Bab Vii Kesimpulan Dan Saran
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Pesanggrahan Tamansari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kompleks ini dibangun pada tahun 1758 dan menjadi situs cagar budaya dan warisan dunia. Kompleks Pemandian Umbul Binangun sebagai salah satu bagian penting dari Pesanggrahan Tamansari memiliki arsitektur dan makna kultural yang penting untuk dilestarikan. Upaya pelestarian telah dilakukan selama beberapa kali di Kompleks Pemandian Umbul Binangun. Tindakan pelestarian yang paling signifikan adalah restorasi dan revitalisasi Pemandian Umbul Binangun pada tahun 2004. Dalam kegiatan ini dilakukan perbaikan secara menyeluruh pada elemen fisik kompleks ini untuk menyelamatkan bangunan dari kepunahan. Revitalisasi ini juga guna meningkatkan nilai pariwisata kompleks ini yang telah ada sejak tahun 1970-an. Walaupun fungsi dan aktivitas di kompleks ini sudah berbeda dari kondisi aslinya, namun sosok dan kondisi fisik di Pemandian Umbul Binangun saat ini tetap harus dijaga agar sesuai dengan nilai-nilai aslinya yang signifikan. Beberapa nilai-nilai signifikan tersebut dapat ditemukan dalam elemen- elemen arsitektur, terutama dari aspek bentuk, yaitu tata ruang, selubung bangunan, dan ruang luar, serta aspek makna, yaitu berupa filosofi dan makna- makna tradisional Jawa yang tercermin pada bentuk dan gaya arsitektur di Pemandian Umbul Binangun. Nilai-nilai tradisional Jawa antara lain Manunggaling Kawula Gusti, Sangkan Paraning Dumadi, dan pemaknaan sumbu filosofis/imajiner Kraton Yogyakarta perlu dipertahankan dalam tata ruang kompleks ini. Bangunan-bangunan tambahan hasil pemugaran sebelumnya harus mematuhi tata atur tersebut. Hal-hal tersebut merupakan upaya mempertahankan nilai-nilai budaya asli dalam pemanfaatan yang baru saat ini. Gaya arsitektur di kompleks ini menunjukkan adanya pengaruh arsitektur Eropa, Cina, dan Portugis terhadap arsitektur tradisional Jawa. Akulturasi budaya ini menunjukkan kearifan lokal yang khas sesuai dengan konteks sejarah dan budayanya. Oleh karena itu tindakan pelestariannya juga harus dapat menunjukkan 115 nilai historis dan originalitas cagar budaya ini. Perbaikan terhadap elemen-elemen arsitektur bangunan harus menggunakan material dan teknik membangun yang sesuai dengan aslinya, yaitu campuran plester tradisional dari semen merah yaitu bligon. Namun teknik tradisional ini harus didampingi dengan perawatan rutin secara berkala dan lapisan-lapisan pelindung, misalnya waterproofing dan zat antijamur/lumut, mengingat plesteran tradisional tersebut cenderung kurang tahan terhadap paparan cuaca dan iklim di masa sekarang. Hal ini bertujuan untuk mempertahankan aspek originalitas dan keaslian pada bangunan cagar budaya. 7.2. Saran Pelestarian Berikut ini adalah saran-saran pelestarian yang dapat diterapkan untuk melestarikan Kompleks Pemandian Umbul Binangun beserta nilai-nilai signifikannya. 7.2.1. Saran untuk Kompleks Pemandian Umbul Binangun a. Perlu dilakukan perbaikan-perbaikan pada elemen arsitektur yang rusak, dan koreksi terhadap tindakan-tindakan pelestarian sebelumnya yang menyimpang dari makna-makna kultural asli kompleks ini. b. Melakukan kontrol terhadap lingkungan sekitar Kompleks Pemandian Umbul Binangun sesuai yang telah dijelaskan di Bab VI, antara lain memindahkan rumah-rumah penduduk yang menempel ke artefak cagar budaya, mengatur parkir, dan mengatur jalur kendaraan bermotor agar tidak masuk ke dalam area bangunan. c. Perlunya perencanaan kegiatan meliputi perbaikan rutin, dokumentasi fisik secara berkala beserta nama, sejarah, dan fungsi pada masing- masing bangunan untuk memberi manfaat edukasi bagi para pengunjung dan konservator untuk dapat mengetahui perkembangan dan makna yang terdapat di kompleks ini. Hasil keluaran kegiatan ini dapat berupa laporan maupun ensiklopedi resmi yang dapat diakses oleh masyarakat. d. Melakukan tindakan konsolidasi untuk mengurangi risiko kerusakan bangunan jika terjadi gempa besar di kemudian hari. Secara umum agar bangunan menjadi lebih tahan gempa perlu digunakan alat-alat peredam gempa (damper) untuk menyerap getaran gempa agar tidak merusak bangunan, antara lain: 116 1. Bantalan karet tahan gempa (seismic bearing) 2. Lock Up Device (LUD) 3. Fluid Viscous Damper (FVD) 4. High Damping Device (HIDAM) Penggunaan damper ini diletakkan di bawah bangunan, sehingga perlu dipertimbangkan cara pengerjaannya agar tidak merusak artefak. Gambar 7.1. Perilaku damper pada bangunan saat terjadi gempa. Selain menggunakan alat di atas dapat juga dilakukan tindakan preventif dengan melakukan perkuatan-perkuatan pada bagian bangunan yang rawan rusak. Contoh studi kasus untuk perkuatan pada bangunan bersejarah adalah konsolidasi pada Kapel King’s College, Selandia Baru. Terdapat tiga tahap perkuatan, yaitu 1) Securing Work, yaitu mengamankan bagian bangunan yang rawan runtuh, misalnya pada dinding ornamen di Gedong Gapura Agung saat ini sudah tepat dengan diberi besi penyangga; 2) ‘Sweet Spot’ Target Strengthening, yaitu memperkuat titik lemah struktural bangunan, antara lain dengan cara memperbesar dimensi, memberi perkuatan pada pertemuan kolom-balok, dan lain sebagainya; dan 3) Aspirational Target Strengthening, yaitu perkuatan-perkuatan lebih lanjut yang derajat perubahannya lebih besar. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut agar tindakan yang dipilih dapat efektif dan tidak terlalu banyak menginvasi bangunan. Gambar 7.2. Konsolidasi pada dinding Gedong Gapura Agung 117 7.2.2. Saran untuk Pengelola a. Meningkatkan keamanan di sekitar area cagar budaya agar tidak terjadi vandalisme dan perusakan oleh pengunjung. b. Menempatkan signage dan alat peraga yang membantu pengunjung memahami makna kultural bangunan, bisa berupa multimedia yang menampilkan video seputar cagar budaya, diorama, dan lain sebagainya. c. Mengisi ruangan-ruangan dengan benda rekonstruksi cagar budaya yang akurat dengan kondisi di masa lalu d. Melakukan pembinaan yang tepat terhadap pemandu wisata agar dapat mengedukasi pengunjung secara akurat, dan mengantisipasi edukasi yang keliru dari pemandu wisata gadungan. e. Melakukan penataan terhadap PKL di Lapangan Gedong Lopak- Lopak, dipindahkan ke area perkampungan di luar area cagar budaya. f. Melarang pengunjung melakukan kegiatan yang membahayakan kelestarian bangunan, misalnya duduk di jendela atau memanjat benda-benda cagar budaya untuk mengambil foto. g. Memperkuat nilai pariwisata dengan menambahkan fasilitas dan atraksi, misalnya fasilitas toilet dan tempat penjualan makanan/minuman yang resmi, serta atraksi berupa pergelaran budaya. Gambar 7.3. Pergelaran Tari-Tarian di Pemandian Umbul Binangun Sumber: World Monuments Fund Penambahan fasilitas ini tidak boleh merusak tata massa asli. Penambahan bangunan-bangunan baru dapat dilakukan di luar area cagar budaya, sementara di dalam area cagar budaya digunakan adaptive reuse yang sesuai. Misalnya pada Lapangan Gedong Lopak- Lopak dapat digunakan untuk area pertunjukan. 118 h. Menambah jam kunjungan ke Pemandian Umbul Binangun. Saat ini objek wisata ini hanya dapat dikunjungi di siang hari. Akan lebih baik jika objek dibuka untuk umum di malam hari juga, dengan catatan perlu dilakukan pengamanan dan penyesuaian khusus, misalnya dengan menggunakan pencahayaan berupa lampu dari minyak kelapa yang tidak menghasilkan asap sehingga tidak mengotori dinding dan langit-langit artefak. Gambar 7.3. Suasana Lorong Sumur Gambar 7.4. Suasana Umbul Gemuling di Malam Hari Binangun di Malam Hari Sumber: agrefishery photography Sumber: http://www.kaskus.com 7.2.3. Saran untuk Masyarakat a. Perlunya meningkatkan minat terhadap nilai-nilai sejarah dan budaya pada cagar budaya, agar Pemandian Umbul Binangun saat ini tidak hanya sebagai tempat rekreasi namun juga sebagai sumber edukasi sejarah dan budaya. b. Perlunya kesadaran untuk ikut merawat dan melestarikan cagar budaya. Pelestarian cagar budaya merupakan tanggung jawab bersama, tidak hanya untuk konservator dan pemerintah saja. Masyarakat dapat berpartisipasi dengan tidak merusak cagar budaya dan menjaga kebersihan dan kenyamanan sesama pengunjung cagar budaya. 7.2.4. Saran untuk Penelitian Selanjutnya Saran yang dapat diberikan penulis kepada peneliti selanjutnya, adalah topik yang dapat dijadikan materi kajian lanjutan, antara lain: a. Pembahasan konservasi pada objek studi di area Pesanggrahan Tamansari lainnya, yaitu di area Sumur Gemuling, Pulo Kenanga, Pulo Cemethi, dan Pesarean Ledok Sari. 119 b. Kajian perlindungan bangunan di Pemandian Umbul Binangun terhadap kerusakan akibat gempa. Saat ini hanya terdapat pedoman resmi untuk menanggulangi bencana gempa pada cagar budaya ini, namun belum ada tindakan yang benar-benar dapat melindungi bangunan dari ancaman keruntuhan. Perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk memilih jenis peredam gempa yang cocok untuk digunakan di artefak cagar budaya, tanpa merusak tampilan dan makna di dalamnya. c. Kajian pengelolaan pariwisata di Kompleks Pemandian Umbul Binangun saat malam hari. Untuk saat ini kompleks ini hanya dapat dikunjungi di siang hari. Agar dapat dinikmati juga di malam hari, perlu adanya kajian lanjutan yang lebih mendalam mengenai fungsi dan performa bangunan di malam hari, misalnya dari segi sistem pencahayaan, keamanan, dan lain sebagainya. 120 DAFTAR PUSTAKA Adhisakti, Laretna. 1988. Safeguarding and Conserving Tamansari. Tesis tidak diterbitkan. Wisconsin: University of Wisconsin Booth, Norman K. 1983. Basic Elements of Landscape Architectural Design. Chicago: Waveland Press, Inc. Budihardjo, E. 1985. Arsitektur dan Pembangunan Kota di Indonesia.