Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur

KAWISTARA VOLUME 1 No. 1, 21 April 2011 Halaman 1-102

PERTUMBUHAN MEGAURBAN KEDUNGSEPUR

Saratri Wilonoyudho Fakultas Teknik Universitas Negeri Email: [email protected].

ABSTRACT

Over the last 20 years many urban areas have experienced dramatic growth, as a result of rapid population increase and the trans formation of the world economy because of a combination of rapid technological and political change. In the case of Kedungsepur, the area has seen more than twofold growth. Migrants come to the inner zones from both the area's core and elsewhere in the country. Net migration, in many case, contributes as much as two thirds of the population growth in these zones, whereas in the city cores, net migration contributes little to growth. A comprehensive model suggests that urbanization in Kedungsepur is influenced by structural and social demographic factors. Thus, the bal- ance between managing urban discharges to the environment and enhancing environmental resource capacity is the key determinant of sustainability.

Keywords: economic growth, population growth, urbanization, megaurban.

ABSTRAK

Lebih dari 20 tahun banyak kawasan urban yang mengalami pertumbuhan dramatis sebagai hasil dari pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan transformasi ekonomi dunia akibat kombinasi dari perubahan teknologi dan politik. Dalam kasus di Kedungsepur, kawasan dalam didatangi para migran yang datang dari kawasan inti maupun dari pelosok negeri. Migrasi netto dalam banyak kasus memberi kontribusi bagi pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut, sedangkan di kawasan inti migrasi netto kecil kontribusinya. Model yang komprehensif disarankan karena pertumbuhan megaurban Kedung- sepur dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi yang bersifat struktural dan sosial. Oleh karenanya kese- imbangan antara pelaksanaan manajemen lingkungan perkotaan dengan peningkatan kapasitas sum- berdaya lingkungan merupakan kunci utama bagai keberlanjutan di kawasan ini. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, megaurban.

79 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

PENGANTAR tersebut tidak terjadi di kota-kota besar (me- Tulisan ini dilatarbelakangi oleh feno- gacity) sebagaimana selama ini diperkirakan mena pesatnya pertumbuhan megaurban di orang, namun justru tumbuh di kota-kota kawasan ASEAN yang mengalami pertum- kecil dan menengah (dengan penduduk ku- buhan penduduk perkotaan yang luar biasa rang dari 500.000 jiwa) yang terdapat di cepatnya dalam enam dekade terakhir ini. negara-negara berkembang (Bremner, 2005). Pertumbuhan dan dinamika penduduk se- Hanya yang menjadi masalah, pertumbuhan perti ini terkait dengan pesatnya pertum- penduduk di perkotaan tersebut tidak diba- buhan ekonomi di kawasan tersebut, yang rengi dengan peningkatan pelayanan, se- cenderung membentuk sebuah formasi yang hingga di masa depan pertumbuhan kota- berbentuk “Extended Metropolitan Region” kota membutuhkan perencanaan yang lebih (EMR) yang dicirikan oleh pertumbuhan di baik, terutama dalam mengantisipasi keda- kota-kota inti yang meluber ke kawasan peri- tangan kaum migran yang banyak men- peri di sekitarnya (Firman, 2003, McGee, diami kampung-kampung kumuh dan liar. 1971 dan 1991). Dalam sebuah studinya, Hal lain yang menarik adalah temuan Firman (2003) juga menemukan bahwa dari Brown (2002) yang mengkaji pertum- kabupaten-kabupaten yang memiliki basis buhan ekonomi Hongaria pasca-peralihan industri, mengalami pertumbuhan pen- dari sistem sosialisme ke kapitalisme. Sistem duduk urban yang lebih cepat. Pertum- kapitalisme ternyata menghasilkan ketidak- buhan ini dapat dilihat kabupaten-kabupa- adilan. Ini terbukti oleh adanya pergerakan ten yang terletak di pantai Utara Jawa yang penduduk dari perdesaan yang jauh dari membentang dari hingga Semarang kota. Dinamika penduduk yang terjadi di melalui Cirebon. daerah perdesaan ini menunjukkan adanya Studi tentang formasi EMR dan hubung- ketidakadilan dalam pembangunan eko- an desa-kota di Jawa juga dilakukan oleh nomi. Daerah perdesaan pada tahun 1990- Jones (2001), dan McGee (1971 dan 1991). an menjadi tujuan para pendatang dari Globalisasi perdagangan, produksi, dan golongan ekonomi marginal, serta mencip- keuangan memunculkan banyak megaurban takan sebuah stratifikasi sosial antara desa- di Asia Pasifik (Douglass, 1995 dan 2000). kota. Dengan kata lain, dekonsentrasi pen- Hal yang sama juga ditemukan di banyak duduk di Hongaria boleh jadi bukan mencer- negara di Asia lainnya seperti Taiwan (Liu minkan perpindahan yang positif untuk and Tsai,1991), China (Yixing,1991) dan, mendapatkan kesempatan yang lebih baik Japan (Ginsburg, 1990 dan Latz, 1991). De- ke depan, serta bukan seperti yang terjadi ngan kata lain, fenomena EMR merupakan di kebanyakan negara-negara Barat sebagai bagian dari urbanisasi di Asia (Lin, 1994). “counter-urbanization”, namun lebih sebagai Fenomena megaurban di yang hasil tekanan ekonomi yang memaksa pen- mencolok adalah pertumbuhan kawasan Ja- duduk untuk pindah karena mereka tidak bodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, memiliki pilihan hidup yang lain. Bekasi), Gerbangkertasusila (Gresik, Dari latar belakang masalah tersebut Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, tampak bahwa munculnya istilah Kedung- Lamongan), dan Kedungsepur (Kendal, De- sepur mengindikasikan bahwa Semarang mak, Semarang, Purwodadi). dan daerah di belakangnya seperti Kendal, Pada sisi lain, temuan dari United Na- Demak, , Purwodadi, Kudus, dan tions juga mengatakan bahwa penduduk sebagainya bagaikan sebuah “region based dunia yang tinggal di perkotaan akan tum- urbanization”. Daerah di belakangnya terse- buh dari 3 miliar jiwa pada tahun 2003 men- but setidaknya menjadi satu sistem pertum- jadi sekitar 4,9 miliar jiwa pada tahun 2030, buhan regional, yang saling terkait satu de- atau dari 48% dari penduduk dunia menja- ngan yang lainnya. Ini artinya setiap per- di 60%. Yang menarik bahwa pertumbuhan ubahan yang terjadi di Semarang juga akan

80 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur berpengaruh terhadap daerah belakangnya, lebih menonjol jika dibandingkan “rural dan sebaliknya. Dari titik pemahaman inilah area”. Menurut Cohen (2006) hal ini disebab- artikel ini akan mempelajari pertumbuhan kan melambatnya pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di daerah di belakang kota yang ada di daerah “rural”. Diperkirakan Semarang, sehingga muncul pertanyaan dua tahun ke depan pertumbuhan pen- penelitian: 1) Bagaimanakah proses perkem- duduk perdesaan akan menurun dari 3,3 bangan urbanisasi sehingga terjadi gejala miliar jiwa (2003) menjadi 3,2 miliar jiwa megaurban di kawasan Kedungsepur?; dan (2030). Kalau pada tahun 1950-an ada seki- 2) Faktor-faktor apa yang menjadi determi- tar 1,8 milyar orang yang tinggal di perde- nan pokok urbanisasi di Kedungsepur? saan atau rural area, namun pada tahun Secara umum, tujuan penelitian ini ada- 2000 jumlah itu menjadi 3,2 miliar jiwa. lah untuk mempelajari, menganalisis, dan Pada sisi lain, dalam 30 tahun jumlah pen- menjelaskan proses terjadinya urbanisasi di duduk kota bertambah 2 miliar jiwa. Kedungsepur. Dari hasil analisis diharapkan Menurut John Friedmann (dalam La- dapat diperoleh kejelasan hubungan antara quian, 2008), tipe-tipe urban fields akan me- urbanisasi dengan faktor-faktor sosial, eko- lebar ke luar dari batas administratif pusat nomi, demografi, politik atau kebijakan pem- kota sejauh 100 kilometer, termasuk di bangunan kota dan perubahan fisik ke- wilayah itu adalah bandara kota, lokasi in- ruangan di Kedungsepur. Dari titik inilah dustri baru, pusat rekreasi, sumber air dan diharapkan dapat diperoleh kejelasan, ter- saluran pembuangan, pertanian, dan se- utama terkait dengan rekonseptualisasi ur- bagainya. Dalam istilah McGee fenomena banisasi berlebih yang “khas” dan “konteks- kewilayahan seperti itu disebut “desa kota”, tual” Indonesia khususnya di Kedungsepur. karena ada percampuran antara karakter Harapan lebih jauh, hasilnya dapat mem- kota dan karakter perdesaan yang unik. perkaya teori-teori tentang urbanisasi serta Industrialisasi di negara-negara ber- dapat digunakan sebagai landasan untuk kembang yang berdampak terhadap di- pengambilan keputusan dalam perencanaan namika penduduk, merupakan buah dari dan pembangunan kota yang berkelanjutan. penetrasi kapitalisme dunia, yang sering di- sebut globalisasi ekonomi. Menurut Tyner Megaurban dan Pertumbuhan Kota (2002), wilayah Asia adalah wilayah yang Kedungsepur sebagai “Extended Metro- paling dramatis terkena pengaruh globalisasi politan Region”, akan menjadi salah satu ekonomi. Perubahan struktur sosial ekonomi fenomena kota yang memiliki pertumbuhan merupakan harga wajar yang harus diba- penduduk yang luar biasa cepatnya. Menu- yar oleh pengaruh seperti ini, seperti per- rut berbagai hasil studi, antara tahun 2000- ubahan-perubahan pola investasi yang mu- 2030, jumlah penduduk dunia akan tumbuh lai meninggalkan daerah pusat kota untuk 1,8 % sampai 2 % setahun. Pada tahun 2030, dipindahkan ke kawasan pinggiran. Sebagai diperkirakan 61 % orang akan hidup di kota. akibatnya, kawasan pinggiran di kota-kota Pada awal abad XX hanya ada 16 kota di metropolitan berkembang sangat pesat, yang dunia yang berpenduduk lebih dari satu juta memunculkan istilah peri-peri, interzone, jiwa. Namun, sekarang ada sekitar 400 kota atau outer zone kawasan kota. di dunia yang berpenduduk satu juta jiwa Globalisasi ekonomi menciptakan hu- atau lebih. Dari jumlah itu, 70 % di antara- bungan kultural antara negara kapitalis inti nya ada di negara-negara sedang berkem- dengan negara-negara “hinterland”-nya bang (Cohen, 2006). Oleh karena itu, dapat (Light, 2001). Fenomena globalisasi ekonomi dikatakan bahwa sejak tahun 2007 ini, se- dunia memunculkan istilah “global city”. jarah manusia dimulai dengan penduduk Kota-kota besar di dunia “dipersatukan” lebih banyak tinggal di kota. Bahkan pada dalam globalisasi kapitalisme melalui inter- tahun 2017 diperkirakan, “urban area” akan nasionalisasi produksi, jasa, dan kapital.yang

81 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

dimotori oleh perusahaan transnasional. Penelitian ini berusaha untuk meng- John Friedmann (dalam Melchert, 2005) ungkap makna dari suatu fenomena urba- mengatakan ada hubungan antara pertum- nisasi dengan berbagai sebab dan akibatnya, buhan ekonomi dunia dan pertumbuhan menggunakan sumber data berupa angka- kota-kota terutama di negara-negara sedang angka, data atau informasi yang berkaitan berkembang. Global ekonomi dikomando hasil survai BPS atau instansi terkait lain- dan dikontrol dari pusat kapitalisme dunia nya. Dengan kata lain, penelitian ini lebih (Saskia Sassen dalam Melchert, 2005). dekat ke arah penelitian kualitatif-kuantita- Dalam bahasa kiasan dapat digambarkan, tif (Brannen,1997). Penelitian kualitatif me- jika Tokyo, London, New York, dan Paris miliki karakter (1) bertujuan memperoleh “bersin-bersin”, Jakarta dan kota-kota besar gambaran yang lebih mendalam; (2) bertu- lainnya di Indonesia akan ikut terkena “flu”. juan untuk memahami makna dari suatu Menurut Jones (2001), lebih dari separuh fenomena; (3) memandang fenomena secara megaurban di dunia berada di kawasan utuh dan holistik; dan (4) desain penelitian Asia. Dua megaurban Jakarta dan Manila bersifat emergensi, artinya terbuka untuk berpenduduk hampir sama dengan seluruh disempurnakan (Nasution, 1988). penduduk benua Australia Penelitian ini menggunakan pendekatan Pertumbuhan kota-kota kecil yang me- kompleks wilayah. Unit wilayah di Kedung- nyatu menjadi megaurban ini nampaknya sepur diidentifikasi perbedaan dan persa- belum mampu diatasi permasalahannya maannya sesuai tujuan penelitian, atau oleh pemerintah setempat. Menurut Laquian teknik diferensiasi areal melalui teknik kla- (2008) masalah yang menonjol dalam me- sifikasi. Wilayah bukan tujuan akhir studi manajemen kawasan megaurban adalah: ini (objective region) melainkan sebagai alat (1) tidak terselesaikannya masalah-masalah (subjective region) untuk mempelajari kelom- fisik seperti pembangunan jalan, saluran, pok gejala yang ada di wilayah tersebut. perumahan, pembuangan sampah, draina- Teknik pengumpulan data dilakukan se, dan sebagainya; (2) sedikitnya perenca- dengan metode dokumentasi dan peng- na dan perancang kota yang memiliki visi amatan di lapangan. Variabel dari peneli- komprehensif yang dapat memadukan an- tian ini, adalah (1) variabel tergantung, yaitu tara berbagai kepentingan sosial, ekonomi, urbanisasi; dan (2) variabel bebas, yaitu per- lingkungan, untuk diformulasikan menjadi ubahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, satu kesatuan dalam merancang dan me- dan dinamika perubahan lingkungan. Ber- rencana kota; (3) perencanaan dan peran- bagai dokumen dan data dianalisis setelah cangan wilayah dan kota, dipengaruhi oleh dikaitkan dan digabungkan dengan data konsep yang masih mendikotomikan antara lain. Model analisis isi (content analysis mo- daerah perdesaan dan perkotaan. Isu uta- del) digunakan untuk menganalisis substansi ma pembangunan perdesaan adalah pem- berbagai data dan dokumen. Berbagai data bangunan pertanian yang modern, terbuka- dan analisis tersebut dipadukan dengan nya akses jalan dan pasar untuk hasil-hasil model analisis interaktif (interactive analysis pertanian, reformasi agraria, produktivitas model). hasil pertanian, mekanisasi pertanian, dan isu-isu kemiskinan lainnya; dan (4) masih PEMBAHASAN belum terkoordinasinya antar-hirarkhi dan Dalam satu dasawarsa 1995-2005 Sema- tingkatan institusi dan pemerintahan dalam rang dan beberapa daerah di belakangnya membangun kota dan daerah, serta frag- (Kedungsepur: Kendal, Demak, Ungaran, mentasi sektoral. Berbagai peraturan perun- Semarang, dan Purwodadi) mengalami per- dangan dan produk perencanaan tidak lin- tumbuhan penduduk perkotaan yang luar tas sektoral dan lintas batas administratif. biasa cepatnya. Data pada Tabel 1 menun-

82 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur

Tabel 1. Pertumbuhan Penduduk Kota dan Desa Di Kedungsepur Tahun 1995-2005

Laju Pertumbuhan T ahun 1995 T ahun 2005 D aerah R ata-rata % per T ahun K ota D esa K ota D esa K ota D esa Kota Semarang 1.104.405 241.947 1.352.869 85.864 2,05 -9,80 Kabupaten Kendal 201.216 629.804 350.054 557.717 5,69 -1,20 Kabupaten Demak 151.515 735.581 264.142 744.680 5,71 -0,12 K abupaten 199.644 607.744 293.047 585.231 3,91 -0,37 Sem arang K abupaten 186.150 1.007.666 194.938 1.114.408 0,46 1,00 G robogan Jawa Tengah 9.459.680 20.193.586 12.903.891 18.992.223 3,15 -0,61

Sumber: BPS Supas 1997-2007 jukkan bahwa pertumbuhan penduduk baran investasi ke kota kecil di sekitarnya perkotaan di Kendal dan Demak menunjuk- berjalan baik. Hal ini nampaknya sejalan kan angka yang paling besar di antara dengan gagasan Rondinelli (1984) agar daerah belakang lainnya, yakni masing- penyebaran pembangunan ke kota-kota masing 5,69 % dan 5,71 %. Pertumbuhan yang lebih rendah hirarkinya perlu dilaku- penduduk perkotaan di dua kabupaten ini kan dengan penanaman investasi agar ter- dapat dipahami karena Kendal dan Demak jadi pemerataan pembangunan. Dalam hal merupakan rangkaian koridor yang nyaris ini yang dimaksud kota kecil bukan dalam menjadi satu dengan kota Semarang untuk arti jumlah penduduknya lebih sedikit, na- membentuk megaurban. Pertumbuhan dan mun berdasarkan fungsi yang dimiliki. dinamika penduduk seperti ini nampaknya Secara umum tidak ada ketimpangan terkait dengan pesatnya pertumbuhan pembangunan antar-wilayah di Kedung- ekonomi di kawasan tersebut. sepur tersebut, namun jika mencermati pertumbuhan penduduk kota Semarang Ketimpangan Desa-Kota? (yang merupakan “pusat” dari Kedung- Yang menarik, meskipun Kedungsepur sepur), nampaknya pernyataan tersebut tumbuh menjadi “megaurban”, namun harus ditafsirkan hati-hati. Bagaimanapun tidak terjadi ketimpangan antar-wilayah. migrasi yang masuk ke kota Semarang di- Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari indikator duga kuat akibat sempitnya lapangan kerja ekonomi maupun indikator sosial, tidak ter- di desa sehingga penduduk desa tetap ter- jadi ketimpangan yang cukup berarti antara tarik bekerja di kota besar seperti Semarang. kota Semarang dengan daerah di belakang- Secara umum yang dicatat BPS kota Sema- nya. Salah satu kunci pengendalian utama rang (2008) adalah bahwa selama kurun pertumbuhan megaurban adalah memberi waktu tahun 2002 sampai dengan tahun perhatian terhadap kota kecil di sekitarnya. 2006, penduduk yang datang di kota Sema- Kecenderungan investasi besar yang memu- rang berturut-turut adalah 34.270 orang sat di kota besar mendorong terjadinya pe- pada tahun 2002, selanjutnya 37.063 orang ningkatan primasi dan ketimpangan wila- (tahun 2003), 35.105 orang (tahun 2004), yah. Pertanyaannya apakah kota kecil di se- 30.910 orang (tahun 2005), dan 42.714 kitar kota Semarang seperti Kendal dan orang pada tahun 2006. Sedangkan 5 keca- Demak dirugikan atau tidak? Dari Tabel 2 matan yang tergolong padat, juga kedatang- jawabannya cukup tegas yakni tidak terja- an penduduk yang cukup banyak pada ta- di pemusatan kemakmuran di kota Sema- hun 2006. Lima kecamatan itu adalah Ba- rang. Diduga hal ini terjadi karena penye- nyumanik yang kedatangan 4.128 orang,

83 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

Gambar 1. Peta Kedungsepur (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Purwodadi)

Tabel 2. Indeks Pembangunan antar-Kabupaten di Daerah Kedungsepur Tahun 2008

In d ik a K o ta K a b .K e n d a l K a b .D e m a k Kab.Semarang Kab.Grobogan -to r S e m a ra n g A 1 0 .0 0 2 .2 0 9 4 .8 7 4 .4 4 4 2 .4 6 4 .3 3 8 4 .6 6 2 .2 9 6 1 .9 5 1 .8 0 3 B 4 ,4 6 3 ,4 1 3 ,3 6 1 5 ,3 8 3 ,2 1 C 6 2 ,5 2 7 6 ,7 8 7 3 ,4 2 7 3 ,9 8 7 5 ,1 1 D 2 7 ,2 5 3 5 ,8 1 9 ,8 2 4 3 ,7 0 3 ,1 7 E 1 9 ,7 1 1 1 ,8 1 3 ,9 8 2 1 ,8 5 ,1 8 F 9 4 ,0 3 8 ,6 2 6 ,2 3 3 ,4 1 4 ,9 G 1 .3 5 9 k m 6 7 8 3 1 0 6 4 3 4 8 6 H 7 5 ,9 6 8 ,3 7 0 ,3 7 2 ,2 6 9 ,2 I 1 8 9 .5 3 3 1 0 7 .6 0 4 1 0 1 .0 4 8 8 3 .7 6 0 1 6 6 .5 4 9 J 1 6 ,4 2 3 ,5 4 ,4 5 ,6 3 ,4 K 1 0 .4 0 2 6 .1 6 8 1 5 .3 0 7 4 .5 4 7 7 .2 5 0 L 7 .2 3 0 1 1 3 7 8 7 3 6 3 M 3 7 7 3 2 7 1 2 2 9 4 3 4 7 2 7 Sumber : BPS, Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2009 (diolah) Keterangan Indeks Ekonomi : A : Jumlah pendapatan per kapita B : Pertumbuhan pendapatan per kapita C : Tingkat partisipasi angkatan kerja D : Persentase nilai tambah manufaktur terhadap total PDRB Kabupaten/kota E : Persentase tenaga kerja manufaktur dibanding total tenaga kerja kabupaten F : Persentase penduduk tinggal di kota G : Panjang jalan per 10.000 km persegi Indeks Sosial : H : Indeks Pembangunan Manusia I : Jumlah murid SD per 1000 murid J : Persentase pekerja lulusan akademi/perguruan tinggi K : Rasio guru SD/ 10.000 murid L : Rasio dokter/ 10.000 penduduk M : Rasio tempat tidur rumah sakit/ 10.000 penduduk

84 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur

Kecamatan Tembalang 4.136 orang, Keca- dualisme sektor ekonomi maupun dari matan Pedurungan 6.209 orang, Kecamatan Geertz (1963) tentang involusi pertanian Semarang Barat 4.002 orang dan Kecamatan banyak menjelaskan tentang kemiskinan Ngaliyan 4.059. Lima kecamatan ini berkem- dan peluang kerja di perdesaan. bang pesat karena aktivitas baru banyak Internasionalisasi atau globalisasi kapi- dibangun di wilayah ini seperti pembukaan tal dari negara-negara maju yang dipene- kampus-kampus baru, pusat perbelanjaan, trasikan ke negara-negara berkembang, te- perumahan, kawasan wisata, industri, dan lah banyak menimbulkan kesulitan bagi sebagainya. para wirausahawan lokal. Membanjirnya Migrasi masuk dapat diduga dari masih produk-produk tekstil dari Cina maupun adanya ketimpangan pembangunan antara terperangkapnya Indonesia dalam produk- desa dan kota hingga terjadi fenomena “ur- si pangan, menunjukkan bahwa daya eks- ban bias”. Dalam sejarah pembangunan di por negeri ini masih lemah. Mulai dari hilir negeri ini, teori kutub pertumbuhan dijadi- sampai hulu, Indonesia masuk dalam pe- kan paradigmanya. Dalam paradigma ini rangkap pangan (food trap) dari negara- diasumsikan bahwa ada produk pertanian negara maju. Sebagai contoh, industri per- yang dapat dipacu produktivitasnya sehing- benihan kita dikuasai perusahaan raksasa ga akan mencapai tingkat tertinggi dalam trans-nasional (MNCs) seperti Syngenta, produksi pangan, memperluas kesempatan Monsanto, Bayer Crop, dan sebagainya de- kerja dan pendapatan pada sebagian besar ngan total nilai 40 miliar US dollar. Demiki- masyarakat, terutama dalam level subsisten. an pula dalam industri pengolahan pangan, Dari titik inilah diharapkan tumbuh usaha MNCs seperti Nestle, Kraft Food, Cargill dan kecil menengah usaha farm, ada pergerakan Unilever juga menguasai pangsa pasar de- modal, ada kredit, teknologi dengan riset. ngan nilai 490 miliar US dollar, bahkan di Dengan mendorong kerangka institusional tingkat pengecer pangan, MNCs seperti Car- di perdesaan, maka diharapkan dapat men- refour, Wal Mart, Tesco dan Metro Group juga dorong pertumbuhan regional. menguasainya dengan total nilai sebesar Dalam kenyataannya, strategi kutub 1.091 miliar US dollar (Jawapos,11/9/2008). pertumbuhan ini tidak cocok di negara-ne- Akibatnya petani kita terus terpuruk, kare- gara berkembang seperti Indonesia, karena na kedelai, gula, beras, bahkan garam pun ada dualisme antara sektor pertanian dan harus diimpor. industri, serta penetrasi kapitalisme global sebagaimana telah ditunjukkan sebelumnya. Studi Kasus Petani di Kabupaten Pada satu sisi sektor pertanian banyak meng- Kendal alami hambatan karena lahan pertanian ter- Tentang nasib petani yang tidak meng- utama di Jawa sangat sempit serta banyak untungkan di daerah hinterland kota Sema- terjadi fragmentasi atau pewarisan. Pada sisi rang, yakni kabupaten Kendal, telah dilaku- lain, sektor industri sangat padat modal dan kan sebuah penelitian kecil. Studi kasus ini berorientasi pada substitusi impor. Kendali didukung oleh hasil penelitian di lapangan teknologi dan pertumbuhan ekonomi prak- pada Bulan Juni 2010 yang dibantu oleh para tis berada di negara-negara maju, dan In- peneliti dari Dewan Riset Daerah Jawa Te- donesia hanya sebagai “tukang jahit”. Aki- ngah. Penelitian yang dilakukan di Kabu- batnya hanya tenaga kerja terampil saja paten Kendal (daerah hinterland kota Sema- yang dapat memasuki sektor industri. Ada- rang) dilaksanakan di empat kecamatan, nya urban bias semacam ini mengakibatkan yakni Kecamatan Weleri, Kecamatan Ge- tumbuhnya sektor informal, karena luapan muh, Kecamatan Cepiring, dan Kecamatan tenaga kerja dari sektor pertanian tidak ba- Rowosari. Jumlah responden yang diambil nyak yang dapat ditampung di sektor indus- adalah 20 orang petani yang terdiri dari 10 tri. Teori-teori dari Boeke (1961) tentang orang pemilik, 6 orang petani penyewa, dan

85 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

4 orang petani penggarap. Kebanyakan pe- ginalnya kehidupan para petani berlahan milik menggunakan sawahnya untuk dua sempit. Para petani di Kabupaten Kendal kali masa tanam dan memberi waktu jeda rata-rata mengalami kesulitan dalam untuk menyuburkan tanah kembali, sedang- mendapatkan pupuk. Semua responden kan para penyewa dan penggarap memak- rata-rata juga mengalami masalah terhadap simalkan masa tanam sebanyak tiga kali harga pupuk dan kelangkaan pupuk. dengan tujuan mengejar setoran terhadap Kesulitan ekonomi yang dialami para pemilik sawah tanpa memberikan waktu petani ditunjukkan oleh rencana mereka jika jeda untuk penyuburan tanah. subsidi pupuk diganti dengan uang. Ham- Semua responden menanam padi da- pir seluruh responden setuju dengan ada- lam waktu satu tahun. Sebagian besar un- nya subsidi langsung berupa uang tunai ke- tuk masa tanam tiga kali mereka menanam pada petani, Lebih dari 50% responden akan padi, jagung dan tembakau, sedangkan un- menggunakan subsidi tersebut tidak hanya tuk masa tanam dua kali mereka hanya untuk pupuk. Bahkan ada responden yang menanam padi atau padi dan tembakau. akan mengunakan subsidi tersebut untuk Semua responden di Kendal semuanya keperluan sehari-hari. Hanya 32% respon- menggunakan pupuk kimia dan tidak ada den yang akan menggunakan subsidi terse- yang menggunakan pupuk kandang. Hal but untuk keperluan pupuk. tersebut dikarenakan di wilayah tersebut jarang terdapat pupuk kandang. Pembelian Penggunaan uang subsidi pupuk di Kabupaten Kendal rata-rata dibe- 5 % 8 % li dari toko atau agen yang menjual pupuk 3 2 % di desa masing-masing, hal ini disebabkan di wilayah responden keberadaan kelompok 5 5 % tani belum efektif dan efisien.

14 sepenuhnya untuk pupuk 12 sebagian untuk pertanian 10 8 sebagian untuk kebutuhan sehari-h ari 6 tid ak tah u 4 Gambar 3. 2 Grafik Rencana para Petani Terkait 0 Kelangkaa Kualitas Pemberian Subsidi Pupuk Berujud Uang Harga n Pupuk Sumber: Wawancara di Lapangan (Juni 2010) Masalah Pupuk 13 6 1 Gambar 2. Urbanisasi sebagai Way of Life Hasil penelitian lapangan tersebut ha- Grafik Masalah dalam Memperoleh nya sekadar menggambarkan betapa lemah- Pupuk nya kehidupan para petani, khususnya di Sumber: Hasil Wawancara (Juni 2010) daerah pinggiran kota Semarang. Secara nasional, semakin melemahnya sektor per- Dari hasil wawancara diketahui bahwa tanian ditunjukkan oleh data BPS (2003), kehidupan petani umumnya bertanah sem- yakni jumlah petani gurem meningkat 2,6 pit sehingga produktivitasnya rendah se- % per tahun. Yakni dari 10,8 juta petani pada hingga sebagian dari mereka lebih memilih tahun 1993 menjadi 13,7 juta pada tahun untuk hutang pupuk pada toko atau agen 2003. Petani gurem adalah petani berlahan dan membayarnya hampir dua kali lipat sempit kurang dari 0,25 hektar. Jumlah la- ketika sudah jatuh tempo hutang tersebut. han petani menurun dari 0,5 ha per petani Fakta ini cukup memberi bukti betapa mar- pada tahun 1993 menjadi hanya 0,3 ha per

86 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur petani pada tahun 2003. Petani pangan ha- diduga kuat berkaitan dengan semakin nya mampu memenuhi 30 % dari kebutuhan membaiknya tingkat pendidikan pemuda keluarganya jika lahan yang diolahnya ha- desa sehingga mereka lebih merasa cocok nya satu hektar. Padahal, jumlah petani pa- kalau bekerja di “kantoran” atau setidaknya ngan adalah 72 % dari total petani yang ada. yang tidak masuk ke “lumpur” sawah. Data Menurut BPS (2008) kontribusi sektor BPS (2009) menunjukkan bahwa ada penu- pertanian terhadap PDB fluktuatif, namun runan jumlah petani di Kabupaten Demak, cenderung menurun. Angka sementara yakni dari 302.603 petani pada tahun 1998 pada semester satu tahun 2008 persentase menjadi 221.241 petani pada tahun 2008. sektor pertanian berada pada kisaran ang- Kenyataan ini didukung oleh pernyataan ka 14 persen yang berarti menurun dari ang- para petani di kota Semarang dan daerah ka 15,46 persen pada tahun 2002. Namun belakangnya dalam Focus Group Discussion kisah swasembada pangan itu kini juga te- (FGD) di Semarang pada Juli 2010 yang lalu. lah berhenti karena menurut BPS (2008), Dari titik inilah pemerintah daerah di- pada tahun 2007 Indonesia harus mengim- tuntut untuk merespon perubahan besar ini por beras dari Vietnam dan Thailand, ma- dan berusaha bagaimana untuk meningkat- sing-masing senilai 335,6 juta US dollar dan kan kesejahteraan masyarakat yang memi- 122,4 juta US dollar. Kalau dilihat besaran- liki inovasi untuk bekerja secara mandiri. nya, maka pada tahun 2004 Indonesia Pada satu sisi memang satu hal yang meng- mengimpor 250 ribu metrik ton, tahun 2005 gembirakan tumbuhnya jiwa kewirausa- sebanyak 225 ribu metrik ton, tahun 2006 haan ini, namun di sisi lain, merosotnya daya sebanyak 495 metrik ton dan melonjak tajam tarik sektor pertanian juga harus mendapat menjadi 1.495 ribu metrik ton pada tahun perhatian serius. Idealnya industrialisasi 2007. atau pertumbuhan sektor jasa terkait erat Kondisi pembangunan pertanian di dengan pertumbuhan dan peningkatan tingkat nasional tersebut nampaknya juga produksi di sektor pertanian. Pemerintah terjadi pula di daerah belakang kota Sema- daerah mesti mampu meyakinkan para pe- rang. Hasil penelitian juga menunjukkan hal muda desa untuk menekuni sektor perta- yang sangat menarik, yakni di semua kabu- nian, tentu saja dengan inovasi baru, agar paten di daerah belakang kota Semarang, produk pertanian terkait erat dengan indus- sektor pertanian tidak dapat diharapkan lagi trialisasi dan pertumbuhan sektor jasa. Pe- menjadi penopang utama kehidupan di per- merintah daerah mesti aktif menunjukkan desaan. Pernyataan ini didukung oleh fakta contoh inovasi pertanian terkait dengan sebagaimana diperlihatkan pada tabel 3 dan agrobisnis yang berorientasi ekspor, sehing- tabel 4 bahwa proporsi pekerja bebas di sek- ga pekerjaan pertanian tidak diidentikkan tor non-pertanian, justru lebih besar diban- dengan pekerjaan “kotor’ oleh para pemu- dingkan dengan proporsi pekerja bebas di da yang berpendidikan. sektor pertanian. Jika pekerja sendiri tanpa Menurunnya sektor pertanian di satu bantuan orang lain dan pekerja dengan ban- sisi ternyata tidak diimbangi dengan produk- tuan orang lain yang tidak dibayar disebut tivitas di sektor industri, namun justru yang sebagai pekerja informal, maka tabel 3 dan banyak diciptakan adalah pusat pertumbuh- tabel 4 juga menunjukkan pekerja sektor an baru yang berasal dari pemodal besar. informal jumlahnya lebih banyak dibanding- Tumbuhnya industri perakitan di pinggiran kan yang lainnya. kota dan tumbuh suburnya jaringan mini- Fenomena tersebut makin meneguhkan market yang menggusur pasar-pasar tradi- sinyalemen yang mengatakan bahwa anak sional menunjukkan adanya dominasi muda dari desa saat ini makin enggan ekonomi global yang dikendalikan kapi- melanjutkan pekerjaan orang tuanya se- talisme negara-negara maju. Globalisasi bagai petani atau buruh tani. Fakta ini ekonomi ini akan mempengaruhi kebijakan

87 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

Tabel 3. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Bekerja Seminggu yang Lalu di kota Semarang dan Daerah Belakangnya Menurut Status Pekerjaan Utama di Kota Tahun 2006 Kota Daerah 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Kota Semarang 135.002 47.731 29.559 364.526 3.207 13.428 27.240 620.688 Kabupaten Kendal 30.120 33.642 8.859 63.962 10.518 15.302 24.014 186.417 Kabupaten Demak 30.802 24.460 2.100 68.035 2.494 8.410 7.976 144.277 Kabupaten Semarang 33.138 17.890 7.906 80.393 1.620 4.643 7.690 153.280 Kabupaten Grobogan 25.204 21.542 3.114 24.650 506 5.279 14.859 95.154 Sumber: BPS Keadaan Angkatan Kerja Jawa Tengah Tahun 2007

Tabel 4. Penduduk Usia 15 Tahun ke atas Bekerja Seminggu yang Lalu di kota Semarang dan Daerah Belakangnya Menurut Status Pekerjaan Utama di Desa Tahun 2006 Desa Daerah 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Kota Semarang 9.408 2.779 1.119 22.190 1.926 2.741 1.482 42.365 Kabupaten Kendal 33.479 97.914 3.977 42.537 56.258 90.024 88.599 342.788 Kabupaten Demak 62.324 101.338 4.832 64.793 42.564 40.962 68.763 385.576 Kabupaten Semarang 52.019 77.165 7.424 79.697 13.645 15.271 72.648 317.899 Kabupaten Grobogan 74.061 233.027 2.927 66.050 31.400 49.725 176.001 633.191 Sumber: BPS Keadaan Angkatan Kerja Jawa Tengah Tahun 2007 Keterangan : 1. Berusaha Sendiri Tanpa Bantuan Orang lain 2. Berusaha Sendiri Dibantu Buruh Tetap/Tidak Dibayar 3. Berusaha Sendiri Dibantu Buruh Tetap/ Dibayar 4. Buruh/Karyawan/Pegawai 5. Pekerja Bebas di Pertanian 6. Pekerja Bebas di Non-Pertanian 7. Pekerja Tidak Dibayar makro-ekonomi yang mendorong ke arah dikaitkan dengan istilah urbanism as a way pertumbuhan ekonomi melalui industrialisa- of life sebagaimana dipopulerkan oleh Wirth si yang berorientasi ekspor. Dari titik inilah (1980). Interaksi sosial diantara para pen- pertumbuhan kota terus terjadi sehingga datang dari desa di satu sisi dan interaksi kota menjadi daya tarik bagi lokasi kegiatan pendatang dengan penduduk asli kota pada usaha karena adanya kepentingan ekonomi sisi yang lain, telah menimbulkan bentuk skala besar dan ekonomi aglomerasi yang kebudayaan yang unik. Ditambah “brain menghasilkan tingkat produktivitas dan washing” kapitalisme lewat iklan di televisi efisiensi yang lebih tinggi. Proses indus- dan gaya hidup lainnya, pertumbuhan trialisasi ini akan terus mempengaruhi trans- megaurban tidak saja menarik diamati se- formasi struktur sosial. Para pekerja indus- cara ekonomis, namun juga secara sosial. tri dan tenaga profesional sebagai kelas baru, Istilah urbanism as a way of life nampaknya dan para kaum migran dari desa yang tidak memperkaya pemahaman tentang perilaku memiliki keterampilan, terus tumbuh di kota- mobilitas yang tidak hanya dipengaruhi oleh kota besar. Oleh karena itu, kaum migran faktor-faktor ekonomi belaka namun juga pada umumnya berketerampilan rendah, terkait interaksi sosial. Keberadaan se- maka mereka “terlempar” di sektor informal seorang dalam lingkungan baru, misalnya dan pekerjaan-pekerjaan yang tidak membu- penduduk desa yang bermigrasi ke kota, tuhkan keterampilan tinggi. mengharuskan mereka melakukan penye- Fakta ini cukup menarik terutama jika suaian baru, ada kebudayaan asal yang

88 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur harus dipertahankan dan ada sifat-sifat baru utama televisi, untuk memompakan ide-ide yang harus dibangun. Perubahan wilayah tentang citra sebuah produk (brand image), tempat tinggal, latar belakang sosial, dan nilai, gaya hidup, dan sebagainya, sebagai- latar belakang kebudayaan akan terus ber- mana pernah disebut Georg Simmel sebagai interaksi. “the metropolis and mental life”, sebagai kelan- Proses reproduksi kebudayaan asal akan jutan dari “urbanism as a way of life”. Lewat terus berjalan untuk pencarian identitas, manipulasi citra inilah para pebisnis sangat sementara kota akan memberikan pilihan tanggap untuk menciptakan peluang usa- yang boleh jadi akan menjauhkan mereka ha sehingga jaringan mini-market sudah dari ciri kebudayaan asal di perdesaan. Bagi merambah di setiap jengkal lahan di ka- mereka yang tidak siap, maka akan terjadi wasan perdesaan dan kawasan pinggiran kebingungan dalam pencarian identitas kota dan mengubah wajahnya menjadi se- karena kebudayaan kota yang plural dan buah “kota” lengkap dengan berbagai sara- terdiferensiasi. Apalagi, menurut Gilbert na dan prasarana pelayanan lainnya. De- dan Gugler (1996) bahwa ideologi pemba- ngan kata lain, urbanisasi yang terjadi bu- ngunan kota merupakan perwujudan kon- kan karena meningkatnya daya inovasi flik antar-kelas. Penentuan tata ruang kota masyarakat namun karena meningkatnya hanya dapat dipahami dari proses konflik gaya konsumtivisme masyarakat (desa dan dan beroperasinya sistem kapitalisme ini. kawasan pinggiran), dan ini berarti proses Wajar pula jika unjuk rasa, bentrokan an- difusi budaya konsumtif terjadi dengan ce- tara satuan polisi pamong praja dengan para patnya. pedagang kaki lima, maupun meningkatnya Namun jika ditinjau dari fakta tentang kejahatan di kota-kota besar, dan sebagai- tumbuhnya pekerja bebas di sektor non-per- nya merupakan wujud dari konflik ini. tanian, boleh jadi hal ini juga menunjukkan adanya peningkatan usaha kewirausahaan. SIMPULAN Hanya yang menjadi masalah sampai sebe- Di Kedungsepur sektor industri menu- rapa jauh inovasi kewirausahaan ini mam- run perannya, demikian pula sektor perta- pu menopang perekonomian rakyat dan nian, dan sebaliknya sektor jasa dan usaha menyejahterakan mereka. Tumbuhnya ke- mandiri yang semakin meningkat. Di wi- mandirian masyarakat barangkali juga se- layah perdesaan di semua kabupaten di bagai respons atas tidak memadainya upah daerah belakang kota Semarang, “urbanis- yang diterima jika mereka bekerja di sektor me” diduga kuat telah tumbuh dengan baik industri. Kenyataan menunjukkan bahwa karena didukung oleh membaiknya tingkat terjadinya pergeseran basis ekonomi perta- pendidikan kaum muda di desa serta pe- nian ke non-pertanian dan belum mampu n g a r u h brain washing dari televisi, media memberikan kesejahteraan bagi tenaga ker- massa, alat komunikasi HP, dan sebagainya. ja. Di daerah perdesaan, proporsi pekerja Implikasi kebijakan yang diambil peme- bebas di sektor pertanian malahan lebih rintah kota dan kabupaten di wilayah Ke- rendah jika dibandingkan dengan proporsi dungsepur ini ialah, bagaimana menyikapi pekerja bebas di sektor non-pertanian. Fak- suburnya penetrasi pemodal yang terus ta ini menunjukkan adanya perubahan gaya mengembangkan usahanya sampai ke hidup yang mendorong tumbuhnya urba- tingkat desa sebagaimana nampak dari ’ser- nisasi, dan bukannya industrialisasi. Urba- buan’ dua jaringan mini-market besar yang nisasi yang terjadi adalah karena ada pe- merupakan simbol kekuatan modal. Ke- ningkatan konsumsi masyarakat terkait kuatan modal besar diduga banyak merugi- “globalisasi” informasi. Di kawasan perde- kan masyarakat bawah. Berbagai ’pemba- saan pun sudah terlibat konsumsi global le- karan’ pasar-pasar tradisional menunjukkan wat “brain washing” dari media massa ter- hal tersebut, dan ini merupakan gejala awal

89 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91

untuk menggantikannya dengan ’pasar Brannen, J. 1997. Memadu Metode Penelitian moderen’. Fakta ini merupakan simbol ge- Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: jala urbanisasi yang berbasis pertumbuhan Pustaka Pelajar. ekonomi besar. Selanjutnya secara gene- Bremner, J. and Bilsborrow. R., 2005, “Pop- ralisasi, penelitian ini juga menyarankan ke- ulation Dynamics and Millennium pada pemerintah daerah sebagai berikut: Development Goal 7”, dalam Paper Pertama, sudah saatnya kebijakan pem- Prepared for PERN. University of North bangunan pusat-pusat industri di kota-kota Carolina at Chapil Hill. 5-16 Septem- besar yang padat modal ditinjau kembali, ber. dan sebaliknya industri kecil dan menengah Brown, D. L and Kai A. S., 2002, “Popula- yang berbasis pertanian, perlu dikembang- tion Decentration in Hungary During kan agar para petani dan buruh tani lain- the Post-Socialist Transformation”, nya juga turut menikmati hasilnya. Fakta dalam Journal of Rural Studies. No.18, bahwa banyaknya unjuk rasa dan kerusak- hlm. 233-244. an lingkungan membuktikan bahwa kese- jahteraan mereka tidak baik; Cohen, B., 2006, “Urbanization in Develop- Kedua, kebijakan pengembangan usaha- ing Countries: Current Trends, Future usaha mandiri atau kewirausahaan dan Projection, and Key Challenges for koperasi perlu diprioritaskan. Usaha yang Sustainability”, dalam http:// dapat dilakukan di antaranya, program- www7.Nationalacademic.org/dbase. program pelatihan dan keterampilan mana- Cities Transformed World Technolo- jemen, kredit murah tanpa agunan bagi gy In SociEty.Article.pdf. wirausahawan yang dipandang mampu Douglass, M., 1995, “Global Interdepen- berkembang, perluasan informasi pasar per- dence and Urbanization: Planning for dagangan, dan pelibatan wirausahawan the Bangkok Megaurban Regions” dan koperasi di pasar global dengan bantu- dalam McGee,T. G and I. M. Robin- an instansi/lembaga pemerintah dan Lem- son (eds.), The Megaurban Regions of baga Swadaya Masyarakat lainnya. , Vancouver, the Uni- versity of British Columbia Press, hlm. DAFTAR PUSTAKA 45-77. EBadan Pusat Statistik, 1997, Survai Antar ______, 2000, “Megaurban Regions and Sensus Indonesia. World City Formation: Globalization, ______, 2003, Statistik Indonesia. the Economic Crisis and Urban Poli- cy Issues in Pasific Asia”, dalam Ur- ______, 2007, Survai Antar Sensus Indone- ban Studies 37 (12), hlm. 15-36. sia. Firman, T., 2003, “The Spatial Pattern of ______, 2008, Survai Sosial Ekonomi. Population Growth in Java, Indone- ______, 2009, Statistik Indonesia. sia 1990-2000: Continuity and Change ______, 2009, Demak Dalam Angka. in Extended Metropolitan Region For- ______, 2007, Jawa Tengah Dalam Angka. mation”, dalam The Fifth IRSA Inter- national Conference. Bandung 18-19 ______, 2007, Keadaan Angkatan Kerja Jawa Juli. Tengah. Geertz, C., 1963, Peddlers and Princes: Social ______, 2009, Jawa Tengah Dalam Angka. Change and Economic Modernization in Boeke, J.H., 1961, “The Theory of Dualism”, Two Indonesian Towns, Chicago: The dalam Wertheim (eds.), The Concept of University Of Chicago Press. Dualism in Theory and Policy, Amster- dam, W Van Hoeve Publisher Ltd., hlm. 165-193.

90 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur

Gilbert, A. and Gugler. J., 1996, Urba­nisasi polis: Settlement Transition in Asia. Ho- dan Kemiskinan di Dunia Ketiga, Yogy- nolulu: The University of Hawaii akarta: PT Tiara Wacana. Press, hlm. 193-216. Ginsburg, N, 1990, The Urban Transition: McGee, T., 1971, The Urbanization Process in Reflections on the American and Asian the Third World Exploration In Search Experiences, Hongkong: The Chinese of Theory, London: G. Bell and Son Ltd. University Press. ______, 1991, “The Emergence of Desa Kota Jones,G.W., 2001, “Studying Extended Regions in Asia”, dalam N.Ginsburg, Metropilitan Regions in South-East B. Koppel and TG McGee (Eds), The Asia”, Paper Presented at the XXIV Extended Metropolis: Settlement Tran- General Conference of the IUSSP. Sal- sition in Asia. Honolulu: University of vador Brazil 18-24 August, dalam Hawaii Press. http://www.iussp.org/Brazil 2001/ Melchert, L., 2005, “The Age of Environmen- s40/s42.02. Jones.pdf. tal Impasse? Globalization and Envi- Jawapos, edisi 11 September 2008. ronmental Transformation of Metro- Latz, G., 1991, “The Persistence of Agricul- politan Cities”, dalam Development ture in Urban Japan: An Analysis of and Change. Vol. 36, No.5, hlm. 803- the Tokyo Metropolitan Area”, dalam 824. N. Ginsburg, B. Koppel and T.G. Mc- Nasution, 1988, Metode Penelitian Naturalis- Gee (eds.). The Extended Metropolis: tik Kualitatif, Bandung: Tarsito. Settlement Transition in Asia. Honolu- Rondinelli, 1984, “Small Towns in Develop- lu: The University of Hawaii Press, ing Countries: Potential Centers of hlm. 137-156. Growth, Transformation, and Integra- Laquian, A.A., 2008, “The Planning and tion”, dalam HD. Kammeir and PJ Governance os Asia`s Mega-Urban Swan (eds.) Equity With Growth? Plan- Regions” Population Division Depart- ning Perspectives for Small Towns in ment of Economic and Social Affairs Developing Countries. Bangkok: AIT. United Nation Secretariat. New York Tyner, J. A., 2002, “The Globalization of 21-23 January. Diambil dari http:// Transnational Labor Migration and www.un.org/esa/population/meet- the Filipino Family: a Narrative”, ings/EGM poDist/p04 Laquian.pdf. da­lam Asian and Pacific Migration Light, I., 2001, “Globalization, Transnation- Journal. Vol. 11 No. 1, hlm. 95-116. alism, and Trade”, dalam Asian and Wirth, L., 1980, “Urbanism as a Way of Life”, Pacific Migration Journal. Vol. 10, Irwan Press and M. Estellie Smith No. 1, hlm. 53-79. (ed.). Urban Place and Process, New Lin,G.C.S.1994. “Changing Theoritical York: MacMillan Publishing co., Inc, Pers­pective on Urbanization in Asian hlm. 30-48. Developing Countries”, dalam Third Yixing, Z., 1991, “The Metropolitan Inter- World Planning Review. 16, hlm. 1-23. locking Region in China: A Prelimi- Liu,P.K.C and H.H. Tsai, 1991, “Urban nary Hypothesis”, dalam N. Ginsburg, Growth and Employment in Taiwan” B. Koppel and T.G. McGee (eds.), The dalam N. Ginsburg, B.Koppel and T. Extended Metropolis: Settlement Tran- G. McGee (eds.), The Extended Metro- sition in Asia. Honolulu: The Univer- sity of Hawaii Press, hlm. 89-112.

91