FENOMENA PERNIKAHAN USIA MUDA DI MASYARAKAT MADURA
(Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung,
Kabupaten Bangkalan)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Titi Nur Indah Sari
NIM : 1111043200037
KONSENTRASI PEPRBANDINGAN HUKUM
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN H UKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
ABSTRAK
Titi Nur Indah Sari. NIM 1111043200037. FENOMENA PERNIKAHAN USIA MUDA DI MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan). Program Studi Perbandingan Mazhab, Konsentrasi Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M. x+85 halaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena pernikahan usia muda di masyarakat Madura (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan), Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan pernikahan usia muda dan dampak apa yang dirasakan pasangan yang melakuka pernikahan usia muda. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan. Sifat penelitiannya bersifat deskriptif-analitik. Sumber data yang digunakan ialah sumber data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pelaku pernikahan usia muda, sumber data sekunder yang diperoleh dari buku- buku dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian dan sumber data tersier. Dan teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini meghasilkan beberapa temuan diantaranya ialah kebiasaan masyarakat Desa Serabi Barat yang banyak melakukan pernikahan usia muda yang dilakukan secara sirri (tidak di daftarkan ke KUA) dengan alasan proses yang harus dilalui terlalu berbelit-belit dan biaya yang harus dikeluarkan dianggap teralu mahal (Rp. 500.000). Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pernikahan usia muda adalah faktor tradisi (budaya), pendidikan, perjodohan dan faktor ekonomi. Dampak yang terjadi bagi pasangan yang menikah usia muda ialah sering terjadi pertengkaran walaupun tidak sampai bercerai, hamil usia muda, banyak anak dan kurangnya rasa tanggug jawab dari pihak suami. Kata kunci : Fenomena, Pernikahan, Usia Muda
Pembimbing : Drs. H. Ahmad Yani, M. Ag
Hj. Hotnidah Nasution, MA
Daftar Pustaka : Tahun 1974 s.d. Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan Skiripsi yang berjudul FENOMENA PERNIKAHAN USIA MUDA DI MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan). Penulisan ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh dalam menyelesaikan jenjang pendidikan strata satu (S1) Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta ummatnya.
Dalam penulisan Skripsi ini, banyak kesulitan dan hambatan yang penulis rasakan, namun Syukur Alhamdulillah berkat inayah-Nya, kesungguhan, kerja keras disertai banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya oleh penulis, hingga pada akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, melalui kesempatan ini, penulis ucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA selaku Dekan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si beserta Ibu Siti Hanna, Lc, M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag dan Ibu Hj. Hotnidah Nasution, MA. Selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. 4. Seluruh Dosen pengajar Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama masa perkuliahan.
vi
5. Seluruh staf dan civitas akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pelayanan administrasi dengan baik. 6. Seluruh staf perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas dengan baik. 7. Seluruh Masyarakat di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan. Terimakasih atas keramahan dan bantuan khususnya tokoh masyarakat yang telah memberikan partisipasi yang sangat baik selama penulis melakukan penelitian. 8. Kedua orang tuaku ayah handa tercinta Ustadz Ismail dan Ibunda tercinta Hanifah, Terimakasih atas segala kasih sayang, perhatian, doa, nasehat, kesabaran, keikhlasan, ketulusan dan semangat yang kalian berikan kepadaku, terimakasih sudah mencintaiku sebesar itu semoga kalian sehat panjang umur, bahagia dan selalu dalam lindungan Allah SWT. 9. Kaka, iyu, ale’ serta keluarga besarku tercinta yang berada di pulau garam Madura. Agus Hariyanto, Imam Baihaki, Titi Nurhayati SE.MM, Ahmad Tirto Hidayat, Zahrotul Jamila, Kholifatul Jaddataini dan Gina Raudhatul Jannah, yang selalu mengerti disetiap situasi dan kondisi dan selalu memberikan semangat yang tiada henti. Khususnya buat abang dan iyu tersayang kak Kiky dan yu Titin. Semoga kalian semua sukses dan menjadi kebanggaan keluarga. 10. Sahabat-sahabatku Terkasih dan Tersayang my bestie ever “The Four Success Women” Lia Herawati, Hikmiyyah dan Ratu Shalihat. Terimakasih untuk semangat, kasih sayang, perhatian, kepercayaan dan semua hal yang membuatku bahagia bersama kalian. Semoga jarak tidak menjadi penghalang bagi kita untuk terus bersama dan semoga persahabatan kita bisa langgeng sampai maut memisahkan. 11. Teman-teman kelasku PH, PMF dan PMFK angkatan 2011 yang telah berjuang bersama-sama dalam mengikuti perkuliahan selama hampir empat
vii
tahun ini. Terimakasih atas pertemanan, pembelajaran, dan pengalaman yang kalian berikan. 12. Terimakasih buat teman-teman KKN Adhesi (Akademisi Berintegrasi 2014) Dan keluarga baruku di Desa Tegal Angus Kelurahan Tanjung Pasir Kecamatan Teluk Naga Umi Julaiha, Ita, Ika, bilal, Indah dan semua yang aku kenal terimakasih atas keramahan dan ketulusan kalian, yang sudah berbagi pengalaman yang tak akan terlupakan. Semoga kekeluargaan kita akan tetap terjaga selamanya. 13. Ade-ade’ di TPA al-Munawarah yang selalu memberikan kecerian dan semangat semoga kalian semua menjadi generasi penerus bangsa yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa amin.
Demikian ucapan terimakasih yang penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena berkat do’a, motivasi, kesabaran, arahan, fasilitas, dan bimbingan dari mereka penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan mereka dengan berlipat-lipat kebaikan. Dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua orang Amin
Jakata, 29 Juni 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1 B. Identifikasi Masalah 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 7 E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu 8 F. Kerangka Konseptual dan Kerangka Teori 11 G. Metode Penelitian 15 H. Sistematika Penulisan 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA
A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan 21 1. Pengertian Pernikahan 21 2. Pengertian Pernikahan Usia Muda 22 a. Pernikahan Usia Muda Perspektif Psikologi 24 b. Pernikahan Usia Muda Perspektif Hukum Islam 27 c. Pernikahan Usia muda Perspektif Sosiologi 30
ix
B. Rukun dan Syarat Pernikahan 31 C. Hikmah dan Tujuan Pernikahan 38 D. Batas Ideal Usia Untuk Menikah 44
BAB III GAMBARAN UMUM DESA SERABI BARAT Dan PROFIL PELAKU PERNIKAHAN USIA MUDA
A. Letak Geografis 49 1. Letak wilayah 49 2. Luas Wilayah 51 B. Demografi 53 1. Kependudukan 53 2. Pendidikan 56 3. Perekonomian 59 4. Sosial Budaya 61 5. Agama 62 C. Profil Pelaku Pernikahan Usia Muda 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Bentuk Pernikahan Usia Muda Di Desa Serabi Barat 72 B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat di Desa Serabi Barat Melakukan Pernikahan Usia Muda 81 1. Faktor Tradisi (budaya) 83 2. Faktor Pendidikan 89 3. Faktor Orang Tua (Perjodohan) 93 4. Faktor Ekonomi 94 C. Dampak Pernikahan Usia Muda yang dirasakan Masyarakat Desa Serabi Barat 99
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 103 B. Saran 104
DAFTAR PUSTAKA 106
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan ikatan lahir batin yang kuat dan kekal antara dua
insan, rasa cinta kasih, kewajiban, dan untuk meneruskan keturunan bagi umat
Islam. Salah satu tujuan syariat Islam adalah memelihara kelangsungan keturunan
maka, Allah memberikan wadah untuk merealisasikan keinginan tersebut sesuai
dengan syariat Islam yaitu melalui jalan pernikahan,1 yang sah menurut agama,
diakui oleh Undang-undang dan diterima sebagai bagian dari budaya masyarakat.2
Oleh sebab itu, pernikahan yang dilakukan oleh setiap masyarakat harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak boleh menyalahi
ketentuan hukum negara maupun hukum agama.
Dalam ajaran agama Islam, pernikahan adalah satu-satunya jalan yang halal
untuk menyalurkan nafsu syahwat antara laki-laki dan perempuan. Maka dari itu,
agama Islam sangat menganjurkan para pemeluknya untuk segera melaksanakan
suatu pernikahan bagi seseorang yang sudah dianggap mampu lahir dan batin
untuk melakukan pernikahan. Pernikahan adalah babak baru untuk mengarungi
kehidupan yang baru. Ibarat membangun sebuah rumah, diperlukan persiapan dan
perencanaan yang matang mulai dari memilih bahan bangunan, memikirkan
1 Wasman wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2011), h. 29.
2 Fuaddudin, Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Islam, , (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Jender 1999), h. 4.
2
keindahan dan kenyamanan bangunan serta keramahan lingkungan, sampai dengan memilih perabot rumah tangga yang serasi semuanya harus benar-benar diperhatikan, dengan harapan pelaksanaan pembangunannya berjalan dengan baik sesuai dengan apa yang diinginkan dan direncanakan. Sebaliknya, jika tidak disiapkan dengan baik dan terencana maka bagunan itu kemungkinan besar akan mengecewakan. 3 Demikian halnya dengan pernikahan, hal itu perlu disiapkan dengan matang dan direncanakan dengan sebaik-baiknya, dengan harapan rumah tangga yang dibangun tidak berakhir dimeja perceraian.
Menikah di usia muda menurut sebagian masyarakat di Madura merupakan perbuatan yang biasa, bahkan sudah menjadi budaya baru yang harus dijaga dan dilestarikan, karena kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan dari nenek moyang yang diwarisi secara turun temurun. Di desa Serabi Barat sendiri, mayoritas para kiyai dan tokoh masyarakat membolehkan seseorang menikah pada usia muda dengan catatan sudah mencapai usia baligh meskipun usianya masih di bawah umur.
Pada umumnya anak yang sudah dianggap dewasa untuk menikah ialah setelah anak berusia di atas 18 tahun untuk perempuan dan 20 tahun untuk laki- laki. 4 Namun menurut Undang-undang perkawinan yang berlaku batas usia dewasa seorang anak adalah untuk laki-laki 19 tahun dan untuk perempuan 16
3 Mudjab Mahalli, Menikah Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), h. 31.
4 Abu Al-Ghifar, Badai Rumah Tangga. (Bandung: Mujahid Press, 2003), h. 132.
3
tahun.5 Jika seorang anak belum mencapai usia yang ditentukan untuk menikah maka harus memperoleh izin dari orang tua atau wali yang diwujudkan dalam bentuk surat izin sebagai salah satu syarat untuk melangsungkan pernikahan.
Bahkan bagi calon yang usianya masih di bawah 16 tahun harus memperoleh dispensasi dari pengadilan.6
Adanya ketentuan ini jelas menimbulkan pro dan kontra dikalangan masyarakat, karena dalam al-Qur’an dan al-Hadist tidak diberikan ketetapan yang jelas dan tegas tentang batas minimal usia seseorang untuk melangsungkan pernikahan. Kedua sumber hukum tersebut hanya menyebut setelah mencapai akil baligh. Dan baligh pada umumnya diindikasikan dengan ihtilam (mimpi basah) bagi laki-laki dan haid (menstruasi) bagi perempuan. Namun, secara implisit, syariat menghendaki orang yang hendak menikah adalah orang yang sudah siap mental, fisik dan psikis, dewasa dan paham arti sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah. 7
Namun bagi masyarakat Desa Serabi Barat masalah usia tidak terlalu dihiraukan, yang penting sudah mempunyai pasangan dan ada kecocokan antara dua keluaga, maka pihak keluarga langsung menentukan tanggal pernikahan untuk pasangan tersebut. Masyarakat Desa Serabi Barat menganggap menikah muda merupakan perbuatan yang sudah biasa tidak perlu diperdebatkan apalagi
5 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1)
6 Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung: Al-Bayani, 1995), h. 18-19.
7 Husein Muhammad, Ijtihad Kyai Husein Upaya Membangun Keadilan Gender, (Jakarta: Rahima, 2001), h. 223.
4
dipermasalahkan karena, Orang tua, nenek dan para terdahulu kami telah melakukannya sehingga tidak bisa dipungkiri jika pernikahan usia muda banyak dipraktekkan di kalangan masyarakat Madura khususnya di Desa Serabi Barat kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan.8
Angka pernikahan usia muda (di bawah usia 16 tahun) pada masyarakat
Madura tergolong tinggi, sehingga Program Informasi Konseling Kesehatan
Reproduksi (PIK-KRR) dikalangan masyarakat Madura kini mulai digalangkan.
Sebab dampak dari pernikahan di usia muda sudah mulai menghawatirkan dari segi kesiapan reproduksi. Karena selain mentradisikan pernikahan usia muda masyarakat Desa Serabi Barat juga mengatakan “benyyak anak benyyak rezekeh”
(banyak anak banyak rezeki). Contoh pasangan yang melakukan pernikaha usia muda adalah Ali Wafa (15 tahun) dengan pasangannya Ismawati (13 tahun) menikah pada tanggal 28 Juni 2007, yang menikah karena keinginannya sendiri.9
Berbicara masalah pernikahan di usia muda, secara otomatis timbul berbagai asumsi masyarakat yang cenderung berupa pandangan negatif, karena tren pernikahan masa kini adalah nikah cerai, hal tersebut mengesankan semakin berkurangnya nilai kesakralan suatu pernikahan. Akan tetapi fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di Madura tidak seperti itu, mayoritas masyarakat yang melakukan pernikahan di usia muda jarang terjadi perceraian tidak seperti
8 Berdasarkan pengetahuan penulis selama tinggal di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan selama kurang lebih 19 tahun. Wawancara dengan ibu Hanifah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
9 Erna Fatmawati, Pernikahan Dini Pada Komunitas Muslim Madura Di Kabupaten Jember, h. 79 dan 81.
5
yang telah dikhawatirkan oleh kebanyakan orang.10 Karena fakta menunjukkan bahwa hanya dalam waktu satu tahun di Indonesia ada 250.000 pasangan yang bercerai dan sebagian besar diantaranya dialami oleh pasangan yang menikah di usia muda.11
Bagi beberapa masyarakat Desa Serabi Barat, pekerjaan atau kemapanan ekonomi calon suami bukan menjadi syarat dominan untuk dilaksanakannya pernikahan. Diyakini bahwa rizki manusia sudah diatur oleh Gusti Allah. Ini bisa dilihat dari pepatah orang madura dhunnyah bisa esareh (harta bisa dicari/di usahakan). Rejekkeh la pakoca‟na Pangeran manossah lalok kerah mateh margenah lok ngakan. (rizki Tuhan yang mengatur manusia tidak akan mati hanya karena tidak makan) yang penting menikah dulu, baru mencari makan untuk isteri dan anak.12
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis merasa ada hal yang menarik dan layak untuk dibahas guna mengetahui bangaimana bentuk pernikahan usia muda yang dilakukan masyarakat Desa Serabi Barat,
Faktor apa saja yang menjadi pengaruh maraknya pernikahan usia muda dan dampak apa yang dirasakan pasangan yang menikah usia muda. Maka penulis akan mengangkat dalam sebuah judul skripsi “FENOMENA PERNIKAHAN USIA
10 Berdasarkan Pengetahuan Penulis Selama Tinggal di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan Selama Kurang lebih 19 tahun. Wawancara dengan ibu Hanifah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
11 Pusat Study Gender Uniersitas Islam Indonesia, Pernikahan Dini Penyebab Tingginya Angka Perceraian, Diakses 5 Januari 2016 dari http://psg.Uii.ac.id/index.php/Daily/Pernikahan- Dini-dan-Anak.html.
12 Berdasarkan Pengetahuan Penulis Selama Tinggal di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan Selama Kurang lebih 19 tahun. Wawancara dengan ibu Hanifah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
6
MUDA DI MASYARAKAT MADURA (Studi Kasus Di Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan)”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis
mengidentifikasikan beberapa permasalahan yang terkait dengan aplikasi
pernikahan usia muda, yaitu sebagai berikut:
1. Faktor apa saja yang mendorong pemuda/pemudi di desa Serabi Barat
melakukan pernikahan usia muda?
2. Bagaimana pandangan masyarakat Desa Serabi Barat mengenai pernikahan
usia muda?
3. Apakah dalam melakukan pernikahan usia muda orang tua selalu
memberikan support terhadap anak?
4. Bagaimana dampak dari pernikahan usia muda bagi anak?
5. Apakah setiap kali terjadi pernikahan usia muda di Desa Serabi Barat
langsung di catat di KUA?
6. Apakah ada syarat tertentu yang harus dilakukan saat akan melakukan
pernikahan usia muda?
7. Apakah pernikahan usia muda di Desa Serabi Barat ini hanya resmi dalam
pandangan agama sedangkan menurut Undang-undang tidak resmi?
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan akan dibatasi hanya mengenai fenomena
pernikahan usia muda yang terjadi di Desa Serabi Barat dan pernikahan Usia
7
muda yang dimaksud dalam penelitian ini ialah pernikahan yang dilakukan saat
mempelai perempuan belum berusia 16 tahun dan mempelai laki-laki belum
berusia 19 tahun.
2. Perumusan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang akan dirumuskan dalam penelitian ini
sebagai berikut:
a. Bagaimana Bentuk Pernikahan Usia Muda di Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan?
b. Faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat di Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan melakukan pernikahan
usia muda?
c. Apa Dampak Pernikahan Usia Muda yang dirasakan Masyarakat Desa
Serabi Barat?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Untuk mengetahui Bentuk Pernikahan Usia Muda Di Desa Serabi
Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan
b. Untuk menjelaskan faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan dalam
melakukan pernikahan usia muda
8
c. Untuk mengetahui Dampak Pernikahan Usia Muda yang dirasakan
Masyarakat Desa Serabi Barat
2. Manfaat Penelitian
Ada beberapa manfaat yang ingin diberikan dari hasil penelitian ini
yaitu:
a. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memberikan
pemahaman kepada masyarakat khususnya masyarakat di desa Serabi Barat
Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan mengenai akibat pernikahan usia
muda, jadi para orang tua berfikir dua kali untuk menikahkan anaknya yang
masih di bawah usia 16 tahun.
b. Manfaat Akademik
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan
informasi di fakultas Syariah dan Hukum dan diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran yang positif serta memberikan suatu kontribusi ilmu
pengetahuan hukum, agar ilmu tersebut dapat tetap berkembang dan
bermanfaat bagi pembacanya.
E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Dari penelusuran yang penulis lakukan, ada beberapa Skripsi, Buku dan
Jurnal yang relevan dengan tema yang penulis teliti, antara lain:
9
Pertama, Skripsi dengan judul “Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap
Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan”.
Kesimpulan dari Skripsi ini adalah dampak yang akan dirasakan pasangan yang menikah di usia muda adalah kurangnya keharmonisan dalam keluarga, perekonomian serta terganggunya kesehatan isteri.13
Kedua, Skripsi dengan judul “Dispensasi Nikah Di Bawah Umur (Studi
Kasus di Pengadilan Agama Tanggerang Tahun 2009-2010)”. Kesimpulan dari
Skripsi ini adalah Hakim memberikan dispensasi kepada salah satu pasangan yang akan menikah muda dengan alasan yang sesuai yang diajukan ke Pengadilan dimana calon pengantin tinggal14.
Ketiga, berupa buku yang berjudul ”Jangan Sembarangan Nikah Dini” yang ditulis oleh Jazimah Al Muhyi 2006. Buku ini menjelaskan bahwa, bagi seorang pemuda ataupun pemudi yang akan melangsungkan pernikahan di usia muda harus memiliki pertimbangan yang matang dan kesiapan pada dirinya. Untuk mengantisipasi jika terjadi hal buruk dikemudian hari, karena dalam buku ini dijelaskan juga perceraian lebih banyak menimpa pasangan yang menikah muda, karena kerasnya jiwa yang menjadi karakter khas anak muda. 15
13Durratun Ainiyah, Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, Skripsi. (Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006), h. 13.
14 Nurmilah Sari, Dispensasi Nikah Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Agama Tanggerang Tahun 2009-2010), Skripsi. (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarifhidayatullah Kakarta, 2011)
15 Jazimah Al- Muhyi, Jangan Sembarangan Nikah Dini, (Lingkar Pena, 2006)
10
Keempat, adalah buku yang ditulis oleh Abu Al-Ghifani yang berjudul
“Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza.” Di dalam buku ini dijelaskan bahwa pernikahan dini harus segera dilakukan oleh tiap-tiap pemuda agar terhindar dari perzinahan dan juga menghindari diri dari jalan setan. Dalam buku ini juga dikatakan bahwa pernikahan dini harus dibudayakan, karena di zaman sekarang penuh dengan birahi yang begitu mudahnya rangsangan seks. 16
Kelima, buku yang ditulis oleh Mohammad Fauzil Adhim yang berjudul
“Indahnya Pernikahan Dini.” Dalam buku ini dijelaskan pernikahan merupakan langkah yang terbaik bagi kalangan muda. Karena dengan menikah setidaknya sudah menjaga seluruh fungsi tubuh sebagai mana mestinya, yaitu menjaga pandangan mata dan kemaluannya dari perbuatan zina, disamping itu juga, ia mengatakan bahwa pernikahan dini merupakan alasan yang sangat mendasar yakni ingin mengharapkan ridha Allah swt dengan melaksanakan apa yang telah menjadi Sunnah Rasulullah terdahulu. 17
Sedangkan judul skripsi penulis tentang “Fenomena Pernikahan Usia Muda
Di Masyarakat Madura (Studi Kasus di Desa Serabi Barat Kecamatan Modung,
Kabupaten Bangkalan), dan sejauh pengetahuan penulis di Fakultas Syari’ah dan
Hukum sudah ada yang meneliti tetapi studi penelitiannya bukan di daerah
Madura. Sehingga menurut penulis penelitian dengan topik seperti itu perlu dilakukan, mengingat dalam kehidupan masyarakat Madura tersebut hingga saat ini banyak sekali yang melakukan praktek pernikahan di usia muda. Dalam hal ini
16 Abu Al-Ghifani, Pernikahan Dini Dilema Generasi Extravaganza, (Mujahidin, 2004)
17 Mohammad Fauzil, Indahnya Pernikahan Dini, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003)
11
setidaknya akan bisa mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat
di daerah tersebut melakukan pernikahan di usia muda.
Jadi walaupun ada kesamaan tema dan judul tetapi fokus penelitiannya
berbeda dan tidak ditemukan adanya plagiat diantara skripsi yang ada dengan apa
yang akan penulis teliti. Akan tetapi tulisan tersebut sangat bermanfaat bagi
penulis sebagai tambahan reverensi.
F. Kerangka Konseptual dan Kerangka Teori
1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan judul yang dibahas, maka penulis membuat konsepsi
sebagai berikut:
a. Fenomena adalah hal-hal yang dapat disaksikan dengan panca indra
dan dapat diterangkan serta dinilai secara ilmiah.18
b. Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.19
c. Pernikahan usia muda adalah pernikahan yang dilakukan sebelum
calon mempelai mencapai usia yang ditetapkan oleh Undang-undang,
yaitu bagi pria 19 tahun dan bagi wanita 16 tahun.20
18 Diakses pada 29 Desember 2015 dari http:/kbbi.web.id/fenomena.
19 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1)
20Jurnal, Studi Komparatif Pemikiran Husein Muhammad dan Siti Musdah Mulia Tentang Pernikahan Dini, h, 16.
12
d. Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama21
2. Kerangka Teori
a. Pengertian Pernikahan
Pernikahan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau
mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah SWT dan
melaksanakannya merupakan ibadah.22 Sedangkan menurut Undang-undang
Perkawinan Nomor.1 Tahun 1974 Pasal 1 menjelaskan: ”Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”23
b. Tujuan Pernikahan
Manusia diciptakan Allah SWT mempunyai naluri manusiawi yang
perlu mendapat pemenuhan. Pemenuhan naluri manusia seperti keperluan
biologisnya termasuk dalam aktivitas hidup, agar manusia menuruti tujuan
dalam hidupnya, Allah SWT mengatur hidup manusia dengan aturan
pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pernikahan ialah
memenuhi naluri manusia sesuai dengan aturan petunjuk agama.
21 Diakses pada 29 Desember 2015 dari http:/kbbi.web.id/fenomena.
22 Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (KHI), Bab II pasal 2.
23 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 1 ayat (1)
13
Dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI) tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan berumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Dari tujuan pernikahan di atas, dapat dikembangkan menjadi lima yaitu :
1. Agar dapat memperoleh keturunan.
2. Penyaluran syahwat dan penumpahan kasih sayang berdasarkan
tanggung jawab.
3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan
kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima
hak dan kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh
harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tentram atas dasar cinta dan kasih sayang. c. Syarat Sahnya Pernikahan
Syarat-syarat pernikahan, yaitu adanya persetujuan kedua calon mempelai, ada izin orang tua atau wali bagi calon yang belum berusia 21 tahun, usia calon pria berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun, tidak ada hubungan darah yang tidak boleh nikah, tidak ada ikatan perkawinan dengan pihak lain, tidak ada larangan nikah menurut agama dan
14
kepercayaannya untuk ketiga kalinya, tidak dalam waktu tunggu bagi wanita yang janda. 24 d. Dasar-dasar pernikahan di Indonesia
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan berarti Undang-undang ini merupakan Undang-undang
Perkawinan Nasional karena menampung prinsip-prinsip pernikahan yang sudah ada sebelumnya dan diberlakukan bagi seluruh warga negara
Indonesia.
Dasar hukum perkawinan di Indonesia yang berlaku sekaranag ada beberapa peraturan, diantaranya:
1. Buku I Kitab Undang-undang Hukum Perdata
2. Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
3. Peraturan Presiden Nomor. 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974
4. Intruksi Presiden Nomor. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum
Islam (KHI).
Istilah pernikahan di usia muda adalah sebuah konsep yang ditawarkan oleh Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya yang berjudul
“Indahnya Pernikahan Dini”, dikatakan secara lebih spesifik dengan pengertian pernikahan saat masih kuliah, dalam bukunya disebutkan bahwa masyarakat memandang pernikahan di usia muda adalah sebagai pernikahan
24 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
15
yang belum menunjukkan adanya kedewasaan, yang secara ekonomi masih
sangat tergantung pada orang tua serta belum mampu mengerjakan apa-apa
(bekerja atau mencari nafkah sendiri).25
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research)26 yaitu untuk memperoleh gambaran yang jelas
dan terperinci tentang fenomena pernikahan usia muda yang terjadi di Desa
Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan Madura.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, 27 yaitu penelitian yang
bertujuan untuk menggambarkan, menguraikan secara jelas dan rinci
mengenai fenomena pernikahan usia muda yang terjadi di Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung , Kabupaten Bangkalan.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara dengan
pelaku pernikahan usia muda di Desa Serabi Barat Kecamatan
25 Mohammad Fauzil Adhim, Indahnya Pernikkahan Usia Dini, (Yogyakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 26.
26 Ronny Kauntur, Metode Penelitian Untuk Menulis Skripsi dan Tesis , cet. Ke-2 (Jakarta: PPM, 2004), h. 105.
27 Ronny Kauntur, Metode Penelitian Untuk Menulis Skripsi dan Tesis , cet. Ke-2 (Jakarta: PPM, 2004), h. 105.
16
Modung, Kabupaten Bangkalan. Wawancara hanya dilakukan
berdasarkan beberapa kategori yakni berdasarkan dari tahun menikah,
pendidikan, ekonomi dan ketaatan beragama. Jadi tidak semua pelaku
pernikahan usia muda penulis wawancarai.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan
mengenai bahan data primer yang bisa diperoleh dari buku-buku,
Undang-undang, jurnal, skripsi, artikel yang berkaitan dengan materi.
c. Data Tersier
Data tersier adalah data yang memberikan informasi tentang
bahan hukum primer dan sekunder. Misalnya kamus bahasa hukum,
ensiklopedi, majalah dan internet.28
4. Teknik Pengumpulan Data
Agar mendapatkan data yang lebih lengkap dan hasilnya dapat
dipertanggung jawabkan keasliannya dan kebenarannya, maka penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu:
a. Observasi
Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang linkungan
sosial, pekerjaan orang tua, dan tingkat ekonomi orang tua. Tujuan
28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Grafindo Persada, 2011), h. 29.
17
pengamatan ini terutama untuk membuat catatan atau deskripsi
mengenai perilaku yang nyata dan memahami perilaku masyarakat.29
b. Wawancara
Metode wawancara yang penulis lakukan adalah wawancara
langsung, jadi penulis bertukar cerita (diskusi) dan tanya jawab
dengan pihak yang bersangkutan (tokoh masyarakat, tokoh agama dan
masyarakat yang melakukan pernikahan usia muda).
c. Dokumen
Dokumen adalah sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam
bahan yang berbentuk dokumentasi. Sebagian besar data yang
disediakan adalah bentuk foto, dan sebagainya. Penulis mencari data-
data yang berhubungan dengan perkawinan usia muda.
5. Lokasi Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan di kalangan masyarakat Madura, tempatnya di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan. Tetapi tidak
semua masyarakat pelaku pernikahan usia muda di wawancara, mengingat
keterbatasan waktu dan tenaga yang tidak memungkinkan penulis. Sehingga
penulis hanya memfokuskan pada dua dusun di Desa Serabi Barat yakni
Dusun Satrean dan Dusun Jentor. Alasan penulis memilih desa ini karena di
Desa tersebut masih banyak masyarakat yang melakukan pernikahan usia
29 Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta: Garanit, 2004), h. 70.
18
muda tanpa di catatkan ke KUA setempat, di banding tempat-tenpat lain.
Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan meneliti fenomena-
fenomena tersebut.
6. Metode Analisis Data
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap
data yang terkumpul dari penelitian lapangan maupun dari penelitian
kepustakaan baik yang diperoleh dari buku, Undang-undang dan karya
ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul. Kemudian data primer maupun
data sekunder dilakukan analisis penelitian secara kualitatif yang disebut
dengan content analyze (analisa kandungan) terhadap berkas-berkas yang
diperoleh dari hasil penelitian. Dari hasil tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat
menjawab segala permasalahan yang ada dalam skripsi ini
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan proposal ini merupakan suatu uraian mengenai
susunan dari penulisan itu sendiri yang secara teratur dan terperinci. Adapun
sistematika penulisan proposal ini terdiri dari lima bab sebagai berikut:
Bab I: PENDAHULUAN
Pada bab pertama diuraikan beberapa rencana dari penelitian yang
terdiri dari, Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
19
Penelitian, Tinjauan (review) Kajian Terdahulu, Kerangka Teori
dan Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II: TINJAUAN UMUM TENTANG PERNIKAHAN USIA MUDA
Pada bab kedua akan menguraikan tentang pengertian pernikahan
secara umum, pengertian pernikahan usia muda dalam perspektif
psikologi, hukum Islam dan sosiologi, rukun dan syarat nikah,
hikmah dan tujuan pernikahan dan batas ideal usia untuk menikah.
Bab III: GAMBARAN UMUM DESA SERABI BARAT
Pada bab ketiga akan dijelaskan mengenai gambaran bersifat
umum. Diantaranya mengenai letak geografis Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan, keadaan penduduk,
pendidikan, perekonomian, corak keberagamannya dan profil
masyarakat Desa Serabi Barat yang melakukan pernikahan usia
muda.
Bab IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab keempat akan dibahas mengenai hasil dari penelitian,
yang fokusnya untuk mengetahui bentuk pernikahan usia muda di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung, Kabupaten Bangkalan,
faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Madura dalam
melaksanakan pernikahan usia muda dan dampak pernikahan usia
muda yang dirasakan masyarakat Desa Serabi Barat.
20
Bab V: PENUTUP
Pada bab ini akan ada kesimpulan yang merupakan jawaban dari
permasalahan dalam skripsi ini nantinya, dan ada pula saran yang
merupakan sumbangan pemikiran dan rekomendasi dari penulis
tentang ketentuan dalam melakukan pernikahan usia muda.
21
BAB II
PERNIKAHAN
A. Tinjauan Umum Tentang Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
An-nikah secara etimologi/bahasa berarti mengumpulkan atau
menggabungkan. Makna hakiki kata an-nikah adalah bersetubuh. Namun secara
majaz sering diungkapkan dengan arti akad pernikahan, penyebutan ini termasuk
al-musabbab (hubungan intim) namun yang dimaksud adalah as-sabab (akad
pernikahan).30 Adapun dalam istilah syariat, nikah adalah akad yang menghalalkan
pergaulan sebagai suami isteri (termasuk hubungan seksual) antara laki-laki dan
perempuan serta menetapkan hak dan kewajiban masing-masing demi membangun
keluarga yang sehat secara lahir dan batin.31
Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, memberikan
pengertian pernikahan sebagai ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.32
30 Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassana, Taudhin Al-Ahkam Min Bulugh Al Maram (syarah Bulugh Maram), (Jakarta: Pustaka Azzam, Jilid 5, 2006), h. 252.
31 Muhammad Bagir, Fiqih Praktis Menurut al-Qur‟an, Assunnah dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Karisma, 2008), h. 3-4.
32 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1)
22
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengartikan perkawinan dengan pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.33
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa arti pernikahan atau perkawinan adalah suatu akad perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarga yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan mencari ridha
Allah SWT.34
2. Pengertian Pernikahan Usia Muda
Yang dimaksud pernikahan usia muda dalam penelitian ini adalah suatu pernikahan antara laki-laki dan perempuan yang belum memenuhi syarat usia nikah yang ditentukan dalam Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, yakni bagi laki-laki belum mencapai usia 19 tahun dan bagi perempuan belum mencapai usia 16 tahun. Pernikahan ini bisa dilakukan di bawah tangan atau dicatatkan ke KUA namun dengan memalsukan atau memanipulasi usia calon pengantin atau dengan meminta izin (dispensasi) ke Kantor Pengadilan
Agama setempat.35
33 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Focus Media, 2016) , h. 7.
34 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Prees, 1999), h. 11.
35 Kustini, Menelusuri Makna Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Releansi Penelitian Perkawinan Di Bawah Umur Dan Perkawinan Tidak Tercatat: Sebuah Pengantar), (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013), h. 13.
23
Agama Islam mengartikan pernikahan usia muda sebagai pernikahan yang dilakukan seseorang yang belum baligh atau belum mengalami (mesntruasi) pertama bagi seorang wanita dan belum mengalami mimpi basah bagi laki-laki
(ikhtilam). Tetapi sebagian ulama muslim juga memperbolehkan pernikahan usia muda dengan dalil mengikuti sunnah Rasulullah SAW karena sejarah telah mencatat bahwa Siti Aisyah ra, dinikahi oleh Nabi Muhammad SAW pada usia yang sangat belia sedangkan nabi Muhammad SAW telah berusia sekitar 50-an.
Disamping itu, pernikahan usia muda dinilai dapat mempertahankan norma-norma agama seperti menghindarkan pasangan muda-mudi dari dosa seks akibat pergaulan bebas. Sehingga sebagian orang mengartikan bahwa tujuan dari pernikahan adalah menghalalkan hubungan seks.36
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, batas usia dewasa bagi laki-laki ialah 25 tahun dan bagi perempuan 20 tahun, karena kedewasaan seseorang itu tidak ditentukan secara pasti oleh hukum Islam. Maka ia menuliskan bahwa batasan usia dikatakan di bawah umur ketika seseorang berusia kurang dari 25 tahun bagi laki- laki dan bagi perempuan berusia kurang dari 20 tahun.37 Pernikahan usia muda juga di definisikan sebagai pernikahan yang terjadi sebelum anak mencapai usia
18 tahun, sebelum seorang anak matang secara fisik, fisiologis dan psikologis
36 http://www.isadanislam.com/ulasan-berita-agama/145-pernikahan-dini-dalam-Islam. diakses 29 Maret 2016 diakses 29 Maret 2016
37 http://nyna0626.blogspot.compernikahan-dini-pada-kalangan-remaja diakses 29 Maret 2016
24
untuk bertanggung jawab terhadap pernikahan dan anak yang dihasilkan dari pernikahan tersebut.38
Usia pernikahan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga. a. Pernikahan Usia Muda Perspektif Psikologi
Dalam ilmu psikologi memandang pernikahan usia muda tidaklah
sekedar batasan usia pada manusia, alasan ini lebih mengkaitkan pada
persoalan sisi perkembangan non-fisik, baik perkembangan biologis maupun
perkembangan psikologi (emosi, kognisi dan sosial). Oleh karena itu akan
dilakukan analisis terhadap pernikahan usia muda dengan melihat sisi
perkembangan sosiologis dan psikologis khususnya pada aspek
perkembangan emosi remaja.
Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk
menjaga kelangsungan pernikahan, karena keberhasilan rumah tangga sangat
ditentukan oleh kematangan emosi, baik suami atau isteri.
a) Pernikahan Usia Muda Berkaitan dengan Organ Seks
Baik organ seks laki-laki maupun perempuan mencapai ukuran
matang pada akhir masa remaja, kira-kira usia 21-22 tahun. Oleh
karena itu pernikahan yang dilakukan pada usia belasan tahun bukan
38 Eddy Fadlyana, “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya” artikel diakses pada 15 Februari 2016 dari http://cetak.Kompas.com/read.
25
merupakan masa reproduksi yang sehat, karena organ seks belum
mengalami kematangan. Wanita pada usia belasan tahun secara
fisiologik memang dapat hamil dan melahirkan, tetapi pada usia
tersebut sebenarnya secara medis dan psikologi belum cukup matang
untuk mengasuh anak-anak yang mereka lahirkan.39
Selain mempengaruhi aspek fisik, usia juga mempengaruhi aspek
psikologi anak. Seorang ibu yang masih berusia remaja cenderung
memiliki sifat-sifat keremajaan seperti (emosi yang tidak stabil, belum
mempunyai kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflik-
konflik yang akan dihadapi, serta belum mempunyai keterampilan
yang cukup tentang masa depan yang baik). Hal itu sangat
mempengaruhi perkembangan psikologi anak nantinya, karena
kedewasaan seorang ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan
anak, karena ibu yang dewasa secara psikologis akan lebih terkendali
emosi maupun tindakannya jika dibandingkan dengan ibu muda.
b) Pernikahan Usia Muda Berkaitan dengan Emosi40
Usia remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi
meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Remaja
pada umumnya memiliki sifat yang masih labil, emosi tinggi dan susah
39 Dalam psikologi perkembangan dijelaskan bahwa usia di bawah 18 tahun merupakan usia yang belum siap dan belum matang untuk berumah tangga. Mereka masih berada dalam naungan perlindungan orang tua.
40 Eddy Fadlyana, “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya” artikel diakses pada 15 Februari 2016 dari http://cetak.Kompas.com/read.
26
diatur. Bagaimana jika pernikahan dilakukan pada usia muda, dimana
remaja belum memiliki kesiapan secara fisik maupun psikis untuk
menanggung beban pernikahan. Jika itu terjadi, perwujudan keluarga
yang penuh dengan cinta, mawaddah dan warahmah mungkin akan
jauh dari impian.
c) Pernikahan Usia Muda Berkaitan dengan Kesehatan Reproduksi41
Penting untuk diketahui bahwa kehamilan pada usia kurang dari
17 tahun meningkatkan resiko komplikasi medis, baik pada ibu
ataupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata
berkorelasi dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Disebutkan
bahwa anak perempuan berusia 10-14 tahun beresiko lima kali lipat
meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia
20-24 tahun, sementara resiko ini meningkat dua kali lipat pada
kelompok usia 15-19 tahun.
Karena tubuh anak belum siap untuk proses mengandung
maupun melahirkan, sehingga dapat terjadi komplikasi berupa
obsitructed labour serta obstetric fistula, fistula merupakan kerusakan
pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses
ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan
41 Eddy Fadlyana, “Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya” artikel diakses pada 15 Februari 2016 dari http://cetak.Kompas.com/read.
27
mengalami obsitructed labour serta obstetric fistula, karena
diakibatkan hubungan seksual di usia dini.
Menjadi orang tua di usia muda yang tidak disertai keterampilan
yang cukup untuk mengasuh anak sebagaimana yang dimiliki orang
dewasa dapat menempatkan anak yang dilahirkan beresiko mengalami
perlakuan salah atau bahkan penelantaran. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari pernikahan usia muda
beresiko mengalami kekurangan kasih sayang, gangguan prilaku, dan
cenderung menjadi orang tua pula di usia muda. Apalagi kebiasaan
masyarakat di Desa Serabi Barat adalah merantau atau mencari nafkah
keluar dari Madura jadi para ibu akan menitipkan anak mereka kepada
nenek dan kakeknya.
b. Pernikahan Usia Muda Perspektif Hukum Islam
Rasulullah SAW memerintahkan bagi mereka yang mampu untuk
segera menikah.
ْ ْ َ يَ َاه ْع َش َر َّالشبَ ِاب: َه ِي ْاستَ َط َاع ِه ٌْ ُك ُن البَ َاءةَ فَليَتَ َس َّو ْج، فَإًَِّهُ أ َغ ض لِ ْلبَ َص ِر َوأَ ْح َص ُي لِ ْلفَ ْر ِج َو َه ْي لَ ْن
.يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِ َّالص ْى ِم، فَإًَِّهُ لَهُ ِو َج اء
“Wahai kaum muda, barang siapa diantara kalian telah mampu maka
menikahlah, karena nikah dapat menundukkan pandangan dan menjaga
28
farji. Dan barag siapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa,
sebab ia dapat mengekangnya” (Hadis Riwayat Al-Bukhari)
Sedangkan dalam Al-qur’an Allah SWT Berfirman dalam surat Ar-
rum ayat 21.
َو ِه ْي آيَاتِ ِه أَ ْى َخلَ َق لَ ُك ْن ِه ْي أَ ًْفُ ِس ُك ْن أَ ْز َو ًاجا لِتَ ْس ُكٌُىا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْيٌَ ُك ْن َه َى َّدةً َو َر ْح َوتً إِ َّى فِي َذلِ َك ََليَ ٍاث
لِقَ ْى ٍم يَتَفَ َّك َرُوى
“Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk
kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-rum (30):21)
Islam sebagai agama yang sesuai dengan fitrah manusia memberikan
solusi terbaik bagi manusia dalam memadu cinta kasih. Tidak membiarkan
mereka mengumbar gejolak syahwat layaknya seekor binatang. Tetapi
Islam membolehkan manusia untuk memadu cinta dan kasih sayang
dengan ikatan pernikahan. Melalui jalinan pernikahan tersebut, pasangan
suami isteri diberi tuntunan akan hak dan tanggung jawab masing-masing
demi kebahagiaan hidup yang lebih sempurna.
Diantara keistimewaan ajaran agama Islam adalah bersifat fleksibel, universal, rasional, sesuai dengan tempat dan zaman serta mudah diterima oleh kebanyakan orang, baik yang berkaitan dengan masalah ibadah, akhlak,
29
muamalah, maupun yang berkaitan dengan hukum munakahat atau
pernikahan.42
Pernikahan usia muda sering menjadi polemik bahkan menjadi
kontroversi dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, dikarenakan masih
adanya asumsi bahwa pernikahan di usia muda tersebut dianjurkan oleh
agama, didorong serta di contohkan oleh baginda nabi Muhammad SAW.
Agama Islam dalam prinsipnya tidak melarang secara terang-terangan
tentang pernikahan usia muda, akan tetapi juga tidak pernah mendorong
pernikahan usia muda untuk dilakukan, apalagi jika dilaksanakan dengan
tidak sama sekali mengindahkan dimensi-dimensi mental, hak-hak anak,
psikis dan fisik terutama pihak wanita, bahkan masyarakat berdalih bahwa
agama Islam sendiri tidak melarang.
Hukum Islam secara umum meliputi lima prinsip yaitu perlindungan
terhadap agama, jiwa, keturunan, harta dan akal. Dari kelima nilai universal
Islam ini, satu diantaranya adalah agama menjaga jalur keturunan (hifdzu al
nasl). Oleh sebab itu agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang
mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan yang sah secara
agama dan hukum.43 Hukum Islam mengajarkan kepada kita bahwa salah
satu tujuan pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan yang sah, dan
42 Muhammad Yusuf, Pandangan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Dini Di Pengadilan Agama Mungkid (Studi Atas Perkara NO. 0065/Pdt.P/2009/PA.Mkd). Skripsi S1 Program Studi Al-Hawal Asy-Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: 2010).
43 Hairi, Pernikaha Dini Dikalangan Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Desa Bajur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan), Skripsi S1 Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushulluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2009), h. 45
30
keturunan yang dibuahkan adalah keturunan yang mempunyai kualitas
terbaik, baik itu fisik maupun mental. Apabila tujuan pernikahan untuk
membuahkan generasi yang kuat dan berkualitas, tentu saja pernikahan usia
muda seharusnya tidak dilakukan oleh masyarakat guna menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan terhadap calon bayi dan ibu.
Tujuan pernikahan tidak hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan
seksual, tetapi tujuan tersebut lebih dipandang secara integral. Sebagai
muslim, konsekuensinya adalah pelaksanaan Islam harus dilaksanakan
secara kaffah tidak hanya sekedar memilih, bershahadat saja, atau cukup
dengan melakukan shalat tanpa melakukan ibadah-ibadah yang lain baik itu
ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Sama halnya dengan pernikahan,
menikah tidak hanya sekedar berakad nikah saja tetapi bagaimana caranya
membina rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah, 44 karena
pernikahan merupakan rangkaian utuh untuk membentuk keluarga yang
bahagia dunia dan akhirat yang diridhai oleh Allah SWT. c. Pernikahan Usia muda Perspektif Sosiologi
Dari sisi Sosiologi, pernikahan usia muda adalah upaya untuk
menyatukan dua keluarga besar dari kedua pasangan yang akan menikah.
Terbentuknya pranata sosial yang mempersatukan beberapa individu dari
dua keluarga yang berbeda dalam satu jalinan hubungan. Dengan
dilangsungkannya pernikahan maka status sosialnya dalam kehidupan
44 Hal ini berarti bahwa akad nikah dapat dilakukan secepatnya, tetapi persoalan mempunyai anak tidak menggantungkan kepada orang tua dan yang senada dapat dipikir belakangan.
31
bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami isteri dan sah secara agama.
Dengan demikian pernikahan di usia muda bukanlah suatu penghalang untuk
menciptakan suatu tatanan sosial dalam rumah tangga yang harmonis dan
bahagia.
Pernikahan usia muda akan dianggap sah apabila memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya:
1. Wali bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan dan
pengurusannya.
2. Pernikahan itu dilakukan dengan niat baik dan adil, artinya semata-
mata demi kebaikan anak yang akan menikah.
3. Anak yang dijodohkan menyatakan persetujuannya. Anak yang
menikah di usia muda tidak akan kehilangan haknya untuk menolak,
berarti kedudukannya sebagai subjek pokok dalam pernikahan tetap
dijamin menurut ajaran agama Islam.45
1. Rukun dan Syarat Pernikahan
a. Rukun Pernikahan
Disebutkan dalam bukunya Hasbi Indra yang mengambil dari matan
Fathul Al-Qorib bahwa rukun nikah ada empat yaitu:46
1) Akad, ijab qobul adalah ikrar dari calon isteri melalui walinya dan
calon suami untuk hidup bersama seiya sekata, selangkah seirama dan
45 Anshari Thayib, Struktur Rumah Tangga Muslim, (Surabaya: Risalah Gusti, 1992), h. 39
46 Hasbi Indra dkk, Potret Wanita Sholehah, (Jakarta: Pena Madani, 2005), h. 89
32
seiring sejalan, guna mewujudkan keluarga sakinah dengan
melaksanakan kewajiban masing-masing.
2) Wali adalah orang yang dianggap memenuhi syarat untuk menjadi
wakil dari calon mempelai perempuan.47
3) Saksi adalah orang yang hadir dan menyaksikan akad nikah atau ijab
qobul. Saksi dalam pernikahan harus terdiri dari dua orang yang harus
balig, berakal, merdeka, laki-laki, adil, mendengar dan melihat,
mengerti maksud ijab dan wobul, kuat ingatannya, tidak sedang
menjadi wali dan beragama Islam.48
4) Calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan b. Syarat Pernikahan
1. Syarat Pernikahan
Syarat pernikahan menurut Prof. Dr. Ainur Rofiq adalah sebagai berikut:49
a) Calon mempelai laki-laki syaratnya adalah beragama Islam, laki-laki,
jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, tidak terdapat
halangan pernikahan.
b) Calon mempelai perempuan syaratnya adalah: beragama Islam,
perempuan, jelas orangnya, dapat dimintai persetujuannya, tidak
terdapat halangan pernikahan.
47 Nasrul Usman Syafi’i dan Ufi Ulfiah, Ada Apa Dengan Nikah Beda Agama, (Depok: Qoltum Media, 2004), h. 32
48 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, cet I, 1994), h. 238- 239 49 Ainur Rofiq, Hukum Islam di indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 50
33
c) Syarat wali nikah adalah laki-laki, dewasa, mempunyai hak perwalian
dan tidak terdapat halangan perwaliannya. d) Saksi nikah syaratnya adalah minimal dua orang laki-laki, hadir dalam
ijab qobul, orang yang dapat mengerti maksud akad, beragama Islam,
orang yang telah dewasa. e) Ijab Qobul syaratnya adalah pernyataan mengawinkan dari wali,
adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria, memakai
kata-kata nikah atau tajwid atau terjemahan dari kata nikah, antara
ijab dan qobul bersambungan, antara ijab dan qobul jelas maksudnya,
orang yang berkait dengan ijab dan qobul tidak sedang dalam ihram
haji atau umrah, majelis ijab dan qabul tidak sedang dalam haji atau
umrah, majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang
yaitu: calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai wanita
atau wakilnya dan dua orang saksi.
Sedangkan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia di sebutkan syarat-syarat pernikahan diantaranya: Pasal 2 Undang-undang
Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah:50
1. Syarat-syarat materil yang berlaku umum.
Syarat-syarat yang termasuk ke dalam kelompok ini diatur di
dalam Pasal 6 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan dan mengenai hal sebagai berikut:
50 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 2
34
a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon
suami isteri (Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Perkawinan). b. Seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun, harus
mendapatkan izin dari kedua orang tuanya (Pasal 6 ayat 2
Undang-undang Perkawinan). c. Perkawinan di ijinkan jika pihak laki-laki sudah mencapai umur
19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun
(Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Perkawinan).
Salah satu asas yang terkandung dalam Undang-undang Nomor
1 Tahun 1974 dalah kematangan fisik dan mental calon mempelai.
Prinsip kematangan calon mempelai dimaksudkan bahwa calon suami isteri harus telah matang jasmani dan rohani untuk melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat memenuhi tujuan luhur dari perkawinan dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Oleh karena itu harus dicegah adanya perkawinan di bawah umur. Maka dari itu dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 menyatakan bahwa “perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun”. Namun dalam ketentuan ayat (2) Undang-undang Nomor. 1
Tahun 1974 menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan Agama atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
35
Calon suami isteri yang belum mencapai usia 19 tahun dan 16
tahun yang ingin melangsungkan perkawinan. Orang tua yang
bersangkutan harus mengajukan permohonan dispensasi kawin kepada
Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah.51
1) Permohonan dispensasi kawin diajukan oleh calon mempelai pria
yang belum berusia 19 tahun dan, calon mempelai wanita yang
belum berusia 16 tahun dan atau orang tua calon mempelai tersebut
kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dalam
wilayah hukum dimana calon mempelai tersebut tinggal.
2) Pengadilan Agama atau Mahkamah Syar’iyah dapat memberikan
dispensasi kawin setelah mendengar keterangan dari orang tua,
keluarga dekat atau walinya.
3) Permohonan dispensasi kawin besifat voluntair (produknya
berbentuk penetapan), jika pemohon tidak puas dengan penetapan
tersebut maka pemohon dapat mengajukan upaya kasasi.
Permohonan dispensasi nikah yang telah didaftar sebagai perkara,
oleh hakim akan diterima dan diputus dengan membuat penetatapan
yang mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Hakim dalam
hal memberikan izin dispensasi nikah di bawah umur, harus
berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hukum, diantara
pertimbangan tersebut adalah, telah memenuhi persyaratan
51 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 29
36
administratif yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama antara lain:
tidak ada halangan untuk menikah, dewasa secara fisik, saling
mencintai dan tidak ada unsur paksaan, sudah memiliki pekerjaan dan
hamil di luar nikah.52
Perkawinan selanjutnya disebut pernikahan merupakan sebuah
lembaga yang memberikan legitimasi seseorang pria dan wanita untuk
bisa hidup dan berkumpul bersama dalam sebuah keluarga. Maka dari
itu pernikahan pernikahan itu harus sesuai dengan tuntutan syariat
Islam (bagi orang Islam). Selain itu, ada aturan lain yang mengatur
bahwa pernikahan itu harus tercatat di Kantor Urusan Agama/ Catatan
Sipil.
Pencacatan perkawinan pada prinsipnya merupakan hak dasar
dalam keluarga. Selain itu merupakan upaya perlindungan terhadap
isteri maupun anak dalam memperoleh hak-hak keluarga seperti hak
waris dan lain-lain. Dalam hal nikah sirri atau perkawinan yang tidak
dicatatkan dalam administrasi Negara mengakibatkan perempuan tidak
memiliki kekuatan hukum dalam hak status pengasuhan anak, hak
waris, dan hak-hak lainnya sebagai isteri yang pas, akhirnya sangat
52 Shofiyah Firdaus, Fenomena Dispensasi Perkawinan di Bawah Umur di Pengadilan Agamma Blitar (Studi Kasus Tahun 2008-2010). Sskripsi Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah. Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (Maliki). Malang.
37
merugikan pihak perempuan. Di bawah ini ada beberapa dasar hukum
mengenai pencacatan perkawinan/pernikahan,53 antara lain:
Undang-undang Nomor I tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2
Ayat 2 menyatakan: "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku."54
Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bab II
Pasal 2 Ayat 1: "Pencatatan Perkawinan dari mereka yang
melangsungkan perkawinannya menurut Agama Islam, dilakukan oleh
Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 32 tahun 1954 Tentang Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk."55
Ayat 2: "Pencatatan Perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain
agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada
Kantor Catatn Sipil sebagaiman dimaksud dalam berbagai perundang-
undangan mengenai pencatatan perkawinan."
Ayat 3: "Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus
berlaku bagi tatacara pencatatan perkawinan berdasarkan berbagai
53 Ni’ami, Uswatun. Dispensasi Nikah di Bawah Umur (Studi Pandangan Masyarakat Kelurahan Buring Kecamatan Kedungkandang Kota Malang). Tesis, Program Studi Al Ahwal Al Syahkhshiyyah, Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 2011.
54 Undang-undang No I tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 2 Ayat 2
55 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Bab II Pasal 2 Ayat 1
38
peraturan yang berlaku, tatacara pencatatn perkawinan dilakukan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3 samapai Pasal 9 Peraturan
Pemerintah."
Pasal 6; Ayat 1: "Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan
kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-sayart
perkawinan telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan
perkawinan menurut Undang-undang."
Nikah yang sah menurut Undang-undang adalah nikah yang telah
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan dicatat oleh Pegawai
Pencatat Nikah (PPN). Pencatatan ini dilakukan jika ketentuan dan
peraturan sebagaimana Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun
2007 telah dipenuhi.
2. Hikmah dan Tujuan Pernikahan
a. Hikmah Pernikahan
As-Sayyid Sabiq menyebutkan hikmah pernikahan diantaranya:56
1) Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat, yang
selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak
dapat memuaskannya, maka banyaklah manusia yang mengalami
kegoncangan, kacau dan menerobos jalan yang jahat. Nikah
merupakan jalan alami biologis yang paling baik dan sesuai untuk
menyalurkan dan memuaskan naluri seks ini.
56 As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr, cet-3, 1977), h. 10-12
39
2) Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi
mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta
memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.
3) Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam
suasana hidup dengan anak-anak dan tumbuh pula perasaan-perasaan
ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang
menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
4) Menyadari tanggung jawab beristeri dan menaggung anak-anak akan
menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat
bakat dan pembawaan seseorang.
5) Adanya pembagian tugas, dimana yang satu mengurusi dan mengatur
rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja diluar, sesuai dengan
batas-batas tanggung jawab antara suami isteri dalam menangani
tugas-tugasnya.
6) Dengan pernikahan, keduanya dapat membuahkan tali kekeluargaan,
mempertegas kelanggengan rasa cinta antara keluarga, dan
memperkuat hubungan kemasyarakatan yang oleh Islam direstui,
ditopang dan ditunjang.57 b. Tujuan Pernikahan
Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam bahasan lain tujuan
57 As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, h. 10-15
40
pernikahan ialah mewujudkan keluarga sakinan mawaddah wa rahmah dan
maslahat. Sakinah adalah ketenangan jiwa, untuk mewujudkannya harus
terpenuhi mawaddah wa rahmah. Mawaddah adalah saling mengingatkan
untuk kebaikan (nasikhah), adanya cinta bergelora (mahabbah), dan saling
komunikasi (as-silah). Sementara rahmah adalah memberikan rasa kasih
sayang dengan penuh kelembutan dan ketulusan. Kebahagiaan semakin
sempurna tatkala keluarga yang dibentuk mampu mewujudkan keluarga
maslahah. Keluarga maslahah adalah keluarga yang bermanfaat bagi diri
sendiri, pasangan, orang lain, masyarakat dan lingkungan.58
Pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral, pernikahan merupakan hal
yang sangat penting bagi kehidupan manusia termasuk kehidupan agama,
sering dianggap bahwa pernikahan itu adalah bagian dari ibadah. Tujuan
sebuah pernikahan bagi orang beragama harus merupakan suatu alat untuk
menghindarkan diri dari perbuatan buruk dan menjauhkan diri dari dosa.
Dalam konteks inilah pasangan yang baik dan cocok memegang peranan
penting. Bila dua orang beriman melalui pernikahan membentuk sebuah
keluarga, maka hubungan mereka akan memberikan keuntungan dalam
memperkuat rasa saling mencintai dan menyayangi yang ada dalam diri
mereka. Karena itulah, tujuan pernikahan harus dicari dalam konteks
spiritual.
58 Kustini, Ed. Menelusuri Makna Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Releansi Penelitian Perkawinan Di Bawah Umur Dan Perkawinan Tidak Tercatat: Sebuah Pengantar), (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013), h. xxi.
41
Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang diliputi rasa
saling cinta mencintai dan rasa kasih sayang antara sesama anggota
keluarga. Dalam syariat Islam, pernikahan memiliki tujuan-tujuan tertentu,
diantara tujuan itu adalah:
1) Menjaga Keturunan
Dengan pernikahan yang sah, anak-anak akan mengenal ibu,
bapak dan nenek moyangnya secara jelas, mereka merasa tenang dan
damai dalam masyarakat, sebab keturunan mereka jelas, dan
masyarakatpun menemukan kedamaian, karena tidak ada dari
golongan mereka yang mencurigakan nasabnya. Sebagaimana hal ini
terjadi pada kelompok masyarakat yang rusak, yang disebabkan
dekadensi moral, free sex dan perilaku-perilaku menyimpang. Anak-
anak yang tidak mengetahui nasab keturunannya, akan merasa hina
dan tidak berguna 59 di pandang sebelah mata oleh masyarakat dan
dianggap pembawa sial, hal itu akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kepribadiannya.
2) Menjaga Wujud Manusia
Tanpa pernikahan yang sah, tidak akan langgeng wujud manusia
dimuka bumi ini, sedangkan dengan pernikahan, manusia berkembang
biak dengan melalui lahirnya anak laki-laki dan perempuan.
59 Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang Al-Misyar (kawin perjalanan) Al-Urfi (kawinan bawah tangan) As-Sirri (kawin rahasia), (Jakarta: CV Cendikia Sentra Muslim, 1997), h. 11
42
3) Mengarahkan Penyaluran Kebutuhan Biologis
Islam menyeru kepada pengikutnya untuk melaksanakan
pernikahan yang sah apabila mereka telah mampu dan memenuhi
persyaratan, oleh sebab itu Islam menghalangi tingginya mahar dalam
pernikahan dan mengajak untuk memudahkan jalan menuju
pernikahan.60
4) Melindungi Masyarakat dari Dekadensi Moral dan Perilaku
Menyimpang
Kelompok masyarakat yang berpegang teguh pada norma-norma
mulia serta menjauhi perbuatan yang keji dan kotor, senantiasa
mengutamakan pembangunan pilar-pilar keluarga bahagia, pada
gilirirannya akan melahirkan anak-anak yang berguna bagi negara dan
umat serta bagi kemanusiaan itu sendiri yang selalu tunduk dengan
ketentuan-ketentuan agama serta ikatan-ikatan syariat. Sehingga dapat
terjauh dari perilaku menyimpang dan kebebasan seksual. Ikatan
apapun yang menyalahi aturan agama dan tidak patuh di bawah
perintah-perinta Allah dan Rasulnya, niscaya akan membawa
kerusakan dan kehancuran.
60 Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang Al-Misyar (kawin perjalanan) Al-Urfi (kawinan bawah tangan) As-Sirri (kawin rahasia), h. 12-13
43
5) Menumbuhkan Perasaan Kasih Sayang dan Kebersamaan
Perasaan kasih sayang dan kebersamaan tidak akan terealisasi
tanpa pernikahan yang sah, sang suami akan merasa terikat dengan
keluarganya, merasakan kedamaian dan ketenangan, pada saat dia
pulang dari kerja dengan segala kelelahan dan kerumitan, ia
menemukan ketentraman, kesejukan dan kelapangan dalam
keluarganya.
6) Menciptakan Rasa Kebapaan dan Keibuan
Membuahkan rasa kebapaan dan kemurnian rasa keibuan,
sehingga terwujudlah tradisi saling tolong-menolong, saling
melengkapi antara suami isteri dalam mendidik anak untuk mencapai
kebahagiaan dan kelangsungan rumah tangganya.61
Untuk mewujutkan tujuan pernikahan tersebut, pemerintah menetapkan beberapa aturan, antara lain pernikahan harus dicatatkan dan melarang pernikahan di usia muda (di bawah penetapan Undang-undang Perkawinan). Hal ini upaya negara untuk melindungi institusi pernikahan dari penyalahgunaan pernikahan yang dapat merusak institusi keluarga. Namun peraturan ini tidak diterapkan di kehidupan masyarakat, baik terkait dengan aturan pendukungnya, kondisi sosial, ekonomi, budaya masyarakat serta pemahaman agama. Dan juga ketidak tegasan
61 Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang Al-Misyar (kawin perjalanan) Al-Urfi (kawinan bawah tangan) As-Sirri (kawin rahasia), h. 12-13
44
pemerintah dalam memberikan sanksi terhadap pelaku pelanggar pernikahan usia
muda.62
Yang tidak kalah pentingnya dalam mewujutkan tujuan pernikahan adalah
mempersiapkan diri bagi pasangan yang akan melaksanakan pernikahan, baik
persiapan fisik, mental, emosi, sosial, ekonomi, serta pengetahuan yang kuat.
Disamping itu para orang tua dan keluarga juga perlu memberikan bekal yang
cukup untuk para calon pengantin yang akan membentuk keluarga.
3. Batas Ideal Usia Untuk Menikah
Batas usia untuk dapat melangsungkan pernikahan dapat dimaksudkan ke
dalam syarat yang harus dipenuhi calon pengantin sebagai bagian dari rukun
nikah. Islam tidak pernah memberikan batasan secara spesifik usia untuk menikah,
kecuali jika dikaitkan dengan pembagian fase perkembangan manusia dari segi
tingkat kemampuannya menerima dan melaksanakan hukum (ahliyyah al-wujub
wa al-ada‟).
Status baligh seseorang dapat diketahui melalui peristiwa terjadinya hadast
besar yang ditunjukkan dengan keluarnya air mani atau mimpi basah (ikhtilam)
bagi laki-laki dan keluarnya darah atau mestruasi (haid) bagi perempuan. Peristiwa
datangnya hadast tersebut menandakan bahwa secara biologis organ-organ tubuh
62 Kustini, Ed. Menelusuri Makna Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Releansi Penelitian Perkawinan Di Bawah Umur Dan Perkawinan Tidak Tercatat: Sebuah Pengantar), h. xxi
45
seseorang yang mengalaminya sudah berfungsi secara utuh dan sempurna tersmasuk alat reproduksi.63
Perbuatan seseorang dinilai sah menurut hukum bilamana diantara pelakunya telah mampu memahami hukum secara baik. Indikasi untuk mengetahui kemampuan itu dapat diketahui dari indikator biologis. Indikator biologis adalah suatu kondisi seseorang ketika seseorang telah mengalami perubahan biologis ke dalam bentuk dan fungsi tubuh yang dewasa. Misalnya seorang perempuan mengalami haid dan laki-laki mimpi basah. Indikasi ini dapat dijadikan sebagai indikator baligh sebab kondisi biologis berperan dalam menentukan kondisi mental, artinya organ tubuh yang matang akan mengasilkan suatu hormon tertentu yang menjadikan seseorang tumbuh berfikir dan bersikap dewasa.
Akan tetapi kalau melihat konteks di Indonesia, bahwa di Indonesia mempunyai Undang-undang yang mengatur penetapan usia menikah. Undang- undang ini merupakan hasil ijtihat para ulama atau ahli fiqih setempat yaitu disebut sebagai Ijtihat Jamai yakini ijtihat yang dilakukan bersama-sama oleh ulama pada suatu tempat dan pada suatu masa.
Sementara dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,64 terdapat beberapa kriteria usia anak. Menurut Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak bahwa batas usia anak adalah usia 18 tahun, baik
63 Riyanto, Batas Minimal Usia Nikah (Studi Komparatif Antara Inmpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Dan Counter Legal Draft (CLD)), Skripsi S1 Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, (Yoyakarta: 2009)
64 Kustini, Ed. Menelusuri Makna Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Releansi Penelitian Perkawinan Di Bawah Umur Dan Perkawinan Tidak Tercatat: Sebuah Pengantar), h. xxi
46
untuk laki-laki ataupun untuk perempuan. Usia 18 tahun juga diadopsi untuk
Undang-undang Nomor. 13 tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, Undang-undang
Nomor. 12 Tahun 1995 Tentang Permasyarakatan, Undang-undang Nomor. 39
Tahun 1999 Tentang HAM, Undang-undang Nomor. 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi, Undang-undang Nomor. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-undang Nomor. 12 Tahun 2006
Tentang Kewarganegaraan, Undang-undang Nomor 03 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak, serta Undang-undang Nomor. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris, usia 18 tahun untuk menghadap dan untuk saksi. Sementara Undang- undang Nomor. 08 Tahun 2013 Tentang Pemilu menyebutkan usia 17 tahun atau sudah kawin yang mempunyai hak pilih. Usia 17 tahun juga ditetapkan dalam
Undang-undang Nomor. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Penduduk.
Sementara untuk KUHPerdata, yang sudah tidak dianggap anak adalah usia 21 tahun atau sudah menikah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor. 1 Tahun
1974 Tentang Perkawinan Pasal 7, usia yang di izinkan untuk kawin adalah 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Sebenarnya dalam Undang- undang yang sama dalam Pasal 50 menyebutkan bahwa sebelum usia 18 tahun, anak berada dalam kekuasaan wali. a. Usia Matang Secara Biologis
Adapun ciri-ciri kedewasaan seseorang menurut para ulama adalah
sebagai berikut: para ulama ahli fiqih sepakat dalam menentukan taklif
(dewasa dari segi fisik, yaitu seseorang sudah dikatakan mukallaf) ketika
sudah keluar mani (bagi laki-laki), dan sudah haid atau hamil (bagi
47
perempuan).65 Apabila tanda-tanda itu dijumpai pada seseorang anak laki-
laki maupun perempuan maka para fuqaha sepakat menjadikan usia suatu
ukuran, akan tetapi mereka berselisih pahan mengenai batas seseorang yang
telah dianggap sudah dewasa, berdasarkan ilmu pengetahuan kedewasaan
seseorang tersebut akan dipengaruhi oleh keadaan zaman dan daerah dimana
ia berada, sehingga ada perbedaan cepat atau lambatnya kedewasaan
seseorang. b. Usia Matang Secara Psikologis
Ciri-ciri secara psikologi yang paling pokok adalah mengenali pola
sikap, pola perasaan, pola fikir dan pola perilaku tampak diantaranya:
pertama stabilitas mulai timbul dan meningkat, pada masa ini terjadi banyak
penyesuaian dalam aspek kehidupan; kedua, citra diri dan sikap pandang
lebih realistis, pada masa ini seseorang mulai dapat menilai dirinya sebagai
mana adanya, menghargai apa yang menjadi miliknya, keluarganya orang
lain seperti keadaan sesungguhnya sehingga timbul perasaan puas dan
menjauhkan dari rasa kecewa; ketiga, mengahadapi masalah secara lebih
matang; keempat, perasaan merasa lebih tenang, ketenangan perasaan dalam
menghadapi kekecewaan atau hal-hal lain yang mengakibatkan kemarahan
mereka, ditunjang oleh adanya kemampuan pikir dan dapat menguasai atau
mendominasi perasaan-perasaannya serta keadaan yang realistis dalam
menentukan sikap, minat dan cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu
65 Muhammad Ali Assayis, Tafsir Ayat Al Ahkam Al-Quran, ter. Muhammad Ali Sabiq, (Bandung: CV As Syifa, 1963)
48
kecewa dengan adanya kegagalan yang dijumpainya, kebahagiaan akan
semakin kuat jika mereka mendapat tanggapan baik dari orang lain.66
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah persiapan fisik, ekonomi
maupun mental baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan untuk memasuki
jenjang kehidupan baru tersebut. Karena suatu ikatan dalam pernikahan
tersebut akan membentuk suatu keluarga yang baru yang akan memiliki
aturan-aturan yang harus dilakukan oleh pasangan hidupnya, agar terwujud
keluarga yang bahagia dan kekal di dunia maupun akhirat (sakinah,
mawadah, warahmah).
Jadi setiap orang tidak dapat ditentukan batas usia minimal atau maksimal mengalami menstruasi bagi perempuan, atau mimpi basah bagi laki-laki. Usia baligh antara satu orang dengan orang lainnya tidak sama, ada yang lebih cepat dan ada yang lebih lambat. Faktor penyebabnya dapat terjadi karena faktor lingkungan, gen, pergaulan dan juga faktor lainnya.67
66 Andi Mappiare, Psikologi Remaja, (Surabaya: Usaha Nasional, 1982), h. 36-40
67 Hairi, Pernikahan Dini Dikalangan Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Desa Bajur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan), Skripsi S1 Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushulluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (Yogyakarta: 2009), h. 51.
49
BAB III
GAMBARAN UMUM DESA SERABI BARAT dan PROFIL
PELAKU PERNIKAHAN USIA MUDA
A. Letak Geografis
Dalam melaksanakan penelitian, mengetahui kondisi yang akan diteliti
merupakan hal yang sangat penting yang harus terlebih dahulu diketahui oleh
peneliti. Adapun lokasi yang akan diteliti oleh penulis adalah Desa Serabi
Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan Madura sehubungan dengan
penelitian ini, maka yang harus diketahui oleh peneliti adalah kondisi
geografis, demografis, keadaan sosial ekonomi dan gambaran subyek peneliti.
1. Letak Wilayah
Desa Serabi Barat merupakan salah satu desa yang ada di pulau
Madura,68 desa ini terletak di Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan.
Secara geografis, Kabupaten Bangkalan terletak di 7˚12,35 ”LS dan
113˚02,00” BT. Kecamatan Modung terletak diujung timur dan bagian
selatan kabupaten Bangkalan. Letaknya berada ditepi Selat Madura dan
68 Madura terletak di timur laut pulau Jawa, kurang lebih 7˚ sebelah selatan dari khatulistiwa diarea 112˚ dan 114˚ Bujur Timur. Pulau tersebut dipisahkan dari Jawa oleh Selat Madura, yang menghubungkan laut Jawa dengan laut Bali. Luas keseluruhan tidak kurang dari 5.304 km2. Panjang pulau Madura kurang lebih 190 km dan jarak yang tersebar pulau sebesar 40 km. Madura memiliki empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekkasan dan Sumenep. Adapun rincian luas keempat kabupaten tersebut adalah Bangkalan: 1.260 km2, Sampang 1.233 km2, Pamekkasan 792 km2 dan Sumenep 1.989 km2. Pantai utara merupakan suatu garis panjang yang hampir lurus. Pantai selatan dibagian timur memiliki dua teluk besar, yang terlindungi oleh pulau-pulau, gundukan-gundukan pasir, dan batu-batu karang. Disebelah timur terletak Kepulauan Sapudi dan Kangean yang termasuk administrasi Madura. Erna Fatmawati, “Pernikahan Dini Pada Komunitas Muslim Madura Di Kabupaten Jember”, 1 Maret 2012, h. 70.
50
berbatasan dengan wilayah kabupaten Sampang. Luas wilayah kecamatan
Modung kurang lebih sekitar 7.891 Ha.69
Batas wilayah Kecamatan Modung pada sebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Blega dan Kecamatan Galis, pada sebelah selatan
berbatasan dengan Selat Madura. Sedangkan pada sebelah barat berbatasan
dengan Kecamatan Kwanyar dan Kecamatan Tanah Merah, pada sebelah
Timur berbatasan dengan kabupaten Sampang. Wilayah Kecamatan
Modung dibagi menjadi 17 bagian yaitu desa Karang Anyar, desa Alas
Kokon, desa Pakong, desa Galis, desa Manggan, desa Brekas dajah, desa
Modung, desa Suwaan, desa Langpanggang, desa Patengteng, desa Serabi
Barat, desa Serabi Timur, desa Neroh, desa Paeng, desa Pangpajung, desa
Patereman, dan desa Kolla.70
Sejak pengelolaan langsung daerah Madura dimulai oleh pemerintah
penjajah Belanda diperempat terakhir abad ke XIX, penunjukan atau
pemilihan kepala desa/klebun melalui kemenangan dalam soddu‟an/
coblosan yaitu suatu acara pemilihan langsung oleh warga desa yang
bersangkutan. Dengan demikian sejak semula jabatan kepala desa itu
tidaklah merupakan kedudukan yang bersifat turun temurun,71 melainkan
melalui pemilihan lansung (demokrasi) oleh masyarakatnya, namun secara
69 Diakses 09 Februari 2016 dari http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/keadaan- geografis-desa.html1. Keterpaksaan.
70 Diakses pada tanggal 09 Februari 2016 dari http://www.nyna0626.blogspot.com pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja.
71 Mien Ahmad Rifae, Manusia Madura, (Yogyakarta: 2007, Pilar Media), h. 108.
51
tidak formal di Desa Serabi Barat ada juga kepemimpinan lain yang diketuai
oleh seorang Kiyai atau pengajar ilmu agama di pesantren, sekalipun tidak
resmi namun kepemimpinannya dihargai dan dipatuhi oleh masyarakat di
Desa Serabi Barat.
Desa Serabi Barat hanya terdiri dari 6 Dusun yaitu Dusun Kedduh,
Dusun Karangmengga’, Dusun Pangkenung, Dusun Satrean, Dusun Parseh
dan Dusun Jentor.
Tabel 1.1
Batas Wilayah Desa Serabi Barat
No Batas Nama Wilayah
1 Batas Sebelah Utara Dusun Gigir
2 Batas Sebelah Timur Dusun Serabi Timur/
Pangpajung
3 Batas Sebelah Selatan Dusun Selat Madura
4 Batas Sebelah Barat Dusun Patengteng
Sumber Data : Monografi Desa Serabi Barat tahun 2015
2. Luas Wilayah
Luas wilayah Desa Serabi Barat menurut penggunaan tanah sebagai
berikut:72
Luas wilayah :712, 55 (Ha)
72 wawancara Pribadi dengan Bapak Rifa’I (Kepala Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015
52
Tanah Sawah :108, 44 (Ha)
Tanah Tegalan :183, 25 (Ha)
Pekarangan (rumah) :401, 32 (Ha)
Lain-lain :19, 63 (Ha)
Yang semuanya dapat dibagi menjadi beberapa sektor, seperti tempat
pemukiman atau tempat tinggal, perkebunan, pertanian atau tempat untuk
bercocok tanam, jalanan umum, tempat ibadah (Masjid dan Mushalla),
tempat pendidikan dan juga lapangan olahraga. Namun secara keseluruhan
Desa Serabi Barat banyak digunakan untuk lahan pertanian dan pemukiman
warga setempat.73
Desa Serabi Barat merupakan Desa yang jauh dari keramaian kota,
perjalanan dari Kota Bangkalan menuju Desa Serabi Barat kurang lebih
memakan waktu selama dua sampai tiga jam yang bisa ditempuh melalui
jalur darat, misalnya dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum
seperti ojek dan omprengan tetapi di desa tersebut sampai sekarang masih
belum ada angkot atau kendaraan umum roda empat, bukan berarti di Desa
Serabi Barat tidak ada mobil, sekarang sudah banyak masyarakat di Desa
Serabi Barat yang memiliki mobil tapi untuk kendaraan umum roda empat
memang belum ada. Desa Serabi Barat memiliki jalanan yang cukup bagus
73 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suilah (Apel Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2016.
53
dan hampir semua beraspal dan sudah mulai menunjukkan adanya suatu
perkembangan yang lebih baik.
Desa Serabi Barat dipimpin oleh seorang kepala desa yang jika di
Madura disebut dengan sebutan bapak Klebun yang bernama bapak
Muhammad Rifa’i. Dalam pemerintahannya, kepala desa (Klebun) dibantu
oleh beberapa perangkat desa lainnya seperti Carek (sekretaris desa), Apel
(Rt), kepala dusun dan seksi-seksi yang lainnya.
B. Demografi
Desa Serabi Barat merupakan salah satu desa yang cukup potensial untuk
dapat dikembangkan. Potensi yang dapat dikembangkan di desa ini dapat
digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Desa Serabi
Barat. Selain hasil pertanian yang beragam, terdapat pula berbagai potensi lain
yang dapat dikembangkan. Potensi yang dimaksud anatara lain seperti pendidikan,
perekonomian dan sosial budaya dan keagamaan.74
1. Kependudukan
Mengenai pembahasan tentang aspek kependudukan di Desa Serabi
Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan yang bertujuan untuk
74 http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/keadaan-geografis-desa.html1. diakses 29 Maret 2016
54
mengetahui laju pertumbuhan penduduk berdasarkan statistik tebaru yakni bisa dilihat pada terbitan bulan Januari tahun 2015.75
Dari data statistik yang diperoleh oleh penulis ketika melakukan penelitian, maka jumlah keseluruhan penduduk Desa Serabi Barat
Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan pada tahun 2015 kurang lebih
2913 jiwa, yang terdiri dari 651 kartu keluarga (KK). Sehingga jika dirinci dari jumlah penduduk keseluruhan, maka yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1536 jiwa, dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 1376 jiwa. Sehingga jika digambarkan dalam bentuk tabel jumlah penduduk Desa
Serabi Barat sebagia berikut:
Tabel 1.2
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Dusun
N Dusun Jumlah Penduduk
No RW L P Total KK
1 Kedduh 224 199 423 105
2 Karangmenggak 184 144 325 75
3 Pangkenung 214 200 414 86
4 Parseh 329 296 620 120
5 Satrean 225 201 425 61
6 Jenntor 367 330 703 204
75 http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/struktur-desa.html. diakses 29 Maret 2016
55
Jumlah 1,543 1,370 2, 910 651
Sumber data: Monografi Desa Serabi Barat tahun 201576
Tabel 1.3
Tabel Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Jumlah Persentase
1. Laki-laki 1,543 52, 96 %
2. Perempuan 1370 47,03%
Jumlah 2,913 100 %
Sumber data: Monografi Desa Serabi Barat tahun 2015
Berdasarkan data tersebut jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki
lebih banyak dari jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Dari
semua jumlah penduduk Desa Serabi Barat yang berjumlah 2913 jiwa yang
dibagi dalam 6 RW dan 6 RT. Jumlah penduduk tersebut juga belum
termasuk anak-anak yang belum masuk pendidikan tingakt SD yang
diperkirakan usianya di bawah 5 tahun, karena jumlah di atas merupakan
mereka yang sudah masuk usia SD.77
Dengan demikian data statistik yang ada di Desa Serabi Barat tersebut
merupakan data yang bersifat relatif, yang masih bisa saja berubah-ubah,
sehingga saat ini memungkinkan jika terjadinya suatu perubahan.
76 Wawancara Pribadi dengan bapak Rifa’i. Madura, 10 Desember 2015
77 Wawancara Pribadi dengan bapak Rifa’i (kepala desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015.
56
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu sarana dan prasarana yang harus
dimiliki sebuah desa, contohnya seperti Sekolah Dasar, TPA (Taman
Pendidikan Al-Qur’an). Sarana pendidikan yang baik akan dapat
mengembangkan potensi SDM (Sumber Daya Manusia) dengan baik pula.
Melalui SDM yang baik, SDA (Sumber Daya Alam) yang terdapat di Desa
Serabi Barat juga akan dapat dikembangkan secara optimal dan maksimal
untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat Desa Serabi Barat,
Pendidikan yang terdapat di Desa Serabi Barat dapat dikatakan cukup
baik. Hal ini bisa dilihat dari lembaga pendidikan yang ada di desa tersebut,
yaitu dari tingkat TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/ MA namun sampai hari ini
belum ada PAUD (pendidikan anak usia dini) di Desa Serabi Barat.
Lembaga pendidikan tingkat TK di Desa Serabi Barat hanya terdapat satu,
yang berada dalam naungan yayasan Al-Azhar. Sedangkan untuk tingkat
SD/MI ada 3 lembaga pendidikan yaitu SDN Serabi Barat 1, SDN Serabi
Barat 2 dan MI Al-Azhar. Adapun untuk tingkat SLTP, terdapat dua
lembaga yaitu MTs Al-Azhar dan MTs Darul Qorori, sementara itu untuk
tingkat SLTA, terdapat dua lembaga yaitu MA Al-Azhar dan MA Darul
Qorori. Al-Azhar dan Darul Qorori merupakan sekolah sekaligus pondok
pesantren yang ada di Desa Serabi Barat, pesantren Al-Azhar Berada di
57
Kampung Morlorong sedangkan pesantren Darul Qorori, SDN Serabi Barat
1 dan 2 berada di Kampung Karangmenggak desa Lenteng.78
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Serabi Barat terdiri dari lembaga pendidikan umum berupa sekolah pendidikan swasta yang berbasis pesantren. Mayoritas warga Desa Serabi Barat lebih memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah yang berbasis pesantren.
Sebagian besar orang tua siswa lebih memilih pesantren karena selain mendapatkan pendidikan umum, anak-anak di pesantren juga mendapatkan pendidikan agama, karena masyarakat di Desa Serabi Barat sangat peduli dengan pendidikan agama terutama bagi anak-anak mereka.
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Serabi Barat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Yayasan Al-Azhar (MI, MTs dan MA)
2. Yayasan Darul Qorori (MTS dan MA)
3. SDN Serabi Barat 1
4. SDN Serabi Barat 2
Lembaga pendidikan yang ada di Desa Serabi Barat ini juga memiliki berbagai kegiatan non akademik seperti ekstrakulikuler Pramuka, KIR
(karya ilmiyah remaja), Seni baca Al-Qur’an, Bimbingan konseling dan
78 http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/struktur-desa.html. diakses 29 Maret 2016
58
Marching band. Tetapi kegiatan ekskul tersebut hanya ada di Yayasan Al-
Azhar.79
Dari data yang ditemukan, jumlah penduduk yang ada di Desa Serabi
Barat tergolong masih sedikit yang berminat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi baik ke tingkat SMA/MA ataupun ke tingkat perguruan tinggi, dikarenakan setelah mereka lulus SLTP ataupun SLTA mereka lebih senang mencari kerja dan merantau ke Jakarta, Kalimantan,
Lampung, Bali dan kota-kota lain yang ada di luar pulau Madura dan tidak sedikit pula yang memutuskan untuk menikah di usia muda. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dan mahalnya biaya pendidikan menjadikan para orang tua bahkan anak-anak itu sendiri untuk tidak meneruskan pendidikan ketinggakat yang lebih tinggi. Bahkan sebelum tahun 2011 hanya masyarakat dari golongan gurulah yang menyekolahkan anak-anak mereka sampai lulus S1 itupun juga masih bisa dihitung jumlahnya, namun setelah memasuki tahun 2011 sampai sekarang masyarakat mulai sadar akan pentingnya pendidikan tinggi bagi anak-anak mereka bukan hanya anak guru saja yang melanjutkan pendidikan S1 tapi juga anak petani, supir, pedagang dan anak-anak lain dengan profesi orang tua yang bermacam-macam sudah banyak yang melanjutkan pendidikan mereka sampai lulus S1 bahkan S2.
79 Data Dokumen Desa Serabi Barat Modung Bangkalan, dikutip tanggal 19 Januari 2016
59
Tabel 1.4
Tabel Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1 SD 981 70,52 %
2 SLTP 177 12,72 %
3 SLTA 165 11,86 %
4 SI 47 3,37 %
5 S2 21 1,50 %
Jumlah 1,391 100%
Sumber Monografi Desa Serabi Barat tahun 2015
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Serabi Barat masih sangat rendah, hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Desa Serabi Barat tidak menghiraukan dan kurang memperdulikan masalah pendidikan. Masyarakat belum sadar akan pentingnya pendidikan.80
3. Perekonomian (Mata Pencaharia)
Masyarakat di Desa Serabi Barat bermata pencaharian beragam tetapi
sebagian besar berprofesi sebagai petani, adapun yang lain bermata
80 Wawancara Pribadi dengan Bapak Rifa’i (Kepala Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015.
60
pencaharian sebagai, Pedagang, Pertukangan, PNS, TNI, Bidan, Pegawai
Swasta, Supir, Nelayan, Supir, dan lain-lain.81
Tabel 1.5
Tabel Jumlah Penduduk Desa Searabi Barat Menurut Mata Pencahariam
No Pekerjaan Jumlah Persentase
1 Petani 1,380 81, 36 %
2 Bidan 6 0, 35 %
3 Pedagang 25 1, 47 %
4 Pertukangan 30 1, 76 %
5 PNS 31 1, 82 %
6 Swasta 45 2, 65 %
7 Supir 6 0, 35 %
8 TNI 3 0, 17 %
9 Lain-lain 170 10, 02 %
Jumlah 1,696 100 %
Sumber: Monigrafi Desa Serabi Barat tahun 2015
Dari data yang telah ada, maka mayoritas masyarakat Desa Serabi Barat bisa dikatagorikan sebagai petani ataupun pengelola lahan untuk bercocok tanam, seperti menanam padi, kacang, jagung dan berbagai macam sayuran dan buah- buahan.
81 Wawancara Pribadi dengan bapak Suilah (Apel Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015
61
4. Sosial Budaya
Desa Serabi Barat merupakan sebuah desa di kecamatan Modung.
Dinamakan Serabi Barat karena Kata Serabi berasal dari bahasa arab yaitu
sharabi yang artinya air, mengapa diambil dari kata air karena Serabi Barat
memiliki banyak sumber mata air di bawah tanah, setiap tanah di Serabi
Barat mengandung air jernih yang bisa dijadikan air minum karena sangat
jernih. Serabi Barat yang merupakan desa yang kaya akan dengan air dan
tidak pernah kekurangan air.82
Setiap bulan sya’ban di Desa Serabi Barat diadakan tasyakkuran
dengan menyajikan jajanan serabi untuk meningkatkan bahwa serabi adalah
kue yang sangat nikmat seperti kenikmatan setiap orang yang makmur akan
air di Desa Serabi Barat. Di desa Serabi Barat hanya ada tiga masjid yakni
masjid yang ada di dusun Karangmenggak, di dusun Morlorong dan di
dusun Geppeng. Saat bulan maulid diadakan syukuran besar-besaran di
ketiga masjid tersebut, semua masyarakat akan berkumpul untuk merayakan
malam maulid nabi. Dimana kaum pria akan membawa lasor (tumpeng)
sedangkan kaum wanita akan membawa bermacam-macam buah-buahan
yang semuanya dibawa kemasjid untuk dimakan bersama-sama sebelum di
do’akan terlebih dahulu oleh tokoh agama (kiyai). Setiap satu keluarga
membawa satu tumpeng dan satu nampan buah-buahan yang disusun seperti
piramida dan tidak lupa satu piring kue serabi.
82 Wawancara Pribadi dengan Bok Mos (Salah Satu Pedagang di Desa Serabi Barat). Madura, 12 Desember 2015
62
Desa Serabi awalnya hanya satu, namun karena terlalu luas maka di
pisah menjadi dua desa yaitu Desa Serabi Barat (Serabbih Bere’) dan Desa
Serabi Timur (Serabbih Temor). Di Desa Serabi Barat memiliki karunia
tersendiri yang mana apabila menggali sumur cukup menggali dengan
kedalaman 8 meter maka tanah sudah pasti akan mengeluarkan air jernih
yang bisa diminum, dan konon katanya meskipun penggaliannya di tanah
yang gersang atau berbatu sekalipun tetap saja akan mengeluarkan air.
“Memang di Desa Serabi Barat banyak sumber mata air bersih yang
disediakan alam. Terbukti di kampung Satrean ada dua danau
(somber) besar ada juga sungai (songai) dan juga ada irigasi (leke)
yang semua airnya bersih dan bening tapi mungkin kurang terawat aja.
Masyarakat memanfaatkannya untuk mandi, mencuci, tapi tidak untuk
diminum karena khusus air minum pemerintah sudah menyediakan.
Namun sumber mata air itu hanya ada di Desa Serabi Barat bukan di
Desa Serabi Timur.”83
5. Agama
Penduduk Desa Serabi Barat 100% memeluk agama Islam. Agama
Islam yang dianut adalah agama turun temurun sehingga dalam kehidupan
sehari-hari mencerminkan ke-Islamannya. Hal ini terlihat dari tingkah laku
masyarakat dalam merealisasikan kegiatan keagamaan yang melibatkan
83Diakses tanggal 09 Februari 2016 dari http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/keadaan- geografis-desa.html1.
63
orang banyak seperti pada saat memperingati Maulid Nabi Muhammad
SAW, dan peringatan hari besar Islam yang lainnya.
Suasana ke-Islaman benar-benar terasa dalam kehidupan mereka
terutama dalam rangka menunjang kegiatan keagamaan, disana terdapat
langgar atau mushallah yang setiap malam digunakan sebagai tempat belajar
mengaji anak-anak. Jika di Desa Serabi Barat hanya ada tiga sekolahan di
dua Kampung tapi tidak dengan tempat belajar mengaji, dari tujuh kampung
yang ada semuanya memiliki pengajian yang bukan hanya satu bahkan di
Desa Morlorong terdapat 3 pengajian dua untuk remaja dan satu untuk anak-
anak. Dan juga ada kegiatan pengajian aluran (bergantian) pengajian ibu-
ibu setiap malam jum’at, pengajian bapak-bapak malam selasa dan
pengajian remaja putri malam minggu yang semuanya dilakukan ba’da
magrib sampai ba’da isya’. Pengajian dilakukan 1 minggu sekali dirumah
masyarakat secara bergantian setiap minggunya.84
“Kalo pengajian remaja putri itu di sebutnya dibe‟an anggotanya itu
santriwati yang mondok di Al-Azhar dan juga remaja putri dari desa
Morlorong dan Jentor, kalo pengajian ibu-ibu itu disebutnya kompolan
anggotanya kebanyakan ibu-ibu dari Morlorong dan Karangmenggak,
kalo pengajian bapak-bapak itu disebutnya tahlellan nah kalo ini
84 Wawancara Pribadi dengan Ibu Al-muawwanah Aini ketua pengajian remaja, ibu Maisyurah selaku ketua pengajian ibu-ibu dan bapak Abdurrahman Wahid selaku ketua pengajian bapak-bapak di Desa Serabi Barat. Madura, 11 Desember 2015.
64
pengajian bapak-bapak yang anggotanya para ustad, kiyai Al-Azhar
dan juga bapak-bapak di desa Morlorong.”85
Keagamaan masyarakat di Desa Serabi Barat sangat dikenal dengan
kefanatikannya hampir seluruh masyarakat Serabi Barat mengikuti aliran
Ahlu Sunnah Wal Jamaah dan menganut Mazhab Syafi’i. Beberapa
organisasi keagamaan seperti Nahdatul Ulama yang bertujuan memurnikan
agama sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis serta meningkatkan kualitas
dan kuantitas orang muslim tumbuh subur dan banyak pengikutnya di
Madura.
C. Profil Pelaku Pernikahan Usia Muda
Di lapangan dijumpai beberapa responden yang menjalani pernikahan usia
muda yang dibagi ke dalam tiga kategori diantaranya berdasarkan pendidikan,
berdasarkan ekonomi dan berdasarkan ketaatan beragama berikut ini
penjelasannya:
1. Berdasarkan Tinggi Rendahnya Pendidikan
Pasangan Narwi dan Roqiah sama-sama berpendidikan Rendah. Sedangkan
untuk tidak ada masyarakat yang berpendidikan tinggi (Lulus S1) yang
menikah usia muda.
85 Wawancara Pribadi dengan ibu Al-Muawwanah Aini (Guru di MA Al-Azhar). Madura, 11 Desember 2015.
65
Narwi usia 28 tahun, pendidikan SMP, Pekerjaan pedagang sate, alamat Desa
Buddegen Juberek Dusun Satrean. 86 Roqiah 15 tahun, pendidikan SMP,
Pekerjaan buruh tani. Mereka menikah tanggal 01 Januari 2011 merupakan
momen bersejarah bagi Roqiah dan Narwi. Roqiah dan Narwi resmi menjadi
suami isteri. Proses menuju pernikahannya terbilang sangat singkat karena
pernikahan itu hasil perjodohan antara orang tua Narwi dan Roqiah, satu bulan
mereka bertunangan kemudian orang tua mereka memutuskan untuk
menikahkan keduanya karena kemantapan Narwi dan keluarga untuk melepas
masa lajangnya dan juga karena usia Narwi sudah dikatakan perjaka tua oleh
masyarakat di Desa Serabi Barat. 87
Lahir dari keluarga tidak mampu dan karena Roqiah seorang anak piyatu
(ibunya telah meninggal), Roqiah harus menghapus keinginannya untuk
melanjutkan pendidikannya begitu lulus SMP Roqiah hanya membantu
Bapaknya di rumah mencuci, memasak, bersih-bersih dan juga kadang ikut
bapaknya cari rumput untuk pakan sapi di sawah. Makanya, saat keluarga
menjodohkannya dia langsug menerimanya meski usia Narwi terpaut jauh
lebih tua dari dirinya.
“Awalnya saya tidak mau dijodohkan dengan Narwi atau dengan laki-laki
lain, karena saya masih ingin melanjutkan sekolah MA di Al-Azhar. Namun
melihat keadaan bapak yang hanya seorang diri emmak sudah meninggal dan
86 Wawancara Pribadi dengan Roqiah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 13 Desember 2015.
87 Wawancara Pribadi dengan Roqiah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 13 Desember 2015.
66
bapak juga gak mampu buat biayain saya lanjut sekolah MA. Akhirnya dengan terpaksa saya mau dijodohin. Semua biaya ditanggung oleh keluarga calon suami saya mulai dari acara tapentah (tunangan) acara tanmantan
(nikahan)” sampai acara nikahan. Tiga minggu setelah menikah saya dibawa ke Kalimantan, kita merantau disana dengan berjualan sate. Awalnya saya merasa asing dengan suami saya walapun saya kenal dengan dia dari saya masih kecil, tapi lama-kelamaan saya semakin terbiasa dan malah cinta beneran dengan suami saya hingga akhirnya kami punya satu anak perempuan yang cantik dan perekonomian kami semakin hari semakin membaik, genap satu tahun saya menikah suami saya membangunkan bapak saya rumah di kampung. Pada akhirnya saya mengakui awalnya saya tidak mencintai suami saya karena saya dijodohkan tapi sekarang saya hidup bahagia dengan dia dan sama sekali tidak ada fikiran dibenak saya untuk meninggalkan dia. Saya bahagia dengan hidup saya sekarang.”
Dampak yang dirasakan Roqiah setelah melakukan pernikahan usia muda salah satunya sering terjadi pertengkaran karena pihak roqiah yang tidak mau menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga seperti membereskan rumah, mencuci, memasak dan pekerjaan-pekerjaan yang lainnya. Tidak memiliki surat nikah karena pernikahannya dilakukan secara sirri.
67
2. Berdasarkan Perekonomian
Pasangan Kasem dan Nipah88
Pasangan Kasem dan Nipah pasangan nikah muda yang memiliki
perekonomian rendah. Mereka menikah atas keinginannya sendiri saat Nipah
berusia 14 tahun sedangkan Kasem berusia 21 tahun. Keduanya terlahir dari
keluarga petani, setelah satu tahun pernikahan Kasem dan Nipah merantau ke
Kalimantan untuk berdagang sate.
Dampak yang dirasakan pasangan ini setelah menikah ialah perekonomian
yang sangan sulit hingga mengharuskan mereka merantau ke kota lain untuk
mencari nafkah untuk keluarga. Banyak anak (delapan anak tiga laki-laki dan
lima perempuan).
Pasangan Matturi dan Aisyah89
Pasangan Matturi dan Aisyah menikah karena perjodohan yang dilakukan
kedua orang tua mereka, Aisyah menikah di usia 13 Tahun dan Matturi
berusia 16 Tahun. Tidak seperti pasangan lain yang setelah menikah harus
bekerja untuk membiayai hidupnya, pasangan Matturi dan Aisyah hanya perlu
menjalani kehidupan layaknya saat mereka belum menikah tidak perlu bekerja
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak perlu beres-beres rumah atau
mencuci karena semua sudah tersedia dan sudah ada yang mengurusnya.
88 Wawancara dengan Kasem dan Nipah (Pasangan Pernikahan Usia Muda). Via Telepon 30 Juni 2016.
89 Wawancara dengan Aisyah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Via Telepon, 30 Juni 2016.
68
Keduanya terlahir dari keluarga dengan perekonomian yang bagus ditambah
lagi Matturi yang merupakan anak tunggal .
Dampak yang dirasakan pasangan pasangan Matturi dan Aisyah ialah hanya
pertengkaran-pertengkaran kecil yang disebabkan perbedaan pendapat dan
banyak anak (12 anak tapi yang hidup hanya delapan lima laki laki dan tiga
permpuan)
3. Berdasarkan Ketaatan Beragama
Pasangan Ismail dan Hanifah
Ismail 63 tahun, pendidikan SD lalu meneruskan untuk mondok, pekerjaan
wiraswasta, alamat desa Morlorong Dusun Morlorong. Isteri Hanifah 50
tahun, pendidikan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, alamat desa Bengtenggih
dusun Parseh. Pernikahannya dilaksanakan pada saat pihak perempuan berusia
15 tahun dan pihak laki-laki berusia 28 tahun yang dilaksanakan pada tahun
1980. Hal itu dilakukan karena orang tuanya telah membuat kesepakatan
(perjodohan) dengan saudara bapaknya (paman Hanifah) bahkan niatnya
Ismail ini akan di nikahkan dengan kakak Hanifah yang ternyata tidak jadi
karena meninggal dunia akhirnya ibu dan bapak dari Hanifah ini membuat
janji “deggik mon engkok ngandung pole tros sang anak reh bini‟ ladinah bi
engkok ejudunah bereng anaeh kakek kak” (nanti kalo saya hamil lagi trus
anaknya cewek biarin saya akan jodohkan anak saya dengan anak kakak)”
akhirnya ibu Nasurah mengandung anak ke tiga berjenis kelamin laki-laki.
69
Setelah itu ibu Nasurah mengandung lagi dan lahirlah Hanifah, maka dari itu
usia Ismail dan Hanifah terpaut sangat jauh hampir 13 tahun.90
Awalnya Hanifah sangat tidak menyukai suaminya ini, dia sangat benci
bahkan dikatakan dulu pada saat masih sekolah SD lebih baik melihat tai
kucing dari pada harus melihat sandalnya Ismail, saking teramat bencinya
dengan perjodohan itu. Mungkin karena usia Ismail yang waktu itu sepuluh
tahun lebih tua dari pada Hanifah. Hingga akhirnya mereka dinikahkan secara
paksa oleh orang tua mereka, namun Ismail tetap menuruti keinginan orang
tuanya karena memang ia seorang anak yang patuh dan taad kepada orang
tuanya, sedangkan Hanifah sendiri menurut karena takut dipukuli oleh orang
tuanya. Setelah pernikahan itu berlangsung Hanifah dibawa oleh Ismail
kerumahnya karena semua kakak ismail sudah menikah dan semuanya ikut
isterinya, sedangkan dia anak bungsu dari empat bersaudara jadi dia
membawa isterinya untuk menemani ibu dan bapaknya dirumah. Sedangkan ia
pergi ke Jakarta untuk merantau dan berjualan sate Madura.
Akhirnya sekarang usia pernikahan mereka memasuki 50 tahun dan memiliki
8 orang anak 3 laki-laki dan 5 perempuan. Menurut Hanifah dia sangat
bersyukur menikah dengan Ismail yang begitu sabar dan sangat mencintainya,
dia juga sangat setia. Hampir selama 38 tahun Ismail tinggal di Jakarta
sedangkan saya di Madura mengurusi anak-anak yang masih sekolah di
Madura. Setahun dua kali saya kejakarta, tapi dia sama sekali tidak macam-
90 Wawancara Pribadi dengan bapak Ismail dan Hanifah (Pasangan Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015
70
macam dengan wanita lain saya sangat beruntung mendapatkan sosok suami
seperti Ismail.
Dampak yang dirasakan pasangan Ismail dan Hanifah setelah melakukan
pernikahan usia muda ialah hamil di usia muda, punya banyak anak (sepuluh
anak lima perempuan dan tiga laki-laki) dan perekonomian yang sulit.
Pasangan Agus Salim dan Rohimah91
Agus (17 tahun) lahir dari keluarga sangat sederhana. Orang tuanya bekerja
sebagai buruh tani dan sama-sama tidak lulus SD. Mereka tinggal di Dusun
Jentor. Agus lulusan MTs dan tidak melanjutkan lagi, setelah lulus sekolah
MTs Agus tidak melanjutkan ke MA, namun dia hanya membantu orang
tuanya cari rumput untuk pakan sapi dan ikut menjadi buruh tani. Rohimah
(14 tahun), isteri Agus rumah mereka hanya berjarak setengah kilo meter
dengan rumah Agus di Dusun Jentor, sebuah dusun disebelah timur dusun
Morlorong. Rohimah hanyalah lulusan MI Al-Azhar sama dengan sekolah
Agus Cuma bedanya Agus lulusan MTs. Setelah lulus MI Rohimah pergi
kejakarta ikut orang tuanya bekerja sebagai pedagang sate. Setelah 3 tahun di
Jakarta dan pulang ke kampung halamannya di Madura Rohimah sempat
nganggur dan kerjaannya hanya beres-beres rumah. Pernikahan mereka bukan
karena perjodohan tetapi atas keinginan sendiri, stelah beberapa bulan
berpacara Agus memutuskan untuk meminang Rohimah, selama 3 bulan dari
pertunangannya mereka memutuskan untuk menikah tepat taggal 03 Maret
91 Wawancara Pribadi dengan Rohimah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 13 Desember 2015
71
2012 mereka akhirnya menikah. Setelah keduanya menikah Agus dan
Rohimah merantau ke Jakarta dan berjualan sate Madura meneruskan usaha
dari keluarga rohimah.
Dampak yang dirasakan pasangan ini setelah melakukan pernikahan usia
muda ialah sering terjadinya pertengkaran yang disebabkan perekonomian dan
tidak menjalankan tugas masing-masing. Hamil usia muda dan keguguran.
Jika sudah menikah pihak laki-laki lah yang harus tinggal dengan pihak perempuan. Jadi laki-laki yang ikut perempuan bukan perempuan yang ikut laki- laki, kecuali jika kedua pasangan sudah mandiri dan memiliki rumah sendiri untuk ditempati atau jika suaminya merupakan anak satu-satunya (tunggal) maka ia boleh meminta isterinya untuk tinggal bersama keluarganya, itulah adat kebiasaan masyarakat Desa Serabi Barat.
Menurut bapak Ismail, seiring dengan perkembangan tekhnologi, dan semakin meningkatnya pendidikan orang tua dan pendidikan anak, pernikahan usia muda semakin tahun semakin berkurang. Menurutnya, apabila ada orang tua yang menikahkan anaknya yang masih bersekolah akan menjadi perbincangan. Selain itu juga para guru, kiayi sudah menyekolahkan putra putrinya sampai menjadi sarjana, hal itu sebagai contoh bagi masyarakat agar ikut menyekolahkan anak- anak mereka minimal sampai lulus SMA/ MA syukur jika sampai menjadi sarjana.92
92 Wawancara Pribadi dengan bapak Ismail (Tokoh Masyarakat dan Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
72
BAB IV
PERNIKAHAN USIA MUDA
DI MASYARAKAT DESA SERABI BARAT
A. Bentuk Pernikahan Usia Muda di Desa Serabi Barat
Untuk mendapatkan data jumlah pernikahan usia muda di Kecamatan
Modung Kabupaten Bangkalan sangat sulit, karena berdasarkan informasi dari
pihak Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan Modung, selama menjadi
pengurus di KUA, belum pernah ia mencatatkan pernikahan usia muda di bawah
usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki sesuai Undang-undang
Perkawinan. Karena semua formulir mengenai surat-surat dan data dari desa yang
diserahkan ke KUA sudah pasti memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
Termasuk masalah usia calon pengantin.
“Ketika seseorang datang ke KUA untuk mengurus pernikahan, biasanya
para orang tua beserta pasangan yang akan menikah datang sendiri untuk
menyerahkan berkas-berkas sebagai syarat-syarat. Kalo saya lihat memang
ada beberapa pasangan yang kalau dilihat dari wajah mereka kayaknya
masih anak-anak tapi di berkasnya usia mereka sudah berhak untuk menikah
jadi saya tidak ambil pusing dengan hal itu, tugas saya hanya mengurusi
73
berkas-berkas agar mereka bisa menikah bukan untuk mengintrogasi atau
bertanya hal-hal yang akan menyinggung mereka”.93
Hal yang sama juga dikatakan oleh bapak Klebun (kepala desa) di Desa
Serabi Barat bapak Rifa’i94 yang belum pernah melayani masalah pernikahan usia muda. Sarat-sarat pendaftaran untuk menikah sama dengan yang ada di KUA salah satunya harus ada pernyataan dari orang tua mengenai usia anak yang akan menikah. Namun bisa saja ada manipulasi data usia calon pengantin, dan beliau mengatakan tidak pernah melakukan manipulasi usia calon pengantin. Bapak
Rifa’i mengatakan selama ia menjabat sebagai Klebun dua periode di Desa Serabi
Barat tidak ada pernikahan usia muda di bawah ketentuan Undang-undang pernikahan.
“Selama saya menjabat sebagai Klebun selama dua periode di Desa Serabi
Barat, saya tidak pernah melayani masalah pernikahan usia muda karena
memang tidak ada. Saya tidak ambil pusing dengan berapa usia mereka
yang akan menikah, menikahkan urusan pribadi dan agama Islam tidak
melarang.”95
Karena itu, selama penelitian yang dilakukan penulis tidak memperoleh data tentang jumlah masyarakat yang melakukan pernikahan usia muda khususnya di
93 Wawancara Pribadi dengan Bapak Nurholis (Ustad di Al-Azhar), S.Ag, M.Si. Madura, 10 Desember 2015.
94 Wawancara Pribadi dengan Bapak Rifa’I (Kepala Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015.
95 Wawancara Pribadi dengan Bapak Rifa’I (Kepala Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015
74
KUA kecamatan Modung. Namun kenyataan di lingkungan masyarakat banyak pasangan yang melakukan pernikahan usia muda khususnya di kampung Satrean dan Jentor, setelah penulis melakukan wawancara dengan pelaku pernikahan usia muda baik itu yang usia pernikahannya sudah lama ataupun dengan pasangan yang usia pernikahannya masih baru.
Di Desa Serabi Barat Terdapat 6 Dusun yakni Dusun Kedduh, Dusun
Karangmenggak, Dusun Satrean, Dusun Parseh dan Dusun Jentor. Namun kasus pernikahan usia muda yang paling banyak terjadi sampai hari ini ialah di dusun
Satrean dan Jentor dibanding dusun-dusun yang lain.
“Untuk pernikahan usia muda di Desa Serabi Barat memang sangat diminati
khususnya di kampung Satrean dan Jentor. Karena sangat sedikit dari
pemuda pemudi di kedua kampung tersebut yang melanjutkan sekolah,
paling tinggi juga sampai SMP/ MTs atau SMA/MA itu juga bisa dihitung.
Terbukti hanya ada dua orang dari kampung Satrean yang lulus sampai S1
dan tidak ada sama sekali lulusan S1 di Kampung Jentor sampai tahun 2011.
Padahal secara ekonomi banyak dari para orang tua di kampung tersebut
yang mampu untuk menyekolahkan anaknya sampai jadi sarjana. Tapi
memang dasar anaknya saja yang malas sekolah yang lebih memilih untuk
nganggur, kerja bahkan banyak yang memilih menikah usia muda.”96
96 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suilah (Apel Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015
75
“Pernikahan usia muda memang sudah biasa bagi masyarakat Desa Serabi
Barat bukan hanya kaum wanita saja tapi juga kaum laki-laki pun banyak
yang menikah usia muda, namun lebih dominan kaum wanita yang menikah
muda. Walaupun mayoritas masyarakat menikah muda jarang sekali terjadi
perceraian meskipun faktanya banyak yang tidak rukun dan sering terjadi
pertengkaran namun tidak sampai bercerai hal itu tidak menjadikan
halangan bagi pasangan yang menikah muda untuk bisa hidup bahagia sama
seperti pasangan yang menikah usia yang dituntut oleh Undang-undang.”97
Ada dua cara pernikahan yang dilakukan yang peneliti temui saat di lapangan, yaitu: pertama, pernikahan yang dilakukan oleh calon pengantin dihadapan kiayi, yang memenuhi rukun dan syarat pernikahan, dihadiri banyak undangan, didaftarkan melalui modin desa, membayar sejumlah uang ke kantor klebun, menyerahkan syarat-syarat pernikahan, namun mereka tidak pernah menerima buku nikah karena tidak di daftarkan ke KUA. Pernikahan seperti ini banyak terjadi dikalangan perawan (praben) dan perjaka (lanceng) ataupun duda dengan janda (randeh) yang menikah lagi. Kedua, pernikahan yang dilakukan dihadapan kiyai, yang mana memenuhi rukun dan syarat pernikahan, pernikahan ini hanya dihadiri oleh keluarga terdekat saja, tidak di daftarkan ke modin desa.
Biasanya pernikahan macam ini dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan finansial yang pas-pasan dan orang yang melakukan poligami tanpa persetujuan dari isteri pertama. Di desa Serabi Barat pernikahan ini disebut
97 Wawancara Pribadi dengan Ibu Hanifa (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015
76
dengan Mantan Kaburan (nikah yang tidak diramein) dan tidak memakai kuadi
(pelaminan).
“ Masyarakat di Desa Serabi Barat memang enggan untuk melaporkan
pernikahannya pada pihak KUA, karena menurut sebagian masyarakat
menengah ke bawah untuk mengurus surat nikah tersebut dianggap
merepotkan dan ditambah lagi biaya yang terlalu mahal sehingga
memberatkan masyarakat yang memiliki perekonomian rendah. Untuk
mengurus surat nikah seseorang harus mengeluarkan biaya minimal Rp.
500.000, sehingga masyarakat enggan untuk mengurus surat nikah tersebut.
Karena untuk ukurang orang desa uang lima ratus ribu itu sangatlah
besar.”98
Hal itu wajar sekali apabila melihat keadaan matapencaharian masyarakat
Desa Serabi Barat yang sebagian besar sebagai petani, yang penghasilan setiap bulannya pas-pasan untuk makan saja.
Pernikahan usia muda yang terjadi di Desa Serabi Barat mayoritas hanya memenuhi syarat pernikahan menurut hukum Islam saja, karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan ke Kantor Urusan Agama (KUA) sehingga pernikahan yang terjadi di Desa Serabi Barat bisa dikatakan pernikahan sirri yaitu pernikahan yang telah memenuhi semua rukun dan syarat yang telah ditetapkan dalam syariat
Islam, namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang sebagaimana yang
98 Wawancara Pribadi dengan bapak Marju (Pelaku Pernikahan Usia Muda), Jakarta, 29 Maret 2016
77
telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketika usia pasangan itu sudah memenuhi syarat seperti yang ditetapkan dalam Undang- undang perkawinan dan sudah memiliki biaya maka mereka akan mencatatkan ke
Kantor Urusan Agama (KUA).
Pernikahan yang dilakukan di bawah usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan memang sudah sah menurut hukum Islam. Namun pasangan suami isteri tersebut belum bisa memiliki akta nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) hingga keduanya mencapai usia minimal yang ditentukan Undang-undang perkawinan dengan cara mengajukan itsbat nikah ke
Pengadilan Agama setempat. Berikut ini beberapa ayat dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) yang berkaitan dengan pencatatan nikah.99
Pasal 5
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap
perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai
Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang
Nomor. 22 Tahun 1946 jo Undang-undang Nomor. 32 Tahun 1954.
Pasal 6
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus
dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah.
99 Erna Fatmawati, Pernikahan Dini Pada Komunitas Muslim Madura Di Kabupaten Jember, (Jember: Alumni Pascasarjana STAIN), h. 74
78
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat
Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pasal 7
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang diabuat
oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah,
dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
“Masyarakat di Desa Serabi Barat enggan untuk melaporkan pernikahannya
pada pihak KUA, karena menurut sebagian masyarakat menganggap hal itu
urusan yang rumit dan merepotkan, butuh biaya lagi yang tidak sedikit
minimal (Rp. 500.000). Makanya masyarakat enggan untuk mengurus
pernikahan di KUA, tapi hal tersebut berlaku bagi kalangan masyarakat
bawah seperti petani dan masyarakat dengan perekonomian menengah
kebawah tapi tidak untuk masyarakat atas seperti jika yang akan menikah
anak guru, kiyai, bidan atau yang orang tuanya mampu dan terpandang.”100
Hal ini juga dibenarkan oleh Bapak Suilah
“Pernikahan usia muda yang biasa dilakukan di Desa Serabi Barat
merupakan pernikahan yang dilakukan di bawah tangan, apalagi yang
menikah usia muda, yang menikah usia dewasa pun jarang yang
mendaftarkan ke KUA kecuali masyarakat dari kalangan terpandang.
Dengan alasan ribet, berbelit-belit sampai alasan keterbatasan biaya, tapi
100 Wawancara Pribadi dengan Mbok Niati (Masyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 09 Desember 2015
79
kalau suatu saat nanti mereka sudah memiliki biaya untuk mengurus
administrasi dan usia pasangan tersebut sudah memenuhi syarat pernikahan
yang ditetapkan dalam Undang-undang Perkawinan, mereka akan mengurus
ke kantor urusan agama (KUA)”.101 Mengenai respon tokoh agama (kiayi)
pada dasarnya tidak melarang tetapi juga tidak menganjurkan pernikahan
usia muda yang dilakukan masyarakat Desa Serabi Barat.”
Tradisi masyarakat yang mendukung dilakukannya pernikahan usia muda di
Desa Serabi Barat itu perlu ditata kembali, supaya tidak menimbulkan masalah dan terjadi kontradiksi antara tradisi dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Seperti diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan yang mengatakan, bahwa “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun. Hal tersebut ditafsirkan bahwa Undang-undang Perkawinan tidak menghendaki pelaksanaan pernikahan di bawah umur.”102
“Pernikahan usia muda menurut hukum Islam tidak ada masalah dan
dinyatakan sah asalkan memenuhi syarat dan rukun pernikahan dan kedua
calon pengantinnya sudah baligh walaupun usianya belum memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh Undang-undang Perkawinan itu tidak jadi
masalah pernikahannya tetap sah menurut agama. Jadi pernikahan tersebut
boleh dilakukan sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi Muhammad
101 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suilah (Apel Desa Serabi Barat). Madura, 10 Desember 2015
102 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 7 ayat (1)
80
SAW saat memperisteri Siti Aisyah ra. Tetapi dalam kasus ini tidak
dianjurkan bagi seseorang yang belum siap fisik, mental dan ekonomi,
apalagi jika dipaksakan oleh kehendak orang tua yang menjodohkan anak-
anak mereka untuk menikah usia muda. Di usia tersebut emosi anak/ remaja
masih labil dan belum siap secara sempurna jadi dihawatirkan rumah
tangganya akan menghadapi banyak masalah yang memicu konflik dan
berakibat pada perceraian yang tidak diinginkan.”103
“Pernikahan dalam pandangan Islam sangat dianjurkan bagi yang sudah
mampu, karena menikah merupakan naluri kemanusiaan yang harus
dipenuhi dengan jalan yang sah dan sesuai dengan syariat agama yang kita
anut. Islam tidak membatasi usia tertentu untuk menikah, namun secara
implisit syariat menghendaki orang yang akan menikah adalah orang yang
benar-benar sudah siap mental, fisik, psikisnya, dewasa dan paham arti
sebuah pernikahan yang merupakan bagian dari ibadah.”104
Dengan melihat keterangan di atas, maka bisa dilihat tradisi pernikahan di
Desa Serabi Barat merupakan pernikahan usia muda yang dilakukan secara sirri.
Pernikahan sirri yaitu pernikahan di bawah tangan. Mengenai respon masyarakat terhadap pernikahan sirri, sebagian masyarakat dari kalangan berpendidikan MTs dan MA mengatakan tidak ada masalah, karena sudah dianggap biasa dan lumrah jadi tidak perlu diperdebatkan lagi sedangkan menurut masyarakat yang
103 Wawancara Pribadi dengan Bpk Abdurrahman Wahid. Madura, 11 Desember 2015
104 Wawancara Pribadi dengan Ustad Roni (Ustad di Al-Azhar). Madura, 11 Desember 2015
81
berpendidikan tinggi itu sangat bermasalah. Menurut masyarakat yang menjadi
informan dalam penelitian ini, sebenarnya mereka menyadari akan ada dampak
dari pernikahan yang tidak dicatatatkan ke KUA.
“Dulu saya menikah dengan isteri saya saat dia lulus SD kalau saya lulus
SD dan meneruskan mondok selama 6 tahun tetapi tidak sekolah SMP.
Awalnya tidak ada masalah dengan pernikahan usia muda yang tidak
dicatatkan karena waktu itu kami tinggal di kampung, tetapi setelah
merantau ke Jakarta untuk mencari nafkah saya mulai kebingungan dengan
satu persatu masalah yang ditimbulkan karena kami punya anak yang harus
disekolahkan. Apalagi saat saya akan pergi umrah, mengingat salah satu
persyaratan untuk pergi umrah adalah adanya surat nikah. Dari situ saya
menyesal kenapa dulu saya tidak mencatatkan pernikahan kami, jadi saya
mengurus semuanya dari awal.”105
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat di Desa Serabi Barat
Melakukan Pernikahan Usia Muda
Sering kita menjumpai perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan aturan
yang telah dibuat oleh pemerintah. Salah satu contohnya ialah kebiasaan
masyarakat Madura khususnya di Desa Serabi Barat yang biasa menikahkan anak-
anaknya di usia muda. Tradisi tersebut memang tidak terlalu menyimpang dari
ajaran agama Islam, kebiasaan melakukan pernikahan usia muda dan tidak
mencatatkannya di Kantor Urusan Agama (KUA) adalah kebiasaan buruk
105 Wawancara Pribadi dengan Bapak Ismail dan Ibu Hanifa (Pasangan Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015
82
masyarakat Desa Serabi Barat yang sudah dianggap biasa/ lumrah dan dijadikan tradisi baru. Memang secara agama pernikahan sirri sah meurut agama namun dimata Undang-undang tentu saja pernikahan itu tidak diakui karena tidak dicatatkan secara resmi di KUA dan tidak memiliki kekuatan hukum. Pernikahan yang dianggap sah oleh Undang-undang ialah pernikahan yang sah menurut agama dan sah menurut Undang-undang dan di catatkan di KUA.
Menikah sirri apabila dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun nikah maka, pernikahan tersebut sah menurut hukum agama,106 sebagaimana dilindungi dalam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi, “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang- undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.”
Itsbat nikah adalah cara yang dapat ditempuh oleh pasangan suami isteri yang telah menikah secara sah menurut hukum agama (nikah sirri) untuk mendapatkan pengakuan dari Negara atas pernikahan yang telah dilangsungkan oleh keduanya beserta anak-anak yang lahir selama pernikahan, sehingga pernikahannya tersebut berkekuatan hukum.107 Dalam Intruksi Presiden Nomor 1
Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) ayat (4) disebutkan:
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh
Pegawai Pencatat Nikah.
106 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50a1e91040231/dasar-hukum-pengajuan- itsbat-nikah-bagi-pasangan-kawin-siri, diakses pada 31 Maret 2016.
107 Intruksi presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebar luasan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
83
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat
diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agma terbatas mengenai
hal-hal yang berkenaan dengan:
a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian;
b. Hilangnya akta nikah;
c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat
perkawinan;
d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakuknya Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan;
e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai
halangan perkawinan menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974.
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri,
anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan
perkawinan itu.
Adapun faktor utama yang mendorong terjadinya pernikahan usia muda adalah sebagai berikut :
1. Faktor Tradisi (Budaya)
Faktor tradisi menjadi salah satu alasan utama masyarakat melakukan
pernikahan usia muda. Masyarakat di Desa Serabi Barat memandang hal
yang wajar apabila pernikahan dilakukan pada usia anak-anak atau remaja,
hal itu sudah dilakukan oleh uyut, nenek, ibu bahkan diturunkan ke anak
cucunya untuk menghormati tradisi nenek moyang yang sudah mendahului
84
kita. Tradisi menikahkan anak di usia dini memang sudah mengakar kuat,
jadi sulit menghilangkan kebiasaan yang bahkan sudah dijadikan tradisi
masyarakata di Desa Serabi Barat. Para orang tua di Desa Serabi barat
beranggapan bahwa seorang perempuan seharusnya sudah menikah tidak
lama setelah mengalami haid yang pertama kira-kira saat menginjak usia 12
sampai 15 tahun.108 Apabila telah melebihi umur tersebut dan belum juga
menikah, maka para tetangga akan mecemoohnya dengan perkataan tak
pajuh lakeh (perempuan tidak laku) pastinya para orang tua akan merasa
malu jika anak mereka tidak segera menikah. Pernikahan usia muda
merupakan salah satu bagian tradisi yang dijaga dalam kehidupan
masyarakat Desa Serabi Barat, dengan menjalani pernikahan tersebut berarti
mereka telah menjaga adat tradisi tempat dimana mereka hidup dan
menghargai nilai budaya setempat.
“Seorang anak perempuan harus segera menikah bila sudah baligh.
Karena bila seorang perempuan tetap melajang pada usia di atas 17
tahun. Biasanya dianggap praben toah yakni (perawan tua yang
terlambat menikah). Orang tua akan sangat merasa malu jika anaknya
belum juga menikah sedangkan anaknya hanya mengganggur di
rumah, tapi jika anaknya sekolah atau kerja itu tidak akan menjadi
masalah, orang tua dan para tetangga akan memaklumi dengan alasan
108 A. Mudjab, Menikahlah Engkau Menjadi Kaya, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004), h. 31
85
ada kegiatan yang harus dikerjakan sang anak jadi tidak langsung
menikah tidak apa-apa.”109
Sebab itulah para orang tua cepat menikahkan anaknya di usia muda,
karena takut anggapan miring terhadap anaknya yang belum menikah masih
melekat dalam kehidupan masyarakat Madura hingga saat ini, bahkan orang
yang lambat nikah yaitu di atas umur dua puluh tahun akan menjadikan
bahan omongan mayarakat setempat, dan bahkan bisa dianggap aib bagi
keluarganya, tidak sedikit para orang tua yang merasa malu bila anaknya
yang sudah dianggap dewasa tapi belum juga mendapatkan jodoh, karena
mereka menganggap suatu hal yang paling membuat kedudukan orang tua
menjadi rendah dikalangan masyarakat yang lain adalah jika anaknya sudah
dewasa tetapi belum juga menikah.
Masyarakat Desa Serabi Barat masih sangat kuat dalam menerapkan
adat dalam menjalankan ajarana agama, sehingga adat yang tumbuh kuat
dalam masyarakat menjadi motivasi yang lebih dominan dalam
melaksanakan kehidupan, begitu juga dalam menjalankan pernikahan unsur
budaya dan adat masih sangat mendominasi, baik dalam menentukan waktu
menikah, atau dalam melaksanakan pernikahan. Pernikahan usia muda di
Desa Serabi Barat tersebut terjadi atas proses budaya dan adat yang sudah
terjadi secara turun temurun. Dalam hal ini orang tua mempunyai hak untuk
memilihkan jodoh untuk anaknya.
109 Wawancara Pribadi dengan Jumadi (Pemuda Desa Serabi Barat). Maudura, 13 Desember 2015.
86
Maka tidak heran jika ada pernikahan yang antara kedua calon
pasangan tidak saling mengenal karena yang mengatur semuanya adalah
orang tua, tapi yang menarik adalah sang anaknya malah tidak menolak
untuk dinikahkan meskipun mereka berdua tidak saling kenal satu sama
lain. Mereka menjalankan pernikahan dengan rasa senang dan rasa tanggung
jawab seperti halnya pernikahan dengan orang yang mereka kenal sudah
lama. Namun jika pemuda yang akan menikah atas kemaunnya sendiri maka
mereka harus mengajukan pilihannya pada orang tua ketika orang tua setuju
maka mereka harus segera menikah tanpa harus melalui proses pacaran
yang lebih lama, karena jika masih menunggu proses pacaran nantinya takut
terajdi hal yang tidak diinginkan.110
Walau demikian sangat jarang terjadi perceraian dari pasangan yang
menikah usia muda. Pendapat seperti itu dibenarkan oleh salah satu tokoh
masyarakat Desa Serabi Barat yang mengatakan bahwa:
“Memang kebanyakan masyarakat di Desa Serabi Barat ini menikah
di usia muda bahkan pernikahan tersebut tidak di catatkan di KUA,
namun pernikahan yang dilakukan itu adem ayem saja dan tidak ada
masyarakat yang bercerai gara-gara menikah di usia muda. Jadi
pernikahan itu bisa dilakukan di usia muda ataupun di usia yang sudah
110 http://www.emadura.com/2015/03/nikah-muda-masih-menjadi-hal-biasa-di- Madura.html, diakses pada 31 Maret 2016.
87
dewasa asalkan dibarengi dengan niat yang sungguh-sungguh dan
demi meningkatkan ibadah kita kepada Allah SWT.” 111
Dalam pernikahan usia muda, ada beberapa faktor utama yang sangat
mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda khususnya di Desa Serabi
Barat ini yaitu: faktor tradisi, pendidikan, kebiasaan para orang tua yang
suka menjodohkan anaknya dan bahkan faktor ekonomi. Namun yang lebih
dominan diantara semua itu adalah:
“Faktor keyakinan masyarakat terutama para orang tua di desa
tersebut yang tidak menolak pinangan pertama yang dilakukan oleh
seorang laki-laki terhadap anak perempuannya, karena jika menolak
pinangan tersebut dipercaya maka anak perempuan yang dipinang
tidak akan laku selamanya. Maka dari itu para orang tua pantang jika
menolak lamaran pertama yang ditujukan kepada anak perempuannya,
bahkan para orang tua tidak akan meminta persetujuan anaknya untuk
menerima lamaran tersebut. Pernikahan usia muda yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat Desa Serabi Barat antara usia 13 sampai 16
tahun itu sudah dianggap wajar dan sudah biasa terjadi dalam
kehidupan masyarakat Madura khusunya di Desa Serabi Barat, karena
mayoritas masyarakat pedesaan belum paham tentang akibat baik dan
buruknya yang akan timbul dari pernikahan usia muda, baik itu dari
111 Wawancara Pribadi dengan Mbok Niati (Masyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 9 Desember 2015.
88
segi kesehatan, psikologi dan lain-lainnya”.112 Yang para orang tua tau
hanya tidak baik menolak lamaran orang karena sama saja menolak
rezeki yang Allah berikan dan yang anak tau adalah ia harus berbakti
kepada orang tuanya dan mengikuti semua apa yang mereka minta
selama tidak melanggar aturan agama.”
Adat masyarakat di Desa Serabi Barat jika sudah menikah maka pihak
laki-laki yang harus tinggal dengan pihak perempuan, jadi suami yang ikut
isteri ke rumahnya kecuali jika kedua pasangan sudah memiliki rumah
sendiri untuk ditempati. Atau jika suaminya merupakan anak satu-satunya
atau (tunggal) maka ia boleh meminta isterinya untuk tinggal bersama
keluarganya.
“Jika di tempat-tempat lain seorang wanita atau isteri akan ikut
dengan suaminya setelah menikah namun tidak dengan adat
masyarakat Di Desa Serabi Barat setelah menikah pihak laki-lakilah
yang akan ikut dan tinggal dengan pihak perempuan sampai nantinya
mereka bisa mandiri dan memiliki rumah sendiri, jadi adat di desa
kami laki-lakilah yang yang ikut perempuan. Jadi kurang tepat jika
dikatakan kalo masyarakat di Desa Serabi Barat menikah di Usia
muda karena faktor ekonomi dari pihak perempuan yang tidak
mampu. Memang benar kalo sudah menikah beban orang tua akan
berkurang dalam hal perekonomian malah kalo difikir-fikir jika anak
112 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sya’I (Tokoh Msyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 9 Desember 2015.
89
perempuan mereka menikah beban keuangan keluarga bertambah
karena anggota keluarga yang bertambah juga sebab ada menantu
yang akan makan, tidur, bekerja di rumahnya.”113
2. Faktor Pendidikan
Rendahnya pendidikan orang tua sangat mempengaruhi perilaku
mereka untuk segera menikahkan anak-anaknya. Para orang tua
beranggapan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi
karena nanti kerjanya hanya sebagai ibu rumah tangga yang tempatnya
hanya di depor, kasor bi‟ somor (depor, kasur dan sumur) begitulah
perkataan nenek-kakek saat menasehati cucunya yang ingin melanjutkan
sekolah ke janjang yang lebih tinggi. Hal itu tidak disadari bahwa
pendidikan yang rendah pada seseorang dapat menumbuhkan pola fikir
sederhana, yang menjadikan mereka kurang berfikir jauh kedepan dalam
melangsungkan pernikahan. Apabila anak sudah tidak sekolah lagi maka
orang tua segera menikahkannya.
Bapak Sya’i 114 mengatakan idealnya pernikahan dilakukan saat
berusia 20-25 tahun. Menurutnya pada usia itulah seseorang dianggap siap
untuk melakukan pernikahan. Karena diusia itu sudah dipastikan remaja
sudah lulus SMA/MA. Bahkan batas usia yang ditentukan dalam Undang-
undang dirasa belum cukup karena pada umumnya di usia 16-19 tahun
113 Wawancara Pribadi dengan Mbok Niati (Masyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 9 Desember 2015.
114 Wawancara Pribadi dengan Bapak Sa’i S.Pdi, Kepala Sekolah di Desa Kedduh Dusun Karangmenggak.
90
adalah usia anak-anak yang baru tamat SMP/MTs yang pikirannya masih
labil dan masih belum siap untuk menjalani kehidupan berkeluarga dengan
masalah dan tantangan yang akan merepotkan.
“Saya sebenarnya tidak keberatan dengan pernikahan yang dilakukan
pemuda pemudi sebelum usia mereka benar-benar pas untuk
melakukan pernikahan seperti yang ditentukan dalam Undang-undang,
namun jika ada yang melakukan, saya tidak akan melarangnya toh itu
hak mereka beserta keluarganya. Lagi pula tidak dilarang dalam
agama Islam jadi jika kedua belah keluarga setuju dengan pernikahan
mereka kenapa tidak. Namun saya pribadi tidak akan mengijinkan
anak saya menikah di usia muda saya akan menikahkan anak
berempuan dan anak laki-laki saya jika sudah selesai menempuh
pendidikan S1. Cukup saya dan isteri yang menikah saat kami masih
kelas dua MTS, saya berharap anak-anak saya nantinya bisa
menyelesaikan pendidikannya sampai sarjan.”115
Dari data yang didapatkan penulis menunjukkan bahwa persentase
terbanyak lulusan sekolah dalam kehidupan masyarakat di Desa Serabi
Barat adalah lulusan Sekolah SMP/ MTS, sehingga bagi mayoritas pemuda
Desa Serabi Barat menikah adalah jalan alternatif untuk melanjutkan
kehidupan selanjutnya, setelah menikah biasanya mereka akan merantau
mencari nafkah di luar pulau Madura, entah itu dagang sate atau menjadi
115 Wawancara Pribadi dengan bapak Sa’I (Tokoh Masyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 09 Desember 2015.
91
kuli bangunan atau mencari pekerjaan yang lain yang bisa memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya nanti.
“Sebenarnya orang tua saya mampu menyekolahkan saya tapi karena
saya yang tidak mau. Jadi saya memutuskan untuk menikah saja, dan
kebetulan ada yang melamar saya, lagian kata emmak kalo ada yang
ngelamar tidak boleh ditolak.” Konsep menerima dan menjalankan
proses kehidupan apa adanya adalah jalan yang terbaik dalam
kehidupan yang kami tempuh. Lagian ngapai sekolah tinggi-tinggi
wanita itu takdirnya hanya di dapur, kasur sama sumur di rumah
mengurusi anak, beres-beres rumah tidak usah sekolah tinggi-tinggi
buat apa.”116
Pendidikan memang merupakan suatu hal yang sangat mempengaruhi
terhadap tatanan kehidupan dalam suatu masyarakat, semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pula harkat dan
martabatnya dalam suatu lingkungan masyarakat.
“Terbukti memang masyarakat yang menikah usia muda hampir
semua lulusan SMP/MTs bahkan ada yang lulusan SD/MI yang orang
tuanya berasal dari keluarga menengah ke bawah, sedangkan yang
orang tuanya guru, kiayi dan lain sebagainya yang perekonomiannya
menengah ke atas tidak akan membiarkan anak-anak mereka menikah
116 Wawancara Pribadi dengan Anissa’ (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 13 Desember 2015.
92
usia muda para orang tua akan menyekolahkan anak-anak mereka
sampai menjadi sarjana.”
Jadi pada umumnya masyarakat Di Desa Serabi Barat tidak
mempermasalahkan pernikaha usia muda yang dilakukan oleh
masyarakatnya. Karena pernikahan usia muda bukanlah hal yang buruk
yang harus dilarang, malahan pernikahan usia muda merupakan suatu
peralihan perwalian dari seorang ayah (orang tua kandung) terhadap suami.
Orang tua hanya saja menyerahkan tanggung jawab untuk mengisi,
melindungi, menafkahi, mendidik dan memberikan semua hak anak
perempuannya kepada laki-laki yang oleh orang tua telah dipercayai yang
difikirnya mampu memenuhi segala kebutuhan isterinya nanti. Dan mampu
memikut tanggung jawab yang telah diserahkan kepadanya.
Nampaknya pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sebagian orang
tua sebenarnya sudah memiliki kesadaran bahwa anak-anak mereka perlu
pendidikan yang lebih tinggi sehingga kedepannya mereka bisa memperoleh
kehidupan ekonomi yang lebih baik setidaknya dari kedua orang tuanya.
3. Faktor Orang Tua (Perjodohan) 117
Dikalangan masyarakat pedesaan, masih berlaku tradisi yang hampir
mengambil hak kemerdekaan seseorang gadis untuk memilih suaminya.
Biasanya anak itu ditentukan untuk menikah dengan seseorang yang
117 Fikri Fawaid dan Moh Hasin Abd Hadi, Pernikahan Ngodeh (Studi komparasi Hukum Islam Dengan Hukum Adat) di Desa Bangkes Kecamatan Kadur Kabupaten Pamekkasan Madura. Skripsi S1 Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, (Yogyakarta: 2015)
93
disenangi oleh orang tuanya, disamping itu juga karena kondisi masyarakat
di tempat ia dibesarkan yang tidak membolehkan anak membantah
kehendak orang tua atau walinya. Pernikahan yang demikia sering kali
terjadi dan mengecewakan si anak atas keputusan orang tuanya.
Di Desa Serabi Barat, faktor perjodohan menjadi salah satu sebab
terjadinya pernikahan usia muda. Biasanya orang tua ingin menikahkan
anaknya dengan anak temannya atau sodaranya, agar hubungan kekerabatan
(bisnis dan sebagainya) masih tetap terjalin. Bahkan ada yang baru lahir saja
sudah dipesan oleh teman atau saudaranya untuk nantinya dijodohkan
dengan anaknya. Bahkan ada yang namanya pernikahan yang sudah
ditentukan takdir yang oleh orang masyarakat di Desa Serabi Barat disebut
dengan nikah ngodeh yang pelaksanaannya ditentukan oleh kelahiran si
bayi. Jadi apabila ada dua bayi laki-laki dan perempuan lahir dihari yang
sama maka orang tua dari bayi laki-laki akan langsung melamar ke rumah
bayi perempuan untuk menjadi calon mantunya.118
Pengaruh budaya patriarkat, mendesak anak untuk selalu patuh
kepada keputusan orang tua terutama bapak, jika seandainya sang anak tidak
patuh maka ia akan kualat. Kalau misalkan si anak setelah dewasa menyukai
orang lain, artinya ia tidak suka dengan calonnya sendiri atau pasangan
pilihan orang tuanya. Maka orang tua biasanya datang ke kiayi untuk
meminta jampi-jampi atau meminta pertolongan untuk mendoakan anaknya
118 Wawancara Pribadi dengan bapak Ismail dan Ibu Hanifah (Pasangan Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
94
agar bisa suka dengan calon pasangannya. Untuk mencegah hal ini orang
tua harus segera menikahkan anaknya, karena anak yang belum dewasa
lebih mudah untuk dipengaruhi.
4. Faktor Ekonomi
Tinggi rendahnya angka pernikahan usia muda juga dipengaruhi oleh
rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat dalam keluarga khusunya
orang tua. Maka tidak heran jika pernikahan usia muda biasanya terdapat di
daerah pedesaan yang relatif tertinggal secara ekonomi. Oleh karena itu,
banyak orang tua yang menyarankan dan bahkan mendorong anak-anak
mereka untuk cepat menikah meskipun usia anak masih belum cukup untuk
melakukan pernikahan. Keadaan keluarga yang hidup di bawah garis
kemiskinan memaksa orang tua untuk segera menikahkan anak-anak mereka
agar bisa meringankan beban orang tua.119
“Saya pribadi juga tidak setuju dengan pernikahan usia muda ini
karena menikah adalah sesuatu yang sakral yang ingin kita lakukan
satu kali seumur hidup, jadi butuh persiapan dan perencanaan yang
sangat matang seperti persiapan mental, usia yang pas, ekonomi dan
lain sebagainya agar tidak ada penyesalan dikemudian hari. Sesuatu
yang kita rencanakan dengan baik saja belum tentu akan sesuai
119 Zaenal Abidin dan Sri Hidayati, Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian RI, 2013), h. 267.
95
dengan apa yang kita harapkan apalagi jika tidak direncanakan. 120
Karena tujuan kita menikah adalah untuk membangun sebuah
keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah bukan untuk
menambah masalah dan beban orang tua.”
Karena jika tidak menikah orang tua juga tidak bisa menyekolahkan
anaknya lantaran tidak ada biaya. Jadi jika ada seorang laki-laki entah itu
tua atau muda yang datang untuk melamar, para orang tua langsung
menerima pinangan tersebut dan langsung menentukan tanggal
pernikahannya.
“Kemiskinan dan ketidak pemahaman orang tua telah menumbuh
kembangkan berbagai tradisi buruk, seperti tidak boleh menolak
lamaran, ada juga anggapan bahwa pernikahan anak secara ekonomi
mengurangi beban keluarga. Kemiskinan umumnya memang menjadi
alasan dilakukannya pernikahan usia muda, dan yang penting lagi
menikah berarti memberikan keuntungan kepada orang tua melalui
mahar yang harus dibayar pihak laki-laki.”121
Keadaan keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan, untuk
meringankan beban orang tuanya, maka anak perempuannya dinikahkan
dengan orang atau keluarga yang dianggap mampu. Anggapan masyarakat
khususnya para orang tua mulai berubah seiring berjalannya waktu.
120 Wawancara Pribadi dengan Titi Nur Hayati. Madura (Mahasiswi), 12 Desember 2015.
121 Wawancara Pribadi dengan Mbok Niati (Masyarakat Desa Serabi Barat). Madura, 9 Desember 2015.
96
Pendidikan merupakan faktor penting yang mendorong perubahan pada pola pikir masyarakat di Desa Serabi Barat, termasuk persepsi masyarakat terhadap pernikahan usia muda khususnya ajang perjodohan yang biasa dilakukan para orang tua terhadap anaknya untuk menghindari gunjingan masyarakat tentang anaknya yang akan menjadi perawan tua jika tidak cepat dinikahkan. Para orang tua bahkan pemuda-pemudi mulai berfikir pentingnya pendidikan, maka tidak heran tiga tahun belakangn ini banyak orang yang bergelar sarjana S1 bahkan ada beberapa yang bergelar S2.
Pada umumnya para pemuda pemudi menyadari bahwa hidup tidak hanya sekedar makan dan tidur, tidak berlebihan jika mereka memiliki impian tinggi dan rencana kehidupan yang lebih maju. Mereka ingin mencapai sesuatu yang jauh lebi baik dan rencana kehidupan yang lebih maju. Mereka ingin mencapai sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah dicapai orang tua mereka. Ini yang membuat mereka memutuskan untuk tidak segera menikah.
“Saat ini sudah tidak terlalu banyak dijumpai pernikahan usia muda di
bawah usia 16 tahun. Banyak remaja yang melanjutkan kuliah setelah
tamat MA/SMA. Sementara yang tidak melanjutkan lebih memilih
untuk bekerja lebih dahulu (merantau) ke Jakarta, Lampung,
Kalimantan, Bali dan kota-kota lain di luar Madura.”
97
Kalau dulu memang orang tua kami menganggap buruk (berdampak
negatif)122 kalau menolak lamaran yang pertama kali. Lamaran itu biasanya
terpaksa diterima meskipun hubungan pertunangannya berakhir sebelum
pernikahan. Jika lamaran itu diterima karena terpaksa, biasanya jalinan
pertunangan antara perempuan dan laki-laki hanya sebentar, Mungkin dalam
hitungan bulanan saja, namanya terpaksa dan sekedar mengikuti adat. Akan
tetapi, hal itu seperti itu saat ini sudah jarang. Masyarakat sudah mulai
mengerti mana yang masuk akal dan mana yang kurang masuk akal.
Perubahan pemikiran juga mulai terlihat pada pandangan terhadap
pekerjaan dan materi. Para orang tua dulu tidak terlalu mempertimbangkan
pekerjaan dan materi yang dimiliki oleh remaja laki-laki (calon suami), yang
akan menjadi calon menantunya nanti. Jika kedua pasangan belum ampu
mandiri, mereka akan ikut orang tua dari pihak perempuan yang akan
memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Namun, saat ini pekerjaan
calon suami menjadi salah satu pertimbangan penting bagi orang tua dan
keluaga. Kendati diterima atau ditolaknya lamaran lebih berporos pada anak
gadisnya, orang tua tetap memberi masukan agar anaknya melihat pekerjaan
calon suami sebagai faktor yang sangat penting. Sebuah keluarga tidak
hanya dibangun dengan rasa cinta, tetapi juga dengan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Artinya kondisi ekonomi sangat turut
menentukan kualitas keluarga yang akan dibina oleh pasangan suami isteri .
122 Wawncara Pribadi dengan Hanifah (Pelaku Pernikahan Usia Muda). Madura, 12 Desember 2015.
98
Pada saat yang sama, masyarakat mulai menyadari pentingnya
kemandirian bagi calon pasangan suami isteri yang akan menikah. Sebab,
tidak selamanya orang tua bisa dan mampu mencukupi kebutuhan hidup
anaknya. Suatu saat mereka harus hidup mandiri. Lebih cepat mandiri
bahkan menjadi lebih baik. Para remaja tidak akan terburu-buru untuk
menikah lantaran mereka akan segera dituntut untuk hidup mandiri dengan
pasangannya. Mereka akan baru menikah bila dirasa sudah telah benar-
benar siap terutama secara ekonomi. Meski tidak semua pemuda pemudi
Desa Serabi Barat befikir demikian, paling tidak dalam penelitian ini sudah
terlihat ke arah sana, mereka tidak akan menikah sebelum mandiri dan siap
secara ekonomi. 123
Telah kita ketahui bahwa pernikahan usia muda akan memberikan
dampak kepada kelanjutan dari kehidupan keluarga dimasa yang akan
datang. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan pada usia muda ini
terbagi menjadi dua bagian, yaitu dampak positif yang akan menunjang
terhadap kelanjutan dalam pernikahan, dan dampak negatif yang merupakan
akibat buruk yang ditimbulkan oleh pernikahan usia muda tersebut. Adapun
kedua dampak tersebut dapat dijelaskan dengan rincian sebagai berikut:
123 Zaenal Abidin dan Sri Hidayati, Menelusuri Makna di Balik Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian RI, 2013), h. 267
99
C. Dampak Pernikahan usia Muda yang Dirasakan Masyarakat Desa Serabi
Barat
Dalam penelitian ini, berdasarkan wawancara dengan beberapa responden
pelaku pernikahan usia muda, dampak yang dirasakan oleh pasangan yang
melakukan pernikahan usia muda di Desa Serabi Barat ialah: 124
1. Sering terjadi pertengkaran yang disebkan pembagian kerja kurang adil.
Seperti pihak suami mengabaikan tugasnya untuk mencari nafkah ataupun
pihak isteri yang malas melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga.
2. Hamil usia muda dan keguguran.
3. Poligami tidak sehat (poligami yang dilakukan tanpa meminta izin dari isteri
pertama dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi)
4. Banyak anak karena mereka berfikir banyak anak banyak rizki
5. Dari segi perekonomian pasangan yang menikah usia muda mengalami
kekurangan dan sebagian besar masih menumpang pada orang tua ataupun
mertua.
1) Dampat Positif125
a. Dapat meringankan beban kedua belah pihak, yaitu dimaksudkan nantinya
dengan terjadinya pernikahan usia muda, anak mereka hidup dan
124 Wawancara Pribadi dengan Mbah Mahhot dan mbah Nasurah (salah satu orang tua yang melakukan perjodohan terhadap anaknya saat masih dalam kandungan sekaligus pelaku pernikahan sia muda), Madura. 12 Desember 2015.
125 http://www.emadura.com/2015/03/nikah-muda-masih-menjadi-hal-biasa-di- Madura.html, diakses pada 31 Maret 2016.
100
kehidupan mereka untuk selanjutnya akan lebih baik dari orang tuanya.
Khususnya bagi pihak perempuan.
b. Terhindar dari gunjingan masyarakat karena anaknya tidak termasuk
perawan atau perjaka tua karena dalam kehidupan masyarakat di Desa
Serabi Barat para orang tua cenderung untuk menikahkan anak mereka
secepatnya, karena asumsi mereka jika semakin tua mengawinkan anak
maka akan semakin banyak pula gunjingan dari masyarakat karena berfikir
anaknya tidak laku. Golongan remaja yang belum menikah inilah yang
dianggap perawan tua atau perjaka tua oleh masyarakat.
c. Menghindari para pemuda dan pemudi dari penyimpangan, karena
pernikahan tersebut dapat mewujutkan bagi mereka kesempatan untuk
memuaskan kebutuhan seksual.
d. Belajar memikul tanggung jawab di usia muda, karena banyak pemuda
yang sewaktu belum menikah tidak memperdulikan atau mengabaikan
tanggung jawabnya karena masih berfikir masih ada orang tua mereka,
disini mereka harus dapat mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada
kedua orang tua.
2) Dampak Negatif126
Pernikahan usia muda banyak berdampak bagi pelaku, orang tua dan bagi
anak yang akan dilahirkan, diantaranya :
a. Pendidikan
126 http://www.emadura.com/2015/03/nikah-muda-masih-menjadi-hal-biasa-di- Madura.html, diakses pada 31 Maret 2016.
101
Seorang yang melakukan pernikahan usia muda, tentu akan membawa
berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan yang rentan dengan
keberlangsungan ekonomi. Seseorang yang melangsungkan pernikahan
usia ketika baru lulus SD/MI atau SMP/MTs, tentu keinginannya untuk
melanjutkan sekolah lagi atau menempuh pendidikan yang lebih tinggi
tidak akan tercapai. b. Kependudukan
Pernikahan usia muda, jika dilihat dari segi kependudukan mempunyai
tingkat fertilitas (kesuburan) yang tinggi, sehingga kurang mendukung
pembangunan dibidang kesejahteraan. c. Kelangsungan Rumah Tangga
Tidak tercapainya tujuan pernikahan yaitu membentuk keluarga
sakinah, mawaddah dan rahmah. Hal itu disebabkan sering terjadi
pertengkaran karena emosi masing-masing pasangan belum matang,
kurang adanya tanggung jawan terhadap peran masing-masing,
perselingkuhan, bahkan poligami secara diam-diam yang dilakukan suami d. Kesehatan
Perempuan yang menikah di usia muda kurang dari 15 tahun memiliki
banyak resiko, sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid. Ada
dua dampak medis yang ditimbulkan dari pernikahan usia muda yakni,
dampak dari kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia
102
muda, antara lain infeksi kandungan dan kangker mulut rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa pemeliharaan sel anak-anak ke sel dewasa yang terlalu cepat. Padahal, pada umumnya pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia 19 tahun. Selain itu juga wanita yang hamil di bawah usia 19 tahun dapat beresiko pada kematian, selain kehamilan usia 35 tahun ke atas, wanita yang hamil di usia yang tidak tepat juga dapat beresiko lebih tinggi pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilanya.
103
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis memaparkan tentang fenomena pernikahan usia muda di
Desa Serabi Barat Kecamatan Modung Kabupaten Bangkalan, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Fenomena pernikahan usia muda yang dilakukan masyarakat di Desa Serabi
Barat merupakan pernikahan usia muda yang dilakukan secara sirri. Alasan
masyarakat tidak mau mendaftarkan kepada pihak Kantor Urusan Agama
(KUA) ialah proses yang dianggap rumit (berbelit-belit) dan biaya yang
harus dibayar dianggap masih terlalu mahal yaitu (Rp. 500.000). Tapi
setelah usia kedua pasangan tersebut sudah memenuhi syarat yang
ditentukan dalam Undang-undang dan sudah memiliki biaya untuk
mengurus akta nikah maka, mereka akan mengajukan itsbat nikah ke
Pengadilan Agama setempat agar supaya pernikahannya sah dihadapan
agama dan sah dihadapan Negara sehingga pernikahan keduanya memiliki
kekuatan dihadapan hukum.
2. Faktor penyebab pernikahan usia muda yang paling dominan adalah tradisi,
rendahnya pendidikan dan kebiasaan para orang tua yang selalu menjodoh-
jodohkan anak-anak mereka, serta masih adanya anggapan ta‟ pajuh lakeh
(perempuan tidak laku) jika usia anak mereka lebih dari 12-15 tahun tapi
belum menikah. Selain faktor tradisi faktor rendahnya pendidikan dan
104
ekonomi juga ikut ambil bagian terhadap tingginya minat masyarakat Desa
Serabi Barat dalam melakukan pernikahan usia muda.
3. Dampak dari pernikahan usia muda adalah sering terjadinya pertengkaran
dalam rumah tangga meskipun tidak berakibat pada perceraian. Sedangkan
dampak yang akan dirasakan anak yang lahir dari pernikahan usia muda
ialah kurangnya kasih sayang dari kedua orang tuanya, karena mereka akan
diasuh oleh nenek dan kakek mereka sedangkan orang tua akan pergi
merantau ke kota lain untuk mencari nafkah.
B. Saran
Dari kesimpulan yang telah penulis sampaikan sebelumnya, maka penulis
juga memberikan saran-saran terkait dengan pernikahan usia muda, yakni sebagai
berikut:
1. Kepada masyarakat Desa Serabi Barat untuk meningkatkan kesadaran
hukum dan pentingnya kematangan dan kedewasaan seseorang untuk
melaksanakan pernikahan, karena semakin dewasa calon pengantin,
semakin matang fisik dan mental seseorang akan semakin mampu
menghadapi tantangan kehidupan jadi lupakan mitos tentang kewajiban
menerima pinangan dan mengatakan bahwa anak yang tidak menikah usia
muda itu tidak laku.
2. Menumbuhkan semangat pendidikan bagi orang tua khususnya bagi anak
muda, Agar orang tua selalu memberikan motivasi kepada anaknya bahwa
betapa pentingnya pendidikan dan pengembangan diri.
105
3. Kepada Pejabat Kantor KUA agar lebih intensif memberikan penyuluhan,
khususnya mengenai dampak negatif pernikahan usia muda dan pentingnya
pencatatan pernikahan.
4. Perlu adanya peran aktif dari tokoh agama dan tokoh masyarakat agar bisa
bekerjasama untuk ikut serta meminimalisir jumlah pernikahan usia muda,
karena masyarakat banyak yang menikahkan anaknya kepada kiayi yang
mendapatkan persetujuan dari tokoh masyarakat.
106
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdurrahman. Himpunana Peraturan Undang-undang Tentang Perkawinan, Jakarta, Akademika Presindo, 1986.
Abidin, Slamet. Fiqih Munakahat. Bandung: CV Pustaka Setia. 1999.
Adzim, Muhammad Fauzil. Indahnya Pernikahan Dini. Yogyakarta: Gema Insani Press. 2003.
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Prees, 1997.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Indra, Hasbi, dkk. Potret Wanita Sholehah. Jakarta: Pena Madani, 2005.
Kustini, Ed. Menelusuri Makna Fenomena Perkawinan di Bawah Umur dan Perkawinan Tidak Tercatat (Releansi Penelitian Perkawinan Di Bawah Umur Dan Perkawinan Tidak Tercatat: Sebuah Pengantar). Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013.
Kuzari, Achmad. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Prenada Group, 1995.
Kompilasi Hukum Islam. Bandung: UII Prees, 1999.
Muhammad, Husein. Fiqih Perempuan. Yogyakarta: Lkism 2001.
Muhdlor, Zuhdi. Memahami Hukum Perkawinan. Bandung: Al-Bayani, 1995.
Nurudin, Amiur dan Azhari Trigan. Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqih, Undang-undang Nomor.1 Tahun 1974 sampai KHI). Jakarta: Kencana, 2006.
107
Rifae, Mien Ahmad. Manusia Madura, Yogyakarta: Pilar Media, 2007.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Sabiq, As-Sayyid . Fiqh as-Sunnah, cet. III. Beirut: Dar Al-Fikr, 1977.
Shihab, Muhammad Quraish. Wawasan Al-Qur‟an. Bandung: Mizan, 2000.
Soekanto, Soerjono. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet ke 19, 1999.
Sudarsono. Sepuluh Aspek Agama Islam, cet. I. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994.
Suhendi, Hendi dan Ramdani Wahyu. Sosiologi Keluarga. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Syafi’i, Nasrul Usman dan Ufi Ulfiah. Ada Apa Dengan Nikah Beda Agama. Depok: Qultum Media, 2004.
Syakir, Muhammad Fu’ad. Perkawinan Terlarang Al-Msyar (kawina perjalanan) Al-„Urfi (kawin bawah tangan) As-Sirri (kawin rahasia). Jakarta: CV Cendikia Sentra Muslim, 1997.
Thayib, Anshari. Struktur Rumah Tangga Muslim. Surabaya: Risalah Gusti, 1992.
Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Artikel/ Skripsi
Ainiyah, Durratun. “Dampak Perkawinan Usia Muda Terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan.” Skripsi. Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2006.
108
Firdaus, Shofiyah. “Fenomena Dispensasi Perkawinan di bawah umur di Pengadilan Agama Blitar” (Studi Kasus Tahun 2008-2010).Skripsi. Jurusan: Al-Ahwal al-Syakhshiyah. Fakultas: Syari’ah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang.
Gaffar, Abdul. “Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di MA Al-Azhar Serabi Barat Modung Bangkalan.” Skripsi. Malang: Fakultas Tarbiyah IAIN Maulana Malik Ibrahim, 2009.
Hairi. Fenomena Pernikahan Dini Dikalangan Masyarakat Madura (Studi Kasus Di Desa Bajur Kecamatan Waru Kabupaten Pamekkasan), Skripsi S1 Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushulluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2009.
Miftahun Ulul. “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkawinan Usia Muda dan Upaya Pengendaliannya Terhadap Keutuhan Rumah Tangga (Studi Kasus di Jember Wilayah Utara),” Magister Administrasi Publik Program Pascasarjana Universitas Jember, 2006.
Pratama, Bintang. “Perspektif Remaja Tentang Pernikahan Dini (Studi Kasus di SMA Negeri 04 Kota Bengkulu.)” Skripsi. Bengkulu: Fakultas Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Bengkulu Bengkulu, 2014.
Riyanto. “Batas Minimal Usia Nikah (Studi Komparatif Antara Inpres No. 1 Tahun 1991).” Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Syariah Dan Hukum IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009.
Yusuf, Muhammad. “Pandangan Hukum Islam Terhadap Pernikahan Dini Di Pengadilan Agama Mungkid.” skripsi. Yogyakarta: Fakultas Al-Ahwalu Ays-Syaksiyyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010.
109
Internet
Lutfiyanti, Dian. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja 15-19 Tahun. Artikel dari www.blogspot.com (diakses pada tanggal 9 Januari 2016)
Yuningsih, Yuyun. Fenomena Nikah Muda. Artikel dari www. Neaonline.net (diakses tanggal 10 Januari 2016) http://serabibarat.blogspot.co.id/2015/08/keadaan-geografis-desa.html1 (diakses pada tanggal 9 Januari 2016) http://www.isadanislam.com/ulasan-berita-agama/145-pernikahan-dini-dalam- islam (diakses pada tanggal 9 Januari 2016) http://nyna0626.blogspot.compernikahan-dini-pada-kalangan-remaja (diakses pada tanggal 9 Januari 2016) http://hukumnkeluarga.blogspot.com/2011/06/izin-kawin-dispensasi-kawin-dan- wali.html (diakses 9 Januari 2016) http://kuapageruyung.blogspot.com/2009/12/persetujuan-izin-dan-dispensasi.html (diakses 10 Januari 2016) http://hukumnkeluarga.blogspot.com/2011/06/izin-kawin-dispensasi-kawin-dan- wali.html (siakses 10 Januari 2016)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apakah yang anda ketahui tentang nikah muda atau pernikahan usia muda? 2. Apakah anda termasuk orang yang menikah usia muda? 3. Berapa usia anda saat melakukan pernikahan? 4. Faktor apa saja yang mendorong anda melakukan pernikahan usia muda? 5. Mengapa anda menikah muda? 6. Apakah rintangan yang anda rasakan setelah menikah? 7. Apakah pernikahan yang anda lakukan di catatkan di Kantor Urusan Agama (KUA)? 8. Bagaimana pandangan anda mengenai pernikahan usia muda? 9. Apakah pihak KUA atau Pengadilan memberikan izin kepada pemuda atau pemudi yang akan melakuan pernikahan usia muda? 10. Dalam melakukan pernikahan usia muda apakah ada persyaratan yang harus dipenuhi sebelum dilangsungkannya akad nikah? 11. Menurut anda berapa usia yang ideal untuk menikah? 12. Apakah pernikahan yang dilakukan masyarakat di Desa Serabi Barat? ini sudah sah menurut agama dan Undang-undang? 13. Apakah ada dorongan dari kedua orang tua untuk segera melakukan pernikahan? 14. Apakah pihak orang tua memberikan kebebasan kepada anda untuk memilih jodohnya sendiri atau bahkan orang tua yang menjodohkan anda? 15. Apakah perjodohan sudah menjadi tradisi di Desa Serabi Barat ini? 16. Pihak mana saja yang sering melakukan pernikahan usia muda,apakah hanya dikalangan orang yang perekonomiannya rendah, atau para kelarga kiyai atau bahkan semua penduduk di Desa ini menerapkan pernikahan usia muda?