Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Tamansari Yogyakarta Terhadap Perkembangan Jaman Melalui Soundscape

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Tamansari Yogyakarta Terhadap Perkembangan Jaman Melalui Soundscape Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 3, A078-086, Oktober 2018 https://doi.org/10.32315/sem.3.a078 Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Tamansari Yogyakarta Terhadap Perkembangan Jaman Melalui Soundscape Patricia P. Noviandri1, Ferdy Sabono2 1 Laboratorium Fisika Bangunan, Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana. 2 Laboratorium Perancangan dan Struktur, Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Kristen Duta Wacana. Korespondensi: [email protected] Abstrak Yogyakarta dikenal dengan banyaknya bangunan-bangunan bersejarah yang dilindungi. Salah satu bangunan bersejarah yang menjadi ikon kota ini yaitu Tamansari. Tamansari termasuk dalam Bangunan Cagar Budaya (BCB) tingkat internasional. Selama ini, konservasi Tamansari hanya memperhatikan aspek fisik yaitu bangunan dan landscape. Namun, konservasi pada aspek non-fisik tidak semua bidang disentuh oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Salah satu aspek non fisik yang perlu diperhatikan yaitu aspek suara. Soundscape pada Tamansari berubah dari waktu ke waktu. Perubahan soundscape ini perlu dipahami sehingga masa lalu bangunan tetap dapat dinikmati pada masa kini. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui perubahan Tamansari dari masa lalu dan masa kini ditinjau dari aspek suara. Metode pengumpulan data masa lalu melalui literatur dan data saat ini melalui observasi lapangan. Analisis data menggunakan analisis Deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu adaptasi situs Tamansari terhadap perubahan jaman sebatas aspek visual. Tamansari melakukan menyesuaikan dengan perkembangan jaman melalui suara-suara air meskipun belum menciptakan suasana masa lalu dan masih terbatas pada area kolam. Kata-kunci : Adaptasi, Bangunan Cagar Budaya, Tamansari, Suara, Soundscape Pengantar Penetapan UU No 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta memiliki kekuatan bagi Kota Yogyakarta untuk mempertahankan eksistensinya sebagai Kota Seni dan Budaya ditengah kemajuan pembangunan yang modern. Konservasi Bangunan Cagar Budaya (BCB) menjadi salah satu tanda eksistensi dari keistimewaan Yogyakarta. Perlindungan pada Bangunan Cagar Budaya tercantum dalam Peraturan Daerah Istimewa DIY No. 01 Tahun 2013 pasal 41. BCB di Yogyakarta memiliki nilai historis dari sebuah kawasan yang merupakan tampilan dari adat budaya jawa yang bersumber dari Kasultanan dan Kadipaten dan masyarakat. Pengalaman visual pada BCB merupakan unsur yang dominan dalam pencapaian persepsi pengamat. BCB memiliki ekspresi visual yang sangat baik yang perlu dipertahankan. Dalam upaya untuk mempertahankan BCB di Yogyakarta, komunitas, praktisi, dan akademisi yang memiliki ilmu mengenai bangunan heritage berusaha mempertahankannya dengan berbagai usaha antara lain konservasi bangunan. Beberapa tahun terakhir, Kota Yogyakarta mulai ditekan oleh pembangunan-pembangunan yang modern. Kota Yogyakarta telah mengalami perubahan dengan pesat, perkembangan pembangunan, mall, pertumbuhan dan arus urbanisasi yang meningkat mengakibatkan kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menyebabkan meningkatnya pengguna kendaraan motor yang memberikan kontribusi bagi kebisingan lingkungan perkotaan. Wilayah yang dulu tenang mulai ramai. Secara Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Prosiding Seminar ArchimaritureI PLBI | A 078 ISBN 978-602-51605-3-0 E-ISBN 978-602-51605-4-7 Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Tamansari Yogyakarta Terhadap Perkembangan Jaman Melalui Soundscape tidak langsung, keadaan seperti ini mengancam keberadaan BCB sebagai kawasan wisata. BCB harus mampu beradaptasi dalam mempertahankan eksistensinya sebagi bangunan bersejarah. Adaptasi berarti penyesuaian terhadap perubahan unsur kebudayaan yang menyebabkan unsur tersebut berkembang ke yang lebih baik lagi (KBBI). Pengamat menikmati BCB tidak hanya secara visual tetapi dengan seluruh panca indera yang dimiliki. Pengalaman meruang pengamat BCB sangat penting dalam wisata BCB. Dengan adanya pengalaman meruang yang tidak tergantikan maka orang akan ingin kembali untuk menikmati pengalaman tersebut. Oleh sebab itu, preservasi BCB hanya lewat aspek fisik dirasa kurang memberikan pengalaman meruang bagi pengunjung. Pengunjung harus diberikan sensasi yang membuat seluruh indera mereka terstimulasi. Stimulasi indera dalam pengalaman meruang seseorang dapat diraih dengan elemen visual untuk indera penglihatan, bau-bauan untuk indera penciuman, tekstur untuk indera peraba, minuman / makanan untuk indera perasa, dan suara untuk indera pendengaran. Pengalaman meruang melalui suara dapat dilakukan menggunakan pendekatan soundscape. Menurut Miller, Soundscape berarti semua suara yang dapat didengar pada lokasi yang spesifik. Soundscape adalah komponen dari lingkungan akustik yang dapat dirasakan oleh manusia. Soundscape menurut Payne, dkk ialah totalitas bunyi-bunyian dalam satu lokasi dengan penekanan akan relasi antara persepsi, pengertian, dan interaksi individu atau masyarakat terhadap lingkungan soniknya. Setiap lokasi selalu memiliki soundscape, permasalahannya adalah apakah soundscape yang seperti apa yang mendominasi lokasi tersebut. Pembangunan umumnya memperhatikan landscape sedangkan soundscape terabaikan. Merancang soundscape merupakan salah satu metode dalam urban design untuk meningkatkan kenyamanan manusia yang hidup diperkotaan. Sumber suara dalam ruang atau wilayah berkontribusi dalam penciptaan soundscape dan peremajaan lingkungan (Kamenicky, 2014). Dalam penelitian ini pembahasan lebih mengenai pemaparan identifikasi suara pada masa lalu dan pada masa kini serta adaptasi dari situs tamansari dalam perkembangan jaman ini ditinjau dari segi audial. Tujuan dalam penelitian ini yaitu memahami kebutuhan dari pelestarian BCB akan aspek audial sebagai cara dalam meningkatkan wisata BCB dengan memberikan pengalaman meruang yang lebih kompleks bagi pengunjung. Metode Penelitian ini menggunakan paradigma rasionalistik. Metode yang digunakan yaitu kualitatif. Pendekatan kualitatif lebih menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu dan lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan grounded theory. Grounded Research berarti membangun teori dari data yang dihimpun melalui studi lapangan. Teori yang didapatkan tidak hanya berasal dari data tetapi juga dari sistem kerja selama berlangsungnya penelitian. Temuan penelitian tidak menghasilkan teori final melainkan teori sementara yang dibangun secara terus menerus. A. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data berupa survei identifikasi suara, wawancara, observasi pada kondisi masa kini (data primer), dan arsip berupa peta, foto, video, buku, jurnal (data sekunder) untuk mencari data pada masa lalu. Lokasi penelitian yaitu lokasi wisata taman yang dianggap mampu memberikan pengalaman auditory yang berbeda dengan objek wisata yang lain. A 079 | Prosiding Seminar Archimariture IPLBI Patricia P. Noviandri Hari yang dipilih pada pengambilan data adalah 3 hari yaitu pada weekends (jumat, sabtu, minggu). Hal ini digunakan untuk mendapatkan data valid pada saat wisatawan berkunjung di Tamansari. Semua sampel tersebut akan diambil pada 10 spot di kawasan Tamansari. Gambar 1. Peta Wilayah Pengamatan Tamansari Sumber : penulis, 2018 B. Metode Analisis Data Analisis penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Dalam mencari validitas data masa lalu maka digunakan metode triangulasi data dimana data sekunder tersebut perlu dicek kebenarannya dengan data-data sekunder yang lain. Data-data yang didapat dikelompokkan berdasarkan periodenya kemudian dianalisis. Hasil dan Pembahasan A. Gambaran UmumTamansari Tamansari merupakan situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kebun ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I. Tamansari dibangun pada tahun 1758 – 1765/9. Pada awalnya taman ini memiliki luas lebih dari 10 Ha dengan bangunan seperti gedung, kolam pemandian, jembatan gantung, kanal air, dan danau buatan beserta pulau buatan serta lorong bawah tanah. Tamansari didirikan diatas sebuah umbul atau mata air yang dikenal dengan nama Umbul Pacethokan. Tamansari sebagai kebun kerajaan tetapi beberapa bangunan yang ada di Tamansari memperlihatkan bahwa Tamansari berfungsi sebagai benteng pertahanan akhir apabila istana diserang oleh musuh. Tamansari memiliki beberapa fngsi yaitu tempat rekreasi, pertahanan dan fungsi religi. Fungsi pertahanan terlihat dari tembok keliling yang tebal dan tinggi, gerbang yang dilengkapi tempat penjagaan, dan bastion (tulak bala) sebagai tempat menaruh persenjataan. Di Tamansari terdapat jalan bawah tanah yang menghubungkan satu tempat ke tempat lain. Posisi bangunan Pulo Kenanga yang tinggi difungsikan sebagai tempat peninjauan apabila musuh datang.Fungsi Religi terlihat dari bangunan Sumur Gumuling dan Pulo Panembung. Sumur Gemuling berbentuk lingkatan yang difungsikan sebagai masjid, sedangkan Pulo Panembung digunakan Sultan sebagai tempat meditasi. Prosiding Seminar Archimariture IPLBI | A 080 Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Tamansari Yogyakarta Terhadap Perkembangan Jaman Melalui Soundscape Gambar 2. Peta Tamansari Sumber : https://www.siswapedia.com/wp-content/uploads/2017/06/tamansari-FILEminimizer.jpg , akses 2018 Pada tahun 1867 di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI, terjadi peristiwa gempa besar yang membuat Tamansari mengalami kerusakan yang cukup parah dan menjadi terbengkalai. Hal inilah yang membuat banyak penduduk membangun hunian di antara
Recommended publications
  • Bab Vii Kesimpulan Dan Saran
    BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Pesanggrahan Tamansari merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Kompleks ini dibangun pada tahun 1758 dan menjadi situs cagar budaya dan warisan dunia. Kompleks Pemandian Umbul Binangun sebagai salah satu bagian penting dari Pesanggrahan Tamansari memiliki arsitektur dan makna kultural yang penting untuk dilestarikan. Upaya pelestarian telah dilakukan selama beberapa kali di Kompleks Pemandian Umbul Binangun. Tindakan pelestarian yang paling signifikan adalah restorasi dan revitalisasi Pemandian Umbul Binangun pada tahun 2004. Dalam kegiatan ini dilakukan perbaikan secara menyeluruh pada elemen fisik kompleks ini untuk menyelamatkan bangunan dari kepunahan. Revitalisasi ini juga guna meningkatkan nilai pariwisata kompleks ini yang telah ada sejak tahun 1970-an. Walaupun fungsi dan aktivitas di kompleks ini sudah berbeda dari kondisi aslinya, namun sosok dan kondisi fisik di Pemandian Umbul Binangun saat ini tetap harus dijaga agar sesuai dengan nilai-nilai aslinya yang signifikan. Beberapa nilai-nilai signifikan tersebut dapat ditemukan dalam elemen- elemen arsitektur, terutama dari aspek bentuk, yaitu tata ruang, selubung bangunan, dan ruang luar, serta aspek makna, yaitu berupa filosofi dan makna- makna tradisional Jawa yang tercermin pada bentuk dan gaya arsitektur di Pemandian Umbul Binangun. Nilai-nilai tradisional Jawa antara lain Manunggaling Kawula Gusti, Sangkan Paraning Dumadi, dan pemaknaan sumbu filosofis/imajiner Kraton Yogyakarta perlu dipertahankan dalam tata ruang kompleks ini. Bangunan-bangunan tambahan hasil pemugaran sebelumnya harus mematuhi tata atur tersebut. Hal-hal tersebut merupakan upaya mempertahankan nilai-nilai budaya asli dalam pemanfaatan yang baru saat ini. Gaya arsitektur di kompleks ini menunjukkan adanya pengaruh arsitektur Eropa, Cina, dan Portugis terhadap arsitektur tradisional Jawa.
    [Show full text]
  • Travel360 Air Asia Wanderlust.Indonesia.Oct2018
    WANDERLUST / Indonesia CyberHeart A grassroots initiative to harness the power of technology to better lives has transformed a sleepy hamlet in Indonesia into a cyber village, catching the attention of Facebook’s Mark Zuckerberg. WORDS & PHOTOGRAPHY Jonathan Copeland & Ni Wayan Murni 10 murnis.com 18 Kampoeng Cyber (formerly Kampoeng Taman) was once a sleepy village situated near Taman Sari, an ancient garden that served as a royal retreat for the Sultan of Yogyakarta back in the 18th century. In the maze of winding alleyways that wrap around the former royal gardens, artworks celebrating the revitalisation of this village can be found. These include murals depicting the village’s famous batik industry, which has seen a revival thanks to e-commerce. 88 FOLLOW US ON 89 1. In 2003, local boy Heri Sutanto Cyber in 2014 to see how the spearheaded a movement to Internet had transformed this revitalise his community by hamlet into an incredible cyber encouraging his neighbours to village, where everyone was embrace the Internet and band connected and many were together to secure affordable cable successfully promoting their access. This initiative enabled businesses online. This amazing the community to advance itself revolution was not a government by connecting to the world and or philanthropic project, but a harnessing technology to grow private, grassroots initiative by a their businesses. The success of few tech-savvy locals, supported the project propelled the village by their tightknit community. The to fame, earning it the name village honoured the techpreneur Kampoeng Cyber or Cyber Village. by naming a street after him.
    [Show full text]
  • KONEKTIVITAS PENGEMBANGAN PARIWISATA MELALUI KONSEP RUTE WISATA DI CIAYUMAJAKUNING (Cirebon, Indramayu, Majalengka, Dan Kuningan)
    ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340 KONEKTIVITAS PENGEMBANGAN PARIWISATA MELALUI KONSEP RUTE WISATA DI CIAYUMAJAKUNING (Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan) Mira Maharani1 1Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Jakarta, Indonesia, Email:mira [email protected] ABSTRAK Saat ini dengan adanya jalan bebas hambatan yang menghubungkan antara Cikopo- Palimanan-Kanci-Pejagan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh besar bagi pariwisata di Ciayumajakuning ini berkembang pesat dikarenakan sekarang ini wilayah Ciayumajakuning menjadi salah satu pilihan tujuan wisata bagi wisatawan asal jakarta pada setiap akhir pekan selain Bandung. Pengembangan pariwisata di Ciayumajakuning diharapkan mampu berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan penyebaran wisatawan yang tidak hanya terpusat pada Kota Cirebon. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan pariwisata melalui rute wisata kawasan Ciayumajakuning. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif yang sama-sama dilakukan untuk ketersediaan data dan kondisi yang berbeda sesuai keperluan analisis. Kurang lebih terdapat 22 daya tarik wisata di Ciayumajakuning, namun hanya 13 daya tarik wisata yang terpilih menjadi prioritas daya tarik wisata yang masuk dalam rute wisata Ciayumajakuning. Dalam pemilihan daya tarik wisata strategis ini menggunakan konsep 5A. Setelah terpilih daya tarik wisata strategis maka baru akan dilakukan penyusunan rute wisata, Rute Wisata di
    [Show full text]
  • Grupo-Indonesia-Julio-2018.Pdf
    RECORRIENDO: JAKARTA > SEMARANG > KOTA LAMA > GRABAG > MAGELANG > BOROBUDUR > PRAMBANAN > JOGJAKARTA > MT. BROMO > SURABAYA > LOMBOK > SASAK > ISLAS GILI > DENPASAR > UBUD > TAMAN UJUNG > BALI > NUSA DUA OCTUBRE 2017 DIA 01 MARTES 24 DE JULIO - MEXICO > LOS ANGELES Cita en el Aeropuerto Internacional de la Ciudad de México a las 14:25 (Terminal 1), para documentar MEXICO su vuelo Alaska Airlines (AS) 0237 que parte a las → 17:25 con destino a Los Ángeles, llegando a las LOS ANGELES 19:25pm. *Favor de llevar su visa americana vigente. *Durante los vuelos les recomendamos realizar ejercicio de rotación y tomar mucha agua. DIA 02 LUNES 16 DE OCTUBRE - LOS ANGELES > HONG KONG A las 00:55 tomarán el vuelo Cathay Pacific LOS ANGELES Airways (CX) 0881 con destino a Hong Kong. → HONG KONG DIA 01 MIERCOLES 25 DE JULIO - LOS ANGELES > HONG KONG > JAKARTA . ¡¡Bienvenidos a Indonesia!! LOS ANGELES Arribo a Jakarta, recibimiento y asistencia a su → llegada. Serán trasladados al Hotel Bandara para su HONG KONG alojamiento. → JAKARTA DIA 02 JUEVES 26 DE JULIO - JAKARTA- SEMARANG(EN VUELO) > VIEJO PUEBLO DE SEMARANG Desayuno. Traslado al aeropuerto para tomar su vuelo a SEMARANG. GA234 CGK/SRG 09:35 > 10:45HRS. Recibimiento y asistencia a su llegada. Inmediatamente tomarán la visita del viejo pueblo JAKARTA de Semarang conocido como Kota Lama. Incluye la → visita a Greja Blenduk, la iglesia más vieja en Java SEMARANG Central que data de 1753. Construida con la forma → de una cruz griega, su interior es dominado por un SEMARANG OLD gran órgano y pupitre de estilo barroco. TOWN Explorarán el colorido mercado antes de continuar a Lawang Sewu, un atractivo edificio que sirvió como la oficina central de las estaciones de trenes indonesias durante el periodo alemán javanés.
    [Show full text]
  • Taman Sari Sebagai Objek Wisata Di Yogyakarta
    Domestic Case Study 2018 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta TAMAN SARI SEBAGAI OBJEK WISATA DI YOGYAKARTA Edith Stein Anindita Shasmaya 172974 Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta Abstract: The results of research and discussion show that Taman Sari is a tourist attraction that has the attraction and potential that needs to be developed. Given the efforts to rebuild damaged buildings and retrieve them can be one way to increase the number of visits. With these efforts indicate that Taman Sari has experienced an increase in tourist arrivals. With the limited space or area that is one of the barriers to the development of Taman Sari, other businesses that can be done is the addition of attractions at night or an increase in service to tourists. With the existence of marketing and development of Taman Sari tourism object, the tourism object will be widely known by the public and with the development that has been implemented will attract many tourists to visit and increase the number of visits. Keywords: Taman Sari; Tourism Destination; Buildings 1. Pendahuluan Yogyakarta atau beberapa orang menyebutnya Yogya atau Jogja adalah kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya. Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram (1575–1640) dan sampai sekarang masih ada keraton atau istana yang masih berfungsi. Kota tersebut juga memiliki banyak candi berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan–kerajaan besar jaman dahulu [1,2]. Selain warisan budaya Yogyakarta juga memiliki panorama alam yang indah. Hamparan sawah nan hijau menyelimuti daerah pinggiran dan gunung Merapi tampak sebagai latar belakangnya. Pantai–pantai yang masih alami dengan mudah dapat ditemukan disebelah selatannya.
    [Show full text]
  • Tourism Area Yogyakarta 6 7
    1 Original Research Article 2 THE IMPACT OF TOURISM DEVELOPMENT TO 3 ENVIRONMENTAL AND SOCIO CULTURAL 4 CONDITIONS OF THE PEOPLE IN THE TAMAN SARI 5 TOURISM AREA YOGYAKARTA 6 7 . 8 ABSTRACT 9 Aims: (1) To know the impact of tourism development on environmental conditions in the Taman Sari tourism area of Yogyakarta, (2) To know the impact of tourism development on the socio-cultural conditions of the people in the Taman Sari tourism area in Yogyakarta. Study Design: Case Study. Place and Duration of Study: Taman Sari, Yogyakarta, Indonesia, Betweeen April Until June 2016. Methodhology: This research uses the method the qualitative study. While design research methodology used is a method case study. Data collection was conducted through in-depth interviews with related offices, manager of Taman Sari, visitor and community around Taman Sari Yogyakarta. Results: (1) The positive impact of tourism development on environmental conditions is the level of public awareness and attention in waste management around the Taman Sari area in Yogyakarta, The negative impacts that are polluted water and air, damage to vegetation and wildlife ecosystems and damage to cultural heritage in the Taman Sari Yogyakarta tourism area, (2) The positive impact the tourism development about social and cultural namely Javanese gamelan, wayang kulit, ketoprak jawa and batik in the Taman Sari Yogyakarta tourism area and cultural acculturation also occurs in buildings and food around Taman Sari Yogyakarta tourist area. The negative impacts, namely a shift in culture among young people and upper middle class people with low taste in arts and culture, in line with the development of tourism in the Taman Sari area of Yogyakarta, many foreign cultural are imitated by young people around the area Taman Sari Yogyakarta tours in particular how to dress and the culture of drinking alcoholic beverages.
    [Show full text]
  • Cirebon As the Silk Road: a New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy
    Munich Personal RePEc Archive Cirebon as the Silk Road: A New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy Jaelani, Aan Faculty of Shari’ah and Islamic Economic, IAIN Syekh Nurjati Cirebon 5 June 2016 Online at https://mpra.ub.uni-muenchen.de/75189/ MPRA Paper No. 75189, posted 20 Nov 2016 09:30 UTC Journal of Economics and Political Economy www.kspjournals.org Volume 3 June 2016 Issue 2 Cirebon as the Silk Road: A New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy aa† By Aan JAELANI Abstract. The tourism industry and creative economy in Cirebon can not be separated from the historical aspect of the city's growth and development as silk lines in the spread of Islam, trade, and acculturation is very smooth so that the ethnic diversification becomes a major part in tourist activities. With a qualitative approach that emphasizes the phenomenon of ethnic Cirebon with tourist objects that vary in every corner of this city, then this paper confirms that Cirebon is a tourist destination that is unique in terms of religion, culture, history, to the creative economy, especially religious tourism that will create this city as a friendly city for tourists. Keywords. Tourism industry, Creative economy, Heritage tourism, Ethnic diversification, Silk road. JEL. A10, B40, D90, L60, N30, Z10. 1. Introduction ity of Cirebon, West Java Indonesia, in national spatial planning based on Government Regulation No. 26 Year 2008 on Spatial Planning of the C National Territory as National Activities Centre (PKN or Pusat Kegiatan Nasional) which is one of the development's metropolitan area, and is part of the leading areas in which Ciayumajakuning (Cirebon - Indramayu - Majalengka - Kuningan) with the leading sectors of agriculture, industry, fisheries and mining.
    [Show full text]
  • Cirebon As the Silk Road: a New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy
    See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/301346622 Cirebon As The Silk Road: A New Approach Of Heritage Tourisme And Creative Economy Working Paper · April 2016 DOI: 10.5281/zenodo.166495 CITATION READS 1 89 1 author: Aan Jaelani IAIN Syekh Nurjati Cirebon 103 PUBLICATIONS 287 CITATIONS SEE PROFILE Some of the authors of this publication are also working on these related projects: Welfare Economy Based Maqashid Shariah View project a b c d a c View project All content following this page was uploaded by Aan Jaelani on 09 December 2016. The user has requested enhancement of the downloaded file. MPRA Munich Personal RePEc Archive Cirebon as the Silk Road: A New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy Aan Jaelani Faculty of Shari'ah and Islamic Economic, IAIN Syekh Nurjati Cirebon 5 June 2016 Online at https://mpra.ub.uni-muenchen.de/75189/ MPRA Paper No. 75189, posted 20 November 2016 09:30 UTC Journal of Economics and Political Economy www.kspjournals.org Volume 3 June 2016 Issue 2 Cirebon as the Silk Road: A New Approach of Heritage Tourisme and Creative Economy aa† By Aan JAELANI Abstract. The tourism industry and creative economy in Cirebon can not be separated from the historical aspect of the city's growth and development as silk lines in the spread of Islam, trade, and acculturation is very smooth so that the ethnic diversification becomes a major part in tourist activities. With a qualitative approach that emphasizes the phenomenon of ethnic Cirebon with tourist objects that vary in every corner of this city, then this paper confirms that Cirebon is a tourist destination that is unique in terms of religion, culture, history, to the creative economy, especially religious tourism that will create this city as a friendly city for tourists.
    [Show full text]
  • People's Impressions of a Tourist-Historic District Jenny
    People’s Impressions of a Introduction Tourist-Historic District An increased concern for local identity has Jenny Ernawati, University of influence a historical change from modernism to postmodernism in urban design and planning ((Tiesdell, Oc Brawijaya, Indonesia & Heath, 1996). While modernist planning tended towards the universal, postmodernism and contemporary urban design and planning draws more upon the sense of place, Abstract the significance of the local and particular (Robins, 1991). A notion of ‘the past’ as an important element of The combination of tourism industry and historic district is a local identification has been referred to by many authors complicated phenomenon. Many built heritage, particularly (e.g. Harvey, 2000; Herbert, 1995; Hewison, 1987; in developing countries, are found in the middle of living Lowenthal, 1985). Since built heritage has a potential for communities. Uncontrolled development of residential enabling people to make ‘a journey to the past’, historic settlements in historic districts can destroy a city’s heritage sites usually attract many tourists. With such economic assets and its tourist potential, while turning historic potential, historic sites linked to urban policies as a product precincts into ‘urban museums’ can destroy a city’s living to generate tourist activities is a worthwhile contribution to social fabric. So, for these countries, this kind of situation urban economic development. often fundamentally becomes one of the problems of These situations raise the notion of urban development. However, historic area, as a tourist redevelopment of the sites in order to attract visitors, both destination and people’s settlement, should evoke a sense domestic and international. Unfortunately, in developing of delight and pleasure for residents as well as visitors.
    [Show full text]
  • The Impact of Tourism Development to Environmental and Socio Cultural Conditions of the People in the Taman Sari Tourism Area Yogyakarta
    Asian Journal of Agricultural Extension, Economics & Sociology 35(1): 1-9, 2019; Article no.AJAEES.45299 ISSN: 2320-7027 The Impact of Tourism Development to Environmental and Socio Cultural Conditions of the People in the Taman Sari Tourism Area Yogyakarta Ramon Hurdawaty1*, Dewi Ayu Kusumaningrum1 and Defri Efferiandi1 1Sahid Institute of Tourism Jakarta, Jl. Kemiri No.22, Pondok Cabe, Pamulang, Indonesia. Authors’ contributions This work was carried out in collaboration among all authors. All authors read and approved the final manuscript. Article Information DOI: 10.9734/AJAEES/2019/v35i130213 Editor(s): (1) Dr. Kwong Fai Andrew Lo, Agronomy and Soil Science, Chinese Culture University, Taipei, Taiwan. Reviewers: (1) Tuğba Kiper Tekirdağ Namık Kemal Üniversitesi, Turkey. (2) Fikri Nazarullail, Contract Lecturer of IAI Uluwiyah, Indonesia. Complete Peer review History: http://www.sdiarticle3.com/review-history/45299 Received 26 September 2018 Accepted 09 December 2018 Original Research Article Published 16 August 2019 ABSTRACT Aims: (1) To know the impact of tourism development on environmental conditions in the Taman Sari tourism area of Yogyakarta, (2) To know the impact of tourism development on the socio- cultural conditions of the people in the Taman Sari tourism area in Yogyakarta. Study Design: Case Study. Place and Duration of Study: Taman Sari, Yogyakarta, Indonesia, Betweeen April Until June 2016. Methodology: This research uses the method the qualitative study. While design research methodology used is a method case study.
    [Show full text]
  • Community Participation in the Development of Taman Sari Tourism Village, Yogyakarta, Indonesia
    Journal of Sustainability Science and Management eISSN: 2672-7226 Volume 16 Number 5, July 2021: 263-287 © Penerbit UMT COMMUNITY PARTICIPATION IN THE DEVELOPMENT OF TAMAN SARI TOURISM VILLAGE, YOGYAKARTA, INDONESIA NURVIANTI1* AND HASTUTI2 1Geography Education Department, Graduate School, Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia. 2Geography Education Department, Faculty of Social Science, Yogyakarta State University, Yogyakarta, Indonesia. *Corresponding author: [email protected] Submitted final draft: 13 June 2020 Accepted: 17 August 2020 http://doi.org/10.46754/jssm.2021.07.017 Abstract: This study aims to identify community participation and its level in tourism development in Taman Sari Tourism Village. This research was conducted by implementing a mix of methods consisting of 88 respondents who were purposely selected. Data was collected through questionnaires and interviews, while data analysis was conducted by using quantitative and qualitative analysis. The results showed that community participation in each stage could influence the sustainability of tourism programmes in Taman Sari Tourism Village. The level of community involvement at each stage was mostly classified as high, such as (1) the decision-making stage by 51%; (2) the implementation stage by 52%; (3) the benefits stage by 81%; (4) the evaluation stage by 76%. The results of the study suggests that community participation and synergy between the community, government, stakeholders, and other parties were needed to enhance the implementation of tourism village initiatives in Taman Sari Tourism Village, Yogyakarta, Indonesia. Keywords: Community participation, tourism village, tourism development. Introduction takes place prosperous. The government must Tourism has grown into one of the strategic consider every decision, which is made to development sectors, and it has an important achieve these goals; however, there are several role in improving the the economy (Lopes & problems related to tourism development Soares, 2017).
    [Show full text]
  • Corporate Retreat – Yogyakarta Suggested Itinerary for 3D/2N
    Corporate Retreat – Yogyakarta Suggested Itinerary for 3D/2N Day 1: Singapore – Yogyakarta • Depart from Singapore Changi Airport to Yogyakarta Adisutjipto International Airport • Airport pick up at Yogyakarta airport at respective flight times (12:35pm) • Proceed to Prambanan Temple to view the Hindu Temple from the 9th Century • Visit Ratu Boko Palace which is an archaeological site in Java • Check-in to Yogyakarta Hotel • Enjoy dinner • Go to Malioboro Street to do some shopping • Return to hotel to rest Day 2: Taman Sari– Borobudur • Rise and shine, enjoy breakfast in hotel • Pick up from hotel at 09:00am • Visit Sultan’s Palace and “Taman Sari” Water Castle, which once served as a splendid pleasure park of palaces, pools and waterways for the sultan and his entourage • Have lunch en route to Borobudur • Proceed to Borobudur Temple, a UNESCO World Heritage Site and a stunning architectural masterpiece. The journey will take 1-2 hours to reach • Visit Borobudur and take pictures • Back to city, go to Malioboro Street to do some shopping • Return to hotel and rest. Dinner en route to hotel • You can do massage, free and easy after dinner • Return to hotel to rest • © 2019 Tour Mount Bromo Pte Ltd SG Travel Agent Licence: 03084. Day 3: Yogyakarta - Singapore • Pick up at hotel around 530am • Airport transfer to Yogyakarta international Airport for flight back to Singapore (07:25am) Package Inclusive: • 2 Nights Hotel Accommodation Standard Shared Rooms • Round tickets from Singapore to Yogyakarta • Breakfast provided by Hotel • Hotel pickup and drop-off from/to Yogyakarta International Airport • Private tour • Transportation by air-conditioned vehicle with English/Bahasa Indonesia – speaking guide • Service charge, room tax, VAT, driver and guide expenses, and baggage handling • Refreshment Package Exclusive: • Expenditures of a personal nature, such as drinks, souvenirs and laundry etc.
    [Show full text]