MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 88/PUU-XIV/2016

PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG KEISTIMEWAAN DAERAH ISTIMEWA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN DPR DAN AHLI/SAKSI (IX)

J A K A R T A

SELASA, 21 FEBRUARI 2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 88/PUU-XIV/2016

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta [Pasal 18 ayat (1) huruf m] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Raden Mas Adwin Suryo Satrianto 2. Supriyanto 3. Anggiastri Hanantyasari Utami, dkk.

ACARA

Mendengarkan Keterangan DPR dan Ahli/Saksi (IX)

Selasa, 21 Februari 2017 Pukul 09.40 – 11.40 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Arief Hidayat (Ketua) 2) Anwar Usman (Anggota) 3) Aswanto (Anggota) 4) I Dewa Gede Palguna (Anggota) 5) Manahan MP Sitompul (Anggota) 6) Suhartoyo (Anggota) 7) Wahiduddin Adams (Anggota) 8) Maria Farida Indrati (Anggota)

Hani Adhani Panitera Pengganti

i Pihak yang Hadir: A. Pemohon:

1. Ninuk Sumaryani Widyantoro 2. Raden Mas Adwin Suryo Satrianto 3. Saparinah Sadli 4. Anggiastri Hanantyasari Utami 5. Siti Nia Nurhasanah 6. Sjamsiah Achmad

B. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Irmanputra Sidin 2. Iqbal Tawakal Pasaribu 3. Agustjar 4. Alungsyah 5. Victor Santoso Tandiasa

C. Pemerintah:

1. Fitri Nur Astari 2. R. Toni Prayogo 3. Maretta

D. DPD:

1. Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas

E. Pihak Terkait Langsung:

1. Sri Sultan Hamengku Buwono X

F. Kuasa Hukum Pihak Terkait Tidak Langsung:

1. Syamsudin Slawat Pesilette 2. Syarif Hidayatullah

G. Ahli Pihak Terkait Tidak Langsung:

1. M. Jadul Maula

H. Saksi Pihak Terkait Tidak Langsung:

1. Sukiman

ii

SIDANG DIBUKA PUKUL 09.40 WIB

1. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bismillahirrahmaanirrahim. Sidang dalam Perkara Nomor 88/PUU- XIV/2016 dengan ini dibuka dan terbuka untuk umum.

KETUK PALU 3X

Saya cek kehadirannya. Pemohon yang hadir, siapa?

2. KUASA HUKUM PEMOHON: IRMAN PUTRA SIDIN

Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb.

3. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumussalam wr. wb.

4. KUASA HUKUM PEMOHON: IRMAN PUTRA SIDIN

Selamat pagi. Yang hadir, kami Kuasa Hukum Pemohon, Irman Putra Sidin, Victor Santoso Tandiasa, Iqbal Tawakkal Pasaribu, Agustjar dan Alungsyah. Prinsipal kami juga hadir, Prof. Saparinah Sadli, Ibu Siti Nia Nurhasanah, Ibu Ninuk Sumaryani, Ibu Anggiastri, Ibu Sjamsiah Achmad, dan Mas ... Raden Mas Adwin. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Dari DPR tidak hadir. Dari DPD? Saya persilakan.

6. DPD: GUSTI KANJENG RATU (GKR) HEMAS

Terima kasih, Yang Mulia … Hakim MK Yang Mulia. Pagi ini kami dari DPD saya GKR Hemas mewakili Pimpinan DPD RI. Dan saya izin, Yang Mulia, saya mengikuti sidang ini hanya 20 menit. Karena saya harus kembali ke DPD RI untuk memimpin sidang paripurna.

7. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Dari Pemerintah yang hadir siapa?

1 8. PEMERINTAH: FITRI NUR ASTARI

Terima kasih, Yang Mulia. Dari Pemerintah hadir saya Fitri Nur Astari, R. Toni Prayogo, dan Maretta dari Kementerian Hukum dan HAM.

9. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Pihak Terkait Langsung? Ngarso Dalem hadir. Kemudian Pihak Terkait Tidak Langsung Pak Adjie Bantjono dan H. Abdul Muhaimin, hadir?

10. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Terima kasih, Yang Mulia. Untuk Pihak Terkait Tidak Langsung hadir Kuasa Hukum saya Syarif Hidayatullah dan rekan Syamsudin Slawat Pesilette. Terima kasih, Yang Mulia.

11. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Anu, ya, sudah ada surat kuasa yang baru, ya?

12. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Sudah, Yang Mulia.

13. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Agenda kita pada pagi hari ini adalah mendengarkan keterangan dari ahli dan saksi yang diajukan oleh Pihak Terkait Tidak Langsung. Sudah siap?

14. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Baik, Yang Mulia. Sedianya hari ini kami menghadirkan dua ahli dan satu fakta, saksi fakta. Namun, satu dan lain hal Prof. Juwahir sebagai salah satu saksi ahli berhalangan untuk hadir. Oleh karenanya, Yang Mulia, bila persidangan ini memperkenankan kami mohon untuk mengajukan pendapat beliau secara tertulis (...)

2 15. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya.

16. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Terima kasih.

17. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Jadi untuk ahli yang kedua Prof. Jawahir?

18. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Hadir … hadir Ahli yang kedua M. Jadul Maula (...)

19. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Jadul Maulana. Untuk Prof. Jawahir silakan disampaikan secara tertulis.

20. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Ya.

21. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Akan kita segera dengar keterangannya untuk Ahli M. Jadul Maula, saya persilakan untuk maju ke depan dan Pak Sukiman (...)

22. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Sukiman (Saksi Fakta), Yang Mulia.

23. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, tapi dua-duanya kita ambil sumpah terlebih dahulu. Pak M. Jadul dan Pak Sukiman beragama Islam? Mohon berkenan Yang Mulia Pak Wahiduddin. Ahli sebelah kiri, kemudian yang kanan Saksi. Saya persilakan, Yang Mulia.

3 24. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Untuk Ahli terlebih dahulu, Pak M. Jadul Maula ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.”

25. AHLI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Bismillahirrahmaanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.

26. HAKIM ANGGOTA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik, untuk Saksi Pak Sukiman ikuti lafal yang saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya ... tidak lain dari yang sebenarnya.”

27. SAKSI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SUKIMAN

Bismillahirrahmaanirrahim. Demi Allah, saya bersumpah sebagai Saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya ... tidak lain dari yang sebenarnya.

28. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Silakan, Pak Jadul dan Pak Sukiman untuk kembali ke tempat. Rohaniwan, terima kasih. Ya, untuk Pihak Terkait Tidak Langsung apa betul Pak Sukiman dulu?

29. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Betul, Yang Mulia.

30. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, Pak Sukiman untuk memberikan keterangan sebagai Saksi Fakta. Silakan.

4 31. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SUKIMAN

Assalamualaikum wr. wb. Yang kami muliakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atau yang mewakili, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau yang mewakili, Pihak Pemerintah atau yang mewakili, Pihak Penggugat serta Kuasa Hukum yang kami hormati. Perkenalkan saya Sukiman menyampaikan latar belakang saya sebagai Ketua Paguyuban Dukuh atau perangkat desa se-Daerah Yogyakarta “Semar Sembogo” Sedyo Marsudi Rahayu, Sleman, Bantul, Gunung Kidul, Kulonprogo. Yang dalam proses mengajukan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan menjadi Undang-Undang Keistimewaan sebagai salah satu pejuang sekaligus pelaku dari unsur masyarakat. Bersama ini saya hadir didampingi perwakilan Paguyuban Kepala Desa Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami masyarakat Yogyakarta merasa dirugikan akibat Undang- Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang diuji oleh orang-orang yang mengajukan tanpa atau kurang memahami latar belakang sejarah keistimewaan Daerah Yogyakarta. Jika Undang-Undang Keistimewaan Daerah Yogyakarta dibatalkan, maka akan berakibat buruk bagi masyarakat Daerah Yogyakarta, antara lain: 1. Mengubah sejarah yang belum pernah ada, yaitu menobatkan sultan perempuan yang berdampak merusak struktur masyarakat budaya Ngayogyakarto Hardiningrat. 2. Dengan tidak terlaksana atau dilaksanakan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta secara murni dan konsekuen berdampak pada pelaksanaan tata pemerintahan ekonomi, sosial, budaya masyarakat desa. 3. Akibat pelaksanaan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewaan Yogyakarta tidak murni dan konsekuen mengakibatkan keistimewaan kelembagaan seperti misalnya lembaga desa, lurah atau kades, carik desa atau sekdes, kemakmuran atau pembangunan, jagabaya atau keamanan, bayan atau dukuh, modin atau kesra, dan lain-lain lembaga yang ada di desa tidak akan terakomodir dalam Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta. Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Mulia. Kami paguyuban perangkat desa bersama-sama masyarakat pelaku yang mendukung dan memperjuangkan diwujudkannya Rancangan Undang-Undang Keistimewaan menjadi Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta telah terwujud Nomor 13 Tahun 2012 tersebut, perkenankan kami menyampaikan hal-hal pokok terkait penolakan atas diujinya Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dasar penolakan:

5 1. Tahta untuk rakyat adalah ruh yang menjadi tujuan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjadi wilayah Indonesia yang adem, ayem, tenteram, tenang, guyub rukun dengan pimpinan yang dicintai, yang beribawa karena dipimpin oleh gubernur sekaligus sultan yang arif dan bijaksana. 2. Manunggaling Kawulo Gusti yaitu masyarakat yang kompak bekerja, bekerja bersama yang merupakan perwujudan antara rakyat dan pimpinan yang golong gilig antara rakyat dengan gustinya atau rakyat dengan sultannya yang sekaligus gubernurnya. 3. Jalannya demokrasi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai kearifan lokal, sudah kami serahkan kepada sultan yang bertahta sesuai paugeran adat. Sehingga ketika kami harus memilih gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta, mandat sudah kami percayakan, sudah kami serahkan kepada Kesultanan dan Pakualaman untuk mengisi posisi gubernur, wakil gubernur dengan penetapan dan sesuai Undang-Undang Keistimewaan dengan nama gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam. 4. Tentang pengisian gubernur dan wakil gubernur dengan penetapan adalah atas kehendak masyarakat atau rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta dan sudah melalui tarik ulur perjuangan antara rakyat yang menghendaki pemilihan atau demokrasi pemilihan langsung dengan yang menghendaki penetapan demokrasi musyawarah mufakat. Dalam hal ini sudah tidak ada pandangan diskriminasi lagi karena rakyat sudah menyadari adanya kearifan lokal, yaitu Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertahta sesuai paugeran adat sebagai ciri khas Pimpinan Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat kerajaan atau kesultanan. Keempat hal tersebut di atas merupakan kontrak sosial kami warga masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta, baik dengan Sultan Yogyakarta maupun dengan pemerintah pusat. Artinya, tidak akan ada keistimewaan tanpa peran serta masyarakat Yogyakarta. Hal ini kami sampaikan untuk membantah pernyataan bahwa urusan paugeran adat, urusan keistimewaan hanya urusan internal keraton semata. Kami warga masyarakat Yogyakarta yang merasa memiliki dan menjadi rakyat keraton di Yogyakarta juga merasa bertanggung jawab terhadap paugeran, terhadap adat-istiadat yang ada di keraton. Karena apapun kebijakan keraton yang rajanya atau sultannya sebagai gubernur akan berdampak pada nasib kami warga Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan diujinya Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, terlebih ketika Sultan menjadi Pihak Terkait yang

6 menguatkan Pemohon pengujian, kami merasa gelo atau kecewa karena kami merasa dikhianati. Semestinya Sultan ada di sisi kita untuk mempertahankan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagaimana kami bersama beliau pada saat itu dengan penuh pengorbanan memperjuangkan keistimewaan menjadi Undang- Undang Keistimewaan. Belum sempat sepenuhnya dijalankan dengan baik, tetapi sudah diuji materi di Mahkamah Konstitusi. Kami merasa segala jerih payah yang kami lakukan untuk mewujudkan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak dihargai. Sebagai kontrak sosial tidak hanya mengikat kami rakyat Yogyakarta, tetapi juga mengikat Sultan dan Adipati Paku Alam sebagai penguasa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Apa yang dilakukan oleh sultan atau raja haruslah bersandar pada keempat prinsip di atas. Sultan tidak boleh semena-mena, perbuatan sultan dibatasi oleh aturan yang kami sebut paugeran adat. Jika sultan hendak mengubah paugeran adat, maka kami juga mohon dilibatkan sebagai rakyatnya. Beberapa waktu belakangan pengubahan gelar sultan dan pengangkatan puteri mahkota, bagi kami warga Yogyakarta adalah pengingkaran terhadap paugeran dan menyalahi keistimewaan karena itu berkait erat. Hal ini bisa mengakibatkan hilangnya legitimasi sultan yang berkuasa di mata masyarakat atau rakyat Yogyakarta. Terakhir sebagai fakta, saya menyampaikan bukti-bukti atau apa yang kami lakukan dalam bentuk perjuangan berupa kegiatan-kegiatan dalam mendukung Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang didasari dari sejarah yang ada untuk mengesahkan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, sekalipun yang kami sampaikan adalah tidak seluruhnya. Inilah sejarah perjuangan kami. Sidang Gerakan Rakyat mendaulat Sultan Hamengku Buwono X yang dinobatkan sejak tahun 1989 tidak … yang saat itu tidak segera ditetapkan dan akhirnya ditetapkan. Sehingga tanggal 26 Januari 1999 Gerakan Rakyat Yogyakarta memaksa DPRD DIY untuk menetapkan Sultan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Aksi damai menuntut KPU di Daerah Istimewa Yogyakarta karena ada maksud untuk mengadakan pemilihan gubernur, kami menolak dan kami sudah mempunyai adat sendiri bahwa di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak ada pemilihan gubernur maupun wakil gubernur. Tiga. Merti Bumi Merapi mendukung keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta di lapangan Candi Binangun Pakem. Intinya mengukuhkan penetapan Daerah Istimewa Yogyakarta dari gubernur dan wakil gubernurnya. Empat. Gerakan massa di depan Yogyakarta mendesak kepada presiden untuk segera menetapkan Undang-Undang Keistimewaan.

7 Yang kelima. Gerakan massa di Jakarta yang kami lakukan, baik di Kemendagri, di depan Negara, maupun di DPR RI semuanya muaranya adalah untuk menetapkan gubernur, wakil gubernur sebagai ciri khas dari keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Dan salah satu, kami bersama Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono X menghadap Menteri Dalam Negeri, Bapak Mardiyanto, berangkat dari Kantor Perwakilan Daerah atau Kaperda, Jl. Menteng menuju Hotel Santika Premiere, dimana diagendakan untuk tetap segera dilaksanakannya Undang-Undang Keistimewaan. Dan menyampaikan paparan mengenai tuntutan warga masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta segera mengesahkan undang-undang … Rancangan Undang-Undang Keistimewaan menjadi Undang-Undang Keistimewaan di hadapan Komisi II DPR RI. Terakhir, sesudah ada penetapan, sudah disahkan undang- undang karena ada uji materi kami sudah mengajukan dialog dengan DPRD DIY, serta mengirim surat kepada Menteri Dalam Negeri, Mahkamah Konstitusi, DPR RI supaya membatalkan atau menolak gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 18 ayat (1) huruf m. Terima kasih. Tuntutan. Kami selaku dukuh, perangkat desa, dan kepala desa yang ikut berjuang mempertahankan keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 99 atau 1999 sampai dengan Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta disahkan pada tanggal 31 Agustus 2012 dengan susah payah merasa dirugikan dengan gugatan tersebut tanpa menghargai perjuangan kami. Bahwa gugatan terhadap Undang-Undang Keistimewaan Pasal 18 ayat (1) huruf m tidak mencerminkan keinginan rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta, berarti ada kepentingan seseorang yang ingin menjadi gubernur di Daerah Istimewa Yogyakarta tanpa melalui proses yang sudah lazim dilaksanakan di daerah lain. Kami sudah secara sukarela, ikhlas menyerahkan suara kami untuk menetapkan Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam yang bertahta menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Kami menolak dengan tegas permohonan pengujian Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini merupakan pilihan dan budaya masyarakat kami. Kami berharap, kami paguyuban dukuh, perangkat desa, masyarakat desa Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ketika kita sudah memperjuangkan dan berhasil menjadi Undang-Undang Keistimewaan untuk maksudnya adalah kesejahteraan rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta untuk ini monggo Pak Gubernur bersama-sama kita rakyat Yogyakarta untuk menolak uji

8 materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Pasal 18 ayat (1) huruf m dimaksud. Sebagai kelengkapan, kami sertakan fotokopi kliping maupun flashdisk bentuk dari aktivitas kami sebagai bahan pertimbangan bagi dewan yang ... bagi Mahkamah Konstitusi yang akan kami sampaikan lewat Penasihat Hukum. Demikian yang dapat saya sampaikan selaku Saksi Fakta. Atas segala kekurangan, kekhilafan, saya mohon maaf yang sebesar- besarnya. Wassalamualaikum wr. wb.

32. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Mohon yang tertib! Tidak anu ... begitu, ya. Ini di dalam persidangan, ya! Baik, Pak Sukiman, silakan duduk. Ada beberapa hal yang akan saya sampaikan kepada Kuasa Hukum Pihak Terkait Tidak Langsung. Jadi, posisi saksi dan ahli itu berbeda, ya. Sangat berbeda. Ahli itu bisa menyatakan menolak berdasarkan analisis-analisis akademik, kemudian akhirnya kesimpulan menolak. Tapi saksi itu menerangkan faktanya saja. Jadi, kita lihat tadi di dalam kesaksian ada tuntutan, ada pendapat itu bukan porsinya saksi, ya. Ini tadi untuk menjadi catatan, ya. Tapi bagaimanapun sudah disampaikan. Ini akan menjadi Hakimlah, Mahkamahlah yang menilai apakah kesaksian ini bisa bernilai atau tidak, ya. Karena di dalam persidangan Mahkamah, yang namanya saksi hanya menerangkan faktanya. Faktanya yang kita berjuang begini, begini, begini, itu yang harus disampaikan. Tapi tadi ada tuntutan menolak, itu bukan porsinya saksi dan sebagainya, ya. Tapi sekali lagi, ini kewenangang Mahkamah untuk menilai dan ini sudah didengar semua orang sudah tahu, ya. Karena persidangan ini persidangan terbuka yang setidak saja disaksikan oleh yang hadir di sini, tapi disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia, ya. Itu yang harus kita ketahui bersama supaya klir di dalam persidangan ini. Yang kedua, saya persilakan Pak M. Jadul Maula. Ini keterangan tertulis sudah kita terima, tidak perlu keseluruhan dibacakan. Hanya punya waktu sekitar 15 menit. Jadi disampaikan pokok-pokoknya, yang tidak disampaikan di anggap telah dibacakan, atau disampaikan dalam persidangan ini, ya. Baik, silakan, Pak M. Jadul. Waktunya 15 menit.

33. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Assalamualaikum wr. wb. Yang kami muliakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Ketua DPR RI atau yang mewakili, Ketua DPD-RI atau yang mewakili, Pihak Pemerintah atau yang mewakili, Pihak Terkait,

9 serta Pihak Para Pemohon yang kami hormati, serta Hadirin, Hadirat sekalian yang kami hormati pula. Saya ingin memang tidak akan membacakan, Yang Mulia, tentang apa yang semua saya tulis, saya ingin menerangkan pokok-pokoknya saja. Saya menangkap bahwa di dalam persidangan ini ada kebutuhan bersama untuk menghayati, untuk belajar bersama tentang Paugeran Keraton Yogyakarta. Bagaimana paugeran ini terbentuk, sejarahnya, dasar-dasar ajarannya, serta orientasi kebudayaannya. Saya juga nanti ingin ada keperluan bersama bagi kita di sini untuk membahas ya yang sudah dibicarakan tentang Sabda Raja Tahun 2015, apakah itu menurut Paugeran Adat Keraton Yogyakarta itu sah atau tidak dan apakah itu juga bisa dianggap sebagai sebuah paugeran? Saya ingin memulai ini dengan satu mitos yang setiap bangsa besar itu selalu punya kisah mitos pendirian, ya. Dengan demikian juga Keraton Mataram Yogyakarta. Di dalam Babad Tanah Jawi ada dikisahkan Senopati yang diberi amanah oleh ayahnya Ki Ageng Pamanahan untuk menjadi raja di Mataram, beliau menghadapi suatu kegalauan, suatu kegundahan yang besar karena merasa ada yang kurang. Apakah dia mampu, apakah dia layak, apakah dia akan bisa menegakkan kerajaannya? Itu yang membuat kemudian Panembahan Senopati bertafakur, menyepi di tepi laut selatan di Desa Liboro, ya, duduk di batu gilang, berdoa, bermunajat, tafakur, sehingga sampai tertidur. Ki Juru Mertani yang kehilangan, mencari dan menemukan, lalu melihat ada sebuah cahaya besar yang mendatangi Panembahan Senopati, Panembahan Senopati bangun, lalu cahaya besar itu mengatakan, “Aku adalah bintang dan aku akan mengatakan, “Kamu akan menjadi raja besar beserta keturunan mu.” Mendapati pengalaman itu, Panembahan Senopati kemudian merasa bangga dan menceritakan kepada Ki Juru Mertani, Ki Juru Mertani mengatakan, “Jangan sombong, jangan takabur, itu baru nujum, dan itu tidak bisa jadi pedoman. Teruslah kamu memohon kepada Allah, mohon petunjuk, mohon perlindungan dengan menjalankan laku yang lebih sungguh-sungguh topo broto ke arah selatan, ke arah laut.” Dan Ki Juru Mertani kemudian juga, “Saya akan ke utara, naik ke Gunung Merapi, ya.” Nah, Panembahan Senopati kemudian menceburkan dirinya ke Sungai Opak menghanyutkan dirinya dan dikisahkan kemudian ada seekor ular besar, naga, yang membawa beliau ke tengah laut, dan berhenti di Sawangan, lalu bermeditasi di sana. Meditasi Senopati ini sedemikian kuatnya sehingga Laut Samudera Selatan bergejolak. Di puncak gejolaknya itu muncul Kanjeng Ratu Kidul (Ratu Pantai Selatan) yang lalu mengatakan, “Tuanku hentikanlah meditasimu itu, ini akan membuat alam samudera ini rusak dan bukankah segala ini miliki tuanku. Hamba menyerah kepada tuan bila nanti tuan berperang dengan raja-raja lain di Pulau Jawa hamba akan membantu tuanku.” Keduanya

10 kemudian saling jatuh cinta dan menikah. Selama tiga malam Senopati diajak masuk ke dalam Kerajaan Laut Selatan dan diajari ilmu pemerintahan dan mantra memanggil . Nah, keluar dari samudera. Di tepi pantai, Senopati melihat sosok orang tua yang menantinya dan segera mengenai beliau sebagai Sunan Kalijaga. Ia segera bersujud menghormat dan Sang Sunan yang sudah mengetahui apa yang dialami oleh Senopati segera memberi nasihat, “Senopati dari Mataram jangan kau memburu-buru takdir, jangan mengandalkan kesaktian itu takabur namanya, orang mukmin tidak berbuat seperti itu.” Keduanya kemudian pergi ke Kota Mataram, Sunan Kalijaga mengingatkan lagi kepada Senopati, “Di sini kelihatan lagi takaburmu, kau lihat sendiri kotamu belum berpagar.” Sesudah itu Sunan Kalijaga mengambil kendi, lalu membuat batas-batas pagar, balai penghadapan, dan sebagainya. Dengan air kendi itu katanya, “Nah, anakku turutlah garis-garis panjang yang ku buat dengan air kendi ini.” Belum lagi Senopati menjawab Sunan Kalijaga telah raib. Nah, ini … ini mitos, ya. Ini mitos. Nah, di dalam ilmu pengetahuan mitos itu mengandung kebenaran yang disampaikan dengan bahasa yang lapis kedua, bahasa simbol, dan itu yang harus kita urai simbol-simbolnya ini. Nah, Senopati yang menceburkan diri di Sungai Opak itu sebetulnya lambang meditasi, dia masuk ke alam, dia melepaskan semua kepentingan duniawinya, dia pasrah dengan takdirnya, dia tulus, apa ... dia melepaskan ego sempit, dan kepentingan duniawi masuk ke alam hening, ya. Ular besar itulah lambang unsur tanah, ya, dia ternyata unsur alam mendekati dia, menolong dia, tanah, sungai, samudera itu, air ya. Jadi laut yang bergejolak itu sebetulnya satu tanda upaya bagaimana penyatuan semua unsur-unsur alam itu berlangsung dengan … dengan dahsyatnya. Nah, pemunculkan Kanjeng Ratu Kidul melambangkan, mempersonifikasikan kesatuan seluruh unsur-unsur alam itu yang menyatu kepada pribadi yang telah terintegrasi, mempunyai integritas dengan baik yaitu Panembahan Senopati. Sunan Kalijaga dengan kendi, dengan airnya itulah lambang pengetahuan rohani, ya. Jadi ini, kisah ini melambangkan bagaimana Panembahan Senopati dibimbing secara rohani oleh Sunan Kalijaga untuk melakukan proses yang diapa ... Islam Jawa itu dikenal untuk mencapai ilmu kasampurnan (ilmu kesempurnaan), ilmu kesejatian, atau ilmu manunggaling kawulogusti. Dan di dalam proses ini sangat jelas bahwa ilmu, ya. Ini, ya. Ilmu Mataram itu, itu pertama-pertama sebetulnya ilmu manunggaling kawulogusti kalau ada idiom-idiom lain tentang asal-usul penciptaan, ya, sangkan paraning dumadi (kesatuan manusia dengan alam) dan seterusnya. Nah, kisah ini kemudianlah yang diturunkan oleh generasi berikutnya sebagai paugeran, ya. Sunan Kalijaga mengatakan, “Kotamu

11 belum berpagar. Lalu mesti diberi pagar dengan ilmu ini.” Dari ilmunya Sunan Kalijaga itulah disusun yang namanya paugeran, ya. Di dalam puncak meditasi Senopati ini, pernikahan, ya, persatuan apa ... Senopati dengan Kanjeng Ratu Kidul itu, itu mengandung makna ada perjanjian alam, di situ ilmu apa ... Senopati diajari ilmu pemerintahan. Nah, salah satunya yang pokok di dalam Keraton Mataram itu alam akan melindungi Keraton Mataram selama dipimpin oleh laki-laki, ya. Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia. Kita nanti akan melihat bahwa ya ilmu rohani, ya, yang dibimbingkan oleh Sunan Kalijaga kepada Senopati itu diturunkan kepada Sultan-Sultan Mataram itu. Jadi setiap Sultan Mataram itu sebetulnya apa ... berkewajiban menjalankan ilmu rohani ini, sehingga paugeran tatanan yang terjadi di keratonnya itu selalu mempunyai paradigma, mempunyai satu arah yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan, dan secara rohani, ya. Saya ingin menggambarkan kesatuan alam ini. Ini ada kutipan dari Prof. Damardjati Supadjar, “Bangun Keraton Yogyakarta Hadiningrat ditata berdasarkan wawasan integral makro dan mikro kosmologis. Mencakup dimensi spasial lahir dan batin, serta temporal awal dan akhir. Kawasan keraton yang membentang lebih dari 5 Km itu merupakan kesatuan kosmologis antara Gunung Merapi api, udak atau laut selatan, dan maruta udara bebas dan segar. Di atas sitinggil di tengah keraton, yaitu tanah yang ditinggikan sebagai pengejawantahan akan harkat manusia yang atas perkenaan Tuhan Maha Esa diangkat atau ditinggikan sebagai khalifatullah. Itulah unsur ibu pertiwinya. Sedangkan unsur kebapakangkasaanya mencakup surya candra kartika yang kesemuanya itu mencakup secara integral pada nama tekad Hamengku Buwono.” Ini kesatuan keraton alam lingkungannya dan rakyatnya yang disatukan oleh nilai-nilai ajaran luhur para wali dan ulama pendiri Kesultanan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat. Tergambar pula dalam prosesi jumenengan seorang sultan, ya. Ini sebagaimana digambarkan dan diutus oleh K.P.H Brongtokusumo. Jadi sebelum Sri Sultan duduk di singgasana, singgasana diatur lebih dahulu di bangsal manguntur tangkil oleh dua orang abdi dalem keraton yang namanya berawalan Wiknyo dan Dirmo. Tiap-tiap pegawai keraton yang telah dilantik dapat nama baru dari keraton menurut golongan dan jabatannya. Awalan Wiknyo menunjukan tukang membawa ampilan Sri Sultan, misalnya tombak, pedang, dan lainnya. Sebagai awalan Dirmo menunjukan jabatan ahli mengukir. Ini berarti hendaknya tuan Wiknyo yang pandai mampu duduk di singgasana dihadap oleh rakyat tuan karena tuan hanya sudirmo, sekadar mewakili Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah sebabnya mengapa Sri Sultan mempunyai gelar Abdurrahman Sayidin Panotogomo Khalifatullah.

12 Nah, ini jadi setiap jumenengan itu juga me apa … pertemuan- pertemuan sakral keraton itu juga melambangkan dalam proses duduknya dalam singgasana itu, itu semua proses meditasi, ya. Proses bagaimana orang mengheningkan cipta, menghilangkan pengaruh- pengaruh, ya, negatif dari dirinya itu, ego-ego sempitnya, lalu naik menuju manunggaling kawula gusti, didukung bersama unsur-unsur alam, ya. Yang dikenal di dalam ilmu jawa disebut hastabrata. Ya, jadi proses hening, meditasi hastabrata, lalu manunggaling kawula gusti. Dan dari situ itu kemudian apa … turun lagi untuk menyebarkan, mengembangkan kesejahteraan bagi para kawulanya. Nah, itu dasar-dasar apa … ilmu paugeran, ya. Dan kenapa kemudian laki-laki? Itu juga tergambarkan di dalam proses, dilambangkan oleh Panembahan Senopati yang menikah dengan Kanjeng Ratu Kidul. Jadi dasar-dasar dari paugeran kenapa Sultan Yogyakarta itu mesti laki-laki? Pertama-tama ya lebih di apa … dikaitkan dengan dasar ilmu rohani ini, ya, dasar-dasar teks, dasar-dasar syariat, ayat-ayat Alquran, ya, kisah Ibrahim, “Wa idzibtala ibrohima robbuhu bikalimatin faatammahunn qola inni ja'iluka linnasi imama.” Ya, jadi Ibrahim diuji dengan kalimat-kalimat Tuhan ketika Ibrahim berhasil melalui ujian itu dan mengatakan kamu dijadikan pemimpin dan juga sampai keturunanmu yang tidak dzalim. Nah, teks … bunyi ayat tekstual ini dipahami dengan lebih kosmologis, ya. Diteguhkan, ditegaskan melalui manekes, secara hakikat, ya. Jadi Panembahan Senopati menemukan kebenaran dalam hakikat bahwa Sultan Yogyakarta ini mensyaratkan laki-laki itu dibuktikan juga dengan bunyi nasnya, bunyi teksnya ayat Alquran, dan makna ayat teks Alquran itu, itu juga ditegaskan lagi dengan pengalaman rohani. Jadi antara yang syariat, antara yang wadah dan substansi dengan isinya itu ketemu, ya. Jadi keseimbangan, saling kesatuan antara nas, ya, ayat- ayat suci dengan pengalaman rohani yang di apa … di dunia hakikat itu saling satu. Ini ilmu rohani Mataram, ya. Ini di dasar ayat Alquran, ya, apa … di dalam Alquran disebutkan Allah mengatakan, “Kami akan memperlihatkan kepada kamu ayat-ayat kami di ufuk-ufuk alam semesta dan di dalam diri-dirimu, sehingga kamu semua akan mengetahui bahwa inilah kebenaran.” Ya, jadi ayat-ayat apa … kauliyah, ayat-ayat tekstual dengan ayat-ayat Kauniyah, ayat-ayat alam semesta dengan ayat-ayat Nufusiah, ayat-ayat yang ada dalam diri kita itu jadi satu kesatuan yang saling mengikat, ya. Dan inilah apa … yang dijadikan dasar paugeran keraton dan lalu prosesi adat, prosesi ritual jumenengan, nama-nama bangsal itu juga melambangkan proses spiritual ini. Sehingga posisi sultan di dalam menyampaikan sesuatu itu apa … betul-betul dijamin bahwa kata-katanya ini keluar dari satu proses rohani yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan.

13 Bapak Hakim Konstitusi Yang Mulia. Izinkanlah sebelum menutup keterangan ini saya ingin menjawab dua pertanyaan, ya, yang berkembang. Ini juga menjadi wilayah belajar kita bersama. Pertama. Kemudian kalau paugeran adat itu seperti yang saya sampaikan, itu apakah bisa diubah atau tidak? Dan apakah sabda raja itu merupakan paugeran? Ya, sabda raja tahun 2015. Terhadap pertanyaan yang pertama, sya ingin mengajukan pertanyaan balik sebetulnya, ya. Pertama, kenapa paugeran ini harus diubah? Apa yang salah dari paugeran ini? Apakah ada kegawatan, atau kegentingan, atau ada kegelisahan yang merata di kalangan rakyat dan keluarga besar keraton terhadap paugeran ini selama ratusan tahun itu tidak ada kegelisahan. Dan juga paugeran ini sudah diserap menjadi ruh dari Undang-Undang Keistimewaan, disahkan oleh DPR RI, ditandatangani oleh Presiden, dan disetujui oleh Sultan Hamengku Buwono X yang bertahta waktu itu, dan disambut dengan rasa syukur oleh segenap warga Yogyakarta, dikukuhkan oleh DPRD melalui perdais. Jadi, ini berarti dianggap sebagai konsensus nasional, ya. Kemungkinan jawaban dari keinginan untuk mengubah paugeran itu, kemungkinannya ada tiga. Yang pertama, soal bias gender, ya. Yang kedua, soal dasar Islam. Atau yang ketiga ini soal kepentingan, ya. Mengenai bias gender, pertanyaannya adalah sebenarnya gender dalam perspektif yang mana? Kenapa yang dipakai adalah perspektif gender yang hanya melihat satu sudut pandang kepentingan politik dan dari situ muncul panda ... dakwaan tentang diskriminasi. Ini sudah dipantau oleh Prof. Purwo Santoso dalam persidangan kemarin. Bahwa diskriminasi tersebut dibenarkan karena pertimbangan melindungi kearifan lokal yang telah berlangsung turun-temurun, ya. Saya akan menam ... ya, saya akan menambahkan bahwa Paugeran Keraton Yogyakarta tidak memandang hubungan laki-laki dan perempuan dari sudut politik, melainkan melihatnya dari sudut yang lebih luas, kearifan terhadap keseimbangan alam, kesatuan semua unsurnya, agregat dan totalitas kehidupan yang bermuara pada hukum- hukum Tuhan. Perempuan mendapatkan kepercayaan besar dari alam sebagai wadah kasih sayang rahim, tempat embrio kehidupan tumbuh di dalamnya menjadi janin, ya. Lalu kebudayaan jawa ini akan menunjang pertumbuhan bayi itu menjadi manusia yang sempurna secara rohani, ya. Jadi, dari proses itu, lalu perempuan ya dihormati, diagungkan sedemikian rupa. Hadis Nabi mengatakan, “Surga berada di bawah telapak kaki itu ... ibu.” Ya. Dari sudut pandang ini, maka kewajiban untuk menjadi pelindung, pengayom, ya, penopang kekuatan menjadi imam dan sultan adalah laki- laki. Jadi, masing-masing laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajibannya masing-masing yang mesti dijalani secara seimbang melalui proses komunikasi yang dasarnya adalah kasih sayang,

14 perlindungan, dan tanggung jawab bersama atas keberlangsungan kehidupan secara menyeluruh, ya. Nah, jadi kalau kita pakai perspektif politik semata, maka perspektif itu mesti diarahkan kepada Para Pemohon, Para Penggugat Undang-Undang Keistimewaan ini, ya. Karena mereka secara undang- undang, secara konstitusional itu tidak mempunyai legal standing, ya, secara konstitusi untuk dirugikan dengan Undang-Undang Keistimewaan ini karena hanya barangkali istri atau pun putri sultan yang bertahta yang bisa me ... apa ... menyampaikan keberatan ini dan itu mesti diuji bersama-sama, ya. Kemudian, alasan kedua soal dasar Islam. Apa salahnya dengan dasar Islam Keraton Yogyakarta ini? Apakah Islam yang dipraktikkan sebagai budaya harmonis antaragama, dan sesama manusia, serta selaras dengan alam ini adalah salah? Ini sudah diakui dan menjadi kenyataan sejarah yang berlangsung ratusan tahun. Kalau alasannya ini membahayakan dan tidak sesuai dengan dasar negara Republik Indonesia (Pancasila), maka apakah ini kita semua ingkar atau mengabaikan fakta Keraton Mataram Ngayogyakarta melalui Sri Sultan Hamengku Buwono IX berperan besar dalam melahirkan dan mengemban bayi Republik Indonesia, ya. Sejarah juga mencatat, beliaulah yang menerima penyerahan kadaulatan RI dari pemerintahan kolonial Belanda, ya. Memang dasawarsa terakhir ini setelah wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX, ada banyak orang-orang nonmuslim masuk ke dalam keraton, bahkan menjadi lingkaran intinya. Seperti tampak dari keterangan, ya, Yudha Hadiningrat di dalam Sidang MK ini tampak seperti ada upaya untuk mengaburkan dasar Islam dari keraton. Apalagi dikaitkan dengan Sabda Raja Tahun 2015 kemarin yang menghilangkan rangkaian gelar yang eksplisit merujuk langsung kepada idiom-idiom Alquran, seperti ing abdurrahman dan khalifatullah, menguatkan rasa-rasa was-was, dan menimbulkan tanda tanya besar dari kalangan umat Islam tentang kemungkinan ada sentimen anti-Islam atau Islam phobia ini. Terhadap kemungkinan ini, maka saya akan bikin tamsil, ya. Kalau kita punya tetangga kebetulan rumahnya menghadap ke arah utara yang tidak kita sukai atau kita anggap salah, apakah etis kalau tanpa musyawarah dengan tetangga pemilik rumah itu kita punya keinginan untuk membongkar pondasi dan rumah itu untuk menghadap ke arah yang menurut kita benar? Apakah kira-kira tetangga pemilik rumah tidak tersinggung dan marah? Saya yakin, mayoritas umat nonmuslim tidak mempersoalkan dasar Islam dari keraton ini dan mereka ingin keraton tetap lestari dengan semua nilai-nilainya. Kalau kemungkinan ada oknum tertentu yang seperti itu, saya hanya berharap segera menyadari bahwa niat dan upayanya itu tidak benar. Demikianlah juga kalau me ... tentang kemungkinan ketiga kalau gugatan terhadap undang-undang ini karena kepentingan sesaat,

15 kepentingan untuk mendudukkan seorang putri menjadi sultan atau gubernur. Maka saya ingin mengingatkan secara singkat, mengutip nasihat Sunan Kalijaga dan Ki Juru Martani kepada Senopati di atas, “Jangan takabur,” ya. Atau seperti orang-orang jawa di kampung- kampung, ya, ojo dumeh, ya. Kita memiliki pengorbanan yang besar dari rakyat, biaya yang sangat besar pembikinan Undang-Undang Keistimewaan, waktu yang sangat banyak, dan seterusnya, ya. Nah, demikianlah karena menurut saya tidak ada alasan yang memadai dan kondisi darurat untuk membuat kita mengubah Paugeran Keraton Yogyakarta melalui perubahan undang-undang ini, maka menurut saya kita tidak perlu mengubah Undang-Undang Keistimewaan. Kondisi darurat yang dimaksud adalah misalnya sudah tidak ada lagi keturunan laki-laki dari trah Hamengku Buwono, atau trah Panembahan Senopati, atau alasan darurat lainnya. Kalau bukan tiga alasan di atas, tetapi alasan perubahan zaman menjadi modern yang disampaikan, maka saya bisa mengatakan bahwa raja perempuan itu bukanlah fenomena modern. Karena sejak ribuan tahun lalu sudah banyak raja- raja perempuan. Jadi, perubahan zaman bukanlah alasan yang memadai dan genting hanya kamuflase dan latah. Sejak dahulu sampai sekarang ada banyak kerajaan yang membolehkan laki-laki atau perempuan menjadi raja. Mereka tentu punya sejarah, argumen, dan dasar keyakinan masing-masing yang harus dihormati dan tentu warganya akan menjaga keberlangsungannya. Tetapi, ada juga sejak dahulu sampai sekarang kerajaan-kerajaan yang hanya membolehkan laki-laki saja menjadi pemimpin atau rajanya. Ini tentunya juga mempunyai sejarah, argumen, dan dasar legitimasi dan tujuannya masing-masing. Ini mesti dihargai dan dihormati oleh kerajaan lainnya (…)

34. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Maaf, Pak Jadul, agak dipersingkat (…)

35. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

36. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waktunya.

16 37. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Terima kasih, Yang Mulia, ya. Ini … ya, jadi saya menganggap justru, ya, sejarah … dari sejarahnya telah terbukti, dasar-dasar ajaran yang kuat, bisa dipertanggungjawabkan, ya, tujuannya yang jelas meharmoniskan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Ini Paugeran Kraton Yogyakarta, ini mesti dipertahankan dan bahkan mestinya diperkuat karena ini dibutuhkan oleh zaman ini, ya. Zaman ini dipenuhi oleh krisis orentasi kemanusiaan, peperangan antar negara yang sangat destruktif, dan kerusakan alam yang masif. Sementara Keraton Yogyakarta me … menyediakan nilai-nilai itu, ya. Kalau nilai-nilai ini hilang, maka kerugian yang sangat besar, ya. Terakhir, Yang Mulia. Ternya … tentang apakah Sabda Raja dan Dawuh Raja Tahun 2000 itu absah menurut adat dan tatanan Keraton Yogyakarta Hadinggrat, ya? Maka jawaban saya berdasarkan adat dan tatanan Keraton Hadinggrat, dasar-dasar paugeran Mataram Islam yang telah saya sebutkan di atas dengan segala perantaranya. Maka, sabda raja dan dawuh raja itu tidaklah absah secara adat dan tidak bisa diikuti, ya. Ini dengan dua alasan. Yang pertama, dari segi profe … prosedur formal dan prosedur resmi tata pemerintahan keraton. Setiap ucapan sabda, ya, dawuh raja yang bernilai undang-undang itu kalau melalui ada protokoler resmi, ya. Jadi, sultan keluar dari mulai Bangsal Sri Mangganti masuk ke Siti Hinggil di apa … duduk di singgasana itu ada syarat-syarat apa … ampilan dalem, ya, ada ageman, pakaian, ada kulo, dan seterusnya itu. Itu yang melambangkan bahwa ketika sultan dawuh itu melakukan semua prosedur-prosedur, ya, yang tidak hanya formal tapi itu melambangkan proses menuju meditasi, menuju manunggaling kawula gusti. Kalau syarat itu tidak terpenuhi, itu artinya kita bisa mengatakan bahwa kata- kata ini tida muncul dari proses manunggaling kawula gusti, ya. Dan dalam berita-berita informasi yang saya dengar proses Sabda Raja 2015 kemarin tidak melalui prosedur itu, ya. Jadi, Sri Sultan membawa mobil di pagelaran, lalu masuk ke … ini terbalik pro … prosesnya dan belangsung secara tertutup, ya. Tidak diketahui oleh massa, tidak banyak … semua. Dan ini di dalam nilai-nilai adat tradisi ini namanya dedemitan dan ini harusnya terlarang. Jadi, seorang sultan tidak … tidak bisa menjalankan kebijakan secara sembunyi-sembunyi, itu harus semua musyawarah, semua terbuka, ya. Ya, demikian juga Dawuh Gusti Allah, ya, yang tidak terpenuhi secara formal itu, ya, itu tidak … kalau diibaratkan orang shalat ini tidak mema … menutupi aurat atau tidak berwudhu, sehingga walaupun dalam shalatnya itu dia ingin menghormati Allah, tapi dengan tidak prosedur formalnya itu tidak dipenuhi orang tidak bisa percaya ini sedang menghormati Allah.

17 Dengan demikian juga, ya, ketika proses dengan Dawuh Allah dan seterusnya itu tapi prosedur formalnya tidak tampak, tidak bisa dilihat, ini orang sangat meragukan. Kemudian yang alasan kedua, dari segi substansi, ya, karakter keilmuan jati diri keraton, ya. Di dalam sabda raja yang di … secara luas oleh media massa, ya, sebuatan Gusti Allah, Gusti Agung Kuoso Cipto, itu, asma-asma ini tidak kenal, tidak dikenal dalam tradisi keraton, ya. Ada yang mengatakan ini seperti konsep trinitas dalam tradisi gereja. Tapi, ada juga teman yang dari lingkungan Katolik mengatakan tidak ada juga penyebutan seperti itu di dalam gereja. Jadi, ini sebutan yang asing. Demikian juga etika, ya, seorang sultan yang walaupun di dalam ilmu keraton dimungkinkan menerima dawuh dari para leluhur dan diyakini itu dari Tuhan dan itu setelah dilakukan proses verifikasi yang berlapis-lapis, ya, tidak sembarangan bisa diungkapkan. Bahkan dilarang disampaikan ke publik. Jadi, itu harus disampaikan ke penasehat, lalu ada musyawarah besar di dalam keraton, lalu bagaimana menyampaikan ini dan paling banter hanya disebut ada dawuh. Tapi tidak … tidak etis disebutkan kata-kata Dawuh Allah karena ada kerendahan hati dan hati- hati karena lidah kita ini masih sering berkata bohong, lidah kita masih sering mengatakan kotor, asma Allah yang sangat suci itu jangan sampai tercampur dengan lidah kita yang kita merasa masih belum terjaga. Jadi, etika di dalam apa … Sultan-Sultan Mataram itu tidak menyampaikan eksplisit Dawuh Allah ke … ke publik, ya. Nah, selanjutnya, ini yang penting juga terakhir. Isi dan makna sabda raja yang mengubah nama gelar, ya, dari Ngarso Dalem, Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurahman Sayiddin Panotogomo Khalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sepuluh Ngayogyakarta Hadinggrat berubah menjadi nama dan gelar Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Siluwun Sri Sultan Hamengku Buwono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya Ning Mataram Senopati Ing Ngalaga Langgenging Bawono langgeng Ing tata Panatagama, sangatlah kontradiktif dengan dasar- dasar ajaran ilmu-ilmu dan paugeran Keraton Ngayogyakarta Hadinggrat sebagiannya telah sampaikan di atas, ya. Kalau dalam gelar lama, itu bisa dikenali dasar-dasarnya, sistem keilmuan yang mengendalikan, tujuannya, maka gelar yang baru tidak bisa dikenali paradigma yang melahirkannya, ya. Walaupun mengandung kata Mataram, tapi jelas ini bukan Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, ini Mataram yang lain, ya. Menurut budayawan, ahli-ahli naskah, ya, Ki Agus Sunyoto mengatakan, “Buwono berbeda maknanya dengan Bawono.” Kata Buwono bermakna jagat yang nyata, konkret, ya, tanah, air, api. Ini terkasus ... terkait Hasto Broto, ya. Sementara Bawono, itu bermakna abstrak, ya, konseptual, asumsi, ya, yang bisa mengarah, bahkan

18 kepada konotasi yang sempit duniawai seperti ... apa ... kata-kata duniawi, ya. Penghilangan kata-kata konsep Khalifatullah Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ini juga sangat fatal dalam keilmuan tradisi Kesultanan Mataram Yogyakarta. Karena ini menghilangkan keyakinan dan prinsip pasrah dasar Islam kepada kehendak dan kekuasaan Allah, mengabulkan standar laku dan karakter yang menjadi kewajiban dan fungsi sultan dalam menjaga keseimbangan dan kesejahteraan manusia, ya. Penghilangan konsep di atas, juga bersifat kontradiktif secara keilmuan. Claim Dawuh Gusti Allah, tentunya berasal dari alam hakikat, ya. Itu harus dibuktikan dengan bukti-bukti tekstualnya, syariatnya. Kalau antara hakikat dengan syariat tidak ada satu-kesatuan, itu tidak bisa dipercaya, ya. Jadi, Ngabdurrahman Khalifatullah adalah firman Allah yang jelas tertulis di dalam Alquran, di dalam kitab-kitab tafsir, ya. Jadi, tidak ... tidak sangat masuk akal, tidak bisa dipikir. Jadii kalau ada Dawuh Allah, kok menghilangkan perintah Allah yang ada tertulis di kitab suci. Jadi, ini ada kontradiksi antara Dawuh Allah yang diterima secara gaib dengan Dawuh Allah yang tertulis di dalam kitab-kitab suci, ya. Jadi, antara hakikat dan syariat, ini tidak terjadi satu-kesatuan. Jadi, ini bisa dikatakan tidak absah, dan tidak bisa diikuti, dan bisa diterima, ya. Jadi, apakah sederajat bisa jadi paugeran? Mungkin bisa, tapi untuk keraton yang lain, yang kita tidak tahu, dan jelas bukan untuk mengatur Keraton Mataram Ngayogyakarta Hadiningrat, ya. Sabda raja yang mengubah nama dan gelar sultan dan dawuh raja yang mengubah nama dan gelar GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi yang mengarah kepada proses pengangkatan menjadi putri mahkota, lalu menjadi sultan adalah tidak sesuai dengan ... dan bertentangan dengan dasar-dasar ajaran di dalam paugeran Keraton Yogyakarta. Kalau dipaksakan, bisa terjadi konslet. Karena ini akan mengubah semua ritual, mengubah prosesi adat, mengubah penyebutan-penyebutan, mengubah atribut-atribut, mengubah tata ruang, arsitektur, tata kota, nilai-nilai dasar, dan bahkan kosmologinya. Ini bukan perubahan atau pengembangan, tapi mengarah kepada penghilangan sejarah, penghilangan kebudayaan, tata nilai, dan jati diri, serta spiritulas ... spiritualitas Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

38. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, waktunya, Pak Muhammad Jadul.

19 39. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya, sedikit penutup, ya. Merujuk dengan mendasarkan atau telah saya sampaikan panjang lebar. Pertama, Yang Mulia, kami mohon untuk membatalkan kedudukan, ya, dan hak konstitusional Para Pemohon gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 13 ini karena posisi mereka yang tidak memenuhi syarat legal standing. Dan yang kedua, kami mohon Para Hakim Mahkamah Konstitusi untuk menolak isi gugatan Para Pemohon terhadap Pasal 18 ayat (1) huruf m, ya, tentang Keistimewaan Yogyakarta. Karena argumen- argumen mereka yang tidak bisa diterima dan kontradiksi dengan pasal- pasal lainnya yang bisa merusak koherensi logis dan semangat dasar melindungi kearifan lokal Keraton Yogyakarta Hadiningarat. Para Pemohon sepertinya tidak menyadari bahwa di balik keterbatasan perspektif mereka, ada bahaya yang lebih besar terhadap kebudayaan Yogyakarta dan kearifannya yang justru akan dilindungi oleh Undang- Undang Keistimewaan ini. Demikian, Yang Mulia. Terima kasih atas perhatiannya, mohon maaf. Akhirnya wassalamualaikum wr. wb.

40. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Waalaikumussalam wr. wb. Terima kasih, Pak Muhammad Jadul Maula. Sekarang kita memperdalam diskusi. Dari Pihak Terkait tidak langsung Pak Adjie Bantjono, ada? Cukup?

41. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Cukup, Yang Mulia.

42. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Dari Pihak Ngarso Dalem? Ada yang akan dianukan pada Saksi atau Ahli? Saya persilakan.

43. PIHAK TERKAIT LANGSUNG: SRI SULTAN X

Sedikit, Bapak.

44. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Silakan, Ngarso Dalem.

20 45. PIHAK TERKAIT LANGSUNG: SRI SULTAN

Jadi, kami tetap konsisten, Bapak. Bahwa dengan Sabda Maklumat 5 September 1946, Keraton Yogya dan Sultan Yogya tetap konsisten untuk memegang konstitusi Republik Indonesia. Dan nanti kalau ada kekurangannya, kami akan ... akan tertulis, Pak.

46. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dalam kesimpulan?

47. PIHAK TERKAIT LANGSUNG: SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO X

Ya, dalam kesimpulan. Terima kasih.

48. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik. Terima kasih, Ngarso Dalem. Dari Pihak Pemohon, ada? Silakan, Pak Irman.

49. KUASA HUKUM PEMOHON: IRMAN PUTRA SIDIN

Ya, terima kasih, Yang Mulia. Kami mungkin (...)

50. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Untuk Ahli dan Saksi ditulis semuanya, baru nanti dijawab setelah semua mengajukan pertanyaan. Silakan, Pak Irman.

51. KUASA HUKUM PEMOHON: IRMAN PUTRA SIDIN

Ya. Jadi, kepada Ahli ... kepada Ahli dan Saksi. Dalam undang- undang ini, tidak ada satu pun norma yang mengatakan bahwa sultan bertahta itu laki-laki, tidak ada itu. Makanya, kami tidak mempersoalkan itu. Yang kami persoalkan adalah calon gubernur di situ. Calon gubernur itu melampirkan daftar riwayat hidup yang berisi pendidikan, pekerjaan, istri, saudara kandung, dan anak di situ. Itu yang kami persoalkan, gitu. Nah, gugatan ini justru ingin melakukan pemurnian terhadap Keraton Yogyakarta itu dari intervensi negara itu, gugatan itu di sini. Karena kami khawatir, Pak Sukiman, Pak Jadul, ada suatu saat sultan bertahta itu laki-laki, dia enggak punya istri, mungkin tidak mau menikah, atau belum menikah, atau malas menikah, enggak bisa jadi gubernur dia, Pak. Itu. Atau dia sultan bertahta itu laki-laki, dia tidak

21 punya anak, Pak, gitu. Orang tidak punya anak tidak bisa dipaksa, Pak, gitu. Dia enggak mau, gitu. Ndak bisa ditetapkan sebagai gubernur, memiliki hambatan di situ. Ada sultan … suatu saat ada sultan sahabat Pak Jadul, sahabat Pak Sukiman, itu laki-laki, tidak punya saudara kandung, pendidikan pekerjaan, enggak bisa juga ditetapkan, Pak. Kami datang menggugat itu, di situ. Itu yang kami datang di situ. Nah, soal kemudian paugeran, HB IX ini sudah mengeluarkan maklumat, Pak. Tidak pernah mungkin ada yang bermimpi Ki Ageng Pamanahan, HB I, HB II bahwa suatu saat Mataram akan bergabung sama suatu negara namanya RI, NKRI. Enggak pernah mungkin, Pak. Menyatakan diri bergabung. Ini perubahan paugeran besar-besaran, Pak, yang tadinya ada hukum pancung di keraton bayangan saya, terpaksa tidak bisa.

52. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYARIF HIDAYATULLAH

Izin, Yang Mulia. Dari Pihak Terkait Tidak Langsung, keberatan. Karena ini bukan (…)

53. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tidak bisa. Ya, silakan diteruskan.

54. KUASA HUKUM PEMOHON: IRMAN PUTRA SIDIN

Berubah dia, semua berubah. Keraton yang tadinya mungkin orang bayangan saya, oh yang masuk keraton itu harus ngesot, Pak, enggak pakau baju. Tapi sekarang kita bisa pakai baju semua di situ, berubah semua tatanan di situ. Ketika Mataram Islam bergabung sama NKRI terjadi adaptasi, konstitusi, dan paugeran di situ, Pak. Gitu. Tadi disebut perempuan. Dalam data saya, dalam sejarah parlemen di Indonesia, satu- satunya perempuan yang mencapai suara hampir 80% dalam sejarah parlemen di Indonesia, Pak, itu hanya di Yogyakarta, Pak. Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Pak. Bagi … berarti ekseptasi masyarakat terhadap perempuan, bagaimana di Yogyakarta ini? Itu. Kalau tidak salah sekarang ada bupati, walikota, banyak perempuan. Yang kami catat ada Ibu Hj. Badingah di Gunung Kidul, Pak. Belum lagi di Bupati Bantul, Pak, Ibu Sri Surya di situ. Mungkin masih ada lagi wakil bupati dan lainnya perempuan di situ. Tapi bukan itu yang menjadi penting, gitu. Nah, ini kira-kira, Yang Mulia, yang kami anu, supaya semua tidak salah paham bahwa justru yang kami gugat ini adalah penguatan terhadap kesultanan dan Kadipaten Pakualaman agar suatu saat itu …

22 karena undang-undang ini produk politik yang suatu saat kemudian intervensi negara terlalu jauh yang bisa membuat hak-hak kami selaku Pemohon. Karena di sini Pemohon bukan hanya ada abdi dalam, ada pelaku-pelaku usaha, ada masyarakat yang membutuhkan pelayanan pemerintahan. Karena suatu saat ada raja laki-laki belum punya anak atau tidak bisa punya anak, tidak ditetapkan, terjadi kekosongan pemerintahan, Pak. Apa mau Yogyakarta itu dipimpin oleh pejabat sementara tidak jelas sampai kapan waktunya. Fungsi-fungsi pelayanan pemerintahan tidak jalan. Di sini ada kaum perempuan yang juga merasa ditafsirkan bahwa seolah-olah harus laki-laki. Itulah kira-kira yang mungkin kami berikan, bisa ditanggapi oleh Saksi dan Ahli. Terima kasih, Yang Mulia.

55. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Baik, terima kasih. Pihak Terkait Tidak Langsung, ya. Jadi tidak bisa Anda berkeberatan. Ini misalnya begini, tadi Pak Sukiman itu Pemohon juga bisa tidak keberatan. Misalnya ada statemen begini. Kami masyarakat Yogyakarta merasa dirugikan akibat Undang-Undang DIY yang diujikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab tanpa memahami latar belakang. Itu kalau Pihak Pemohon seperti Saudara pasti langsung teriak, “Hakim, minta tolong, saya berkeberatan.” Kan bisa begitu. Tapi dia tahu persis bagaimana persidangan di Mahkamah yang semuanya menilai adalah Majelis, ya. Jadi dia tidak protes tadi, dibiarkan saja. Nanti Hakim yang menilai. Begitu juga Saudara, ya. Jadi apa yang disampaikan oleh Pemohon itu juga nanti semuanya Hakim yang menilai, ya. Tidak bisa Saudara bilang begitu. Ini aturan di dalam persidangan di Mahkamah, harus dipahami, ya. Baik. Dari Pemerintah, ada?

56. PEMERINTAH: FITRI NUR ASTARI

Cukup, Yang Mulia.

57. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Cukup. Baik. Dari meja Hakim, dari sisi kanan dulu, Yang Mulia Pak Palguna, kemudian Yang Mulia Prof. Maria, dan Yang Mulia Pak Suhartoyo. Baik, silakan Yang Mulia.

58. HAKIM ANGGOTA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya. Terima kasih, Yang Mulia Pak Ketua. Terima kasih, Pak Sukiman dan Pak Jadul Maula.

23 Pertama-tama karena ini sidang terbuka, saya merasa … kami merasa Mahkamah menjadi penting untuk mengingatkan bahwa kita di sini tidak sedang mengadili paugeran yang dibuat oleh Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Biarlah itu menjadi urusan di internal kesultanan. Kami tidak mengadili konstitusionalitas itu. Yang kita adili adalah undang-undang ini. Nah, tapi memang kami perlu tahu tentang paugeran itu, kami perlu tahu. Oleh karena itu, maka jangan sampai nanti timbul kesan bahwa Mahkamah ini nanti akan mencampuri urusan kesultanan, tidak. Kami hanya menilai konstitusionalitas dari undang-undang yang dimohonkan pengujian. Nah. Bahwa itu nanti bersangkut-paut dengan persoalan paugeran dan sebagainya yang berlangsung di kesultanan. Toh, undang- undang dan konstitusi sudah mengatakan bahwa itu adalah bagian dari keistimewaan. Jadi kami tidak akan menilai itu. Biarlah itu … apakah di dalamnya nanti bagaimana sultan membuat paugeran itu atau apakah bagaimana seharusnya paugeran itu dibuat, apa perbedaannya dengan dawuh raja, apa perbedaan dengan sabda raja? Itu biarlah menjadi urusan keraton, begitu, Pak, ya. Jadi, kami tidak akan menilai konstitusionalitas itu. Karena itu memang adalah wilayah yang diberikan oleh negara kepada kesultanan sebagai bagian dari keistimewaan ketika Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bergabung dengan Republik Indonesia. Jadi, kami tidak akan menilai itu. Yang pertama. Kemudian, yang kedua. Ada satu hal yang ... yang perlu kami dalami di sini berkaitan dengan keterangan Ahli ini. Yaitu yang ... gini, walaupun kami tidak akan mencampuri urusan ... urusan, misalnya apakah itu sultan harus laki-laki atau perempuan? Itu ... itu bukan ... karena itu sudah dikatakan sebagai bagian dari keistimewaan. Dan di dalam undang-undang ini pun ditegaskan bahwa yang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sultan yang bertahta. Jadi, siapa pun sultan yang bertahta, negara harus menerima, itu. Tapi persoalannya adalah begini, Pak Ahli karena kami juga perlu mengetahui. Sebagai latar belakang, tentu kami harus paham, apa itu paugeran? Apa itu dawuh raja? Apa itu sabda raja? Pertanyaan yang selalu mengganjal buat saya khususnya dan mungkin juga Yang Mulia Hakim Konstitusi yang lain adalah begini, apakah keliru misalnya kalau kami menganggap berdasarkan keterangan yang Ahli sampaikan tadi atau ahli-ahli sebelumnya bahwa sesungguhnya yang dinamakan dengan paugeran itu adalah adat kebiasaan yang telah diterima sebagai hukum dalam praktik di keraton atau di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat? Jadi, adat kebiasaan yang diterima sebagai hukum dalam praktik adat ... dalam praktik, ya, di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, baik sebelum maupun sesudah bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

24 Jika itu benar ... nanti kalau salah, tolong saya dikoreksi, Bapak Ahli. Jika itu benar, maka tentu ada sumbernya. Dari mana adat kebiasaan itu berasal? Setidak-tidaknya, sumber yang berupa nilai. Jadi, sumber di sini bukan diartikan dalam pengertian hukum positif, dalam pengertian di mana kita dapat menemukan norma yang dapat diperlakukan sebagai hukum? Bukan sumber dalam pengertian itu. Tetapi inspirasi yang menyebabkan adat kebiasaan itu ada dan kemudian diterima sebagai hukum dalam praktik di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Jika definisi itu benar atau pengertian itu benar, maka pertanyaan berikutnya adalah siapa yang kemudian berwenang untuk menyatakan bahwa praktik adat kebiasaan itu adalah hukum yang berlaku bagi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan diterima sebagai paugeran? Praktiknya bagaimana? Kami perlu tahu itu. Nah, kalau misalnya ada yang ... siapa ini ... ya, kalau siapa ini sudah terjawab, faktor siapa ini sudah terjawab, maka dengan sendirinya akan terjawab pula, siapa yang berwenang mengubah? Logikanya kan begitu, ya, Bapak Ahli, ya, kalau menurut saya. Itu soal yang pertama. Nah, lalu soal yang kedua. Dalam konteks paugeran tadi, yang definisinya kalau saya keliru mohon diluruskan. Dalam ... dalam konteks pengertian tadi, maka di mana tempat dawuh raja dan sabda raja itu dalam kaitannya dengan paugeran secara holistik itu? Apakah dia semacam konkretisasi dari paugeran yang ada, sehingga dia adalah kedudukannya lebih rendah dari paugeran itu sendiri? Ataukah dia justru merupakan bagian yang paling konkret untuk menerjemahkan bahwa sesungguhnya paugeran itu tercerminkan di dalam dawuh raja atau sabda raja? Saya tidak tahu itu. Saya kira, Bapak Ahli, bisa menerangkan kepada Mahkamah, sehingga ... karena sekali lagi, sidang ini adalah terbuka, sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mengetahui tentang hal itu. Terima kasih, Pak Ketua.

59. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih. Prof. Maria, saya persilakan.

60. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Terima kasih, Pak Ketua. Kepada Pak Jadul dan Pak Sukiman. Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu selalu berhubungan dengan ketentuan Keistimewaan DIY dan juga paugeran-paugeran yang ada di sana. Paugeran itu dikatakan tadi oleh Pak Sukiman adalah milik masyarakat adat Daerah Istimewa Yogyakarta, layaknya suatu paugeran yang merupakan peraturan intern yang dibentuk oleh seorang sultan. Saya akan menanyakan, bagaimana terkait dengan penetapan tentang

25 siapa yang harus jadi sultan sekaligus gubernur menurut Saksi dan Ahli itu? Paugeran yang mana yang dipakai gitu, ya? Karena ini sultan sekaligus gubernur. Jadi, kalau kita memakai paugeran, kalau undang- undangnya tadi dikatakan ditolak dan harus diperbaiki gitu kan, oleh Pemohon. Tapi menurut paugeran, paugeran yang mana yang dipakai, ya? Kemudian, yang kedua. Apakah suatu paugeran yang berlaku tidak dapat diubah oleh paugeran yang baru oleh sultan yang masih bertahta? Itu. Dan ketiga. Karena ini ada hubungannya dengan perempuan yang boleh bertahta, kalau Pemohonnya mengatakan itu gubernur, begitu. Apakah sultan yang sedang bertahta dapat menetapkan siapa yang akan menjadi putra mahkota atau putri mahkota yang nantinya bisa sekaligus jadi gubernur? Seperti itu. Karena saya melihat di sini kalau kemudian paugeran yang tahun 2015 itu dikatakan tidak sebagai paugeran, tidak bisa mengganti paugeran yang lama, maka saya menganggap bahwa apakah eksistensi dan kemudian juga pengakuan masyarakat DIY itu terhadap sultan yang sekarang itu ‘disanksikan’ begitu karena kan ada paugeran yang lama, kemudian ini dianggap paugeran baru, tapi kemudian itu dianggap tidak sesuai dengan paugeran yang lama dan harus ditolak. Karena ini kita melihat bahwa eksistensi Sri Sultan Hamengku Buwono X itu masih diakui di sana. Kalau mengenai isu sanksi pergantian nama, saya rasa di Yogyakarta itu perubahannya nama itu sangat sering sering sekali. Ini kalau kita melihat pada Sultan Agung, ya, tahun 1613 namanya Panembahan Hanyokrokusumo ing Mataram, tahun 16 … 2004 (1624) kemudian diganti bergelar Susuhunan Hanyokrokusumo, tahun 1641 bergelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, dan tahun 1645 bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo. Nah, apakah kemudian juga sekarang kalau ada suatu apa yang namanya sabda raja atau pandito … saya tidak tahu apa yang dimaksudkan dengan … yang dipermasalahkan sekarang dengan pergantian nama sultan ini, apakah itu juga tidak bisa dipakai? Karena ini juga sama. Kalau pergantian nama dari dulu sudah pernah, apakah kemudian pergantian nama ini yang dikatakan oleh Ngarso Dalem juga bahwa tidak mengubah substansi atau makna, apakah itu juga tidak boleh? Itu pertanyaan bodoh dari saya. Terima kasih.

61. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Profesor. Silakan, Yang Mulia Pak Suhartoyo.

26 62. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Ya, Yang Mulia Pak Ketua, terima kasih. Saya ke Pak Sukiman dulu, tapi juga ke Ahli, ya, Pak Jadul. Pak Sukiman, sebelum substansi saya tanya dulu apakah paguyuban ini otomatis sekaligus pasti selalu mewakili kepentingan masyarakat? Apakah mewakili paguyuban, organisasi paguyubannya itu, ataukah sekaligus juga mewakili kepentingan masyarakat di Yogya sana? Tapi itu soal formalitas saja. Tapi secara substansi begini, Pak Sukiman, ada empat dasar penolakan tadi, ini memang agak confused, ya karena Pak Ketua juga sudah mengingatkan bahwa keterangan Bapak itu sebenarnya judulnya adalah Saksi Fakta, tapi sebenarnya substansinya banyak nyerempet-nyerempet ke soal keahlian atau soal bukan hal yang sifatnya fakta. Jadi, ada empat alasan penolakan. Yang pertama adalah tahta untuk rakyat, ruh yang kemudian bisa mengejawantahkan adanya adem- ayem, tentram, guyub, rukun, dan seterusnya. Kemudian yang kedua, manunggaling kawula gusti, yaitu ada kompak bekerja, golong-gilig. Jadi, untuk yang dua alasan ini kalau saya tanya ke Pak Sukiman, apakah juga Bapak punya penelitian data atau mungkin punya rujukan- rujukan yang bisa dijadikan ukuran, parameter? Apakah kemudian ketika Yogya itu suatu saat, atau nantinya, atau mungkin sudah pernah mengalami ketika kemudian dipimpin oleh sultan yang bukan laki-laki, otomatis yang barangkali gubernurnya juga bukan laki-laki, kemudian serta-merta tidak memenuhi keinginan-keinginan masyarakat Yogya seperti yang pertama tadi, adem-ayem, tentram, dan lain seterusnya? Kemudian juga, golong-gilig tidak kompak. Apakah ini … ini apa, dasar pemikiran apa yang Bapak gunakan, sehingga sudah ada semacam ukuran-ukuran bahwa ini nanti kalau tidak sultannya laki-laki dan gubernurnya tidak laki-laki akan terjadi secara a contrario tidak seperti yang diharapkan seperti penolakan angka 1 dan angka 2 itu? Nah, itu. Kemudian yang kedua … yang ketiga, alasan yang ketiga maksudnya adalah jalannya demokrasi adalah sesuai kearifan lokal, kemudian dikaitkan juga dengan diserahkan kepada sultan yang bertahta sesuai paugeran adat. Nah, ini bagaimana bentuk konsekuensi atau bentuk apa … ada semacam tidak … tidak boleh, harus konsisten, begitu? Bahwa kalau sudah diserahkan kepada sultan kenapa kemudian ketika sultan mengambil sikap-sikap yang mungkin menurut masyarakat sana atau Bapak paguyuban … paguyuban yang Bapak wakili itu tidak sesuai dengan keinginan itu, kok kemudian apakah menciderai kearifan lokal, kemudian demokrasi yang sebenarnya sudah diserahkan tadi? Paham enggak Pak Sukiman dengan pertanyaan saya? Paham, inggih? Kemudian yang keempat juga begitu bahwa soal pemilihan gubernur ini bukan pemilihan, ini diserahkan kepada penetapan. Karena ini juga sudah konsensus masyarakat Yogya dan dikaitkan juga dengan demokrasi.

27 Nah, ini juga apakah dalam konsensus masyarakat sana, konsensusnya itu bahwa ini diserahkan melalui penetapan, itu juga harus ada syarat bahwa ini juga harus laki-laki, dan/atau perempuan, atau boleh memilih di antara dua itu. Apakah kemudian kalau ketika ini tidak laki-laki, kemudian penetapan itu kemudian menjadi dicabut kembali oleh mandat yang diberikan oleh masyarakat Yogya di sana? Ini memang agak nyerempet-nyerempet menjadi pendapat ini. Tapi, kan Bapak Ketua Paguyuban Padukuhan ini yang mestinya tahu, ya, tentang ... apa ... napas masyarakat sana. Mungkin itu, ya, yang untuk Pak Sukiman. Yang ke ... untuk Pak Jadul. Saya begini, Pak Jadul, saya melihat bahwa kalau secara a contrario, apakah kemudian yang tentang Sabda Raja 2015 itu kalau kemudian dilaksanakan sesuai syarat-syarat formal dan protokol ... protokoler yang ada, kemudian secara substansi sah? Nanti kemudian ketika itu dilakukan, masa substansinya harus dipersoalkan. Saya minta, apakah ketidakabsahan pada Sabda Raja di 2015 itu hanya semata-mata syarat formal yang tidak mengikuti ... apa ... paugeran yang Bapak maksudkan itu? Meskipun tadi juda ... juga sudah diilustrasikan oleh Pemohon. Bahwa kekinian ini sudah ... sudah berubah, ya, keadaan-keadaan keraton. Mungkin kan sudah tidak seperti ketika harus ada sabda raja ketika itu dibandingkan dengan keadaan keraton kekinian sekarang yang mestinya apakah keraton juga harus tetap pakem seperti yang Anda maksudkan? Ataukah boleh kemudian ada penyesuaian-penyesuaian itu? Itu. Kemudian yang kedua, Pak Jadul, ya. Terus ke depan seperti apa mestinya keraton ini? Kalau hanya masalah adat ... ketentuan-ketentuan adat yang tidak tertulis, tapi sudah menjadi hukum yang berlaku seperti yang disampaikan Pak Palguna tadi, kemudian dengan mudahnya ditafsirkan di kemudian hari, dipersoalkan orang di kemudian hari karena barangkali ada kepentingan-kepentingan yang ... atau memang secara tulus, ya, kita enggak tahu, mestinya seperti apa? Apakah boleh kemudian seperti konstitusi? Kita harus secara tertulis, harus ... itu Anda yang menggeluti ... apa ... bidang kekeratonan di Yogya yang ... sudah berapa tahun di Yogya, Pak Jadul? 1987? Jadi, sebelumnya tidak di Yogya, ya? Tapi Anda sudah cukup secara filosofis kan tadi sangat bagus itu. Saya minta pandangan Anda saja itu. Terima kasih.

63. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Terima kasih, Yang Mulia. Terakhir, saya mencoba untuk memberikan pemahaman pada semua pihak, ya. Proses pengujian undang-undang itu tidak bermusuhan antara Pihak Terkait dengan Pemohon, antara Pemohon dengan Pemerintah, DPD, DPR. Jadi, tidak ada permusuhan sama sekali. Kita itu persidangan ini mencari apa yang benar menurut konstitusi. Jadi, yang menang nanti bukan Pemohon,

28 yang menang bukan Pihak Terkait, yang menang bukan DPR, yang menang bukan Pemerintah, tapi yang menang adalah konstitusi, yang supreme adalah konstitusi, yang menang itu rakyat Indonesia. Maka dari situ, berangkat dari situ, saya sampaikan yang ... ini ada statement yang mestinya harus dihindari oleh Pak Sukiman. Tadi sudah saya sebutkan, “Kami masyarakat Yogya merasa dirugikan akibat Undang-Undang Keistimewaan DIY yang diujikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.” Sekarang pertanyaannya kan, apakah Prof. Saparinah Sadli orang yang tidak bertanggung jawab? Beliau itu merasa menggugat di sini, memohon di sini karena rasa tanggung jawabnya supaya konstitusi dijalankan sebaik-baiknya, ya. Jadi, ini menjadi pelajaran kita bersama. Di dalam forum ini tidak boleh saling memojokkan satu sama lain sebetulnya. Kita harus pahami bersama, ya. Jadi, kata-kata itu sebetulnya ... bisa saja tadi waktu Pemohon itu protes itu juga bisa langsung. Tapi Pemohon karena tahu ini, nanti urusan Majelislah yang menilai itu. Jadi, untuk kita sama-sama menyadari. Tadi sudah ... sekali lagi saya katakan, sidang ini terbuka untuk menjadi pembelajaran kita bersama dalam pengujian undang-undang, bukan kalah-menang, tapi yang benar menurut konstitusi Republik Indonesia, itu, ya. Saya tidak akan anu lagi, tapi ini harus dipahami bersama oleh kita bersama, terutama juga Pak Sukiman, ya. Baik. Silakan ini yang akan menjawab atau memberi respons atas pertanyaan. Pak Sukiman dulu atau Pak Jadul dulu? Saya persilakan.

64. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SUKIMAN

Assalamualaikum wr. wb. Bapak Hakim Konstitusi yang kami hormati, beserta Pemohon, Hadirin semuanya. Yang pertama kami mengucapkan terima kasih atas nasihat sekaligus menyampaikan informasi bahwa apa yang kami tulis dan kami sampaikan ini barangkali dikatakan kurang selaras, namun demikian sudah dimaklumi. Terima kasih. Selanjutnya secara paralel dari Pemohon, dari Hakim Ibu Maria, dan Bapak Suhartoyo, maupun Pak Gede Palguna. Kami sampaikan untuk saya Sukiman adalah Ketua Paguyuban Dukuh Daerah Istimewa Yogyakarta, apakah itu mewakili masyarakat Yogya semuanya? Kalau dikatakan legal standing, kalau dikatakan sah itu tidak. Karena yang dipilih secara sah menurut undang-undang adalah DPR. Saya itu dipilih oleh masyarakat terutama paguyuban ... anggota Paguyuban Dukuh yang 4.539 di DIY, itu ... dan saat ini sowan hadir persidangan ini juga karena atas kehendak teman-teman yang saat itu ikut proses memperjuangkan lahirnya Undang-Undang Keistimewaan, sekalipun itu mutlak tidak dari kami tetapi dari masyarakat Yogyakarta dari berbagai elemen.

29 Nah, jadi kalimat saya apakah itu mewakili? Tidak mesti dan tidak selalu. Tetapi bagi perangkat desa insya Allah demikian karena memang di Yogya ini paguyuban kepala desa ada, paguyuban dukuh ada, yang saat itu adalah prosesnya berjalannya bersama-sama untuk mengurus suksesnya Undang-Undang Keistimewaan. Selanjutnya terkait dengan apa yang disampaikan dari Ibu Hakim ... Ibu Maria bahwa gubernur/wakil gubernur penetapan? Kemudian kalau ... bagaimana kalau untuk sultannya? Jelas kalau urusan kami masyarakat adalah birokrasinya atau masyarakatnya langsung, ketika kami itu bagian dari warganya DPR, kalau DPR itu sah yang bisa mengegolkan, mengesahkan undang- undang ataupun aturan resmi. Sedangkan kami itu bagian yang menampung, yang menerima banyak aspirasi untuk disampaikan kepada DPR maupun langsung kepada birokrasi. Nah, untuk wilayah penetapan gubernur/wakil gubernur itu saat itu, itu kami ikut di dalamnya karena di sini biasanya dan selalu itu pakai massa atau bersama-sama, tapi sedangkan untuk DPR karena namanya DPR adalah perwakilan, mewakili rakyat dan itu sah. Sehingga memang kami mempertemukan antara pendapat kami mengenai masyarakat langsung dengan yang sah menurut undang-undang DPR, itu menetapkan sultan yang bertahta wakil apa ... Paku Alam yang bertahta adalah gubernur dan wakil gubernur. Kemudian terkait dengan sultan itu adalah wilayahnya keraton, sementara kami itu dalam proses perjalanan waktu sekalipun ... sekaligus di masyarakat itu lebih pada kesejarahan, kesejarahan tadi disampaikan oleh rekan kami Bapak Jadul Maulana bahwa untuk proses itu pakai sejarah dan kami meyakini dari sejarah itu. Kalau sultan itu belum pernah perempuan, sehingga kalau tadi ada kaitannya, ada korelasinya untuk kalau sultan perempuan bagaimana atau ditolak? Ya, kalau memang tidak lazim dan ini tidak ada dalam kebiasaan yang ada di sini, ya, mesti masyarakat Yogyakarta tidak akan terima, berarti kan menolak, sekaligus nanti yang menjadi dasar memang undang-undang. Namun demikian masalah undang-undang itu berdasar juga dari lokalitas, masukan masyarakat Yogyakarta. Contoh, lahirnya Undang- Undang Keistimewaan kan juga dari keraton, dari Pakualaman, dari masyarakat Yogyakarta, sama berangkat dari masyarakat, mestinya itu untuk gubernur yang akan kita hormati sebagai pemimpin kami itu juga pilihan kami. Nah, kaitannya dengan apa yang ada korelasinya? Tadi Bapak Hakim Bapak Suhartoyo menyampaikan demikian. Yaitu ketika kami sudah menyerahkan semuanya hak kami, yaitu untuk tidak memilih gubernur karena ini berangkat dari dua pertemuan yang berbeda, yaitu untuk paugeran ada di keraton, untuk pemerintahan, untuk gubernur ada di masyarakat dan DPR.

30 Nah, kedua-duanya ini memang mesti ada korelasinya. Nah, sehingga kalau tadi saya menyampaikan itu sudah kami serahkan hak kami untuk tidak memilih, ya, sudah itu nanti di Yogyakarta jelas-jelas tidak ada pemilihan gubernur dan justru KPU apa yang saya sampaikan saat tadi, itu justru kami minta untuk tidak ada apa pun cara untuk buat aturan mengisi gubernur dengan pemilihan, itu. Jadi, tidak ada pemilihan. Perkara untuk yang keraton, sekali lagi itu wilayahnya adalah wilayah keraton. Urusan paugeran, masyarakat tidak masuk. Masyarakat tahunya adalah ketika ada ganti nama, ketika ada sabda raja, itu bisanya satu ngersulo atau barang ... apa ya … orang Jawa mengatakan ngersulo, mengeluh begitu, akhirnya keresahan. Karena apa? Kalau keresahan itu yang didasarkan masyarakat, ya, sekali lagi, “Wah, Sultan kita, Gubernur kita sekarang, nanti akan demikian.” Rasa-rasa begitu, Pak. Selanjutnya, terkait dengan data sebagai ... apa … rujukan atau parameter mengenai ... apa ya … kalau paugeran itu diubah atau bagaimana? Itu, ya, Pak?

65. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Mohon izin, Pak Ketua. Jadi begini, Bapak kan sudah dari penolakan angka 1, 2, 3, 4, itu sebenarnya kan sumbernya bahwa ketika ada sultan dan kaitannya ke gubernur itu adalah tidak laki-laki, itulah kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul, adem-ayemnya terusik, kemudian gilig ... anu … apa ... kerja ... kerja sama juga. Nah, apakah kemudian selama ini belum ada pembanding, pembeda, tapi sudah berkesimpulan seperti ini, ya? Rujukannya apa? Gitu lho, Pak Sukiman, maksudnya.

66. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SUKIMAN

Inggih, terima kasih.

67. HAKIM ANGGOTA: SUHARTOYO

Paham inggih?

68. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SUKIMAN

Inggih, terima kasih, Yang Mulia. Inggih, terima kasih. Untuk kaitannya dengan apa yang saya sampaikan dan Bapak minta penjelasan kepada kami untuk sebagai pembanding, memang belum pernah ada. Artinya, selama ini sultan adalah laki-laki. Kalau perempuan, bagaimana? Sekali lagi, kami dalam hal memperjuangkan bagian dari masyarakat mulai dari proses akan lahirnya undang-undang sampai undang-undang

31 jadi, ya, kami sekali lagi adalah laki-laki sultan itu yang akan menjadi gubernur kita. Kemudian, untuk menjadi pembanding yang saya rasa masyarakat juga … masyarakat pedesaanlah, itu misalnya sungkem Ngarso Dalem, sungkem sultan, itu jelas di keraton. Diundang saja saking bangganya, begitu, sangat hormat. Otomatis yang mengatakan atau otomatis yang menjadi rujukan adem-ayem, itu adalah patuh. Kalau orang mengatakan takzim, begitu ya, takzim. Sehingga kalau sudah rajanya dipatuhi, ditakzimi, otomatis jadi gubernur, ya, sama. Sendiko dawuh, sendiko dawuh, seperti itu. Nah, inilah sekalipun memang di batasan pemerintahan aturannya adalah negara, tapi keraton adalah aturan paugeran dan adat-istiadat. Jelas kami sangat hormat. Ukurannya sekali lagi adalah pendapat masyarakat yang kami memang tidak pernah mengadakan semacam polling, Pak, untuk masa lalu. Tetapi kami sangat merasakan untuk di wilayah Yogyakarta pedesaan itu sangat respek, sangat hormat siapa pun raja yang lenggah dapat di Kasultanan Yogyakarta. Mungkin begitu, Bapak Hakim yang kami hormati.

69. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, cukup. Silakan, Pak Muhammad Jadul.

70. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Terima kasih, Yang Mulia. Izinkan kami ingin menyampaikan … agak sedikit tidak urut, ya, dari semua yang ditanyakan secara umum. Jadi, sultan, kesultanan dengan semua pranatanya, adat budayanya, prosesinya, abdi dalem, sentono, dan seluruhnya itu, itu satu ... satu- kesatuan yang utuh, dan alamnya, ya, tata ruangnya, arsitekturnya, ya. Ada sumbu imajiner, sumbu filosofis antara laut selatan, panggung krapyak keraton, tugu, sampai Merapi. Ya, itu satu ... itu satu-kesatuan di dalam Kesultanan Yogyakarta, ya. Nah, itu adalah produk dari budaya Islam Jawa, ya. Ini satu … satu ... apa … keterkaitan, ya. Nah, jadi … nah, Islam Jawa mungkin saya perlu sedikit elaborasi, ya. Ini karena nanti ada konteks yang berbeda dengan Islam di Aceh, ya, mungkin di , ya. Jadi, salah satu ilmu Jawa yang paling tua dan ini dipertahankan sampai sekarang, ini ilmu tentang mengendalikan alam. Ya, ini mungkin karena Jawa, ini masuk kawasan atlantis dengan ... apa … alamnya yang ... ya, ada Gunung Merapi yang paling aktif di dunia, dan seterusnya itu. Jadi, ilmu Jawa yang paling tua ini adalah pengendalian alam. Ada pranoto mongso yang mengetahui musim, mengetahui alam, dan seterusnya itu.

32 Nah, ini ketika apa … Zaman Hindu, ilmu Jawa yang tua ini juga diasimilasi, ya, dengan Hindu itu. Dan kita tahu kemudian, ya, Mataram Hindu itu pindah ke Jawa Timur karena bencana alam yang sangat besar, ya. Ini artinya, ada ilmu pengendalian alam yang masih perlu disempurnakan, ada eksperimen yang lama. Nah, pada Zaman Demak, Para Walisongo itu merumuskan ilmu baru lagi, ilmu alam dari ... apa ... tanah Jawa yang tua ini diasimilasikan dalam kerangka Islam, ya. Jadi ... sehingga, kita ... kita ... lah, ini sebenarnya ada dasar- dasarnya di dalam Alquran, ya. Saya tadi sudah menyebutkan apa ... tentang sanurihim ayatina fil-afaqi wafi anfusihim hatta yatabayyana lahum annahul haq, ya. Jadi, ini proses bagaimana me ... menyinergikan, mengintegrasikan antara keyakinan di dalam diri, unsur-unsur diri, ya, lalu menyatukan dengan unsur-unsur alam. Karena sebenarnya kan tubuh manusia ini juga bagian dari unsur alam, ya, unsur tanah, ya, daging, ada unsur air, ada unsur ... di dalam diri kita me ... melekat. Ini kalau tidak diintegra ... dalam proses integrasi diri, integrasi dengan alam, ini lalu proses spiri ... apa ... spiritual menuju Tuhan. Nah, dalam proses itu, ada memohon doa keselamatan, memohon doa untuk melindungi semuanya, ya. Jadi, ini dari Islam Jawa itu, ya, dihayati sedemikian rupa menjadi ilmu rohani, ilmu kasampurnan. Ilmu kasampurnan ini diajarkan oleh para Walisongo dan Sunan Kalijaga yang memimpin untuk mendirikan lagi kerajaan, ya, di wilayah dulu Mataram Hindu menjadi Mataram Islam, ya. Dengan ilmu yang di satu sisi mem ... mempertahankan ilmu tua tentang alam, tapi disempurnakan disin ... apa ... asimilasikan di dalam kerangka budaya Islam. Dan budaya Islam Jawa inilah yang lalu melahirkan Keraton Mataram Islam dan lalu dilanjutkan oleh Yogyakarta. Jadi, ini ... ini satu ... satu-kesatuan dan dasarnya adalah ilmu, ilmu rohani ini, ya. Ilmu ... kalau di dalam bahasa Islam, ini tarekat, ya, torikoh, jalan, ya, jalan untuk mencapai kepada Tuhan, ya, ma'rifat dalam bahasa ini. Dan dari kata ma'rifat ini lahir kearifan, ya. Kearifan lokal itu adalah buah dari proses ma'rifat, ya. Orang yang tidak ma'rifat, itu pasti tindak ... tindakannya tidak lahir satu kearifan. Jadi, ada proses yang itu harus dijaga. Ini proses rohani, proses spiritual untuk memperbaiki tindakan diri untuk bagaimana tindakan diri, ucapan diri ini bisa menyelamatkan semuanya. Ya, ini satu ... satu keyakinan yang utuh. Nah, buah dari ini salah satunya adalah untuk mendidik masyarakat itu, ya, didirikan Keraton Ngayogyakarta. Nah, ini yang saya sampaikan tadi, ya, sejarah lalu menjadi ... apa ... paugeran. Jadi, sultan itu menjadi puncaknya, ya. Representasi dari keilmuan ini, ya. Keilmuan ini, ya, satu-kesatuan, ya. Nanti diatur, tapi sultan di satu sisi dia kewenangannya tinggi karena apa ... personifikasi, tapi juga tidak bebas semau-maunya karena dia diikat oleh kewajiban mengamalkan ilmu, berkewajiban menjalankan ilmu ini karena ilmu ini

33 akan menjamin keselamatan yang di ... dipimpinnya, ya. Jadi, sultan itu punya ... punya otoritas yang tinggi, bukan karena semata-mata jabatannya sebagai sultan, tapi karena kewajibannya untuk menjalankan ilmu. Karena ilmu ini yang diyakini bisa menjaga keselamatan yang dipimpinnya, alamnya, warganya, dan seluruh tatanannya. Nah, ilmu ini kemudian diwujudkan menjadi pranata sosial, menjadi adat, menjadi apa ... tatanan, dan diwujudkan juga dengan naskah-naskah, ya, dengan seni tari, seni wayang, dan seterusnya, ya. Itu semua menggambarkan kesatuan ilmu ini yang mesti dijaga dan diamalkan. Dan atas dasar inilah, kemudian didirikan keraton dengan paugeran-nya, ya. Nah, dengan dasar ini, saya ingin ... ingin me ... menjawab beberapa pertanyaan, ya. Nah, satu lagi. Di dalam kesatuan ilmu ini ditetapkan bahwa ... ini berdasarkan pengalaman rohani dan juga dasar- dasar ayat Alquran. Bahwa tatanan yang akan dibangun itu memang sultannya dipimpin oleh laki-laki. Ini bukan keputusan politik, berdasarkan apa ... tapi ini berdasarkan ilmu yang diyakininya, ya. Ada dasar-dasar Alqurannya, ya ... apa ... kepemimpinan bangsa-bangsa ini di dalam Alquran diserahkan kepada Nabi Ibrahim kepada semua penerusnya Nabi-Nabi itu laki-laki. Ada hadis Nabi juga yang mengatakan ke ... apa ... “Sultan itu seperti imam dan imam itu adalah laki-laki.” Ini keyakinan, ya. Nah, ini tapi keyakinan ... apa ... dari ayat-ayat ini tidak semata- mata dipahami secara hermeneutis, ya, normatif, ya, dideduksi sedemikian rupa, tapi dibuktikan dengan pengalaman rohani, ya, melalui tadi pengalaman spiritual ... apa ... Panembahan Senopati yang menyatu dengan alam dan diyakini ada perjanjian dengan alam, ya. Perjanjian dengan alam itu mengatakan, “Alam Yogyakarta Mataram ini akan melindungi kerajaan dan warganya selama kesultanan ini dipimpin oleh laki-laki,” ya. Jadi, ini perjanjian dengan alam ... di alam rohani ini yang ini diyakini juga petunjuk langsung dari Tuhan, ya. Jadi, ini bagian dari ini ... ya, proses hastabrata, itu artinya komunikasi menyatu dengan alam. Lalu, di dalam proses ini dimungkinkan ada ... apa ... ilmu komunikasi dengan alam, lalu alam memberikan syarat-syarat karena ini bagian dari proses bersama menuju Tuhan, ya. Jadi, hukum-hukum Tuhan yang melalui alam itu ketemu dengan hukum-hukum Tuhan tertulis di dalam kitab-kitab suci dan ini yang dijadikan dasar paugeran. Nah, sultan laki-laki ini yang memimpin keseluruhan pranata, memimpin ilmu untuk mengajak semua warganya menjalani ilmu ini. Supaya apa? Secara rohani, mencapai kesempurnaannya. Nah, kalau suatu bangsa, suatu warga, masyarakatnya, sultanya itu adalah orientasinya pada kesempurnaan rohani, kesempurnaan akhlak yang selaras dengan Tuhan, selaras dengan sesama manusia, dan harmonis dengan alam, itu akan dijamin kesejahteraan alam itu. Dalam bahasa Islam itu, “Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” ya. Jadi, bangsa

34 yang sejahtera, diridai, dan diampuni oleh Tuhan. Jadi, itu ... apa … filosofinya itu. Dan ini memang disyaratkan di dalam ilmu ini, itu pemimpinnya memang laki-laki. Ya, ini Islam Jawa … karena diyakini alamnya itu menghendaki begitu. Nah, ini bisa berbeda dengan Kerajaan Aceh karena mungkin ilmunya beda, ya. Yang saya tahu, di Kerajaan Aceh dimungkinkan sultan perempuan karena wali … wali yang melindungi Aceh waktu Syekh Abdurrauf Singkil itu menulis kitab … menulis kitab ulang tafsir Alquran dalam Bahasa Melayu yang sangat tua dan di situ memang memberi kemungkinan, ya. Memberi kemungkinan, tapi dengan penafsiran-penafsiran tertentu. Jadi, semua tafsir Alqurannya disesuaikan, ya. Itu di Aceh, ya. Sulawesi Selatan saya tidak tahu, gitu. Tapi Islam Jawa beda. Ini … menurut saya ini sama-sama absah, ya ... sama-sama absah. Dan para pendiri Mataram Yogya … Mataram Islam di Yogayakarta memang memilih ilmu yang ini karena diyakini ilmu ini yang lebih kuat, ya. Lalu, sering secara guyon mengatakan, ini juga membuktikan, kenapa Kesultanan Mataram Yogyakarta masih bertahan, tapi Kesultanan Aceh sudah … sudah bubar, ya? Dan ini diyakini karena … apa … ada anugerah, ada satu masih kekuatan di dalam … kebenaran di dalam ilmu ini. Jadi, ini keyakinan, ya. Dan itu kenapa kami mengatakan ini tidak bisa diubah, ya. Apalagi kalau perubahannya, ya, perubahannya dilihat, dirasakan tidak memenuhi kaidah-kaidah, tidak didasari oleh satu dasar- dasar spiritual, dasar-dasar pandangan kosmologi, dasar-dasar … apa … apa … satu laku, ya, laku … apa proses-proses yang … yang bisa di … dipertanggungjawabkan, ya. Jadi, itu diyakini. Nah karena itu terkait pertanyaan … apa … apa … apakah kalau prosedur-prosedur formalnya itu dipenuhi, apakah kemudian sebetulnya … belum tentu, Pak, ya, belum tentu, ya. Jadi, kalau prosedur formalnya itu di … dipenuhi juga masih tegantung … apa … substansinya, ya, tergantung substansinya, ya. Apakah kemudian ini yang akan … apa … perubahan ini sebagaimana bisa di … apa … di … diterima secara hakikat, gitu ya? Dan itu ada ukurannya. Jadi, itu satu … apa … idealnya di dalam keraton itu punya … punya penasihat- penasihat rohani yang juga sudah mencapai di dalam … apa … menguasai ilmu ini, ya. Sehingga nanti ada beberapa ahli, ada beberapa … itu … yang bisa saling memverifikasi, ya, satu … satu pengalaman-pengalaman rohani itu. Jadi, tidak tentu, ya. Jadi, antara yang formalitas dengan substansi itu bisa saling mengontrol, bisa saling menguatkan. Sehingga perubahan yang terjadi, itu betul-betul tidak lepas … tidak lepas kontrol, ya. Nah, perubahan apa yang bisa di … di … apakah sultan lalu bisa membikin paugeran baru? Bisa, menurut saya, ya. Asal tidak mengubah ilmu ini, ya. Tidak kontradiksi dengan … dengan ilmu ini, ya. Saya kira, gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo Hanyokrowati itu adalah beliau

35 mengambil gelar ilmunya Sunan Giri. Jadi, itu … ini ilmu-ilmu Islam Jawa ini kan juga dari para Walisongo, ya, di … diakui juga ... apa ... para … para pendiri Sultan Mataram itu juga trah dari ilmu Giri. Jadi, gelar Sultan Agung itu hanya mewarisi, mengambil ilmunya Sunan Giri, dan ini tidak … lalu ketika mendapatkan gelar dari Mekah juga tidak mengubah substansi dari … apa … keilmuan ini beserta semua paradigmanya, dengan semua tujuannya, ya. Jadi, itu di … dimungkinkan … apa … pengubahan itu kalau tidak mengubah dasar keilmuan itu. Dan yang paling disepakati adalah kesatuan ini dipimpin oleh seorang sultan yang laki-laki. Nah, ada pun perubahan yang pranata sosial kayak penyesuaian- penyesuaian itu yang ti … selama hanya selama bersifat teknis dan ... apa itu ... di … dimungkin, ya, mesti ada pembaharuan-pembaharuan mengikut semangat ... apa ... zaman dalam pengertian hal-hal yang teknis, hal-hal yang sifatnya atribut-atribut yang tidak memengaruhi, tidak merusak dasar-dasar keilmuan yang melandasinya, ya. Jadi, ini untuk … untuk me … menjaga, ya. Nah, ke … ke depan, bagaimana se ... semestinya, ya? Saya mengatakan bahwa ilmu … ilmu tentang manunggaling kawula gusti, ya, sangkan paraning dumadi atau dalam rumusan yang lebih operasional itu hablum minallah, hablum minannas, hablum minal alam, ya. Jadi tali hubungan pengikat antara makhluk Allah manusia dan alam itu satu ... satu tali, ya. Orang enggak bisa mengklaim apa ... apa ... dekat dengan Allah kalau perilakunya merusak alam atau perilakunya memerangi sesama manusia itu tidak bisa. Nah, ilmu ini sebetulnya akan relevan terus ke ... hari ini, dan ke masa depan, dan dunia hari ini membutuhkan nilai-nilai itu, ya, dunia hari ini membutuhkan nilai-nilai itu, ya. Peperangan yang terjadi sangat destruktif, ya, akan menghancurkan kehidupan manusia eksploitasi kepada alam dan seterusnya itu, itu ke depan sebetulnya membutuhkan ilmu ini, ya, banyak ilmu-ilmu sejenis di nusantara ini dengan berbagai praktik yang bisa berbeda-beda, tapi tujuannya sama, ya. Nah, ini yang ... yang ke depan mestinya justru ilmu ini yang lebih di ... didalami dalam konteks hari ini, sehingga Keraton Yogyakarta bisa menyumbangkan, ya, nilai-nilai kepada dunia, ya, bangsa, dan kepada dunia hari ini. Nah, saya jadi ingat lagi ini soal intergrasi dengan republik, ya, pertanyaan dari Bang Irman Putra Sidin, ya. Nah, sebetulnya kesatuan kesultanan-kesultanan, ya, di nusantara itu sejak dahulu kalau kita pelajari dari mulai Demak, ada kesultanan di Banjarmasin, ada di Aceh, itu mereka punya satu komunikasi, ya, punya satu-kesatuan ilmu sebetulnya, ya. Kalau kita pelajari naskah-naskah Islam Nusantara, ya, misalnya naskah di Keraton Yogyakarta Tajus Salatin, ya. Tajus Salatin itu naskah dari Persia dan itu sebenarnya terjemahan pertama itu di mek ... bahasa Melayu di Aceh.

36 Ya, jadi Naskah Tajus Salatin itu ya, dari Aceh, di Yogya, nanti juga ada di kesultanan lain, dan semua kitab-kitab, ya. Jadi naskah- naskah dikesultanan-kesultanan nusantara itu, itu ada kesinambungan, ada kesamaan, dan itu bagian dari satu jaringan para ulama, ya. Misalnya penyebar Islam di Sulawesi Selatan, ya, Syekh Datuk Ribandang itu adalah murid Sunan Giri, beliau berasal dari Padang, ya. Datuk Ritiro dan seterusnya itu juga murid, jadi ada jaringan para ulama- ulama pasca runtuhnya Majapahit itu untuk menyangga kesatuan Kebhinekaan bangsa ini dari ancaman datangnya bangsa barat yang masuk. Nah, berdirinya kesultanan-kesultanan ini adalah cara untuk mengintregrasikan masyarakat di wilayah lokal untuk membangun jati dirinya itu, sehingga ada ... ada komunikasi, ada kesatuan, walaupun ekspresi budayanya bisa beda-beda dan inilah sebenarnya wujud dari Bhineka Tunggal Ika. Nah, yang menarik adalah ketika kolonialisme sedemikian rupa, ya, menghancurkan, ya, struktur dan pranata di keraton-keraton itu, ya, ada naskah di Aceh, ya , ada nashkah di Aceh tahunnya 1766. Jadi abad 18 pertengahan itu yang mengatakan bahwa ya para ... ada kesepakatan di antara ulama-ulama ahlus sunnah wal jamaah bahwa kelak akan berdiri kerajaan Al Jumhuriah, Al Indonesia. Jadi tahun 1766 ada kesepakatan ulama para wali al arif billah, melalui ilmu mereka bisa melihat bahwa nanti akan tahun 1945 itu akan berdiri Republik Indonesia. Nah, yang menarik ada fatwa dari para ulama mengatakan bahwa nanti kalau Republik Indonesia ini sudah berdiri tidak boleh lagi ada kerajaan di dalam kerajaan, tidak boleh lagi ada hukum di dalam hukum, tidak boleh lagi ada negeri di dalam negeri. Jadi, semua sebetulnya kerajaan-kerajaan nusantara abad 18 mereka bergerak menyongsong lahirnya Republik Indonesia. Ada naskah lain itu di tulis Sultan Aceh kepada pemerintah kolonial Belanda, ya, itu yang juga mengatakan, ya, “Kesultanan Aceh menempatkan diri sebagai kerajaan Republik Indonesia yang belum berdiri.” Itu naskahnya ada, surat Kesultanan Aceh kepada Belanda, ya, kepada rakyat umat Islam di Kesultanan Aceh khususnya dan umat Islam di Republik Indonesia pada umumnya. Jadi, republiknya belum berdiri tapi kesultanan sudah menempatkan diri sebagai bagian dari Republik Indonesia, ya. Dan keyakinan saya, ini kesepakatan ini adalah diketahui oleh seluruh sultan- sultan nusantara, ya, yang saya baru dapat konfirmasi secara naskah itu di kesultanan ... Kesultanan Aceh. Karena melalui jaringan para ulama. Jaringan para ulama tarekat yang menyiapkan, ya, menyiapkan itu. Nah, sehingga tidak … tidak apa ... sudah ada proses ya, di dalam kesultanan untuk menyesuikan diri, ya. (...)

37 71. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Dipersingkat, Pak Jadul.

72. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya, ini me ... menjawab yang tadi. Sehingga mengintegrasikan ketika Sultan Hamengku Buwono IX, ya, langsung memperjuangkan lahirnya Republik Indonesia dan begitu Republik Indonesia itu lahir langsung apa ... bergabung karena itu adalah proses yang sudah di apa ... rancang yang lama dan itu tidak mengubah paugeran. Karena itu bagian dari mengamalkan ilmu, ya, manunggaling kawula gusti ini ilmu bagaimana, ilmu supaya hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan semasa manusia, manusia dengan alam itu diwujudkan dalam negara yang baru Republik Indonesia. Jadi, itu ... itu tidak ... tidak mengubah paugeran, dalam arti tidak mengubah ilmu yang menlandasinya, tidak merusak, tapi justru memperkuat di dalam konteks yang ... yang baru. Ya, dan tentunya perubahan ini membutuhkan satu ... satu apa … prasyarat-prasyarat yang ... yang begitu … apa … bisa dipertanggungjawabkan, dipertimbangkan, dimusyawarahkan, ya. Nah, jadi kunci dari … dari semua itu, menurut saya kalau proses perubahan dilakukan harus melalui proses yang musyawarah, proses yang terbuka … apa ... dasar-dasar, dan seterusnya itu bisa di ... disepakati di dalam … apa ... tatanan kesultanan, lalu ada juga komunikasi dengan seluruh warganya. Karena dulu ilmu-ilmu Islam Jawa ini juga tidak hanya berkembang di keratin, tapi juga dikembangkan di masyarakat, ya, melalui berbagai media. Jadi, ini sebenarnya kalau ada masyarakat yang resah, ya karena kalau ada perubahan di keraton, itu karena menyangkut keyakinannya yang ini juga … apa … nilai-nilai yang berkembang di dalam keraton dengan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat itu sama. Jadi, ada kons … apa … kontraksi di dalam nilai-nilai itu yang lalu me ... me ... me ... melahirkan … apa … kecemasan, gitu, ya. Dan kecemasan yang terbesar kalau kemudian alam ... alam dalam arti kemudian Tuhan tidak … apa … melindungi, gitu, lalu terjadi bencana yang sangat besar, ini ke ... kekhawatiran. Bencana itu bisa dari bencana alam, bencana sosial, dan seterusnya. Demikian, Pak. Terima kasih.

73. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya. Inti yang ditanyakan Pemohon sebetulnya di ... belum dijawab itu. Sekarang saya ulangi, dijawab singkat saja, ya. Supaya ini … ini intinya, kan? Yang diuji itu Pasal 18 ayat (1) huruf m. Pak Jadul

38 memahami, ya? Pasal 18 ayat (1) huruf m mengatakan, “Calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat (m) menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat antara lain riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri, dan anak.” Sekarang pertanyaannya tadi, kalau misalnya Sultan Yogya Adipati Paku Alam tidak mempunyai saudara kandung, bisa diangkat jadi gubernur, enggak? Kita setuju bahwa Sultan Yogya dan Adipati Paku Alam otomatis tidak perlu melalui pemilihan melalui pilkada, bisa menjadi gubernur dan wakil gubernur. Sekarang syaratnya itu tadi, kalau sultan atau adipati tidak mempunyai saudara kandung, bisa jadi?

74. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Jadi, begini (…)

75. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Singkat. Jawabnya bisa jadi, enggak?

76. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Di dalam undang-undang itu, ada keharusan keraton itu mengeluarkan paugeran secara tertulis, secara resmi publik, ya. Nah, sejauh ayat itu dipahami ayat teknis untuk melampirkan riwayat hidup, ya, tidak mengubah. Jadi, kalau saya ikut di sidang yang terkonfirmasi ayat tentang istri itu, itu kan (…)

77. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Bukan istri, saya … bukan istri. Kalau misalnya sultan atau adipati tidak punya istri, boleh enggak diangkat?

78. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Itu musyawarah keluarga, itu mesti ada pertimbangan. Dan pasti kalau … karena sudah ada (…)

79. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Sekarang pertanyaan lagi.

39 80. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Tidak bisa diangkat.

81. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Kalau tidak punya saudara kandung, tidak punya istri, tidak punya anak, berarti kan tidak bisa diangkat kalau ada ketentuan ini, kan? Bisa diangkat, enggak?

82. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Itu musyawarah keraton. Jadi (…)

83. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Lho, musyawarah keraton, gimana? Sekarang andaikata beginilah, waktu Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak punya istri, tidak punya anak, ada syarat ini, bisa diangkat, enggak?

84. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Saya kira ini di luar … di luar … apa (…)

85. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Lho, yang diuji ini. Yang diuji itu ini.

86. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

87. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tadi pertanyaannya dari Pemohon itu, itu. Kalau Ahli tidak bisa menjawab, enggak usah dijawab.

88. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya, he eh (...)

40 89. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Karena tidak harus (…)

90. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

He eh. Karena ini menurut saya, proses … anu … ya. Jadi, ini ada ... ada proses ketentuan resmi dari ... dari keraton untuk meng … jadi, ada kewajiban dalam undang-undang itu. Jadi, keraton menyinergikan ketentuan di dalam undang-undang … apa (…)

91. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Enggak. Pertanyaan saya, kalau misalnya Ngarso Dalem X tidak punya Gusti Kanjeng Ratu Hemas (…)

92. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

93. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tidak punya putri-putri (…)

94. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

95. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Beliau laki-laki (…)

96. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

97. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Itu tidak punya anak, tidak punya adik (…)

41 98. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya.

99. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Saudara kandung, itu bisa diangkat, enggak?

100. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Saya yakin dulu nanti Sultan Hamengku Buwono IX akan istikharah.

101. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Oh, ya sudah. Enggak perlu dijawab.

102. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya, he eh.

103. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Karena (…)

104. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Itu seandainya, he eh.

105. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Enggak, setop, cukup.

106. AHLI DARI PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: M. JADUL MAULA

Ya, oke.

107. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Tidak perlu diperpanjang, ya.

42 108. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYAMSUDIN SLAWAT PESILETTE

Mohon izin, Yang Mulia.

109. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya?

110. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYAMSUDIN SLAWAT PESILETTE

Ya, kebetulan Ahli ini kami hadirkan bukan sebagai ahli hukum, Jadi (…)

111. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, sudah. Makanya kalau enggak bisa jawab, juga enggak usah dijawab. Ya, kan?

112. KUASA PIHAK TERKAIT TIDAK LANGSUNG: SYAMSUDIN SLAWAT PESILETTE

Ya, terima kasih, Yang Mulia.

113. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Saya mengatakan, saya tidak mendesak untuk bisa jawab. Kalau Pak Jadul bilang, “Saya tidak bisa menjawab,” sudah selesai gitu, ya. Berarti ini pertanyaannya kan sudah selesai, enggak bisa dijawab. Karena sebetulnya itu pertanyaan dari Pemohon, yang inti itu, itu sebetulnya, ya. Baik. Kalau begitu, rangkaian persidangan sudah selesai. Terima kasih kepada Bapak Sukiman dan Pak Muhammad Jadul yang telah memberi keterangan di persidangan ini. Tentunya keterangan ini juga bermanfaat bagi kita semua, ya. Nanti Majelislah yang akan menilai. Seluruh Saksi atau Ahli sudah didengar dalam persidangan ini. Yang terakhir, maka Para Pihak dari Pemohon, dari DPD, dari DPR, dari Pemerintah, dan dari Pihak Terkait Ngarso Dalem, dan dari Pihak Terkait Tidak Langsung yang Pak Adjie Bantjono harus menyerahkan kesimpulan, kalau tidak menyerahkan kesimpulan juga tidak apa-apa, ya. Menyerahkan kesimpulan paling lambat ... tidak melalui sidang tapi langsung di ke sekretariat ... di Kepaniteraan, Rabu, 1 Maret 2017, ya. Kesimpulan dari para pihak diterima Rabu, 1 Maret 2017, ya.

43 Ada yang akan disampaikan Pemohon? Sudah cukup, ya, sudah dimengerti?

114. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU

Jamnya, Yang Mulia? Apa (...)

115. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Jamnya jam ... paling lambat jam 12.00 WIB.

116. KUASA HUKUM PEMOHON: IQBAL TAWAKAL PASARIBU

Terima kasih, Yang Mulia.

117. KETUA: ARIEF HIDAYAT

Ya, jam 12.00 WIB. Ya, semuanya paling lambat 1 Maret 2017, pada pukul 12.00 WIB. Baik, dari Pihak Terkait Ngarso Dalam sudah cukup, ya? Dari Pihak Terkait Pak Adjie Bantjono sudah? Dari Pemerintah cukup? cukup. Baik, kalau begitu sekali lagi terima kasih, Pak Muhammad Jadul, Pak Sukirman, yang telah memberikan keterangan di persidangan ini. Terima kasih, sidang selesai dan ditutup.

KETUK PALU 3X

SIDANG DITUTUP PUKUL 11.40 WIB

Jakarta, 21 Februari 2017 Kepala Sub Bagian Risalah,

t.t.d.

Yohana Citra Permatasari NIP. 19820529 200604 2 004

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

44