Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur KAWISTARA VOLUME 1 No. 1, 21 April 2011 Halaman 1-102 PERTUMBUHAN MEGAURBAN KEDUNGSEPUR Saratri Wilonoyudho Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang Email: [email protected]. ABSTRACT Over the last 20 years many urban areas have experienced dramatic growth, as a result of rapid population increase and the trans formation of the world economy because of a combination of rapid technological and political change. In the case of Kedungsepur, the area has seen more than twofold growth. Migrants come to the inner zones from both the area's core and elsewhere in the country. Net migration, in many case, contributes as much as two thirds of the population growth in these zones, whereas in the city cores, net migration contributes little to growth. A comprehensive model suggests that urbanization in Kedungsepur is influenced by structural and social demographic factors. Thus, the bal- ance between managing urban discharges to the environment and enhancing environmental resource capacity is the key determinant of sustainability. Keywords: economic growth, population growth, urbanization, megaurban. ABSTRAK Lebih dari 20 tahun banyak kawasan urban yang mengalami pertumbuhan dramatis sebagai hasil dari pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan transformasi ekonomi dunia akibat kombinasi dari perubahan teknologi dan politik. Dalam kasus di Kedungsepur, kawasan dalam didatangi para migran yang datang dari kawasan inti maupun dari pelosok negeri. Migrasi netto dalam banyak kasus memberi kontribusi bagi pertumbuhan penduduk di kawasan tersebut, sedangkan di kawasan inti migrasi netto kecil kontribusinya. Model yang komprehensif disarankan karena pertumbuhan megaurban Kedung- sepur dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi yang bersifat struktural dan sosial. Oleh karenanya kese- imbangan antara pelaksanaan manajemen lingkungan perkotaan dengan peningkatan kapasitas sum- berdaya lingkungan merupakan kunci utama bagai keberlanjutan di kawasan ini. Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan penduduk, urbanisasi, megaurban. 79 Kawistara, Vol. 1, No. 1, April 2011: 79-91 PENGANTAR tersebut tidak terjadi di kota-kota besar (me- Tulisan ini dilatarbelakangi oleh feno- gacity) sebagaimana selama ini diperkirakan mena pesatnya pertumbuhan megaurban di orang, namun justru tumbuh di kota-kota kawasan ASEAN yang mengalami pertum- kecil dan menengah (dengan penduduk ku- buhan penduduk perkotaan yang luar biasa rang dari 500.000 jiwa) yang terdapat di cepatnya dalam enam dekade terakhir ini. negara-negara berkembang (Bremner, 2005). Pertumbuhan dan dinamika penduduk se- Hanya yang menjadi masalah, pertumbuhan perti ini terkait dengan pesatnya pertum- penduduk di perkotaan tersebut tidak diba- buhan ekonomi di kawasan tersebut, yang rengi dengan peningkatan pelayanan, se- cenderung membentuk sebuah formasi yang hingga di masa depan pertumbuhan kota- berbentuk “Extended Metropolitan Region” kota membutuhkan perencanaan yang lebih (EMR) yang dicirikan oleh pertumbuhan di baik, terutama dalam mengantisipasi keda- kota-kota inti yang meluber ke kawasan peri- tangan kaum migran yang banyak men- peri di sekitarnya (Firman, 2003, McGee, diami kampung-kampung kumuh dan liar. 1971 dan 1991). Dalam sebuah studinya, Hal lain yang menarik adalah temuan Firman (2003) juga menemukan bahwa dari Brown (2002) yang mengkaji pertum- kabupaten-kabupaten yang memiliki basis buhan ekonomi Hongaria pasca-peralihan industri, mengalami pertumbuhan pen- dari sistem sosialisme ke kapitalisme. Sistem duduk urban yang lebih cepat. Pertum- kapitalisme ternyata menghasilkan ketidak- buhan ini dapat dilihat kabupaten-kabupa- adilan. Ini terbukti oleh adanya pergerakan ten yang terletak di pantai Utara Jawa yang penduduk dari perdesaan yang jauh dari membentang dari Jakarta hingga Semarang kota. Dinamika penduduk yang terjadi di melalui Cirebon. daerah perdesaan ini menunjukkan adanya Studi tentang formasi EMR dan hubung- ketidakadilan dalam pembangunan eko- an desa-kota di Jawa juga dilakukan oleh nomi. Daerah perdesaan pada tahun 1990- Jones (2001), dan McGee (1971 dan 1991). an menjadi tujuan para pendatang dari Globalisasi perdagangan, produksi, dan golongan ekonomi marginal, serta mencip- keuangan memunculkan banyak megaurban takan sebuah stratifikasi sosial antara desa- di Asia Pasifik (Douglass, 1995 dan 2000). kota. Dengan kata lain, dekonsentrasi pen- Hal yang sama juga ditemukan di banyak duduk di Hongaria boleh jadi bukan mencer- negara di Asia lainnya seperti Taiwan (Liu minkan perpindahan yang positif untuk and Tsai,1991), China (Yixing,1991) dan, mendapatkan kesempatan yang lebih baik Japan (Ginsburg, 1990 dan Latz, 1991). De- ke depan, serta bukan seperti yang terjadi ngan kata lain, fenomena EMR merupakan di kebanyakan negara-negara Barat sebagai bagian dari urbanisasi di Asia (Lin, 1994). “counter-urbanization”, namun lebih sebagai Fenomena megaurban di Indonesia yang hasil tekanan ekonomi yang memaksa pen- mencolok adalah pertumbuhan kawasan Ja- duduk untuk pindah karena mereka tidak bodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, memiliki pilihan hidup yang lain. Bekasi), Gerbangkertasusila (Gresik, Dari latar belakang masalah tersebut Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, tampak bahwa munculnya istilah Kedung- Lamongan), dan Kedungsepur (Kendal, De- sepur mengindikasikan bahwa Semarang mak, Semarang, Purwodadi). dan daerah di belakangnya seperti Kendal, Pada sisi lain, temuan dari United Na- Demak, Ungaran, Purwodadi, Kudus, dan tions juga mengatakan bahwa penduduk sebagainya bagaikan sebuah “region based dunia yang tinggal di perkotaan akan tum- urbanization”. Daerah di belakangnya terse- buh dari 3 miliar jiwa pada tahun 2003 men- but setidaknya menjadi satu sistem pertum- jadi sekitar 4,9 miliar jiwa pada tahun 2030, buhan regional, yang saling terkait satu de- atau dari 48% dari penduduk dunia menja- ngan yang lainnya. Ini artinya setiap per- di 60%. Yang menarik bahwa pertumbuhan ubahan yang terjadi di Semarang juga akan 80 Saratri Wilonoyudho -- Pertumbuhan Megaurban Kedungsepur berpengaruh terhadap daerah belakangnya, lebih menonjol jika dibandingkan “rural dan sebaliknya. Dari titik pemahaman inilah area”. Menurut Cohen (2006) hal ini disebab- artikel ini akan mempelajari pertumbuhan kan melambatnya pertumbuhan penduduk dan urbanisasi di daerah di belakang kota yang ada di daerah “rural”. Diperkirakan Semarang, sehingga muncul pertanyaan dua tahun ke depan pertumbuhan pen- penelitian: 1) Bagaimanakah proses perkem- duduk perdesaan akan menurun dari 3,3 bangan urbanisasi sehingga terjadi gejala miliar jiwa (2003) menjadi 3,2 miliar jiwa megaurban di kawasan Kedungsepur?; dan (2030). Kalau pada tahun 1950-an ada seki- 2) Faktor-faktor apa yang menjadi determi- tar 1,8 milyar orang yang tinggal di perde- nan pokok urbanisasi di Kedungsepur? saan atau rural area, namun pada tahun Secara umum, tujuan penelitian ini ada- 2000 jumlah itu menjadi 3,2 miliar jiwa. lah untuk mempelajari, menganalisis, dan Pada sisi lain, dalam 30 tahun jumlah pen- menjelaskan proses terjadinya urbanisasi di duduk kota bertambah 2 miliar jiwa. Kedungsepur. Dari hasil analisis diharapkan Menurut John Friedmann (dalam La- dapat diperoleh kejelasan hubungan antara quian, 2008), tipe-tipe urban fields akan me- urbanisasi dengan faktor-faktor sosial, eko- lebar ke luar dari batas administratif pusat nomi, demografi, politik atau kebijakan pem- kota sejauh 100 kilometer, termasuk di bangunan kota dan perubahan fisik ke- wilayah itu adalah bandara kota, lokasi in- ruangan di Kedungsepur. Dari titik inilah dustri baru, pusat rekreasi, sumber air dan diharapkan dapat diperoleh kejelasan, ter- saluran pembuangan, pertanian, dan se- utama terkait dengan rekonseptualisasi ur- bagainya. Dalam istilah McGee fenomena banisasi berlebih yang “khas” dan “konteks- kewilayahan seperti itu disebut “desa kota”, tual” Indonesia khususnya di Kedungsepur. karena ada percampuran antara karakter Harapan lebih jauh, hasilnya dapat mem- kota dan karakter perdesaan yang unik. perkaya teori-teori tentang urbanisasi serta Industrialisasi di negara-negara ber- dapat digunakan sebagai landasan untuk kembang yang berdampak terhadap di- pengambilan keputusan dalam perencanaan namika penduduk, merupakan buah dari dan pembangunan kota yang berkelanjutan. penetrasi kapitalisme dunia, yang sering di- sebut globalisasi ekonomi. Menurut Tyner Megaurban dan Pertumbuhan Kota (2002), wilayah Asia adalah wilayah yang Kedungsepur sebagai “Extended Metro- paling dramatis terkena pengaruh globalisasi politan Region”, akan menjadi salah satu ekonomi. Perubahan struktur sosial ekonomi fenomena kota yang memiliki pertumbuhan merupakan harga wajar yang harus diba- penduduk yang luar biasa cepatnya. Menu- yar oleh pengaruh seperti ini, seperti per- rut berbagai hasil studi, antara tahun 2000- ubahan-perubahan pola investasi yang mu- 2030, jumlah penduduk dunia akan tumbuh lai meninggalkan daerah pusat kota untuk 1,8 % sampai 2 % setahun. Pada tahun 2030, dipindahkan ke kawasan pinggiran. Sebagai diperkirakan 61 % orang akan hidup di kota. akibatnya, kawasan pinggiran di kota-kota Pada awal abad XX hanya ada 16 kota di metropolitan berkembang sangat pesat, yang dunia yang berpenduduk lebih dari satu juta memunculkan istilah peri-peri, interzone, jiwa. Namun, sekarang ada sekitar 400 kota atau outer zone kawasan kota. di dunia yang berpenduduk satu juta jiwa Globalisasi ekonomi menciptakan hu- atau lebih. Dari jumlah itu, 70 % di antara- bungan kultural antara negara kapitalis
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages13 Page
-
File Size-