Geo Image 10 (1) (2021)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage

Arahan Pengembangan Wilayah Melalui Interaksi Keruangan Antar Kabupaten-Kota

Nur ‘Izzatul Hikmah  Ariyani Indrayati

Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri ,

Info Artikel Abstrak ______Sejarah Artikel: Kedungsepur ditetapkan dalam RTRW Provinsi Jawa Tengah sebagai Pusat Kegiatan Nasional Diterima Februari 2021 (PKN) dalam pengembangannya membutuhkan interaksi keruangan dan penyebaran sektor basis Disetujui April 2021 antar Kota-Kabupaten yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota Dipublikasikan Mei 2021 dan Kabupaten Grobogan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui kecenderungan ______sektor yang merupakan basis di masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur, (2) menganalisis Keywords: konektivitas antar wilayah di Kedungsepur, (3) mengetahui lokasi potensial untuk optimalisasi Base Sector Trends, interaksi keruangan antar wilayah di Kedungsepur. Metode yang digunakan adalah analisis LQ Potential Locations, (Location Quotient) selama tahun 2015 – 2019, indeks konektivitas, indeks aksesibilitas dan Regional Development menentukan lokasi menggunakan analisis model Gravitasi dan teori titik henti (breaking point). Hasil Analysis penelitian menunjukkan bahwa Sektor basis di Kedungsepur memiliki kecenderungan sektor yang ______berbeda di Kabupaten – Kotanya dalam lima tahun terakhir. Konektivitas wilayah di Kedungsepur menunjukkan bahwa Kedungsepur merupakan wilayah maju. Lokasi potensial di Kedungsepur berdasarkan analisis dan hasil perhitungan teori titik henti (breaking point) adalah Kabupaten Kendal di Kecamatan Kendal, Kecamatan Singorojo, Kecamatan Boja dan Kecamatan Limbangan; Kabupaten Demak di perbatasan antara Kecamatan Demak dan Kecamatan Wonosalam; Kabupaten Semarang di Kecamatan Barat; Kota Semarang di Kecamatan Banyumanik; dan Kabupaten Grobogan di Kecamatan Purwodadi.

Abstract ______Kedungsepur is stipulated in Provinsi Jawa Tengah as the National Activity Center based on RTRW, the development requiring spatial interaction and spreading of the base sector between cities: Kendal , , , Salatiga City and . The objectives of this research are: (1) knowing the sector trends which are the basis in each district / city in Kedungsepur, (2) analyzing connectivity between regions in Kedungsepur, (3) knowing potential locations for optimizing spatial interactions between regions in Kedungsepur. The method used is the analysis of LQ (Location Quotient) during 2015 - 2019, connectivity index, accessibility index and location determination using Gravity model analysis and breaking point theory. The results show that the base sector in Kedungsepur has a tendency for different sectors in its districts in the past five years. Regional connectivity shows that Kedungsepur is a developed region. Potential locations in Kedungsepur based on the analysis and calculation results of the breaking point theory are in Kendal District, Singorojo District, Boja District and Limbangan District; Demak Regency on the border between Demak District and Wonosalam District; Semarang Regency in Ungaran Barat District; Semarang City in Banyumanik District; and Grobogan Regency in Purwodadi District.

© 2021 Universitas Negeri Semarang

 Alamat korespondensi: ISSN 2252-6285 Gedung C1 Lantai 2 FIS Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 E-mail: [email protected]

74

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

PENDAHULUAN based urbanization”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap perubahan yang terjadi di Kota Semarang Kawasan metropolitan naik secara akan berpengaruh terhadap daerah di signifikan. Tingginya pertumbuhan penduduk sekelilingnya. Dewasa ini, Kota Semarang juga tersebut berhubungan dengan naiknya memiliki hubungan antara urbanisasi dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini menyebabkan faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi, politik terbentuknya formasi “Extended Metropolitan atau kebijakan pembangunan kota dan Region” (EMR) yang dapat dilihat dari perubahan fisik keruangan di Kedungsepur. Hasil pertumbuhan penduduk dan ekonomi di kota inti analisis tersebut dapat digunakan sebagai yang melebar menuju kawasan di sekelilingnya landasan untuk pengambilan keputusan dalam atau biasa disebut dengan metropolitanisasi. arahan pengembangan melalui interaksi Fenomena metropolitan di Indonesia yang keruangan untuk mengurangi ketimpangan yang juga diatur sebagai Pusat Kegiatan Nasional oleh terjadi Kawasan Kedungsepur. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor Fakta yang ditemukan adalah bahwa 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang terjadi ketimpangan di wilayah Kedungsepur Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – yang ditunjukkan oleh nilai PDRB per kapita tiap 2029 adalah pertumbuhan kawasan Kedungsepur Kabupaten/Kota. Kesejahteraan masyarakat di (Kendal, Demak, Ungaran, Semarang, Salatiga, Kedungsepur akan semakin baik jika PDRB per Purwodadi). kapitanya semakin tinggi begitu pula sebaliknya, Kedungsepur merupakan indikasi bahwa sehingga kota inti (Kota Semarang) memiliki kota inti yaitu Kota Semarang dan daerah di ketimpangan dengan wilayah di sekelilingnya sekelilingnya seperti Kendal, Demak, Ungaran, (Kendal, Demak, Ungaran, Salatiga, Kota Salatiga, Purwodadi merupakan “region Purwodadi). Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. PDRB Per Kapita Wilayah Kedungsepur Tahun 2017 dalam Rupiah. Kabupaten / Kota PDRB Per Kapita Persentase

Kabupaten Kendal 28.824.874,82 14.26 Kabupaten Demak 14.498.063,87 7.17 Kabupaten Semarang 31.084.761,00 15.37 Kota Semarang 69.409.689,79 34.33 Kota Salatiga 45.461.810,85 22.49 Kabupaten Grobogan 12.904.456,25 6.38 TOTAL 202.183.656,58 100 Sumber : BPS Jawa Tengah dalam Sanditia, dkk (2017), diolah 2020.

Kedungsepur yang telah ditetapkan dalam lahan yang menjadi potensi dalam arahan RTRW Provinsi Jawa Tengah sebagai Pusat pengembangannya dan akan mendapatkan Kegiatan Nasional (PKN) dalam keuntungan jika terjadi peningkatan pengembangannya membutuhkan interaksi pengembangan (Giyarsih, 2012). Tujuan dari keruangan dan penyebaran sektor basis antar penelitian ini adalah: (1) Menganalisis Kota-Kabupaten agar tidak terjadi ketimpangan kecenderungan sektor yang merupakan basis di yang berat antara Kota inti yaitu Kota Semarang masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur. dengan Kabupaten – Kota hinterland nya yaitu (2) Menganalisis konektivitas antar wilayah Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, dengan mempertimbangkan aktivitas manusia di Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan Kedungsepur. (3) Mengetahui lokasi potensial Kabupaten Grobogan. Keruangan antar wilayah untuk optimalisasi interaksi keruangan antar Kedungsepur memiliki ketersediaan cadangan wilayah di Kedungsepur.

75

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

푒 METODE 훽 = 푣 Penelitian ini adalah penelitian deskriptif Keterangan : kuantitatif dengan metode analisis data sekunder β = Indeks Konektivitas untuk mengetahui arahan pengembangan e = Jumlah Jaringan Jalan yang wilayah di Kedungsepur. Hal pertama yang menghubungkan Kabupaten / Kota dilakukan dalam penelitian ini didasarkan pada v = Jumlah kota dalam satu wilayah. ketimpangan wilayah di Kedungsepur yang dianalisis menggunakan Indeks Williamson Kriteria nilai indeks konektivitas (Beta) (Muta’ali, 2015). (Muta’ali, 2015) adalah jika  > 1 maka menunjukkan advanced economies (wilayah maju), (푌 − 푌)2푓푖 √∑ 푖 푛 sedangkan jika nilai  < 1 maka menunjukkan 퐼푊 = 푌 backward economies (wilayah terbelakang dan belum berkembang). dan analisis indeks Keterangan: aksesibilitas: Yi = PDRB Per kapita Kabupaten / Kota di 푑푖푗 푎 = Kedungsepur, 푑푗 Y = PDRB Per kapita rata-rata Provinsi Keterangan : JawaTengah, a = Indeks Aksesibilitas fi = Jumlah penduduk Kabupaten / Kota di Dij = Jarak terdekat wilayah Kota inti (Kota Kedungsepur dan Semarang) menuju wilayah kota di n = Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah. sekitarnya/hinterland (Kedungsepur selain Kota Semarang). dengan kriteria ketimpangan Wilayah Dj = Rata-rata jarak menuju Kota inti (Kota (IW) : < 0.35 = Ringan, 0.35 – 0.50 = Sedang, Semarang). dan > 0.5 = Berat. Tujuan penelitian yang akan (3) Menentukan lokasi yang dapat dicapai yaitu (1) Mengoptimalkan memberikan kesempatan antara (intervening keberlangsungan sektor yang merupakan basis di opportunity) antar wilayah di Kedungsepur masing-masing kabupaten/kota di Kedungsepur menggunakan Model Gravitasi : mengunakan analisis Location Quotient, 푀1 × 푀2 Iij = 2 푋푖푗⁄ (퐽1×2) LQij = 푋푖 푅푉푗 Keterangan : ⁄푅푉 Iij = Interaksi antara Kota inti (Kota Keterangan: Semarang) dan Kota Kota hinterland LQij = Indeks Koefisien Location Quotient sektor i (Kendal, Demak, Ungaran, Kota Salatiga di Kabupaten/Kota Kedungsepur, dan Purwodadi). Xij = PDRB sektor i di Kabupaten/Kota M1 = Masa wilayah Kota inti (Jumlah Kedungsepur penduduk Kota Semarang). Xi = PDRB sektor i di Jawa Tengah, M2 = Masa wilayah Kabupaten / Kota RVj = Total PDRB di Kabupaten/Kota hinterland (Kendal, Demak, Ungaran, Kota Kedungsepur, Salatiga dan Purwodadi). RV = Total PDRB di Jawa Tengah J = Jarak antar wilayah kota inti yaitu Kota Semarang dan Kota hinterland dengan kriteria LQ> 1 = Sektor basis dan unggulan, LQ< 1 = Sektor non basis dan Klasifikasi aksesibilitas dan interaksi non unggulan, LQ = 1 = Sektor seimbang dengan antara kota inti dengan kabupaten – kota wlayah acuan. (2) Meningkatkan transfer hinterland di Kedungsepur dilakukan dengan keruangan antar wilayah di Kedungsepur menentukan tiga tingkatan klasifikasi. Penentuan menggunakan analisis indeks konektivitas :

76

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021) klasifikasi aksesibilitas dan interaksi antar Kedungsepur selama lima tahun terakhir (2015 – kabupaten kota di Kedungsepur yaitu terdiri dari 2019). aksesibilitas dan interaksi klasifikasi tinggi, Penelitian berfokus pada identifikasi sedang dan rendah. Hal ini diukur melalui arahan pengembangan wilayah di Kedungsepur formulasi interval antar kelas sebagai berikut dalam rangka mengatasi ketimpangan wilayah (Hikmah, 2018): antar Kawasan Hinterland dan Kota Inti. Konsep (푁푖푙푎푖 푡푒푟푡푖푛푔푔푖 − 푁푖푙푎푖 푇푒푟푒푛푑푎ℎ) pengembangan wilayah di Indonesia 퐼 = 퐽푢푚푙푎ℎ 푘푒푙푎푠 berlandaskan pada beberapa teori yang meliputi dan teori titik henti (breaking point) dalam konsep bongkar pasang pengembangan wilayah menentukan lokasi potensial menggunakan (Hariyanto dan Tukidi, 2007). formulasi sebagai berikut. Sejalan dengan konsep tersebut maka arahan pengembangan wilayah yang penulis lakukan untuk Perkotaan Kedungsepur akan didasari kajian tentang sektor basis di Kedungsepur, konektivitas, interaksi dan Keterangan : aksesibilitas di Kedungsepur sehingga di DAB = Jarak titik henti . dapatkan arahan lokasi yang potensial untuk dAB = Jarak wilayah A dan B. pengembangan wilayah ataupun untuk PA = Jumlah penduduk kota A. pembangunan kawasan industri yang baru. Hal PB = Jumlah penduduk kota B. pertama yang dapat dilakukan dalam pengembangan wilayah di Kedungsepur adalah HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN dengan mengidentifikasi sektor unggulan pada

wilayah ini. Sektor unggulan adalah sektor yang Kedungsepur sebagai salah satu wilayah memiliki keunggulan dan kemampuan yang Pusat Kegiatan Nasional sekaligus suatu tinggi sehingga bisa dijadikan harapan dalam kawasan yang memiliki fungsi khusus dalam pengembangan wilayah (Robingatun, dkk, 2014). pengembangan wilayah perkotaan, ternyata Kecenderungan sektor basis tersebut dapat dilihat menunjukkan kesenjangan dan ketimpangan pada tabel berikut. wilayah antar Kabupaten / Kota yaitu sebesar Setelah kecenderungan sektor basis di 0.68 (Olah data Penulis, 2020) yang didapat Kedungsepur diketahui, kemudian dilakukan melalui perhitungan Indeks Williamson. Angka perhitungan mengenai konektivitas antar tersebut menunjukkan kondisi Kedungsepur Kabupaten – Kota di Kedungsepur menggunakan termasuk kedalam kriteria kesenjangan berat analisis indeks konektivitas (indeks beta). yang dialami antar Kabupaten-Kotanya. Hasil Semakin tinggi nilai indeks maka semakin analisis perhitungan Indeks Williamson banyak jaringan jalan terhubung antar kabupaten mengenai kesenjangan wilayah di Kedungsepur – kota., sedangkan jika Hasil dari Konektivitas pada tahun 2019 menunjukkan bahwa antar wilayah di Kedungsepur menunjukkan Kedungsepur memerlukan suatu arahan bahwa Kedungsepur merupakan wilayah maju. pengembangan, dimana sektor – sektor basis atau Kabupaten – Kota di Kedungsepur memiliki unggulan di Kedungsepur harus dikembaangkan kriteria nilai indeks Beta  > 1, yang berarti dengan lebih baik sehingga distribusi dari potensi bahwa indeks ini menyatakan bahwa setiap daerah bisa terbagi dengan rata. Maka dari Kedungsepur merupakan advanced economies itu penulis melakukan analisis perhitungan sektor (wilayah maju). Selengkapnya nilai indeks basis di Kedungsepur menggunakan indeks konektivitas wilayah di Kedungsepur adalah Location Quotient (LQ) untuk mengetahui sebagai berikut. kecenderungan sektor yang menjadi basis di

77

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Tabel 2. Kecenderungan Sektor Basis antar Kabupaten-Kota Kedungsepur. Sektor Basis di Kabupaten – Kota Kedungsepur

Lapangan Usaha Kab. Kab. Kab. Kota Kota Kab. (Sektor) Kendal Demak Sema- Sala- Sema- Grobo-gan rang tiga rang

A. Pertanian, Kehutanan, dan √ √ √ - - √ Perikanan B. Pertambangan dan Penggalian √ √ - - - √ C. Industri Pengolahan √ √ √ √ - - D. Pengadaan Listrik dan Gas √ - - √ - - E. Pengadaan Air, Pengelolaan - - - - √ - Sampah, Limbah dan Daur Ulang F. Konstruksi - - - - √ - G. Perdagangan Besar dan Eceran; - √ - - √ √ Reparasi Mobil dan Sepeda Motor H. Transportasi dan Pergudangan - - - √ √ √ I. Penyediaan Akomodasi dan - - - √ - √ Makan Minum J. Informasi dan Komunikasi - - - - √ - K. Jasa Keuangan dan Asuransi √ - - - √ √ L. Real Estate - - √ √ √ - M,N. Jasa Perusahaan - - - √ √ - O. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial - √ - √ √ √ Wajib P. Jasa Pendidikan - √ √ √ - √ Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan - - - √ - √ Sosial R,S,T,U. Jasa lainnya - √ - - - √ Sumber : Olah Data, 2020

Tabel 3. Indeks Konektivitas antar Kabupaten – Kota Kedungsepur No. Kabupaten / Kota e v Konektivitas Ket. Wilayah 1. Kabupaten Kendal 9 7 1.29 Maju 2. Kabupaten Demak 5 5 1.00 Maju 3. Kabupaten Semarang 11 9 1.22 Maju 4. Kota Salatiga 4 1 4.00 Maju 5. Kota Semarang 6 2 3.00 Maju 6. Kabupaten Grobogan 9 8 1.13 Maju Sumber: Analisis Peta Jaringan Jalan Kedungsepur (diolah, 2020). inti dengn kota lainnya yang dapat diakses Setelah melakukan perhitungan indeks melalui jarak tertentu. Nilai indeks inilah yang konektivitas di Kedungsepur, kemudian dijadikan dasar dalam pengklasifikasian dilakukan perhitungan untuk menganalisis aksesibilitas antar wilayah Kabupaten – Kota aksesibilitas menggunakan indeks aksesibilitas di (hinterland) dengan Kota Inti di Kedungsepur. Kedungsepur. Indeks aksesibilitas wilayah Klasifikasi aksesibilitas dihitung menggunakan merupakan nilai aksesibilitas suatu daerah formulasi kelas interval (Hikmah, 2018) sehingga dibandingkan dengan daerah yang lain dalam didapatkan klasifikasi aksesibilitas di satu wilayah observasi (Hadi, dkk, 2013). Indeks Kedungsepur menjadi klasifikasi tinggi, sedang aksesibilitas memperhitungkan jarak antara kota dan rendah.

78

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Klasifikasi aksesibilitas di Kedungsepur didukung dengan visualisasi pada peta yang menunjukkan adanya tingkatan aksesibilitas menunjukkan tingkat aksesibilitas antar yang antar wilayah Kabupaten – Kota Kabupaten – Kota Kedungsepur yang dapat Kedungsepur dapat dilihat pada tabel 4 yang dilihat pada gambar di Lampiran 1.

Tabel 4. Indeks Aksesibilitas antar Kabupaten – Kota Kedungsepur. Kabupaten / Kota Luas Kedung Jarak ke Indeks Klasifikasi (km2) sepur Kota Inti Askse- aksesibilitas (%) (km) sibilitas 1. Kab. Kendal 1118.13 20.65 25 0.91 Sedang 2. Kab. Demak 900.12 16.63 27 0.99 Sedang 3. Kab. Semarang 950.21 17.55 15 0.55 Tinggi 4. Kota Salatiga 57.36 1.06 39 1.43 Rendah 5. Kota Semarang 373.78 6.90 2 0.07 Tinggi 6. Kab. Grobogan 2013.86 37.20 56 2.05 Rendah Rata – rata Kedungsepur 27.33 1.00

Selain sektor basis, konektivitas dan bergerak apabila terdapat prospek pekerjaan aksesibitas antar Kabupaten – Kota di (gaji) yang lebih baik, alasan lainnya dalam Kedungsepur, interaksi antara kota inti dengan bentuk sosial, seperti kurangnya pelayanan sosial kabupaten – kota hinterland di Kedungsepur juga yang miskin dan kurangnya kebebasan individu mempengaruhi arahan pengembangan wilayah (Mustafa, dkk, 2018). di Kedungsepur. Interaksi merupakan suatu Pergerakan manusia yang merupakan proses yang sifatnya timbal balik dan salah satu bentuk interaksi yang juga dapat mempunyai pengaruh terhadap perilaku dari diketahui pola distribusi keruangan perkotaan pihak - pihak yang bersangkutan melalui kontak (Indrayati, 2010b; Indrayati, 2011b; Falah dan langsung (Roucek, 1963). Pendapat yang berbeda Indrayati, 2019) antar wilayah juga terjadi di berdasarkan geografi perkotaan menurut Short Kedungsepur. Kota Semarang sebagai kota inti (1984), mengemukakan bahwa interaksi yang menjadi pusat tujuan Kabupaten – Kota di merupakan sistem perkotaan dan tatanan dari sekitarnya (hinterland) yaitu Kabupaten Kendal, kota - kota kecil melalui aliran manusia, Kabupaten Demak, Kabupaten Semarang, Kota barang dan gagasan. Hal ini dapat disebut Salatiga dan Kabupaten Grobogan untuk sebagai dinamika sistem perkotaan yang melakukan interaksi. Hal ini disebut sebagai daya merupakan sistem pergerakan manusia pada tarik (gravitasi) yang dihitung berdasarkan suatu area dalam melakukan aktivitasnya, jumlah penduduk dan jarak antar wilayah di sebagai contoh yaitu perjalanan belanja dan Kedungsepur. perjalanan ke tempat kerja. Perhitungan nilai interaksi menggunakan Selain itu aktivitas pergerakan manusia formulasi model gravitasi, dimana semakin tinggi juga berpengaruh pada pola persebaran nilai interaksi, maka semakin tinggi pula keruangan, transportasi (angkutan umum) dan pergerakan manusia dari dan menuju kota inti daya lahan pada suatu fasilitas kependudukan (Fachrurrizal dan Hayati, 2014). Hal ini juga perkotaan (Umam, dkk, 2012; Febrianto, dkk, berlaku pada nilai interaksi keruangan di 2017; Rofiatul, dkk, 2018). Hal ini juga berlaku Kedungsepur dengan Kota Semarang sebagai pada kawasan perkotaan Kedungsepur, dimana kota inti. Klasifikasi interaksi Kabupaten / Kota transportasi mempengaruhi aktivitas pergerakan (hinterland) di Kedungsepur terhadap Kota manusia. Fakta menunjukkan bahwa pada Semarang (kota inti) menunjukkan Kabupaten umumnya alasan pergerakan manusia adalah Semarang memiliki interaksi yang tertinggi alasan ekonomi dimana penduduk cenderung dengan Kota Semarang, Kabupaten Kendal dan

79

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Demak memiliki klasifikasi interaksi (hinterland) di Kedungsepur terhadap Kota sedang, dan Kota Salatiga serta Kabupaten Semarang (kota inti) pada tahun 2019 dapat Grobogan memiliki klasifikasi interaksi rendah. dilihat pada tabel 5. Nilai dan klasifikasi interaksi Kabupaten / Kota

Tabel. 5. Nilai dan klasifikasi interaksi Kabupaten / Kota (hinterland) di Kedungsepur terhadap Kota Semarang (kota inti) Tahun 2019. Kabupaten / Kota Jumlah Jarak ke Nilai Interaksi Klasifikasi Penduduk Kota Inti (I) (Jiwa) (km) 1. Kab. Kendal 971.086 25 704.662.729,38 Sedang 2. Kab. Demak 1.162.805 27 723.407.468,64 Sedang 2. Kab. Semarang 1.053.786 15 2.124.093.022,73 Tinggi 4. Kota Salatiga 194.084 39 57.871.420.98 Rendah 5. Kab. Grobogan 1.377.788 56 199.255.340.30 Rendah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2020 (diolah, 2020) Setelah sebelumnya dilakukan sebagai Kota Inti di Kedungsepur mempunyai perhitungan Location Quotient (LQ), konektivitas, batas jangkauan terhadap kawasan lainnya aksesibilitas dan interaksi antar wilayah (Kabupaten Kendal, Kabupaten Demak, Kedungsepur, kemudian dilakukan perhitungan Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan menggunakan formulasi teori titik henti yang Kabupaten Grobogan) yang disebut titik henti. dapat menentukan lokasi potensial di Kabupaten / Kota Hinterland di Kedungsepur Kedungsepur. Penentuan lokasi potensial berpengaruh pada jarak tertentu dari pusat kota menggunakan analisis titik henti bertujuan untuk (Kota Semarang). menetapkan batas pengaruh antar pusat Berdasarkan hasil perhitungan teori titik pertumbuhan dari kota Inti di Kedungsepur yaitu henti didapat beberapa titik lokasi potensial yang Kota Semarang terhadap daerah sekitarnya dapat dilihat pada tabel 6 dan gambar di lampiran termasuk terhadap kota lain yang lebih kecil 2 untuk dilakukan pengembangan wilayah di (hinterland) yaitu Kabupaten Kendal, Kabupaten Kedungsepur dengan Kota Semarang sebagai Demak, Kabupaten Semarang, Kota Salatiga dan kota inti dan Kabupaten – Kota lainnya berikut. Kabupaten Grobogan. Pengaruh Kota Semarang

Tabel 6. Tititk Henti Kabupaten – Kota Hinterland di Kedungsepur dari Pusat Kota (Kota Semarang). Kabupaten / Kota Jumlah Penduduk Jarak ke Titik Henti (Jiwa) Kota Inti (km) (Km) 1. Kab. Kendal 971.086 25 21.13 2. Kab. Demak 1.162.805 27 24.01 2. Kab. Semarang 1.053.786 15 12.98 4. Kota Salatiga 194.084 39 19.22 5. Kab. Grobogan 1.377.788 56 52.15 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2020 (diolah, 2020). Berdasarkan penelitian sebelumnya Ungaran-Salatiga, dan Koridor Semarang- wilayah rencana pengembangan yang cukup Purwodadi (Martono, 2008; Minnatika dan potensial adalah Koridor Semarang-Kendal, Indrayati, 2019). Koridor Semarang-Demak, Koridor Semarang-

80

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Kedua penelitian tersebut masih Kedungsepur melalui interaksi keruangan antar menunjuk pada area koridor pengembangan. Kabupaten – Kota: Untuk melengkapi atau menambahkan mengenai 1. Kabupaten Kendal memiliki arahan penelitian sebelumnya, penelitian kali ini pengembangan sektor basis yaitu Sektor ditekankan pada satu titik kawasan (kecamatan) Industri Pengolahan dengan lokasi potensial di Kabupaten – Kota Kedungsepur yang pengembangan di Kecamatan Kendal, memiliki lokasi potensial dekat dengan jalan Kecamatan Singorojo, Kecamatan Boja dan kolektor sehingga mempermudah distribusi baik Kecamatan Limbangan atau pada Koridor bahan mentah, bahan setengah jadi maupun Semarang-Kendal. bahan jadi di kawasan industri di Kedungsepur. 2. Kabupaten Demak memiliki arahan Berdasarkan temuan peneliti, lokasi potensial pengembangan Sektor Pertanian, Kehutanan, untuk optimalisasi pengembangan wilayah dan Perikanan; dan Sektor Industri melalui interaksi keruangan antar Kabupaten – Pengolahan dengan lokasi potensial Kota di Kedungsepur berdasarkan analisis dan pengembangan di perbatasan antara hasil perhitungan teori titik henti (breaking point) Kecamatan Demak dan Kecamatan adalah : Wonosalam atau pada Koridor Semarang- 1. Kabupaten Kendal di Kecamatan Kendal, Demak. Kecamatan Singorojo, Boja dan Kecamatan 3. Kabupaten Semarang memiliki arahan Limbangan; pengembangan sektor basis yaitu Sektor 2. Kabupaten Demak di perbatasan antara Industri Pengolahan dengan lokasi potensial Kecamatan Demak dan Kecamatan berada di Kecamatan Ungaran Barat atau Wonosalam; pada Koridor Semarang-Ungaran-Salatiga. 3. Kabupaten Semarang di Kecamatan Ungaran 4. Kota Salatiga memiliki arahan Barat; pengembangan sektor basis yaitu Sektor Jasa 4. Kota Semarang di Kecamatan Banyumanik – Jasa; Sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa 5. Kabupaten Grobogan di Kecamatan Perusahaan dan Sektor Pengadaan Listrik, Purwodadi Gas dan Air Bersih dengan lokasi potensial Lokasi potensial yang ditemukan oleh pengembangan berada pada Koridor penulis di Kedungsepur menunjukkan bahwa Semarang-Ungaran-Salatiga. wilayah perkotaan ini memiliki bentuk 5. Kota Semarang memiliki arahan cenderung linier mengikuti jaringan jalan akan pengembangan sektor basis yaitu Sektor mempermudah akses pelayanan prasarana. Hal Konstruksi dan Sektor Pengangkutan dan ini didukung oleh hasil perhitungan indeks Komunikasi di Kecamatan Banyumanik atau konektivitas, aksesibilitas dan interaksi pada Koridor Semarang-Ungaran-Salatiga. keruangan antar kabupaten – kota Kedungsepur 6. Kabupaten Grobogan memiliki arahan yang menunjukkan wilayah maju. Hal tersebut pengembangan sektor basis yaitu Sektor menjadikan kawasan perkotaan ini potensial Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan; Sektor untuk dikembangkan kawasan industrinya Pertambangan dan Penggalian; dan Sektor sehingga pembangunan dan pengembangan Perdagangan, Hotel dan Restoran di sektor – sektor unggulan dapat dilakukan lebih Kecamatan Purwodadi dan Kecamatan Brati merata di beberapa lokasi potensial dengan atau berada pada Koridor Semarang- membentuk pola kerjasama regional antar Purwodadi. kabupaten/kota di Kedungsepur. DAFTAR PUSTAKA SIMPULAN Fachrurrizal, Muhamad Isro, dan Rahma Hayati. Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat 2014. “Pemilihan Lokasi Ibukota Kabupaten disimpulkan arahan pengembangan wilayah Di Wilayah Proyeksi Pemekaran Kabupaten Utara.” Geo Image 3(2): 1–7.

81

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Falah, Jhonata, dan Ariyani Indrayati. 2019. "Sebaran “Keterkaitan Antar Sektor Ekonomi Dan Keruangan dan Respon Warga Kota terhadap Antar Daerah Di Wilayah Kedungsepur.” Layanan Online Smart Living menuju Minnatika, Nella. dan Indrayati, Ariyani. 2019. Semarang Smart City Tahun 2018." Prosiding 'Transformasi Spasial Pada Koridor Perkotaan Seminar Nasional Geografi UMS X 2019. Kedungsepur. Geo-Image. Febrianto, Wimas Hasan, Saptono Putro, dan Mustafa, Arnisa, Murshal Manaf, dan Agus Salim. Hariyanto. 2017. “Trayek Angkutan Umum 2018. “Interaksi Keruangan Kawasan Untuk Mengoptimalkan Interaksi Desa Kota Perkotaan Tanete Dan Implikasinya Terhadap Di Kabupaten Boyolali.” Geo Image 6(1). Pelayanan Transportasi Spatial Interaction of Giyarsih, Sri Rum. 2012. “Koridor Antar Kota Sebagai Urban Tanete Areas and Its Implications for Penentu Sinergisme Spasial: Kajian Geografi Transportation Services.” PBUP 1(1): 1–9. Yang Semakin Penting.” Tatalokal 14(2): 90– Muta’ali, Luthfi. 2015. Teknik Analisis Regional 97. Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang dan Hadi, Prayoga Luthfil, Tri Basuki Joewono, dan Lingkungan. Yogyakarta: Badan Penerbit Wimpy Santosa. 2013. “Aksesibilitas Menuju Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Fasilitas Kesehatan Di Kota Bandung.” Jurnal Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Transportasi 13(3): 213–22. Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Hariyanto, dan Tukidi. 2007. ‘Konsep Pengembangan Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – Wilayah dan Penataan Ruang Indonesia di Era 2029 Otonomi Daerah’. Dalam Jurnal Geografi. Robingatun, Rahma Hayati, dan Ariyani Indrayati. Vol.4 No.1. Hal. 1-10. 2014. “Daya Saing Wilayah Dan Sektor Hikmah, Nur ‘Izzatul. 2018. “Local Wisdom of Unggulan Sebagai Penentu Pusat Farmers on The Northern Slopes of Ungaran Pertumbuhan Baru Orde II Di Kabupaten Mountain to Reduce Erosion on Agricultural Purworejo.” Geo Image 3(1). Land.” Advances in Social Science, Education Rofiatul, Ulya Meiliana, Hariyanto, dan Putro and Humanities Research (ASSEHR) Saptono. 2018. "Tingkat Kebutuhan Penduduk 313(ICoRSIA 2018): 290–93. Terhadap Angkutan Umum Perkotaan di Indrayati, Ariyani. 2010. Studi manajemen Kecamatan Purwodadi Kabupaten infrastruktur perkotaan berbasis komunitas, Grobogan." Geo-Image 7(1): 54-62. kasus manajemen MCK komunal di bantaran Roucek, Joseph S. 1963. “Changing Concepts and sungai Kota Yogyakarta (Doctoral Recent Trends in American Educational dissertation, Universitas Gadjah Mada). Sociology.” Revista Internacional de Indrayati, Ariyani. 2011. Pola Distribusi Keruangan Sociología 21: 217. MCK Komunal dan Hubungannya dengan Sanditia, Eka Mayang, Whinarko Juliprijanto, dan Kawasan Kumuh di Perkotaan Rusmijati. 2017. “Analisis Disparitas Yogyakarta. Jurnal Geografi: Media Informasi Pendapatan Per Kapita Dengan Pendekatan Pengembangan dan Profesi Kegeografian, 8(1), Sektoral Antar Wilayah Kedungsepur Tahun 54-63. 2010-2017.” DINAMIC: Directory Journal of Martono, Primasto Ardi. 2008. Tesis Pascasarjana Economic 1: 168–81. Magister Program Teknik Pembangunan Short, J.R. 1984 An Intriduction to Urban Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Geoghraphy. London: Routladge and Kegen Paul.

82

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Lampiran 1. Peta Aksesibilitas Kawasan Perkotaan Kedungsepur

83

Nur ‘Izzatul Hikmah / Geo Image 10 (1) (2021)

Lampiran 1. Peta Lokasi Potensial Arahan Pengembangan Wilayah Kedungsepur

84