ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

“MALIEK BULAN” SEBUAH TRADISI LOKAL PENGIKUT TAREKAT SYATTARIYAH DI KOTO TUO AGAM

Adlan Sanur Tarihoran Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi e-mail: [email protected]

Diterima: 1 Juni 2015 Direvisi : 29 Juni 2015 Diterbitkan: 1 Juli 2015

Abstract

”Maliek Bulan” is the annual tradition which is held by the Tareqat Syattariyah people in West Sumatera. Ulakan Padang Pariaman and also Koto Tuo Agam are the locations that usually become places in order to held “Maliek Bulan”. This study was going to observe in depth about the process of “Maliek Bulan” that was held by Syattariyah people in Koto Tuo Agam. This study was explorative research which is focused on finding the phenomenon with the qualitative approach. In studying the social phenomenon is to explain and analyze human’s and group’s behavior. “Maliek Bulan” for Syatthariah people in West Sumatera generally and especially for the group of Syattariyah people who come to Koto Tuo is becoming a routine ocassion in every beginning of Ramadhan or the moment in deciding when to begin fasting in Ramadhan. Morover, it is become a tradition which is held by the most people in Ulakan Padang Parriaman and Koto Tuo Agam.

Keywords: “Maliek Bulan”, Local Tradition, Tarekat Syattariyah.

Abstrak

“Maliek Bulan” merupakan tradisi tahunan yang dilaksanakan oleh pengikut tareqat Syattariyah di Sumatera Barat. Lokasi yang biasanya menjadi tempat “maliek bulan” selain di Ulakan Padang Pariaman juga di Koto Tuo Agam. Penelitian ini ingin melihat lebih jauh tentang prosesi melihat bulan yang dilaksanakan oleh pengikut Syattariyah di Koto Tuo Agam tersebut. Penelitian ini merupakan suatu penelitian penjajagan (eksplorative research) yang memfokuskan studinya pada berupaya menemukan dengan pendekatan kualitatif. Dimana untuk mempelajari fenomena sosial dengan tujuan menjelaskan dan menganalisa perilaku manusia dan kelompok. Melihat Bulan bagi jam’ah Syattariyah umumnya di Sumatera Barat dan lebih khususnya bagi kalangan jama’ah Syattariyah yang datang ke Koto Tuo sudah menjadi agenda rutin setiap awal bulan ramadhan atau penentuan kapan dimulainya berpuasa. Bahkan lebih jauh dari itu sudah menjadi tradisi dilakukan dengan porsi jam’ah yang banyak di Ulakan Padang Pariaman dan Koto Tuo Agam.

Kata Kunci: Maliek Bulan, Tradisi Lokal, Tarekat Syattariyah.

Latar Belakang nilai-nilai moral serta kemampuan adaptasi ter- Peran tarekat dalam penyebaran agama hadap budaya lokal menjadi sangat ampuh dalam Islam di Minangkabau1 tidak dapat diragukan rangka Islamisasi tersebut. Peranan dan lagi. Pendekatan empatik yang menonjolkan tarekat dalam gerakan keagamaan bukan saja dalam masa awal perkembangan Islam. 1 Minangkabau terdiri dari dua wilayah utama yaitu kawasan Luhak Nan Tigo dan Rantau. Luhak Nan Tigo Bahkan pada akhir abad ke-18 surau-surau terletak di pedalaman, karena itu disebut juga darek (darat). Tarekat ­Syattariyah­ di Minangkabau tampil se- Darek merupakan kawasan pusat atau inti ­Minangkabau, se- bagai pelopor pembaharuan keagamaan.2 dangkan rantau adalah kawasan pinggiran yang mengelilingi ka- Penyebaran Islam melalui tarekat berawal wasan pusat. Luhak nan Tigo terbagi dalam tiga bagian yakni Luhak tanah datar, Luhak Agam dan Luhak Lima Puluh Kota. dari keyakinan mereka akan adanya berkah dan ­Ketiga Luhak ini terletak di dataran ­tinggi yang membentang karomah. Keyakinan akan adanya berkah meng­ antara kelompok Bukit Barisan bagian tengah yang membujur undang datangnya para peziarah yang sekaligus dari Utara ke ­Selatan pulau Sumatera,­ karena dilingkari oleh tiga berbai’ah dengan khalifahnya. Hal lain, yang buah gunung yaitu Merapi, Singgalang dan sago, sebagian besar membentuk jaringan ulama tarekat dan pengikut- ­Minangkabau berada pada ketinggian antara 300 sampai 900 meter di atas permukaan laut. Luasnya 42.000 km persegi nya adalah kesamaan mereka dalam silsilah. 11% dari keseluruhan pulau Sumatera. Lihat Buku Datuk Rajo 2 Adlan Sanur Tarihoran, Sjech M. Djamil Panghoeloe, Minangkabau: Sejarah Ringkas Dan Adatnya (Padang: ­Djambek Pengkritik Tarekat yang Moderat di Minangkabau, ­Sridarma, 1971), h. 44-49. Jurnal Al-Hurriyah, Vol 12 No. 2, Juli-Desember, 2011, h. 2.

Adlan Sanur Tarihoran 35 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Kekuatan silsilah direkat lagi oleh organi- kemudian Kerajaan Kolonial Belanda) masih sa- sasi Jamaah Syathariyah bagi pengikut Tarekat ngat sedikit diketahui. Baru setelah VOC masuk Syatariyah3 dan Persatuan Pembela Tarekat Islam dan konfrontasi dengan penduduk ­pribumi (PPTI) bagi pengikut tarekat Naqsyabandiyah. tak terhindarkan, tercatatlah sejumlah ulama Sistem penyebaran Islam melalui ulama dan Minangkabau semisal dari Pauh dan Kubung pengikut tarekat bersifat “multilevel” dan “multi­ XIII yang menyerang markas VOC di Padang. sektoral”. Pada level institusional kesurauan di- Kemudian, pada akhir abad ke-18 dan awal abad jumpai adanya jaringan ulama yang ­dihubungkan ke-19 pecahlah Perang Paderi, mulanya antara dan terbentuk melalui adanya visi dan misi yang kaum agama dengan kaum , lalu diintervensi­ sama atau karena adanya jaringan intelektual Inggris dan Belanda. Dobbin menganalisis perang ­(relasi murid-guru). Pada level ideologis ­(mungkin­ tersebut memiliki alasan-alasan ekonomi dan so- teologis) didapati pula jaringan ulama tarekat yang sial yang kental. Perdagangan kopi, emas dan bersifat organisatoris. lada yang luar biasa mendatangkan kemakmuran Tarekat telah muncul di Minangkabau se- ke tengah masyarakat Minangkabau terutama di jalan dengan masuknya Islam di Minangkabau. Darat Di antara tarekat yang ada dan berkembang Namun, perbuatan yang berunsur ke­ di Minangkabau adalah tarekat Syattariyah, maksiat­an dan kejahatan turut merajalela, ­seperti Naqsyabandiyah (Van Bruinessen menyebutnya sabung ayam, judi, candu dan perampokan. Kaum dengan Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah) surau yang resah akhirnya tampil.Tuanku Nan Tuo dan Samaniyah. Sumber lain menyatakan bahwa di Koto Tuo (1723-1830), ulama yang di­segani, Tarekat Qadiriyah juga pernah terdapat di ­daerah segera mengambil tindakan. Beliau melatih dan Pesisir, tetapi sekarang sudah tiada. Tarekat- mengutus murid-muridnya untuk ­menghajar para tarekat tersebut masuk ke Minangkabau tidaklah perampok dan para pelaku maksiat yang mem- serentak. Banyak sumber menyebutkan bahwa bangkang, serta memperkenalkan hukum Islam tarekat yang pertama masuk ke Minangkabau dalam masalah zakat, perdagangan (muamalah) adalah Tarekat Syattariyah, tetapi yang lebih cepat dan warisan. Sejauh yang diketahui dari sumber perkembangan ajaran dan pengikutnya adalah pribumi dan Eropa Tuanku Nan Tuo dilukiskan Tarekat Naqsyabandiyah.4 sebagai seorang zahid yang ­seringkali larut dalam Salah satu kritikan terhadap kaum sufi khu- zikir berjam-jam tanpa bergerak. Beliau bela- susnya kaum tarekat adalah sikap pasif dan apatis jar kepada murid Syekh Burhanuddin sendiri, mereka terhadap peristiwa-peristiwa politik dan yakni Tuanku Nan Tuo di Mansiang. Bukti beliau sosial. Menurut pengkritik, kaum sufi hanya sibuk ulama sufi juga dikuatkan dengan kecenderungan­ memutar tasbih dan berzikir, terlena dengan pen- ­tasawuf para murid dan keturunannya. Di antara- carian spiritual yang individualistis. Mereka pun nya Syekh Jalaluddin/Fakih Shaghir, muridnya, dituding suka melakukan kompromi dan asimilasi jadi pelopor aliran tasawuf dari pihak Cangkiang dengan penguasa dan status quo demi cari aman. (Naqsybandiyah), pesaing tarikat aliran Ulakan Kritikan seperti ini bisa dijustifikasi pada seba- (Syattariyah). Tuanku Kisai (Syekh Amrullah), gian kasus dan pada sebagian tempat, tapi bahwa kakek Buya , yang terkenal sebagai ulama seluruh kaum sufi atau kaum tarekat seperti itu Naqsybandiyah ternama di Agam merupakan tampaknya perlu dipikir ulang. 5 cucu Tuanku Nan Tuo.6 Perjuangan fisik kaum sufi di Minangkabau Perjuangan Tuanku Nan Tuo juga diperkuat sebelum kontak dengan Eropa (VOC, Inggris, ulama-ulama tarekat lain yang bergabung dengan 3 Tarekat Syathariyah merupakan bahagian dari kaum putih. Sejak paro kedua abad ke-19 tasawuf 41 aliran tarekat yang muncul di dunia Islam walaupun di Nusantara merupakan gerakan yang paling ma­sing-masingnya berbeda dalam pengaruh, terkenal dan dicurigai oleh Belanda.Kaum tarekat dianggap banyaknya pengikut dari jamaah masing-masingnya. Lihat satu-satunya kelompok yang melintasi ikatan buku Mohammad Saifullah al-Aziz, Risalah Memahami Ilmu Tashawwuf (Terbit Terang: Surabaya, 1998), h. 45. daerah dan kekerabatan. Para ulamanya kharis- 4 Lihat tulisan Rafikah, Perkembangan Tarekat matis dan para muridnya dipandang fanatik, rela di Minangkabau Awal Abad ke Dua Puluh, Jurnal Analisa melakukan apa pun yang terberat yang diperin- Vol.3 No.1 Januari-Juni, 2006. hal.3-4 tahkan guru mereka. Sejumlah ulama tarekat pun 5 Novelia Musda, Kaum Sufi dalam Sejarah Mi- nangkabau, Opini, Harian Singglang Sumatera Barat, diter- tak jarang berurusan dengan Belanda. Kecurigaan bitkan tanggal 30 Maret 2012. 6 Novelia Musda,…..h. 20

Adlan Sanur Tarihoran 36 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015 ini dikuatkan oleh beberapa pemberontakan di ­pertama Tarekat Syattariyyah di Minangkabau pulau Jawa yang melibatkan anggota-anggota adalah di Ulakan pantai Barat Sumatera. Pengaruh tarekat, seperti pemberontakan petani di Cilegon Ulakan bagi perkembangan Islam di Minangkabau Banten (1888) yang digerakkan oleh kiai-kiai cukup besar sehingga dalam tradisi sejarah dika- tarekat Naqsybandiyah-Qadiriyah seperti Kiai langan para ulama sering di anggap bahwa kota Abdul Karim al-Bantani serta pemberontakan kecil ini adalah sumber penyebaran Islam dan Kiai Mukmin di Sidoarjo (1903). Tarekat Syattariyyah ke berbagai daerah yang ada Di Minangkabau sendiri, kecemasan di Minangkabau. Syekh Burhanuddin juga seka- bahwa kaum tarekat bisa jadi ancaman Belanda ligus menanamkam ajaran Islam kepada masyara- sejak awal tergaung dalam pandangan penulis kat sekitar Ulakan.12 seperti Verkerk Pistorius (1867). Bahkan pada Pada abad ke-18, di Minangkabau ter- 1890, Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat dapat tiga kelompok Tarekat: Naqsyabandiyah, itu menugaskan Gubernur Sumatras Westkust Syattariyah dan Kadiriyah. Ciri ketiga kelompok (Sumatera Barat) untuk melakukan pengawasan itu sama, yaitu kepatuhan sepenuhnya yang ditun- dan pendataan terhadap surau-surau tarekat di tut dari seorang murid kepada gurunya. Di tempat Minangkabau. Boyle, seorang ambtenaar Belanda belajar, mereka mengenal ajaran Islam, disiplin dan mencatat, sekitar tahun 1890 empat puluh empat latihan yang diterapkan masing-masing guru. Guru kepala laras di Minangkabau diketahui ­berafiliasi dan guru tuo (guru pembantu) mengajar membaca­ dengan tarekat Naqsybandiyah dan dua belas Qur’an, dan kaedah agama serta praktek dengan Syattariyah. Tarekat lain7yang muncul di ­lainnya untuk mencari keridhaan Allah dengan Minangkabau memang terjadi perdebatan yang ­tertib. Pada sore hari para berkumpul sambil panjang. Tarekat Syattariyah yang muncul di melaksanakan zikir dengan menyebut asma Allah. Minangkabau telah banyak jadi kajian. Salah satu ajaran dan identitas keberaga­ Syatariyyah8 merupakan salah satu tarekat maan para penganut Tarekat Syattariyyah di yang telah berkembang di Nusantara sekaligus Sumatra Barat yang menarik adalah tentang pe- di Minangkabau.9 Berbagai sumber penelitian nentuan awal dan akhir Ramadhan. Pendapat menyebutkan Syeikh Burhanuddin sebagai tokoh mereka sering didefinisikan dengan apa yang Tarekat Syattariyyah yang pertama membawa dan mereka sebut sebagai “dua puluh satu amanah”, memperkenalkan tarekat ini di Minangkabau te- yakni sejumlah ajaran dan ritual yang bersifat patnya di Ulakan pantai barat Sumatera Barat.10 mengikat dan tidak boleh diubah. Materi tentang Pada periode awal dari tarekat Syattariyyah “dua puluh satu amanah” -yang memang tercan- adalah dengan mengembangkan ajaran Islam tum dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga di Minangkabau melalui surau-surau.11 Surau jamaah Syattariyyah Sumatra Barat- ini senan- 7 Tarekat berasal dari bahasa Arab tariqah, se- tiasa disosialisasikan oleh guru-guru tarekat cara etimologis berarti cara, jalan, metode, mazhab, dan Syattariyyah dalam berbagai pengajian­nya. Salah aliran. Menurut Istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan satu dari amanah itu adalahpuasa harus dengan seorang shalik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan melihat bulan (ru’yat al-hilal).13 Artinya penentu- cara menyucikan diri, atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk mendekatkan diri sedekat mungkin an awal dan akhir Ramadhan dilakukan dengan kepada Tuhan. Lihat dalam Depag RI, Ensiklopedi Islam (Ja- melihat hilal atau biasa juga disebut dengan me- karta: PT Intermasa, 1994), h. 66. lihat bulan. 8 Nama tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh Hal inilah kemudian yang menyebabkan yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya yaitu terjadinya perbedaan antara jama’ah Tarekat Abdullah al-Syatar, pada abad ke-15 di India. Martin Van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Bandung: Syattariyyah dengan berbagai Organisasi Mizan, 1992), h. 124. Sosial Keagamaan di Sumatera Barat seperti 9 Menurut Sanusi Latief bahwa orang yang per- , Nahdhalatul Ulama, Alwasliyah tama membawa tarekat ini ke Minangkabau adalah Syekh Abdullah Wali dan Syekh Maksum dari Panampung (Bukit- Mizan, 1995), h. 209. tinggi). Lihat Sanusi Latief, Gerakan Kaum Tua di Minangkabau 12 Azizman “Pengaruh Tarekat Syatthariyah Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah 1988), h. di Galudua Koto Tuo Kecamatan IV Koto Kabupaten 7. Agam” Tugas Akhir Jurusan Aqidah Filsafat, Bahan diambil 10 Karel A.Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam dari berbagai situs yang telah mempublikasikan data ini. di Indonesia Abad Ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 20. 13 Oman Fathurrahman, Tarekat Syatariyah di 11 , Jaringan Ulama Timur Tengah ­Minangkabau: Teks dan Konteks (Jakarta: Prenada Media, dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Bandung: 2008), h. 202.

Adlan Sanur Tarihoran 37 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015 dan ormas lainnya yang muncul dan berkembang bisa dikatakan Tarekat Syathariyyah kerap ter- di Sumatera Barat. lambat untuk memulai puasa setiap tahunnya. Sebagaimana diketahui dalam hal penentu­ Bahkan sejumlah tradisi yang tertuang pada ang­ an awal bulan Ramadhan dan akhir bulan garan dasar dan anggaran rumah tangga tarekat Ramadhan (1 syawal) selalu saja terjadi perbeda­ Syattariyyah masih diyakini sampai saat ini. an.14 Hal yang sangat menarik juga adalah di- Apa yang dilakukan Tarekat Syathariyyah mana, perbedaan juga sebenarnya terjadi ­antara berbeda dengan mainstream yang sudah ada dan para penganut Tarekat Syattariyyah dengan lazim dengan organisasi keagamaan di Sumatera Tarekat Naqsybandiyyah dalam penetapan awal Barat seperti Muhammadiyah dan NU. Sama- dan akhir bulan puasa Ramadan.15 Biasanya, para sama memakai hisab dan rukyah namun hasilnya guru Tarekat Syattariyah -dengan berpegang pada berbeda. Kekhasan corak dan ekspresi Islam yang prinsip ru’yat al-hilâl (melihat bulan) menetapkan dilakukan tarekat Syathariyyah pada gilirannya awal puasa tersebut satu atau dua hari setelah para membentuk apa yang disebut Islam lokal seka- guru Tarekat Naqsybandiyyah menetapkannya16 ligus corak Islam Melayu Indonesia yang khas Bahkan antara pengikut Tarekat Syattariyah juga pula. Kegiatan Tarekat Syathariyyah yang sudah sering tidak sama dan bagi mereka hal ini tidak berlangsung hampir setiap tahun dengan meli- menjadi masalah.17 hat bulan yang dilakukan secara bersama-sama Perbedaan tentang penetapan awal menarik untuk diungkap. Ramadhan dan akhir Ramadhan tidak terjadi ­sekali Dengan menggunakan pendekatan pene- saja antara Tarekat Syattariyah dengan organ­isasi litian penjajagan (eksploratif research) yang mem- keagamaan di Sumatera Barat. Biasanya kegiatan fokuskan studinya pada berupaya menemukan, jama’ah Tarekat Syattariyah yang berbeda ini juga setidaknya penelitian ini signifikan untuk diangkat mendapat ekspose dari berbagai media. Karena adalah untuk mengungkap prosesi yang dilakukan oleh Tarekat Syatthariyah dalam penentuan awal 14 Setidaknya empat tahun terakhir dipastikan tidak sama yaitu tahun 2008, 2009, 2010 dan 2011 antara ja- dan akhir bulan puasa dengan melihat bulan seka- ma’ah Syattariyah dengan Organisasi Keagamaan di Sumat- ligus berimplikasi berbedanya mulai puasa dan era Barat termasuk juga dengan keputusan pemerintah. Hal Idul Fitri di Sumatera Barat. Di samping itu mem- ini penulis dapatkan dari hasil observasi setiap tahunnya berikan pemahaman akan proses dalam melihat dalam pelaksanaan awal dan akhir Ramadhan bagi kelom- pok Syathariyah di Sumatera Barat. bulan oleh pengikut Syattahriyah. Penghargaan 15 Di antara persoalan yang sering menjadi arena akan nilai-nilai lokal dan menghargai perbedaan perdebatan antara tarekat Naqsybandiyyah dengan Syat- yang ada dalam beragama sehingga tidak me­ tariyah adalah menyangkut penetapan awal dan akhir bulan nyalahkan satu sama lain dengan ada­nya alasan puasa Ramadan. Diketahui bahwa selama bertahun-tahun, yang dipakai oleh Tarekat Syattariyyah dalam pe- di sekitar Padang Panjang selalu terjadi pertentangan sengit antara Syattariyah dan Naqsybandiyyah menyangkut per- nentuan awal dan akhir Ramadhan ini. soalan tersebut.Demikian halnya di Pariaman, hingga se- Studi tentang Tarekat Syattariyah karang masih terjadi perbedaan pendapat antara penganut tarekat Syattariyah di Ulakan dengan penganut Naqsyb- Sepanjang referensi yang penulis baca dan andiyyah di Cangking mengenai awal dan akhir bulan puasa. temukan, penelitian yang secara khusus mengkaji Biasanya, para penganut Syattariyah merayakan tentang tradisi “maliek bulan” yang dilakukan ja- puasa Ramadan atau atau dua hari kemudian setelah para ma’ah Tarekat Syattariyah di Koto Tuo Agam belum penganut tarekat Naqsybandiyyah merayakannya, sehing- ga karenanya mereka mendapatkan julukan “orang puasa ada. Namun ada berbagai Buku dan penelitian kemudian”, sementara tarekat Naqsybandiyyah disebut yang dilakukan dan terhadap Tarekat Syattariyah di orang sebagai “orang puasa dahulu”. Seringkali dikatakan Sumatera Barat ini dan relevan dengan penelitian “…bilangan bulannya bernama bilangan lima yang dua hari yang akan dilakukan seperti: Oman Fathurrahman, dahulunya dari bilangan taqwim yang dibawa Syaikh Bur- hanuddin…” Tarekat Syatariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks, 16 Oman Fahurrahman, ‘Tarekat dan Tradisi Jakarta: Prenada Media, 2008. Buku ini memba- Keagamaan di Sumatera Barat’, dikutip [diakses bulan Juni 2009] Sumatera Barat. Samad Duski, Kontinuitas Tarekat 17 Wawancara penulis dengan Tuanku Ismet Is- mail salah seorang Sjech Tarekat Syattariyah di Koto Tuo di Minangkabau, Padang : TMF Press Cet.I th 2006. Kab.Agam pada tanggal 5 Juni 2009 di kediaman beliau di Buku ini juga membahas tentang keberlangsungan Koto Tuo yang secara detail tentang alasan yang dipakai Tarekat di Minangkabau. tarekat syattariyah dalam penentuan awal bulan puasa dan akhir Ramadhan.

Adlan Sanur Tarihoran 38 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Beberapa laporan penelitian juga penulis Sebelum dikemukakan tentang tentang lacak dari internet seperti Laporan penelitian yang ru’yatul hilal dalam paham Tarekat Syattariyah ditulis oleh M.Yafas yaitu: “Pengaruh ajaran Syekh maka amat penting dikemukakan bahwa dalam Tuanku Kalumbuk, penyebar paham Thariqat Syathariah keseluruhan perdebatan yang melibatkan Tarekat di Kenagarian Taluk, Kecamatan Lintau Buo”. Syattariyah ada beberapa kitab yang mereka pakai Penelitian ini dipublikasikan pada IAIN Imam hingga beberapa puluh tahun lamanya, corak ritual Bonjol Padang tahun 1990, Laporan Penelitian dan ibadah yang dikembangkan oleh para ulama Nasrul tentang “Hirarkhi Kepemimpinan dikalangan Syattariyah lah yang pada akhirnya diterimadan di- Tarekat Di Sumatera Barat” Dipublikasikan pada pakai oleh sebahagian masyarakat Minangkabau. IAIN Imam Bonjol Padang tahun 1993. Azizman Naskah Risalah Mizanul al-Qalb misalnya “Pengaruh Tarekat Syatthariyah di Galudua Koto Tuo memuat tentang di waktu itu, yaitu di tahun 1840 Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam” Tugas Akhir M sampai tahun 1908 M, seluruh Nusantara ini Jurusan Aqidah Filsafat dan Sentral-Sentral Tareqat (Indonesia) satu saja coraknya amal orang, yaitu di Sumatera Barat, dibiayai oleh DIPA IAIN IB kalau sembahyang sama-sama berusalli, sama Padang, 2002-2003. berqunut tampung tangan, kalau kematian sama Penelitian yang dilakukan oleh Ali Umar, ­dibacakan talkin, kalau tiba bulan rabiul awwal sa- NIM: 08802458, tentang Dinamika Tradisi Melihat ma-sama memperingati maulid Nabi Muhammad Bulan di Kalangan Ulama Syattariyah (Studi Kasus Saw beserta jamuan kalau kematian di rumah se- di Kabupaten Padang Pariaman Antara Tahun 2003 seorang, maka datanglah guru-guru beserta rakyat Sampai 2007), Penelitian Tesis: pada Konsentrasi menghadiahkan bacaan-bacaan amal, seperti Sejarah dan Peradaban Islam Program membaca al-Quran bertahlil, dan lain-lain amal. Pascasarjana IAIN Imam Bonjol Padang, pada Poin yang sangat penting adalah ketika tahun 2010.18 waktu memasuki puasa dan akan berhari raya Maliek Bulan sama-­sama memakai rukyat, artinya melihat awal bulan. Begitu juga dalam sembahyang tarawihnya Istilah “ Maliek Bulan” merupakan istilah dua puluh rakaat, tidak ada yang membuat dela- yang dipakai oleh pengikut Syatthariyah dalam pan rakaat. penentuan awal dan akhir Ramadhan. Dimana Maka tradisi yang muncul dalam ru’yatul maksudnya adalah ru’yatul hilal atau melihat hilal. hilal dalampenentuan awal dan akhir Ramadhan Dimana pada masa ini umat Islam banyak ber- oleh Tarekat Syattariyah merupakan kegiatan me- beda pendapat dalam hal apakah boleh mene- lihat bulan yang biasanya dilakukan pada sore hari tapkan bulan baru Qamariah (hilal) berdasarkan menjelang magrib. Ratusan hingga ribuan ­anggota hisab atau harus dengan ru`yah. Di Indonesia jamaah Tarekat Syattariyah di Sumatera Barat antara Muhammadiyah, NU, Persis dan lain- akan tumpah ruah di Pantai Ulakan, Kabupaten lain. Perbedaan sudah sampai ketahap yang tidak Padang Pariaman dan juga di Koto Tuo Agam wajar, (perbedaan sampai tiga hari). Umat Islam termasuk tempat lainnya. bertengkar apakah perhitungan ilmu hisab tepat Ritual melihat bulan dengan mata telanjang atau tidak sementara orang lain telah menguasai ini menjadi kegiatan rutin Tarekat Syattariyah angkasa luar dan memanfaatkannya.19 untuk memulai berpuasa. Tak jarang, karena 18 Peneliti mengambil bahan ini dari abstrak Tesis tidak melihat hilal, ratusan ribu jamaah Tarekat Ali Umar.Peneliti baru mendapatkan bahan ini ketika sedang Syathariyyah yang tersebar di sejumlah provinsi mencari bahan tentang melihat Bulan.Sebahagian dari Tesis ini belum melaksanakan puasa Ramadhan ­menunggu dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian ini. Disebab- kan Tesis ini menurut peneliti bisa dijadikan referensi penting keputusan ini. dalam penelitian ini termasuk metode yang dipakai. Karena Menurut Ulama Tarekat Syattariyah Angku metode itu sama saja di Ulakan dengan Koto Tuo dalam penen- Bagindo Syafri, penentuan awal Ramadhan dilaku- tuan waktu melihat bulan tersebut. Bahan ini didapatkan dari kan dalam sidang itsbat lima mursyid (guru) setelah Internet atau situs lalu peneliti mendown load bahan tersebut. Secara lisan peneliti belum mendapatkan izin untuk mengutip melakukan rukyat. Menurut Angku bila hilal tidak bahan tersebut. Karena sudah dipublikasi di Media maka tidak­ terlihat dengan mata telanjang mereka bisa berpa- lah salah kemudian untuk kepentingan ilmiah peneliti meng- tokan kepada kalender Islam yang tak pernah lebih ambil bahan ini dengan mencantumkan darimana pengmabilan dari 30 hari dan tidak kurang dari 29 hari.20 bahan yang dimaksud dengan memakai pola pengutupan atau pedomana pengutipan dengan mencamntumkan bahan asli. Point, Ketua Jurusan Syari’ah, tth, ttp, h. 20. 19 Busyro, ‘Hisab atau Ru’yat’, Makalah Power 20 Bahan dikutip dari VIVA news yang ditulis

Adlan Sanur Tarihoran 39 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Kebiasaan ini menjadi unik karena ruk- kemudian jika tarekat ini dikenal ­dengan nama yat yang dilakukan ulama Tarekat Syattariyah Tarekat Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah tidak dilengkapi dengan teleskop atau sejenis alat di Turki Utsmani. Sekitar abad ke lima cukup bantu penglihatan lainnya. Untuk menetapkan 1 popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum akhir­ Ramadan dan akhir Ramadhan dengan melihat nya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh bulan yang akan dilakukan di beberapa titik di Tarekat Naqsabandiyah.22 Sumbar yakni di Agam, Pesisir Selatan, Sijunjung, Tarekat Syattariyah menonjolkan aspek dan Koto Tuo (Padang Panjang). dzi­kir dalam ajarannya.23 Para pengikut tarekat ini Perdebatan dalam menetapkan awal bulan mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan qamariyyah bukanlah sesuatu yang baru di ka- asketisme atau zuhud. Untuk menjalaninya se- langan umat Islam. Namun kekhawatiran mulai seorang terlebih dahulu harus mencapai kesem- muncul ketika. Perbedaan pandangan dalam me- purnaan pada tingkat akhyar (orang yang ­terpilih) mahami dalil-dalil naqly yang pada mulanya hanya dan Abrar (orang yang terbaik).Ada sepuluh berada dalam ruang lingkup ilmiyyah, akhirnya aturan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan mengkristal menjadi pendapat yang mendapat Tarekat Syattariyah ini. dukungan atau penolakan secara fanatik di antara Sebagaimana yang di kutip dalam kaum muslimin. Sehingga dalam satu kota bahkan Ensiklopedi Islam 24 yaitu : tobat, zuhud, ­tawakkal, dalam satu masjid terjadi perbedaan yang berujung qanaah, uzlah, muraqabah, sabar, ridha, dzikir kepada dua kalinya pelaksanaan sholat hari raya. dan musyaahadah (menyaksikan Keindahan, ke- Kalau ada yang bertanya, “apakah perbe- besaran dan kemuliaan AllahSWT Dzikir dalam daan seperti ini pernah terjadi di era para ­shahabat Tarekat Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelom- sampai era zaman keemasan perkembangan ilmu- pok yaitu : Kesatu, Menyebut nama-nama Allah ilmu nushush (tafsir, hadits, fiqh dll) ? Jawaban SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, yang bisa diberikan adalah tidak. Belum pernah Kedua, menyebut nama-nama Allah SWT yang terbaca sampai saat ini bahwa di kalangan mereka berhubungan dengan Keindahan-Nya, Ketiga, terjadi dua hari raya dalam jamaah satu masjid. menyebut nama-nama Allah SWT yang merupa- Himbauan untuk bersikap ‘arif dan berla­ kan gabungan dari kedua sifat tersebut. pang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat Bila dihubungkan peran tokoh Tarekat ini, disadari atau tidak sebenarnya hanya bisa di- Syattariyah dengan sejarah Islam masuk di tangkap oleh kalangan tertentu dari ummat ini. Minangkabau sangat berhubungan masing- Begitu banyak mereka yang tidak faham ­kenapa masingnya.­ Di mana dipahami bahwa kajian se- ini mesti terjadi. Juga begitu sering terdengar jarah masuknya Islam atau periode awal Islam keluhan dan harapan yang merindukan agar hari di Minangkabau, umumnya lebih terfokus pada kemenangan ini dirayakan serentak dalam keber- peran Burhanuddin, setelah ia kembali menun- samaan. Rasanya dengan demikian, syi’ar hari tut ilmu bersama seorang guru di Aceh yang raya itu akan lebih terasa. ­bernama ­Al-Kalani Amin bin Abd Rauf Singkil Sejarah dan Dinamika Tarekat Syattariyah Al-Jawi bin Al-Fansyuri. Kehadiran Burhanuddin, pada masa awal ini disebut-sebut sebagai peletak Tarekat Syattariyah didirikan oleh Syaikh dasar Islam di Minangkabau, namun jika menilik Abd Allah al-Syathary. Jika ditelusuri lebih awal 22 Akar Tarekat sendiri adalah dari tasawuf yang lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki akar keter­ dalam Islam seringkali disebut dengan Mistisme dan oleh kaitan dengan tradisi Transoxiana, karena silsilah­ kaum orientalis Barat disebut dengan sufisme. Kata sufisme nya terhubungkan kepada Abu Yazid ­al-Isyqi, yang dlam istilah orientalis Barat khususnya dipakai untuk mistisme terhubungkan lagi kepada Abu Yazid ­­al- Bustami21 dalam Islam. Sufisme tidak dipakai untuk mistisme yang ter- dapat dalam agama lain. Lihat buku , Falsafat dan Imam Ja’far Shadiq. Tidak mengherankan danMistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.56. pada hari Kamis 12 Agustus 2010 di Padang. Bahan ini juga 23 Para mistiskus dalam setiap suku bangsa atau- bisa muncul di berbagai situs internet. pun agama umumnya menyimbolkan pengembaraan spir- 21 Abu Yazid al-Bustami yang nama lengkapnya itual mereka dalam sebagai suatu perjalanan.Walaupun adalah Abu Yazid Taifur bin Isa al-Bustami. Seorang tokoh kadang kala ada symbol-simbol lain merupakan symbol yang lahir di Bistam, Persiapada tahun 874 dan meninggal yang lebih umum. Lihat buku Simuh, Tasawuf dan Perkem- pada usia 73 tahun. Tokoh Zuhud yang banyak mengem- bangannya dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, bangkan alirannya pada itiihad. Lebih jauh lihat buku Abud- 2002), h.40. din Nata, Ilmu , Filsafat dan Tasawuf (Jakarta: PT. Raja 24 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Grafindo Perkasa, 1998), h. 174-176. Islam (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1997), Jilid 5 cet IV, h.2.

Adlan Sanur Tarihoran 40 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015 pada alur sejarah, sebelum itu Islam sudah hadir Tradisi “Maliek Bulan” Bagi Pengikut di Minangkabau tetapi akibat tidak adanya survi­ Syattariyah di Koto Tuo Agam valisme maka agama Islam dalam pengamalan Penulis langsung mengadakan observasi ke masyarakat Minangkabau mengalami pasang surut. lapangan dengan bersama-sama pengikut Tarekat Burhanuddin dengan pendidikan suraunya, telah Syatthariyah melihat bulan.26 Dokumentasi dan mengembangkan tradisi ke Islam. Murid-murid observasi serta wawancara langsung dilakukan yang telah selesai belajar di surau Burhanuddin, juga sekaligus oleh peneliti. Di mana ba’da Zhuhur para mendirikan surau ditempat lain atau dikampung peziarah sekaligus rombongan untuk melihat bulan halamnnya, transmisi dan diffusi agama ketika ini mulai berdatangan. Dari gambar tersebut jama’ah 25 kuat dilakukan oleh murid-murid Buhanuddin. mulai berdatangan ke lokasi. Masyarakat Koto Tuo Oleh sebab itu revivalisme ajaran seorang juga ikut bersama-sama menata kendaraan dan sua- ulama menyebar dan murid-muridnya sangat sana lalulintas. Suasana jama’ah yang sebahagian fanatik terhadap ajaran gurunya. Pada masa ini, mulai memasuki area rumah dan sebahagian lagi surau sangat identik dengan ulama. Ulama me- ada yang berbelanja dan ­menikmati makanan dan langsungkan pendidikan dan membentuk jemaah minuman. Sebahagian juga ada yang menjajakan di surau. Bentuk pendidikan yang dilangsungkan baju. Walaupun sulit dibedakan mana penduduk sederhana. Namun, dalam catatan sejarah pen- asli dan pendatang/peziarah untuk melihat bulan. didikan di Minangkabau, pendidikan surau belum Namun sudah konsentrasi massa sudah terkumpul terlihat dikalsifikasikan seperti halnya perkem- saja di sekitar ini lokasi tempat melihat bulan. bangan pondok di Jawa. Pendidikan Surau Burhanuddin sama de- ngan pola surau besar (masjid-pondok), rumah kiyai dan surau kecil (tempat keterampilan dan penginapan). Surau besar, bisanya surau tem- pat berlangsungnya pendidikan secara bersama, ulama mengajar disini, ia sekaligus menjadi pemi- lik surau. Sedangkan surau kecil yakni, tempat tinggal santri. Di surau kecil ini berlangsung juga pendidikan, dimana murid yang senior mengajar- kan murid yunior atas persetujuan ulama (guru). Gambar 1: Sudut Surau Jama’ah Syattariyah Di surau kecil ini santri tinggal sehari-hari dan di Inilah sudut dari surau dan sekaligus tempat surau kecil ini pula murid melakukan berbagai ak- tinggal Tuanku Ismet.Jama’ah mulai berdatangan tivitas untuk mematangkan dirinya. masuk ke dalam dan ziarah ke dalamnya. Dari sinilah Dalam tahap penyebaran Islam kedua oleh awal berangkat Tuanku Ismet dan nanti kembali Trimingham dinamakan dengan tahap tariqah. shalat maghrib berjamaah kembali pasca ­melihat Dalam perpektif Trimingham, pada fase ini bulan serta melakukan sumpah bagi yang melihat berkembang aliran-aliran mistis dan diiringi de- bulan atau menjadi saksi atau nampaknya bulan. ngan munculnya pendidikan sufi. Di sini literasi masih banyak dipergunakan dalam kepentingan mistik, ketimbang kepentingan keilmuan. Namun, dalam fase ini sudah mulai muncul kelompok konservatif dari generasi pertama.Kelompok konsevatif tidak siap menerima fenomena keber- agamaan yang sinkretisme. Bagi mereka agama dipahami sesuai dengan informasi literasi, mung­ kin gerakan pembaruan dan pemurinian Islam yang dilakukan oleh Wahabi, bisa diletakkan dalam konteks ini.

25 M.Ilham, Masuknya Islam di Minangkabau, Gambar 2: Para Peziarah [diakses pada tanggal 15 26 Penulis terlibat langsung ke Lapangan pada hari Juni 2014] Jumat Sore, tangal 20 Juli 2012 untuk penentuan awal Puasa 1433 Hijriyah atau tahun 2012 di Koto Tuo bersama jama’ah lainnya.

Adlan Sanur Tarihoran 41 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Jama’ah yang datang sebahagian yang masuk namun sebahagian lagi menunggu di tepi jalan sam- bil berbincang dengan teman atau sejawat mereka. Ciri khas mereka adalah dengan berpeci hitam dan pakai kain yang dililitkan di leher. Peci hitam ini menjadi khas bagi kebanyak­an bagi sebahagian jama’ah yang datang. Namun dominan pakai peci hitam adalah yang sudah ber­umur atau rata-rata di atas 45 tahun.Walaupun tidak semua juga pakai peci hitam tapi dominan pakai itu.

Gambar 5:Jama’ah terus Mengamati Bulan

Gambar 3: Para Jama’ah Menunggu Jama’ah yang berdatangan juga ­menunggu di lokasi tempat akan diadakannya melihat bulan tersebut. Rumah yang dibelakangi para pe­ ngunjung adalah rumah dari cucu Buya Mansur keturunan II dari al-Luma’ atau yang populer (Hendri). Peneliti sempat mewawancarai yang bersangkutan yang waktu Buya Ismet ingin me- lihat bulan sempat bersalaman dengan beliau de- ngan memanggil mamak mengajak untuk naik ke atas rumah untuk melihat bulan. Namun Tuanku menolak dan di ujung rumah depan tersebutlah tuanku berdiri beserta jamaah lainnya yang ­sedikit agak ketinggian di banding lainnya. Sedangkan peneliti berdiri di jalan di depan beliau. Sambil mengamati apa yang beliau lakukan dan baca serta komunikasi dengan jama’ah lainnya.

Gambar 6: Gambar yang Mereka Katakan Melihat Bulan Peneliti berulang-ulang mengambil gambar yang mereka katakan sudah melihat bulan. Memang inilah tradisi bersama-sama melihat bulan men- jadi unik. Sebahagian jama’ah me­ngatakan sudah Gambar 4: Buya Tuanku Ismed Mulai Turun ­melihat yang lain belum nampak. Peneliti juga ber- Buya mulai turun atau mendatangi lokasi tanya-tanya pada yang lain. Mana yang bulan mana melihat bulan dan jama’ah juga sudah turun atau dia. Tuanku sendiri mengatakan pastikan dulu. ke jalan ke tempat lokasi di adakannya melihat Sambil berkomat-kamit baca do’a karena adanya bulan. Dari anak-anak, remaja, tua muda juga ber- awan hitam yang menutup sehingga tidak terlihat. sama-sama melihat bulan. Namun jama’ah lain mengatakan sudah melihat.

Adlan Sanur Tarihoran 42 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

salah satu agenda tahunan baik di awal maupun di akhir ramadhan. Pengunjung yang dating juga ter- diri dari berbagai daerah hal ini menurut peneliti dikarenakan fanatic ke Guru dan ajang silatur- rahim. Selain berziarah ke kubur Sjech al-Luma’ juga menjadi suatu kebanggaan dapat bertemu dengan jama’ah lain serta sholat di tempat guru. Dalam “maliek bulan” memang agak rumit karena peneliti sendiri bingung yang mana yang dikatakan dengan bulan atau hilal tersebut. Namun beberapa jama’ah karena sudah melihat yang lain juga meyakini sudah terlihat. Gambar 7: Tuanku Ismed di Tengah Jama’ah dan Dari segi pemberdayaan ekonomi rakyat Fokus Melihat Bulan sekitar Koto Tuo dengan adanya tradisi “maliek bulan” maka perekonomian masyarakat di tem- Analisis Peneliti dalam Tradisi “Maliek pat lokasi sedikit banyaknya akan terbantu. Ini Bulan” ­terlihat ratusan jama’ah yang datang ke lokasi Dari kegiatan observasi, wawancara dan ­tersebut dengan selalu banyak berbelanja atau dokumentasi peneliti akan menganalisa terha- membeli oleh-oleh dan kebanggaan bertemu de- dap kegiatan dari jama’ah Syatthariyah dalam ngan Tuanku Ismed. Tradisi melihat bulan akan proses “ Maliek Bulan” yang dilakukan jama’ah tetap survive menurut peneliti untuk ­beberapa Syattariyah. Dari segi istilah peneliti menemukan tahun ke depan, malah bisa dimodifikasi -de bahwa istilah ru’yatul hilal tidak begitu dikenal di ngan kegiatan­ pengajian­ agama. Namun sangat kalangan jama’ah Syattariyah maka lebih dikenal disayang­kan potensi jama’ah yang banyak terse- dengan istilah “maliek bulan” bagi mereka. Ini but belum terkelola secara maksimal. peneliti rasakan ketika bergaul bersama-sama de- Kesimpulan ngan mereka memakai istilah ru’yatul hilal mereka Berdasarkan hasil temuan yang telah diung- tidak paham namun ketika disampaikan tentang kapkan, maka hasil penelitian ini dapat disimpul- maliek bulan baru mereka memahami. kan bahwa maliek bulan bagi jam’ah Syattariyah Melihat Bulan bagi jam’ah Syattariyah umumnya di Sumatera Barat dan lebih khususnya umumnya di Sumatera Barat dan lebih khususnya bagi kalangan jama’ah Syattariyah yang datang ke bagi kalangan jama’ah syattahriyah yang datang Koto Tuo sudah menjadi agenda rutin setiap awal ke Koto Tuo sudah menjadi agenda rutin ­setiap bulan ramadhan atau penentuan kapan dimulai­ awal bulan ramadhan atau penentuan kapan di­ nya berpuasa. Dalam hal proses yang di lakukan mulainya berpuasa. Bahkan lebih jauh dari itu menjadi tradisi secara bersama-sama guru. Puasa sudah menjadi tradisi dilakukan dengan porsi tidak dimulai bagi pengikut Syattariyah tanpa ada jam’ah yang banyak di Ulakan Padang Pariaman pemberitahuan dari hasil “maliek bulan” ini dan Koto Tuo Agam. Maliek Bulan” merupakan istilah yang dipa- Namun ketika penulis tanyakan kepada kai oleh pengikut Syattariyah dalam penentuan awal jama’ah Syattariyah tentang jumlah yang banyak dan akhir Ramadhan. Di mana maksudnya adalah datang ke Ulakan dan Koto Tuo sebahagian ja- ru’yatul hilal atau melihat hilal. Dimana pada masa ma’ah menjawab kalau dulu iya banyak ke Ulakan ini umat Islam banyak berbeda pendapat dalam hal namun kalau kini lebih banyak di Koto Tuo karena­ apakah boleh menetapkan bulan baru Qamariah ketua Jama’ah berada di Koto Tuo. Walaupun ma- (hilal) berdasarkan hisab atau harus dengan ru`yah. salah kepatuhan dan keta’atan mereka terhadap Di Indonesia antara Muhammadiyah, NU, Persis Tuanku di Koto Tuo banyak dipertanyakan.27 dan lain-lain.Perbedaan sudah sampai ketahap Proses yang mereka lalukan dalam melihat yang tidak wajar, (perbedaan sampai tiga hari). bulan di Koto Tuo seolah-olah sudah menjadi Umat Islam bertengkar apakah perhitungan ilmu 27 Bakhtiar (PWM Sumatera Barat), Wawancara­ hisab tepat atau tidak sementara orang lain telah Pribadi, pada tanggal 25 Oktober 2012. Dimana hasil menguasai angkasa luar dan memanfaatkannya ­wawancara mereka dengan Tuanku Ulakan banyak mereka yang tidak setuju dengan Koto Tuo

Adlan Sanur Tarihoran 43 Maliek Bulan: Sebuah... ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies Vol. 1, No.1, Januari-Juni 2015

Daftar Pustaka [diakses pada tanggal 1 Juni 2009] Buku Teks Musda, Novelia, Kaum Sufi dalam Sejarah al-Aziz, Mohammad Saifullah, Risalah ­Memahami Minangkabau, Opini, Harian Singgalang Ilmu Tashawwuf (Surabaya: Terbit Terang, Sumatera Barat, diterbitkan tanggal 30 1998) Maret 2012 Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Rafikah, Perkembangan Tarekat di Minangkabau Kepulauan Nusantara Abad XVII dan Awal Abad ke Dua Puluh, Jurnal Analisa XVIII (Bandung: Mizan, 1995) Vol.3 No.1 Januari-Juni, 2006 Bruinessen, Martin Van, Tarekat Naqsyabandiyah di Tarihoran, Adlan Sanur, Sjech M. Djamil ­Djambek Indonesia (Bandung: Mizan, 1992) Pengkritik Tarekat yang Moderat di Busyro, Hisab atau Ru’yat, Makalah Power Point, ­Minangkabau, Jurnal Al-Hurriyah, Vol Ketua Jurusan Syari’ah, tth, ttp 12 No.2, Juli-Desember, 2011 Tim Depag RI, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Intermasa, 1994) Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid 5 cet IV (Jakarta: Ictiar Baru Van Hoeve, 1997) Fathurrahman, Oman, Tarekat Syatariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks (Jakarta: ­Prenada Media, 2008) Latief, Sanusi, Gerakan Kaum Tua di Minangkabau, Disertasi Doktor (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988) Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1978) Nata, Abuddin, Ilmu Kalam, Filsafat dan tasawuf (Jakarta: PT. Raja Grafindo Perkasa, 1998) Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) Steenbrink, Karel A., Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad Ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, 1984) Sumber lain Busyro, Hisab atau Ru’yat, Makalah Power Point, Ketua Jurusan Syari’ah, tth, ttp Fahurrahman, Oman, ‘Tarekat dan Tradisi Ke­ agamaan di Sumatera Barat’, [diakses pada tanggal 1 Juni 2009] M.Ilham, ‘Masuknya Islam di Minangkabau’,

Adlan Sanur Tarihoran 44 Maliek Bulan: Sebuah...