PEMETAAN STATUS DAN PERAN PEREMPUAN JAWA DALAM TEKS SASTRA

MAPPING STATUS AND ROLES OF JAVANESE WOMEN IN INDONESIAN LITERARY TEXTS

Esti Ismawati Program Pascasarjana Universitas Widya Dharma Klaten [email protected]

Abstract Status and roles of Javanese women in Indonesian literary text has been written in the form of short stories, novels, and romances, as seen in Umar Kayam, YB Mangunwijaya, Arswendo Atmowiloto, Nh Dini, and Ahmad Tohari, but until now no one has diccussed it scientifically. This paper describes status and roles of Javanese women in Indonesian literary texts from the colonial era, independence era, today’s era, and Javanese women in reality, because the literary texts are the reflection of the society. Are there changes within the status and roles of Javanese women in Indonesian literary texts and in the reality? The methods used in this research are descriptive method for the Javanese women in literary texts and survey for the Javanese women in the reality. The techniques used are bibliography technic (reading appreciation) for literary text and indepth interview and questionnaire. It can be concluded that the status and roles of Javanese women in Indonesian literary texts and in the reality changes from era to era. The changes includemindset and lifestyle change. There is no difference between the status and roles of Javanese women in Indonesian literary texts and in the reality. Keywords: Javanese women, status, roles, literary texts, reality

Abstrak Status dan peran perempuan Jawa dalam teks sastra Indonesia telah banyak ditulis dalam bentuk cerpen, novel, dan roman, sebagaimana tampak dalam karya Umar Kayam, YB Mangunwijaya, Arswendo Atmowiloto, Nh Dini, dan Ahmad Tohari. Namun, belum ada yang membahas secara detil dalam sebuah kajian ilmiah. Tulisan ini mendeskripsikan status dan peran perempuan Jawa dalam teks sastra Indonesia dari masa penjajahan, masa kemerdekaan, masa sekarang, dan perempuan Jawa dalam dunia nyata, karena sastra merupakan cermin masyarakat yang melingkupinya. Apakah terjadi perubahan status dan peran perempuan Jawa dalam teks sastra dan dalam dunia nyata? Metode yang digunakan penelitian ini adalah deskriptif inferensial untuk perempuan Jawa dalam teks sastra dengan teknik pustaka (simak-libat-catat) dan survei untuk perempuan Jawa dalam dunia nyata, dengan teknik wawancara mendalam dan kuesioner. Data teks sastra sejumlah lima novel; data perempuan nyata sejumlah 15 orang diambil secara acak. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa status dan peran perempuan Jawa dalam teks sastra dan dalam dunia nyata mengalami perubahan dari masa ke masa.Perubahan itu berupa perubahan pola pikir dan pola hidup. Tulisan ini juga menyimpulkan tidak ada perbedaan antara status dan peran perempuan Jawa dalam teks sastra dan dalam dunia nyata. Kata kunci: perempuan Jawa, status, peran, teks sastra, dunia nyata

Pendahuluan Status dan peran adalah dua sisi mata Banyak aspek kehidupan perempuan uang yang saling terkait. Status adalah Jawa yang layak untuk dikaji dari segala sudut, kedudukan dan peran adalah perilaku yang misalnya pendidikannya, latar belakang sosial diharapkan atau perilaku normatif yang melekat budayanya, sikap dan perilakunya, cara mereka pada status itu. Dalam sistem sosial, individu beradaptasi terhadap lingkungan baru, termasuk menduduki suatu tempat (status) dan bertindak status dan peran mereka dalam konstelasi (peran) sesuai dengan norma yang dibuat oleh masyarakat yang melingkupinya. Kajian-kajian sistem (Poloma, 1987). Status awal setiap tersebut amat penting di tengah minimnya individu normal adalah status seorang anak sumber bacaan mengenai perempuan Jawa dan dalam suatu unit kekerabatan, terkait dengan sekaligus dapat menambah khazanah pengetahuan jenis kelamin. Jenis kelamin menentukan bagi perempuan Jawa khususnya dan masyarakat keunggulan status dengan segala konsekuensinya. Indonesia pada umumnya. Dalam struktur peran, lelaki normal harus

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 223 mempunyai ‘pekerjaan’ yang fundamental bagi (Kemendikbud, 2016).Peran perempuan pada statusnya, karena ‘pekerjaan’ akan menjadi masa pergerakan nasional amat menonjol sumber utama penghasilan dan status kelas isteri meskipun ketika itu perempuan belum punya serta anak-anaknya (Parsons, 1975).Namun, status. dalam hal peran feminin situasinya berbeda, Meneliti status dan peranperempuan karena sebagian besar wanita jika sudah menikah sangat menarik, sebagaimana dilakukan oleh tidak bekerja, atau jika bekerja pun, tidak akan para penulis di berbagai jurnal, mulai dari studi mengubah status suaminya.Hal ini sesuai dengan pemikiran-pemikiran perempuan sampai dengan ungkapan Jawa suwarga nunut neraka katut (ke obsesi perempuan pada umumnya, dan surga menumpang dan ke nerakapun ikut. perempuan Jawa khususnya seperti yang diteliti http://www.sinaujawa.com, 2015.) Perempuan oleh Ismawati pada tahun 2013.Sebagaimana hanyalah pelengkap dan tidak menentukan. diungkapkan Parsons (Ismawati, 2005) kita dapat Hal yang paling fundamental dari status menghubungkan individu dengan sistem sosial keluarga adalah status jabatkerja suami dan ayah. dan menganalisisnya melalui konsep status dan Status jabat kerja yang dicapai individu itu peran. Status adalah kedudukan dan peran adalah menentukan status keluarga dalam struktur perilaku yang diharapkan, atau perilaku normatif sosial. Sampai tingkat tertentu aspek humanistis yang melekat pada status itu. Status perempuan peran feminin perempuan hanya sebagian yang Jawa yang melekat pada diri mereka adalah dilembagakan, maka tidak mengherankan jika sebagai ibu (simbok, mbok e), apapun peran pola-polanya sering membawa pertanda adanya yang diembannya. ketegangan dan kegelisahan (Parsons, 1975). Konteks sosial budaya meletakkan Perempuan Jawa dalam artikel ini tidak manusia dalam empat sistem (Parsons, 1975; memiliki pretensi untuk mengunggulkan Soetomo, 1995) yakni sistem budaya, sistem perempuan ras Jawa dari perempuan lain. sosial, sistem kepribadian, dan sistem perilaku. Perbedaan ras dapat menjadi akar konflik sosial Sistem budaya berpangkal pada budi dan apabila diikuti oleh ideologi rasisme, yaitu sekaligus menjadi sumber berbagai nilai, aturan, keyakinan suatu kelompok yang beranggapan norma, dan pengetahuan budaya. Sistem sosial bahwa kelompok ras mereka lebih unggul dari berkaitan dengan tempat terjadinya interaksi ras-ras yang lain. Artikel ini jauh dari maksud yang dapat berupa latar, tempat dan waktu, status ideologi Rasisme, yang sering dijadikan alasan dan peran. Sistem kepribadian tercermin dalam suatu kelompok untuk bersikap sebagai ras yang penampilan ketika berinteraksi dan berperilaku paling berperadaban sekaligus ras yang lain tidak (terkait dengan persepsi, sikap, motivasi, berperadaban (Al Hafizh, 2016). pengalaman, dan emosi). Sistem perilaku merupakan wujud yang paling konkret yang Pada masa penjajahan (Belanda dan dapat dilihat dan dipertanyakan (Soetomo, Jepang)perempuan Jawa mendapat perlakuan 1995). Mekanisme kontrol sosial mencakup yang sewenang-wenang (dijadikan gundik, hidup proses ketika status dan peran yang ada di tanpa status), menjadi warga kelas dua, dan masyarakat diorganisasikan ke dalam sistem hanya memiliki sedikit akses dalam berbagai sosial sehingga perbedaan dan ketegangan yang kebutuhan hidup seperti pendidikan, pemerintahan, ada di masyarakat dapat ditekan. dan kegiatan kemasyarakatan (Suryanegara, 2009) sampai munculnya RA. Kartini, pemantik Keadaan sistem sosial masyarakat Jawa nyala api perjuangan perempuan, yang menjadi di masa lalu dan masa sekarang tampak jelas inspirasi kaum perempuan. Perjuangan perempuan dalam karya sastra. Perempuan Jawa dalam teks dari masa ke masa mengalami perubahan, dari sastra memiliki keunikan status dan peran yang melawan penjajah hingga melawan isu tiada ditemukan dalam diri perempuan lain. pendidikan dan persamaan hak bagi perempuan Begitu pun perempuan Jawa yang hidup nyata. (Else dan Esti, 2010). Puncak dari rasa ingin Mereka berubah dan berinovasi dari masa ke berjuang bersama terjadi pada tanggal 22–25 masa (hasil survei). Perubahan itu ternyata Desember 1928 Kongres Perempuan I diadakan menunjukkan arah yang lebih dinamis, lebih di , digagas oleh organisasi- maju, lebih rasional, dan lebih membahagiakan, organisasi wanita, di antaranya Wanito Utomo, dibandingkan dengan kisah-kisah perempuan Wanita Taman Siswa, Aisyiah, Putri Indonesia, Jawa masa lalu yang penuh derita dan air mata Wanita Katolik, dan Jong Java Bagian Gadis sebagai konco wingking (Ismawati, 2013).

224 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 Perempuan Jawa (Ismawati, 2005) anak petani yang miskin dan menderita yang merupakan tipologi khas yang ada di dunia ini. ingin sekolah. Siibuurapha membuka celah-celah Perempuan Jawa adalah perempuan yang lahir di kehidupan petani, bagaimana mereka diperas, Jawa, dari keluarga Jawa, dididik secara adat menderita karena bencana dan kematian, dan Jawa, dan melanjutkan tradisi Jawa dalam melukisan persaingan status antara anak buah kehidupannya. Mayoritas perempuan Jawa yang hidup bersama dalam rumah tangga adalah muslim atau tepatnya beragama Islam. bangsawan. Bunchook seorang pengarang yang Ada beberapa pendapat yang dapat mendasari berpendidikan tinggi, novelnya berkisah tentang kajian perempuan Jawa terkait peran dan status Kepala Wilayah yang memiliki moral tinggi serta perubahannya. Parsons (1991) dalamThe melawan kesialan hidup yang lebih menguntungkan Social System melihat di samping tindakan kekuasaan daripada kejujuran. Kondisi tersebut sosial, terdapat dua tindakan lain yang saling hampir mirip di Indonesia sekarang. Endraswara melengkapi, yakni sistem kultural yang mengandung (2013) menyatakan bahwa metode penelitian nilai dan simbol-simbol, serta sistem kepribadian sastra adalah cara yang dipilih peneliti dengan para pelaku individual. Hubungan antara mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra individu dengan sistem sosial dapat dianalisis yang dijadikan objek kajian. Sastra merekam melalui konsep status dan peranan. Status adalah kondisi sosial budaya masyarakatnya, jika mau kedudukan dan peranan adalah perilaku normatif menelaah secara jujur mengenai masyarakat, yang melekat pada status itu. Dalam sistem bacalah teks sastra (Al Hafizh, 2016). sosial, individu menduduki suatu tempat (status) Seiring perkembangan zaman, kaum dan bertindak (peranan) sesuai dengan norma perempuan kian memahami dan menyadari akan atau aturan-aturan yang dibuat oleh sistem. kodrat, martabat, status dan peran, harga diri dan Perempuan Jawa dalam artikel ini kedudukannya di dalam masyarakat. Tidak meliputi dua dunia, yakni perempuan Jawa berlebihanlah jika Aburdene & Naisbit (Ismawati, dalam dunia imajinasi penulis teks sastra 2005) mengatakan bahwa perempuan dapat Indonesia dan perempuan Jawa dalam dunia mengubah profil dunia. “When the subject is kehidupan yang nyata. Ada atau tiadanya woman, what is happening is awesome. Women perubahan status dan peran perempuan Jawa dari are transforming the world we live in”. Seiring tradisional ke modern baik dalam teks sastra dengan pemahaman dan kesadaran perempuan Indonesia maupun dalam kehidupan nyata sangat tersebut muncul ketegangan atas status dan menarik untuk diteliti. Bukan hanya karena peran, yakni perbenturan antara peran tradisional secara lahiriah formal tampak ada perubahan dan modern, peran alamiah dan peran status dan peran secara signifikan, melainkan pengembangan diri, ketegangan antara feminitas munculnya perempuan Jawa yang brilian di dan maskulinitas, serta ketegangan dan berbagai subsektor kehidupan juga layak untuk ketergantungan dalam upaya memperoleh dikaji dan patut mendapat perhatian di era otonomi. Perubahan dari tradisional ke modern milanial ini. Paparan khusus dalam tulisan yang terjadi dalam diri perempuan Jawa di adalah merunut perjalanan status dan peran samping secara nyata tampak dalam sikap dan perempuan Jawa dari masa ke masa, baik yang perilaku kehidupan sehari-hari juga terefleksi berada di dalam teks sastra Indonesia maupun dalam teks sastra Indonesia. Di antara yang berada di dunia nyata. perubahan-perubahan yang ada, misalnya dalam hal pemikiran-pemikiran, dalam hal politik, Perempuan dalam Teks dalam hal sosial, dan dalam hal budaya. Ada perbedaan perempuan Jawa masa lalu dan masa Kajian masyarakat melalui teks sastera kini yang menarik untuk dibahas dan dapat sudah lama dilakukan orang. Mulder (1983) dijadikan suri teladan bagi kehidupan di dalam sebuah penelitian yang berjudul masyarakat sekarang dan mendatang, baik secara “Jawa+Thailand Beberapa Perbandingan Sosial regional maupun secara international di tengah Budaya”, menggunakan tiga novel dari pengarang situasi global. Thailand, yakni Seeni Sawwaphong, Siibuurapha dan Bunchook Ciamwiriya sebagai data Sayogyo dan Pujiwati (1999) menyatakan primernya di samping terjun langsung ke bahwa ciri kehidupan masyarakat pedesaan di Thailand. Novel Seeni bernafaskan peri- Indonesia–dengansampel desa-desa Celapar di kemanusiaan, cinta untuk umat manusia beserta Jawa Tengah, Telang di Kalimantan Tengah, perjuangannya. Novel Siibuurapha berkisah soal Bottonramba di Makassar, dan Muremarew di

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 225 Irian Jaya–adalah dijumpainya konflik dan kaum wanita1. Konsep yang tertuang dalam persaingan. Hal itu–sebagaimana dikatakan para “Candra Rini” berupa deskripsi sifat, watak, dan ahli antropologi–menunjukkan bahwa desa itu perilaku istri Arjuna dalam pewayangan yakni sama sekali tidak rukun tenang. Kondisi ini pasti Subadra atau Sembadra. Sifat yang dimaksud berdampak pada kehidupan perempuan. Dalam adalah setia kepada suami, rela dimadu, realitasnya, kehidupan masyarakat pedesaan di mencintai sesama, terampil, pandai berdandan, Jawa masa lalu sangat dipengaruhi oleh budaya pandai menjaga diri, cepat tanggap, menarik, Jawa yang patriarki, ketika lelaki adalah sang sederhana, pandai melayani suami, gemar lelananging jagat, ala ning menang (lelaki membaca buku. Dalam diri seorang putri juga adalah kesejatian dunia, biar jelek tapi menang), harus memegang teguh tiga sifat, yakni bekti, dan perempuan adalah konco wingking (teman nastiti, wedi (bakti, cermat, takut), maksudnya yang berada di belakang) yang perannya hanya takut jika melakukan kesalahan. 2M, mamah, mlumah, (makan, badan tengadah Perihal kepatuhan wanita Jawa kepada dalam posisi siap menerima perintah suami), suami, terdapat dalam “Serat Nitipraja” atau juga 3M, masak, macak, manak (memasak, (Kartodirdjo, 1987) yang dideskripsikan berikut berdandan atau menghias diri, dan melahirkan ini. anak) (Ismawati, 2013). Lamun sira rineka pawestri Banyak ajaran Jawa yang berkenaan kinarya gedhong dening sang nata dengan bagaimana seharusnya peran perempuan semunira den asumeh Jawa, yang jika dikaji hanya menunjukkan den lila ing sakayun bahwa perempuan itu lemah, perempuan harus myang salokanira kepanggih mau dimadu, perempuan tempatnya di rumah, kadi garwa kawitan dan harus pandai menyenangkan hati suami. setyanireng kakung Beberapa kitab yang berisi ajaran tersebut di angrasaa yen sinatyan antaranya kitab “Wulang Estri” karya Paku ing raga nuta saosa kresaning laki Buwana X, dan kitab “Candra Rini” karya Raden boga busana muktiya. Ngabehi Ranggawarsita (Ismawati, 2005). Kitab Apabila engkau diperlakukan “Wulang Estri” karya Paku Buwana X berisi sebagai isteri simpanan raja ajaran kehidupan rumah tangga, yang difokuskan wajahmu hendaknya dibuat manis pada peran isteri, yakni selalu setia dan patuh pasrahkan kepada segala kehendaknya kepada suami, sebagaimana disimbolkan dalam dan bersandiwaralah sebagai lima jari tangan: jempol, tuduh, panunggul, driji isteri yang pertama kesetiaanmu kepada suami manis, jenthik (ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari kesetiaan karena merasa dicintai dengan setia manis, kelingking). Jempol artinya pol ing tyas menurutlah secara jasmani maknanya agar isteri secara tulus dapat siaplah akan segala kehendaknya ‘memuaskan’ suami. Panunggul artinya paling dalam hal makan dan pakaian yang disukai. unggul. Maknanya, suami harus selalu diunggulkan, dihargai, dihormati. Tuduh, pituduh Makna keseluruhan gurit (puisi) di atas artinya petunjuk. Isteri harus selalu mengikuti menekankan pada perilaku perempuan yang petunjuk suami. Driji manis artinya isteri harus dikehendaki laki-laki dalam masyarakat Jawa selalu bersikap manis di hadapan suami. Jenthik, yang patriarki. Hal ini sangat tidak adil karena di uthik atinya isteri harus terampil dan kreatif. Di situ peran perempuan hanya sebagai objek dan samping lima hal ini, wanita harus senang tidak memiliki status resmi. Hanya suwargo dimadu, bahkan mencarikan gadis untuk suami. nunut neraka katut tadi. Kapan pun perempuan Jika tidak senang dimadu maka ia akan tidak dikendaki atau tidak disuka akan dicerai. diceraikan karena termasuk wanita yang tidak Ini mengakibatkan kehidupan perempuan Jawa terpuji. Ini jelas tidak memberi tempat bagi peran dalam dilema, mau mengikuti kemajuan jaman wanita Jawa yang cerdas, pemikir, dan pengambil dengan sekolah tinggi-tinggi tidak disukai lelaki, kebijakan, yang selama ini didominasi laki-laki. akhirnya juga hanya di dapur (sekolah dhuwur- dhuwur ya nggo apa wong ora disenengi wong Kitab “Candra Rini” karya Raden lanang, akhire ya mung ning pawon), mau ikut Ngabehi Ranggawarsita (Ismawati, 2005) berisi ajaran kerumah-tanggaan yang ditujukan bagi 1 Penggunaan kata wanita ini menyesuaikan dengan konsep zaman itu. Zaman sekarang digunakan kata perempuan.

226 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 lelaki dengan pasrah jiwa raga takut dicerai. mengatasi semua masalah dengan berani meski Inilah ketimpangan itu, sebagaimana dikatakan harus berpisah dengan guru dan rombongannya. Parsons di atas. Ia tangguh dan selalu berusaha untuk keluar dari belenggu ketidakadilan. Ini merupakan persepsi Dari uraian di atas tampak bahwa citra baru, bahwa perempuan Tionghoa tidak perempuan Jawa itu lemah. Perempuan Jawa menduduki posisi subordinat. Mereka adalah masih terbelenggu oleh persoalan psikologis pelaku perbuatan, subjek yang melakukan meski mereka berpendidikan tinggi dan berpikir keputusannya sendiri. Ini mengubah persepsi maju pada eranya. Fenomena ini tampak dalam lama yang menempatkan perempuan selalu novel “Romo Rahadi” dengan tokoh dokter Rosi berada di bawah bayang-bayang lelaki. Padmakristi dan novel “Burung-Burung Manyar” dengan tokoh Doktor Larasati. Munculnya Gilang Hanita Mayasari, Lina Meilinawati, permasalahan psikologis pada perempuan- dan M. Irfan Hidayatullah (2013) dalam perempuan yang eksis di sektor publik ini penelitiannya yang berjudul “Gambaran Seksualitas membawa dua sisi realitas. Di satu sisi peran dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk mereka sudah berubah seiring dengan perubahan Jilid Catatan Buat Emak” membahas wacana- pola hidup, di sisi lain menunjukkan bahwa wacana seputarseksual yang digambarkan perempuan itu, apa pun kepandaiannya, mereka berdasarkan peran gender lewat budaya patriarki masih dicitrakan secara stereotip sebagai dan mitos yang dipercayai oleh masyarakat perempuan lemah meski segala akses sudah setempat. Penelitian ini menjawab permasalahan sama dengan laki-laki. bagaimana seksualitas, mitos, dan stereotip yang ditampilkan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Penelitian-penelitian baru mengenai Ahmad Tohari. Penelitian ini menyimpulkan perempuan telah banyak dilakukan. Di antaranya bahwa Srintil (tokoh perempuan utama dalam dilakukan oleh Devyanti Asmalasari (2013), novel itu) merupakan objek yang dipaksa pasrah Gilang Hanita Mayasari, Lina Meilinawati, dan pada keadaan. Penggambaran mitos dan stereotip M. Irfan Hidayatullah (2013),Esti Ismawati masyarakat Dukuh Paruk tampil dengan wacana (2005), Esti Ismawati (2013), Aquarini Priyatna seksualitas. Ritual menjadi ronggeng akhirnya (2016), Irene H Frieze, Pujiharto (2015), dan menjadi mitos yang harus dilaksakan Srintil. tulisan-tulisan di Jurnal Perempuan. Secara garis Stereotip mengenai transaksi jual beli besar, penelitian mengenai perempuan dalam membentuk pandangan bahwa jika ingin teks dan dunia nyata dapat diklasifikasikan ke memiliki sesuatu harus ada yang ditukar. dalam tiga subkajian, yakni perempuan masa lalu dengan segala problematikanya, perempuan Dalam buku “Perempuan Jawa dalam masa kemerdekaan dan segala problematikanya, Fiksi Indonesia: Kajian Transformasi Budaya” serta perempuan masa kini dengan segala (2005) Esti Ismawati menyimpulkan bahwa problematikanya. perempuan Jawa dalam fiksi Indonesia telah mengalami perubahan (transformasi) yang Dalam penelitian Asmalasari (2013) berkenaan dengan aspek sosial budaya dari tentang perempuan Tionghoa dalam novel waktu ke waktu. Gambaran perempuan Jawa “Samita: Bintang Berpijar di Langit Majapahit” masa lalu dengan stereotipnrima, pasrah, manut, karya Tasaro, perempuan ditampilkan melalui nurut,yang ditunjukkan oleh Pariyem (tokoh sosok Hui Sing yang merupakan pendekar novel Pengakuan Pariyem karya Linus Suryadi muslimah. Hui Sing yang sejak kecil diasuh oleh AG), tokoh Srintil dalam trilogi novel Ahmad Laksamana Cheng Ho mengalami proses Tohari (Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang perkembangan pemikiran yang mengarah pada Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala), tokoh bentuk kesadaran akan keberadaan dirinya. Sri Sumarah dalam novel Sumarah karya Umar Perjuangan Hui Sing yang membela kebenaran Kayam, tokoh Bu Bei dalam novel Canting dan keadilan secara Islam menghilangkan karya Arswendo Atmowiloto, dan tokoh Kedasih stereotip perempuan Tionghoa yang selalu dalam novel Tirai Menurun, karya NH Dini, menjadi objek di dunia yang sifatnya patriarki telah berubah ke dalam perilaku yang lebih ini. Asmalasari (2013) menyimpulkan bahwa terpelajar (intelek), cerdas, kreatif, inovatif, keberadaan perempuan Tionghoa yang digambarkan dapat menempatkan diri berdiri sejajar dengan melalui Hui Sing (Samita) tampil sebagai pribadi kaum laki-laki dan tidak selalu menjadi konco yang berpikiran terbuka, cerdas, mandiri, dan wingking. Hal itu tampak pada tokoh Larasati bertanggung jawab terhadap dirinya. Ia mampu dalam novel yang berjudul Burung-Burung

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 227 Manyar, karya YB. Mangunwijaya, tokoh Rosi dengan masyarakat di sekelilingnya. Berstatus Padmakristi dalam novel yang berjudul Romo artinya mempunyai status. Peran artinya Rahadi, karya YB. Mangunwijaya, tokoh Sri perangkat tingkat yang diharapkan dimiliki oleh dalam novel Pada Sebuah Kapal, karya NH. seseorang yang berkedudukan atau berstatus Dini, tokoh Nyonya Sastrodarsono dalam novel dalam masyarakat. Peranan artinya tindakan Para Priyayi karya Umar Kayam, dan tokoh yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa. Bawuk dalam novel Bawuk karya Umar Kayam. Jadi sekarang orang tidak lagi melihat anak siapa, berdarah apa, tetapi bagaimana prestasinya. Esti Ismawati juga menyimpulkan Masyarakat modern lebih menekankan nilai-nilai bahwa karakter perempuan Jawa dalam novel yang sesuai dengan zaman sekarang dan nanti, Indonesia berwarna lokal Jawa sudah mengalami daripada nilai-nilai masa lalu dan lampau. perubahan yang signifikan. Perempuan Jawa Seharusnya nilai-nilai modern ini menjadi dalam novel-novel karya YB Mangunwijaya paradigma baru di masyarakat Jawa khususnya, memiliki karakter yang kuat dalam menjalani Indonesia umumnya, dan tidak lagi memposisikan kehidupan. Perempuan Jawa seperti Dr. Larasati perempuan berstatus konco wingking (teman dalam novel “Burung-Burung Manyar”, dokter yang di belakang) dalam berbagai aspek Rosi Padmakristi dalam novel “Romo Rahadi”, kehidupan. Sri dalam novel “Pada Sebuah Kapal” mampu menunjukkan ‘perlawanan’ yang memadai dalam Aquarini Priyatna (2016) dalam kehidupan bersama laki-laki. Mereka tidak hanya penelitian yang berjudul “Perempuan di Luar pasrah dan menyerah pada keadaan yang sangat Jalur: Seksualitas Perempuan dalam Dua Cerpen tidak menguntungkan, tetapi mereka bangkit Suwarsih Djojopuspito” menyimpulkan bahwa dengan semangat tinggi merebut peran yang dua cerpen Suwarsih menunjukkan cara Suwarsih dapat dijalankan perempuan dalam kehidupan, melakukan resistensi terhadap konstruksi sosial menjadi dokter masyarakat Papua, menjadi yang menafikan dan diskriminatif terhadap kepala kantor konservasi sumber daya di Bogor, seksualitas perempuan, tidak semata-mata dengan dan menjadi penari istana kepresidenan, penyiar menunjukkan bahwa perempuan adalah manusia radio seksi budaya. dengan seksualitas, tetapi perempuan adalah agen untuk kebahagiaannya sensiri. Lebih dari Esti Ismawati (2013) dalam penelitian itu cerpen-cerpen Suwarsih memberikan ruang yang berjudul “Karakter Perempuan Jawa dalam resistensi bagi tokoh perempuannya meski itu Novel Indonesia Berwarna Lokal Jawa: Kajian mengimplikasikan resiko sosial-kultural, yakni Perspektif Gender dan Transformasi Budaya” keluar jalur. menyimpulkan bahwa perempuan Jawa dalam novel Indonesia berwarna lokal Jawa sudah Irene H Frieze, et.al. (1978) dalam buku memainkan peran aktif dalam kehidupan. yang berjudul Women and Sex Roles pada bagian Mereka bukan lagi konco wingking yang tidak III membahas masalah changes in women’s role menyumbangkan sesuatu tetapi mereka banyak participation. Traditional roles of women are juga yang bekerja di sektor publik dan domestik wife, housewife, mother, labor force participant. sehingga menyumbang ekonomi keluarga, Seiring dengan perubahan zaman, peran bahkan sebagai tiang ekonomi keluarga. Dalam perempuan pun berubah. Perempuan bisa berbagai segi kesetaraan gender sudah melekat berperan di bidang politik, hal yang dulu tidak pada tokoh perempuan Jawa dalam fiksi pernah ada. Perempuan bekerja sebagai guru, Indonesia, dan secara otomatis terjadi transformasi dosen, pegawai kantor, dan jabatan lain di luar budaya di segala subsektor kehidupan. rumah, bahkan sebagai pencari nafkah utama. Perempuan yang berperan sebagai politikus di Gambar 1 adalah bagan mengenai dunia nyata di Indonesia misalnya Megawati perubahan nilai-nilai budaya menurut Jujun Sukarno Putri, Khofifah Indar Parawansa, Susi Suryasumantri. Jujun menyebut perubahan Pudji Astuti, Sri Mulyani, Ani Yudoyono, Puan dalam proses modernisasi dari masyarakat Maharani, perempuan di parlemen, dan tradisional ke masyarakat modern menyangkut perempuan di partai politik. Dalam teks sastra, lima hal, yakni nilai teori, nilai sosial, nilai perempuan yang berperan di sektor politik juga ekonomi, nilai kuasa atau politik, dan nilai ada, sebagaimana dilakukan Bawuk dalam novel agama. Di dalamnya terdapat perubahan Bawuk karya Umar Kayam. Sebagai seorang orientasi dari status ke prestasi. Status adalah aktifis gerwani, underbouw PKI Bawuk berperan keadaan atau kedudukan orang dalam hubungannya dalam kepemimpinan suaminya di PKI. Bawuk

228 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 ikut serta ke manapun suaminya berada, “Jalan Menikung” diwujudkan dalam berbagai meninggalkan dunia mapan di rumah dinas relasi, baik relasi antar anggota keluarga maupun Kawedanan tempat ia berasal, dan menitipkan relasi sosial dari waktu ke waktu. Berbeda anak-anak kepada ibunya (Ismawati, 2017). dengan ‘nilai berbagi’, nilai ‘keberanian berbeda’ sulit diwujudkan dalam berbagai relasi, Kajian perempuan Jawa dilakukan pula baik relasi antaranggota keluarga maupun relasi oleh Pujiharto (2015) dengan judul penelitian sosial. Kesulitan itu terjadi karena ada perbedaan “Kerelaan Berbagi dan Keberanian Berbeda kelas sosial, perbedaan orientasi dalam beragama Perubahan Identitas Priyayi dalam Dwilogi Umar (Islam), perbedaan pandangan tentang kesempatan Kayam”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa bagi wong cilik untuk mengenyam pendidikan, upaya memahami perubahan kelompok priyayi perbedaan agama, dan perbedaan orientasi dapat dilakukan dengan berbagai hal, salah politik. Dalam hal perbedaan kelas sosial dan satunya dengan meneliti representasinya dalam perbedaan agama tidak selamanya ‘berani karya sastra. Selanjutnya dikatakan Puji bahwa berbeda’. nilai ‘kerelaan berbagi’ dalam “Para Priyayi” dan Gambar 1 Perubahan Nilai-nilai Budaya dalam Proses Modernisasi

Masyarakat Proses Masyarakat Tradisional Modernisasi Modern

Mistis Analitis Sistemik

Rasional Pengalaman Nilai Perasaan intuisi Teori Ilmiah Nilai Teori Peralatan Primitif Teknologi

Kebiasaan Efisiensi

Pengalaman Pendidikan

Nilai Generalisasi Keahlian Sosial Nilai Sosial Status Prestasi

Kekerabatan Individu

Insentif Non Insentif Ekonomi Ekonomis Nilai Kerja untuk Nilai Ekonomi Kerja Keras Kebutuhan Ekonomi

Pola Konsumsi Pola Konsumsi Konsumtif Produktif

Keputusan Sering Keputusan diambil diambil oleh orang Lain Sendiri Nilai Nilai Orientasi pada Orientasi pada Kuasa Kuasa Stabilitas Kemajuan

Menolak Menerima Perubahan Perubahan Nilai Nilai Fatalisme Aktif Memperbaiki Agama Agama

Sumber: Perubahan Nilai-nilai Budaya dalam Proses Modernisasi (Jujun Suriasumantri, 2000).

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 229 Status dan Peran Perempuan Jawa dalam kelas orang kecil (wong cilik) yang harus bekerja Teks Sastra keras untuk mencukupi keperluan hidupnya. Perempuan lain di dukuh Paruk selain Srintil Perempuan Jawa dalam teks sastra bertani di sawah. Indonesia menunjukkan adanya perubahan status dan peran. Dalam tulisan ini akan dibahas Srintil Bu Bei Tuginem dalam novel “Canting” (tokoh perempuan Jawa dalam trilogi novel karya Arswendo Atmowiloto tadinya seorang Ahmad Tohari, yakni “Ronggeng Dukuh Paruk”, gadis dengan status buruh batik di rumah pak “Jentera Bianglala”, dan “Lintang Kemukus Dini Bei. Tuginem yang cantik tetapi tidak sekolah itu Hari”), Bu Bei Tuginem Sestrokusumo (tokoh dinikahi pak Bei ketika masih sangat belia. perempuan Jawa dalam novel “Canting” karya Tuginem kemudian naik status menjadi bu Bei Arswendo Atmowiloto), Dokter Rosi Padmakristi dengan setumpuk peran yang harus ia hadapi: (tokoh peremnpuan Jawa dalam novel yang ibu rumah tangga dengan lima anak dan berjudul “Romo Rahadi” karya YB Mangunwijaya) sekaligus majikan pabrik batik cap “Canting” di dan Doktor Larasati (tokoh peremnpuan Jawa Solo, sekaligus juga pedagang. Selepas subuh bu dalam novel “Burung-Burung Manyar” karya Bei dengan lima becaknya meluncur dari rumah YB Mangunwijaya). Sastrokusuman menuju pasar Klewer di Solo dan pulang dengan segepok uang yang diserahkan Srintil dalam tiga novel Ahmad Tohari kepada suaminya, pak Bei. Pak Bei yang adalah simbol perempuan Jawa yang sangat membawa kunci almari yang berisi penuh uang lugu, bodoh, tidak bersekolah, tetapi mempunyai itu. Malam hari bu Bei berperan sebagai isteri naluri magis untuk menari sehingga ia dipilih yang berbakti kepada suami, memijati dan penduduk setempat untuk menjadi penari memuaskan hati pak Bei.Peran bu Bei masih ronggeng, yang secara adat harus ada di desa harus bertambah lagi, yakni sebagai dermawan Paruk. Jika tidak ada ronggeng, Ki yang selalu diperas adik-adik pak Bei.Inilah Secamenggala (sudah meninggal) yang menjadi model perempuan Jawa yang menjadi idaman cikal bakal desa Paruk akan marah, lalu terjadi pengarang laki-laki Jawa. pegeblug (wabah penyakit). Di sini Srintil mempunyai status dan peran terhormat di dukuh Dokter Rosi Padmakristi dalam novel Paruk, meski ia dipaksa secara naluri, dan tidak “Romo Rahadi” karya YB. Mangunwijaya boleh menolak. Srintil yang sudah yatim piatu adalah dokter putri asli Temanggung Jawa dan dididik oleh kakek-neneknya itu menerima Tengah yang mengembara di rimba Papua atas tugas sebagai ronggeng. Di satu sisi ia terhormat panggilan tugas selaku relawan. Status sebagai sebagai pemangku adat, di sisi lain dunia dokter inilah yang menjadikan Rosi dihormati ronggeng adalah dunia hitam, yang tidak khalayak Papua, termasuk seorang pastur menyisakan nilai-nilain keluhuran. Jadi Srintil pendatang dari Jawa bernama Rahadi. Rahadi punya peran, tetapi ia tidak punya status dalam mempunyai keluarga juga di Papua yakni pandangan normal. Ia lajang dan terlunta-lunta Kolonel Swantaji yang juga bertugas di Papua ketika ingin menjadi seorang isteri, menjadi dengan isteri (kakak Rahadi) dan putra-putrinya. perempuan yang tinggal di rumah, somahan. Keluarga inilah yang menjadi markas Rosi dan Lelaki yang dicintainya (Rasus, Bajus) semua Rahadi semasa bertugas di Papua. Rosi tidak melepas Srintil sehingga ia kurang waras. Kaya mempunyai keluarga karena suaminya tewas tetapi hina dari kacamata kelas sosial. Kehidupan dalam sebuah kecelakaan. Rosi yang sendiri dan Srintil mengalir dari satu pentas ke pentas lain, ketika di SMA adalah kawan Rahadi, kembali hingga akhirnya ia dituduh PKI (Partai Komunis dipertemukan di alam Papua dengan bunga- Indonesia) ketika ia menolak diperintah Bahar bunga cinta yang dulu tidak pernah mekar. untuk pentas dalam acara partainya. Srintil yang Dalam novel ini perempuan Jawa memiliki tidak punya status tetapi perannya sangat besar status dan peran yang baik. bagi warga desa Paruk menjadi limbung, ia Dr. Larasati dalam novel “Burung- dijebloskan ke penjara bersama seluruh pemain Burung Manyar” karya YB. Mangunwijaya juga calung, gamelan yang mengiringi tarian menempatkan perempuan pada status yang ronggeng, hanya gara-gara tidak mau pentas. terhormat, yakni sebagai Kepala Kantor Konservasi Demikianlah nasib perempuan Jawa dari Alam. Novel Burung-Burung Manyar dapat juga Banyumas dalam novel ini, bagaikan tumbal dipandang sebagai proyek pascakolonial yang yang ia sendiri dan crew merasakan pahitnya mencoba mencari penyimpangan yang terjadi hidup. Status Srintil adalah perempuan Jawa

230 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 dalam penulisan sejarah Revolusi Indonesia. Di kisah-kisah perempuan selanjutnya lebih didominasi sini sejarah diceritakan mengalir, dengan perempuan Sumatera, saat Balai Bustaka berdiri beberapa anekdot. Sejarah dikisahkan melalui tahun 1920. kisah cinta seorang yang bekerja mendukung “Azab dan Sengsara” adalah roman kemerdekaan Indonesia, Larasati, dan Setadewa modern pertama Balai Pustaka yang lahir di yang menjadi serdadu KNIL. Setadewa Indonesia buah karya Merari Siregar (Sumatera). membongkar kecurangan perusahan minyak Tokoh utama perempuan bernama Mariamin tempat ia bekerja. Semua ini bukan hanya tidak boleh menikah dengan Amiruddin karena berkisah tentang cinta manusia, melainkan adat. Adat masih menjadi beban bagi tentang kemanusiaan seutuhnya, yang memiliki perempuan. “Siti Nurbaya” juga masih bertema ‘Masa Transisi’, ‘Masa pascakemerdekaan, adat. Siti tidak boleh menikah dengan ‘Anak Harimau Mengamuk’, Elang-elang Menyerang’, Syamsulbahri karena ayahnya terlilit hutang ‘Burung Kul Mendamba’, sebagaimana tertulis dengan Datuk Maringgih, dan Siti yang harus di sub-sub judul dalam novel. Larasati dalam melunasinya dengan cara menikah dengan laki- novel ini mempunyai status sebagai perempuan laki yang bukan idamannya. priyayi terhormat dan cerdas, berjuang untuk kemerdekaan bangsanya. Perempuan Jawa dalam teks sastra lama belum banyak dibahas karena status dan Dari tabel 1 di bawah tampak bahwa perannya hanya diakui dari sudut reproduksinya tokoh perempuan dalam teks sastra Indonesia saja. Umumnya mereka masih berpendidikan yang pertama kali muncul adalah perempuan rendah, bahkan tidak mengenyam pendidikan Sumatera, dengan pengarang Merari Siregar formal. Pada novel tahun 1930-1940-an, memunculkan tokoh Mariamin dalam novel pendidikan tokoh wanitanya sudah lebih tinggi, “Azab dan Sengsara”, Marah Rusli dengan “Siti seperti Kweekschooldan Mulo (Meer Uitgerbried Nurbaya”, Abdul Muis dengan “Salah Asuhan” Lager Onderwijs) yaitu Sekolah Menengah menampilkan dua tokoh perempuan Sumatera Umum untuk kalangan Bumi Putera selama tiga dan Prancis, yakni Rapiah dan Corie du Busse. Tahun (Rustapa, 1992). Sutan Takdir Alisyabana dengan “Layar Terkembang” menampilkan dua perempuan mahasiswa Kritik terhadap hasil penelitian sebagai- kedokteran kakak beradik, yakni Tuti dan Maria. mana tampak dalam Tabel 1 adalah belum Maria sibuk memikirkan Yusuf, sedang Tuti dimasukkannya penulis-penulis muda Masa Kini menjadi perempuan aktivis berbagai pergerakan seperti Andrea Hirata, Dewi Lestari, Jenar yang peduli pada nasib kaumnya.Perempuan di Mahesa Ayu, Toety Heraty, Toni Lesmana, Ayu dunia nyata yang sudah aktif berperan di sektor Weda, Risda Nur Widia, dan seterusnya. publik adalah perempuan dari luar Jawa, seperti “Jalan Tak Ada Ujung” adalah novel Laksamana Malahayati dari Aceh, Cut Nya’ karya Mohtar Lubis tahun 1952. Novel berlatar Dien dari Aceh, dan Christina Martha Tiahahu 2 perang kemerdekaan ini menokohkan Guru Isa, dari Maluku. Perempuan Jawa baru muncul Fatimah, dan Hazil. Guru Isa adalah guru dalam teks sastra Indonesia seiring dengan Sekolah Dasar di yang gemar musik dan munculnya sastrawan dari Jawa yang menulis sepakbola, yang membantu gerilya tetapi hidup novel, seperti Umar Kayam, YB Mangunwijaya, dalam ketakutan. Ia menderita disfungsi ereksi Ahmad Tohari, Arswendo Atmowiloto, dan Nh. yang menyebabkan isterinya, Fatimah berselingkuh Dini, yang mengangkat konflik perempuan Jawa dengan Hazil, kawan Guru Isa. dalam kehidupan modern. Mengenai peran perempuan di bidang politik, sebenarnya telah “Atheis”, novel karya Achdiat K. muncul di Sunda, yakni “Cerita Nyai Soemirah” Mihardja, menokohkan Hasan, Rusli, Anwar, novel karya Thio Tjin Boen tahun 1917, yang dan seorang perempuan Marxis-Leninis bernama mengisahkan Nyai Soemirah sebagai perempuan Kartini. Cerita berkisar pada Hasan yang yang cerdas dan pemberani, serta “Student meragukan keyakinan Islamnya menikahi Hidjo” karya Marco Martodikromo yang Kartini dan diusir keluarganya hingga ia mengisahkan Raden Adjeng Wungu. Namun, tertembak dan disiksa Jepang. Di sini perempuan yang ditampilkan bukan prototipe isteri yang baik. 2Pengertian Jawa adalah daerah yang menggunakan bahasa Jawa, yakni Jawa Tengah, DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta), dan Jawa Timur.

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 231 Tabel 1 Kemunculan Perempuan dalam Teks Sastra Indonesia No Periode Judul Karya Pengarang Tokoh Perempuan Azab dan Sengsara Merari Siregar (Sumatera) Mariamin Masa Penjajahan 1. (1920-1930) Siti Nurbaya Marah Rusli (Sumatera) Siti Nurbaya Salah Asuhan Abdul Muis (Sumatera) Rapiah Sutan Takdir Alisjahbana Masa Layar Terkembang Cory, Tuti dan Maria 2. Kemerdekaan (Sumatera) (1940-1960) Belenggu Armyn Pane (Sumatera) Kartini Jalan Tak Ada Ujung Mochtar Lubis Fatimah Atheis Ahdiat K. Mihardja (Bandung) Kartini Pada Sebuah Kapal Nh. Dini (Jawa) Sri Masa Orde Baru Canting Arswendo Atmowiloto Bu Bei 3. (1970-1990 an) Ronggeng Dukuh Paruk Ahmad Tohari Ni Srintil Para Priyayi Umar Kayam Nyonya Sastrodarsono Romo Rahadi YB Mangunwijaya dr. Rosi Burung-Burung Manyar YB Mangunwijaya Dr. Larasati Perempuan Berkalung Abidah El Khalieqy Annisa Masa Kini Sorban 4. (2000- ) Ketika Cinta Bertasbih Habiburrahman El Shirazy Eliana, Anna Dalam Mihrab Cinta Habiburrahman El Shirazy Zizi, Syilvie Sumber: Liliani, Else dan Esti Swastika Sari, 2010.

“Perempuan Berkalung Surban”, novel hari ia difitnah sahabatnya sendiri, Burhan, Abidah El Khalieqy (El Khalieqy: 2009), didakwa mencuri dan dipukuli hingga wajahnya berkisah tentang Anissa, seorang perempuan berdarah. Keluarganya percaya dengan fitnah yang berkarakter cerdas, berani, dan berpendirian tersebut dan akhirnya membuat ia benar-benar kuat. Ia hidup dalam tradisi Islam konservatif, mencopet. Ia dipertemukan Tuhan dengan Sylvie yang mengajarkan perempuan harus tunduk seorang gadis yang salihah. Tema novel ini kepada laki-laki, yang tentu saja dianggap adalah lingkungan berpengaruh besar dalam merintangi kemandirian perempuan. Anissa dan membentuk diri seseorang. Khudori membela hak-hak perempuan muslim. Dari uraian di atas dapat disimpulkan “Ketika Cinta Bertasbih” (El Shirazy, bahwa di dalam teks sastra yang diteliti, terdapat 2007) adalah novel Habiburrahman yang perubahan peran dan status perempuan Jawa, berkisah tentang mahasiswa Indonesia yang yang tadinya hanya berperan di sektor domestik, sedang kuliah di Universitas Al Azar, Kairo telah berubah berperan di sektor publik. Pada bernama Azzam. Dia bertemu dengan perempuan masa 1970-an hingga 1990-an perempuan Jawa yang sempurna secara fisik baernama Eliana, mendominasi berbagai peran dalam teks sastra putri Duta Besar RI di Cairo, tetapi Azzam tidak Indonesia.Namun, sebelum dan sesudah itu tidak bisa menerima perasaan cinta itu. Ia terpikat muncul lagi karya yang menokohkan perempuan dengan Anna Althafunnisa, tetapi ditolak karena Jawa. Novel tahun 2000-an didominasi peran status sosial Azzam. Anna menikah dengan perempuan dalam Islam yang ditandai munculnya Furqon, sahabatnya yang status sosialnya lebih karya-karya Habiburrahman dan Abidah dengan tinggi. Namun karena dugaan terkena HIV latar pesantren dan Al Azar, Kairo. Furqon menceraikan Anna dan Anna menikah dengan Azzam. Status dan Peran Perempuan Jawa dalam Dunia Nyata “Dalam Mihrab Cinta” (El Shirazy, 2010) Habiburrahman El Shirazy berkisah Dalam dunia nyata akan dibahas tentang pemuda kaya bernama Syamsul yang perempuan golongan petani-buruh, perempuan meninggalkan kehidupannya yang mapan dan golongan pekerja-guru, dan perempuan golongan bertekad menuntut ilmu di pesantren Al Huda ningrat. Pembahasan didasarkan pada kuesioner di Kediri. Di sana ia bertemu Zizi, putri pemilik yang telah disebarkan kepada 12 responden yang pesantren yang pernah ditolongnya. Pada suatu berasal dari tiga golongan tersebut.

232 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 Perempuan Jawa kelas petani dan buruh laundry, dan sejenisnya. Kehidupan rumah statusnya adalah sebagai wong cilik. Mereka tangga mereka relatif tenang, bersih, dan berperan sebagai ibu, istri, pekerja di sawah, di higienis. Putra-putri mereka bersekolah sampai rumah, di pasar, dan di sektor tenaga kerja Perguruan Tinggi dan setelah lulus bekerja wanita, baik di dalam negeri maupun di luar sebagaimana orang tua mereka bekerja. Keluarga negeri. Dari hasil kuesioner dapat disimpulkan dokter ya jadi dokter. Keluarga perangkat desa bahwa mereka yang bekerja di luar rumah ya banyak yang menurun pada anaknya. Guru berharap ekonomi keluarga membaik (hanya dan dosen juga demikian. Perempuan pegawai bisa berharap karena uang yang dikirim ke negeri banyak yang puteranya juga berprofesi suami di rumah terkadang tidak sesuai sebagai PNS. Jadi, ibu memang juga menjadi peruntukkannya), anak-anaknya bisa sekolah, teladan putera-puterinya. dan bisa menabung. Sementara itu, mereka yang Perempuan ningrat Jawa yang tinggal di bekerja di rumah berperan sebagai “ratu” rumah keraton terbagi menjadi dua kategori juga, yakni tangga.Ada yang harus bekerja keras agar dapat yang bekerja di luar rumah seperti Gusti mencukupi kebutuhan rumah hingga harus Kanjeng Ratu Hemas, Gusti BRA Mooryati banting tulang (sirahdienggo sikil, sikil dienggo Sudibyo, Gusti Mung, dan seterusnya, dan yang sirah) dan awan dienggo bengi, bengi dienggo tinggal di rumah sebagai “Ratu” rumah tangga awan, artinya tidak mengenal waktu. Hal yang dengan banyak abdi dalem. Kehidupan mereka demikian ini terjadi jika suami (kepala keluarga) tergolong lumayan baik, tidak perlu banting tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. tulang untuk mencukupi kebutuhan rumah Perempuan Jawa pada status ini banyak juga tangga. Rata-rata suami mereka memiliki usaha yang bahagia karena beruntung memiliki suami yang mapan, seperti perusahaan batik, rumah yang sudah kaya dari awalnya. Mereka tidak makan ekslusif, ada juga yang PNS (Pegawai perlu banting tulang, hanya mengerjakan Negeri Sipil), ABRI (Angkatan Bersenjata pekerjaan rumah tangga sehari-hari seperti Republik Indonesia). Secara lahiriah formal memasak, mencuci, seterika, dan mengepel mereka hidup berkecukupan, dengan harta lantai. warisan dari leluhur mereka. Anak-anak mereka Perempuan Jawa pada status priyayi bahkan belajar ke luar negeri untuk menimba hidupnya lebih sejahtera dibandingkan dengan ilmu yang diminati. perempuan petani-buruh. Sebagian besar mereka bekerja di luar rumah dengan modal pendidikan Perempuan Jawa Masa Penjajahan, Masa yang mereka tempuh. Guru dan dosen adalah Kemerdekaan, Masa Orde Baru dan Masa profesi favorit yang disandang para perempuan Kini dalam Konstelasi Indonesia priyayi ini.Berikutnya adalah PNS kantor, Berikut adalah bagan yang merangkum pekerja swasta, dan penjual jasa seperti ketering, peran perempuan dalam dunia nyata. Tabel 2 Kemunculan Perempuan dalam Dunia Nyata No Periode Nama Peran Keterangan Asal Laks. Malahayati Panglima Perang Aceh Cut Nya’Dien Pahlawan Gerilya Aceh Ch. Marta Tiahahu Pahlawan Wanita Maluku Nyai Ageng Serang Pahlawan Wanita Banten 1. Masa Penjajahan Kartini Pahlawan Wanita Jawa Tengah Ratu Kencono Wungu Ratu (Tahta dari Keluarga) Jawa Timur Ratu Shima Ratu Kerajaan Kalingga Jawa Tengah Inggit Garnasih Istri Proklamator Bandung SK Trimurti Fatmawati Wartawan Jakarta Masa Fatmawati Ibu Negara RI Pertama Bengkulu 2. Kemerdekaan Nyai Ahmad Dahlan Penggerak Dinamika Yogyakarta Oetari Soetarti Aktivis Perempuan Yogyakarta Tien Soeharto Ibu Negara Surakarta Soelastin Soetrisno Dosen dan Ilmuwan Yogyakarta 3. Masa Orde Baru Moor Soedibyo Pengusaha Kosmetik Surakarta Martha Tilaar Pengusaha Kosmetik Jakarta

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 233 No Periode Nama Peran Keterangan Asal Sulasikin Murpratomo Menteri Wanita Jakarta Pratiwi Sudarmono Angkasawati, Dosen Jakarta Marga T Penulis Novel Jakarta Ike Soepomo Penulis Novel Jakarta Desi Anwar Penyiar TV, Wartawan Jakarta 4. Masa Kini Jenny Rachman Bintang Film Jakarta Sinta Wahid Ibu Negara Jakarta Megawati Soekarno Ibu Presiden Jakarta Sri Mulyani Indrawati Menkeu Semarang Iriana Ibu Negara Solo Sumber: Esti Ismawati 2018

Perempuan Jawa masa lalu di pedesaan Perempuan masa lalu belum mengenal dikenal kecantikannya, tanpa mascara, tanpa politik praktis. Pendidikannya pun masih sulam alis, dan tanpa lipstick. Kecantikan rendah, berbeda dengan perempuan masa perempuan Jawa masa lalu disebabkan karena kemerdekaan dan apalagi masa kini. Perempuan perawatannya secara alami tanpa zat kimia. Jawa masa lalu dihargai sebatas fungsi Untuk merawat kulit agar tetap kuning langsat reproduksinya. Jika ia melahirkan anak laki-laki memakai lulur dari bahan rempah, meminum dunia akan menyambut hangat, sebaliknya jika jamu kunyit asam setiap pagi. Minuman ini ia melahirkan anak perempuan ia tidak sangat berkhasiat, sudah terbukti sejak Gadjah dihormati, tak jarang diceraikan (Sudewa, 1991). Mada yang kulitnya sehat, tidak mempan Dicerai dandimadu adalah derita perempuan ditombak. Untuk merawat perut agar tetap Jawa masa lalu yang harus diterima dengan singset setelah melahirkan digunakan tapel dari pasrah. Munculnya Kartini, Fatmawati Soekarno jeruk nipis dan kapur kinang, dioleskan di pusar (sebagai data penguat meski asli Bengkulu), lalu memakai setagen dan bengkung. Untuk yang anti poligami, tidak kuasa melawan realitas merawat kecantikan mata dan menghilangkan lelaki Jawa yang memang “bernafsu” untuk itu. sakit kepala dipakai pilis. Jadi, lulur, tapel, pilis, Kartini terpaksa menerima suami yang sudah adalah tritunggal dalam perawatan kecantikan punya dua isteri sebelumnya, dan ia meninggal perempuan Jawa masa lalu. Kecantikan perempuan setelah melahirkan anak lelakinya. Dalam Jawa masa lalu sangat terkenal, bebas lipstick, konteks poligami, Fatmawati Soekarno (perempuan maskara, sulam alis (hasil kuesioner). luar Jawa, Bengkulu) juga memilih keluar istana Perawatan kecantikan perempuan Jawa dengan membawa si bungsu Guruh dan hidup di dilakukan secara lahir batin. Secara lahir rumah Kebayoran tanpa suami, karena Bung menggunakan jampi-jampi. Secara batin Karno telah meminta ijin untuk menikahi menggunakan cara spiritual seperti puasa Senin- perempuan lain. Sementara itu, perempuan Jawa Kamis, puasa mutih, dan ikhlas menjalani di dalam keraton harus siap menerima madu kehidupan dengan penuh pengabdian kepada yang tiada dia ketahui berapa jumlahnya (hasil keluarga, terutama kepada suami. Suami adalah wawancara mendalam). pusat, sekaligus penentu kehidupan rumah Menyadari penderitaan perempuan Jawa tangganya. Orientasi pengabdiannya berubah seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. masa lalu yang demikian berat, perempuan Jawa Orientasi yang tadinya nomor satu adalah suami, masa kemerdekaan dan masa kini tidak mau lagi berubah nomor satu adalah anak. Jika telur melakoni kisah perempuan Jawa masa lalu. hanya sebiji, dulunya untuk suami, berubah Mereka mengenyam pendidikan tinggi, mereka untuk anak, karena anak memerlukan gizi cukup terjun ke dunia politik praktis, dan mereka untuk kecerdasannya (hasil wawancara mendalam). mandiri, dengan pendapatan berada di tangan

234 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 sendiri, sehingga tidak takut dicerai. Perempuan munculnya Kartini (ibu emansipasi), Tien masa kemerdekaan bangkit dari kegelapan Soeharto (ibu negara tiga dasa warsa) (ibu Kartini menuju dunia yang terang benderang. negara sebelumnya ibu Fatmawati Soekarno dari Perlahan tetapi pasti perempuan Jawa masa Bengkulu, luar Jawa), Gusti Kanjeng Ratu kemerdekaan mulai diperhitungkan, turut serta Hemas (permaisuri raja Mataram sekarang), dalam perjuangan, dan ikut andil dalam mengisi Pratiwi (angkasawati), hingga Iriana Joko kemerdekaan. Di antara mereka terdapat aktivis Widodo (ibu negara sekarang), perubahan yang menyuarakan tulisan tajamnya melalui perannya sangat pesat.Namun, statusnya tidak surat kabar (SK Trimurti), serta didukung pernah bergeser sebagai isteri, orang nomor dua di rumah tangga.Tulisan ini juga menyimpulkan munculnya organisasi-organisasi perempuan tidak ada perbedaan yang signifikan antara Indonesia, yang tidak hanya berisi perempuan status dan peran perempuan Jawa dalam teks Jawa, seperti Aisyiah, Nasiatul Aisyiah, Fatayat sastra dan dalam dunia nyata karena sastra NU, GOW yang di dalamnya ada beberapa merupakan cermin masyarakat yang organisasi wanita seperti Dharma Wanita melingkupinya. Instansi, Dharma Pertiwi, Gerwani (meski dilarang), dan ikatan-ikatan professional seperti Daftar Pustaka IBI, IIDI, PERSIT Kartika Candra Kirana, dan masih banyak lagi, ikut mengubah pola pikir dan Al Hafizh, Muhammad. (2016). “Rasisme dalam pola hidup perempuan Jawa. Mereka bangkit Masyarakat Pascakolonial: Analisis Wacana dari keterpurukan dalam belenggu adat menuju Kritis terhadap novel-novel Woodson” dalam Humanus. Jurnal FBS Universitas perempuan mandiri. Seiring dengan bangkitnya Negeri Padang. perempuan masa kemerdekaan, banyak juga perempuan yang meraih gelar doktor di berbagai Alisyahbana, Sutan Takdir. (1977). Layar cabang ilmu, dan mereka menjadi dosen di Terkembang. Jakarta: Dian Rakyat. universitas-universitas di Indonesia.Perempuan Asmalasari, Devyanti. (2013). “Eksistensi Jawa masa kini sudah memahami hak dan Perempuan Tionghoa dalam Novel kewajibannya, baik secara kitab undang-undang Samita: Bintang Berpijar di Langit maupun secara agama (hasil wawancara Majapahit Karya Tasaro” dalam mendalam). Hal ini telah disadari bahwa semua Metasastra, Vol. 6 No. 1 Tahun 2013, perubahan ada konsekuensi logisnya, baik yang hlm: 1-9. positif maupun negatif (ekses) dari perilaku Atmowiloto, Arswendo. (1997). Canting. Jakarta: terkait aspek budaya. Gramedia.

Penutup El Khalieqy, Abidah. (2009). Perempuan Berkalung Surban. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran. Dari hasil kajian mendalam dapat disimpulkan bahwa status dan peran perempuan El Shirazy, Habiburrahman. (2010). Dalam Jawa dalam teks sastra dan dalam dunia nyata Mihrab Cinta. Jakarta: Ihwah Publishing. mengalami perubahan yang signifikan dari masa El Shirazy, Habiburrahman.(2007). Ketika Cinta ke masa. Perubahan tersebut meliputi pola pikir Bertasbih. Jakarta: Republika-Basmallah. dan pola hidup. Dalam teks sastra, ada tokoh bu Bei dalam novel ‘Canting’ yang buta huruf dan Gilang Hanita Mayasari, Lina MR, M. Irfan bekerja di rumah, ada juga tokoh Dr. Larasati Hidayatullah. (2013). “Gambaran Seksualitas yang menamatkan S3 dan bekerja sebagai kepala dalam Novel Trilogi Ronggeng Dukuh kantor pemerintah. Keduanya memiliki status Paruk Jilid Catatan Buat Emak” dalam yang sama, yakni sebagai isteri, tetapi Metasastra. Jurnal Penelitian Sastra mempunyai peran yang tidak sama. Perempuan Terakreditasi B. Volume 6. Nomor 1. yang satu bekerja di sektor domestik, sedangkan Juni 2013. ISSN. 2085-7268. Bandung: yang lain di sektor publik. Dalam dunia nyata Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat. perubahan peran dari perempuan Jawa masa lalu Halaman: 22-33. yang dicitrakan hanya berkutat di sektor http://www.sinaujawa.com domestik – yakni 3M (masak, manak, macak) (memasak, berdandan, melahirkan) (kerja hanya Ismawati, Esti. (2017). “Srintil dalam Trilogi di rumah), hingga perempuan Jawa masa kini Novel Ahmad Tohari: Potret Kehidupan yang mempunyai pola pikir dan pola hidup Perempuan Jawa Kelas Wong Cilik” modern – sangat signifikan. Dimulai dari dalam Endraswara (Editor). Sastra Etnografi. Yogyakarta: Morfalingua.

Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018 235 Ismawati, Esti. (2016). “Religiousity in Parsons, Talcott. (1975). "The Present Status of Wedhatama by KGPAA Mangku 'Structural-Functional' Theory in Sociology" Negara IV: an Education Model ala dalam Social Systems and The Evolution Javanese Culture” dalamInternational of Action Theory, New York: The Free Journal of Active Learning. URL: Press. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php Parsons, Talcott. (1991). The Social System. /ijal/author/subnission/10883. London: Psychology Press. Ismawati, Esti. (2013). “Karakter Perempuan Poloma, Margaret M. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jawa dalam Novel Indonesia Berwarna Depok: CV Rajawali. Lokal Jawa: Kajian Perspektif Gender dan Transformasi Budaya” dalam Pratiwi, Yuni. (2015). Women Cultural Values Metasastra, Jurnal Penelitian Sastra in The Novels Written by Chinese Terakreditasi B. Volume 6. Nomor 1. Writer of Indonesia” dalam Journal of Juni 2013. ISSN. 2085-7268, hlm: 10- Language and Literature. ISSN 2078- 21. 0303. Vol.6. No.2. 2015. Ismawati, Esti. (2012). Metode Penelitian Priyatna, Aquarini, Mega Subekti, Witakania. Pendidikan Bahasa dan Sastra. (Ed). (2017). Budaya, Agama, Seksualitas. Yogyakarta: Penerbit Ombak. Medan: Obelia Publisher dan Departemen Susastra dan Kajian Budaya &. FIB. Ismawati, Esti. (2005). Transformasi Perempuan UNPAD. Jawa. Surakarta: Pustaka Cakra. Priyatna, Aquarini. (2016). “Perempuan di Luar Irine H. Frieze, Jacquelynne E. Parsons, Paula Jalur: Seksualitas Perempuan dalam Dua B. Johnson, Diane N. Ruble, Gail L. Cerpen Karya Surwarsih Djojopuspito” Zellman. (1978). Women and Sex Roles dalam Metasastra. Jurnal Penelitian A Social Psychological Perspective. London: Sastra Terakreditasi B. Volume 9. W*W Norton and Company. Nomor 2. Desember 2016. ISSN. 2085- Hamilton, Peter. (1990). Talcott Parsons dan 7268. Bandung: Balai Bahasa Provinsi Pemikirannya. Yogyakarta: Tiara Wacana. Jawa Barat. Halaman: 143 – 160. Kartodirdjo, Sartono. (1987). Perkembangan Pujiharto. (2015). “Kerelaan Berbagi dan Peradaban Priyayi. Yogyakarta: Gadjah Keberanian Berbeda Perubahan Identitas Mada University Press. Priyayi dalam Dwilogi Para Priyayi dan Jalan Menikung Karya Umar Kayam” Kayam, Umar. (1995). Sri Sumarah. Jakarta: dalam Atavisme: Jurnal Ilmiah Kajian Pustaka Jaya. Sastra.Vol. 18, No. 2. Surabaya: Balai Kayam, Umar. (1993). Para Priyayi. Jakarta: Bahasa Provinsi Jawa Timur. Grafiti. Rustapa, Anita K, dkk. (1992). Tokoh Wanita Kemendikbud. (2016). Kurikulum 2013 Revisi. dalam Novel Indonesia Tahun 1920- Jakarta: Depdikbud. 1980-an. Jakarta: Pusat Bahasa. Liliani, Else dan Esti Swastika Sari. (2010). Sayogyo dan Pudjiwati Sayogyo. (1999). “Refleksi Peran Perempuan dalam Sosiologi Pedesaan. Jilid 1 dan 2. Novel Indonesia 1900–2000” dalam Yogyakarta: Gadjah Mada University Litera. Jurnal Penelitian Bahasa, Press. Sastra, dan Pengajarannya. ISSN 1412- Soetomo. (1995). Masalah Sosial dan Pembangunan. 2596. Volume 9, Nomor 1, April 2010. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Mangunwijaya, YB. (1986). Burung-Burung Sudewa, A. (1991). Serat Panitisastra. Yogyakarta: Manyar. Jakarta: Djambatan. Duta Wacana University Press. Mangunwijaya, YB. (1981). Romo Rahadi. Suryanegara, Mansyur. (2009). Api Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya. Bandung: Salamadani. Mulder, Niels. (1983). Jawa–Thailand Beberapa Perbandingan Sosial Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

236 Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 20 No. 2 Tahun 2018