Kontribusi Komunitas Arab Di Jakarta Abad 19 Dan Awal Abad 20

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Kontribusi Komunitas Arab Di Jakarta Abad 19 Dan Awal Abad 20 KONTRIBUSI KOMUNITAS ARAB DI JAKARTA ABAD 19 DAN AWAL ABAD 20 MASEHI (Disampaikan dalam Seminar Rabithah Alawiyah, di Jakarta 09 Juni 2012) Oleh Budi Sulistiono Di Indonesia orang Arab dikaitkan dengan penyebaran Islam, seperti yang dikatakan Hamka (1961) bahwa orang Arab adalah pelopor Islam, mereka telah datang ke negeri- negeri Melayu pada abad ke VII M, atau tahun pertama Islam. Dengan demikian, sejarah masuknya Islam ke Indonesia terutama sejarah perkembangannya tidak terlepas dari sejarah masuknya perantau Arab di Indonesia. Data ini sekaligus memperkuat dugaan bahwa Islam masuk ke Indonesia ini bukanlah diorganisir oleh suatu Negara atau badan yang resmi dari suatu Negara. Masuknya Islam secara sukarela dibawa oleh padagang-pedagang yang mula-mula datang membeli rempah-rempah yang diperlukan dan akan dijual.1 Penghidupan mereka sebagai pedagang yang membawa barang-barang dari Arab dan pulangnya membawa rempah-rempah. Orang-orang Arab yang bermukim di Nusantara sebagian besar berasal dari Hadramaut, dan sebagian lagi ada yang berasal dari Maskat, tepian Teluk Persia, Yaman, Hijaz, Mesir atau dari pantai Timur Afrika.2 Mereka menjadi pedagang perantara, pedagang kecil, pemilik toko, menembus pasar dan menyediakan barang dan jasa yang tidak dilakukan pendatang dari Eropah, juga melakukan kegiatan meminjamkan uang.3 1 Noerman, Moehammad, 1971, Sejarah Kebudayaan, Bukittinggi : Pustaka Saadiyah 2 Hussen Abdullah Badjerei. Al-Irsyad,( Jakarta : PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, 1987) 3 Affandi Bisri, 1999, Syaikh Ahmad Syurkati (1874-1943) Pembaharuan & Pemurnian Islam di Indonesia, Jakarta :alKautsar Para perantau Arab mulai datang secara massal ke Nusantara pada tahun-tahun terakhir abad ke-18, tetapi mereka mulai banyak menetap di pulau Jawa setelah tahun 1820.4 Menurut statistik tahun 1858 tercatat jumlah penduduk keturunan Arab yang menetap di Indonesia sebanyak 1.662 atau sekitar 30% dari jumlah masyarakat Arab yang merantau pada tahun itu. Para perantau Arab sudah bermukim di kota-kota Maritim Indonesia sejak tahun-tahun permulaan abad 19. Umumnya mereka adalah para pedagang. Biasanya para pedagang Muslim menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menjual barang dagangannya sampai habis agar bisa membeli barang dagangan setempat dan membawanya kembali ke negerinya masing-masing. Selain itu juga pelayaran yang mereka lakukan untuk kembali ke negeri asal tergantung pada musim. Jarak antara Indonesia dan Jazirah Arab memakan waktu yang lama dan amat ditentukan oleh cuaca. Mereka merantau ke Indonesia tanpa membawa istri-istrinya dan seluruhnya terdiri dari laki-laki, tua-muda dan anak-anak. Biasanya mereka menetap berkelompok di perkampungan di dekat pelabuhan kota. Kemudian hubungan antar kelompok pedagang muslim dengan masyarakat pribumi terwujudlah secara bertahap. Kondisi yang sedemikian menyebabkan pedagang Arab tersebut mengadakan jalinan kekeluargaan melalui pernikahan dengan penduduk pribumi, beranak-pinak dan tidak kembali lagi ke negeri asal mereka.5 Bilamana ada yang kembali ke negerinya, mereka hanya sekedar menjenguk keluarga mereka. Data ini menunjukkan hubungan sosial antara orang- orang Arab dengan penduduk setempat nampak sekali dalam hubungan perkawinan penduduk pribumi terutama golongan bangsawan dan pedagang besar akan sangat bangga bila dapat mengambil menantu atau ipar dari kalangan Arab terutama dari 4 L.W.C. van den Berg. Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara. (Jakarta : INIS, 1986) 5 Hussein Abdullah Badjerei. Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, (Jakarta : Presto Prima Utama, 1996) kalangan Sayid.6 Dari hubungan perkawinan ini banyak di antara orang-orang Arab yang kemudian diangkat menjadi penguasa daerah seperti Pontianak, Demak, Cirebon dan Mataram. Realitas ini membuktikan bahwa mereka tidak hanya berperan sebagai pedagang, tapi mayoritasnya justru melakukan aktifitas sebagai ulama dan juru dakwah. Aktifitas sebagai ulama dan juru dakwah dapat diambil contoh dari strategi yang pernah dilakukan oleh Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus terlebih dahulu membangun masjid, dan kini lebih dikenal dengan nama masjid Luar Batang. Masjid Luar Batang yang awalnya berupa bangunan mushalla, didirikan sekitar abad ke XVIII di Kota Tua Jakarta, tepatnya daerah Pasar Ikan hingga sekarang di Kelurahan Pejaringan, Jakarta-Utara. Persisnya di Jl. Luar Batang V No. 1, Rt. 004/Rw. 003, Jakarta 14440. Langkah mendirikan bangunan Masjid memang memiliki peran yang strategis, antara lain tempat kaum Muslimin: beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian, tempat bermusyawarah kaum Muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat, tempat berkonsultasi, mengajukan kesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan, tempat membina keutuhan ikatan jama’ah dan kegotong royongan di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama, tempat pembinaan dan pengembangan kader- kader pimpinan umat, tempat pengaturan dan kegiatan social. Jalur akulturasi lainnya ialah melaui ritual-ritual keagamaan yang diadakan di lingkungan masyarakat Betawi dengan mempertemukan masyarakat pribumi sekitar dengan keturunan Arab. Seperti dalam pelaksanaan shalat Jum’at dimana pada momen ini terjadi pembauran yang cukup intensif oleh kedua masyarakat tersebut. 6 L.W.C. van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab Di Nusantara, (Jakarta : INIS, 1987) Jasa ulama Arab Hadramaut telah memainkan peranan penting dalam proses dan perkembangan Islam di kalangan masyarakat Betawi, ditandai tersebarnya majlis- majlis taklim mereka yang telah diikuti oleh masyarakat pribumi (Betawi). Jasa yang lain dengan adanya orang Arab Hadramaut yang menetap di Batavia telah berasimilasi dan berakulturasi dengan budaya masyarakat setempat sehingga melahirkan kebudayaan Betawi yang bernafaskan Islami seperti kesenian musik gambus, dimana dalam setiap acara perkawinan ditampilkan untuk meriahkan acara tersebut. Di saat sekarang, gambus melahirkan sebuah seni musik yang disebut Marawis karena komponen alat musiknya terdiri dari gendang-gendang kecil (Marwas) yang dipakai dalam seni musik gambus. Seni rebana, dan tari Zapin tidak ketinggalan hadir di tengah masyarakat Betawi. Budaya Hadramaut lainnya yang biasa digunakan khususnya pada acara ritual keagamaan yaitu pemakaian gamis (qamis) berupa jubah panjang berwarna putih dengan (iqal) igal yang juga berwarna putih diikatkan di kepala. Penggunaan bahasa pasaran (suqiyah) Arab dan terlepas dari gramatika bahasa Arab. Terkadang bahasa Indonesia dalam percakapannya disisipi bahasa Arab, seperti “Ente (kamu) mau dibikinin gahwah (qohwah) kopi”, kemudian kata “harim” untuk ditujukan kepada wanita baik yang sudah menjadi istri atau belum, kata “syahi” yang berarti teh menjadi bahasa percakapan keseharian mereka dan dipadu dengan bahasa Indonesia. Realitas tersebut sebagai wujud interaksi yang terjadi antara komunitas Arab dan masyarakat Betawi sangat cair dan harmonis. Suasana harmonis juga dapat ditunjukkan, antara lain dalam tradisi haul. Haul dalam pembahasan ini diartikan dengan makna setahun. Jadi peringatan haul maksudnya ialah suatu peringatan yang diadakan setahun sekali bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan oleh masyarakat, baik tokoh perjuangan atau tokoh agama/ulama kenamaan. Peringatan haul ini diadakan karena adanya tujuan yang penting yaitu mengenang jasa dan hasil perjuangan para tokoh terhadap tanah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama Allah, seperti peringatan haul wali songo, para habaib dan ulama besar lainnya, untuk dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus. Hingga sekarang, ulama-ulama Arab Hadramaut ini sangat dihormati. Ada kemungkinan para ulama tersebut diterima dengan baik, mempunyai beberapa penyebab mengapa mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Nusantara, khususnya Jakarta. Penyebabnya sebagai berikut: Pertama, karena keilmuan dan pengetahuan mereka tentang Islam yang haqiqi, dan peranan ulama di sini sangat penting dalam penyebaran dan perkembangan Islam di Jakarta. Kedua, karena masyarakat Betawi menganggap Islam yang murni lantaran mereka berasal dari negeri kelahiran Islam yaitu Timur Tengah (Arab) dan masyarakat banyak mengatakan mereka lebih menguasai ilmu-ilmu agama dan lebih mengenal Islam. Walaupun lama-kelamaan masyarakat sendiri mulai menyadari bahwa tidak semua orang Arab Hadramaut menguasai ilmu agama dan memahami Islam. Bahkan mereka menyadari tidak hanya orang Arab Hadramaut yang hanya mampu menguasai ilmu-ilmu agama dan memahami Islam. Walaupun demikian, orang Arab Hadramaut (yang biasa dikenal dengan sebutan Sayyid atau Habaib) tetap menempati status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Jakarta yang telah menguasai ilmu- ilmu agama. Ketiga, ada anggapan bahwa para habaib mempunyai nasab langsung kepada Nabi Muhammad SAW dari cucunya Husein. Penghormatan masyarakat Betawi terhadap tokoh tidak sebatas acara haul, melainkan di rumah-rumah mereka, banyak foto yang terpasang foto para habaib dan para ulamanya. Pola interaksi inilah yang menjadi warisan berharga untuk para penerusnya Komunitas Arab di Batavia yang cukup lama terdapat di tiga tempat, dari arah Utara ke Selatan, yaitu Pekojan, Krukut, dan Tanah Abang. Dalam bentangan sejarahnya, dinamika komunitas Arab bermukim di sejumlah tempat, misalnya Kwitang, Condet dan sebagainya. Ulama Hadramaut yang mempunyai pengaruh di Batavia, antara lain Habib Husein bin Abi Bakr bin Abdullah
Recommended publications
  • An Evaluation of Ahmad Dahlan Impacting to the Leadership in Indonesia
    Journal Didaskalia E-ISSN: 2621-8054 P-ISSN: 2622-1667 AN EVALUATION OF AHMAD DAHLAN IMPACTING TO THE LEADERSHIP IN INDONESIA Anton Sebastian 1) Stanley 2) 1) Abdi Gusti Theological Seminary - Nganjuk E-mail: [email protected] 2) Abdi Gusti Theological Seminary - Nganjuk E-mail: [email protected] Abstract Ahmad Dahlan is the fourth child. Born in 1868 to a traditional Muslim family domiciled in Kauman, a religious village in Yogyakarta. The village is located just beside the Sultan Palace of Yogyakarta, and is a well-known village inhabited by Muslims. When he was a child, his name was Muhammad Darwisy. Upon returning from Mecca, he changed his name to Ahmad Dahlan. His father Kiai Haji Abu Bakar bin Haji Sulaiman, was the official Kotib of the Great Mosque of the Sultanate of Yogyakarta. His mother named Siti Aminah was the daughter of Religious Judge Kiai Haji Ibrahim. According to the biographers of Ahmad Dahlan, one of Dahlan's ancestors was the first and most famous guardian of Wali Songo, Maulana Malik Ibrahim. Even the Dutch report said he was Arabic. This report may be true because based on this genealogical background, which was strengthened by his interest in reform ideas, Ahmad Dahlan - before establishing his own organization - joined Jamiat Kheir and later sent his son to study at the school the organization had founded. This paper aims to see to what extent the approach strategy and values used by Ahmad Dahlan to advance Islamic teachings? What is the Government's attitude towards what Ahmad Dahlan has done? Then, how is the author's critical evaluation of Ahmad Dahlan's approach to strategy to education in Indonesia? Application: challenge Indonesian national educators.
    [Show full text]
  • Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta CERAMAH
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta CERAMAH UMUM PELATIHAN INTERNALISASI KEISTIMEWAAN DIY TAHUN 2019 Yogyakarta, 23 Agustus 2019 ------------------------------------------------------------------ Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Damai Sejahtera Bagi Kita Semua, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan Yang Kami hormati: Kepala Bandiklat DIY; Peserta Pelatihan Internalisasi Keistimewaan; Tamu Undangan dan Hadirin sekalian. 1 “ARUMING PRAJA LUHUR ING PANGABEKTI” Kemulyaan negara dapat dicapai dengan dukungan, kerja keras dan darma bakti aparatnya. Candrasengkala Aruming Praja Luhur ing Pangabekti menjadi simbol bahwa tahun 2019 dapat dijadikan momentum membangun Keistimewaan Yogyakarta Tiada terasa, sewindu sudah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK) disahkan. Banyak dinamika dalam upaya mewarnai dan memberdayakan UUK agar implementasinya dapat dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat serta komunitas-komunitas yang ada di dalamnya. UUK meneguhkan bahwa Yogyakarta istimewa karena budaya. Urat nadi dan syaraf pemerintahan haruslah mencerminkan budaya, khususnya budaya yang lahir, berkembang dan bersemi di masyarakat DIY. 2 Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya Jawa, yang diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata,
    [Show full text]
  • No. Asal Sekolah Kota/ Kab. Propinsi 1 SMP AL BANNA DENPASAR
    DATA ASAL SEKOLAH SISWA SMA PESANTREN UNGGUL AL BAYAN No. Asal Sekolah Kota/ Kab. Propinsi 1 SMP AL BANNA DENPASAR Denpasar Bali 2 SMP Harapan Mulia Denpasar Denpasar Bali 3 SMP Muhammadiyah 1 Denpasar Denpasar Bali 4 SMP TAMAN RAMA denpasar Denpasar Bali 5 SMP Tawakkal denpasar Denpasar Bali 6 SMPN 7 Denpasar Denpasar Bali 7 SMPI Al Azhar 27 Cilegon cilegon Banten 8 SMPIT RAUDHATUL JANNAH CILEGON cilegon Banten 9 SMPN 1 Cilegon cilegon Banten 10 SMP Ibad Ar Rahman Islamic Boarding School pandeglang pandeglang Banten 11 SMP Al Azhar 11 Serang Serang Banten 12 SMP NURUL FIKRI BOARDING SCHOOL SERANG serang Banten 13 SMPI Al Azhar 11 Serang Serang Banten 14 SMPIT AL MASYKAR BINA INSANI, serang Serang Banten 15 SMPIT Al-Izzah Serang Serang Banten 16 SMPIT Istana Mulia Anyer Banten Serang Banten 17 SMPN 1 Serang Serang Banten 18 MTs Soebono Mantofani Tangerang Banten 19 SMP Citra Islami Tangerang Tangerang Banten 20 SMP DAAR EL QOLAM Balaraja Tanggerang Tangerang Banten 21 SMP Gunung Jati Kota Tangerang Tangerang Banten 22 SMP Permata Insani islamic School Tangerang Banten 23 SMP Plus Islamic Village Tangerang Banten 24 SMP Pramitha Karawaci Tangerang Banten 25 SMPI Al Azhar Syifa Budi Talaga Bestari Tangerang Banten 26 SMPIT AL FITYAN Tanggerang Tangerang Banten 27 SMPIT PONDOK PESANTREN DARUL HASAN tanggerang Tangerang Banten 28 SMPN 1 Ciledug Tangerang Banten 29 SMPN 1 Tangerang Tangerang Banten 30 SMPN 19 Tangerang Tangerang Banten 31 SMPN 4 TANGERANG Tangerang Banten 32 SMPN 6 Tangerang Tangerang Banten 33 SMPN 9 Tangerang Tangerang Banten 34 SMP Darul Quran Internasional Tangerang Banten 35 Mts.
    [Show full text]
  • The Role of Arabs in the Trade and Economic Life in Society Surakarta
    PROCEEDINGS ICTESS UNISRI 2017 ISSN: 2549-094X Vol 1, Number 1, January 2017 The role of Arabs in the Trade and Economic Life in Society Surakarta Retna Murtiningsih Sebelas Maret University Post Graduate Program of History Education Abstract: The role of the Arab / Encik in the world economy has been felt since decades ago. This is closely related to the identity of an entrepreneur in the field of economy . In addition, the context of socio-cultural and political interactions participate cultivate an Arab identity/ Encik in Surakarta . It thus may be either positive or negative for a particular community. As an example application on ethnic interaction in Surakarta , completes this contextual thinking . Projections for overcoming the task together cover all aspects of the nation's economy between people and government . Keywords : trade , economic activities , market. Arab/Encik, Indigenous , globalization . A. INTRODUCTION live in the archipelago mostly from Said Hamka (1961 ) that the Hadramaut , and some were from Arabs were the pioneers of Islam , they Maskat , the edge of the Persian Gulf , have come to the Malay states in the Yemen , Hijaz , Egypt or from the east VII century AD, or the first year of coast of Africa . They become Islam . Thus , the history of Islam to middlemen , small traders , Indonesia , especially the history of its shopkeepers , market penetration and development is inseparable from the menyediaka goods and services that history of the influx of Arab are not carried immigrants from immigrants in Indonesia . These data Europe , also conducted lend money . also reinforce the notion that Islam in The Arab nomads began to Indonesia is not organized by a State or come en masse to the archipelago in official body of the country .
    [Show full text]
  • Pekerja Migran Indonesia Opini
    Daftar Isi EDISI NO.11/TH.XII/NOVEMBER 2018 39 SELINGAN 78 Profil Taman Makam Pahlawan Agun Gunandjar 10 BERITA UTAMA Pengantar Redaksi ...................................................... 04 Pekerja Migran Indonesia Opini ................................................................................... 06 Persoalan pekerja migran sesungguhnya adalah persoalan Kolom ................................................................................... 08 serius. Banyaknya persoalan yang dihadapi pekerja migran Indonesia menunjukkan ketidakseriusan dan ketidakmampuan Bicara Buku ...................................................................... 38 negara memberikan perlindungan kepada pekerja migran. Aspirasi Masyarakat ..................................................... 47 Debat Majelis ............................................................... 48 Varia MPR ......................................................................... 71 Wawancara ..................................................... 72 Figur .................................................................................... 74 Ragam ................................................................................ 76 Catatan Tepi .................................................................... 82 18 Nasional Press Gathering Wartawan Parlemen: Kita Perlu Demokrasi Ala Indonesia COVER 54 Sosialisasi Zulkifli Hasan : Berpesan Agar Tetap Menjaga Persatuan Edisi No.11/TH.XII/November 2018 Kreatif: Jonni Yasrul - Foto: Istimewa EDISI NO.11/TH.XII/NOVEMBER 2018 3
    [Show full text]
  • Orang-Orang Arab-Indonesia Dalam Arus Pergerakan Nasional Dan Kemerdekaan – Hidayatullah.Com
    11/6/2020 Orang-orang Arab-Indonesia dalam Arus Pergerakan Nasional dan Kemerdekaan – Hidayatullah.com (https://bit.ly/ZakatBMHHidcom) (https://sejutaquran.com/) (/) (https://roumahwakaf.com/campaign/berwakafatasnamaorangtua/) TOPIK PILIHAN # MUNAS V HIDAYATULLAH (/TAG/MUNAS-V-HIDAYATULLAH) # UU CIPTAKER (/TAG/UU-CIPTAKER) # OMNIBUS LAW (/TAG/OMNIBUS-LAW) # PENCAPLOKAN TEPI BARAT (/TAG/PENCAPLOKAN-TEPI-BARAT) (https://donasi.hidayatullah.com) SEJARAH (/KAJIAN/SEJARAH) Orang-orang Arab-Indonesia dalam Arus Pergerakan Nasional dan Kemerdekaan Selasa, 18 Agustus 2020 - 05:08 WIB (http://myedisi.com/hidayatullah) Pan-Islamisme dan juga ide pembaruan Islam, sebagaimana di negeri-negeri Muslim lainnya, kemudian menjadi pendahulu dari munculnya gerakan nasionalisme (https://wa.me/628122000463? text=Bismillah,%20Saya%20ingin%20pesan%20Buku%20Ema (https://hidayatullahstore.com/) pertemuan Jamiat Kheir yang dihadiri tokoh SI. Gambar koleksi pribadi Abdul Mutalib Shahab. Keterangan foto menyebutkan bahwa yg diberi tanda silang adalah Ali Shahab, salah satu pendiri Jamiat Kheir, dan yang disebelah kirinya adalah Tjokroaminoto. Tapi Saya pribadi menduga itu bukan Tjokroaminoto, tapi Hasan Djajadiningrat, tokoh Sarekat Islam lainnya (Koleksi pribadi Abdul Mutalib Shahab) Terkait Kisah para ‘Pelajar Jawa’ di Istanbul (/kajian/sejarah/read/2020/10/30/194736/kisah-para- pelajar-jawa-di-istanbul.html) (https://bit.ly/dompetdakwahmedia) https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2020/08/18/190544/orang-orang-arab-indonesia-dalam-arus-pergerakan-nasional-dan-kemerdekaan…
    [Show full text]
  • DE-ISLAMIZATION in JAVA DURING the DUTCH COLONIAL PERIOD from 1800 to 1942 by FEBRI PRIYOYUDANTO a Dissertation Submitted In
    DE-ISLAMIZATION IN JAVA DURING THE DUTCH COLONIAL PERIOD FROM 1800 TO 1942 BY FEBRI PRIYOYUDANTO A dissertation submitted in fulfilment of requirement for the degree of Master of Human Sciences in History and Civilization Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences International Islamic University Malaysia DECEMBER 2016 ABSTRACT A very long period of Dutch colonialism in Indonesia still has a very significant impact on Indonesia, including Java as a part of Nusantara. Javanese people as the largest population in Indonesia were greatly affected of a de-Islamization process during the Dutch colonial period. This process not only made Javanese people estranged from Islamic values, but also, the culture of Hindu-Buddhism is still seen as a major variable in Javanese culture. Although, the Dutch colonists persuade systematic de-Islamization efforts, Javanese Muslims provided the resistance in many ways to prevent it. This thesis intends to elaborate and analyze the de-Islamization efforts in Java during the Dutch colonial period. The thesis will focus on the Javanese ethnic group on Java Island, Indonesia. This thesis will be useful in understanding the patterns and strategy for de-Islamization which were created by the Dutch during the colonial period. The method of data collection used in this thesis is documentary research. The information was gathered from books, journals, and websites pertaining to the Dutch colonial history of Java will be utilized. In order to enhance comprehension of this thesis, the author will survey Javanese culture, educational and cultural de-Islamization, Islamic revivalism and resistance political de-Islamization in Java during the Dutch colonial period.
    [Show full text]
  • JARINGAN HABAIB DI JAWA ABAD 20 Agus Permana, H
    Al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam Vol. 15 No.2, Desember 2018, hlm. 155-180 ISSN (Cetak) : 0216-5937 JARINGAN HABAIB DI JAWA ABAD 20 Agus Permana, H. Mawardi Ading Kusdiana Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung aguspermana978@ gmail.com, [email protected], [email protected] Abstrak Penelitian ini mempunyai dua tujuan yaitu pertama untuk mengetahui islamisasi di Jawa dan kedua untuk mengetahui peran habaib di Betawi dalam proses islamisasi pada abad ke 70. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan tahapan kerja pengumpulan data (heuristik), verifikasi (kritik), penafsiran (interpretasi) dan penulisan (historiografi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Meski masih memerlukan pembuktian lebih lanjut, periodisasi masuknya orang Arab di Nusantara dapat dibagi pada tiga periode. Periode pertama adalah abad 9- 11 M; periode kedua abad 12-15 dan periode ketiga abad 17-19 M. Pada Abad Ke 20 para habaib ini telah tersebar hamper di seluruh pulau Jawa. Penyebarannya meliputi daerah Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jakarta ada bebrapa habib yang terkenal seperti Habib Kampung Bandan, Habib Jindan, Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bugur dan Habib Usman Bun Yahya. di Jawa Barat ada Al- Habib Alwi bin Muhammad bin Thohiral-Haddad, Habib Syarief Muhammad al-Aydrus dan Al- Habib-Muhammad-Bin-Syekh-Bin-Yahya. Di Jawa Tengah dimulai dari Al-Habib Husein bin Muhammad bin Thohir al-Haddad, dan Habib Luthfi. di Jawa Timur pertama Al-Habib Ja’far bin Syekhan Assegaf, Al-Habib Abdul
    [Show full text]
  • Daftar Inventaris Rekaman Suara Yang Sudah Dialih Mediakan Ke Bentuk Digital Mp3
    DAFTAR INVENTARIS REKAMAN SUARA YANG SUDAH DIALIH MEDIAKAN KE BENTUK DIGITAL MP3 NO TAHUN PENGKISAH FILE 1 1950 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 03 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 04 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 05 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 06 2 1973 Tadashi Maeda Tadashi Maeda (1973) 01 Tadashi Maeda (1973) 02 Tadashi Maeda (1973) 03 3 1974 Abdurrahman Baswedan A-Baswedan (1974) 01 A-Baswedan (1974) 02 A-Baswedan (1974) 03 A-Baswedan (1974) 04 A-Baswedan (1974) 04-05 A-Baswedan (1974) 05-06 A-Baswedan (1974) 05-07 A-Baswedan (1974) 06 L A-Baswedan (1974) 08 A-Baswedan (1974) 09-10 A-Baswedan (1974) 11-12 A-Baswedan (1974) 13-14 A-Baswedan (1974) 15-16 A-Baswedan (1974) 17-18 A-Baswedan (1974) 19-20 A-Baswedan (1974) 21-22 A-Baswedan (1974) 23-24 A-Baswedan (1974) 25-26 A-Baswedan (1974) 27-28 4 Amold Monomutu Amold Monomutu (1974) 01 Amold Monomutu (1974) 02 Amold Monomutu (1974) 03 Amold Monomutu (1974) 04 Amold Monomutu (1974) 05 Amold Monomutu (1974) 06 Amold Monomutu (1974) 07 Amold Monomutu (1974) 08 5 Ibu Abdurrahman Baswedan Ibu Abdurrahman Baswedan (1974) 6 Johanes Leimena DR J Leimena (1974) 01 DR J Leimena (1974) 03 DR J Leimena (1974) 04 DR J Leimena (1974) 06 DR J Leimena (1974) 07 DR J Leimena (1974) 08 7 KRT Sudarisman KRT Sudarisman (1974) 01 KRT Sudarisman (1974) 03 KRT Sudarisman (1974) 04 8 L.N.Palar LN Palar (1974) 01 LN Palar (1974) 02 LN Palar (1974) 03 LN Palar (1974) 04 9 Mohammad Hatta Mohammad Hatta (1974) 01 Mohammad Hatta (1974) 02 Mohammad Hatta (1974) 03 Mohammad Hatta (1974) 04 Mohammad
    [Show full text]
  • Asimilasi Arab Hadrami Dengan Masyarakat Pribumi Di Jamiat Kheir Jakarta
    ASIMILASI ARAB HADRAMI DENGAN MASYARAKAT PRIBUMI DI JAMIAT KHEIR JAKARTA Asshyfa Noer Rahmadianty [email protected] ABSTRAK Arab Hadrami sudah mengunjungi Batavia atau yang saat ini disebut Jakarta sudah dari abad-abad yang lalu. Datangnya masyarakat Hadrami ke Nusantara dan menetap di Batavia tentu menimbulkan beberapa dampak bagi masyarakat Pribumi khususnya di Batavia. Baik dari segi kebudayaan, dan juga pendidikan. Adanya pengaruh budaya dan juga pendidikan dari masyarakat Hadrami tersebut yang menimbulkan terjadinya Asimilasi antar budaya asli Pribumi dan Arab Hadrami. Asimilasi pada masyarakat Arab Hadrami dan Pribumi tentu muncul dari berbagai bidang. Salah satunya seperti pada tema yang akan penulis bahas kali ini yaitu adanya Asimilasi yang terjadi pada bidang pendidikan di salah satu Yayasan Jamiat Kheir yang ada di Jakarta Pusat. Kata kunci : Arab Hadrami, Asimilasi A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki suku dan budaya yang tersebar luas. Indonesia pun terkenal dengan kekayaan alam dan juga dengan rempah-rempahnya yang sangat banyak. Disamping penduduk asli Nusantara tersebut ada juga beberapa negara Imigran yang sempat datang ke Nusantara pada masa itu yaitu Cina, Persia dan Arab. Bangsa Arab yang datang ke Nusantara disebut dengan Arab Hadhrami. Masyarakat Arab sampai saat ini masih banyak ditemui dan bahkan populasinya di Nusantara makin tersebar luas. Komunitas Arab Hadhrami meningkat jumlahnya dimulai pada abad ke-19 dan tentu saja awal mula mereka menetap di Nusantara tidak diragukan lagi alasan utamanya adalah, untuk mencari keuntungan ekonomi bagi orang-orang Arab khususnya komunitas Hadrami yang bermigrasi di Nusantara (Jajat Burhanudin, 2007) . Kehadiran komunitas Hadrami tentu saja berpengaruh bagi kehidupan beragama di Nusantara dan jumlahnya pun semakin hari semakin meningkat.
    [Show full text]
  • Arabs and "Indo-Arabs" in Indonesia: Historical Dynamics, Social Relations and Contemporary Changes
    IJAPS, Vol. 13, No. 2, 45–72, 2017 ARABS AND "INDO-ARABS" IN INDONESIA: HISTORICAL DYNAMICS, SOCIAL RELATIONS AND CONTEMPORARY CHANGES Sumanto Al Qurtuby* Department of General Studies, King Fahd University of Petroleum and Minerals, KFUPM Box 201 Dhahran 31261, Saudi Arabia email: [email protected] Published online: 15 July 2017 To cite this article: Al Qurtuby, S. 2017. Arabs and "Indo-Arabs" in Indonesia: Historical dynamics, social relations and contemporary changes. International Journal of Asia Pacific Studies 13 (2): 45–72, https://doi.org/10.21315/ijaps2017.13.2.3 To link to this article: https://doi.org/10.21315/ijaps2017.13.2.3 ABSTRACT This article outlines the origins, development and historical dynamics of Arabs in Indonesia and discusses responses of Indonesians, particularly Muslims, towards this group. It sketches a variety of Indonesia's Arabs—sadah and non-sadah alike— and their contributions to the shape of Indonesian Islam, Islamic cultures and Muslim politics. It also traces the roots of—and depicts the historical dynamics and changes—social relations and interactions between Arabs and local populations. The relations between Arabs and non-Arabs in the country have always been marked with conflict and tensions on the one hand, and peace and cooperation on the other. Some Muslims in the country "have admired" and built a strong relationship with the Arabs and "Indo-Arabs" while others have denounced them as the destroyers of Indonesia's local traditions, civic pluralism, social stability and interreligious tolerance. This article tries to portray this paradox, discuss factors contributing to the damaging image of Arabs in contemporary Indonesia, and explain the rationales behind it.
    [Show full text]
  • Perjuangan Hamid Algadri Pada Masa Pergerakan Dan Pasca Kemerdekaan (1934-1950)
    PERJUANGAN HAMID ALGADRI PADA MASA PERGERAKAN DAN PASCA KEMERDEKAAN (1934-1950) Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M.Hum) Oleh: Lathifah Maryam NIM: 21140221000001 MAGISTER SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1490 H/2018 M ABSTRAK Lathifah Maryam. Perjuangan Hamid Algadri pada Masa Pergerakan dan Pasca Kemerdekaan (1934-1950) Peranakan Arab merupakan masyarakat yang memiliki darah Arab dan Pribumi Indonesia. Pada masa kolonial Belanda peranakan Arab masuk dalam golongan Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan India-Indonesia. Menurut Van Den Berg, orang orang Arab di Nusantara tidak memiliki kepedulian terhadap perpolitikan di Nusantara selama kepentingan material dan spiritual mereka tidak menjadi taruhan, orang-orang Arab di Nusantara bersikap netral dan membantu kolonial Belanda. Pada masa pergerakan, ditandai dengan munculnya gagasan mengenai Nasionalisme dan organisasi-organisasi pergerakan untuk mewujudkan kemerdekaan di Indonesia, memberikan kesadaran kebangsaan kepada masyarakat Arab dan peranakan untuk sama-sama berjuang melawan kolonial. Hamid Algadri merupakan peranakan Arab yang turut berjuang melawan kolonial Belanda untuk mewujudkan kemerdekaan di Indonesia. Penelitian dengan judul “Perjuangan Hamid Algadri pada Masa Pergerakan dan Pasca Kemerdekaan (1934-1950)” bertujuan untuk, pertama, menganalisis landasan pergerakan kebangsaan Hamid Algadri di Indonesia yang mendorongnya untuk bergerak melawan kolonial. Kedua, adalah menjelaskan tentang Perjuangan Hamid Algadri pada masa pergerakan dan pasca kemerdekaan di Indonesia. Hasil penelitian ini adalah, bahwa Hamid Algadri merupakan peranakan Arab yang memberikan inspirasi dan berhasil menumbuhkan kesadaran kebangsaan dikalangan peranakan Arab untuk menolak penjajahan dan menjunjung tinggi nasionalisme Indonesia baik masa pergerakan maupun pasca kemerdekaan. Kata kunci: Hamid Algadri, perjuangan, pergerakan, pasca kemerdekaan.
    [Show full text]