Benarkah Surau Sudah Roboh?
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk brought to you by CORE provided by Jurnal Sejarah Lontar Benarkah Surau Sudah Roboh? Abstrak Tulisan ini terinspirasi novel A.A Navis di era 1980-an, Robohnya Surau Kami. Novel ini langsung membangkitkan memori orang-orang Minangkabau, khususnya yang berada di perantauan terhadap masa kecil mereka di surau, yang berfungsi sebagai tempat ibadah, menuntut pengetahuan agama Islam, dan menginap. Surau telah menjadi tempat untuk membentuk moral orang-orang Minangkabau, apa jadinya bila surau roboh? Sudah pasti orang-orang Minangkabau akan kehilangan salah satu pilar terpentingnya dalam melestarikan budaya kepada generasi mudanya. Oleh: Abdul Fadhil (Dosen Jurusan Ilmu Agama Islam UNJ) Istilah surau, sebenarnya dari berbagai masalah (baca: agama, sosial segi sejarah bukanlah berasal dari dan budaya) yang mereka hadapi. khazanah Islam. Istilah tersebut Secara kebetulan perkataan berasal dari India sebagaimana halnya surau hampir sebunyi dengan syura istilah-istilah lain seperti pesantren, (Arab) yang berarti musyawarah. Hal langgar, dan pondok di Jawa dan inilah yang dianggap oleh sebagian rangkang di Aceh.1 Menurut Azra, para pemuka adat dan agama bahwa mengutip R.A. Kern, surau berarti surau sebenarnya merupakan bagian “tempat” (place ) atau “tempat dari khazanah Islam sebagaimana beribadat” (place for worship).2 Kuat dilihat dari fungsinya sebagai tempat dugaan, menurut Navis, surau berasal bertukar pikiran dan dari bahasa Sansekerta swa atau su bermusyawarah.5 Atau juga surau dan rwa. Maka surau berasal dari swa berasal dari kata ‘asyura, karena rwa yang berarti ruangan sendiri atau fungsinya juga sebagai tempat su rwa yang artinya ruang baik. perayaan hari Asyura yang diperingati Dengan demikian, surau berarti ruang setiap tanggal 10 Muharram. Namun sendiri atau ruang yang artinya ruang hal ini dibantah oleh Sidi Gazalba baik bagi orang muda atau semacam dengan mengajukan argumentasi asrama dalam agama Hindu. 3 retoris: jikalau kedua istilah tersebut Dalam Ensiklopedi Islam merupakan asal istilah surau, disebutkan bahwa surau, dalam mengapa untuk merayakan perayaan sejarah Minangkabau, pertama kali Asyura dan melakukan musyawarah didirikan oleh Raja Adityawarman yang menurut fungsinya seharusnya pada tahun 1356 di kawasan Bukit ditampung di masjid, didirikan Gombak yang merupakan tempat bangunan yang khusus untuk beribadah sekaligus tempat melaksanakan dua kegiatan tersebut. pengajaran agama Hindu-Budha. Lebih lanjut Gazalba menambahkan Surau tersebut juga digunakan bahwa menurut adat, tempat lembaga sebagai tempat berkumpul pemuda- musyawarah adalah Balai Adat, pemuda dan sebagai sarana yang tepat sedangkan surau berfungsi (di untuk memecahkan masalah- antaranya) hanya sebatas rapat suku/ masalah sosial.4 kaum sebelum kedatangan Islam.6 Setelah kedatangan Islam, satu- 1Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta, satunya yang berubah dari surau LP3ES, 1986), h. 21 adalah pengaruh keagamaannya. 2 Azyumardi Azra, “The Rise And The Decline of The Minangkabau Sementara itu fungsinya tetap sama. Surau”, Tesis Master of Arts, (New York: Columbia University, 1988), h. 19 Bahkan ciri khas surau yang beratap 3A.A. Navis, “Surau, dan Kelangkaan Ulama”, Panji Masyarakat, gonjong (puncak) yang merefleksikan XXVI, 447, (Oktober, 1984), h.40 kepercayaan mistis dan simbol adat 4Kafrawi Ridwan, (ed.), “Surau”, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993), Jilid 4, h. 318 sama sekali tidak berubah. Surau 5 Dialog Jum’at, Republika, (Jakarta), 8 Nopember 1996, h. 8 tetap menjadi ajang bagi masyarakat 6 Sidi Gazalba, Gazalba, Sidi, 1983, Mesjid, Pusat Ibadat dan Minangkabau untuk membahas Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Antara., Jurnal Sejarah Lontar 9 Vol.5 No.2 Juli - Desember 2008 Dalam perkembangan selanjut sekarang) jelas berkaitan erat dengan -nya, setelah surau mengalami proses perluasan fungsi surau dalam Islamisasi, fungsinya sebagai tempat masyarakat Minangkabau seperti telah penginapan anak-anak bujang tidak diungkapkan di atas. Cikal bakal surau berubah, meskipun kemudian fungai dalam konteks ini pertama sekali tersebut diperluas menjadi tempat dimunculkan oleh Syekh pengajaran dan pengembangan ajaran Burhanuddin (1066-1111 atau 1646- Islam, seperti menjadi tempat shalat 1691).10 Sekembalinya beliau dari (mushalla), tempat belajar membaca Aceh, setelah belajar dan mendalami Alquran dan sebagainya. Namun ilmu agama pada Syekh Abdurrauf bin demikian perkembangan ini Ali selama 10 tahun, Syekh menyebabkan terjadinya pemisahan Burhanuddin mendirikan surau di yang cukup jelas antara fungsi masjid kampung halamannya Ulakan, dan surau. Masjid lebih difungsikan Pariaman. Di surau inilah beliau untuk kepentingan ibadah dalam melakukan pengajaran Islam dan pengertian sempit, yakni hanya mendidik beberapa ulama yang terbatas pada shalat lima waktu menjadi kader dalam pengembangan berjamaah, shalat jum’at ataupun ajaran Islam selanjutnya di shalat idul fitri dan idul adha. Minangkabau. Sedangkan surau semakin luas Minangkabau adalah satu di fungsinya. Selain menjadi semacam antara kelompok etnis utama bangsa asrama anak-anak muda, juga menjadi Indonesia yang terletak di bagian tempat mengaji, belajar agama, tempat tengah pulau Sumatera. Dari segi suluk, tempat berkumpul dan berapat, topografi, daerah ini dilintasi oleh tempat penginapan musafir, tempat Bukit Barisan yang merupakan tulang berkasidah/bergambus dan punggung pulau Sumatera yang sebagainya.7 Fungsi masjid yang pada letaknya memanjang dari ujung utara dasarnya merupakan tempat ibadat sampai ke ujung selatan. Luas dan kebudayaan, menurut Sidi daerahnya kira-kira 42.297,30 km Gazalba, sejak adanya surau sebagian persegi, lebih kurang 1/48,2 luas fungsi kebudayaan masjid diambil alih kepulauan nusantara. Dataran ini oleh surau.8 terdiri dari tanah dataran tinggi dan Dari segi arsitektur, surau bisa dataran rendah pantai sempit yang saja sama dengan masjid terutama menghadap ke Samudera Indonesia.11 bentuk masjid-masjid yang pertama Secara tradisional daerah ini dibangun tidak berbeda dengan surau. terbagi dua ke dalam tiga luhak, yaitu Yang menjadi ciri pembedanya adalah Luhak Agam (sekeliling Bukittinggi), peralatan atau kelengkapannya. Luhak Tanah Datar (sekitar Batu Masjid mempunyai mimbar, surau Sangkar) dan Luhak Lima Puluh Kota tidak. Di samping itu masjid (sekitar Payakumbuh). Tiga luhak ini mempunyai mihrab, sedangkan surau sekarang berkembang menjadi umumnya tidak. Lembaga khatib beberapa kabupaten. 12 Dalam hanya ada pada masjid, sedang menata kehidupannya masyarakat lembaga imam dan muazzin kadang- Minangkabau berprinsip kepada kadang juga dipunyai oleh surau.9 ajaran Tungku Nan Tigo Sajarangan Kehadiran surau sebagai atau Tali Tigo Sapilin yang terdiri dari sebuah lembaga pendidikan Islam Ninik-Mamak (pemangku adat), Alim- (semacam pesantren pada masa Ulama (pimpinan agama) dan Cerdik- 7 Azyumardi Azra, “Surau di Tengah Krisis...”, op.cit., h. 10 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di 157 Indonesia, (Jakarta: Mutiara, 1995), h.18 8 Sidi Gazalba, op.cit., h. 293 11Mochtar Naim, Merantau, Pola Migrasi Suku 9 Ibid. Minangkabau, (Yogyakarta: UGM Press, 1979), h. 14 12 Ibid. Jurnal Sejarah Lontar 1 Vol.5 No.2 Juli - Desember 2008 0 Pandai (pimpinan Pemerintah mangato, adat mamakai, camin nan nagari).13 tidak kabua, palito nan tidak padam. Minangkabau dari segi sosio- (Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kultural dan agama mempunyai Kitabullah. Syara’ menyatakan, adat karakteristik yang unik dibandingkan mengejawantahkan. Cermin yang dari suku bangsa lainnya di Indonesia, tidak buram, pelita yang tidak sehingga fenomena ini tetap menarik padam).16 untuk diamati dan diteliti. Menurut Gazalba: Minangkabau unik, karena di daerah “...Hubungan adat dan agama ini berlaku sistem sosial yang bersifat digambarkan dalam lambang matrilineal, yaitu garis keturunan kelengkapan sebuah nagari di seseorang ditarik dari pihak ibunya. Minangkabau, yaitu di setiap nagari Begitu pula dalam sistem pembagian selalu terdapat balai adat dan masjid. harta pusaka, sawah ladang dan Tidaklah lengkap dan sempurna tempat kediaman, kaum wanita sebuah nagari bila salah satu dari menduduki tempat yang dominan. yang dua itu tidak ada. Balai adat Meskipun menganut sistem adalah lembaga kebudayaan, sosial matrilineal, namun dalam hal sedangkan masjid merupakan sistem kekuasaan Minangkabau lembaga keagamaan. Kedudukan bukanlah penganut matriarkhaat. masjid di samping balai adat Kekuasaan pada prakteknya dalam merupakan pernyataan kehidupan sehari-hari dipegang oleh keharmonisan ninik mamak dan alim mamak, saudara lelaki ibu. Dengan ulama dalam masyarakat demikian pemusatan kekuasaan tidak Minangkabau...”17 berada di tangan wanita, seperti terdapat dalam sistem kekuasaan Hamka mencatat, “...sulit matriarkhaat.14 Sedangkan wanita memisahkan antara adat dan agama sebagai pemegang kekuasaan dalam masyarakat Minangkabau. perekonomian.15 Keduanya bukan minyak dengan air, Sistem adat Minangkabau yang melainkan bersatu padu, sebagai unik itu semakin unik dan khas, bila perpaduan minyak dengan air dalam dilihat dalam hubungannya dengan susu. Islam bukan tempel-tempelan Islam. Menurut filsafat hidup dalam adat Minangkabau, tetapi suatu masyarakat Minangkabau, tidak ada susunan Islam yang dibuat menurut pertentangan antara adat dengan pandangan hidup orang agama. Keduanya berjalan seiring Minangkabau...”.18 tanpa harus terlibat konflik, karena adat sebagai institusi kebudayaan Hubungan yang erat antara berlaku dalam masyarakat setelah