MASJID HARAKATUL JANNAH GADOG-BOGOR: SIMBOL KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU DI RANAH RANTAU

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)

Oleh Yulia Kartika NIM: 1113022000094

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2017 M

ABSTRAK

Tradisi merantau masyarakat Minangkabau mulai intensif berlangsung pada abad ke-15, dengan berbagai faktor keadaan Minangkabau saat itu semakin mempermudah pergerakan masyarakatnya ke wilayah di luar daerah Sumatera Barat. Dalam skripsi ini, penulis menjadikan Masjid Harakatul Jannah di Gadog- Bogor sebagai instrumen dari keberadaan pamangku Minangkabau di rantau, dengan eksistensinya yang memiliki karakteristik kebudayaan Minangkabau di Bogor. Penulisan penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan perspektif sejarah, dan ilmu bantu antropologi untuk mengetahui sejarah berdirinya masjid Harakatul Jannah, bagaimana elemen kebudayaan Minangkabau yang diaplikasikan pada masjid Harakatul Jannah, dan bagaimana kontribusi masjid kepada masyarakat. Teknik pengumpulan data skripsi ini dilakukan dengan observasi dan wawancara pribadi, kepada pendiri masjid, dan penggiat masjid. Hasil penelitian pada skripsi ini, menunjukkan bahwa karakteristik kebudayaan Minangkabau yang identik dengan adat, diaplikasikan pada bagian elemen-elemen Masjid Harakatul Jannah, seperti Gerbang Bundo Kanduang, Hajjah Tower, dan Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang memiliki filosofi dengan masyarakat Minangkabau yang beradat. Upaya dalam menghidupkan masjid turut dilakukan oleh penggiat masjid yang merupakan para perantau dari Minangkabau, dengan dilangsungkannya beberapa pertemuan sebagai bentuk silaturahmi antar perantau. Keberadaan binaan Masjid Harakatul Jannah, turut memberikan gambaran atas kebudayaan Minangkabau yang hidup di dalam masjid. Aktivitas para santri di masjid, khususnya di Majelis Syekh Ahmad Khatib Al- Minangkabawi, menunjukkan kemiripan dengan tradisi intelektual Islam yang telah menempatkan pada posisi penting pendidikan Islam pada abad ke 19 di Minangkabau. Walaupun Masjid Harakatul Jannah dikenal dengan kekayaan arsitektur Eropa dan Timur Tengah yang megah, kebudayaan dengan karakter Minangkabau telah menjadi ekspresi kebudayaan yang eksklusif pada bagian elemen masjid maupun pada kegiatan-kegiatan yang berlangsung di Masjid Harakatul jannah.

Kata kunci: Tradisi Merantau, Masjid Harakatul Jannah, Kebudayaan Minangkabau

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kepada Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih-Nya, semoga rahmat dan hidayah-Nya selalu menyertai kita dalam segala upaya. Shalawat serta salam senantiasa kita persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabat, dan pengikutnya. Rasa syukur penulis telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Masjid Harakatul Jannah Gadog-Bogor: Kajian mengenai Karakteristik kebudayaan Minangkabau”. Meskipun penulis sadar betul atas kekurangan pada skripsi ini, penulis berharap dapat memberikan gambaran mengenai Masyarakat Minangkabau kontemporer, khususnya mengenai kontribusi perantau Minangkabau di wilayah Bogor pada khususnya. Tidak dapat dipungkiri terdapat orang-orang yang rela meluangkan waktu dan dukungannya atas penyelesaian skripsi ini, untuk itu penulis tuturkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.A. selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. 3. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. 4. Solikhatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam. 5. Dr. Tarmidzy Idris M.A selaku dosen Penasehat Akademik penulis. 6. Dr. H. Abdul M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan berdedikasi tinggi dalam membimbing penulis selama proses penulisan skripsi ini. 7. Dr. Jajat Burhanuddin M.A. terimakasih telah memberikan arahan untuk pertama kalinya kepada penulis atas temuan bangunan masjid di Gadog- Bogor dengan wawasan sejarah merantau masyarakat Minangkabau. 8. Dr. Sudarnoto Abdul Hakim M.A. terimakasih atas arahan kepada penulis serta atas nilai kejujuran yang telah ditanamkan.

v

9. Dr. Awalia Rahma M.A. terimakasih telah memberikan nasehat dan arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10. Khairul Anwar dan Sawiyah Saragih selaku orang tua penulis. Terimakasih atas cinta, kepercayaan, motivasi dan pengorbanan tiada pamrih kepada penulis. 11. Hari Rahman dan Ikhsanuddin Muhammad selaku adik-adik penulis yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. 12. Khoeria Rosa, Rahmawati Rahayu, Diah Mawardi dan Puji Astuti, selaku sahabat penulis yang tidak henti-hentinya memberikan semangat dan doa 13. Mahbub Haikal Muhammad selaku sahabat penulis, terimakasih atas dukungan dan motivasi yang tidak henti-hentinya. 14. Rekan-rekan Komunitas Anak Panah yang merupakan kawan seperjuangan di Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam 2013, terimakasih atas semangat dan dukungan yang selalu menginspirasi penulis.

Ciputat, 2 Desember 2017

Yulia Kartika

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ...... i LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii LEMBAR PENGESAHAN ...... iii ABSTRAK ...... iv KATA PENGANTAR ...... v DAFTAR ISI ...... vii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 7 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...... 8 D. Kerangka Tujuan...... 8 E. Manfaat Penelitian ...... 9 F. Kajian Pustakaka Terdahulu ...... 9 G. Kerangka Teori ...... 11 H. Metode Penelitian ...... 12 I. Sistematika Penulisan ...... 15 BAB II KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU ...... 15 A. Tradisi Merantau ...... 15 B. Sistem Kekerabatan Minangkabau ...... 17 C. Prototipe Bangunan...... 19 D. Islam di Minangkabau ...... 21 BAB III MASJID HARAKATUL JANNAH ...... 24 A. Makna Masjid Harakatul Jannah ...... 24 B. Letak Keberadaan Masjid ...... 25 C. Aktifitas di Masjid Harakatul Jannah ...... 26 D. Elemen-elemen Masjid ...... 28 BAB IV KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU PADA MASJID AGUNG HARAKATUL JANNAH ...... 34 A. Prototipe Bangunan Khas Minangkabau ...... 34

vii

B. Pendiri ...... 39 C. Respon Masyarakat ...... 41 BAB V PENUTUP ...... 44 A. Kesimpulan ...... 44 B. Saran ...... 45 DAFTAR PUSTAKA ...... 46 LAMPIRAN-LAMPIRAN ...... 49

viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Terlepas dari Kaba1 mengenai kemenangan kerajaan kecil yang digambarkan dengan kerbau kecil atas kerajaan besar yang digambarkan dengan kerbau besar (menang kerbau) Minangkabau merupakan salah satu suku yang dikenal sangat mempertahankan adat istiadatnya.2 Sepanjang sejarah Minangkabau, permasalahan kerapkali menyinggung persoalan adat yang telah menimbulkan dinamika budaya masyarakatnya. Jika ditinjau ke belakang, Minangkabau memiliki akar historis panjang yang dapat menunjang berbagai alasan adat istiadat itu selalu dipertahankan. Tradisi masyarakat Minangkabau yang juga menjadi karakter dari setiap pemangku adat Minangkabau ialah tradisi merantau.3 Fenomena pergerakan merantau suku Minangkabau yang kemudian berdiaspora selalu disandingkan dengan salah satu tradisi yang mencirikan budaya masyarakat Minangkabau. Keberadaan pemangku adat yang berasal dari Minangkabau pun ramai menempati wilayah rantauan. Menurut Hasil Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik terdapat 6.462 713 penduduk suku Minangkabau yang tersebar ke seluruh wilayah

1Kaba merupakan sastra tradisional yang berasal dari Minangkabau yang berbentuk prosa berirama, kalimatnya terdiri dari tiga sampai lima kata sehingga mudah diucapkan secara berirama ataupun untuk didendangkan. Biasanya terdiri dari cerita kepahlawanan, percintaan, petualangan dan juga pelipur lara. 2Adat istiadat merupakan bagian penting masyarakat Minangkabau. Adat bagi masyarakat Minangkabau merupakan bagian dari martabat setiap pemeluk adat. Hal tersebut tercermin pula pada peristiwa besar yang melibatkan kaum tuo dan kaum mudo atas kedilemaan dalam mempertahankan tradisi nenek moyang dengan pembaharuan yang dibawa oleh kaum muda yang membawa ide-ide pembaharuan sekembalinya dari Mekkah, hal tersebut menjadi titik mula pecahnya perang Paderi yang kemudian memberikan dinamika atas posisi Agama dan Adat bagi setiap pemangku adat di Minangkabau. Hingga falsafah Adat bersanding syara‟, syara bersanding kitabullah lekat pada benak seorang kelahiran Minangkabau. Lihat lebih lengkap di B.J.O Schrieke. Pergolakan Agama di Sumatera Barat. Sebuah sumbangan Bibliografi. 3Merantau yang merupakan suatu proses orang muda (pemuda-pemudi Minangkabau) meninggalkan kampung halaman mereka untuk mendapatkan perutungan. Tradisi merantau pada suku Minangkabau memang merupakan suatu dorongan adat yang mengharuskan pemuda Minangkabau ke luar dari kampung halamannya demi meraih kehidupan yang lebih baik lagi.

1 2

Indonesia. Suku Minangkabau mendominasi Provinsi Riau dengan jumlah 676. 948, Provinsi DKI 272. 018 dan Provinsi Jawa Barat dengan jumlah 241. 169.4 Pada mulanya tradisi merantau dilakukan dalam ruang lingkup wilayah yang kecil, hanya pada wilayah yang dianggap sebagai wilayah asal suku Minangkanau yakni Luhak tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limo pulueh Koto.5 Wilayah rantauan kemudian meluas bersamaan dengan ramainya aktivitas perdagangan di Malaka.6 Ketika membahas tradisi merantau masyarakat Minagkabau, Melayu selalu didekatkan dengan tradisi tersebut. Hal ini dikarenakan tradisi orang-orang Melayu yang juga memiliki kegiatan menyebar ke wilayah lain atau yang sering di sebut diaspora. asli yang didiami bangsa Melayu disebutkan ada di Kerajaan Palembang, Sumatera Selatan. Dimana terdapat sungai yang mengalir dari gunung yang bernama Maha-meru dan bermuara ke sungai Tatang.7 Selanjutnya tradisi merantau dilakukan ke ujung tenggara Semenanjung Ujong Tanah. Di sana mereka pertama dikenal dengan sebutan orang de-bawah angin. Tetapi pesisir itu umumnya dikenal sebagai Tanah Malayo atau Tanah Melayu. Menurut Marsden gunung Maha-meru yang dimaksud adalah gunung Sungei-pegu di negeri Minangkabau, karena penamaan Maha-meru tersebut erat dengan tradisi paganisme (penyembahan berhala).8 Idealnya penyebaran orang-orang Minangkabau dilatar belakangi oleh dua hal. Pertama, keinginan masyarakat Minangkabau untuk mendapatkan kekayaan tanpa mempergunakan tanah warisan. Terutama dalam tradisi Minangkabau seorang laki-laki tidak dibenarkan menggunakan tanah warisan untuk kepentingannya sendiri, kecuali ia ingin mempergunakannya untuk kepentingan keluarga matrilinealnya.9 Kedua, adanya perselisihan-perselisihan yang

4Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistics Indonesia), h. 200. 5Luhak Tanah Datar merupakan luhak yang tertua, terletak di sekitar Batusangkar, Luhak Agam terletak di tengah yakni disekitar Bukittinggi dan Luhat Limo Puluh Kota terletak di sekitar Payakumbuh, lihat Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), h. 60. 6Gusti Asnan,Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis, hal. 4. 7Tempat di identifikasinya sebagai wilayah Palembang. 8William Marsden, Sejarah Sumatera, (Depok: Komunitas Bambu, 2013), h. 388-390. 9Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab seorang mamak (paman) kepada anak-anak dari saudara perempuannya, karena secara adat seorang mamak tidak hanya bertanggung jawab.

3

menyebabkan orang yang merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung halamannya untuk kemudian menetap di daerah lain.10 Selain itu, tradisi merantau juga disebabkan oleh adanya paksaan adat. Pemuda Minangkabau diwajibkan untuk merantau ketika usianya sudah mendekati dewasa, ketika usia mereka telah mendekati usia 18-30 tahun. Paksaan dari adat ini beralasan karena para pemuda Minangkabau belum dapat berkontribusi apapun bagi kampung halamannya, maka mereka diharuskan untuk merantau, untuk mencari pengalaman ilmu ataupun pekerjaan. Hal ini tercantum pada mamangari (kiasan nasehat) yang diungkapkan dalam bentuk pantun11: Keratau madang di hulu Berbuah berbunga belum Merantau bujang dahulu Di rumah berguna belum Dahulu masing-masing orang Minangkabau mempunyai kesetian kepada Nagari mereka sendiri, tidak pada keseluruhan wilayah Minangkabau. Masyarakat yang berasal dari nagari A yang tinggal di nagari B akan dianggap sebagai orang asing.12 Merantau memiliki arti migrasi tetapi merantau merupakan tipe khusus, yang menunjukan pola migrasi dengan konotasi kebudayaan tersendiri, yang tidak mudah disamakan dengan bahasa lain. Merantau adalah istilah Melayu, Indonesia, Minangkabau.13 Rantau memiliki arti dataran rendah atau daerah aliran sungai (pesisir), sedangkan merantau memiliki arti pergi ke rantau, tetapi dari segi sosiologi, merantau mengandung 6 unsur pokok berikut:14

kepada anak-anaknya saja. Tetapi juga kepada saudara perempuan dan anak-anaknya dari saudara perempuannya. 10Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 249. 11Gusti Asnan, Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis, h. 3. 12Yang disebut sebagai nagari biasanya memiliki dua artian utama yakni nagari dan taratak. Nagari merupakan kediaman utama dan dianggap sebagai pusat bagi sebuah desa. Sedangkan taratak dianggap sebagai hutan dan ladang. Biasanya pada wilayah yang di sebut nagari inilah kita dapat temukan bangunan khas Minangkabau berupa Rumah Gadang. 13Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau,(Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), h. 2. 14Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), h. 3.

4

1) Meninggalkan kampung halaman 2) Keinginan sendiri 3) Jangka waktu lama atau tidak 4) Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu atau mencari pengalaman 5) Biasanya dengan maksud kembali pulang ke kampung halaman 6) Merantau merupakan lembaga sosialyang membudaya. Selain faktor-faktor di atas, merantau merupakan keberlanjutan dari beberapa situasi lokal, pada awal abad ke-19. Merantau menjadi dampak dari adanya beberapa keadaan sosial, seperti perang Paderi yang terjadi antara masyarakat Minangkabau pada masa kolonial. Perantauan dalam kepelikan situasi membuat para pejuang Paderi tidak terkecuali kaum adat melakukan perantaun melalui pola hukum buang. Sutan Alam Bagagarsyah dan sejumlah kerabatnya dari kaum adat dibuang ke Batavia karena dituduh berkhianat kepada Belanda. Begitupun yang terjadi pada pemimpin pejuang Paderi, yakni . Ia pernah merantau dengan pola hukum buang ke Cianjur, Maluku, dan ke Manado. Pejuang Paderi lainnya dirantaukan melalui pola hukum buang ke Jawa, Sulawesi dan juga Maluku.15 Eksistensi orang-orang Minangkabau di perantauan tidak dapat dipungkiri, walau di rantau kesetiaan akan kampung halaman itu selalu ada. Oleh karena itu, tidak jarang masyarakat Minangkabau di rantau tetap menunjukkan simbol atau karakter kebudayaannya. Umumnya keberadaan masyarakat Minangkabau di wilayah rantauan dapat diidentifikasi dengan mudah, misalnya tersebarnya restoran masakan Minang di berbagai wilayah, terdapatnya banyak para pedagang berasal dari Minangkabau yang dapat dikenali melalui ciri bahasa yang pergunakan sehari-hari, bahkan keberadaan orang-orang yang berasal dari Minangkabau terlihat menonjol pada aktivitas keagamaan. Pada tahun 1970 sekitar 80% dari 150 khatib yang terdaftar pada Dewan Masjid di Jakarta

15Gusti Asnan, Tradisi Rantau dan Diaspora: Kasus Minangkabau, Melayu dan Bugis, h.5.

5

merupakan orang-orang Minangkabau. Popularitas mereka sebagai khatib memang tidak dapat dipungkiri, karena merupakan realisasi dari salah satu tradisi orang Minangkabau di kampung halaman yakni berdiskusi, dari rutinitas tersebut orang Minangkabau dikenal memiliki kepandaian berpidato di depan masyarakat.16 Ciri-ciri tersebut dapat memberikan gambaran umum tentang keberadaan orang-orang Minangkabau di perantauan. Selain itu, karakteristik dari kebudayaan Minangkabau dapat diidentifikasi dari keberadaan sebuah bangunan. Misalnya atap gonjong17pada bangunan tertentu. Karakteristik kebudayaan Minangkabau yang diaplikasikan pada sebuah bangunan menunjukkan bahwa terdapat ciri yang sengaja ditunjukkan. Pada bagian bangunan tertentu, prototipe bangunan sengaja ditunjukkan untuk menggambarkan kepribadian pemilik bangunan misalnya, atau sebagai upaya penjelasan dari kehadiran bangunan terebut. Di Gadog, Megamendung, Bogor-Jawa Barat terdapat Masjid Harakatul Jannah yang memiliki karakteristik kebudayaan Minangkabau. Masjid tersebut berdiri atas gagasan Syahrul Efendi. Ia lahir pada 17 November 1957 di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ia merupakan seorang birokrat yang pernah menjabat sebagai Walikota Jakarta Selatan sebelum digantikan oleh wakilnya pada November 2011. Kemudian Ia diangkat menjadi Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pengendalian Kependudukan dan Pemukiman. Keberadaan Masjid Harakul Jannah mengandung makna yang visioner, Syahrul Effendi berharap Masjid Harakatul Jannah dapat menjadi sebuah peradaban dunia, khususnya di wilayah Bogor, karena dalam sejarahnya hingga saat ini masjid memiliki posisi vital, sebagai pusat ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya.18 Keberadaan sebuah masjid di ranah Minangkabau sendiri merupakan keharusan yang dipenuhi dari keberadan nagari-nagari di Minangkabau. Masjid

16Mochtar Naim,Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), h. 126. 17Ciri khas kebudayaan Minangkabau yang dapat diamati secara fisik ialah adanya atap gonjong yang memiliki kedua sisi-sisi kanandan kiri yang runcing seperti tanduk kerbau, yang biasa diaplikasikan pada rumah tradisional Minangkabau. 18Indahnya Masjid Harakatul Jannah Bogor. Republika.co.id https://www.google.com/amp/m.republika.co.id/amp_version/nx6v3v301 diakses pada 30 Juni 2016 pukul 21:22 WIB.

6

dan balai adat di sebuah nagari menjadi simbol pengakuan atas nagari tersebut. Keberadaan balai adat, menjadi sebuah lembaga kebudayaan dan masjid menjadi lembaga dari keagamaan, di mana kedua lembaga ini merupakan tanda dari hadirnya tokoh yang sangat berpengaruh yakni alim dan ninik mamak.19 Posisi dari alim-ulama dan ninik-mamak20 dinilai sangat menentukan agama dapat terus beriringan menjadi jiwa bersama elemen-elemen budaya masyarakat Minangkabau, kedua tokoh inilah yang berperan akan hal itu. Keberadaan masjid di Indonesia tidak lepas dari pengaruh kultur budaya tertentu, etnis, atau bahkan pemikiran keagamaan yang dibawa. Contohnya keberadaan masjid Kottabarat, masjid yang mulai didirikan pada awal masa kehadiran Muhammadiyah di Solo merupakan salah satu yang menunjukkan karakter masjid yang sesuai dengan pemikiran keagamaan Muhammadiyah. Pada kriteria da‟i masjid Muhammadiyah Kottabarat mengharuskan pen-da‟i harus memiliki kesamaan perjuangan dan pemikiran Muhammadiyah.21 Selain itu, kajian mengenai kebudayaan yang menitik beratkan pada aspek fisik pada bangunan masjid telah dilakukan oleh Tawalinuddin Haris mengenai pengaruh budaya luar pada ornamen masjid di Indonesia.22 Ciri khas atap dengan tumpang segi tiga merupakan pengaruh Cina dan juga India, serta bagian atap masjid yang berbentuk kubah merupakan pengaruh dari Eropa. Hidupnya nuansa suatu budaya tidak hanya dapat diamati secara fisik, atau secara arsitektur pada bangunan masjid. Tetapi dapat pula diamati dari cara penggiat masjid dalam menghidupkan masjid melalui aktivitas agama dan kebudayaan yang melibatkan penggiat masjid. Misalnya, aktivitas pada Masjid Jami Pekojan- Semarang. Eksistensi masjid Jami Pekojan yang ditetapkan menjadi salah satu Bangunan Cagar Budaya pada 1992, merupakan masjid yang dibangun oleh pedagang dari Gujarat, India dan Pakistan yang mulai menetap di Petolongan,

19Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), h. 292. 20Alim-ulama sebagai pemimpin rohaniah masyarakat Minangkabau dan ninik-mamak sebagai pemimpin adat. 21Ridwan al-Makkasary dan Ahmad Gaus AF. Benih-benih Islam Radikal di Masjid: Study Kasus Jakarta dan Solo,(Jakarta: CSRS, 2010), h. 106-107. 22Tawalinuddin Haris, Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 12.

7

Semarang.23 Saat memasuki bulan Ramadhan, masjid yang didirikan oleh pedagang India tersebut rutin membagikan bubur khas India untuk para pengunjung masjid. Tradisi ini telah berlangsung sangat lama, dari hal ini menunjukkan bahwa kebudayaan tertentu dihidupkan sebagai aktivitas, dengan tujuan memunculkan karakteristik dari masjid tersebut.24 Pada skripsi ini penulis ingin memaparkan fenomena tradisi merantau masyarakat Minangkabau, ketika kebudayaan asal mendapat pengakuan yang sangat eksklusif dari pemangku adat, hingga terdapat pemangku adat tertentu yang tetap memunculkan identitas kebudayaannya di wilayah perantauan. Keberadaan sebuah bangunan masjid dapat menggambarkan kondisi umat Islam di wilayah tersebut, dan juga dapat memberikan gambaran mengenai kebudayaan masyarakat di sekitar masjid. Pada kasus ini, Masjid Harakatul Jannah muncul sebagai bangunan keagamaan dengan karakteristik yang berbeda di wilayah Bogor, dengan memperlihatkan karakteristik Minangkabau pada bangunan masjid. Kegiatan dalam upaya menghidupkan masjid tidak terlepas dari keberadan orang-orang Minangkabau sebagai penggiat masjid.

B. Identifikasi Masalah Kebudayaan Minangkabau menunjukkan karakter yang tidak dapat pisahkan dengan adat dan Islam. Bertahannya kebudayaan Minangkabau di ranah Minangkabau tentu akan sangat mudah untuk dilaksanakan. Tetapi bagaimana jika yang terjadi adalah upaya mempertahankan kebudayaan Minangkabau terjadi di wilayah dengan kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, penulis mengidentifikasi sejumlah masalah yang dapat berpotensi untuk dijadikan kajian terkait karakteristik budaya Minangkabau di tanah rantau, di antaranya :

1. Gadog, Bogor menjadi wilayah penelitian yang dianggap sebagai wilayah rantauan para pemangku adat Minangkabau.

23http://travel.kompas.com/read/2016/06/15/040700327/menengok.sisa- sisa.peninggalan.salah.satu.masjid.tertua.di.semarang diakses pada 29 Juni 2017 pukul 13:34. 24https://m.detik.com/news/berita-Jawa-tengah/d-3516459/bubur-india-menu-tajil-khas- masjid-pekojan-Semarang diakses pada 30 Juni 2017 pukul 22:06 WIB.

8

2. Adanya karakteristik yang muncul mewakili kebudayaan lain di wilayah Bogor 3. Kesetiaan para pemangku adat terhadap adat Minangkabau 4. Kebudayaan Minangkabau menempati ruang yang eksklusif bagi pemangku adatnya di perantauan. 5. Adanya akulturasi kebudayaan Minangkabau dengan kebudayaan setempat 6. Agama dan budaya menjadi wujud kebudayaan sebagai identitas budaya orang Minangkabau di perantauan C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Dengan melihat latar belakang masalah tersebut, maka penulis perlu membatasi pembahasan dalam penelitian ini, agar pembahasan tidak melebar sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang maksimal. Oleh sebab itu, pembahasan penelitian di fokuskan pada masjid Harakatu Jannah yang berada di Gadog, Bogor yang muncul dengan karakteristik budaya Minangkabau, Serta dinamika yang terjadi pada masjid Harakatul Jannah.

2. Perumusan Masalah Berdasarkan pemaparan tersebut, maka rumusan pertanyaan dalam penelitian ini di antaranya : 1. Bagaimana karakteristik kebudayaan Minangkabau? 2. Bagaimana sejarah berdirinya Masjid Harakaul Jannah? 3. Bagaimana karakteristik kebudayaan Minangkabau pada Masjid Harakatul Jannah? D. Kerangka Tujuan 1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik budaya Minangkabau 2. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Masjid Harakatul Jannah 3. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik budaya Minangkabau pada masjid Harakatul Jannah

9

E. Manfaat Penelitian 1. Memberikan literatur skripsi mengenai pembahasan sejarah Minangkabau bagi Jurusan 2. Memberikan literatur pembahasan mengenai Minangkabau bagi Fakultas Adab dan Humaniora dan UIN Syarif Hidayatullah 3. Memberikan kontribusi berupa kajian keIslaman bagi Kementerian Agama 4. Memberikan kontribusi berupa khazanah penelitian bagi Dinas Pendidikan

F. Kajian Pustakaka Terdahulu Sepanjang penulis ketahui, ada banyak literatur yang membahas mengenai kebudayaan Minangkabau baik berbentuk buku, jurnal, dan karya akademisi lainnya. oleh karena itu, penulis mencari literatur yang otoritatif yang berhubungan dengan tema pembahasan skripsi ini. Walau belum ditemukan literatur yang menjelaskan keberadaan masyarakat Minangkabau di perantauan, dengan bukti konkrit sebagai identitas pemangku adat di perantauan, setidaknya ada dua buku yang penulis jadikan rujukan, yang pertama karya Mochtar Naim yang berudul “Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau” dalam pembahasannya Naim menjelaskan bahwa pergerakan migrasi masyarakat Minangkabau ke luar wilayah menunjukkan adanya pola khusus yang didasari atas kebudayaan Minangkabau, yakni merantau. Dilihat dari persentase yang dijabarkannya menunjukkan bahwa kedatangan suku Minangkabau ke berbagai wilayah, telah memberikan dampak sosial, ekonomi dan juga budaya bagi masyarakat luas.25 Perantau dari Minangkabau tidak hanya mengisi sektor ekonomi (perdagangan) saja sebagai pola merantaunya, tetapi telah menjadikan bidang pendidikan, dan syiar Islam sebagai motivasi rantau.26 Kedua, karya , “Islam dan Adat Minangkabau” yang menjelaskan mengenai kebudayaan Minangkabau yang telah disesuaikan dengan kehadiran Islam. Khususnya ketika dinamika adat dan agama yang terjadi di Minangkabau

25Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, (Yogjakarta: Gadjah Mada University Press, 1984), h. 130. 26Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 164.

10

yang telah menempatkan para kaum muda berperan penting dalam proses pembaharuan Islam di Minangkabau. Tradisi-tradisi Minangkabau yang bertentangan dengan Islam mulai diberantas. Hamka juga menelaskan tokoh- tokoh yang kemudian muncul sebagai para pemuka pembaharuan Islam, seperti Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.27 Ketiga, karya B. J. O. Schrieke yang berjudul “Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi” dalam pembahasannya, Schrieke menjelaskan mengenai dinamika yang terjadi pada pergolakan agama di Sumatera Barat yang ditandai dengan terjadinya perang Paderi. Ketegangan ini telah menimbulkan hilangnya toleransi bagi kehidupan beragama dan beradat di Sumatera Barat. Menurut Schrieke ketegangan ini juga mengakibatkan munculnya masjid-masjid baru di bawah pimpinan imam dari golongan yang berlainan. Ketegangan yang terjadi antara adat dan agama semakin mengarahkan masyarakat Minangkabau atas keterkaitan keduanya. Pergolakan yang panjang telah membentuk adat yang dikoreksi dengan pembaharuan Islam yang dibawa oleh kaum muda di Minangkabau.28 Keempat, Karya Tsuyoshi Kato yang berjudul “Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah” dalam pembahasannya, Kato memaparkan dinamika tradisi merantau masyarakat Minangkabau, telah menempatkan tradisi dan adat masyarakat Minangkabau menjadi bagian penting dari para pemangku adatnya. Para perantau yang terikat dengan adat Minangkabau di kampung halaman tetap menunjukkan perhatiaannya kepada kampung halaman, misalnya terdapat para perantau di kota yang tetap menyalurkan pundi-pundi untuk kepentingan bersama di nagari, dengan membangun masjid, klinik, sekolah dan lain-lain.29

27Hamka. Islam dan Adat Minangkabau., (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984 ), h, 35. 28B. J. O. Schrieke, Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi, (Bhratara), h. 12. 29 Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah,(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h.247.

11

G. Kerangka Teori Bertahannya suatu budaya di wilayah kebudayaan tersebut lahir, memiliki potensi yang besar untuk tetap bertahan walau dalam kungkungan zaman. Namun bagaimana jika kebudaayan tertentu dituntut untuk bertahan di wilayah yang memiliki kebudayaan yang berbeda? Semestinya kebudayaan yang berlainan tidak dapat muncul dengan mendapatkan pengakuan yang kuat dari wilayah yang memiliki kebudayaan yang jelas berbeda. Tapi bagaimana jika yang terjadi adalah suatu kebudayaan yang berlainan, yang sejatinya bukanlah bagian dari kebudayaan lokal dapat menunjukkan eksistensinya? Berbaur dan berkontribusi bagi masyarakat di wilayah tersebut. Hal itu menggambarkan bahwa tradisi atau kebudayaan tersebut mendapatkan ruang yang eksklusif bagi setiap pemangku adat, sehingga dapat menunjukkan hal yang menjadi karakteristik kebudayaan di tengah-tengah masyarakat yang berbeda. Dalam Cultural Identity and Diaspora, Stuart Hall menjelaskan identitas tidaklah hanya didasarkan pada bukti arkeologi, tetapi mengenai penggambaran masa lalu, di mana identitas budaya dilihat sebagai suatu kesatuan atas kepemilikan bersama atau merupakan sebuah ciri khusus yang terdapat dalam diri seseorang yang memiliki kesamaan sejarah. Kemudian ciri khusus tersebut mencerminkan kesamaan atas sejarah dan kode-kode budaya yang membentuk sekelompok orang yang kemudian menjadi satu.30 Oleh karena itulah walau buadaya itu ditempatkan di wilayah yang berbeda tetapi dengan keberadaan masing-masing pemangku adat dapat menunjukkan kepemilikan bersama atas budaya tersebut. Tepatnya dalam kasus ini, di mana pun keberadaan orang Minangkabau kebudayaan luhurnya akan tetap muncul sebagai ekspresi yang natural, dan menempati ruang yang eksklusif pada pemangku adatnya. Ketika masing-masing dari individu maupun kelompok, dipersatukan dengan nilai-nilai luhur dari kebudayaan Minangkabau di kampung halaman, begitu pula ketika individu atau kelompok dari etnis Minangkabau berada di tanah rantauan. Teori

30Stuart Hall, Cultural Identity and Diaspora, dalam karya Kathryn Woodward, Identity and Differen. SAGE Publications, 1999, h. 52.

12

ini dirasa sangat tepat untuk menggambarkan keselarasan kebudayaan Minangkabau pada tiap-tiap masyarakat. Pada kasus ini, penulis akan menghubungkan teori ini dengan keberadaan Masjid Harakatul Jannah yang memperlihatkan keselarasan agama dan juga budaya Minangkabau. Selain itu, dalam konteks tradisi rantau kebudayaan Minangkabau Mochtar Naim31 berpendapat bahwa merantau sama dengan halnya migrasi, akan tetapi konsep merantau merupakan tipe khusus dengan konotasi budaya tertentu, di mana merantau merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat Melayu sejak dulu dan begitu juga dengan Minangkabau. Pengkhususan ini dikaitkan dengan keberadaan orang Minangkabau yang sampai saat ini masih terus berlangsung pada pemangku adatnya secara individu maupun kelompok. Sehingga merantau sebagai tradisi Minangkabau, membentuk pola- pola yang khas, yang mencirikan keberadaan masyarakat Minangkabau di wilayah rantau.

H. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan perspektif sejarah-antropologi yang melihat keragaman kebudayaan. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mengkaji suatu permasalahan yang kompleks, dinamis, dan penuh akan makna pada situasi sosial.32 Studi ini mengambil kasus Masjid Harakatul Jannah yang memiliki karakteristik kebudayaan Minangkabau yang berada di Gadog, Bogor. 1. Jenis data Dalam penelitian ini jenis data yang akan digunakan adalah lisan, tulisan, dan dokumentasi yang berkaitan dengan masjid Harakatul Jannah.

2. Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah sumber data yang dihasilkan dari:

31 Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 2. 32 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014), h. 145.

13

1. Observasi Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan cara observasi langsung ke masjid Harakatul Jannah, dengan melihat aktivitas para penggiat masjid dan juga peranan masjid terhadap masyarakat sekitar 2. Wawancara Upaya untuk menggali data yang diperoleh dilakukan ke pada beberapa narasumber, antara lain: Pendiri masjid, Ketua DKM masjid, anggota perwakilan dari lembaga-lembaga terkait yakni MUI (Majelis Ulama Islam Kabupaten Bogor), Kementerian Agama Kabupaten Bogor, Kecamatan Megamendung. 3. Dokumentasi Adapun untuk melengkapi data-data terkait, penulis juga menyertakan data berupa dokumentasi masjid, kegiatan di masjid, dan kegiatan yang melibatkan para penggiat masjid. 4. Dan beberapa literatur sebagai sumber sekunder Penulis juga melakukan kajian literatur sebagai data untuk menganalisa hasil temuan di Masjid Harakatul Jannah 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang paling utama adalah dengan melakukan observasi participant.33 Dengan melakukan observasi langsung ke masjid Harakatul Jannah dan melakukan wawancara dengan pendiri masjid Harakatul Jannah, Penggiat masjid Harakatul Jannah, dan masyarakat sekitar masjid Harakatul Jannah. 4. Teknik Analisis Data Teknik analisis data pada metode penelitian kualitatif dilakukan bersamaan dengan saat pengumpulan data.34 Yakni dengan melakukan analisis wilayah, kemudian analisis terhadap objek penelitian, lalu menganalisi data dengan melakukan analisis komponensial dengan tujuan menjelaskan masalah yang menjadi objek penelitian.

33Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, h. 147. 34Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta: 2014) hal 14.

14

5. Jadwal Penelitian Bulan Tahun 2017 N Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus

1 1. Penyusunan  Proposal

2  2. Diskusi Proposal

3. Memasuki Lapangan  Observasi

4. Observasi Participant  Analisi5 5. Komponensial 

15

I. Sistematika Penulisan

Secara keseluruhan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, adapun susunan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Berisikan pendahuluan yang terdiri dari penjabaran singkat permasalahan yang menjadi fokus kajian, identifikasi Masalah,batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,.metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, serta sistematika penulisan.

Bab II Berisikan penjabaran mengenai kebudayaan Minangkabau, mengenai awalmula tradisi merantau masyarakat Minangkabau,.karakteristik kebudayaan Minangkabau mencakup Prototipebangunan, sistem kekerabatan, dan Islam di Minangkabau.

Bab III Berisikan penjabaran mengenai fokus kajian pada skripsi ini, yaitu Masjid Harakatul Jannah. Bagaimana latar belakang dibangunnya.masjid Harakatul Jannah, letak keberadaan masjid, elemen-.elemen.masjid, aktivitas keagamaan, dan para penggiat masjid.

Bab VI Berisikan penjelasan mengenai karakteristik kebudayaan.Minangkabau yang terdapat pada elemen masjid ataupun kegiatan.para penggiat masjid. Serta respon masyarakat Bogor atas.hadirnya masjid Harakatul Jannah.

16

Bab V Berisikan penutup yang terdiri atas kesimpulan yang merupakan.jawaban dari pertanyaan inti dalam skripsi ini, dan saran-saran.yang menjadi masukan untuk perbaikan penelitian berikutnya.

BAB II KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU

A. Tradisi Merantau Keberadaan Luhak Nan Tigo (Luhak Tanah datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota) dinilai sebagai wilayah awal bermulanya kebudayaan Minangkabau.35 Ketiga Luhak Nan Tigo inilah yang menjadi titik awal persebaran suku Minangkabau ke wilayah rantau Pesisir dan rantau Timur.36 Koentjaraningrat menjelaskan bahwa kedua daerah ini memiliki pertentangan mengenai wilayah asal Minangkabau, dengan adanya anggapan bahwa orang yang tinggal di wilayah pasisie (pesisir) Sumatera Barat sama halnya dengan orang yang tinggal di wilayah darek(darat), dengan sendirinya telah menjelaskan bahwa memang dari darek (darat) pemangku budaya Minangkabau berasal dan berkembang.37 Namun menurut Naim, rantau Timur yang terdiri dari daerah hiliran sungai-sungai besar yakni Rokan, Siak, Tapung, Kampar, Indragiri (Kuantan), dan Batang Hari sangat berpotensi menjadi wilayah rantau yang lebih dulu berkembang. Pertama, karena mudahnya jalur transportasi melalui air yang mempermudah pengangkutan bahan- bahan domestik yang dijual atau barang yang didatangkan dari wilayah lain untuk ditukarkan dengan barang-barang domestik yang berada di Minangkabau. Kedua, adanya kebutuhan hubungan dagang dengan wilayah lain untuk menjual dan menukar hasil merica, emas, kapur barus dan lain-lain.38 Hal ini digambarkan pula oleh Tome Pires, bahwa Minangkabau telah diberkahi raja-raja dengan Sumber Daya Alam berupa emas, dan jenis logam lainnya yang saat itu menjadi komoditas yang penting dalam perniagaan.39 Ketiga, adanya kerajaan-kerajaan

35Mochtar Naim, Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau,h. 61. 36Rantau pesisir merupakan wilayah dataran rendah pantai Barat yang terdiri dari Bengkulu, Muko-muko, hingga sampai ke perbatasan Mandailing. Oleh karena itu antara Minangkabau dan Mandailing sering dijumpai kesamaan bahasa dan budaya, karena bahasa Minagkabau dan Mandailing menjadi bahasa yang digunakan masyarakat, lali budaya Minangkabau dan Mandailing saling berhubungan karena menjadi wilayah rantauan bersama. 37Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 248. 38Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 62. 39Tome Pires. Suma Oriental: Perjalanan dari Laut Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues,(Yogjakarta: Ombak, 2014), h. 231.

15 16

yang telah melakukan hubungan diplomasi dengan wilayah lain sebelum kerajaan Pagaruyung di Minangkabau.40 Perluasan wilayah rantau suku Minangkabau terlihat ekstensif ketika ramainya aktivitas perdagangan di Selat Malaka pada abad ke 15 dan 16. Peran dari pedagang Minangkabau sebagai penghasil emas dan lada menjadi daya tarik bagi pendatang mancanegara saat itu. Selain emas berbagai produk lainnya seperti merica, lilin, madu, kapur barus, cendana dan lain-lain yang merupakan hasil hutan dari Minangkabau juga turut memenuhi kebutuhan para pendatang dan pedagang dari Timur dan Barat.41 Aktivitas perdagangan yang menjadikan Malaka sebagai pusat perdagangan di Asia Tenggara menjadi faktor dari meluasnya wilayah rantau suku Minangkabau hingga ke Malaka. Awalnya keharusan mendatangi Malaka dikarenakan adanya aktivitas perdagangan, namun hal itu mulai beralih dengan adanya motivasi rantau masyarakat Minangkabau. Kedatangan masyarakat Minangkabau yang sementara karena diharuskan melakukan perdagangan dengan skala waktu yang sering mendorong pedagang dari Minangkabau bermukim sementara di Malaka hingga kemudian menetap. Tanda-tanda keberadaan masyarakat Minangkabau di Malaka disebut telah terjadi pada abad ke 15. Seperti yang dikutip oleh Naim, bahwa Winstedt telah melihat tanda-tanda dari kedatangan suku Minangkabau di Malaka pada abad ke 15 dan semakin ramai menempati wilayah pedalaman Malaka pada abad ke 16 dan 17.42 Hal tersebut juga dibenarkan oleh Koentjaraningrat, bahwa perluasan wilayah rantau suku Minangkabau tidak hanya terjadi di Sumatera, namun hingga ke Malaya. Tepatnya di daerah Negeri Sembilan menjadi wilayah yang didiami oleh suku Minangkabau pada abad ke 15.43

40Sebagaimana yang dikutip oleh Naim, kerajaan-kerajaan yang menjalin diplomasi adalah Kerajaan Melayu Tua di Muara Tembesi dan Kerajaan Shrivijaya Tua di Muara Sabak pada abad ke 6 Mdan 7 M.Kerajaan ShrivijayaTua di Muara Sabak pertengahan abad ke 7 sampai awal abad ke 8 M. Shrivijaya Palembang yang menganut Budha Mahayana dari akhir abad ke 7 hingga awal abad ke 11 M. Kesultanan Kuntu beraliran Syiah di Kampar pada abad ke 14. KerajaanMelayu atau Kerajaan Darmashraya di Jambi yang menganut Budha Tantrayana pada abad ke 12 M hingga abad ke 14 M, hingga pusat kerajaan dipindahkan ke Pagaruyung oleh Adityawarman. 41Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 66-67. 42Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 69. 43Koentjaraningrat. Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 249.

17

Perkembangan merantau suku Minangkabau mulai menunjukan perubahan pada pola pemangku adatnya saat ranah Minangkabau diduduki oleh Belanda pada tahun 1840. Periode ini, menandai arah merantau suku Minangkabau masih tetap menjadikan wilayah Kota sebagai tujuan, tetapi dengan adanya upaya mempertahankan keanggotaan mereka di nagari masing-masing, dengan mengikuti organisasi daerah asal mereka dengan pola masing-masing nagari.44 Banyak dari masing-masing organisasi di rantau membangun sarana keagamaan yang mereka sebut dengan surau dagang yang memiliki fungsi sebagai tempat ibadah dan tempat untuk dilakukannya musyawarah adat.45 Selain itu, dengan kedudukan Belanda di Minangkabau turut mempermudah perluasan wilayah rantau ke luar daerah Sumatera, dengan dibukanya jalur kereta api pertama pada tahun 1887 yang menghubungkan Sawah Lunto dengan pelabuhan Teluk Bayur sebagai daerah penghasil batubara yang mashyur mempermudah orang-orang yang berada di pedalaman mendatangi kota, mulai saat itu peningkatan penduduk mulai terjadi di kota .46 Pengadaan transportasi darat ini jelas telah mempermudah masyarakat untuk mendatangi wilayah-wilayah kota, dan mendorong aktivitas merantau dengan skala yang lebih besar dan wilayah yang lebih jauh.

B. Sistem Kekerabatan Minangkabau Masyarakat Minangkabau memiliki keunikan pada sistem kekerabatannya, jika hampir seluruh wilayah Indonesia menarik garis keturunan berdasarkan garis keturunan ayah, masyarakat Minangkabau memiliki sistem kekerabatan dengan menarik garis keturunan berdasarkan seorang Ibu, atau yang disebut dengan sistem kekerabatan matrilineal.47 Kekerabatan matrilineal yang ada di

44Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 78. 45Penamaan surau dagang biasanya merupakan surau yang dibangun oleh kelompok atau organisasi masyarakat Minangkabau. Misalnya surau dagang Imam Bonjol di Batam, surau dagang Avenue di Selangor. Pada fungsinya surau dagang tetap menjadi tempat bagi masyarakat untuk beribadah dan sebagai wadah bagi masyarakat untuk bermusyawarah. 46Mochtar Naim. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau, h. 78-79. 47Seperti yang berlaku di Sumatera Utara, penerimaan atas sebuah marga ialah berdasarkan atas penamaan marga dari seorang Ayah, dan akan terputus ketika mendapatkan keturunan seorang perempuan. Sebab marga tersebut tidak dapat diturunkan lagi ke pada generasi

18

Minangkabau ini diikat dengan satu kesukuan yang ditarik dari garis keturunan perempuan. Namun ada pendapat yang mengatakan bahwa orang-orang Minangkabau bukanlah matrilineal, tapi matriarchat yaitu kekuasaan ada di tangan perempuan. Alasannya adalah dalam masyarakat Minangkabau perempuan mempunyai kekuasaan dalam keluarga, seperti menguasai harta pusaka, sebagai pelanjut keturunan dan biasanya para perempuan Minangkabau selalu didengar dalam berbagai persoalan keluarga.48 Sistem kekerabatan matrilineal didasarkan pada garis keturunan ibu, ibu dari ibu (nenek), dan bersambung dari nenek ke nenek dan seterusnya. Ikatan matrilineal dengan ruang yang lebih kecil disebut dengan Paruik,49 merekalah yang kemudian dibenarkan oleh adat untuk menempati rumah gadang.50 Tetapi pada beberapa kasus menunjukkan tidak adanya jabatan yang dipegang oleh perempuan di Minangkabau, semua dipegang oleh laki-laki. Rumah gadang dikepalai oleh tungganai, suku dikepalai oleh penghulu, dan nagari dikepalai oleh penghulu pucuk. Sedangkan Minangkabau dalam skala besar dikepalai oleh tiga orang “yang di tinggikan seranting, didahulukan selangkah” (premus inter pares), yaitu raja yang Tiga Sila (Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat).51 Sedangkan kekuasaan yang dikuasai oleh perempuan Minangkabau tidak lain hanya sekedar pelanjut garis keturunana saja. Kedudukan perempuan hanya dalam arti sempit, dalam rumah gadang saja. Ketika rumah gadang telah selesai dibangun oleh mamak kepala waris, maka rumah itu bukan untuknya, melainkan untuk saudara perempuaanya beserta suami dan anak-anak mereka.52

berikutnya dari seorang Ibu. Sedangkan pada kasus Minangkabau, garis keturunan yang diakui oleh adat terletak pada garis keturunan ibu yang juga akan menurunkan marga kepada keturunannya. 48Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 117. 49Paruik terdiri dari semua anak-anak dari satu ibu, anak-anak dari saudara ibu yang perempuan. 50Elizabeth E Graves. Asal-usul Elite Minangkabau Modern Respon terhadap Kolonial Belanda XIX/XX, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 12. 51Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, h. 118. 52Sistem matrilineal yang telah berlangsung merupakan penyesuaian dari keadaan masyrakat Minangkabau saat itu, dimana keterlibatan aktiv para laki-laki atas tradisi merantau mengaharuskan perempuan Minangkabau untuk mengurus berbagai hal dikampung halaman, terutama persoalan rumah gadang. Lihat lebih lengkap, Sastri Sunarti Suara-suara Islam dalam

19

Pelembagaan kekerabatan matrilineal Minangkabau bermula dari rumah gadang yang memiliki satu ibu kandung sebagai orang pertama yang membangun kehidupan kekeluargaan di dalamnya. Jika selanjutnya banyak keturunan yang dihasilkan, maka mereka boleh mendirikan rumah di sekitar rumah gadang dengan sebutan gaduang (gedung) bukan rumah gadang. Namun jika ada hal-hal yang harus di musyawarahkan maka hal itu harus di lakukan di rumah gadang, bukan di gaduang. Dari sinilah muncul istilah satu keturunan ibu dan muncul istilah satu suku. Jika jumlah keluarga sudah semakin banyak karena berkembangnya keberadaan suku dan penghulu yang baru, maka dari keturunan satu nenek itu boleh membangun rumah gadang.53 Jadi yang di maksud dengan pelembagaan sistem matrilineal adalah: Ia yang tinggal se-rumah sebagai kesatuan yang paling rendah, se-jurai sebagai kesatuan yang lebih tinggi dari serumah jika perkembangan terus terjadi, se-perut sebagai kesatuan yang menempati rumah gadang, lalu se-suku sebagai kesatuan yang paling tinggi. Pengertian se-kaum (satu kaum) berkaitan dengan kepemilikan harta secara bersama (pusaka). Se-kaum ini bisa terjadi bila se-rumah sudah memiliki harta pusaka, begitu juga berlaku untuk se-perut. Peran perempuan dalam sistem kekerabatan Minangkabau merupakan suatu keistimewaan yang menjadi sumber energi bagi kemampuan adat Minangkabau untuk tetap beriringan dikehidupan masyarakat Minangkabau.54

C. Prototipe Bangunan Setiap daerah yang berbudaya di Indonesia dikenali dengan berbagai atribut kekhasan budaya dari daerah masing-masing. Hal itu dapat dilihat dari adanya bahasa, tradisi, dan juga agama. Selain itu, yang sangat kuat dalam menggambarkan keberadaan wujud dari kebudayaan tersebut adalah prototipe bangunan atau karakter khusus sebuah arsitektur bangunan. Protoptipe bangunan

Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal abad 20 di Minangkabau. Al-Turas Vol. XXI No. 2, Juli 2015 53Yaswirman, Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, (Jakarta: Rajawali Pers 2013), h. 120. 54Firdaus Efendi, The Power of Minangkabau, (Jakarta: Nuansa Madani, 2012), h. 68.

20

Minangkabau dapat diamati dari keberadaan rumah gadang yang muncul sebagai rumah atau bagunan tradisional suku Minangkabau. Pada tahun 1879 eksistensi rumah gadang sebagai bangunan tradisional Minangkabau mengalami krisis akibat terjadinya kebakaran besar-besaran, sehingga banyak bangunan rumah gadang musnah di Koto Gadang.55 Rumah adat Minangkabau atau yang lebih terkenal dengan rumah gadang ini merupakan rumah-rumah panggung dengan ukuran bangunan yang memanjang dan besar sesuai dengan namanya „rumah gadang - rumah besar‟. Sebuah rumah gadang biasanya memiliki bagian-bagian ruangan dengan bilangan yang ganjil, mulai dari tiga, tujuh sampai tujuh belas bagian ruangan. Secara melebar rumah gadang dibagi kepada dua didieh. Satu didieh digunakan untuk biliek (ruang tidur) dengan di batasi dengan empat dinding. Didieh kedua merupakan bagian terbuka, di situlah tempat di terimanya tamu dan diadakan pesta-pesta. Terkadang dari sebuah rumah gadang juga terdapat anjueng (bagian yang di tambah di ujungnya). Pada bagian anjueng ini di tinggikan bangunannya karena di pandang juga sebagai sebuah tempat kehormatan. Dan biasanya rumah gadang yang terdapat anjueng di dalamnya merupakan ciri bahwa pemilik rumah itu adalah penduduk asli dari desa tersebut.56 Bangunan rumah gadang di topang dengan tonggak-tonggak besar yang terbuat dari kayu yang terbilang sangat banyak. Ketinggian tonggak-tonggak itu di sesuaikan dengan tinggi sebuah rumah gadang dan di setiap didieh yang ada pada rumah gadang itu di batasi oleh empat tonggak kayu. Di bagian tengah antara atap dan lantai terdapat pagu, sejenis loteng yang digunakan untuk menyimpan barang- barang yang sekiranya jarang digunakan. Dan atap dari rumah gadang ini terbuat dari ijuk yang berbetuk gonjong (dengan atap yang kedua sisi permukaannya runcing ke atas).57

55Azizah Etek, dkk. Koto Gadang Masa Kolonial, (Yogjakarta: LkiS Yogjakarta, 2007), h. 9. 56Koentjaraningrat.Manusia dan kebudayaan di Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 250. 57Alfred Russel Wallace. Sejarah Nusantara The Malay Archipelago (Yogyakarta: Indoliterasi, 2015), h. 200-201.

21

D. Islam di Minangkabau Di Minangkabau terdapat perjuangan yang terus menerus terjadi antara adat dan agama. Keistimewaan adat pada sisi masyarakat Minangkabau yang telah memiliki akar historis yang lebih jauh mengakibatkan sulitnya kategori-kategori adat tertentu dapat diperbaharui semenjak kedatangan Islam. Misalnya pada konflik kelembagaan masyarakat, mengenai tanggung jawab seorang laki-laki terhadap keluarganya yang sekaligus memiliki tanggung jawab bagi anak-anak dari saudara perempuannya. Kedatangan Islam membawa kedudukan adat tersebut menemui aspek baru.58 Walaupun doktrin Islam tidak dijadikan pengganti atas praktek lokal di Minangkabau, tetapi Islam telah menempati kategori adat tertinggi. Al-Quran, Hadist dan hukum alam Minangkabau dipandang sebagai prinsip abadi yang membimbing aktivitas keagamaan dan sosial masyarakat Minangkabau, hingga masyarakat Minangkabau dikenali dengan identitas agama Islam yang kuat pada masing-masing pemangku adat Minangkabau.59 Perkembangan Islam di Minangkabau dibawa oleh dua tokoh termasyur yang akhirnya mengenalkan pembaharuan yang saat itu dirasa sangat penting kehadirannya ditengah ketatnya adat yang selalu jadi peraturan yang mutlak. Kedua tokoh tersebut adalah Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif Al- Minangkabawi dan Syekh Ahmad Thaher Jalaluddin Al-Azhari Al-Falaki. Dari kedua tokoh ini pula bermunculan murid-murid yang menjadi penggagas pemantapan pembaharuan di Minangkabau pada abad ke-20 setelah kepulangan mereka dari Mekkah. 1. Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi Ahmad Khatib bin Abdullatif, bin Abdurrahman, bin Imam Abdullah bin Tuanku Abdul Aziz dilahirkan di Ampat Angkat pada 6 Zulhijjah 1276 Hijriah, Ayahnya Tuanku Abdullatif adalah seorang khatib di nagari, oleh sebab itulah terdapat penamaan “khatib” pada namanya, dan Ibunya bernama Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak. Di usianya yang masih muda, yakni pada umur 11

58Taufik Abdullah.Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau, Indonesia, No. 2 (Oct, 1966), h. 3. 59Taufik Abdullah. “Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau, h. l10.

22

tahun Ahmad Khatib telah dibawa ayahnya untuk belajar ilmu agama ke Mekkah pada tahun 1876.60 Ahmad Khatib membawa ajaran ortodoksi yang memiliki kesamaan dengan ortodoksi kaum Padri, terutama mengenai keberadaan tarekat di Minangkabau.61 Beliau semakin dikenali ketika mulai diangkat sebagai Imam dan Khatib di Masjidil Haram. Pengaruh mertuanya dalam Istana Masjidil Haram mempermudah Syekh Ahmad Khatib untuk mengajar di Masjidil Haram, hal inilah yang kemudian mempertemukan Syekh Ahmad Khatib dengan para muridnya yang berdatangan dari tanah air. Diantara murid-murid Syekh Ahmad Khatib yang kembali ke Indonesia adalah :62 1) Syekh , Bukittinggi 2) Syekh Muhammad Thayib Umar, Tanjung dungayang 3) Syekh , Padang 4) Syekh , Maninjau, Padang Pandang, Maninjau dan akhirnya wafat di Jakarta. Syekh Ahmad Khatib menjadi guru yang sangat berpengaruh dalam misi pembaharuan di Minangkabau. Melalui murid-muridnya Ia menitik beratkan pada persoalan pembaharuan Islam. Umumnya mereka menolak aliran tarekat syattariyah ataupun aliran tarekat Naqsyabandiyah yang lebih ortodoks yang berkembang pada abad ke-19 di Minangkabau, yang mereka anjurkan hanyalah ajaran Islam menurut Al-Quran dan Sunnah Rasul, yang berarti bukan hukum adat yang menjadi pedoman masyarakat Minangkabau dalam praktik pembagian harta pusaka dalam masyarakat matrilineal Minangkabau.63 2. Syekh Thaher Jalaluddin Al-Azhari Al-Falaki Syekh Thaher Jalaluddin dilahirkan di Ampat Angkat pada 4 Ramadhan 1286 Hijriah. Ibunya yang bernama Gandam Urai yang tidak lain adalah adik dari Ibu Ahmad Khatib. Pada usia yang masih muda syekh Thater sudah diantarkan ke Mekkah untuk belajar ilmu agama. Setelah 15 tahun di Mekkah Ia melanjutkan

60Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), h. 159. 61Azyumardi Azra, Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi,(Jakarta: Kencana, 2017), h. 89. 62Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 163. 63Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 169.

23

pendidikannya di Mesir, di sanalah Ia mendapatkan kejelasan atas kemampuan dirinya terhadap ilmu agama, hal yang paling Ia kuasai adalah ilmu Falak. Setelah tiga ahun lamanya Syekh Thaher Jalaludin mengenyam pendidikan di Mesir, Ia kembali lagi ke Mekkah dan turut membantu Ahmad Khatib mengajar hingga kembali ke tanah air.64 Islam di Minangkabau telah memasuki fase yang kompleks terlebih lagi gerakan Paderi telah meredakan pergolakan yang melibatkan Belanda. Keharusan untuk menjaga agama Islam pun diupayakan oleh keluarga regent, diharuskannya diantara mereka untuk memperdalam pengetahuan agama. Hal inilah yang dilakukan oleh keturunan , disaat Tuanku Samik (nenek Syekh Thaher Jalaludin menjadi regent pertama di Luhak Agam, Ia juga menjadi seorang ulama yang arif).65 Bersamaan dengan terjadinya pembaharuan Islam masyarakat Minangkabau, beberapa ritual keagamaan atau upacara-upacara adat yang sempat menjadi tradisi masyarakat Minagkabau mulai dihilangkan. Diantara upacara itu adalah, upacara , upacara kitan dan katam mengaji Quran, dan upacara mendoakan seorang yang sudah meninggal dunia.66 Menurut Kaba Cindua Mato kehadiran Islam di Minangkabau telah mengahantarkan masyarakatnya kepada ketentuan-ketentuan hidup dalam upaya memaknai hidup dengan arif, tidak hanya menjelaskan rangkaian cara-cara peribadatan, tetapi bagaimana kemudian Islam sebagai agama mampu menjadi ruh masyarakat Minangkabau hingga dapat mempraktekannya dalam kehidupan sehari-hari.67

64Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 169. 65Hamka. Islam dan Adat Minangkabau, h. 157. 66Koentjaraningrat. Manusia dan kebudayaan di Indonesia, h. 262. 67Penyesuaian adat dengan Islam menunjukan adanya kebenaran atas makna „keseimbangan dalam hidup‟ kehadiran agama yang kemudian melengkapi kehadiran adat dan alam sebagai peraturan yang dianggap mutlak telah menghantarkan masyarakat Minangkabau hidup dengan aspek yang baru. Hingga kemudian „adat bersendi syarak (hukum Islam), syarak bersendi adat‟ menjadi keputusan yang diakui oleh kaum adat. Lihat Taufik Abdullah, Some Notes on The Kaba Tjindua Mato: An Example of Minangkabau Traditional Literature, Indonesia, No 9 (April 1970)

BAB III MASJID HARAKATUL JANNAH

A. Makna Masjid Harakatul Jannah Kata Masjid berasal dari bahasa Arab yaitu sajada yang artinya tempat bersujud, hal ini merujuk kepada tempat ibadah bagi umat Muslim. Sebenarnya arti dari tempat bersujud atau tempat untuk beribadah tidak dipersempit ruangnya, mengingat setiap jengkal tanah di bumi ini dapat dijadikan tempat beribadah bagi umat Muslim. Namun untuk mengkhususkan ruang tertentu agar menjadi tempat ibadah ditandai dengan adanya batasan-batasan yang terwujud dengan sebuah bangunan. Maka dari itu spesifikasi dari bentuk rumah ibadah selalu berwujud fisik atau berupa bangunan.68 Keberadaan masjid dibeberapa wilayah tidak lain menandai bagaimana perkembangan Islam di wilayah tersebut. Jika ditarik jauh kebelakang, perkembangan masjid di Timur Tengah mulai terjadi paska Rasulullah SAW wafat. Dimana pendirian masjid menjadi salah satu hal yang penting dilakukan bagi pemimpin yang baru menjabat di suatu wilayah, dengan begitu ketika wilayah kekuasaan Islam semakin luas akan ada banyak masjid yang juga akan dibangun. Hal ini pula yang menjadi wujud berkembangnya pembangunan masjid di Indonesia. Pembangunan masjid secara sukarela disetiap desa muslim mulai populer pada periode awal kedatangan Islam, yakni pada abad ke 13-16 di Indonesia.69 Selain itu, keberadaan dari sebuah hadist yang menyebutkan bahwa jika kita membangun masjid di dunia, maka akan dibangun rumah di surga. Hadist ini pula yang kemudian mendorong banyak umat Muslim untuk membangun sebuah masjid, maka pembangunan masjid ramai di bangun oleh individu atau kelompok tertentu.70

68Soekmono.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, (Yogjakarta: Kanisius: 1973), h. 75. 69Amelia Fauzia, Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia,(Yogjakarta: Gading Publishing, 2016), h. 96. 70Amelia Fauzia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian (Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:2011) h 26

24 25

Hal ini pula yang memprakarsai dibangunnya Masjid Agung Harakatul Jannah di Gadog-Bogor. Bermula dari pesan Ibunda Datuk Syahrul Effendi untuk membangun sebuah masjid yang megah dan Indah, kemudian terealisasilah Masjid Agung Harakatul Jannah pada tahun 2003 dan diresmikan pada tahun 2013.71 Penamaan masjid Harakatul Jannah yang memiliki arti “Gerakan Surga” atau jalan menuju surga memiliki filosofi yang ditarik dari adanya komunitas rantau yang memiliki fokus pada keadaan sosial masyarakat, yakni GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau).72 GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau) yang anggotanya terdiri dari alumni asal Minangkabau dari Universitas-universitas di Jakarta saat itu merasa perlu adanya wadah yang dapat mempertemukan mereka dengan motivasi ingin beribadah. Kegiatan-kegiatan GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau) terus berupaya untuk memberikan kontribusinya bagi masyarakat. Khususnya mengenai bencana alam, pendidikan, dan permasalahan sosial lainnya. GeSOR (Gerakan Sosial Orang Rantau) pula memberikan bantuannya untuk pembangunan beberapa masjid di Jawa dan Sumatera. Yakni pembangunan pada masjid Al-Muchtar di Panarukan Subang, masjid Al-Ikhlas di Cigalontang dan Sodang Ilir Tasik Malaya-Jawa Barat, dan juga membangun kembali masjid yang terkena bencana alam hingga runtuh akibat gempa bumi pada tahun 2010 di Simpang Haru-Padang, Punggung Ladiang dan Kurai Taji Padang Pariaman- Sumatera Barat.73

B. Letak Keberadaan Masjid Menurut Hasil Sensus Penduduk 2010 Badan Pusat Statistik terdapat 41.763 592 penduduk Muslim dalam spesifikasi jumlah penduduk menurut wilayah dan Agama yang dianut di Jawa Barat.74 Masyarakat Muslim yang mendominasi di wilayah Jawa Barat tentu melatarbelakangi tumbuhnya sarana dan prasarana keagamaan, masjid misalnya. Khususnya di Kabupaten Bogor

71Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017 72Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam 73Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam 74Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistik Indonesia), h. 166.

26

setidaknya tercatat 2.188 bangunan masjid yang terdata pada Kementerian Agama Kabupaten Bogor.75 Hal tersebutlah yang menandai semakin memadainya wadah bagi masyarakat Muslim untuk melakukan aktivitas seputar keagamaan dan syiar Islam lainnya. Diantara masjid yang ada pada wilayah Kabupaten Bogor, Masjid Harakatul Jannah pula memberikan warna atas tumbuhnya atmosfer religius di gerbang kota wisata tersebut.76 Mengingat lokasi didirikannya Masjid Agung Harakatul Jannah terbilang sangat trategis, yakni di tepi jalan raya Ciawi yang menuju Puncak. Tentu ini memudahkan para jama‟ah yang sedang melakukan perjalanan untuk kemudian beristirahat dan menunaikan sholat di masjid. Keberadaan masjid di pintu gerbang wisata inilah yang membuat ramainya jamaah yang berdatangan dari mana saja. Terlebih lagi untuk waktu sholat Jum‟at, tidak heran jamaah lebih banyak dari biasanya. Simpang tiga Gadog merupakan titik pertemuan arus lalulintas dari Jakarta, Bogor dan juga Puncak. Lokasi tanah seluas 1,1 hektar ini menjadi bidang atas berdirinya Masjid Agung Harakatul Jannah.

C. Aktifitas di Masjid Harakatul Jannah Upaya menghidupkan masjid pada Masjid Agung Harakatul Jannah terus dilakukan oleh penggiat masjid yang terhimpun pada DKM masjid. Tidak sebatas itu, upaya demi upaya dalam menghidupkan masjid pun melibatkan masyarakat disekitar wilayah Masjid Agung Harakatul Jannah berada. Beberapa upaya menghidupkan masjid tersebut terangkum dalam beberapa aktivitas keagamaan, diantaranya:77 1. Majelis Ta‟lim Majelis Ta‟lim Ibu-ibu rutin dilakukan pada Jum‟at pagi, yang diikuti oleh masyarakat sekitar masjid Harakatul Jannah. Penyampaian dakwah pada Majelis Ta‟lim Ibu-ibu telah ditetapkan dengan tema yang sistematis oleh pihak DKM.

75Bahrul Ulum, Kasi Kementerian Agama Kabubaten Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017 76Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri MUI Kabupaten Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017 77Hasil Observasi Penulis dan Wawancara Pribadi dengan Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Pada 22 September 2017

27

Akan tetapi, hal ini digantikan dengan penentuan tema dakwah yang berorientasi pada pembahasan-pembahasan terkini, yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Karena hal tersebut dinilai mempermudah memasuki pemahaman masyarakat sebagai jama‟ah untuk menerima dan mengamalkannya pada kehidupan sehari- hari. Beberapa agenda Majelis Ta‟lim pun kadangkala diisi oleh para mahasiswa dari Pendidikan Kader Ulama (PKU) Majelis Ulama Indonesia Kab. Bogor. Melihat kekayaan khazanah keIslaman mahasiswa dari Pendidikan Kader Ulama (PKU) ini sangat membantu pengurus masjid dalam menyampaikan dakwah kepada jama‟ah. Hal ini dianggap sangat penting mengingat betapa signifikannya peran dari ulama dalam hal ini adalah kader ulama untuk memberikan wawasan mengenai pembelajaran keIslaman, khususnya dalam mengahadapi isu keagamaan yang kerap kali dialami oleh msayarakat. 2. Istighasah Kegiatan bulanan yang juga dilakukan di Masjid Agung Harakatul Jannah adalah Istighasah. Kegiatan ini sudah berlangsung sejak diresmikannya masjid Agung Harakatul Jannah, terhitung rutin dilaksanakan sedari lima tahun lalu hingga saat ini. Istighasah diadakan pada Sabtu malam setiap awal bulan, hanya saja jika waktu tersebut bersamaan dengan diperingatinya hari besar umat Muslim seperti hari raya Idul Fitri atau hari raya Idul Adha agenda ini tidak dilaksanakan. Pelaksanaan Istighasah bersama ini turut menghadirkan elemen-elemen masyarakat yang juga sangat penting dalam melengkapi kegiatan-kegiatan yang diadakan atas kebijakan DKM dan segenap pengurus masjid lainnya, kehadiran dari para , Habib, Santri dari binaan Masjid, dan tentu masyarakat sekitar Masjid Agung Harakatul Jannah. 3. Doa Khatam al-Quran Kegiatan Doa Khatam Quran ini dilaksanakan rutin setiap Jumat malam, tepatnya setelah sholat Magrib hingga menjelang Isya. Diantara kegiatan ini adalah pembacaan bersama doa khatamul Quran, sekaligus pengetesan para santri dari Rumah Tahfizh Masjid Harakatul Jannah. Pengetesan hafalan tersebut diawali oleh salah satu pengurus atau bahkan keseluruhan pengurus yang saat itu

28

menghadiri agenda Doa Khatam al-Quran, dengan melafadzkan satu atau dua ayat dari Surah, kemudian santri yang sudah terjadwal untuk diuji hafalannya akan melanjutkan ayat tersebut. Dengan didampingi para pengurus masjid yang berkapasitas untuk menguji hafalan para santri, santri dan para pengurus yang datang saat itu turut menyimak pembacaan al-Quran. Jika waktu lebih senggang biasanya ada pemberian ceramah dari perwakilan DKM atau pengurus masjid. Kegiatan ini pula yang sering diikut sertai oleh Datuk Syahrul Effendi sebagai pendiri masjid Harakatul Jannah, tidak jarang beliau memantau sendiri berbagai kegiatan di masjid yang melibatkan santri dari Rumah Tahfizh Masjid Harakatul Jannah.

D. Elemen-elemen Masjid Frishman menyebutkan secara umum elemen-elemen yang kerap kali ada pada sebuah masjid yang ditandai dengan adanya demarkasi ruang, pintu masuk, menara, mihrab, mimbar, makam, dan juga kolam wudhu. Demarkasi ruang merupakan bagian masjid yang memiliki atap atau bagian yang juga terbuka. Ruangan yang beratap yakni ruang sholat yang biasanya diapit dengan tembok juga disanggah dengan beberapa tiang, tergantung seberapa luas ruangan tersebut.78 Selain itu keberadaan Mihrab, mimbar, kolam wudhu dan makam juga sering ditemui pada bangunan sebuah masjid. Hanya saja, elemen makam tidak selalu ada pada ruang lingkup masjid. Terutama pada masjid-masjid yang baru dibangun di perkotaan atau desa misalnya. Masjid dengan adanya kompleks pemakaman biasanya dapat dijumpai pada kasus masjid-masjid kuno. Seperti masjid Angke dan lain-lain di wilayah Jakarta. Biasanya letak kompleks makam letaknya tidak jauh dari masjid, bisa disisi masjid, atau di belakang pekarangan masjid. Makam-makam yang terdapat pada wilayah masjid kuno biasanya merupakan makam tokoh-tokoh tertentu, yang pada sebagian masyarakat mengkultuskan atau mensucikan makam tersebut. Maka tidak heran jika dalam beberapa kasus dijumpai makam dengan perawatan khusus, atau penandaan

78TawalinuddinHaris.Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga: 2010),h. 13.

29

khusus. Bagi makam yang terbilang keramat, biasanya dibuatkan bangunan kecil yang disebut cungkub atau kubba sebagai tempat makam tersebut. Bahkan tidak jarang pada beberapa makam di beri alas kelambu di atasnya.79 Beberapa elemen-elemen tersebut terdapat pula pada Masjid Harakatul Jannah, yang menjadi pelengkap struktur bangunan masjid yang kaya akan filosofi keIslamannya. Beberapa elemen tersebut ialah: 1. Kubah Masjid Harakatul Jannah memiliki satu kubah utama, enam kubah yang berukuran sedang dan beberapa kubah kecil yang terdapat pada sisi masjid. Rancangan bentuk kubah pada masjid Agung Harakatul Jannah terisnpirasi dari kubah Taj Mahal, India. Kubah masjid yang berbentuk menyerupai bawang dengan sisi bawah silender, tetapi pada kubah masjid Agung Harakatul Jannah terbuat dari tembaga. Selain itu terdapat pula ornamen bintang sudut delapan yang menggambarkan kesempurnaan Islam (Syumul Islam) yang juga dilengkapi dengan bintang kecil dan dikelilingi 12 bintang lain di dalamnya. Pada bagian atas kubah terdapat penutup yang berbentuk bunga teratai dengan tiang yang menopang simbol bulan sabit dan bintang.80 2. Pilar Umum adanya pada bagian masjid terdapat tiang-tiang atau pilar yang melengkapi struktur bangunan masjid. Terlihat pula pada masjid Agung Harakatul Jannah, dimana terdapat banyak pilar dibagian sisi-sisi masjid dengan arsitektur Eropa berasal dari corak Ghotic yang banyak dipakai pada bangunan klasik atau Romawi Kuno, dengan diaplikasikannya pilar yang berhimpitan antara dua pilar yang tinggi dengan dua pilar yang lebih pendek. Keberadaan pilar-pilar tersebut merupakan gambaran atas kejayaan Islam yang sampai ke benua Eropa.Selain itu sebagai Sandaran dari empat pilar tersebut, terdapat bangunan segi empat dengan sentuhan arsitektur Arab.Bentuk dari bangunan persegi empat berwarna hitam

79Soekmono. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III, (Yogjakarta: Kanisius: 1973), h. 80. 80Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam, h. 22.

30

tersebut menyerupai Ka‟bah. Bagian ini dilapisi granit hitam dengan dua garis berwara cokelat kuning dan garis warna putih disisi atas dan bawah yang menghimpit garis kuning tersebut. 81 3. Jendela Letak geografis dari keberadaan masjid Agung Harakatul Jannah sangat menguntungkan, karena lokasinya yang mulai memasuki kawasan dataran tinggi dengan suhu atau udara yang terbilang sejuk. Jadi tidak diperlukannya pentilasi udara atau daun jendela dengan ukuran yang besar. Oleh karena itu, jendela pada bagian masjid bernuansakan prototipe khas Melayu yakni sebagaimana jendela- jendela yang digunakan di wilayah Melayu (dengan ukuran jendela yang kecil). Selain itu, penggunaan daun jendela dengan kekhasan Melayu sarat akan penyebaran Islam yang sampai ke tanah Melayu atau Sumatera. 4. Pintu Daun Pintu pada setiap pintu utama masjid Agung Harakatul Jannah terbuat dari ukiran jati yang sangat detail, dengan pilihan kayu Jati yang berkualitas. Pintu-pintu tersebut dibuat lebih lebar dan tinggi sebagaimana pintu biasanya, melihat masjid Agung Harakatul Jannah dibangun dengan megah keberadaan daun pintu yang lebar dan tinggi turut melengkapi kemegahan tersebut. Pada setiap pintu dibuat tarikan yang berbentuk silenderdengan ukuran yang juga besar, yang terbuat dari tembaga berukir. 5. Plafon Plafon masjid di lantai satu pun diisi dengan ornament ukiran jati, di bagian tengah terdapat persegi yang terbuat dari kayu jati yang lengkap dengan ukiran yang detail. Persegi tersebut membingkai ukiran berbentuk bintang delapan sebagai simbol keagungan Islam. Ukiran jati tersebut sempat dikerjakan berulangkali karena pada awal pembuatannya terdapat kesalahan pada motif ukiran kayu jati tersebut. Persis di tengah ukiran bintang delapan, terdapat lampu kristal import yang melengkapi tata ruang pada masjid Agung Harakatul Jannah.

81Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah: Refleksi Peradaban Dunia Islam, h.24.

31

6. Mihrab Mihrab pada masjid Agung Harakatul Jannah dibuat seleras dengan ornamen interior langit-langit masjid, yakni dengan ukiran-ukiran jati. Pengkhususan ukiran jati ada dibagian Mihrab masjid, dimana motif ukiran-ukiran jati dibuat menyerupai dengan motif ukiran . Pada bagian-bagian kayu jati yang berukir pada Pintu, Plafon dan Mihrab dibuat langsung dibagian- bagian masjid tersebut. Dengan mendatangkan bahan dari Jepara dan pekerja yang sudah diakui pengalamannya demi mutu hasil yang tinggi dan detail. Sehingga proses pembuatan ukiran demi ukiran ini menghabiskan waktu kurang lebih tiga tahun. 7. Tangga Masjid Agung Harakatul Jannah terdiri atas dua lantai, yakni lantai satu dipergunakan sebagai Aula masjid, dimana kegiatan masjid seperti Majelis ta‟lim dilaksanakan di lantai satu.Sewaktu-waktu jika jama‟ah padat, lantai satu juga digunakan sebagai ruang sholat. Terlebih lagi jika waktu sholat Jum‟at, lalu lantai dua dijadikan sebagai ruang utama untuk sholat berjamah. Oleh karena itu diperlukan tangga yang menjadi penghubung antara lantai satu dengan lantai dua. Tangga tersebut dibuat setengah melingkar pada bagian kiri dan kanan ruang masjid, yang terinspirasi dari arsitektur India. Bahan utama tangga tersebut terbuat dari mar-mar, pagar tangganya terbuat dari besi tempa, dengan dilengkapi pegangan yang terbuat dari kayu jati. Pembuatan tangga ini terinspirsi dari arsitektur bangunan kuno di India. 8. Lantai Bahan-bahan yang digunakan pada bangunan masjid Agung Harakatul Jannah memang terlihat sangat dipilih kualitasnya, terutama untuk bagian lantai. Lantai masjid dibuat dari mar-mar dari Itali dan Sulawesi, khusus pada bagian tengah lantai masjid terlihat pola anyaman. Pola anyaman tersebut berupa garis yang dibuat bertemu dengan pola anyaman garis yang lain. Hal tersebut memiliki makna bahwa umat muslim yang satu dengan muslim yang lain dari berbagai wilayah di Indonesia merupakan kesatuan yang diikat dengan ukhuwah

32

Islamiyah.82 Bagian garis yang berwarna hitam terbuat dari granit, dan sisinya dibuat garis-garis sebagai pembatas shaf saat sholat berjamaah. 9. Tempat Wudhu Pada bagian Timur masjid tersedia pula tempat untuk berwudhu yang terpisah dari ruang masjid. Persisnya di bawah plaza yang disertai tangga khusus untuk menuju ruang utama masjid.Ruang wudhu tersebut dilengkapi pula dengan rak penitipan alas kaki. Namun sekarang ini telah ditambahkan pula ruang berwudhu di halaman masjid yang bertepatan di sisi kiri tempat berwudhu yang pertama kali dibangun. 10. Ruang Khatib dan Imam Pada bagian Selatan masjid pada lantai dua tersedia pula ruangan khusus untuk tamu, khususnya untuk imam dan juga khatib.Ruangan tersebut berada tepat di bawah kubah yang ditopang dengan 12 pilar. Biasanya sebelum dan sesudah sholat Jumat Imam dan Khatib beristirahat di ruangan tersebut. 11. Pondok Dalam upaya menghidupkan masjid pihak DKM beserta pengurus lainnya melibatkan masyarakat sekitar, tidak hanya itu kontribusi masjid dengan masyarakat dan sebaliknya merupakan sinergi yang dirasa perlu dalam menambah fungsi dari keberadaan masjid. Oleh karena itu, pengurus masjid Agung Harakatul Jannah memilih beberapa putra dari masyarakat sekitar masjid untuk menerima beasiswa sekolah dalam Rumah Tahfiz Harakatul Jannah. Hingga saat ini ada enam orang santri yang disiapkan untuk menghafal Al-Qur‟an 30 Juz. Pondok yang dinamakan Dangau Sarasah tersebut menjadi tempat tinggal bagi santri- santri, disana para santri melakukan aktivitas sehari-hari seperti pendalaman al- Quran yang di pandu oleh Ustad yang berkapasitas akan penghafalan Al-quran dan juga bahasa Arab.

82Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017

33

12. Dekorasi Pada umumnya pendirian sebuah masjid tidak lepas dari ornamen- oranamen yang khas.Seperti adanya ukiran-ukiran atau lukisan-lukisan berupa ayat dari Al-Quran, atau tak jarang pula lafadz Asmaul Husna.Tidak jarang eloknya lukisan-lukisan ayat Al-Quran pada bangunan sebuah masjid mengundang kekaguman tersendiri bagi jamaah yang melihatnya. Pada masjid Agung Harakatul Jannah interior semacam itu sangat diperhatikan. Interior masjid yang penuh akan dekorasi kaligrafi terdapat pada persegi empat yang membingkai bawah kubah. Masing-masing dari sisi persegi tersebut bertuliskan ayat Al-quran yang berbeda. Bagian depan sisi persegi empat di bawah kubah bertuliskan kaligrafi Ayat Al-Quran Surah at-Taubat: 18 “Artinya: yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang- orangyang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” Pada sisi kanan dicantumkan QS. Al-Ankabut:45 “Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan ke padamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur‟an) dandirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” Selanjutnya pada sisi kiri dicantumkan QS. At-Taubat:108 “Artinya: Janganlah kamu bersembahyang dlam masjid itu selama- lamanya. Sesungguhnya masjid yang dididrikan atas dasar takwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih” Dan pada bagian belakang dicantumkan QS. Al-Jumah: 9 “Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

BAB IV KARAKTERISTIK KEBUDAYAAN MINANGKABAU PADA MASJID AGUNG HARAKATUL JANNAH A. Prototipe Bangunan Khas Minangkabau Prototipe bangunan masjid memiliki banyak tema arsitektur, mengutip dari Tawalinuddin Haris menurut Martin Frishman terdapat beberapa tipe atau gaya regional arsitektur pada bangunan masjid diberbagai wilayah.83 Pertama, gaya regional hypostyle yakni arsitektur masjid yang ditandai dengan penggunaan atap masjid yang rata/kabah. Tipe hypostyle seperti ini biasanya tersebar di wilayah Jazirah Arab, Spanyol, dan Afrika. Kedua, ruang lorong yang menyerupai bangunan masjid yang identik dengan adanya lorong panjang pada bagian masjid. Tipe yang kedua ini dapat ditemui di Sahara Barat dan Afrika. Ketiga, tata ruang empat iwan. Ciri masjid dengan tipe tata ruag empat iwan ini terdapat di Iran dan Asia Tengah. Keempat, tipe bangunan masjid yang ditandai dengan ada kubah lebih dari satu dengan adanya halaman masjid yang luas. Tipe bangunan masjid seperti ini dapat ditemui di India. Kelima, tipe bagunan masjid dengan ruang tengah yang luas serta kubah yang masif yang dominan mengikuti gaya Utsmaniyah. Masjid dengan gaya tersebut dapat ditemui di Anatolia, Turki. Keenam, tipe bangunan masjid yang dikelilingi dengan tembok yang kadang disertai juga dengan pavilion dan taman. Tipe bangunan masjid seperti ini dapat ditemui di Cina. Ketujuh, tipe bangunan masjid dengan bangunan utamanya berupa atap piramida atau atap tumpang. Tipe bangunan ini tersebar di wilayah Asia Tenggara.84 Mengutip dari Tawalinuddin Haris, Frishman juga mengemukakan proses perubahan atau perkembangan pada bangunan masjid dari masa ke masa. Pertama, masjid dengan hypostyle hall, yang memiliki halaman luas dengan tiang-tiang yang menopang bangunan utama masjid. Kedua, Gaya regional yang merupakan dampak akan adanya pengaruh geografis keberadaan sebuah bangunan masjid. Ketiga, gaya bangunan masjid dengan atap tumpang tindih yang juga

83Tawalinuddin Haris. Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta, h. 12. 84Lihat rujukan Jurnal. Tawalinuddin Haris jurnal suhuf, h. 283.

34 35

berakulturasi dengan gaya bangunan masjid yang menerapkan ornamen atas pengaruh geografis.85 Sebelumnya pembangunan masjid memang tidak tertera aturan mengenai bagaimana sebuah masjid harus dibangun, ini pula yang mendorong tumbuhnya masjid dengan gaya atau arsitektur yang beragam dengan mengupayakan keIndahan masjid dan dengan harapan filosofi-filosofi dari setiap sisi bagian masjid tersampaikan pesannya kepada jama‟ah.86 Adaptasi bangunan masjid terhadap nilai lokal semakin mendorong tumbuhnya masjid dengan karakter yang beragam. Hingga para ahlipun memandang ciri atau karakter pada bangunan masjid di Indonesia tidak hanya dominan dengan budaya Jazirah Arab tetapi juga kuat pengaruh arsitektur Cina, India dan Jawa, yang menandai penerimaan muatan lokal dalam ajaran Islam sebagai wujud keberhasilan Islam yang beradaptasi dengan kebudayaan lokal.87 Prototipe bangunan pada Masjid Agung Harakatul Jannah memperlihatkan adanya proses penggambaran akulturasi dan karakter yang kaya, yang terinspirasi dari kejayaan Islam yang sampai keberbagai wilayah. Bangunan dengan gaya Timur Tengah, Eropa, India, Cina, Jawa dan Melayu pun dikolaborasikan menjadi elemen-elemen dari Masjid Agung Harakatul Jannah dengan filosofi tertentu, agar pesan pendiri dari tiap sudut masjid dapat tersampaikan kepada jama‟ah.88 Selain gaya arsitektur tersebut, ada beberapa elemen masjid yang sangat menggambarkan karakteristik kebudayaan Minangkabau, Elemen-elemen tersebut diantaranya: 1. Gerbang Bundo Kanduang Pada masjid Agung Harakatul Jannah sentuhan arsitektur khas Minangkabau sangat terlihat pada gerbang utama masjid, karena berlokasi tepat ditepi jalan utama arsitektur gerbang tersebut kerap mengundang ketertarikan pelalulintas. Gerbang utama masjid memiliki atap dengan bentuk runcing di sisi kanan dan kirinya, dengan pengaplikasian atap gonjong khas Minangkabau pada

85Lihat Rujukan Jurnal. STawalinuddin Haris jurnal suhuf, h. 282. 86 Tawalinuddin Haris. Masjid-masjid Bersejarah di Jakarta (Jakarta: Erlangga: 2010), h. 12 87 Amelia Fauzia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian, h. 27. 88Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017.

36

pintu gerbang. Atap gonjong yang menyerupai tanduk-tanduk kerbau teraplikasi dengan unik pada gerbang tersebut dengan warna kuning keemasan yang sarat akan kekhasan Melayu.89 Selain itu, filosofi dari berdirinya gerbang megah tersebut dianalogikan Datuk Syahrul Effendi sebagai bagian dari kebudayaan Minangkabau. Beliau menuturkan bahwa sebagai orang Minang tidak melupakan “adat bersanding sarak, sarak bersanding kitabullah.” Sebagai orang Minangkabau yang beradat tentu tidak dapat lepas dari tuntunan kitabullah (al-Quran dan hadist). Datuk Syahrul Effendi pun menggambarkan keberadan gerbang utama tersebut sebagai gambaran adat, sebagaimana orang Minang yang beradat. Lalu ketika memasuki gerbang akan bertemu dengan Syara dan Kitabullah yakni masjid.90 Bagian bangunan yang memiliki arsitektur berupa atap runcing atau atap gonjang akan sangat mudah kita temui pada elemen-elemen masjid yang berdiri di ranah Minangkabau, yang dapat dijelaskan bahwa ekspresi dari bangunan masjid di Minangkabau menyaratkan kolaborasi lokalitas atas pengaruh geografi. Seperti misalnya masjid raya Minangkabau yang berada di Padang, bangunan masjid menerapkan gaya arsitektur khas Minagkabau dengan sentuhan yang lebih modern.91 2. Hajjah Tower Hajjah Tower atau Harakatul Jannah Tower merupakan elemen masjid yang memperlihatkan nilai kebudayaan Minangkabau. Elemen tersebut berdiri di sisi kanan masjid dengan visual menyerupai jam gadang sebagaimana di Fort de Kock atau yang dikenal dengan Minangkabau sekarang ini.92 Datuk Syahrul Effendi menuturkan bahwa Hajjah Tower yang dilengkapi dengan jam di sisi-sisi puncak tower tersebut mengisyaratkan dua hal. Pertama, memuliakan ibu dan perempuan. Mengingat bahwa dibangunnya masjid Harakatul Jannah merupakan amanat dari

89Tsuyoshi Kato. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 39. 90Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017 91NN Alimin. Masjid Raya Sumatera Barat sebagai Simbol Persatuan Muslim di Sumatera Barat. INVENSI: VOL. 1 NO. 1. JUNI 2016 92S Sukawi. Jam Kota, Bukan Sekedar Elemen Estesis Kota. Jurnal Nasional, 2007.

37

Ibunda Datuk Syahrul Effendi, permintaan mulia tersebut menjadi alasan yang sangat mendasar dibangunnya masjid Harakatul Jannah yang indah, dengan tujuan memuliakan seorang Ibu, Hajjah Tower pun dibangun lebih tinggi dari elemen masjid lainnya. Kedua, Hajjah Tower dinilai sebagai mercusuar yang mengingatkan akan adanya waktu. Datuk Syahrul Effendi pun menambahkan “betapa cepat hidup ini, kita harus mengetahui arah hidup kita ini.”93 Selain itu, adanya filososofi memuliakan kedudukan seorang Ibu, dapat kita hubungkan dengan sistem kekerabatan matrilineal di Minangkabau yang masih di junjung. Pada bagian bawah Hajjah Tower terdapat ruangan yang nantinya akan dijadikan Internasional Islamic Center. Pembangunan ruangan tersebut belum rampung sempurna, dan secara lembaga belum dilegalkan. Akan tetapi masjid Harakatul Jannah beberapa kali aktif dalam pertemuan yang melibatkan ulama- ulama besar. Seperti kedatangan Syekh Muhammad Fadhil Al-Jailani Al-Hasani Al-Husaini dari Turki, dan para Ulama Afganistan ke masjid Harakatul Jannah, dalam pertemuan tersebut kyai-kyai disekitar masjid pun dilibatkan untuk melakukan dialog secara langsung dengan para ulama. Keterlibatan masjid secara meluas pun ditandai dengan adanya keterlibatan masjid dengan konfrensi- konfrensi Internasional. Beberapa kali Agus Mulyadi selaku Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah melakukan pertemuan sebagai perwakilan dari masjid ke berbagai negara. Pertama, pertemuan tersebut berlangsung di Swis tepatnya di Istana Peles. Kedua, pertemuan di Philiphina dalam rangkaian acara yang membahas mengenai perdamaian. Ketiga, pertemuan yang berlangsung di Jepang. Kehadiran perwakilan masjid Harakatul Jannah di Jepang merupakan kegiatan dalam memenuhi undangan dari Profesor Takeshi Kumura yang sebelumnya pernah melakukan pertemuan di masjid Harakatul Jannah. Selain itu pertemuan di Jepang dilakukan sebagai ajang berdialog dengan Majelis Ulama Jepang, membicarakan mengenai keperluan Jepang atas pendakwah-pendawah dari

93Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017.

38

Indonesia. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan di beberapa negara tersebut mendukung keberadaan Internasional Islamic Center nantinya.94 3. Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi merupakan bangunan masjid yang berada di samping Hajjah Tower. Elemen masjid ini dinamai sebagai Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minagkabawi, penamaan tersebut merupakan tanda penghormatan kepada Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Mengingat peranan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dalam proses pembaharuan Islam di Minangkabau.95 Adapun aktivitas yang dilakukan di majelis Syekh Ahmad Khatib Al- Minangkabawi merupakan kegiatan yang melibatkan santri dan pengurus masjid Harakatul Jannah. Setelah dilaksanakannya sholat Magrib setiap hari Jum‟at, semua santri, pengurus masjid, Imam sholat pada hari itu dan juga sering kali dihadiri oleh Datuk Syahrul berkumpul untuk melangsungkan agenda mingguan di Majlis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Adapun agenda yang dilakukan setiap Jum‟at malam ialah dilakukannya ujian kepada santri mengenai hafalan Al-Qur‟an, dengan urutan proses pengujian yang sudah terjadwal. Beberapa diantara pengurus atau bahkan semua pengurus yang datang saat itu menguji hafalan para santri. 96 Aktivitas ini memiliki kemiripan dengan aktivitas intelektual keagamaan di Minangkabau. Pada masyarakat Minangkabau setiap anak laki-laki tidak dibenarkan bagi mereka untuk bermalam dirumah ibunya, tetapi mereka diharuskan untuk bermalam di surau.97 Keharusan para laki-laki Minangkabau

94Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 22 Septemeber 2017. 95Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017. 96Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor.Wawancara Pribadi pada 22 Septemeber 2017. 97Secara linguistik surau memiliki arti tempat, atau tempat ibadah. Surau merupakan bangunan kecil yang diperuntukan dalam proses penyembahan nenek moyang, karena alasan tersebut biasanya surau dibangun ditempat-tempat yang tinggi di pedesaan. Hingga kedatangan Islam di Minangkabau surau mengalami pembaharuan, fungsinya sebagai tempat penyembahan nenek moyang kuno beralih menjadi tempat untuk ibadah umat muslim, bahkan tradisi intelektual Islam Minangkabau telah menempatkan surau pada posisi yang vital. Oleh karena itu, pembangunan surau tidak lagi di wilayah-wilayh yang tinggi, tetapi dibangun di desa yang dekat

39

untuk bermalam di surau bertujuan agar dapat memaksimalkan proses belajar agama.98 Aktivitas santri binaan masjid Harakatul Jannah memang difokuskan untuk belajar agama, khususnya penghafalan Al-Quran dan juga pembelajaran untuk dapat menggunakan bahasa Arab dengan baik. Keterlibatan para santri dalam aktivitas di masjid harakatul Jannah memperlihatkan adanya aktivitas yang berbeda pada masjid-masjid pada umumnya. Masjid Harakatul Jannah secara fungsional tidak hanya memiliki peranan untuk sarana peribadatan, tetapi juga sebagai wadah pembelajaran keagamaan.

B. Pendiri Masjid Harakatul Jannah yang digagas oleh Datuk Syahrul Effendi merupakan masjid yang didanai oleh beliau, yang juga dibantu dengan adanya donatur yang turut menyokong dalam proses pembangunan masjid. Setidaknya tercatat terdapat 88 donatur yang turut membantu pembiayaan pembangunan masjid Harakatul Jannah.99 1. H. Syahrul Effendi, Sh,Mm 51. M. Agus Sumbardono 2. Ir. Hj. Astati Syahrul Effendi 52. Indrianto 3. Ir. H. Wiryatmoko 53. Eko Baruno 4. Aziz Mahdar 54. Hari Sasongko 5. Tesar Ottodinata Effendi, Sh, Lim 55. Ir. H. Suyatmin Rachmat 6. Bayu Adiyaksa Effendi, Eng, Mte 56. Putu 7. Dicky Adam Effendi 57. Amin Cakra 8. Jody Fadilah Effendi 58. Suharsono 9. Ardya Syam, Se, Mm 59. Hari Yanto Badjuri 10. H.M. Syawal, Sh, Mm 60. Agusman Badaruddin 11. H. Riyanto, Se, Mse 61. Abdul Fikar Fajar, Sh,

dengan warga. Lihat, , Surau: Pendidikan Islam tradisional dalam Transisi dan Modernisasi,(Jakarta: Kencana,2017), h. 23 98Erni Hastuti, dkk, Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau, Proceding PESAT, vol. 5 (Oktober 2013), h. 4 99Tim DKM. Profil Singkat Masjid Harakatul Jannah Refleksi Peradaban Dunia h 42

40

12. Drs. H. Hari Sandjoyo 62. Pafinaldi, Sh 13. Krisna 63.Ir. H. Asrizal 14. Ichwan/Rusnadi 64.Eddy Suryapriatna W 15. Iwan Jumhari 65.Hartadi 16. Amir Bahar 66. Abdul Gani 17. Samido 67. Hj. Ramna 18. Darum 68. Ir. Ery Baskoro 19. Martin 68. Martono 20. Fahmi 70. Tauhid 21. H. Mustafa Kamal 71. Budhy Bpm 22. Pristono 72. Syarif Mustofa 23. M. Agus Sumbardono 73. Bank DKI 24. Indrianto 74. Arfan Akatilie 25. Eko Baruno 75. Hj. Syamsiar 26. Hari Sasongko 76. Khairil. A 27. Ir. H. Suyatmin Rachmat 77. Nawawi 28. Putu 78. Delang Arfianto 29. Amin Cakra 79. Martono 30. Suharsono 80. Ibnu 31. Hari Yanto Badjuri 81. Ichsanuddin Noorsy 32. Agusman Badaruddin 82. Juariyah 33. Abdul Fikar Fajar, Sh, Mh 83. Widiantoro 34. Pafinaldi, Sh 84. Agus Subandono 35. Hartadi 85. Pt. Bina Karya Bina 36. Abdul Gan i 86. Joko 37. Hj. Ramna 87. Ir. Nizarman .A 38. Ir. Ery Baskoro 88. Handoko S.P 39. Martono 89. Ir. Hj. Widyaningrum 40. Tauhid 90. H. Rojak 41. Budhy Bpm 91. Ir. H. Yayat Hidayat M.T 42. Syarif Mustofa 92. Baziz DKI

41

43. Wisnu 44. Arsyad 45. Budi 46. Andi Wahab 47. Sauchi Yahya 48. Harsono 49. Drs. H. Paryanto 50. Dispenda Selain itu, Keberadaan para donatur dari beberapa perantau yang berasal dari Minangkabau kerapkali melangsungkan kegiatan silaturahmi di masjid Agung Harakatul Jannah, yang juga diikuti oleh angkota DKM masjid. Acara silaturahmi tersebut memang dilakukan dengan waktu yang insidentil saja, biasanya pertemuan tersebut diisi dengan diskusi-diskusi keagamaan. Oleh sebab itu, forum ini juga terbuka untuk penggiat masjid lainnya. Terlepas dari hal tersebut, perkumpulan orang Minangkabau pada hal ini merupakan penggambaran kuatnya rasa persaudaraan sebagai pemangku adat Minangkabau di tanah rantau.

C. Respon Masyarakat Masjid Harakatul Jannah kerapkali mengundang ketertarikan masyarakat karena kekayaan arsitekturnya. Respon yang beragam pun datang dari masyarakat mengenai keberadaan masjid Harakatul Jannah di Bogor. 1. MUI Kabupaten Bogor Pihak MUI menyambut baik atas didirikannya masjid Harakatul Jannah, hal tersebut merupakan tanda bahwa masih terdapat individu atau kelompok yang aktif dalam bersyiar melalui pembangunan masjid. Terlebih lagi lokasi strategis masjid Harakatul Jannah di pintu gerbang wisata membuat masjid menjadi icon tersendiri. Penilain atas arsitektur masjid yang nampak jelas akan kebudayaan Minang pun sudah banyak diketahui masyarakat, ditambah lagi dengan backround kampung halaman pendirinya. Karakter masjid Harakatul Jannah tersebut dianggap sebagai penggambaran Islam di Indonesia, yang didukung juga dengan

42

keberadaan elemen-elemen masjid yang mengadopsi kebudayaan Jawa, Cina, dan juga Melayu yang menandai bahwa Islam sudah masuk ke dalam Budaya Indonesia. Terlebih lagi penggambaran budaya dalam bangunan masjid Harakatul Jannah didominasi oleh nilai-nilai Islam yang tinggi. Yakni pedoman orang Minang mengenai adat bersanding syarak-syarak bersanding kitabullah, hal tersebutlah yang nantinya mendorong lahirnya para ulama. Mengenai akulturasi yang sangat ditunjukkan dari bangunan masjid Harakatul Jannah, pihak MUI menilai hal tersebut sebagai wujud yang baik dengan memperlihatkan kolaborasi antara Islam dengan kebudayaan di Indonesia. Selepas itu tidak mencederai nilai- nilai Islam, justru keberadaan masjid seperti masjid Harakatul Jannah menjadi gambaran adanya masjid Nusantara, yang berarti representasi bahwa Islam Indonesia (dalam pembangunan masjid) tidak selalu berkiblat pada arsitektur atau prototipe bangunan masjid di Saudi. Selain itu untuk kegiatan di masjid, MUI Kabupaten Bogor pun kerap kali melakukan kegiatan bersama dengan seperti mengisi Majlis Ta‟lim Ibu-ibu, dan kegiatan dakwah lainnya yang melibatkan mahasiswa-mahasiswa dari Pendidikan Kader Ulama (PKU).100 2. Kementerian Agama Kabupaten Bogor Kementerian Agama Kabupaten Bogor menilai keberadaan Masjid Harakatul Jannah sebagai masjid yang sangat trategis di Kabupaten Bogor, dilihat dari letak keberadaan masjid di tepi jalan raya semakin mempermudah dilakukannya syiar Islam bukan hanya kepada jamaah sekitar Gadog tetapi juga jamaah dari berbagai wilayah. Performnya yang sarat akan kebudayaan Minang sudah terdengar ke banyak masyarakat di Bogor, termasuk mengenai pembiayaan pembangunan masjid yang kabarnya merupakan dana dari para pengusaha Minang. Maka dari itu, arsitektur masjid memperlihatkan karakter budaya Minang dinilai sebagai ekspresi dari pendiri dan donatur atas perjuangan mendirikan masjid Harakatul Jannah. Mengenai akultrasi budaya Indonesia dan Islam yang terlihat pada masjid Harakatul Jannah, Kementerian Agama Kabupaten Bogor merasa hal tersebut tidak masalah, selagi dalam aktivitas atau ajaran-ajaran di

100Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017.

43

dalam masjid tidak mengajarkan aliran-aliran yang menyimpang. Kekhawatiran mengenai hal tersebut sangat mendasar mengingat banyaknya keberagaman suku, dan agama penduduk Kabupaten Bogor. Berkenaan dengan aktifitas masjid Harakatul Jannah Kementerian Agama Kabupaten Bogor berpendapat bahwa kegiatan dalam upaya penyampaian dakwah pada agenda mingguan seperti majelis ta‟lim ibu-ibu, dan khutbah-khutbah Jumat disampaikan dengan baik oleh pengurus masjid. Misalnya khatib ketika sholat Jumat yang terjadwal bergantian menjadikan penyampaian dakwah yang tematik dan beragam. Kegiatan di hari- hari besar seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha kerapkali atifitas masjid semakin padat.101

3. Kecematan Megamendung Pihak Kecamatan Megamendung menilai bahwa kehadiran masjid Harakatul Jannah di Gadog sangat memberi warna bagi masyarakat Megamendung, khususnya gadog, sukamahi, dan Ciawi. Termasuk kepada jamaah dari berbagai wilayah yang seringkali sangat membutuhkan keberadaan masjid-masjid di daerah transit, khususnya pada waktu Sholat Juma‟t. Mengenai arsitektur masjid pihak Kecamatan Megamendung menganggap tidak adanya masalah dengan akulturasi pada masjid, karena di Bogor khususnya di Megamendung memang terdapat suku-suku dari luar kebudayaan masyarakat Bogor. Bahkan keberadaan paguyuban Ambon, Batak dan lainnya diakui oleh Kecamatan Megamendung. Justru dengan adanya masjid Harakatul Jannah semakin menambah khasanah kebudayaan masyarakat. Kegiatan yang kerapkali dilakukan di masjid diketahui melibatkan ulama-ulama dari MUI, Muzaki, Mustahiq dan kyai-kyai atau uztad- uztad di sekitar daerah wilayah masjid yang menandai keterbukaan masjid terhadap aktifitas sosial-keagamaan masyarakat Bogor khususnya.102

101Bahrul Ulum , KASI Kementerian Agama Kab. Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017. 102Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Wawancar Pribadi pada 22 September 2017.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Karakteristik kebudayaan Minangkabau pada Masjid Harakatul Jannah dapat diidentifikasi melalui beberapa simbol yang terlihat secara fisik pada bagian elemen masjid dan pada keberadaan para penggiat masjid dalam upaya menghidupkan masjid Harakatul Jannah, kekhasan karakter tersebut diantaranya: 1. Terdapat elemen-elemen yang menggambarkan karakter budaya Minangkabau pada bagian-bagian masjid Harakatul Jannah. Pertama, pada bagian gerbang utama diaplikasikannya arsitektur Minang dengan gaya gonjong di sisi kanan dan kiri atap gerbang utama. Kedua, adanya menara yang serupa dengan bentuk bangunan Jam Gadang di Minangkabau, elemen ini dinamakan sebagai Hajjah Tower yang mengisyaratkan mengenai memuliakan seorang Ibu sebagaimana sistem keturunan Minangkabau yang diambil dari garis Ibu (matrilineal). Ketiga, adanya bangunan khusus yang diberi nama sebagai Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. 2. Penggambaran atas kekhasan karakter budaya Minangkabau tidak sebatas tergambar pada bagian fisik atau secara arsitektur masjid saja, namun penggambaran atas budaya Minang nampak pula pada aktivitas penggiat masjid. Pertama, perkumpulan perantau yang berasal dari Minangkabau yang kerap kali dilakukan di Masjid Harakatul Jannah, dimana sebagaian besar dari perantau Minangkabau tersebut telah berkontribusi atas proses pembangunan Masjid Harakatul Jannah. Adanya keberadaan para santri binaan Masjid Harakatul Jannah di Majelis Syekh Ahmad Khatib Al- Minangkabawi yang memiliki kemiripan dengan tradisi intelektual Islam yang telah menjadikan surau pada posisi vital pendidikan Islam di Minangkabau.

44 45

B. Saran Penulis menyadari kekurangan atas penulisan skripsi ini, untuk penulisan selanjutnya penulisan kajian agama dan kebudayaan yang lebih komprehensif sangat penting tidak hanya bagi civitas akademika saja, tetapi guna membuka wawasan masyarakat atas gejala-gejala yang terjadi di wilayah sekitar, dengan posisi vital agama dan adat sebagai manifestasi dari kebaikan budi dalam berkehidupan sosial. Nampaknya kajian mengenai filantropi Islam pun dapat menjadi persoalan menarik mengingat masing-masing dari berbagai etnis yang melakukan kegiatan merantau begitu aktif dalam kegiatan tersebut di wilayah rantauan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku: al-Makassary, Ridwan, Ahmad Gaus AF (Editor). Benih-benih Islam Radikal di Masjid: Studi Kasus Jakarta dan Solo. Jakarta: CSRC, 2010. Azra, Azyumardi. Surau: Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi Modernisasi (Jakarta: Kencana, 2017). Efendi, Firdaus. The Power of Minangkabau. Jakarta: Nuansa Madani, 2012. Etek, Azizah. Koto Gadang Masa Kolonial. Yogyakarta: LkiS, 2007. Fauzia, Amelia, dkk. Masjid dan Pembangunan Perdamaian.Jakarta: Center for the Study of Religion Islam and Culture Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. ______Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia. Yogyakarta: Gading Publishing, 2016. Gazalba, Sidi. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam.Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1989. Graves, Elizabeth E. Asal Usul Elite Minangkabau Modern: Respon Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007. Hamka. Islam dan Adat Minangkabau. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984. Haris, Tawalinuddin. Masid-masjid bersejarah di Jakarta. Jakarta: Erlangga, 2010. Kato, Tsuyoshi. Adat Minangkabau dan Merantau dalam Perspektif Sejarah Jakarta: Balai Pustaka, 2005. Koentjaraningrat.Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: Djambatan, 1945. Marsden, William. Sejarah Sumatera.Depok: Komunitas Bambu, 2013. Naim, Mochtar. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984. Penduduk Indonesia Hasil SP2010 (Badan Pusat Statistik-Statistics Indonesia) Pires, Tome. Suma Oriental: Perjalanan Dari Laut Merah Ke Cina dan Buku Francisco Rodrigues. Yogyakarta: Ombak, 2014. Reid, Anthony. Sematera Tempo Doeloe. Depok: Komunitas Bambu, 2014. Shrieke, BJO. Pergolakan Agama di Sumatera Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi. Sugiono.Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta: 2014.

46 47

Soekmono.Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III. Yogjakarta: Kanisius, 1973. Wallace, Alfred Russel. Sejarah Nusantara: The Malay Archipelago. Yogyakarta: Indoliterasi, 2015. Woodward, Kathryn. Identity and Differen.London:SAGE Publications, 1999. Yaswirman.Hukum Keluarga Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau. Jakarta: Rajawali Press, 2013.

Jurnal: Abdullah, Taufik. Adat and Islam: An Examination of Conflict in Minangkabau. Indonesia, No. 2, 1966 ______.Some Notes on the Kaba Tjionduo Mato: An Example of Minangkabau Traditional Literature.Indonesia, No. 9, 1970 Alimin, NN. Masjid Raya Sumatera Barat sebagai Simbol Persatuan di Sumatera Barat. Jurnal INVENSI: Vol 1. No 1. Juni 2016 Asnan, Gusti. Tradisi Rantau dan Diaspora Kasus Minangkabau Melayu dan Bugis. Hastuti, Erni. Kearifan Lokal Sosial Budaya Masyarakat Minangkabau, Proceding PESAT, vol 5 (Oktober 2013) Haris, Tawalinuddin. Masjid-masjid di Dunia Melayu Nusantara.Suhuf, Vol. 3,No 2, 2010 Sunarti, Sastri. Suara-suara Islam dalam Surat Kabar dan Majalah Terbitan Awal Abad 20 di Minangkabau. Al-Turas Vol. XXI No. 2, Juli 2015

Artikel: Indahnya Masjid Harakatul Jannah Bogor. Republika.co.id https://www.google.com/amp/m.republika.co.id/amp_version/nx6v3v301 diakses pada 30 Juni 2016 pukul 21:22 WIB http://travel.kompas.com/read/2016/06/15/040700327/menengok.sisa- sisa.peninggalan.salah.satu.masjid.tertua.di.semarang diakses pada 29 Juni 2017 pukul 13:34 https://m.detik.com/news/berita-Jawa-tengah/d-3516459/bubur-india-menu-tajil- khas-masjid-pekojan-Semarang diakses pada 30 Juni 2017 pukul 22:06 WIB

48

Wawancara:

Irvan, Sekertaris Komisi Organisasi dan Hubungan Luar Negeri MUI Kabupaten Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017

Bahrul Ulum , KASI Kementerian Agama Kab. Bogor. Wawancara Pribadi pada 12 September 2017.

Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Wawancara Pribadi pada 22 September 2017.

Syahrul Effendi, Pendiri Masjid Harakatul Jannah-Bogor. Wawancara Pribadi pada 15 September 2017.

Agus Mulyana, Ketua DKM Masjid Harakatul Jannah-Bogor.Wawancara Pribadi pada 22 Septemeber 2017.

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(Gambar 1: Pengurus DKM Masjid Agung Harakatul Jannah menjadi narasumber tentang ISLAM RAHMATAN LIL ALAMIN yang menjadi inti visi misi Masjid Agung Harakatul Jannah dalam acara ASIA PACIFIC LIFE MATTERS COURSE yang dihadiri oleh utusan dari enam Negara; Indonesia, India, Vietnam, Timor Leste, Iraq dan Afghansitan)

(gambar 2: Menghadiri Acara INTERFAITH dI PILIPINA)

49 50

(gambar 3: kegiatan International Interfaith Peace Conference)

(gambar 4: Kegiatan Istighasah Bulanan)

51

(gambar 5: kegiatan Dakwah di Masjid Harakatul Jannah yang turut mengundang para ulama)

(gambar 6: Kunjungan Ulama Afganistan)

52

(gambar 7: Masjid Harakatul Jannah tampak dari sisi kanan)

(gambar 8: Masjid Harakatul Jannah tampak depan)

53

(gambar 9: Masjid Harakatul Jannah tampak dari sisi kiri)

(gambar 10: Masjid Harakatu Jannah tampak belakang)

54

(gambar 11: Gerbang Bundo Kanduang)

(gambar 12: Hajjah Tower)

55

(gambar 13: Masjid Harakatu Jannah tampak dalam)

(gambar 14: Bangunan Majelis Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi)

56

(gambar 15: Rapat Majelis Ulama Indonesia dan Jepang di Jepang)

(gambar 16: Konferensi Religious Leaders di Astana)

57

Transkip Wawancara Narasumber :Irvan –MUI Kabupaten Bogor Tanggal : 12 September 2017 Waktu : 13:23 WIB

Penulis :“Baik Pak, pertanyaan ini dimulai dari hal umum masjid Harakatul Jannah.dengan keberadaan masjid tersebut bagaimana respon dari MUI Kab Bogor? Narasumber :“Iya pertama kalau respon kita tentu sangat gembira ya, ada masjid semegah..itu di Kabupaten Bogor. Terlebih juga masjid itu dibangun oleh putra-putra.bangsa bukan bantuan dari luar. Ya kita cukup berbangga hati karena.banyak juga sampai saat ini orang- orang yang masih ingin syiar dengan.melalui mendirikan masjid Allah. Terutama di daerah padat seperti di Gadog. Karena semua orang yang ke Puncak atau ke Bandung, kalau lewat.dari Puncak itu pasti tau masjid itu. Akhirnya itu menjadi icon tersendiri. Jadi kita cukup mengapresiasi dan kita juga beberapa kali memang ada .pertemuan dengan pengurus, begitu.” Penulis :“Jika dilihat sendiri Pak, mengenai kehadiran masjid Harakatul Jannah ini.menyiratkan adanya energi antara agama dan kebudayaan yang dibawaoleh pemilik atau yang mendirikan masjid begitu Pak, dan itu bisa kita katakan kebudayaan Minangkabau begitu, respon MUI Kab. Bogor dengan hal itu.bagaimanakah Pak? Karena dilihat juga, ya tadi seperti yang Bapak katakan bahwa pembangunan masjid itu disokong oleh orang-orang Minangkabau,.yang notabennya mereka adalah perantau di Bogor, tetapi dapat menonjolkan.karakteristik kebudayaan Minangkabau di wilayah rantauan begitu?” Naeasumber :mendirikan masjid khas minang kita protes,nggak. Itu salah satu budaya indonesia juga,dan apa,budaya di dalam bangunan itu ya minang,yang di dominasi oleh nilai-nilai islam yang tinggi. Apa sih

58

istilahnya itu,adat bersanding syarak ,syarak brsanding kitabullah. Jadi dari sana pula banyak lahir para ulama ini,apa terus di apresiasikan begitu untuk ininya,untuk bangunan masjid.Ya,terus kita secara akademi merespon akulturasi dalam bentuk apapun. Selepas itu tidak memang mencederai nila-nilai islam. Jika ada masjid misalkan,kalau ada patung tidak ini.. Terus gaya minang dan simbol-simbol tertentu yang dibawa,mungkin itu juga kalau di gambarkan banyak juga. Bangunan khas minang. Dalam menyatukan kubah,mimbarnya ukiran kayu khas jawa,bagus juga. Ini sekaligus jadi ciri khas masjid nusantara sebenarnya. Artinya yang representasi bahwa islam indonesia juga punya gaya khas masjidnya yang tidak melulu berkiblat seperti saudi,dan gaya-gaya masjidnya. Penulis :Jika seputar kegiatan di mesjid begitu pak,seperti majelis ta‟lim ibu-ibu dan beberapa kegiatan yang melibatkan santri yang di didik oleh masjid. Kira-kira apakah masih ada catatan catatan penting yang bisa di kembangkan? Narasumber :Iya,petama saya pernah juga mengisi di sana,da masjid ta‟lim.Jamaahnya masih kurang banyak karena mungkin masjid baru ya. Biasanya notabennya di daerah situ,itu majelis ta‟lim ibu- ibu khususnya di masjid besar biasanya banyak begitukan. Ya catatannya yang itu aja barang kali. Piarnya masih belum maksimal. Syiar bahwa ada pengajian ibu-ibu,rata-rata jum‟at pagi. Barangkali berbarengan. Apalagi di situkan jauh dari masyarakat. Jadi kalau mau kesitu harus naik angkot/naik motor. Catatannya itu,dan santri saya belum pernah bersentuhan langsung. Penulis :Untuk harapan kedepannya begitu pak. Barang kali MUI memiliki harapan untuk masjid Harakatul jannah,karena dilihat keberadaan masjid di tengah ibu kota itu menjadi hal yang vital sekali buat masyarakat Bogor khususnya. Kita berharap masjid di situ bukan hanya tempat ibadah mafdoh,lebih dari itu,harus bisa

59

mempersatukan kelompok-kelompok,mempersatukan syiar sinopsisnya yang ada di masyarakat,jadi disitu melting spotnya. Ghiroh titik leburnya harusnya di mesjid. Jadi mesjid percontohan kabupaten Bogor,dari sisi managemennya,dari sisi imarohnya,ta‟limnya,ya.. seperti kalau di jogja ada masjid jago karyan. Kalau kita tigkat jawa barat,Harakatul jannah itu mirip- mirip,itulah jadi perbedaan. Masyarakan itu memang nggak setegah-setengah. Dan saya dengar beberapa pihak masjid itu bilang bahwa membuat Islamic Center Harakatul Jannah Indonesia. Itu bagus karena jika ada tamu dari luar,seperti di Afganistan dialog disana. Kita bawa tamu kenegaraan ,biasanya jika ada di sini kita bawa juga ke masjid,biar mereka tau,masjid kita Indonesia itu,ini.

60

Transkip Wawancara Narasumber :Bahrul Ulum –Kementerian Agama Kabupaten Bogor Tanggal :12 September 2017 Waktu :14:12 WIB

Penulis :“Bagaimana respon dari kementerian Agama terhadap hadirnya .masjid Harakataul Jannah di Bogor?” Narasumber :“Ya, baik terimakasih. Masjid Harakatul Jannah merupakan salah.satu masjid yang ada di kabupaten Bogor, dititik keramaian dipenghujung jalan arah puncak. Sungguh merupakan suatu hal yang..strategis, dimana masjid merupakan sarana dan prasaran Islam sehingga kegiatan dakwah akan lebih semarak lagi diberbagai masjid.termasuk masjid Harakatul Jannah. Dan kalau kita lihat posisi masjid .itu sangat strategis, kenapa? karena masjidnya sangat besar sekali dan .konon kabarnya itu adalah dari iuaran para pengusaha Minangkabau .yang ingin membangun masjid di Kabupaten Bogor. Saya kira positif.sekali, mudah- mudahan dengan adanya masjid Harakatul Jannah ini semakin menambah semangat dakwah bagaimana menyampaikan pesan- pesan agama kepada umat melalui masjid, saya kira begitu”.

Penulis :“Lalu bagaimana respon Kementerian Agama terhadap masjid Harakatul Jannah yang muncul kepermukaan menggambarkan kebudayaan tertentu begitu Pak, kebudayaan Minangkabau.Sedangkan secara geografis masjid ini berada di Bogor begitu?”

Narasumber : “Ya, menarik sekali untuk dibicarkan. Masjid ini secara fisik berbeda .dengan masjid yang lain. Karena taggongnya saja, performnya saja...masjid itu menggambarkan kebudayaan Minang. Ternyata setelah .diusut-usut ini berdirinya masjid ini, hasil

61

perjuangan para pengusaha..Minang secara kolektif. Mengenai fisik bangunan itu mencerminkan .kebudayaan Minang, mencerminkan dalam rangka, sebagai ciri dari .mereka, bahwa inilah wujud dari perjungan mereka, mendirikan .masjid besar. Tidak masalah sepanjang hal ini erat mengenai .kebudayaan yang ada di Indonesia. Masjid ini tidak diajarkan tentang.aliran-aliran yang tidak dibenarkan”.

Penulis : “Lalu seputar kegitan masjid begitu Pak, Apakah ada catatan penting dari Kementerian Agama?”

Narasumber :”Ya, kegiatan-kegiatan yang menjadi salah satu catatan kita. Selama ini kami lihat sudah aktif menyampaikan dakwah lewat majlis ta‟lim.Ibu-ibu yang sudah terjadwal, khutbah-khutbah Jumat itupun kita .lihat jamaah yang sangat membeludak. Ya kita lihat, masjid transit begitu, dimana tidak punya jamaah tetap tapi memiliki jamaah yang.datang dari berbagai arah. Untuk isi khutbah Jumatnya pun menarik, karena memiliki banyak imam sholat sehingga tidak terkesan monoton dalam penyampaikan ceramah Jumat.”

Penulis :“Lalu harapan kedepannya untuk masjid HarakatulJannah dari .Kementerian Agama?

Narasumber :“Kami berharap masjid ini kedepannya dalam kegiatatamilnya terus diisi, tentu dengan tidak menonjolkan paham-paham yang berbeda dari kebanyakan paham yang ada di Indonesia. Kita berharap masjid ..ini eksistensinya maju terus, berkembang terus. Mampu menyajikan.materi-materi dakwah yang menarik hingga jamaah terus meningkat.

62

Transkip Wawancara Narasumber :Datuk Syahrul Effendi-Pendiri Masjid Harakatul Jannah Tanggal :15 September 2017 Waktu :13:23 WIB

Penulis :”Baik Pak, untuk pertama kalinya masjid ini bisa tergagas, kemudiandibangun dilatar belakangi oleh apa begitu Pak? Narasumber :“Ya, pertama ada amanah dari ibu, kalau bisa mendirikan masjid.karena masjid berfungsi sebagai pusat ibadah, sebagai aspek .pendidikan, aspek sosial, dan juga berfungsi sebagai aspek ekonomi. Sehingga kedepan bagaimana membangun masjid yang memiliki potensi ekonomi yang dapat hidup dengan sumber ekonominya. Pendirian masjid ini pula didukung oleh keluarga, terutama istri..Jika kita harus mengeluarkan uang istripun harus setuju. Kemudian.juga dukungan para sahabat, kita memiliki kesamaan visi dalam.membangun masjid yang memiliki kesamaan dengan makna dari .masjid Harakatul Jannah yakni jalan menuju surga. Dengan berbagai usaha, kita yakini membangun masjid di wilayah yang strategis. Sekaligus masjid ini dibangun sebagai lambang dari.peradaban Islam, dan memiliki ciri arsitektur sendiri. Karena sebagai orang Minang tidak melupakan adat bersanding syarak, syarak bersanding kitabullah. Sepanjang yang diperbolehkan oleh kitabullah apapun dengan adat diperbolehkan, adat tidak boleh bertentangan dengan kitabullah. Kita lihat ketika orang mulai masuk .ke wilayah masjid Harakatul Jannah lambang filosofi tadi, gerbang.itu melambangkan adat, orang Minang itu beradat. Nah ketika dia masuk kedalam gerbangnya itu masuk kedalam syarak dan kitabullah, yakni masjid. Dan masjid sendiri masih ada lagi pendalamannya. Maka dari itu kami buat sarana prasaran di majelis .Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi untuk dilakukannya.pendalaman agama, tempat para ulama bertahfidz

63

dan sebagainya..Kemudian masjid ini sendiri melambangkan Islam yang mengadopsi.story Islam sendiri (arsitektur) kita visualkan kedalam kejayaan .Islam dengan keberadaaan 4 pilar keagungan yang menggambarkan.Islam telah berjaya hingga ke Eropa. Ada sentuhan tajmahal, jurai-jurai pengaruh islam smpai ke negeri Cina. Jendelanya kecil-kecil yang menandai Islam sampai ke Melayu, di Sumatera itu jendelanya.kecil. Kejayaan Iskandar Zulkarnain, sehingga Islam berjaya ke India. Makanya di dalam ada tangga itu menggambarkan hal itu. .Desain arsitektur lantainya merupakan filosofi ukhwah Islamiyah. Warna hiatam dan cokelat bersartu dalam penggmbaran umat Islam .dari mana saja merupakan saudara. Jadi masjid ini dirancang bukan.hanya sekedar membangun masjid saja, tetapi penuh dengan .filosofinya. Pojok- pojok masjid ini menandai Islam itu sampai ke.Rusia, Kazahtan, samapai ke Jawa oleh sebab itu ada ukiran-ukiran Sunan Kudus,.daun pintu dari Jepara. Kemudian masjid ini pun kita harap kedepan dapat menjadi mercu suar peradaban Islam oleh karena itu kita juga bangun Hajjah Tower, ada dua filosofi yang disampaikan dalam .elemen ini. Pertama harakatul Jannah, kedua, memuliakan ibu dan wanita, kenapa kita ambil jam? Kita mnarin ke dalam pesan yang terkandung pada surat Al-Ashr‟, begitu cepat hidup ini, kita harus.tahu mau diarahkan kemana tujuan hidup kita.

64

Transkip Wawancara Narasumber :Ade Chaidir ,KASI P.K.M. Kecamatan Megamendung Tanggak : 22 September 2017 Waktu : 10:22 WIB

Penulis :“Bagaimana respon dari Kecamatan Megamendung atas hadirnya masjid.HarakatulJjannah begitu Pak?

Narasumber :“Baik, masjid Harakatul Jannah memang sangat memberi warna bagi masyarakat Megamendung, khususnya bagi warga Gadog dan sekitarnya, Sukamahi, Ciawi. Memberi kontribusi yang bagus kepada ..orang-orang yang melintasi jalur puncak. Terutama bagi masyarakat .yang di dalam perjalanan untuk ransit dan sholat, terbilang .banyaknya jamaah masjid Harakatul Jannah apalagi jika waktu sholat Jumat.

Penulis :“Selanjutnya mengenai arsitektur masjid begitu Pak, dan dilihat dari.backround pendirian masjid disokong oleh orang-orang Minang. Respon dari Kecamatan Megamendung lagi-lagi melihat sinergi antara agama dan kebudayaan Minangkabau di Bogor?”

Narasumber :“Respon dari kami positif, kita tidak begitu heran, artinya yang namanya Bogor itu sudah banyak suku. Bahkan ada organisasi- organisai tertentu seperti dari Ambon, Batak. Artinya disini juga.menambahkan warna di wilayah kita. Ketua dari MUI Kabupaten Bogor pun menjadi salah satu ustad disana, jadi pengajar disitu. Tidak ada kesan negatif, apalagi melihat pihak masjid yang begitu .merangkul masyarakat dengan melibatkan para muzaki mustahik.dari warga dalam acara-acara tertentu.

65

Penulis :“Bagaimana harapan dari pihak Kecamatan untuk masjid Hrakatul.Jannah kedepannya bgtu Pak? Karena bagaimanapun, dalam upaya.menjadikan masjid agar memiliki kontribusi baik kepada masyarakat .harus ada upaya-upaya yang dilakukan begitu”.

Narasumber :“Pada saat ini sudah cukup baik, sinerginya dengan kita. Hanya saja masyarakat setempat masih ada sedikit rasa segan. Karena melihat masjid memiliki gerbang yang juga di awasi oleh security, sebagian masyarakat menilai hal itu sangat selektif. Mugkin kedepannya pihak pengurus masjid dapat melakukan ajakan kepada warga secara .intensif lagi”.

66

Transkip Wawancara Narasumber :Agus Mulyana-DKM Masjid Harakatul Jannah Tanggal : 22 September 2017 Waktu: : 14:13 WIB

Penulis :”Baik, untuk kegiatan di masjid Harakatul Jannah begitu Pak, dari .kegiatan rutin bulanan, mingguan dan harian. Kegiatan apa saja yang telah direncanakan oleh pihak DKM masjid untuk melangsungkannya.bersama masyarakat?”

Narasumber :”Bismillahirrahmaanirrahiim.. baik, kegiatan di masjid rutinitasnya seperti halnya kegiatan di masjid-masjid yang lain, hanya ada beberapa titik kegiatan yang kita khususkan. Pertama, Majlis Ta‟lim Harakatul Jannah, alhamdulillah sejauh ini telah memiliki jamaah tidak kurang dari seratus orang, dan kadang kala terdapat jamaah gabungn dari majlis ta‟lim sekitar. Fokus bahasan dalam majlis talim, pernah kita buat tematis, tapi hal tersebut berjalan tidak lama. Kelihatannya para kyai atau ustad lebih leluasa dengan melihat kondisi yang dihadapi masyarakat misalnya, atau tentang permasalaha keseharian. Seperti ibadah, dari permaslahan ibu-ibu, dan itu lebih mengena. Sedangkan untuk narasumber kita sediakan ustad yang sekaligus mengisi sebagai khotib pada sholat Jumat. Kedua, setiap malam Sabtu, ba‟da magrib. Majlis khatmil quran, di hadiri oleh para pengurus masjid, imam, muadzin dan para santri. Dimana sekaligus dilangsungkannya pengujian hafalan quran kepada para santri. Kegiatan harian dari santri-santri sedari pagi sampai malam ya rutinitasnya tahfidz dan pendalaman bahasa arab. Dengan target mereka sudah menghafal 30 juz dan menguasai bahas Arab dengan baik. ketiga, kegiatan istighasah sudah lima tahun ini alhamdulillah setiap bulan selalu mengadakan istighasah.

67

Penulis :”kemudian untuk kegiatan perkumpulan orang-orang Minang yang.kabarnya pada beberapa waktu sempat dilaksanakan di masjid.bagaimana ya Pak? Narasumber :”Pengurus DKM memang didominasi oleh orang-orang yang berasal dari Minangkabau yang juga telah menjadi donatur masjid Harakatul Jannah, sekitar 90% dari jumlah pengurus masjid Harakatul Jannah. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang kerapkali melibatkan perantau dari Minangkabau sering juga di laksanakan di masjid. Tapi, pelaksanaan itupun kadang terbuka, karena perkumpulan.tersebut membahas ilmu keagamaan tidak jarang forum itu dibuka .secara umum, tidak hanya untuk orang- orang Minang saja.

Penulis :”Jika mengenai proses pembangunan awal masjid ini pak, terdapatnya beberapa elemen masjid yang tidak pada umumnya untuk di wilayah Bogor, karena memiliki arsitektur gonjong atau elemen yang .menyerupai jam gadang begitu. Apa respon masyarakat yang ....diketahui oleh pengurus masjid untuk pertama kalinya akan hal tersebut?

Narasumber :”ya, anggapan yang mempertanyakan seperti apa masjid ini dibangun.memang sempat terdengar oleh pihak DKM, walaupun tidak secara.langsung. Kekhawatiran masyarakat atas berlainannya praktek peribadatan dimasjid ini nanti tepatnya. Namun hal tersebut kami.baca dengan baik, oleh karena itu pihak masjid melakukan pedekatan .kepada tokoh-tokoh masyarakat, dan merangkul MUI Kab. Bogor dalam upaya proses pengenalan masjid ke pada masjid. Lambat laun kepercayaan masyarakat pun berhasil kita dapatkan, terlebih lagi .keterbukaan masjid Harakatul Jannah terhadap beberapa budaya-keagamaan di Bogor, yang mencerminkan atas

68

perkataan bijak orang Minang, “dimana bumi itu dipijak, disitu langit di junjung”.