Pemertahanan Tradisi Pernikahan Pada Keluarga Keturunan Arab Di Condet Jakarta Timur

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Pemertahanan Tradisi Pernikahan Pada Keluarga Keturunan Arab Di Condet Jakarta Timur PEMERTAHANAN TRADISI PERNIKAHAN PADA KELUARGA KETURUNAN ARAB DI CONDET JAKARTA TIMUR Ayu Triyana Mardiani Pembimbing : Dr. Apipudin, M.Hum Program Studi Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia Depok 16424 – Indonesia [email protected] Abstrak Skripsi ini membahas pemertahanan tradisi pernikahan pada keluarga keturunan Arab di Condet Jakarta Timur. Skripsi ini membahas perbedaan dan persamaan tradisi pernikahan pada keluarga keturunan Arab dahulu dan sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yaitu melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pernikahan keturunan Arab di Condet mengacu pada ajaran dan tradisi Islam, juga salah satu bentuk dari asimilasi terhadap kebudayaan sekitar. Tradisi pernikahan yang dipertahankan yaitu perjodohan, malam pacar, akad nikah, resepsi pernikahan, dan ngunduh mantu. Hanya waktu, tempat dan prosesi pelaksanaannya saja yang membedakannya antara dahulu dan sekarang. Kata Kunci: Akad Nikah, Asimilasi, Budaya, Condet, Islam, Malam Pacar, Ngunduh Mantu, Tradisi, Perjodohan, Resepsi Pernikahan Retention Wedding Traditions in The Arab Descent Family in Condet East Jakarta Abstrack This focus of this study is discusses retention wedding traditions in Arab families in Condet East Jakarta. This study is discusses the differences and similarities of the wedding on the family tradition of Arab descent past and present. This study used qualitative methods through interviews and observation. The results show that the marriage of Arab descent in Condet refers to the teachings and traditions of Islam, is also a form of assimilation to the surrounding culture. Tradition maintained that marriage matchmaking, malam pacar, ceremony, wedding reception, and ngunduh mantu. Only time, any place and procession implementation distinguishes between past and present. Keywords: Assimilation, Ceremony, Culture, Condet, Islam, Malam Pacar, Marriage Matchmaking, Ngunduh Mantu, Tradition, Wedding Reception Pemertahanan tradisi…, Ayu Triyana Mardiani, FIB UI, 2013 Pendahuluan Pernikahan merupakan pengikatan janji nikah antara dua orang yang dilakukan secara hukum agama, hukum negara, maupun hukum adat. Pernikahan dilangsungkan dengan melakukan rangkaian upacara berdasarkan adat- istiadat yang berlaku di suatu wilayah. Upacara pernikahan itu sendiri memiliki berbagai variasi dan ragam adat yang terdapat di setiap bangsa dan biasanya disesuaikan dengan agama, budaya, maupun kelas sosial. Tujuan diadakannya upacara tersebut tidak lain adalah untuk mengenang peristiwa penting dalam kehidupan seseorang sehingga dirasa perlu disakralkan. Upacara pernikahan di Indonesia dilakukan dengan dua cara yaitu secara tradisional dan modern. Ada kalanya pengantin menggunakan kedua cara tersebut yang dilaksanakan dalam acara yang terpisah. Upacara tradisional merupakan upacara yang dilakukan menurut aturan-aturan adat setempat, sedangkan upacara modern dilakukan dengan mengikuti aturan-aturan dari luar negeri.1 Di Indonesia terdapat bermacam-macam etnik, yaitu etnik yang berasal dari dalam Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia. Masing-masing etnik tersebut memiliki tradisi pernikahan sendiri. Berbagai tradisi pernikahan yang dimiliki oleh etnik-etnik yang ada di Indonesia merupakan suatu bentuk budaya setempat yang diturunkan secara turun-temurun. Tradisi tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh budaya etnik setempat. Sehingga, walaupun mempunyai beragam tradisi, namun, pada dasarnya tradisi pernikahan yang mereka lakukan adalah sama. Perbedaannya hanya terdapat pada istilah, waktu, dan tata cara pelaksanaannya. Begitu juga berlaku pada tradisi pernikahan etnik yang berasal dari luar Indonesia. Mereka saling menyesuaikan dengan tradisi asli mereka dan tradisi dari etnik lain. Bangsa Arab, misalnya, sejak zaman dahulu telah banyak melakukan perdagangan di Indonesia. Selain berdagang, mereka juga menyebarkan agama Islam melalui perkawinan dengan penduduk setempat. Akhirnya, lahirlah etnik Arab-Indonesia. Tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi pun mengalami beberapa perubahan yang disesuaikan dengan budaya tempat tinggal mereka. Masyarakat Arab yang terbentuk di kampung-kampung Arab mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik, dan kultur. Kemudian berlanjut dan mengalami perubahan kelompok, komunitas, dan organisasinya sehingga terjadi interaksi dalam rangka adaptasi (penyesuaian). Perubahan seperti ini dipahami sebagai bentuk akulturasi (asimilasi kultural).2 Akulturasi yang sudah terjadi berabad-abad yang lalu membuat mereka sudah dianggap sebagai orang pribumi. Di kawasan DKI Jakarta dari zaman kolonial sampai sekarang terdapat berbagai macam etnik walaupun jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah pribumi di Jakarta. Salah satu di antaranya adalah etnik Arab. Kemudian etnik tersebut bermukim di daerah tersendiri atau di kampung-kampung yang ada di pinggiran. Biasanya mereka menetap di wilayah tersebut disesuaikan dengan pekerjaan dan status sosial ekonomi mereka.3 Condet merupakan salah satu kawasan perkampungan Arab terbesar di Jakarta selain Pekojan, Krukut, dan Tanah Abang. Condet memiliki tiga kelurahan yaitu Balekambang, Batu Ampar, dan Kampung Tengah. Komunitas etnik Arab mulai berdatangan ke Condet sejak tahun 1970-an. Dahulu Condet merupakan tempat pemukiman etnik Betawi. Bahkan Condet sempat dijadikan sebagai Cagar Budaya Betawi oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1976. Dikarenakan mayoritas etnik Betawi di Condet beragama Islam, orang keturunan Arab mudah berinteraksi dan melakukan kegiatan sosial ekonomi di wilayah tersebut. Selain itu, beberapa tradisi mereka berhubungan erat dengan agama Islam sehingga memudahkan mereka dalam berinteraksi seperti tradisi maulid dan haul. Di komunitas etnik Arab Condet terdapat beberapa tradisi atau kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kekhasan tradisi ini ditandai oleh manifestasi agama Islam dalam kehidupan kesehariannya. Misalnya, dalam melakukan kegiatan perdagangan, mereka umumnya lebih berorientasi pada peralatan ibadah agama Islam; komunikasi di antara mereka masih menggunakan bahasa Arab; serta kesenian mereka cenderung bernafaskan Islam seperti seni menulis kaligrafi, nasyid, dan seni baca Al-Qur’an. Selain itu di dalam pernikahan orang keturunan Arab juga terdapat tradisi tersendiri. Di dalam perkawinan inilah muncul tradisi khas dari komunitas etnik Arab Condet yang telah berasimilasi dengan etnik lain di wilayah tempat tinggal mereka. 1 Alo Liliweri, Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, Jakarta: Lkis, 2007, hlm. 23. 2 Akulturasi adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh terjadinya kontak antara kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas. (Deddy Mulyana, Jalaluddin Rahmat, Komunikasi Antar Budaya (Panduan Berkomunikasi dengan Orang-orang Berbeda Budaya), Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 158-163) 3 Lance Castles, Profil Etnik Jakarta, Depok: Masup Jakarta, 2007, hlm. 76. Pemertahanan tradisi…, Ayu Triyana Mardiani, FIB UI, 2013 Di kawasan DKI Jakarta dari zaman kolonial sampai sekarang terdapat berbagai macam etnik walaupun jumlahnya sedikit dibandingkan dengan jumlah pribumi di Jakarta. Salah satu di antaranya adalah etnik Arab. Kemudian etnik tersebut bermukim di daerah tersendiri atau di kampung-kampung yang ada di pinggiran. Biasanya mereka menetap di wilayah tersebut disesuaikan dengan pekerjaan dan status sosial ekonomi mereka.4 Condet merupakan salah satu kawasan perkampungan Arab terbesar di Jakarta selain Pekojan, Krukut, dan Tanah Abang. Condet memiliki tiga kelurahan yaitu Balekambang, Batu Ampar, dan Kampung Tengah. Komunitas etnik Arab mulai berdatangan ke Condet sejak tahun 1970-an. Dahulu Condet merupakan tempat pemukiman etnik Betawi. Bahkan Condet sempat dijadikan sebagai Cagar Budaya Betawi oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1976. Dikarenakan mayoritas etnik Betawi di Condet beragama Islam, orang keturunan Arab mudah berinteraksi dan melakukan kegiatan sosial ekonomi di wilayah tersebut. Selain itu, beberapa tradisi mereka berhubungan erat dengan agama Islam sehingga memudahkan mereka dalam berinteraksi seperti tradisi maulid dan haul. Di komunitas etnik Arab Condet terdapat beberapa tradisi atau kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kekhasan tradisi ini ditandai oleh manifestasi agama Islam dalam kehidupan kesehariannya. Misalnya, dalam melakukan kegiatan perdagangan, mereka umumnya lebih berorientasi pada peralatan ibadah agama Islam; komunikasi di antara mereka masih menggunakan bahasa Arab; serta kesenian mereka cenderung bernafaskan Islam seperti seni menulis kaligrafi, nasyid, dan seni baca Al-Qur’an. Selain itu di dalam pernikahan orang keturunan Arab juga terdapat tradisi tersendiri. Di dalam perkawinan inilah muncul tradisi khas dari komunitas etnik Arab Condet yang telah berasimilasi dengan etnik lain di wilayah tempat tinggal mereka. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas rumusan masalah yang akan peneliti bahas adalah bagaimana prosesi tradisi pernikahan masyarakat Arab di Condet dahulu dan sekarang dan apa perbedaan prosesi tradisi pernikahan masyarakat Arab di Condet dahulu dan sekarang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tradisi pernikahan etnik keturunan Arab di Condet yang masih dipertahankan dan mengetahui perbedaan tradisi pernikahan etnik keturunan Arab di Condet dahulu dan sekarang. Tinjauan
Recommended publications
  • Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta CERAMAH
    Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta CERAMAH UMUM PELATIHAN INTERNALISASI KEISTIMEWAAN DIY TAHUN 2019 Yogyakarta, 23 Agustus 2019 ------------------------------------------------------------------ Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Damai Sejahtera Bagi Kita Semua, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan Yang Kami hormati: Kepala Bandiklat DIY; Peserta Pelatihan Internalisasi Keistimewaan; Tamu Undangan dan Hadirin sekalian. 1 “ARUMING PRAJA LUHUR ING PANGABEKTI” Kemulyaan negara dapat dicapai dengan dukungan, kerja keras dan darma bakti aparatnya. Candrasengkala Aruming Praja Luhur ing Pangabekti menjadi simbol bahwa tahun 2019 dapat dijadikan momentum membangun Keistimewaan Yogyakarta Tiada terasa, sewindu sudah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY (UUK) disahkan. Banyak dinamika dalam upaya mewarnai dan memberdayakan UUK agar implementasinya dapat dirasakan dan bermanfaat bagi masyarakat serta komunitas-komunitas yang ada di dalamnya. UUK meneguhkan bahwa Yogyakarta istimewa karena budaya. Urat nadi dan syaraf pemerintahan haruslah mencerminkan budaya, khususnya budaya yang lahir, berkembang dan bersemi di masyarakat DIY. 2 Hakekat budaya adalah hasil cipta, karsa dan rasa, yang diyakini masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan bermanfaat. Demikian pula budaya Jawa, yang diyakini oleh masyarakat DIY sebagai salah satu acuan dalam hidup bermasyarakat, baik ke dalam maupun ke luar. Ini berarti bahwa budaya tersebut bertujuan untuk mewujudkan masyarakat gemah ripah loh jinawi, ayom, ayem, tata,
    [Show full text]
  • The Role of Arabs in the Trade and Economic Life in Society Surakarta
    PROCEEDINGS ICTESS UNISRI 2017 ISSN: 2549-094X Vol 1, Number 1, January 2017 The role of Arabs in the Trade and Economic Life in Society Surakarta Retna Murtiningsih Sebelas Maret University Post Graduate Program of History Education Abstract: The role of the Arab / Encik in the world economy has been felt since decades ago. This is closely related to the identity of an entrepreneur in the field of economy . In addition, the context of socio-cultural and political interactions participate cultivate an Arab identity/ Encik in Surakarta . It thus may be either positive or negative for a particular community. As an example application on ethnic interaction in Surakarta , completes this contextual thinking . Projections for overcoming the task together cover all aspects of the nation's economy between people and government . Keywords : trade , economic activities , market. Arab/Encik, Indigenous , globalization . A. INTRODUCTION live in the archipelago mostly from Said Hamka (1961 ) that the Hadramaut , and some were from Arabs were the pioneers of Islam , they Maskat , the edge of the Persian Gulf , have come to the Malay states in the Yemen , Hijaz , Egypt or from the east VII century AD, or the first year of coast of Africa . They become Islam . Thus , the history of Islam to middlemen , small traders , Indonesia , especially the history of its shopkeepers , market penetration and development is inseparable from the menyediaka goods and services that history of the influx of Arab are not carried immigrants from immigrants in Indonesia . These data Europe , also conducted lend money . also reinforce the notion that Islam in The Arab nomads began to Indonesia is not organized by a State or come en masse to the archipelago in official body of the country .
    [Show full text]
  • Pekerja Migran Indonesia Opini
    Daftar Isi EDISI NO.11/TH.XII/NOVEMBER 2018 39 SELINGAN 78 Profil Taman Makam Pahlawan Agun Gunandjar 10 BERITA UTAMA Pengantar Redaksi ...................................................... 04 Pekerja Migran Indonesia Opini ................................................................................... 06 Persoalan pekerja migran sesungguhnya adalah persoalan Kolom ................................................................................... 08 serius. Banyaknya persoalan yang dihadapi pekerja migran Indonesia menunjukkan ketidakseriusan dan ketidakmampuan Bicara Buku ...................................................................... 38 negara memberikan perlindungan kepada pekerja migran. Aspirasi Masyarakat ..................................................... 47 Debat Majelis ............................................................... 48 Varia MPR ......................................................................... 71 Wawancara ..................................................... 72 Figur .................................................................................... 74 Ragam ................................................................................ 76 Catatan Tepi .................................................................... 82 18 Nasional Press Gathering Wartawan Parlemen: Kita Perlu Demokrasi Ala Indonesia COVER 54 Sosialisasi Zulkifli Hasan : Berpesan Agar Tetap Menjaga Persatuan Edisi No.11/TH.XII/November 2018 Kreatif: Jonni Yasrul - Foto: Istimewa EDISI NO.11/TH.XII/NOVEMBER 2018 3
    [Show full text]
  • Daftar Inventaris Rekaman Suara Yang Sudah Dialih Mediakan Ke Bentuk Digital Mp3
    DAFTAR INVENTARIS REKAMAN SUARA YANG SUDAH DIALIH MEDIAKAN KE BENTUK DIGITAL MP3 NO TAHUN PENGKISAH FILE 1 1950 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 03 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 04 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 05 Maria Ulfah Ibu Maria Ulfah (1950) 06 2 1973 Tadashi Maeda Tadashi Maeda (1973) 01 Tadashi Maeda (1973) 02 Tadashi Maeda (1973) 03 3 1974 Abdurrahman Baswedan A-Baswedan (1974) 01 A-Baswedan (1974) 02 A-Baswedan (1974) 03 A-Baswedan (1974) 04 A-Baswedan (1974) 04-05 A-Baswedan (1974) 05-06 A-Baswedan (1974) 05-07 A-Baswedan (1974) 06 L A-Baswedan (1974) 08 A-Baswedan (1974) 09-10 A-Baswedan (1974) 11-12 A-Baswedan (1974) 13-14 A-Baswedan (1974) 15-16 A-Baswedan (1974) 17-18 A-Baswedan (1974) 19-20 A-Baswedan (1974) 21-22 A-Baswedan (1974) 23-24 A-Baswedan (1974) 25-26 A-Baswedan (1974) 27-28 4 Amold Monomutu Amold Monomutu (1974) 01 Amold Monomutu (1974) 02 Amold Monomutu (1974) 03 Amold Monomutu (1974) 04 Amold Monomutu (1974) 05 Amold Monomutu (1974) 06 Amold Monomutu (1974) 07 Amold Monomutu (1974) 08 5 Ibu Abdurrahman Baswedan Ibu Abdurrahman Baswedan (1974) 6 Johanes Leimena DR J Leimena (1974) 01 DR J Leimena (1974) 03 DR J Leimena (1974) 04 DR J Leimena (1974) 06 DR J Leimena (1974) 07 DR J Leimena (1974) 08 7 KRT Sudarisman KRT Sudarisman (1974) 01 KRT Sudarisman (1974) 03 KRT Sudarisman (1974) 04 8 L.N.Palar LN Palar (1974) 01 LN Palar (1974) 02 LN Palar (1974) 03 LN Palar (1974) 04 9 Mohammad Hatta Mohammad Hatta (1974) 01 Mohammad Hatta (1974) 02 Mohammad Hatta (1974) 03 Mohammad Hatta (1974) 04 Mohammad
    [Show full text]
  • Arabs and "Indo-Arabs" in Indonesia: Historical Dynamics, Social Relations and Contemporary Changes
    IJAPS, Vol. 13, No. 2, 45–72, 2017 ARABS AND "INDO-ARABS" IN INDONESIA: HISTORICAL DYNAMICS, SOCIAL RELATIONS AND CONTEMPORARY CHANGES Sumanto Al Qurtuby* Department of General Studies, King Fahd University of Petroleum and Minerals, KFUPM Box 201 Dhahran 31261, Saudi Arabia email: [email protected] Published online: 15 July 2017 To cite this article: Al Qurtuby, S. 2017. Arabs and "Indo-Arabs" in Indonesia: Historical dynamics, social relations and contemporary changes. International Journal of Asia Pacific Studies 13 (2): 45–72, https://doi.org/10.21315/ijaps2017.13.2.3 To link to this article: https://doi.org/10.21315/ijaps2017.13.2.3 ABSTRACT This article outlines the origins, development and historical dynamics of Arabs in Indonesia and discusses responses of Indonesians, particularly Muslims, towards this group. It sketches a variety of Indonesia's Arabs—sadah and non-sadah alike— and their contributions to the shape of Indonesian Islam, Islamic cultures and Muslim politics. It also traces the roots of—and depicts the historical dynamics and changes—social relations and interactions between Arabs and local populations. The relations between Arabs and non-Arabs in the country have always been marked with conflict and tensions on the one hand, and peace and cooperation on the other. Some Muslims in the country "have admired" and built a strong relationship with the Arabs and "Indo-Arabs" while others have denounced them as the destroyers of Indonesia's local traditions, civic pluralism, social stability and interreligious tolerance. This article tries to portray this paradox, discuss factors contributing to the damaging image of Arabs in contemporary Indonesia, and explain the rationales behind it.
    [Show full text]
  • Bab Iv Dialog Antara Soekarno Dengan Tokoh Islam Di
    BAB IV DIALOG ANTARA SOEKARNO DENGAN TOKOH ISLAM DI INDONESIA MENGENAI PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG ISLAM DI INDONESIA A. Soekarno Vs Ahmad Hassan Soekarno dan Ahmad Hassan merupakan dua orang yang memiliki hubungan murid dan guru serta teman yang sangat dekat. Berawal dari pertemuan mereka di Bandung yaitu ketika keduanya sama-sama bertemu di percetakan Drukerij Economy milik orang Cina. Ketika itu, Soekarnosedangmencetaksuratkabar propaganda politiknya dengan judul FikiranRakjat. Sementara itu, Ahmad Hassan seorang tokoh Persatuan Islam (PERSIS) sedang mencetakmajalah-majalahdanbuku-buku yang iacetak di sana. Dalam setiap pertemuan tersebut, antara keduanya sering terjadi dialog berbagai masalah mulai dari politik hingga agama. Dari percakapan ini, ada sebuah kesan bahwa Soekarno yang tadinya tidak banyak mengerti masalah agama Islam, kini dari percakapan itu Soekarno pemikirannya menjadi luas. Dalam keadaan inilah Ahmad Hassan melihat Soekarno tak ubahnya sebagai Mustafa Kamal yang menjadikan Turki sebagai negara sekuler dan menyia- nyiakan agama yang diyakini oleh penduduknya. Oleh karena itu, Ahmad Hassan dan muridnya yang bernama Moh. Mohammad Natsir dalam majalah pembela Islam yang berisi penuh tentang pembelaan terhadap ajaran agama Islam dan kritikan terjadap golongan nasionalis sekuler yang meremehkan digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 64 ajaran Islam. Akan tetapi keadaan ini tidak membuat hubungan Soekarno dan Ahmad Hassan tidak pernah renggang. Kemudian percakapan atau Soekarno dan Ahmad Hassan ini berlanjut pada saat Soekarno di asingkan di Ende dan ia selalu mengadakan surat menyurat dengan Ahmad Hassan. Surat-surat tersebut diberi nama surat-surat Islam dari Ende.
    [Show full text]
  • Skripsi Dwi Joko Santoso
    PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PEMIMPIN ISLAM DALAM PILKADA DKI JAKARTA PERIODE 2017-2022. SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Fakultas Psikologi Dan Ilmu Social Budaya Univeritas Islam Indonesia Oleh: DWI JOKO SANTOSO 13321125 PROGRAM ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNVERSITAS ISLAM INDONESIA 2020 Skripsi Persepsi Mahasiswa Terhadap Pemimpin Islam Di Pilkada Dki Jakarta Periode 2017-2022 Dalam Video Debat. Disusun oleh: DWI JOKO SANTOSO 13321125 Telah disetujui dosen pembimbing skripsi untuk diujikan dan dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi. Tanggal: 1 April 2020 Dosen Pembimbing Skripsi, Ida Nurani Dewi K.N, S.Ikom.,M.A. NIDN 0523098701 Skripsi PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP PEMIMPIN ISLAM DI PILKADA DKI JAKARTA PERIODE 2017-2022 DALAM VIDEO DEBAT. Disusun oleh DWI JOKO SANTOSO 13321125 Telah dipertahankan dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Tanggal : 16 Mei 2020 Dewan Penguji: 1. Holy Rafika Dhona, S.Ikom., M.A NIDN 0512048302 (……………………………….) 2. Ida Nurani Dewi K.N, S.Ikom.,M.A. NIDN 0523098701 (……………………………….) Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Puji Hariyanti, S.Sos.,M.I.Kom NIDN 0529098201 HALAMAN PERSEMBAHAN Segala puji dan syukur pada Zat yang Maha Kuasa Allah Subhanahu wa taala Atas segala rahmat, hidayah, nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat dan salam selalu mengiringi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat dan para kerabat lainnya. Skripsi ini penulis persembahkan kepada Bapak dan Ibu tercinta Bapak Suwoto dan Ibu Lasini Atas cinta dan kasih sayang, dukungan, baik materi maupun moril dalam bentuk apapun.
    [Show full text]
  • Ethnic Minority Politics in Jakarta's Gubernatorial Election
    ISSUE: 2017 No. 39 ISSN 2335-6677 RESEARCHERS AT ISEAS – YUSOF ISHAK INSTITUTE ANALYSE CURRENT EVENTS Singapore | 9 June 2017 Ethnic Minority Politics in Jakarta’s Gubernatorial Election Ahmad Najib Burhani* EXECUTIVE SUMMARY Both candidates in the run-off election for the Jakarta governorship were members of economically successful ethnic minorities. Anies Baswedan’s Arabic ancestry aided him in this election. Incumbent governor Ahok’s Chinese minority status was clearly detrimental. The rise of identity politics challenges democratic Indonesia’s efforts to manage its ethnic and religious diversity. Arabic ancestry may prove detrimental for political candidates in upcoming elections, particularly against pribumi candidates. * Ahmad Najib Burhani is Visiting Fellow at ISEAS – Yusof Ishak Institute. He wishes to thank Andrew Michael Carruthers and Hui Yew-Foong for their comments and suggestions on this article. 1 ISSUE: 2017 No. 39 ISSN 2335-6677 INTRODUCTION After a heated contest for Jakarta’s governorship, the KPU announced that Anies Rasyid Baswedan, an Indonesian of Hadhrami origin, had won the election. He is not the first Indonesian of Arab descent to be elected governor or appointed into high political office in Indonesia. Fadel Muhammad, also an ethnic Arab and a leader of Al-Khairat (an old Arab organization) in Palu, is the current governor of Gorontalo. Said Assegaf is the present governor of Maluku province. During the New Order, Ali Alatas maintained a high profile in the Indonesian government, serving as a long-time Minister of Foreign Affairs. Marie Muhammad, Fuad Bawazier, Saleh Afif, Alwi Shihab, Muhammad Quraish Shihab, Said Agil Husein Al-Munawwar, Salim Segal Al-Jufri, and Nabiel Makariem are also notable names and former ministers of Hadhrami descent.
    [Show full text]
  • The Grand Old
    The Grand Old Man written by Harakatuna Film Moonrise Over Egypt yang baru-baru ini tayang di bioskop tanah air hasil garapan rumah produksi TVS Films dan Indovasi menghadirkan suatu karya sinematografi yang selain menjadi tontonan yang menghibur juga sarat dengan rahasia sejarah yang menegangkan sekaligus inspiratif dari tokoh perjuangan Haji Agus Salim. Digarap oleh tim pekerja film yang sangat berpengalaman terlibat dalam proyek film Indonesia papan atas, seperti tim produksi dari sineas sekelas Garin Nugroho, Rizal Mantovani, Hanung Bramantyo, Jose Purnomo dan lainnya. Film ini mengangkat sejarah perjuangan kemerdekaan sebagai tema utamanya. Namun, berbeda dari film kemerdekaan Indonesia lainnya, film ini memberikan pandangan atau perspektif yang berbeda karena kemerdekaan Indonesia juga diraih melalui meja-meja diplomasi. Peristiwa penting dalam sejarah Indonesia tentang perjuangan untuk mendapatkan pengakuan de jure sangat jarang terekspos. Kurangnya literasi sejarah yang menceritakan babak ini ternyata menyembunyikan suatu dramaturgi menegangkan yang sarat dengan kisah spionase dan intrik politik. Film ini mengungkap peristiwa tersebut dengan gamblang, berdasarkan suatu riset sejarah yang mendalam oleh para periset sejarah. Dengan idealisme dan ketrampilan yang terlatih, film ini diproduksi untuk memperkaya khasanah perfilman tanah air dengan suatu tayangan bermutu dan berkualitas. Tim produksi yang memiliki dedekasi tinggi terhadap perkembangan industri film tanah air, serta membawa terobosan-terobosan terbaru dalam pembuatan film bergenre suspense sejarah. Film Moonrise Over Egypt ini mungkin film pertama yang mengangkat tema mengenai diplomasi untuk memperjuangkan kemerdekaan RI. Hasil karya rumah produksi PT Tiga Visi Selaras (TVS) Film ini mengangkat kisah empat tokoh, yaitu Haji Agus Salim (Wakil Menteri Luar Negeri RI) yang menjadi pemimpin delegasi, Abdurrahman Baswedan (Wakil Menteri Penerangan), Mohammad Rasjidi (Sekjen Departemen Agama), serta Nazir Datuk Sutan Pamuntjak (Pejabat Departemen Luar Negeri).
    [Show full text]
  • University of Groningen the Hadrami Arabs of Ambon Istiqomah, I
    University of Groningen The Hadrami Arabs of Ambon Istiqomah, I. DOI: 10.33612/diss.108467449 IMPORTANT NOTE: You are advised to consult the publisher's version (publisher's PDF) if you wish to cite from it. Please check the document version below. Document Version Publisher's PDF, also known as Version of record Publication date: 2020 Link to publication in University of Groningen/UMCG research database Citation for published version (APA): Istiqomah, I. (2020). The Hadrami Arabs of Ambon: an Ethnographic Study of Diasporic Identity Construction in Everyday Life Practices. University of Groningen. https://doi.org/10.33612/diss.108467449 Copyright Other than for strictly personal use, it is not permitted to download or to forward/distribute the text or part of it without the consent of the author(s) and/or copyright holder(s), unless the work is under an open content license (like Creative Commons). The publication may also be distributed here under the terms of Article 25fa of the Dutch Copyright Act, indicated by the “Taverne” license. More information can be found on the University of Groningen website: https://www.rug.nl/library/open-access/self-archiving-pure/taverne- amendment. Take-down policy If you believe that this document breaches copyright please contact us providing details, and we will remove access to the work immediately and investigate your claim. Downloaded from the University of Groningen/UMCG research database (Pure): http://www.rug.nl/research/portal. For technical reasons the number of authors shown on this cover page is limited to 10 maximum. Download date: 09-10-2021 The Hadrami Arabs of Ambon © Istiqomah, 2019 ISBN: 978-94-034-2275-6 (print) ISBN: 978-94-034-2276-3 (e-book) Cover layout: Liviawaty Hendranata Cover photo: Indonesian pilgrims of Hadrami and non-Hadrami origin praying next to the wooden covered grave of a saint in the Region of Hadramaut in Yemen.
    [Show full text]
  • 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
    BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia, awal abad ke-20 adalah periode yang sering dikenal dengan zaman “pergerakan nasional”. Pada masa ini muncul berbagai organisasi perjuangan, baik bersifat sosial maupun politik yang dapat dikategorikan modern, misalnya, Budi Utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Indische Partij, Jamiat Khair, Al-Irsyad, dan Nahdatul Ulama. 1 Deliar Noer menyebut awal abad ke-20 sebagai masa “gerakan modern Islam”, yang ditandai dengan munculnya Sarekat Islam, organisasi masyarakat Arab (Jamiat Khair dan Al-Irsyad), Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam.2 Tampak bahwa kemunculan Al-Irsyad adalah bagian dari gerakan Islam modern. Terkait dengan hal ini, Natalie menyebut kemunculan Al-Irsyad adalah bagian dari sejarah kebangkitan kaum Hadrami (nahdah al- Hadramiyyah) di Indonesia. Nahdah dapat berarti kemajuan, pintu masuk menuju dunia modern melalui adopsi atas ide-ide dan institusi. Nahdah dapat pula berarti “kebangkitan” orang-orang Hadrami dalam sebuah perasaan identitas baru yang mungkin paling tepat dideskripsikan sebagai patriotisme teritorial.3 Gerakan Al-Irsyad, yang dapat diartikan dengan perkumpulan Arab untuk reformasi dan Hidayah, dalam konteks ini berusaha menunjukkan bahwa mereka dapat terlihat modern tanpa menghilangkan identitas Hadraminya.4 Namun, secara historis, sebenarnya ada peristiwa yang melatarbelakangi mengapa Al-Irsyad ini berdiri. Secara pasti, dengan adanya beberapa peristiwa 1 Lihat Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional dari Budhi Utomo sampai Proklamasi, 1908-1945, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). Lihat pula Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme sampai Nasionalisme, Jilid 2, (Jakarta: Gramedia, 1999). 2 Lihat Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia, 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1990). 3 Natalie Mobini-Kesheh, The Hadrami Awakening: Community and Identity in the Netherlands East Indies, 1900-1942, (Ithaca, New Tork: Southeast Asia Program Publication, 1999), hlm.
    [Show full text]
  • Ethnicity, Race Modernity and Citizenship in Early Indonesian Thought
    Asian Ethnicity (2005) 6 (3): 145-160. DOI: 10.1080/14631360500226556 Constructing the Nation: Ethnicity, Race Modernity and Citizenship in Early Indonesian Thought R.E. ELSON School of History, Philosophy, Religion, and Classics, The University of Queensland Abstract This article examines the ways in which some early twentieth-century Indonesian thinkers conceptualised the state they had so recently imagined, and particularly how they attacked the vast problem of accommodating ethnic difference within the framework of that new state. Notwithstanding the highly promising beginnings of Indonesian self-appreciation in the early twentieth century and an extraordinarily successful cooptation and, as necessary, subjugation of local and regional expressions of ethnicity to the notion of a united Indonesia, there developed at the same time the new and strange concept of an ‘Indonesian race’. That concept represented a regressive reluctance to dispense completely with pre-modern notions of culture and belonging, and created a damaging feature of the understanding of Indonesian citizenship that endures to this day. Keywords: Indonesia, nationalism, nation, ethnicity, modernity, citizenship David Joel Steinberg once described the Philippines as ‘a singular and a plural place’.1 No matter how apposite his description, on the scales of singularity and plurality Indonesia must be accorded a higher rank than its near neighbour. Indonesia is a place of startling geographical diversity, its 18,000 islands spilling across vast seas from east to west. No less arresting is its ethnic and religious diversity. It was a daunting task to try to weld this difference into a single, united and purposeful state. Thus far, the attempt has been an astounding success, but one dogged by continuing contention about the nature of the new state, the principles upon which it should be based, and the nature of its citizenship.
    [Show full text]