Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 73

Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta dalam Dualitas Struktur

Wahyuni Choiriyati Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Gunadarma Jalan Margonda Raya No. 100 Depok 16424, Jawa Barat, . Email: [email protected]

Abstract King declaration was delivered by X exposing his princess for next in order to be crowned in ’s palace.This raised contentious among Sultan Hamengkubuwono and his brothers. This was wrapped in cultural communication practicess in high level of context that was not easy to understand especially for society in general. This writing is to focus signifying king declaration in society in line to deep structure and culture. By phenomenology approach with critical paradigm, data gathered by in depth interviews and observation. Results of research found that king decralation was perceived as high context communication practices. This tended to economic political nuances. Nowdays, King has not dedicated to serve the society yet, but he tended to want to be respected. Power structure was maintained to secure the power legitimation including reveneu of land taxes and royal familiy businesses in palace. Each of them played the significant roles to secure and maintain in inner cirlce of power in the palace.

Keywords: succession of leadership, structure, power, culture and communication

Abstrak Sabdaraja yang disampaikan oleh Sultan mengungkapkan bahwa putri sulungnya akan diangkat menjadi penerus tahta kraton Yogyakarta. Hal ini menimbulkan ketegangan antara sultan Hamengkubuwono X dengan adik-adiknya. Semua ini dikemas dalam praktik komunikasi budaya konteks tinggi yang tidak mudah diterjemahkan masyarakat awam. Fokus tulisan ini adalah menggambarkan pemakanaan masyarakat Yogyakarta terkait sabdaraja dan segala hal yang berkaitan dengan struktur kekuasaan dan budaya yang melingkupinya. Menggunakan strategi fenomenologi dengan paradigma kritis, data digali dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi pada enam orang yang dianggap memahami konteks permasalahan ini di Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik komunikasi keluarga kraton merupakan bagian dari budaya konteks tinggi yang agak sulit dimakanai orang awam. Posisi sebagai pemimpin memberikan keuntungan secara politik dan ekonomi sehingga menimbulkan kontestasi dan ketegangan. Hal ini nampak dalam bisnis keluarga keraton dan pajak tanah yang diterima. Hal ini akan terus dilanggengkan melalui struktur budaya yang ada. Pemimpin tidak lagi berusaha melayani saat ini melainkan cenderung dilayani. Masyarakat dianggap tidak memiliki kepekaan dan tatanan kritis sehingga menerima tafsir strukturasi kekuasaan dengan terbuka karena dogma seorang Raja. Hal ini merupakan kekuatan yang dimainkan aktor sosial dalam realitas budaya, karena masyarakat sejatinya menghendaki sebuah wacana yang terbuka, arif dan bijak mengikuti elemen rasionalitas sekaligus kesadaran atas peran pemimpin bagi rakyatnya.

Kata Kunci: Suksesi Kepemimpinan, Struktur, Kekuasaan, Budaya dan Komunikasi 74 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman 73-84

Pendahuluan masing-masing, masyarakat nampak mengikuti Bagi warga Yogyakarta yang mencermati dengan seksama gejolak kraton. Kebanyakan Sabda Raja Sri Sultan HB X pada bulan April mencemaskan “sesuatu” terkait dengan sinar hingga Mei 2015 sempat mengalami kegelisahan, keagungan Kraton Yogyakarta. yang berujung pada kegaduhan opini warga Dalam konteks komunikasi trans terkait pada keputusan Sultan HB X. Masyarakat budaya, terdapat kondisi Heterofili, dimana hanya dapat meraba-raba makna Sabdaraja yang budaya seseorang akan tercermin dalam praktik dinilai dilingkupi misteri. Merujuk pada istilah komunikasi dengan orang lain. Karena itu, Tajuk Rencana harian Kedaulatan Rakyat yang komunikasi akan berlangsung damai apabila terbit pada 6 Mei 2015, Sabdaraja adalah titah masing-masing komunikan memiliki pengertian raja dengan nilai lebih tinggi dari Sabdatama. Isi yang mendalam tentang latar budaya masing- Sabdaraja tersebut pertama, penyebutan Buwono masing. Ada banyak hal yang dapat dipelajari menjadi Bawono. Kedua, tidak lagi menggunakan diantaranya persepsi, serta bentuk-bentuk gelar khalifatullah. Ketiga, Kaping Sedasa komunikasi baik verbal maupun nonverval diganti menjadi Kaping Sepuluh. Keempat, akan dalam setiap peristiwa budaya. mengubah perjanjian antara pendiri Mataram Merujuk pada situasi ini, kondisi dan Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. suasana di Kraton Yogyakarta, masyarakat Kelima, HB X akan menyempurnakan keris dapat menangkap pesan budaya melalui media Kanjeng Kyai Ageng Kopek dengan Kanjeng massa yang tidak luput memberitakan berbagai Kyai Ageng Joko Piturun. sepak terjang Sri Sultan HB X terkait Sabdaraja Bila disimpulkan, maka masyarakat yang dikeluarkannya. Bagaimana resistensi Yogyakarta bisa memaknai Sabdaraja tersebut yang diekspresikan oleh empat adik-adik Sultan mengarah kemungkinan pada suksesi perempuan. dalam aksi atau laku spiritual dengan melakukan Sehingga akan dimungkinkan dinobatkannya “sowan” atau mengadu dan memohon maaf atas perempuan sebagai penerus raja. Bila dicermati, kondisi Kraton Yogyakarta saat ini, kepada para melalui pernyataan seorang Budayawan dan leluhur dengan melakukan ziarah merupakan Sejarawan Yogya, M Jazir ASP yang termuat sebuah tindakan elegan. Langkah keempat pada Harian Kedaulatan Rakyat 6 Mei 2015, bangsawan ini, mencerminkan kebijaksanaan menafsirkan bahwa Sabdaraja (yang dapat dan kedalaman hati yang dapat menjadi teladan. dibilang dekrit) ternyata membuat gejolak di Dalam berbagai diskusi yang mengemuka di kalangan internal Kraton Yogyakarta. Dari sudut masyarakat, sikap para adik Sultan ini dianggap pandang sejarah, Sabdaraja dinilai menyimpang santun, elegan dan mampu mengendalikan diri dari paugeran atau konstitusi kraton. dari perasaan kecewa dan amarah. Di era keterbukaan pers seperti saat ini, Mengutip pada pernyataan Pengamat suatu peristiwa sulit tidak dilihat dan didengar kebudayaan Universitas Indonesia, Karsono masyarakat luas. Dengan tiadanya penjelas Kardjo Saputra pada Harian Tempo yang terbit dan suatu penegasan resmi, masyarakat tidak 13 Mei 2015, menyatakan tak ada suksesi bisa disalahkan mengalami sebuah heterofili takhta kerajaan yang terjadi tanpa darah atau komunikasi dalam penerimaan pesan. Terlebih konflik dalam sejarah Asia Timur dan Tenggara. bagi mereka yang merupakan warga Yogyakarta, Sejumlah negara, termasuk Indonesia, memiliki nampak larut dalam melihat dan menilai catatan konflik panjang, bahkan pembunuhan, kondisi kraton saat ini. Melalui serangkaian dalam penentuan calon pengganti penguasa. observasi, baik sekedar obrolan warung kopi Hal tersebut berbeda dengan suksesi kerajaan di di sudut kota Yogyakarta, hingga menjadi Eropa yang sudah diatur dalam undang-undang, diskusi yang memanas di tingkat akademisi dan sehingga suksesi relatif berjalan lancar. cerdik cendekia. Melalui sudut pandang ilmu Terkait topik riset dalam polemik internal Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 75

Kraton Yogyakarta mengenai suksesi takhta Sri ketidakwajaran dan ketidaksejajaran dalam Sultan Hamengku Bawono X, Karsono Kardjo relasi antara aktor yang merupakan priyayi Saputro menilai bahwa peluang adik kandung atau bangsawan yang dari perspektif hirarki Sultan menjadi pewaris takhta Kerajaan dan sejarah justru terabaikan dan teralienasi Mataram Islam, yang berdiri pada abad ke-17, dalam struktur kekuasaan itu sendiri. Hal ini itu pupus. Menurutnya, Sultan yang memiliki kemudian menciptakan sebuah pertanyaan anak perempuan telah mengeluarkan Sabdaraja mengenai bagaimana masyarakat Yogyakarta kedua pada 5 Mei 2015, yang isinya mengangkat menafsirkan makna Sabdaraja sebagai struktur anak sulungnya sebagai putri mahkota. Dalam kekuasaan yang dilanggengkan dalam konteks sabda tersebut, Sultan mengubah nama putri Komunikasi Trans Budaya serta praksis dualitas pertamanya, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, struktur dalam suksesi kepemimpinan Kraton menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Yogyakarta. Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram‎. Hal ini kemudian untuk menggambarkan Pengubahan nama ini dianggap menjadi langkah kecenderungan berbagai peran peneguhan Sultan mempersiapkan Pembayun sebagai putri kekuasaan melalui serangkaian struktur-struktur mahkota Kesultanan Yogyakarta. budaya yang dilegitimasi melalui berbagai pranata Berdasarkan data observasi dalam sosial. Serta hal ini juga untuk menjelaskan penelitian Sabdaraja dan polemik internal indikasi-indikasi ideologi kapitalistik yang Kraton, peneliti melihat bahwa friksi dan konflik mendasari munculnya kecenderungan peran tidak semata soal jabatan raja, tapi juga posisi aktor dalam struktur budaya yang dominan yang politik sebagai Gubernur Daerah Istimewa dilakukan oleh aktor yang memiliki kekuasaan Yogyakarta. Seperti termuat dalam Undang- terstruktur dengan menggunakan studi Undang Keistimewaan Yogyakarta (UUK) No fenomenologi dalam perspektif kritis. 13 tahun 2012, bahwa Raja yang memerintah Yogyakarta secara otomatis ditetapkan sebagai Metode Penelitian Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain Di hampir wilayah nusantara ini kerajaan itu, posisi sultan dapat dikategorikan potensial sebesar Kraton Yogyakarta merupakan kerajaan mengingat banyaknya aset yang dimiliki Kraton yang memiliki penguasa yang dinamis dalam Yogyakarta. Melalui penelitian Fenomenologi kiprah budaya dan politik nasional di tanah air. Kritis, penelitian ini berusaha untuk membongkar Salah satu fenomena yang ditafsirkan secara naturalisasi struktur dalam suatu budaya yang politis oleh banyak pihak terjadi dalam beberapa berjalan secara pervasif (merembes) dalam bulan trakhir di lingkungan Kraton Yogyakarta. balutan budaya konteks-tinggi. Dalam rentang waktu April hingga Mei 2015 Secara makro persoalan suksesi takhta terdapat peristiwa bersejarah yang menjadi di kerajaan manapun jarang terjadi tanpa darah catatan penting bagi masyarakat Yogyakarta. atau konflik. Dalam sejarah Asia Timur dan Salah satunya adalah Sabdatama dan Sabdaraja Tenggara, sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang menyita perhatian masyarakat, akademisi, memiliki catatan konflik panjang, bahkan budayawan bahkan politisi nasional dalam pembunuhan, dalam penentuan calon pengganti mencermati Sabda tersebut. Pemilihan topik penguasa. Sedangkan secara mikro (konteks penelitian yang berkaitan dengan kekuasaan yang Indonesia), Kraton Yogyakarta merupakan melekat pada struktur budaya ini memberikan representasi realitas perebutan kekuasaan konsekuensi metodologis dan konseptual pada secara pervasif. Penanda suksesi telah nampak penggunaan paradigma kritis (critical paradigm). diskenariokan aktor-aktor yang terlibat dalam Asumsi yang mendasari penggunaan kepentingan kekuasaan. Munculnya persepsi paradigma kritis ini disebabkan oleh tafsir pada demikian dibangun dengan asumsi terdapat penggunaan kekuasaan melalui lahirnya Sabda 76 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman 73-84 atau Dawuh Raja. Dimana distribusi kekuasaan mencakup penguasaan atas orang (politik) dan terlihat tidak seimbang di masyarakat terhadap barang (ekonomi). Ketiga, struktur legitimasi kaum priyayi yang notabene memiliki hak dan menyangkut skemata peraturan normatif yang kesempatan yang sama sejalan dengan sejarah terungkap dalam tata hukum (Giddens dalam yang telah ada berabad-abad lamanya. Teori Wirawan, 2012). kritis, merujuk pada Littlejohn (2014) dicirikan Bila dikaitkan dengan konsep kekuasaan, oleh tiga hal, yaitu (1) terdapat upaya memahami dualitas struktur seperti terurai di atas dapat pengalaman kehidupan masyarakat dalam berfungsi sebagai alat analisis kehidupan sosial. konteks sosialnya; (2) terdapat upaya menemukan Salah satunya adalah menjadi pisau analisis ketidakbenaran dalam suatu konstruksi sosial mengenai hubungan antara tindakan manusia kemasyarakatan yang sudah melekat dalam dengan strukturnya. Berdasarkan hal tersebut, keseharian masyarakat (3) terdapat sebuah upaya konsep Giddens yang diungkapkan oleh yang sadar untuk menyatukan antara teori dan Wirawan (2012) memuat karakteristik utama dari tindakan. kekuasaan menurut pandangan strukturasionis, Teori kritis dalam Littlejohn (1996), antara lain: dibedakan dalam dua varian. Terbagi menjadi 1. Kekuasaan sebagai bagian integral dari teori kritis strukturalis dan pasca-strukturalis. interaksi sosial (power as integration to social Kritis Strukturalis melihat bahwa struktur- interaction). Dalam setiap interaksi sosial selalu struktur sosial yang menindas itu bersifat melibatkan kekuasaan, sehingga kekuasaan nyata, meskipun penindasan itu kadang- dapat diterapkan pada semua jenjang kehidupan kadang tersembunyi dan luput dari kesadaran sosial mulai dari yang sempit sampai dengan kebanyakan orang. Lebih jauh, Littlejohn tataran yang lebih luas. menguraikan bahwa struktur bersifat opresif 2. Kekuasaan adalah hal yang krusial dan dan menindas. Di lain pihak, varian kritis pasca- pokok dalam diri manusia (power as intrinsic to strukturalis memandang tidak terdapat realitas human agency). Kekuasaan adalah kemampuan atau makna sentral. Penindasan dalam struktur aktor untuk mempengaruhi dan mengintervensi hanya berlangsung sementara. Apabila terdapat serangkaian peristiwa, sehingga aktor dapat perjuangan menggugat struktur, maka yang mengubah jalannya peristiwa tersebut. muncul adalah perjuangan tunggal yang bersifat 3. Kekuasaan adalah konsep relasional, cair. termasuk memuat hubungan otonomi dan Dalam penelitian berbasis Komunikasi ketergantungan (Power as relational concept, Trans Budaya, peneliti mencoba menempatkan involving relations of autonomy and dependence). perspektif teori kritis Strukturasi Giddens. Dimaknai sebagai peran kekuasaan yang bukan Teori yang dipakai sebagai pisau analisis dalam sekedar kapasitas transformasi aktor mencapai penelitian ini diharapkan mampu membongkar tujuannya, melainkan juga konsep relasional. penafsiran statis dan liniear yang mengemuka Ini berarti, setiap aktor dapat mempengaruhi dalam wacana di masyarakat Yogyakarta terkait lingkungan di mana peristiwa interaksi itu Sabdaraja. Sabdaraja sebagai bagian dari terjadi, agar aktor lain memenuhi keinginannya. wacana simbolis dalam struktur budaya Kraton 4. Kekuasaan selain bersifat membatasi Yogyakarta mengenai aturan atau struktur yang juga memberi kebebasan (power as contraining dibangun atas nama kekuasaan sebuah kerajaan. as well as enabling). Dalam kehidupan sehari- Dari berbagai prinsip struktural, Giddens hari kekuasaan bergandengan tangan dengan melihat tiga Gugus besar struktur. Pertama, dominasi yang terstruktur. Anggota masyarakat struktur Signifikansi (signification) menyangkut tidak hanya mengintervensi jalannya inetraksi, skemata simbolis, penyebutan, dan wacana. tetapi juga mencoba melakukan kontrol perilaku Kedua, struktur dominasi (domination) yang orang lain. Ini dilakukan dengan sarana sanksi Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 77 yang telah tersedia secara struktur. dan peraturan yang dipelajari dan dibawa dalam 5. Kekuasaan sebagai proses (power as proses komunikasi. Konteks budaya sendiri process). Hubungan dialektik antara aktor dan terkait dengan konteks lingkungan, kesempatan, struktur tidaklah bersifat statis, tetapi secara waktu, jumlah orang yang mengatur alur kontinu melakukan produksi dan reproduksi komunikasi. Konteks budaya terkait jumlah melalui proses yang disebut strukturasi. orang dalam sabdaraja dapat dimaknai dengan Dari konsep pemikiran diatas, relasi sikap para pangeran yang merupakan adik-adik Sabdaraja sekaligus actor-aktor yang terlibat raja dengan elegan tidak bersedia hadir dan penuh dalam sabda raja tersebut merupakan justru melakukan counter hegemony terhadap pengejawantahan dari konsep kekuasaan. sabda tersebut dengan laku prihatin menziarahi Bagaimana aktor-aktor yang terlibat dalam makam leluhur. interaksi secara terus-menerus dan rutin Dalam memaknai budaya konteks tinggi, membangun, memelihara, mengubah dan arti dari informasi yang dipertukarkan selama mentransformasi hubungan-hubungan kekuasaan interaksi tidak harus dikomunikasikan lewat tersebut baik pada level mikro maupun makro. kata-kata. Salah satu alasan bahwa arti kata Mencakup dominasi dan subordinasi yang kadangkala tidak harus dikatakan secara verbal terlibat dalam proses interaksi oleh faktor-faktor dalam budaya konteks-tinggi adalah karena sifat untuk memelihara hubungan kekuasaan tadi. masyarakat yang homogen. Mereka memiliki Ketidakmampuan membaca pikiran pengalaman dan informasi yang sama, dan dalam konteks budaya, menurut pendapat protokol sosial yang tetap. Diasumsikan dalam beberapa ahli sebagai hal yang umum. budaya konteks-tinggi, tradisi dan sejarah hanya Gudykunst dan Kim (2014) menguraikan bahwa mengalami sedikit perubahan dalam kurun komunikasi merupakan cara yang ampuh untuk waktu tertentu. Hofstede dalam Samovar (2014) mengatasi ketidakpastian dalam menafsirkan menekankan bahwa budaya konteks tinggi lebih budaya tersebut, dan simbol merupakan bagian sering ditemukan dalam budaya tradisional. Salah terpenting dalam proses mengurai penafsiran satu penyebabnya adalah budaya yang memuat budaya tertentu. Shimanoff (1987) menunjukkan suatu pesan yang konsisten menghasilkan respon bahwa komunikasi bersifat kontekstual karena yang konsisten pula dalam lingkungan sosial. komunikasi terjadi pada situasi atau sistem Karena arti tidak selalu terdapat dalam kata- tertentu yang mempengaruhi bagaimana kita kata. Dalam budaya konteks tinggi, informasi berkomunikasi dan arti dari pesan yang dibawa. disediakan melalui kesimpulan, gerakan, dan Bagaimana pakaian Sultan HB X selaku raja bahkan dalam suatu keheningan. Kraton Yogyakarta yang mengenakan kupluk Masyarakat dalam budaya konteks-tinggi (peci) berwarna biru, penetapan nama dan gelar cenderung waspada terhadap lingkungan sekitar baru dilakukan dengan duduk di Batu Gilap Siti mereka dan dapat menyatakan serta mengartikan Hinggil (Batu Gilap hanya boleh diduduki oleh perasaan tanpa menyatakannya secara verbal. calon pewaris tahta kerajaan). Pakaian bahkan Andersen (1978) dalam bukunya Myth to bahasa berupa dhawuh (sabda) raja dalam Live tahun 1978, mengungkapkan “budaya konteks penelitian ini sejalan dengan pemikiran konteks-tinggi percaya pada komunikasi non- Shimanoff, bahwa simbol-simbol tersebut verbal”. Arti dalam budaya konteks-tinggi juga semuanya diadaptasikan dalam konteks. dinyatakan “melalui status (usia, jenis kelamin, Konteks budaya oleh Gudykunst dan Kim pendidikan, latar belakang keluarga, gelar dan (2014) didefinisikan sebagai komponen terbesar afiliasi). Senada dengan yang diungkapkan yang meliputi ruang lingkup di mana komunikasi Gudykunst (dalam Samovar, 2014),”pesan” itu terjadi. Logika ini dilandasi bahwa dalam komunikasi yang digunakan oleh budaya konteks komunikasi selalu melibatkan perilaku konteks-tinggi dilakukan dengan cara tidak 78 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman 73-84 langsung, masyarakat yang menganut budaya Sabdaraja dibacakan secara utuh dalam bahasa ini bergantung pada bagaimana sesuatu itu Jawa. Poinnya adalah, bahwa Sultan merasa dikatakan, lebih daripada apa yang dikatakan, Allah SWT telah memerintahkan dirinya melalui dan waspada terhadap isyarat non verbal. para leluhurnya. Perintah Allah SWT lewat para Mengutip ungkapan Clifford Geerzt leluhurnya itu dikatakan Sultan amat mendadak. dalam Bukunya berjudul Agama Jawa (2013), “Jadi harus dilaksanakan tidak boleh menggerutu. kalangan priyayi memiliki etika dengan Kalau tidak dilaksanakan akan tergulung oleh kepekaannya yang tinggi terhadap perbedaan zaman” demikian mengutip penyataan Sultan status. Para Priyayi diceritakan oleh Geerzt HB X dalam liputan Nova. Sultan merasa takut memiliki tingkat bahasa yang lebih tinggi bila bila tidak melaksanakan perintah itu akan kena diucapkan dengan benar. Mereka juga memiliki laknat Allah SWT. Bahkan disampaikan Sultan semacam kemegahan kenegaraan yang bisa karena mendadak harus dilaksanakan, bahkan membuat percakapan paling sederhana tampak selaku istri Sultan harus bangun jam sebagaimana upacara besar. Dalam kasus lima langsung berhias. Sabdaraja ini, nampak untaian sabda yang tidak Ada tiga elemen utama dalam mudah dieterjemahkan masyarakat di luar kraton Fenomenologi Dunia Sosial Alfred Schutz, yaitu Yogyakarta. dunia kehidupan sehari-hari, sosialitas serta Pernyataan Geerzt ini diametral dengan makna dan pembentukan makna. Pertama, dunia Hipotesis Sapir-Whorf (dalam Mulyana, 2008) kehidupan sehari-hari adalah dunia yang paling yang menyatakan bahwa ketika orang belajar fundamental dan terpenting dalam kehidupan bahasa suatu budaya atau sub budaya tertentu, manusia. Dalam dunia kehidupan sehari-hari maka perhatiannya diarahkan kepada aspek- terbentuklah makna, bahasa dan interaksi aspek realitas atau hubungan yang penting dalam sosial yang membentuk perilaku bersama konteks tersebut. Sapir-Whorf menyatakan bahwa yang kemudian diterima bersama oleh anggota bahasa memuat dua hal penting. Pertama, berlaku masyarakat. Dunia kehidupan sehari-hari sebagai alat bantu memori. Bahasa membuat merupakan kenyataan dasar sehingga kenyataan memori lebih efisien bila kita menyandi peristiwa sosial dapat dipahami. Dunia kehidupan sehari- sebagai kategori verbal. Situasi ini terlihat nyata hari merupakan suatu realitas terpenting dalam dalam Sabdaraja yang terkesan berlaku bagi kehidupan manusia (Sobur, 2013). kalangan internal kraton, namun ditafsirkan Kedua, sosialitas dikembangkan dari secara meluas oleh masyarakat dengan penanda Teori Tindakan Sosial Max Weber dimana bahwa suksesi Kraton Yogyakarta sudah dimulai tindakan sosial merupakan perbuatan yang dengan penanda lahirnya raja perempuan yang diarahkan kepada orang lain. Sosialitas atau mengubah suksesi kerajaan Mataram selama kesosialan merupakan kenyataan bahwa beraba-abad. Kedua, bahasa memungkinkan manusia tumbuh dan berkembang dalam ranah individu untuk mengabstraksikan apa saja yang interpersonal dimana kehidupan bersama berasal dari pengalaman. Hal ini terutama penting menciptakan banyak cara dalam berpikir, dalam mengungkapkan suatu hubungan abstrak. menilai, merasa, berbicara dan berbuat agar Representasi asusmi kedua Sapir-Whorf dapat kehidupan bersama mencapai taraf insani. dilihat dalam istilah sabdaraja atau dawuh raja Ketiga, makna dan pembentukan menurut Sultan HB X dalam penjelasannya seperti makna berkaitan dengan penjelasan orisinal dimuat oleh Nova edisi 1420/XXVIII yang terbit dari Schutz terkait gagasan Fenomenologi. 11-17 Mei 2015. Sabdaraja merupakan Perintah Schutz menganggap gagasan Fenomenologi Allah SWT yang kemudian diterjemahkan Sultan memberikan penjelasan bagaimana makna melalui Sabdaraja dan Dawuhraja kepada orang membentuk struktur sosial. Makna dasar bagi lain dan keluarganya secara tertutup di kraton. pengertian manusia adalah akal sehat. Akal sehat Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 79 adalah pengetahuan yang ada dalam setiap diri Yogyakarta, tahun 2015. Survey meminta orang dewasa yang tidak hanya berasal dari pendapat tentang calon penganti Sultan HB X, pengalaman personal namun juga diturunkan sebanyak 30,2 persen menyatakan setuju dengan secara sosial dari orang sebelumnya (Sobur, GKR Mangkubumi, 35,9 persen persen setuju jika 2013). penganti Sultan HB X adalah adiknya dan 33,9 Fenomenologi dengan kekuatannya persen responden menyatakan ragu-ragu. Data untuk mengadakan penafsiran terhadap tersebut secara tidak langsung menggambarkan hubungan manusia dan masyarakatnya bahwa dukungan kepada perempuan Sultan HB memiliki fungsi untuk mengadakan penjelasan X berbanding dukungan kerabat HB X sebagai terminologi bidang budaya. Strategi interpretive Sultan berikutnya relatif sama. practice, adalah strategi yang dapat mengungkap Saat dilakukan penelitian tentang kebenaran sebagaimana yang dimaksud. Hal ini dukungan (keterbukaan) terhadap pemimpin diartikan, bahwa peneliti tidak bisa langsung ke perempuan, angka paling tinggi ada di Sleman lapangan tanpa pengetahuan atau pemikiran yang dengan persentase 41,7 persen, sedang yang kosong. Namun justru melalui proses pengenalan terendah ada di Gunungkidul. Terungkap bahwa metode atau pemahaman yang dilakukan dengan masyarakat DIY masih konsisten terhadap studi referensi yang komprehensif. keistimewaan DIY mendukung posisi Sultan Informan dalam penelitian ini diambil sebagai Raja Kraton sekaligus Gubernur. melalui teknik Convenience Sampling, yang Untuk itu suksesi kepemimpinan Kasultanan dianggap paling sederhana dan paling longgar Yogyakarta tidak bisa lagi hanya dilihat dalam penelitian komunikasi kualitatif. Peneliti sebagai suksesi internal, tapi menjadi suksesi sekadar mengambil siapa saja untuk dijadikan kepemimpinan kepala daerah. Namun sampai wakil dari subyek penelitian dan kemudian saat ini warga DIY belum mengetahui siapa yang mengamati atau memawawancarainya. Untuk akan menjadi Sultan pasca HB X. Karena itu, mendapatkan kedalaman pada penelitian ini, suksesi kepemimpinan Kraton Yogyakarta tidak warga yang merupakan masyarakat Yogyakarta bisa lagi hanya dilihat sebagai suksesi internal, juga dimintai informasi terkait Sabdaraja tapi menjadi suksesi kepemimpinan kepala yang dikeluarkan Sultan HB X. Penelitian ini daerah (Gubernur DIY) melibatkan 3 orang abdi dalem keraton, dan 3 orang warga Yogyakarta yang mengikuti Strukturasi dalam Budaya dan Politik perkembangan dan informasi seputar Sabdaraja Kekuasaan Sultan HB X. Tafsir mengenai kekuasaan yang pervasif dalam strukturasi Giddens dapat kita kaji dengan Hasil dan Pembahasan jelas adalam struktur budaya Kraton Yogyakarta. Mekanisme pengisian jabatan dan tata Melalui berbagai sumber dan fakta di lapangan, kelola Kraton sudah selayaknya mulai dibuka. dapat kita ketahui bahwa Kekuasaan sebagai Hal ini merupakan bagian dari sebuah riset bagian integral dari interaksi sosial (power as pendahulu yang merespon Sabdaraja Sultan integration to social interaction). Dalam setiap HB X. Sabdaraja menuai polemik di Kraton interaksi sosial selalu melibatkan kekuasaan, Yogyakarta dan menyita perhatian warga sehingga kekuasaan dapat diterapkan pada Yogyakarta. Mengapa situasi ini dianggap semua jenjang kehidupan sosial mulai dari yang penting bagi publik DIY? Hal ini penting supaya sempit sampai dengan tataran yang lebih luas. tidak menimbulkan kebingungan di kalangan Seiring jatuhnya Orde Baru, kekuatan masyarakat. Salah satunya diperkuat dengan feodal kesultanan yang tersisa di Indonesia hasil penelitian yang dilakukan oleh Jurusan mengalami krisis. Krisis kekuasaan feodal dan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah kesultanan di Indonesia yang dihadapi oleh 80 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman 73-84

Yogyakarta adalah krisis legitimasi dan krisis Yogyakarta. Data luas SG dan PAG yang ekonomi. Krisis yang pertama disebabkan oleh dikeluarkan oleh Pemerintahan Propinsi UU No 3 Tahun 1950 yang menyatakan bahwa Yogyakarta pada tahun 2005 lebih dari 6000 ahli waris (keturunan) sultan akan selalu menjadi Ha. Sedangkan dalam data lainnya yang dirilis gubernur provinsi tanpa pemilu yang tidak Himmah, lebih kecil dari itu yaitu 3778 Ha. sesuai dengan amandemen UUD 1945. Untuk Tanah SG kini terkonsentrasi di Yogyakarta, mengatasi krisis tersebut, maka kesultanan Bantul dan Sleman. Sedangkan, PAG banyak di mencoba untuk menata kembali (reorganizing Kulon Progo. Jumlah tanah tersebut, seperti telah atau reorganisasi) kekuatan melalui reorganisasi dijelaskan sebelumnya, merupakan kepemilikan politik dan ekonomi. Reorganisasi kekuatan yang dimiliki turun temurun dari perjanjian ekonomi dilakukan melalui rekonsentrasi Tanah Giyanti tahun 1755. Bentangan SG dan PAG Sultan dan Tanah Pakualam serta menghidupkan di DIY bisa sedemikian luas sebab berdasarkan kembali bisnis lama dan juga komodifikasi aset Rijksblad Kasultanan No. 16/1918 dan Rijksblad dan properti kesultanan. Keraton beradaptasi Kadipaten No. 18/1918, semua tanah yang tidak dengan kondisi-kondisi baru seperti desentralisasi dapat dibuktikan merupakan hak eigendom serta mereorganisasi kekuasaannya yang ditandai (hak milik) orang lain, otomatis menjadi milik dengan munculnya kekuatan-kekuatan warisan kesultanan dan kadipaten (Aditjondro, 2011) Orde Baru pada tingkat lokal di era reformasi Setelah rekonsentrasi dilakukan, ribuan termasuk di Keraton Yogyakarta (Yanuardi, hektar Tanah Sultan di seluruh Kraton kini 2012). terkonsentrasi di Yogyakarta, Bantul dan Sleman Dalam tataran pengejawantahan sedang Tanah Paku Alaman terkonsentrasi di kekuasaan, Giddens menguraikan bahwa Kulon Progo. Kedua jenis tanah keraton itu Kekuasaan adalah konsep relasional, termasuk merupakan sumber pendapatan kraton dari memuat hubungan otonomi dan ketergantungan sahamnya di Hotel Ambarukmo, Ambarukmo (Power as relational concept, involving relations Plaza, Saphier Square, dan Padang Golf Merapi. of autonomy and dependence). Dimaknai sebagai Keraton jelas memainkan peran tidak hanya peran kekuasaan yang bukan sekedar kapasitas sebagai pemimpin politik melainkan melalui transformasi aktor mencapai tujuannya, kekuasaan politiknya telah memainkan peran melainkan juga konsep relasional. Ini berarti, besar sebagai aktor ekonomi di Yogyakarta. Hal setiap aktor dapat mempengaruhi lingkungan di tersebut terlihat dengan jelas dimana sebagian mana peristiwa interaksi itu terjadi, agar aktor besar anggota keluarga Sultan Hamengku lain memenuhi keinginannya. Analisis kekuasaan Buwono X dan Paku Alam IX terjun dalam dalam kepemilikan tanah juga jelas terlihat bisnis. Contoh lainnya misal pada tahun 2004, pada kepentingan Kraton. Tanah yang dimiliki Sultan Hamengkubuwono X membangun sebuah Keraton ini disebut Sultaanat Ground (SG) dan pusat perbelanjaan besar dengan menghapus Pakualamanaat Ground (PAG). Sebagaimana sebuah sekolah dasar dan situs budaya serta dicatat oleh Anderson dan Case dalam Dian meningkatkan beragam bentuk proyek bisnis Yunardi (2011), peran kekuasaan lokal yang termasuk proyek pertambangan. Salah satu bisnis memiliki akses dan kontrol atas tanah, adalah penting keluarga keraton Yogyakarta adalah penting dalam menentukan arah perubahan perusahaan tambang pasir besi PT Jogya Magasa agraria dan bagaimana tanah dijadikan untuk Mining (JMM) di Kulonprogo (Aditjondro, akumulasi kekayaan sehingga dapat diubah 2011). menjadi bidang lain seperti sebagai kekuatan Di lain pihak struktur dalam Giddens politik dan kekuatan budaya. juga menyoroti Kekuasaan adalah hal yang Luas tanah yang dikuasai ini sangat krusial dan pokok dalam diri manusia (power as besar dengan membentang di seluruh Propinsi intrinsic to human agency). Kekuasaan adalah Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 81 kemampuan aktor untuk mempengaruhi dan budaya yang terus menerus dilanggengkan mengintervensi serangkaian peristiwa, sehingga melalui kekuasaan. aktor dapat mengubah jalannya peristiwa tersebut. Dalam kasus UUK Yogyakarta, aktor- Kekuasaan: Membatasi juga Memberi aktor sosial mengedepankan aturan-aturan yang Kebebasan melanggengkan kekuasaan melalui struktur Dalam kehidupan sehari-hari regulasi. Praksis dalam penguatan kekuasaan kekuasaan bergandengan tangan dengan dan struktur regulasi ini dapat terbaca melalui dominasi yang terstruktur. Anggota masyarakat penerbitan Undang-Undang Keistimewaan tidak hanya mengintervensi jalannya inetraksi, Yogyakarta (UU Keistimewaan Yogyakarta) yang tetapi juga mencoba melakukan kontrol perilaku salah satu poin penting di dalamnya mengatur hak orang lain. Ini dilakukan dengan sarana sanksi politik untuk menunjuk keturunan Kesultanan yang telah tersedia secara struktural. Kekuasaan sebagai satu-satunya gubernur di Yogyakarta sebagai proses (power as process). Hubungan tanpa adanya pemilihan kepala daerah dan juga dialektik antara aktor dan struktur tidaklah untuk menyelesaikan tuntutan hukum terhadap bersifat statis, tetapi secara kontinu melakukan tanah Kesultanan. Legalisasi Tanah Kesultanan produksi dan reproduksi melalui proses yang diatur melalui UU Keistimewaan Yogyakarta disebut strukturasi. yang sudah berkali-kali ditekankan oleh Sultan Naturalisasi atas struktur yang opresif Hamengkubuwono. dari penguasa, memunculkan kritik mengenai Persetujuan Legislatif atas Undang- longgarnya kebijakan Gubernur selaku Sultan Undang Keistimewaan Yogyakarta (UU HB X sekaligus penguasa Kraton Yogyakarta. Keistimewaan Yogyakarta) telah memberikan Kritik terkait maraknya perijinan hotel berbintang hak secara legal bagi kesultanan untuk di wilayah Yogyakarta. Berdasarkan data mengklaim dan mencabut hak milik tanah Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa misalnya seperti yang telah terjadi di tanah Yogyakarta, sampai awal 2014 ada 399 hotel di pesisir yang telah dikelola oleh petani selama Yogyakarta, terdiri dari 43 hotel bintang dan 356 bertahun-tahun di Kulon Progo. Kesultanan hotel nonbintang. Adapun selama 2014, Dinas mengklaim hak milik atas tanah yang dikelola Perizinan Kota Yogyakarta telah mengeluarkan petani tersebut. Padahal, sebelumnya tidak ada 67 izin mendirikan bangunan hotel baru sehingga tanda-tanda keberatan atau adanya kepentingan jumlah hotel di Yogyakarta akan terus bertambah. dari kesultanan sebelum munculnya proyek Dampak sosial lain adalah lemahnya kekuatan penambangan pasir besi yang melibatkan investor politik seorang Sultan sekaligus Gubernur yang asing. Sama seperti era-era sebelumnya, pada harus mampu mendekatkan pada kepentingan era reformasi pun tercipta suatu pemerintahan hajat hidup warga Yogyakarta. Saat ini Kota yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk Yogyakarta menggelar acara Grebeg Mall Jogja mendapatkan keuntungan pribadi yang sebesar- 2013 sebagai salah satu bagian dari peringatan besarnya dengan mengabaikan kepentingan Hari Ulang Tahun Kota Yogyakarta ke-257. rakyat yang sesungguhnya. Lebih jauh, melalui Hal ini memperkuat opini bahwa Penguasa paparan di atas dapat dilihat secara keseluruhan Yogyakarta tidak mendukung perkembangan bahwa secara historis kekuatan ekonomi pasar tradisional dibandingkan dengan pasar yang dimiliki oleh keraton pada era reformasi modern. Selain mall, kota Yogyakarta juga bukan merupakan hal yang baru melainkan sangat terbuka bagi jejaring minimarket yang merupakan sebuah sejarah yang panjang. telah sangat mempengaruhi tingkat penjualan Hanya saja dinamika politik dalam negeri telah pedagang di pasar tradisional. Pada rentang mentransformasi bentuk dari kekuatan ekonomi tahun 2007 – 2009, pertumbuhan toko modern tersebut melalui penguatan penguatan struktur di Yogyakarta mencapai 52%, sedangkan pasar 82 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman73-84 tradisional tidak tumbuh (stagnan). Pemerintah terlihat tindakan protes yang dilakukan adik Kota Yogyakarta sebenarnya telah memiliki sultan Hamengkubuwono X atas keputusannya aturan pembatasan pertumbuhan toko moden mengangkat putri sulungnya sebagai putri maksimal 52 unit. Letaknya pun diharuskan mahkota dengan menziarahi makam leluhur. berjarak minimal 400 meter dari pasar tradisional. Hal ini sebagai bentuk upaya menyampaikan Suksesi kekuasaan dalam keraton pesan bahwa apa yang dilakukan oleh Sultan Yogyakarta menjadi suatu hal yang menarik Hamengkubuwono X telah merusak aturan perhatian tidak hanya masyarakat Yogyakarta yang telah ditetapkan oleh leluhur mereka secara khusus namun juga masyarakat di sekaligus mengungkapkan ketidaksetujuan Indonesia pada umumnya. Selama berabad- mereka atas apa yang diputuskan oleh Sultan abad, keraton Yogyakarta dipimpin oleh seorang Hamengkubuwono X. Sultan Hamengkubuwono laki-laki namun sepertinya hal ini akan berubah X juga menyampaikan pesan kepada publik jogja tidak lama lagi. Sultan Hamengkubuwono X bahwasanya apa yang ia lakukan merupakan yang tidak memiliki anak laki-laki sepertinya perintah dari Allah SWT yang disampaikan akan mewariskan tahta kesultanan Yogyakarta melalui para leluhur. Hal ini juga merupakan pada anak perempuan tertuanya. Hal ini bagian dari bentuk komunikasi dalam budaya sebetulnya sudah menunjukkan gejala sejak konteks tinggi. lama sebelum sabdaraja yang dikeluarkan Sultan Posisi sebagai pemimpin kraton Hamengkubuwono X dipublikasikan. Dalam Yogyakarta memberikan keuntungan paling tidak sabdaraja tersebut, Sultan Hamengkubowono dari segi politik dan material. Dari segi politik, X secara implisit menjadikan anak sulungnya pemimpin kraton merupakan gubernur Daerah sebagai putri mahkota. Hal ini kemudian Istimewa Yogyakarta. Hal ini mengimplikasikan menciptakan sebuah polemic di dalam keluarga bahwa pemimpin kraton memiliki kekuasaan keraton. secara politik terhadap seluruh wilayah dan rakyat Empat adik laki-laki sultan menolak Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari segi material, keputusan Sultan Hamengkubuwono X untuk tanah yang ada di sejumlah wilayah di Yogyakarta mengangkat putri tertuanya sebagai penerus tahta merupakan tanah milik kraton. Artinya pajak keraton Yogyakarta. Alih-alih menggunakan yang dibayarkan oleh para penyewa baik itu cara yang cenderung bersifat represif, yang bersifat lokal dari luar wilayah Yogyakarta ketidaksetujuan keempat adik sultan ditunjukkan memberikan pemasukan yang luar biasa kepada dengan cara menziarahi makan para leluhur kraton. Keuntungan secara politik dan material yang menyimbolkan bahwa mereka mengadu ini tentunya akan saling berkaitan satu sama terkait langkah sultan Hamengkubuwono X lain misalnya melalui berbagai kebijakan yang yang mereka nilai melanggar aturan yang telah dikeluarkan untuk melanggengkan kekuasaan dijalankan sejak lama di Kraton Yogyakarta. dan praktik akumulasi capital. Kondisi ini Selain itu, posisi sebagai pemimpin kraton kemudian menyiratkan bahwa posisi sebagai Yogyakarta memiliki manfaat tidak hanya dari penguasa sepertinya tidak lagi dimaknai sebagai segi politik namun juga dari segi material. pelayan rakyat melainkan posisi hebat yang Tidak heran suksesi kekuasaan ini menimbulkan menjanjikan keuntungan dan justru akan sering ketegangan antara sultan Hamengkubowono X dilayani. dengan adik-adiknya. Praktik komunikasi yang nampak terkait Simpulan suksesi kepemimpinan Kraton Yogyakarta Kekuasaan yang dinaturalisasi dalam ini adalah komunikasi dalam budaya konteks struktur budaya secara pervasif cenderung tidak tinggi. Komunikasi dalam budaya konteks tinggi disadari oleh masyarakat. Salah satunya apabila agak sulit dimaknai oleh orang awam. Hal ini kekuasaan yang bersifat opresif dibalut dalam Wahyuni Choiriyati, Suksesi Kepemimpinan Kraton Ngayogyakarta Dalam Dualitas Struktur 83 sebuah budaya konteks-tinggi yang hanya bisa Miles, M. B dan A. M Huberman . 1984. Analisis dipahami oleh kelompok priyayi dan intelektual. Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Masyarakat dianggap tidak memiliki kepekaan Rohendi. 1992. : UI Press. dan tatanan kritis sehingga menerima tafsir West, Richard dan Turner, L.H. 2000. Introducing strukturasi kekuasaan dengan terbuka karena Communication Theory: Analysis and dogma seorang Raja. Application, Mountain View. CA: Aspek bahasa menjadi sangat penting, Mayfield PublishingRitzer, George, karena struktur yang berkuasa dalam budaya 1996, Modern Sociological Theory. The konteks-tinggi cenderung menggunakan McGraw-Hill Companies: Singapore ungkapan-ungkapan priyayi yang tidak mudah S.Shimanoff. 1980. Communication Rules: dan sengaja dibuat multifasir. Tentunya ini Theory and Research, Beverly merupakan kekuatan yang dimainkan aktor Hills. CA: Sage Publication sosial dalam realitas budaya, karena masyarakat Samovar, Larry A., Porter Richard E., sejatinya menghendaki sebuah wacana yang dan McDaniel Edwin R. 2014. terbuka, arif dan bijak mengikuti elemen Komunikasi Lintas Budaya, Edisi rasionalitas sekaligus kesadaran atas peran 7, Jakarta: Salemba Humanika pemimpin bagi rakyatnya. Sindhunata. 1978. Dilema Usaha Manusia Rasional. Gramedia: Jakarta Daftar Pustaka Sunarto.2000. Analisis Wacana Ideologi Denzin, Norman, K. & Yvonna S.Lincoln Gender Media Anak-Anak. (Ed.) 1994. Handbooks of Qualitative Semarang: Mimbar & Yayasan Research. London: Sage Publication Adikarya Ikapi serta Ford Foundation Sobur, Alex. 2013. Filsafat Komunikasi Geertz, Clifford. 2013. Agama Jawa: Abangan, Tradisi dan Metode Fenomenologi. Santri Priyayi Dalam Kebudayaan Bandung: Rosda Karya Jawa, Editor: Aswab Mahasin dan Tubbs, Stewart L., dan Moss, Sylvia. 2008. Bur Rasuanto. Depok: Pustaka Jaya Human Communication: Prinsip- Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: Prinsip Dasar, Editor Deddy Mulyana. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya Bandung: Widya Padjadjaran Wirawan, IB. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Littlejohn, Stephen W dan Foss, Karen Paradigma; Fakta Sosial, Definisi Sosial A. 2014. Teori Komunikasi, Edisi dan Perilaku Sosial. Kencana: Jakarta Sembilan. Salemba Humanika: Jakarta Littlejohn Stephen, W. 1996. Theories of Human Makalah: Communication. (Fifth Edition). Belmont: Yanuardi, Dian , Commoning, Dispossession Wadsworth Publishing Company Projects and Resistance: A Land Dispossession Mulyana, Deddy. 2001. Mengapa dan Untuk Project for Sand Iron Mining in Yogyakarta, Apa Kita Mempelajari Komunikasi Indonesia, hlm 17. Disampaikan dalam Antar Budaya, Dalam: Komunikasi International Conference on Global Land Antar Budaya, Panduan Berkomunikasi Grabbing II pada 17-19 Oktober 2012. (Organized Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, by the Land Deals Politics Initiative (LDPI) Editor: Deddy Mulyana dan Jalaluddin and hosted by the Department of Development Rakhmat. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sociology at Cornell University, Ithaca, NY). Mulyana, Deddy. 2003. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, cetakan kelima. Bandung: Remaja Rosdakarya. 84 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 15, Nomor 1, Januari - April 2017, halaman 73-84

Sumber Online: Aditjondro, George Junus. SG dan PAG, Penumpang Gelap RUUK Yogyakarta. Harian sore Sinar Harapan, 31 Januari 2011. Diakses melalui http://indoprogress.com/2011/02/sg- dan-pag-penumpang-gelap-ruuk-yogyakarta/ pada 2 Desember pukul 21.36 WIB. www.yogyakarta.bps.go.id, diakses 9 Desember 2015, pukul 14.10 WIB Surat Kabar dan Tabloid: Harian Kedaulatan Rakyat, terbit Yogyakarta, 4-5-6 Mei 2015 Tabloid Nova edisi 1420/XXVIII terbit 11-17 Mei 2015