<<

BAB III

ANALISIS CULINARY DIPLOMACY DALAM MEMBENTUK SOFT

POWER INDONESIA

Pada bab ini penulis akan menjabarkan analisis mengenai culinary diplomacy dalam membentuk soft power Indonesia dengan menggunakan teori soft power oleh Reynolds. Setelah pada bab sebelumnya menjelaskan mengenai upaya culinary diplomacy Indonesia, selanjutnya disini akan menjelaskan mengenai dampak atau bentuk soft power seperti apakah yang telah dihasilkan culinary diplomacy Indonesia menggunakan teori dari Reynolds. Dalam teorinya,

Reynolds menjelaskan mengenai beberapa tingkatan atau level untuk mengukur bentuk soft power dari culinary diplomacy yang di terapkan atau dipakai oleh suatu negara.

3.1 Dampak atau Bentuk dari Soft Power Indonesia yang Dihasilkan melalui

Culinary Diplomacy

Untuk menjawab atau menganalisis seberapa besar dampak yang telah dilakukan oleh Indonesia melalui culinary diplomacy dan bentuk soft power seperti apa yang didapatkan Indonesia dengan culinary diplomacy, dengan itu bisa dianalis menggunakan teori dari Reynolds. Adapun Reynolds menyebutkan untuk mengukur kekuatan soft power suatu negara bisa diukur menggunakan tiga level.

Level yang pertama adalah cultural propaganda, yang kedua adalah democratic change, dan yang terakhir adalah level systemic change. Tiga level tersebut akan

29 dibahas satu persatu dibawah ini. Dalam sub-bab dibawah ini nantinya akan dianalis berdasarkan data yang ditemukan dan akhirnya akan ditarik kesimpulan.

3.1.1 Cultural Propaganda

Cultural propaganda sederhananya bisa diartikan sebagai tindakan mengkonsumsi suatu budaya dari negara lain dimana dalam hal ini yang dimaksudkan adalah makanan atau kuliner dari negara lain (Reynolds C. J., 2012, hal. 49). Dalam hal ini apabila suatu kuliner dari sebuah negara telah dikonsumsi oleh negara lain, maka keberadaan dari negara tersebut telah diakui. Untuk mencapai level cultural propaganda ini harus melalui beberapa proses yakni suatu negara harus „menjual‟ suatu ideologi atau suatu budaya dimana dalam hal ini adalah makanan atau kuliner ke negara lain. Sehingga negara lain menyadari akan adanya suatu budaya dalam hal ini makanan yang berasal dari negara asal, namun tak lantas membuat masyarakat lokal asing untuk langsung mengikuti ideologi, budaya, serta nilai moral negara tersebut. Untuk menentukan sebuah negara berada dalam level ini, sebuah negara harus melalui dua tahap.

Tahap pertama adalah appereance of new food from an exotic ‘other’ culture. Maksud dari tahap ini adalah tahap dimana terdapat adanya (namun bervarian) bahan baku suatu makanan atau masakan, buku yang memuat resep- resep makanan, atau terdapat restaurant yang berada di luar negeri. Tahap kedua dari level ini adalah tahap ketika terdapat populasi lokal asing yang sudah mulai mengkonsumsi makanan atau masakan. Seiring berjalannya waktu, norma dan pesan yang terdapat di makanan yang sedang berada di luar wilayah akan berbaur dengan budaya lokal dan menciptakan kepercayaan oleh aktor lain di wilayah

30 tersebut (Reynolds C. J., 2012, hal. 50). Indonesia untuk bisa mencapai level ini harus melalui dua tahapan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Untuk tahap pertama, Indonesia dianggap telah melalui tahapan ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya ketersediaan bumbu rempah masakan Indonesia di luar negeri, walaupun menurut para pemilik rumah makan yang berada di luar negeri jumlahnya terbatas (Nursalikah, 2018). Bahan baku masakan seperti bumbu rempah masakan Indonesia yang berada di luar negeri dibagi menjadi dua macam yakni bumbu orisinil dan bumbu siap saji (dalam bentuk pasta atau powder).

Bumbu rempah orisinil masakan Indonesia yang terdapat di luar negeri dimana bumbu-bumbu ini adalah bumbu rempah yang khas selalu ditambahkan didalam memasak masakan Indonesia yakni seperti; cengkeh, jahe, kencur, kapulaga, kayu manis, kemiri, kemukus, pala, vanili, lada, serai, andaliman, kayu secang, mesoyi, pulosari, ketumbar dan lain-lain (Nugroho, 2019).

Tabel 3.1 Statistik data ekspor rempah Indonesia tahun 2014-2018

Sumber: Kementerian Perdangan Republik Indonesia,

https://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/growth-of-

non-oil-and-gas-export-sectoral , diakses 20 Juli 2019

Tabel diatas menunjukan bukti bahwasanya Indonesia menjadi negara yang dipercaya oleh beberapa negara diluar sana untuk mengekspor komoditi bumbu

31 rempah-rempah, dimana bumbu tersebut salah satu gunanya adalah digunakan untuk melengkapi membuat makanan atau masakan khas Indonesia. Rempah- rempah menduduki posisi nomor 2 sektor non-migas terbanyak yang di ekspor setelah ikan dan udang. Selain tersedianya bumbu rempah masakan Indonesia yang orisinil, terdapat juga bumbu rempah praktis untuk membuat masakan

Indonesia dalam bentuk pasta atau powder. Bumbu rempah siap saji untuk membuat masakan Indonesia sudah banyak beredar di luar negeri dan mudah ditemui di berbagai toko atau swalayan. Hal ini dibuktikan bahwa bisnis bumbu instan untuk mengolah masakan Indonesia kian ramai dan tak sedikit diantaranya mengirim bumbu tersebut ke luar negeri (Dori, 2013). Jenis bumbu saji tersebut kebanyakan langsung menghidangkan suatu masakan secara praktis. Seperti merk indofood, bumbu desa dan sasa yang menyediakan bumbu siap saji untuk hidangan , , , berbagai jenis sayur, hingga olahan ayam (Cahya,

2018).

Selain bumbu rempah untuk memasak masakan Indonesia yang sudah tersedia di luar negeri, terdapat pula tutorial cara memasak masakan khas nusantara yang terdapat di banyak sekali platform social media dan adapula di kemas dalam bentuk buku dan sudah beredar di toko buku di luar negeri serta pameran buku di luar negeri. Hal ini dibuktikan ketika terdapat pameran buku

„Frankfrut‟ 2015 yaitu pameran buku terbesar di dunia yang berlangsung di

Jerman dimana Indonesia menjadi salah satu tamu kehormatan dengan menampilkan karya 75 pengarang asal Indonesia dan diantaranya terdapat buku masakan khas Indonesia (Oktavianus, 2015). Adanya buku memasak adalah salah

32 satu cara untuk menambah pengetahuan masyarakat asing tentang bagaimana cara memasak makanan khas nusantara dengan teknik yang otentik dan benar.

Selain adanya pameran buku terbesar di dunia, tersebarnya buku resep masakan khas Indonesia semakin dibuktikan dengan masuknya tiga buku kuliner

Indonesia kedalam nominasi penghargaan internasional. Adapun judul buku yang masuk kedalam nominasi internasional adalah yang pertama buku yang berjudul

“Selamat Makan – Let’s Cook Indonesian Food”, yang kedua berjudul “30

Indonesian Traditional Culinary Icons”, dan buku yang ketiga berjudul “Trailing the Taste of Gorontalo” (Safira, 2016). Buku yang berjudul “Selamat Makan-

Let’s Cook Indonesian Food” masuk dalam nominasi “Best Culinary Travel

Book” pada tahun 2016 di ajang Gourmand World Cookbook Awards 2016. Buku itu merupakan buku yang diterbitkan oleh kemenpar Indonesia. Pada kesempatan kali itu, buku masakan Indonesia selain masuk kedalam nominasi juga dibagikan kepada 1.100 pelajar yang semuanya berasal dari Eropa yang sedang datang berkunjung. Kemudian buku yang kedua yang ditulis oleh Bondan Winarno yang merupakan seorang pakar kuliner kebanggaan Indonesia dimana buku tersebut dalam proses penerbitannya didukung oleh kemenpar Indonesia. Buku tersebut masuk dalam nominasi “Special Awards”. Sedangkan buku ketiga yang merupakan tulisan dari Omar Niode seorang traveler dan photographer asal

Indonesia masuk kedalam dua nominasi yakni ”Best Asian Cuisine Book” dan

”Best Charity and Fund Raising Cookbook” pada acara yang berlangsung di

China pada tahun 2016 lalu.

Tabel 3.2 Jumlah Restaurant Indonesia yang berada di luar negeri

33

No Negara Jumlah Nama Restaurant ( Contoh ) 1 United Arab States 4 Bandung Restaurant, Dapoer Kita, Betawi Restaurant 2 Australia 40 Pondok Daun, Asian Food Mart, Sari Sara 3 Belgium 1 Kopi Corner 4 Brunei Darussalam 2 Pondok Sri Wangi, Sate House 5 Canada 5 Bali Resto, Sate, Ayo Eat. 6 Switzerland 1 Sindang Reret 7 Chile 1 Juni‟s Berkah 8 China 4 Lombok Indonesian Restaurant, Bali Laguna, Bali Bistro 9 Germany 6 Jawa Restaurant, Nusantara, Borobudur Restaurant 10 Denmark 1 Dini‟s Restaurant 11 Spain 4 Betawi, Sabor Nusantara 12 Finland 2 Bali Bagus, Bali Brunch 13 France 2 Djakarta Bali Restaurant 14 United Kingdom 4 Warung , Bali-Bali Restaurant 15 Hong Kong 3 Indonesian Restaurant 1968 16 Italy 1 Bali Bar and Restaurant 17 Japan 3 Bulan Bali 18 Cambodia 1 Sumatra Restaurant 19 Republic od Korea 3 Bali Bistro, Warung Kita 20 Morocco 1 Exotic Bali 21 Malaysia 12 Bumbu Desa, Warung Lumbung Padi 22 Nigeria 1 Sky Restaurant 23 Netherlands 4 Indrapura 24 Philippines 1 Warung Kopitolyo 25 Saudi Arabia 1 Batavia Restaurant

34

26 Sweden 2 Restaurant Jakarta 27 Singapore 18 Indo Padang, Bayang 28 Turkey 2 Warung Nusantara 29 Taiwan 2 Sate House 30 United States 10 Simpang Asia Indonesian Cafe, Upi Jaya 31 Viet Nam 1 Dapur Bali 32 South Africa 1 Wok Asia Jumlah Restaurant 144

Sumber: Kementerian Pariwisata Indonesia,

https://www.wonderfulindonesiarestaurant.com/ , diakses pada 20 juli 2019

Tabel diatas menjelaskan mengenai pembahasan selanjutnya mengenai tersebarnya restaurant yang dimiliki oleh Indonesia bekerjasama dengan para diaspora Indonesia yang berada di luar negeri. Setelah kemenpar menetapkan lima masakan nasional, kemenpar beserta jajarannya menjalankan program co- branding restaurant Indonesia yang berada di luar negeri yang disebut dengan program diaspora restaurant (Putri, 2018). Pada program tersebut, kemenpar menandatangani MoU dengan 10 restaurant Indonesia di luar negeri yang pemiliknya adalah orang Indonesia. Sepuluh restaurant tersebut tersebar di 4 benua yaitu Amerika, Eropa, Australia, serta Asia. Setelah selesai urusan dengan sepuluh restaurant itu, selanjutnya pemerintah mendata ada kurang lebih 100 restaurant milik diaspora Indonesia yang akan bergabung di program ini selanjutnya. Restaurant yang bergabung dalam program ini harus memperkenalkan dan menyajikan makanan khas Indonesia khususnya lima masakan nasional Indonesia.

35

Tahapan kedua dari level cultural propaganda dimana Indonesia sudah memenuhi kualifikasi tahap pertama dan untuk tahapan selanjutnya yaitu tahapan dimana terdapat atau di identifikasinya masyarakat asing yang berada di luar negeri telah mengkonsumsi makanan atau masakan Indonesia. Chef Vindex tengker beserta mantan Menteri Pariwisata Maria Elka membuka restaurant di Los

Angeles yang diberi nama Resto Kasih. Menurut chef Vindex, restaurant yang sudah dibuka sejak tahun 2018 lalu itu ramai didatangi oleh pengunjung yang tiap harinya berjumlah 100 hingga 120 orang. Yang menjadi perhatian adalah rata-rata pengunjung restaurant tersebut merupakan warga setempat dan hanya sedikit yang bersasal dari Indonesia (Putri, 2018). Selain itu pada pagelaran gala dinner serta festival budaya Indonesia yang diselenggarakan di New Orleans yang menyediakan berbagai macam makanan Indonesia dimana para pengunjung yang datang menyebutkan bahwa ia menyukai menu Indonesia yang pernah menjadi

The best food itu yakni rendang (Widyastuti, Umar, & Iman Santoso, 2016).

Berpindah ke benua Eropa yakni Inggris dimana menjadi suatu kebanggaan ketika

Jamie oliver seorang chef terkenal di Inggris yang pernah mengunggah di akun sosial medianya bahwasanya dia tengah selesai membuat masakan Indonesia yang masuk kedalam lima masakan nasional yakni gado-gado (BBC, 2018). Selain itu media asal Amerika yakni ‘The New York Times’ baru-baru ini telah meliput serta mengulas dua restoran Indonesia yang berada di Amerika yakni restoran Warung

Selasa dan Kedai Kopi Kopi yang terletak di Greenwich Village. Restoran

Warung Selasa adalah hanya restoran kecil, namun kepopulerannya membawa pada media „The New York Times’ untuk datang dan mengulas makanannya yang ia pesan yakni soto. Kepopuleran restoran ini datang dari informasi mulut ke

36 mulut. Diketahui selain masyarakat Indonesia yang datang, lebih sering masyarakat lokal yang datang kesana. Selain itu di Kedai Kopi Kopi, media „The

New York Times’ mengulas bahwasanya kedai tersebut mengelola restoran dengan ada improve di bagian makanan yang harus mengikuti lidah masyarakat lokal

Amerika (Lehrman, 2017). Selain itu pada tahun 2017 lalu terdapat festival yang diselenggarakan oleh pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Texas, yakni festivalnya „Indonesian Culinary Festival 2017’. Festival ini bertujuan untuk mempromosikan budaya Indonesia melalui makanan dimana terdapat banyak sekali makanan asal Indonesia yang dapat ditemui disana seperti rendang dan sate ayam. Festival ini dikunjungi kurang lebih 2000 tamu mancanegara termasuk tamu-tamu pejabat dari Konsulat Jenderal negara lain di Houstan (Prameswari,

2017).

Adanya bahan baku, resep masakan (didalam buku atau media sosial), rumah makan hingga pola konsumsi masyarakat asing terhadap masakan

Indonesia merupakan contoh dari tercapainya level pertama dalam soft power yakni cultural propaganda. Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat asing dengan cara mengkonsumsi makanan Indonesia menjadi salah satu awal mula proses pengenalan masyarakat luar terhadap Indonesia, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan pada ketertarikan ideologis (Reynolds C. , 2014, hal. 5-

6). Perubahan melalui konsumsi saja dinilai tidak cukup untuk menandakan bahwa soft power suatu negara telah berhasil memaksa aktor dari negara lain untuk mengubah perilaku mereka (Groot, 2006, hal. 54). Hanya karena suatu negara telah memakan masakan dari Indonesia, tidak berarti Indonesia memiliki

37 kendali atas negara tersebut. Namun yang perlu ditekankan dalam hal ini adalah, negara lain itu telah menganggap atau telah tertarik dengan negara Indonesia.

Suatu makanan atau masakan yang hanya dikonsumsi tanpa adanya ideologi yang di ikuti, hanyalah sebuah cultural propaganda, dimana suatu negara memberikan pengetahuan ke negara lain dan langkah ini adalah langkah pertama soft power menjadi lebih efektif. Dalam hal ini makanan atau masakan dari budaya adalah bentuk dari adanya kekuatan soft power, meskipun kecil. Adanya kekuatan tersebut bukan karena paksaan dari salah satu pihak, tetapi adanya penerimaan dan pengakuan dari negara lain dengan tindakan mengkonsumsi suatu makanan atau masakan. Selanjutnya apabila suatu negara mempertahankan cultural propaganda, maka levelnya akan bergerak ke tingkat yang kedua yakni democratic change.

3.1.2 Democratic Change

Level democratic change artinya adalah ketika kepercayaan yang

dihasilkan oleh level sebelumnya yakni cultural propaganda mulai mengubah

norma-norma host country beserta nilai-nilainya. Adanya perubahan tersebut

menghasilkan daya tarik yang mengarah pada perubahan demokratis atau

democratic change (Reynolds C. J., 2012). Pada level ini fokusnya kepada

arahan perubahan kebijakan negara yang dipengaruhi oleh pola konsumsi

masyarakat setempat terhadap makanan dari luar. Didalam suatu makanan atau

masakan terdapat sebuah simbolisme, norma hingga pesan dimana ketika

makanan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat asing, hal tersebut akan

38 tertanam dibenak mereka. Dan makanan tersebut mulai digunakan oleh penduduk lokal secara terus menerus, karena adanya kebiasaaan mengkonsumsi makanan tersebut maka langkah selanjutnya diteruskan kepada pemerintah untuk mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijakan terhadap makanan. Hal ini terjadi tanpa adanya paksaan dan murni akibat kepercayaan yang sudah tertanam lewat cultural propaganda. Sederhananya level ini terjadi ketika sebuah negara sudah sangar terpengaruh untuk mengkonsumsi makanan suatu negara.

Adapun penerapan yang dilakukan oleh Indonesia dalam level ini bisa dilihat pada popularitasnya merek mie instan asal Indonesia yakni „‟ di negara Afrika Selatan dan sekitarnya. Pada tahun 2017 lalu, indomie berada di peringkat teratas dalam kategori Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) yang menobatkan indomie menjadi produk yang paling banyak dipilih di Afrika

(Setiawan, 2017). Di Afrika Selatan, indomie merupakan salah satu makanan pokok yang sering disajikan dan dikonsumsi secara terus menurus oleh masyarakat lokal dari mulai anak-anak hingga orang dewasa. Di Afrika Selatan indomie merupakan produk makanan populer yang dikonsumsi warga negara

Nigeria dengan status sosial ekonomi yang beragam. Masyarakat Nigeria menyukai indomie karena harganya yang terjangkau, keunikan aroma, daya beli dan ketersediaan menu yang beragam yang menarik perhatian masyarakat untuk membelinya dan mencobanya. Yang menjadi perhatian adalah pada tahun 2018 lalu pemerintah Nigeria bekerjasama dengan United Nations

Children’s Fund (UNICEF), memberikan iming-iming berupa paket indomie untuk meningkatkan jumlah partisipasi imunisasi polio pada anak belita di

39

Nigeria. Iming-iming tersebut berhasil dengan dibuktikannya bahwa anak-anak yang datang untuk vaksin melebihi target yaitu berjumlah 58.813 anak

(Syafina, 2018).

Apa yang sudah dijelaskan mengenai democratic change beserta penerapan pada level tersebut, bisa dikatakan bahwa Indonesia belum masuk kedalam level ini. Hal ini dibuktikan bahwasanya walaupun indomie sudah sangat populer dan dikonsumsi secara terus menerus di Afrika bahkan sampai digunakan oleh pemerintah Nigeria yang bekerjasama dengan UNICEF untuk mendongkrak jumlah anak balita agar mau divaksin, tak lantas indomie kemudian dijadikan acuan bagi pemerintah Nigeria dalam membuat kebijakan terhadap makanan. Ataupun tidak ada ditemukan bahwasanya pemerintah

Nigeria menjadikan atau menetapkan bahwa indomie merupakan makanan yang harus disediakan atau dibagikan dalam setiap kegiatan vaksin di Nigeria.

Indonesia harus lebih serius dalam mempertahankan dulu level sebelum ini dan membuat culinary diplomacy Indonesian semakin bekembang dan maju sehingga kemungkinan untuk mencapai level ini bisa digapai. Barulah apabila level ini bisa di capai dan dikendalikan, bentu dari soft power selanjutnya berada pada level tertinggi dan terakhir yakni systemic change.

3.1.3 Systemic Change

Pada level systemic change ini mudahnya kita memahami ketika terdapat sebuah fenomena pada sebuah individu atau sekelompok masyarakat yang lifestyle mereka sudah berubah mengikuti suatu negara. Perubahan sistemik

40 tersebut berhasil ketika nilai atau norma orang lain telah tertanam begitu dalam di diri aktor, yang berarti bahwa kepentingan aktor tersebut menjadi sama dengan yang lainnya. Adanya attraction atau daya tarik bukan hanya daya tarik di bidang budaya makanan atau simbolisme, tetapi kesamaan para aktor (Nye,

2004, hal. 56, 61). Dalam istilah soft food-power berarti bahwa, eating styles, kebiasaan diet (apa yang dilihat sebagai makanan baik) dan simbolisme makanan telah berubah menjadi terserap ke semua tingkatan (dari tingkat individu hingga tingkat pemerintah) dari masyarakat host country.

Di level systemic change ini sudah tidak lagi berbicara mengenai pemerintah. Contoh yang bisa diambil dalam level ini adalah boomingnya rumah makan fast food yang berasal dari US di Indonesia seperti McDonalds,

KFC dan lain sebaginya. Sebenarnya banyak sekali jenis makanan yang menyerupai rumah makan fast food yang asli milik Indonesia seperti Olive chicken misalkan, namun dalam benak kita apabila kita ingin memakan fried chicken maka yang terjadi adalah kita datang ke rumah makan KFC atau sejenisnya. Yang terjadi adalah adanya perubahan pada habit atau pola konsumsi sebuah individu atau kelompok masyarakat tertentu yang sudah terganti dimana rumah makan fast food tersebut sudah menjadi iconic yang menggambarkan suatu makanan tertentu.

Sayangnya lagi-lagi yang menjadi contoh merupakan dari negara super power seperti US. Indonesia hanya sebagai negara yang menjadi tempat dimana sebuah negara membuka perusahaannya dan mengembangkan bisnisnya. Sebelum mencapai pada level ini, sebaiknya Indonesia harus mempersiapkan dan meningkatkan upaya culinary diplomacynya agar dapat

41 menempuh level democratic change terlebih dahulu dan akhirnya bisa mencapai pada level yang ketiga ini.

Tabel 3.3 Grafik penjelasan singkat level cultural propaganda, democratic

change, dan systemic change.

Level Indikator Kata Kunci

Cultural - Tahap pertama Soft power yang

propaganda terdapatnya bahan dimiliki oleh Indonesia

makanan, buku melalui culinary

masakan, dan rumah diplomacy sudah

makan pada suatu mencapai level ini.

negara.

- Tahap kedua adalah

ketika sudah diketahaui

masyarakat lokal

mengkonsumsi

makanan dari suatu

negara.

Systemic change - Adanya pengaruh Soft power yang

perubahan kebijakan dihasilkan melalui

terhadap suatu culinary diplomacy

makanan di suatu Negara Indonesia belum

negara yang sampai pada level ini.

diakibatkan masyarakat Indonesia harus

42

lokal sudah mempertahankan level

mempercayai nilai dari sebelumnya dulu lalu

makanan tersebut mempertahankannya

dianggap baik. agar bisa berusaha

- Tidak adanya paksaan mencapai level ini.

dalam proses

mempengaruhi

kebijakan.

Democratic - Telah tertanamnya Soft power yang change norma dan nilai yang dihasilkan melalui

mendalam di unsur culinary diplomacy

pemerintahan dan Negara Indonesia belum

masyarakat kemudian sampai pada level ini.

memperngaruhi Indonesia harus

keputusan politik suatu mempertahankan level

negara. sebelumnya dulu lalu

- Terdapat perubahan mempertahankannya

eating lifestyle pada agar bisa berusaha

masyarakat lokal mencapai level ini.

sehingga.

- Terdapat perubahan

habit pada masyarakat

43 lokal dikarenakan suatu makanan dari negara lain.

44