Turast 7 (1) 2019 Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/index Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan di Minangkakbau

Ahmad Rivauzi

Universitas Negeri , Email: [email protected]

DOI: https://doi.org/10.15548/turast.v7i1.181

(Diterima: 18 Maret 2019. Disetujui: 24 Juni 2019. Diterbitkan: 30 Juni 2019)

Abstrct

This article aims to describe and analyze the growth and renewal of Islamic education in . This is a qualitative research type through library research. The results showed that among the leaders of the elderly the educational reform was carried out by establishing a Madrasah as a replacement and establishing an organization such as the Ittihad Sumatera in in 1921 led by Shaykh Sa'ad Mungka, Persatuan Madrasah-Tarbiyah in Bukittinggi in 1928 which then it was changed to the Union of Tarbiyah Islamiyah in Bukittinggi in 1931 whose leader was Sultha'in or Sulthani Dt Rajo . Whereas among young people who have characteristics as religious purification movements, renewal of thought and understanding of religious teachings and modernization in education, social and politics, establish schools including Madras School by Shaykh Thaib Umar (1874-1920) , Madrasah Thawalib Padang Panjang in 1921 by Shaykh (1879-1949), Adabiyah School in 1909 in Padang Panjang, and founded PGAI in 1919 in Padang by Shaykh (1878-1933) and others

Keywords: Growth and Renewal, Islamic Education, Minangkabau

PENDAHULUAN sebelumnya belum ada bukti yang dapat Model dan sistem pendidikan ditemukan tentang sistem pendidikan surau era awal di Mingkabau, tidak Islam di Minagkabau. mudah untuk dilacak, hingga sejauh ini Burhanuddin merupakan ulama para sejarawan baru mampu penting pertama yang mendirikan surau menyimpulkan bahwa bentuk awal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sistem pendidikan Islam di Minagkabau pendidikan (Hanani, 2016; Natsir, 2012). adalah surau yang dirintis oleh Syekh Di sana ia mengajarkan murid-muridnya . Hal ini dengan berbagai jenis disiplin ilmu berlangsung pada akhir abad 17 di Islam, dengan prioritas pada pendidikan Ulakan Pariaman. Sedangkan pada masa tashawwuf tarekat Syathāriyyah. Ketika murid-muridnya menyelesaikan digunakan untuk tempat pertemuan, studinya, mereka kembali ke daerahnya berkumpul, rapat, dan tempat tidur para masing-masing dan menyebarkan Islam pemuda atau remaja putra dan kadang di sana. Burhanuddin Ulakan adalah juga dimanfaatkan oleh orang yang seorang ulama yang memiliki sudah kawin dan orang tua dan pengetahuan agama yang luas (Faslah, sekaligus memiliki nilai kesakralan. 2016; Pramono, 2009). Kualitas dan Dalam kultur masyarakat Minangkabau, kompetensi keilmuan murid-muridnya surau adalah milik kaum atau indu atau hasil asuhannya juga tidak diragukan paruik yang merupakan bagian dari suku dan keulamaannya diakui oleh (Abidin & Effendi, 2015). Surau dalam masyarakat (Azra, 2017). Sehubungan fungsinya di atas, untuk daerah lain juga dengan itu artikel ini bertujuan untuk terdapat meunasah di , lobo untuk mengiraikan dan menganalisis sebutan di daerah Toraja Timur (Sidi, pertumbuhan dan pembaharuan 1962). pendidikan Islam di Minangkabau. Sebelum Islam, surau merupakan bangunan kecil yang dibangun di METODE PENELITIAN puncak-puncak bukit, dataran tinggi maupun di daerah-daerah pedesaan Penelitian ini merupakan untuk penyembahan arwah nenek penelitian kepustakaan (library research) moyang. Dalam perkembangan dengan arah penelitiannya pada selanjutnya, Surau terintegrasi ke dalam pengkajian dan penelusuran ide-ide dan struktur bangunan khasanah pemikiran pada sumber- (bangunan rumah tradisional sumber kepustakaan (Hadi, 2015). Pada Minangkabau) yang didirikan oleh suatu dasarnya penelitian kepustakaan juga kaum dari satu keturunan, dengan termasuk kategori penelitian kualitatif fungsi yang lebih luas yakni sebagai karena terdapatnya kepentingan tempat menginap dan berkumpul bagi terhadap penafsiran dan mencari makna kaum laki-laki (Azra, 1999; Furqan, dari teks-teks tertulis (Suyanto, 2005). 2019). (Stokes, 2006), dan menghasilkan data Sumber lain menyebutkan bahwa deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang surau juga berasal dari tradisi dapat diamati dari orang-orang yang Adityawarman yang membuat bihara diteliti (Taylor & Bogdan, 1984). yang dijadikan sebagai tempat orang- orang muda mempelajari dan agama budha serta untuk menyelesaikan HASIL PENELITIAN DAN masalah-masalah sosial yang terdapat di PEMBAHASAN Saruaso. Kata “saruaso” berasal dari dua kata, yaitu surau dan aso yang artinya Pendidikan Surau di Minagkabau surau pertama. Setelah Islam Surau atau langgar pada mulanya berkembang, tradisi surau dengan merupakan unsur kebudayaan asli yang fungsi yang sama tetap dilanjutkan pada awalnya bangunan surau ini (Kroeskamp, 1931).

110|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 Pada proses selanjutnya, setelah syar‟i (fiqih). Sebagaimana diungkapkan islamisasi memasuki wilayah (Dobbin, 2016), tarekat dan tashawwuf Minangkabau, Surau telah memainkan lebih memberikan jalan dakwah yang peranan penting dalam proses sangat persuasif dan kondusif pada islamisasi dalam dinamika yang masa itu (Zalnur, 2002). berkembang di tengah-tengah Selain surau Burhanuddin Ulakan, masyarakat Minangkabau (Akmal, t.t.; surau Burhanuddin Kuntu Kampar Maksum, 2018; Susanto, 2008). (wafat Tahun 1191 M) jelas jauh lebih Syekh Burhanuddin dianggap yang awal. Dia mengajar di Batu Hampar 10 pertama kali menerapkan prototype tahun, di Kumpulan 5 tahun, di Ulakan islamisasi melalui Surau dengan Pariaman 15 tahun , dan terakhir di mendirikan sebuah Surau di Ulakan Kuntu Kampar 20 tahun sampai dia Pariaman sekitar abad ke-17 (Graves, wafat. Peninggalan Burhanuddin Kuntu, 2009). (Hasibuan, 2016; Manaf, 2012; didapati sampai sekarang sebuah Natsir, 2012; Siswayanti, 2014) stempel dari tembaga dengan tulisan menjelaskan, surau dalam hal fungsinya Arab, sebelah pedang, sebuah kitab yang memiliki tiga peran, yaitu pertama bernama Fathul Wahab karangan Abi sebagai lembaga keagamaan sebagai Yahya Zakaria Anshari (Amaruddin, masjid kecil yang di sana dilaksanakan 2015; Hamami, 2004; Mahmud, 1996; berbagai kegiatan keagamaan seperti Manti, Husaini, Mujahidin, & shalat, dan kegiatan lainnya. Kedua Hafidhuddin, 2016; Syahminan, 2014). sebagai lembaga pendidikan sebagai Tabel 1 tempat mempelajari berbagai ilmu Pendidikan Surau Terkemuka di pengetahuan agama, dan ketiga berperan Sumatera Barat Abad 17-19 M Lembaga sebagai lembaga sosio-kultural yang No. Tahun Ket Pendidikan berfungsi sebagai tempat tidur dan 1 Surau Abad Wafat Tahun 1191 bermusyawarah dalam tradisi Burhanud 12 M M masyarakat Minangkabau. Surau din Kuntu Mengajar sebagai lembaga pendidikan juga dapat a. Batu Hampar disaksikan pada surau Syekh 10 tahun b. Kumpulan 5 Abdurrahman Batu Hampar tahun Payakumbuh (1777-1899 M) yang c. Ulakan dipandang memiliki berbagai Pariaman 15 kelengkapan sebagai lembaga tahun pendidikan formal. d. Kuntu Kampar 20 Pada pendidikan surau, tingkatan tahun kelas lebih didasarkan kepada tingkat 2 Surau 1680- 1066 – 1111 H/ kompetensi individual murid (Noer, Burhanud 1691 M 1691 M 1973). Kurikulum pendidikan pada din Abad Mulai mengajar Ulakan 17 M 1100 H (1680 M) surau Burhanuddin Ulakan pada abad s/d 1691 M = 11 17 M. lebih berfokous kepada tahun pendidikan tarekat dan hukum-hukum

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |111 3 Tuanku Abad Murid gencarnya upaya beliau melakukan Mansiang 17/18 Burhanuddin gerakan kemabali ke syari‟at. Nan Tuo Koto Tuo pernah belajar agama Paninjaua n dari Tuanku Mansiang Nan Tuo 4 Tuanku Belajar di Paninjauan, Tuanku Kamang, Tuanku Nan Tuo Makkah, ahli Sumanik, Tuanku nan Kaciak Koto Rao Mantiq, Ma‟ani Gadang. Kalau dilihat dari daftar 5 Tuanku Murid Tuanku gurunya, maka Tuanku Nan Tuo Nan Nan Tuo Rao, memiliki silsilah dengan pengembang Kacik ahli Mantiq, Koto Ma‟ani tarekat Syathāriyyah Burhanuddin Gadang Ulakan melalui Tuanku Mansiang Nan 6 Tuanku di Belajar di Aceh, Tuo Paninjauan (Azra, 2017). Sumanik ahli hadis, , dan faraidh Pembaharuan Tuanku Nan Tuo 7 Tuanku di Ahli sharaf Koto Tuo dicirikan dengan gerakan Talang pembaharuan terhadap kepercayaan dan Tuanku di Ahli nahu praktik kaum muslimin Minangkabau Koto Baru untuk lebih berorientasi kepada syari‟at Kubung Islam yang tentunya tidak tigo baleh 8 Tuanku 1723- Belajar agama meninggalkan kehidupan sufi. Gerakan Nan Tuo 1830 dari Tuanku pembaharuan Tuanku Nan Tuo Empat Abad Mansiang Nan merekommendasikan gerakan yang Angkat 18-19 Tuo Paninjauan, halus dan persuasif. Murid terbaiknya Koto Tuo M Tuanku Kamang, Jalaluddin Faqih Shagir Diang Tuanku Sumanik, diperintahkannya untuk mendirikan gap Tuanku nan Pemba Kaciak Koto surau dan melancarkan gerakan haru I Gadang pembaharuan tersebut di Koto Laweh 9 Jalaluddin Wafat Mendirikan Lereng Gunung Merapi Agam (Azra, Faqih 1870 M Surau Cangkiang, 2017). Sagir di Candung Koto Gelombang pembaharuan Laweh. Dia berikutnya dilancarkan oleh tiga orang adalah murid haji yang pulang dari Makkah. Tiga haji Tuanku Nan Tuo tersebut adalah Haji Miskin yang berasal Empat Angkat dari Batu Taba Empat Angkat, Haji Koto Tuo Abad 18 Sumanik, dan Haji Piobang. Gerakan Tabel diambil dari berbagai sumber tiga Haji diperkuat oleh . Mereka inilah yang dikenal Gerakan Pembaharuan di dengan kelompok Paderi (Azra, 2017). Minangkabau Asal usul kata Paderi menurut Gelombang pembaharuan di pendapat yang paling kuat adalah Minagkabau pada dasarnya sudah di bahwa Paderi berasal dari bahasa Portugis, Padre, yang arti dasarnya mulai oleh Tuanku Nan Tuo Koto Tuo (1723-1830 / Abad 18-19 M) dengan adalah pendeta Katolik. Istilah ini 112|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 digunakan oleh Belanda dan Inggris di Amrullah Maninjau yang terinspirasi Hindia Belanda yang kadang tidak oleh ide pembaharuan di Mesir hannya ditujukan kepada pendeta (Fathurahman, 2008). Katolik, namun juga ditujukan kepada fungsionaris Islam (Azra, 2017). Dapat dipastikan bahwa penamaan Paderi ini Pembaharuan Kaum Tua Terhadap datang dari pihak penentang Paderi Pendidikan Surau yang berasal dari pihak Belanda (Karel, Sebutan “Kaum Tua” menurut 1984). difinisi yang diberikan oleh (Latief, 1988) Kelompok Paderi ini pada adalah, pertama, umat Islam dasarnya juga merupakan murid-murid Minangkabau yang dalam akidah Tuanku Nan Tuo Koto Tuo yang ikut menganut paham ahlussunnah wal dalam perjuangan pembaharuan Tuanku jama‟ah sesuai dengan ajaran Abul Nan Tuo. Namun gerakan kelompok Hasan al-Asy‟ary (260-324 H) dan Abu Paderi ini kemudian mengalami Mansur al-Maturidy. Kedua, dalam radikalisasi yang terpengaruh oleh pola bidang syari‟ah mengikatkan diri gerakan Wahabi yang berhasil merebut kepada mazhab Syafi‟i semata-mata Kota Makkah. Pada awalnya semangat walaupun mazhab Hanafi, Maliki, dan pembaharuan Paderi ini didukung oleh Hanbali juga diakui sebagai sesuatu Tuanku Nan Tuo, namun karena pola yang benar. Pengertian Ahlussunnah gerakan yang radikal ini akhirnya antara waljama‟ah bagi „Kaum Tua” adalah Tuanku Nan Tuo dan bekas murid- orang-orang yang mengikuti muridnya ini saling menarik diri (Azra, Rasulullah dan para sahabatnya, dan 2017). jama‟ah (orang-orang) yang dalam masalah akidah mengikuti paham Abul Gelombang pembaharuan Hasan al-Asy‟ari dan Abu Mansur al- berikutnya terjadi pada awal abad ke-20 Maturidy, serta dalam bidang syari‟ah (sekitar tahun 1906), empat ulama mengikuti mazhab imam Syafi‟i. Ketiga, Minangkabau kembali dari Tanah Suci Kaum Tua mempertahankan dan Makkah setelah beberapa tahun belajar membela tarekat-tarekat mu‟tabarah agama kepada Syaikh Ahmad Khatib al- walaupun tidak semua Kaum Tua Minangkabawi. Ahmad Khatib lahir di menjadi pengamal tarekat. Dan keempat Bukittinggi pada tahun 1855 (, kecendrungan mereka untuk 1967; Karel, 1984; Noer, 1983) menyebut mempertahankan tradisi dan adat Ahmad Khatib lahir 1860. Ayahnya kebiasaan yang telah melekat pada adalah Jaksa Kepala di Padang, dan berbegai amalan kaeagamaan. ibunya adalah anak dari Tuanku Nan Secara umum, pertentangan Renceh (tokoh utama Paderi) (Karel, tersebut sesungguhnya tidak beranjak 1984). Keempat ulama itu adalah: Haji dari persoalan keagamaan yang sifatnya Bukittinggi, fur´’iyyah belaka, yang sejak awal Haji Muhammad Taib Umar Sungayang memang telah menjadi sumber , Haji Abdullah Ahmad perdebatan, di mana pun Islam Padang Panjang, dan Haji Abdul Karim berkembang (Fathurahman, 2008).

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |113 Dalam hal ide pembaharuan, pengaruh adat kebiasaan yang berasal sebagaimana telah disinggung di atas, dari Aceh yang disebutnya sebagai “adat kaum tua juga menginginkan calong” yang berkembang di Padang pembaharuan. Namun mereka bersikap akibat pengaruh sisa-sisa kekuasaan sangat hati-hati dalam melakukannya. Aceh yang pada masa sebelumnya Di antara prinsip kaum tua adalah: sempat menguasai daerah Pesisir Jalan jangan sampai dianjak urang Minangkabau. Pada awal abad 17, lalu, cupak jan sampai dituka urang Sultan Iskandar Muda pernah panggaleh, kaji jan sampai diubah mengirimkan pasaukan ke faqih singgah, kok manih, jan capek Minangkabau dan berhasil menguasai dilulua, kok pahik jan capek daerah Pesisir Barat, mulai dari Takus dimuntahkan sampai ke Inderapura di Selatan dengan (Jalan jangan sampai ditukar oleh tujuan merebut perdagangan rempah- para musafir, takaran jangan rempah dan hasil pertambangan dari sampai ditukar para pedagang, Portugis. Baru pada tahun 1668 kaji jangan sampai dirobah guru kekauasaan Aceh habis dari daerah ini yang singgah, kalau manis jangan (Latief, 1988). langsung ditelan, kalu pahit Motivasi gerakan Datuak Sutan jangat langsung dimuntahkan) Maharajo adalah karena dia ingin menjadi regen menggantikan regen yang Menurur Latief, asal usul sebutan berkuasa pada waktu itu dengan cara “Kaum Tua” muncul pada awal abad ke bekerjasama dengan para bangsawan 20. Tepatnya pada tahun 1905, di kota dan Belanda. Pada tahun 1906 ia Padang mucul suatu gerakan dari mengadakan pasar malam pertama di kelompok orang-orang yang berasal dari kota Padang untuk tujuan menarik hati Darek, di bawah pimpinan Datuak Sutan pihak Belanda dan memojokkan regen Maharajo yang berasal dari Sulit Air, dan kelompoknya. Datuak Sutan menetap di Padang dan menjadi pelopor Maharajo dan kawan-kawannya surat kabar pada tahun 1894. Dia menganggap gerakan mereka memiliki menerbitkan surat kabar “Pelita Kecil”, sifat yang sama dengan gerakan kemudian memimpin surat kabar kelompok Turki Muda yang berjuang “Cahaya Sumatera dan surat kabar melawan kekuasaan Sultan Abdul “Oetoesan Melajoe” , dan “Soenting Hamid pada waktu itu. Atas dasar ini, Melajoe”. Pada surat kabar terakhir ini, Datuak Sutan Maharajo menyebut diri putrinya Siti Zubaidah Ratna Djoeita mereka sebagai “Kaum Muda” dan menjadi anggota redaksi. Dia mendapat kelompok pemuka kota Padang mereka julukan dengan “Datuak Bangkit” dan sebut sebagai “Kaum Tua” (Latief, 1988). “Kaezer van adat Minangkabau”. Pada sisi yang lain, muncul Julukan ini disebabkan karena upaya kelompok pembaharuan yang ingin kerasnya dalam usaha pemurnian adat membersihkan Islam dari kejumudan, Minang (Noer, 1973). khurafat, bid‟ah dan lain sebagainya, Gerakan ini berusaha serta menginginkan modernisasi pada membersihkannya adat Minang dari bidang pendidikan, sosial, dan politik.

114|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 Di antara tokoh kelompok ini adalah Ahmad hannya bertahan selama 4 Haji Abdullah Ahmad. Datuak Sutan tahun. Pada tahun 1912 terjadi Maharajo juga memiliki rasa simpati perselisihan antara Abdul Majid sahabat terhadap gerakan pemabaharuan Abdullah Ahmad dengan Datuak Sutan keagamaan Haji Abdullah Ahmad ini Maharajo sekaligus merupakan dan mendukungnya. Melalui surat kabar menantunya sendiri mengenai masalah yang dipimpinya, Datuak Sutan pemindahan percetakan “Orang Alam Maharajo menulis sebuah artikel tentang Minangkabau” yang didirikan Datuak gerakan pembahruan ini dan menyebut Sutan Maharajo pada tahun 1908. Abdul para ulama yang tergabung dengan Haji Majid tidak setuju dengan pemindahan Abdullah Ahmad ini dengan sebutan percetakan tersebut dari jalan Pondok di “Kaum Muda” dan mensejajarkannya pusat kota Padang ke Pulo Air yang dengan gerakan pembaharuan kaum terletak di sudut kota. Akhirnya ia muda Turki yang dipimpin Anwar menarik diri sebagai pemegang saham Pasya yang berhasil menggoncang percetakan tersebut. Perselisihan sendi-sendi kekolotan di negeri itu. tersebut berkembang menjadi Latief mengutip majalah Panji Islam, perselisihan antara kaum adat dengan Medan, tahun 1941, halaman 8812/124 kelompok agama; Abdullah Ahmad dan menceritakan kedekatan Datuak Sutan kawan-kawan. Penyebabnya adalah Maharajo dengan Abdullah Ahmad dikarenakan kritikan Ahmad Khatib al- yang semakin dekat setelah Abdul Majid Minangkabawi dari Makkah tentang Karim, sahabat Abdullah Ahmad, harta warisan di Minangkabau yang menikah dengan Siti Zubaidah putri dinilai tidak sesuai dengan ketentuan Datuak Sutan Maharjo yang ketika itu Islam. Akhirnya Datuak Sutan Maharajo menjadi anggota redaksi surat kabar menjadi antipati terhadap kelompok “Soenting Melajoe pada tahun 1905 Abdullah Ahmad yang dianggapnya (Latief, 1988). sehaluan dengan gurunya Ahmad Berkat jasa Datuak Sutan Maharajo Khatib yang merusak tatanan adat dan surat kabarnya, gerakan Minang yang selama ini pembaharuan Abdullah Ahmad cepat diperjuangkannya (Schrieke, 1973). populer. Hal ini terjadi pada tahun 1907. Datuak Sutan Maharajo akhirnya Sebaliknya kepada kelompok para berbalik dan bergabung dengan ulama yang menentang gerakan kelompok “Kaum Tuo” seperti Syekh Abdulah Ahmad dan kawan-kawannya Mungka, Khatib Ali, Syekh Sulaiman digunakan sebutan “Kaum Tua” (Latief, Arrasuli dan lainnya. Datuak Sutan 1988). Dengan demikian, menurut Maharajo yang awalnya menyokong (Latief, 1988), sebutan ”Kaum Tua” dan Kaum Muda dan mencaci Kaum Tua, “Kaum Muda” ini berasal dari pihak berbalik menyerang “Kaum Muda” Datuak Sutan Maharajo yang sekaligus dengan mengatakannya sebagai “Kaum juga berprofesi sebagai wartawan pada Wahabi”, “Kaum Mu‟tazillah”, dan waktu itu. “Kaum Kharijiyyah” (Latief, 1988). Keberpihakan Datuak Sutan Menurut sumber lain, penyebutan Maharajo kepada kelompok Abdullah kaum Muda Dan Kaum Tua berawal

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |115 ketika pada awal abad ke-20, tepatnya Padang Panjang, dan Haji Abdul Karim ketika pada sekitar tahun 1906 empat Amrullah Maninjau, yang dikenal ulama Minangkabau kembali dari Tanah sebagai Inyiek Rasul. Suci Makkah setelah beberapa tahun Diceritakan bahwa dalam belajar agama kepada Syaikh Ahmad pertemuan tersebut terjadi perdebatan Khatib al-Minangkabawi. Keempat hangat antara dua kelompok ulama ini ulama itu adalah: Haji Muhammad Jamil tentang boleh tidaknya praktek tarekat Jambek Bukittinggi, Haji Muhammad menurut Islam. Akan tetapi, kendati Taib Umar Sungayang Batusangkar, Haji berlangsung hingga larut malam, tidak Abdullah Ahmad Padang Panjang, dan tercapai kata sepakat di antara dua Haji Abdul Karim Amrullah Maninjau kelompok ulama tersebut, sehingga (Fathurahman, 2008). perbedaan pandangan, dan karenanya Secara spesifik, keempat ulama pertentangan, antara para ulama tarekat pembaharu ini menyoroti praktek Syathāriyyah dengan para ulama tarekat, khususnya tarekat Syathāriyyah. pembaharu pun terus berlangsung. Mereka menganggap bahwa praktek Dan, momentum inilah yang disebut tarekat tersebut bertentangan dengan dalam naskah Risalah Mizan al-Qalb, ajaran Islam. Menurut Amin, “…tarekat sebagai asal mula munculnya istilah itu sudah menjadi perbincangan mereka Kaum Tua dan Kaum Muda: dengan guru mereka bahwa tarekat itu “…maka di sinilah asal adalah …”. (Amin, 1989; Pramono, mulanya sebutan kaum tua (kaum 2008). kuno), karena ulama-ulama yang Pada tahun 1907 misalnya, Haji mempertahankan tarekat itu telah Muhammad Jamil Jambek mengadakan tua-tua semuanya, yaitu lima pertemuan terbatas dengan puluh tahun ke atas. Sedangkan mengundang tokoh-tokoh ulama yang membatalkan tarekat itu Syathāriyyah tarekat untuk datang ke ulama-ulama muda semuanya, rumahnya dan berdiskusi berkaitan yaitu tiga puluh tahun ke bawah. dengan perbedaan pandangan atas Maka dinamai orang mereka praktek tarekat tersebut. Di antara kaum muda (kaum baru) Syathāriyyah ulama tarekat yang hadir, sehingga masyhurlah sesudah itu dan rata-rata telah berusia tua, adalah: sebutan kaum kuno dan kaum Syaikh Khatib Muhammad Ali al- muda. Maka di sinilah asal Padani, Syaikh Muhammad Dalil mulanya sebutan itu…”(Amin, (Tuanku Syaikh Bayang), Tuanku 1989). Syaikh Khatib Sayyidina Syaikh Muhammad Taib Sibarang Padang, Jika dilihat penjelasan Latief dan dan Tuanku Imam Masjid Ganting Amin di atas, awal mula terjadi padang. Adapun dari kelompok ulama penyebutan Kaum Tua dan Kaum Muda pembaharu, yang rata-rata masih mulai lahir sekitar tahun 1905, 1906, dan berusia muda, antara lain: Haji Abbas 1907. Pada tahun 1918, ulama-ulama Daud Balingka, yang dikenal sebagai penganut paham ahlussunnah dan Inyiek Balingka, Haji Abdullah Ahmad bermazhab Syafi‟i mengadakan

116|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 pertemuan di Ladang Laweh Struktur Pengurusnya adalah: Bukittinggi. Pertemuan tersebut Ketua : Syaikh Muhammad Sa‟ad melahirkan komitmen untuk Mungka membentengi dan mempertahankan Cabang paham Ahlusssunnah wal-Jama‟ah. Pada Agam : Syaikh Abbas Qadhi pertemuan tersebut hadir antara lain: Cabang Syaikh Abbad al-Qadhi Ladang Laweh, Solok : Syaikh Machudum Syaikh Muhammad Sa‟ad Mungka, Cabang Syaikh Khatib Muhammad Ali Padang, Payakumbuh : Syaikh Abdul Wahid Syaikh Sulaiman Arrasuli Candung, Cabang Syaikh Abdul Wahid Tabek Gadang, Padang : Syaikh Khatib Syaikh Muhammad Jamil Jaho, Syaikh Muhammad Ali Abdul Madjid Koto Nan Gadang, Syaikh Cabang Jalaluddin Sicincin, Syaikh Muhammad Padang Arifin Batu Hampar, Syaikh Muhammad Panjang : Syaikh Muhammad Jamil Salim Bayur Maninjau, Syaikh Machudum Solok, dll. (Latief, 1988) membagi tokoh-tokoh Sjarkawi Machudum (2011:9-10) Kaum Tua kepada tiga periode. Periode menulis bahwa pada bulan Mei tahun pertama adalah tokoh-tokoh yang pada 1919 bertempat di Tarandam Padang, umunya terlibat polemik dengan Kaum Syaikh Khatib Muhammad Ali kembali Muda dalam jangka waktu tahun 1907 – melakukan debat terbuka dengan kaum 1928. Tokoh-tokoh angkatan periode muda yang dipimpin oleh Abdullah pertama sebagaimana dijelaskan Latief Ahmad (Nofrianti & Mirdad, 2018; adalah orang-orang yang terlibat Tarihoran, 2018). Debat ini dilanjutkan polemik dengan Kaum Muda, di surau Syaikh Khatib Muhammad Ali mendirikan madrasah sebagai pengganti sendiri yang di dampingi oleh H. surau dan mendirikan organisasi Kaum Hassan Basri Maninjau, Syaikh Sulaiman Tua. Organisasi-organisasi tersebut Arrasuli, Syaikh Abbas al-Qadhi, Syaikh adalah seperti Ittihad Ulama Sumatera Muhammad Djamil Jaho, Syaikh Abdul di Bukittinggi tahun 1921 yang dipimpin Wahid Tabek Gadang dan Syaikh oleh Syaikh Sa‟ad Mungka, Persatuan Machudum Solok. Sedangkan dipihak Madrasah-madrasah Tarbiyah di kaum muda adalah H. Abdullah Bukittinggi tahun 1928 yang kemudian Ahmad, Jamil Jambek, Abd Hamid dirobah menjadi Persatuan Tarbiyah Hakim. Debat dihadiri oleh ribuan Islamiyah di Bukittinggi pada tahun pendengar. Pertemuan ini dipimpin oleh 1931 yang ketuanya adalah Sultha‟in seorang pejabat Belanda dan seorang atau sulthani Dt Rajo Dubalang. Mereka orientalis ternama Prof. B.J.O Schrieke. ini adalah ulama-ulama pruduk surau Pada tahun 1920, ulama-ulama yang dan sebagian pernah bermukim di hadir pada pertemuan di Ladang Laweh Makkah dan belajar dengan Ahmad mendirikan perserikatan ulama Khatib Al-Minangkabawi yang tinggal Sumatera (Vereeniging Ittihadoel Oelama di Makkah dan menjadi guru dan imam Sumatera disingkat VIOS). bermazhab Syafi‟i di Masjidil Haram

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |117 Periode angkatan kedua dari tahun 1928 12 Syaikh Abdul Koto Nan Gadang – 1950, dan angkatan ketiga sesudah Majid (w. 1953) Payakumbuh tahun 1950. 13 Syaikh Adam Palembayan 14 Syaikh Abdul Balubus Payakumbuh Tabel 2: Qadim (w. Daftar Nama Tokoh-Tokoh Kaum Tua 1957) Periode Pertama 15 Syaikh Ibrahim Tiakar Payakumbuh No. Nama Keterangan 16 Syaikh Darwisy Batu Hampar 1 Syaikh Sa‟ad Ketua Ittihad Ulama al-Arsyadi (w. Payakumbuh ibn Tinta‟ Sumatera tahun 1921- 1965) Mungka Lima 1923 mendirikan surau 17 Syaikh Kumpulan Pasaman Puluh Kota pada tahun 1905 Muhammad (1857-1923) Zain 2 Syaikh Khatib Berasal dari Muara 18 Syaikh Ma‟sum Panampung Bukittinggi Ali (1871-1970) Labuh dan tinggal di 19 Syaikh Talu Pasaman Kota Padang, Muhammad mendirikan surau Yunus halaqah pada tahun 20 Syaikh Yunus Magek Bukittinngi 1905 Yahya 3 Syaikh Abdul Mendirikan surau 21 Syaikh Husen Pasir Bukittinggi Wahid* halaqah pada tahun Amin 1906 di Tabek Gadang 22 Syaikh Simalanggang Payakumbuh Abdurrahman Payakumbuh 4 Syaikh Pendiri MTI Candung 23 Syaikh Tarantang Payakumbuh Sulaiman al- dan sesepuh Perti, Mahmud Rasuli Candung mendirikan surau 24 Syaikh Malalo Tanah Datar (1871-1970) halaqah pada tahun Zakariya 1907 (Naqsyabandi) 5 Syaikh Mendirikan surau 25 Syaikh Arifin Kamang Bukittinggi Muhammad halaqah tahun 1910 Jamil Adam* 26 Syaikh Koto Marapak Pariaman 6 Syaikh Dari Bayang Painan dan Muhammad Muhammad tinggal di Padang Rasyad Dalil (1864- 27 Syaikh Abu Maninjau 1923) Bakar 7 Syaikh Abbas Ladang Lawas 28 Syaikh Batu Tanyuh Qadhi (1863- Bukittinggi dan pendiri Muhammad Payakumbuh 1949) Arabiyah School Kanis 8 Syaikh Arifin Batu Hampar 29 Syaikh Pariaman al-Arsyadi (w. Payakumbuh Muhammad 1938) Jamil 9 Syaikh Abdul Tabek Gadang 30 Tuanku Aluma Koto Tuo Ampek Koto Wahid (w. 1369 Payakumbuh dan Agam H) Pendiri MTI Tabek 31 Tuanku Uwaik Guguak Malalo Tanah Gadang Limo Puluah Datar 10 Syaikh Melanjutkan surau (Syathāriyyah) Muhammad Syaikh Muhammad 32 Tuanku Ismail Kiambang Sicincin, Jamil Jaho Adam dan merubah Pariaman, murid (1875-1940), nama surau menjadi Tuanku Aluma Halaqah Tarbiyah Sumber: Disarikan dari M. Sanusi (Latief, 1988), Isamiyah tahun 1922, Sjarkawi Machudum (2011). kemudian berubah

menjadi MTI Jaho 11 Syaikh Muham- Bonjol Pasaman Tokoh-tokoh Kaum Tua generasi mad Sa‟id kedua adalah mereka yang menjadi hasil Bonjol (w. 1978) 118|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 didikan dari angkatan pertama dan 4 H. Mansur Dt. Pendiri MTI dan bahkan banyak diberikan keprcayaaan Nagari Basa, pimpinan tarekat memimpin organisasi dan perguruan. lahir 1908 di Naqsyabandiyyah Tabel 3 Pakan di kampungnya. Tokoh-Tokoh Kaum Tua Generasi Sinayan, Alumni MTI Jaho Kedua Kamang tahun 1926. Pernah Mudik menjadi Ketua No Nama Keterangan Mahkamah 1 H. Sultha‟in Ketua Persatuan Syar‟iyyah atau Sulthani Madrasah Tarbiyah Sumatera Tengah Dt. Rajo tahun 1928, dan (19581963), Dubalang. ketua Persatuan Pengawas Peradilan Lahir 1906 di Tarbiyah Islamiyah Agama Sumatera Bayur (PERTI) tahun 1931- Tengah (1958-1963, Maninjau 1933 Anggota MPRS RI 2 H. Sirajuddin Ketua Redaksi (1966-1967), Dekan Abbas (1903- Majalah al-Raddu Fakultas Syari‟ah 1980) wa-al-Mardud IAIN di Bukittinggi Putra Syaikh Ittihad Ulama tahun (1967-1971), Ketua Abbas Qadhi, 1923. Pernah Presedium IAIN lahir di menjadi Konsulat Padang (1971-1974) Bengkawas Hindia Belanda di 5 H. Umar Lulusan MTI Jaho Bukittinggi Jeddah pada tahun Bakri, lahir tahun 1928, 1927-1933. Ketua 1912 di muballigh PERTI tahun 1937- Pariangan terkemuka, anggota 1945. Pemimpin Padang Konstituante RI Majalah Soearti Panjang. (1955-1959) dan 1937-1942. Ketua Kepala Jawatan Dewan Tertinggi Agama Kabupaten Partai PERTI (1945- Tanah Datar (1963- 1965). Dan pernah 1969) menjadi Menteri 6 Hj. Syamsiyah Pendiri MTI khusus Kesejahteraan Abbas lahir puteri tahun 1938, Negara tahun 1954 1905, di menjadi anggota 3 H Rusli Abdul Pernah menjadi Bengkawas Konstituante RI Wahid. Lahir Ketua Umum Bukittinggi tahun 1955-1959 1908 di Tabek (Tanfidziyyah) 7 Haji Pernah menjadi Gadang Partai Islam PERTI Jalaluddin, Sekretaris Umum Payakumbuh. tahun 1955-1969, (1882-1976). PERTI dan tangan dan pernah menjadi Lahir di Koto kanan Sirajuddin Menteri Urusan Baru Tigo Abbas. Mendirikan Irian Barat pada Maninjau Partai Politik tahun 1956 Thariqat Islam

(PPTI) dan jadi ketuanya tahun 1945-1975 Sumber: Disarikan dari (Latief, 1988)

Tokoh-tokoh Kaum Tua generasi ketiga rata-rata lahir tahun 1920 dan

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |119 sesudahnya. Mereka juga aktif di bidang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar- pendidikan dan politik. Di antara Rasuly pada tahun 1907. Pada bulan Mei mereka bahkan ada yang melanjutkan tahun 1928 sistem pendidikannya pelajaran ke al-Azhar Mesir. Di antara diubah menjadi sistem berkelas dengan yang menonjol pada angkatan ketiga ini nama Madrasah Tarbiyah Islamiyah adalah H. Ma‟ana Hasnuti, lahir 1926. (MTI) Candung. (Sjarkawi Machudum, Berasal dari Gantung Ciri Solok. Tokoh 2011:4 dan (Kosim, 2016). lainnya H. Izzuddin Marzuki LAL. Lahir Syaikh Sulaiman al-Rasuli juga 1920 di Panampung Bukittinggi, Anas mengajak ulama-ulama kaum tua Yamin, lahir 1930 di Padang Ganting, lainnya untuk mengubah surau mereka Mawardi Wali. Lahir 1929 di Jaho menjadi Madrasah. Pada tanggal 5 Mei Padang Panjang, Sofyan Siraj lahir 1925, 1928, Syaikh Sulaiman al-Rasuli putera Sijaduddin Abbas, lulusan HIS, mengundang ulama-ulama kaum tua pernah memimpin angkatan muda lainnya seperti, Syekh Ahmad Baruh PERTI dan tokoh-tokoh lainnya. Gunung (50 Koto), Syekh Abbas Qadhi Pembaharuan pendidikan kaum Ladang Lawas, Syekh Muhammad Jamil tua dimulai dengan dirintisnya Jaho, Syekh Abdul Wahid Shalihi Tabek Madrasah Arabiyah School yang Gadang, Syekh Muhammad Arifin Batu didirikan oleh Syaikh Abbas Qadhi sejak Hampar, Syekh Alwi Koto Nan Ampek, tahun 1919. Sekolah ini baru untuk Syekh Jalaluddin Sicincin, Syekh Abdul tingkat ibtidaiyyah. Salah seorang murid Majid Koto Nan Gadang, dan Syekh beliau yang tamat di Madrasah ini HMS Sulaiman Bukittinggi, Syaikh adalah Sultha‟in dari Bayur Maninjau. Arsyad Batu Hampar untuk berkumpul Sultha‟in ingin melanjutkan belajarnya di Surau Tangah Candung. Pada waktu ke Madrasah tersebut disepakati untuk merobah Parabek yang didengarnya sudah surau-surau mereka menjadi madrasah modern. Syaikh Abbas Qadhi tidak sehingga pada sa‟at itu sudah lahir merestui keiinginan Sulthain karena empat madrasah yaitu, Madrasah Sumatera Thawalib Parabek dianggap Candung, Madrasah Jaho, Madrasah merupakan sekolah Kaum Muda. Padang Japang, dan Madrasah Batu Akhirnya Sultha‟in di suruhnya Hampar. Pada waktu pertemuan itu juga mengantarkan suratnya kepada Syaikh dibentuk sebuah wadah untuk Sulaiman al-Rasuli yang isinya mengembangkan madrasah-madrasah mendesak agar Sulaiman al-Rasuli yang mereka namakan “Persatuan mengambil langkah untuk merobah Madrasah Tarbiyah” dan Sulthain Surau Canduang menjadi madrasah. ditunjuk sebagai ketuanya pada tahun Atas desakan tersebut, maka Syaikh 1928-1930 (Latief, 1988). Sulaiman al-Rasuli mulai merobah Pada bulan Mei tahun 1930 sistem pendidikan surau Candung yang persatuan Madrasah Tarbiyah didirikannya pada tahun 1908 menjadi mengadakan Konfrensi pertama di madrasah dengan sistem klasikal pada Candung. Sjarkawi (2011: 19) tahun 1926 (Latief, 1988:251). Sumber menyebutnya Kongres I PTI. Dalam lain menuyebutkan surau Canduang konfrensi ini diputuskan pembentukan

120|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 organisasi permanen yang bernama organisasi sosial keagamaan. Oleh “Persatuan Tarbiyah Islamiyah” yang karena itu diminta untuk menyiapkan disingkat PTI. Sebagai ketuanya tetap persayaratan sebagai layaknya partai ditunjuk Sultha‟in Dt. Rajo Dubalang politik dan akan disikapi oleh Belanda yang menjabat tahun 1930-1932 sebagai sebuah partai politik. Setelah (Sjarkawi, 2011: 19). Sumber lain pertemuan tersebut, banyak ulama menyebutkan (Shamad & Chaniago, menarik diri dari oganisasi sehingga 2007; Stoddard & Sidman, 1966) organisasi tidak memiliki aktifitas. menyebutkan bahwa ketua Persatuan Banykanya ulama Kaum Tua yang Tarbiyah Islamiyah (PTI) yang terbentuk menarik diri karena tidak mau terllibat pada 20 Mei 1930 ini adalah Syekh ke dalam politik, ditambah dengan Sulaiman Ar-Rasuly bukan Sultha‟in. pengetauan mereka tentang banyaknya Namun, penulis lebih cenderung untuk tokoh-tokoh politik sebelumnya seperti mengikuti pendapat pertama karena PNI, PERMI dan lainnya yang ditangkap lebih kuat. dan dibuang oleh Belanda (Latief, 1988). Pada tanggal 14 Mei 1932, PTI Pada tanggal 3-5 Mei 1935 dalam mengadakan Kongres ke II di acara muzakarah dalam menyikapi Payakumbuh (Sjarkawi Machudum, organisasi yang telah berganti nama 2011: 24). Sementara itu Sanusi (Latief, menjadi PPII ini, kemudian disepakati 1988) menulis pada tahun 1931. Dalam dibentuknya pengurus penggantian Kongres kedua ini lebih banyak dihadiri antar waktu dengan menunjuk Syaikh oleh kelompok muda terjadi peralihan Hasan Basri sebagai ketua, KH ketua dari Sultha‟in pindah kepada H. Baharuddin Arrasuli sebagai Sekretaris. Abdul Majid Koto Nan Gadang Kemudian pada tanggal 20-30 Mei 1937 Payakumbuh. Pada waktu itu juga diadakan muzakarah Ulama Persatauan organisasi dikembangkan menjadi Tarbiyah Islamiyah di Candung. Dalam organisasi pendidikan, dan sosial muzakarah ini diputuskan untuk keagamaan yang lebih luas. Pada mengembalikan nama organisasi Kongres 1932 ini, PTI merobah nama menjadi Persatuan Tarbiyah Islamiyah organisasi menjadi Persatuan (Tarbiyah). Namun untuk tingkat pelajar Pendidikan Islam Indonesia (PPII). tetap dinamakan PPII. Pada akhirnya Sanusi Latief menulis pada tahun 1931 Tarbiyah Islamiyah ini disingkat dengan diadakan konfrensi (Kongres) kedua di PERTI. Batu Hampar Tabel 4 Namun organisasi ini lumpuh Tokoh-Tokoh Kaum Tua yang Memimpin PERTI karena sehari setelah kongres, pengurus No Nama Tahun Keterangan dan ulama terkemukanya dipanggil oleh 1 Sultha‟in 1928- Ketua Persatuan Tuan Luhak Lima Puluh Kota dan Dt. Rajo 1930 Madrasah Tarbiyah memberitahukan bahwa PPII yang baru Sampono hasil pertemuan di (hidup Candung saja dibentuk, karena adanya kata 1906- 1930- Persatuan Tarbiyah “Indonesia” pada nama organisasi 1988) 1932 Islamiyah (PTI) tersebut telah dinilai oleh Belanda Kongres I di Candung. Menurut sebagai partai politik bukan sebagai Alaiddin Koto

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |121 No Nama Tahun Keterangan No Nama Tahun Keterangan (1996:27), pada tahun Dewan Tertinggi 1930 tidak disebut Partai H. Rusli Kongres I, tetapi Wahid sebagai Ketua semacam Rapat Pengurus Besar PI Besar saja di PERTI. Candung. Pada Kongres IX 2 H.Abdul 1932- Kongres II PTI di tanggal 13-20 April Majid 1935 Payakumbuh dan 1962 pimpinan PI Koto Nan berganti nama PERTI kembali Gadang menjadi PPII dipegang Sirajuddin 3 H. Hasan 1935- Pengurus Abbas menjadi Ketua Basri 1937 penggantian antar Umum DPP PI Waktu I. Putusan PERTI. Tanggal 20 muzakarah di April 1962 H Rusli Candung Abdul Wahid 4 H. 1937- Ketua PTI pergantian memproklamirkan Sirajuddi 1939 antar waktu II, berdirinya DPP PI n Abbas putusan Muzakarah PERTI tandingan. (lahir 5 di Candung Pada tanggal 13-20 Mei 1905) 1939- Ketua Pengurus Februari 1965 pada 1945 Besar PERTI, hasil Kongres ke X Kongres PERTI III di kembali Sirajuddin Padang Abbas ditunjuk 1945- Kongres IV di memimpin PI PERTI 1965 Bukittinggi, tanggal 5 H Rusli 1966- PERTI berkecamuk 23-24 Desember 1945 Abdul 1968 dalam konflik memilih Sirajuddin Wahid internal Abbas sebagai Ketua 6 H. Rusli 1968 Tiga orang ini Dewan Tertinggi Abdul mengklaim masing- Partai Islam PERTI. Wahid, masing mereka Kepemimpuinan T.S. sebagai Ketua PERTI Sirajuddin Abbas Mardjoha berlanjut dipilih n pada Kongres V Rusli A. Partai Islam PERTIdi Chalil Bukittinggi tahun 1 Maret 1969, Syekh Sulaiman Ar-Rasuly 1947, Kongres VI di memberikan Dekrit atau himbauan agar PERTI Bukittinggi tahun kembali ke khittah 1928 1950. Pada Kongres H. 1970 Ketua I hasil Mubes I ke VII 22-29 Agus Baharud Persatuan Tarbiyah 1953 di Jakarta Partai din Rusli Islamiyah yang PERTI menunjuk Putera disingkat “Tarbiyah” Sirajuddin Abbas Sulaiman . selanjutnya sebagai Ketua al-Rasuli digantikan H. Dewan Tertinggi Ma‟ana Hasnuti Partai H. Rusli hingga tahun 1978, Wahid sebagai Ketua kemudian beralih Pengurus Besar PI kepada Haji Ahmad PERTI. Pada HMS dari Bima Kongres VIII Sumber: disarikan dari (Latief, 1988) dan (Koto, tanggal 9-16 Agust 1996) 1955 kembali menetapkan Berdasarkan kajian terhadap Sirajuddin Abbas beberapa sumber, di kalangan Kaum sebagai Ketua 122|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 Tua, pembaharuan lembaga pendidikan 2 Syaikh Sungayang Bt dari Surau adalah dengan merubah Muhammad Sangkar, pendiri Thaib Umar Madras School, dan surau menjadi Madrasah Tarbiyah (1874-1920) orang pertama Islamiyah yang disingkat dengan “MTI”. memakai bahasa Pada tahun 1937 sudah tercatat 137 buah Indonesia dalam MTI. Dan pada tahun 1938 didirikan khutbah jum‟at di pula sebuah Madrasah khusus untuk Masjid Lantai Batu puteri yaitu MTI Puteri di Bengkawas Batu Sangkar 3 Syaikh Sunagi Batang Bukittinggi yang dipimpin oleh Ummi Abdul Maninjau, pendiri H. Syamsiyah Abbas. Di samping MTI, Karim Madrasah Thawalib di kalangan Kaum Tua juga masih Amrullah Padang Panjang terdapat sistem surau dengan memakai (1879-1949) tahun 1921 pola halaqah dalam pengajarannya 4 Syaikh Di Padang Panjang, bahkan ada yang mengambil model Abdullah kemudian pindah ke Ahmad Padang, pendiri campuran antara halaqah dan sistem (1878-1933) Adabiyah School klasikal (Latief, 1988; Yunus, 2018). tahun 1909, dan penerbit Majalah al- Munir 1911-1916 dan Pembaharuan Kaum Muda Terhadap mendirikan PGAI Pendidikan Surau tahun 1919 di Padang 5 Syaikh H. Balingka Bukittinggi Kriteria Kaum Muda sebagaimana Daud disebutkan Latief adalah pertama, Rasyidi pemurnian agama dari segala hal yang (1880-1948) tidak berasal dari ajaran yang 6 Syaikh Parabek Bukittinggi, disampaiakan oleh Rasulullah. Kedua, Ibrahim pendiri Madrasah Musa (1882- Thawalib Parabek, pembaharuan dalam pemikiran dan 1963) dan penerbit majalah pemahaman ajaran-ajaran agama yang al-Bayan berarti keharusan untuk berijtihad dan 7 Syaikh Padang Japang Lima menjauhi kejumudan. Ketiga, Abbas Puluh Kota, pendiri modernisasi dalam pendidikan, sosial, Abdullah Madrasah Thawalib dan politik (Latief, 1988). (1983-1957) Padang Japang dan pimpinan Majalah al- Imam Tabel 6: Tokoh Kaum Muda Sumber: Disarikan dari (Latief, 1988) Periode Pertama dan Lembaga

Pendidikannya

No. Nama Keterangan KESIMPULAN 1 Syaikh Bukittinggi, ahli Muhammad falaq, dan orang Sebagai lembaga yang memiliki Jamil pertama mekakai fungsi kultural dalam pranata budaya Jambek metode tabligh Minang, surau adalah tradisional (1862-1947) keliling sebagai metode dakwah karena surau merupakan sebutan untuk bangunan atau lembaga yang lahir dari rahim kearifan masyarakat lokal Minangkabau. Sedangkan surau sebagai

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |123 sebuah lembaga yang memiliki fungsi Fathurahman, O. (2008). Tarekat pendidikan dan dakwah Islam, maka Syattariyah di Minangkabau. surau sangat tepat disebut sebagai Prenadamedia Group. sesuatu yang modern yang tentu sesuai Furqan, M. (2019). Surau dan dengan konteks zamannya pada waktu Sebagai Lembaga Pengembang itu. Masyarakat Islam di Indonesia

(Kajian Perspektif Historis). Jurnal AL-IJTIMAIYYAH: Media Kajian Pengembangan Masyarakat REFERENCES Islam, 5(1). Abidin, H. M. oed, & Effendi, N. (2015). Graves, E. E. (2009). The Minangkabau Surau Kito. Gre Publishing. response to Dutch colonial rule in Amaruddin, M. A. (2015). Studi Tafsir the nineteenth century. Equinox Al-Qur‟an Al-Karim Karya Publishing. Mahmud Yunus. SYAHADAH, Hadi, S. (2015). Metodologi riset. 3(2). : Pustaka Pelajar. Amin, I. M. A. M. (1989). Risâlah Mizân Hamami, T. (2004). Pendidikan Agama al-Qalb. Naskah tulisan tangan Islam di Sekolah Umum sebagai koleksi Imam Maulana Abdul Keharusan Sejarah. Jurnal Manaf Amin. Batang Kabung, Pendidikan Agama Islam, 1(2), Koto Tangah, Padang Sumatra 171–191. Barat. Hamka, P. (1967). Pandangan hidup Azra, A. (1999). Pendidikan Islam: Tradisi muslim. Pustaka Aman Press. dan modernisasi menuju milenium baru. Logos Wacana Ilmu. Hanani, S. (2016). Tradisi Ulama Transformatif Minangkabau Azra, A. (2017). Surau, pendidikan Islam dalam Membangun Pendidikan tradisional dalam transisi dan Karakteristik Berbasis Responsif modernisasi. Pusat Pengkajian Teologis dan Kontribusinya Islam dan Masyarakat, UIN terhadap Penguatan Moralitas. Syarif Hidayatullah Jakarta …. Sosial Budaya, 12(2), 191–202. Dobbin, C. (2016). Islamic revivalism in a Hasibuan, Z. E. (2016). The Portrait of changing peasant economy: Central Surau as a Forerunner of Sumatra, 1784-1847. Routledge. Madrasah: The Dynamics of Faslah, R. (2016). Corak Neo- Islamic Institutions in Sufismeulama Tarekat Minangkabau Toward Syatariyah: Studi Jaringan Modernization. AJIS: Academic Ulama Nusantara Abad Ke-17. Journal of Islamic Studies, 1(1), 1– AT-TURAS: Jurnal Studi 28. Keislaman, 3(2).

124|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 Karel, S. A. (1984). Beberapa Aspek Burhanuddin). Pedagogi: Jurnal Tentang Islam di Indonesia Ilmu Pendidikan, 12(2), 39–46. Jakarta: Terjemahan Abad ke-19. Noer, D. (1973). The modernist Muslim Bulan Bintang . movement in Indonesia, 1900-1942. Kosim, M. (2016). Syekh Sulaiman Al- Singapore; New York: Oxford Rasuli Tokoh Pendidikan Islam University Press. Turast: Jurnal Bercorak Kultural. Noer, D. (1983). Administrasi Islam di Penelitian Dan Pengabdian (e- Indonesia. Rajawali. Journal), 3(1), 23–42. Nofrianti, M., & Mirdad, J. (2018). Koto, A. (1996). Pemikiran politik Wacana Religio-Intelektual Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Abad 20: Dinamika Gerakan 1945-1970 . Susqa Press. Kaum Tuo dan Kaum Mudo di Kroeskamp, H. (1931). De westkust en Minangkabau. Khazanah: Jurnal Minangkabau (1665-1668). Sejarah dan Kebudayaan Islam. drukkerij Fa. Schotanus en Jens. Pramono, P. (2008). Ideologi Aksara Latief, M. S. (1988). Gerakan kaum tua di Jawi: Kebertahanan Bahasa Minangkabau. Disertasi. Jakarta: Melayu dalam Tradisi IAIN Syarif Hidayatullah. Pernaskahan di Minangkabau. Linguistika Kultura, 1(3). Mahmud, Y. (1996). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Pramono, P. (2009). Surau dan Tradisi Hidakarya. Pernaskahanislam di Manaf, M. (2012). Sistem Pendidikan Minangkabau: Studi Atas Surau: Karakteristik, Isi dan Dinamika Tradisi Pernaskahan Literatur Keagamaan. Ta’dib: di Surau-Surau di Padang dan Journal of Islamic Education (Jurnal Padang Pariaman. Hunafa: Jurnal Studia Islamika 6 Pendidikan Islam), 17(02), 255– , (3), 247–272. 270. Schrieke, B. J. O. (1973). Pergolakan agama di Sumatra Barat: Sebuah Manti, B. B., Husaini, A., Mujahidin, E., sumbangan bibliografi & Hafidhuddin, D. (2016). (Vol. 31). Konsep Pendidikan Modern Bhratara. Mahmud Yunus dan Shamad, I. A., & Chaniago, D. M. (2007). Kontribusinya Bagi Lembaga Islam dan Praksis Kultural Pendidikan Islam di Indonesia. Masyarakat Minangkabau. Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Jakarta: Tintamas. Islam 5 , (2), 151–183. Sidi, G. (1962). Masjid Pusat Ibadah dan Natsir, M. (2012). Peranan Surau Sebagai Kebudayaan Islam. Djakarta: Lembaga Pendidikan Islam Pustaka Antara. Tradisional Di Padang Pariaman

Sumatera Barat (Surau Syaikh

Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |125 Siswayanti, N. (2014). Muhammad Syahminan, S. (2014). Modernisasi Djamil Djambek: Ulama Sistem Pendidikan Islam di Pembaharu Minangkabau. Jurnal Indonesia pada Abad 21. Jurnal Lektur Keagamaan, 12(2), 479–498. Ilmiah Peuradeun, 2(2), 235–260. Stoddard, L. T., & Sidman, M. (1966). Tarihoran, A. S. (2018). Sjech M. Djamil Programming perception and Djambek Pengkritik Tarekat learning for retarded children. In yang Moderat di Minangkabau. International review of research in Alhurriyah: Jurnal Hukum Islam mental retardation (Vol. 2, pp. (Alhurriyah Journal of Islamic 151–208). Elsevier. Law), 12(2), 1–13. Stokes, J. (2006). How to do media and Taylor, S. J., & Bogdan, R. (1984). cultural studies: Panduan untuk Introduction to qualitative research melaksanakan penelitian dalam methods: The search for meanings. kajian media dan budaya. Bentang Wiley-Interscience. Pustaka. Yunus, Y. (2018). Sastra Ulama Suyanto, B. (2005). Sutinah, Metode Minangkabau: Studi Nilai Didik Penelitian Sosial: Berbagai Akidah dalam Syair Syekh Alternatif Pendekatan. Jakarta: Sulaiman Al-Rasuli. Diwan: Kencana. Jurnal Bahasa Dan Sastra Arab, 10 (1), 801–817.

126|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019