DARI REDAKSI

Salam hangat para pembaca Geospasial Edisi April 2017,

Edisi April tahun 2017 mengangkat berbagai ulasan tentang perkotaan. Mulai dari karakteristik Smart City yang diulas pada tulisan “Sketsa Ketahanan Perkotaan Berbasis Teknologi: Kota Cergas”, serta perbandingan karakteristik kota berketahanan yang diulas pada tulisan “Selintas Kota Berketahanan Rotterdam VS ”.

Tajuk utama yang diangkat pada edisi kali ini pun erat kaitannya dengan karakteristik kehidupan perkotaan. Tulisan “Moda Transportasi Mobilitas Ulang Alik Pekerja Kota Depok” secara komprehensif dan detil membahas mengenai karakteristik kaum urban yang merupakan daily commuter. Pemilihan moda transportasi para commuter Kota Depok berdasarkan karakteristik orangnya secara menarik diceritakan dan dianalisis pada tulisan tersebut.

Artikel menarik lainnya yang juga diangkat pada edisi kali ini adalah ulasan sejarah Jawa kuno yang terkait dengan budaya, makanan serta penggunaan lahan yang dibahas dalam tulisan “Food and Land Use Culture in Ancient Java”. Beberapa kegiatan di dalam kampus juga telah dituangkan dalam artikel dan diangkat dalam rubrik Kampusiana. Kegiatan tersebut antara lain adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang ditulis pada artikel “Pemberdayaan Petugas Keamanan Kampus dalam Pengelolaan Data Spasial Keamanan di Kampus UI, serta kegiatan penelitian bersama dalam tulisan “Teknologi Pesawat Udara Nir Awak Menggunakan Sensor LIDAR”.

Akhir kata dari team redaksi majalah Geospasial menghaturkan selamat membaca, sukses selalu dalam pekerjaan dan berkarya membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik lagi serta menanti kontribusi Alumni Geogra UI dalam berbagai macam tulisan.

Salam Redaksi

TIM REDAKSI

Penasehat - Dr. Supriatna, MT

Redaksi - Adi Wibowo, Iqbal Putut Ash Shidiq, Laju Gandharum, Nurul Sri Rahatiningtyas, Ratri Candra, Satria Indratmoko, Arif Hidayat, dan Riza Putera S.

Alamat Redaksi - Departemen Geogra FMIPA UI, Kampus UI Depok

Diterbitkan oleh: Forum Komunikasi Geogra Universitas

Redaksi menerima artikel/opini/pendapat dan saran dari pembaca, utamanya berkaitan dengan masalah keruangan.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 DAFTAR ISI

Dari Redaksi Kendala Pembangunan NCICD National Capital Integrated Coastal Daftar Isi - 01 Development - 24

Pemberdayaan Petugas Keamanan Kampus dalam Pengelolaan Data Spasial Keamanan di Kampus UI - 02

Moda Transportasi Mobilitas Ulang Alik Pekerja Kota Depok - 28

Sketsa Ketahanan Perkotaan Berbasis Teknologi Kota Cergas - 07

Food and Land Use Culture in Ancient Java - 45

Teknologi Pesawat Udara Nir Awak Menggunakan Sensor LIDAR (LIDAR Drone) - 59

Selintas Kota Berketahanan Rotterdam vs Jakarta - 16

Volume 15 / No. 1 / April 2017 KAMPUSIANA

PEMBERDAYAAN PETUGAS KEAMANAN KAMPUS DALAM PENGELOLAAN DATA SPASIAL KEAMANAN DI KAMPUS UI DEPOK

Oleh:

Iqbal Putut Ash Shidiq1, Adi Wibowo1, M Irvan Olii2, Jarot Mulyo Semedi1 Departmen Geogra FMIPA UI1, Departemen Kriminologi FISIP UI2

PENDAHULUAN petugas keamanan kampus UI maka nantinya dapat Kampus Universitas Indonesia dengan akses yang tidak ditentukan pihak yang dapat diberikan wewenang dan terlalu terbatas dan banyak dimanfaatkan oleh anggota tanggung jawab dalam pengelolaan data spasial untuk masyarakat selain sivitas akademik UI memiliki banyak informasi geogras terkait keamanan lingkungan permasalahan di bidang keamanan. Salah satu faktor Kampus. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini yang terkait dengan hal tersebut adalah belum adalah pemberdayaan masyarakat untuk Petugas teroptimalisasikannya kemampuan petugas keamanan Keamanan di Kampus UI Depok, meliputi kegiatan: (1) (baik secara khusus atau bahkan secara umumnya) Memberikan bimbingan/pelatihan cara pengambilan melakukan pendataan kondisi keamanan yang ada, baik data spasial; (2) Membentuk tim pelaksana agar secara spasial dan temporal. Hasil pendataan tersebut melakukan pendataan lapang. Target dari kegiatan ini bila dapat dilakukan dan dikelola akan dapat menjadi adalah data yang dikumpulkan, diolah dan ditampilkan bagian dari basis data spasial Kampus UI. Selain berisikan tentang informasi geogras yang ada di kemampuan personil, kendala dalam pengelolaan Kampus UI Depok dengan Sistem Informasi Geogras keamanan adalah terkait tidak terdapatnya basis data Manual yang berbasis partisipasi petugas Keamanan. spasial lingkungan Kampus UI sendiri, ditambah Para petugas keamanan dengan turut serta pada dengan belum adanya ketersediaan komputer dan kegiatan ini akan memiliki kemampuan untuk: (1) dapat software SIG pada Kantor Keamanan Kampus. Hal ini mengumpulkan data spasial; (2) dapat mengolah data dapat dikatakan bahwa kegunaan dan penggunaan spasial; (3) dapat menampilkan data spasial. Luaran dari data spasial untuk dasar informasi pengelolaan kampus kegiatan ini adalah sebagai berikut: (1) Meningkatnya khususnya masalah keamanan dengan berbasis data Kemampuan Petugas Keamanan dalam Mengumpulkan spasial juga belum menjadi prioritas. Permasalahan- Data Sapsial berbasis Sistem Infromasi Geogras permasalahan tersebut bisa diatasi dengan Manual; (2) Meningkatnya peran serta Petugas meningkatkan pemberdayaan kemampuan civitas Keamanan dalam mengelola data spasial berbasis akademika khususnya petugas keamanan kampus Sistem Informasi Geogras secara manual. untuk melakukan pengelolaan data spasial berbasis Sistem Informasi Geogras. Yaitu dengan melakukan PELAKSANAAN KEGIATAN pendataan langsung dalam lingkungan Kampus Persiapan Universitas Indonesia yang hasilnya kemudian Untuk persiapan pelaksanaan dilakukan dengan memberikan pihak UPT PLK UI kelengkapan data atau koordinasi pihak UPT PLK UI bertemu dengan Kepala informasi geogras lingkungan Kampus guna UPT PLK UI, Prof. Dr. Ir. Anondho Wijanarko, M.Eng. pengelolaan keamanan. S.D.I., W.E, dengan memberikan arahan agara kegiatan ini bisa bermanfaat bagi PLK UI. Kedua dilanjukan Pihak-pihak yang menjadi subyek dalam kegiatan koordinasi dengan Pak Parulian untuk mencari hari pemberdayaan ini adalah Kepala UPT beserta yang tepat untuk pelaksaan. Terakhir sebagai nalisasi jajarannya termasuk juga para petugas keamanan di kegiatan untuk tanggal 30 November berkoordinasi tingkat Fakultas. Dengan melibatkan keseluruhan dengan Ibu Sonya.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Untuk team pelaksana pengmas melakukan persiapan antara lain penyeoapan materi dan peraalatan yang digunakan untuk latihan yakni Peta Kampus UI berbasis GRID.

Rangkaian Kegiatan Pembukaan Setelah dilakukan absensi pagi Gambar 1. Peserta sedang mendengarkan arahan maka kegiatan dilanjutkan dengan pembukan acarapelaksanaan Dr. Ir. Anondho Wijanarko, M.Eng. secara umum. Kemudian kegiatan pelatihan dengan S.D.I., W.E (Gambar 1). Arahan ditambahkan satu pemahaman mendengarkan penjelasan adalah bagaimana pengetahuan ini tentang lokasi yang dibentuk mengenai kegiatan pelatiahan bisa menjadi pengetahuan yang menjadi satu unit area kerja dalam pada tanggal 30 November 2016. kalua memang bisa dilaksanakan bentuk grid. Kalau UI dibagi grid Acara dimulai dari Jam 9.00 WIB bisa dijadikan satu alternatif dalam kerja dalam 1 hektar, maka dalam sampai dengan 16.00 WIB. Kegiatan menunjang kegiatan sehari-hari Kampus UI ada sejumlah 300 grid dimulai dengan pre-test, Ceramah, pengamanan kampus, misalnya yang bisa dijadikan sebagai satuan Diskusi dan Praktek Lapang, serta mendeteksi dimana lokasi yang kerja pengamanan kampus UI. diakhiri dengan post-test. Setelah rawan kecelakaan, rawan pohon Setelah selesai materi kedua maka penjelasan kegiatan, kegiatan tumbang dan sebagainya. Intinya pelatihan dilakukan break untuk berikutnya adalah pre-test. Pre-test Peta merupakan alat bantu yang makan siang dan sholat bagi yang ini dilakukan untuk mengetahui penting dalam pelaksanaan tugas melaksanakan. Istirahat dilaksankan sejauh mana peserta memiliki pengemaan kampus sehari-hari di selama kurang lebih satu jam dari kemampuan dasar untuk Kampus UI Depok. Jam 12.00 – 13.00 WIB. Materi melakukan identikasi lokasi Ketiga dari Iqbal Putut Ash Shidiq berdasarkan peta. Fungsinya Materi Pelatihan dengan detail proses Pemetaan adalah kondisi real dilapangan Materi Pertama dari M Irvan Olii Berbasis GRID di Kampus UI dan dibuatkan dalam bentuk peta yang memberikan penjelasan contoh Pemetaan GRID di FMIPA sehingga lokasi yang ada bagaimana fungsi dan manfaat UI. Melanjutkan dari sesi dilapangan akan memiliki lokasi peta dalam berbagai keperluan sebelumnya tetang manfaat dan yang sama pada peta. terutama untuk masalah keamanan fungsi peta, maka dilakukan dan pengamanan. Contoh yang penjelasan bagaimana grid bisa Setelah selesai melakukan pre-test ditampilkan adalah lokasi kejadian dijadikan alternatif agar posisi maka dilanjutkan dengan break pencurian motor baik terjadi di lokasi bisa dilakukan lebih akurat sejenak untuk minum dan makan lokasi parkir motor resmi atau dan juga menjadi rahasia oleh kue untuk menjaga stamina lokasi parkir motor tidak resmi di pihak pengamanan karena kode peserta. Acara pembukaan Kampus Ui Depok. Materi Kedua grid yang mengetahui hanya kemudian dilajutkan dengan dari Adi Wibowo menjelasakan satuan pengamanan kampus arahan dari Kepala UPT PLK, Prof. tentang fungsi dan manfaat peta (Gambar 2).

Gambar 2. Peserta mendengarkan materi dari M Irvan Olii, Adi W. dan Iqbal P.A.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 3. Peserta sedang diskusi kelompok

Setelah mendengarkan materi dari pembicara maka, untuk masing-masing individu berupa grid yang ada di kegiatan dilakukan dengan Latihan Kelompok dan FMIPA. Peserta melakukan verikasi dilapangan Presentasi Hasil Kelompok. Latihan ini yang pertama menggunakan peta kerja, dan melakukan identiaksi melakukan diskusi dengan sesama angota kelompok potensi pengamanan serta menentukan lokasi pasti tentang hasil ploting individu yaitu lokasi pos satpam di tempat-tempat yang perlu diberikan pengamanan Kampus UI Depok (Gambar 3). Setelah diskusi dan (Gambar 6 dan 7). koreksi lokasi pos satpam maka dilakukan penghitungan jumlah pos satpam yang ada di Kampus Dari hasil pengumpulan data lapangan kemudian UI Depok (Gambar 4 dan 5). Hasil Kelompok satu Pos dilakukan presentasi oleh peserta sebagai penilaian Satpam UI berjumlah 17, Kelompok Dua berjumlah 19 kemampuan individu peserta membaca peta, dan Kelompok 3 berjumlah 24. Hasil ini kemudian melakukan ploting lokasi di lapangan dengan peta dan dilakukan diskusi untuk mencoba melakukan klarikasi menjelaskan hasil tersebut kepada orang lain. Hasil ini karena jumlah pos satpam tidak sama antar satu menunjukkan kemampuan dari satuan keaman kampus kelompok dengan kelompok lain. Salah satu yang yang cukup baik dalam membaca peta dan menarik adalah denisi Pos Satpam, misalnya Pos menggunakan peta untuk meberikan informasi kepada Balairung dan Faculty Club. Ada Kelompok yang pihak lain. menyatakan tidak ada Pos Satpam di Balairung, yang ada hanya petugas patroli di Balairung, tetapi di Faculty Club ada Pos Satpam. Hal ini menjadi menarik untuk Gambar 5. Hasil diskusi Kelompok 3 disampikan kepada pimpinan UPT PLK mengenai keseragaman denisi Pos Satpam, sehingga tidak ada yang benar dan salah dalam penghitungan jumlah pos satpam di Kampus UI Depok.

Dalam pelatihan ini kemampuan individu diuji dalam membaca peta, dengan diberikan latihan berupa peta dan langsung menuju lokasi yang sduah ditentukan

Gambar 4. Hasil diskusi Kelompok 1 dan 2

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 6. Peserta melakukan survei dengan Peta Grid FMIPA

Gambar 8. Peserta melakukan Post-Test

pengetahuan dan pemahaman peserta sebelum diberikan materi pengelolaan data spasial keamanan kampus. Evaluasi kedua dilakukan setelah diberikan materi dengan ceramah maupun praktek, bertujuan untuk melihat seberapa jauh peningkatan pengetahuan, Gambar 7. Hasil pengumupulan data salah satu peserta dengan Peta Grid di FMIPA pemahaman dan keterampilan peserta terhadap pengelolaan data spasial.

Gambar 8 menunjukan peserta melakukan post-test, dan hasil pre- test dan post-test dari peserta dilampirkan pada Gambar 9. Dari hasil tersebut bisa dilihat, bahwa secara umum terjadi perubahan sebelum diberikan materi peserta melakukan ploting lokasi secara tidak tertur dan belum menggunakan simbol, tetapi setelah pelatihan maka peserta sudah bisa menampilkan informasi peta dengan rapih dan sudah Gambar 9. Hasil Peta Pre-Test dan Post-Test mampu menampilkan simbol untuk lokasi pos satpam di Kampus Evaluasi Kegiatan Pelatihan (Pre- pertanyaan terhadap peserta (pre- UI Depok. Test dan Post-Test) test), yang dilakukan sebelum Evaluasi terhadap aparatur diberikan materi yang bertujuan dilakukan meliputi pemberian untuk mengetahui sejauh mana

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Penutupan sama, maka peta bisa dijadikan suatu masukan apakah Pada proses pelaksanaan pengmas, sudah dilakukan bisa menjadi satu ukuran dalam kinerja satuan diskusi dengan Kepala PLK Kampus UI, hasilnya adalah pengaman kampus. Sebagai penutup acara pelatihan modul untuk pelatihan dasar pemetaan bagi Satuan maka diakhiri juga dengan foto bersama para peserta Keamanan Kampus. Pelatihan ini bertujuan menguji pelatihan Pemataan Tingkat Dasar di Departmen wawasan Satuan Keamanan Kampus mengenai daerah Geogra FMIPA UI. yang menjadi tanggung jawab kerja. Peta yang digunkaan adalah peta yang hanya menampilkan bangunan di Kampus UI dan masih menggunakan peta bangunan yang lama. Hasilnya semua bisa membaca peta dengan baik, kemudian melakukan ploting lokasi pos satpam di setiap Fakultas dan Kampus UI. Hal yang menarik adalah pada saat peserta diberikan tugas untuk melakukan identikasi pos satpam yang ada di Kampus UI dan hasilnya berbeda dalam jumlah. Setelah diskusi hal ini terjadi karena adanya basis data di peta yang berbeda dengan bangunan yang riil, serta densi pos satpam yang berbeda, tetapi hasil diskusi semua peserta memahami pelaksanaan pemetaan dasar untuk penentuan lokasi jika diminta semua peserta sudah mampu menunjukkan lokasi dengan baik. Gambar 10. Foto bersama peserta pelatihan Selain tes kemampuan membaca Peta Kampus UI Depok, peserta pelatihan juga diuji kemapuan membaca peta untuk sekala Fakultas MIPA dengan DAFTAR PUSTAKA bangunan yang sudah sesuai apa yang ada di Peta dan Yunia Setyaningrum. 2015. Analisis Lokasi Pencurian riil di lapangan. Hasilnya juga secara umum semua Kendaraan Bermotor Roda Dua melalui teknik peserta mampu membaca peta dan melakukan ploting pemetaan. Skripsi Departemen Krimininologi, FISIP dilokasi yang didatangi serta memberikan masukan UI. untuk jenis pengaman yang harus dilaksanakan atau Eko K, Adi W, Sofyan C. 2015. Pemberdayaan Masyarakat peralatan apa saja yang dibutuhkan untuk prosedur menjadi Desa Tangguh Bencana di Desa pengamanan kampus. Dari semua peserta menyadari Cibanteng, Kab Cianjur, Hibah DRPM UI tahun pentingnya peta bagi berbagai macam kegiatan 2014-2015. terutama kegiatan pengamanan kampus, termasuk Djoko H, Adi W, Tris Eryando. 2014. Pemberdayaan memberikan rambu pada daerah yang rawan pohon Masyarakat dalam Pengelolaan Data Iklim dan tumbang atau rawan tersambar petir. Sebagai saran Kesehatan Lingkungan di Kelurahan Tugu Utara tentunya Peta menajdi satu kebutuhan yang utama Kab Bogor, Hibah DRPM UI tahun 2014 dalam pengelolaan kampus termasuk pengamanan Tuty H, M.H. Dewi S, Adi W. Pelatihan SIG untuk Kampus. pengelolaan sampah bagi warga RW di Kelurahan Beji, Kecamatan Beji Kota, Hibah DRPM UI tahun Hasil Pelatihan sebagai bagian dari Pengabdian Pada 2013. Masyarakat menjadi satu ukuran apakah ilmu Tuty H, Tjiong GP, Adi W. Pelatihan Supir Taxi di Kota pengetahuan bisa diterapkan secara langsung dan Jakarta, Hibah DRPM UI tahun 2011. bermanfaat di masyarakat. Peta, sebagai bagian dari Adi W, Tuty H, Tjiong GP. Pelatihan Guru SMA di Kota informasi spasial tentang suatu tempat, bisa menjadi Depok, Hibah DRPM UI tahun 2010. bagian kegiatan kerja seharai-hari misalnya untuk Tuty H, Tjiong GP, Adi W. Pelatihan Supir Taxi di Kota pengumpulan data, verikasi data dan juga analisis Depok, Hibah DRPM UI tahun 2009. untuk kebutuhan pengamanan kampus. Jika basis data untuk pengumpulan, pelaporan dan analisis data sudah

Volume 15 / No. 1 / April 2017 ULASAN

SKETSA KETAHANAN PERKOTAAN BERBASIS TEKNOLOGI KOTA CERGAS

Oleh: Nugraheni Setyaningrum ([email protected]) dan Raldi Hendro Koestoer ([email protected])

iskusi tentang pengelolaan aplikasi dalam pemrosesan yang technology) yang berpadu dalam D ketahanan suatu kota paralel. Melalui konsep smart city, peningkatan kenyamanan dan menjadi sangat menarik, mana kala atau kota cergas, dapat diketahui ketahanan terhadap lingkungan dikaitkan dengan teknologi bahwa saat ini isu lebih banyak hunian. informasi. Permasalahan perkotaan menitikberatkan pada pemberian dan upaya pemerintah pusat dan informasi secara transparan dan Secara umum, konsep dan daerah, terutama di kota-kota besar lebih esien oleh pemerintah. Hal pemahaman mencakup dinamika di Indonesia, seperti Jakarta, ini tentunya perlu didukung perkotaan dengan sebuah platform Bandung dan Surabaya di dengan memanfaatkan cepat tanggap untuk ketahanan Indonesia mulai mengoptimalkan infrastruktur sik seperti sensor perkotaan yang near-real time. konsep integrasi teknologi terkini maupun teknologi informasi secara Dalam platform tersebut perlu dengan pemberdayaan atau peran optimal. Selanjutnya, dijabarkan diperhatikan beberapa aspek serta aktif masyarakat melalui cakupan dan kompleksitas tata terkait: 1) metabolisme perkotaan, teknologi kota cergas. kelola pemerintahan di perkotaan, sumberdaya dan aliran energi kota, dengan berawal dari desain, 2) tersedia infrastuktur perkotaan Sebelum beranjak jauh terhadap perencanaan hingga penguatan yang adaptif, 3) bekerja dalam diskusi tersebut, Klein, Koenig, dan aspek manusianya. Bagian tulisan konteks kerangka kognitif dan Schmitt (2017: 35-45) ini ingin menimbang gagasan kreatif dalam memanfaatkan infor- mengemukakan jabaran sketsa tentang platform teknologi guna masi/ data crowd-sourcing (proses sistem pengelolaan perkotaan membangun ketahanan suatu kota, perolahan informasi dan data dari dalam konsep ‘Managing Urban khususnya Kota Cergas (smart city), berbagai sumber) dan informasi Resilience Stream Processing dalam fokus terhadap tulisan Klein tersaji secara online. Platform for Responsive Cities” dkk (2017). yang diterbitkan oleh Suatu kota tidak dapat Informatik-Spektrum dalam KOTA CERGAS menghindari permasalahan volume 40, sebagai isu perdana. lingkungan yang kompleks. Smart City biasa dikenal sebagai Mereka menawarkan konsep Tantangan lingkungan yang kota cergas. Suatu kota yang Stream Processing Platform for hampir selalu muncul yaitu kualitas mendasarkan pola pikir terpadu, Responsive Cities; sebagai sebuah udara, polusi suara, kemacetan, perencanaan dan proses upaya dalam memberikan konsep krisis sosial dan penduduk, krisis air pengambilan keputusan esien yang lebih lengkap dari konsep bersih dan sebagainya. Untuk itu dengan mengoptimalkan potensi smart city. perlu sebuah strategi ketahanan kognitif masyarakat. Singkatnya, kota yang lebih komprehensif kota cergas menciptakan suatu Stream Processing adalah sesuai dengan permasalahan yang kota yang cepat tanggap paradigma di dalam era digital dihadapi. (responsive) terhadap peran serta dimana data dapat secara cepat warga, pemerintah terkait dan tanggap mengalir dari berbagai teknologi maju (advanced

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Ketahanan kota yang dibangun bersama baik oleh Mereka mengadopsi konsep metabolisme perkotaan warga dan maupun oleh pemerintah dengan didukung dari Richard Rogers (1996) untuk lebih mencermati teknologi, akan cenderung memungkinkan sebuah sistem perkotaan baik top-down maupun bottom-up. kota dapat mendeteksi tingkat keterpaparan kota Lebih mendalam tulisan ini memberikan gambar terhadap permasalahan maupun tekanan tertentu, berupa proses daur ulang sumberdaya dan energi di yang pada gilirannya dapat dikembangkan rencana wilayah perkotaan sebagaimana dapat dilihat pada proaktif dan terpadu dalam menghadapi ancaman atau Gambar 1. tantangan tersebut, sehingga mampu memperoleh respon secara efektif dan esien dari segi waktu. Hal ini Daya lenting ketahanan wilayah perkotaan sebagai dapat menjadi ide menarik untuk pengembangan dan sebuah sistem dimana ada input, proses, dan output penerapan teknologi yang terintegrasi di kota–kota di yang di dalamnya bergantung bagaimana warga Indonesia yang secara umum yang sering menghadapi perkotaan dan tempat tinggalnya memegang peranan. tantangan/ krisis terutama terkait isu lingkungan. Sebuah inovasi dengan optimalisasi infrastruktur oleh pemerintah setempat dilakukan diantaranya dengan KONSEP KOTA TANGGAP sertikasi kualitas, peningkatan transportasi publik atau fasilitas berbagai kendaraan dan instalasi daur ulang di Konsep dan ide kota cepat tanggap (responsive city) perkotaan. Proses daur ulang ini diklaim mampu menjadi suatu hal yang menarik dalam ketahanan kota mengurangi polusi dan sampah yang terjadi. yang selanjutnya tentu dapat mewujudkan kota yang berkelanjutan (Klein dkk. 2017). Ketahanan kota disini Klein dkk., (2017) tidak menjelaskan apakah melalui menggambarkan bagaimana sebuah kota dapat grak atau kerincian bentukan lain dalam satu contoh bertahan, tumbuh dan mampu beradaptasi terhadap di suatu perkotaan tertentu. Misal, mengambil tantangan/ krisis pada waktu yang tepat dan esien. beberapa contoh siklus metabolisme kota-kota di Paparan Klein dkk. (2017) menyajikan struktur penulisan Amerika sebagaimana disajikan Wolmen (1965). yang dimulai dengan konsep teori dasar yang Wolmen mengilustrasikan beberapa kejadian digunakan sebagai pendekatan melihat suatu kota mengenai metabolisme perkotaan dengan fokus pada sebagai sebuah sistem yang kompleks. Upaya berbagai jenis komoditas sesuai kebutuhan menjelaskan pentingnya sebuah integrasi untuk penduduknya. Selain itu, disajikan beberapa grak dan membangun ketahanan kota yang cepat tanggap angka berikut pembahasannya. Metabolisme perkotaan menghadapi rumitnya permasalahan perkotaan adalah sebuah model yang membantu untuk dengan melihat proses metabolisme dalam suatu memberikan gambaran dan analisa mengenai aliran wilayah perkotaan. barang atau komoditas/ sumberdaya dan energi di

wilayah perkotaan.

Gambar 1. Lingkaran metabolisme kota dengan memperkecil masukan baru dan meningkatkan daur ulang (sumber: Bernhard Klein, dkk, 2017)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Pendekatan ‘urban scaling theory’ sekarang ini jejaring sensor yang Diantaranya dengan peningkatan versi Zhong dkk. (2015) mengenai ada di tiap elemen wilayah infrastruktur, memberikan evolusi pusat kota di Singapura perkotaan meningkatkan dan pelayanan kota yang lebih efektif antara tahun 1997 and 2008, memberikan kemampuan untuk dan esien, meningkatkan dipaparkan. Berdasarkan penelitian melakukan proses komunikasi dan transpotasi publik, mengurangi tersebut, diketahui bahwa berbagi informasi melalui internet kemacetan lalu lintas dan menjaga permasalahan umum yang terjadi (Gambar 2). keamanan dan kenyamanan di negara maju adalah hilangnya pendudukan perkotaan hingga informasi mengenai kebutuhan Penjelasan dan contoh-contoh keterikatan dengan warga di suatu energi. Contoh ini masih belum yang disajikan pada bahasan ini perkotaan. Lingkungan wilayah dapat meyakinkan pembaca, cukup bervariatif dan mampu perkotaan yang digambarkan dan kecuali diperkuat dengan riset memberikan gambaran ke disajikan melalui contoh dalam sejenis lainnya yang juga dilakukan pembaca mengenai peran dari beberapa referensi pemanfaatan di negara maju. Dalam solusi, Internet of Things (IoT). Proyek IoT dari penggunaan berbagai ditawarkan berupa penyelesain Spain’s Smart Santander (Sanchez sensor, edukasi penduduk melalui masalah mengenai model dkk, 2011) merupakan sebuah workshop terkait pemanfaatan rekonstruksi data dari bottom-up laboratorium yang bermanfaat data-data sensor, hingga analisa melalui perangkat mobile-phone. bagi para peneliti untuk perkotaan jejak dan pergerakan sensor obyek Hal ini cukup mengganggu dan IoT. Beberapa contoh lainnya serta visualisasi kesemua data pemerhati lingkungan IT yaitu Newcastle’s Urban tersebut berbasis web baik perkotaan. Karena paparan belum Observatory (2017), Chicago’s Array pengamatan terhadap lingkungan menyajikan data dan contoh yang of Things (Moser, 2014), the ESUM maupun demogra penduduk variatif, baik untuk kejadian di project (Hijazi dkk., 2016) , the perkotaan. negara maju, maupun menambah urban heat island sensor stations komparasi atau perbandingannya installed in Barranquilla-Colombia Kondisi privasi penduduk tidak dengan negara berkembang. (Tapias dkk, 2015) dan the Sense disinggung dalam studi Klein dkk. Infrastuktur kota cergas dan adaptif Your City Data Challenge (2017). (2017), terutama dalam segi banyak berkait dengan peran Semua contoh proyek yang diambil kenyamanan dan keamanan teknologi. Dimunculkan teknologi tersebut, berkaitan dengan penduduk yang secara sadar sensor sangat memegang peranan dampak dari infrastruktur dan ataupun tidak merupakan bagian di era digital saat ini dan sekaligus proses yang terjadi di lingkungan dari obyek sensor tersebut. Sebuah mengkritisi konsep lama metabo- perkotaan. prediksi yang disampaikan lisme perkotaan yang cenderung Sebagaimana telah diketahui mengenai keberadaan beberapa berupa model abstrak deskriptif. bahwasannya keberadaan IoT jenis kendaraan yang otomatis Sebuah ilustrasi yang kuat memiliki peran penting dalam dalam koordinasi melalui satu mengenai bagaimana di era digital proses transformasi kota-kota. perangkat tunggal merupakan hal yang kini dapat diikuti perkembangannya.

Gambar 2. Lingkungan Smart Urban (Wilayah Perkotaan yang Pintar), TheAgileLandscape.com (sumber: Bernhard Klein, dkk, 2017)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Meskipun, tidak memberikan penjelasan mengenai karakter dari big data para penulis menyajikan dua contoh yaitu dash-board http://www.oscity.eu/ dan sebuah sistem integrasi regional dari proyek Smart Santander yang telah juga disampaikan sebagai contoh proyek pada bahasan sebelumnya.

Dua gambaran contoh tersebut setidaknya mampu memberikan gambaran nyata mengenai bagaimana cognitive computing menjadi jembatan bagi gap antara pengambilan keputusan praktis dengan model Gambar 3. Peran komputasi kognitif untuk optimalisai big data. Hal ini memperkuat argumen yang pemerintahan kota – penyederhanaan tujuan kebijakan mereka kemas dalam membuat teori kontrol loop pemetaan dengan Big Data (sumber: Klein, dkk, 2017) antara kebijakan top down dan pendekatan crowd- Pemaparan tata kelola wilayah perkotaan memberikan sourcing and self management bottom up. suatu kerangka kerja tata kelola pemerintahan kognitif. Hal ini merupakan satu rangkaian formulasi teori Bahasan akhir sebelum sampai pada outlook sebuah evolusi kota-kota yang lebih baik dan adaptif. Konsep konsep platform yang dikemas dan ditawarkan ialah komputasi kognitif yang ditunjukkan pada Gambar 3 bagaimana menghasilkan gambaran model kompleks memudahkan seseorang mengenali konsep tata kelola dari suatu wilayah perkotaan dengan memanfaatkan yang ditawarkan. Gambar tersebut memperlihatkan pengolahan big data (Gambar 5). Ada tiga hal utama kedudukan dari seorang perancana perkotaan, sebagaimana yang belum disampaikan mengenai big penduduk/warga kota, dan infrastruktur serta data pada paparan Klein dkk. tersebut, tetapi kemudian bagaimana IoT dengan kemampuan sensor dan dijadikan sebagai bagian dari kerangka yang keberadaan data besar dapat dioptimalkan untuk ditawarkan. Ketiga hal tersebut yaitu mengenai data membangun sistem yang terintegrasi. fusion, data mining, dan machine learning. Hal ini menjadi ujung tombak bagi optimalisasi teknologi Karakteristik data besar mencakup Volume, Velocity, untuk kota responsif. Variety, Machine Learning, dan Digital Footprint. Volume dimana data besar (big data) bukan merupakan Kekuatan tulisan Klein dkk (2017) tampak pada bahasan data hasil sampel tetapi merupakan pengamatan dan ini, karena berdasarkan pada berbagai landasan teori tracking dari yang terjadi, tentunya hal ini bermanfaat yang digunakan dan keberadaan IoT, dirincikan secara bagi konsep sensor IoT dan kota cergas (Hilbert, 2017). teknis untuk implementasi pemecahan dari model Velocity yang merupakan penjelasan bahwa big data ini metabolisme perkotaan. Bahkan secara mendalam juga diperoleh dan tersedia secara realtime. Variety disampaikan mengenai kelemahan dari perencanaan menjelaskan bahwa big data dapat berupa teks, yang dilakukan untuk membangun daya lenting gambar, suara, video dan mungkin gabungan dari wilayah perkotaan yaitu potensi-potensi gangguan berbagai jenis data. Machine learning adalah salah satu listrik atau trak data. Strategi mitigasi juga perlu karaktteristik yang juga dijabarkan lebih lanjut. dipersiapkan.

Keberadaan big data dapat digunakan untuk Kelemahan pada bahasan machine learning adalah mempelajari pola dan kebiasaan sehingga dapat pada gambar yang ditampilkan. Gambar tersebut digunakan untuk membangun pelayanan yang mandiri hanya menjelaskan sebagai tahapan atau proses yang dari hasil pembelajaran oleh sistem tersebut (Mayer- akan dilakukan, tetapi tidak menjelaskan apa itu data Schönberger & Cukier, 2013). Karakter big data ini fusion dan data mining sebagai bagian yang merupakan sumber data yang diperoleh dari hasil digambarkan dalam machine learning. interaksi digital dan dapat dioptimalkan untuk melihat rekam jejak dari obyek yang memiliki sensor di wilayah perkotaan.

Volume 15 / No. 1 / April 2017

Gambar 4. Sistem informasi regional – Project SmartSantander, 311 reporting App – IES (sumber: Klein, dkk, 2017)

Gambar 5. Stream Processing Pipeline – Menghasilkan model perilaku yang kompleks dari data perkotaan (sumber: Klein, dkk, 2017)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Teknik machine learning dengan kuat dijabarkan sebagai kunci bagi proses cerdas untuk menemukenali dan menghasilkan sebuah potensial model guna mendukung pengambilan kebijakan atau inisiatif pengelolaan mandiri dari masyarakat.

Bagian penutup meyakini bahwa platform yang disajikan dapat memberikan gambaran besar untuk pengembangan teknologi bagi tata kelola pemerintahan kota yang cepat tanggap. Lebih lanjutnya, dalam outlook, mereka menyampaikan peran aktif masyarakat dan pendekatan kognitif memegang peranan penting. Meskipun apabila dicermati lebih dalam hal tersebut belum banyak disinggung mendetail dari sisi partisipasi masyarakat sebagai citizen science, bukan semata-mata sebagai obyek sensor dalam konteks ketahanan kota melalui teknologi IoT dan big data untuk kota responsif.

KASUS INDONESIA Gambar 6. Sistem pengaduan via aplikasi Qlue dari berbagai Konsep kota cergas dalam kerangka perwujudan permasalahan di Jakarta termasuk yang berhubungan dengan lingkungan hidup (misalnya kebersihan) yang dapat ketahanan kota di Indonesia mulai diaplikasikan di dipantau prosesnya melalui portal Jakarta Smart City beberapa kota besar misalnya di Jakarta Smart City (Mungkasa, 2016) yang mengusung tagline menuju kota metropolitan berkelanjutan dan berketahanan. Konsep kota Contoh yang disajikan pada Gambar 6 di atas mengenai berketahanan dipersiapkan untuk menyerap dan pulih permasalahan yang terjadi dan dilaporkan melalui dari setiap tantangan/krisis sementara dan pada saat aplikasi Qlue secara responsive langsung ditanggapi yang sama mampu tetap mempertahankan fungsi, oleh pemerintah dengan menerjun pihak yang terkait struktur, identitas, dan mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Bahkan, beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Di bukti penanganan atau tindak lanjut terhadap Jakarta melalui layanan teknologi Jakarta smart city informasi tersebut juga disajikan dalam aplikasi yang menawarkan beberapa layanan untuk warganya dalam mudah diakses dan terbuka atau transparan. mendapatkan informasi yang dibutuhkan antara lain mengenai indeks standar pencemaran udara yang Sebagaimana diketahui dari penjabaran Klein dkk., diupdate setiap hari. (2017) dan contoh nyata yang sudah dilakukan oleh

beberapa kota di Indonesia, dalam hal ini mengambil Beberapa aksi nyata yang telah dilakukan dalam sistem contoh Provinsi Jakarta. Kerangka utama dalam Jakarta smart city melalui pemanfaatan sensor, IoT membangun ketahanan kota terdiri dari empat aspek bahkan integrasi dengan teknologi geospasial yaitu manusia (warga kota dan pemangku kebijakan), memberikan gambaran tentang konsep yang telah konsep yang diusung oleh sebuah kota, sistem dijelaskan dalam jurnal tersebut. Bahkan, sosialisasi metabolisme perkotaan, dan infrastruktur pendukung yang gencar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI baik sik maupun teknologi (Gambar 7). Jakarta melalui media sosial mengenai berbagai Mengintegrasikan kesemua hal tersebut dan manfaat dan kegunaan dari aplikasi yang menentukan formulasi yang tepat dengan mencermati dikembangkannya merupakan contoh dari tiap indikator dan melakukan monitoring evaluasi dari membangun keterikatan antara pengguna yaitu warga tiap pelaksanaan tentunya akan optimal apabila terjadi kota dengan platform yang dibangun oleh Pemerintah. interaksi yang positif dari semua elemen tersebut.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 7. Kerangka mencapai ketahanan kota (http://www.100rcsemarang.org ) (2017) perlu membatasi permasalahan studi hanya pada bagaimana membangun sistem yang terpadu dan optimalisasi sumberdaya (resourceful).

Implementasi dari sistem ketahanan wilayah perkotaan di Indonesia saat ini memang masih dalam tahapan yang memerlukan komunikasi yang lebih luas. Terdapat kebijakan pengembangan perkotaan nasional yang menjadi agenda pemerintah dalam hal ini Kementrian PPN/ Bappenas untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dengan salah satu point pentingnya membangun ketahanan infrasruktur dan membuat sebuah kota dan penghuninya inklusif, aman, resilient dan sustainable. Optimalisasi sumberdaya sudah Gambar 8. Kualitas dari sistem ketahanan (http://www.100rcsemarang.org ) dilakukan dengan baik saat terjadi tantangan berupa bencana banjir Untuk menilai sejauh mana kualitas sebagai acuan dalam melakukan di Jakarta dimana BPPD DKI Jakarta sebuah sistem ketahanan yang penilaian kualitas dan konsep yang memanfaatkan informasi dari dibangun ada tujuh hal yaitu dijabarkan dalam studi Klein dkk masyarakat baik yang disampaikan terpadu, reektif, resourceful, kuat, (2017), maka masih ada beberapa melalui aplikasi Qlue maupun eksibel, inkusif, dan kapasitas back hal yang belum dikupas oleh twitter sebagai sarana mengambil -up. Apabila melihat gambaran ini mereka. Sepertinya, Klein dkk kebijakan dan tindakan.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 9. Kerangka (framework) ketahanan kota (http://www.100rcsemarang.org)

Konsep kerangka ketahanan kota lebih lengkap dalam konsep ketahanan wilayah perkotaan. Garis menurut penulis yang dicuplik dari situs http:// merah yang dapat dipetik dari gambaran kerangka www.100rcsemarang.org dapat dilihat dalam Gambar 9 ketahanan kota dengan jurnal pengelolaan daya yang di dalam proses pelaksanaannya bukanlah semata lenting kota ini ialah membangun sebuah sistem yang -mata konsep IoT dan kebijakan. Tetapi ada aspek sosial terintegrasi antara masyarakat dan infastruktur ekonomi, kesehatan dan kesejahteraan, kepemimpinan teknologi memerlukan kesiapsiagaan dari berbagai dan strategi, dan lingkungan dan infrastruktur sebagai aktor pemangku kebijakan dan masyarakat yang aspek untuk menilai kekuatan dan kelemahan kota. tinggal di kota tersebut. Memang bukan hal yang mudah untuk mengemas sebuah tulisan yang mencakup ke empat kerangka

Volume 15 / No. 1 / April 2017 CATATAN PENUTUP keamanan dan kenyamanan dari hal: 35-45 pengguna. Mayer-Schönberger, V., & Cukier, K. 2013. Untuk mengimplementasikan Big data: a revolution that will berbagai konsep teori dan transform how we live, work and Tidak lepas dari keterbatasan penerapan teknologi yang think. London: John Murray. tersebut, paparan studi telah Moser, W. 2014. What Chicago’s “Array of diharapkan membentuk ketahanan berhasil memberikan pencerahan Things” will actually do. Chicago kota yang adaptif dan responsif terhadap konsep crowd-sourcing Magazine. Diakses melalui http:// memerlukan pengenalan lebih www.chicagomag.com/city-life/June- dan big data dalam di era digital dalam tentang karakteristik dari 2014/What-Chicagos-Array-of-Things- yang semakin berkembang. Will-Actually-Do/ tiap kota. Diantaranya mengenali Terlebih lagi, dengan memasukkan Mungkasa, Oswar. 2016. Jakarta Smart City arus komoditas dan energi atau unsur kognitif masyarakat, tentu menuju Kota Metropolitan yang dikenal dengan metabolisme kesahihan proses pembelajaran Berkelanjutan dan Berketahanan. yang terjadi di wilayah perkotaan Filetype :ppt. Seminar nasional Peran untuk membangun sistem yang tersebut. Untuk kemudian melihat Ahli Lingkungan dalam mandiri dan otomatis di masa Pembangunan Berkelanjutan kesiapannya dalam membangun mendatang, sangat dimungkinkan. Indonesia. infrastruktur dan merubah Secara ringkas, penjabaran Klein Phelps, B. 2014. Enlightened Space: Will paradigma tata kelola dkk (2017) cukup memadai sebagai LED Lighting Be The Backbone of the pemerintahan perkotaan menjadi Smart City. Diakses melalui https:// konsep pencerahan ketahanan sistem yang lebih dinamis dan theagilelandscape.com/2014/04/16/ perkotaan dan patut dibaca oleh enlightened-space-willled-lighting-be cepat tanggap yang mampu para perencana dan perancang -the-backbone-to-the-smart-citys- mewadahi kepentingan masyara- kota. future katnya. Rogers, R. 1996. Circular metabolism – cities minimise new inputs and max- Pemanfaatan IoT dalam konsep DAFTAR PUSTAKA imise recycling. Cities for a Small Planet kota cergas yang telah dijalankan Bettencourt LMA. 2014. The uses of big data in cities. Big Data 2(1):12–22 Sanchez L, Galache J, Gutierrez V, di berbagai negara perlu dijadikan Datacanvas. 2015. Sense your city data Hernandez J, Bernat J, Gluhak A, sebagai masukan. Mengingat challenge. Diakses melalui http:// Garcia T. 2011. SmartSantander: The kompleksitas kehidupan perkotaan, datacanvas.org/sense-your-city/ meeting point between future dan permasalahan sosial ekonomi Newcastle University Science Central.__. internet research and experimentation and the smart cities. hingga kesejahteraan dan Newcastle’s Urban Observatory. Di- akses melalui http:// Future Network & Mobile Summit kesehatan dapat menjadi bahan uoweb1.ncl.ac.uk/, pada tanggal 17 (FutureNetw). IEEE, pp 1–8 diskusi lebih lanjut. Bahkan, Maret 2017 Tapias E, Matzarakis A, Schmitt G. 2015. beberapa implementasi yang Hijazi IH, Koenig R, Schneider S, Li X, Bielik First results of the data acquisition terjadi, salah satunya di Provinsi M, Schmitt GNJ, Donath D. 2016. and analysis of microclimate conditions in Barranquilla – Colombia. DKI Jakarta. dapat menjadi bahan Geostatistical analysis for the study of relationships between the In: 9th International Conference on evaluasi sejauh mana konsep kota emotional responses of urban Urban Climate jointly with 12th responsif ini telah berjalan. walkers to urban spaces. Int J E-Plann Symposium on the Urban Res 5(1):1–19,doi:10.4018/ Environment Pembahasan studi oleh Klein dkk., IJEPR.2016010101 Website - “Ketahanan kota”. Diakses melalui http://100rcsemarang.org/ (2017) cukup komprehensif, tetapi Hilbert, Martin. Big Data for Development: A Review of Promises and Challenges. ketahanan-kota/ pada tanggal 19 memiiki beberapa keterbatasan. Development Policy Review. Maret 2017 Penjelasan machine learning di martinhilbert.net. Wolman, A. 1965. The metabolism of cities. sistem yang ada belum cukup rinci. Hilbert, M. 2015. DT&SC 7-3 What is Big Scientic American, 213(3), 179-190. Selain itu, pengenalan dan edukasi Data?. Diakses melalui YouTube pada Zhong C, Schläpfer M, Müller Arisona S, Batty M, Ratti C, Schmitt G. 2015. mengenai manfaat dari sensor- tangal 17 Maret 2017. Klein, Bernhard, Reinhard, Koenig, dan Revealing the changing structure of sensor pada obyek perkotaan dan Geihard Schmitt. 2017. Managing cities from individual activity pat- integrasi sistem itu perlu terus Urban Resilience Stream Processing terns. Urban Studies p digencarkan. Aspek yang tidak Platform for Responsive Cities. 0042098015601599 kalah penting adalah privasi, Informatik-Spektrum, vol. 40,

Volume 15 / No. 1 / April 2017 ULASAN

SELINTAS KOTA BERKETAHANAN ROTTERDAM VS JAKARTA

Oleh: Lady Hadaty Rahma Kautsar (lady.ha[email protected]) dan Raldi Hendro Koestoer ([email protected])

auh sebelum muncul istilah Cities dan membahas kota berketahanan sedunia J “resilient” (berketahanan/ tangguh), di Indonesia melalui kerangka 100 Resilient City Programme, serta telah dikenal adanya pembangunan berkelanjutan. mencoba menelaah kota Rotterdam, Belanda. Fokus Konsep pembangunan berlanjut memiliki prinsip dasar, jabaran terutama pada kota Rotterdam pada masa yaitu Panca E, yaitu environment (ecology), economy sebelum dan sesudah adanya program tersebut di (employment), equity, engagement dan energy; dan tahun 2013, dengan tujuan membantu pemahaman adanya 3E, yaitu etos kerja, etika pembangunan dan konsep kota berketahanan (Resilent City). estetika kota. DAYA LENTING ROTTERDAM Belakangan muncul, istilah ketahanan dalam konteks Secara umum, jurnal menjabarkan mengenai 100 berkelanjutan. Rees (2014) mengungkapkan bahwa Resilient Cities (100RC), dan Rotterdam sebelum dan ketahanan adalah merupakan pelengkap dari sesudah adanya program. Program ini bertujuan keberlanjutan, tetapi bukan merupakan subsitusinya. membantu kota-kota lebih tahan pada tantangan sik, Konstruksi teoritis ketahanan untuk berkelanjutan sosial dan ekonomi. Tekanan tidak hanya berarti secara intinya adalah antara lain sebagai (a) petunjuk bencana (seperti gempa bumi, kebakaran, banjir, dll), panduan dari pelanggaran batas-batas sistem yang tak tetapi juga terhadap lemahnya kota dari hari ke hari. diketahui, (b) petunjuk variabel yang secara inheren berbahaya (misalnya peningkatan emisi GRK), dan (c) Disebutkan bahwa penciptaan sistem urban yang peringatan dari titik kritis utama dari keberlanjutan. resilient/ketahanan (tangguh) perlu dipelajari, adaptasi Ketahanan pada dasarnya ialah “tangguh”—jika dalam dan perubahan, melewati sektor-sektor dan tingkatan- konteks kota berarti kota tersebut memiliki “daya tingkatan (Hassink, 2010 dan Pendall dkk., 2010). Dalam lenting” atas kejadian sik dan sosial. aplikasinya di pengetahuan alam, akar ketahanan ini

berarti stabilnya materi dan resistensinya terhadap Indonesia termasuk salah satu partisipan 100 Resilient tekanan eksternal (Davoudi, 2012; Lu dan Stead, 2013). City Programme. Program ini mendasari mengapa ARUP’s International Development Team (2014), tulisan ini perlu dijabarkan. Selanjutnya bedah tulisan menyatakan bahwa resilience adalah kemampuan menelusuri bagaimana penerapan program ini di individu, masyarakat, institusi, bisnis dan sistem dalam negara lain, dan bagaimana halnya program ini saat kota untuk bertahan hidup, beradaptasi dan diberlakukan di Indonesia. Diharapkan para bertumbuh, apapun pengalaman tekanan kronis, penganalisa dan perancang kota memiliki pengkayaan maupun guncangan hebat. konsep ke depan tentang Pembangunan Kota yang tidak saja bekelanjutan tetapi juga berketahanan. Pada Gambar 1 diperlihatkan kerangka struktur kota

berkelanjutan. Di dalam kategori terdapat indikator, Bedah tulisan ini mengacu pada makalah berjudul yang memiliki intinya yaitu kualitas. Kualitas suatu kota Building up resilience in cities worldwide—Rotterdam merupakan inti dari kota berkelanjutan. Pada Gambar 2 as participant in the 100 Resilient Cities Programme menunjukkan kota berketahanan memiliki empat yang diramu oleh Marjolein Spaans dan Bas Waterhout komponen yang terdiri dari masing-masing indikator. (2017). Makalah dipublikasikan oleh Elsevier pada tema

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 1. Kerangka Struktur Kota Berkelanjutan yang dikembangkan ARUP (2014) Sumber: ARUP, 2014

Empat komponen tersebut, antara lain: (1) leadership strategy (indikator: effective leadership & management; empowered stakeholders; integrated development planning); (2) healthy & well-being (indikator: minimal human vulnerability; livelihoods & employment; safeguards to human Gambar 2. Kerangka Kota Berketahanan yang dikembangkan ARUP (2014) Sumber: ARUP, 2014 life & health); (3) infrastructure & environment (indikator: realible malapetaka, tetapi dimaksudkan berpengaruh dari sektor swasta mobility & communication; untuk mempersiapkan dan dan sipil. Ada 4 hal yang continuity of critical services; merespon beberapa tantangan, ditawarkan 100RC yaitu: (1) reduced physical exposure); (4) sehingga dapat dikontrol. Selain itu pendananaan untuk menggaji economy & society (indikator: juga membuat kota lebih baik seorang CRO (Chief Resilience nance including contigency dalam beradaptasi terhadap Ofcer); (2)Asistensi dalam funds; social stability & security; seluruh jenis guncangan, tekanan mengembangkan strategi collective identity & mutual dan mentransformasinya menjadi berketahanan; (3)Memberi akses support). Dalam mengintegrasikan kesempatan bertumbuh. 100RC platform alat-alat sektor swasta perencanaan pembangunan, merupakan kerangka sebagai inovatif dan publik guna diperlukan 7 kualitas sistem bentuk partisipasi kota sebagai membantu mendesain dan berketahanan, yaitu: Reektive, sumber inspirasi, daripada mengimplementasikan strategi; (4) Robust, Flexible, Resourceful, kewajiban bekerjasama. Anggota jaringan 100RC. Inclusive, dan Integrated. Tabel 1 Pada program 100RC seluruh Kota Rotterdam, di Belanda, menjelaskan ketujuh kualitas elemen kota dilibatkan, tidak hanya sebelum adanya 100RC, sistem berketahanan untuk pemerintah. Ini terlihat pada pokok bekerjasama dengan Program mengintegrasikan perencanaan -pokok kesempatan dalam Rotterdam dalam Perubahan Ikllim pembangunan tersebut. pemerintahan-pemerintahan kota dan Keberlanjutan (‘Program sebagaimana dijabarkan melalui Duurzaam’) yang berjalan dalam Program 100RC oleh Rockefeller peluncuran organisasi dan tahun 2010-2014. Ada 10 sasaran Foundation sebagai alat dan pemasukan berbagai komunitas konsep yaitu: (1) memimpin cara instrumen tidak menekankan pada marginal, serta melalui grup mengurangi emisi CO2; (2) prediksi gangguan dan stakeholder kota pada sumberdaya menyimpan energi;

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 1. Tujuh Kualitas Sistem Berketahanan (sumber: ARUP, 2014) No Kerangka Pengertian Sistem Reektif adalah menerima perubahan dan ketidakpastian melekat yang selalu bertambah di dunia dewasa ini. Sistem ini memiliki mekanisme yang terus berkembang dan akan memodikasi standar atau norma-norma berdasarkan bukti yg timbul, dari pada mencari 1. Reective solusi permanen yg berdasarkan status quo (keadaan tetap pada suatu saat tertentu). Akibatnya, orang dan lembaga memeriksa dan belajar secara sistematis dari pengalaman sebelumnya dan mempengaruhi proses belajar ini untuk memberi tahu pengambilan keputusan yg akan datang. Sistem robust/kuat mencakup suatu asset sik yg dikelola, disusun, difahami dgn sangat baik sehingga mampu menahan pengaruh peristiwa membahayakan tanpa disertai kerugian atau kehilangan fungsi yg berarti. Desain robust mengantisipasi kegagalan potensial dalam sistem 2. Robust membuat ketentuan untuk memastikan bhw kegagalan itu bisa di prediksi, aman dan tidak sepadan dengan penyebabnya. Resilien berlebihan pada sebuah asset tunggal, kegagalan yg mengalir kebawah, ambang desain yang mengarah kpd keruntuhan yg merupakan bencana besar, jika melewati, bisa dihindari secara aktif. Redundansi/kelebihan menunjukkan bahwa kapasitas terluang sengaja diciptakan dalam sistem sehingga bisa menampung gangguan, tekanan esktrim atau gelombang yang dibutuhkan. Redundansi meliputi aneka ragam: hadirnya banyak cara dalam mencapai 3. Redundant kebutuhan tertentu atau untuk memenuhi fungsi tertentu. Contohnya mencakup jaringan infrastruktur yang sudah terdistribusi dan cadangan sumber penghasilan. Redundansi harus dilakukan dengan sengaja, biayanya efektif, dengan skala seluas kota, dan tidak boleh berada dalam desain yang tidak esien. Fleksible menunjukkan bhw sistem bisa berubah, berkembang dan menyesuaikan diri menanggapi keadaan/situasi yg terus berubah. Ini bisa mendukung pendekatan-pendekatan modular dan pendekatan- pendekatan disentralisasi terhadap pengelolaan ekosistem atau 4. Flexible infrastruktur. Fleksibelitas bisa dicapai melalui pengenalan pengetahuan dan teknologi baru seperti yg diperlukan. Fleksibelitas bisa juga berarti mempertimbangkan dan menggabungkan pengetahuan dan praktek tradisional dan asli dengan cara-cara baru. Banyak akal menunjukkan bahwa orang dan lembaga bisa dengan cepat mencari jalan yg berbeda-beda untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan di saat terjadi guncangan atau tekanan. Ini mencakup investasi kemampuan dlm mengantisipasi kondisi-kondisi yg 5. Resourceful akan datang, menetapkan prioritas dan memberi tanggapan misalnya, dgn memobilisasi dan mengkoordinir sumber daya sik, nansial dan manusia yang lebih luas. Kepanjangan daya akal adalah penolong bagi kemampuan kota dalam memulihkan fungsi sistem yang kritis yg secara potensial berada dalam kondisi berat. Inklusif menekankan pentingnya keperluan konsultasi dan pengikatan komunitas yg luas yg meliputi kelompok yg paling peka. Menujukan kejutan-kejutan atau stres yg dialami satu 6. Inclusive sektor atau lokasi atau komunitas yg terpisah dari dari yg lain merupakan kutukan terhadap pengertian resilience. Pendekatan inklusif memperbesar arti kepemilikan yg ditanggung bersama atau visi bersama dlm membina ketahanan kota Integrasi dan penjajaran antara sistem kota mendorong konsistensi dalam pengambilan keputusan dan memastikan bahwa semua investasi adalah saling mendukung terhadap sebuah hasil yg umum. Integrasi itu terbukti di dalam dan antara sistem resilien dan untuk 7. Integrated skala pendidikan yg berbeda-beda. Pertukaran informasi antara sistem memungkinkan sistem integrasi berfungsi secara kolektif dan merespon dgn cepat melalui ikalan umpan balik di seluruh kota.

(3) mengkonversi energi keberlanjutan dan material Dalam penerapan 100RC, pembangunan berketahanan mentah biomasa; (4) menstimulasi pergerakan kemudian memprioritaskan: (1) mengatasi seluruh keberlanjutan dan transportasi; (5) mengurangi polusi tantangan air (kenaikan muka air; peningkatan dan meningkatkan kualitas udara; (6) menambahkan intensitas curah hujan, kekeringan, perubahan pohon dan area hijau di kota; (7)meningkatkan investasi keluarnya sungai, perubahan tingkat air tanah, keberlanjutan dan menstimulasi produk dan jasa salinitas); (2) mengatur tantangan berhubungan energi keberlanjutan; (8) meningkatkan dukungan publik (menginvestasi esiensi tingginya energi dan untuk keberlanjuttan dan perusahaan yang sumberdaya terbaharukan); (3) mengembangkan mendukung pendidikan dan penelitian; (9) pelibatan komunitas (penyadaran, partisipasi, mempersiapkan konsekuensi perubahan iklim; (10) ketahanan); (4) mengembangkan pemerintahan baru menstimulasi keberlanjutan urban dan pembangunan dan struktur nansial (integrasi, multidisiplin, solusi regional. berorientasi jaringan).

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 2. Ringkasan Rotterdam Sebelum dan Sesudah Bergabung 100RC Sebelum 100RC Sejak 100RC Agenda ketahanan Rotterdam membicarakan: - keamanan air dalam kaitannya dengan banjir - keamanan maya - ketahanan dari keamanan - ketahanan dari infratruktur Ruang lingkup Manajemen air dan banjir - sosio-ekonomi, inklusi dari grup sosial yang lemah - lingkungan, kebersihan udara dan kualitas ekologi - strategi darurat dan keamanan publik dalam kasus bencana/ shock - pasokan makanan dan air minum - akses terhadap energi - akses terhadap data (elektronik)

- ketahanan berdasarkan tantangan integratif Dipimpin sektor dengan sedikit Pemerintah/ - CRO menjadi letak penghubung publik, NGO dan stakeholder swasta inisiatif kerjasama dalam hubungan organisasi - peningkatan dalam administrasi publik hubungan-hubungan antar banjir dan keamanan departemen di dalam Rotterdam Ketahanan berdasarkan sebuah Pendekatan Inklusif: ketahanan berdasarkan tugas pemerintah publik, Institusi tugas untuk pemerintah publik NGO dan perusahaan privat sebagaimana individu penduduk Sumber: Spaans dan Waterhout (2017)

Pada Tabel 2, dijabarkan Rotterdam sasaran konsep Perubahan Iklim dan goncangan akut yang sebelum dan sesudah bergabung dan Keberlanjutan (‘Program dialaminya”. Jika judul mengacu dengan 100RC. Rotterdam, sebagai Duurzaam’); tetapi seltelah ada pada kata ‘membangun’, kota berketahanan, mendenisikan 100RC, Rotterdam memprioritaskan semestinya dijabarkan tidak hanya fokus area yaitu: 1. ketahanan sosial 4 aspek: air, energi, komunitas, konsep saja, tetapi juga secara dan pendidikan; 2. ketahanan pemerintahan baru beserta teknis melalui studi-studi kasus terhadap perubahan iklim; 3. struktur nansial. Ketiga, jabaran yang dilakukan untuk membangun infrastruktur kritikal; 4. ketahanan konsep disesuaikan dengan kota berketahanan Rotterdam. maya dan data besar (big data); 5. kerangka 100RC, Perencanaan kota Alangkah baiknya jika judul diubah perubahan pemerintahan; 6. ketahanan sebelum dan setelah menjadi “Konsep Awal Rotterdam ketahanan energi dan pelabuhan program berdasarkan lingkup, sebagai Peserta 100 Program (Gemeente Rotterdam, 2015). pemerintahan/ organisasi, dan Ketahanan Kota-Kota”, sehingga institusi. tidak menyesatkan. BEDAH KONSEP 100RC Kecenderungan penyederhanaan Keterbatasan selanjutnya, mengacu ROTTERDAM menghantar pada keterbatasan pada konsep ‘denisi’. Disebutkan Secara keseluruhan, paparan tersendiri. Pertama, judul maklah 7 konsep Kerangka Kota Spaans dan Waterhout (2017) menjadi kurang representatif Berketahanan yang dikembangkan terhadap Rotterdam dalam konteks terhadap hasil riset. Pada makalah, ARUP (2014)—Reective, Robust, 100RC, memiliki kesederhanaan judul mengacu pada topik: Redundant, Flexible, Resourceful, yang sistematis. Pertama, “Membangun Ketahanan di Kota Inclusive, Integrated—namun, ke 7 penjelasan konsep Resilient City Sedunia: Rotterdam sebagai aspek tersebut tidak didenisikan dikerangkakan dalam bentuk Peserta pada 100 Program dan mudah merancukan diagram dan tabel sehingga Ketahanan Kota-Kota”, tetapi isi pemahaman bagi pengulas kota. pembaca mudah memahami. jurnal hanya berupa tabel akhir Penjabaran Rotterdam hanya Misalnya, pada Konsep kota konsep yang berhenti hanya pada melihat pada sisi 4 hal prioritas, dan berketahanan Rotterdam sebelum denisi Rocklefeller Foundation, lingkup pemerintahan/organisasi dan setelah 100RC diformatkan yaitu “kapasitas individual, dan institusi. Akan lebih baik jika melalui Tabel 2. Kedua, “kerangka komunitas, institusi, bisnis, dan dijabarkan lebih lanjut komponen waktu” dalam penjabaran konsep, sistem di dalam kota bertahan konsep dari 7 tersebut yang mana, yaitu sebelum 100RC Rotterdam hidup, beradaptasi dan tumbuh sehingga dapat diketahui konsep bekerjasama mewujudkan 10 berdasarkan jenis tekanan kronis yang belum terpenuhi.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Selain itu, penjabaran makalah, pada kenyataan nya, ada 3 tantangan utama Kota Jakarta yang selaras tidak melakukan pengukuran kota berketahanan dengan program 100RC, yaitu (1) Urbanisasi; (2) Rotterdam. Jika dalam konteks judul Membangun Kota Globalisasi; (3) Perubahan Iklim. Berketahanan Rotterdam, sebaiknya dijabarkan pula apakah Rotterdam sudah termasuk kedalam Kota Dalam mewujudkan kota berketahanan yang lebih baik, Berketahanan atau belum. Pada referensi ulasan perlu adanya identikasi guncangan dan tekanan di terdahulu lainnya, seperti Understanding the Notion of Jakarta (Tabel 5), beserta kekuatan dan kelemahan Resilience in Spatial Planning: A Case Studi of Jakarta (Tabel 6). Selain itu perlu perumusan pihak- Rotterdam, The Netherlands (2013), dilakukan pihak yang perlu dilibatkan. Pada lokakarya, pengukuran secara empiris, sementara tulisan Spaans diidentikasi yang perlu dilibatkan ialah sebagai dan Waterhout (2017) justru tidak demikian, dan hanya berikut: penjabaran konsep yang sudah kadaluarsa di tahun  Instansi Pemerintah DKI Jakarta Dewan Penasihat 2017, karena 100RC berlaku hingga Tahun 2015. Gubernur dan Dinas Ketenagakerjaan Konteks selanjutnya akan lebih baik jika mendalami  Instansi Kementrian, lembaga nasional, Badan SAR konsep livable-sustainability-resilient city. Kecuali bukan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal dan konsep yang ingin dijabarkan, maka semestinya tulisan Pusat Pengembangan Kawasan Perkotaan BPIW tersebut menjabarkan SWOT dari implementasi 100RC  Lembaga Swadaya Masyarakat, seperti UN Habitat, di Rotterdam, sehingga akan lebih solutif dan menjadi Real Estate Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, bahan evaluasi percontohan Kota Ketahanan yang Palang Merah Indonesia sudah dilaksanakan di Rotterdam.  Kelompok komunitas, seperti Forum Penanggulangan Risiko Bencana KONSEP 100RC JAKARTA  Perusahaan milik negara, seperti Perusahaan Gas Negara Di Indonesia sendiri ada 2 kota yang dipilih sebagai  Media seperti Stasiun Televisi/Radio Nasional partisipan 100RC, yaitu Jakarta dan . Fokus  dan sektor privat lainnya bahasan ini hanya pada DKI Jakarta, dikarenakan DKI

Jakarta merupakan Ibukota Negara dan pusat Di Jakarta, salah satu gejolak yang perlu diperhatikan, perekonomian Indonesia, sehingga menjadikan suatu jika mempertimbangkan Tabel 3, yang diidentikasi kota berketahanan sangatlah diperlukan di Jakarta. ialah banjir. Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan, menyatakan DKI Jakarta tidak membuat program baru untuk mewujudkan kota berketahanan, Tabel 3. Guncangan dan Tekanan di Jakarta dikarenakan konsep tersebut sudah ada, dan perlu No Guncangan Tekanan dilanjutkan program yang ada. Beberapa program 1. Banjir Kemacetan diantaranya ialah ruang publik terbuka ramah anak Keterjangkauan 2. Kebakaran yang saat ini sudah berjumlah 100 lokasi, kampung perumahan iklim 32 lokasi, rencana pengolahan sampah menjadi 3.. Demonstrasi Polusi udara listrik di Bantargebang, dan rencana pembangunan 4. Wabah Penyakit Pengelolaan sampah rusun ramah lingkungan. DKI Jakarta juga bermaksud Kerusuhan/konik 5. Narkoba membangun waduk-waduk kecil, tetapi terkendala Masyarakat Sanitas dan drainase yang dengan keterbatasan tanah. 6. Kerusakan infrasturktur buruk

7. Gempa bumi Perubahan tata guna lahan Dalam Laporan Ringkasan “Lokakarya Perdana Jakarta 8. - Akses ke Sumber Air bersih menuju Kota Berketahanan: Jakarta Agenda Setting Workshop” pada 17 November 2016, Santoso (2016), 9. - Penurunan Muka Tanah menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Jakarta dan 10. - Korupsi pemangku kepentingan masih memiliki pengetahuan 11. - Akses ke ruang publik sangat dasar mengenai kota dan ketahanannya. Dari Sumber: penelitian selama 12 tahun, akademisi berkesimpulan Lokakarya Perdana Jakarta Menuju Kota Berketahanan, Summary Report , 2016

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 4. Justikasi FDRI terhadap 5 modal (pemerintah, ekonomi, alam, sik, sosial (Yasmin, 2016) Modal Pemerintahan Adanya posko penanggulangan banjir di sub-distrik Pademangan Kecenderungan ketahanan Perlakuan hukum untuk mengevakuasi pemukiman dan mengembalikan beberapa ruang menjadi sabuk hijau banjir Membangun 3 pompa guna meningkatkan air berlebih dari sungai Ancol ke Laut Jawa dan meningkatkan kedalaman sungai ancol dan menjaga secara periodik gerbang sungai air Ancol Desentralisasi pemerintah di Indonesia dan eksistensi pimpinan lokal Pemerintahan yang Baik Eksistensi kemampuan karena transparansi antara institusi pemerintah terpilih dan individu Eksistensi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Eksistensi Alternatif Evakuasi: pindah ke lantai lebih tinggi di rumah yang sama Efektivitas Manajemen Krisis Eksistensi APBD Kota Eksistensi sensor elektronik yang dijaga mencatat permukaan laut Penyelenggaraan kepercayaan tinggi terhadap data pemerintah dikarenakan pemerintah menjanjikan program pemilu Kolaborasi selama banjir Eksistensi organisasi internasional: Australian Indonesian Facility for Disaster Reduction (AIFDR), United Nations dengan organisasi-organisasi Children’s Fund (UNICEF) dan Red Cross Institution. Penyebaran pengetahuan dan Eksistensi kampanye kesadaran dihasilkan dari kerjasama pemerintah dan universitas-universitas di Indonesia manajemen Modal Ekonomi Pertumbuhan populasi tinggi memicu tidak cukupnya jumlah pekerjaan yang tersedia Ketenagakerjaan Kesempatan kerja bertumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan populasi Persentase tinggi kepemilikan kendaraan motor dikarenakan motor lebih murah daripada mobil Persentase lebih tinggi, persentase kemampuan lebih tinggi untuk tindakan pencegahan guna keselamatan Aset rumah tangga rumah sesuai yang diinginkan pemilik Persentase lebih tinggi, persentase tingkat pendapatan. Karenanya, lebih tinggi kemampuannya untuk mengurangi dampak banjir Lebih tinggi pendapatan, lebih tinggi kemampuan untuk mengamankan rumah dengan persiapan penting mengurangi dampak banjir Keuangan Lebih tinggi total pendapatan, lebih tinggi kemampuannya mempersiapkan guna mengurangi dampak banjir

Subsidi Lebih tinggi persentase, lebih tinggi ketersediaan subside yang diberikan untuk rumah yang terkena dampak Modal Alam Orang minum air yang tersaring atau langsung dari saringan karena polusi lebih rendah di sumber air di dekat distrik Adanya persentase yang tinggi dari polusi udara yang disebabkan oleh besar jumlah sepeda motor yang Jasa Ekosistem memaksa orang untuk memakai penutup mulut Pergerakan lebih rendah yang mengatur drainase di laut dan sungai Tidak adanya pembuangan limbah dalam tanah mempengaruhi zona yang dipilih Modal Fisik Aksesibilitas listrik di Indonesia: 72.9 % Listrik Kejadian listrik sering terhenti selama banjir. Karenanya masyarakat telah menggunakan kapasitas listrik alternatif. Aksesibilitas air di Indonesia: 84.9% Air Banjir sering terjadi. Karenanya masyarakat telah menggunakan kapasitas air Sanitasi Ketiadaan jaringan sanitasi di zona terpilih, masyarakat menyandarkannya pada septic tank pribadi Eksistensi jaringan drainase hujan yang cukup memudahkan akesibilitas jalan selama banjir Existence of some insufcient ooden/ concrete due to humidity and Time Aksesibilitas selama Banjir Eksistensi kanal-kanal dranase hujan disamping rumah dan jalan Eksistensi perlindungan aksesibilitas lebih Modal Sosial Variasi kegiatan komunitas: mengumpulkan donasi, mendaur ulang material Partisipasi Publik dalam Partisipasi membantu menaikkan situasi Pengambilan Keputusan Pemimpin lokal memiliki kredibilitas dan komunikasi dengan pemerintah secara efektif Kepercayaan pemerintah Jakarta dan pekerja di pemerintahan Angka lebih tinggi pada yang tidak bekerja dan penjual retail dengan edukasi primer dan non-literasi Edukasi dan Kesadaran Kesadaran masyarakat lebih tinggi karena seringnya banjir Eksistensi kampanye kesadaran Lebih sedikit persentase yang tidak dapat mengakses fasilitas kesehatan karena banjir hebat Kesehatan Cenderung menjaga kotak P3K dan alternatif medis yang kurang baik Kejadian banjir hebat periode panjang memaksa orang menjaga makanan di lantai dua Persiapan Komunitas Kejadian jarang mengecek pasokan darurat Eksistensi persentase lebih rendah keluarga sendiri per rumah dikarenakan kondisi kini susunan sosial Populasi komunitas di Pademangan

Dalam membangun ke arah kota berketahanan Jakarta, dapat dikembangkan 5 ketahanan: pemerintahan, ekonomi, alam, sik dipergunakan berbagai instrumen tidak hanya konsep-konsep dan sosial (Yasmin, 2016). Studi kasus di Pademangan Yasmin seperti 100RC, tetapi juga dibutuhkan konsep yang lebih kongkrit. (2016) menjabarkan pada Tabel 4. Salah satunya ialah Flood Disaster Resilience Index (FDRI). FDRI

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 5. Kekuatan dan Kelemahan Jakarta menuju Kota Berketahanan No Kekuatan Kelemahan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Kesehatan dan Pemenuhan Kebutuhan Dasar (Kesehatan dan Kesejahteraan) Kesejahteraan) 1. -BPJS & kartu Jakarta Sehat -beberapa area Jakarta tidak mendapatkan rumah layak, air, -fasilitas sosial dan kesehatan di Jakarta telah diperbaiki dan makanan. Kurang terdistribusi baik. Kepemimpinan dan Pengelolaan yang Efektif Penghidupan dan Pekerjaan yang Layak (Kesehatan dan (Kepemimpinan dan Strategi) Kesejahteraan) -pendekatan lebih kolaboratif -masih terdapat kompetisi kuat pekerja di luar Jakarta 2. -pemerintah telah memperjelas fungsi pegawai dengan warga lokal Jakarta. Perlu perhatian khusus pemerintah dan anggaran belanja pemerintah yang telah Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT), dialokasikan dengan baik dan esien outsourcing, sektor informal pekerjaan Menjamin Kelangsungan Layanan yang Penting Mendorong Kemakmuran Ekonomi (Ekonomi dan Sosial) (Infrastruktur dan Lingkungan) 3. -kesenjangan sosial masih sangat signikan. Investasi -sistem pelayanan responsif darurat perlu dukungan meningkat, tetapi kesejahteraan ekonomi belum merata. politik dan komitmen yang konsisten Mendorong Masyarakat yang Kompak dan Turut Terlibat Menjamin Stabilitas Sosial, Ekonomi dan Keadilan (Ekonomi (ekonomi dan sosial) dan Sosial) 4. -banyak sektor swasta dan komunitas berpartisipasi -tidak semua kelas masyarakat memiliki akses sama dalam pembangunan (termasuk penyediaan ruang penegakan hukum dan kepolisian. Masih banyak kawasan terbuka publik dan Bus Transjakarta) real estate berdampingan dengan kawasan kumuh Mendorong Perencanaan Jangka Panjang dan Terpadu (Kepemimpinan dan Strategi) Mendorong masyarakat yang Kompak dan Turut Terlibat -Jakarta telah diarahkan berdasarkan perencanaan, (ekonomi dan sosial) 5. pembangunan jangka panjang, tetapi perlu peningkatan -keterlibatan komunitas jaringan sosial dan partisipasi koordinasi, integrasi dan komunikasi antar sektor masyarakat masih rendah berbeda. Menyediakan dan meningkatkan perlindungan terhadap aset alam dan buatan (infrastruktur dan lingkungan) 6. - - kurang kawasan RTH, daerah tangkapan air, pemeliharaan taman/kebun di Jakarta Sumber: Lokakarya Perdana Jakarta Menuju Kota Berketahanan, Summary Report , 2016

Kekuatan dan kelemahan DKI tahun 1978 kepemimpinan Emil merupakan titik atau posisi Jakarta menuju kota berketahanan, Salim di konferensi Stockholm sebelum sampai ke titik kritis/ secara rinci dijabarkan pada Tabel berdampak dibentuknya jenuh dari respon masyarakat 5. Secara inti kekuatan dan kementerian lingkungan hidup terhadap lingkungannya. Ukuran kelemahan dilihat dari “komponen” (dulu: “Kementerian Negara untuk resilient dan sustanaible Kota Berketahanan ARUP (2014), Pengawasan Pembangunan dan development lebih cenderung seperti yang telah dijabarkan pada Lingkungan Hidup”). Dari pada perspektif manusia dan Gambar 2, antara lain: (1) Healthy berpartisipasi pada MDGs jaminan keselamatan dalam and well-being—kesehatan dan (Millenium Development Goals) lingkungan tersebut. Indonesia kesejahteraan masyarakat; (2) yang bertujuan mengurangi menggunakan batasan Leadership and strategy— kemiskinan, hingga SDGs administratif dalam membuat Kepemimpinan dan (Sustainable Development Goals), laporan-laporan penilaiannya, pengelolaannya; (3) Infrastructure dan partisipan 100RC. Pada seperti dalam KLHS dan AMDAL. and envinronment—Infrastruktur dasarnya “resilient” mendukung dan lingkungan; (4) Economy dan dan memperkuat keberadaan Hal terpenting dari pembangunan Social—ekonomi dan sosial. Untuk SDGs. ialah well-organized inventarisasi nomer 5 pada Tabel 5 termasuk yang menjadi landasan untuk pada pada komponen kedua. Dalam perspektif penajaman, penilaian, sehingga kemudian berbagai tulisan di atas belum dapat dibuat perencanaan Pada awalnya walaupuan banyak mendenisikan Kota pembangunan yang memang kepentingan ekonomi Berketahanan secara mudah. benar-benar diperlukan (skala mendominasi pembangunan kota- Menurut interpretasi dan implikasi prioritas), baru kemudian kota di Indonesia, akhirnya pada dari ulasan di atas, istilah resilient implementasi.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 CATATAN KUNCI (2014) dapat disesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing. Secara garis besar, makalah Spaans dan Waterhout

(2017). cukup memadai meskipun memiliki kendala. Penjabarannya mampu menggambarkan mengenai DAFTAR PUSTAKA 100RC, meskipun masih sangat terbatas karena tidak ARUP. (2014). City Resilience Framework. London: ARUP Group rinci dalam menjabarkan aspek yang lebih detail Ltd. mengenai kasus yang diangkat yaitu 100RC di Davoudi, S. (2012). ‘Resilience: A bridging concept or a dead end?’, Planning: Theory & Practice, 13, 299-307. Rotterdam, Belanda. Beberapa makalah sejenis pada Hassink, R. (2010). ‘Regional Resilience: A Promising Concept masa sebelumnya seperti, justru lebih tajam mendalami to Explain Differences in Regional Economic resilient city di Rotterdam dan sesuai pada era Adaptability?’, Cambridge journal of Regions, Economy berlakunya 100RC hingga pada 2015. Kini kebutuhan and Society, 3, 45-58. pemerintah dan masyarakat dunia telah menyepakati Lu, P., & Stead, D. (2013). Understanding the Notion of pada ranah sustainable development, yang mana Resilience in Spatial Planning: a Case Study of Rotterdam. resilient city sebagai komponen pelengkap. Alangkah 35 (pp.200-212). The Netherlands; Cities, 200-212. baiknya apabila jurnal dibuat pada fokus evaluasi Maddox, Davi ( 2013). “The Cities We Want: Resilient, implementasi 100RC. Dengan demikian studi pun Sustainable and Livable”. https:// www.thenatureofcities.com/2013/05/08/the-cities-we- menambah nilai keberlanjutan Resilient City dalam want-resilient-sustainable-and-livable/ kerangka lanjutan sustainable development, yaitu SDGs Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2016. Laporan Ringkasan (Sustainable Development Goals). “Lokakarya Perdana Jakarta Menuju Kota Berketahanan, Jakarta Agenda Setting Workshop” https:// Kerangka Kota Berketahanan yang dikembangkan ARUP www.academia.edu/30940435/ (2014) dalam implementasinya di suatu kota bahkan Lokakarya_Perdana_Jakarta_Menuju_Kota_Berketahanan negara, perumusannya bergantung pada pemerintah ._Jakarta_Agenda_Setting_Workshop dan para pemangku kepentingan. Apabila Rotterdam Pendall, R., Foster, K.A. & Cowell, M. (2010). ‘Resilience and awalnya sebelum 100RC merumuskan 10 sasaran Regions: Building Understanding of the Metaphor’, Cambridge Journal of Regions Economy and Society, 3, konsep Perubahan Iklim dan Keberlanjutan (‘Program 71-84. Duurzaam’), dan setelahnya memprioritaskan 4 hal Rotterdam, Gementee. (2015). Resilient Rotterdam Program: seperti: air, energi, komunitas, pemerintahan baru Future-proong as a shared responsibility. Gemeente beserta struktur nansial, dengan fokus 6 area yaitu: Rotterdam: Rotterdam. ketahanan sosial dan pendidikan; ketahanan terhadap Unknown. 2016. Terpilih sebagai Peserta Program 100 Kota perubahan iklim; infrastruktur kritikal; ketahanan maya Berketahanan, Jakarta Tak Buat Program Baru. http:// dan data besar (big data); perubahan pemerintahan; tarulh.com/2016/11/30/terpilih-sebagai-peserta-program ketahanan energi dan pelabuhan. Lain halnya dengan -100-kota-berketahanan-jakarta-tak-buat-program-baru/ DKI Jakarta, kota Jakarta tidak menambah program baru Rees, William E.. 2014. Sustainable vs Resilience. http:// www.resilience.org/stories/2014-07-16/sustainability-vs- menuju Kota Berketahanan, karena sudah ada dan akan resilience/ melanjutkan program tersebut utk ke depannya. Yasmin, Z.Kamh, dkk. (2016). ‘Comparative Study of Namun, ada kritik terhadap kapastas SDM kota Jakarta Sommunity Resilience in Mega Coastal Cities Threatened yang mayoritas para pemangku kepentingannya masih by Sea Level Rise: The Case of Alexandria and Jakarta’, relatif terbatas dalam memahami konsep kota Procedia-Social and Behaviour Sciences 216 (2016): 503- berketahanan. 517.

Mewujudkan Kota Berketahanan memiliki kompleksitas tersendiri, bergantung pada karakteristik kota dan budaya penduduk masing-masing. Baik di Belanda, dengan kota Rotterdam, maupun Indonesia dengan kota DKI Jakarta memiliki guncangan, tekanan, kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Penerapan instrumen 100RC terutama dalam ARUP

Volume 15 / No. 1 / April 2017 ULASAN

KENDALA PEMBANGUNAN NCICD National Capital Integrated Coastal Development

Oleh: Trinovini Pasaribu dan Raldi Hendro Koestoer ([email protected]) Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia

ermula dari bencana menjadi National Capital mencakup: kelompok alam banjir besar di Integrated Coastal masyarakat daerah pesisir, B Jakarta pada tahun Development (NCICD). Namun Kementerian Lingkungan Hidup 2007 yang merenggut puluhan dalam perkembangan dan Kehutanan dan korban jiwa dan ribuan lainnya pelaksanaan program Kementerian Kelautan dan kehilangan tempat tinggal, pembangunannya, NCICD Perikanan dari pihak Pemerintah Indonesia dengan menuai banyak kontroversi baik pemerintah. dukungan dari pemerintah dari pihak masyarakat maupun Belanda, merencanakan sebuah pihak Pemerintah sendiri. Untuk Menurut kacamata pihak Pro- mega proyek yang diarahkan itu, tulisan ini mencoba NCICD, proyek ini adalah sebuah untuk melindungi Jakarta dari menuangkan kondisi pro-kons mega proyek yang ditujukan banjir, terutama yang datang dalam dimensi lingkungan untuk perlindungan jangka dari laut. sederhana yang berfokus pada panjang penduduk wilayah tiga pilas bahasan singkat, yaitu: Jakarta dan sekitarnya terhadap Dalam rentang waktu 2009- Lingkungan, Sosial dan banjir yang berasal dari laut. 2012, embrio konsep mega ekonomi. Menurut pihak kontra-NCICD proyek yang semula dikenal proyek ini dapat menjadi sebagai Jakarta Coastal Defense PAPARAN UMUM bumerang bagi seluruh Strategy/JCDS menghasilkan pemangku kepentingan, Dalam bagan tampak kelompok cetak biru bagi 3 lapis terutama tanpa pengelolaan yang Pro dan kKontra terhadap pertahanan laut yang akan lebih lanjut untuk dampak proyek NNDICD. Kelompok Pro- dibangun di Teluk Jakarta negatif potensial proyek NCICD mencakup antara lain selama 20 hingga 30 tahun tersebut. Bahasan ini pihak pengembang sebagai kedepan. Dalam mengungkapkan pro-kontra pelaksana langsung proyek perkembangannya, mengingat proyek NCICD yang terjadi dan tersebut, dan pihak Pemerintah proyek ini melibatkan bukan permasalahan yang diangkat yang meliputi: Kementrian hanya Jakarta saja, melainkan oleh masing-masing pihak, serta Koordinasi Bidang juga wilayah-wilayah sekitarnya, dibandingkan dengan sudut Perekonomian, Badan seperti dan Jawa Barat, pandang kaidah lingkungan Perencanaan Pembangunan serta titik pusat proyek ini yang yang terkait proyek Nasional, Kementrian Pekerjaan ada di lepas pantai, maka pembangunan ini. Rangkuman Umum, dan Pemerintah Daerah Pemerintah sepakat untuk dari berbagai sumber dapat Khusus Ibukota Jakarta. mengganti nama proyek ini dilihat dalam bagan berikut. Sementara pihak kontra- NCICD

Volume 15 / No. 1 / April 2017 PERDEBATAN DAN DISKUSI pembangunan tanggul raksasa (Giant Sea Wall) dan reklamasi Teluk Jakarta, juga mendapat kontroversial PRO-KONTRA NCICD yang sama hingga saat ini kedua proyek Pemprov DKI Perdebatan pro-kontra proyek NCICD sebenarnya Jakarta tersebut dipadukan dalam satu proyek besar bukan isu kontroversial yang baru bagi warga Jakarta NCICD ini. maupun Indonesia. Proyek dengan konsep dan tujuan yang sama namun berbeda nama, yaitu proyek

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gagasan konsep proyek NCICD ini Isu yang telah berlangsung lama Lingkungan, Sosial, dan Ekonomi sebenarnya sudah dimulai sejak tersebut kembali hangat ketika kota Jakarta guna menanggulangi tahun 1980-an dengan istilah Pemprov DKI di bawah permasalahan kebutuhan tanah proyek reklamasi Teluk Jakarta kepemimpinan Gubernur Fauzi dan penangan banjir kota Jakarta. yang bertujuan untuk Bowo kembali mengukuhkan Akan tetapi pada kenyataannya meningkatkan manfaat sumber rencana reklamasi dan proyek NCICD justru menimbulkan daya lahan, atau dengan kata lain mengeluarkan Surat Keputusan kontroversi dari beberapa pihak, untuk menambah luas daratan ibu Gubernur DKI no 2238 tahun 2013 yaitu pada pembahasan kota negara. Gagasan awal yang yang memberikan izin kepada sebelumnya ditunjukkan melalui dimulai pada Maret 1995 untuk pihak pengembang untuk pendapat masyarakat pesisir, KKP, rencana 2.700 Ha lahan reklamasi pelaksanaan proyek reklamasi dan KLHK; dinyatakan bahwa akan didukung oleh landasan hukum Pulau G. Namun kontroversial cenderung muncul dampak negatif Keputusan Presiden Nomor 52 kembali terjadi yang berasal dari proyek tersebut yang akan Tahun 1995 tentang Reklamasi Kementerian Kelautan dan merugikan masyarakat. Seluruh Pantai Utara Jakarta dan Peraturan Perikanan (KKP). KKP menilai potensi negatif yang Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun kebijakan tersebut melanggar diperdebatkan kemudian 1995. Akan tetapi atas keputusan regulasi terkait kewenangan dikelompokkan berdasarkan pilar tersebut Kementerian Lingkungan perizinan pembangunan di area pembangunan berkelanjutan Hidup tidak setuju dengan alasan laut strategis yang adalah (lingkungan, sosial, dan ekonomi) sangat berpotensi merusak alam kewenangan KKP meski berlokasi di antara lain dalam bentuk butir- serta menyangsikan Pemprov DKI wilayah DKI Jakarta. KKP kemudian butir ringkas sebagai berikut: mampu memenuhi kaidah mengusulkan penghentian penataan ruang dan ketersediaan sementara (moratorium) A. Lingkungan teknologi pengendali dampak pelaksanaan proyek tersebut. 1. Kerusakan ekosistem laut lingkungan, dan menyampaikan Selain itu KKP juga mengusulkan (terumbu karang, bentos) keberatan tersebut dengan penggunaan lahan reklamasi hanya dan hutan bakau menerbitkan Surat Keputusan untuk pelabuhan, bandara, dan 2. Kenaikan muka air laut Menteri Lingkungan Hidup nomor listrik; sehingga selain peruntukan akibat perubahan fungsi 14 tahun 2003 tentang itu (seperti hotel, apartemen, mall, laut menjadi daratan Ketidaklayakan Rencana Kegiatan dsb) tidak diperbolehkan. Akan 3. Berpotensi menghasilkan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai tetapi kajian moratorium KKP pola arus laut yang baru Utara. Namun Pemprov DKI Jakarta tersebut tidak menghentikan dan menghancurkan mendapat dukungan dari langkah Pemprov DKI Jakarta untuk pantai dan pulau sekitar Mahkamah Agung yang tetap melaksanakan reklamasi, 4. Penyediaan 330 juta m3 mendukung legalitas proyek setidaknya mulai mempersiapkan bahan urugan akan reklamasi tersebut melalui Putusan tahap awal pengembangan pulau merusak ekosistem lain MA nomor 12/PK/TUN/2011, O, P, dan Q akan diintegrasikan sumber material beserta meskipun dengan memberikan dengan Pulau N untuk jalan pengangkuta bahan syarat agar Pemprov DKI Jakarta pembangunan Port of Jakarta sejak urugan (contoh: membuat kajian amdal baru dan akhir 2015. tenggelamnya beberapa memperbaharui amdal yang telah pulau di perairan Untung diajukan sebelumnya. Namun Menurut kaidah lingkungan yang Jawa akibat tanahnya meskipun demikian kontroversial ideal terkait pembangunan digunakan sebagai bahan tersebut tetap mengakibatkan berkelanjutan, pembangunan urugan kawasan reklamasi). berhentinya pelaksanaan proyek proyek NCICD ini seharusnya tersebut. menjadi solusi bagi aspek

Volume 15 / No. 1 / April 2017 B. Sosial Jika diinginkan pembangunan NCICD menjadi suatu 1. Terganggunya mata pencaharian nelayan upaya pembangunan berkelanjutan bagi kota Jakarta akibat tidak adanya ikan di lokasi tangkap maupun kota-kota sekitarnya, perlu memperhatikan mereka yang biasanya (ikan berkurang akibat ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan, migrasi mencari habitat baru yang tidak yaitu: sosial, ekonomi dan lingkungan, terutama dalam 1.terganggu) tahap perencanaan dan prediksi dampak negatif 2. Terganggunya mata pencaharian petani potensialnya. Jika berpegang hanya pada salah satu dengan terjadinya gagal panen akibat intrusi air aspek yang menjadi fokus pembangunan, dalam hal ini laut ke daratan dan menggangu tanaman darat adalah aspek ekonomi semata, maka dapat dipastikan 3. Menurunkan tingkat kesejahteraan kehidupan akan tetap menimbulkan kontroversi antara Pro dan masyarakat pesisir akibat terganggunya Kontra, yang pada akhirnya dapat menghambat bahkan sumber mata pencaharian (tidak ada ikan bagi menghentikan pelaksanaan proyek tersebut. nelayan dan gagal panen bagi petani) Pandangan ke depan yang perlu ditinjau ulang adalah 4. Kesenjangan sosial antara masyarakat pesisir pendalaman terhadap landasan pemikiran proyek kelas menengah ke bawah dengan masyarakat NCICD bagi kepentingan sosial-politik dan lingkungan elit kawasan reklamasi, oleh karena konsep hidup. pembangunan adalah untuk pengembangan kawasan bisnis dan penunjang pertumbuhan REFERENSI ekonomi kota Jakarta (fokus pembangunan Mustaqim, I. (2015). Dampak Reklamasi Pantai Utara meliputi hotel, apartemen, mall, kawasan Jakarta terhadap Perubahan Sosial Ekonomi bisnis). Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di B. Ekonomi Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan 1. Penurunan hasil tangkapan laut dan gagal Pluit, Jakarta Utara). Skripsi: Universitas Islam panen yang terjadi akibat reklamasi berdampak Negeri Syarif Hidayatullah. pada kenaikan harga dan kelangkaan barang Praditasari, A. (2016). Analisis Kebijakan Reklamasi pangan di pasar yang akan menyulitkan Teluk DKI Jakarta. Tesis: Universitas Indonesia. masyarakat Sampono, N., Purbayanto, A., Haluan, J., Fauzi, A., 2. Permasalahan tingginya harga lahan di Jakarta Wiryawan, B. (2012). Dampak Reklamasi Teluk akibat langkanya lahan kosong, tidak pasti Jakarta terhadap Kegiatan Penangkapan Ikan dapat terselesaikan dengan reklamasi ini di Teluk Jakarta. Jurnal Perikanan dan mengingat lokasi kawasan reklamasi yang jauh Kelautan, 105-112. dari pusat- pusat kegiatan yang telah terbangun di kota Jakarta.

CATATAN PENUTUP Proyek NCICD, pada paparan di atas tampak memiliki keterbatasan mendasar. Dimana di satu sisim ada kelompok yang Pro terhadap pembangunan proyek tersebut, disisi lain justru sebaliknya. Hal ini tentu menjadi hambatan utama bagi kelangsungan pembangunan ke depan, dimana tidak saja kepentingan ekonomi dan bisnis semata, tetapi juga kepentingan social-politik dan lingkungan hidup.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 OPINI

MODA TRANSPORTASI MOBILITAS ULANG ALIK PEKERJA KOTA DEPOK

Oleh: Chotib Lembaga Demogra Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

ejala mobilitas ulang alik Sukabumi (16 persen); 13,5 persen ciri masyarakat daerah transisi yang yang terjadi di Kota Depok dari Kota Bogor; 10,8 persen dari meliputi: G menuju kota-kota lain di Kota Bekasi; 13 persen dari sekitar kawasan Jabodetabek, Kabupaten Bogor; 10,5 persen dari a) Terjadinya tumpang tindih terutama kota Jakarta, Kabupaten Bandung; dan sisanya antara nilai-nilai tradisional memunculkan istilah ’penduduk dari kabupaten/kota lain di Jawa dan proses modernisasi. Pada siang’ dan ’penduduk malam’. Barat. satu sisi nilai-nilai modern Munculnya istilah ini disebabkan memengaruhi perilaku pelaku mobilitas ulang alik datang Sementara itu Wulandari (2012) kehidupan masyarakat ke pusat kota waktu pagi dan siang mengemukakan temuannya perdesaan untuk hari untuk melakukan aktitas berdasarkan data Sensus Penduduk meninggalkan nilai-nilai sehari-hari (bekerja, sekolah, (SP) 2010, migran masuk di Kota tradisional, namun pada sisi belanja dan sebagainya). Pada sore Depok mencapai 12 persen, lain nilai-nilai tradisional yang atau malam hari mereka dengan proporsi hampir positif tetap dipertahankan, meninggalkan pusat kota untuk separuhnya berasal dari DKI Jakarta seperti solidaritas dan kembali ke tempat tinggal yang (46,53 persen), dan sisanya berasal partisipasi masyarakat; berada di pinggiran kota, termasuk dari provinsi-provinsi lain seperti b) Masyarakat menjadi heterogen, Kota Depok. Jawa Barat (21,30 persen); Jawa seperti: tingkat pendidikan, Tengah (12,34 persen); Banten (5,99 pekerjaan, dan Daya tarik Kota Depok bagi persen); Jawa Timur (3,62 persen); kepercayaannya; penduduk dari luar Kota Depok Daerah Istimewa Yogyakarta (0,97 c) Terjadinya pembangunan juga terekam dalam data SUPAS persen), dan provinsi lain di luar perumahan baru di desa (Survei Penduduk Antar Sensus) Jawa (9,25 persen). pinggiran yang tidak 2005. Chotib (2008), mencatat ada memerhatikan kondisi sekitar 168.509 penduduk Kota Kota Depok yang berada di wilayah masyarakat sekitar, Depok berstatus sebagai migran pinggiran Kota Jakarta ini mengakibatkan bisa terjadinya risen1. Dari sejumlah ini 57 persen mengalami proses urbanisasi pertentangan antara nilai-nilai di antaranya berasal dari DKI sebagaimana dikemukakan oleh yang dibangun masyarakat Jakarta; 19 persen dari Jawa Barat; Chotib (2008), yaitu suatu daerah pendatang dengan masyarakat 10,5 persen dari Jawa Tengah; dan yang mengalami peralihan dari asli, dan kecemburuan sosial; sisanya dari provinsi-provinsi lain di wilayah yang bercirikan perdesaan Indonesia. Dari 19 persen migran menjadi wilayah yang bercirikan yang berasal dari Jawa Barat, perkotaan. Riggs (dalam Nasution, sebagian besar berasal dari Kota 2009) mengemukakan beberapa

1 Migran risen (recent migrant) adalah penduduk yang melakukan migrasi berdasar data atas pertanyaan tempat tinggal lima tahun yang lalu sebelum survei. Data SUPAS (Survei Penduduk Antar Sensus) 2005 memperlihatkan jumlah penduduk yang tinggal di Kota Depok pada tahun 2005 (pada saat pencacahan) dan tahun 2000 (lima tahun sebelum pencacahan) tinggal di luar Kota Depok.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 d) Kawasan desa pinggiran kota, kawasan di mana semakin tumbuh dan berkembangnya kawasan- kawasan industri, perdagangan, dan perumahan yang membawa dampak positif, yakni memberikan kesempatan kerja non pertanian bagi masyarakat di wilayah tersebut dan sisi negatifnya terjadi konik antara masyarakat asli dan pendatang; e) Masyarakat desa mengalami peralihan dari mata pencaharian di bidang agraris (pertanian) menuju mata pencaharian non-pertanian.

Tujuan penulisan ini adalah untuk melihat gambaran moda transportasi yang digunakan oleh para pelaku mobilitas ulang alik, khususnya mereka yang melakukan mobilitas tersebut dengan tujuan bekerja.

PERKEMBANGAN DAERAH Gambar 1. Model Zona Konsentrik Burgess (Burgess, 2000)

METROPOLITAN Proses ekspansi yang disebabkan oleh pertumbuhan Studi tentang bentuk-bentuk perkotaan, dan khususnya kota ke luar wilayah kota itu membentuk suatu mengenai kreasi model-model struktur perkotaan rangkaian zona konsentrik yang homogen dan luas. merupakan suatu bidang kajian yang telah lama Model ini didasarkan atas kompetisi ekologis untuk dilakukan oleh para sosiolog yang kemudian diikuti penggunaan tanah antara kelompok-kelompok oleh para geografer selama lebih dari satu abad yang penghuni yang berbeda dengan sumber-sumber daya lalu (Miles, et al. 2000). Studi ini berawal dari karya para yang berbeda. Model ini kemudian dikembangkan oleh sosiolog dari Sekolah Chicago pada awal abad dua Robert Park dan para muridnya untuk menjelaskan puluh hingga masa postmodernisme yang dilakukan keberadaan masalah-masalah sosial pada distrik oleh Edward Soja dan Witold Rybczynsky. Kedua tertentu di kota. penulis tersebut tak diragukan lagi banyak dipengaruhi oleh pemikiran analisis pemikiran dari Ernest W. Untuk kasus Indonesia, pertumbuhan kota-kota besar Burgess. Karya Burgess yang paling terkenal adalah ditandai dengan proses urbanisasi dan industrialisasi ”The Growth of the City: An Introduction to a Research yang berakibat pada pemekaran wilayah dengan Project”. Karya ini melakukan eksplorasi tentang model membentuk koridor-koridor perkotaan (Firman, 1996). ekologis penggunaan tanah perkotaan dan segregasi Perubahan luas kawasan perkotaan kemudian sosial, berdasarkan hasil kerja lapangan di Chicago membentuk konurbasi, yaitu bergabungnya beberapa tahun 1920-an yang dikenal sebagai ’model zona kota yang membentuk kawasan kota yang lebih luas konsentris’, yaitu suatu representasi tipe ideal dari yang dikenal sebagai kawasan metropolitan sebuah kota. (metropolitan area).

Model ini memuat dua ide kunci dari Burgess tentang Proses terjadinya konurbasi tidak lepas dari makin suatu kota: Pertama, kota adalah suatu organisma yang maraknya penduduk kota inti yang berpindah tempat dinamis; dan kedua bahwa proses sosial dan bentuk tinggal menuju daearah pinggiran kota. Dengan kata sik di suatu kota saling berinterrelasi. Pemikiran lain, proses urbanisasi yang berlangsung di kawasan Burgess ini didasarkan atas gagasan bahwa kota metropolitan tidak hanya terjadi di pusat kota, meluas melalui suatu rangkaian proses ekologis. Yaitu, melainkan terjadi spill over ke daerah pinggiran kota. adanya kelompok imigran menjadi penghuni tetap di Pada perkembangan yang lebih lanjut, terjadi kota dan mereka membuat jalan dari distrik dimana kejenuhan tinggal di pusat kota (terutama sebagian harga sewa rendah di sekitar pusat kota menuju lokasi golongan masyarakat kelas menengah dan atas) yang neighborhood dengan harga sewa yang lebih mahal. mengalihkan tempat tinggalnya di pinggir kota.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Menurut Hariyono (2007), pada Tabel 1. Kawasan Metropolitan di Indonesia tahap tertentu dengan kondisi Kota Metropolitan Wilayah yang Terintegrasi Kawasan Metropolitan yang berbeda mereka kembali ke (Daerah Inti) (Daerah sekitarnya) pusat kota dengan gejala kota Mebidang Kab. Deli Serdang dipenuhi dengan apartemen, (Medan-Binjai-Deli Serdang) Kota Medan Kota Binjai perumahan eksklusif, rumah toko, Kab. Bogor Kab. Bekasi dan rumah susun. Jabodetabek Kota Bogor (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang Kota Jakarta Kota Bekasi Sedangkan menurut Silver (2008), -Bekasi) Kota Depok Kab. Tangerang gejala semacam ini lebih Kota Tangerang disebabkan karena adanya Kab. Bandung Bandung Raya Kota Bandung Kab. Sumedang “dekonsentrasi planologis”, Kota Cimahi terutama setelah diberlakukannya Kab. Demak Inpres no. 13/1976 yang (Kendal--Semarang- Kota Semarang Kab. Semarang Purwodadi) Kab. Kendal menyatakan bahwa Kota dan Kab. Sidoarjo Kab. Mojokerto Kabupaten Bogor, yang berlokasi Gerbangkertosusila Kab. Gresik sekitar 60 km ke arah selatan (Gresik-Bangkalan-Mojokerto- Kota Surabaya Kab. Bangkalan Surabaya-Sidoarjo-Lamongan) Jakarta, kemudian kabupaten/kota Kab. Lamongan Tangerang di sebelah barat, dan Kota Mojokerto Mamminasata Kab. Takalar kabupaten/kota Bekasi di sebelah (Makasar-Maros-Sungguminasa- Kota Makasar Kab. Goa timur dirancang sebagai titik-titik Takalar) Kab. Maros simpul pengembangan daerah Sarbagita Kab. Badung (Denpasar-Badung-Gianyar- Kota Denpasar Kab. Gianyar khusus ibukota yang terkoneksi Tabanan) Kab. Tabanan dan menyatu dengan sistem jalan Sumber: Handiyatmo (2009); Sahara (2010) raya yang lebih modern. Perkembangan Jakarta dan metropolitan sebagaimana PERILAKU MOBILITAS sekitarnya ini ternyata memberikan disebutkan di atas, yaitu Kawasan dampak terhadap perkembangan Metropolitan Jabodetabek, dengan ULANG ALIK kota-kota metropolitan lain di kawasan intinya berada di Daerah Perkembangan kota dan Indonesia yang juga sebagai akibat Khusus Ibukota Jakarta, dan perubahan masyarakatnya seperti adanya dekonsentrasi planologis wilayah integrasinya meliputi yang dibahas di atas sekaligus juga tersebut. Kabupaten Bogor, Kota Bogor, memperlihatkan kemajuan Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota teknologi komunikasi yang Pada saat ini di Indonesia dikenal 7 Depok, Kabupaten Tangerang, dan membawa perubahan besar bagi (tujuh) kawasan metropolitan yang Kota Tangerang. Untuk masyarakat modern di negara- masing-masing terdiri atas 1 daerah mempertajam analisis, studi ini negara maju. Jaringan komunikasi inti (kota metropolitan) dan dilakukan dengan memperkecil melalui komputer membuat ruang beberapa daerah yang terintegrasi cakupan wilayah penelitian, yaitu dan waktu tidak berperan dalam ke dalamnya. Tabel 1 menjelaskan Kota Depok, dimana hampir 55 jaringan komunikasi. Di beberapa kawasan metropolitan di Indonesia persen penduduknya bekerja di negara maju seperti Amerika, beserta wilayah integrasinya. Kota Jakarta2, sehingga dapat Jepang, dampak teknologi sangat dipastikan sebanyak itu pula mempengaruhi pola hubungan Dengan fakta-fakta tersebut, studi masyarakatnya melakukan sosial komunitas. ini melihat pola mobilitas mobilitas ulang alik setiap harinya masyarakat di salah satu kawasan dari Depok ke Jakarta.

2 Angka 55 persen ini diperoleh dari pernyataan narator pada video berdurasi 35 menit yang berjudul “Pembangunan Kota Depok: Menuju Kota Depok yang Melayani dan Mensejahterakan” yang diterbitkan oleh Pemerintah Kota Depok tahun 2009.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Kedekatan hubungan antarwarga masyarakat tidak infrastruktur bisa berada di mana-mana. digambarkan oleh komunikasi tatap muka, saling Konsekuensinya jarak geogras tempat kerja dan mengunjungi tetapi lebih intens berkomunikasi melalui tempat tinggal tidak lagi menjadi penghalang bagi e-mail. Surat menyurat dengan bahasa tulisan organisasi kehidupan. Karenanya, faktor-faktor yang digantikan dengan komunikasi melalui elektronik atau menentukan dari gejala tersebut merupakan scope of komputer, kualitas informasi lebih esien dan efektif action yang diberikan oleh restriksi ekonomi dan sosial, dengan jangkauan yang lebih luas (Ibrahim, 2005). sertai preferensi individu.—dengan kata lain gaya hidup. Teori klasik tentang tipologi komunitas yang membedakan antara tipe masyarakat sederhana dan Pluralisasi gaya hidup, antara lain, juga menyebabkan modern yang dikembangkan dari tahap perkembangan diferensiasi dalam kehidupan dan mobilitas. Segregasi masyarakat dunia Barat digambarkan sebagai individu selanjutnya tidak hanya tergantung kepada sosiabilitas. Menurut Simmel istilah ini menggambarkan kuantitas sumberdaya disposable, melainkan juga rasa kebersamaan sebagai manifestasi kepedulian kepada gaya hidup. Pola Diferensiasi menurut gaya dalam berbagai kegiatan, diskusi bersama tentang ide, hidup dan status ini secara empiris telah diuji untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersama dalam organisasi segregasi tempat tinggal oleh Hermann, Heye dan sosial formal atau informal. Istilah ini juga digunakan Leuthold (2005) dalam Craviolini (2006). oleh Simmel untuk menggambarkan kehidupan ritual dalam konteks bentuk-bentuk sosial dari potensi Selain itu Zax (2003) melakukan pengukuran indeks manusia. segregasi di daerah metropolitan di Amerika. Dalam studinya, dikemukakan bahwa Pengukuran segregasi Menurut Ibrahim (2005), pola hubungan sosial pada tempat tinggal memiliki sejarah yang panjang. Ia masyarakat perkotaan dapat mencerminkan kehidupan dibangun oleh Taeuber dan Taeuber (1965) sosiabilitas di komunitas ketetanggaan yang dapat sebagaimana dikutip oleh Zax (2003) dengan dideskripsikan sebagai berikut: melakukan pengukuran untuk berbagai kota-kota di a. Kontak komunikasi lisan, tatap muka Amerika tahun 1940, 1950 dan 1960. b. Pola berkunjungan antartengga c. Ikatan sosial antartetangga yang dirasakan seperti Massey dan Denton (1988) dalam Zax (2003) mencoba keluarga mengkonsolidasikan berbagai literatur dengan d. Nilai kepedulian antarwarga melakukan taksonomi untuk 20 indeks yang berbeda. e. Pola jaringan partisipasi ke dalam komunitas Mereka menegaskan bahwa indeks-indeks tersebut ketetanggaan, dan dapat dibagi menjadi 5 kategori besar, yaitu ”evenness”, f. Persentase warga yang pernah berpartisipasi dalam ”exposure”, ”concentration”, ”centralization”, dan kegiatan bersama. ”clustering”. Meskipun adanya perbedaan konseptual antara dimensi-dimensi segregasi ini, namun semua 20 Craviolini (2006) melakukan penelitian tentang gaya ukuran tersebut memberikan share yang sama dalam hidup para pelaku komuting di Swiss. Menurutnya, asumsi esensialnya; yaitu integrasi terjadi jika proporsi Komuting dapat dipandang sebagai suatu unsur dari minoritas pada suatu sub area adalah sama dengan gaya hidup. Karenanya analisis perilaku komuting proporsi mereka pada daerah metropolitan secara memerlukan pertimbangan diferensiasi parai komuter keseluruhan. menurut gaya hidup dan status. Berbagai metode yang sudah ada mengabaikan pengaruh ini. Berdasarkan Menurut Muth (1969) dalam Zax (2003), pilihan metode yang dikembangkan untuk segregasi tempat terhadap tempat tinggal di daerah perkotaan akan tinggal oleh Hermann, Heye dan Leuthold, suatu menyeimbangkan dua tujuan yang saling pendekatan yang menggunakan analisis diferensiasi bertentangan. Pertama, para komuter mengeluarkan sosial diaplikasikan pada tulisan ini. biaya, khususnya konsumsi waktu. Konik tjuga muncul karena aksesibilitas sebagai suatu barang. Lokasi Lebih lanjut dijelaskan oleh Craviolini (2006), bahwa di tempat tinggal yang memiliki akses lebih besar akan dalam area metropolitan, tempat bekerja dan mengimplikasikan jarak komuting yang lebih pendek.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Permintaan terhadap tanah akan cenderung bekerja sebagai pekerja mereka untuk melakukan komuting lebih besar di lokasi ini. produksi jika mereka dekat rumah. lebih pendek daripada laki-laki. Konsekuensinya, harga Perempuan Korea cenderung keseimbangan untuk tanah akan bekerja pada pekerjaan yang Kerangka teoritis yang lebih besar pula. Jasa-jasa didominasi oleh perempuan, dikembangkan oleh White (1977, perumahan dihasilkan pada lokasi seperti jasa dan penjualan, dan 1986) dan Madden (1981) dalam semacam ini yang karenanya relatif komuting mereeksikan pilihan- Lee dan McDonald (2009) mahal. pilihan pekerjaan tersebut. mengemukakan suatu bentuk persamaan reduced model untuk Di lain pihak, Lee dan McDonald Kerangka teori yang digunakan waktu tempuh (atau jarak) (2009) melakukan analisis untuk oleh Lee dan McDonald (2009) ini komuting sebagai fungsi dari melihat peran faktor-faktor yang di antaranya adalah studi terakhir karakteristik demogra, selera mempengaruhi waktu komuting di yang dilakukan oleh Giuliano (1998) variabel-variabel pendapatan Metropolitan Seoul. Berdasarkan dalam Lee dan McDonald (2009) di rumah tangga. Lokasi tempat sumber data Sensus Penduduk Kota Los Angeles. Studi ini tinggal, lokasi tempat bekerja, Korea 1995, ditemukan bahwa menemukan bahwa makin jauhnya pilihan moda transportasi, tingkat beberapa pola variasi waktu dan jarak komuter berasosiasi dengan upah dan harga rumah merupakan jarak komuting di kota Seoul tidak penduduk laki-laki, pendapatan variabel-variabel endogen. berbeda jauh dengan kota-kota lain yang lebih tinggi, pemilik rumah, Masuknya variabel-variabel ini ke seperti Los Angeles. Perempuan usia antara 25-50 tahun, dalam persamaan memberikan berstatus kawin memiliki jarak penggunaan transportasi massal hasil yang bias. Yaitu, perubahan komuting yang lebih pendek dari dan status bekerja (pekerja paruh dalam karakteristik demogras pada pekerja lainnya. Demikian waktu vs pekerja penuh waktu). (seperti masuk ke jenjang juga mereka yang memiliki perkawinan) dapat mengubah pekerjaan eksibel seperti bekerja Beberapa studi lain memusatkan pilihan lokasi tempat tinggal, lokasi sendiri (self-employed), pekerja pada pembahasan mengenai tempat bekerja dan moda keluarga tak dibayar dan pekerja perbedaan gender dalam perjalanan -- dan sekaligus paruh waktu memiliki waktu dan panjangnya perjalanan dan terhadap waktu dan jarak jarak yang lebih pendek. Pekerja menemukan bahwa perempuan komuting. dengan pendapatan yang lebih memiliki jarak yang lebih pendek tinggi (yaitu pemilik rumah, lebih daripada laki-laki. Studi tersebut di Studi yang dilakukan oleh Cervero berpendidikan dan pekerja pada antaranya adalah Madden (1981), dan Day (2008) mencoba melihat usia yang lebih tua) memiliki jarak Hanson dan Johsnton (1985), pengaruh pemilihan lokasi tempat dan waktu komuting yang lebih Ericksen (1977), Gordon et al. tinggal terhadap aksesibilitas panjang. (1989), Turner dan Niemier (1997) pekerjaan, penggunaan moda dan White (1986) dalam Lee dan transportasi dan lamanya Studi ini juga menghasilkan McDonald (2009). perjalanan ulang alik. Dengan beberapa temuan baru dalam pola menggunakan analisis jalur, maka komuting. Perbedaan dalam waktu Salah satu fokus pada penelitian keterkaitan antarvariabel tersebut tempuh antara pekerja laki-laki dan yang dilakukan oleh Turner dan dapat diidentikasi. perempuan berstatus kawin Niemier (1997) dalam Lee dan berbeda secara signikan dengan McDonald (2009), adalah tentang pendidikan yang lebih rendah. hipotesis tanggung jawab rumah Perempuan yang bekerja di tangga, yang menyatakan bahwa industrik manufakturing lebih sulit perempuan bekerja, dan berstatus akses ke tempat bekerja kawin memiliki rasa tanggung dibandingkan dengan pekerja jawab yang lebih besar pada kerah putih pada industri non- urusan rumah tangga dan Gambar 2. Kerangka kir manufakturing. Pekerja perempuan pemeliharaan anak, sehingga jarak dari Cervero dan Day (2008)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Hasil analisis memperlihatkan bahwa lokasi tempat tujuh tahap, wilayah penelitian ini akan fokus pada tinggal yang berdekatan dengan pusat pelayanan tahapan yang kelima terutama mobilitas ulang-alik sistem kereta api perkotaan cenderung memiliki pekerja disertai dengan moda transportasi yang aksesibilitas yang tinggi terhadap lokasi pekerjaan, digunakan. cenderung memilih moda transportasi kereta api dan lamanya perjalanan ulang alik lebih singkat. Dengan MODA TRANSPORTASI DALAM demikian implementasi dari perencanaan wilayah dalam pembangunan yang berorientasi pada sistem MOBILITAS ULANG ALIK transportasi cepat, murah dan aman cukup berhasil Dalam teori transisi mobilitas yang diungkapkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya. Zelinsky (1971) dan Skeldon (1990), transportasi Studi empiris tentang perilaku ulang alik dengan sudut memegang peranan penting bagi perubahan tahapan pandang sosiologis di antaranya dilakukan oleh Jones masyarakat. Aksesibilitas transportasi menjadi penting et al (2008) yang memperlihatkan dampak dari lamanya seiring dengan meningkatnya peradaban manusia. perjalanan selama komuting terhadap pola kehidupan di dalam keluarga para komuter tersebut. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination). Dalam Teori mobilitas penduduk menjelaskan bahwa mobilitas hal ini perjalanan yang dimaksud adalah pergerakan penduduk dapat dibagi menjadi dua yaitu mobilitas orang antara dua tempat kegiatan yang terpisah untuk penduduk vertikal atau perubahan status dan mobilitas melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam penduduk horizontal atau mobilitas penduduk masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan geogras. Mobilitas penduduk horizontal dapat pula tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, dibagi menjadi mobilitas penduduk non-permanen menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan (atau mobilitas penduduk sirkuler), dan mobilitas kecepatan tertentu. penduduk permanen. Mobilitas penduduk non- permanen adalah gerak (movement) penduduk yang Untuk melakukan mobilitas ulang-alik dengan jarak melintasi batas wilayah menuju wilayah lain dengan tertentu, pelaku perlu ditunjang oleh transportasi yang tidak ada niatan menetap di daerah tujuan, sedangkan menghubungkan tempat tinggal dengan tempat tujuan ulang-alik adalah gerak penduduk dari daerah asal terdapat pilihan jenis transportasi yang digunakan. menuju ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu Semakin jauh rata-rata pergerakan manusia setiap hari dan kembali ke daerah asal pada hari itu juga. Mobilitas dan semakin mahalnya harga tanah di pusat perkotaan penduduk non permanen dibedakan menjadi dua yaitu menyebabkan lahan permukiman semakin bergeser ke ulang-alik (commuting) dan menginap/mondok pinggiran kota, sedangkan tempat pekerjaan (Mantra, 2000). cenderung semakin terpusat di pusat perkotaan. Hal ini menyebabkan seseorang akan bergerak lebih jauh dan Ada perbedaan pola ulang-alik antara laki-laki dan lebih lama untuk mencapai tempat kerja (Tamin, 2000). perempuan, yang mana laki-laki menurut perspektif tradisional memiliki peran yang berakar di masyarakat Kedua adalah teori permintaan transportasi, dimana sebagai tulang punggung dalam produksi ekonomi permintaan akan jasa transportasi merupakan keluarga sehingga laki-laki memiliki kecenderungan permintaan turunan (derived demand) akibat adanya lebih besar untuk melakukan perjalanan jarak jauh ke permintaan lain dan bersifat murni sebagai suatu tempat kerja untuk memaksimalkan pendapatannya kebutuhan turunan (Kanafani, 1983). Yaitu bahwa dibanding perempuan, sedangkan perempuan kebutuhan akan transportasi perkotaan adalah terkait dianggap bertanggungjawab mengurus keluarga langsung terhadap kebutuhan aktivitas perkotaan dan (Warsida , 2013). turunannya.

Dari pemikiran Zelinnsky mengenai transisi mobilitas Konsep permintaan dalam transportasi diadopsi dari dikembangkan oleh Skeldon (1990) dengan teori ekonomi. Ada dua pendekatan klasik dari teori menganalisis pola migrasi penduduk pada negara- mikro ekonomi yang dapat dipakai sebagai dasar dalam negara berkembang yang penyempurnaannya menjadi melakukan analisis permintaan moda transportasi.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Lokasi Lokasi

Lokasi Persentase wanita Panjang

Indek Pilihan moda Faktor transportasi Faktor Rasio waktu Sosio-ekonomi perjalanan ke tempat perjalanan Indek

Biaya

Kepemilikan kendaraan

Faktor Faktor Transportasi Transportasi pribadi

Transfer kendaraan Parkir transportasi umum

Faktor preferensi Faktor penggunaan mobil ketidaknyamanan untuk perjalanan terkait penggunaan

Cuaca dan Indek akses Alasan tidak Penggunaan ketersediaan halte ke transportasi menggunakan transport.bersama pemberhentian Umum mobil pribadi ke ke tempat kerja

Gambar 3. Faktor Penentu Penggunaan Moda Transportasi (sumber: Cadwallader, 1985)

Dua pendekatan tersebut adalah Pemilihan moda transportasi perubahan tempat tinggal. pendekatan yang sifatnya berhubungan dengan perilaku Pemilihan moda transportasi individual atau consumer demand pelaku perjalanan dalam jangka pendek untuk mobilitas (disaggregate) dan permintaan menentukan pilihannya, banyak harian ke tempat kerja dijelaskan yang sifatnya market demand faktor yang mempengaruhi pada Gambar 3 di atas. (aggregate) (Kanafani, 1983). seseorang dalam menentukan pilihannya, hal ini sangat KERANGKA SAMPLING Teori pemilihan transportasi tergantung terhadap nilai utilitas Sesuai dengan judul penelitian, diperlukan untuk mengetahui yang diperoleh seseorang. maka yang menjadi populasi pemodelan pergerakan atau penelitian ini adalah individu yang mobilitas dengan pemilihan moda Menurut Cadwallader (1985), tinggal di Kota Depok dan transportasi yang digunakan. perjalanan di perkotaan dapat melakukan perjalanan ulang-alik Pemilihan transportasi tergantung dikategorikan menjadi dua yaitu (commuting) dari Kota Depok ke oleh beberapa hal, misalnya durasi jangka pendek dan jangka kota-kota lain di dalam/sekitar tergantung pada pelaku perjalanan panjang. Durasi jangka pendek wilayah Jabodetabek (terutama ke (trip maker) dan transportasi yang dapat disebut sebagai mobilitas Jakarta) dalam rangka melakukan digunakan baik itu kendaraan harian seperti aktivitas ke tempat aktivitas bekerja. pribadi maupun angkutan umum. kerja, belanja dan rekreasi. Sementara jangka panjang lebih kepada mobilitas permanen seperti

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Karena penelitian ini membatasi diri pada mereka yang rumah tangga sedikitnya ada 1 orang yang melakukan melakukan perjalanan untuk tujuan aktivitas bekerja, mobilitas ulang alik, maka proporsi penduduk ini sama maka yang akan menjadi responden adalah anggota dengan proporsi rumah tangga. rumah tangga berusia 15 tahun ke atas (sesuai denisi tenaga kerja) yang berstatus bekerja. Dengan angka 26,52 persen itu, berarti 1-p sebesar 73,48 persen. Dengan memasukkan angka-angka Untuk mencapai tujuan penelitian, maka rancangan tersebut ke dalam rumus (1) di atas, maka diperoleh sampling yang digunakan adalah ‘pemilihan bertahap’, nilai n = 299,44 yang jika digenapkan menjadi 300. yaitu metode pemilihan yang selalu dipakai dalam Sehingga diperoleh jumlah observasi (dalam hal ini berbagai penelitian di bidang kependudukan dengan rumah tangga) yang akan dijadikan sampel sebesar 300 populasi yang besar atau wilayah observasi cukup luas rumah tangga. Untuk mengantisipasi berbagai (Agung, 1998). Sebelum diuraikan mengenai tahapan kemungkinan yang dapat menyebabkan rusaknya data, penelitian, maka uraian mengenai jumlah responden maka jumlah sampel tersebut ditambah cadangan yang akan diwawancarai dijelaskan terlebih dahulu. sebesar 10 pesen, sehingga total sampel menjadi 330 rumah tangga. Menurut data Kantor Statistik Kota Depok (2010), penduduk Kota Depok tahun 2010 adalah sekitar Setelah jumlah sampel rumah tangga dapat ditentukan, 1.736.565 orang yang tersebar di 11 kecamatan. Jika maka tahap-tahapan pemilihan responden adalah rata-rata rumah tangga berisi 4 jiwa per rumah tangga, sebagai berikut: maka akan ada 434.141,25 rumah tangga3 yang tersebar (1) Penetapan sub-wilayah penelitian di Kota Depok. di 11 kecamatan. Jika diasumsikan dalam 1 rumah Suryana (2004), berdasarkan hasil penelitiannya tangga rata-rata ada 2 orang anggota rumah tangga membagi tipe permukiman di Kota Depok atas tiga berusia 15 tahun ke atas yang bekerja, maka akan ada pola, yaitu ‘real estate’, ‘perumnas’, dan permukiman 868.282,5 orang calon responden. perkampungan. Masing-masing ketiga pola permukiman ini terdistribusi di berbagai bagian wilayah Namun mengingat keterbatasan sumberdaya yang ada kota. Tipe permukiman ‘real estate’ mendominasi di seperti dana, tenaga dan waktu untuk melakukan bagian tengah kota; tipe perumnas juga cenderung wawancara sejumlah hampir 900 ribu orang di Kota berada di tengah kota dan terdapat di dua bagian Depok tidaklah realistis. Untuk itu, ditentukanlah jumlah wilayah kota, yaitu bagian barat (Perumnas I) dan timur sampel yang akan diwawancarai dengan menggunakan (Perumnas II) Kota Depok. Sedangkan tipe permukiman rumus sebagai berikut (Lind, Marchal, Wathen, 2010; perkampungan sebagian besar berada di pinggiran Jaggia dan Kelly, 2013): kota, meskipun ada juga perkampungan yang terdapat di tengah kota.

Untuk penetapan komposi sampel penelitian menurut kelas permukiman, idealnya dilakukan perhitungan Dimana n = jumlah sampel; nilai Z mengacu kepada luasan masing-masing area kelas permukiman tersebut tingkat kepercayaan, jika 95% maka nilai Z adalah 1,96; di atas. Namun penulis tidak menemukan data luas area E = kesalahan sampel yang dikehendaki (sampling masing-masing kelas permukiman di Depok. Alternatif error). Dalam studi ini ditentukan nilai E tidak lebih lain adalah dengan menggunakan pendekatan besar daripada 5 persen (0,05); dan p = variasi populasi penghasilan para pekerja di Kota Depok berdasarkan yang dinyatakan dalam proporsi. data Susenas 2009. Namun data penghasilan ini ternyata kurang tepat digunakan, mengingat kerangka Seperti telah dikemukakan pada bab terdahulu, hasil sampling Susenas cenderung bias ke masyarakat kelas analisis oleh Handiyatmo (2009) menunjukkan bahwa menengah ke bawah. Masyarakat kelas atas seringkali proporsi penduduk Kota Depok yang melakukan tidak masuk dalam sampel pencacahan Susenas. mobilitas ulang alik sebesar 26,52 persen. Jika di dalam

3 Data dari Kantor Statistik Kota Depok (2010) memperlihatkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga tiap rumah tangga adalah 3,94 jiwa.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Hal ini terlihat dari hasil maka perlu dilakukan pemilihan berikutnya ditentukan dengan pengolahan data penghasilan rumah tangga sampel sebagai melihat interval atau jarak dari (nomor variabel b5r26) yang bagian dari rumah tangga tersebut. bangunan rumah tangga pertama memperlihatkan pekerja yang Pemilihan sampel rumah tangga tersebut, demikian seterusnya. berpenghasilan 1 juta rupiah ke dilakukan secara systematic bawah mencapai 52 persen; random sampling dengan (3) Penetapan anggota rumah pekerja yang berpenghasilan anta- memperhatikan daftar rumah tangga sebagai responden ra 1-2 juta rupiah mencapai 34 per- tangga yang terdapat di setiap Rumah tangga yang telah sen; pekerja yang berpenghasilan lokasi perumahan. Sampel rumah ditetapkan sebagai sampel, antara 2-5 juta rupiah sekitar 12 tangga ditentukan berdasarkan didaftarkan anggota rumah tang- persen; dan pekerja yang interval tertentu dari daftar rumah ganya pada roster yang telah bepenghasilan 5 juta ke atas tangga yang ada, setelah sampel dimuat dalam instrumen penelitian (dengan maksimum 9 juta rupiah) rumah tangga pertama ditentukan (Lihat Lampiran Kuesioner Rumah hanya 1,2 persen. secara random murni. Misalkan Tangga). Pada roster ini terdapat populasi rumah tangga berjumlah pertanyaan mengenai karakteristik Dengan kondisi ketersediaan data 2000, sedangkan jumlah sampel individu seperti nama, hubungan tersebut, penulis secara intuitif yang mau diambil sebanyak 100, dengan kepala rumah tangga, melakukan pembagian sampel maka interval atau jarak antar umur, jenis kelamin, agama, hingga penelitian dengan komposisi dari sampel dalam daftar adalah 20. pekerjaan. Dari roster ini, maka di 330 sampel rumah tangga sebagai Misalkan sampel pertama secara dalam satu rumah tangga sampel berikut: Responden yang tinggal di random jatuh pada daftar nomor 3, akan terdapat beberapa calon wilayah permukiman ‘real estate’ – maka sampel kedua adalah rumah responden. dalam penelitian ini disebut tangga dengan nomor 23, sebagai permukiman sangat teratur berikutnya 43, dan seterusnya. Karena di dalam satu rumah tangga -- sekitar 15 persen; responden ada kalanya dijumpai beberapa yang tinggal di permukiman Khusus perumahan sangat teratur, anggota rumah tangga yang ‘perumnas’ – dalam penelitian ini daftar rumah tangga tidak memenuhi syarat sebagai dikatakan sebagai permukiman diperoleh dari pihak berwenang. responden, yaitu berusia 15 tahun teratur – sekitar 20 persen; dan Untuk itu dilakukan pemilihan ke atas dan berstatus bekerja, maka responden yang tinggal di dengan cara melihat pola ada kemungkinan dalam satu permukiman perkampungan bangunan permukiman dimana rumah dijumpai tidak hanya satu (dalam penelitian disebut urutan bangunan permukiman individu responden, melainkan permukiman tidak teratur) diambil dipandang sebagai suatu daftar beberapa individu responden. sekitar 65 persen. Sehingga masing (Agung, 1998). Sesuai dengan Pengumpulan data di lapangan -masing jumlah sampel rumah kebiasaan, bila kita berjalan di memberikan hasil pada komposisi tangga pada penelitian ini adalah sebelah kiri jalan, maka rumah- jumlah responden secara individu sebagai berikut: (1) permukiman rumah dalam sebuah blok/petak menurut jenis perumahan sebagai sangat teratur sebanyak 50 rumah dapat diikuti atau diurutkan berikut: (1) permukiman sangat tangga; (2) permukiman teratur dengan mengambil titik awal teratur sebanyak 65 orang; (2) per- sebanyak 65 rumah tangga; dan (3) tertentu, misalnya mulai dari sudut mukiman teratur sebanyak 77 permukiman tidak teratur sebanyak kiri bawah (barat daya) dan berjalan orang; dan (3) permukiman tidak 215 rumah tangga. sesuai ke arah kanan, sehingga teratur sebanyak 306 orang. bangunan rumah tetap berada di Dengan demikian jumlah sampel (2). Penetapan sampel rumah sebelah kiri petugas lapangan. individu secara keseluruhan adalah tangga Setelah penentuan sampel rumah 448 orang yang dianalisis dalam Di setiap klaster atau kelas tangga pertama dilakukan (titik penelitian ini. perumahan, terdapat sejumlah awal di barat daya), maka populasi rumah tangga tertentu, bangunan rumah tangga

Volume 15 / No. 1 / April 2017 HASIL ANALISIS persen), serta angkutan umum seperti bus kota dan angkot. Khusus pekerja yang melakukan mobilitas ulang alik, dilakukan analisis leibh lanjut, yaitu dengan Jika dihubungkan dengan kendaraan yang dipilih oleh memperhatikan biaya perjalanan dan kendaraan yang setiap kelompok penduduk di setiap jenis perumahan, digunakan ke tempat kerja serta teman perjalanan maka dapat disimpulkan bahwa relatif mahalnya biaya selama menempuh perjalanan dari rumah ke tempat perjalanan penduduk di jenis perumahan sangat teratur kerja. disebabkan oleh karena sebagian besar kelompok

pekerja di jenis perumahan ini (34,1 persen) Dari 448 responden lebih dari separuhnya (57,47 menggunakan kendaraan pribadi roda empat untuk persen) atau 257 individu merupakan pelaku mobilitas pergi bekerja. Pilihan lain selain kendaraan pribadi roda non permanen. Uraian analisis di bawah ini empat adalah commuter line (29,5 persen) dan dikhususkan pada 257 individu tersebut dengan kendaraan pribadi roda dua (20,5 persen). memperhatikan variabel-variabel terikat (biaya perjalanan, kendaraan yang digunakan, dan teman Sedangkan pekerja yang tinggal di perumahan teratur perjalanan) diperbandingkan menurut kategori- (perumnas) dan perumahan tidak teratur kebanyakan kategori variabel bebas yang dipilih dan dianggap menggunakan kendaraan pribadi roda dua (masing- penting dalam analisis. Variabel-variabel bebas yang masing 58,9 persen dan 49 persen). Pilihan lain pada dipilih adalah: jenis perumahan, kelompok umur, pekerja yang tinggal di kedua kelomok perumahan ini tingkat pendidikan, kelompok pendapatan, kelompok setelah kendaraan pribadi roda dua dan penggunaan lapangan pekerjaan, jenis kelamin, status perkawinan, commuter line di kedua jenis perumahan ini dalam dan status migrasi. keberangkatan mereka menuju tempat kerja sehingga

biaya perjalanannya lebih murah. Penggunaan moda transportasi ke tempat kerja oleh para pekerja yang melakukan mobilitas non permanen Responden juga dikelompokkan menurut kategori dari Kota Depok hampir separuhnya menggunakan umur atas tiga kelompok. Pengelompokan didasarkan kendaraan pribadi roda dua (46,3 persen). Moda pada intuisi bahwa pekeja yang berusia 30 tahun ke transportasi lain yang juga banyak digunakan adalah bawah dapat dianggap sebagai pekerja pemula, commuter line (30 persen), selebihnya ada kendaraan karenanya dikelompokkan sebagai kelompok pertama. pribadi roda empat (7 persen) dan KRL ekonomi (5,8

Tabel 2. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Jenis Perumahan

Jenis Perumahan Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja Sangat Teratur Teratur Tidak Teratur n %

Kendaraan pribadi roda dua 20.5% 58.9% 49.0% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 34.1% 3.6% .6% 18 7.0% Kendaraan jemputan kantor 1.8% 1.3% 3 1.2% Kendaraan umum roda dua .6% 1 .4% Kendaraan umum angkot 4.5% 5.4% 3.2% 10 3.9% Kendaraan umum bus kota 6.8% 1.8% 1.9% 7 2.7% Commuter line 29.5% 28.6% 31.2% 78 30.4% KRL ekonomi 9.6% 15 5.8% Jalan kaki .6% 1 .4% Lainnya 4.5% 1.9% 5 1.9% N=44 N=55 N=158 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

Volume 15 / No. 1 / April 2017 bawah maupun kelompok umur 31 -55 tahun), penggunaan kendaraan pribadi roda dua tampak sangat mendominasi, yang kemudian diikuti dengan penggunaan commuter line. Sedangkan pada kelompok umur lebih tua (kelompok 56 tahun ke atas), penggunaan commuter line lebih mendominasi (40 persen), kemudian diikuti dengan penggunaan kendaraan pribadi roda dua (26,7 persen) dan kendaraan pribadi roda empat (20 persen). Gambar 4. Distribusi Kendaraan yang Digunakan ke Tempat Kerja menurut Jenis Perumahan. (Sumber: Pengolahan data oleh penulis) Pola perbedaan penggunaan moda Kelompok kedua adalah responden namun responden pada penelitian transportasi ke tempat kerja yang telah relatif lama mengalami ini bukanlah merupakan menurut tingkat pendidikan akumulasi kapital, baik kapital pensiunan, karena penelitian ini diperlihatkan pada Tabel 4. Pada sosial, budaya maupun ekonomi. mempersyaratkan seseorang tabel terlihat bahwa penggunaan Beberapa literatur lain, kelompok menjadi responden adalah anggota kendaraan roda dua masih kedua ini merupakan puncak usia rumah tangga yang berusia 15 mendominasi terutama di kalangan produktif, yaitu berusia antara 31- tahun ke atas dan bekerja. pekerja berpendidikan SLTA (57,1 55 tahun (Rahardja dan Manurung, persen) dan diploma satu ke atas 2004). Dan kelompok ketiga adalah Penggunaan moda transportasi ke (40,6 persen). Sementara itu kelompok usia pasca puncak tempat kerja tampaknya memiliki penggunaan kendaraan pribadi produktif, yaitu 56 tahun ke atas. keterkaitan dengan umur pekerja. roda dua di kalangan SLTP ke Kelompok umur ini kadang-kadang Pada kelompok umur yang lebih bawah relatif lebih rendah, yaitu disebut juga sebagai usia pensiun, muda (kelompok umur 30 tahun ke 17,6 persen.

Tabel 3. Moda Transportasi yang Digunakan ke Tempat Kerja menurut Kelompok Umur Responden

Kelompok Umur Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja <=30 thn 31-55 thn >=56 thn n %

Kendaraan pribadi roda dua 46.4% 48.0% 26.7% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 4.3% 6.9% 20.0% 18 7.0%

Kendaraan jemputan kantor 2.9% .6% 3 1.2%

Kendaraan umum roda dua .6% 1 .4%

Kendaraan umum angkot 4.3% 3.5% 6.7% 10 3.9%

Kendaraan umum bus kota 4.3% 2.3% 7 2.7%

Commuter line 26.1% 31.2% 40.0% 78 30.4%

KRL ekonomi 8.7% 5.2% 15 5.8%

Jalan kaki .6% 1 .4%

Lainnya 2.9% 1.2% 6.7% 5 1.9% n=69 n=173 n=15 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 4. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja <=SLTP SLTA >=D1 N % Kendaraan pribadi roda dua 17.6% 57.1% 40.6% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 5.9% 13.3% 18 7.0% Kendaraan jemputan kantor 5.9% 1.8% 3 1.2% Kendaraan umum roda dua .8% 1 .4% Kendaraan umum angkot 4.5% 3.9% 10 3.9% Kendaraan umum bus kota 1.8% 3.9% 7 2.7% Commuter line 35.3% 26.8% 32.8% 78 30.4% KRL ekonomi 29.4% 7.1% 1.6% 15 5.8% Jalan kaki .8% 1 .4% Lainnya 5.9% .9% 2.3% 5 1.9% n=17 n=112 n=128 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

Selain kendaraan pribadi roda dua, commuter line juga Lagi-lagi hasil survei ini menjelaskan adanya pengaruh merupakan kendaraan favorit bahkan hampir di semua tingkat pendidikan dalam hal penggunaan kendaraan kelompok pendidikan para pekerja Kota Depok. menuju tempat kerja. Penggunaan kendaraan ini terlihat menonjol pada pekerja berpendidikan SLTP ke bawah (35,3 persen), Pendapatan responden pekerja dibagi atas tiga dan berpendidikan diploma 1 ke atas (32,8 persen). kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok Pada kelompok pekerja berpendidikan SLTA, pendapatan di bawah 33 persen terendah pertama, penggunaan commuter line juga cukup besar, yaitu kelompok kedua adalah kelompok pendapatan antara sebesar (26,8 persen). 33 persen 66 persen terendah, dan kelompok ketiga pekerja yang berpendapatan di atas 66 persen. Penggunaan kendaraan pribadi roda empat terlhat Penggunaan moda transportasi ke tempat kerja untuk menonjol hanya di kalangan pekerja berpendidikan berbagai kelompok pendapatan tampak masih diploma satu ke atas (13,3 persen). Hal ini wajar didominasi oleh kendaraan pribadi roda dua. Kelompok mengingat pekerja berpendidikan tinggi relatif pekerja dengan pendapatan sedang (kedua) berkemampuan memiliki kendaraan roda empat. Moda merupakan pengguna kendaraan pribadi roda dua transportasi lain yang terlihat menonjol yang paling menonjol, yakni 53,3 persen, kemudian penggunaannya adalah KRL ekonomi yang digunakan diikuti oleh kelompok pendapatan pertama, yaitu 46,7 terutama oleh pekerja berpendidikan SLTP ke bawah. persen, dan terakhir kelompok pendapatan tinggi (ketiga) sebesar 40,2 persen.

Kendaraan lain yang cukup menonjol digunakan adalah commuter line, terutama banyak digunakan oleh kelompok pekerja dengan pendapatan tinggi (ketiga), yaitu sebesar 33,6 persen. Commuter line juga menjadi kendaraan favorit di kalangan pekerja dari kelompok pendapatan rendah (pertama) dengan angka (28,3 persen, dan kelompok pendapatan sedang (kedua) dengan angka 27,8 persen.

Gambar 5. Distribusi Kendaraan Yang Digunakan ke Tempat

Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Tingkat Pendidikan. (Sumber: Pengolahan data oleh penulis)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 5. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Kelompok Pendapatan Kelompok Pendapatan (dalam Rp per bulan) Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja <1,8 juta 1,8 juta – 3,25 juta >3,5 juta n % Kendaraan pribadi roda dua 46.7% 53.3% 40.2% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 2.2% 15.0% 18 7.0% Kendaraan jemputan kantor 1.7% 1.1% .9% 3 1.2% Kendaraan umum roda dua 1.1% 1 .4% Kendaraan umum angkot 3.3% 2.2% 5.6% 10 3.9% Kendaraan umum bus kota 1.7% 3.3% 2.8% 7 2.7% Commuter line 28.3% 27.8% 33.6% 78 30.4% KRL ekonomi 18.3% 4.4% 15 5.8% Jalan kaki 1.1% 1 .4% Lainnya 3.3% 1.9% 5 1.9% n=60 n=90 n=107 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

pengelompokan lapangan pekerjaan yang sebenarnya ada 9 sektor sebagai pilihan jawaban yang tersedia dalam kuesioner penelitian untuk pertanyaan lapangan pekerjaan yang ditekuni oleh responden.

Kesembilan sektor tersebut dikelompokkan menjadi tiga sektor utama, yaitu pertama, sektor primer yang merupakan gabungan dari

Gambar 6. Distribusi Kendaraan Yang Digunakan ke Tempat Kerja sektor-sektor pertanian, kehutanan, menurut Kelompok Pendapatan (Sumber: Pengolahan data oleh penulis) perikanan dan perburuan, serta pertambangan dan penggalian; Penggunaan kendaraan pribadi pertama), yaitu sebesar 18,3 persen, kedua, sektor sekunder yang roda empat hanya terlihat dan digunakan oleh beberapa merupakan gabungan dari sektor- menonjol di kalangan pekerja dari pekerja dari kalangan pendapatan sektor manufaktur/industri kelompok pendapatan tinggi, yaitu sedang (kelompok kedua), yaitu 4,4 pengolahan, listrik, gas dan air, sebesar 15 persen. Kendaraan ini persen. KRL ekonomi tampaknya bangunan, pedagang besar, tampak tidak digunakan oleh bukan merupakan kendaraan eceran, rumah makan dan hotel, pekerja dari kalangan pilihan bagi kelompok pekerja angkutan pergudangan dan berpendapatan rendah (kelompok berpendapatan tinggi. komunikasi; dan ketiga, sektor pertama), dan digunakan oleh tersier yang terdiri atas sektor- beberapa responden dari kalangan Variabel bebas tingkat pendapatan sektor keuangan, asuransi, usaha berpendapatan kelompok sedang sebagaimana diuraikan di atas persewaan, tanah dan jasa (kedua), yaitu sebesar 2,2 persen. sesungguhnya berkaitan dengan perusahaan, jasa kemasyarakatan, Sebaliknya penggunaan kendaraan variabel bebas lapangan pekerjaan serta aktivitas lainnya yang tidak KRL ekonomi hanya terlihat yang ditekuni oleh responden. dapat dikelompokkan. menonjol di kalangan pekerja Untuk kepentingan analisis yang berpendapatan rendah (kelompok lebih sederhana, maka dilakukan

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 6. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Lapangan Pekerjaan Lapangan Pekerjaan Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja Primer Sekunder Tersier N % Kendaraan pribadi roda dua 30.0% 50.0% 46.4% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 10.0% 5.3% 7.2% 18 7.0% Kendaraan jemputan kantor 1.4% 3 1.2% Kendaraan umum roda dua .5% 1 .4% Kendaraan umum angkot 2.6% 4.3% 10 3.9% Kendaraan umum bus kota 5.3% 2.4% 7 2.7% Commuter line 40.0% 21.1% 31.6% 78 30.4% KRL ekonomi 20.0% 7.9% 4.8% 15 5.8% Jalan kaki .5% 1 .4% Lainnya 7.9% 1.0% 5 1.9% n=10 n=38 n=209 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

pada pekerja sektor sekunder (50 persen), kemudian diikuti oleh pekerja sektor tersier (46,4 persen), dan pekerja sektor primer (30 persen).

Sementara itu commuter line tampaknya menjadi pilihan utama pada kelompok pekerja sektor primer (40 persen). Moda transportasi ini merupakan pilihan utama kedua setelah kendaraan pribadi roda dua pada pekerja sektor tersier (31,6 persen) dan pekerja sektor sekunder (21,1 persen). Sedangkan kendaraan KRL ekonomi terlihat menonjol penggunaannya hanya pada kelompok pekeja di sektor primer.

Gambar 7. Distribusi Kendaraan Yang Digunakan ke Tempat Lain halnya dengan kendaraan pribadi roda empat, Kerja menurut Lapangan Pekerjaan (Sumber: Pengolahan data oleh penulis) terlihat ada perbedaan proporsi pengguna antarkelompok lapangan pekerjaan, namun tidak Sebagai daerah perkotaan, maka karakteristik sosial terlalu berarti. Pada kelompok pekerja sektor primer, pekerja di Kota Depok memperlihatkan penonjolan ciri proporsi pengguna kendaraan ini merupakan yang perkotaannya dengan diperlihatkannya proporsi yang tertinggi (10 persen), diikuti oleh kelompok pekeja besar pada pekerja yang menekuni sektor tersier (208 tersier (7,2 persen), dan kelompok pekerja sekunder (5,3 orang dari 256 pelaku mobilitas non permanen). Ciri persen). lain dari sektor perkotaan adalah cukup besarnya proporsi sektor sekunder (38 orang dari 256 pelaku Variabel bebas lain yang penting untuk diperhatikan mobilitas non permanen). Hanya sedikit responden (10 adalah jenis kelamin pekerja yang melakukan mobilitas orang dari 256 pelaku mobilitas non permanen) yang non permanen. Untuk mengetahui perbedaan pola menekuni sektor primer (pertanian dan sejenisnya). penggunaan kendaraan transportasi ke tempat kerja menurut jenis kelamin, hasil survei menyajikan Perbedaan moda transportasi yang digunakan ke perbedaan pola tersebut pada Tabel 7. Beberapa tempat kerja berdasarkan kelompok lapangan kendaraan yang penggunaannya terlihat sangat pekerjaan terlihat pada Tabel 6. Lagi-lagi terlihat adanya menonjol di antaranya adalah kendaraan pribadi roda dominasi penggunaan kendaraan pribadi roda dua dua, commuter line, kendaraan pribadi roda empat, dan pada ketiga kelompok lapangan pekerjaan, terutama angkutan umum angkot.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 7. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja Laki-laki Perempuan n %

Kendaraan pribadi roda dua 51.2% 20.0% 119 46.3%

Kendaraan pribadi roda empat 6.0% 12.5% 18 7.0%

Kendaraan jemputan kantor .5% 5.0% 3 1.2%

Kendaraan umum roda dua .5% 1 .4%

Kendaraan umum angkot 2.8% 10.0% 10 3.9%

Kendaraan umum bus kota 1.8% 7.5% 7 2.7% Commuter line 28.6% 40.0% 78 30.4% KRL ekonomi 6.0% 5.0% 15 5.8% Jalan kaki .5% 1 .4% Lainnya 2.3% 5 1.9% n=217 n=40 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

kendaraan pribadi roda dua maupun KRL ekonomi dan moda transportasi umum lainnya.

Penggunaan kendaraan pribadi roda empat terlihat lebih menonjol pada pekerja perempuan, yaitu sebesar 12,5 persen. Di kalangan pekerja laki-laki penggunaan kendaraan ini mencapai 6 persen. Yang menarik dari kalangan pekerja perempuan adalah cukup menonjolnya penggunaan kendaran umum angkot (10 Gambar 8. Distribusi Kendaraan Yang Digunakan ke Tempat Kerja menurut Jenis Kelamin (Sumber: Pengolahan data oleh penulis) persen), kendaraan umum bus kota (7,5 persen) dan kendaraan Pekerja laki-laki, moda transportasi Penggunaan commuter line, jemputan kantor (5 persen). ke tempat kerja yang digunakan seperti telah diduga, terlihat Sementara ketiga jenis moda cenderung kepada kendaraan menonjol di kalangan pekerja transportasi ini tidak terlalu banyak pribadi roda dua, dimana angkanya perempuan yang mencapai 40 diminati oleh pekerja laki-laki. mencapai 51,2 persen. Dengan persen. Sebagai kendaraan favorit, kata lain, sekitar separuh dari penggunaan commuter line juga Perbedaan pola penggunaan moda pekerja laki-laki yang melakukan masih terkesan menonjol di transportasi ke tempat kerja mobilitas non permanen kalangan pekera laki-laki, yakni menurut status migrasi masih menggunakan kendaraan pribadi mencapai 28,6 persen. Moda memperlihatkan dominasi dua roda dua. Penggunaan kendaraan transportasi ini bisa menjadi pilihan jenis moda transportasi, yaitu pribadi roda dua ini juga terlihat angkutan ke tempat kerja pada kendaraan pribadi roda dua dan cukup menonjol di kalangan berbagai kalangan karena relatif commuter line dengan sedikit pekerja perempuan, yakni cepat, aman, nyaman dan murah, perbedaan pola. mencapai 20 persen. meski tidak lebih murah daripada

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Tabel 8. Moda Transportasi ke Tempat Kerja Pelaku Mobilitas Ulang Alik menurut Status Migrasi Status Migrasi Total Moda Transportasi ke Tempat Kerja Migran Non Migran N Col.% Kendaraan pribadi roda dua 33.8% 50.8% 119 46.3% Kendaraan pribadi roda empat 5.9% 7.4% 18 7.0%

Kendaraan jemputan kantor 2.9% .5% 3 1.2%

Kendaraan umum roda dua 1.5% 1 .4%

Kendaraan umum angkot 2.9% 4.2% 10 3.9%

Kendaraan umum bus kota 1.5% 3.2% 7 2.7% Commuter line 42.6% 25.9% 78 30.4% KRL ekonomi 4.4% 6.3% 15 5.8% Jalan kaki .5% 1 .4% Lainnya 4.4% 1.1% 5 1.9% n=68 n=189 Total 257 100.0% 100.0% 100.0% Sumber: Pengolahan data oleh penulis

Ada kecenderungan bahwa pekerja migran lebih besar menggunakan kendaraan pribadi roda empat banyak menggunakan commuter line, yaitu sebesar (34 persen), commuter line (29 persen), dan 42,6 persen dibanding pekerja non migran dengan kendaraan pribadi roda dua (20 persen). proporsi sebesar 25,9 persen. Sedangkan penggunaan kendaraan pribadi roda dua cenderung lebih 2. Pekerja pada kelompok umur yang lebih tua (56 didominasi oleh pekerja non migran dengan angka tahun ke atas), sebagian besar menggunakan mencapai 50,8 persen, dibanding pekerja migran commuter line (40 persen), kendaraan pribadi roda dengan angka 33,8 persen. dua (27 persen), dan kendaraan pribadi roda empat (20 persen). Moda transportasi lain yang penggunaannya cukup banyak diminati oleh para pekerja dari Depok – baik 3. Pekerja dengan tingkat pendidikan SLTP ke bawah, migran maupun non migran adalah kendaraan pribadi lebih banyak menggunakan commuter line (35 roda empat dan KRL ekonomi. Pada kendaraan pribadi persen) dan KRL ekonomi (29 persen). Pekerja yang roda empat, proporsi pengguna dari pekerja non berpendidikan SLTA sebagian besar menggunakan migran sedikit lebih tinggi (7,4 persen) dibanding kendaraan pribadi roda dua (57 persen) dan pekerja migran (5,9 persen). Demikian juga dengan commuter line (27 persen). Demikian juga dengan penggunaan KRL ekonomi proporsi pengguna dari pekerja berpendidikan D1 ke atas sebagian besar pekerja non migran sedikit lebih tinggi (6,3 persen) menggunakan kendaraan pribadi roda dua (41 dibanding proporsi pekerja migran (4,4 persen). persen), dan commuter line (33 persen).

KESIMPULAN 4. Pola penggunaan moda transportasi ini tidak terlalu berbeda jika pekerja dikelompokkan menurut Hasil analisis di atas memberikan pada beberapa tingkat pendapatan, dimana sebagian besar kesimpulan sebagai berikut: menggunakan kendaraan pribadi roda dan 1. Moda transportasi yang paling banyak digunakan commuter line. adalah kendaraan pribadi roda dua (46 persen), dan commuter line (30 persen). Pola ini sejalan dengan pola moda transportasi pekerja yang tinggal di perumahan teratur dan tidak teratur. Untuk pekerja yang tinggal di perumahan sangat teratur, sebagian

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Konsep dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan di Indonesia.

IMPLIKASI KEBIJAKAN Jakarta: Yayasan Sugijanto Soegijoko dan Urban and Regional Dari hasil pembahasan dan analisis secara umum, maka Development Institute (URDI). direkomendasikan beberapa usulan dan rekomendasi Jaggia, Sanjiv, and Alison Kelly. (2013). Business Statistics: Communicating with Numbers. Boston: McGraw-Hill. sebagai berikut: Jones, et. Al. (2008). The Impact of Commuting Duration on Family 1. Berdasarakan analisis deskriptif bahwa pekerja Lifestyles: A Comparison of the London and Paris Regions. pelaku mobilitas ulang-alik (komuting) cenderung Associatin for Transport European Contributor. menggunakan kendaraan pribadi roda dua dengan Kanafani, A.K. (1983), Transportation Demand Analysis. New York Mc.Graw-Hill Book Company. jarak tempuh lebih dari 30 km. Penggunaan Kantor Statistik Kota Depok. (2011). Kota Depok dalam Angka 2010. kendaraan pribadi roda dua berdampak pada resiko Lee, Bun Song and John F. McDonald. (2009). “Determinants of tinggi dalam hal bahaya keselamatan lalu lintas. Commuting Time and Distance for Seoul Residents: The Impact of Kebijakan yang disarankan adalah penyediaan Family Status on the Commuting of Women”. Urban Studies Journal. October 10. fasilitas pelayanan transportasi umum yang lebih Lind, Douglas A, William G. Marchall, and Samuel A. Wathen (2010). ramah terutama untuk pekerja perempuan dan Statistical Techniques in Business and Economics. Boston: ramah lanjut usia. McGraw-Hill. Mantra, I.B., (1994). Mobilitas Sirkuler dan Pembangunan Daerah Asal. 2. Penyediaan insentif untuk pengguna transportasi Warta Demogra, Tahun ke-24 N0.3. umum melalui terjaminnya ketersediaan moda ------. (2000). Demogra Umum; Cetakan IX Edisi.2. Yogyakarta: transpotasi setiap waktu (frekuensi perjalanan yang Pustaka banyak), tepat waktu, nyaman, aman dan biaya Miles, S. dan M. Miles. (2004). Consuming Cities. Basingstoke: Palgrave Macmillan. terjangkau. Salah satu upaya ini adalah dengan Nasution, Zulkarnain. (2009). Solidaritas Sosial dan Partisipasi membangun transportasi massal seperti Mass Rapid Masyarakat Desa Transisi: Suatu Tinjauan Sosiologis. Malang: UMM Transit (MRT). Press. Pemerintah Kota Depok. (2011). Pembangunan Kota Depok yang Melayani dan Mensejahterakan. Kota Depok dalam CD. DAFTAR PUSTAKA Prabatmodjo, Hastu. (2000). “Perkotaan Indonesia Pada Abad ke-21: Agung, I Gusti Ngurah. (1998). Metode Penelitian Sosial 1 dan 2: Menuju Urbanisasi Menyebar?”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pengertian dan Pemakaian Praktis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Kota. Vol. 11. No. 1. Maret. Utama. Sahara, Idha. (2010). Pola Waktu Tempuh Pekerja dalam Melakukan ------. (2011). Cross Section and Experimental Data Analysis Using Mobilitas Ulang-Alik di Kota Metropolitan Indonesia Tahun 2008. Eviews. Singapore: John Wiley and Sons (Asia). Tesis. Program Kajian Kependudukan dan Ketenagakerjaan Burgess, Ernest. W. (2000). “The Growth of the City: An Introduction to a Universitas Indonesia. Jakarta. Research Project”, dalam Malcom Miles et al. ed. The City Cultures Silver, Christopher. (2008). Planning the Megacity: Jakarta in the Reader. London: Routledge. Twentieth Century. New York: Routledge. Cadwallader, Martin T. (1985). Analytical Urban Geography, Spatial Skeldon, Ronald. (1990): Population Mobility in Developing Countries. Patterns and Theories Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New London: Belhaven Pres. Jersey. University of Wisconsin-Madison. Suryana, Asep. (2004). “’New Town’ Depok: A Study on the Sub- Cervero, Robert and Jennifer Day. (2008): “Residential Relocation and urbanization Process in Jakarta”. in Hiroyoshi Kano (ed.). Growing Commuting Behavior in Shanghai, China: The Case for Transit Metropolitan Suburbia: A Comparative Sociological Study on Oriented Development”. Working Paper UC Berkeley Center for Tokyo and Jakarta. Depok: Center for Japanese Study University of Future Urban Transport. April. Indonesia. Chotib. (2008). “Urbanisasi dan Migrasi di Kota Depok.” Warta Tamin, O.Z. (1997). Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Demogra. Bandung: Penerbit ITB. Craviolini, Christoph. (2006). Commuting Behaviour as Part of Lifestyle. Warsida, Rotua Yossina. (2013). Pengaruh Jenis Kelamin, Upah, Status SOTOMO Research Group, Department of Geography. Zurich: Kerja dan Status kawin terhadap mobilitas ulang-alik di University of Zurich. Jabodetabek (Analisis data Sakernas 2013). Tesis. Program Kajian Firman, Tommy. (1996). “Pola Urbanisasi di Indonesia: Kajian Data Kependudukan dan Ketenagakerjaan Universitas Indonesia. Sensus Penduduk 1980 dan 1990”. Dalam Aris Ananta dan Chotib Jakarta. (ed.). Mobilitas Penduduk di Indonesia. Jakarta: Lembaga Wulandari, Sri Listianti, (2012). Status Sosial Ekonomi dan Migrasi di Demogra Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Kantor Kota Depok: Analisis Data Sensus Penduduk 2010. Tesis pada Menteri Negara Kependudukan/BKKBN. Program Studi Kependudukan dan Ketenagakerjaan Program Handiyatmo, Dendi. (2009). Penggunaan Jenis Transportasi oleh Pascasarjana Universitas Indonesia. Pelaku Mobilitas Ulang Alik di Enam Kawasan Metropolitan Zax, Jeffrey S. (2003), Residential Location Theory and the (Analisis Data SUPAS 2005). Tesis. Program Kajian Kependudukan Measurement of Segregation. http://www.jstor.org dan Ketenagakerjaan Universitas Indonesia. Jakarta. Zelinsky, W. (1971). The Hypothesis of the mobility transition. American Ibrahim, Linda D. (2005). “Kehidupan Sosial Budaya Kota”. Dalam Geographical Society.Vol.61 ,pp 219-249. April, 1971. http:// Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21: www.jstor.org/stable/213996

Volume 15 / No. 1 / April 2017 OPINI FOOD AND LAND USE CULTURE IN ANCIENT JAVA

By: Taqyuddin ([email protected]) and Ninie Susanti ([email protected]) Department of Archeology, Faculty of Humanities, Universitas Indonesia

everal archeological researches and land use cultures, and hence Other interesting issues that are S had been conducted that opens up the opportunity for worth being archeologically studied the Ancient Mataram era further archeological studies on the studied encompass: rstly through with regard to the political and land use and food archeology in indications of written evidences economic systems as well as the Indonesia. found through studies on existing artefacts that comprise temples, inscription texts regarding cultural settlement, other remnant objects, Findings of previous researches activities that indicate the existence inscriptions, manuscripts, etc. Of indicate that the Ancient Mataram of food and land use cultures in the numerous researches kingdom was highly reliant on Ancient Mataram era. conducted by previous researchers, agriculture (in a broad sense). It Subsequently, through those none has focused on spatial based encompassed the kings’ orders for written evidences identication is food and land use cultures in the forest clearing (autonomous region made of the forms of culture agricultural regions across Java or Sima, or tax exempted regions or related to the discovered food and island in the ancient time. It is Perdikan), land use, selection of land use cultures. Investigations are known that agricultural activities plants to be utilized as sources of also made to nd archeological dominated the economic food, selection of cattle to be used evidences that support such sustenance in the Ancient Mataram in supporting the land use, the cultures. Ultimately, it is necessary era and was quite closely arrangement of time for planting, and important that the studies connected with the land use harvesting and the selling (trading) reveal on-site existing evidences activities in the utilization to of the harvest yield that related to that reect the sustainability of the support the agricultural activities. the agricultural and horticultural food and land use cultures. Generally speaking, the supporting taxes, and those that also related to culture of the era was more the restricted land to be utilized for This research is made on the basis extensively based on land use agriculture, and to the tiered of all inscriptions that have been knowledge compared to other organization from the center of the found in accordance with the list of areas of knowledge that supported kingdom to villages (wanua). inscriptions made by L. Ch. Damais the sustenance of the Ancient Similarly, artefacts were found that and published in 1952. Of the 290 Mataram kingdom. As such, the indicate evidence of land use inscriptions originating from settlement pattern of the time activities in the form of cultural , Java, Madura, and , reected the land use pattern or conservation constructions, cultural only 81 are provided with complete the land use spatial identity instead conservation objects, land use transcription and translation as well of the astronomical spatial identity technology, and land use as analyses that have been or large trading spatial identity, etc. organizing as well as published, particularly inscriptions This study is expected to contribute administration. of the Ancient Mataram era. to the understanding of the food

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Spatial verication has also been made of the region advantage being written in the form of mantras that throughout the Ancient Mataram area that enable epigraphists to often apply the indicators used encompassed those situated in the central to the by song instructors as means of guiding the correct eastern parts of Java Island in accordance with the eras reading of problematic parts. or the chronology of the ruling kings of the time. For a thorough verication of the food and land use cultures The next process is the translation of manuscripts which in the Ancient Mataram era, this research includes involves knowledge of the languages used in the examination on the inscriptions of the Airlangga inscriptions that may not be sufcient to fully reveal the Kingdom era, namely the 11th century AD that meaning of the text. Generally inscriptions are issued to encompass a territory of the neighborhood of Sidoarjo, commemorate the inauguration of a region into a tax Jombang, Kediri, to Malang in the present exempted one as a gift of the ruling king to a certain province. Based on the information gathered from the ofcer for his services to the kingdom, or as the king’s sources of the inscriptions, examination is made of the gift for having maintained a certain sacred construction. toponymic indications mentioned in the inscriptions, The part that contains a curse to those who dare breach and present on-site conrmations are made (by the rules stipulated in the inscription has an important toponymic plotting). Subsequently, investigation is placement in the inscription. The year or month are made on the indications of food and land use cultures, normally written down in full and accurately, followed followed by verication of the on-site sustainability at by the name of the king and the high rank ofcer, which present. By focusing the research on these areas, it is provides a chronological frame for history recording. expected that it will serve as a model for verication of Collected information may provide us with data on the the food and land use cultures within the Ancient length of period when a king reigned, whereas the Mataram area as well as the spatial studies of each era location where an inscription is found provides us with of the Ancient Mataram ruling king for further data of the extent of territory ruled under the power of researches. the relevant king.

THEORETICAL VIEW Theory of Location studies the location or position of a certain object on the surface of earth. In this regard the Theory is an opinion suggested based on researches result of the translation of Airlangga era inscriptions and ndings that are supported by data and that are difcult to transfer into Indonesian language argumentations. Based on the denition, theory and requires the search for words that indicate the constitutes a formulation that contains general names of places (toponymical) to be followed by the principles that are systematically organized and can be plotting of the present map in order to determine the used as materials for making analyses, assumptions, relative location of the name of a place with that of predications and explanation on a particular symptom another as mentioned in the inscription. Based on the or issue that partly or totally has been veried the truth basic administrational digital map available in of. Archeological theories used in examining past time Indonesia, researchers would maximize the plotting to culture that is related to food supply and methods of nd the location up to the smallest level, namely village food production by way of land use in the relevant or an indication of a sub-district. areas, cover among others:

Spatial Theory refers to stages of efforts made in order Epigraphic Theory encompasses information about to nd the changes of something that takes place on ancient manuscripts, ranging from the data taking, the the surface of the earth that relates to others within its copying, and the translation. This research studies scope, including the physical geographic condition as ancient manuscripts comprising inscriptions from the well as the geographic human condition that may lead Airlangga period that have been translated by previous to patterns of spatial behavior of the culture of the experts. Inscription Theory rstly establishes that many supporting agent. In this case those that relate to the of these inscriptions are in broken condition, cultural behavior of the naming of places, as well as the particularly those written on stone that make them hard food and land use cultures. to read. Inscriptions written in Sanskrit have their

Volume 15 / No. 1 / April 2017 BUREAUCRACY THEORY need. The resulting means and DATA COLLETING materials are made, used or utilized Bureaucracy Theory suggested by This research uses studied and eventually disposed of by the Max Weber provides us with the inscriptions of the Airlangga era as cultural supporting agents. When a understanding of bureaucracy in the main materials that have been cultural product at this stage is not general. Experts that study features translated by previous experts and used or “disposed”, or in a broad of bureaucracy proposed by Weber discovered around Sidoarjo, sense forsaken, dumped as rubbish, have summarized them to six Mojokerto, Kediri, and Malang, in forgotten due to being stored characteristics that are normally the East Java province, as sources without anyone having knowledge viewed as the characteristics of of data. Data to be taken and of its existence, or even buried ideal bureaucracy. Peter M. Blau analyzed comprise: toponymy, an underground due to natural and Marshall W. Meyer state that indications of food culture, land activities such as volcanic eruption, the main characteristics of use, and adaptive culture in their land slide, etc. In such cases, if it is bureaucracy are: (1) formal job relation to the surrounding natural caused by the supporting society, it description, (2) hierarchical resources. has entered the early archeological structure of authority, (3) execution system until it is rediscovered by of tasks and decision making based Toponymy and Plotting Studies exploration or disclosure by the on consistent regulation system, (4) Identications are made of the present society. the ofcials that carry out their indication of names of places in duties ofcially instead of inscriptions. The toponymy found Based on evidences found in personally, (5) work in a in inscriptions was registered in a written sources such as inscriptions bureaucratic organization list and plotting is made or manuscripts and artefacts, it can constitutes a career level, and (6) cartographically in the present be identied and grouped based available administration staff basic map of East Java to learn on the manner of use and the carrying a signicantly major role. about the relative location and method of production or position. As such, it may disclose categorized according to the Doubting the existence of which toponymy is still in used at technological system. An object bureaucracy in a kingdom solely present and those that are no implied in an inscription and an based on the fact that the relevant longer identiable. object constituting discovered kingdom was ancient and construction artefact may indicate traditional has no solid ground. Study on Food Culture and Land that the past time society used or Findings of studies have proven Use Culture in Ancient Java utilized what was provided to them that ancient and traditional king- Identications of words found in by nature for their living need, doms did apply bureaucracy sys- inscriptions disclose the food produced something out of purely tem despite the simplicity as culture comprising raw materials natural material, something that viewed by Max Weber (1971: 18 – used, forms of food, methods of was made by changing parts of the 23; cf. Blau, 1970: 141-143). I use processing and manners of serving, natural raw materials, something this bureaucracy theory to nd out etc. Spatially speaking, it made of various mixture of raw about the governmental structure constitutes the attribute of the materials and shaped into a new during the Airlangga ruling era with location of inscriptions that contain product. In regard to the regard to the use of land use and such information based on which discovered tools, they may also water resources. the thematic distribution map is lead to the tools being used as made. evidence of the activities of the The concept of utilization for culture of the supporting agent. In culture indicates that societies in this case the tools used for land use the past as well as in present time would be different from those for use, make, and utilize means and activities at sea. materials in fullling their living

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Study on Land Use in Ancient Java era Brief information is required on the materials and Identication of word indication that contain meanings methods used in the study, comprising the studied of land use, including agricultural land, the use of land subjects/materials, tools, experiment design, and area, the tools used in land use as well as the rituals that sample collecting technique used, variables to be conrm the use of land for agricultural activities, the measured, as well as data collecting technique, ofcials that manage the land and the bureaucratic analyzing and statistic model used. system, the size and obligation of tax as well as activities related to land use. These are also attached as the RESEARCH FINDINGS attributes of the location of inscriptions and are This study uses data source that is generally based on assumed to represent the area surrounding the location inscriptions of the Ancient Mataram era and particularly of inscriptions. Afterwards, the thematic distribution inscriptions of the Airlangga ruling era that starts from map is spatially prepared. 941 Saka (1019 AD) up to 959 Saka (1037 AD).

Inscriptions of the Airlangga era consist of: Study on the utilization concept 1. Pucangan inscription of 941 Saka (1019 AD) stating The geographic physical condition in the distribution that Airlangga was ofcially inaugurated as a king area of the inscriptions includes the river network, the to replace King Dharmawangsa Teguh who died river basin area, the topography, and the shape of the during the battle against King Wurawari. area or the geomorphological aspect. The physical 2. Cane inscription of 943 Saka (1921 AD) mentioning geographic condition can be determined by using the about the the king’s grant to the people of Cane present data with the assumption that there has been village of the autonomous and tax exempt status relatively few changes occurring since the condition in (Sima) that makes the village the western fort of the the 11th century AD. This data is described in the kingdom and the title bestowed upon King thematic map. Airlangga as mahapurusa or equivalent to God

Vishnu. DISTRIBUTIONAL AND OVERLAY 3. Kagurukan inscription, 944 Saka (1921 AD) ANALYSIS containing information on the granting of Sima status to the kins of Dyah Kaki Ngadu for having Spatial distributional analysis used here is the one made showed their signicantly high dedication to the up of the spatial distributional analysis of the location king. where the inscription was found and the location of the 4. Baru inscription, 952 Saka (1030 AD) mentioning artefacts associated with the relevant inscription, the granting of Sima sttus to Baru village as it had including the dimensions of the location, the provided boarding for the royal troop. morphometry (distance, direction, volume, total area, 5. Pucangan inscription (in Sanskrit) of 954 Saka (1032 length, and width). The distributional map of various AD) containing the conrmation of the title themes that constitute the attributes to the location of bestowal to Airlangga as God Shiva by using the inscription is used to represent the surrounding another name of the god, namely Sthanu () areas. Furthermore, the supporting bureaucratic system 6. Terep inscription of 954 Saka (1032 AD) containing is used as emphasis. information about King Airlangga leaving his

Wwatan Mas palace to take a journey to Patakan. Based on the distributional map of various spatial 7. Kamalagyan A inscription (Kelagen) containing themes, overlay analysis is made using physical warning about the construction of a dam at geographic spatial information that covers among Waringin Sapta and the granting of Sima status to others: the map of the river basin area, the river network the village that constructed the dam. map, the topographic map, and the morphologic map. 8. Turun Hyang inscription of 958 Saka (1036 AM) The ndings of the overlay analysis will be used to nd mentioning about the stipulation of Sima status for the spatial pattern and the spatial pattern of the overlay Han Hyang village. results as materials that may be used to draw the conclusion on food culture and land use culture during the Airlangga era (the Ancient Java era).

Volume 15 / No. 1 / April 2017 9. Gandakuti inscription of 964 Table 1. Toponymy in Airlangga Inscription Toponymy found in Toponymy at Saka (1042 AD) stating the No Inscription Year (Saka) inscription present status of King Airlangga as 1 Pucangan 941 Pugawat Pucangan cakravarttin or the umbrella of 2 Cane 943 Cane Baru/Cane the world that is also 3 Kakurugan 944 9.mentioned in Pucangan, 4 Baru 952 Turun Hyang, and Kamalagyan 5 Pucangan (Sanskrit) 954 inscriptions. This inscription 6 Garumukha 954 (Gandakuti) states the status of 7 Terep 954 Wwatan Mas, Patakan Terep King Airlangga as a priest 8 Turun Hyang 958 which means that at the time Pucangan (Ancient 9 963 Pucangan he renounced his throne. Java) 10. Pamotan inscription of 964 10 Kamalagyan (Kelagen) 964 Kamalagyan, Waringin Sapta Kelagen/Klagen Saka (1042 AD) stating that the 11 Gandakuti 964 Kembang Sri center of Airlangga’s kingdom 12 Pamwatan/Pamotan 964 Pamwatan Pamotan was at Dahana village. The 13 Pandan 964 Pandan inscription was found in the 14 Pasar Legi 965 Pasar Legi Garaman, Watak Air Thani, area of the present Pamotan 15 Turun Hyang B 966? Garun village, the Sub-district of Sambeng, the Regency of ingredients found can be administer the use of rice barns, Mojokerto, East Java. categorized into food and drinks. regulate water distribution for 11. Pandan inscription of 964 Saka Food comprise grains, eggs, meat paddy elds, regulate harvests, and (1042 AD) containing of medium and large animals, watch forests. As such, food supply information of the granting of fowls, vegetables, tubers, sea sh and the regulating played a Sima status to Pandan village and fresh water sh. Drinks substantially important part in the as a reward to the village comprise alcoholic drink, tamarind use of dry land and fresh water land ofcials. juice, cane juice, coconut juice, and areas. Based on data, only in early 12. Pasar Legi inscription of 965 drink made from leaves and 1387 AD there were ofcials Saka (1943 AD) mentioning owers. (mantri) in coastal regions which about the return of Airlangga indicates that there was utilization as a king after a chaos befalling Table 2 shows data on the names of of land area in the proximity of the at the kingdom. tools mentioned in inscriptions sea. 13. Turun Hyang B inscription of (information on the meanings by 966 (?) (1944 AD) mentioning Zoetmulder, Mardiwarsito). People at the time were able to about the battle between King Information found on land use perform their professions in Garasakan against King Panjalu indicate more land use on dry land supporting their economy by and the dividing of the and fresh water land areas, namely: trading, making catching tools (for Airlangga’s kingdom in two natural land use, the use of land in birds and sh), selling vegetables, kingdoms. paddy elds, dry elds/gardens, fruits and food, making sugar, moors, settlements. Recent making drinks, selling cattle, selling The toponymy of the Airlangga era indications have been made of coal, making and selling bettle the locations of which are in the paddy elds with water/irrigation leaves in complete set with the lowland and near the seashore administration and the use of land lime. These professions are started from the villages of in coastal line areas or along the characterized by activities related Waringin Sapta, Pamwata, and seashore. to life on land and no profession Kamalgyan. has been found mentioning about With regard to the bureaucracy of sea activities. There is also an inscriptions related land use, indication has been found to food . The types of food of ofcials that were assigned to

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 2. Data on the names of tools mentioned in inscriptions (information on the meanings by Zoetmulder, Mardiwarsito) No Name of tool Present naming No Name of tool Present naming Copper vessel to hold steamer used 1 Dan to cook rice, or used as a cooking 17 Patuk Small axe vessel 2 Dom Needle 18 Rimbas Axe for chopping wood 3 Dyun Cooking pot 19 Saragi Drinking utensil 4 Gulumi Three-pronged spear 20 Saragi pagarian inuman Eating and drinking utensils Gurumbhagi/ 5 karumbhagi/ Knife 21 Saragi pagarianan kurumbhagi 6 Nampit Weapon 22 Saragi pewakan Pot to keep sh 7 Kampil Bag 23 Siku siku Carpenter's square 8 Kris Traditional dagger (kris) 24 Tahas Metal tub or tray 9 Kukusan Steamer 25 Tampilan Metal utensil 10 Landuk Hoe, spade 26 Tarah Metal tools, small axe? 11 Lingis Crowbar 27 Tarai Copper plate/bowl 12 Lukal Machete/cleaver/chopping knife 28 Taratarah Metal tools, small axe? 13 Nakaccheda Nail cutter/clipper 29 Tatah Chisel 14 Padamaran Lamp holder 30 Tewek punukan Sharp stabbing weapon Not yet found the present meaning 15 Panhatap 31 Wadun Axe of 16 Papanjutan Lantern/torch/lamp holder 32 Wakyul Hoe

Table 3. Data on the use of land as mentioned in inscriptions No AD Quote Present Naming 1 824 ika tani C.A.3 Village/paddy eld 2 840 imah C.IIa.1 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 3 840 rin pingir sirin mwan thani kanistha C. Vib Village/paddy eld 4 873 manususk sima imah waharu Land (Zoetmulder, 2011: 583) 5 873 manaran bukit C.Ia.1 Hill 6 878 imah nin kbu'an karaman 'I mamai C.Ia.2 Land in garden/small eld 7 878 imah su(kat) C.Ia.1 Prairie (Boechari, 2012:294) Open eld; unirrigated dry eld (Zoetmulder, 8 879 ikanan tgal C.Ia.2 2011:1229) sinusuk pawayan sawah maparah sima ikanan pra- 9 879 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) sada C.Ia.3 10 879 manusuk imah ma nima C.Ia.1 Land (Zoetmulder, 2011: 583) Open eld; unirrigated dry eld (Zoetmulder, 11 879 i kwak watak wka tga(l) C.Ia.1 2011:1229) Open eld; unirrigated dry eld (Zoetmulder, 12 881 manusuk tgal C.Ia.1 2011:1229) 13 881 dadya sawah tampah 2 sima nin parhyanan C.Ia.1 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 14 882 panusukna imah C.Ia.3 Land (Zoetmulder, 2011: 583) (a)las dadyakna sawah sima nya, ikanan imah i ram- 15 882 Forest cleared for paddy eld wi watak halu C.Ia.4 16 901 manusuk imah kbuan C.Ia.2 Garden/small eld land muan simanya sawah lamwit 1 sampun suddha 17 901 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) C.VIIa.3 18 902, 903 sawah kanayakan tampah 7 C.Ia.3 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 19 902, 904 imah ramanta i pangumulan C.IIIb.10 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 20 902, 905 muan sawah in panjiman C.III.10 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 21 907 wanu'a 'i mantyasih winih ni sawahnya satu C.A.2 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 22 907 (a)lasnya 'i munduan C.A.3 Forest (Zoetmulder, 2011:23) pasawahannya ri wunut kwaih ni winihnya satu 23 907 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) hamat C.A.3 24 907 sawah kanayakan C.A.3 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 25 907 mu'an 'alasnya 'i susundara 'i wukir sumwin C.A.3 Forest (Zoetmulder, 2011:23) 26 908 sawah haji Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 27 908 lu'a/luah/lwah River 28 909 (u)misi anan lebak gunun tumut upan C.Xa.1 Valley, lowland (Zoetmulder, 2011:581) 29 909 marawairawai C.Xa.1 Marsh (Zoetmulder, 2011:931) 30 919 sumusuk ikanari alas C.Ia.2 Forest (Zoetmulder, 2011:23)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 3. Data on the use of land as mentioned in inscriptions (continued) No AD Quote Present Naming 31 929 inanugrahan imah C.A.4 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 32 929 sira sawah i turyyan mamuat pariguhan C.A.5 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 33 929 sawah pakarunan C.A.9 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) 34 931 nikan lemah i warahu C.Va.2 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 35 939 ikari imah waruk ryy alasantan C.Ia.3 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 36 940 rin pomahan kebuan kebuan pamil iriya ka 12 C.Ia.4 Garden (Zoetmulder, 2011:480) dumual ikari imah rama ryy alasantan sapasuk ba- 37 941 Land (Zoetmulder, 2011: 583) nua C.Ia.4 38 944 ikanan imah C.A.7 Land (Zoetmulder, 2011: 583) 39 945 irikan luah (lwah) C.A.8 River inugrahan sumimam thaninya manten matahlia 40 1053 Village, paddy eld drabya haji rin paknakna C.Iib.2 Unirigated paddy eld where rice grows in dry eld 41 1317 sesinin (saisi nin) gaga C.XIIb.3 (Zoetmulder, 2011:263) 42 1318 sesinin sagara C.XIIb.3 Sea 43 1395 halalang i gunung lelar C.A.5 Tail grass/weed (Zoetmulder, 2011:328) 44 1396 alas kakayu C.B.1 Wood forest 45 1395 hatuku latek luputa C.Ia.3 Swampy, muddy land (Zoetmulder, 2011: 576) 46 1386 tirah C.Ia.1 Sea shore (Zoetmulder, 2011:1260) 47 1387 karane patih tamba C.Ia.2 Fish pond (Zoetmulder, 2011: 1190) 48 1388 panananewetan sadawata anutug sagara C.Ia.2 Flat land (Wurjantoro, 2006:14) 49 1389 penanane kulon babatane C.Ia.3 Dry eld (Wurjantoro, 2006:14) 50 1379 tambak C.Ia.2 Fish pond (Zoetmulder, 2011: 1190) 51 1379 sawah C.Ia.2 Paddy eld (Zoetmulder 2011: 1084) Open eld; unirrigated dry eld (Zoetmulder, 52 1379 tgal C.Ia.2 2011:1229) 53 1379 lembah C.Iia.1 Valley/at land (Zoetmulder, 2011:584) 54 1379 ing tambak C.IIa.3 Fish pond (Zoetmulder, 2011: 1190)

Table 4. Data mentioning about ofcials as found in inscriptions No Saka AD Name of position Source in inscriptions Function 1 693 771 pakalangka (ng) D.1.A.9 Ofcial who takes care of rice barn 2 762 840 lebleb D.2.IIIb.3 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 3 762 840 pakalarikan pakalalirikin D.2.IIIb.3 Ofcial who takes care of rice barn 4 762 840 pulun padi D.2.Iva.1 Ofcial in charge of rice affairs 5 795 873 pulun padi D.3.Ib.2 Ofcial in charge of rice affairs 6 795 873 hulu wras D.5.IIIa.2 Ofcial who takes care of harvest yield 7 823 901 huru wras D.7.Ib.4 Ofcial who takes care of harvest yield 8 824 902 san huluwras D.8.IIIb.12 Ofcial who takes care of harvest yield 9 827 905 leb eleb D.9.IVb.2 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 10 827 905 makalankan D.9.IVb.2 Ofcial who takes care of rice barn 11 829 907 makalankan D.10.S/Muk.8 Ofcial who takes care of rice barn 12 837 915 pakalangkang D.11.S/Muk.11 Ofcial who takes care of rice barn 13 851 929 i bib D.13.S/Muk.17 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 14 851 929 kalangkang D.13.S/Muk.20 Ofcial who takes care of rice barn 15 851 929 pulung padi D.13.S/Muk.20 Ofcial in charge of rice affairs 16 851 929 i bib D.14.S/Muk.17 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 17 851 929 kalangkang D.14.S/Muk.17 Ofcial who takes care of rice barn 18 851 929 pasukalas D.14.S/Muk.20 Forest guard 19 851 929 ibbiab D.15.S/Muk.10 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 20 851 929 kalang(kang) D.15.S/Muk.10 Ofcial who takes care of rice barn 21 851 929 pakalunkun D.12.Ia.13 [N/A] 22 851 929 pulunpadi D.12.Ia.14 Ofcial in charge of rice affairs 23 852 930 kalarikang D.16.S/Muk.7 Ofcial who takes care of rice barn 24 853 931 pakalarikan pakalalirikin D.17.Iva.7 Ofcial who takes care of rice barn 25 861 939 leblab D.18.Ia.10 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 26 861 939 kalangkari D.18.Ia.10 Ofcial who takes care of rice barn 27 975 1053 pakalarikan D.19.IIIa.5 Ofcial who takes care of rice barn 28 1022 1100 lebaleb D.20.IIa.11 Ofcial who takes care of paddy eld irrigation 29 1022 1100 pakalankan D.20.IIa.12 Ofcial who takes care of rice barn 30 1245 1323 pakalankan pakalinkin D.21.VIb.2 Ofcial who takes care of rice barn 31 1245 1323 pulun padi D.21.VIb.3 Ofcial in charge of rice affairs 32 1309 1387 mantrin tirah D.21.A.1 Ofcial (mantri) in coastal line area (tirah)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 5. Data on professions mentioned in inscription No Name of profession Meaning 1 ahikana Food vendor 2 abakul wwawwahan Fruit vendor 3 adagang wurikudu Mengkudu (noni fruit) vendor 4 amisandun/mamisandu(n) manuk Bird trap maker 5 anepis [N/A] 6 arigula/magula/manggula Sugar maker 7 arijarin/marijarin Animal catcher using net/net maker 8 ariulan/pariulan arida h. ariulan kbo, sapi, celan wedus Duck, buffalo, cowlox, boar, goat vendor 9 anwan [N/A] 10 bawan Garlic/shallot vendor 11 hariapu Lime maker 12 majari Animal catcher using net 13 makala kala/manuk Animal/bird trap maker 14 malurun/marilururi/manglurung Castor oil maker 15 memelut/mamulann wlut Eel vendor 16 mamukat Fish catcher using net 17 manahab manuk Bird catcher 18 manankeb Trap maker (usually for birds) 19 manawang Net maker 20 manawan [N/A] 21 manghapu Lime (for betel) maker 22 manula wurikudu/anulan wurikudu Processing of noni fruit 23 manulan hada rian sapi wdus anda h. Vendor of food made of beef, buffalo, duck 24 manhapu Lime (for betel) maker 25 manharen Coal vendor 26 pabr si/pambrsi/pamrsi/mamrsi Maker of a type of drink 27 pucan sereh Betel vendor 28 wli hapu Lime (for betel) maker

Figure 1. Land Use Map of Progo, Bengawan Solo and Brantas catchment area

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Table 6. Top 10 River Basin Areas in Java Island based on the size (hectares) River Basin Area Size (hectares) Upstream 1 BENGAWAN SOLO 1.638.948,24 East Java 2 BRANTAS 1.159.760,33 East Java East Java 3 CITARUM 706.778,73 West Java 4 CIMANUK 391.369,44 West Java West Java 5 SERAYU 374.614,53 Central Java 6 SERANG-LUSI 373.149,82 Central Java 7 CITANDUY 363.450,84 West Java 8 PROGO 267.875,37 Central Java region of Yogjakarta) 9 CIUJUNG 236.546,37 Banten Banten 10 CIMANDIRI 196.947,51 West Java West Java

river trail capacity ranges as follows: Bengawan Solo Upstream River Basin: 800 – 1,800 cu.m/s, Kali Madiun: 300 – 1,500 cu.m/s, and Bengawan Solo Downstream River Basin: 1,450 – 1,800 cu.m/s.

Brantas river basin (DAS) is the second largest River Area in Java Island that is situated in the Province of East Java. Brantas River has a length of approximately

Figure 2. 10 largest river basins (DAS) in Java Island ± 320 km that encompasses around 25% of the total area of the East The river basin of Bengawan Solo larger lowlands, particularly the Java Province or about 9% of the constitutes the combination of the Upstream Bengawan Solo total area of Java Island. Brantas Upstream Bengawan Solo watershed. The slope of the river basin comprises 4 (four) river watershed and that of Kali Madiun riverbed varies and ranges from basins, namely Brantas river basin, that drains from the mountain shallow to steep, and the water Central river basin, Ringin Bandulan slopes of Merapi (± 2,914 m), current carries with it sediment river basin, and Kondang Merak Merbabu (± 3,142 m) and Lawu materials from erosion of the river basin. Brantas river basin is (± 3,265 m) to Surabaya through a upstream mountain slopes and situated within the administrational river trail along ± 600 km. results in a high level of sediment area of 9 regencies and 6 cities, Administratively the river basin of deposit in the river that forms wide namely: the regencies of Nganjuk, Bengawan Solo covers 17 river trail with shallow slope, Tulungagung, Malang, Blitar, (seventeen) regencies and 3 (three) through alluvial plains and turns Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, cities, namely: the regencies of into a frequently ooded area. The Probolinggo, and Lumajang; and Boyolali, Klaten, Sukoharjo, large marsh areas near the river the cities of Surabaya, Sidoarjo, Wonogiri, Karanganyar, Sragen, downstream is known as Rawa Malang, Blitar, Kediri, and Pasuruan. Blora, Rembang, Ponorogo, Jabung and Bengawan Jero. Madiun, Magetan, Ngawi, Figure 2 indicates that the whole Bojonegoro, Tuban, Lamongan, The slope of Bengawan Solo river island is taken up by river basins. Gresik, and Pacitan; and the cities of basin is approximately 1/2,000 There are 10 largest river basins Surakarta, Madiun, and Surabaya. upstream, 1/3,000 in the middle based on the comparison with the and around 1/20,000 downstream total area of Java island, the largest The river basin of Bengawan Solo starting from Babat. The slope of of all being the Bengawan Solo being the longest river with a the riverbed of Kali Madiun ranges river basin that is followed by that relatively at topography and from 1,200 to 1/1,250. The average of Brantas.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Figure 3 indicates that the river basin of Bengawan Solo is the largest with that of Brantas comes as second. Three of the main river basins constitute the civilization area of the Ancient Mataram that initially adapted itself from the Progo river basin and moved towards the Brantas river basin through the Bengawan Solo river basin.

Figure 4 indicates that the Progo river basin’s topography consists of close distant and narrow high mountains and lowland areas, and that the Bengawan Solo river basin has the largest lowland area compared to that of Brantas. Figure 3. River network in the river basins of Progo, Bengawan Solo, and Brantas Picture 5 indicates that of the three river basins the largest alluvial area is that of Brantas, followed by that of Bengawan Solo, and by Progo river basin being the narrowest. Alluvial plains are known to have deposits originating from erosion that pile up in the valleys and result in expansive river widening marked by meander belts (riverbends) as the river current seeks balance in the gravitation of river water in at areas with the characteristic ne texture soil.

Figure 4. Topography

Figure 5. Geologic Map of River Basins

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Figure 6. Association between the discovery locations of inscriptions and temples in the river basins of Solo, Progo, and Brantas.

Figure 6 indicates the civilization people in the central part of the cane juice, coconut juice, and drink dynamics of the three river basins island, and they only occupied the made of leaves and owers. As as evidenced in the distribution of lowland and even approaching the such, the ancient people relied on discovered inscriptions, the seasore as they entered the river food and drink that revolved distribution of temples originating basin areas. However, the around land harvested resources to from ancient Java (7th to 14th distribution pattern of the meet their need for consumption. centuries), and the toponymy evidences found are mostly linear derived from inscriptions that are in pattern to the river network, It is further supported by the still recognizable at present. It except when the river basin areas presence of utensils that supported seems that it started from the river of Bengawan Solo were in land livelihood as recognized and basin of Progo and the surrounds mountainous areas. discovered, comprising: stabbing that moves towards the river basin weapons, pincers/ pliers, needle for of Brantas, passing through the DISCUSSIONS manual sewing, cutter, chisel, river basin of Bengawan Solo or the cooking utensils, eating and This study uses data sources eastward movement. A tight drinking utensils, lighting constuting Ancient Mataram grouping is seen in the river basin equipment, carpentry tools, land inscriptions in general, particularly of Progo and the surrounds that processing tools and containers, those found during the Airlangga grows tighter in the river basin of and nail clippers. era. Inscriptions found are made of Brantas compared to that of the stone and metal with food culture river basin of Bengawan Solo. Inscription found comprising: types of food Based on the trend of the river ingredients that are categorized a historical, religious, or basin of Progo, the Ancient under food and drinks. Food other record cut, impressed, Mataran cultural supporters consists of grains; egg; meat of painted, or written on stone, occupied the mountaineous areas medium to large cattle, and fowl; brick, metal or other hard or the central part of Java island, vegetables; tubers; sea sh; and surface (Dictionary.com) and this phenomenon continued to fresh water sh. Drink comprises the east by the settlement of the alcoholic drink, tamarind juice,

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Information on the discovered use of land are westward, in addition to the consideration of other dominated by the recognized ones on the land use in geographically physical reasons or the political events soil terrain and fresh water terrain, namely: the use of occurring in the western part of Java (Tarumanegara) natural land, the use of rice eld/fry eld/ garden, moor, that had dominated the largest river basin in the settlement, while the recent development comprises western part of Java. Only small-scale kingdoms have rice elds with water distribution for irrigation, and the been found existing in the eastern part of Java. use of land along the coast line or sea shore as evidenced by kamalagyan inscriptions that indicate Adaptation is made by utilizing the fertility of the construction of dams (in lowland areas) for irrigation lowland areas of the valleys of Brantas River that is rich purposes and the granting of special status (sima) to the in volcanic sediment from the volcanoes in the people residing in the surrounding area of the dam. upstream area. The land use topography ranges from the beach topography of 0 to approximately 3,000 masl. The bureaucracy indicated in the land use mentions ofcials who were assigned to administrate the use of The pattern of the adaptation made consists of the rice barns, regulate the water for rice elds, organize utilization of the condition of Berantas waters as the harvesting, and supervise forest and therefore food water resource for agriculture by constructing dams to supply and the arrangements occupied a highly channel water to the agricultural areas. The dams also important position in the use of soil terrain and fresh enabled ood control in the oodplains of Berantas water terrain. Only in early 1387 AD indications were River. Another culture described here is the utilization found of ofcials (mantri) along the coast line that of the current of the wide and deep Brantas for river support the evidence of land use near the sea. transportation, with the discovery of ancient docks in several locations along the river. With the river Based on the data overlay, a spatial pattern has been transportation system in place, there were also dam prepared of food ingredients and land use in the operators in operation, and information can be Ancient Mataram are in general, particularly in the obtained with regard to the trading activities Airlangga era, namely one that follows the location of conducted at the time with foreigners. inscription discovery that can be considered as representing the spatial pattern of the surrounding Based on several previous studies that discuss the area. Based on the toponymy of the distribution of culture of King Airlangga era from 941 Saka to 965 Saka villages where the inscriptions were found, and using from economic points of view using basic data derived spatial unit of the river current (river basin), evidence is from inscriptions as the sources, an indication is seen of found that the Ancient Mataram started in the area that economic activities in the fullment of the need for included the river basin of Progo and the surrounds, food and housing. Some studies generally indicate the followed by the rier basin of Bengawan Solo, and economic subjects and objects as mentioned in indicated the dynamics in the river basin of Brantas with inscriptions, including the economic players, activities, evidence comprising increasingly tight locations of and facilities. Some ndings of the studies specify the inscriptions and temples. Using the river basin spatial particular data of the economic players in local terms as unit, indication is seen of life in the past that followed well as inter-kingdom economic players (foreigners an adaptation pattern related to the need for water. The comprising the Indians, Chinese, and Arabs). Some existing natural water resources was used as the main studies specify details of the products generated or source of water, namely water from the rivers of Progo, economic activities that were consumed by the people, Bengawan Solo, and Brantas included in 10 largest river the ofcials and the King, and those that were used as basin areas in Java Island. It indicates the commodities. Some studies also specify in detail the chronologically eastward growth of the Ancient economic facilities ranging from the transportation Mataram civilization in search of river basins to support network and modes, dams, etc. This study will generate more sustainable life. The largest river basin in Java a different results of the use of data originating from Island is Bengawan Solo that is followed by that of inscriptions of the Airlangga area that distinguish it Brantas. Based on this consideration, the spatial from the previous studies. development of the Ancient Mataram is not traced

Volume 15 / No. 1 / April 2017 The difference lies in the Airlangga in Wwatan Mas that initially chose to conquer kingdoms identication of the locational indicates the construction of a dam in the river basin areas of Brantas. toponymy mentioned in in Waringin Sapta is an important inscriptions for the plotting in the issue to be interpreted as a The river basin area of Brantas is present maps the relative accuracy landmark of the Airlangga era the second largest one in Java of which is measurable so that it related to the economic activities, a Island after that of Bengawan Solo. provides new information related simpler bureaucratic system as That was the reason why the to the locational distribution of the seen in the mentioning of ofcials Ancient Mataram took its eastward names of villages that are still involved in the granting of special course instead of a westward one, detectable to date by prioritizing status for certain villages in the starting from the initial river basin the nature of the archeological data previous era, with evidence of Progo that continued to the river with minimum evidence (the consisting of names in the main basin of Bengawan Solo, and toponymy distribution social hierarchy and one level during the Airlangga era included reconstruction). It is of major below. It shows the existence of a the river basin of Brantas. A vast signicance in arriving at the central authority without river basin area of the main river regional pattern of the places undermining the supporting areas would be advantageous for the occupied during the Airlangga with the numerous villages and economic supportability of the culture span that last for about a areas being granted special status people and the kingdom. Judging quarter of a century. With the due to their dedication or merit for by the topographic point of view, a knowledge of the catcment areas the kingdom of Airlangga, a king vast river basin area means earth of the Airlangga era, this study has who received the recognition on a surface constituting high stepped up its research of the par with god Vishnu. mountainous and hilly regions with interpretation base of data related vast valleys, and large at area for to the economic activities (the On a closer examination of the lowland and highland agriculture, economic players, activities, and civilization of the Ancient Mataram as well as rainfed agricultural facilities) by questioning the reason in Central Java up to the Airlangga region and agricultural region behind the movement of the era onward, judging by the spatial involving irrigation efforts of dam Ancient Mataram towards the east point of view, particularly the construction. The vast river basin of until the Airlangga era and natural resources existing in those Brantas indicates the connection afterwards, as well as proving the areas encompassing the between the supply of nutrient supportability of the natural topography, the river network, the from the soil of the volcanoes of resources existing within the river basins, and the Bromo, Kelut, etc. being carried Airlangga area in contrast to the geomorphology aspects, it is of away by the creeks and ended up previous areas of the Ancient particular interest and evidence softened and deposited in the Mataram era originating from that the kings of the Ancient oodplains of the main river, around the area of the present Mataram from time to time were resulting in the fertile soil for the Central Java. quite adaptive to the old natural agriculture. In connection with the resources. As such, we could learn areas of the early Ancient Mataram Information is also sought on the that the concept used for in Central Java, the kingdom was reasons behind the conquering of establishing a great kingdom of situated in a narrow river basin area smaller scale kingdoms in East Java, major respect was the provision of with hilly to mountainous the basis of the conquering of welfare and prosperity to the topography as such that the those kingdoms viewed from the people. To achieve this end, it took transportation access relied only on supportability of the natural efforts to adapt to the overland routes, in addition to the resources for the economic supportability of the area, close proximity with centers of activities of that time. Other particularly the vast river basin area eruption of volcanoes in Central information derived from that means vast plains and fertile Java, namely: Sundoro, Sumbing, inscriptions, namely those in the valleys that had sufcient supply of Merbabu, Merapi. center of the initial kingdom of water. In this regard Airlangga

Volume 15 / No. 1 / April 2017 It was disadvantageous for the sustainability of life The land use culture in the river basin area of Brantas resulting by the natural damage it caused that went was quite lavish due to its vast lowland plains and river beyond control. The river basin of Bengawan Solo that valleys, with the shape of the river basin having has elongated shape and drastic amplitude of tidal leaf-vein like current pattern indicating the existence of water uctuating hydrological phenomena or frequent forest that absorbed rainfall on the surface and retained occurrence of ash oods. Consequently, the choice of it from directly sliding in accumulated mass to the main this area was disadvantageous for the sustainability of river, and prevent from drastic amplitude of tidal water. life. Evidence indicates that the Ancient Mataram The case would be different in rivers of elongated shape civilization developed dynamically in the river basin of with close distance between the lengthwise ridges and Brantas up to the Majapahit era that was centralized the main river that accommodates the water, such as around the downstream area of Brantas. Bengawan Solo (with a tendency of parallel pattern), the Progo River that even has a large gradient (the angle CONCLUSIONS formed by the horizontal line and the highest vertical line) resulting in a strong current of the river. Farmers During the Airlangga era prior to the peak glory of the enjoyed the advantage of working on at ground in the kingdom there were measures taken by the King to lowland with thick layer of soil of ne texture that dominate the fertile areas of the river basin of Brantas contained volcanic nutrient element and abundant by conquering smaller kingdoms in the valleys of water supply. The land use culture was hence not quite Brantas in the pursuit of meeting the need for food. heavy and did not require big energy despite modest Subsequently, King Airlangga who saw the control over tools available, in contrast to that in hilly areas with those areas as means of retaining the social stability of strong sliding water, thin layer of soil of coarse to rocky his kingdom, bestowed special status to those areas texture, where only certain plants were able to strive in considered as loyal and meritable to the king. Such such rocky areas. special grants were also provided to ofcials, their kins, and the population of certain villages. The kingdom The spatial pattern found of this era indicates that the was ruled with a central bureaucracy system and people of the Airlangga era utilized the areas that were developed the economy by utilizing the existing in linear position to the river basin of Brantas on the natural resources, among others by constructing dams riversides. It is evidenced in the distribution of names to protect the people from the ood of Brantas River written down in inscriptions located in the proximity of and granting special status to villages that guarded the Brantas River. dams and were in charge of regulating the drainage system as indicated in the appointment of special ofcials to carry out such task. As such, the agriculture REFERENCES could be productive and fulll the need of the people Sandy, I Made, 1995:48, 50, 87, Republik Indonesia for food. Judging by the size of the lowland and the Geogra Regional, the Department of Geogra- river water management system through the use of phy, Faculty of Mathematics and Natural Sci- dams, the agricultural productivity of the people and ences, Universitas Indonesia. the kingdom were sufcient. It shows trading activities Susanti, Ninie, 2003:102-146, Masa Pemerintahan that involved the agricultural yield and other Erlanga, a thesis of the Department of Arche- supporting activities taking place during the period ology, the Faculty of Humanities, Universitas pending the harvesting time. The center of the Indonesia, Depok. kingdom close to the estuary of Brantas River is highly Taqyuddin, 2004, Pengelolaan Bangunan Air di DAS strategic in controlling trading activities conducted Ciliwung Masa Kolonial, a thesis of the De- through the use of the river access by means of trading partment of Archeology, the Faculty of Hu- boats as indicated in the existence of ancient docks in manities, Universitas Indonesia, Depok. some parts of Brantas riversides. Weber 2015:76-77 in Weber's Rationalism and Mod- ern Society, Edited and Translated by Tony Waters and Dagmar Waters, New York: Pal- grave Macmillan.

Volume 15 / No. 1 / April 2017 KAMPUSIANA

TEKNOLOGI PESAWAT UDARA NIR AWAK MENGGUNAKAN SENSOR LIDAR (LIDAR DRONE)

Oleh: Satria Indratmoko ([email protected]) Department Geogra, FMIPA UI, Universitas Indonesia

engan dukungan dari PT. Pemetaan cepat tiga dimensi (3D peta 3D topogra, penciptaan DTM D Pangripta Geomatika rapid mapping) akhir-akhir ini (Digital Terrain Model)/DGM Indonesia, Departemen Geogra menjadi hal yang sangat diperlukan (Digital Ground Model), DEM FMIPA Universitas Indonesia pada khususnya bagi peneliti, praktisi, (Digital Elevation Model)/DSM tanggal 8 Maret 2017 telah insinyur, surveyor dan masyarakat (Digital Surface Model). mengadakan workshop pada umumnya yang pengenalan alat dan teknologi menginginkan posisi yang akurat Sensor LIDAR yang digunakan terbaru dalam bidang sistem dan presisi dari model tiga dimensi adalah Yellow Scan Mapper dengan informasi geogras dan permukaan bumi. menggunakan wahana pesawat penginderaan jauh, yakni udara DJI Matrice 600 heksacopter. pemotretan 3D Pesawat Udara Nir Sistem LIDAR (Light Detection and Sensor ini memiliki High-end Atti- Awak Menggunakan Sensor LIDAR Ranging) menawarkan akurasi tude and Heading Reference (Light Detection and Ranging). survei, verikasi tanah dan validasi, System (AHRS) yang Wilayah yang dipetakan adalah kalibrasi, pemetaan udara, memungkinkan pengukuran presisi Hutan Kota Universitas Indonesia. penginderaan jauh, survei laser, dari ketinggian.

Gambar 1. Perbedaan DSM dan DTM (sumber : https://commons.wikimedia.org)

Volume 15 / No. 1 / April 2017 Gambar 2. Pengolahan Data LIDAR Hutan Kota UI Menggunakan Software Terrasolid

Gambar 3. Prol Penampang Melintang Hutan Kota UI dari Data LIDAR

Inovasi yang ditawarkan drone LIDAR ini adalah kecepatan, jangkauan, extracting data dan teknologi digital lainnya. Sehingga dapat menghemat waktu dan biaya operasional suatu pekerjaan pemetaan topogra. Data hasil pemotretan foto disimpan dalam format las dataset yang sebelumnya diolah menggunakan perangkat lunak Quantum GIS dengan yellowscan plugins dan terrasolid.

Pemetaan LIDAR ini bertujuan untuk menguji efektitas data yang dihasilkan dari drone LIDAR dengan berbagai variasi ketinggian terbang. Sehingga pada prakteknya metode pemotretannya dilakukan berulang kali pada jalur yang sama namun dengan variasi ketinggian yang berbeda, yaitu 70 – 100 meter. Gambar 4. Jalur Terbang Drone LIDAR dengan variasi tinggi terbang 70 – 100 meter Pada saat yang bersamaan juga pemetaan foto udara menggunakan wahana pesawat foto udara DJI Phantom 3 Selain itu juga dilengkapi Dual-frequency GNSS receiver yang Profesional dalam rangka mendapatkan gambaran yang mampu beroperasi pada mode RTK (Real-Time Kinematic) dan sebenarnya di lapangan dari ortofotonya. Sehingga nantinya PPK (Post-Processed Kinematic). Sensor ini mampu mendapat- dapat dimodelkan tiga dimensi (3D) hutan Kota Universitas kan ± 10.000 titik (x,y,z) per meter persegi untuk setiap Indonesia yang akurat yang didukung dengan gambar yang detiknya. merepresentasikan kondisi sebenarnya di lapangan.

Volume 15 / No. 1 / April 2017

Volume 15 / No. 1 / April 2017