BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Produk budaya di dunia, baik di mancanegara maupun di Indonesia, merupakan artefak yang perlu dipelihara, dilestarikan, dan yang paling penting dijaga keasliannya. Seperti Bung Karno pernah berkata dalam salah satu pidatonya, ‚bilamana di suatu negara nilai budayanya sudah tidak dipelihara, negara itu tinggal menunggu kehancurannya‛
(Ramadhan KH, 1980:186).
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1990:203) memiliki tujuh unsur, di antaranya adalah kesenian. Kesenian dalam Kamus Bahasa
Indonesia diartikan sebagai suatu karya yang diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa seperti sajak, lukisan, patung, ukiran-ukiran dan sebagainya (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2005). Menurut penulis kesenian adalah karya manusia yang mengandung nilai seni, sebab seni menurut Ki Hajar Dewantara (2004:2) merupakan perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia.
1
Keberadaan kesenian di Jawa Barat begitu banyak dan beraneka ragam jenis maupun bentuknya. Dari jenis dan bentuk kesenian tersebut, yang masih tetap eksis di masyarakat hanya sebagian kecil saja.
Selebihnya sudah tidak dipertontonkan lagi bahkan hampir ditinggalkan masyarakat. Para generasi muda tampak kurang berminat meneruskan, dan hal ini mungkin karena ketidaktahuan tentang fungsi kesenian itu sendiri. Kesenian yang dimaksud adalah angklung, rudat, calung tarawangsa, calung renteng, tarawangsa, dll. Pernyataan ini dibuat setelah penulis membaca artikel, skripsi, dan dengan melihat langsung kenyataan di lapangan pada saat kesenian tersebut dimainkan atau dipentaskan di daerahnya masing-masing.
Dari berbagai jenis kesenian yang ada, angklung merupakan salah satu kesenian yang menjadi ciri khas Jawa Barat. Dahulu angklung merupakan alat musik yang berkembang di masyarakat, dikarenakan pertunjukannya bersifat religius, magis, atau sebagai upacara persembahan. Tidak diketahui angklung pertama kali dibuat oleh siapa dan digunakan untuk apa.
Atik Soepandi berpendapat bahwa angklung adalah waditra yang terbuat dari bambu, dengan tabung bambu sebagai resonator, yang dibunyikan dengan cara digoyang. Alat musik ini digunakan untuk
2 persembahan pada upacara penghormatan kepada Dewi Padi atau pada upacara pawai anak yang akan dikhitan (Kamus Istilah Karawitan Sunda,
1995).
Di Jawa Barat sendiri ada banyak jenis kesenian angklung di antaranya Angklung Dogdog Lojor (Sukabumi), Angklung Badeng (Garut),
Angklung Buncis (Bandung), Angklung Udjo (Bandung), Angklung Baduy
(Banten), Angklung Gubrag (Bogor), Angklung Badud (Kota Tasikmalaya) dan Angklung Sered di Kabupaten Tasikmalaya (Ahmad Wakih, 2013).
Penulis memilih bentuk kesenian Angklung Sered di Kampung
Balandongan Desa Sukaluyu Kabupaten Tasikmalaya sebagai tugas akhir karena tertarik dengan bentuk pertunjukan dan aspek karawitannya.
Keberadaan angklung di Balandongan sudah ada sejak tahun 1908.
Dalam pertunjukannya, angklung di Kampung Balandongan Desa
Sukaluyu Kabupaten Tasikmalaya berbeda dengan angklung pada umumnya di Jawa Barat. Semula angklung digunakan sebagai kode
(tangara) ketika penjajah atau musuh mendatangi kampung. Angklung juga dapat dijadikan sebagai alat untuk membunuh para penjajah, yaitu dengan cara berpura-pura sedang berlatih memainkan angklung kemudian ketika penjajah/musuh itu lengah ujung angklung yang runcing itu ditusukkan ke badan mereka. Angklung di Balandongan tidak
3 digunakan untuk pertunjukan upacara ritual, tetapi murni sebagai lambang perjuangan.
Fungsi angklung di Kampung Balandongan mengalami beberapa perubahan sesuai dengan perkembangan zamannya. Seperti pada tahun
1908-1917, selain berfungsi sebagai kode atau tangara apabila ada penjajah masuk ke wilayahnya, angklung juga digunakan sebagai tanda bahwa masyarakat harus berkumpul di suatu tempat yang telah ditentukan oleh kokolot masyarakat. Tanda berkumpul ini yaitu dengan cara membunyikan angklung secara estafet, saling sahut menyahut dari satu lokasi ke lokasi yang lain (Ahmad Wakih, 2013:57).
Penanda bunyi yang memberikan ciri atas fungsi-fungsi di atas dibedakan berdasar pada kerasnya suara dan tempo angklung yang dibunyikan. Apabila angklung dibunyikan secara keras dan dengan tempo cepat artinya ada penjajah datang dan masyarakat harus cepat- cepat bersembunyi. Apabila bunyi angklung terdengar pelan dengan tempo lambat, itu tanda kalau masyarakat harus berkumpul. Adapun yang membunyikan angklung tersebut adalah kokolot kampung (Ahmad
Wakih, 2013:58).
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1917 angklung di Kampung
Balandongan berubah fungsi menjadi kalangenan. Saling sahut-menyahut
4 menjadi pola dasar untuk mengatur permainan angklung. Permainan angklung ini dibedakan menjadi 3 suara yaitu Angklung Anak dengan suara tinggi, Angklung Panengah dengan suara sedang, dan Angklung Bas dengan suara besar. Permainan ini tidak dimainkan oleh perorangan tetapi berkelompok, biasanya dimainkan oleh dua kelompok. Masing- masing kelompok terdiri atas 11 orang pemain angklung, 4 orang pemain dogdog, 1 orang pemain kendang, dan 1 orang pemain kempul. Di setiap kelompok dipilih satu orang untuk menjadi pemimpin atau hulu-hulu.
Permainan yang mereka lakukan adalah mengadu fisik dengan cara silih sered antar ketua sambil membawa angklung, sementara yang lainnya terus memainkan angklung sambil bersorak untuk memberi semangat kepada ketua yang sedang beradu fisik. Fisik yang mereka adukan diantaranya adalah bahu, lengan, dan betis (Ahmad Wakih, 2013:58)
Pada tahun 1917-1941 ketika para penjajah sedang merajalela di
Tatar Sunda, seorang pemimpin yang disebut dengan Kanjeng Dalem mengadakan sayembara di sekitar kampung itu dengan tujuan membentuk kelompok untuk melawan penjajah. Ketika berita itu sampai kepada masyarakat, banyak kelompok masyarakat yang mengikuti sayembara. Kemudian diadukanlah para kelompok itu dengan menggunakan angklung sebagai alat pertarungan. Namun diantara
5 mereka banyak yang menggunakan ilmu kebatinan atau yang disebut dengan magic. Akibat dari magic tersebut banyak petarung yang menjadi korban, ada yang patah tangan atau kaki bahkan sampai ada yang meninggal dunia.
Dampak dari semua itu secara tidak langsung mengakibatkan perubahan fungsi angklung yang tadinya sebagai tanda datangnya bahaya menjadi simbol perang tanding antar kelompok atau kampung untuk mengadu kekuatan (Ahmad Wakih, 2013:59).
Zaman prakemerdekaan tahun 1941-1945 permainan angklung merupakan bagian dari salah satu siasat di Kampung Balandongan. Selain dipergunakan sebagai kalangenan, angklung juga menjadi alat perlawanan terhadap penjajah Belanda. Berpura-pura berlatih angklung ketika penjajah memasuki wilayahnya merupakan taktik yang sangat mujarab.
Para pejuang Balandongan menunggu lengahnya penjajah dengan harapan dapat membunuhnya. Dari mulai saat itu angklung dijadikan sebagai alat perjuangan di Kampung Balandongan Desa Sukaluyu
Kabupaten Tasikmalaya.(Ahmad Wakih, 2013:63)
Pada tahun 1950, Mahya (Alm.) mulai mengubah nama yang semula dinamakan Angklung Adu kini menjadi Angklung Sered dengan alasan: a).munculnya rasa takut akan adanya perpecahan dan permusuhan
6 antarkelompok yang berlangsung dari generasi ke generasi, b).dikarenakan permainan angklung ini adalah silih sered, c).mampu menarik minat supaya generasi muda mau mempelajari dan mengembangkannya, d).untuk menghilangkan unsur magis atau ilmu kebatinan dalam pertarungan.
Salah satu keunikan dari angklung ini yaitu suaranya yang tidak mempuyai tingkatan nada seperti halnya angklung pada umumnya.
Angklung Buncis, Angklung Badud, Angklung Udjo dan lain-lain, mempunyai tingkatan nada yang disebut laras, baik itu salendro, pelog, madenda, ataupun diatonis. Hal ini dikemukakan oleh Asep (37 tahun), salah seorang informan dalam tesis Ahmad Wakih, bahwa permainan
Angklung Sered tidak bisa untuk mengiringi lagu atau memelodikan lagu.
Permainan didominasi oleh pola ritmisnya. Hal mendasar yang menjadi alasan adalah karena pada awalnya angklung hanya difungsikan sebagai alat komunikasi antar kampung, seperti halnya bunyi kohkol bila dipakai kentongan petugas ronda di malam hari (Ahmad Wakih, 2013:76).
Pertunjukan Angklung Sered di Balandongan dari tahun 1917-1945 hanya menggunakan waditra dogdog dan angklung saja. Fungsi dogdog dalam permainan itu adalah sebagai pengiring, sedangkan angklung berfungsi untuk memainkan ritmis. Memasuki tahun 1950 Angklung Sered
7 di Balandongan mengalami beberapa perubahan fungsi, dan waditra dalam pertunjukannya pun mengalami penambahan yaitu kendang, kempul, dan tarompet.
B. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka permasalahan yang diangkat dibatasi hanya pada masalah aspek karawitan Angklung
Sered Balandongan. Berdasarkan latar belakang dan pembahasan angklung tersebut, maka permasalahan yang ada dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk dan struktur pertunjukan Angklung Sered
Balandongan?
2. Apa saja unsur karawitan yang ada pada Angklung Sered
Balandongan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Menjelaskan bentuk pertunjukan Angklung Sered Balandongan.
b. Menjelaskan unsure-unsur Karawitan yang terdapat pada Angklung
Sered Balandongan.
8
Selain tujuan di atas, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan beberapa manfaat. Adapun manfaat tersebut antara lain:
a. Menjadi bahan informasi bagi masyarakat umum, khususnya
seniman dan para akademisi yang mungkin saja ingin mengkajinya
lebih lanjut.
b. Sebagai dokumentasi yang dapat menambah wawasan generasi muda
sehingga mereka dapat menghargai aktivitas pendahulunya.
c. Menjadi rujukan kepada instansi tertentu untuk dapat
mempertahankan kesenian-kesenian daerah yang keberadaanya
dikhawatirkan hampir punah seperti Angklung Sered.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk melengkapi penelitian ini. Wujudnya dapat berupa tulisan ilmiah, d makalah, dan juga buku-buku. Tinjauan Pustaka yang digunakan yaitu sebagai berikut :
1. Angklung di Jawa Barat , 2003, oleh Juju Masunah, dkk. Buku ini
menjelaskan tentang beberapa jenis angklung yang ada di Jawa Barat,
baik yang masih sakral maupun yang sudah bersifat hiburan. Di
9
dalam buku ini juga diulas tentang fungsi, bentuk, cara membuat
angklung, dan perkembangannya saat ini. Buku ini penulis gunakan
untuk bahan perbandingan dan masukan sebagai langkah awal dalam
penelitian.
2. ‚Angklung Sered Balandongan, suatu Kajian Tentang Pergeseran
Fungsi dari Kalangenan ke Pendidikan Di Desa Sukaluyu Kecamatan
Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya‛, 2013, Agus Ahmad Wakih.
Tesis ini banyak berbicara tentang sejarah, fungsi, struktur permainan,
dan perkembangan Angklung Sered di tingkat pendidikan. Penelitian
ini membantu penulis untuk mengetahui sejarah, fungsi, serta
struktur permainan Angklung Sered.
3. ‚Angklung Sered Desa Sukasukur Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya‛, 2000, oleh Agus Ahmad Wakih. Skripsi ini berisi
tentang sejarah, pelaku, serta nilai-nilai seni Angklung Sered dari
mulai terbentuk sampai pada perkembangannya. Dalam skripsi ini
digambarkan juga mengenai kronologis pertunjukan, jenis instrumen
dan pola pertunjukan. Hasil penelitian tersebut menjadi referensi
penulis untuk mengetahui asal-usul kemunculan Angklung Sered
serta tokoh-tokoh yang menciptakannya.
10
4. ‚Perkembangan Kesenian Angklung Sered di Kecamatan Singaparna
Kabupaten Tasikmalaya dalam Konteks Pertunjukan (Periode 1980-
2010)‛, 2010, oleh Andy Kusmayadi. Skripsi ini berisi tentang
perkembangan Angklung Sered, penambahan waditra Angklung Sered,
dan struktur pertunjukan Angklung Sered. Hasil penelitian ini
menambah pengetahuan penulis tentang penambahan waditra
Angklung Sered dan struktur pertunjukannya.
E. Metode dan Teknik Penelitian
Suatu penelitian haruslah menggunakan metode yang tepat sesuai dengan topik yang diteliti. Hal tersebut agar penelitian memiliki syarat ilmiah dan berjalan lancar. Dalam tulisan mengenai aspek karawitan pada
Seni Angklung Sered di Kampung Balandongan Desa Sukaluyu
Kecamatan Mangunreja, metode yang digunakan yaitu metode deskriptif.
Adapun teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari tulisan baik dalam bentuk
buku, jurnal, laporan penelitian, skripsi, maupun tesis yang
11
mengandung data tentang Seni Angklung Sered Balandongan atau
referensi dan teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang akan
diteliti. Buku-buku itu penulis peroleh di antaranya dari Perpustakaan
STSI Bandung, Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung, dan koleksi buku Agus Ahmad Wakih.
2. Observasi
Observasi ini dilakukan dengan cara terjun langsung ke lapangan
untuk melakukan penelitian. Ada beberapa hal yang menjadi bahan
obervasi penulis di antaranya letak geografis kabupaten Tasikmalaya,
pembuatan angklung di Balandongan, bentuk pertunjukan dan aspek
karawitan Angklung Sered, serta pengembangan Angklung Sered di
SD Balandongan.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan guna memperoleh data lisan. Wawancara
dilakukan terhadap beberapa informan yang sudah ditentukan
dengan pertimbangan bahwa mereka mengetahui tentang kesenian
Angklung Sered. Para informan itu di antaranya, Tatang Mutaqin (58)
sebagai ketua Sanggar Seni Angklung Sered Balandongan, Dudung
(42) sebagai pelaku Angklung Sered, Abah Darja (99) sebagai pelaku
12
sejarah Angklung Sered, dan Agus A.W (50) sebagai pengembang
Angklung Sered di SMA Negeri 1 Singaparna.
4. Pemotretan
Pemotretan atau pengambilan gambar dilakukan guna
mendokumentasikan gambar-gambar seni Angklung Sered
Balandongan dan hal-hal yang berkaitan dengan seni tersebut. Untuk
pengambilan gambar tersebut penulis menggunakan kamera
Handphone Evercoss A7t dan Blackberry 8530.
5. Perekaman Audiovisual
Perekaman audiovisual atau video dilakukan pada pertunjukan seni
Angklung Sered Balandongan. Selain untuk mendokumentasikan seni
tersebut, hasil perekaman video juga dijadikan sebagai salah satu alat
bantu dalam proses menganalisis bentuk pertunjukan dan pola tabuh.
Untuk pengambilan video, penulis menggunakan kamera Kodak
10xzoom.
F. Sistematika Penulisan
Berdasarkan pokok-pokok pemikiran yang penulis ajukan di atas, maka penulis mencoba menyusun suatu kerangka dasar dalam
13 pembahasan. Adapun sistematika penulisan untuk pembuatan laporan tugas akhir (skripsi) adalah sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan merupakan gambaran singkat dan jelas tentang penelitian yang dilakukan, juga memuat latar belakang mengapa penelitian ini perlu dilaksanakan. Selain itu pendahuluan berisi uraian tentang kedudukan masalah yang telah diteliti. Adapun sub bab yang dibahas pada bab I yaitu latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan umum meliputi letak geografis, keadaan masyarakat, sistem kepercayaan masyarakat, tingkat pendidikan, kebudayaan dan jenis-jenis kesenian yang terdapat di Kabupaten Tasikmalaya.
BAB III: Aspek karawitan pada seni Angklung Sered Balandongan, yaitu meliputi bentuk dan struktur pertunjukan, serta aspek-aspek karawitan yang terdapat di dalamnya.
BAB IV: Berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Letak Geografis
Kabupaten Tasikmalaya yang berada di bagian timur Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebanyak 1.715.757 orang, terbagi menjadi 39 kecamatan di selatan, barat, utara, dan timur. Wilayah selatan meliputi 13 kecamatan, yaitu: Cipatujah, Karangnunggal, Cikalong, Pancatengah,
Cikatomas, Cibalong, Parungponteng, Bantarkalong, Bojong Asih,
Culamega, Bojong Gambir, Sodong Hilir dan Taraju. Wilayah barat meliputi 10 kecamatan, yaitu: Salawu, Puspahiang, Tanjungjaya, Sukaraja,
Cigalontang, Leuwisari, Sariwangi, Sukarame, Mangunreja, dan
Singaparna. Wilayah utara meliputi 10 kecamatan, yaitu: Padakembang,
Sukaratu, Cisayong, Sukahening, Rajapolah, Jamanis, Ciawi, Kadipaten,
Pagerageung, dan Sukaresik. Wilayah timur meliputi 6 kecamatan, yaitu:
Salopa, Jatiwaras, Cineam, Karangjaya, Manonjaya, dan Gunung Tanjung.
Sementara luas tanah secara keseluruhan Kabupaten Tasikmalaya adalah
271251 km2.
15
Melihat wilayah Kabupaten Tasikmalaya yang termasuk daerah agraris, wajar jika tanahnya banyak digunakan sebagai lahan pertanian.
Oleh karena itu maka mata pencaharian yang utama adalah petani dan buruh tani. Juju Masunah mengatakan bahwa secara geografis wilayah
Jawa Barat berwujud dataran di bagian utara dan pegunungan di bagian selatan. Di wilayah tersebut tumbuh berbagai jenis tanaman seperti kayu, bambu, dan tanaman perdu. Wilayah paling barat (Ujung Kulon) dan daerah bagian selatan Jawa Barat merupakan daerah yang bergunung- gunung dan cenderung curam sehingga sering terjadi erosi. Oleh sebab itu, di daerah ini diperlukan pepohonan yang berfungsi sebagai penahan erosi tanah seperti bambu. Pohon ini memiliki akar serabut yang dapat menahan erosi tanah (1999:3).
Pohon bambu tumbuh subur di setiap daerah di Tasikmalaya. Selain dijadikan sebagai alat musik seperti angklung, calung, karinding, rengkong, dan arumba, bambu juga menjadi bahan dasar kerajinan alat-alat rumah tangga seperti hihid, boboko, aseupan, siwur, dll, dan souvenir seperti tatakan, baki (nampan), kap lampu, dll. Hal inilah yang menyebabkan
Kabupaten Tasikmalaya terkenal dengan kerajinan bambu Rajapolah.
16
Gambar 1. Peta Pariwista dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
(Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
B. Sosial Masyarakat
Agama yang dianut mayoritas masyarakat di Kabupaten
Tasikmalaya adalah Islam. Di sana juga banyak didirikan Pondok
17
Pesantren (Ponpes) besar, di antaranya Cipasung- Singaparna, Cintawana-
Mangunreja, Nurul Huda-Manonjaya, Suryalaya-Ciawi, KHZ. Musthofa
Sukamanah, Sukahideng-Sukarame, dan ponpes-ponpes lainnya yang berada di kecamatan-kecamatan di bawah naungan pemerintahan
Kabupaten Tasikmalaya. Oleh karena itu, tidak heran jika Kabupaten
Tasikmalaya mempunyai sebutan sebagai kota santri, dengan visi
‚Tasikmalaya yang religius/Islami sebagai kabupaten yang maju dan sejahtera serta kompetitif dalam bidang agrobisnis di Jawa Barat tahun
2010‛.
Agama Islam dianut oleh 1.129.917 orang dari jumlah penduduk
1.715.757 orang. Sisanya sebanyak 585.840 orang menganut agama lain yaitu Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Budha, serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk lebih jelasnya berikut adalah tabel daftar pemeluk agama di Kabupaten Tasikmalaya, ditulis urut berdasarkan jumlah penganutnya sebagai berikut.
18
No. Nama Agama Jumlah
1 Islam 1.129.917 orang 2 Kristen Katolik 80 orang 3 Kristen Protestan 56 orang 4 Kepercayaan Kepada Tuhan YME 27 orang 5 Budha 7 orang Data pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Desember 2013
Tabel 1 Daftar Pemeluk Agama
Masyarakat hidup dengan sangat rukun meskipun menganut kepercayaan yang beragam. Mereka hidup bergotong-royong, penuh tenggang rasa, dan masing-masing tidak saling mengganggu. Mereka yang non Islam tidak mempersalahkan meskipun yang menjadi visi adalah religius Islami. Begitu pula umat yg beragama Islam tidak menjadi besar kepala karena hal itu. Mereka tetap dapat saling menghargai satu sama lain.
Dalam perayaan hari-hari besar keagamaan, terkadang mereka mengadakan acara bersama seperti kegiatan sosial yaitu dalam bentuk pengobatan gratis, khitanan masal, pembagian sembako bagi rakyat miskin, dan lain-lain. Kehidupan sosial di masyarakat terbangun dengan sangat baik di antara mereka.
19
Seperti telah disinggung pada bagian awal bab ini bahwa wilayah
Kabupaten Tasikmalaya merupakan wilayah agraris, maka mata pencaharian masyarakat kabupaten saat ini yang terbesar adalah buruh tani yaitu sebanyak 203.045 orang. Disusul dengan petani, buruh swasta, pedagang, dan lain-lain. Berikut adalah tabel daftar mata pencaharian di
Kabupaten Tasikmalaya.
No Nama Mata Pencaharian Jumlah 1 Buruh Tani 203.045 orang 2 Petani 196.935 orang 3 Buruh Swasta 64.908 orang 4 Pedagang 59.722 orang 5 Pengrajin 16.717 orang 6 Pengusaha Angkutan 14.952 orang 7 Peternak 13.965 orang 8 PNS 12.145 orang 9 TNI Polri 536 orang 10 Nelayan 52 orang Data pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Desember 2013
Tabel 2 Mata Pencaharian
Dalam kesehariannya mereka saling membutuhkan, rukun, damai, tanpa ada konflik yang berarti. Pengusaha yang dipegang oleh warga
20 keturunan selalu memberikan toleransi kepada pegawainya untuk menjalankan ibadah, termasuk shalat Jum’at bagi umat Islam.
Dalam bidang pendidikan, latar belakang keilmuan yang ditempuh masyarakat sangat menentukan tumbuh kembangnya potensi daerah.
Semakin rendah pendidikan maka potensi pengembangan daerahnya semakin lambat. Sebaliknya, apabila pendidikan yang ditempuh semakin tinggi, maka pengembangan daerahnya pun akan semakin cepat. Hal ini dikarenakan pendidikan dapat mempengaruhi lingkungan dan memberikan dampak positif bagi kemajuan.
Wajar apabila pemerintah menerapkan wajib belajar 12 tahun pada penduduknya, demi pengembangan pembangunan bangsa dan negara sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 alinea ke-4 yang di antaranya berbunyi: ‚Mencerdaskan kehidupan bangsa‛. Untuk lebih jelasnya, tingkat pendidikan di Kabupaten Tasikmalaya dapat dilihat pada tabel berikut.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah 1 TK 38.323 orang 2 SD 302.196 orang 3 SMP 113.552 orang 4 SMA 65.122 orang 5 D-1 3.381 orang 6 D-2 506 orang 7 D-3 3.381 orang
21
8 S-1 8.567 orang 9 S-2 506 orang 10 S-3 56 orang Data pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Desember 2013
Tabel 3. Pendidikan Masyarakat
C. Adat Istiadat
Jujun S. Surya Sumantri dalam Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer
(2009:261), memberikan pendapatnya bahwa kebudayaan didefinisikan untuk pertama kali oleh E.B. Taylor pada tahun 1871 dalam Primitive
Culture, di mana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Hasil budi daya cipta yang sudah ratusan atau bahkan ribuan tahun itu juga tercipta di Kabupaten Tasikmalaya, antara lain masih ada fakta artefak yang menjadi peninggalan budaya setempat. Termasuk juga ajaran atau kesenian yang sampai saat ini masih dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan leluhur.
Beberapa peninggalan budaya di Kabupaten Tasikmalaya yaitu sebagai berikut:
22
1. Situs
Pengertian situs menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
daerah temuan benda-benda purbakala (http://kbbi.web.id/situs). Situs
yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu:
Cakrabuana di Kecamatan Pageurageung, Kabuyutan Nagara Tangah di Kecamatan Cineam, Makam Raden Dewi Sartika di Kecamatan Cineam, Gimbal dan Cilangkap di Kecamatan Manonjaya, Bumi Rongsok di Kecamatan Salopa, Kaputihan di Kecamatan Salopa, Kertanudin di Kecamatan Salawu. (Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya, 2008:39).
2. Kampung Adat
Menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia pengertian
kampung adalah desa, dusun atau kelompok rumah-rumah yang
merupakan bagian kota dan biasanya rumah-rumahnya kurang
bagus. Sedangkan adat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah
aturan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala yang
sudah menjadi kebiasaan. Berikut adalah Kampung Adat yang ada di
Kabupaten Tasikmalaya, yaitu:
Kampung Naga di Kecamatan Salawu, Ziarah Pamijahan di Kecamatan Bantarkalong, Ziarah Panyalahan di Kecamatan Bantarkalong, Ziarah Syech Zaenudin di Kecamatan Cikalong, Ziarah Garuda Ngupuk di Kecamatan Cikalong, Ziarah Joglo di Kecamatan Cipatujah, Ziarah Tumenggung di Kecamatan Puspahiyang, Ziarah Prabu Linggawastu di Kecamatan Tanjungjaya
23
(Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya, 2008:65).
3. Pariwisata
Wisata menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah
bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan,
bersenang-senang dan sebagainya). Kabupaten Tasikmalaya sendiri
begitu kaya dengan tempat-tempat wisata. Tempat-tempat wisata
tersebut yaitu:
Cipatujah di Kecamatan Cipatujah, Pamayangsari di kecamatan Cipatujah, Sindangkerta di Kecamatan Cipatujah, Bubujung di Kecamatan Cipatujah, Karangtawulan di Kecamatan Cikalong, Cimanuk di Kecamatan Cikalong,, Sindangjaya di Kecamatan Cikalong, Padabumi di Kecamatan Cikalong, Kalaparea di Kecamatan Cikalong, Gunung Galunggung di Kecamatan Sukaratu, Kawah Galunggung di Kecamatan Sukaratu, Cipanas Galunggung di Kecamatan Sukaratu, Kawah Karaha di Kecamatan Kadipaten, Cipanas Cipacing di Kecamatan Sukaresik, Cipanas Gunung di Kecamatan Parung Ponteng, Cipanas Cipatujah di Kecamatan Cipatujah, Cipanas Gajawong di Kecamatan Ciawi, Cipanas Pamoyaan di Kecamataan Ciawi, Air Tujuh Rasa di Kecamatan Kadipaten, Citiis di Kecamatan Padakembang, Cimanitin di Kecamatan Salopa, Panoongan di Kecamatan Salawu, Ciparay di Kecamatan Cigalontang, Rangga Wulung di Kecamatan Cibalong, Cupu Agung di Kecamatan Cikatomas, Hulu Kuya di Kecamatan Cikatomas, Malawang di Kecamatan Karangnunggal, Arca di Kecamatan Karangnunggal, Wayang di Kecamatan Karangnunggal, Nyai di Kecamatan Pancatengah, Ciodeng di Kecamatan Pancatengah, Parat di Kecamatan Cikalong, Lalay di Kecamatan Cikalong, Cimaranggi di Kecamatan Cikalong, Potong Kujang di Kecamatan Culamega, Sarongge di Kecamatan Bantarkalong, Saparwadi di Kecamatan Bantarkalong, Binuang di Kecamatan Culamega, Cikuda Hilang di Kecamatan Culamega, Daha di
24
Kecamatan Sodonghilir, Dasarongga di Kecamatan Taraju, Tikar Pandan di Kecamatan Manonjaya, Anyaman Bambu di Kecamatan Rajapolah, Anyaman Rotan di Kampung Naga Salawu, Bordir di Kecamatan Sukarame.
(Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya, 2008:87).
Untuk sub kesenian akan diuraikan pada bagian tersendiri secara terpisah.
D. Kesenian
Karya cipta manusia yang mengandung nilai seni disebut kesenian.
Keindahan di sini bersifat subjektif tergantung dari kacamata mana orang menilai kekaryaannya itu. Kesenian merupakan karya para leluhur yang ikut diwariskan, sehingga segala bentuk kesenian yang ditinggalkan adalah artefak. Ajaran-ajaran yang disisipkan dalam kesenian itu jika kita perhatikan, kaji, dan teliti, ternyata mengandung nilai filosofi yang tinggi.
Sementara makna di dalamnya masih harus kita telaah, kupas, dan bedah.
Pengembangan kesenian di Kabupaten Tasikmalaya saat ini sangat beragam, mulai dari unsur kesenian yang diwariskan sampai pada kesenian yang dikembangkan dalam bentuk pembaharuan atau kekinian.
Dari keberagaman itu, kesenian yang masih berkembang sampai saat ini terdiri dari tiga jenis, yaitu:
25
1. Upacara Ritual
Kegiatan ini dilakukan secara turun-temurun dari generasi ke
generasi. Meskipun kadar dalam pelaksanaannya ada yang sudah
hilang, namun substansinya masih tetap terjaga. Disebut ritual karena
dilaksanaan pada waktu-waktu tertentu, tidak dapat sembarang
waktu dilakukan. Bulan mulud salah satunya yang biasa digunakan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan (upacara) ritual, termasuk
memandikan pusaka-pusaka yang dianggap keramat. Sebagai contoh
panen padi merupakan salah satu aktivitas ritual dengan permainan
calung tarawangsa sebagai bentuk persembahan kepada Dewi Sri. Juga
persembahan kepala kerbau yang masih dianggap sesajen untuk Nyi
Roro Kidul. Berikut ini aktivitas ritual yang masih dilakukan di
Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Ngamandian Keris di Kampung Naga
Kecamatan Salawu, Syukur Laut di Kecamatan Cipatujah, Calung
Tarawangsa di Kecamatan Cibalong, Calung Renteng di Kecamatan
Karangnunggal.
2. Pertunjukan
Yaitu penampilan kesenian dari masyarakat yang berfungsi sebagai
hiburan, dan waktu pertunjukannya dapat kapan saja. Kesenian
tersebut biasanya sudah diwadahi dengan organisasi seni yang
26
disebut sanggar/padepokan, atau lingkung seni. Kita dapat
mengapresiasinya pada saat ada hajat kawinan/sunatan, saat
memeriahkan hari kemerdekaan, juga hiburan samenan (madrasah). Je
Kesenian-kesenian yang termasuk ke dalam jenis pertunjukan
(sebagai hiburan), yaitu:
Pencak Silat di Kecamatan Singaparna, Padakembang, Sukarame, dan hampir di tiap kecamatan; Rudat di Kecamatan Puspihiang, Mangunreja, Cigalontang, dan Sukaraja; Terebang Gebes di Kecamatan Cigalontang, Mangunreja, dan Salawu; Terebang Sejak di Kecamatan Mangunreja; Beluk di Kecamatan Mangunreja; Calung di Kecamatan Singaparna, Jamanis, Cineam; Reog di Kecamatan Singaparna, Padakembang, Cipatujah, dan ada di beberapa kecamatan; Degung di Kecamatan Singaparna, Sukarame, Leuwisari, dan ada setiap kecamatan-kecamatan.
3. Helaran (dalam konteks tulisan ini adalah angklung)
Atik Soepandi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan helaran itu
adalah jenis kesenian yang bersifat pawai (karnaval) sebagai sarana
upacara pernikahan atau khitanan (1989:84). Bentuk kesenian ini
sifatnya meriah karena di dalamnya ada iring-iringan dengan jumlah
pelaku yang banyak, sehingga sering dipergunakan untuk
menyambut tamu kehormatan
Di Kabupaten Tasikmalaya sampai saat ini hanya ada dua jenis
kesenian helaran yang masih berjalan yang menggunakan instrumen
27 angklung, yaitu Angklung Buncis di Kecamatan Manonjaya dan
Angklung Sered di Kecamatan Mangunreja.
28
BAB III
BENTUK PERTUNJUKAN DAN UNSUR KARAWITAN
PADA ANGKLUNG SERED BALANDONGAN
A. Bentuk dan Struktur Pertunjukan
Seni pertunjukan Indonesia secara umum dapat kita kenal dalam tiga bentuk pertunjukan, yakni tari, karawitan, dan teater (Jaeni, 2007:2).
Di Jawa Barat pada umumnya tiap-tiap kabupaten/kota, kecamatan sampai desa memiliki pertunjukan seni yang sangat beraneka ragam, karena pertunjukan tersebut dianggap sebagai sebuah kebutuhan, baik untuk ritual maupun hiburan. Pertunjukan tersebut jenisnya tradisional.
Tradisional adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, dan diwariskan secara turun-temurun baik tertulis maupun lisan. Dalam Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, tradisional diartikan sebagai sikap dan cara berfikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
2005:370).
29
Angklung Sered merupakan salah satu kesenian tradisonal di
Tasikmalaya yang diwariskan secara turun temurun sejak zaman penjajahan, Meskipun dalam perjalanannya mengalami pasang surut dan sempat vakum beberapa tahun, Angklung Sered Balandongan ini masih ada dan tetap dipertahankan.
Bentuk pertunjukan Angklung Sered Balandongan adalah helaran.
Helaran yaitu pawai atau arak-arakan yang dilakukan dengan cara seperti mengelilingi desa. Pengertian ini ada hubungannya dengan istilah ngahelaran, yaitu berjalan melewati rumah lawan jenis dengan maksud memperlihatkan diri. Ini biasanya ditujukan pada orang yang sedang jatuh cinta (Juju Masunah, 2003:99).
Menurut Kamus Umum Bahasa Sunda, helaran adalah iring- iringan, arak-arakan, ngarak panganten, budak sunat (1994:274). Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa helaran adalah pawai yang dilakukan masyarakat dengan diiringi salah satu jenis kesenian tradisi untuk mengarak pengantin atau anak yang dikhitan.
Dalam hal pertunjukan, Angklung Sered sangat berbeda dengan pertunjukan angklung yang lain, karena funngsinya bukan untuk persembahan melainkan untuk sarana olahraga dan sebagai lambang
30 perjuangan. Untuk itu, berikut ini akan diulas mengenai struktur pertunjukan dan pola permainan Angklung Sered Balandongan, yaitu:
1. Pertunjukan awal
Angklung Sered pada dasarnya dimulai dengan dua kelompok
yang saling menantang untuk perang tanding di sampalan1. Mereka
berjalan beriringan sambil membunyikan angklung tanda siap
bertanding, sampai menuju tempat yang telah ditentukan oleh kedua
kelompok. Permainan ini dipimpin oleh seorang hulu-hulu yang
memiliki peran sangat penting. Selain memimpin permainan, hulu-
hulu juga mengatur taktik ketika perang baik dari posisi badan, kaki,
lengan, dan barisan maupun menentukan siapa yang akan
bertanding.
2. Pertunjukan Inti
Pada saat akan mulai bertanding hulu-hulu membunyikan
angklung (keureuleuk) dengan cara digetar panjang. Ketika mendengar
itu, kedua kelompok langsung saling berhadapan, lalu mereka
memasang kuda-kuda tanda mereka sudah siap adu tanding.
1Tegal di tengah hutan (Kamus Umum Bahasa Sunda, 1994)
31
Pengikut masing-masing kelompok mengeluarkan sengak2 tanda
memberikan semangat kepada hulu-hulu yang sedang bertanding.
Adu betis, adu pundak, adu lengan adalah ciri permainan
Angklung Sered ketika perang tanding di sampalan. Bintih Hayam3,
Jogol4 Munding, Belut Putih5 , kuda-kuda yang terkenal sampai
sekarang adalah kuda-kuda geblig6 cihandeuleum merupakan jurus-
jurus yang dimainkan oleh mereka.. Maksudnya ketika kaki kanan
dihentakkan untuk memasang kuda-kuda, kaki tersebut tembus ke
tanah sampai betis.
Pada permainan Angklung Sered ini, salah satu anggota dari
kedua kelompok tersebut harus ada yang mati, dan kelompok yang
anggotanya mati dinyatakan kalah dalam pertandingan itu. Akan
tetapi, di antara kedua kelompok tidak boleh ada yang dendam sebab
komitmen pada permainan Angklung Sered adalah sportif. Tidak
menutup kemungkinan di lain waktu kelompok yang kalah boleh
2Suara mulut, dengan kata-kata yang pendek-pendek dengan penuh tekanan dan dinamis untuk mengisi dan mendukung suasana meriah atau ramai (Kamus Istilah Karawitan Sunda, 1995). 3Ngagerakeun suku katuhu keur ngarengkas atawa nengkrang musuh jiga hayam jago keur di adu (wawancara dengan Abah Darja, 25 Agustus 2014) 4Ngadu tanaga tak tak bari silih sered (wawancara dengan Abah Darja, 25 Agustus 2014) 5Jurus lamun ditewak ku lawan teh leueur, jadi hese di tewak jiga belut (wawancara dengan Abah Darja, 25 Agustus 2014) 6Berjalan kaki sambil meneken-nekan kaki sampai terdengar suara ‘blig blig (Kamus Umum Bahasa Sunda , 1994)
32
menantang untuk bertanding kembali. Maka sudah tidak aneh dalam
permainan Angklung Sered masing–masing kelompok harus
membawa asiwung7 dan boeh8.
3. Pertunjukan akhir
Pada akhir pertunjukan, kedua kelompok angklung berjalan
keluar arena pertunjukan dengan terus memainkan angklung sampai
hulu-hulu memberikan aba-aba untuk memberhentikan permainan
angklung tersebut.
Struktur pertunjukan Angklung Sered saat ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan pada awal kemunculannya. Dimulai dari helaran, cara membunyikan angklung, sampai pada teknik berperang (adu kekuatan) masih tetap sama. Hal yang membedakan yaitu permainannya saat ini tidak sampai memakan korban jiwa, karena difungsikan hanya sebagai hiburan saja. Patah tulang kaki, tangan, dan luka-luka dalam permainan ini sudah menjadi hal yang biasa.
Adapun sifat permainan Angklung Sered ini, yaitu :
1. Atraktif, artinya ketika permainan sedang berlangsung, para pemain
harus bersemangat agar permainan berlangsung menarik dan ramai.
7Kapas bersih untuk menutup badan mayat (Kamus Basa Sunda , 2006) 8Kain putih untuk membungkus mayat( Kamus Umum Bahasa Sunda , 1994)
33
2. Komunikatif artinya setiap pemain harus memperhatikan setiap kode
yang diberikan oleh hulu-hulu, agar permainan berjalan teratur.
3. Dinamis, artinya para pemain ketika bermain tidak diam saja, tapi
bergerak lincah mengikuti ritmis angklung.
(Wawancara dengan Tatang Muttakin, 25 Agustus 2014)
.
B. Unsur Karawitan
1. Instrumen
a. Angklung
Angklung Sered Balandongan memiliki filosofi sendiri. Ancaknya
yang berbentuk segitiga mempunyai arti Hablumminalloh, harus
percaya kepada Allah S.W.T; Hablumminannas, harus baik terhadap
sesama; dan Hablumminallam, harus sayang terhadap alam. Ancaknya
juga terdiri atas lima bambu yang melambangkan rukun Islam.
Jumlah pemain angklung pada Angklung Sered ada 11 orang
yaitu satu pemain keureuleuk, delapan pemain engklok, dan dua
pemain indung. Uraiannya adalah sebagai berikut :
a) Angklung Anak (Keureuleuk)
34
Angklung keureuleuk adalah angklung yang berukuran kecil.
Angklung ini berada di barisan paling depan dan dipegang oleh
hulu-hulu. Angklung keureuleuk berfungsi sebagai aba-aba9 untuk
memulai permainan dan mulai berperang. Aba-aba dilakukan
dengan cara menggetarkan angklung keureuleuk dengan bunyi
yang panjang.
Angklung keureuleuk mempunyai satu tabung besar dan satu
tabung kecil. Ukuran tinggi tabung besar yaitu 35 cm dan tabung
kecil 25 cm. Tinggi ancak samping 40 cm dan ancak bawah 35 cm.
Gambar . Angklung Keureuleuk (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
9Tanda perintah untuk memulai, memberhentikan, atau mengganti suatu tindakan (Angklung di Jawa Barat: sebuah perbandingan, 2003)
35
b) Angklung Engklok
Angklung engklok ini sama dengan angklung panempas,
fungsinya sebagai panembal10 angklung keureuleuk. Posisinya
berada di tengah barisan. Jumlah pemainnya ada enam orang.
Angklung engklok mempunyai satu tabung besar dan satu tabung
kecil. Ukuran tinggi tabung besar yaitu 55 cm dan tabung kecil 30
cm. Tinggi ancak samping 60 cm dan ancak bawah 40 cm.
Gambar 3. Angklung engklok (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
c) Angklung Indung
10Angklung yang hanya dimainkan untuk menyahut angklung lain dalam bentuk ritmis (Tesis Agus Ahmad Wakih, 2013:174)
36
Angklung indung ini sama dengan angklung bass karena
bentuk dan suaranya yang besar. Fungsinya sebagai pengisi ritmis
untuk goongan. Jumlah pemainnya ada empat orang dan berdiri
di barisan paling belakang. Angklung indung mempunyai satu
tabung besar dan satu tabung kecil. Ukuran tinggi tabung besar
yaitu 60 cm dan tabung kecil 45 cm. Tinggi ancak samping 65 cm
dan ancak bawah 45 cm.
Gambar 4. Angklung indung (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
b. Dogdog
37
Menurut Atiek Soepandi, dogdog adalah alat bunyi-bunyian tanpa nada yang diwujudkan oleh kualitas suara kulit (Kamus Istilah
Karawitan Sunda, 1995). Dogdog pada Angklung Sered berfungsi untuk mengiringi ritmis angklung. Jumlah waditra dogdog pada
Angklung Sered ini ada empat buah, dan tiap dogdog dimainkan oleh satu orang. a) Tilingtit
Sebagai pemberi aba-aba dan pembawa irama untuk mengganti
gerakan juga adu kekuatan.
Gambar 5. Dogdog Talingtit (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014) b) Panempas
Berfungsi sebagai pokok irama dan patokan tabuhan.
38
Gambar 6. Dogdog Panempas (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014) c) Dendeng
Berfungsi sebagai pembawa irama kendang untuk mengikuti
gerakan ritmis angklung.
Gambar 7. Dogdog Dendeng (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014) d) Bangbrang
39
Berfungsi sebagai gong (Wawancara dengan Agus Ahmad
Wakih, 7 September 2014).
Gambar 8. Dogdog Bangbrang (Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
Gambar 9. Waditra dogdog
(Dokumentasi: Gin Gin Ginanjar Riyadi, 2014)
40 c. Kendang
Kendang adalah waditra berkulit yang berukuran garis tengah antara 20 s.d 30 cm, panjang badan 60 s.d 70 cm. Berfungsi sebagai pengatur embat/irama lagu (Kamus Istilah Karawitan Sunda, 1995).
Ada tiga motif tabuhan kendang pada Angklung Sered ini, yaitu mirig, golempang, dan padungdung (Wawancara dengan Tatang Muttakin, 25
Agustus 2014) d. Tarompet
Tarompet adalah alat tiup yang terbuat dari kayu dengan empet sebagai sumber suara, memiliki tujuh buah lubang nada. Alat ini tergabung dalam kendang penca sebagai pengiring pencak silat
(Kamus Istilah Karawitan Sunda, 1995). Angklung Sered Balandongan tidak mempunyai patokan lagu atau reportoar lagu. Lagu-lagu yang dimainkan tarompet hanya mengikuti ritmis angklung. Biasanya lagu yang dibawakan adalah oray-orayan, tokecang, batarubuh, dan badrin
(Wawancara dengan Tatang Muttaqin, 25 Agustus 2014).
e. Kempul
41
Berfungsi sebagai pemberi aksentuasi11 terhadap permainan
angklung (Wawancara dengan Agus Ahmad Wakih, 7 September
2014).
2. Nada dan Ritmis
a. Ritmis Angklung
Angklung 1 . X . X . X . X . X . X . X . X . X
Angklung 2 . X . X . X . X .
Angklung 3 . . . X . . . X
Ritmis di atas dikutip dari tulisan Agus Ahmad Wakih (2000: 48).
Keterangan: Angklung 1 = keureuleuk
Angklung 2 = engklok
Angklung 3 = indung
b. Ritmis Dogdog
Dogdog 1 . t t t t . t t . . t t t . t t . t t
Dogdog 2 . a . a . a . a . a . a . a . a . a
Dogdog 3 . o . o . o . o
Dogdog 4 . B B . B . B B B B . B . B B
11Penekanan suara pada suku kata atau kata (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997)
42
Keterangan: D 1 = dogdog tilingtit dengan lambang (t)
D 2 = dogdog tempas dengan lambang (a)
D 3 = dogdog dengdeng dengan lambang (o)
D 4 = dogdog bangbrang dengan lambang (B)
Tabuhan dogdog di atas, penulis kutip dari tulisan Agus Ahmad
Wakih (2000 : 48-49).
c. Notasi Kendang
a) Pola Tabuhan Mirig
Pola tabuhan diatas di kutip dari tulisan Andi Kusmayadi (2010:57)
b) Pola Tabuhan Golempang
43
Pola tabuhan diatas di kutip dari tulisan Andi Kusmayadi (2010:57)
c) Pola Tabuhan Padungdung
Adapun lambang bunyi dan notasi kendang pada motif
tabuhan di atas, penulis merujuk pada notasi yang di buat oleh:
Maman Suaman dalam diktat yang berjudul ‚Metode Tradisi Lisan
pada Kendang Sunda‛, STSI Bandung tahun 1999, seperti tertera di
bawah ini:
d. Notasi Tarompet
44 a) Notasi Lagu Tokecang
(Laras: Salendro)
b) Notasi lagu oray-orayan
(Laras: Salendro)
c) Notasi lagu Batarubuh
(Laras: Salendro)
d) Notasi lagu Badrin:
(Laras: Madenda, Surupan: 4 =Tugu)
45
(Dinotasikan oleh Agus AW dan Gin Gin Ginanjar Riyadi)
3. Struktur Tabuhan
a. Pertunjukan Awal
Tilingtit
. t t t t . t t . . t t t . t t . t t
Keureuleuk
. X . X . X . X . X . X . X . X . X
Tilingtit
. t t t t . t t . . t t t . t t . t t
Keureuleuk
. X . X . X . X . X . X . X . X . X
46
Engklok
. X . X . X . X .
Indung
. . . X . . . X
Tempas
. a . a . a . a . a . a . a . a . a
Dengdeng
. o . o . o . o
Bangbrang
. B B . B . B B B B . B . B B
Kendang Mirig
47
Tarompet
Lagu Tokecang
(Laras: Salendro)
(lagu yang dimainkan terkadang 1 lagu atau lebih tergantung keinginan pemain tarompet itu sendiri).
ini dilakukan berulang sambil berjalan masuk ke lapangan dan dengan tempo sedang. b. Pertunjukan Inti
Tilingtit
. t t t t . t t . . t t t . t t . t t
Keureuleuk
. X . X . X . X . X . X . X . X . X
Enklok
. X . X . X . X .
Indung
. . . X . . . X
Tempas
48
. a . a . a . a . a . a . a . a . a
Dengdeng
. o . o . o . o
Bangbrang
. B B . B . B B B B . B . B B
Kendang Golempang
Ini aba-aba untuk siap-siap bertarung. Disini para pemain melakukan gerakan seperti pencak silat. Pola ini bertempo cepat.
Tilingtit
. t t t t . t t . . t t t . t t . t t
Keureuleuk
. X . X . X . X . X . X . X . X . X
Enklok
. X . X . X . X .
Indung
. . . X . . . X
49
Tempas
. a . a . a . a . a . a . a . a . a
Dengdeng
. o . o . o . o
Bangbrang
. B B . B . B B B B . B . B B
Kendang Padungdung
Pola ini digunakan ketika pertarungan atau silih sered berlangsung, tempo sangat cepat. Sementara Tarompet dimainkan dengan suara yang menggelik keras seperti mengiringi pencak silat (Wawancara Didi pemain tarompet angklung sered, 20 september 2014). Pertarungan ini berlangsung sampai ada salah satu kelompok yang kalah.
c. Pertunjukan Akhir
Tilingtit
. t t t t . t t . . t t t . t t . t t
50
Keureuleuk
. X . X . X . X . X . X . X . X . X
Enklok
. X . X . X . X .
Indung
. . . X . . . X
Tempas
. a . a . a . a . a . a . a . a . a
Dengdeng
. o . o . o . o
Bangbrang
. B B . B . B B B B . B . B B
(Catatan : yang memakai tanda panah berarti alat itu dimainkan sendiri, sementara yang tidak memakai panah itu berarti alat musik dimainkan bersama-sama).
51
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Angklung Sered Balandongan merupakan salah satu kesenian yang ada di Kabupaten Tasikmalaya, tepatnya di Kampung Balandongan Desa
Sukaluyu Kecamatan Mangunreja. Dalam pertunjukannya angklung sered
Balandongan mengalami beberapa perubahan, berawal dari sebuah tangara menjadi sebuah seni helaran. Meskipun dalam isi pertunjukannya masih tetap hampir sama, namun ada sedikit perbedaan dengan saat kemunculannya. Unsur magis dan kematian kini sudah tidak ada dalam pertunjukannya. Pada saat ini angklung sered Balandongan selain untuk helaran, sajian pertunjukanya sering diangkat ke panggung pertunjukan.
Perkembangan itu juga terlihat dari waditra yang digunakan. Pada awal kemunculanya angklung sered hanya diiring oleh dogdog dan angklung. Dewasa ini pertunjukan angklung sered mengalami penambahan waditra yaitu kendang, tarompet, dan kempul. Dengan penambahan waditra ini, angklung sered memiliki kemasan baru dalam pertunjukannya, sajian pun tampak lebih tersusun rapih dari awal sampai akhir.
52
B. Saran
Seni budaya merupakan salah satu aset yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Eksistensi kesenian di masyarakat dapat terjaga dengan baik jika pengembangan kesenian tersebut mendapat dukungan dari pihak terkait seperti tokoh masyarakat, seniman, dan dinas pemerintahan.
Oleh sebab itu penulis berharap adanya suatu kerja sama antara pihak- pihak terkait, untuk melestarikan kesenian tersebut.
Adapun saran yang diajukan penulis adalah sebagai berikut :
1. Penulis berharap kepada Instansi pemerintah, untuk memberikan
konstribusi baik sarana maupun prasarana bagi seniman atau
sanggar yang berpotensi dalam pngembangan kesenian tradisonal,
khususnya angklung sered.
2. Penulis berharap kepada seniman untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas kesenian, khususnya kesenian angklung
sered.
53
3. Untuk para tokoh masyarakat penulis berharap masyarakat ikut
membantu dalam hal pengembangan kesenian tradisional agar
kaum remaja berminat terhadap kesenian tradisonal, khususnya
angklung sered.
54
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Wakih, Agus. 2000 ‚Angklung Sered di Desa Sukasukur Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya”. Bandung: Skripsi Jurusan Karawitan, STSI Bandung.
2013 ‚Angklung Sered Balandongan, Suatu kajian tentang pergeseran fungsi dari kalangenan ke pendidikan di Desa Sukaluyu Kecamatan Mangunreja kabupaten Tasikmalaya‛. Bandung: Tesis Pasca Sarjana, STSI Bandung.
Anwar, Dessy 2005 Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amelia
Jaeni 2007 Komunikasi Seni Pertunjukan. Bandung: Etno Teater Publisher.
Koentjaraningrat 1990 Pengantar Ilmu Antropologi (cetakan ke-8). Jakarta: PT. Ringka Cipta.
Kusmayadi, Andy
2010 ‚Perkembangan Kesenian Angklung Sered di Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya dalam konteks Pertunjukan (periode 1980- 2010).‛ Bandung: Skripsi Jurusan Karawitan, STSI Bandung.
55
Masunah, Juju, dkk. 2003 Angklung di Jawa Barat, Sebuah Perbandingan (cetakan kedua). Pusat Penelitian dan Pengembangan Seni Tradisional, Universitas Pendidikan Indonesia.
Soepandi, Atik. 1995 Kamus Istilah Karawitan Sunda. Bandung: STSI Bandung.
Soepandi, Atik dan Enoch Atmadibrata 1982 Khasanah Kesenian Daerah Jawa Barat (cetakan ketiga). Bandung: Pelita Masa.
Suaman, Maman 1999 ‚Metode Tradisi Lisan Pada Kendang Sunda.‛ Bandung: STSI Bandung. Sugiyanto, dkk. 2004 Kesenian untuk SMP kelas VII, jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Panitia Kamus Lembaga Sunda & Satra Sunda 1994 Kamus Umum Bahasa Sunda (cetakan kedelapan) Bandung: Tarate.
56
GLOSARIUM
Aba-aba : Tanda perintah untuk memulai, memberhentikan, atau mengganti suatu tindakan
Aksentuasi : Penekanan suara pada suku kata atau kata
Angklung Panembal : Angklung yang hanya dimainkan untuk menyahut angklung lain dalam bentuk ritmis
Angklung reol : Angklung yang secara musical berfungsi sebagai pembawa ritme, pemberi aba-aba untuk memulai lagu, memberhentikan lagu, dan beralih pada syair lagu berikutnya, pada kesenian badeng.
Asiwung : Kapas bersih untuk menutup badan mayat
Belut Putih : Jurus lamun ditewak ku lawan teh leueur, jadi hese di tewak jiga belut
Bintih Hayam : Ngagerakeun suku katuhu keur ngarengkas atawa nengkrang musuh jiga hayam jago keur diadu
Boeh : Kain putih untuk membungkus mayat
Geblig : Berjalan kaki sambil meneken-nekan kaki sampai terdengar suara ‘blig blig
Golempang : Bentuk irama atau pukulan kendang untuk mengiringi tari pencak silat yang bertempo cepat
Jogol Munding : Mengadu tenaga pundak sambil saling seret
Kakonco : Tempat untuk menggantungkan goong, yang juga digunakan untuk menggantungkan vandal nama grup
Mirig : Mengiringi
57
Ngadiukkeun : Upacara mengangkut padi dari ladang ke lumbung
Ngarak panganten : Mengarak pengantin, membawa penganti mengelilingi kampung
Pantun : Seni tutur dengan iringan kacapi yang mengisahkan zaman kerajaan Pajajaran
Padungdung : Pukulan kendang dengan irama yang sangat cepat untuk mengiringi jurus-jurus pencak silat dalam bertarung atau berkelahi
Rengkong : Alat pemukul padi terbuat dari sebatang bambu dengan lubang dikedua ujungnya yang berfungsi sebagai resonator dan dimana tali-tali pemikul diikatkan
Sampalan : Tegal di tengah hutan
Sengak : Suara mulut, dengan kata-kata yang pendek-pendek dengan penuh tekanan dan dinamis untuk mengisi dan mendukung suasana meriah atau ramai
Terebang : Alat musik bermuka satu (terbuat dari kulit) berukuran besar dengan diameter kurang lebih 50 s.d. 60 cm
58
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Grup Angklung Sered Balandongan (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran 2. waditra Angklung Sered Balandonga (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
59
Lampiran 3. Tarompet (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran 4. Kendang (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
60
Lampiran 5. Kempul (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran 6. Kedua kelompok memasuki lapangan (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
61
Lampiran 7. Kedua hulu-hulu sedang bertarung (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran 8. Salah satu kelompok kalah (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
62
Lampiran 9. Abah Darja (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran 10. Tatang Muttaqin (Dokumentasi: Gin Gin G.R,2014)
63
Lampiran 11. Dudung (Dokumentasi: Gin Gin G.R, 2014)
Lampiran12. Agus Ahmad Wakih (Dokumentasi: Meti Agni Rizkiani,2014)
64
NARASUMBER
1. Nama : Darja Umur : 99 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kp. Balandongan Desa Sukaluyu Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya.
2. Nama : Dudung Umur : 41 Tahun Pekerjaan : Tenaga Honorer Alamat : Kp. Balandongan Desa Sukaluyu Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya.
3. Nama : Tatang Muttaqin Umur : 52 Tahun Pekerjaan : Wiraswasta Alamat : Kp. Balandongan Desa Sukaluyu Kecamatan Mangunreja Kabupaten Tasikmalaya.
4. Nama : Agus Ahmad Wakih Umur : 45 Tahun Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil Alamat : Jalan Ciawang-Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya
65
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Gin Gin Ginanjar Riyadi Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat, Tanggal lahir : Tasikmalaya, 15 April 1992 Agama : Islam Status Marital : Belum Menikah Alamat : Kp. Nagrog RT/RW 02/01 Ds. Jayaratu Kec Sariwangi Kab. Tasikmalaya B. Riwayat Pendidikan
1. TK Asy-syuhada : 1997-1998 2. SDN Negeri Jayaratu 1 : 1998-2004 3. Mts. Asy-syuhada : 2004-2007 4. MAN Cipasung : 2007-2010 5. STSI Bandung : 2010-2014
66
67