Purifikasi dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau

Haedar Nashir Pengurus Pusat [email protected]

The Padri Movement, also known as the White Group Movement, grown up in Minangkabau in 1821 – 1837, on one side, had been a strong and militant struggle against Dutch coloni- zation in Sumatra. On the other side, this movement also raised as a power of reform, bringing together a strong and militant mission of Islamic Purification. This movement had raised a violence controversy, both when it conflicted with traditional power and when it expanded its areas of movement to the Land. In the perspective of Sociology, both the Padri Movement and its militant and violence actions brought in every expanded social or religious movement cannot be separated one and each other. This is caused by the fact that such a movement is closely related to a strict religious ideology and faith, and at once it also closely related to a complicated sociological condition at that time. Therefore, a multi-perspective is necessary to understand complicated socio-religious movements. Keywords: Padri Movement, Religious Movement, Islamic Purification.

Pandahuluan penuh kontroversi. Penulis melukiskan “Gerakan Islam Kaum Putih Di erakan Padri yang terjadi di Minangkabau” yang dipelopori Tuanku Nan Minangkabau (1821-1837) masih G Rentjeh, , , menyisakan persoalan seputar implikasi dan lain-lain dalam “gerakan Wahhabi” dan atau efek gerakan ini terutama dalam “gerakan Paderi” terutama ketika pengiriman melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pasukan Padri ke Tanah Batak (Tapanuli) khususnya ketika terjadi perluasan gerakan dan Negeri Sembilan (Malaya) sebagai ini ke wilayah Tanah Batak pada tahun “agression” (agresi) dan “teror” 1816. Gugatan dialamatkan pada tindakan (Parlindungan, 2007). Buku tersebut pada kekerasan yang dilakukan tentara Padri bab 10 membahas Gerakan Islam Kaum terhadap penduduk setempat. Tindakan Putih di Minangkabau, bab 11 tentang kekerasan tersebut sering dikaitkan dengan Tentara Padri Mengislamkan Tanah Batak paham kaum Padri yang juga sering disebut Selatan 1816, dan bab 12 tentang Tentara sebagai Kaum Putih yang bermadzhab Padri Menduduki Toba dan Silindung, 1818- Hambali atau Wahhabi, sehingga 1820. Karya yang oleh penulisnya disebut dipertautkan dengan paham Islam untuk Buku Sejarah tersebut banyak menyoroti sisi pemurnian beragama yang bersifat keras. negatif dari gerakan Padri. Mangaradja Onggang Parlindungan Belakangan, pada tahun 2007, Basyral menulis buku Tuanku Rao yang terbit tahun Hamidy Harahap menulis buku Greget 1964 dan dicetak ulang tahun 2007 dengan Tuanku Rao. Menurut penulisnya buku itu

219 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 dimaksudkan untuk mengoreksi yang salah kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten dan hal-hal yang luput serta tidak diketahui Pasaman dan Majalah/Penerbit Suara oleh Mangaradja Onggang Parlindungan. Muhammadiyah menjelang Seminar tentang Barsyal dalam pengantarnya ketika Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rao pada membahas bab tentang Datu Bange, bulan Desember tahun 2008 ini. Buya mengungkapkan rasa greget-nya (berdebar setelah mempelajari buku jantung) karena harus menulis dalam Parlindungan tersebut menyatakan secara bukunya tentang apa yang dialami lugas, bahwa, “setelah saya pelajari buku leluhurnya di Tanah Batak akibat serangan itu berbulan-bulan dengan sangat seksama, Padri. Basyral Hamidy Harahap secara maka saya sampai pada kesimpulan: + terus terang menulis sebagai berikut: 80% dari isi buku itu adalah tidak benar, dan “Sebagai penulis, ada debar-debum secara agak kasar boleh disebut dusta” jantung saya ketika menulis bab Datu (Hamka, 2007: 1). Bange di dalam buku ini. Bukan hanya Persoalan yang selama ini masih bercerita tentang kebiadaban, geno- menjadi kontroversi mengenai gerakan Padri cide, dan dendam yang membara. dalam hubungannya dengan ekspansi ke Tetapi karena ia juga bercerita tentang Tanah Batak tampaknya akan terus leluhur saya yang terus menerus menggelayut menjadi wacana kesejarahan. melakukan perlawanan, sekalipun Lebih-lebih dengan sudut pandang dan mereka sudah dalam posisi yang tidak subjektivitas yang satu sama lain berbeda menguntungkan. Sementara itu dalam mengkajinya. Para ahli sejarah atau pasukan berbaju Putih yang ilmu sosial tentu dapat mengkajinya secara mendengung-dengungkan agama, lebih menyeluruh dengan menggunakan sambil menebas kepala manusia, perspektivisme, yakni dari berbagai sudut membakari kampung, memperkosa, pandang secara interkoneksitas sehingga dan melakukan segala macam diperoleh gambaran yang lebih objektif, luas, kebiadaban,terus mengejar musuhnya. dan lengkap. Namun betapapun luas, Inilah yang membuat pihak Belanda jadi meleleh, dan terusik rasa kemanusia- lengkap, dan objektifnya kajian ilmu sosial annya. Datu Bange dan rombongannya tentang sejarah yang telah terjadi di masa terus melakukan perlawanan. Secara lampau tentu selalu terdapat keterbatasan spontan pasukan Belanda kemudian dan relativitas sebagaimana pada umumnya melindungi rombongan Datu Bange. watak ilmu. Hal yang tidak kalah pentingnya, Karena jika tidak demikian, sebuah bagaimana semua anak bangsa dapat tragedi kemanusiaan yang jauh lebih belajar dari sejarah dengan cerdas, arif, dan kejam pasti terjadi, yang bagaimanapun sambil menatap masa depan dengan penuh tidak akan bisa diterima manusia kedewasaan demi perjalanan hidup yang beradab!!!.” (Harahap, 2007). harus lebih baik. Buya Hamka, ketika dipenjara (27 Kajian ini ingin melihat aspek Januari 1964 sampai 23 Januari 1966) purifikasinya yang dikaitkan dengan paham mengkaji buku Parlindungan yang Wahhabi yang mewarnai gerakan Padri di kontroversial itu dengan seksama dan tahun Ranah Minangkabau. Bagaimana 1971 lahirlah buku sanggahan berjudul memahami dalam arti menjelaskan gejala Antara Fakta Dan Khayal Tuanku Rao. Buku paham keagamaan dalam Islam itu, tersebut kemudian diterbitkan ulang atas sehingga sering menimbulkan konflik dan

220 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir kadang kekerasan, terutama dalam situasi bentuk-bentuk gerakan yang tidak krisis terjadi. Kekerasan yang dipertautkan melembaga, juga merupakan gerakan yang dengan perilaku keagamaan memang terorganisasi, berkelanjutan, dan tantangan merupakan persoalan klasik, yang sering kesadaran-diri yang menunjukan bagian terjadi hingga zaman kontemporer saat ini. identitas dari para pelakunya (Diani., hal. Pada umumnya kekerasan dalam bentuk 158). Gerakan sosial dimana pun sering apapun seringkali tidak merupakan tindakan tampil dalam berbagai macam kecen- tunggal, sering kali berkaitan dengan derungan, bahkan tidak jarang bersifat berbagai aspek sosiologis yang kompleks. antagonis dan di belakang hari menimbulkan banyak penafsiran dan kontroversi. Kajian Pustaka Demikian pula dengan gerakan keagamaan sebagai salah satu bentuk 1. Gerakan Keagamaan gerakan sosial tumbuh dalam kompleksitas sosiologis yang tidak mudah untuk Mengkaji suatu gerakan sebagaimana digambarkan secara sederhana. Gerakan studi tentang gerakan Padri termasuk di keagamaan (religious movements) sebagai dalamnya ketokohan Tuanku Imam Bonjol, salah satu fenomena keagamaan tentu tidak Tuanku Rao, dan tokoh-tokoh sejarah yang lepas dari dimensi agama itu sendiri yaitu menyertai gerakan yang begitu menonjol di keyakinan, simbol, praktek, dan organisasi Minangkabau dengan berbagai wajahnya (Hadden, 1992). Aspek gerakannya meliputi yang beragam memang harus ditelaah keyakinan (beliefs), nilai-nilai (values), secara menyeluruh dan tidak parsial. Hal bentuk organisasi (forms of organization), demikian karena setiap gerakan sosial, cara-cara aktivitas (kinds of activity), tipe- lebih-lebih gerakan keagamaan yang bersifat tipe keterlibatan (types of participation), meluas tidaklah hadir di ruang vakum atau reaksi-reaksi sosial (societal reactions), dan kosong. Setiap gerakan sosial termasuk di hubungan-hubungan agen pelaku atau re- dalamnya gerakan keagamaan selalu lations with agencies (Beckford, 2003). memiliki banyak sisi atau dimensi, kadang Mengingat agama dan gerakan keagamaan terorganisasi dan berada dalam regulasi para itu hadir di tengah-tengah pergumulan elitenya, tetapi tidak jarang meluas ke masyarakat dalam menghadapi persoalan segala arah dan tidak sepenuhnya terkendali yang dipandang memerlukan respons, maka sesuai dengan relasi para tokohnya, situasi gerakan keagamaan di mana pun tidak yang dihadapi, dan kondisi-kondisi yang hanya bersentuhan dengan aspek-aspek begitu kompleks. ajaran agama belaka tetapi juga berpautan Gerakan sosial (social movements) dengan aspek-aspek yang bersifat menurut Turner dan Killian sebagaimana kemasyarakatan secara umum seperti dikutip Mario Diani (2000) ialah : “a collec- politik, ekonomi, sehingga menjadi suatu tivity acting with some continuity to promote fenomena yang kompleks. or resist a change in the society or Gerakan keagamaan (religious move- organisation of which it is part”, yakni suatu ments) atau disebut pula gerakan sosial- tindakan kolektif berkelanjutan untuk keagamaan (socio-religious movements) mendorong atau menghambat perubahan pada umumnya muncul dalam bentuk dalam masyarakat atau organisasi yang gerakan revitalisasi dan gerakan millenari. menjadi bagian dari masyarakat itu. Gerakan revitalisasi (revitalization move- Manifestasi gerakan sosial, selain memiliki

221 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 ments), ialah gerakan keagamaan yang dan “revitalization movements” atau berupaya untuk menciptakan eksistensi gerakan revitalisasi (Hadden, 1992). Kondisi yang baru atau yang “direvitalisasi”, yang struktural dan kultural yang dianggap krisis dipandang tepat untuk kondisi saat ini. bagi para pemeluk agama atau kelompok- Sedangkan gerakan millenari (millenary kelompok sektarian lainnya dapat movements), yaitu suatu gerakan membentuk pola politik kehidupan (life poli- keagamaan untuk mengantisipasi tibanya tics) dan peneguhan identitas diri (self-iden- suatu masa seribu tahun (millennium), suatu tity) yang hingga batas tertentu melahirkan masa yang diyakini akan penuh kedamaian, kecenderungan sikap radikal dan fundamen- harmoni, dan makmur, dengan hadirnya tal sebagaimana tercermin dalam gerakan pemimpin kharismatik yang dipandang tandingan dan perlawanan (Giddens, 1994). sebagai messias (ratu adil). Gerakan keagamaan, sebagaimana Gerakan revitalisasi atau millenari pada umumnya gerakan sosial yang radikal, tumbuh dalam kondisi-kondisi ketegangan tumbuh sebagai reaksi keras terhadap atau krisis sosial yang ekstrim. Sebutlah struktur yang dipandang tidak adil dan kondisi disorientasi sosial dalam kehidupan mengancam eksistensi. Menurut perspektif masyarakat tradisional akibat perubahan ketegangan struktural sebagaimana sosial yang cepat, perubahan kehidupan dikembangkan TR Gurr (1970), bahwa suatu penduduk pribumi akibat penjajahan, perang, gerakan sosial terjadi ditandai dengan dan invasi kebudayaan asing ; kondisi adanya kemarahan dan keputusasaan yang ketertindasan dan eksploitasi yang melahirkan gerak emosional yang melampaui batas-batas yang tidak dapat sedemikian rupa yang disebabkan oleh ditoleransi. Dalam kondisi-kondisi semacam adanya ketegangan sosial pada level makro itu manusia atau masyarakat mengalami dalam masyarakat (Mirsel, 2004). kebingungan untuk bertindak, sementara Ketegangan dan perlawanan dapat cara-cara atau jalan sekuler yang selama dilakukan dalam hubungannya dengan antar ini ada tidak mampu menangani berbagai kekuatan atau kelompok dalam masyarakat ketegangan sosial yang terjadi secara yang dianggap menyimpang atau menjadi ekstrim tersebut. Dalam kondisi yang ancaman. Di pihak lain dapat lebih luas demikian itulah muncul gerakan-gerakan seperti gerakan sosial untuk melawan keagamaan baik yang murni keagamaan negara, termasuk melawan penjajah asing maupun berkombinasi dengan politik, yang yang mengancam eksistensi bangsa atau bergerak secara radikal dan militan masyarakat setempat. Dalam menghadapi (Sanderson, 1995). kondisi struktur yang mengancam itu, maka Gerakan keagamaan hadir dalam corak pada skala yang lebih luas suatu gerakan eksogenesis (exogenous religius) yang sosial termasuk gerakan keagamaan dapat berusaha untuk mengubah keadaan berkembang menjadi gerakan revolusi atau lingkungan sosial-kultural tempat umat gerakan yang bersifat chaos, yang keluar beragama yang bersangkutan berada, juga dari norma-norma kelaziman yang berlaku bercorak generatif (generative religious) dalam keadaan normal. sebagaimana yang bersifat “cargo cult” (pemujaan barang),“messianic movements” 2. Gerakan Purifikasi (gerakan mesianis), “nativistic movements” Gerakan Paderi (1821-1838) maupun (gerakan navitistik, kembali ke agama asal), gerakan “kaum putih” (gerakan Islam

222 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir mazhab Hambali atau gerakan Wahhabi) di saat mereka menunaikan ibadah haji. Minangkabau yang berkembang Target mereka tuju ialah puritanisme sebelumnya (1803-1807) di bawah agama Islam secara menyeluruh, kepemimpinan Tuantu Nan Rentjeh, dan yakni ketaatan mutlak terhadap kemudian tokoh-tokoh lainnya seperti Haji agama, shalat lima waktu, tidak Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik, Tuanku merokok, dan berjudi serta menyabung Imam Bonjol (Petro Syarif), Tuantu Rao, dan ayam.” (Marajo, 2008: 48). lain-lain dalam konteks gerakan keagamaan Puritanisme agama baik di Sumatra maupun gerakan rakyat memang memiliki Barat maupun di sejumlah wilayah di Indo- watak yang puritan. Puritanisme dalam Is- nesia pada umumnya berhadapan dengan lam maupun agama pada umumnya selalu tradisi atau istiadat khususnya yang dikaitkan dengan paham dan praktik dilakukan oleh kalangan Islam tradisional keagamaan yang ingin kembali pada agama atau lokal yang dianggap bertentangan yang dipandang atau diyakini murni sesuai dengan ajaran Islam. Kecenderungan puri- sumbernya yakni Al-Quran dan Nabi tan sebenarnya tidaklah tunggal tetapi tanpa tercampur-baur dengan apapun terentang dari yang keras atau radikal hingga seperti syrik, bid’ah, dan khurafat. lunak atau moderat. Sebagai contoh, lahirnya gerakan modernisme/reformisme Kelompok puritan sering dideskripsikan Islam awal abad ke-20 yang sering disebut atau dikaitkan dengan istilah fundamentalis, pula sebagai gerakam “pemurnian Islam” militan, ekstrimis, radikal, fanatik, jihadis, atau Revivalisme Islam sebagaimana dan bahkan Islamis. Pandangan puritan ditunjukkan oleh Muhammadiyah dan dalam Islam ditandai oleh ciri yang menonjol Persatuan Islam, menurut Deliar Noer kelompok ini yang dalam keyakinannya kendati keduanya sama-sama mengajak menganut paham absolutisme dan tak kenal “Kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah” kompromi dalam beragama. Dalam banyak dalam bentuk gerakan pembaruan Islam hal kelompok puritan cenderung menjadi atau Islam modern, tetapi Muhammadiyah puris, yakni seseorang atau sekelompok tampak lebih moderat atau lunak sedangkan orang yang tidak toleran terhadap berbagai Persatuan Islam lebih keras (Noer, 1996: sudut pandang yang berkompetisi dan 320). Dalam kelompok yang sama seperti memandang realitas pluralis sebagai satu dalam Muhammadiyah misalnya, bahkan bentuk kontaminasi atas kebenaran sejati antara satu wilayah atau daerah juga (El Fadl, 2005: 29). memiliki kecenderungan puritanisme yang Dalam gerakan Padri dengan semangat tidak sama, meskipun seluruhnya pembaruan kembali kepada Islam yang berpedoman pada Keputusan Tarjih dalam murni atau aseli sebagaimana ciri kaum menjalankan pokok-pokok ajaran Islam. Di Wahhabi atau Salafi, memang sangat sinilah rentang sikap puritanisme Islam pun kentara. Sjafnir Aboe Naim mempertegas memang tidaklah tunggal tetapi plural atau watak puritanisme gerakan Padri yang beragam. berwatak Wahhabi itu sebagai berikut: Secara sosiologis sikap keagamaan “Misi mereka adalah membersihkan yang puritan tersebut tidak sekadar intrinsik berbagai pengaruh adat yang atau tumbuh di dalam dirinya sebagai suatu berlawanan dengan ajaran Islam. Ide sistem keyakinan (belief syistem), yang ini timbul ketika mereka berkenalan biasanya melahirkan sikap keagamaan yang dengan ajaran kaum Wahabi di Makah

223 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 true-believers, yakni kelompok yang dengan Setelah Kamang dan Agam jatuh ke keyakinan agamanya cenderung menjurus pihak Padri, menyusul Luhak Limapuluh ke sikap fanatik-buta. Tetapi juga bertemali Koto. Namun di Luhak Tanah Datar, yang dengan realitas sosial yang tumbuh atau merupakan pusat kerajaan Minangkabau di dihadapi di tengah-tengah kehidupan Pagarruyung, terjadi perlawanan sengit dari masyarakat. Dalam kaitan ini, maka golongan adat yang dipimpin para penghulu gerakan Islam sebagaimana pada umumnya terhadap Padri. Dengan berpakaian serba gerakan keagamaan kemudian berkembang putih, rambut kepala dicukur dan jenggot menjadi bentuk sectarian respons (respon dibiarkan panjang, pasukan Padri aliran) yang saling berhadapan dengan mengobarkan semangat perang melawan kelompok sosial lain dalam kehidupan kaum adat, sehingga terjadi pertempuran masyarakat. Artinya kelahiran suatu gerakan sengit dan akhirnya berujung dengan keagamaan dengan beragam perundingan di Koto Tengah pada tahun kecenderungannya, termasuk yang 1809. Dalam perundingan itulah, di luar menunjukkan puritanisme yang keras, sering kontrol Tuanku Lintau (Saidi Muning) selaku terkait atau terbentuk dalam dinamika Panglima Padri di Tanah Datar, terjadi dengan kelompok Islam atau kelompok tindakan pembunuhan oleh seorang perwira sosial lainnya yang saling berlawanan, Padri terhadap anggota keluarga Raja sehingga melahirkan konflik yang keras. Minangkabau, kendati Yang Dipertuan Raja Dalam kaitan dengan kelahiran gerakan Minangkabau dapat meloloskan diri ke Padri misalnya, terdapat gambaran respons Kuantan (Kutoyo). Dari peristiwa tersebut, sektarian yang digambarkan oleh Kutoyo jika kesahihannya dapat dipertanggung- sebagai berikut: jawabkan, maka betapa gerakan “Pada tahun 1803, golongan keagamaan ketika mulai masuk ke kancah merasa sudah cukup kuat. Mereka pergolakan tidak jarang atau kadang terjebak menamakan dirinya golongan Padri. pada berbagai bentuk kekerasan yang di luar diangkat sebagai kendali pemimpin gerakan atau misi pemimpin, bersama dengan haji gerakan yang bersangkutan. Peristiwa Piobang dan kawan-kawannya. Mereka seperti itu tentu saja sebagai bentuk dari mulai melancarkan gerakan melarang fungsi manifes gerakan sosial-keagamaan tindakan yang tidak cocok dengan yang tidak diharapkan, yang tidak dapat ajaran agama. Sebaliknya, golongan dibenarkan tetapi tidak jarang terjadi dalam adat tidak mau menurut begitu saja. sejarah pergolakan sosial. Mulailah timbul bentrokan di sana-sini. Dalam kasus Padri yang lain, Peperangan besar tidak dapat perbedaan antara yang dihindarkan. Pasukan Tuanku Nan menghendaki nir-kekerasan dengan Tuanku Renceh bergerak cepat. Nan Rentjeh yang membolehkan kekerasan Kamang yang subur dan merupakan sebagai dalam hal menempuh purifikasi gudang beras dapat dikuasainya. Islam terhadap sesama muslim merupakan Daerah Kamang dijadikan pangkalan dan dalam waktu pendek seluruh Luhak contoh lain dari keragaman model gerakan. Agam jatuh ke tangan Tuanku Nan Karena perbedaan yang tajam itulah sampai Renceh pada tahun 1804. Di daerah harus ditempuh musyawarah dengan Padri itu, pemerintahan dipegang oleh bantuan mediasi Tuanku Pamansiangan para ulama.” (Kutoyo, 2004). Nan Mudo sebagai penasihat (Marajo, 2008).

224 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir

Gerakan purifikasi Islam sebagaimana identifikasikan pemikiran mereka dengan ditampilkan Padri dengan para tokohnya pemikiran para Salaf. Gerakan ini ingin yang beragam, menunjukkan betapa tidak mengembalikan agama Islam kepada sederhananya suatu gerakan ketika mulai sumbernya yang murni yaitu Kitab Suci merambah dalam pergolakan yang bersifat Qur’an dan Sunnah Nabi, dengan fisik, sehingga melahirkan berbagai bentuk meninggalkan pertengkaran mazhab dan antagonis dan konflik yang di kemudian hari segala bid’ah yang disisipkan orang ke menyisakan wajah yang kompleks dari yang dalamnya (Abu Zahrah, 1996). terang benderang hingga buram dalam Salafiyah sebagai aliran paham sejarah suatu masyarakat atau bangsa. (mazhab) atau gerakan, muncul pada abad Pada titik inilah sejarah yang sudah terjadi ke-7 Hijriyah, yang dikembangkan oleh para tidak mudah untuk dihakimi atau divonis ulama atau pengikut mazhab Hanbali begitu saja, lebih-lebih setelah kurun waktu (Ahmad Ibn Hanbal), yang menghidupkan yang panjang dan dalam konteks ruang aqidah ulama Salaf dan berusaha yang berbeda atau berubah seperti sekarang memerangi paham lainnya. Aliran ini ini. dihidupkan dan dikembangkan dengan Gerakan purifikasi yang melekat dengan pemikiran pembaruan oleh Syaikh al-Islam, perjuangan Padri dan Islamisasi di Ibn Taimiyyah. Pada abad ke-12 pemikiran Minangkabau memiliki keterkaitan dengan Salafiyah itu muncul dan dihidupkan kembali paham Wahabi (Wahhabi, Wahhabiyyah) di jazirah Arab oleh Muhammad Ibn Abdul yang memang cukup kuat di wilayah ini. Wahhab dengan pengikutnya kaum Hamka mencatat bahwa Haji Miskin, Haji Wahabbi, yang menyebarluaskan paham ini Piobang, dan Haji Sumanik adalah “pelopor dengan berkerjasama dalam kekuasaan Ibn paham Wahabi menjadi gerakan Padri atau Saud di jazirah Arab yang menampilkan Pidari di Minangkabau, yang pulang dari gerakan yang sangat keras dan Makkah sekitar tahun 1803 atau setahun membangkitkan amarah sebagian ulama sebelumnya” (Hamka, 2008). Gerakan (Abu Zahrah, 1996). Wahabi yang mengikuti paham Muhammad Salafiyah memiliki karakter pemikiran bin Abdul Wahhab (1703-1792) pelopor antara lain, pertama, bahwa argumentasi pembaruan (pemurnian) Islam di Arab Saudi pemikiran Islam harus jelas diambil dari Al- adalah “gerakan dakwah dengan menyeru Quran dan Al-Hadits. Kedua, penggunaan umat mengakui dan melaksanakan ajaran rasio atau akal pikiran harus sesuai dengan keesaan (tauhid), dalam zat, sifat dan nash-nash yang shahih. Ketiga, seperti perbuatan-Nya” (Marajo, 2008). dikemukakan Ibnu Taymiyyah bahwa dalam Gerakan Wahabi yang dikaitkan konteks aqidah harus berdasarkan pada dengan praktik keagamaan Muhammad bin nash-nash saja. Nash atau teks ajaran Is- Abd Al-Wahhab memiliki watak dan orientasi lam itu bersumber dari Allah, sedangkan keagaman yang puritan-konservatif dan rasio hanya berfungsi sebagai pembenar, cenderung keras dalam memberantas apa yakni sebagai saksi (syahid) dan bukan yang disebut dengan praktik keagamaan sebagai penentu (hakimi), sehingga akal yaitu syirk, tahayul, bid’ah, dan khurafat. harus di bawah nash ajaran serta tidak boleh Gerakan ini secara umum sering pula berdiri sendiri sebagai dalil, yakni akal dikaitkan dengan Salafiyah (Salafiyyah), sekadar untuk mendekatkan dengan yakni paham orang-orang yang meng- kehendak nash ajaran. Pemikiran Salafiyah

225 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 selain mengajak kembali pada Islam Wahabiyah maupun Padri sebagaimana generasi awal yang dipandang murni, juga terjadi di Minangkabau selalu terkait dengan berusaha membangkitkan kembali dunia relasi sosial-politik dan keagamaan yang Islam dengan mengadakan pembaruan tumbuh dan berkembang ketika gerakan ini keagamaan dan reformasi moral lahir. Termasuk di dalamnya konflik paham sebagaimana dipelopori oleh Jamaluddin Al- dengan kalangan adat, yang menunjukkan Afghani, Muhammad Abduh, dan orientasi baru dalam tatanan kemasyara- Muhammad Rasyid Ridha, yang dikenal katan setempat di mana “ke-Islaman” jauh pula sebagai gerakan pembaruan. Gerakan melampau “ke-Minangkabauan” yang Salafiyah juga memiliki orientasi keagamaan menyertai paham baru melawan paham lama lainnya, yaitu mengecam praktik tarekat atau di wilayah ini (Koentjaraningrat,1976). tasawuf karena dianggap melanggengkan Artinya, kecenderungan keras dalam keterbalakangan dan mengajarkan fatalisme keagamaan bertemali pula dengan realitas atau kepasrahan hidup, serta praktik-praktik kemasyarakatan sekaligus paham yang keagamaan yang mengajarkan pemujaan dianut, sehingga bersifat kompleks. Hal berlebihan terhadap wali, kuburan, dan or- yang lebih penting lagi, gerakan Padri ang-orang yang diangap suci (Panggabean, dengan paham keagamaan yang puritan t.t.). atau Wahabiyah itu, tidak dapat dilepaskan Dengan demikian, gerakan Wahabi di dari penghadapannya dan perlawanannya mana pun memang memiliki karakter yang terhadap penjajahan Belanda kala itu. puritan dan cenderung keras. Di Perlawanan Padri yang demikian gigih dan Minangkabau gerakan Padri dengan luar biasa terhadap penjajah bahkan harus orientasi paham Wahabi-nya boleh jadi memperoleh apresiasi yang tinggi dan tidak memiliki akar kesejarahan dengan gerakan dapat diabaikan, lebih dari sekadar kembali pada syariat Islam pada kurun persoalan gerakan purifikasi keagama- 1784-1790 sebagaimana dipelopori oleh annya. Tuanku Nan Tuo dari Ampek Angkek dengan orientasi pada ortodoksi fikih dalam Pembahasan rangkaian corak Islamisasi abad ke-18 di wilayah ini (Marajo, 1998). Namun perlu Melawan Penjajah dicatat, sebenarnya dalam temuan William Gerakan Padri sebagaimana gerakan- Marsden, ketika mengupas tentang gerakan lokal di berbagai belahan bumi Kerajaan Minangkabau khususnya tentang Nusantara pada periode perang agama di Ranah Minang, peneliti dan dokter kemerdekaan melawan penjajahan Belanda Inggris yang tinggal selama delapan tahun di samping penjajahan Portugis dan Inggris di (sekitar tahun 1700-1708) ini yang masuk ke kepulauan Nusantara, menyatakan, “sejauh observasi saya, orang- merupakan tonggak yang penting dalam orang Melayu tidak nampak ekstrim sejarah . Gerakan Padri menurut terhadap agamanya seperti orang Islam di Sartono Kartodirdjo, selain berhasil dalam Barat.” (Marsden, 2008). membersihkan agama Islam dari pengaruh- Watak keras keagamaan dalam pengaruh kebudayaan setempat yang gerakan Padri yang dikaitkan dengan dianggap menyalahi ajaran agama Islam purifikasi ala Wahabi tentu tidak merupakan yang ortodoks, juga merupakan kekuatan faktor tunggal. Dalam konteks gerakan baik

226 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir mobilisasi yang besar dari berbagai wilayah Politik Belanda mengikuti pola lama, yakni kekuasaannya di ranah kerajaan cenderung memihak yang lebih “lunak” dan Minangkabau untuk menggabungkan diri mau bekerjasama dengan Belanda, melawan penjajah. Lebih-lebih setelah sebaliknya keras dan tidak memberi ruang gerakan Padri di bawah kepemimpinan dan bahkan menggunakan segala macam Imam Bonjol dengan basis benteng Bonjol- cara untuk menumpas gerakan-gerakan nya di Alam Panjang, karena itu Belanda, yang keras seperti Padri. Dalam posisi yang setelah kembali ke Minangkabau tahun 1816 demikian, pihak Padri kadang berjuang yang sebelumnya dikuasai Inggris, segitiga yaitu, internal melawan kaum adat mengerahkan segala kekuatannya untuk dan sekaligus melawan penjajah Belanda melumpuhkan Padri. Sartono mencatat yang memiliki strategi canggih dalam sebagai berikut: memecah-belah dan memanfaatkan situasi, “... Dalam menghadapi perjuangan sambil tidak segan-segan melakukan tipu kaum Padri, Belanda lama kelamaan muslihat. Perlawanan Padri di bawah sadar bahwa pada hakikatnya gerakan Tuanku Imam Bonjol yang tidak mengenal itu tidak hanya mempertahankan menyerah dalam usianya ke-92 tahun, kepentingan agama akan tetapi juga berakhir setelah Benteng Bonjol jatuh melakukan perlawanan terhadap tanggal 16 Agustus 1837, dan dengan tipu penetrasi kolonial, sebagai ancaman muslihat dengan mengatasnamakan ajakan terhadap kemerdekaan mereka. Proses berunding maka Imam Bonjol pun ditangkap pasifikasi berjalan lambat, bahkan di Palupuh secara tidak kesatria sering kali Belanda terpaksa bersikap (Kutoyo,2003). defensif karena kaum Padri Tuanku Imam Bonjol karena demikian mengadakan serangan-serangan ke kuat ancaman pengaruhnya, bahkan daerah pantai. Belanda memandang setelah dipenjara pun harus dipindah-pindah pemerintahan kaum Padri dari ke Padang, terus ke Cianjur, menimbulkan suatu anarki, maka ada Ambon, dan akhirnya ke hingga alasan untuk menjalankan wafat pada 8 November 1839 dalam “pasifikasinya”; yang jelas ialah bahwa gerakan menjalankan ekspansi ke kesendirian jauh dari kampung halaman jurusan Mandailing, tanah Batak, dan ranah tempat dia dan seluruh kekuatan Riau sehingga “perang dalam” (internal gerakan Padri berjuang melawan penjajah. war) berkobar; maka timbul situasi Atas jasa dan perjuangannya, Tuanku Imam yang banyak mengakibatkan Bonjol oleh Pemerintah Republik Indonesia penderitaan. Bagi penguasa kolonial kemudian diangkat menjadi Pahlawan konflik dan perpecahan memberi dalih Nasional. untuk menjalankan intervensinya dan menanam pengaruhnya.” (Kartodirdjo, Penutup 1993). Sejarah Minangkabau dengan gerakan Kendati sejak ditandatangani perjanjian Padri dan para tokohnya yang menonjol Bonjol pada awal tahun 1824 dan dengan seperti Tuanku Nan Tuo, Tuanku Nan berbagai tipu muslihat Belanda terhadap Rentjeh, Tuangku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Padri, tetapi perlawanan gerakan ini Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik, terhadap penjajah terus berlangsung dan dan lain-lain merupakan diorama yang penuh tidak mudah dipadamkan (Kartodirdjo,1993).

227 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 warna dan tidak dapat dilukiskan secara gerakan pemurnian agama sebagaimana parsial atau linier. Gerakan Padri dengan ditunjukkan Padri maka karakter dan kontroversinya yang terlibat dalam konflik gerakan yang cenderung keras itu internal dengan kekuatan adat, ekspansi ke memperoleh ruang sosial-politik yang Tanah Batak, dan purifikasi Islamnya yang semakin absah. dihadirkan secara keras tumbuh dan Sejarah dengan warna diakroniknya berkembang dalam ragam situasi sosiologis yang penuh rentangan termasuk yang yang kompleks. Pertama, orientasi paham ditampilkan gerakan Padri dan para Wahabi yang memang berkarakter puritan tokohnya di Minangkabau, sebagaimana dan lebih keras. Kedua, kondisi sosiologis pada umumnya di belahan dunia, selalu masyarakat Minangkabau yang dipandang memberikan inspirasi, evalusasi, sekaligus tidak sejalan dengan paham keagamaan menjadi ibrah atau pelajaran berharga bagi yang tidak menghendaki praktik syirk, generasi berikutnya. Pelajaran terpenting khurafat, bid’ah, dan hal-hal yang bagi generasi saat ini dan ke depan ialah bertentangan dengan ajaran Islam. Ketiga, bagaimana perjuangan untuk membela watak hegemoni kekuasaan dan gerakan di Tanah Air dilakukan dengan sepenuh mana pun yang bersifat ekspansionistik, pengorbanan, bahkan dengan jiwa lebih-lebih yang bersenyawa dengan misi sekalipun. Generasi saat ini perlu belajar keagamaan yang bersifat puritan. Keempat, tentang membela bangsa dan negara yang sifatnya lebih luas dan struktural, yakni dengan penuh karakter dan idealisme, perlawanan terhadap penjajah yang sifatnya bukan hanya menikmati hasil para pahlawan hidup-mati dan memerlukan mobilisasi dan pejuang di masa lampau yang telah sosial-politik yang besar-besaran. berkorban hidup-mati. Lebih-lebih ketika Khusus yang berkaitan dengan bangsa Indonesia saat ini tengah bergumul purifikasi Islam yang bercorak Wahabiyah dengan berbagai persoalan domestik yang atau Wahabi yang menyertai gerakan Padri berat di tengah hegemoni neo-kolonialisme dan para tokohnya, secara niscaya dan neo-imperialisme global yang merupakan bagian dari matarantai sejarah mencengkeram. Sungguh diperlukan Islam abad ke-18 dan ke-19 ketika gerakan generasi bangsa yang memiliki idealisme pembaruan Islam dari Timur Tengah yang dan karakter yang kuat sebagaimana dipelopori oleh Ibn Taimiyyah, Muhammad dicontohkan oleh para pahlawan dan bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, pejuang kemerdekaan di masa lampau. Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Khusus yang berkaitan dengan gerakan Ridha, dan lain-lain meluas ke negeri-negeri pemurnian atau purifikasi keagamaan maka Islam atau berpenduduk Muslim. Ditambah dalam menghadapi berbagai persoalan dengan kondisi sosiologis yang bersifat keutaman, kebangsaan, dan dunia domestik seperti konflik dengan kaum kemanusiaan saat ini yang begitu tradisional atau golongan adat, gerakan kompleks; maka diperlukan pandangan ke purifikasi Islam tersebut mengalami depan yang lebih transformasional. Islam masifikasi yang luas dan kadang berwatak dengan pesan kerisalahannya sebagai keras. Lebih-lebih ketika harus berhadapan agama pembawa misi rahmatan lil-‘alamin dan melawan penjajahan baik di negeri- (QS Al-Anbiya: 107), baik dengan watak negeri Islam maupun di kepulauan pemurnian maupun pembaruan, perlu hadir Nusantara termasuk di Minangkabau, maka lebih dinamis dan pro-kehidupan agar tampil

228 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir menjadi agama dan peradaban alternatif di Pustaka dunia pos-modern saat ini. Islam harus Zahrah,Abu, Imam Muhammad. 1996. Aliran tampil bukan sekadar dalam gerakan yang Politik Dan ‘Aqidah Dalam Islam, mengembangkan sikap “al-jihad li al- terjemahan Abd. Rahman Dahlan dan muaradhah” (perjuangan melawan) Ahmad Qarib, , Logos. sebagaimana ditunjukkan oleh para pejuang di masa lampau atau ketika menghadapi Atjeh, Aboebakar. 1970. Salaf: Muhji Atsaris musuh, tetapi yang lebih proaktif harus Salaf, Gerakan Salafijah di Indone- menampilkan “al-jihad li al-muwajahah” sia, Jakarta: Permata. (perjuangan untuk menghadapi kehidupan) yang menampilkan alternatif baru yang Beckford, James A. 2003. Social Theory & bangunan fundamentalnya menjulang kokoh Religion, New York: Cambridge Uni- ke langit, sekaligus mampu menjadi agama versity Press. bagi kehidupan di bumi yang nyata. Model pemahaman puritanisme dengan Datuk Marajo, Sjafnir Aboe Naim. 2008. 200 berbagai variannya yang konservatisme Tahun Tuanku Imam Bonjol: Sejarah tanpa penafsiran ulang atau transformasi Intelektual Islami di Minangkabau baru atas teks dan realitas yang dihadapi 1784-1832, : Penerbit dalam menghadapi dunia saat ini dan ke Suara Muhammadiyah. depan yang multikompleks hanya melahirkan sikap anti-kemajuan dan El Fadl, Khaled Abou. 2005. Selamatkan memusuhi setiap pemikiran yang Islam dari Muslim Puritan, Jakarta: berkembang tanpa alternatif. Absolutisme Serambi. paham keagamaan tanpa sikap cerdas, arif, dan transformatif bahkan dapat mendorong Giddens, Anthony. 1994. Beyond Left And kecenderungan memutlakan kebenaran Right: The Future Of Radical Politics, sendiri dan tidak tertutup kemungkinan Cambridge: Polity Press. mendorong kekerasan atasnama agama. Sementara dunia kemanusiaan dengan Hadden, Jeffrey K.. 1992. “Reeligious berbagai problematikanya berkembang Movements” dalam Edgar F. sedemikian rupa yang memerlukan Borgatta and Marie L. Borgatta, En- pandangan Islam yang serba melampaui dan cyclopedia Of Sociology, Volume 3, tidak terjebak pada ekstrimitas. Islam harus New York: Macmillan Publishing hadir sebagai Agama Langit sekaligus Company. sebagai Agama Bumi, sehingga mampu menampilkan peradaban yang terbaik Hamka. 2008. Antara Fakta Dan Khayal sekaligus menjadi rahmat bagi semesta Tuanku Ra, Yogyakarta: Suara kehidupan. Dengan gerakan Islam yang Muhammadiyah. kokoh orientasi “habl min Allah” dan “habl min al-nas” yang dimilikinya (QS Ali Imran: Harahap, Basyral Hamidy. 2007. Greget 112), maka umat Islam di mana pun akan Tuanku Rao, Jakarta: Komunitas hadir sebagai alternatif peradaban dan Bambu. peradaban alternatif yang unggul dan mencerahkan.ò

229 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pengantar Mirsel, Robert, 2004. Teori Pergerakan Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 Kemasyarakatan, Yogyakarta, Insist. Dari Imperium Sampai Imperium, Jilid 1, Jakarta: Gramedia. Noer, Deliar, 1996. Gerakan Moderen Is- lam di Indonesia 1990-1942, Jakarta, Koentjaraningrat. 1976. Manusia dan LP3ES. Kebudayaan di Indonesia.Jakarta: Jambatan. Panggabean, Samsu Rizal, t.t., “Organisasi dan Gerakan Islam”, dalam Taufik Kutoyo, Sutrisno dan Mardanas Safwan. Abdullah dkk., Ensiklopedi Tematis 2003. Seri Pahlawan Tuanku Imam Dunia Islam, Jilid 6 .Jakarta: Ichtiar Bonjol, Jakarta: Mutiara Sumber Baru Van Hoeve. Widya. Parlindungan, Mangaradja Onggang, 2007, Mario Diani, 2000, “The Concept of Social Tuanku Rao, Yogyakarta: LKiS. Movement”, dalam Kate Nash, edi- tor, Readings in Contemporary Politi- Sanderson, Stephen K., 1995. Sosiologi cal Sociology, Malden-Massachutes: Makro: Sebuah Pendekatan Blackwell Publishers. Terhadap Realitas Sosial, Jakarta: Rajawali Press. Marsden, William. 2008. Sejarah Sumatra, terjemahan, Jakarta: Komunitas Bambu.

¶¶¶

230