Taman Sari Sebagai Objek Wisata Di Yogyakarta
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta TAMAN SARI SEBAGAI OBJEK WISATA DI YOGYAKARTA Edith Stein Anindita Shasmaya 172974 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Abstract: The results of research and discussion show that Taman Sari is a tourist attraction that has the attraction and potential that needs to be developed. Given the efforts to rebuild damaged buildings and retrieve them can be one way to increase the number of visits. With these efforts indicate that Taman Sari has experienced an increase in tourist arrivals. With the limited space or area that is one of the barriers to the development of Taman Sari, other businesses that can be done is the addition of attractions at night or an increase in service to tourists. With the existence of marketing and development of Taman Sari tourism object, the tourism object will be widely known by the public and with the development that has been implemented will attract many tourists to visit and increase the number of visits. Keywords: Taman Sari; Tourism Destination; Buildings 1. Pendahuluan Yogyakarta atau beberapa orang menyebutnya Yogya atau Jogja adalah kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya. Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram (1575–1640) dan sampai sekarang masih ada keraton atau istana yang masih berfungsi. Kota tersebut juga memiliki banyak candi berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan–kerajaan besar jaman dahulu [1,2]. Selain warisan budaya Yogyakarta juga memiliki panorama alam yang indah. Hamparan sawah nan hijau menyelimuti daerah pinggiran dan gunung Merapi tampak sebagai latar belakangnya. Pantai–pantai yang masih alami dengan mudah dapat ditemukan disebelah selatannya. Yogyakarta merupakan salah satu daerah yang diistimewakan di Indonesia. Karena kota ini mempunyai sejarah tersendiri bagi bangsa Indonesia. Dalam bidang pariwisata, kota yang mempunyai beragam obyek wisata ini banyak dikunjungi oleh wisatawan, baik wisatawan asing maupun wisatawan lokal. Dalam peta kepariwisataan Daerah Istimewa Yogyakarta menduduki peringkat kedua setelah Bali [3,4,5]. Penilaian tersebut didasarkan kepada beberapa faktor yang menjadi kekuatan pengembangan wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertama, dengan keragaman obyek, dengan berbagai predikatnya kota tersebut mempunyai keragamaan obyek wisata yang relatif menyeluruh baik dari segi fisik maupun non fisik. Disamping kesiapan sarana penunjang wisata, yang juga terkenal dengan kota pelajar, sehingga banyak penduduk dari luar daerah untuk menuntut ilmu di kota tersebut. Yogyakarta juga mempunyai keragaman daya tarik wisata, selain mempunyai banyak industri kerajinan tangan, juga mempunyai keragaman obyek wisata, baik wisata belanja, wisata budaya atau wisata hasil karya ide manusia [6]. Dengan ditunjang sarana lain yang amat kondusif seperti fasilitas akomodasi dan transportasi yang sangat beragam, aneka jasa boga, biro perjalanan umum, serta dukungan pramuwisata yang memadai tim pengaman wisata yang disebut sebagai Bhayangkara Wisata [7,8]. Potensi wisata ini masih ditambah lagi dengan letaknya yang bersebelahan dengan propinsi Jawa Tengah sehingga menambah keragaman obyek yang telah ada [9,10] Pariwisata 1 Yogyakarta memiliki beberapa kekuatan daya tarik, seperti iklim yang baik, atraksi pemandangan yang beragam, budaya yang menarik dan sejarah, masyarakat yang ramah dan bersahabat. Obyek wisata yang sangat kuat dan juga sebagai pusat pemerintahan di Yogyakarta adalah Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sampai saat ini dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X yang juga menjabat sebagai Gubernur DIY. Di dalam komplek Keraton sendiri terdapat beberapa pesanggrahan yang salah satunya adalah “Taman Sari atau water castle“. Tamansari merupakan salah satu warisan budaya Keraton Kasultanan Yogyakarta yang masih berdiri kokoh. Tamansari dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I tahun 1758. Sampai saat ini Tamansari telah mengalami beberapa kali renovasi sehingga terlihat lebih indah dengan tidak menghilangkan nilai historis dan estetika aslinya. Letak Tamansari tidak jauh dari Keraton Yogyakarta disebelah barat keraton. Di tempat ini kecantikan dan suasana layaknya kehidupan putri keraton terasa sangat kental. Tamansari seringkali digunakan sebagai lokasi sesi foto pre-wedding karena memang dianggap mewakili nuansa eksotis sekaligus romantis dan tidak jarang juga digunakan sebagai setting pemotretan model–model majalah ternama. Meski berada tepat di pusat kota, lokasi Taman Sari tersembunyi di tengah perkampungan padat. Penduduk di sekitar komplek Taman Sari ini banyak yang menjadi pengrajin batik dan lukisan yang menjadikan Tamansari lebih menarik untuk dikunjungi. Di Taman Sari ini banyak tersedia para pemandu yang akan memberikan segala informasi tentang Taman Sari serta mengantarkan wisatawan menuju semua bagian dari kompleks tersebut. 2. Pembahasan A. Taman Sari Taman Sari juga dikenal sebagai Istana Air. Taman Sari adalah sebuah taman bekas kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Terletak sekitar 2 km selatan lingkungan Kraton Yogyakarta. Dibangun pada pertengahan abad 18 dan masing–masing bangunan memiliki beberapa fungsi, seperti area istirahat, bengkel, area meditasi, daerah pertahanan, dan tempat persembunyian. Taman Sari terdiri dari empat bidang yang berbeda: sebuah danau buatan besar dengan pulau dan paviliun yang terletak di sebelah barat, sebuah kompleks mandi di tengah, kompleks paviliun dan kolam di selatan, dan sebuah danau kecil di sebelah timur. Hal ini hanya kompleks pemandian tengah yang terpelihara dengan baik, sedangkan daerah lain telah banyak ditempati oleh pemukiman Kampung Taman. Sejak 1995, Kompleks Istana Yogyakarta termasuk Taman Sari telah terdaftar sebagai sebuah Situs Warisan Dunia. Pembangunan Taman Sari dimulai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792), sultan pertama dari Kesultanan Yogyakarta, dan selesai pada saat Sultan Hamengkubuwono II. Lokasi pembangunan semula dikenal sebagai tempat pemandian yang disebut Pacethokan, sejak masa pemerintahan Sunan Amangkurat IV (1719-1726). Bupati Madiun, Raden Rangga Prawirasentika, turut berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Taman Sari. Sultan Prawirasentika juga memohon untuk dibebaskan dari kewajiban pajak Madiun. Dia menawarkan cara-cara alternatif pembayaran lainnya. Sultan menerima proposalnya. Pada 1758, Sultan memerintahkan Bupati untuk mengawasi pembuatan batu bata dan berbagai perlengkapan, yang akan digunakan untuk membangun sebuah taman tersebut. Sultan menginginkan tempat di mana ia bisa menghabiskan waktu untuk bersantai setelah bertahun-tahun perang yang baru saja ia alami. Raden Tumenggung Mangundipura, di bawah pengawasan dari Raden Arya Natakusuma (yang kemudian menjadi Sri Pakualam II), bertanggung jawab untuk pembangunan. Pembangunan itu dimulai pada tahun Jawa 1684. Setelah mencari tahu berapa besar kompleks itu, Raden Rangga Prawirasentika menyadari bahwa biaya tersebut akan menjadi lebih besar dari pajak. Dia mengundurkan diri dari proyek tersebut dan digantikan oleh Pangeran Natakusuma yang melanjutkan dengan biaya dari Sri Sultan. Pembangunan Pasanggrahan Taman Sari selain 2 menggunakan pekerja dari lingkungan sekitar juga menggunakan orang-orang dari daerah Kedu, Madiun, Jepang dan lainlainnya. Sewaktu pembangunan Taman, Sri Sultan sering mengunjungi bahkan pernah juga tidur ditempat tersebut. Orang yang ditunjuk untuk menggantikan segala kedudukan dan tugas-tugas Sri Sultan selama ditinggal ke Pasanggrahan Taman Sari adalah KGPA Adipati Anom. Taman Sari dibangun tiga tahun setelah Perjanjian Giyanti sebagai tempat peristirahatan bagi Sultan Hamengkubuwono I. Komplek ini terdiri dari sekitar 59 bangunan termasuk sebuah masjid, ruang meditasi, kolam renang, dan serangkaian 18 taman air dan paviliun yang dikelilingi danau buatan. Komplek ini secara efektif digunakan antara 1765-1812. Pembangunan Taman Sari berakhir setelah penyelesaian gerbang dan tembok. Taman Sari diabaikan dan beberapa bangunan mengalami kerusakan selama Perang Jawa (Diponegoro) 1825-1830. Bersebelahan dengan pasar Ngasem, Taman Sari secara administratif berada di kampung Taman, Kecamatan Kraton. Menurut penelitian, Tamansari pada awal pendirian setidaknya memiliki 4 bagian utama. Dari empat bagian yang memiliki 58 bangunan pada awal pendirian, saat ini hanya tersisa 22 bangunan yang masih berdiri dan bisa dikenali. Kerusakan banyak bangunan dalam kompleks Tamansari disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab utama adalah faktor usia. Pada tahun 1970-an, sebagian tembok Tamansari roboh karena sudah terlalu tua. Faktor alam juga sangat menentukan. Kerusakan paling parah yang dialami Tamansari adalah karena gempa hebat yang terjadi pada 1867. Daya tarik utama dari kompleks Tamansari terletak pada Umbul Pasiraman yang disebut juga Umbul Binangun. Umbul Pasiraman merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri, serta para putri-putri. Ada dua buah gerbang utama menuju kolam pemandian ini, yaitu gerbang timur dan barat. Dari kedua gerbang itu terdapat jenjang menurun menuju tiga buah kolam Umbul Pasiraman yang dihiasi pancuran berbentuk jamur. Kompleks ini dikelilingi tembok tinggi dan banyak pot bunga. Bangunan Taman Sari adalah sebuah tempat yang dibangun untuk bercengkerama, untuk tempat rekreasi keluarga raja. Tetapi jika diamati perwujudan Taman Sari tersebut memperlihatkan ungkapan bahasa Jawa yng berbunyi: sajroning among suka, tan tinggal duga lan prayoga, yang artinya adalah “sewaktu orang bersuka ria, seyogyanya tidak boleh