Indonesian Journal of Islamic History and Culture Vol. 1, No. 2 (2020). 122-136 P-ISSN: 2722-8940; E-ISSN: 2722-8934

SEJARAH ISLAMISASI : STUDI TERHADAP PERAN SENTRAL SYEKH

Ridwan Arif Universitas Paramadina, Jakarta Email: [email protected]

Abstract

Sheikh Burhanuddin is known as a prominent Minangkabau scholar. The Islamization of Minangkabau is commonly associated with him. He is seen as a scholar succeeded in islamizing the Minang community. This study examines the role of Sheikh Burhanuddin in the process Islamization of Minangkabau. It examined the approaches and methods applied by Sheikh Burhanuddin in his efforts to Islamization. This study is a qualitative research, namely library research using the document analysis method. The results indicate that Syekh Burhanuddin was successful in his efforts to Islamize Minangkabau because he used the approach in his preaching, namely da'wah bi al-hikmah. This approach is implemented in the da'wah method, namely being tolerant of, and adopting local culture (Minangkabau customs and culture). Even further, Sheikh Burhanuddin succeeded in integrating Minangkabau customs with Islamic teachings. Keywords: Syekh Burhanuddin; da'wah; Islamization of the Minangkabau

Abstrak

Syekh Burhanuddin dikenal sebagai seorang besar Minangkabau. Islamisasi Minangkabau sering dikaitkan dengan dirinya. Ini karena ia dipandang sebagai ulama yang sukses mengislamkan masyarakat Minang. Studi ini mengkaji peran Syekh Burhanuddin dalam islamisasi menangkabau. Ia meneliti pendekatan dan metode-metode yang digunakan Syekh Burhanuddin dalam upaya islamisasi. Kajian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian kepustakaan yang menggunakan metode dokumen analisis. Hasil kajian ini menunjukkan Syekh Burhanuddin berhasil dalam upaya islamisasi Minangkabau karena menggunakan pendekatan tasawuf dalam dakwahnya yaitu da’wah bi al-hikmah. Pendekatan ini diimplementasikan dalam metode dakwahnya yaitu bersikap toleran terhadap, dan mengadopsi budaya lokal ( dan budaya Minangkabau). Bahkan lebih jauh Syekh Burhanuddin berhasil memadukan adat Minangkabau dengan ajaran . Kata Kunci: Syekh Burhanuddin; dakwah; islamisasi Minangkabau

Pendahuluan Syekh Burhanuddin adalah seorang Minangkabau. Kendati bukan ulama tokoh ulama legendaris Minangkabau. pertama yang menyebarkan Islam di Tidak diragukan lagi, ulama ini telah minangkabau, tetapi ia dipandang memberikan kontribusi yang signifikan sebagai ulama yang berhasil bagi perkembangan Islam di mengislamkan masyarakat Minangkabau

Copyright © 2020 Indonesian Journal of Islamic History and Culture | 122

Ridwan Arif secara merata dan menyeluruh. Selain Minangkabau. Dalam artikel ini menyebarkan Islam secara umum, didedahkan pendekatan-pendekatan Burhanuddin juga dikenal sebagai ulama yang digunakan Burhanuddin dalam sufi pertama yang membawa Tarekat mengislamkan masyarakat dan adat Syaththāriyyah ke Ranah Minang. Minangkabau. Dengan demikian ia adalah murshīd Biografi Ringkas Syekh Burhanuddin utama Tarekat Syaththāriyyah di Burhanuddin berasal Guguak Minangkabau. Kebesaran nama Sikaladi, Pariangan Padang Panjang, Burhanuddin belum pudar hingga saat Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. ini. Ini dapat dilihat dari acara peringatan Ia berasal dari keluarga bangsawan. tahunan hari wafatnya (haul) -yang Ayahnya Pampak Sati Karimun Merah, dikenal dengan istilah “Basapa (bersafar) dikenal sebagai seorang petapa sakti ke Ulakan- dihadiri oleh ribuan yang juga dikenal sebagai “Datu” pengunjung dari berbagai pelosok (pemberi obat). Ibunya seorang “puteri” Minangkabau dan beberapa provinsi di yang dipanggil dengan Puteri Cukuik Indonesia. Tidak hanya di bulan Safar, di Bilang Pandai. Dalam tradisi hari-hari biasa pun makamnya ramai Minangkabau yang dikenal dengan dikunjungi oleh penziarah dari berbagai sistem matrilineal, Burhanuddin berasal daerah di Indonesia. dari suku Guci (Samad 2003). “Adat basandi syarak, syarak Tidak ada informasi yang pasti basandi kitabullah” (agama Islam harus mengenai tahun kelahirannya. menjadi dasar bagi adat) yang Sejarahwan memperkirakan ia merupakan falsafah hidup masyarakat dilahirkan pada paruh pertama abad ke- Minang dan masih dipegang teguh 17. misalnya menulis hingga kini adalah buah dari upaya besar masa hidup Syekh Burhanuddin hidup Burhanuddin dalam islamisasi yaitu 1056-1104 H/ 1646-1692. Ada Minangkabau. Keberhasilan beberapa pendapat tentang nama kecil Burhanuddin dalam mengislamkan Burhanuddin (Azra 1988). Pendapat masyarakat Minang secara merata tanpa pertama, namanya ialah “Buyuang mendapatkan perlawanan berarti Panuah” (anak laki-laki yang sudah menarik untuk dikaji. Karena itu tulisan penuh, cukup, atau sudah mapan). Kedua, ini membahas peran sentral Syekh Burhanuddin memiliki nama kecil Burhanuddin dalam islamisasi “Buyuang Pono” yang merupakan

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 123 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan singkatan dari “Samparono” (sempurna). Sedangkan Mahmud Yunus menyatakan Ketiga, Imam Maulana dalam bukunya Burhān al-Dīn berguru dengan ‘Abd al- Muballighul Islam menyebut nama kecil Ra’ūf selama 21 tahun dan kembali ke Burhanuddin ialah “Qanun”. Minangkabau pada 1680. Tamar jaya, Sebagaimana lazimnya anak-anak sebagaimana dikutip oleh Samad, Minangkabau, sejak usia dini menyatakan, sebelum hari Burhanuddin telah meneriman kepulangannya ke Minangkabau Pono pendidikan akhlak dan budi pekerti dari diberi nama baru oleh ‘Abd al-Ra’uf kedua orang tuanya. Setelah meningkat dengan “Burhanuddin”. Sejak saat itu remaja, ia mempelajari ilmu-ilmu resmilah Pono memakai nama barunya keislaman dari seorang syekh asal yaitu Burhanuddin. Burhanuddin dilepas Mekkah, Syekh ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif (w. pulang ke Minangkabau oleh gurunya 1039/1619). Syekh yang dikenali dengan disaksikan oleh teman-temannya dan “Tuanku Madīnah” ini menetap di beberapa pembesar Kesultanan Tapakis Ulakan. Setelah wafatnya (Samad 2003). Sesampainya di Tuanku Madinah, atas saran sang guru Minangkabau, Burhanuddin memilih (sewaktu ia masih hidup), Burhān al-Dīn Ulakan sebagai tempat menetap. Di melanjutkan pendidikannya ke Aceh, daerah inilah Burhanuddin memulai dengan Syekh ‘Abd al-Ra’ūf al-Fanshūri upaya islamisasi Minangkabau bersama (w. 1105/1693).1 Tidak ada informasi para sahabat dan murid-muridnya pasti tentang lama pendidikan dengan mendirikan di Tanjung Burhanuddin dengan ‘Abd al-Ra’ūf. M. Medan, Ulakan. Letter misalnya, menyatakan Sayangnya kita tidak dapat Burhanuddin belajar selama tiga puluh menyelidiki pemikiran keagamaan tahun, yakni dua tahun di Singkil dan dua Burhanuddin secara pasti sebab ia tidak puluh delapan tahun di Banda Aceh yaitu meninggalkan karangan yang sejak ‘Abd al-Ra’ūf dilantik oleh Sultanah merefleksikan ajaran dan pemikirannya. Shāfiyatuddīn Shah (m. 1641-1675) Meskipun ia meninggalkan kitab yang sebagai Qādhī Mālik al-‘Adil atau Muftī. berjudul Kitāb al-Taḥqiq,2 tetapi kitab ini

______1 Syekh ‘Abd al-Ra’ūf ini lebih dikenal bukunya yang berjudul Syekh Burhanuddin, dengan nama Syekh ‘Abd al-Ra’ūf al-Sinkili atau manuskrip tersebut berada di tangan khalifah ke-42 Singkil. Syekh Burhanuddin, Syahril Luthan Tuanku Kuning di Surau Burhanuddin, Tanjung Medan, Ulakan. 2 Manuskrip ini ditulis oleh Syekh Manuskrip tersebut ditulis dalam bahasa Arab Burhanuddin sendiri. Saat Duski Samad menulis dengan menggunakan kertas lama berwarna kuning

124 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif hanya berbentuk ringkasan sejumlah Syekh Burhanuddin bukanlah karya tasawuf (Samad 2003). ulama pertama yang melakukan upaya Berdasarkan pemahaman keagamaan islamisasi Minangkabau. Sejarah gurunya, Syekh ‘Abd al-Ra’ūf, dapat mencatat, setidaknya ada dua orang dipastikan bahwa Burhanuddin ulama yang mendahului Burhanuddin mengikuti Ahl wa al-Jama’ah dalam usaha islamisasi. Ulama pertama (Asy’ariyah) dalam i’tiqad, Mazhab Syafi’i yang tercatat merintis usaha islamisasi dalam dan Tarekat Syaththāriyyah minangkabau ialah Syekh Burhanuddin dalam tasawuf. (yang hidup di abad ke-12 hingga awal Burhanuddin wafat di surau-nya, di abad ke-13 M). Ulama ini merupakan Tanjung Medan, Ulakan dan sahabat Syekh ‘Abd Allāh ‘Ārif,3 seorang dimakamkan di Ulakan. Sampai saat ini ulama pendakwah asal Arab yang datang makamnya ramai diziarahi oleh berdakwah ke Aceh pada abad ke-12,4 pengunjung dari berbagai provinsi di tepatnya pada akhir era kesultanan Indonesia. Untuk mengenang jasanya, Peurlak (Arnold 1913, Mahyudin 2001, nama Burhanuddin diabadikan untuk Al-Attas 1966, 2011, Abdullah 1990). nama sebuah perguruan tinggi di ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif datang mendakwahkan Pariaman yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Islam di kesultanan Semudra yang Tarbiyah Syekh Burhanuddin. kemudian diperintah oleh Maharaja Nūr al-Dīn (1155-1210 M). Dari akhir nama Upaya-upaya Islamisasi Syekh dan karyanya yang berjudul Bahr al- Burhanuddin Lāhūt5 kita dapat mengidentifikasi

______yang lebih tebal dibanding kertas zaman ini dengan belajar kepada Shaykh ‘Abd Qādir al-Jīlānī (1079- menggunakan tinta kanji. Pada bagian Bab 1166 M.), pendiri tarekat Qādiriyyah. ‘Abd Allāh pendahuluan, pengarang dengan jelas menyatakan ‘Ᾱrif memulai pengembaraannya pada tahun 1177 bahwa “Buku ini adalah ringkasan dari 20 kitab M. populer tasawuf yang dipakai secara luas dalam lingkungan madzhab ahl sunnah wa al-jama’ah”. 4 Menurut Arnold, ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif datang Kemudian pengarang membuat daftar kitab-kitab ke Aceh sekitar pertengahan abad ke-12 M.; menurut tersebut: Tuhfah al-Mursalah ilā Rūh al-Nabī, Al- al-Attas pada permulaan abad ke-12 M.; Mahayudin, Ma’lūmāt, Jawāhir al-Haqā’iq, Al-Mulahazah, yang mengutip A. Hasjmi, menyatakan pada tahun Khātimah, Fath al-Rahmān, Maj al-Bahrayn, 1177 M., sementara itu Abdul Rahman menyatakan Mi’dān al-Asrār, Fushūsh al-Ma’rifah, Bayān Allāh, 1165 M. Bahr al-Lahūt, Asrār al-Shalāh, al-Wahdah, Futuhāt, Syarh al-Hikam, al-Asrār al-Insān, Anwār 5 Jumlah karya ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif tidak al-Haqā’iq, Al-Baitīn, Tanbīh al-Māsyi, Adāb diketahui secara pasti. Bahr al-Lāhūt adalah satu- ‘Ᾱshiq wa Khalwah. satunya karyanya yang ditemui. Teks aslinya adalah dalam bahasa Arab dan kemudian diterjemahkan ke 3 ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif dipandang sebagai ulama dalam bahasa Melayu oleh anonim pada zaman pertama dan pendakwah Islam di Aceh. ‘Abd Allāh kejayaan kesultanan Melaka. Mahayudin Haji ‘Ᾱrif dan sahabatnya, Shaykh Ismā’īl Dafī pernah Yahaya menyatakan karya ini ialah di antara karya

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 125 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan bahwa ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif adalah seorang Ulakan kurang mendapat sambutan dari ulama sufi (Wan Mohd Shaghir 1991). penduduk setempat. Hal ini dapat Zainuddin (1961) juga mencatat, di dipahami karena masyarakat lokal masih antara sahabat-sahabat ‘Abd Allāh ‘Ᾱrif sangat kuat memegang adat dan tradisi ialah Syekh Ismā’īl Dafī6 dan Syekh mereka. Bagaimanapun ada beberapa Burhanuddin7 yang menyebarkan Islam orang yang menerima dakwah ulama ini ke Pariaman, Minangkabau (Al-Attas dan menjadi muridnya. 2011, 1966, Shellabear 1967, Mahyudin Tampaknya upaya Tuanku 2001, Arnold 1913, Yunus 1971, Madinah dalam menyebarkan Islam di Abdullah 1980, Abbas 1991). Ulakan khususnya, Minangkabau Ulama kedua yang melakukan umumnya, belum lagi berhasil dengan upaya islamisasi di Minangkabau ialah memuaskan. Namun setidaknya, Syekh guru pertama Burhanuddin, Syekh ‘Abd ini telah berusaha untuk Allāh ‘Ārif. Sebagaimana telah disinggung memperkenalkan Islam kepada di atas, sebelum belajar ke Aceh, penduduk setempat. Tidak banyak Burhanuddin belajar dengan seorang informasi tentang Syekh ‘Abd Allāh ‘Ārif. ulama asal Mekkah, Syekh ‘Abd Allah Sampai saat ini makamnya pun tidak ‘Arif yang masyhur dengan panggilan ditemukan di daerah Ulakan Tapakis. Di “Tuanku Madinah”. Diriwataykan, antara masyarakat lokal8 ada yang kehadiran “Tuanku Madinah” di Tapakis meriwayatkan bahwa syekh ini tidak

______yang terawal sampai di Nusantara yang akhirnya mereka sampai di Kesultanan Semudra di membicarakan doktrin metafisik tasawuf seperti mana mereka mengislamkan raja yang berkuasa konsep nūr Muhammad, insān al-kāmil dan wahdat pada waktu itu, Merah Silau (m. 1261-1289 M.). al-wujūd dan oleh karena itu dikatakan karya ini Atas saran dari Syekh ini, sang raja mengganti identik dengan ajaran al-Hallāj (858-922) dan Ibn namanya menjadi Mālik al-Ṣāliḥ. Kesultanan ‘Arabī yang datang kemudian. Dikatakan, doktrin- Peurlak dan Semudra akhirnya disatukan di bawah doktrin ini juga bagian dari doktrin kosmologi kekuasaan satu kerajaan yaitu Pasai. Syi’ah. Untuk lebih detail tentang kitab Bahr al- Lahut. 7 Menurut Arnold Burhanuddin adalah murid ‘Abd Allāh cᾹrif. Ia wafat di Kampar, pada 6 Sharif Mekkah, di bawah perintah khalifah, 610/1191. Tetapi di batu nisan makamnya yang mengirim Syekh Isma’il sebagai pemimpin terletak di pinggir sungai Kampar tertulis bahwa ia rombongan pendakwah untuk mencari daratan wafat pada tahun 1214. Burhanuddin yang dimaksud Semudra, bukan hanya untuk mengajak masyarakat di sini bukanlah ulama yang murid ‘Abd al-Ra’ūf memeluk Islam tetapi juga untuk mendirikan sebuah yang hidup pada abad ke- 17 M, sebagaimana kerajaan Islam dan menyebarkan Islam ke seluruh Sirajuddin Abbas menyatakan, ada tiga orang penjuru kawasan ini pada pertengahan abad ke-13 Burhanuddin yang pernah tinggal di Ulakan, M. Turut serta dalam misi ini Faqīr Muḥammad dari Pariaman, Minangkabau (Sumatera Barat). Malabar yang merupakan bekas sulṭān di sana dan keturunan Abū Bakr al-Shiddīq. Pada mulanya 8 Disampaikan oleh seorang tokoh mereka mengislamkan masyarakat Fanṣūr dan Ulakan, Ali Bakri, S.Ag., Tk. Khalifah kepada berikutnya Lamuri (Lambri), Haru, Peurlak dan penulis pada Juni 2019.

126 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif menetap di Tapakis Ulakan, tetapi datang sahabatnya, Idris, Khatib Majolelo, dan pergi layaknya seorang pedagang Burhanuddin mendirikan pusat zaman dulu. Dari keterangan ini penulis pendidikan Islam (surau)9 di Tanjung berasumsi Syekh ‘Abd Allāh ‘Ārif tidak Medan, Ulakan (Azra 2000, Daya 1990, wafat di Tapakis Ulakan. Upaya Syekh Fathurahman 2010).10 Pendirian surau ‘Abd Allāh ‘Ārif dalam islamisasi merupakan langkah awal dan penting Minangkabau dilanjutkan oleh muridnya Burhanuddin dalam islamisasi Syekh Burhanuddin. Minangkabau. Perjuangannya dalam Dalam upaya islamisasi menyebarkan Islam melalui Surau Minangkabau, langkah-langkah yang Tanjung Medan dibantu oleh empat dilakukan Syekh Burhanuddin di murid senior yang juga sahabatnya antaranya ialah: ketika belajar di Aceh (Fathurahman 2010).11 Meskipun empat ulama ini pada Mendirikan Pusat Pendidikan mulanya belajar dengan ‘Abd al-Ra’ūf, dan Dakwah Islam (surau) akhirnya mereka menjadi murid-murid Tidak lama setelah kepulangannya Burhanuddin (Fathurahman 2010).12 ke Minangkabau, atas bantuan

______9 Istilah “surau” atau “suro” dipakai secara 10 Menurut Burhanuddin Daya, Burhanuddin luas di kepulauan Melayu-Indonesia. Istilah ini mendirikan surau pertamanya pada 1680. banyak digunakan di Minangkabau (Sumatera Barat), Sumatera Selatan, Semenanjung Malaysia 11 Dalam manuskrip yang berjudul Inilah dan Patani (Thailand Selatan). Secara etimologi, Sejarah Ringkas Auliyaullah al-Salihin Sheikh kata “surau” berarti “tempat” atau “tempat ibadah”. Burhanuddin Ulakan yang Mengembangkan Agama Menurut arti asalnya, surau adalah sebuah bangunan Islam di Daerah Minangkabau yang disalin oleh kecil yang didirikan untuk menyembah arwah Imam Maulana Abdul Manaf Amin, disebutkan nenek-moyang. Setelah kedatangan Islām, makna bahwa Burhanuddin datang ke Aceh bersama empat dan fungsi surau berubah. Pada waktu ini, ia orang sahabatnya yaitu Datuk Maruhun Panjang dari dipahami sebagai sebuah masjid kecil yang Padang Ganting, Batusangkar; Tarapang dari digunakan untuk aktivitas keagamaan Islam baik Kubung Tigo Baleh, Solok; Mutanasir (atau sebagai tempat ibadah atau pusat pendidikan Islam. Muhammad Nasir) dari Koto Tangah, Padang; dan Dalam konteks Minangkabau, sejarah mencatat Buyung Mudo dari Bayang Pulut-Pulut, Bandar surau pertama didirikan oleh Raja Minangkabau, Sepuluh. Empat orang tersebut bertemu dengan Adityawarman pada 1356 di kawasan bukit Burhanuddin dalam perjalanan mereka ke Aceh. Gombak. Pada waktu itu fungsi surau adalah pusat 12 Diriwayatkan ketika Burhanuddin diizinkan peribadatan Hindu-Budha selain pusat pendidikan pulang oleh Syekh ‘Abd al-Ra’ūf ke Minangkabau, sebelum kedatangan Islām. Setelah kedatangan empat orang sahabatnya juga meminta izin untuk Islam, fungsi terakhir surau dilestarikan selain pulang. Tetapi Syekh ‘Abd al-Ra’ūf tidak sebagai tempat ibadah dan aktivitas-aktivitas mengizinkan mereka, sebab dalam penilaian sang keagamaan lainnya. Surau, sebagai sebuah pusat guru, mereka belum lulus dalam pendidikan. Namun pendidikan di Minangkabau, untuk pertama kali mereka tetap ingin pulang, meskipun tanpa izin guru dikembangkan oleh Burhanuddin. Sejak era mereka. Ketika mereka sampai di kampung halaman Burhanuddin, surau memiliki fungsi baru yaitu dan memulai melakukan dakwah, mereka kurang sebagai pusat penyebaran tarekat terutama tarekat mendapat sambutan dari masayarakat. Pada waktu Syaththāriyyah yang disebarkan oleh Burhanuddin. yang sama, mereka melihat sahabat mereka, Burhanuddin, mendapatkan sambutan luar biasa dari masyarakat. Akhirnya empat sahabat Burhanuddin

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 127 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan

Fungsi utama Surau Tanjung pelajar agama () yang mempelajari Medan ialah sebagai lembaga pendidikan berbagai disiplin ilmu keislaman, Islam yaitu tempat mendidik kader sehingga ulakan pernah dijuluki dengan ulama penerus Burhanuddin. Surau negeri seratus surau (Samad 2003). Burhanuddin dipandang sebagai surau Selain sebagai lembaga pendidikan pertama yang menjadi cikal bakal Islam yang mendidik kader ulama secara lembaga pendidikan Islam di khusus, surau Syekh Burhanuddin juga Minangkabau (sejenis di berfungsi sebagai pusat pendidikan Jawa). Di zamannya, surau Burhanuddin masyarakat (pusat al-da’wah wa al- dikenal sebagai satu-satunya pusat ta’līm). Masyarakat Ulakan yang baru pendidikan Islam di Minangkabau (Azra saja memeluk Islam tentu perlu dibekali 1988, 2000). Ketokohan Syekh dengan ilmu-ilmu keislaman agar Burhanuddin telah menjadi daya tarik mereka bisa mengamalkan ajaran Islam tersendiri, sehinggabanyak pemuda dari dengan baik dan benar. berbagai pelosok Minangkabau datang Menurut Muhammad Nasir, Surau belajar ke Surau Tanjung Medan. Mereka Syekh Burhanuddin tidak hanya kelak menjadi penyambung tongkat menjalankan fungsi sebagai lembaga estafet Syekh Burhanuddin dalam pendidikan agama. Lebih jauh, surau juga menyebarkan ajaran Islam secara umum menjalankan fungsi-fungsi lainnya dan ajaran tarekat syaththāriyyah secara (Samad 2003). Di antaranya adalah khusus. Di sekitar Surau Tanjung Medan peran sebagai lembaga pendidikan adat berdiri surau-surau kecil yang dihuni dan budaya. Syekh Burhanuddin oleh para pelajar dari berbagai daerah di memang dikenal sebagai ulama yang Minangkabau, Riau dan . Menurut akomodatif terhadap budaya lokal dan khalifah ke-42 Burhanuddin, Syahril ini dipandang sebagai salah satu kunci Lutan, Tk. Kuniang, sebagaimana dikutip kesuksesan sang syekh dalam oleh Samad, di sekitar surau induk mengislamkan Minangkabau, Tanjung Medan, yang sampai sekarang sebagaimana kita lihat nanti. Di surau masih terjaga keasliannya, berdiri Syekh Burhanuddin, para murid bisa puluhan surau-surau kecil tempat tinggal belajar adat dan kebudayaan tradisional

______ini memutuskan untuk kembali ke Aceh untuk Ulakan. Burhanuddin menerima mereka sebagai melanjutkan pendidikan dengan sang guru. Ternyata murid di samping sebagai pembantunya dalam Syekh ‘Abd al-Ra’ūf tidak menerima mereka dan menyebarkan ajaran Islam dan tarekat menyarankan untuk berguru dengan Burhanuddin di Syaththariyyah di Minangkabau.

128 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif

Minangkabau yang melibatkan tokoh- Menggunakan tasawuf sebagai tokoh adat masyarakat setempat. pendekatan islamisasi Keikutsertaan para tokoh adat telah Sebagai seorang ulama sufi, sudah memberi kontribusi positif terhadap jelas Syekh Burhanuddin menggunakan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pendekatan tasawuf dalam upaya institusi surau sebagai lembaga islamisasi Minangkabau. Pendekatan pendidikan adat dan budaya. tasawuf yang mengedepankan hikmah Kegiatan-kegiatan kebudayaan dan pendekatan persuasif cukup efektif yang diajarkan di surau di antaranya dalam mengajak penduduk lokal untuk ialah adat Minangkabau, pasambahan, memeluk Islam. Salah satu bentuk dari pepatah-petitih, pencak dan lain- pendekatan tasawuf yang digunakan lain. Dengan demikian, para murid tidak Burhanuddin dalam islamisasi hanya menguasai ilmu agama (Islam) Minangkabau ialah tidak menolak semata tetapi juga memahami ilmu yang kearifan lokal yaitu adat dan budaya berkaitan dengan adat dan budaya lokal. Minangkabau. Burhanuddin hanya Dengan bekal ilmu adat dan budaya membersihkan adat dan budaya Minang Minangkabau, murid surau tidak dari nilai-nilai yang bertentangan canggung lagi hidup di tengah dengan ajaran Islam. Bahkan masyarakat, bahkan mereka bisa Burhanuddin mengadopsi sebagian memberikan masukan dan kritikan budaya Minang untuk media dakwah terhadap kebiasaan-kebiasaan adat yang seperti kesenian bela diri pencak silat, tidak sesuai dengan nilai-nilai agama. uluambek dan , seperti yang akan Kelebihan yang dimiliki murid surau kita lihat nanti. Disamping itu, selain telah memberikan tempat kepada mengajarkan tasawuf yang bersifat mereka dalam kedudukan umum, Burhanuddin menyebarkan bermasyarakat sehingga pengakuan Tarekat Syaththāriyyah secara khusus. masyarakat mudah mereka dapatkan Bahkan, Burhanuddin dipandang sebagai (Samad 2003). ulama sufi pertama yang membawa dan menyebarkan Tarekat Syaththāriyyah13

______13 Tarekat Syaththāriyyah dipandang sebagai Agam. di Cangking dipandang tarekat Sufi pertama yang datang dan berkembang di sebagai mursyid pertama tarekat Sufi ini di Minangkabau. Setelah era Burhanuddin (abad ke- Minangkabau, meskipun sebelumnya ia telah belajar 18), masuk ke Minangkabau tarekat Sufi lainnya tarekat Syaththāriyyah dengan seorang murid yaitu Naqshbandiyyah yang berpusat di Cangkiang, Burhanuddin, Tuanku Nan Tuo di Mansiangan.

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 129 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan di Minangkabau ( 2010, Shaghir yang masyhur di kala itu, seperti main 1996, Azra 1988, Fathurahman 2010). kelereng, main gundu, main patuk lele, Bersama murid-muridnya dan main layang-layang. Setiap kali ikut Burhanuddin mendakwah Islam kepada dalam permainan tersebut, Burhanuddin masyarakat dengan cara-cara yang selalu menang. Akhirnya para remaja akomodatif dan persuasif. Tradisi bertanya apa rahasianya Burhanuddin jahiliyah yang tidak sesuai dengan ajaran selalu menang dalam permainan. Islam dirobahnya dengan bijaksana. Burhanuddin menjelaskan bahwa ia Tokoh agama dan adat di Ulakan senantiasa membaca basmalah setiap misalnya, menceritakan bahwa makanan akan memulai permainan. Melalui “lemang” yang sering dibuat ketika permainan, lambat laun Burhanuddin memperingati hari-hari besar Islam, diterima oleh kalangan remaja. Pada khususnya perayaan Maulid Nabi gilirannya mereka inilah yang nantinya Muhammad saw, adalah sebuah tradisi mengajak orang tua mereka untuk yang dikembangkan oleh Syekh belajar kepada Burhanuddin. Burhanuddin. Burhanuddin tidak mau Kedua, mengikuti permainan anak makan di bejana (piring dan peralatan seperti main layang-layang dan makan) masyarakat yang belum Islam, permainan lainnya dengan tidak karena bejana tersebut adalah bekas merusak nilai-nilai Islam yang tempat memasak makanan yang haram. dimilikinya. Melalui permainan tersebut Lalu ia menganjurkan masyarakat agar ia dapat memasuki semua lapisan memasak makanan pada seruas bambu masyarakat tanpa mengalami kesulitan dan itulah yang disebut “lemang”. berarti. Banyak kisah menarik yang Burhanuddin memakan lemang tanpa diriwayatkan oleh pengikut ragu lagi karena sudah terjamin Burhanuddin tentang kemampuan ulama kesuciannya. ini dalam berinteraksi dan bergaul Ada beberapa pendekatan yang dengan semua lapisan masyarakat. digunakan burhanuddin dalam Ketiga, mendakwahkan Islam menyebarkan Islam kepada masyarakat secara bertahap sambil mencari yang didasarkan kepada hikmah persesuaian antara ajaran agama dengan (penedekatan tasawuf) yaitu: budaya lokal. Upaya Burhanuddin dalam Pertama, mengislamkan kalangan penobatan gelar para pemuka agama di remaja melalui permainan anak negeri masyarakat seperti gelar tuanku, imam,

130 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif khatib dan labai, adalah wujud nyata dari berkomunikasi dengan mudah. usaha beliau untuk mengharmoniskan Pendekatan dan perjuangan hubungan antara adat dan syarak Burhanuddin dan sahabat-sahabatnya (agama). Upaya tersebut membuahkan dalam islamisasi Minangkabau dilakukan hasil berupa tumbuhnya ratusan ulama secara terencana dan sistematis dengan yang nantinya memberikan warna menggunakan pendekatan kultural telah tersendiri bagi struktur adat dan budaya menarik para penguasa adat (, di Minangkabau. Upaya ini juga menjadi rajo dan rangkayo) dan masyarakat di salah satu faktor utama berdirinya pesisir Minangkabau (rantau) untuk ribuan surau dan masjid. Institusi ini memeluk agama Islam (Samad 2003). merupakan cikal bakal dari lembaga Menurut M. Letter, sebagaimana pendidikan Islam di bawah pimpinan dikutip oleh Samad (2003), setelah ulama. Hampir setiap korong (dusun), Syekh Burhanuddin mengajar selama dan nagari di Minangkabau memiliki sepuluh tahun di Ulakan ia lalu surau dan masjid dan seorang ulama mengadakan evaluasi terhadap sebagai pemimpinnya (Samad 2003). perkembangan Islam di Minangkabau secara umum. Untuk itu diadakanlah Memadukan Islam dengan sebuah pertemuan dengan empat orang Budaya Lokal sahabat sekaligus murid utamanya di Syekh Burhanuddin dipandang Surau Tanjung Medan. Pertemuan ini ulama yang sukses dalam memadukan menghasilkan dua keputusan penting, adat dan agama (Islam) di Minangkabau yaitu: tanpa menimbulkan konflik yang berarti. 1. Untuk mempercepat integrasi adat M. Letter misalnya, menegaskan dan Islam di Minangkabau perlu integrasi adat dan agama (Islam) yang dukungan penuh dari tokoh adat digagas oleh Syekh Burhanudddin adalah (penghulu) di pusat kerajaan sebuah maha karya yang sangat berharga minangkabau (darek). bagi kehidupan sosial dan budaya 2. Lambat dan mandeknya masyarakat Minangkabau (Samad 2003). perkembangan Islam di Luhak Nan Syekh Burhanuddin adalah putra Tigo (pusat alam Minangkabau) Minangkabau asli yang menguasai seluk- disebabkan oleh banyaknya beluk adat dan budaya masyarakatnya, kendala yang dihadapi oleh ulama. sehingga ia dapat beradaptasi dan Kendala tersebut berasal dari

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 131 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan

kalangan adat (penghulu) yang paham madzhab Syafi’i seperti disebabkan antara lain oleh berlaku di Aceh. kuatnya pengaruh ajaran agama 3. Memadukan adat dan agama, Budha. bahwa “Adat basandi syarak (adat harus menjadikan agama sebagai Memperhatikan keadaan di atas, prinsip/asas), fatwa agama harus akhirnya diambillah beberapa dilaksanankan oleh adat. kesimpulan dan kesepakatan sebagai 4. Struktur pemerintahan menurut berikut: sepanjang adat dilengkapi dengan 1. Kekuatan agama (syarak) yang fungsionaris-fungsionaris telah dipegang oleh para ulama di keagamaan. rantau yang berpusat di Ulakan 5. Walaupun kekuasaan raja sebagai harus diintegrasikan dengan lambang kesatuan alam kekuatan adat yang berpusat di Minangkabau, karena rantau dan Luhak Tanah Datar (Pagaruyung), nagari di bawah raja-raja kecil dan sebab ajaran Islam tidak penghulu, maka kesatuan agama bertentangan dengan adat dan adat perlu diwujudkan dan Minangkabau. dipertahankan. 2. Diharapkan para ulama pemegang syarak dan para penghulu Berdasarkan kesepakatan di atas, pemangku adat bersinergi dalam maka diambillah kesimpulan bahwa memelihara adat dan agama tokoh lima serangkai (Syekh (Islam) sehingga anak- kemenakan Burhanuddin dan empat murid aman sentosa, tenang dan damai. utamanya) dan sebelas raja di Ulakan, di Untuk itu perlu adanya perjanjian bawah pimpinan Burhanuddin, akan dan kesepakatan di alam menemui Basa Ampek Balai (sejenis Minangkabau antara kaum adat dewan menteri di bawah Sultan dan kaum agama di bawah restu Pagaruyung) yang memegang kendali “Yang Dipertuan” di Pagaruyung pemerintahan alam Minangkabau untuk dengan ketentuan seluruh rakyat membahas agama dan adat (Samad alam Minangkabau resmi 2003). Atas inisiatif Tuanku Padang menganut agama Islam dalam Gantiang, dilangsungkanlah pertemuan di Puncak Pato (Pato berarti fatwa atau

132 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif petuah) yang dihadiri oleh Burhanuddin Atas nama adat Basa Ampek Balai dan Titah di Sungai Tarab. dan murid-murid utama, sebelas orang Disetujui oleh Rajo Alam Yang raja Ulakan, Basa Ampek Balai, dan Dipertuankan di Pagaruyung penghulu-penghulu terkemuka di Luhak (Samad 2003). Nan Tigo. Bukit ini dinamakan dengan Setelah selesai Perjanjian Bukit Bukit Marapalam dan terletak antara Marapalam, Basa Ampek Balai bersama Desa Sungayang dengan Batu Bulek. Syekh Burhanuddin dan rombongan Inilah yang kemudian dikenal dengan meminta pengesahan kepada Yang “Perjanjian Bukit Marapalam” atau Dipertuan Raja Alam Minangkabau di “Piagam Bukit Marapalam” yang Pagaruyung yang disaksikan oleh Raja berbunyi: Adat dan Raja Ibadat (Samad 2003). “Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Langkah selanjutnya adalah Penyayang. mengimplementasikan Ikrar Bukit Atas qudrat dan iradat Allah Marapalam dalam kehidupan SWT, telah dipertemukan di tempat ini hamba-hamba Allah bermasyarakat., Melalui para ulama dan untuk memperkatakan adat dan penghulu diaturlah adat dan syarak di syarak yang akan menjadi pegangan anak kemenakan, luhak dan nagari sesuai dengan ajaran hidup yang akan dipakai, mati yang akan ditompang, bahwa Islam. Sejalan dengan perkembangan adat dan syarak akan waktu, kelembagaan Rajo Tigo Selo dikukuhkan menjadi pegangan di alam minangkabau, dengan berubah menjadi tali tigo sapilin, tungku ini kami sambil menyerahkan tigo sajarangan yaitu ninik-mamak, alim- kepada Allah SWT sambil mengikuti kata Muhammad saw, ulama dan cerdik pandai. Basa Ampek penghulu ka ganti Nabi, rajo ka Balai dituangkan menjadi urang ampek ganti Allah, kami mengikrarkan bahwa: jinih. Dalam suku dikenal dengan Adaik basandi syarak, syarak penghulu, malin, dan urang tuo. basandi kitabullah, syarak Dalam nagari dilengkapi dengan empat mangato adaik mamakai. Sagalo undang adaik dan hal yaitu balabuah (ada jalan raya), kelengkapannya dalam alam batapian (ada tepian tempat mandi di Minangkabau, luhak dan rantau, kampung dan nagari sungai), babalai (ada pasar), dan disesuaikan oleh sagalo ulama bamusajik (ada masjid) (Samad 2003). dan penghulu kepada rakyat di alam Minangkabau. Setelah dikukuhkannya perjanjian Atas nama syarak Syekh Bukit Marapalam oleh tokoh adat dan Burhanuddin.

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 133 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan ulama, kesepakatan ini disebarkan oleh tradisonal Minang seperti permainan kedua pihak kepada seluruh masyarakat indang. Sebelum permainan ini dimulai di Minangkabau. Perjanjian Bukit biasanya diawali dengan bacaan Marapalam merupakan episode baru assalamu’alaikum dan bismillah. Begitu dari sejarah kehidupan sosial-budaya juga dalam lagunya (sya’ir) mengandung dan keberagamaan masyarakat ajaran Islam. Begitu juga ketika Minangkabau. Ia juga menjadi titik awal mengakhiri pertunjukan ditutup dengan bagi Burhanuddin dalam kata “wassalam”. Tata tertib dan sopan menyebarluaskan ajaran Islam secara santun permainannya juga mengacu lebih intensif, sehingga dapat diterima kepada nilai-nilai akhlak Islam. Lebih- oleh semua lapisan masyarakat. Selain lebih lagi permainan uluambek, yaitu itu, perjanjian Bukit Marapalam permainan yang dimainkan oleh merupakan puncak kompromi ideologis kalangan adat dalam bentuk silat tapi yang cukup penting dalam sejarah dengan cara yang lebih halus. Tata cara intelektual pemuka adat dan agama di permainan ini banyak bersumber dari Minangkabau (Samad 2003). nilai-nilai Islam (Samad 2003). Proses perpaduan adat dan agama Kesimpulan di Minangkabau yang tidak menemui Dari pembahasan di atas dapat kendala cukup berarti juga didukung disimpulkan bahwa Syekh Burhanuddin oleh substansi adat itu sendiri. Pada telah memainkan peran sentral dalam hakikatnya, adat Minangkabau adalah pengislaman (islamisasi) Minangkabau. ajaran tentang budi pekerti (akhlak yang Kunci kesuksesan Burhanuddin terletak terpuji). Ia berada pada tataran falsafah pada pendekatan tasawuf yang budi (etika) yang tujuannya adalah untuk digunakannya yaitu da’wah bi al-hikmah. menata prilaku individual dan sosial agar Ini dapat dilihat dari pendekatan sesuai dengan hukum alam. Dengan persuasif yang digunakan Burhanuddin masuknya Islam, ia tinggal dalam menghadapi masyarakat dan menambahkan unsur keyakinan budaya lokal yaitu adat dan budaya (keimanan) terutama keyakinan akan Minangkabau. Berdasarkan pendekatan eksistensi Tuhan dan alam akhirat. tersebut Burhanuddin tidak menolak Kepiawaian Syekh Burhanuddin adat Minangkabau serta merta, hanya dalam memadukan Islam dan adat di membersihkannya dari hal-hal yang Minangkabau dapat dilihat dari kesenian bertentangan dengan nilai-nilai ajaran

134 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 Ridwan Arif

Islam. Tidak hanya bersikap toleran Azra, Azyumardi. 1988. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan terhadap budaya lokal, upaya Nusantara Abad XVII dan XVIII. Burhanuddin masuk lebih jauh yaitu Bandung: Mizan. memadukan (integrasi) budaya lokal Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam: (adat Minangkabau) dengan agama Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Ciputat: Logos yang dibakukan dalam falsafah “Adat Wacana Ilmu. basandi syarak, syarak basandi Daya, Burhanuddin. 1990. Gerakan kitabullah”. Diterimanya Islam sebagai Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera Tawalib. agama sekaligus asas bagi adat Minang : Tiara Wacana Yogya. adalah prestasi luar biasa Burhanuddin Fathurahman, Oman. 2010. Tarekat dalam islamisasi Minangkabau. Syattariyah di Minangkabau: Teks dan Konteks. Jakarta: Prenada Daftar Pustaka Media Group, Ecole Francaise Abbas, Sirajuddin. 1991. Sejarah dan D’extreme-Orient, Pusat Keagungan Mazhab Syafi’i. Jakarta: Pengkajian Islam dan Masyarakat Pustaka Tarbiyah. (PPIM) UIN Jakarta, KITLV- Jakarta. Abdullah, Abdul Rahman Haji. 1990. Pemikiran Umat Islam di Hamka. 2010. Ayahku: Riwayat Hidup Dr. Nusantara: Sejarah dan H. dan Perkembangannya Hingga Abad ke- Perjuangan Kaum Agama di 19. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa Sumatera. Shah Alam: Pustaka dan Pustaka. Dini.

Abdullah, Hawash. 1980. Perkembangan Mahyudin, Haji Yahaya. 2001. Islam di Ilmu Tasawuf dan tokoh-tokohnya Alam Melayu. Kuala Lumpur: di Nusantara. Solo: Ramadhani. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Al-Attas, Muhammad Naguib. 1966. Rānīrī Samad, Duski. 2003. Syekh Burhanuddin and the Wujūdiyyah of 17th Century Ulakan dan Islamisasi di Acheh. Vol. 3: Malaysian Branch Minangkabau: Syarak Mendaki Royal Asiatic Society. Adat Menurun. Jakarta: The Minangkabau Foundation. Al-Attas, Muhammad Naguib. 2011. Historical Fact and Fiction. Johor Shaghir, Abdullah. 1996. Puisi Bahru: Universiti Teknologi dan Karya-Karya Malaysia Press. Sufi. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniah. Arnold, Thomas Walker. 1913. The Preaching of Islam: A History of the Shellabear, WG. 1967. Sejarah Melayu. Propagation of the Muslim Faith. Petaling Jaya: Penerbit Fajar Bakti New Delhi: Adam Publisher and Sdn. Bhd. Distributor. Wan Mohd Shaghir, Abdullah. 1991. Khazanah Karya Pusaka Asia

Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020 | 135 Sejarah Islamisasi Minangkabau: Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan

Tenggara. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah.

Yunus, Mahmud. 1971. Sejarah Islam Di Minangkabau/Sumatera Barat. Jakarta: CV. Al-Hidayah.

Zainuddin, HM. 1961. Tarich Atjeh dan Nusantara. Banda Aceh: Pustaka Iskandar Muda.

136 | Indonesian Journal of Islamic History and Culture - Volume 1, No 2, 2020