuk turut menyuarakan aspirasi dengan turun ke jalan.

Sayangnya perdebatan itu tidak menghasilkan sebuah kesepakatan, yang dapat memberikan penjelasan dan keputusan yang kongkret, bagi para mahasiswa muslim yang hadir pada acara tersebut. Lalu sebagian peserta yang hadir setelah acara mengadakan muktamar baru di luar forum dan membacakan deklarasi terbentuknya sebuah wadah yang juga sebuah komite aksi, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim

Indonesia (KAMMI).59

Kegiatan kelompok aktifis gerakan Tarbiyah yang ada dikampus-kampus ini bukan yang pertama kalinya tetapi telah ada dan selalu giat mengadakan aktifitas-aktifitasnya pada momen-momen tertentu. Misalnya, laporan berita yang mengabarkan kegiatan yang dilakukan oleh para mahasiswa di Universitas Andalas Padang, 10 Oktober 1994,

59 Fahri Hamzah, Mari Kita Tulis Lagi Sejarah Jangan Titipkan Reformasi Pada Siapa Pun!. Sebuah prolog dalam: Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h. 11 yang bertema ‘Gema Masjid Kampus’.60 Dan juga pada laporan berita yang lainnya, tentang kegiatan yang diadakan oleh para mahasiswa Universitas Bengkulu.61

60 Gema Masjid Kampus, Majalah Al-Ishlah, No. 17/Tahun II, 1994, h. 31. 61 Derap Islam di Kampus dari Bengkulu Hingga Jakarta, Majalah Al-Ishlah, No. 18/Tahun II, 1994, h. 63. BAB IVBAB IV

IDEOLOGI DAN KEGIATAN KAMMI SEBAGAI GERAKAN MAHASISWA

E. IDEOLOGI DAN KADERISASI KAMMI

Sebagaimana telah dijelaskan dan banyak dibahas pada bagian-bagian sebelumnya, dimana mahasiswa adalah sebuah kekuatan pada garda terdepan dalam perubahan sosial politik di Indonesia. Peranan mahasiswa adalah peranan yang khas dalam masyarakat yang luas, karena mereka memiliki sifat dan semangat pergerakan yang didalamnya terdapat jiwa keikhlasan yang tinggi, dan senantiasa menjadi para pemuda di barisan terdepan untuk perubahan.62

Dalam setiap gerakan menuntut perubahan memegang peranan dan bahkan posisi yang sangat menentukan, “suplai perlawanan” yang mereka miliki seakan-akan tidak pernah habis. Walaupun pada saat-saat tertentu mereka secara langsung atau tidak langsung akan berhadapan dengan rezim pemerintah yang berkuasa saat itu.63

KAMMI sejak awal kelahirannya mengambil Islam sebagai ideologinya. Dalam rumusannya dalam Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KAMMI, setidaknya ideologi KAMMI bisa dilihat dari prinsip-prinsip gerakan KAMMI:

1. Kemenangan Islam adalah Jiwa Perjuangan KAMMI.

62 Anas Urbaningrum, Mahasiswa Menggugat; Pengantar, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999) h. 17. 63 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, (Surakarta: Purimedia, 2001). h. 187 KAMMI meyakini yang telah ditetapkan oleh Allah sepenuhnya bahwa kemenangan Islam adalah suatu kepastian dan sebuah aksioma dalam sebuah kamus perjuangan ummat. Sebagaimana dalam Firman-Nya surat 21 ayat 105; “Dan

sesungguhnya telah kami tulis dalam Zabur sesudah kami tulis dalam Lauh Mahfuzh

bahwasanya bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang Shaleh”. Dan dalam surat 58 ayat 21 Allah juga berfirman: “Aku dan Rasul-rasul-Ku pasti menang, sesungguhnya

Allah maha kuat lagi maha perkasa”. Inilah bahan bakar perjuangan KAMMI yang menyalakan api semangat, cahayanya tak akan pernah redup dan padam, pancarannya menghangatkan jiwa dan benderangnya selalu menerangi siap langkah perjuangan menuju ridho-Nya. KAMMI yakin bahwa pertolongan Allah sangatlah dekat, dekat bagi merka yang berjihad dan berkorban, dekat bagi orang yang mengharapkan pertemuan dengan Allah SWT, dan dekat bagi mereka yang ikhlas.

2. Kebathilan adalah Musuh Abadi KAMMI.

KAMMI yakin dengan sepenuhnya bahwa kebathilan dengan segala bentuknya adalah penyakit yang menyengsarakan umat manusia. Oleh karenanya harus diperangi dan dimusuhi. Fitrah manusia sepanjang masa selalu menolak penyakit yang menyengsarakan mereka, namun banyak manusia yang tidak sadar bahkan tidak mengenal penyakit yang diderita atau yang mengancamnya, sehingga tidak melakukan pencegahan atau upaya pengobatan. Menjadi salah satu misi KAMMI untuk menyadarkan ummat akan hakekat kebathilan, karena KAMMI yakin bahwa mengenal kebathilan adalah bagian dari integritas amal Islam, salah satu inspirasi bagi poin ini adalah salah satu Riwayat; Dari Huzaifah bin Yaman: “Orang banyak bertanya kepada

Rasulullah SAW. tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang kejahatan karena khawatir kejahatan itu menimpa diri ku” (HR. Bukhori). KAMMI yakin bahwa Qur’an dan Sunnah adalah satu-satunya standar penentu kebenaran dan kebathilan. KAMMI menyatakan perang terhadap segala bentuk kebathilan, selamanya ia menjadi musuh abadi KAMMI, sampai Allah menghancurkan kebathilan itu melalui tangan-tangan manusia atau melalui perantara yang lainnya.

3. Solusi Islam adalah Tawaran Perjuangan KAMMI.

Adalah sebuah aksioma bahwa Tuhan Pencipta alam semesta beserta isinya yang

Maha Mengetahui kebutuhan ciptaan-Nya, apa yang baik bagi mereka dan apa yang buruk. Islam datang dari sisi-Nya dan dibawa oleh Rasul-Nya, Muhammad SAW. membawa umat manusia keluar dari kegelapan jahiliyah, penuh dangan kerusakan, kezaliman, keguncangan, dan keresahan di seluruh fenomena kehidupan. Dengan

Islam, dien yang hanif ini, Rasulullah SAW. membawa umat manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya, dari kerusakan ke arah perbaikan, kezaliman berganti dengan keadilan, keguncangan dan keresahan berganti dengan ketenangan dan kedamaian. KAMMI meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya jalan yang mengantarkan perjuangan ummat ini kepada kebahagiaan. Islam adalah titik tolok perjuangan, metode dan jalan, sebagaimana ia adalah tujuan. KAMMI meyakini bahwa hanya Islamlah yang mengembalikan kemanusiaan manusia, menyeimbangkan antara ruh dan jasad, memadukan antara jasmani, akal, dan ruhani, dan membawa manusia menuju keutuhan peradaban, sebagaimana firman Allah dalam surat 21 ayat 10:

“Sesungguhnya telah kami turunkan sebab-sebab kemulian bagi mu maka mengapa kamu tidak memahaminya”.

4. Perbaikan adalah Tradisi Perjuangan KAMMI.

KAMMI selalu melandasi setiap gerakannya pada prinsip ishlah (perbaikan) mulai dari perbaikan individu,keluarga, masyarakat, sampai perbaikan bangsa dan Negara.

Sedapat mungkin KAMMI menghidar dari gerakan atau aktifitas yang membawa kerusakan meskipun ada manfaat yang bisa diperoleh darinya, karena KAMMI berprinsip “menghidari kerugian lebih diutamakan daripada mengambil manfaat”. Islam sebagai azas KAMMI mewajibkan umatnya untuk menjaga lima penopang hidup manusia; agama, akal, jiwa, kehormatan, dan harta benda. Oleh karena itu seluruh gerak dan aktifitas KAMMI senantiasa selalu berorientasi pada perbaikan dan pemeliharaan kelima hal tersebut, sebagaimana KAMMI akan memerangi setiap upaya yang merusaknya. Untuk merealisasikan semua itu KAMMI berpegang teguh pada syari’at Islam, sebab disanalah sumber kebaikan sebagaimana KAMMI berpegang teguh pada prinsip dakwah Islamiyah sebagai metode perbaikan. KAMMI berusaha untuk memelihara dan menghidupkan tradisi perbaikan ini, karena ia adalah tradisi para Nabi dan Rasul.

5. Kepemimpinan Umat adalah Strategi Perjuangan KAMMI.

KAMMi yakin bahwa negeri ini akan bahagia apabila nilai-nilai Islam mewarnai kehidupan masyarakat di saat amar ma’ruf nahi munkar ditegakkan. Semua itu akan terwujud dengan baik manakala ummat Islam berperan memimpin negeri ini. Sebab keshalihan masyarakat lebih terjaga bila keshalihan pemimpin terwujud sebagaimana keshalihan pemimpin lebih terjamin jika terdapat control dari masyarakat yang shaleh.

Dan sekali lagi KAMMI meyakini hanya Islam yang dapat melahirkan keshalihan itu.

Sebagaimana firman Allah dalam surat 2 ayat 143: “Dan demikian pula telah kami

jadikan kamu ummat yang adil dan pillihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan Rasul menjadi saksi atas perbuatan kamu”.

6. Persaudaraan adalah Watak Muamalah KAMMI.

KAMMI senantiasa menjalin persaudaraan dengan seluruh komponen masyarakat yang memiliki visi perbaikan untuk bangsa ini, karena KAMMI yakin bahwa upaya untuk membangun bangsa ini tidak mungkin terwujud jika hanya dilakukan oleh sekelompok anak bangsa tanpa melibatkan yang lain. Sementara kerjasama dalam hal ini membutuhkan jiwa persaudaraan. Dengan sesama muslim dan organisasi Islam, KAMMI berpegang teguh pada firman Allah: “sesungguhnya orang-orang mu’min bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu” (QS. 49:10). Juga firman-Nya: “Dan

tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong

dalam perbuatan dosa dan pelanggaran” (QS, 5:2). Sementara dengan ummat lain besera organisasinya, Islam mengajarkan; “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan kawanmu orang-orang yang memerangimu kamu karena agamamu dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan maka mereka itulah orang-orang yang zhalim” (QS.

60:8-9).64

Sebagai organisasi mahasiswa, idealisme gerakan mahasiswa yang dimiliki oleh

KAMMI dituangkan dalam visi dan misi organisasi.

Visi KAMMI adalah menjadikan “KAMMI sebagai wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan yang tangguh untuk mewujudkan masyarakat Islam yang madani di Indonesia”. Mengenai ‘kader-kader pemimpin masa depan yang tangguh’ menurut penulis bisa dipahami dari enam prinsip gerakan KAMMI yang sudah ditulis diatas sebelumnya. Sedangkan masyarakat Islam madani yang dimaksud disini adalah masyarakat yang hidup dalam sebuah Negara yang:

64 Sebagaimana yang tertulis dan disederhanakan dari buku Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”. h. 189-194 1. Dapat mencegah terjadinya eksploitasi antar manusia, antar kelompok, dan antar

kelas yang ada di masyarakat.

2. Memelihara kebebasan masyarakat dengan melindungi seluruh warga negaranya

dari invasi asing.

3. Menegakan sisem keadilan sosial yang seimbang tanpa pandang bulu.

4. Memeberantas setiap kejahatan dn memotivasi setiap kebaikan yang ada dalam

masyarakat.

5. Menjadikan Negara sebagai tempat tinggal yang teduh dan mengayomi bagi setiap

warga Negara dengan jalan pemberlakuan hukum yang adil.

Masyarakat Islam madani dalam pandangan KAMMI adalah masyarakat yang hidup dalam sebuah Negara yang memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia untuk dapat menikmati hidup yang lebih baik.65 Gagasan semacam ini terinspirasi dari al-

Qur’an suarat an-Nuur ayat 55:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kalian dan yang beramal shaleh, bahwasanya Allah akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Allah menjadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka.”

Sedangkan misi KAMMI adalah:

1. Menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat proses perubahan.

2. Memberikan pelayanan sosial pada masyarakat.

3. Memberikan pendidikan politik kepada masyarakat.66

65 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo: Era Intermedia, 2003). h. 209 66 Ibid, h. 211 Pelopor, yang dimaksud disini ialah, dalam setiap aktifitasnya KAMMI berusaha semampu mungkin untuk menjadi pelopor gerakan perubahan yang dimotori oleh mahasiswa yang lebih berani dengan cara-cara yang sehat. Hal ini bisa kit lihat contoh praktisnya dimana KAMMI merupakan kelompok mahasiswa yang pertama kali melakukan aksi unjuk rasa keluar kampus dengan dua puluh ribuan masa yang berjalan dengan tertib dan aman sampai acara aksi itu selesai.

Pemercepat, yang dimaksud adalah KAMMi berusaha untuk menjadi pemercepat reformasi, dimana reformasi tidak boleh berlangsung terlalu lama dan parsial, agar kekuatan lama yang pro status quo tidak mendapatkan dan memiliki waktu lagi untuk bisa berkonsolidasi menghimpun kekuatannya. Dalam hal ini KAMMI menjadi pelopor yang merangkul berbagai macam organisasi mahasiswa yang mengajukan sebuah tuntutan yang dikenal dengan “Ultimatum Salemba” dan ultimatum itu menjadi pemercepat bagi terjadinya kristalisasi tuntutan dari berbagai elemen aksi mahasiswa, walaupun disamping itu juga tetap terjadi polarisasi gerakan mahasiswa dalam menyikapi Sidang Istimewa MPR.

Perekat, semua elemen gerakan mahasiswa tidak boleh untuk terpecah belah, karena jika hal ini terjadi maka kekuatan mahasiswa akan menjadi lemah untuk dapat melawan kekuatan pro status quo. Disini KAMMI juga tetap berusaha melakukan dialog dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa seperti Forkot, Famred, HMI, GEMUIS,

Hammas, dan lain-lain.67

Untuk misi KAMMI selanjutnya yaitu, memberikan pelayanan sosial masyarakat, adalah refleksi kesadaran sosial pada mayarakat yang berada dalam kondisi ekonomi yang sulit dalam rentang waktu yang panjang. Yang mana jika hal ini didiamkan begitu

67 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, “Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus”, h. 176 saja maka akan menimbulkan tingkat kriminalitas yang tinggi. Pelayanan sosial ini berupa pendidikan luar sekolah bagi anak jalanan, beasiswa bagi anak putus sekolah, bakti sosial bencana alam, dan lain-lain.68

Pendidikan politik, KAMMI juga berupaya untuk bisa memberikan pada masyarakat luas sebuah pendidikan politik yang bergerak diatas jalur-jalur konstitusional. Dimana selama dialog masih memungkinkan maka hal itu menjadi prioritas bagi KAMMI, aksi masa yang menurunkan sejumlah besar masa aksi hanyalah pilihan terakhir bagi

KAMMI jika dirasakan DPR/MPR dan pemerintah terlalu angkuh untuk mendengarkan aspirasi rakyat.69

Dalam memahami KAMMI bisa juga dengan memahami karakter KAMMI yang dilakukan melalui pemahaman terhadap paradigma gerakan dan sistem kaderisasi

KAMMI.

1. Paradigma Gerakan KAMMI.

KAMMI dalam karakter gerakannya mungkin, juga menegaskan dirinya sebagai organisasi pergerakan, yaitu sesuatu kekuatan yang terorganisisr yang secara terus menerus bekerja memperjuangkan cita-citanya bagi kepentingan bangsa dan Negara.

Karakter KAMMI menurut penulis erat kaitannya dan juga bisa dipahami dari Garis- garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) Bab IV tentang paradigma gerakan pada Pasal

17, KAMMI menyatakan paradigma gerakannya sebagai berikut: a. Gerakan Tauhid.

Eksistensi KAMMI pada seluruh aktifitasnya dalam gerakan membangun masyarakat madani, meliputi: (a) gerakan pembebasan manusia dari berbagai bentuk penyembahan

68 Ibid, h. 179 69 Ibid, h. 180 selain kepada Allah SWT, (b) pendeklarasian tata sosial masyarakat Islamiyah sebagai antitesa terhadap tata sosial jahiliyah materialisme. b. Gerakan Intelektual.

Peran perubahan yang dijalankan KAMMI bersandarkan pada kekuatan aspek keilmuan dan intelektualisme, sehingga menjadi gerakan rasional dan moderat. Hal ini mencangkup: (a) pengembalian nilai saintifik Islam dengan melakukan interpretasi

Islam secara kreatif, proporsional, dan kontekstual, (b) melakukan pengkajian Islam dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu, (c) melakukan integrasi ilmu secara teoritis dalam sistem keislaman c. Gerakan Sosial Mandiri.

Keberadaan KAMMI harus menjadi bagian utuh bagi masyarakat yang dapat dirasakan manfaatnya secara langsung. Ini menyangkut solidaritas sosial dan pengabdian sosial yang meliputi: (a) memandirikan pembangunan jaringan dan pengelolaan potensi ekonomi umat, (b) memberikan pendidikan kepada masyarakat, (c) melakukan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat untuk merepresentasikan

Islam sebagai Rahmatan lil ‘Alamin. d. Gerakan Politik Ekstra Parlementer.

Sebagai gerakan yang berbasis moral intelektual (intelektual profetik), KAMMI memposisikan sebagai kekuatan politik ekstra parlementer untuk berperan sebagai kakuatan kontrol sosial terhadap kekuasaan. Akan tetapi KAMMI juga membuka jalan untuk melakukan perubahan dari dalam sistem, dengan mentransformasikan kader- kader kepemimpinannyanya ke tengah-tengah masyarakat dan Negara pada tahapan lanjutan yang meliputi: (a) Memepengaruhi dan berupaya berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan public, (b) Mengawasi dan memantau pelaksanaan kebijakan publik, (c) Memberikan penilaian dan advokasi terhadap pelaksanaan kebijakan publik.70

2. Sistem Kaderisasi KAMMI

Ada sejumlah pertanyaan menarik yang bisa menjadi titik masuk untuk mengenali sistem kaderisasi KAMMI, bila memperhatikan asal-usul gerakan KAMMI yang berbasis pada gerkan tarbiyah di kampus, apakah konsep dan sistem kaderisasinya ada kemiripan dengan yang dijalankan oleh gerakan tarbiyah sebelumnya (LDK)? Kemudian ketika menegaskan dirinya sebagai gerakan yang mengedepankan peran sosial dan politiknya, bagaimanakah konsep atau sistem kaderisasi yang bisa memenuhi berbagai kualifikasi dan kompetensi sosial politik para kadernya? Yang terakhir, apakah ada irisan atau persinggungan antara sistem kaderisasi KAMMI dengan sistem kaderisasi

LDK? a. Konsep Umum Kaderisasi KAMMI.

Dalam rumusan konsep umum kaderisasinya, KAMMI menjadikan asal-usul dan latar belakang gerakannya sebagai pijakan dasar untuk membangun karakteristik kader atau anggotanya, baik latar belakang ideologis maupun historis. Hal ini bisa dipahami sebagai orientasi awal proses rekrutmen dan pembinaan anggota atau kader

KAMMI,yang selanjutnya pada proses pemungsian, mengacu pada tujuan penerimaan terhadap prinsip-prinsip ideologis dan peran-peran historis yang dijalankan oleh organisasi, sehingga tampak bahwa setiap anggota atau kader yang bergabung dalam

KAMMI, secara sadar sedari awal, mereka memposisikan diri sebagai penganut ideologi KAMMI yang akan menjalankan peran-peran historis gerakannya. Paradigma atau pijakan dasar seperti ini ternyata memiliki sebuah perbedaan yang mendasar

70 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 219 dengan konsep atau sistem kaderisasi yang dijalankan gerakan tarbiyah yang sudah berada di dalam kampus, yang sejak awal menjadikan “kesadaran dan peran diri seorang muslim” sebagai orientasi awalnya, seperti pada salah satu prinsip yang dijalankan LDK, Islamiyah qobla jam’iyah, atau Islamisasi sebelum organisasi.

Menurut Muhammad Rizal, ketua Departemen Kaderisasi KAMMI periode 2002-2004, orientasi dasar sistem kaderisasi ini memang secara khusus disiapkan untuk mencetak kader dari para mahasiswa muslim, baik yang sebelumnya sudah atau belum terlibat dalam kegiatan dakwah kampus. Pada tataran praktis operasional, hal ini dapat dilihat dengan adanya program pra Daurah Marhalah (pra DM), berupa pengenalan dan orientasi mengenai KAMMI baik dari sisi ideologis maupun historis.

Dalam format kaderisasinya, sistem kaderisasi KAMMI memiliki tiga karakteristik, yaitu; kaderisasi integratif, kaderisasi politik, kaderisasi berorietasi hasil atau sasaran.

Kaderisasi integratif ialah proses kaderisasi yang dijalankan oleh semua komponen organisasi deengan fungsi-fungsi kaderisasinya, seperti organ struktural vertikal (dari komisariat hingga pusat), organ struktural horizontal (lingkup departemen/bidang di setiap lini struktur), dan juga semua komponen-komponen non-struktural, yakni semua

jajaran kader.

Kaderisasi politik, spesifikasi yang dikedepankn oleh KAMMI dari sisem kaderisasi yang sudah ada di LDK. Bila LDK proses kaderisasinya mencetak kader dakwah secara umum, maka KAMMI ingin mencetak kader politik secara khusus, dengan tidak mengabaikan kualifikasi sebagai kader dakwah. Dalam kenyataan di lapangan, banyak kader-kader KAMMI yang secara bersamaaan terlibat aktif dalam organisasi kepemudaan Masjid, LSM-LSM Islam, dan bahkan organisasi politik Islam. Maka kader

KAMMI adalah kader politik yang diupayakan seoptimal mungkin di dalam dirinya mengalir akhlak-akhlak Islam. Dalam hal ini kader KAMMI adalah kader politik yang eksklusif-inklusif, dalam artian bahwa kader KAMMI adalah kader politik yang berbeda dengan yang lainnya, karena mencoba menerapkan Islam dalam dirinya walaupun berada dalam dunia aktifitas politik yang saat ini sarat dengan praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh para aktifis poltik.

Kaderisasi berorientasi pada hasil, adalah suatu proses yang evaluasi keberhasilannya mengacu pada terpenuhinya sasaran-sasaran yang ditetapkan.

Rumusan sasaran-sasaran ini diformulasikan sebagai IJDK (Indeks Jati Diri Kader)

KAMMI, yaitu ukuran untuk menilai pertumbuhan dan perkembangan, prestasi, dan percepatan kader dalam memahami nilai-nilai dasar KAMMI yang terdiri dari akidah,

ibadah, akhlak, fikrah, manhaj, siyasah, skill, dan ke-KAMMI-an.71 b. Pola Kaderisasi KAMMI.

Proses kaderisasi KAMMI dirumuskan ke dalam suatu pola berkesinambungan yang disingkronisasikan dengan sistem dan pola pemungsian secara keanggotaan dan pola pemungsian pada tataran struktural maupun fungsional. Dalam artian proses bagi anggota dan kader KAMMI yang berjalan secara reguler beriringan dengan masa keanggotaannya, dimana tahap proses perkembangan kader dan anggota kader

KAMMI sangat menentukan jenjang keanggotaannya di KAMMI. Pada setiap jenjang kenggotaan yang ada di KAMMI terwujudkan pola-pola pemungsian, baik untuk pos-pos struktural atau fungsi-fungsi perubahan bagi organisasi. Dalam pola ini proses kaderisasi diawali dengan program Pra Daurah Marhalah (Pra DM), sebuah program yang bertujuan memperkenalkan KAMMI kepada mahasiswa-mahasiswa yang ingin bergabung bersama KAMMI, adapun muatan programnya adalah penyampaian-

71 Sebagaimana yang dimaksud dalam, Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus, h. 221-223 penyampaian materi tentang: (a) dunia kemahasiswaan dan pergerakan mahasiswa, (b) ke-KAMMI-an, dan (c) materi tambahan berupa kiat sukses di perguruan tinggi.

Program ini untuk menyeleksi calon anggota KAMMI agar mereka memiliki kesungguhan untuk bergabung bersama KAMMI, sehigga nantinya kader mempunyai komitmen yang tinggi.

Setelah itu barulah calon-calon anggota yang tertarik pada KAMMI mengikuti program Daurah Marhalah satu (DM 1), sebuah proses pengkaderan yang yang memberi jalan masuk bagi mahasiswa dengan menjadi Anggota Biasa satu (AB-1).

Sedangkan muatan yang ada dalam program tersebut ialah: (a) Syahadatain sebagai titik tolak perubahan (b) Syumuliyatul Islam (komprehensifitas Islam), dan (c) peran pemuda Islam dalam perubahan sosial. Setelah melalui program tersebut maka kader akan mengikuti program-program pembinaan dalam bentuk Madrasah KAMMI satu (MK-

1), sebuah program kaderisasi dalam bentuk kelompok kecil, yang berlangsung secara reguler (Halaqah Tarbawi/Usrah), program ini dibimbing oleh seorang Pembina dari kader KAMMI yang sudah direkomendasi, dan proses tersebut mengacu pada Indeks

Jati Diri Kader (IJDK), dan muatan yang ada dalam MK-1 disesuaikan dengan sasaran

IJDK.

Setiap kader yang telah yang dinilai telah mencapai sasaran IJDK mendapatkan sertifikasi dari KAMMI dan selanjutnya diorientasikan untuk mengikuti Daurah Marhalah dua (DM-2), agar bisa menjadi Anggota Biasa dua (AB-2), kemudian kader yang telah menjadi AB-2 untuk selanjutnya mengikuti Madrasah KAMMI dua (MK-2) yang juga masih ditambah dengan program-program suplemennya, sampai memenuhi IJDK AB-2, yang mana hal itu akan terus berlanjut sampai kader tersebut menempuh Daurah

Marhalah tiga (DM-3) lalu menjadi Anggota Biasa tiga (AB-3) yang kemudian mengikuti

Madrasah KAMMI tiga (MK-3), dan kemudian lagi ditambah dengan program suplemennya sampai memenuhi IJDK AB-3. bila dicermati maka sistem pengkaderan seperti ini sangatlah ketat dan selektif, mengingat banyaknya proses yang harus dilalui oleh kader-kader KAMMI (bisa dilihat dalam bagan yang terlampir).

F. DINAMIKA KEPEMIMPINAN KAMMI

Perkembangan yang terjadi pada KAMMI tetap dan akan terus berlangsung, pada poin dalam sub bab ini yang akan di terangkan tentang dinamika KAMMI ialah yang terjadi pada masa-masa awal gerakan KAMMI, sedangkan perkembangan yang terjadi pada masa yang berlangsung setelah masa-masa awal akan dibahas pada bab selanjutnya. Muktamar 1 KAMMI, tujuh bulan dari waktu kelahirannya, para aktifis

KAMMI meletakkan dasar-dasar organisasi modern bagi KAMMI dengan menjadikan diri sebagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mahasiswa Ekstra Kampus.sejak itulah

KAMMI menjalani fase kedua perkembangan organisasi dan pergerakan KAMMI yang berada dibawah kepemimpinan Fitra Arsil, S.H. dan Haryo Setyoko, terpilihnya Fitra

Arsil sebagai ketua KAMMI adalah hasil dari pertimbangan logis dan konsekuensi bagi

KAMMI yang memasuki fase baru untuk di pimpin oleh sosok yang memiliki figur bagi para kader yang lain dan memiliki sikap yang tegas.

Fitra Arsil sendiri bukan sosok yang baru dalam tubuh KAMMI, ia adalah orang yang mengemban amanah sebagai ketua bidang Kajian Strategis yang menjadi dapur utama

KAMMI untuk mencerna berbagai isu dan agenda reformasi, pada kepengurusan awal periode Fahri Hamzah. Dalam periode kepengurusan Fitra Arsil, KAMMI berhasil membangun infrastruktur dan suprastruktur organisasi modern, KAMMI juga menghadapi tantangan untuk dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat ditengah terjadinya pluralisasi dan fragmentasi gerakan mahasiswa pro reformasi, dengan membangun manuver politik yang cerdas dan agenda alternatif yang moderat. Hanya saja dalam preiode ini terjadi kekurangan komunikasi dengan kalangan elit politik, karena KAMMI lebih berkonsentrasi pada konsolidasi organisasi dan membangun komunikasi politik dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa.

Fase ketiga perjalanan KAMMI adalah setelah Muktamar II di Yogyakarta, November

2000, yang memilih Andi Rakhmat dan Vijaya Fitriyasa sebagai Ketua Umum dan

Sekretaris Jendral.72

Dalam periode Fitra Arsil ini banyak posisi-posisi yang diisi oleh kader-kader KAMMI yang sebelumnya tidak ada dalam jajaran kepengurusan KAMMI Pusat. Hal ini menjelaskan proses regenerasi yang berjalan dengan baik dalam dinamika perkembangan KAMMI Daerah. Tema besar yang menjadi semangat dalam Muktamar II

KAMMI adalah, “Terus Bergerak, Tuntaskan Perubahan”, hal ini mengingat dari hasil pemilu 1999 menghasilkan duet kepemimpinan nasional dan

Megawati Soekarnoputri yang mana masyarakat Indonesia menaruh harapan besar, maka sisa-sisa agenda reformasi yang ditinggalkan oleh B. J. Habibie belumlah tuntas, mungkin seperti itulah pandangan KAMMI tentang masa depan reformasi dalam kepemimpinan Abdurrahman Wahid, yang dianggap bisa menuju pada dua arah, mengarah pada kemajuan atau sebaliknya, kemunduran.

Sedangkan prestasi terbesar KAMMI pada perioe ini adalah tercabutnya status

Abdurrahman Wahid sebagai mandataris MPR-RI. Pada periode ini soliditas dan loyalitas para kader KAMMI benar-benar teruji dengan melontarkan wacana yang melawan arus dan dipaksa untuk berhadapan dengan elemen gerakan mahasiswa yang

72 Doni Riyadi, KAMMI dan Pergerakan Mahasiswa Reformasi, Sabtu, Suara Merdeka, 31 Agustus 2002. lainnya. Logika yang mendasari tuntutan ini sebenarnya sangat sederhana, tidak ditemukannya sikap kejujuran pada mulut dan hati presiden, serta sikap ngototnya untuk tetap membuka pintu negeri ini bagi Israel, yang jika diberi sesenti minta sehektar dan jika diberi hati akan meracuni seluruh tubuh.

Yang menjadi ciri khas kepemimpinan KAMMI periode Andi Rakhmat ini adalah terjadinya konfrontasi antara KAMMI dengan elemen-elemen gerakan yang lainnya, yang secara jeles dan terang mendukung pemerintahan Abdurrahman Wahid. Mereka pada umumnya adalah elemen gerakan mahasiswa radikal kiri. Dan inilah yang membedakan dengan fase sebelumnya, dimana fase sebelumnya KAMMI membangun konvergensi dan kesepahaman bagi perbedaan agenda yang terdapat dalam elemen- elemen gerakan mahasiswa yang lainnya. Mengenai hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.

Kepengurusan Andi Rakhmat dan Vijaya Fitriyasa ternyata tidak berjalan penuh sesuai dengan jangka waktu kepemimpinan yang ada. Pada Mei 2001 berlangsung

Musyawarah Luar Biasa (MLB) KAMMI sebagai respon terhadap surat pengunduran diri yang diajukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral KAMMI yang menghasilkan kepemimpinan Presidium yang terdiri dari: Akbar Zulfikar (Ketua Umum untuk masa satu tahun pertama), Purwoko Kurniawan (Ketua Bidang Kaderisasi), Muhammad

Badaruddin (Ketua Bidang Kajian Strategis), Elvis Bakri (Ketua Teritorial I), Ahmad

Fauzi (Ketua Teritorial II), Supriyadi (Ketua Teritorial III), Hermawan (Ketua Teritorial

IV), Suparmono (Ketua Teritorial V), dan Yusran (Ketua Teritorial Ketua Teritorial VI).

Presidium ini berjalan mengakhiri masa jabatan sebelumnya hingga terlaksananya

Muktamar III KAMMI pada tanggal 1-9 September 2002 di Lampung. Derasnya tuntutan internal di berbagai daerah dan munculnya isu-isu miring terhadap KAMMI berdampak pada soliditas internal organisasi. Sebagai respon terhadap keadaan tersebut dilakukanlah langkah-langkah konsolidasi kepemimpinan secara mendasar dengan langkah awal pengajuan surat pengunduran diri yang dilakukan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jendral KAMMI Pusat kepada Badan

Musyawarah KAMMI dan dari sini Badan Musyawarah KAMMI mengambil inisiatif untuk mengadakan Muktamar Luar Biasa.

Format kepemimpinan KAMMI kembali seperti semula, setelah berlansungnya

Muktamar III KAMMI di Lampung. Terpilih sebagai Ketua Umum, Muhammad

Hermawan, S.Si dan sebagai Sekretaris Jendral Fahmi Rusydi, Lc. Era kepengurusan

KAMMI menandakan pergerakan KAMMI pada fase yang keempat dimana fase ini

KAMMI berhadapan dengan pemerintahan Megawati Soekarnoputri-Hamzah Haz yang dalam penilaian KAMMI gagal dalam menjalankan agenda reformasi. Bahkan dalam demonstrasi yang dilakukan oleh KAMMI beraliansi dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa yang lainnya, termasuk dengan elemen kiri mahasiswa yang pada waktu sebelumnya di era Gus Dur berhadap-hadapan dengan KAMMI. Aliansi gerakan mahasiswa ini sepakat bahwa reformasi telah mati.73

G. BERBAGAI KEGIATAN KAMMI

Dalam hal ini juga, peneliti pun mengalami apa yang dilakukan oleh para aktifis

KAMMI, dengan mengikutsertakan diri peneliti dalam berbagai aksi-aksi dan juga kajian

73 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 221- 223. yang dilakukan oleh aktifis mahasiswa dalam organisasi gerakan KAMMI, hal peneliti meyakini akan kemampuan seseorang yang melakukan penelitian dengan seobjektif mungkin dalam bentuk patisipatoris, hal ni juga didasari oleh pernyataan Hariyono.

”Untuk dapat melihat sejarah dari dalam, sejarawan harus mampu memasuki roh kultural yang melandasi suatu peradaban yang bersangkutan. Suatu pendekatan yang bersifat etik perlu diganti dengan pendekatan yang bersifat emik”.74

Dari beberapa catatan para penulis yang lainnya pada masa krisis politik yang terjadi di Indonesia, geliat aksi protes yang dijalankan oleh mahasiswa semakin marak di berbagai kampus yang ada di Indonesia dan juga beberapa aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa yang lainnya dikomentari oleh Mendikbud, Wiranto Aris Munanadar, dengan melarang mahasiswa untuk melakukan politik praktis di dalam kampus.

Akan tetapi menyatakan bahwa yang dilakukan oleh para mahasiswa bukanlah sebuah politik praktis tapi high politics. Pada tanggal 9 April 1998 sekitar

800-an mahasiswa dari KAMMI Yogya menggelar rapat akbar di Arena Mahasiswa UGM, menuntut pencabutan larangan bagi mahasiswa untuk berpolitik di dalam kampus, pada hari itu selain KAMMI Yogya yang mengadakan aksi, di kota-kota lain juga terjadi aksi yang serupa, yaitu di Bandung dan Ujung Pandang. Dengan melakukan aksi keprihatinan.

Sedangkan untuk aksi KAMMI dalam skala nasional, diadakan pada tanggal 10 April

1998, KAMMI menggelar rapat akbarbersama rakyat Indonesia, bertempat di halaman

Masjid al-Azhar, Jakarta. Aksi ini melibatkan sekitar 20.000 mahasiswa dari berbagai kampus, yang terdiri dari, IPB, UI, ITB, UGM, Unair, dan masyarakat sejabotabek.75

74 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995). h. 25. 75 Majalah Gatra 18 April 1998. Hadirnya KAMMI dalam berbagai aksi semakin menambah ramai suasana aksi demonstrasi yang terus berlangsung dari berbagai gerakan aksi protes yang telah ada sebelumnya. Disaat itulah para mahasiswa mendapatkan sebuah kata yang sama-sama diusung, Reformasi. Walaupun KAMMI membawa label Islam dalam gerakannya, tetap tidak membuat barisan mahasiswa yang lainnya merasa terancam akan terpecah dengan kehadiran KAMMI. Karena KAMMI bergerak pada satu kepentingan yang sama,

Reformasi.

Pada tanggal 13 April 1998, dipelataran Masjid Nuuruz Zaman, kampus Unair

Surabaya, para angota KAMMI melakukan aksi yang diikuti oleh sekitar 1000-an mahasiswa yang hadir dalam aksi tersebut. Aksi ini untuk mempertegas tuntutan yang telah dibacakan oleh ketua KAMMI Pusat dalam aksinya di Jakarta. Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa di kampus Unair ini juga diikuti oleh mahasiswa dari beberapa kampus yang ada di Jawa Timur, dan disaat yang sama juga dilkukan aksi yang dilakukan oleh para mahasiswa Universitas Padjadjaran yang ada di Bandung.76

Pada hari berikutnya pada tanggal 14 April 1998, aksi protes berlangsung dikampus

Unibraw yang juga dihadiri oleh beberapa perwakilan yang ada dari berbagai kampus yaitu, UI, ITB ITS, Unair, IKIP , dan IKIP Malang.77 Yang menarik dari berbagai aksi ini adalah tidak berakhir dengan bentrokan fisik dengan aparat keamanan, aksi- aksi ini erus berjalan dengan damai sampai aksi ini selesai.

Dalam hal ini bisa dipahami bahwa reputasi KAMMI sebagai sebuah organisasi pergerakan mahasiswa justru telah mendobrak dan membantah dengan kuat

76 Harian Republika, 14 April 1998.

77 Harian Jawa Pos, 14 April 1998. anggapan-anggapan atau penilaian-penilaian yang menganggap KAMMI sebagai sebuah gerakan radikalisme Islam dalam bentuk orgaisasi pergerakan mahasiswa.

Secara pribadi menurut peneliti adanya penilaian yang memadang sebuah kelompok masyarakat sebagai kelompok Ilsam radikal, perlu melewati beberapa tahap atau beberapa variable yang ada dan sesuai pada tiga tingkatan pula, tiga tingkatan itu adalah orientasi/pikiran-tindakan-pencapaian. Sedangkan untuk tiga variable atau tahap yang harus menempati tiga tingkatan itu adalah, ekstremisme keberagamaan- anarkisme/vandalisme-terorisme.

Penjelasan dari tiga tingkatan dan tiga variable ini ialah, dimana jika pada tataran orientasi pemikiran memiliki pemahaman yang ekstrem, pada tataran tindakan dilanjutkan dengan anarkisme atau vandalisme, dan berakhir pada pencapaian keberhasilan seperti teror atau pencapaian politik yang bersifat totaliter.

Jika tiga variable di atas digunakan dalam penilaian KAMMI sebagai gerakan Islam, maka KAMMI tidak “lulus” untuk melewati tiga variable tersebut. Paling maksimal

KAMMI hanya menempati dirinya pada variable dan tingkatan awal saja, karena pada tataran inilah KAMMI dianggap memiliki pemikiran-pemikiran yang “fundamentalis”, yang tentu saja fundamentalisme ini berbeda kandungan maknanya dengan pemahaman yang bersumber dari pengalaman peradaban Barat.

Pada tanggal 22 Mei 1998, setelah Suharto lengser, wakil Presiden B. J. Habibie yang menjadi Presiden menggantikan Suharto yang lengser mengumumkan susunan kabinet Reformasi Pembangunan. Dimana dari 36 orang yang diumumkan oleh Presiden, terdapat 16 orang wajah baru dalam kabinet, dari 20 orang wajah lam 15 orang tetap pada posnya, dan 5 orang sisanya bertugas di tempat yang baru.78

Pada masa B. J. Habibie ditengah maraknya isu reformasi total, KAMMI mengedepankan isu-isu diberbagai bidang. Diantaranya berupa isu reformasi politik, berupa: pengadilan terhadap mantan Presiden Suharto dan kroni-kroninya, pengembalian harta kekayaan Negara dari para koruptor Negara, pencabutan asas tunggal dan P4, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, revisi 5 paket UU politik, Amandemen

UUD 1945, pencabutan UU Subversi, dan percepatan Pemilu yang Jurdil.

Pada permasalahan ekonomi Negara KAMMI memfokuskan diri pada isu: penurunan harga-harga (khususnya BBM dan kebutuhan pokok/sembako), pemberantasan budaya

KKN dalam praktek perekonomian Indonesia, dan isu keadilan ekonomi untuk rakyat kecil,

Sedangkan dalam isu reformasi hukum, KAMMI mengajukan berbagai tuntutan hukum, seperti: penangkapan dan pengadilan hukum terhadap para pelaku KKN, penegakan hukum atas pelanggaran-pelanggaran HAM pada aktifis mahasiswa selama proses reformasi, dan kasus-kasus yang menimpa umat Islam.

Dalam isu reformasi sosial dan moral, KAMMI dihentikannya berbagai bentuk konflik horizontal yang terjadi di Ambon, atau konflik vertikal yang terjadi di Aceh. Sedang untuk isu moral, KAMMI menuntut pemberantasan perjudian, prostitusi, pornografi yang semkin marak.79

Pada masa menjelang terpilihnya Abdurrahman Wahid sebagai Presiden Republik

Indonesia gerakan mahasiswa pada umumnya menyikapi hasil-hasil Pemilu 1999

78 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 154. 79 Mahfudz Sidiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus. h. 157. dengan kritis, di satu sisi mengakui bahwa Pemilu yang berlangsung cukup demokratis untuk Indonesia yang mengalami proses transisi demokrasi. Tapi di sisi lain juga tetap mengkritisi para politikus wajah lama yang masih bermain dalam kencah poliik nasional dengan tampilan “baju baru”.80

Pada awal pemerintahan transisi politik demokrasi di era reformasi, KAMMI menempatkan diri pada posisi sebagai kekuatan oposisi bersama, dengan berbagai elemen kekuatan oposisi mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam masa kepemimpinan Abdurrahman Wahid KAMMI telah menetapkan sebuah garis batasan kritis dalam menyimak dan mengawasi jalannya pemerintahan di era reformasi yaitu, enam visi reformasi. Dengan begitu enam tuntutan reformasi yang digulingkan oleh mahasiswa adalah sebuah tolok ukr dalam menilai keberhasilan dan kegagalan pemerintah dalam menuntaskan reformasi.81

Polemik dalam kepemimpinan Abdurrahman Wahid, mulai menguak setelah muncul

Bruneigate dan Buloggate, dimana sebagian pihak menganggap bahwa Presiden

Abdurrahman Wahid memiliki peran dalam pencairan dana Bulog. Sehingga hal ini juga yang menggulingan kekuasaaannya melalui impeachment.

Dalam kondisi seperti ini para kader KAMMI mendapatkan posisi pergerakan yang rumit, karena harus bergabung bersama beberapa elemen gerakan mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dan harus berhadap-hadapan, dengan para pendukung

Presiden Adurrahman Wahid, sebuah posisi yang bagi KAMMI tidak lazim. Aksi-aksi yang memprotes pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid semakin ramai dan

80 Ibid, hal. 236. 81 Ibid, hal. 255. marak di berbagai daerah di Indonesia. Di Solo misalnya, sekitar 1.000 pemuda dan mahasiswa turun ke jalan menuntut Presiden Abdurrahman Wahid untuk mundur.82

Pada masa pemerintahan Megawati Sukarno Putri, wacana pergerakan mahasiswa beralih dari sekedar reformasi menjadi revolusi. Apa sebab? Karena berdasarkan pada sebuah tesis penting yang diajukan oleh Huntington, reformasi dapat dibuktikan bukannya akan meningkatkan stabilitas, tetapi justru melahirkan instabilitas, yang akan bergulir menjadi revolusi.Oposisi intelektual akan berlangsung dalam mayarakat perkotaan terhadap penguasa merupakan ciri dalam masyarakat praetorian, ditengah- tengah masyarakat seperti ini mahasiswa seperti ini merupakan kekuatan politik kelas menengah dan aktif, peluang mereka dalam oposisi politik juga dibatasi oleh pranata yang sudah ada dan konsep legitimasi yang valid.

Sedangkan pada masyarakat pedesaan, mereka akan menjadi sebuah kekuatan revolusioner manakala kebutuhan dasar mereka menjadi berubah ke arah: keamanan pribadi aturan sewa-menyewa, ketenagakerjaan, dan pajak-pajak dan harga barang- barang kebutuhan sehari-hari semakin naik dengan melewati batas kewajaran.Perlu disinggung juga peran KAMMI masa pemerintahan Megawati Sukarno Putri, dengan beberapa fakta sosial yang ada di lapangan. KAMMI bersama-sama dengan berbagai elemen gerakan mahasiswa yang lainnya beraksi bersama dan yang perlu dicermati ialah:

1. KAMMI dan sejumlah elemen gerakan mahasiswa yang lainnya, telah menyatakan

bahwa reformasi telah mati, dan secara simbolik itu ditunjukkan dengan mengubur

empat gambar wajah tokoh politik nasional: Megawati sebagai Presiden RI, Hamzah

82 Ibid, hal. 256. Haz sebagai Wakil Presiden RI, Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR, dan juga Amien

Rais sebagai Ketua MPR.

2. dalam aksi-aksi demonstrasi menuntut mundur duet Megawati-Hamzah Haz, sejak

awal tahun 2003, KAMMI membangun aliansi dengan elemen-elemen gerakan

mahasiswa radikal.

3. berkembang wacana revolusi di internal KAMMI dan wacana ini ikut mewarnai isu-

isu dan aksi-aksi demonstrasi mereka sepanjang tahun 2003.

menjelang Pemilu 2004, KAMMI mengembangkan wacana tolak pemilu dengan alas an sebatas pemindahan kekuasaan saja.83

Dalam masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) ini para aktifis KAMMI terus bergerak dalam kapasitasnya, sebagai aktifis mahasiswa yang pro terhadap kehidupan rakyat kalangan menengah ke bawah dan rakyat miskin di

Indonesia, dengan tetap melakukan aksi-aksi demonstrasi, hanya saja pada masa ini terjadi bukan saja fragmentasi gerakan mahasiswa, tetapi juga terjadi fragmentasi isu publik yang menjadi sasaran kritik mahasiswa, sebagai akibat dari meluasnya ototnomi daerah yang terus berlanjut potensi kritik mahasiswa harus terbagi-bagi ke beberapa daerah.

Padahal dalam keadaan yang ada banyak sekali momentum peristiwa yang patut untuk dijadikan sasaran kritik mahasiswa, yang sebenarnya juga merupakan tanggung

jawab pemerintah pusat. Akan tetapi aturan formal yang membagi kekuasaan pengelolaan daerah kepada pemerintah daerah dan pemerintah daerah terkadang tidak optimal dalam pengelolaannya. Misalnya, Kasus Lumpur Sidoarjo yang

83 Ibid, hal.295. sebenarnya melibatkan pejabat tinggi Negara, Aburizal Bakri sebagai pemilik perusahaan tambang tersebut.

KAMMI dalam suksesi kepemimpinannya juga (Perpustakaan Nasional, Salemba, 23

Desember 2008) menguraikan sikap yang jelas terhadap pemerintahan SBY, sebagai berikut:

1. perlunya evaluasi dan pembaharuan atas penerapan sistem ekonomi nasional yang

liberalis dan kapitalis, dan secara perlahan dan progresif membangun sistem

ekonomi yang lebih berpihak pada kepentingan rakyat. Hal ini diperlukan untuk

mengakhiri berkuasanya rezim ekonomi liberal yang telah melahirkan berbagai

kebijakan liberal yang merugikan rakyat di Indonesia dan sekaligus sebagai upaya

penyelamatan kekayaan strategis nasional.

2. menyerukan kepada pemerintah SBY-JK agar meninggalkan politik pencitraan,

dengan membuat keijakan politik, ekonomi dan hukum yang berpihak kepada

rakyat. Hal ini dilakukan dengan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok rakyat,

menangkap dan mengadili koruptor kakap, (BLBI, KLBI), mencegah PHK masal

memberikan perlindungan kepada petani, pelaku ekonomi informal.

3. mengajak seluruh anak bangsa, stakeholder dan shareholder negeri, untuk

bersama-sama membangun Jaring Pengaman Sosial. Hal ini diperlukan untuk

mengantisipasi dan memberikan problem solving atas situasi krisis sosial dan

ancaman disintegrasi sosial, melakukan penguatan masyarakat (social

empowering), di saat Negara/pemerintah kurang memperdulikan nasib rakyat. mengajak seluruh anak bangsa untuk tidak berhenti dan tidak putus asa dalam mendorong munculnya dan terbangunnya kepemimpinan nasional yang lebih bisa menjawab kebutuhan dan kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia sekarang dan tantangan di masa akan datang..84

H. HUBUNGAN KAMMI DENGAN LEMBAGA POLITIK DAN KEAGAMAAN

Dalam hal ini berdasarkan pada landasan teori yang telah peneliti sampaikan pada sub bab sebelumnya berdasarkan pada pernyataan Hariyono, ”Untuk dapat melihat

sejarah dari dalam, sejarawan harus mampu memasuki roh kultural yang melandasi

suatu peradaban yang bersangkutan. Suatu pendekatan yang bersifat etik perlu diganti dengan pendekatan yang bersifat emik”.85

Peneliti akan menjelaskan apa yang di dapat pada pengalaman-pengalamn di lapangan bersama para kader-kader KAMMI yang langsung terjun ke lapangan bersama masyarakat dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dimana KAMMI memiliki hubungan dan komunikasi erat dengan berbagai lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga-lembaga politik.

Dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga keagamaan pun KAMMI memiliki komunikasi yang intens dengan berbagai lembaga keagamaan baik pada tataran nasioanl atau internasioanl, seperti dengan World Assembly of Moslem Youth (WAMY),

Komite untuk Solidaritas Palestina (KISPA), Komite untuk Solidaritas Dunia Islam

(KISDI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), dan lain-lain.

84 Rahman Toha Budiarto, Pemerintah yang Tidak Memerintah, sebuah makalah orasi pelantikan ketua umum KAMMI yang baru periode 2008-2010, Perpustakaan Nasional, Salemba, 23 Desember 2008. 85 Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995). h. 25. Dalam kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh KAMMI sebagaimana layaknya organisasi-organisasi mahasiswa yang lainnya, maka KAMMI adalah sebuah gerakan yang memiliki cita-cita dalam setiap geraknya sehingga harus menjalani apa yang memang harus dijalankan untuk menggapai cita-cita tersebut, walaupun terkadang harus menimbulkan pro dan kontra.

KAMMI dalam iringan waktu di berbagai kegiatannya sebagai organisasi mahasiswa

juga dapat dimaklumi seperti organisasi-organisasi yang lainnya terlebih organisasi mahasiswa ternama pada masa lampau, HMI misalkan. Walaupun bukan sebagai underbouw Masjumi tapi tokoh-tokoh HMI sangat dekat dengan tokoh-tokoh Masjumi karena memiliki kesamaan ideologi dan kepentingan: anti Komunisme.

Begitu juga halnya KAMMI yang sejatinya bukanlah underbouw sebuah partai politik nasional tetapi memiliki hubungan yang sangat erat dengan para tokoh-tokoh salah satu partai politik nasional di Indonesia, yaitu Partai Keadilan (PK) yang menjadi salah satu partai politik peserta pemilu pada pemilu 1999, yang kemudian pada pemilu 2004 menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan peraihan suara lebih dari 7% suara legislatif dan menjadi fraksi politik dengan suara yang signifikan dalam kursi parlemen, bersama partai-partai politik besar yang sudah ada sebelumnya. Selain itu para tokoh dan alumni KAMMI juga bisa dikatakan sebagai salah satu elemen dari berbagai elemen yang ada, yang menjadi cikal bakal kelahiran Partai Keadilan (PK).

Dari hasil temuan peneliti ada beberapa dilematika yang harus dihadapi oleh KAMMI dalam menentukan posisinya sebagai organisasi gerakan mahasiswa yang mana para kader-kadernya banyak juga yang menjadi kader PKS. Terlebih dalam hal-hal yang menyangkut kebijakan politik yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, karena memang PKS adalah partai peserta koalisi yang mengusung pemerintahan SBY-JK

(Susilo Bambang Yudoyono - Jusuf Kalla).

Misalkan, pada saat keluarnya keputusan tentang tentang beberapa kali kenaikan harga BBM yang kontroversial, PKS sebagai partai yang masuk dalam lingkaran koalisi pemerintahan mendukung kebijakan tersebut dan pada kondisi ini KAMMI berada pada posisi yang justru mengkritik kebijakan tersebut secara terang-terangan, dan juga menyatakan bahwa partai-partai pendukung koalisi termasuk PKS sendiri telah mengkhianati kepercayaan dan aspirasi masyarakat Indonesia.

Maka hal ini juga yang menimbulkan partanyaan dari berbagai pihak, baik dari sebagian kader KAMMI yang juga merupakan kader PKS atau dari para tokoh PKS yang banyak mengenal para kadernya yang menjadi aktifis KAMMI. Sikap ini juga menimbulkan berbagai pertanyaan dan analisa-analisa tertentu berdasarkan pada persepsi masing-masing pihak, khususnya dari berbagai media dan para pemerhati politik.

Begitu juga dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan di lapangan yang

KAMMI lakukan. KAMMI yang hanya sebagai organisasi gerakan mahasiswa tentunya memiliki keterbatasan materi dan finansial, sehingga sering kali KAMMI dalam bakti sosialnya di tengah-tengah masyarakat menjadi mediator bagi lembaga-lembaga yang ingin memberikan bantuannya kepada masyarakat. Mediator di sini dalam artian adalah menjadi perantara jika ada salah satu lembaga politik seperti PKS atau lembaga bantuan seperti Aksi Cepat Tanggap (ACT) dan Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU).

PKS, ACT dan PKPU sebagai pihak yang ingin memberikan bantuan dan memiliki banyak sekali materi-materi bantuan, sehingga mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam mengakomodasi materi-materi bantuan tersebut yang terlalu banyak kepada masyarakat, maka KAMMI yang juga sebagai lembaga kemahasiswaan ekstra kampus dan ingin berperan serta dalam kegiatan atau aktifitas seperti penanggulangan bencana alam dan kegiatan bakti sosial, mendapatkan saluran bantuan dari lembaga- lembaga tersebut untuk bisa diakomodasikan kepada dan sampai ke masyarakat.

Kegiatan seperti ini bisa berjalan dikarenakan KAMMI dengan para kader-kadernya memiliki perbedaan-perbedaan mendasar dengan para kader atau anggota lembaga- lembaga tersebut, di dalam kondisi ini para kader KAMMI sebagai aktifis mahasiswa yang bermodalkan keikhlasan dan militansi gerakan mahasiswa atau minimal keinginan untuk bisa ikut dalam kegiatan ekstra kurikuler di luar kampus yang jauh dari orientasi profit, dan berbeda dengan para kru yang ada di lembaga-lembaga sosial yang memang bersifat professional. Profesioanal dalam artian mereka bekerja di sebuah lembaga yang memang sudah ada kesepakatan kontrak kerja dan menerima upah dari lembaga tersebut.

BAB VBAB V

PENUTUPPENUTUPPENUTUP

C. KESIMPULAN

KAMMI untuk semua kalangan yang berkepentingan, KAMMI dalam perjalanan pergerakannya cukup bisa untuk dikatakan telah berhasil dalam nilai-nilai Islam dan demokrasi, hal yang sebagian pihak baik dari kalangan nasionalis-sekuler Islam sulit menyatu dengan demokrasi, sehingga mereka mengajurkan agar tidak memadukan agama dengan politik, dan dari kalangan Islam ekstrim yang menganggap bahwa demokrasi bertentangan dengan Islam sehingga mereka menolak untuk ikut berdemokrasi walau pun mereka pada dasarnya meyakini kewajiban berdakwah melalui jalur politik. KAMMI adalah sebuah gerakan politik ekstra parlementer, yang bergerak menyuarakan suara rakyat Indonesia melalui parlemen jalanan.

Hal ini juga terbukti dengan perjalanannya dalam mengawal gerakan reformasi di

Indonesia, banyak hal-hal yang memang telah dijalankan oleh KAMMI dalam mengiringi reformasi dan apa-apa yang dilakukan oleh KAMMI juga banyak yang menjadi panutan bagi gerakan-gerakan mahasiswa pro reformasi yang lainnya. Ini dibuktikan dengan gagasan-gagasan yang muncul dari KAMMI yang sangat kental dengan sikap jalan tengahnya ketika suhu politik era reformasi bergolak dan memancing reaksi yang bermacam-macam dari berbagai kelompok mahasiswa.

D. SARAN-SARAN

Radikalisme Islam dalam berbagai wacana dan isu memang terus berlanjut dan akan berlanjut bersama dengan bergulingnya waktu, mengingat akan kepentingan politik yang memang terlihat jelas terkandung dalam perjalan politik umat Islam pada saat-saat yang memang monumental. Adanya kekerasan yang terjadi pada Umat Islam bukanlah tanpa sebab, tetapi penuh dengan perjalanan ketidakadilan terhadap umat

Islam itu sendiri.

Lalu bukan berarti kita juga akan dengan mudah menggunakan berbagai macam istilah dalam menggambarkan bentuk keberagamaan seseorang atau sekelompok orang, karena ketidak dewasaaan sikap seperti itu justru semakin mempercepat

fragmentasi masyarakat Islam dan akan berbahaya bagi keberlangsungan laju sosial masyarakat Islam. Dengan adanya penyalahgunaan istilah seperti ‘radikalisme Islam’, atau ‘fundamentalisme Islam’ setidaknya juga bisa memberikan rantai pamahaman yang berharga.

Karena yang perlu kita ingat adalah adanya sebagian pihak umat Islam yang menggunakan kekerasan bukanlah ujug-ujug tanpa sebab yang terjadi begitu saja, kemudian kita memberikan penilaian yang miring, bahwa mereka melakukan itu akibat dari pemahamannya yang fundamentalis dan berasal dari ideologi mereka yang radikal.

Karena Pertama, radikalisasi sosial dan prilaku bukan hanya milik kelompok agama, tapi juga milik kelompok lainnya, seperti kelompok preman misalnya. Kedua, kekerasan mereka muncul akibat dari ketidakadilan yang mereka terima selama berabad-abad lamanya. Dan di saat mereka akan mengapresiasikan politik mereka dalam sistem demokrasi saat ini, lalu mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan lagi, justru akan memancing munculnya kelompok-kelompok ekstrim baru yang mana sebelumnya bukanlah dari kelompok ekstrim, lalu pada akhirnya justru mengalami radikalisasi ideologi, dan mendobrak kondisi dan tatanan sosial yang ada. Hal yang justru sangat dihawatirkan oleh para kelompok liberal dan nasionalis-sekuler.

DAFTAR PUSTAKA

A., Denny J., Gerakan Mahasiwa dan PolPolitikitik Kaum Muda Era 8080----anananan, cet. ke-1, Yogyakarta: LKiS, 2006. al-Kilani, Majid Irsan, Misteri Masa Kelam Islam dan Kemanangan Perang Salib, Refleksi 50 Tahun Gerakan Dakwah Para Ulama untuk membangkitkan Umat dan Merebut PalestinaPalestinaPalestina, terj. Asep Sobari dan Kamaluddin, Bekasi: Kalam Aulia Mediatama, 2007)

Anwar, H. Rosihan, Indonesia 19661966----19831983 Dari koresponden Kami di Jakarta, Cet. ke-1, Jakarta: Pustaka Utama, 1992.

Anwar, Yozar, Angkatan 6666, cet. ke-2, Jakarta: Sinar Harapan, 1981.

Fadhly, Fahruz Zaman (editor), Mahasiswa Menggugat; kumpulan tulisan, Bandung: Pustaka Hidayah, 1999.

Fatah, Eep Saefullah, Catatan Atas Gagalnya Politik Orde Baru, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.

Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Cet. ke-2, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.

Harto, Kasinyo, Islam Fundamentalis di Perguruan Tinggi Umum Kasus Gerakan Keagamaan Mahasiswa Universitas Sriwijaya Palembang, Jakarta: Badan Litbang & Diklat Departemen Agama RI, 2008.

Hamzah, Alfian, Musa Kazhim & Muhammad Ikhsan (editor), Suara MahasMahasiswaiswa Suara RakyatRakyatRakyat, cet. ke1, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998.

Imarah, Muhammad, Fundamentalisme dalam Perspektif Pemikiran Barat dan Islam, cet. ke-1, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.

Jahroni, Jajang & Jamhari (editor), Gerakan Salafi Radikal di IndonesiIndonesiaaaa, Cet. ke-1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.

Kuntowijoyo, Muslim Tanpa Masjid: EsaiEsai----esaiesai Agama, Budaya, dan Politik dddalamdalam Bingkai Strukturalisme Transedental, cet. ke-2, Bandung: Mizan, 2001. Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi, cet. ke-3, Bandung: Mizan, 1991.

Moyer, Bill, Merencanakan Gerakan, cet. Ke-1, Yogyakarta: Pustaka Kendi, 2004.

Moleong, CF. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Karya:2008.

Nasuhi, Hamid. dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, TesisTesis,, dan Disetasi), Jakarta: Ceqda, 2007.

Nugraha, Rivai, Gerakan Keagamaan: Studi Kasus Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim IndonesiaIndonesiaIndonesia, Skripsi Fakultas Ushluddin dan Filsafat Jurusan Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: tidak diterbitkan, 2008.

Qaradhawi, Yusuf, Membedah Islam Ekstrem, cet. ke-9, Bandung: Mizan, 2001.

Qaradhawi, Yusuf, Sekular Ekstrim, cet. ke-1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Rahmat, Andi dan Mukhammad Najib, Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus, Surakarta: Purimedia, 2001.

Ricklefs, M. C., Sejarah Modern Indonesia, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.

SB, Dana k. Anwari, (editor), Matinya Seorang Mantan Presiden: BK, PT Orayta Kurnia Dian Kirana, cet, ke-1, tanpa tempat dan tahun.

Sidiq, Mahfudz, KAMMI dan Pergulatan Reformasi kiprah Politik Aktifis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, Solo: Era Intermedia, 2003.

Siregar, Amir Effendi, Pers Mahasiswa Indonesia Patah Tumbuh Hilang Berganti, cet. ke-1, Jakarta: PT. Karya Unipress, 1983.

Sitompul, Agussalim, HMI dalam Pandangan Seorang Pendeta, Jakarta: PT Gunung Agung, 1982.

Subhan, SD, UlamaUlamaUlama-Ulama---UlamaUlama Oposan, cet. ke-1, Pustaka Hidayah: Bandung, 2000.

Talimah, Ishom, Manhaj Fiqih Yusuf alal----QaradhawQaradhawQaradhawiiii, cet. ke-1, Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 2001. Tebba, Sudirman , Islam Pasca Orde Baru, cet. ke-1, Jogja: PT. Tiarawacana, 2001.

Tholhah, Imam dan Choirul Fuad Yusuf, Gerakan Islam Kontemporer di Era Reformasi, cet. ke-1, Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2002.

Turmudi, Endang & Riza Sihbudi (editor), Islam dan RaRaddddikalismeikalisme di Indonesia, et al, kumpulan karangan, Jakarta: LIPI Press, 2005.

Media Cetak

Harian Jawa PosJawa Pos,Pos 18 April 1998

Harian Media IndonesiaIndonesia, Jum’at 27 April 1998

Harian RepublikaRepublikaRepublika,Republika 14 April 1998

Harian RepublikaRepublikaRepublika,Republika 7 November 2008

Harian Suara MerdekaMerdeka, Sabtu 31 Agustus 2002

Majalah GatraGatraGatra,Gatra 18 April 1998

Majalah IshlahIshlahIshlah,Ishlah No. 17/Tahun II, 1994

Majalah IshlahIshlahIshlah,Ishlah No. 18/Tahun II, 1994

Majalah Media DakwahDakwah, edisi No.361Dzulqa’dah 1426 H/Desember 2005 M

Majalah Sabili Edisi khusus, No. 9 Th. X.

JurnalJurnalJurnal & Makalah

Budiarto, Rahman Toha, Pemerintah yang Tidak Memerintah, sebuah makalah orasi pelantikan ketua umum KAMMI yang baru periode 2008-2010, Perpustakaan Nasional, Salemba, 23 Desember 2008.

Modul Latihan Kader 1 Himpunan Mahasiswa Islam, Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia Cabang Ciputat.Periode 2003-2004.

InternetInternetInternet

Bruinessen, Martin van, Genealogies of Islamic Radicalism in postpost----SuhartoSuharto Indonesia artikelartikelartikel diakses pada tanggal 28 Mei 2009 dari: http://www.let.uu.nl/~Martin.vanBruinessen/personal/publications/genealogies_i slamic_radicalism.html.

Fenomena Fundamentalisme di Kalangan Mahasiswa, artikel diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 dari: http://cafelib.blogspot.com/2007/12/fenomena- fundamentalisme-di-kalangan.html (tulisan ini pernah menjadi nominator Ahmad Wahib Awards 2006 kerjasama Jaringan Islam Liberal [JIL] dan Forum Mahasiswa Ciputat [FORMACI])

Suyitno, Sidqy, Empat Mazhab Besar Fundamentalisme Islam di Indonesia, artikel diakses pada tanggal 28 Agustus 2009 dari: http://www.nabble.com/empat- mazhab-besar-fundamentalisme-islam-di-indonesia-td14325530.html.