Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam Di Minangkakbau
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Turast 7 (1) 2019 Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/turast/index Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkakbau Ahmad Rivauzi Universitas Negeri Padang, Indonesia Email: [email protected] DOI: https://doi.org/10.15548/turast.v7i1.181 (Diterima: 18 Maret 2019. Disetujui: 24 Juni 2019. Diterbitkan: 30 Juni 2019) Abstrct This article aims to describe and analyze the growth and renewal of Islamic education in Minangkabau. This is a qualitative research type through library research. The results showed that among the leaders of the elderly the educational reform was carried out by establishing a Madrasah as a surau replacement and establishing an organization such as the Ittihad Ulama Sumatera in Bukittinggi in 1921 led by Shaykh Sa'ad Mungka, Persatuan Madrasah-Tarbiyah in Bukittinggi in 1928 which then it was changed to the Union of Tarbiyah Islamiyah in Bukittinggi in 1931 whose leader was Sultha'in or Sulthani Dt Rajo Dubalang. Whereas among young people who have characteristics as religious purification movements, renewal of thought and understanding of religious teachings and modernization in education, social and politics, establish schools including Madras School by Shaykh Muhammad Thaib Umar (1874-1920) , Madrasah Thawalib Padang Panjang in 1921 by Shaykh Abdul Karim Amrullah (1879-1949), Adabiyah School in 1909 in Padang Panjang, and founded PGAI in 1919 in Padang by Shaykh Abdullah Ahmad (1878-1933) and others Keywords: Growth and Renewal, Islamic Education, Minangkabau PENDAHULUAN sebelumnya belum ada bukti yang dapat Model dan sistem pendidikan ditemukan tentang sistem pendidikan surau era awal di Mingkabau, tidak Islam di Minagkabau. mudah untuk dilacak, hingga sejauh ini Burhanuddin merupakan ulama para sejarawan baru mampu penting pertama yang mendirikan surau menyimpulkan bahwa bentuk awal sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sistem pendidikan Islam di Minagkabau pendidikan (Hanani, 2016; Natsir, 2012). adalah surau yang dirintis oleh Syekh Di sana ia mengajarkan murid-muridnya Burhanuddin Ulakan. Hal ini dengan berbagai jenis disiplin ilmu berlangsung pada akhir abad 17 di Islam, dengan prioritas pada pendidikan Ulakan Pariaman. Sedangkan pada masa tashawwuf tarekat Syathāriyyah. Ketika murid-muridnya menyelesaikan digunakan untuk tempat pertemuan, studinya, mereka kembali ke daerahnya berkumpul, rapat, dan tempat tidur para masing-masing dan menyebarkan Islam pemuda atau remaja putra dan kadang di sana. Burhanuddin Ulakan adalah juga dimanfaatkan oleh orang yang seorang ulama yang memiliki sudah kawin dan orang tua dan pengetahuan agama yang luas (Faslah, sekaligus memiliki nilai kesakralan. 2016; Pramono, 2009). Kualitas dan Dalam kultur masyarakat Minangkabau, kompetensi keilmuan murid-muridnya surau adalah milik kaum atau indu atau hasil asuhannya juga tidak diragukan paruik yang merupakan bagian dari suku dan keulamaannya diakui oleh (Abidin & Effendi, 2015). Surau dalam masyarakat (Azra, 2017). Sehubungan fungsinya di atas, untuk daerah lain juga dengan itu artikel ini bertujuan untuk terdapat meunasah di Aceh, lobo untuk mengiraikan dan menganalisis sebutan di daerah Toraja Timur (Sidi, pertumbuhan dan pembaharuan 1962). pendidikan Islam di Minangkabau. Sebelum Islam, surau merupakan bangunan kecil yang dibangun di METODE PENELITIAN puncak-puncak bukit, dataran tinggi maupun di daerah-daerah pedesaan Penelitian ini merupakan untuk penyembahan arwah nenek penelitian kepustakaan (library research) moyang. Dalam perkembangan dengan arah penelitiannya pada selanjutnya, Surau terintegrasi ke dalam pengkajian dan penelusuran ide-ide dan struktur bangunan rumah gadang khasanah pemikiran pada sumber- (bangunan rumah tradisional sumber kepustakaan (Hadi, 2015). Pada Minangkabau) yang didirikan oleh suatu dasarnya penelitian kepustakaan juga kaum dari satu keturunan, dengan termasuk kategori penelitian kualitatif fungsi yang lebih luas yakni sebagai karena terdapatnya kepentingan tempat menginap dan berkumpul bagi terhadap penafsiran dan mencari makna kaum laki-laki (Azra, 1999; Furqan, dari teks-teks tertulis (Suyanto, 2005). 2019). (Stokes, 2006), dan menghasilkan data Sumber lain menyebutkan bahwa deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang surau juga berasal dari tradisi dapat diamati dari orang-orang yang Adityawarman yang membuat bihara diteliti (Taylor & Bogdan, 1984). yang dijadikan sebagai tempat orang- orang muda mempelajari adat dan agama budha serta untuk menyelesaikan HASIL PENELITIAN DAN masalah-masalah sosial yang terdapat di PEMBAHASAN Saruaso. Kata “saruaso” berasal dari dua kata, yaitu surau dan aso yang artinya Pendidikan Surau di Minagkabau surau pertama. Setelah Islam Surau atau langgar pada mulanya berkembang, tradisi surau dengan merupakan unsur kebudayaan asli yang fungsi yang sama tetap dilanjutkan pada awalnya bangunan surau ini (Kroeskamp, 1931). 110|Turast: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2019 Pada proses selanjutnya, setelah syar‟i (fiqih). Sebagaimana diungkapkan islamisasi memasuki wilayah (Dobbin, 2016), tarekat dan tashawwuf Minangkabau, Surau telah memainkan lebih memberikan jalan dakwah yang peranan penting dalam proses sangat persuasif dan kondusif pada islamisasi dalam dinamika yang masa itu (Zalnur, 2002). berkembang di tengah-tengah Selain surau Burhanuddin Ulakan, masyarakat Minangkabau (Akmal, t.t.; surau Burhanuddin Kuntu Kampar Maksum, 2018; Susanto, 2008). (wafat Tahun 1191 M) jelas jauh lebih Syekh Burhanuddin dianggap yang awal. Dia mengajar di Batu Hampar 10 pertama kali menerapkan prototype tahun, di Kumpulan 5 tahun, di Ulakan islamisasi melalui Surau dengan Pariaman 15 tahun , dan terakhir di mendirikan sebuah Surau di Ulakan Kuntu Kampar 20 tahun sampai dia Pariaman sekitar abad ke-17 (Graves, wafat. Peninggalan Burhanuddin Kuntu, 2009). (Hasibuan, 2016; Manaf, 2012; didapati sampai sekarang sebuah Natsir, 2012; Siswayanti, 2014) stempel dari tembaga dengan tulisan menjelaskan, surau dalam hal fungsinya Arab, sebelah pedang, sebuah kitab yang memiliki tiga peran, yaitu pertama bernama Fathul Wahab karangan Abi sebagai lembaga keagamaan sebagai Yahya Zakaria Anshari (Amaruddin, masjid kecil yang di sana dilaksanakan 2015; Hamami, 2004; Mahmud, 1996; berbagai kegiatan keagamaan seperti Manti, Husaini, Mujahidin, & shalat, dan kegiatan lainnya. Kedua Hafidhuddin, 2016; Syahminan, 2014). sebagai lembaga pendidikan sebagai Tabel 1 tempat mempelajari berbagai ilmu Pendidikan Surau Terkemuka di pengetahuan agama, dan ketiga berperan Sumatera Barat Abad 17-19 M Lembaga sebagai lembaga sosio-kultural yang No. Tahun Ket Pendidikan berfungsi sebagai tempat tidur dan 1 Surau Abad Wafat Tahun 1191 bermusyawarah dalam tradisi Burhanud 12 M M masyarakat Minangkabau. Surau din Kuntu Mengajar sebagai lembaga pendidikan juga dapat a. Batu Hampar disaksikan pada surau Syekh 10 tahun b. Kumpulan 5 Abdurrahman Batu Hampar tahun Payakumbuh (1777-1899 M) yang c. Ulakan dipandang memiliki berbagai Pariaman 15 kelengkapan sebagai lembaga tahun pendidikan formal. d. Kuntu Kampar 20 Pada pendidikan surau, tingkatan tahun kelas lebih didasarkan kepada tingkat 2 Surau 1680- 1066 – 1111 H/ kompetensi individual murid (Noer, Burhanud 1691 M 1691 M 1973). Kurikulum pendidikan pada din Abad Mulai mengajar Ulakan 17 M 1100 H (1680 M) surau Burhanuddin Ulakan pada abad s/d 1691 M = 11 17 M. lebih berfokous kepada tahun pendidikan tarekat dan hukum-hukum Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Minangkabau |111 3 Tuanku Abad Murid gencarnya upaya beliau melakukan Mansiang 17/18 Burhanuddin gerakan kemabali ke syari‟at. Tuanku Nan Tuo Nan Tuo Koto Tuo pernah belajar agama Paninjaua n dari Tuanku Mansiang Nan Tuo 4 Tuanku Belajar di Paninjauan, Tuanku Kamang, Tuanku Nan Tuo Makkah, ahli Sumanik, Tuanku nan Kaciak Koto Rao Mantiq, Ma‟ani Gadang. Kalau dilihat dari daftar 5 Tuanku Murid Tuanku gurunya, maka Tuanku Nan Tuo Nan Nan Tuo Rao, memiliki silsilah dengan pengembang Kacik ahli Mantiq, Koto Ma‟ani tarekat Syathāriyyah Burhanuddin Gadang Ulakan melalui Tuanku Mansiang Nan 6 Tuanku di Belajar di Aceh, Tuo Paninjauan (Azra, 2017). Sumanik ahli hadis, tafsir, dan faraidh Pembaharuan Tuanku Nan Tuo 7 Tuanku di Ahli sharaf Koto Tuo dicirikan dengan gerakan Talang pembaharuan terhadap kepercayaan dan Tuanku di Ahli nahu praktik kaum muslimin Minangkabau Koto Baru untuk lebih berorientasi kepada syari‟at Kubung Islam yang tentunya tidak tigo baleh 8 Tuanku 1723- Belajar agama meninggalkan kehidupan sufi. Gerakan Nan Tuo 1830 dari Tuanku pembaharuan Tuanku Nan Tuo Empat Abad Mansiang Nan merekommendasikan gerakan yang Angkat 18-19 Tuo Paninjauan, halus dan persuasif. Murid terbaiknya Koto Tuo M Tuanku Kamang, Jalaluddin Faqih Shagir Diang Tuanku Sumanik, diperintahkannya untuk mendirikan gap Tuanku nan Pemba Kaciak Koto surau dan melancarkan gerakan haru I Gadang pembaharuan tersebut di Koto Laweh 9 Jalaluddin Wafat Mendirikan Lereng Gunung Merapi Agam (Azra, Faqih 1870 M Surau Cangkiang, 2017). Sagir di Nagari Candung Koto Gelombang pembaharuan Laweh. Dia berikutnya dilancarkan oleh tiga orang adalah murid haji yang pulang dari Makkah. Tiga haji Tuanku Nan Tuo tersebut adalah Haji Miskin yang berasal Empat Angkat dari Batu Taba Empat Angkat, Haji Koto Tuo Abad 18 Sumanik, dan Haji Piobang. Gerakan Tabel diambil dari berbagai sumber tiga Haji diperkuat oleh Tuanku nan Renceh. Mereka inilah yang dikenal Gerakan Pembaharuan di dengan kelompok Paderi (Azra, 2017).