Purifikasi Islam Dalam Gerakan Padri Di Minangkabau
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri di Minangkabau Haedar Nashir Pengurus Pusat Muhammadiyah [email protected] The Padri Movement, also known as the White Group Movement, grown up in Minangkabau in 1821 – 1837, on one side, had been a strong and militant struggle against Dutch coloni- zation in Sumatra. On the other side, this movement also raised as a power of reform, bringing together a strong and militant mission of Islamic Purification. This movement had raised a violence controversy, both when it conflicted with traditional power and when it expanded its areas of movement to the Batak Land. In the perspective of Sociology, both the Padri Movement and its militant and violence actions brought in every expanded social or religious movement cannot be separated one and each other. This is caused by the fact that such a movement is closely related to a strict religious ideology and faith, and at once it also closely related to a complicated sociological condition at that time. Therefore, a multi-perspective is necessary to understand complicated socio-religious movements. Keywords: Padri Movement, Religious Movement, Islamic Purification. Pandahuluan penuh kontroversi. Penulis melukiskan “Gerakan Islam Kaum Putih Di erakan Padri yang terjadi di Minangkabau” yang dipelopori Tuanku Nan Minangkabau (1821-1837) masih G Rentjeh, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, menyisakan persoalan seputar implikasi dan lain-lain dalam “gerakan Wahhabi” dan atau efek gerakan ini terutama dalam “gerakan Paderi” terutama ketika pengiriman melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pasukan Padri ke Tanah Batak (Tapanuli) khususnya ketika terjadi perluasan gerakan dan Negeri Sembilan (Malaya) sebagai ini ke wilayah Tanah Batak pada tahun “agression” (agresi) dan “teror” 1816. Gugatan dialamatkan pada tindakan (Parlindungan, 2007). Buku tersebut pada kekerasan yang dilakukan tentara Padri bab 10 membahas Gerakan Islam Kaum terhadap penduduk setempat. Tindakan Putih di Minangkabau, bab 11 tentang kekerasan tersebut sering dikaitkan dengan Tentara Padri Mengislamkan Tanah Batak paham kaum Padri yang juga sering disebut Selatan 1816, dan bab 12 tentang Tentara sebagai Kaum Putih yang bermadzhab Padri Menduduki Toba dan Silindung, 1818- Hambali atau Wahhabi, sehingga 1820. Karya yang oleh penulisnya disebut dipertautkan dengan paham Islam untuk Buku Sejarah tersebut banyak menyoroti sisi pemurnian beragama yang bersifat keras. negatif dari gerakan Padri. Mangaradja Onggang Parlindungan Belakangan, pada tahun 2007, Basyral menulis buku Tuanku Rao yang terbit tahun Hamidy Harahap menulis buku Greget 1964 dan dicetak ulang tahun 2007 dengan Tuanku Rao. Menurut penulisnya buku itu 219 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 dimaksudkan untuk mengoreksi yang salah kerjasama Pemerintah Daerah Kabupaten dan hal-hal yang luput serta tidak diketahui Pasaman dan Majalah/Penerbit Suara oleh Mangaradja Onggang Parlindungan. Muhammadiyah menjelang Seminar tentang Barsyal dalam pengantarnya ketika Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Rao pada membahas bab tentang Datu Bange, bulan Desember tahun 2008 ini. Buya mengungkapkan rasa greget-nya (berdebar Hamka setelah mempelajari buku jantung) karena harus menulis dalam Parlindungan tersebut menyatakan secara bukunya tentang apa yang dialami lugas, bahwa, “setelah saya pelajari buku leluhurnya di Tanah Batak akibat serangan itu berbulan-bulan dengan sangat seksama, Padri. Basyral Hamidy Harahap secara maka saya sampai pada kesimpulan: + terus terang menulis sebagai berikut: 80% dari isi buku itu adalah tidak benar, dan “Sebagai penulis, ada debar-debum secara agak kasar boleh disebut dusta” jantung saya ketika menulis bab Datu (Hamka, 2007: 1). Bange di dalam buku ini. Bukan hanya Persoalan yang selama ini masih bercerita tentang kebiadaban, geno- menjadi kontroversi mengenai gerakan Padri cide, dan dendam yang membara. dalam hubungannya dengan ekspansi ke Tetapi karena ia juga bercerita tentang Tanah Batak tampaknya akan terus leluhur saya yang terus menerus menggelayut menjadi wacana kesejarahan. melakukan perlawanan, sekalipun Lebih-lebih dengan sudut pandang dan mereka sudah dalam posisi yang tidak subjektivitas yang satu sama lain berbeda menguntungkan. Sementara itu dalam mengkajinya. Para ahli sejarah atau pasukan berbaju Putih yang ilmu sosial tentu dapat mengkajinya secara mendengung-dengungkan agama, lebih menyeluruh dengan menggunakan sambil menebas kepala manusia, perspektivisme, yakni dari berbagai sudut membakari kampung, memperkosa, pandang secara interkoneksitas sehingga dan melakukan segala macam diperoleh gambaran yang lebih objektif, luas, kebiadaban,terus mengejar musuhnya. dan lengkap. Namun betapapun luas, Inilah yang membuat pihak Belanda jadi meleleh, dan terusik rasa kemanusia- lengkap, dan objektifnya kajian ilmu sosial annya. Datu Bange dan rombongannya tentang sejarah yang telah terjadi di masa terus melakukan perlawanan. Secara lampau tentu selalu terdapat keterbatasan spontan pasukan Belanda kemudian dan relativitas sebagaimana pada umumnya melindungi rombongan Datu Bange. watak ilmu. Hal yang tidak kalah pentingnya, Karena jika tidak demikian, sebuah bagaimana semua anak bangsa dapat tragedi kemanusiaan yang jauh lebih belajar dari sejarah dengan cerdas, arif, dan kejam pasti terjadi, yang bagaimanapun sambil menatap masa depan dengan penuh tidak akan bisa diterima manusia kedewasaan demi perjalanan hidup yang beradab!!!.” (Harahap, 2007). harus lebih baik. Buya Hamka, ketika dipenjara (27 Kajian ini ingin melihat aspek Januari 1964 sampai 23 Januari 1966) purifikasinya yang dikaitkan dengan paham mengkaji buku Parlindungan yang Wahhabi yang mewarnai gerakan Padri di kontroversial itu dengan seksama dan tahun Ranah Minangkabau. Bagaimana 1971 lahirlah buku sanggahan berjudul memahami dalam arti menjelaskan gejala Antara Fakta Dan Khayal Tuanku Rao. Buku paham keagamaan dalam Islam itu, tersebut kemudian diterbitkan ulang atas sehingga sering menimbulkan konflik dan 220 Purifikasi Islam dalam Gerakan Padri...; Haedar Nashir kadang kekerasan, terutama dalam situasi bentuk-bentuk gerakan yang tidak krisis terjadi. Kekerasan yang dipertautkan melembaga, juga merupakan gerakan yang dengan perilaku keagamaan memang terorganisasi, berkelanjutan, dan tantangan merupakan persoalan klasik, yang sering kesadaran-diri yang menunjukan bagian terjadi hingga zaman kontemporer saat ini. identitas dari para pelakunya (Diani., hal. Pada umumnya kekerasan dalam bentuk 158). Gerakan sosial dimana pun sering apapun seringkali tidak merupakan tindakan tampil dalam berbagai macam kecen- tunggal, sering kali berkaitan dengan derungan, bahkan tidak jarang bersifat berbagai aspek sosiologis yang kompleks. antagonis dan di belakang hari menimbulkan banyak penafsiran dan kontroversi. Kajian Pustaka Demikian pula dengan gerakan keagamaan sebagai salah satu bentuk 1. Gerakan Keagamaan gerakan sosial tumbuh dalam kompleksitas sosiologis yang tidak mudah untuk Mengkaji suatu gerakan sebagaimana digambarkan secara sederhana. Gerakan studi tentang gerakan Padri termasuk di keagamaan (religious movements) sebagai dalamnya ketokohan Tuanku Imam Bonjol, salah satu fenomena keagamaan tentu tidak Tuanku Rao, dan tokoh-tokoh sejarah yang lepas dari dimensi agama itu sendiri yaitu menyertai gerakan yang begitu menonjol di keyakinan, simbol, praktek, dan organisasi Minangkabau dengan berbagai wajahnya (Hadden, 1992). Aspek gerakannya meliputi yang beragam memang harus ditelaah keyakinan (beliefs), nilai-nilai (values), secara menyeluruh dan tidak parsial. Hal bentuk organisasi (forms of organization), demikian karena setiap gerakan sosial, cara-cara aktivitas (kinds of activity), tipe- lebih-lebih gerakan keagamaan yang bersifat tipe keterlibatan (types of participation), meluas tidaklah hadir di ruang vakum atau reaksi-reaksi sosial (societal reactions), dan kosong. Setiap gerakan sosial termasuk di hubungan-hubungan agen pelaku atau re- dalamnya gerakan keagamaan selalu lations with agencies (Beckford, 2003). memiliki banyak sisi atau dimensi, kadang Mengingat agama dan gerakan keagamaan terorganisasi dan berada dalam regulasi para itu hadir di tengah-tengah pergumulan elitenya, tetapi tidak jarang meluas ke masyarakat dalam menghadapi persoalan segala arah dan tidak sepenuhnya terkendali yang dipandang memerlukan respons, maka sesuai dengan relasi para tokohnya, situasi gerakan keagamaan di mana pun tidak yang dihadapi, dan kondisi-kondisi yang hanya bersentuhan dengan aspek-aspek begitu kompleks. ajaran agama belaka tetapi juga berpautan Gerakan sosial (social movements) dengan aspek-aspek yang bersifat menurut Turner dan Killian sebagaimana kemasyarakatan secara umum seperti dikutip Mario Diani (2000) ialah : “a collec- politik, ekonomi, sehingga menjadi suatu tivity acting with some continuity to promote fenomena yang kompleks. or resist a change in the society or Gerakan keagamaan (religious move- organisation of which it is part”, yakni suatu ments) atau disebut pula gerakan sosial- tindakan kolektif berkelanjutan untuk keagamaan (socio-religious movements) mendorong atau menghambat perubahan pada umumnya muncul dalam bentuk dalam masyarakat atau organisasi yang gerakan revitalisasi dan gerakan millenari. menjadi bagian dari masyarakat itu. Gerakan revitalisasi (revitalization move- Manifestasi gerakan sosial, selain memiliki 221 UNISIA, Vol. XXXI No. 69 September 2008 ments), ialah gerakan keagamaan yang dan “revitalization movements” atau berupaya untuk menciptakan eksistensi