CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

Provided by Rumah jurnal Fakultas Adab dan Humaniora UIN IB

Ave at:

Available online at: https://ejournal.fah.uinib.ac.id/index.php/khazanah Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam ISSN: 2339-207X (print) ISSN: 2614-3798 (online) DOI: https://doi.org/10.15548/khazanah.v0i0. 13

SEJARAH KONFLIK KEBANGKITAN ISLAM DI MINANGKABAU: Sebuah Tinjauan Awal Terhadap Proses Kemunculannya

Ihsan Sanusi Peradaban Islam Melayu Pascasarjana Universitan Islam Negeri Raden Fatah Palembang email: [email protected]

Abstract

This article in principle wants to examine the history of the emergence of the conflict of Islamic revival in Minangkabau starting from the Paderi Movement to the Youth in Minangkabau. Especially in the initial period, namely the Padri movement, there was a tragedy of violence (radicalism) that accompanied it. This study becomes important, because after all the reformation of Islam began to be realized by reforming human life in the world. Both in terms of thought with the effort to restore the correct understanding of religion as it should, from the side of the practice of religion, namely by reforming deviant practices and adapted to the instructions of the religious texts (al- Qur'an and sunnah), and also from the side of strengthening power religion. In this case the research will be directed to the efforts of renewal by the Padri to the Youth towards the Islamic community in Minangkabau. To discuss this problem used historical research methods. Through this method, it is tested and analyzed critically the records and relics of the past. In analyzing the data in this research basically used approach or interactive analysis model by Miles and Huberman. In this analysis model, the three components of the analysis are data reduction, data presentation, and conclusion drawing or verification, the activity is carried out in an interactive form with the process of collecting data as a process that continues, repeats, and continues to form acycle. Keywords: Islamic Awakening, Paderi Movement, Youth and Conflict

Abstrak

Tulisan ini secara prinsip ingin mengkaji sejarah kemunculan konflik kebangkitan Islam di Minangkabau mulai dari Gerakan Paderi hinga Kaum Muda di Minangkabau. Khusus pada periode awal, yaitu gerakan paderi, terjadi tragedi kekerasan (radikalisme) yang mengiringinya. Kajian ini menjadi penting, karena bagaimanapun juga pembaharuan Islam itu mulai direalisasikan dengan mereformasi kehidupan manusia di dunia. Baik dari sisi pemikirannya dengan upaya mengembalikan pemahaman yang benar terhadap agama sebagaimana mestinya, dari sisi pengamalan

33

34 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam...

agamanya yaitu dengan mereformasi amalan-amalannya yang memyimpang dan disesuaikan dengan petunjuk nash agama (al-Qur’an dan sunah), dan juga dari sisi upaya menguatkan kekuasaan agama. Dalam hal ini penelitian akan diarahkan kepada usaha pembaharuan oleh Kaum Paderi hingga Kaum Muda terhadap masyarakat Islam di Minangkabau. Untuk membahas masalah ini digunakan Metode penelitian historis. Melalui metode ini dilakukan pengujian dan menganalisisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Dalam menganalisis data dalam penelitian ini pada dasarnya digunakan pendekatam atau model analisis interaktif oleh Miles dan Huberman. Dalam model analisis ini, tiga komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus hingga membentuk sebuah siklus.

Kata Kunci: Kebangkitan Islam, Gerakan Paderi, Kaum Muda, dan Konflik

PENDAHULUAN Menurut Stempel analisis isi adalah Konflik pemurnian dan suatu tehnik penelitian yang objektif, pembaharuan Islam 1 di Minangkabau, sistemik, kuantitatif dan yang merupakan bagian dalam kerangka mendeskripsikan isi komunikasi.[4] “kebangkitan dunia Islam” karena Paling tidak ada 6 langkah yang bukan merupakan fenomena yang baru- digunakan dalam metode ini yaitu: (1) maka ia memiliki corak pemahaman mencari pertanyaan-pertanyaan yang dan pengamalan Islam yang khas dan akan diteliti dan teori-teori serta berbeda dari yang lain. Artinya, hipotesa apa yang akan digunakan, (2) pemikiran dan gerakan yang ada di menyeleksi sample dan membuat Minangkabau yang telah melahirkan pembatasan kategori yang digunakan, sebuah konflik, bisa dipastikan (3) menginterpretasikan fakta yang ada memiliki karakteristik tersendiri. berkenaan dengan konsep dan teori Karakteristik tersebut tidak diperoleh yang memadai.[5] Analisis isi yang dari ruang kosong, tetapi dari kondisi digunakan dalam tulisan ini lebih dan situasi tertentu yang bersifat kualitatif. Alasannya adalah: (1) membentuknya. Jika memang demikian, yang dicermati adalah tulisan dalam maka memahami konflik pembaharuan sebuah karya (buku), (2) tulisan ini Islam di Minangkabau tidak mungkin menggunakan sample untuk melihat dan dapat dilepaskan dari pemahaman menganalisis isi sebuah karya (buku) tentang berbagai situasi dan kondisi sejarah. yang melingkupinya. Dalam konteks inilah sesungguhnya konflik yang HASIL DAN PEMBAHASAN terjadi dalam masyarakat Minangkabau Sejarah Kemunculan Konflik dapat dilihat dan dianalisis lebih lanjut. Pembaharuan Islam di Minangkabau Memperhatikan alur dari pemikiran kebangkitan Islam, baik METODE PENELITIAN dalam bentuk pemurnian maupun Tulisan ini menggunakan pembaharuan, konflik pembaharuan metode analisis isi (content analisis). Islam lokalitas Minangkabau diuji dan di analisis. Dalam kasus kebangkitan 1 Lihat , Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Islam di Minangkabau kedua bentuk (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 155- kebangkitan Islam itu secara jelas 156

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 35 terlihat dan mengkristal dalam bentuk bulan Juli 1969 di Padang, 4 yang gerakan Paderi dan gerakan Kaum dilanjutkan dengan seminar “Sejarah Muda. Gerakan Paderi-berhadapan dan Kebudayaam Minangkabau” di dengan dan tarekat, adalah Batusangkar yang berlangsung tanggal gambaran kebangkitan Islam yang 1-7 Agustus 1980.5 mewakili golongan pemurnian Pertanyaan penting dan menarik (reformism) sedangkan Kaum Muda tentang sejarah masuknya Islam di yang berhadapan dengan Kaum Tua Minangkabau adalah, kenapa penyebar (adat juga tarekatnya), adalah Islam di daerah Nusantara, dengan representasi kelompok pembaharu daerah Minangkabau di dalamnya (modernism). Dalam serangkaian dibawa oleh para sufi. Dalam menjawab kebangkitan Islam Minangkabau itu masalah ini, cukup menarik untuk tidak pernah lepas dari bebagai konflik menyimak pendapat A.H. Johns, dengan melibatkan berbagai unsur dan sebagaimana telah banyak dikutip oleh kelompok masyarakat, serta nilai-nilai para peneliti tentang Islamisasi yang komplek yang melingkupinya. Nusantara belakangan. Dalam Oleh karena itu dalam studi ini, analisisnya, ia mengungkapkan bahwa kajiannya akan difokuskan semaksimal perkembangan tasawuf berkembang mungkin untuk mengurai kembali pesat setelah Baghdad di bumi- seputaran kebangkitan Islam hanguskan oleh Hulagu Khan dari (pemurnian dan pembaharuan) itu Mongol. 6 Menurut Johns, sesudah dengan berbagai dimensi konflik yang direbutnya Baghdad oleh orang-orag menyertainya terutama dengan adat Mongol tahun 1258, tugas memelihara (kelompok tertentu saja atau tokoh- kesatuan umat Islam beralih tangan tokohnya) dan organisasi tarekat yang kepada sufi.7 Para sufi (Islam) berhasil ada di Minangkabau. Namun, karena mengislamkan sejumlah besar kajian tentang konflik dalam penduduk Nusantara setidaknya sejak pembaharuan Islam di Minangkabau, abad ke 13. Faktor utama keberhasilan tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial konversi adalah kemampuan para sufi masyarakat yang melingkupi, dan yang menyajikan Islam dalam kemasan sejarah masuknya Islam itu sendiri ke atraktif, khususnya dengan menekankan Minangkabau, maka kajian ini tentu kesesuaian dengan Islam atau akan mencoba menguraikan persoalan kontinuitas, ketimbang perubahan itu telebih dahulu, bahkan yang tidak kalah penting dalam konteks ini Islamisasi di Nusantara-Indonesia 2 secara umum, yang didominasi oleh unsur sufistik, yang sebagian besar telah 4 Mochtar Na’im, “Catatan Dari Tiga 3 berwujud dalam bentuk tarekat. Seminar”, dalam Solihin Salam (ed.), Kenang- Khusus tentang sejarah masuknya Kenangan 70 Tahun Buya , (Jakarta: Islam di Minangkabau, telah pernah Yayasan Nurul Islam, 1978), h. 119 5 diadakan seminar pertama kali pada Lihat Amrin Imran, et al., Menelusuri Sejarah Minangkabau, Peny. Kamardi Rais Dt. P. Simulie, (Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia dan LKAAM Sumatera Barat, 2002), 2 Lihat antara lain, Azyumardi Azra, h. vii Jaringan Timur Tengah dan Kepulauan 6 Lihat Azyumardi Azra, Abad XVII dan XVIII: Akar Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: (Bandung: Mizan, 2002), h. 33; Azyumardi Kencana Prenada Media Group, 2013), Edisi Azra, Islam in The Indonesian …., h. 21 Perenial, h. 2-19. 7 A. Johns, “Tentang Kaum Mistik 3 Lihat uraian menyeluruh dalam Alwi Islam dan Penulisan Sejarah”, dalam Taufik Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Abdullah, (ed.), Islam di Indonesia Sepintas Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, Lalu Tentang Beberapa Segi, (Jakarta: (Bandung: Mizan, 2001), h. 10. Tintamas, 1974), h. 119 Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 36 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam... dalam kepercayaan dan praktek pertalian keluarga Aceh dan keagamaan lokal.8 Minangkabau. Kehadiran kekuasaan Dalam kenyataannya, pengaruh Aceh di Bandar-bandar Pelabuhan Barat dari arus dan gelombang kedatangan termasuk Tiku, Pariaman dan Air para saudagar yang juga sebagai sufi Bangis berlangsusng lewat pengiriman pendakwah, telah turut berperan bagi “panglima”, yaitu wakil kekuasaan dimulainya babakan baru, suatu era pusat di daerah taklukkan. Salah satu masuknya suatu sistem kebudayaan dan tugas panglima adalah mengawasi lalu- kepercayaan baru. Kebudayaan ini lintas perdagangan dan memungut (baca: Islam) kemudian “bersaing” pelbagai pajak.11 dengan sistem lama, yakni Hindu- Pengaruh Aceh telah berhasil Budha yang telah mengakar kuat dalam mengislamkan daerah Semenanjung masyarakat. Namun, toh akhirnya Malaka, dan juga membawa pengaruh kebudayaan baru ini banyak mendapat di Pantai Barat Sumatera. Apalagi simpati dari rakyat Minangkabau untuk setelah Malaka berhasil direbut oleh kemudian memeluknya secara individu Portugis pada awal abad ke 16 Masehi, per-individu, dengan cara dan strategi kekuasaan Aceh berpaling haluan seara dakwah yang khas dari para penyebar intens mengkonsolidasi dan agama tersebut, sebagaimana telah memfokuskan pada penguasaan daerah dipaparkan sebelumnya. Dalam pesisir Sumatera, 12 yang sebelumnya kerangka inilah barangkali bisa sudah dirintis. Penguasaan sampai juga dipahami secara luas bahwa sifat ke bagian pesisir Minangkabau Barat, transformasi kebudayaan dalam proses yang kemudian setelah penguasaan Islamisasi bagi Asia Tenggara berarti berdampak pada penguasaan secara pengenalan kosmolitansime baru, sosial, politik, dan agama. Dalam bersamaan dengan itu, suatu model konteks ini, Schrieke menyatakan kebudayaan baru juga dikenalkan. 9 bahwa orang-orang Acehlah yang Tahap kedua dari gelombang menyebarkan Islam di Pesisir Barat Islamisasi terkait dengan penguasaan Sumatera pada pertengahan abad ke-15, berbagai wilayah oleh kesultanan Aceh setidaknya selama Islam tidak datang yang berhasil menguasai daerah pesisir dari wilayah Pesisir Timur.13 Barat Minangkabau sekitar abad 12-13 Sebagian daerah yang menjadi Masehi. 10 Dalam konteks ini Mestika bagian dari kekusaan Aceh, negeri Zed menyatakan bahwa pengaruh Aceh Minangkabau pastinya mempunyai terhadap wilayah pesisir Minangkabau relasi dalam hal atau aspek yang terlihat jelas, setidaknya dalam dua hal. menyangkut tentang keislaman. Begitu Pertama, peranan Aceh dalam juga dalam konteks tujuan menuntut penyebaran Islam, masuknya aliran ilmu. Fakta adanya relasi itu ialah, yang keagamaan dan tradisi intelektual Islam kemudian memunculkan figur seorang melalui tarekat dan . Sejumlah putra Minang bernama Syekh ulama besar Minangkabau masa lalu Burhanuddin 14 dari Ulakan, Pariaman juga pernah berguru di Aceh dan yang pernah mengaji di Aceh, yang memiliki kebangggaan tersendiri kelak menjadi bagian penting dalam terhadap negeri itu. Kedua, hubungan 11 Mestika Zed, Saudagar Pariaman: 8 Lihat Azyumardi Azra, Jaringan..., h. Menerjang Ombak Membangun Maskapai, 15 (Jakarta: LP3ES, 2017), h. 29 9 Taufik Abdullah, “Islam dan 12 Luthfi Auni, op. cit., h. 15 Pembentukan …., h. 70 13 B.J.O. Scrieke, Kajian Historis 10 Lihat Luthfi Auni, The Decline of Masyarakat Indonesia, (Yogyakarta: Ombak, The Islamic Empire of Aceh (1641-1699), 2015) Jilid I, h. 70 (Montreal Canada: Institut of Islamic Studies 14 Lihat Mahmud Yunus, Keringkasan McGill University, 1993), h. 40 [Tesis tidak Sedjarah Islam di Minangkabau, (Jakarta: al- diterbitkan) Hidayah, 1971), h. 3, 10 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 37 proses perkembangan Islam di darek (yang letaknya pada ketinggian), Minangkabau selanjutnya. Tampaknya, maka di sini pun berlaku pepatah keberadaan Syekh Burhanuddin, oleh “syarak mendaki, adat menurun”. para sejarawan dan pengamat Islam Pada tahap ini pada dasarnya Minangkabau merupakan figur yang Islam sudah disiarkan secara terencana berperan besar dalam kelanjutan dari dan disengaja, namun pada waktu itu Islamisasi yang sebelumnya sudah ada, belum ditemukan bukti sejarah yang namun belum merata dan menjangkau menyatakan bahwa ada penghulu adat daerah lain. Terutama kawasan masih atau raja yang menganut Islam. Atau belum merata masuknya Islam ke dengan kata lain pada masa ini belum wilayah itu ialah daerah Minangkabau ditemukan di Minangkabau Darek (pegunungan dan pedalaman) pemerintahan Islam. Penyiaran agama ketimbang dari daerah pesisir, Islam pada periode ini lebih maju dan sebagaimana layaknya geografis tentu lebih lancar dibandingkan tahap Ulakan. pertama. Karena bagaimanapun juga Pada sisi lain dalam waktu relatif pada masa itu Islam sudah disengaja bersamaan, Islam juga berkembang dan terencana dikembangkan, ditambah melalui Pesisir Timur dan meluas ke lagi dengan mudahnya ajaran Islam daerah darek. Hal ini salah satunya diterima karena adanya beberapa terjadi karena adanya hubungan antara kesamaan dengan falsafah adat berlaku alam Minangkabau dan Malaka. Islam dalam masyarakat Minangkabau kala pada Abad ke-XIV M sudah itu.16 berkembang secara merata di Malaka. Tahap ketiga gelombang Salah satu tokoh yang disebut yang Islamisasi Minangkabau terkait dengan mempunyai peran besar adalah yang adanya peralihan keyakinan pimpinan berasal dari Minangkabau Timur yaitu kekuasaan, yaitu raja dari sebelumnya Siak adalah Syaik Labai Panjang beragama Hindu-Budha, beralih pada Janggut. setelah mempunyai keyakinan agama Islam. Motif konversi pengetahuaan yang cukup tentang agama ini belum jelas dan tidak dapat agama di Malaka, ia pulang ke Siak dan dipastikan. Apakah terkait pada desakan mengajarkan agama di sana. politis atau motif lain. Tetapi setelah Selanjutnya, bersama dengan murid- wafatnya Raja Ananggamawarman muridnya masuk ke bagian dalam wafat, posisi tersebut diganti oleh Minangkabau untuk menyiarkan Islam, Sultan Bakilap Alam yang sudah yang diikuti oleh orang. Oleh karena memeluk Islam. Dari segi gelar saja, itulah, menurut Amir Sarifuddin, karena sudah bisa terbaca dan terdapat guru (yang mengajarkan Islam) berasal perbedaan antara sebelum maupun dari Siak, maka orang memperoleh dan sesudah memeluk Islam. Dengan terpengaruh agama (Islam) itu disebut berpindahnya keyakinan raja “orang siak”. 15 Sampai hari ini dalam Minangkabau, secara positif telah sebagian masyarakat Minangkabau memperlancar dan mempercepat usaha terutama darek masih ditemukan kata- Islamisasi di daerah ini. Sebab, sang kata “urang siak” untuk menyebut dan Sultan memasukkan faktor dan unsur memanggil orang-orang yang Islam ke dalam aspek pemerintahan mempunyai pengetahun tentang agama secara formal. Fakta yang bisa diketahui Islam. Dalam konteks ini patut diduga adalah terbentuknya sistem karena agama datang dari Pesisir Timur pemerintahan dengan dibentuknya Rajo dan kemudian berkembang ke wilayah

15 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, (Jakarta: Gunung Agung, 16 M. Nasroen, Dasar Falsafah Adat 1984), h. 135 Minangkabau, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971) Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 38 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam...

Tigo Selo, 17 yakni Raja Alam di lain, seperti Talawi dan Padang Ganting Pagaruyung yang mengurus “negara”, juga menjadi Muslim; begitu pula pusat Raja Adat di Buo yang mengurus aspek awal Hindu-Budha di sekitar Saruaso adat, dan Raja Ibadat di Sumpur Kudus, dan Pagaruyuang mungkin berkonversi yang mengurus masalah agama. 18 Di ke dalam Islam ketika keluarga kerajaan samping itu, Raja Tigo Selo juga harus kembali ke sana. 21 meminta pertimbangan untuk masalah Adapun yang umumnya diyakini agama pada Tuan Qadhi di Padang banyak orang Minangkabau Ganting, yang bertugas menjaga bertanggungjawab memainkan peranan perjalanan syara’ dan agama penting dalam penyebaran Islam di berdasarkan kesesuaiannya pada sumber daerah ini adalah Syaikh Burhanuddin al-Qur’an dan Hadis.19 dari Ulakan. Setelah belajar dengan Dalam konteks Islamisasi tahap seorang sufi Aceh, Syaikh Abd al-Rauf ketiga ini maka menarik apa yang ibn Ali, dikenal sebagai Abdurrauf al- dikatakan Azra, bahwa terlepas dari Sinkili (lahir 1024/1615 dan meninggal perdebatan tentang proses Islamisasi 105/1693). Syaikh Burhanuddin, yang awal ranah Minangkabau, abad ke-16 dikenal dengan sebutan Tuanku dari merupakan periode yang sangat penting Ulakan, diangkat al-Sinkili sebagai dalam sejarah Minangkabau, 20 karena khalifah atau wakil yang mempunyai mencakup awal institusionalisasi Islam otoritas pada Tarekat Syattariyyah di dalam struktur sosial Minangkabau. Minangkabau sekaligus kemudian ia Konsekuensi lebih lanjut menjelang dipandang sebagai "pemimpin dunia akhir abad ke-17, proses Islamisasi dan akhirat bagi semua orang di daerah berkembang dengan cepat, dan Islam ini.22 telah menegakkan jejak kakinya yang Kembali ke sistem tiga raja yang kokoh sepanjang pesisir Minangkabau. ada, dengan demikian, jelas persoalan Menjelang pertengahan abad ke-17, agama telah menjadi urusan dan semua pusat perdagangan dan kebijakan dari sistem pemerintahan perkampungan dengan bagian secara formal. Raja Alam diberi gelar terbesamya adalah pedagang di antara dengan Yang Dipertuan atau juga para penduduknya telah masuk ke disebut dengan Dang Tuanku. Raja dalam Islam. Sumpur Kudus menjadi Adat dan Raja Ibadat diberi terkenal sebagai "Makkahnya daerah kewenangan dalam mengatur dan darek"; dan pusat-pusat perdagangan memutuskan permasalahan yang berada di bawah kompetensinya. Namun, jika 17 Lihat Rusli Amran, Sumatra Barat persoalan tersebut tidak dapat Hingga Plakat Panjang, (Jakarta: Sinar diselesaikan, maka persoalan bisa Harapan, 1981), h. 51 18 Maidir Harun, “Islam dalam Budaya dikembalikan pada Raja Alam sebagai Minangkabau”, dalam Komaruddin Hidayat pucuk tertingi dalam pemerintahan. dan Ahmad Gaus Af (ed.), Menjadi Indonesia: Secara non-formal, dalam konteks 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, , yaitu unit terkecil dalam Bandung: Mizan dan Yayasan Festival Istiqlal, pemerintahan di Minangkabau yang 2006), h. 206 19 Hamka, “Hubungan antara Adat dan bersifat otonom, juga terdapat elemen Syarak dalam kebudayaan Minangkabau” dalam institusi keislaman yang diwakili oleh Amrin Imran, et. al., Menelusuri Sejarah seorang yang disebut malim (dari kata Minangkabau, (Padang: Yayasan Citra Budaya mu’allim). Yaitu, orang yang diserahi Indonesia & LKAAM Sumbar, 2002), h. 169- wewenang dan tanggungjawab dalam 170, juga lihat Hamka, Ayahku…., h. 7 dan M. D. Mansoer, op. cit., h. 64 20 Lihat Harry J. Benda, “Kontinuitas 21 Azyumardi Azra, Surau Pendidikan dan Perubahan dalam Islam di Indonesia”, Islam Tradisional dalam Transisi dan dalam Taufik Abdullah, (ed.), Islam di Modernisasi, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, Indonesia Sepintas Lalu Tentang Beberapa 2003), h. 43 Segi, (Jakarta: Tintamas, 1974), h. 41 22 Ibid., h. 44 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 39 mengurusi permasalahan agama, baik desentralistik. Barangkali kenyataan ini ibadat, keyakinan, maupun aspek mempunyai nilai positif, yakni memberi moralitas di lingkungan nagari. 23 kebebasan kepada masyarakat untuk Eksistensi para pemimpin agama yang dapat menerima Islam secara kultural. ditopang oleh pilar kultural dengan Walaupun, juga memberi nilai jabatan-jabatan tersebut di atas pada “negatif”, karena proses Islamisasi fungsinya akan meneguhkan suatu relasi bergerak terkesan cukup lamban karena antara agama dan adat serta tidak adanya unsur imperatif dalam meneguhkan unsur-unsur keislaman bentuk dukungan kekuasaan politik. dalam sistem kehidupan masyarakat Uraian di atas memberikan Minangkabau. deskripsi tentang Islamisasi Daerah Minangkabau sebagai Minangkabau yang terus berlanjut bagian wilayah dari Nusantara tidak (kontinuitas), yang kemudian memberi luput dari adanya penetrasi kultur dampak bagi perkembangan Islam masa sufisme yang menyertai proses berikutnya. Dimana Islam yang Islamisasi di daerah ini. Sejak awal berkembang di Minangkabau pada awal diperkirakan dalam sejarah masuknya kedatangannya belum seutuhnya Islam di kawasan ini, tampaknya tertanam secara menyeluruh dalam eksistensi tasawuf dengan organisasi komunitas masyarakat. Islam lebih tarekatnya telah hadir dalam banyak hanya sebagai nama, belum perkembangan Islam di Minangkabau. sebagai praktek pengamalan Islam Konversi Alam Minangkabau yang murni. Islam di Minangkabau masih merupakan daya kreatif sufi-tarekat itu berbau sinkretik, dengan menjalankan telah menjadikan penganut Islam praktek-praktik tradisional lama yang Minangkabau yang sinkretis antara mengandung unsur tahkyul, bid’ah dan Hindu-Budha plus budaya lokal yang khurafat. Praktek-praktek adat masih berbau mistis sekaligus. Hasilnya Islam sangat banyak yang tidak sesuai dengan di Miangkabau diposisikan sebagai doktrin Islam. Menjadi (menganut) memperkaya tradisi yang sudah ada. Islam, tidak membuat para anngota Dalam kerangka ini, sebagaimana keluarga raja Minangkabau beserta lazimnya pendekatan tasawuf dalam pejabat-pejabat kerajaan meninggalakan proses dakwahnya, Islamisasi di keyakinan dan praktek-praktek mereka Minangkabau cenderung terlihat yang ada dahulu sebelum Islam. mengalami bentuk proses akulturasi Barang-barang besar kerajaan masih budaya ketimbang proses politik.24 Hal tetap dianggap mempunyai makna ini salah satunya disebabkan oleh magis. Sehingga yang Islam hanya karena Minangkabau sebagaimana bagian luarnya saja. 25 Kondisi ini sudah diulas sebelumnya, tidak bertahan cukup lama yaitu kira-kira memiliki basis sistem kekuatan politik sampai akhir abad ke-18 M, yaitu kerajaan yang kuat seperti daerah lain. munculnya pembaharuan Islam di Kekuasaan politik Minangkabau tidak Minangkabau dalam bentuk berada dalam sistem sentralistik. reformisme. Namun, kekuasaan itu hanya efektif Namun harus ditegaskan di sini dalam konteks nagari yang sifatnya kembali bahwa Islamisasi dalam masyarakat Minangkabau pada awalnya 23 Maidir Harun , “Islam dalam Budaya tidaklah menggunakan cara kekerasan, Minangkabau”, dalam Ahmad Gaus Af (ed.), apalagi dengan melalui peperangan. op. cit., h. 209 24 Zaim Rais, “Respon Kaum Tuo Sudah diketahui secara umum bahwa Minangkabau terhadap Gerakan Pembaharuan Islam”, dalam Dody S. Truna dan Ismatu Ropi 25 Cristene Dobbin, Kebangkitan Islam (ed.), Pranata Islam di Indonesia: Pergulatan dalam Ekonomi Petani Yang Sedang Berubah: Sosial, Politik, Hukum, dan Pendidikan, Sumatera Tengah 1784-1847, Ter. Lilian D. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002), h. 37. Tedjasudhana, (Jakarta: INIS, 1992), h. 140-141 Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 40 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam... sebelum Islam datang, pola struktur yang mengatur tingkah laku yang benar kekuasaan masyarakat Minang, atas dasar syariat bagi para pedagang.29 dipimpin oleh struktur kekuasaan yang Titik fokus gerakan pembaharuan berasas pada politik kesukuan induk, Tuanku Nan Tuo diarahkan kepada yaitu struktur kekuasaan suku Koto murid-muridnya dan juga masyarakat Piliang yang bersifat aristokrasi dan Minangkabau untuk mengikuti ajaran suku Bodi Chaniago yang bersifat Islam. Hal itu tentu tidak aneh, karena demokrasi. 26 Kedua sistem kekuasaan banyak di antara mereka yang tidak ini, dibangun oleh dua orang hanya sekedar tidak memperdulikan bersaudara, namun berlainan ibu, yaitu kewajiban-kewajiban Islam, tetapi Datuk Ketumanggungan dan Datuk bahkan melakukan perbuatan-perbuatan Perpatih Nan Sabatang. Walaupun haram, seperti perkosaan, pembunuhan, sistem kekuasaan ini merata diterapkan perampokan, penjualan anggota di seluruh ranah Minang, namun keluarga demi kepentingan hawa nafsu kekuasaan ini, secara efektif hanya keduniaan. Dalam konteks ini, ia berlaku dalam ruang lingkup nagari.27 konsen memberikan pengajarannya Gerakan pembaharuan tahap dalam rangka mengevaluasi kembali awal-yang dimotori Tuanku Nan Tuo praktik yang Islami dan tidak Islami di ini pada dasarnya adalah usaha kembali kalangan penduduk Minangkabau, ke syariat 28 Islam (pemurnian). Sejak dengan cara menjelaskan secara akhir abad ke-18 tanda-tanda pertama terperinci syariat Islam. Dalam pembaharuan Islam muncul di tengah kerangka ini pendapat Dobbin dapat masyarakat Minangkabau. Pada waktu diterima, bahwa pada masa ini surau tersebut, surau dan tarekat-tarekat telah mampu berdiri di garis terdepan mengukuhkan dengan kuat otoritasnya masyarakat, yang menawarkan sebuah yang melampaui kesetiaan nagari dan alternatif untuk mengatur berbagai suku. Dengan kata lain, surau telah urusan kemasyarakatan.30 Ditambah lagi berkembang menjadi suatu lembaga surau pada masa itu, selain menjadi yang melampaui desa (supra-village). pusat studi Islam juga menjadi basis Dalam kerangka ini, Tuaku Nan Tuo, utama orang Minangkabau yang baru menekankan kepada murid-muridnya masuk Islam.31 tentang pentingnya bagi penduduk Melihat fakta-fakta tersebut, Minangkabau untuk bersatu menjadi setidaknya sejak sekitar 1784, hukum sebuah komunitas yang mendasarkan Islam menjadi sebuah bidang perbuatan mereka pada kehendak pengajaran penting di surau-surau Tuhan; patuh kepada perintah al-Quran Minangkabau. Implikasi dari semua itu dan ketentuan syariat, dalam hal sejak kedatangan Islam, situasi warisan, perceraian, dan jual beli Minangkabau menjadi berubah dan barang. Tuanku Nan Tuo, yang menjadi lebih matang bagi gerakan kembali kaya karena aktivitas dagangnya, kepada syariat. Hal ini dibuktikan dan menyusun sebuah kitab undang-undang ditandai dengan hadirnya tarekat-tarekat yang tidak saja berorientasi spiritual semata, tetapi juga terlihat adanya kecenderungan yang meningkat di 26 Lihat A. A. Navis, Alam Takambang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau, (Jakarta: Grafiti Pers, 1984), h. 29 Lihat Azyumardi Azra, Surau…., h. 122-123; Hamka, Islam dan Adat Minangkabau, 69 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 17 30 Cristine Dobbin, op. cit., h. 150 27 Lihat uraian Rusli Amran tentang 31 Elizabatt E. Graves, Asal-Usul Elite sistem pemerintahan Minangkabau. Rusli Minangkabau Modern: Respon terhadap Amran, op…cit., h. 51-67 Kolonial Belanda Abad XIX/ XX, terj. Novi 28 Lihat lebih jauh Azyumardi Azra, Andri,. et. al., (Jakarta: Yayasan Obor Jaringan…., h. 125 Indonesia, 2007), h. 46 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 41 antara murid-murid itu sendiri Karena itu, revolusi mesti dilakukan mempelajari hukum Islam. Dan guru- terhadap cara hidup orang desa dengan gurulah yang mempunyai peranan mengajak mereka mengikuti dan utama dalam mendorong murid- menjalankan segala aturan bagi muridnya agar terus menekankan penganut agama Islam, yaitu peranan syariat dalam kehidupan mendirikan salat lima waktu dan masyarakat Minangkabau. Ini artinya pelaksanaan empat rukun Islam lainnya. awal bagi kaum pembaharu Jalaluddin juga mengajarkan banyak Minangkabau untuk menuntut aspek lain dari hukum Islam kepada akomodasi lebih jauh bagi Islam dalam para muridnya. masyarakat. Dalam proses ini tentu Diskursus kebangkitan Islam mereka menghadapi tantangan- dengan semboyan kembali ke syariat, tantangan sosio-kultural dalam upaya yang diprakarsai Tuanku Nan Tuo mengangkat hukum Islam ke dalam kemudian mengalami perubahan yang posisi yang unggul, secara khusus signifikan, yang semula relatif tidak ketika berhadapan dengan adat, tradisi menimbulkan gejolak yang besar dan tarekat yang menyimpang. kemudian berubah haluan menjadi Gambaran ini memperlihat secara gerakan pembaharuan yang lebih rinci bahwa Tuanku Nan Tuo-dengan radikal. Para sejarawan menyatakan surau dan muridnya, menawarkan bahwa perubahan itu terjadi dan diawali pembaharuan terhadap kepercayaan dan dengan persentuhan dengan gerakan praktik kaum Muslim ke arah Islam reformasi Wahabi Saudi Arabia. yang lebih berorientasi syariat. Ia Pengaruh setidaknya dibawa oleh tiga mengajar penduduk, terutama murid- orang yang baru pulang dari Makkah muridnya, tentang kebutuhan terhadap yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin, dan perubahan bagi masyarakat Haji Piobang, sekitar tahun 1803. Minangkabau. Dalam pembaharuan itu Belakangan kelompok mereka dikenal sendiri, Tuanku Nan Tuo menggunakan “urang putiah” sebagai lawan dari urang pendekatan dan cara-cara yang sangat hitam (terutama golongan adat) yang halus dan persuasif, 32 sehingganya merupakan sasaran pembaharuan gerakan pembaharuan yang dilakukan mereka. Dalam literatur Barat inilah tidak memunculkan terlalu besar friksi yang disebut “Kaum Paderi”. Dengan dan konflik sosial-keagamaan. Langkah kemunculan ketiga orang haji itu maka ini kemudian ditransformasikan kepada dimulailah suatu era kelam murid-murid terbaik Tuanku Nan Tuo, Minangkabau yang dipenuhi dengan yang juga diberi intruksi untuk berbagai konflik terbuka. Namun, dalam melakukan pembaharuannya dengan bagian ini tidak akan diuraikan secara mendirikan surau baru, yang tentunya rinci konflik tersebut, karena kajian jelas di luar wilayah surau Tuanku Nan akan dibahas secara mendalam bagian Tuo, yaitu Koto Tuo Empat Angkat. Di sub-bab berikutnya. antara ribuan muridnya yang ada, yang Kebangkitan Islam yang berbakat dan paling terkenal pada masa dikomandoi oleh golongan Paderi ini awal adalah Jalaluddin, yang disebut pembaharuan (tepatnya mendirikan sebuah surau di Koto pemurnian atau ishlah) gelombang Lawas, sebuah desa di lereng Gunung pertama di Minangkabau, yang Merapi, yang telah menjadi pusat berusaha untuk mengembalikan ajaran Tarekat Syattariyyah. Sebagaimana dasar Islam, dengan menghilangkan gurunya, Jalaluddin juga mendirikan segala tambahan dalam agama yang surau dengan tujuan untuk menciptakan datangnya kemudian, dan dengan sebuah komunitas Muslim yang murni. melepaskan penganut Islam dari jumud, kebekuan dalam masalah dunia. Namun, dalam sejarah, gelombang pertama 32 Azyumardi Azra, Surau…., h. 71-72 Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 42 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam... gerakan pembaharuan Islam yang syarat dengan arus utama doktrin ortodoks.33 dengan konflik di Minangkabau ini Pada tahun 1904, langkah Syekh berakhir dengan kekalahan, kalau tidak Achmad Chatib secara “radikal” diikuti ingin menyatakan kegagalan. Azra oleh Haji Yahya dari Solok. Dengan menyatakan secara gamblang bahwa menentang wewenang penghulu, “ketika perang Paderi berakhir 1837, dengan cara mendesak masyarakat jelas gerakan Paderi secara substansial untuk meninggalkan warisan adat tidak berhasil mengubah struktur sosial, mereka. Akibat gejolak sosial yang kultural dan politik di Minangkabau. yang muncul karena adanya anjuran ini Namun, penting dicatat ia berhasil membuat pemerintah (Belanda) memperkuat dan mempebesar pengaruh mengasingkan Haji Yahya.34 agama dalam sistem masyarakat Dengan demikian, begitu jelas, Minangkabau”. setelah gerakan pembaharuan Islam Pertanyaan penting dalam konteks gelombang pertama yang syarat dengan ini adalah apakah dengan berakhirnya konflik itu, seolah-olah sudah terhenti, pembaharuan gelombang pertama ini ternyata muncul kembali mulai abad ke- berekahir pula usaha pembaharuan dan 20, yang gerbangnya awalnya dimotori pemurnian ajaran Islam di oleh Ahmad Khatib dari Mekkah. Minangkabau? Apakah konflik dalam Kebangkitan Islam periode inilah pembaharuan Islam di Minangkabau kemudian dikenali sebagai gelombang sudah berhenti, atau masih berlanjut? kedua gerakan pembaharuan Islam di Ternyata, Konflik itu terus berlanjut, Minangkabau, yaitu bangkitnya apa ibarat “api di dalam sekam”. Atau yang didentifikasi sebagai “Kaum dengan kata lain konflik itu tetap Muda”. Dalam Alam Minangkabau berlanjut, namun intensitasnya tidak dikembangkan rata-rata merupakan lagi sekuat masa Gerakan Paderi. murid dari Amhad Chatib Sendiri, Karena intensistas lemah itu, maka antara lain Muhammad Abdullah barangkali gerakan kebangkitan Islam Ahmad (1878-1933), Haji Abdul Karim pertama itu-reformasi Paderi, tampak Amrullah (1878-1949), Muhammad seolah-olah terhenti. Jamil Jambek (1860-1947. Kenapa Pada akhir abad ke-19 Sjekh Ahmad Khatib yang menjadi pelopor Achmad Chatib, seorang ulama dari gerakan kedua ini. Jawaban Minangkabau dan pemimpin Muslim sederhana barangkali bisa dirujuk terpelajar, Imam Besar di Masjidil kepada silsilahnya sendiri, dimana dia Haram, Mekah, meluncurkan gerakan selain “anti adat”, juga masih ortodoksnya. Melalui banyak merupakan keturunan Tuanku Nan Tuo, tulisannya, dia ingin menyucikan yang merupakan Imam sekaligus kehidupan religius dan mereformasi pemimpin Paderi pada masa masyarakat Minangkabau sesuai dengan kebangkitan Islam pertama. ajaran Islam. Sebagai seorang legalis Dengan kata lain, kekalahan sejati, dia tidak merasakan apa-apa ataupun “kegagalan” pembaharuan selain penghinaan terhadap apa yang dia gelombang pertama ini, pada satu sisi anggap sebagai “pertobatan yang telah menyuburkan kemapanan setengah hati”. Dia dengan marah beragama ala kaum tradisi dalam menyerang tarekat dan sistem pewarisan komunitas kehidupan dan masyarakat matrilineal. Praktik keagamaan tarekat baginya sesat, dia juga menyerang 33 Taufik Abdullah, “Islam, History, tarekat Naqsyabandiah, yang ajaran dan and Social Change In Minangkabau”, Dalam doktrinnya secara umum dianggap Lynn L. Thomas dan Frans von Benda- sebagai salah satu yang paling dekat Beckman, Contiunity and Change in Minangkabau, (Ohio: Center for Southeast Asian Studies, 1985), h. 141 34 Ibid., h. 142 Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 43

Minangkabau. “Kemapanan” beragama respon dan kritik Kaum Muda terhadap ala kaum tradisi yang terkenal dengan pemikiran tasawuf dan praktek-praktek sebutan Kaum Tua dengan segala tarekat. Pengamalan tasawuf dan tarekat variannya, berhadapan dengan gerakan yang dipelopori oleh Kaum Tua kaum pembaharu yang kemudian dianggap telah menyimpang dari dikenal dengan sebutan Kaum Muda. ketentuan normatif agama terutama, Gerakan Kaum Muda ini mengusung sejarah praktek kenabian dan sahabat. tema dengan semangat dan slogan Namun, perspektif Kaum Tua, “kembali kepada al-Qur'an dan as- mereka juga tentunya mempunyai Sunnah”. Mereka menilai, bahwa reasoning values dalam memberikan suasana beragama melalui praktek yang argumentasi counter attack sekaligus dijalankan oleh masyarakat mempertahankan pendapat dalam Minangkabau selama ini telah banyak menyikapi kritik Kaum Muda yang bertentangan dengan kedua sumber sangat tajam terhadap eksistensi tasawuf hukum di atas. Oleh karena itu perlu ada dan tarekat. Kaum Tua yang sepertinya pembaharuan pemahaman dan kukuh mempertahankan nilai-nilai pengamalan keagamaan. tradisi tasawuf dan tarekat serta adat. Dengan demikian jelas, bahwa bagaimanpun juga, tradisi tarekat ini kontinuitas dan perubahan dalam telah berjasa dalam proses panjang transformasi dan model Islamisasi Islamisasi, apalagi ia telah menjadi masyarakat Minangkabau abad-abad bagian “kesadaran” keagamaan sebelumnya sampai di awal abad ke-20 masyarakat Minangkabau. Dinamika pada dasarnya dikendalikan oleh para dan konflik dari dua kubu ulama ini ulama. Dalam mewujudkan misi pada masa awal abad 20-an, patut Islamisasi itu sendiri, dalam hal-hal diduga akan berdampak pada ranah tertentu secara relatif tetap dipengaruhi intelektual dan sosial. Sebab, setiap oleh pemikir intelektual Timur Tengah. gerakan pemikiran dan segala respon Perkembangan selanjutnya kaum ulama yang dilakukan, apalagi berujung pada terpolarisasi kepada dua kutub; kutub terjadinya konflik, pasti mempunyai yang pertama, mereka yang tetap dampak dan arti yang akan ditimbulkan mempertahankan berbagai tradisi di pada perkembangan sejarah di tengah masyarakat demi menjaga kemudian hari. kemapanan. Kutub kedua adalah adalah Deskripsi di atas memperjelas ulama yang ingin melakukan bahwa konflik antara dua kutub tersebut perubahan (baca: pemurnian dan sepetinya memang tidak bisa dielakkan. pembaharuan) terhadap apa yang sudah Hal ini disebabkan karena secara ada dan berlaku di tengah masyarakat, substansi kedua kutub itu adalah ulama, kepada sesuatu yang mereka anggap dan di dalam struktur elit strategis dan yakini sebagai sesuatu yang benar. kepemimpinan Minangkabau mereka Klaim dari pembaharu ini (baca “berkelindan” (bersatu padu) dalam kaum muda), bercermin pada kondisi pepatah Minangkabau “tali nan tigo bahwa pengamalan agama masyarakat sapilin dan tunggu nan tigo yang muslim Minangkabau mesti harus sajarangan; Ninik mamak, alim-ulama, diupayakan adanya purifikasi ajaran cadiak-pandai. Ketiga hal ini agar tidak merajalelanya praktek- mencerminkan dan merepresentasikan praktek bid'ah. Sebab, bentuk-bentuk dari tiga domain struktur Minangkabau, perbuatan yang diamalkan selama ini yaitu adat, Islam dan intelektual yang oleh masyarakat pada dasarnya berasal tidak terikat (ilmuan bebas). Kondisi dari tradisi-tradisi lokal yang selama ini konflik yang ada “diperparah” lagi oleh diakomodasi oleh Kaum Tua atau ulama kondisi di kalangan pembaharuan Islam tradisional, yang tidak ada referensi khususnya dan masyarakat tekstual dalam ajaran Islam. Begitu juga Minangkabau umumnya, pada waktu itu

Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 44 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam... juga terjadi proses pemasukan paham yang baru dan cara yang berbeda kebangsaan Barat. Ini pada gilirannya dengan pembaharuan tahap pertama menambah kacaunya keadaan yang radikal dan tanpa kompromi masyarakat Minangkabau waktu itu. sebagaimana dilakukan oleh kelompok Sebab dengan semakin kuatnya Paderi. pengaruh organisasi Barat, kharisma pribadi ulama, pada batas tertentu dalam DAFTAR PUSTAKA kehidupan sosial politik menjadi merosot. Abdullah, Taufik, “Islam, History, and Social Change In Minangkabau”, PENUTUP Dalam Lynn L. Thomas dan Frans Sebagai penutup kajian ini ada von Benda-Beckman, Contiunity beberapa hal yang bisa ditegaskan: and Change in Minangkabau, Pertama, sejarah dari ide-ide dan Ohio: Center for Southeast Asian gerakan kebangkitan Islam dalam Studies, 1985 bentuk pembaharuan dan pemurnian Islam kaum Paderi dan kaum kaum tua ______, “Islam dan di Minangkabau, dipengaruhi berbagai Pembentukan Tradisi di Asia faktor yang tidak homogen. Kedua, Tenggara: Sebuah Perspektif Gerakan pembaruan awal yang dimulai Perbandingan”, dalam Taufik Tuanku Nan Tuo dan Syaikh Jalaluddin, Abdullah dan Sharon Siddique, kemudian bermetamorfosis menjadi (ed.), Tradisi dan Kebangkitan cenderung radikal setelah kedatangan Islam di Asia Tenggara, Jakarta: tiga orang haji dari Makkah, yaitu Haji LP3ES, 1989 Piobang, Haji Sumanik dan Haji Miskin. Ketiga, Gerakan pembaharuan Aceh, Abu Bakar, Salaf: Islam dalam dari Tuanku Nan Tuo masih bersifat Masa Murni, Solo: Ramadhani: moderat dan kultural, dan pada faktanya 1986, cet. ke-2 masih dilaksanakan di sekitar Cangking dan Agam pada umumnya. Namun, Amran, Rusli, Sumatra Barat Hingga secara historis gerakan pembaharuan Plakat Panjang, Jakarta: Sinar dari Tuanku Nan Tuo dan Syekh Harapan, 1981 Jalaluddin kemudian sangat berlainan bentuknya dengan apa yang telah Anis, Ibrahim, al-Mu’jam al-Wasith, dilakukan oleh para muridnya. Di Kairo: Dar al-Nadhah, tt. antaranya, adalah Tuanku Nan Ranceh, yang tidak puas dengan gerakan Auni, Luthfi, The Decline of The pembaharuan gurunya yang sangat Islamic Empire of Aceh (1641- lunak. Gerakan radikal Paderi pada 1699), Montreal Canada: Institut mulanya di awali oleh Tuanku Nan of Islamic Studies McGill Ranceh ini, yang kemudian dibantu University, 1993, [Tesis tidak oleh para haji yang pulang dari tanah diterbitkan] suci, dan kemudian berlanjut pada masa muridnya, Azra, Azyumardi, Islamic in The Keempat, dalam kurun waktu Indonesian World: An Account of kurang lebih dari 70 tahun, pada awal institutional Formation, Bandung: abad ke-20-an, gelombang dan babakan Mizan, 1996 baru gerakan pembaharuan kembali muncul ke permukaan. Daerah ______, Islam Reformis: Minangkabau mengalami kembali Dinamika Intelektual dan gerakan pembaharuan tahap kedua Gerakan, Jakarta: Raja Grafindo dengan menampilkan corak dan pola Persada, 1999

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 45

Paderi Minangkabau 1784-1847, ______, Surau Pendidikan Depok: Komunitas Bambu, 2008 Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi, Jakarta: Logos Esposito, John L., Dinamika Wacana Ilmu, 2003 Kebangunan Islam: Watak, Proses dan Tantangan, Jakarta: ______, Islam Nusantara: Rajawali, 1987 Jaringan Global dan Lokal, Bandung: Mizan, 2002 Hamka, Sejarah Umat Islam, Singapura: Pustaka Nasional PTE ______, Pergolakan Politik LTD, 2006, cet. ke-6 Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post ______, Ayahku: Riwayat Hidup Dr. Modernisme, Jakarta: Paramadina, H. dan 1996 Perjuangan Kaum Agama di Sumatera Barat, Jakarta: ______, Jaringan Ulama Umminda, 1982, cet. ke-4 Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: ______, “Hubungan antara Adat dan Akar Pembaharuan Islam di Syarak dalam kebudayaan Indonesia, Jakarta: Kencana Minangkabau” dalam Amrin Prenada Media Group, 2013), Imran, et. al., Menelusuri Sejarah Edsisi Perenial Miangkabau, Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia & LKAAM Sumbar, 2002 ______, Renaisans Islam Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan ______, Islam dan Adat Minangkabau, Kekuasaan, Bandung: Remaja Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984 Rosda Karya, 2000), cet. ke-2 Harun, Maidir, “Islam dalam Budaya Minangkabau”, dalam Benda, Harry J., “Kontinuitas dan Komaruddin Hidayat dan Ahmad Perubahan dalam Islam di Gaus Af (ed.), Menjadi Indonesia: Indonesia”, dalam Taufik 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Abdullah, (ed.), Islam di Nusantara, Bandung: Mizan dan Indonesia Sepintas Lalu Tentang Yayasan Festival Istiqlal, 2006 Beberapa Segi, Jakarta: Tintamas, 1974 Hasymy, A., Sejarah Masuk dann Berkembangnya Islam di Berg, L.W.C. van den, Hadramaut dan Indonesia, Bandung: Al Maarif, Koloni Arab di Nusantara, Terj. 1994 Rahayu Hidayat, Jakarta: INIS, 1989 Imran, Amrin, et al., Menelusuri Sejarah Minangkabau, Peny. Dobbin, Cristene, Kebangkitan Islam Kamardi Rais Dt. P. Simulie, dalam Ekonomi Petani Yang Padang: Yayasan Citra Budaya Sedang Berubah: Sumatera Indonesia dan LKAAM Sumatera Tengah 1784-1847, Ter. Lilian D. Barat, 2002 Tedjasudhana, Jakarta: INIS, 1992 Johns, A., “Tentang Kaum Mistik Islam ______, Gejolak Ekonmi, dan Penulisan Sejarah”, dalam Kebangkitan Islam, dan Geraka

Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 46 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam...

Taufik Abdullah, (ed.), Islam di Minangkabau, Jakarta: Grafiti Indonesia Sepintas Lalu Tentang Pers, 1984 Beberapa Segi, Jakarta: Tintamas, 1974 Nasution, Harun, Teologi Islam: Aliran- aliran Sejarah Analisa Madjid, Nurcholish, Islam Kemodernan Perbandingan, Jakarata, UI-Press, dan Keindonesiaan, Bandung: 2008 Mizan, 1998, cet. ke-11 ______, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Mansoer, M. D., et. al., Sedjarah Gerakan Jakarta: Bulan Bintang, Minangkabau, Jakarta: Bharata, 2003, cet. ke-13 1970 ______, et. al., Ensiklopedi Ma’luf, Lois, al-Munjid fi la Lughah al- Islam Indonesia, Jakarta: ‘Arabiyah al-Mu’ashirah, Beirut: Djabatan, 1992 Dar al-Syarq, 2001 Parve, H. A. Steijn, “Kaum Padari Marsden, William, Sejarah Sumatra: (Padri) di Padang Darat Pulau The History of Sumatera, Ter. Sumtera”, dalam Taufik Sutrisno, Yogyakarta: Indoliterasi, Abdullah, (ed.), Sejarah Lokal di 2016 Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, cet. Mulkhan, Abdul Munir, “Islam Murni, ke-5 Islam Mistik, Islam Fikih”, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Rasjidi, M., “Kata Pengantar”, dalam Gaus Af (ed.), Menjadi Indonesia: buku Karel A. Steenbrink, 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Beberapa Aspek tentang Islam di Nusantara, Bandung: Mizan dan Indonesia Abad Ke-19, Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal , 2006 Bulan Bintang, 1984

Muzaffar, Chandra, “Kebangkitan Ricklefs, M. C., Sejarah Indonesia Kembali Islam: Tinjaun Global Modern 1200-2008, Jakarta: dengan Ilustrasi dari Asia Serambi, 2008), Terj. Tim Tenggara”, dalam Taufik Penerjemah Serambi, cet. ke-1 Abdullah dan Sharon Siddique, (ed.), Tradisi dan Kebangkitan Rais, Zaim, “Respon Kaum Tuo Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Minangkabau terhadap Gerakan LP3ES, 1989 Pembaharuan Islam”, dalam Dody S. Truna dan Ismatu Ropi (ed.), Na’im, Mochtar, “Catatan Dari Tiga Pranata Islam di Indonesia: Seminar”, dalam Solihin Salam Pergulatan Sosial, Politik, (ed.), Kenang-Kenangan 70 Hukum, dan Pendidikan, Jakarta: Tahun Buya Hamka, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2002, h. 37. Yayasan Nurul Islam, 1978 Sanusi, Ihsan, Ilmu : Usaha Nasroen, M., Dasar Falsafah Adat Memahami Aqidah Secara Minangkabau, Jakarta: Bulan Konprehensif, Batusangkar: Bintang, 1971 STAIN Batusangkar Press, 2012

Navis, A.A., Alam Takambang Jadi Shidiqi, Nourouzzaman, Tamaddun Guru: Adat dan Kebudayaan Muslim: Bunga Rampai

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam Ihsan Sanusi 47

Kebudayaan Muslim, Jakarta: Zahrah, Imam Muhammad Abu, ‘Aliran Bulan Bintang, 1986 Politik dan Aqidah Dalam Islam, Jakarta: Logos, 1996 Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Zed, Mestika, Saudagar Pariaman: Pemikiran, Jakarta: UI-Press, Menerjang Ombak Membangun 1993, edisi ke-5 Maskapai, Jakarta: LP3ES, 2017

Suryanegara, Ahmad Mansyur, Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung: Mizab, 1996, cet ke-3

Shihab, Alwi, Antara Tasawuf Sunni dan Tasawuf Falsafi: Akar Tasawuf di Indonesia, Bandung: Pustaka IIMaN, 2009 ______, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini di Indonesia, Bandung: Mizan, 2001

Syarifuddin, Amir, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta: Gunung Agung, 1984

Said, Muhammad, “Mengenal Hamka Dari Jauh dan Dekat”, dalam Solihin Salam (ed.), Kenang- Kenangan 70 Tahun Buya Hamka, Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1978

Scrieke, B.J.O., Kajian Historis Masyarakat Indonesia, Yogyakarta: Ombak, 2015, Jilid I

Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008

Trimingham, J. Spencer, The Sufi Orders in Islam, Oxford: Oxford University Press, 1971

Yunus, Mahmud, Keringkasan Sedjarah Islam di Minangkabau, Jakarta: al-Hidayah, 1971

Volume VIII, Nomor 15, Januari-Juni 2018 48 Sejarah Konflik Kebangkitan Islam...

Khazanah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam