Purifikasi Islam Dalam Gerakan Padri Di Minangkabau

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Purifikasi Islam Dalam Gerakan Padri Di Minangkabau Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau Haedar Nashir Pengurus Pusat Muhammadiyah [email protected] The Padri Movement, also known as the White Group Movement, grown up in Minangkabau in 1821 – 1837, on one side, had been a strong and militant struggle against Dutch coloni- zation in Sumatra. On the other side, this movement also raised as a power of reform, bringing together a strong and militant mission of Islamic Purification. This movement had raised a violence controversy, both when it conflicted with traditional power and when it expanded its areas of movement to the Batak Land. In the perspective of Sociology, both the Padri Movement and its militant and violence actions brought in every expanded social or religious movement cannot be separated one and each other. This is caused by the fact that such a movement is closely related to a strict religious ideology and faith, and at once it also closely related to a complicated sociological condition at that time. Therefore, a multi-perspective is necessary to understand complicated socio-religious movements. Keywords: Padri Movement, Religious Movement, Islamic Purification. Pandahuluan penuh kontroversi. Penulis melukiskan “Gerakan Islam Kaum Putih Di erakan Padri yang terjadi di Minangkabau” yang dipelopori Tuanku Nan Minangkabau (1821-1837) masih G Rentjeh, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, menyisakan persoalan seputar implikasi dan lain-lain dalam “gerakan Wahhabi” dan atau efek gerakan ini terutama dalam “gerakan Paderi” terutama ketika pengiriman melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pasukan Padri ke Tanah Batak (Tapanuli) khususnya ketika terjadi perluasan gerakan dan Negeri Sembilan (Malaya) sebagai ini ke wilayah Tanah Batak pada tahun “agression” (agresi) dan “teror” 1816. Gugatan dialamatkan pada tindakan (Parlindungan, 2007). Buku tersebut pada kekerasan yang dilakukan tentara Padri bab 10 membahas Gerakan Islam Kaum terhadap penduduk setempat. Tindakan Putih di Minangkabau, bab 11 tentang kekerasan tersebut sering dikaitkan dengan Tentara Padri Mengislamkan Tanah Batak paham kaum Padri yang juga sering disebut Selatan 1816, dan bab 12 tentang Tentara sebagai Kaum Putih yang bermadzhab Padri Menduduki Toba dan Silindung, 1818- Hambali atau Wahhabi, sehingga 1820. Karya yang oleh penulisnya disebut dipertautkan dengan paham Islam untuk Buku Sejarah tersebut banyak menyoroti sisi pemurnian beragama yang bersifat keras. negatif dari gerakan Padri. Mangaradja Onggang Parlindungan Belakangan, pada tahun 2007, Basyral menulis buku Tuanku Rao yang terbit tahun Hamidy Harahap menulis buku Greget 1964 dan dicetak ulang tahun 2007 dengan Tuanku Rao. Menurut penulisnya buku itu 219 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 dimaksudkan untuk mengoreksi yang salah kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten dan hal-hal yang luput serta tidak diketahui Pasaman dan Majalah/Penerbit Suara oleh Mangaradja Onggang Parlindungan. Muhammadiyah menjelang Seminar tentang Barsyal dalam pengantarnya ketika Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rao pada membahas bab tentang Datu Bange, bulan Desember tahun 2008 ini. Buya mengungkapkan rasa greget-nya (berdebar Hamka setelah mempelajari buku jantung) karena harus menulis dalam Parlindungan tersebut menyatakan secara bukunya tentang apa yang dialami lugas, bahwa, “setelah saya pelajari buku leluhurnya di Tanah Batak akibat serangan itu berbulan-bulan dengan sangat seksama, Padri. Basyral Hamidy Harahap secara maka saya sampai pada kesimpulan: + terus terang menulis sebagai berikut: 80% dari isi buku itu adalah tidak benar, dan “Sebagai penulis, ada debar-debum secara agak kasar boleh disebut dusta” jantung saya ketika menulis bab Datu (Hamka, 2007: 1). Bange di dalam buku ini. Bukan hanya Persoalan yang selama ini masih bercerita tentang kebiadaban, geno- menjadi kontroversi mengenai gerakan Padri cide, dan dendam yang membara. dalam hubungannya dengan ekspansi ke Tetapi karena ia juga bercerita tentang Tanah Batak tampaknya akan terus leluhur saya yang terus menerus menggelayut menjadi wacana kesejarahan. melakukan perlawanan, sekalipun Lebih-lebih dengan sudut pandang dan mereka sudah dalam posisi yang tidak subjektivitas yang satu sama lain berbeda menguntungkan. Sementara itu dalam mengkajinya. Para ahli sejarah atau pasukan berbaju Putih yang ilmu sosial tentu dapat mengkajinya secara mendengung-dengungkan agama, lebih menyeluruh dengan menggunakan sambil menebas kepala manusia, perspektivisme, yakni dari berbagai sudut membakari kampung, memperkosa, pandang secara interkoneksitas sehingga dan melakukan segala macam diperoleh gambaran yang lebih objektif, luas, kebiadaban,terus mengejar musuhnya. dan lengkap. Namun betapapun luas, Inilah yang membuat pihak Belanda jadi meleleh, dan terusik rasa kemanusia- lengkap, dan objektifnya kajian ilmu sosial annya. Datu Bange dan rombongannya tentang sejarah yang telah terjadi di masa terus melakukan perlawanan. Secara lampau tentu selalu terdapat keterbatasan spontan pasukan Belanda kemudian dan relativitas sebagaimana pada umumnya melindungi rombongan Datu Bange. watak ilmu. Hal yang tidak kalah pentingnya, Karena jika tidak demikian, sebuah bagaimana semua anak bangsa dapat tragedi kemanusiaan yang jauh lebih belajar dari sejarah dengan cerdas, arif, dan kejam pasti terjadi, yang bagaimanapun sambil menatap masa depan dengan penuh tidak akan bisa diterima manusia kedewasaan demi perjalanan hidup yang beradab!!!.” (Harahap, 2007). harus lebih baik. Buya Hamka, ketika dipenjara (27 Kajian ini ingin melihat aspek Januari 1964 sampai 23 Januari 1966) purifikasinya yang dikaitkan dengan paham mengkaji buku Parlindungan yang Wahhabi yang mewarnai gerakan Padri di kontroversial itu dengan seksama dan tahun Ranah Minangkabau. Bagaimana 1971 lahirlah buku sanggahan berjudul memahami dalam arti menjelaskan gejala Antara Fakta Dan Khayal Tuanku Rao. Buku paham keagamaan dalam Islam itu, tersebut kemudian diterbitkan ulang atas sehingga sering menimbulkan konflik dan 220 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir kadang kekerasan, terutama dalam situasi bentuk-bentuk gerakan yang tidak krisis terjadi. Kekerasan yang dipertautkan melembaga, juga merupakan gerakan yang dengan perilaku keagamaan memang terorganisasi, berkelanjutan, dan tantangan merupakan persoalan klasik, yang sering kesadaran-diri yang menunjukan bagian terjadi hingga zaman kontemporer saat ini. identitas dari para pelakunya (Diani., hal. Pada umumnya kekerasan dalam bentuk 158). Gerakan sosial dimana pun sering apapun seringkali tidak merupakan tindakan tampil dalam berbagai macam kecen- tunggal, sering kali berkaitan dengan derungan, bahkan tidak jarang bersifat berbagai aspek sosiologis yang kompleks. antagonis dan di belakang hari menimbulkan banyak penafsiran dan kontroversi. Kajian Pustaka Demikian pula dengan gerakan keagamaan sebagai salah satu bentuk 1. Gerakan Keagamaan gerakan sosial tumbuh dalam kompleksitas sosiologis yang tidak mudah untuk Mengkaji suatu gerakan sebagaimana digambarkan secara sederhana. Gerakan studi tentang gerakan Padri termasuk di keagamaan (religious movements) sebagai dalamnya ketokohan Tuanku Imam Bonjol, salah satu fenomena keagamaan tentu tidak Tuanku Rao, dan tokoh-tokoh sejarah yang lepas dari dimensi agama itu sendiri yaitu menyertai gerakan yang begitu menonjol di keyakinan, simbol, praktek, dan organisasi Minangkabau dengan berbagai wajahnya (Hadden, 1992). Aspek gerakannya meliputi yang beragam memang harus ditelaah keyakinan (beliefs), nilai-nilai (values), secara menyeluruh dan tidak parsial. Hal bentuk organisasi (forms of organization), demikian karena setiap gerakan sosial, cara-cara aktivitas (kinds of activity), tipe- lebih-lebih gerakan keagamaan yang bersifat tipe keterlibatan (types of participation), meluas tidaklah hadir di ruang vakum atau reaksi-reaksi sosial (societal reactions), dan kosong. Setiap gerakan sosial termasuk di hubungan-hubungan agen pelaku atau re- dalamnya gerakan keagamaan selalu lations with agencies (Beckford, 2003). memiliki banyak sisi atau dimensi, kadang Mengingat agama dan gerakan keagamaan terorganisasi dan berada dalam regulasi para itu hadir di tengah-tengah pergumulan elitenya, tetapi tidak jarang meluas ke masyarakat dalam menghadapi persoalan segala arah dan tidak sepenuhnya terkendali yang dipandang memerlukan respons, maka sesuai dengan relasi para tokohnya, situasi gerakan keagamaan di mana pun tidak yang dihadapi, dan kondisi-kondisi yang hanya bersentuhan dengan aspek-aspek begitu kompleks. ajaran agama belaka tetapi juga berpautan Gerakan sosial (social movements) dengan aspek-aspek yang bersifat menurut Turner dan Killian sebagaimana kemasyarakatan secara umum seperti dikutip Mario Diani (2000) ialah : “a collec- politik, ekonomi, sehingga menjadi suatu tivity acting with some continuity to promote fenomena yang kompleks. or resist a change in the society or Gerakan keagamaan (religious move- organisation of which it is part”, yakni suatu ments) atau disebut pula gerakan sosial- tindakan kolektif berkelanjutan untuk keagamaan (socio-religious movements) mendorong atau menghambat perubahan pada umumnya muncul dalam bentuk dalam masyarakat atau organisasi yang gerakan revitalisasi dan gerakan millenari. menjadi bagian dari masyarakat itu. Gerakan revitalisasi (revitalization move- Manifestasi gerakan sosial, selain memiliki 221 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 ments), ialah gerakan keagamaan yang dan “revitalization movements” atau berupaya untuk menciptakan eksistensi
Recommended publications
  • Studi Terhadap Peran Sentral Syekh Burhanuddin Ulakan
    Indonesian Journal of Islamic History and Culture Vol. 1, No. 2 (2020). 122-136 P-ISSN: 2722-8940; E-ISSN: 2722-8934 SEJARAH ISLAMISASI MINANGKABAU: STUDI TERHADAP PERAN SENTRAL SYEKH BURHANUDDIN ULAKAN Ridwan Arif Universitas Paramadina, Jakarta Email: [email protected] Abstract Sheikh Burhanuddin is known as a prominent Minangkabau scholar. The Islamization of Minangkabau is commonly associated with him. He is seen as a scholar succeeded in islamizing the Minang community. This study examines the role of Sheikh Burhanuddin in the process Islamization of Minangkabau. It examined the approaches and methods applied by Sheikh Burhanuddin in his efforts to Islamization. This study is a qualitative research, namely library research using the document analysis method. The results indicate that Syekh Burhanuddin was successful in his efforts to Islamize Minangkabau because he used the Sufism approach in his preaching, namely da'wah bi al-hikmah. This approach is implemented in the da'wah method, namely being tolerant of, and adopting local culture (Minangkabau customs and culture). Even further, Sheikh Burhanuddin succeeded in integrating Minangkabau customs with Islamic teachings. Keywords: Syekh Burhanuddin; da'wah; Islamization of the Minangkabau Abstrak Syekh Burhanuddin dikenal sebagai seorang ulama besar Minangkabau. Islamisasi Minangkabau sering dikaitkan dengan dirinya. Ini karena ia dipandang sebagai ulama yang sukses mengislamkan masyarakat Minang. Studi ini mengkaji peran Syekh Burhanuddin dalam islamisasi menangkabau. Ia meneliti pendekatan dan metode-metode yang digunakan Syekh Burhanuddin dalam upaya islamisasi. Kajian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian kepustakaan yang menggunakan metode dokumen analisis. Hasil kajian ini menunjukkan Syekh Burhanuddin berhasil dalam upaya islamisasi Minangkabau karena menggunakan pendekatan tasawuf dalam dakwahnya yaitu da’wah bi al-hikmah.
    [Show full text]
  • THE TRANSFORMATION of TRADITIONAL MANDAILING LEADERSHIP in INDONESIA and MALAYSIA in the AGE of GLOBALIZATION and REGIONAL AUTONOMY by Abdur-Razzaq Lubis1
    THE TRANSFORMATION OF TRADITIONAL MANDAILING LEADERSHIP IN INDONESIA AND MALAYSIA IN THE AGE OF GLOBALIZATION AND REGIONAL AUTONOMY by Abdur-Razzaq Lubis1 THE NOTION OF JUSTICE IN THE ORIGIN OF THE MANDAILING PEOPLE The Mandailing people, an ethnic group from the south-west corner of the province of North Sumatra today, went through a process of cultural hybridization and creolization centuries ago by incorporating into its gene pool the diverse people from the archipelago and beyond; adopting as well as adapting cultures from across the continents. The many clans of the Mandailing people have both indigenous as well as foreign infusions. The saro cino or Chinese-style curved roof, indicates Chinese influence in Mandailing architecture.(Drs. Z. Pangaduan Lubis, 1999: 8). The legacy of Indian influences, either direct or via other peoples, include key political terms such as huta (village, generally fortified), raja (chief) and marga (partilineal exogamous clan).(J. Gonda, 1952) There are several hypotheses about the origin of the Mandailing people, mainly based on the proximity and similarity of sounds. One theory closely associated with the idea of governance is that the name Mandailing originated from Mandala Holing. (Mangaraja Lelo Lubis, : 3,13 & 19) Current in Mandailing society is the usage 'Surat Tumbaga H(K)oling na so ra sasa' which means that the 'Copper H(K)oling cannot be erased'. What is meant is that the adat cannot be wiped out; in other words, the adat is everlasting. Both examples emphasises that justice has a central role in Mandailing civilization, which is upheld by its judicial assembly, called Na Mora Na Toras, the traditional institution of 1 The author is the project leader of The Toyota Foundation research grant on Mandailing migration, cultural heritage and governance since 1998.
    [Show full text]
  • Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau Dalam Novel
    KRITIK BUYA HAMKA TERHADAP ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Filsafat Islam Oleh: Kholifatun NIM 11510062 PROGRAM STUDI FILSAFAT AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016 MOTTO Kehidupan itu laksana lautan: “Orang yang tiada berhati-hati dalam mengayuh perahu, memegang kemudi dan menjaga layar, maka karamlah ia digulung oleh ombak dan gelombang. Hilang di tengah samudera yang luas. Tiada akan tercapai olehnya tanah tepi”. (Buya Hamka) vi PERSEMBAHAN “Untuk almamaterku UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam program studi Filsafat Agama” “Untuk kedua orang tuaku bapak Sukasmi dan mamak Surani” “Untuk calon imamku mas M. Nur Arifin” vii ABSTRAK Kholifatun, 11510062, Kritik Buya Hamka Terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Humanisme Islam sebagai Analisis Wacana Kritis) Skripsi, Yogyakarta: Program Studi Filsafat Agama Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015/2016. Novel adalah salah satu karya sastra yang dapat menjadi suatu cara untuk menyampaikan ideologi seseorang. Pengarang menciptakan karyanya sebagai alat untuk menyampaikan hasil dari pengamatan dan pemikirannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana cara penyampaian serta gaya bahasa yang ia gunakan dalam karyanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa pemikiran Hamka di balik novelnya yang berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Dengan latar belakang seorang agamawan, bagaimana Buya Hamka menyikapi adat Minangkabau yang bersistem matrilineal. Untuk menganalisis novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck ini metode yang digunakan adalah metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.
    [Show full text]
  • What Is Indonesian Islam?
    M. Laffan, draft paper prepared for discussion at the UCLA symposium ‘Islam and Southeast Asia’, May 15 2006 What is Indonesian Islam? Michael Laffan, History Department, Princeton University* Abstract This paper is a preliminary essay thinking about the concept of an Indonesian Islam. After considering the impact of the ideas of Geertz and Benda in shaping the current contours of what is assumed to fit within this category, and how their notions were built on the principle that the region was far more multivocal in the past than the present, it turns to consider whether, prior to the existance of Indonesia, there was ever such a notion as Jawi Islam and questions what modern Indonesians make of their own Islamic history and its impact on the making of their religious subjectivities. What about Indonesian Islam? Before I begin I would like to present you with three recent statements reflecting either directly or indirectly on assumptions about Indonesian Islam. The first is the response of an Australian academic to the situation in Aceh after the 2004 tsunami, the second and third have been made of late by Indonesian scholars The traditionalist Muslims of Aceh, with their mystical, Sufistic approach to life and faith, are a world away from the fundamentalist Islamists of Saudi Arabia and some other Arab states. The Acehnese have never been particularly open to the bigoted "reformism" of radical Islamist groups linked to Saudi Arabia. … Perhaps it is for this reason that aid for Aceh has been so slow coming from wealthy Arab nations such as Saudi Arabia.1 * This, admittedly in-house, piece presented at the UCLA Colloquium on Islam and Southeast Asia: Local, National and Transnational Studies on May 15, 2006, is very much a tentative first stab in the direction I am taking in my current project on the Making of Indonesian Islam.
    [Show full text]
  • AS{HA<B AL-JAWIYYIN DI HARAMAIN: Aktivisme Sosiso-Religius Islam Nusantara Pada Abad 17 Dan 18
    Asha{ b< al-Jawiyyin di Haramain M. Fazlurrahman H. – UMS Surabaya ASHA{ B< AL-JAWIYYIN DI HARAMAIN: Aktivisme Sosiso-Religius Islam Nusantara pada Abad 17 dan 18 M. Fazlurrahman H. University of Muhammadiyah Surabaya, East Java, Indonesia [email protected] Abstraks: Berangkat dari pernyataan, penyebaran Islam merupakan proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tetapi juga yang paling tidak jelas. Maka merasa perlu untuk mengkaji kembali diskursus yang selalu meresahkan para sejarawan, yaitu dibawa oleh para wirausahawan atau para guru-guru tasawuf; wilayah mana di antara nusantara yang luas, sebagai daerah pertama yang menerima ajaran Islam; jaringan ulama’ dengan pusat Islam di Makkah dan Madinah; lalu korelasi seperti apa yang terjadi antara religi-intelektualisme Islam dengan pembaharuan Islam Nusantara di abad ke- 17 dan 18. Sehingga dari makalah ini diharapkan dapat menekankan sejarah-sosial serta intelektual yang kemudian dapat mereformulasi tradisi, sehingga tak lagi terabaikan seperti studi- studi terdahulu tentang peran para ulama’ di Nusantara untuk menjaga NKRI. Kajian ini merupakan pengkajian pustaka (library research), menggunakan jenis kualitatif dengan model historis faktual. Dari diskursus ini ditemukan, bahwa ulama’ atau kaum cendekiawan Muslim dianggap sebagai pihak yang bertanggung jawab, karena meletakkan dasar agama bagi sentimen anti-kolonial yang kemudian ditransformasi menjadi sebuah ideologi jihad yang berada dibalik pemberontakan melawan kolonial. Akhirnya dapat ditarik sebuah konklusi, yaitu para pelajar yang kembali dari Haramain tampaknya ada dua jenis, yakni mereka yang menentang ide-ide para reformis-Muslim dan mereka yang mendukung. Kata Kunci: al-Jawi, Haramain, Sosio-Religius dan Aktivisme. PENDAHULUAN Suatu paradigma yang memandang pengetahuan manusia (human sciences) sebagai gerak berkemajuan tak lepas dari ajaran subyek yang otonom, yaitu Renaissance.
    [Show full text]
  • Preventing Religious Radicalism Based on Local Wisdom: Interrelation of Tarekat, Adat, and Local Authority in Padang Pariaman, West Sumatera, Indonesia
    SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Volume 11(1), Mei 2018 SEFRIYONO & MUKHIBAT Preventing Religious Radicalism Based on Local Wisdom: Interrelation of Tarekat, Adat, and Local Authority in Padang Pariaman, West Sumatera, Indonesia ABSTRACT: The integrated relation between the sufi order of Syattariyah, the Minangkabau tradition or custom, and the local authority of Nagari Sungai Buluah, Sub-District of Batang Anai, Regency of Padang Pariaman, West Sumatera has become a local wisdom that acts as a social capital for the prevention of religious radicalism in the region. The relation is seen from three social domains, such as “bersurau kaum dan bemasjid nagari” (must have little mosque at the community ethnic level and have mosque at district or regency level); “bermamak ibadat dan bermamak adat” (must have Islamic worship leader and custom or tradition’s leader); and “bermufti nagari dan bernagari” (must obey to the Islamic law adviser in the community and must have district or regency). This article, based on the qualitative study, tries to elaborate the position and roles of sufi order, custom, and local wisdoms in preventing the Islamic radicalism in West Sumatera. The findings show that the traditional institutions, such as little mosque and mosques in the village and regency level; Islamic worship and custom leaders; sufi order of Syattariyah, and Islamic law adviser in the regency level have the critical roles in preventing the Islamic radicalism. The radical organizations, such as the LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia or Indonesia Institute of Islamic Preaching) and “Salafi” (renewel of Islamic thought and movement) cannot growth develop well in Nagari Sungai Buluah, Padang Pariaman, West Sumatera.
    [Show full text]
  • National Heroes in Indonesian History Text Book
    Paramita:Paramita: Historical Historical Studies Studies Journal, Journal, 29(2) 29(2) 2019: 2019 119 -129 ISSN: 0854-0039, E-ISSN: 2407-5825 DOI: http://dx.doi.org/10.15294/paramita.v29i2.16217 NATIONAL HEROES IN INDONESIAN HISTORY TEXT BOOK Suwito Eko Pramono, Tsabit Azinar Ahmad, Putri Agus Wijayati Department of History, Faculty of Social Sciences, Universitas Negeri Semarang ABSTRACT ABSTRAK History education has an essential role in Pendidikan sejarah memiliki peran penting building the character of society. One of the dalam membangun karakter masyarakat. Sa- advantages of learning history in terms of val- lah satu keuntungan dari belajar sejarah dalam ue inculcation is the existence of a hero who is hal penanaman nilai adalah keberadaan pahla- made a role model. Historical figures become wan yang dijadikan panutan. Tokoh sejarah best practices in the internalization of values. menjadi praktik terbaik dalam internalisasi However, the study of heroism and efforts to nilai. Namun, studi tentang kepahlawanan instill it in history learning has not been done dan upaya menanamkannya dalam pembelaja- much. Therefore, researchers are interested in ran sejarah belum banyak dilakukan. Oleh reviewing the values of bravery and internali- karena itu, peneliti tertarik untuk meninjau zation in education. Through textbook studies nilai-nilai keberanian dan internalisasi dalam and curriculum analysis, researchers can col- pendidikan. Melalui studi buku teks dan ana- lect data about national heroes in the context lisis kurikulum, peneliti dapat mengumpulkan of learning. The results showed that not all data tentang pahlawan nasional dalam national heroes were included in textbooks. konteks pembelajaran. Hasil penelitian Besides, not all the heroes mentioned in the menunjukkan bahwa tidak semua pahlawan book are specifically reviewed.
    [Show full text]
  • The Influence of Religious Purification Tuanku Nan Renceh Movement Against Minangkabau Culture in the Sub-District of Agam District Tilatang Kamang 1803-1838
    1 THE INFLUENCE OF RELIGIOUS PURIFICATION TUANKU NAN RENCEH MOVEMENT AGAINST MINANGKABAU CULTURE IN THE SUB-DISTRICT OF AGAM DISTRICT TILATANG KAMANG 1803-1838 Ifni Aulia Nisa TM *, Isjoni **, Bunari*** Email:[email protected] (085356611275), [email protected], [email protected] Faculty History Education Study Program FKIP-University of Riau Abstrak : The district Tilatang Kamang there are various traditions that deviate from religion norms. Customs and traditions have clung so hard so to be abolished. The ulama seeks to advise the public to follow the Islmanic Shari’a, but the fact is many people who do not want to listen to that advice, until a religious figure Tuanku Nan Renceh initiate new ideas to change people’s traditions with harsh and radical teachings.This study aims to determine the background (biography) Tuanku Nan Renceh, to know the culture and traditions of Tilatang Kamang society before and after the entry of the renewal, to know the cultures deviant who eradicated by Tuanku Nan Renceh, to know mindset Tuanku Nan Renceh about the culture to deviate, to find out what Tuanku Nan Renceh efforts in making changes to the system and habits of the people who have strayed of religious norms and customs norms prevailing in society.The theory used in this study is religious purification movement theory, the theory of religion, forms of movement of religious purification, and cultural theory. This study uses historical and documentary research. Data collection techniques in this study is the literature, documentation, comparative studies will then be deduced.The results showed that Tuanku Nan Renceh is known as the man who led a religious movement in Tilatang Kamang to change the tradition and culture of the people who deviate.
    [Show full text]
  • Analysis of M. Natsir's Thoughts on Islamic
    Integral-Universal Education: Analysis of M. Natsir’s Thoughts on Islamic Education Kasmuri Selamat Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Indonesia [email protected] Abstract. This paper aimed at exploring M. Natsir's thoughts on Islamic education. Using a qualitative study with a historical approach, the writer found that M. Natsir was a rare figure. He was not only a scholar but also a thinker, a politician, and an educator. As an educator, he not only became a teacher, but also gave birth to various educational concepts known as an integral and universal education concept. He was an architect and an anti-dichotomous thinker of Islamic education. According to Natsir, Islam did not separate spiritual matters from worldly affairs. The spiritual aspect would be the basis of worldliness. The foregoing indicated that religious ethics emphasized by Islamic teachings must be the foundation of life. The conceptual basis of "educational modernism" with tauhid as its foundation demonstrated that he was a figure who really cared about Islamic education. Keywords: Integral-Universal Education, M. Natsir, Thought Introduction Minangkabau, West Sumatra, is one of the areas that cannot be underestimated because there are many great figures on the national and international scales in various fields of expertise from this area, such as scholars, politicians, and other strategic fields. Among these figures are Tuanku Imam Bonjol, Haji Agus Salim, Sutan Sjahrir, Hamka, M. Natsir, and others. Everybody knows these names and their works. These figures lived in the early 20th century when three ideological groups competed with one another to dominate in the struggle for independence.
    [Show full text]
  • Hadharah: Jurnal Keislaman Dan Peradaban ISSN: 0216-5945 DOI
    Available online: at https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/hadharah Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban ISSN: 0216-5945 DOI: https://doi.org/10.15548/hadharah DINAMIKA PERKEMBANGAN TAREKAT SYATTARIYAH DAN TAREKAT NAQSYABANDIYAH DI MINANGKABAU Chairullah Ahmad Suluah Community1 [email protected] Abstrak Artikel ini mendiskusikan problematika perkembangan dua tarekat yang populer di Minangakabu, Tarekat Syattariyah dan Tarekat Naqsyabandiyah. Sumber data dari penelitian ini menggunakan sejumlah naskah yang berisi ajaran kedua tarekat, dan naskah-naskah ijazah dari kedua tarekat. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan sejarah sosial intelektual. Sedangkan untuk mengungkap kandungan naskah menggunakan metode Filologi dan Kodikologi. Berdasarkan penelaahan mendalam dari sumber-sumber dimaksud diperoleh temuan bahwa dari aspek kajian dan ajaran-ajarn, kedua tarekat ini pada dasarnya tidak memiliki banyak perbedaan. Perubahan pada ajaran tarekat Naqsyabandiyah terutama sedikit terlihat pada akhir abad IX. Kata kunci: Tarekat, Naqsyabandiyah, Syattariyah, Minangkabau. Abstract This article discusses the problematic of dynamic of two popular orders in Minangakabu, the Syattariyah and the Naqsyabandiyah. The data source of this research is a number of texts containing the teachings material of both tarekat, and degree documents from both tarekat. The research method uses qualitative methods with intellectual social history approach. Meanwhile, to explore the contents of the text, this research use the philology and kodikologi. Based on an in-depth study of the sources referred to, it was found that from the aspect of study and teachings, both of tarekat, basically did not have much differences. Changes to the teachings of the Naqshbandiyah order were particularly slight in the late IX century.
    [Show full text]
  • Buya Hamka Dan Mohammad Natsir Tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir*
    Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Abdul Nashir* Abstrak Pendidikan Islam dewasa ini ditengarai banyak pihak masih bersifat parsial, karena belum diarahkan kepada pembentukan insan kamil. Perhatian yang kurang terhadap keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual menyebab- kan produk pendidikan saat ini belum bisa dianggap sebagai manusia yang seutuhnya melainkan manusia yang individualis, materialis, dan pragmatis. Di samping itu sistem Pendidikan Islam sering kali berjalan apa adanya, alami, dan tradisional, karena dilakukan tanpa perencanaan konsep yang matang. Akibatnya, mutu Pendidikan Islam kurang menggembirakan. Artikel ini mencoba untuk memaparkan konsep Pendidik- an Islam menurut dua orang pemikir Pendidikan Islam yaitu Buya Hamka dan Moh. Natsir. Mereka mempunyai latar belakang yang berbeda meskipun hidup di zaman yang sama. Persamaan dan perbedaan konsep pendidikan menurut Buya Hamka dan Moh. Natsir, serta kontribusi pemikirannya bagi dunia Pendidikan Islam di Indonesia saat ini sangat menarik untuk dicermati. Kata Kunci: Konsepsi, dikotomi, intelektualitas, spiritualitas, islamisasi Muqoddimah Pendidikan pada akhir-akhir ini memiliki beberapa permasalahan. Pendidikan kurang menekankan adanya keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual. Sehingga, manusia sebagai produk pendidikan saat ini bukanlah utuh layaknya khalifah di bumi, melainkan manusia yang individualis, materialis, pragmatis. Akibatnya yang kuat menindas yang lemah, yang berwenang sewenang-wenang dan yang berkuasa bertindak tanpa ingat dosa dan siksa.1 * Alumni FT PAI ISID Gontor (2006) 1Drs. Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan (Yogyakarta: Pustka Pelajar, 1995) p. 3 59 Buya Hamka dan Mohammad Natsir tentang Pendidikan Islam Oleh karena itu perlu diadakan rekonstruksi pendidikan dengan mengadakan perubahan dalam sistem pendidikan guna menghasilkan perubahan pada masyarakat. Sehingga pada akhirnya tercapai tujuan utama yaitu membentuk masyarakat muslim, mu’min, muhsin, kafah yang layak menjadi khalifah di bumi Allah.
    [Show full text]
  • SEJARAH MASUKNYA HABAIB KE INDRAMAYU Shaleh Afif : Guru SMA-IT Madinatul Ulum Email :[email protected]
    Al-Tsaqafa: Jurnal Peradaban Islam Vol. 15 No.2, Desember 2018, hlm. 283-302 ISSN (Cetak): 0216-5937 SEJARAH MASUKNYA HABAIB KE INDRAMAYU Shaleh Afif : Guru SMA-IT Madinatul Ulum Email :[email protected] Abstrak Penelitian terkait Sejarah Masuknya Habaib Ke Indramyu yang dilakukan oleh habaib yang berada di Kabupaten Indramayu serta perannya dalam dakwah agama Islam dalam kurun waktu 1998 sampai 2014. Adapun mayoritas habaib yang berada di Nusantara didominasi berasal dari Hadralmaut dan cukup besar penyebarannya, sementara itu penelitian ini lebih khusus hanya membahas habaib di wilayah Indramayu.Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui Kondisi keagamaan di Indramayu serta sejarah masuknya habaib di Indramayu yang tentunya memiliki beragam kegiatan untuk mensyiarkan dakwah Islam, juga menguatkan keislaman masyarakat di Indramayu.Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian sejarah, yaitu penelitian yang mempelajari peristiwa atau kejadian masa lampau berdasarkan jejak-jejak yang dihasilkan, melalui empat tahap yaitu: heuristik (pengumpulan sumber), kritik (kritik intern dan kritik ektern), interpretasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa: pertama, kondisi keagaman di Indrmayu sama halnya dengan kondisi keagamaan yang lain yaitu memgang teguh agama Hindu-Budha Kedua, komunitas habaib ini datang dari Hadhramaut (Yaman) pada abad ke 18. Awalnya komunitas habaib yang ada di Indramayu masih tergolong komunitas Arab di Cirebon, akan tetapi pada tahun 1872 komunitas Indramayu memisahkan diri dari komunitas Arab Cirebon, dan menyebar ke seluruh daerah di Indramayu. Meskipun komunitas Arab-Indramayu lebih muda daripada komunitas Arab Cirebon, tetapi komunitas Arab di Indramayu lebih berkembang daripada komunitas Arab di Cirebon. Kata kunci : Habib, Dakwah Islam, Ulama, Indramayu A.
    [Show full text]