KULINER OMBUS-OMBUS DI SIBORONGBORONG KABUPATEN

TAPANULI UTARA TAHUN 1970-1986

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : SAPUTRA B. PANGARIBUAN

NIM : 160706040

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Walau banyak, kesulitan, dan cobaan melintang namun penulis masih diberi kesabaran, kekuatan, keteguhan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sampai akhir. Tanpa bantuan dan tuntunan

Yang Maha Mulia, maka suatu kemustahilan skripsi ini bisa diselesaikan oleh penulis.

Dalam perjalanan panjang melakukan penelitian dan pengumpulan data, sungguh sebuah kebanggaan dan anugerah bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan sebuah tulisan sejarah yang berbentuk skripsi dengan judul “Kuliner

Ombus-ombus di Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1970-

1986”. Skripsi ini penulis ajukan untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah ilmu bagi kita semua.

Medan, Oktober 2021

Penulis

Saputra B. Pangaribuan Nim. 160706040

i

Universitas Sumatera Utara UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skripsi ini tidak akan pernah selesai tanpa bantuan, dorongan, layanan, semangat, dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara dan para Wakil Dekan serta seluruh staff dan

pegawai lingkungan Fakultas Ilmu Budaya USU, berkat bantuan dan fasilitas

yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya USU maka penulis dapat

menyelesaikan studi.

2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya USU dan juga kepada Ibu Dra. Nina Karina, M.SP

selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU

yang telah banyak memberi nasihat dan motivasi selama penulis menjalani

kuliah.

3. Ibu Dra. Peninna Simanjuntak, M.S selaku Dosen Pembimbing penulis yang

telah banyak memberi nasihat, arahan, dukungan, waktu, motivasi, dan

membimbing penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Sejarah yang telah memberikan bimbingannya

kepada penulis. Juga kepada staf administrasi Prodi Ilmu Sejarah,

ii

Universitas Sumatera Utara Bang Ampera Wira yang telah banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan persoalan administrasi selama masa studi.

5. Kedua orang tua penulis, Ayahanda B. Pangaribuan dan Ibunda tercinta

L.Panjaitan yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, menyayangi,

serta selalu mendoakan dan memberi dukungan kepada penulis yang tidak

akan pernah mampu penulis membalasnya.

6. Kepada saudara-saudara penulis, kakak dan juga adik penulis yang selalu

memberikan semangat, motivasi kepada penulis.

7. Kepada saudara-saudariku seangkatan 2016 yang sejak awal perkuliahan

hingga saat ini, tetaplah menjadi bagian yang tidak mampu dilupakan oleh

penulis, terima kasih untuk waktu-waktu bersama yang kita jalani.

8. Kepada sahabat, teman seperjuangan penulis di angkatan 2016 yaitu Andri

Ginting, Dicky Febryanto, Donny Rizaldy, Pardomuan Pandiangan, Rolin

Malau, Vrendy Manurung, Robby Fernando yang telah banyak memberikan

dukungan, motivasi, semangat dan menjadi teman berbagi. Penulis berdoa

semoga kita semua sukses, dan juga berguna bagi semua orang.

9. Kepada seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiswa Sejarah (HIMIS)

USU,dari abang-kakak senior maupun adik-adik junior yang selama ini

menemani penulis (maaf tidak bias disebutkan satu persatu). Terimakasih

dukungan dan masukan yang diberikan kepada penulis sampai dengan akhir

penulisan skripsi.

iii

Universitas Sumatera Utara 11. Kepada sahabat dan teman lama penulis yaitu Grace Simamora, Adiputra

Togatorop, Bethesda Sormin, Paramita Siregar, Januar Manurung, Gunawan

Siregar terimakasih telah memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis, semoga teman-teman penulis sukses dimanapun berada.

12. Kepada semua pihak yang membantu penulis, kepada seluruh informan yang

telah meluangkan waktu untuk berbagi informasi dengan penulis yang tidak

bisa disebutkan satu-persatu.

Medan, Oktober 2020

Penulis

Saputra B. Pangaribuan Nim. 160706040

iv

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i UCAPAN TERIMA KASIH...... ii DAFTAR ISI ...... v ABSTRAK ...... vi BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 4 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 5 1.4 Tinjauan Pustaka ...... 6 1.5 Metode Penelitian ...... 9 BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI UTARA...... 11 2.1 Letak Geografis ...... 11 2.2 Penduduk ...... 14 2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Siborongborong...... 16 2.3.1 Bertani ...... 16 2.3.2 Beternak ...... 17 2.3.2 Berdagang...... 17 2.4 Budaya Masyarakat Kecamatan Siborongborong ...... 18

BAB III SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KULINER OMBUS-OMBUS DI SIBORONGBORONG TAHUN 1970-1986 ...... 20 3.1 Sejarah Kuliner Ombus-ombus ...... 20 3.2 Perkembangan Usaha Ombus-ombus di Kecamatan Siborongborong 24 3.2.1 Ombus-ombus Sebagai Makanan Tradisional Menjadi Makanan Khas ...... 26 3.2.2 Ombus-ombus Sebagai Usaha Sampingan Masyarakat ...... 27

v

Universitas Sumatera Utara 3.2.3 Ombus-ombus dari Olahan Rumahan Menjadi Makanan Yang Diperdagangkan ...... 29 3.3 Proses Pembuatan Ombus-ombus ...... 31 3.3.1 Modal ...... 35 3.3.2 Bahan Baku ...... 36 3.3.3 Alat Produksi ...... 38 3.3.4 Tenaga Kerja ...... 39 3.3.5 Pemasaran Ombus-ombus ...... 41 3.4 Ombus-ombus Sebagai Ikon Kecamatan Siborongborong ...... 43 BAB IV DAMPAK KULINER OMBUS-OMBUS PADA KEHIDUPAN PEDAGANG OMBUS-OMBUS DI SIBORONG BORONG KABUPATEN TAPANULIUTARA...... 45 4.1 Perubahan Ekonomi Pedagang Ombus-Ombus ...... 45 4.2 Pendidikan Pedagang Ombus-ombus ...... 48 4.3 Bentuk Bangunan Rumah ...... 52 4.4 Dalam Bidang Sosial dan Budaya...... 56 BAB V KESIMPULAN...... 59 5.1 Kesimpulan ...... 59 5.2 Saran ...... 62 DAFTAR PUSTAKA...... 67

DAFTAR INFORMAN...... 69

LAMPIRAN...... 71

vi

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah dan luas desa di Kecamatan Siborongborong...... 13

Tabel 2 Agama di Kecamatan Siborongborong...... 15

Tabel 3 Pedagang di Kecamatan Siborongborong...... 18

vii

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Peta Kecamatan Siborongborong...... 71

Lampiran 2 Alat pengolah tepung beras Ombus-ombus...... 72

Lampiran 3 Warung penjual Ombus-ombus...... 73

Lampiran 4 Pedagang Ombus-ombus...... 74

Lampiran 5 Patung pedagang Ombus-ombus...... 75

Lampiran 6 Kuliner Ombus-ombus...... 76

Lampiran 7 Konsumen kuliner Ombus-ombus...... 77

viii

Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Skripsi ini meneliti tentang Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1970-1986. Adapun yang menjadi persoalan skripsi ini adalah bagaimana sejarah dan keberadaan kuliner ombus-ombus di Siborongborong, bagaimana perkembangan kuliner ombus-ombus di Siborong- borong, bagaimana dampak kuliner ombus-ombus terhadap kehidupan masyarakat di Kecamatan Siborongborong. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah untuk menjelaskan sejarah kuliner ombus-ombus, perkembangan, dan dampak kuliner ombus-ombus terhadap kehidupan masyarakat di Siborongborong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah melalui tahap heuristik, kritik sumber, interprestasi, serta historiografi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam usaha pembuatan kuliner ombus-ombus pada dasarnya adalah usaha rumah tangga yang diwariskan dari generasi kegenerasi berikutnya melalui pendidikan informal. Usaha kuliner Ombus-ombus masih bersifat tradisional dengan proses pengerjaan yang masih sederhana. Perkembangan usaha kuliner ombus-ombus berpengaruh terhadap ekonomi keluarga pengusaha Ombus-ombus dan terhadap daerah Siborongborong sendiri. Ombus-ombus menjadi oleh-oleh khas Tapanuli Utara yang biasa dibeli jika datang berkunjung ke daerah ini.

Kata kunci: Kuliner, Ombus-ombus, Siborongborong.

ix

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.1 Yang direkonstruksi adalah apa saja yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan, dan dialami oleh manusia.

Kenyataan bahwa sejarah terus ditulis manusia di semua peradaban dan sepanjang waktu, menjadikan bukti bahwa sejarah itu perlu. Sejarah merupakan hasil peradaban manusia, karena peradaban manusia berbarengan dengan perjalanan manusia.

Makanan adalah salah satu tradisi kuliner yang paling kaya di dunia, dan penuh dengan cita rasa yang kuat. Kekayaan jenis masakannya merupakan cermin keberagaman budaya dan tradisi Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau berpenghuni, dan menempati peran penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum. Hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa, lada, pala, ketumbar dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan, dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal seperti dari India, Tiongkok,Timur Tengah, dan Eropa (seperti Belanda,

Portugis, dan Spanyol).2

1 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta:Benteng,2005, hlm. 18-19 2https://id.wikipedia.org/wiki/Masakan_Indonesia diakses pada; 02 Maret 2020

1

Universitas Sumatera Utara Kecamatan Siborongborong merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Utara yang mempunyai potensi sektoral (pariwisata) dan komoditi yang cukup baik dalam berbagai segi peruntukannya misalnya sebagai lahan permukiman dan lahan pertanian. Potensi-potensi yang ada bila tidak mendapat perhatian khusus, selamanya akan menjadi potensi saja bukan keluaran produknya yang sangat penting.

Salah satu potensi yang dimiliki kecamatan ini adalah potensi pertanian, potensi sumber daya alam lokal yang cukup menjanjikan.

Jika ditinjau dari letak geografis, Kecamatan Siborongborong merupakan daerah yang cukup strategis untuk zona kawasan bisnis, karena berada di daerah Jalan

Lintas Sumatera (Jalinsum) Tarutung-Balige. Kawasan ini juga berada di pertengahan wilayah Tapanuli Utara, sehingga tidak bisa dipungkiri banyak pedagang dari beberapa daerah seperti Tarutung, Sipoholon, Dolok Sanggul, dan juga Balige melakukan pengembangan usaha di daerah ini.

Ombus-ombus pertama kali dicetuskan oleh pedagang asal Batak Toba, yaitu

Musik boru Sihombing pada tahun 1940.3 Musik boru Sihombing memulai bisnis di rumahnya, di Jalan Balige pusat pasar Kecamatan Siborongborong. Ombus-ombus pada awalnya diberi nama Lampet Bulung4 tetap panas (dalam bahasa Toba lampet bulung las kede). Pada masa itu lampet merupakan dagangan yang menjanjikan karena banyaknya peminat.

3https://Merahputih.Com Meniup Sejarah Kue Ombus-Ombus diakses pada; 22 Januari 2020 4Lampet Bulung merupakan jajanan khas etnik Toba yang berasal dari Tapanuli.Kue ini biasanya dibungkus daun pisang terbuat dari tepung beras, kelapa parut dan gula merah.Bentuknya menyerupai limas.

2

Universitas Sumatera Utara Sepeninggal sang perintis usaha Lampet Bulung Tetap Panas yakni almarhumah Musik boru Sihombing, usaha pembuatan kue Lampet Bulung diteruskan oleh warga lainnya. Anggiat Siahaan yang merupakan warga Desa Pohan Tonga mulai ikut membuat lepat seperti yang dimulai oleh almarhumah Musik boru

Sihombing. Dengan bahan baku yang terbilang murah dan mudah didapat menjadikan salah satu faktor pendorong Anggiat Siahaan untuk melanjutkan usaha yang cukup menjanjikan itu. Berjualan dengan sepeda ontel berkeliling desa merupakan langkah awal Anggiat Siahaan mengembangkan usahanya tersebut. Merasa rancu dengan nama jualannya yang terlalu panjang yakni “lampet bulung tetap panas” muncullah ide kreatif Anggiat Siahaan untuk memberi nama baru yang lebih simpel dan menarik. Kemudian nama lampet bulung tersebut berubah nama menjadi “Ombus-

Ombus Nomor 1” . Kata Ombus-ombus dalam bahasa Batak Toba dapat diartikan sebagai tiup-tiup. Alasan Anggiat Siahaan memberikan nama tersebut karena makanan yang terbuat dari tepung beras tersebut lebih enak dimakan pada saat masih panas dan perlu ditiup-tiup.

Industri rumah tangga atau home industry merupakan suatu peluang usaha yang mulai bermunculan dalam era sekarang karena sempitnya lapangan kerja yang tersedia. Industri semacam ini dapat dikelola dalam rumah sehingga dapat dipantau setiap saat. Usaha kecil semacam ini dapat dikelola oleh orang-orang yang memiliki kekerabatan.Modal yang dibutuhkan usaha ini sedikit dan dan alat-alat yang digunakan bersifat manual.

3

Universitas Sumatera Utara Dari berbagai aspek kepentingan, secara jelas dan nyata keberadaan industri berskala mikro dan kecil sangat dibutuhkan. Dari aspek potensi penyerapan tenaga kerja dan daya tahannya terhadap gejolak dan fluktuasi ekonomi, ketahanan industri berskala kecil dan mikro tidak perlu diragukan sehingga merupakan suatu keniscayaan bagi pemerintah untuk lebih gencar lagi memberikan berbagai bantuan dan kemudahan kepada industri berskala mikro atau kecil.

Berdasarkan uraian di atas perlu dilakukan penelitian terhadap sejarah kuliner

Ombus-ombus yang kemudian menjadi usaha skala kecil rumah tangga terutama ditinjau dari kesiapan dan ketersediaan faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dilihat bagaimana perananan industri rumah tangga Ombus-ombus dalam memajukan perekonomian masyarakat di Siborongborong. Penulis mengambil judul “Kuliner Ombus-Ombus di Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun 1970-1986”. Penelitian ini diawali dari tahun 1970 karena pada tahun ini produksi Ombus-ombus mulai diperdagangkan dan dipasarkan, penulis membatasi tahun penelitianan pada tahun 1986 karena pada tahun ini Pemerintah Kabupaten

(Pemkab) Tapanuli Utara meresmikan monumen patung penjual Ombus-ombus sebagai monumen bersejarah bagi masyarakat di Siborongborong.

1.2 Rumusan Masalah

Di dalam suatu penelitian, rumusan masalah menjadi landasan yang sangat penting dari sebuah penelitian karena akan memudahkan peneliti di dalam proses

4

Universitas Sumatera Utara pegumpulan data dan analisis data. Rumusan masalah merupakan bagian yang memuat lebih jelas tentang masalah yang ditetapkan dalam latar belakang masalah.

Dengan kata lain, masalah itu diidentifikasikan dengan masalah yang secara eksplisit dalam urutan sesuai dengan intensitas terhadap topik.5 Dari latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka rumusan masalah ditetapkan sebagai berikut:

1. Bagaimana Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong sebelum tahun

1970?

2. Bagaimana perkembangan Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong

pada tahun 1970-1986?

3. Bagaimana dampak Kuliner Ombus-ombus pada kehidupan pedagang

Ombus-ombus di Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti memiliki tujuan dan manfaat dalam menyelesaikan suatu masalah yang diteliti. Tujuan memberi kita gambaran apa yang ingin dicapai dalam suatu penelitian sedangkan manfaat memberi kita kegunaan atau fungsi penelitian tersebut kepada masyarakat luas baik itu akademisi maupun masyarakat awam. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

5 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1999, hal.50.

5

Universitas Sumatera Utara 1. Menjelaskan Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong sebelum tahun

1970.

2. Menjelaskan perkembangan Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong

periode tahun 1970-1986.

3. Menjelaskan dampak Kuliner Ombus-ombus pada kehidupan masyarakat

di Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara.

Penelitian ini setidaknya dapat memberikan manfaat secara praktis dan akademis bagi pembaca untuk mengetahui beberapa hal antara lain:

1. Menambah wawasan kepada penulis dan pembaca tentang sejarah Kuliner

Ombus-ombus sebagai sumber mata pencaharian di Siborongborong.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah ataupun pihak terkait

lainnya dalam rangka pemberian modal dan pengembangan usaha rumah

tangga yang ada di Siborongborong.

3. Mendukung perkembangan Ilmu Sejarah sehingga ke depannya menjadi

penggerak bagi penulis lainnya yang ingin menulis sejarah tentang ragam

kebudayaan yang terdapat di Indonesia.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penulisan sejarah merupakan bentuk dan proses pengkisahan atas peristiwa manusia yang telah menjadi peristiwa masa lampau.6 Dalam melakukan setiap

6 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta:Gramedia Pustaka Utama, 1993, hal.19.

6

Universitas Sumatera Utara penelitian, penulis membutuhkan buku-buku sebagai bahan telaah studi pustaka.

Tetapi belum ada buku yang secara khusus membahas tentang sejarah Ombus-ombus di Kecamatan Siborongborong, namun sudah ada tulisan yang membahas tentang tema industri rumah tangga di Kabupaten Tapanuli Utara. Adapun buku-buku referensi yang berkaitan dengan permasalahan yang diharapkan dapat mendukung penulis dalam penyusunan penelitian adalah sebagai berikut :

Fadly Rahman dalam Jejak Rasa Nusantara Sejarah Makanan Indonesia

(2016) menjelaskan terkait perkembangan kuliner tradisonal di Indonesia dengan citra beragam dan uniknya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh global yang berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Pembentukan makanan di Indonesia sudah berlangsung sejak masa kuno ditandai dengan memanfaatkan sumber daya disekitarnya. Masuknya berbagai pengaruh global ( Tiongkok, India, Arab dan Eropa) hingga abad ke-18 diikuti dengan masuknya jenis-jenis makanan baru (tanaman dan hewan) yang turut juga mempengaruhi perkembangan makanan Indonesia.

Perkembangan budidaya pangan sejak abad ke- 19 hingga awal abad ke-20 merupakan awal mula munculnya perkembangan ilmu makanan dan gastronomi yang ditandai dengan terciptanya Indische Keuken ( Kuliner Indis). Dalam buku ini juga menjelaskan unsur-unsur sejarah yang membentuk perkembangan citra makanan

Indonesia. Unsur-unsur itu meliputi budidaya pangan, politik, ekonomi dan silang budaya.

7

Universitas Sumatera Utara Merry Kristina Silaban. 2017. “Industri Rumah Tangga Kacang Sihobuk di

Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara (1990-2001)” (Skripsi) membahas tentang perkembangan industri rumah tangga kacang Sihobuk dan keadaan perekonomian masyarakat di Sipoholon setelah industri rumah tangga kacang sihobuk laku dipasarkan.

M J Morris dalam Kiat Sukses Mengembangkan Usaha Kecil (1984) menjelaskan tentang mengenai apa saja yang perlu di perhatikan dalam pengembangan dan dalam bentuk apa pengembangan itu dilakukan; membuat produk baru dan pasar baru, mengembangkan sumber daya yang ada, meningkatkan laba dan meningkatkan efisisensi produksi. Buku ini akan dijadikan sebagai bahan referensi dalam penulisan skripsi nantinya.

Riski Ananda. 2016. “Peran Home Industri Dalam Meningkatkan Ekonomi

Keluarga; studi kasus home industry keripik di kelurahan kubu”. ( Jurnal Penelitian

Mahasiswa) Vol.3 No.2 menjelaskan bahwa dalam berlangsungnya industri rumah tangga perlu diperhatikan aspek-aspek penting seperti; pemodalan yang meliputi segala sesuatu tentang modal yang dipakai dan cara menjalankannya, sumber daya manusia yang meliputi hal-hal yang berhubungan dengan tenaga kerja, produksi yang meliputi bahan baku, dan cara pendapatan bahan baku dan juga pemasaran yang meliputi pengembangan produk, distribusi juga pelayanan.

8

Universitas Sumatera Utara Fadly Rahman dalam Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial

1870-1942 (2011) menjelaskan tentang pengaruh budaya asing terhadap citra kuliner

Indonesia yang tampak jelas, namun dilingkungan alam dan budaya pribumi juga memengaruhi dunia kuliner Eropa, khususnya Belanda. Wujud pengaruh itu tampak dari modifikasi makanan serta etika makan diantara dua budaya. Buku ini akan dijadikan sebagai bahan referensi dalam penulisan skripsi nantinya.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang peneliti gunakan untuk melakukan penelitian ini adalah metode sejarah. Metode sejarah berisi tahapan yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah tulisan sejarah. Tahapan tersebut adalah heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.

Tahap pertama adalah Heuristik (pengumpulan sumber) yang sesuai dan mendukung sumber objek yang diteliti. Dalam hal ini dengan menggunakan metode penelitian lapangan atau studi lapangan.Dalam penelitian lapangan dilakukan dengan teknik wawancara. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber seperti pendiri usaha Ombus-ombus, pedagang Ombus-ombus serta warga di Kecamatan

Siborongborong. Dalam studi pustaka peneliti menggunakan data tertulis melalui buku, skripsi, koran, kabar berita, jurnal serta mengunjungi Perpustakaan Universitas

Sumatera Utara, dan juga Kantor Camat Siborongborong.

9

Universitas Sumatera Utara Setelah data terkumpul tahap kedua yaitu kritik, semua data yang sudah terkumpul akan diolah sesuai data yang dibutuhkan. Dengan pemilihan data ini peneliti akan menggunakan kririk intern dan ekstern dengan menggunakan sumber- sumber yang sudah ada. Dalam kritik intern peneliti akan menggunakan perbandingan data sumber tertulis untuk melihat dan mempertimbangkan kebenarannya. Untuk kritik ekstern peneliti akan membandingkan informasi yang telah terkumpul dengan memperhatikan keaslian informasi dari narasumber dengan kebenaran yang terjadi

(faktualisasi).

Tahap selanjutnya interpretasi, yaitu pemilihan data yang terkumpul.Memilih data yang dibutuhkan atau data yang tidak dibutuhkan peneliti. Data yang telah terpilih, dipilih berdasarkan keperluan yang sedang dikerjakan peneliti.

Tahap berikutnya atau tahap terakhir adalah Historiografi, yaitu penuangan hasil penelitian dalam bentuk tulisan. Dalam hal ini hasil penelitian akan dijadikan tulisan skripsi dengan dasar data yang sudah dipilih. Dalam tulisan tersebut akan menjelaskan tentang “Kuliner Ombus-ombus Di Siborongborong Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 1970-1986”.

10

Universitas Sumatera Utara BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN SIBORONGBORONG

KABUPATEN TAPANULI UTARA

2.1 Letak Geografis

Kecamatan Siborongborong terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi

Sumatera Utara, Indonesia. Letak astronomis Kecamatan Siborong-borong berada pada titik koordinat 02 06’- 02˚16’ LU, 98˚51’ - 99˚09’ BT, 1.100 s.d 1.500 Meter diatas permukaan laut, dan memiliki luas wilayah 279,91 Km² dengan kepadatan penduduk 161 jiwa/km².

Pada tahun 1800-an Siborongborong pernah menjadi Ibukota dari Tanah

Batak (Tano Batak). Hal ini disebabkan oleh adanya dua kelompok atau dua pimpinan yang berselisih satu sama lain. Satu kubu pimpinan Fakih Amiruddin yang wilayahnyameliputi Rao, Tanah Batak Selatan sampai Asahan, Padang Lawas dan sebagian daerah Toba berpusat di Siborongborong dan kubu lain yakni saudaranya sendiri Sisingamangaraja X yang menjadi penguasa tradisioanl Toba dengan pusat di

Bakkara.

Nama “Siborongborong” mempunyai latar belakang yang berhubungan dengan hasil pertanian penduduk di Kecamatan Siborongborong. Untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan oleh warga, maka hasil pertanian tersebut dibawa ke

11

Universitas Sumatera Utara Onan7 Siborongborong supaya dapat ditukar dengan barang yang lain. Dapat dikatakan bahwa pertukaran barang dengan barang masih berlaku pada saat itu, karena uang masih sulit didapat oleh masyarakat. Perkataan “Siborongborong”8 tersebut muncul karena saat terjadi pertukaran barang, maka para petani akan menumpukkan barang-barangnya. Apabila ada petani yang membutuhkannya, mereka akan memborong barang keperluan tersebut untuk diganti dengan barang yang lain.

Kejadian tersebut berlangsung secara terus-menerus yaitu kegiatan borong memborong barang yang dibutuhkan. Oleh sebab itulah masyarakat menyebutnya dengan daerah Siborongborong, karena di daerah ini sering terjadi kegiatan borong memborong keperluan rumah tangga.

Kecamatan Siborongborong memiliki 20 Desa dan 1 Kelurahan, Kecamatan

Siborongborong terletak dengan batas wilayah :

 sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lintong Nihuta, Paranginan

Kabupaten Humbang Hasundutan

 sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon

 sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagaran

 sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sipahutar dan Kabupaten Toba.

Jarak kantor camat Siborongborong ke kantor Bupati Tapanuli Utara adalah 26 Km.

Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Siborongborong merupakan daerah penting

7 Onan: sebutan dalam bahasa Batak Toba yang berarti Pasar 8 http://siborongborongnews.blogspot.com diakses pada; 25 September 2020

12

Universitas Sumatera Utara dalam jalur transportasi di Kabupaten Tapanuli Utara dan juga di Provinsi Sumatera

Utara. Pada umumnya marga didaerah Siborongborong didominasi oleh marga

Sihombing, marga Lumban Toruan, marga Hutasoit, marga Nababan, dan marga

Silaban. Sementara marga yang lain merupakan marga pendatang.9

Table 2.1 Jumlah dan luas desa di Kecamatan Siborongborong

Desa/Kelurahan Km²

Lumban Tonga-tonga 8,9 Paniaran 9,70 Bahal Batu III 14,40 Bahal Batu II 15,40 Bahal Batu I 11,30 Sitabo-tabo 6,97 Siborong-borong I 10,00 Siaro 6,40 Sitampurung 13,50 Pasar Siborong-borong 5,00 Pohan Tongan 14,70 Lobu Siregar II 16,10 Hutabulu 14,30 Lobu Siregar I 22,30 Pohan Jae 27,30 Pohan Julu 31,50 Parik Sabungan 17,51

9 Wawancara dengan Jahoras Silaban, pada tanggal 25 Agustus 2020

13

Universitas Sumatera Utara Siborong-borong II 14,63 Sigumbang 8,50 Sitabotabo Toruan 4,43 Silait-lait 7,07 Jumlah 279,91 Sumber: Kantor Camat Siborongborong (data tahun 1985)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa di Kecamatan Siborongborong terdapat 20 desa dan 1 kelurahan yang masing-masing desa memiliki luas wilayah seperti yang telah disebutkan diatas. Desa yang memiliki luas daerah terbesar adalah

Pohan Julu (31,50Km) disusul oleh desa Pohan Jae (27,30Km), sementara terdapat tiga desa dengan luas paling kecil yakni desa Sitabotabo Toruan, pasar

Siborongborong dan desa Siaro.

2.2 Penduduk

Sebuah desa terbentuk berawal dari perkumpulan beberapa komunitas keluarga yang terdiri dari beberapa individu yang memiliki keinginan untuk hidup bersama pada suatu wilayah. Wilayah mereka bermukim tersebut dapat berupa hutan dan areal lahan yang digunakan sebagai ladang dengan pola nomaden atau berpindah dari suatu tempat ke tempat lain.

Di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal besar yang efektif bagi pembangunan nasional bila penduduk yang besar tersebut berkualitas baik. Akan tetapi, dengan

14

Universitas Sumatera Utara pertambahan penduduk yang pesat tidaklah mudah mengendalikannya dan sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Dalam hal ini kepadatan penduduk kecamatan Siborong-borong diketahui melalui perbandingan jumlah penduduk dengan luas wilayah kecamatan Siborong-borong.

Dalam hal kependudukan ini, masyarakat di Siborongborong termasuk daerah masyarakatnya heterogen, karena selain menganut agama yang berbeda-beda juga memiliki beragam suku, yaitu Batak Toba, Simalungun, Pakpak, Nias, Jawa, Padang, dan Mandailing, penduduk memeluk agama seperti, Agama Islam, Agama Kristen

Protestan, Agama Katholik, dan aliran kepercayaan Parmalim. Walaupun penduduknya terdiri dari berbagai suku namun terbukti mereka dapat hidup berdampingan dengan baik, jarang terjadi konflik antar suku.

Tabel 2.2 Agama di Kecamatan Siborongborong

Agama Jumlah (%) Kristen 92,65 Katolik 4,68 Islam 1,50 Parmalim 1,17 Sumber : Kantor Camat Siborongborong (data tahun 1985)

15

Universitas Sumatera Utara 2.3 Mata Pencaharian Masyarakat Kecamatan Siborongborong

Dengan wilayah yang terbilang luas, masyarakat di Kecamatan

Siborongborong memiliki berbagai mata pencaharian dalam keberlangsungan hidupnya. Beberapa mata pencaharian yang paling dominan dilakukan masyarakat

Siborongborong adalah sebagai berikut:

2.3.1 Bertani

Umumnya masyarakat yang tinggal di desa memiliki mata pencaharian sebagai petani untuk melangsungkan kehidupannya. Bertani tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan dan sudah turun-temurun dari nenek moyang. Perekonomian masyarakat yang tinggal di desa pada umumnya bergantung pada bidang pertanian. Demikian juga dengan masyarakat yang tinggal di

Siborongborong yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani.

Masyarakat Siborongborong mengusahakan tanah yang mereka kerjakan dapat memberikan hasil yang baik untuk keperluan hidup mereka. Berbagai jenis tanaman pun mereka tanam seperti; padi, jagung, kacang, cabai, kopi serta tanaman sayur-sayuran. Pertanian jenis ini mereka lakukan dengan cara individu dan masih menggunankan alat-alat manual dan tenaga yang terbatas.10 Pada umumnya mereka hanya bergantung pada kondisi alam seperti musim hujan dan musim kemarau, tantangan ini merupakan hal yang wajib dilalui masyarakat yang bekerja sebagai

10 Suetomo. Greg, Kekalahan Manusia Petani, Dimensi Manusia Dalam Membangun pertanian, Yogyakarta : kasinius, 1996, hal. 21.

16

Universitas Sumatera Utara petani, pun luas lahan menentukan jumlah hasil pertanian yang akan mereka kumpulkan jika sudah tiba waktu untuk panen.

2.2.2 Beternak

Beternak menjadi salah satu peluang yang sangat besar disamping bertani bagi masyarakat untuk dikembangkan sebagai usaha. Masyarakat Siborongborong menjadikan usaha ternak sebagai salah satu kegiatan dalam menghasilkan uang dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, mereka memeliharan berbagai jenis ternak yang laku dipasarkan seperti; ayam, itik, bebek, babi, kerbau, anjing, maupun ternak kuda.

Masyarakat di Siborongborong yang memiliki hewan peliharaan yang banyak, pada umumnnya mereka hanya memakan atau memotong hewan ternaknya pada saat acara-acara tertentu saja misalnya jika keluarga atau anak mereka pulang dari perantauan. Fokus utama mereka beternak adalah untuk mendapatkan uang demi kebutuhan pokok disamping bekerja sebagai petani.

2.2.3 Berdagang

Disamping bertani dan beternak, sebagian masyarakat Siborongborong juga memimiliki mata pencaharian berdagang. Mereka membawa hasil pertanian mereka kepasar untuk dijual, dalam bahasa Toba disebut dengan mar-rengge-rengge.

Kemampuan untuk mengembangkan usaha diluar sektor pertanian tentu akan

17

Universitas Sumatera Utara berpengaruh pada pendapatan keluarga. Masa depan anak-anak mereka pun semakin mendapat prioritas.

Tabel 2.3 Pedagang di Kecamatan Siborongborong

No Jenis Dagangan Jumlah Pedagang (%)

1 Beras 14

2 Daging & Ikan 9

3 Pupuk 10

4 Kopi 8

5 Warung Nasi (Rumah Makan) 10

6 Pakaian 11

7 Sayuran 7

8 Kemenyaan 12

9 Bahan & Alat Bangunan 10

10 Buah-buahan 9

2.4 Budaya Masyarakat Kecamatan Siborongborong

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama dan bercampur untuk waktu yang lama yang masing-masing memiliki keinginan- keinginan, perasaan-perasaan yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan peraturan-

18

Universitas Sumatera Utara peraturan yang akan membentuk suatu kebudayaan.11 Penduduk masyarakat

Siborongborong adalah mayoritas Suku Batak Toba yang telah lama mendiami wilayah Siborongborong, dan terkenal akan budaya Batak Tobanya. Masyarakat

Siborongborong dapat dikatakan homogen, karena berasal dari satu suku yaitu suku

Batak Toba yang mempunyai ciri khas pada budaya masyarakat Siborongborong.

Masyarakat Siborongborong secara umum mengadopsi falsafah yang diturunkan oleh nenek moyangnya yaitu dalihan na tolu, yang ditafsirkan oleh tiga buah batu yang menopang tungku saat memasak artinya ketika tungku itu ditafsirkan dengan somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Dari falsafah dalihan na tolu di atas, masyarakat Batak Toba menjalankan itu sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari.12 Hubungan kekerabatan yang dimiliki masyarakat sangat erat dan sangat kuat. Masyarakat Siborongborong secara khusus dalam kehidupan sehari-hari memiliki bahasa Batak Toba, karena lebih mudah dipahami oleh sesama masyarakat.

Penduduk Siborongborong mengikuti garis keturunan patrinileal, yakni sistem penarikan garis keturunan mengikuti pihak laki-laki. Oleh karena itu bapak adalah sumber keturunan dan kekuasaan, maka garis keturunan patrinileal berlaku sampai saat ini di Siborongborong. Satu keturunan kelompok yang mempunyai garis keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang yang sama dinamakan marga. Suatu kelompok kekerabatan di Kecamatan ini dihitung berdasarkan satu bapak (sa ama),

11 Soerjono, Soekanto. 1990. Sosiologi, Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press, hal. 27 12 Gultom Rajamarpodang. 1995. Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak. Medan, hal. 9

19

Universitas Sumatera Utara satu kakek atau nenek moyang (sa ompu). Warga desa ini masih menunjukkna garis hubungan kekerabatan terhadap kaum kerabatnya sampai beberapa generasi sebelumnya.

Bagi mereka kesamaan marga sangat penting, karena orang yang satu marga masih merasa satu keturunan yang sangat dekat. Hal ini menimbulkan adanya rasa persaudaraan yang bertanggung jawab satu sama lain, meskipun telah dipisahkan oleh gais keturunan yang cukup jauh. Perkawinan yang semarga tidak diperbolehkan dan dianggap tabu oleh masyarakat. Suatu perkawinan menyebabkan terjadinya hubungan antar kelompok-kelompok, kerabat dari seorang suami dengan kelompok kerabat tempat istrinya berasal.

20

Universitas Sumatera Utara BAB III

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KULINER OMBUS-OMBUS DI

SIBORONGBORONG TAHUN 1970-1986

3.1 Sejarah Kuliner Ombus-ombus

Sejarah makanan di Indonesia terbentuk dari beberapa lapisan waktu. Jika dihubungkkan dengan sumber-sumber sejarah, setidaknya telah terasa bahwa makanan dikonstruksi sebagai cuisine alias boga sejak abad ke-10 M seiring masuknya cita-rasa Tionghoa, India, dan Arab. Hal itu semakin kompleks ketika

Eropa mulai menanamkan pengaruhnya sejak abad ke-16 hingga abad ke-18 dengan ditandai masuknya secara bergelombang berbagai jenis bahan makanan baru dari benua Amerika dan Eropa ke Indonesia (dan juga sebaliknya) yang dalam sejarah global dikenal dengan Columbian exchange. Kurun waktu yang panjang itu menjadi penentu bagi perkembangan dan pembentukan citra makanan di Indonesia pada masa kolonial (abad ke-19 paruh pertama - abad ke-20) hingga masa kemerdekaan.13

Menurut sejarah, daerah Siborongborong merupakan tanah kelahiran

Sihombing Siopat Ama yaitu, Silaban, Nababan, Lumban Toruan, dan Hutasoit.

Sehingga sampai saat ini daerah Siborongborong sering disebut dengan huta

(perkampungan) marga Sihombing dikarenakan marga Sihombing lah yang di tuakan

13 Rahman, Fadly. 2016. Jejak Rasa Nusantara, Sejarah Makanan Indonesia. Jakarta: Gramedia, hal.5

21

Universitas Sumatera Utara atau pembawa nama dari ke-empat marga tersebut.14 Kuliner Ombus-ombus pertama kali diciptakan oleh Almarhum Musik boru Sihombing pada tahun 1940 dan di beri sebutan “lampet bulung tetap panas”, yang beralamat di pusat pasar Siborongborong.

Dikatakan Lampet bulung tetap panas karena makanan yang satu ini enak dimakan ketika masih dalam keadaan panas dan cocok dijadikan sebagai kudapan sambil minum kopi atau teh sebagai pengganti sarapan.15 Lepat yang terasa manis yang terbuat dari tepung beras, gula dan parutan kelapa tersebut menjadi makanan yang tidak asing lagi warga di sekitar tempat tinggal boru Sihombing.

Kondisi perekonomian yang menghimpit pada tahun 1950-an dan susahnya mencari tambahan uang untuk keperluan hidup menjadi alasan yang kuat bagi Musik boru Sihombing untuk menjual lampet bulung disekitaran pasar Siborongborong.

Setiap pagi beliau menyiapkan lampet bulung untuk dijual dan ternyata makanan yang dibungkus dengan daun pisang tersebut memiliki banyak peminat dan terbilang laku untuk dijual dengan hasil yang lumayan. Memulai usahanya dari rumah, Musik

Sihombing dibantu oleh suaminya bermarga Sianturi dalam mengembangkan usaha tersebut, dari proses pembuatan bahan baku, adonan lampet, pengemasan dalam daun pisang, memasak hingga penjualan. Dengan tekun dan kerja keras, boru Sihombing memperoleh penghasilan yang cukup lumayan dari penjualan lampet bulung tersebut untuk keperluan maupun biaya hidup.

14 Wawancara dengan Panahatan Silaban, pada tanggal 25 Agustus 2020 15 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020

22

Universitas Sumatera Utara Berjualan ombus-ombus hampir selama sepuluh tahun, pencetus usaha kuliner ombus-ombus pertama kali yaitu Musik boru Sihombing akhirnya memutuskan untuk pindah ke daerah Sidikalang. Tidak begitu jelas alasan mengapa beliau dan suaminya pindah dari Siborongborong, dari informasi yang penulis dapat mengatakan bahwa

Musik boru Sihombing dan suaminya meninggal di Sidikalang dan tidak pernah kembali lagi ke Siborongborong.

Setelah Musik boru Sihombing meninggal dunia, usaha kuliner ombus-ombus masih dilanjutkan oleh warga yang lain. Dari desa Pohan Tonga muncul seseorang yang bernama Anggiat Siahaan, beliau mengikuti jejak almarhumah Musik boru

Sihombing dalam pembuatan lampet bulung tetap panas. Anggiat Siahaan berpendapat bahwa berjualan lampet bulung merupakan usaha yang dapat memberikan penghasilan yang cukup dan laku dijual dalam jangka waktu yang lumayan lama. Anggiat Siahaan beserta dengan istrinya Norlina boru Nababan menekuni dan memulai usaha pembuatan lampet bulung tetap panas di kediamannya.

Lepat yang terasa manis tersebut dijual dengan menggunakan sepeda ontel mengelilingi pasar Siborong-borong sampai dengan pertigaan jalan Dolok Sanggul.

Anggiat Siahaan tanpa kenal lelah menjajakan dagangannya hampir setiap hari dari pagi sampai sore.

Dengan ketekunan yang dimiliki, Anggiat Siahaan tetap menjalankan usaha pembuatan lampet bulung tetap panas. Pada era 1960-an sejumlah warga

Siborongborong yang membuat lepat mengadakan semacam pertemuan atau

23

Universitas Sumatera Utara musyawarah, mereka hendak bermufakat untuk menamai lepat yang berasal atau ala

Siborongborong dengan sebutan ”lampet bulung tetap panas” agar bisa dibedakan dengan lepat dari daerah lain. Kemudian Anggiat Siahaan memprotes kesepakatan atas sebutan lampet bulung tetap panas tersebut, beliau memiliki ide untuk menyederhanakan sebutan lampet bulung tetap panas menjadi “Ombus-ombus”.16

Anggiat Siahaan meng-komplain bahwa jika menggunakan sebutan Lampet bulung tetap panas, itu artinya makanan lepat yang dijual harus tetap panas. Sementara para pedagang berjualan mulai dari jam 06.00 pagi hingga jam 18.00 sore menggunakan sepeda ontel, tidak mungkin lagi lepat jualan mereka tetap panas sehingga beliau menganggap nama Lampet bulung tetap panas tidaklah relevan lagi. Selanjutnya

Anggiat Siahaan memberikan pendapatnya, kalau sebutan Lampet bulung tetap panas di ubah kedalam bahasa Batak Toba menjadi “Ombus-ombus” itu akan menjadi kebanggan tersendiri bagi masyarakat Siborongborong.

Namun pembuatan nama baru ini tidaklah berjalan atau dapat secara langsung diterima oleh masyarakat Siborongborong, semenjak nama baru itu dikumandangkan pertikaian nama pun terjadi antara Anggiat Siahaan dengan pihak keluarga almarhumah Musik Sihombing. Pertikaian ini berakhir seiring berjalannya waktu,

Anggiat Siahaan tetap mempertahankan nama nama yang dicetuskannya itu tanpa memikirkan hal-hal yang lain. Semenjak pergantian nama yang dicetuskan Anggiat

Siahaan, beliau dikenal sebagai pencetus “Ombus-ombus nomor 1” di Kecamatan

16 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020

24

Universitas Sumatera Utara Siborongborong. Namun bukan sebagai pencipta Ombus-ombus, karena bahan-bahan dan cara pengolahannya pun masih tetap mengikuti cara yang dilakukan oleh Musik

Sihombing. Umumnya masyarakat Kecamatan Siborongborong pun meyakini dan mengatakan bahwa pencipta Ombus-ombus bukanlah Anggiat Siahaan melainkan boru Sihombing. Sampai saat ini penggunaan nama Ombus-ombus tidak asing lagi bagi masyarakat Siborongborong begitupun diluar daerah Siborongborong, Ombus- ombus menjadi jajanan yang wajib dicicipi jika bepergian ke daerah Siborongborong.

3.2 Perkembangan Usaha Ombus-ombus di Kecamatan Siborongborong

Seringkali pengusaha kecil digambarkan sebagai orang yang kurang mampu dalam beberapa hal. Motivasi, inteligensi, dan kualitas penting lainnya kelihatannya kurang dimiliki mereka ini, karena bila tidak, tentunya usahanya telah berkembang dan semakin besar. Manusaia ekonomi adalah makhluk majemukan yang motif satu- satunya dalam melakukan suatu hal adalah untuk memperoleh hasil dan yang berambisi memonopoli dunia usaha.

Perencanaan untuk masa depan bisa muncul dalam segala bentuk dan ukuran, dari angan-angan khayal yang samar-samar sampai perencanaan yang rinci untuk suatu tindakan. Semakin jauh dari masa depan semakin kurang pasti perencanaan bisnis yang dapat dibuat, karena lingkungan sekitar kita sangat tidak konstan. Semua rencana strategis harus dimulai dengan pernyataan yang jelas tentang keseluruhan yang ingin dicapai. Dalam menyiapkan rencana, tujuan itu dapat dimodifikasi

25

Universitas Sumatera Utara berdasarkan pengetahuan dan apa yang dianggap mungkin, tetapi tujuan ini masih tetap menjadi pedoman utama.17

Keberadaan dan perkembangan Ombus-ombus di Kecamatan Siborongborong ternyata tampak jelas dengan munculnya pedagang Ombus-ombus yang telah mahir dalam hal pengolahan dan pembuatan Ombus-ombus itu sendiri. Seiring berjalannya waktu, muncul kemudian penjual ombus-ombus yang lain dari beberapa tempat di

Kecamatan Siborongborong seperti dari desa Siborongborong II. Penjual ombus- ombus dari desa ini adalah Karim Lumbantoruan, Lomo dan Sipasangan. Ketiganya berjualan ke pasar Siborongborong yang berjarak 5 Km dari desa Siborong-borong II dengan menggunakan sepeda ontel mulai dari pagi hingga sore. Dari ketiga orang ini hanya menyisakan satu yang masih lanjut berjualan ombus-ombus yaitu Karim

Lumbantoruan. Meskipun para pedagang Ombus-ombus ini menamai jualan mereka dengan nama “Ombus-ombus Nomor 1”, tetapi mereka mengakui bahwa jualan mereka itu adalah buatan tangan sendiri, mereka tidak ada yang bekerja dengan

Anggiat Siahaan meskipun beliau yang mencetuskan sebutan ”Ombus-ombus Nomor

1” tersebut.

Dari jalan Sadar pasar Siborongborong tampil marga Sianipar, marga

Simanjuntak dan marga Silalahi yang juga berjualan dipertigaan jalan Dolok Sanggul dengan sepeda ontelnya. Mereka menekuni usaha berjualan Ombus-ombus dari usia

17 M J Morris, 1996, Kiat Sukses Mengembangkan Usaha Kecil, Jakarta: Arcan, hal.39.

26

Universitas Sumatera Utara lajang sampai mereka berkeluarga, hasil berjualan yang kemudian di gunakan untuk kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak-anaknya.

Tahun 1970-1980 merupakan periode yang sangat produktif dalam hal penjualan ombus-ombus, pada masa itu berjualan ombus-ombus terbilang menjadi pekerjaan pokok dalam mencari uang bagi mereka yang telah menggeluti usaha ini.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, terdapat kurang lebih 30 orang pedagang

Ombus-ombus yang produktif berjualan di Kecamatan Siborongborong. Pada era sebelum tahun 1990-an, sangat umum terlihat puluhan pesepeda penjaja ombus- ombus berlomba mengerubungi bus yang hendak singgah untuk menjadi yang terdepan dalam menawarkan jualannya sambil berkata, “ombus-ombus las kede”, yang berarti “ombus-ombus masih hangat”.

Periode tahun 1980 sampai tahun 1990 menjadi tahun bertambahnya pedagang ombus-ombus yang sebelumnya berjumlah 30 orang yang aktif berjualan bertambah menjadi 60 orang. Persis dipertigaan kota Siborongborong, sebelumnya dikenal dengan simpang tugu, para pedagang ombus-ombus sudah hampir 4 generasi yang lalu menawarkan dagangannya kesetiap penumpang angkutan umum maupun angkutan pribadi. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari salah satu informan mengatakan bahwa jumlah pedagang ombus-ombus yang banyak sering mengakibatkan macetnya lalu lintas disepanjang jalan Siborongborong. Hal ini diakibatkan lokasi pedagang ombus-ombus yang senantiasa mengejar penumpang di jalan maupun diloket-loket angkutan umum.

27

Universitas Sumatera Utara 3.2.1 Ombus-ombus Sebagai Makanan Tradisional Menjadi Makanan Khas

Makanan tradisional adalah makanan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan cita rasa khas yang diterima oleh masyarakat tertentu. Makanan tradisional biasanya terbuat dari bahan-bahan yang alami, sehat, murah dan mudah didapat. Makanan tradisional Indonesia dipengaruhi oleh kebiasaan makan masyarakat dan menyatu di dalam sistem sosial budaya berbagai golongan etnik di daerah-daerah. Makanan tersebut disukai karena rasa, tekstur dan aroma yang memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan khas, Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak suku-suku, cara pengolahan makanan dilakukan dengan beragam serta bervariasi seperti: dengan membakar/memanggang, pengasapan, pengukusan, menggoreng, menumis, dan lain sebagainya.

Ombus-ombus yang pada dasarnya merupakan makanan rumahan atau cemilan yang kemudian menjadi makanan favorit di kalangan masyarakat karena memiliki rasa yang enak, manis, tekstur yang lembut dan juga dengan aroma yang wangi dari daun pisang yang membungkusnya. Dengan proses pembuatan yang tidak sembarangan, adanya racikan khusus dalam pengolahan dan tidak di kukus secara berulang menjadikan ombus-ombus sebagai makanan memiliki daya tarik tersendiri bagi orang yang mengonsumsinya.

28

Universitas Sumatera Utara Ketertarikan masyarakat akan jajanan Ombus-ombus yang sejak tahun 1940- an menjadikan ombus-ombus sebagai makanan yang tidak pernah hilang dan kurang peminatnya. Namun menjadi primadona dan keberadaannya masih tetap eksis sampai pada saat ini. Keberadaan ombus-ombus yang sudah puluhan tahun menjadikannya sebagai makanan yang banyak diminati oleh masyarakat, ombus-ombus telah melekat di hati masyarakat sehingga makanan ini pun dijadikan sebagai makanan khas daerah

Tapanuli Utara khususnya kecamatan Siborongborong.

3.2.2 Ombus-ombus Sebagai Usaha Sampingan Sebagian Masyarakat

Usaha sampingan merupakan sesuatu yang umum dilakukan oleh sebagian orang di luar daripada pekerjaan utama mereka. Apalagi bagi mereka yang sudah mempunyai keluarga sendiri pasti membutuhkan penghasilan tambahan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Usaha sampingan ini jika dilakukan dengan tekun dan giat akan memperoleh hasil yang cukup atau lebih, dan tidak menutup kemungkinan usaha sampingan bisa berubah menjadi pekerjaan utama di dalam mencari keuntungan.

Sebagai daerah yang didominasi sektor pertanian, rata-rata penduduk di kecamatan Siborongborong hidup dari hasil pertanian, seperti padi, kopi, cabai dan jagung. Pilihan untuk berjualan ombus-ombus bagi sebagian masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: keinginan mendapat hasil tambahan, tidak membutuhkan tenaga yang banyak, barang yang dijual langsung mendapatkan hasil,

29

Universitas Sumatera Utara target utama adalah pasar, dan tidak lain juga karena alasan hasil panen yang tidak menentu.

Sebagian dari warga yang berjualan ombus-ombus adalah mereka yang sudah berkeluarga, strategi yang dilakukan mereka terbilang sederhana dimana sang istri atau Ibu rumah tangga hanya fokus pada pembuatan ombus-ombus yang akan mereka dagangkan. Pada malam hari ibu rumah tangga akan menyiapkan semua bahan dan mulai mengolah ombus-ombus yang akan dijual untuk hari esok, pengukusan ombus- ombus dilakukan sekitar pukul 04.00 subuh, karena dibutuhkan waktu 1 sampai 1 ½ jam dalam pengukusan agar hasilnya matang dengan baik. Selanjutnya ombus-ombus yang telah matang dan siap untuk dijual diserahkan kepada bapak atau kepala keluarga. Tanggung jawab kepala keluarga disini yaitu menjual ombus-ombus dari pukul 06.00 pagi sampai sore hari, seperti yang kita tahu bahwa laki-laki lebih cekatan dan lebih sigap menggunakan sepeda ontelnya mencari pembeli. Laku atau tidaknya jualan mereka bergantung pada kondisi pasar, jika pasar ramai pengunjung maka hasil yang didapat pun akan bertambah dan sebaliknya.18 Sementara kepala keluarga yang berdagang di pasar dan di sekitar jalan lintas Tarutung-Balige, ibu rumah tangga kembali bertani untuk mengerjakan ladang atau sawah mereka, kegiatan seperti ini dilakukan oleh masyarakat secara terus menerus dan tetap ditekuni demi mendapatkan penghasilan tambahan.

18 Wawancara dengan Panahatan Silaban, pada tanggal 25 Agustus 2020.

30

Universitas Sumatera Utara 3.2.3 Ombus-ombus dari Olahan Rumahan Menjadi Makanan Yang

Diperdagangkan

Rijsttafel yang merupakan konsep budaya makan modern pertama dalam sejarah kuliner Indonesia terlahir dari proses akulturasi pribumi dan Belanda. Ketika dalam keseharian makanan Eropa sangat minim tersedia, muncul sifat adaptif orang- orang Belanda hingga membuat mereka akhirnya menerima nasi dan hidangan pribumi sebagai konsumsi keseharian. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial budaya di sekitar sehingga kebiasaan dan pola makanan mereka pun turut berubah. Citara rasa hidangan pribumi dalam rijsttafel sendiri begitu dominan.19

Pengemasan dan penyajian hidangan yang baik menjadi media strategis dalam mengangkat pamor makanan pribumi. Perpaduan unsur budaya pribumi dan Barat pun sebenarnya bukan hanya menghasilkan budaya yang unik dan menarik, namun lebih dari itu juga meninggalkan konsepsi ideal bagi industri kuliner sebagai sebuah langkah efektif mempromosikan makanan Indonesia.

Setiap daerah pasti mempunyai identitas masing-masing, yang menandakan itu sebagai identitasnya bisa meliputi makanan tradisional, pakaian adat, budaya, bahasa dan lain sebagainya. Makanan adalah wujud dari kebudayaan manusia oleh karena dalam pengolahan bahan-bahan mentah sehingga menjadi makanan, begitu

19 Rahman, Fadly. 2011, Rijsttafel, Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942, Jakarta: Gramedia, hal. 90.

31

Universitas Sumatera Utara pula dalam perwujudannya dan pengkonsumsiannya sampai menjadi tradisi. Semua itu terjadi mungkin karena adanya dukungan dan adanya hubungan yang saling terkait dengan berbagai aspek yang ada dalam kehidupan sosial dan dengan berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.

Pada tahun 1940-an gerak roda perekonomian masyarakat di Kecamatan

Siborongborong mulai tampak. Pergerakan ekonomi ini meningkat dengan adanya aktivitas perdagangan, aktivitas perdagangan meliputi: perdagangan hasil pertanian, bahan pokok, dan salah satunya adalah kreativitas masyarakat di bidang makanan yaitu Ombus-ombus. Makanan baru berupa lepat yang memiliki ciri khas tersendiri.

Dengan menggunakan resep yang sederhana, ombus-ombus menjadi produk baru di bidang pangan di kalangan masyarakat. Potensi yang didapat dari makanan tradisional termasuk Ombus-ombus ini yaitu dapat dikreasikan sebagai aset ekonomi dalam menyejahterakan dan menopang para pelakunya. Pengalaman, pengetahuan dan kemampuan pedagang ombus-ombus menjadi faktor yang mempengaruhi makanan ini menjadi suatu barang yang laku dipasarkan.

Pedagang ombus-ombus di Kecamatan Siborongborong merupakan salah satu pedagang sektor informal yang mampu bertahan menghadapi masuknya makanan impor akibat berkembangnya dunia usaha di Indonesia.. Di samping mampu memberikan pendapatan untuk keluarga, mereka juga mampu membuka lapangan pekerjaan dan sekaligus mengurangi angka pengangguran. Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh orang lain karena dalam pembuatan ombus-ombus itu sendiri dapat

32

Universitas Sumatera Utara dibuat sendiri serta bahan-bahan yang mudah diperoleh dan alat-alat yang diperlukan juga sederhana saja.

3.3 Proses Pembuatan Ombus-ombus

Proses produksi merupakan kegiatan menghasilkan barang atau menambah nilai guna dan manfaat suatu barang dengan menggunakan sumber daya yang ada dalam pemenuhan kebutuhan. Konsep produksi sebenarnya mempunyai arti luas daripada hanya pengolahan ataupun pengubahan tetapi bagaimana mengatur, mengelola, mengadministrasikan kegiatan produksi menjadi efektif dan efisien.

Proses produksi dilakukan terus menerus sebagai proses untuk mengubah bentuk barang-barang yang dikembangkan sebagai hasil produksi. Dalam menjalankan pembuatan suatu produk memerlukan beberapa faktor yaitu bahan baku, alat produksi, modal dan juga tenaga kerja. Adapun proses pembuatan Ombus-ombus dilakukan dengan cara sederhana dengan beberapa tahapan sebagai berikut:

Tahap pertama adalah merendam beras merah dalam beberapa menit sekitar

10 sampai dengan 20 menit, beras yang digunakan adalah beras merah pilihan bukan menggunakan tepung beras dalam kemasan yang banyak dijual di pasaran.

Selanjutnya beras ditiriskan atau dikeringkan sejenak, lalu dibawa ke tempat penggilingan yaitu sejenis “losung aek”20 atau kincir air yang menggunakan tenaga aliran sungai maupun debit air sungai. Proses penggilingan tepung beras ini sering

20 Losung Aek: lazim diucapkan dalam bahasa Batak Toba, merupakan alat yang digunakan untuk dalam menggiling beras menjadi tepung (lesung padi).

33

Universitas Sumatera Utara disebut oleh masyarakat Batak Toba dengan sebutan “manduda itak”. Alat ini diciptakan karena melihat kondisi teknologi terutama tenaga mesin pada tahun 1950- an yang masih sangat langka sehingga proses penggilingan harus dilakukan secara manual. Losung aek atau kincir air ini memiliki empat lubang atau corong sebagai tempat beras yang akan ditumbuk nantinya, bagian corong ini dibentuk dari bahan semen agar tahan lama. Sementara alat untuk bagian menumbuk beras terbuat dari kayu yang berbentuk balok atau alu, ukuran dan bobot balok ini terlebih dahulu disesuaikan dengan tenaga air sungai, sehingga pada saat proses penumbukan beras balok ini bergerak bergantian dari atas ke bawah secara bolak-balik. Jumlah balok harus sama dengan jumlah lubang lesung yang disudah dibentuk tadi.

Fokus pikiran dan kecepatan tangan seseorang dalam mengambil atau menyisihkan tepung beras dari dalam corong lesung sangat dibutuhkan dalam proses ini, jika tidak dengan hati-hati tanpa mengikuti atau memperhatikan ayunan balok teresebut bisa saja tangan mengalami kecelakaan. Losung aek ini mampu menggiling beras dalam jumlah yang cukup banyak, dalam sehari pengerjaan dapat menggiling 3 sampai 5 kaleng beras yang telah direndam, namun ini hanya terjadi bila ada keperluan pesta atau acara budaya, jika hanya untuk dijual biasanya hanya memerlukan 1 kaleng beras saja.21

Setelah tahap pertama selesai, tahap kedua yaitu proses pengayakan tepung beras yang sudah digiling sebelumnya. Pengerjaan ini dilakukan di rumah,

21 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020.

34

Universitas Sumatera Utara pengayatan tepung dilakukan sebanyak dua kali, tujuan dilakukanya pengayatan selama dua kali yaitu agar menghasilkan tepung yang benar-benar halus sehingga mudah dicampur dengan bahan yang lainnya dan menghasilkan perpaduan rasa yang enak. Tepung yang telah diayat kemudian diletakkan sejenak diatas “anduri”.22

Sesudah pengayatan tepung selesai langkah berikutnya yaitu membentuk adonan, tepung di campur dengan air secukupnya adonan ombus-ombus tidak boleh terlalu encer atau terlalu keras agar tidak mempengaruhi rasa ombu-ombus setelah nantinya.

Selanjutnya adonan diberi campuran garam secukupnya, lalu adonan dibentuk menggunakan botol seperti pembuatan roti bawang pada umumnya. Bahan yang dipersiapkan berikutnya yaitu kelapa parut, kelapa yang digunakan adalah kelapa yang masih muda dalam artian sudah dapat diparut agar menghasilkan rasa yang manis. Parutan yang digunankan adalah parutan tangan (manual) agar hasil parutanya tidak begitu kasar. Kemudian parutan kelapa diberi capuran gula, baik gula merah maupun gula putih. Berikutnya adonan dibentuk seperti kerucut atau prisma, lalu di dalamnya dimasukkan kelapa parut yang sudah dicampur dengan gula lalu dibungkus dengan daun pisang yang sebelumnya telah dikeringkan dengan api kecil agar layu dan mudah dibentuk. Daun pisang yang digunakan adalah bagian daun yang masih muda atau bagian pucuknya karena berpengaruh terhadap rasa ombus-ombus.23

Tahap terakhir yaitu proses pengukusan atau tahap memasak, dalam proses ini batok kelapa atau tempurung kelapa yang sudah diparut tadi diletakkan didasar

22 Anduri: sebutan dalam bahasa Batak Toba yaitu Tampi. 23 Wawancara dengan Jahoras Silaban, pada tanggal 25 Agustus 2020.

35

Universitas Sumatera Utara kukusan, gunanya adalah sebagai patokan dalam mengukur kadar air yang digunakan untuk mengukus. Kemudian di atas tempurung kelapa ini ditaruh daun bambu sebagai pembatas untuk menghindari ombus-ombus tergenang air di dalam kukusan, daun bambu ini diyakini memberikan aroma yang harum pada ombus-ombus. Selanjutnya ombus-ombus yang sudah dikemas dalam daun pisang di muat ke dalam kukusan sesuai dengan daya tampung dari kukusan tersebut, lalu ditutup rapat dan diletakkan di atas tungku perapian. Waktu yang dibutuhkan dalam pengukusan sekitar 1 sampai

1 ½ jam, api yang digunakan harus stabil tidak boleh terlalu besar dan terlalu kecil, tidak lupa juga tempurung kelapa masih digunakan sebagai kayu bakar agar menghasilkan rasa dan tingkat kematangan yang merata pada ombus-ombus. Ombus- ombus yang sudah matang ditandai dengan perubahan warna daun pisang menjadi kuning, setelah warna daun pisang berubah tiba saatnya untuk mengangkat kukusan dari tungku dan ombus-ombus siap untuk dihidangkan atau dikonsumsi. Jika hendak untuk dijual maka ombus-ombus dimasukkan dalam sebuah tempat yang dinamakan

“tandok” atau sejenis anyaman (pandan) dan ditutup dengan rapat agar tetap menyimpan panas.

3.3.1 Modal

Modal merupakan salah satu faktor utama dalam proses produksi, karena tanpa modal proses produksi tidak akan mungkin berjalan baik. Modal yang dimaksudkan adalah uang atau dana selain itu modal skill atau keahlian juga merupakan hal penting dalam kegiatan perusahaan, dengan tenaga kerja yang terdiri

36

Universitas Sumatera Utara dari anggota keluarga. Modal berperan sangat penting untuk pengembangan kualitas dan kuantitas hasil suatu usaha, terlebih lagi jika dihadapkan dengan harga beras maupun bahan lainnya yang sedang meningkat di pasaran maka modal benar-benar menentukan keberlangsungan usaha kuliner Ombus-ombus.

Masalah modal merupakan masalah yang sangat krusial bagi pedagang

Ombus-ombus, pedagang Ombus-ombus dalam menjalankan usahanya juga memerlukan modal untuk kegiatan usahanya tersebut. Modal utama yang dimiliki para pengusaha sebagian besar berasal dari modal sendiri yang didapatkan atau dihasilkan dari gaji maupun pendapatan di pekerjaan mereka sebelumnya. Ruang kerja adalah sebagai modal tetap, berada di rumah para pengusaha sendiri. Di samping rumah sebagai modal ruang kerja, berbagai peralatan yang dimiliki pengusaha juga merupakan modal tetap. Pengadaan berbagai peralatan adalah atas usaha mereka atau bantuan keluarga mereka, tanpa meminta bantuan orang diluar dari keluarganya.24

Modal : 1) Beras = Rp.10.000/kg, dalam sehari dibutuhkan sekitar 10 kg

beras. Dapat dihitung 10 x Rp.10.000 = Rp.100.000

2) Kelapa = Rp.2000 x 5 buah kelapa = Rp.10.000

3) Gula = Rp.5.000/kg x 10 = Rp.50.000

4) Garam = Rp.1000/bks

24 Wawancara dengan Haposan Sianipar, pada tanggal 12 Agustus 2020.

37

Universitas Sumatera Utara Jumlah Modal = Rp.100.000 + Rp.10.000 + Rp.50.000 +Rp.1000=Rp.161.000

(Rp.161.000 x 6 hari = Rp.966.000,-)

Penjualan = para pedagang ombus-ombus dapat memproduksi dan

menjual sekitar 10-kg atau 250 biji ombus-ombus/hari.

Harga ombus-ombus/biji = Rp.1000. Maka penghasilan dari penjualan ombus-

ombus = 250 x Rp.1000 = Rp.250.000 x 7 hari = Rp.1.750.000,-

Pendapatan = Penjualan-Modal

Rp.1.750.000 - Rp.966.000 = Rp.784.000,-/minggu

Bila dalam sebulan pendapatan dari hasil penjualan ombus-

ombus adalah Rp.784.000 x 4 = Rp.3.136.000,-

Berdasarkan perhitungan diatas maka dapat diketahui bahwa penghasilan rata-rata dari pedagang ombus-ombus perminggu atau perbulan-nya sekitar Rp.784.000,- atau

Rp.3.136.000,- Pendapatan yang didapat akan lebih besar jika tiba hari besar seperti

Natal, Tahun Baru, Lebaran dan hari libur besar lainnya.

3.3.2 Bahan Baku

Bahan baku adalah faktor penting yang turut menentukan tingkat harga pokok dan kelancaran proses produksi suatu usaha. Pengertian bahan baku adalah sebagai sebuah bahan dasar yang bisa berasal dari berbagai tempat, yang mana bahan tersebut

38

Universitas Sumatera Utara digunakan untuk diolah dengan suatu proses tertentu atau bahan mentah yang menjadi dasar pembuatan suatu produk yang mana bahan tersebut dapat diolah melalui proses tertentu untuk dijadikan wujud yang lain.25

Setiap perusahaan atau usaha dalam kegiatan produksinya akan memerlukan persediaan bahan baku. Dengan tersedianya bahan baku maka diharapkan usaha tersebut dapat melakukan proses produksi sesuai kebutuhan permintaan konsumen.

Selain itu dengan adanya persediaan bahan baku yang cukup tersedia di dapur

(gudang) juga diharapkan usaha tersebut dapat memperlancar kegiatan produksi/pelayanan kepada konsumen untuk menghindari terjadinya kekurangan bahan baku. Keterlambatan jadwal pemenuhan produk yang akan dipesan dapat merugikan suatu usaha.

Adapun bahan yang digunakan dalam proses pembuatan Ombus-ombus adalah:

1. Beras Merah

Beras merah yang digunakan adalah beras merah pilihan, pilihan

dimaksud yaitu beras yang memiliki tingkat kualiatas dan mutu yang

bagus, tidak bisa menggunakan beras ketan. Kemudian beras digiling

menjadi tepung untuk diolah menjadi adonan. Tepung yang dijual per

kilo atau dalam kemasan jarang digunakan untuk membuat Ombus-

25 Eddy Herjanto, ”Manajemen Operasi”, Jakarta: Grasindo, hlm.238

39

Universitas Sumatera Utara ombus, karena tepung yang ber-merek tersebut sudah dicampur

pengawet makanan, sehingga sangat mempengaruhi tekstur dan rasa

daripada Ombus-ombus.

2. Kelapa Parut

Kelapa merupakan komoditas yang banyak dibudidayakan di Asia

Tenggara termasuk Indonesia, buah kelapa dapat dibuat menjadi

berbagai macam olahan pangan. Kelapa yang digunakan adalah jenis

kelapa yang masih muda, berusia muda dalam artian buah kelapa

belum mengandung sari pati yang banyak dan daging kelapa dapat

diparut secara halus, sehingga memberikan rasa manis dan tekstur

yang halus pada ombus-ombus.

3. Gula

Gula digunakan sebagai bahan pemanis Ombus-ombus, gula yang

biasanya digunakan adalah gula pasir (putih) ataupun gula merah (gula

aren).

4. Garam

Jenis garam yang digunakan adalah garam dapur. bebas dari partikel

padat seperti tanah, umur penyimpanan lebih kurang 2-3 bulan hal ini

disebabkan apabila umur simpannya lebih dari 2-3 bulan maka garam

susah larut dengan air, dan tidak menggumpal.

40

Universitas Sumatera Utara Bahan baku seperti beras merah dan kelapa diperoleh pengusaha Ombus- ombus dari hasil panen tanaman sendiri, sementara untuk bahan garam dan gula diperoleh dengan cara membeli ke pasar.

3.3.3 Alat Produksi

Alat produksi merupakan bagian yang sangat dibutuhkan dalam pengolahan suatu benda atau bahan. Alat produksi akan menentukan hasil atau output dari bahan baku yang telah diolah. Adapun alat produksi yang digunakan pengusaha Ombus- ombus dalam pengolahannya adalah:

1. Losung aek atau Kincir air

Merupakan alat yang menggunakan tenaga dari air sungai, fungsi

alat ini yaitu menumbuk beras agar menjadi tepung. Kincir air ini

dibentuk menyarupai lesung padi namun tidak menggunakan

tenaga manusia lagi.

2. Ayakan

Digunakan untuk mengayak tepung yang telah digiling, tujuannya

untuk menghasilkan tepung yang halus.

3. Kukusan

Merupakan alat untuk mengukus atau memasak Ombus-ombus,

ukuran kukusan ini lebih besar dari pada kukusan pada umumnya,

41

Universitas Sumatera Utara karena kukusan ini sengaja ditempah dari sebuah tong agar mampu

menampung ombus-ombus dalam jumlah yang banyak.

4. Kayu bakar

5. Daun Pisang

Daun pisang memiliki peran utama sebagai pendukung dekorasi,

pelengkap dan pengemas bahan makanan. Daun pisang sebagai

bahan pelengkap dalam menghasilkan aroma pada Ombus-ombus.

6. Tandok atau anyaman (pandan)

Merupakan keranjang tempat yang digunakan untuk menyimpan

Ombus-ombus di sepeda ontel, keranjang ini diyakini bisa

menyimpan panas Ombus-ombus agar tetap hangat saat dijual.

3.3.4 Tenaga Kerja

Dalam UU No 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan mendefinisikan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Dalam suatu proses berwira usaha atau bisnis yang dijalankan, tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting.

Tenaga kerja turut andil dalam menentukan tercapainya tujuan dan proses kegiatan usaha untuk mencapai keberhasilan yang telah ditetapkan oleh wirausaha didalam bisnisnya.

42

Universitas Sumatera Utara Tenaga kerja dapat dibedakan dalam dua bagian yaitu tenaga kerja diluar dari keluarga (buruh) dan tenaga kerja dari keluarga sendiri. Disamping itu pada usaha pembuatan Ombus-ombus tenaga kerja yang direkrut relatif sedikit dan bersifat sementara serta mudah didapat karena tidak memerlukan pendidikan yang khusus, sehingga tidak memerlukan biaya yang tinggi untuk upah tenaga kerja.

Umumnya tenaga kerja yang digunakan dalam usaha kuiner Ombus-ombus adalah melibatkan seluruh anggota keluarga, saudara semarga atau kerabat dekat.

Jumlah tenaga minimal yang dibutuhkan dalam pembuatan Ombus-ombus mulai dari pengolahan bahan baku sampai dengan proses akhir (memasak) yaitu sebanyak 4 orang. Jumlah tenaga ini dinilai sudah cukup optimal karena masih mengandalkan tenaga manual maupun alat produksi manual.26 Lain halnya jika menggunakan tenaga mesin, pastinya akan menghemat tenaga maupun waktu yang dibutuhkan dalam pengolahannya.

3.3.5 Pemasaran Ombus-ombus

Pemasaran adalah sesuatu yang mencakup seluruh sistem yang bersangkutan dengan destinasi untuk merencanakan dan menilai harga hingga dengan mempromosikan dan menyalurkan barang dan jasa yang dapat memuaskan keperluan pembeli aktual maupun potensial. Hasil akhir dari proses produksi adalah pemasaran barang yang dihasilkan oleh industri. Dari hasil pemasaran kemudian akan mendatangkan hasil, dalam hal ini berupa uang sebagai pendapatan. Sehingga dalam menjalankan usaha kecil khususnya diperlukan adanya pengembangan melalui

26 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020

43

Universitas Sumatera Utara strategi pemasarannya. Karena pada saat kondisi kritis justru usaha kecillah yang mampu memberikan pertumbuhan terhadap pendapatan masyarakat.

Strategi pemasaran yang dilakukan pedagang Ombus-ombus adalah dengan memperhatikan hal sebagai berikut yaitu; tempat berjualan yang strategis, harga yang dapat dijangkau konsumen dan sesuai dengan kondisi (kualitas) produk yang ditawarkan, kemudian jumlah Ombus-ombus yang laku dijual atau permintaan konsumen. Adapun tujuan atau target untuk penjualan Ombus-ombus yaitu; pasar

(pekan), pasar dianggap sebagi lokasi yang ramai dan sering dikunjungi konsumen sehingga potensi penjualannya lebih tinggi, selanjutnya pertigaan jalan

Siborongborong dimana lokasi ini adalah persinggahan dari pada bus penumpang yang datang maupun menuju daerah Dolok Sanggul, Tarutung, maupun Balige, sehingga para pedagang Ombus-ombus akan memanfatkan situasi ini untuk menjajakan jualannya kepada para penumpang, kemudian stasiun atau loket angkutan umum yang merupakan lokasi yang sering disinggahi oleh penumpang dari luar daerah yang hendak bepergian, sehingga para penjual Ombus-ombus sering menunggu di emperan loket untuk menawarkan jualannya kepada para penumpang. 27

Selain lokasi yang disebutkan tadi, Ombus-ombus juga sering dipesan atau dijual dalam acara–acara tertentu seperti acara gereja, pesta adat, gotong-royong desa, dan arisan bahkan untuk keperluan rapat perangkat atau kepala Desa.

Para pedagang Ombus-ombus di Siborongborong berjualan secara bergantian, dengan sistem ganjil-genap sesuai tanggal yang berlaku pada masa itu. pemberlakuan

27 Wawancara dengan Haposan Sianipar, pada tanggal 12 Agustus 2020

44

Universitas Sumatera Utara sistem ini dilakukan guna menghindari persaingan yang tidak sehat di antara sesama pedagang, dengan aturan yang telah disepakati setiap pedagang dari desa yang berbeda akan berjualan menurut roster yang sebelumnya ditetapkan.

Sekitar tahun 1979 yang lalu para pedagang ombus-ombus tersebut tidak hanya berjualan di wilayah Siborongborong, bahkan sampai ke Balige (28 km dari

Siborongborong) dan ke Tarutung (30 km dari Siborongborong) lokasi penjualannya juga menyebar, bahkan ke daerah Dolok Sanggul (32 km dari Siborongborong) ditempuh menggunakan sepeda.

Kendala yang dihadapi pedagang Ombus-ombus di Siborongborong dalam hal pemasaran yaitu adalah tidak dapat dijual ke luar daerah karena daya tahan Ombus- ombus yang terbatas. Kuliner tanpa bahan pengawet ini hanya mampu bertahan atau layak dikonsumsi paling lama sampai 3 hari semenjak pengukusan, jika sudah lewat dari jangka waktu 3 hari maka Ombus-ombus akan basi dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Untuk menghindari Ombus-ombus agar tidak basi hanya dapat dilakukan dengan mengukus atau memanaskan ulang, namun cara ini tidak begitu efisien karena

Ombus-ombus yang sudah dipanaskan akan mengurangi rasa dari Ombus-ombus nya sendiri.

3.4 Ombus-ombus Sebagai Ikon Kecamatan Siborongborong

Kuliner Ombus-ombus yang menjadi idola masyarakat Siborongborong semenjak tahun 1950 menjadikannya sebagai makanan khas dan menjadi ciri kecamatan Siborongborong yang terkenal akan kuliner lepat yang dibungkus daun pisang ini di kawasan wilayah Indonesia bahkan sampai keluar negeri. Dengan

45

Universitas Sumatera Utara sejarah yang panjang dan kerja keras dari pedagang ombus-ombus dalam menjual dagangannya selama bertahun-tahun mendapat perhatian yang khusus dari

Pemerintah Kecamatan Siborongborong.

Sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap pedagang Ombus-ombus maka setiap tahun tepat pada perayaan hari ulang tahun Republik Indonesia atau Tujuh

Belasan diadakan acara lomba bersepeda yang dikhususkan untuk seluruh pedagang

Ombus-ombus dengan sepeda ontelnya masing-masing di lapangan pacuan kuda

Siborongborong di Desa Silait-lait. Acara ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya pada periode 1970 sampai tahun 1980-an.28 Perlombaan ini memperebutkan hadiah berupa uang yang disediakan pemerintah setempat bagi tiga orang pemenang, tujuan diadakannya acara ini yaitu untuk memberikan semangat dan dukungan bagi pedagang Ombus-ombus agar tetap melestarikan kuliner yang secara turun-temurun ini di daerah Siborongborong.

Tidak hanya sampai disitu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara juga mendirikan monumen patung penjual Ombus-ombus yang berada tepat di tengah

Kecamatan Siborong-borong. Monumen patung bersepeda dilengkapi kotak tempat kue ombus-ombus dipugar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara pada tahun 1986 oleh Bupati Taput G. Sinaga sebagai monumen bersejarah bagi masyarakat Taput, Pemerintah meresmikan monumen bersejarah ini sebagai tanda di

Kecamatan Siborongborong dengan dagangan ombus-ombusnya.

28 Wawancara dengan Jahoras Silaban, pada tanggal 25 Agustus 2020

46

Universitas Sumatera Utara .Patung Parombus-ombus yang menjadi ikon Kota Siborongborong,

Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara menarik perhatian pelancong dan wisatawan lokal. Patung setinggi 12 meter yang dibangun di pusat kota di pertigaan jalan menuju Doloksanggul, Tarutung dan Medan menjadi spot berfoto bagi pengendara yang sedang melintas dari Siborongborong menuju Kota-kota lain di sekitarnya. Lokasi bangunan cukup strategis dan mudah dilihat bagi siapa saja yang melewati kota Siborongborong, banyak warga dari luar daerah menyempatkan diri mengambil gambar ketika melintas sambil sejenak melepas penat setelah perjalanan panjang sambil menikmati jajanan Ombus-ombus dan tidak lupa juga mereka membeli Ombus-ombus untuk dibawah sebagai oleh-oleh ke daerah tujuan masing- masing. Karena begitu terkenalnya kuliner Ombus-ombus ini, seorang komponis besar Batak Toba yaitu Nahum Situmorang mengabadikanya dalam sebuah lagu yang berjudul “Marombus-ombus do” lagu ini dinyanyikan dalam bahasa Batak Toba.

47

Universitas Sumatera Utara BAB IV

DAMPAK KULINER OMBUS-OMBUS PADA KEHIDUPAN PEDAGANG

OMBUS-OMBUS DI SIBORONGBORONG KABUPATEN TAPANULI

UTARA

4.1 Perubahan Ekonomi Pedagang Ombus-Ombus

Perubahan ekonomi merupakan proses berubahnya sistem di masyarakat yang meliputi perubahan kehidupan perekonomian masyarakat tersebut. Hal ini meliputi perubahan mata pencaharian, perubahan penghasilan, bahkan sampai peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik lagi. Pembangunan ekonomi akan terhambat kecuali jika mau mempelajari sikap bekerjasama, menghendaki kemajuan, menghargai pekerjaan, dan sebagainya. Kondisi masyarakat kawasan perdesaan pada umumnya dicirikan oleh jumlah penduduk miskin yang banyak, alternatif lapangan kerja yang terbatas, dan tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah.

Pekerjaan utama masyarakat Siborongborong sebelum beralih membuka usaha kuliner Ombus-ombus adalah berladang, beternak dan berdagang. Dari hasil ini, mereka bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehari-sehari. Meskipun begitu banyak usaha yang mereka lakukan tetap saja perekonomian mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya menyekolahkan anak anaknya, sehingga masih banyak anak-anak di Siborongborong yang tidak bersekolah karena rendahnya perekonomian keluarga pada masa itu.

48

Universitas Sumatera Utara Kondisi perekonomian yang sangat minim ini memaksa anak-anak tersebut terbiasa dengan kehidupan yang keras. Orang tua selalu membagi tugas kepada anak- anak mereka, ada yang ke ladang, ada yang mengembala kerbau, ada yang mencari kayu bakar dan ada juga yang membantu orang tuanya mengerjakan pekerjaan rumah.

Kedua orang tua membagi tugas anak-anaknya sesuai dengan usia anak-anaknya.

Mereka melakukan berbagai cara untuk mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka sehari-hari serta menyekolahkan anak-anaknya, agar masa depan mereka lebih baik.

Usaha kuliner Ombus-ombus juga mengalami hal yang sama, salah satu faktor pendorong munculnya usaha kuliner Ombus-ombus di Siborongborong adalah karena faktor ekonomi. Dari kehidupan yang selalu berkekurangan (ekonomi lemah) membuat mereka mencari jalan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sebagian masyarakat di Siborongborong merasakan bahwa dengan menekuni usaha pembuatan Ombus-ombus dapat menambah pendapatan mereka di samping dari pekerjaan utama mereka yaitu sebagai petani.29

Keuntungan dari hasil berjualan Ombus-ombus terbilang cukup diperoleh sebagian masyarakat Siborongborong, sehingga para pedagang Ombus-ombus dapat meningkatkan taraf hidup dan kondisi ekonomi keluarga mereka. Dari hasil penjualan

Ombus-ombus tersebut para pedagang dapat menyisihkan sedikit demi sedikit uang yang didapat untuk disimpan sebagai tabungan mereka. Masyarakat yang melakoni usaha Ombus-ombus merasakan bahwa dengan berjualan kuliner Ombus-ombus

29 Wawancara dengan Sabam Sianipar, pada tanggal 12 Agustus 2020

49

Universitas Sumatera Utara mereka dapat mencukupi biaya hidup sehari-hari dari yang dulunya hanya mengharapkan hasil pertanian yang sesuai musim berubah menjadi pendapatan harian, mereka mampu membeli bahan pokok makanan, alat-alat rumah tangga yang dibutuhkan. Dari hasil usaha kuliner Ombus-ombus mereka mampu meningkatkan stratifikasi sosial mereka, sehingga mereka mampu berpartisipasi dalam pesta maupun dalam acara adat, memberi sumbangan untuk sebuah acara perayaan natal, perkumpulan muda mudi dan bersama-sama mendirikan makam (tugu), sumbangan untuk pembangunan rumah ibadah seperti: Gereja.

Perlunya dibangun sistem perekonomian yang baik bukanlah sekedar suatu pemihakan kepada rakyat tetapi juga merupakan strategi pembangunan yang tepat.

Hal ini merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas rakyat, meningkatkan daya beli rakyat, membuka lapangan kerja bagi rakyat dan menumbuhkan nilai tambah ekonomi pada sektor ekonomi yang digeluti oleh rakyat tersebut.30

Pemanfaatan potensi daerah secara optimal baik berupa sumber daya alam dan sumber daya manusia akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut, namun sebaliknya daerah akan mengalami kemunduran atau perkembangan yang lambat apabila tidak mampu memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.

Masyarakat Desa di suatu daerah hidup dalam ekonomi subsistem, yaitu sistem ekonomi dimana komunitas memenuhi kebutuhannya berdasarkan produksi dan jasa

30 Johara T. Jayadinata dan Pramandika, Pembangunan Desa Dalam Perencanaan, Bandung: penerbit ITB, 2006, hal.16.

50

Universitas Sumatera Utara yang mereka kembangkan dan hasilkan sendiri yang umumnya berasal dari tani- mina : sawah, perkebunan, ladang, hutan, sungai, danau, tambak dan laut.31

4.2 Pendidikan Pedagang Ombus-ombus

Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan dan berbagai belenggu sosial yang menghambat tercapainya kesejahteraan bersama.

Pendidikan dapat diperoleh dari keluarga, penduduk sekelilingnya serta pengalamannya sendiri yang diperoleh dari sekolah atau pendidikan yang bersifat formal lainnya bukanlah suatu masalah, karena semua orang memerlukan pendidikan dan cara-cara yang praktis untuk mencapai tingkat perkembangan yang dikehendaki dari zaman ke zaman tidak sama serta kehidupan hidup setiap waktu demikian pula.

Pendidikan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Dengan berbekal pendidikan yang cukup maka manusia dapat meningkatkan kehidupannya. Biasanya tingkat pendidikan suatu masyarakat dapat diketahui berdasarkan tindakannya sehari-hari.

Namun bukan berarti bahwa pendidikan merupakan syarat mutlak untuk mencapai sesuatu atau berbagai tujuan hidup, akan tetapi perubahan tata cara kerja, kemampuan untuk berbuat dapat dilihat dari pendidikan yang diperoleh sebelumnya. Antara masyarakat dan pendidikan selalu terdapat suatu kaitan yang bersifat dialektis, yaitu bahwa pendidikan merupakan produk masyarakat, dan dalam berbagai hal pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan perubahan masyarakat.

31 Hanif Nurcholis, Pertumbuhan Dan Penyelenggaran Pemerintah Desa, Erlangga, 2001, hal.11.

51

Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya, pendidikan yang baik itu haruslah mampu menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dan bermamfaat serta menjadikann masyarakat desa lebih terbuka dan akses terhadap pendidikan. Seiring perkembangan zaman, pengertian pendidikan mengalami perkembangan. Sehingga pengertian menurut beberapa ahli (pendidikan) berbeda, tetapi secara umum terdapat kesatuan unsur- unsur atau faktor-faktor yang teradapat didalamnya, yaitu bahwa pendidikan menunjukkan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan lainnya. Pendidikan merupakan salah satu upaya bagi manusia untuk mencapai suatu tingkat kemajuan, sebagai sarana untuk membebaskan dirinya dari keterbelakangan dan berbagai belenggu sosial yang menghambat tercapainya kesejahteraan bersama.

Kebanyakan pengusaha Ombus-ombus generasi pertama awalnya menempuh pendidikan di Sekolah Dasar (SD) dan jarang dari mereka yang yang sempat menduduki kursi Sekolah Menengah Pertama (SMP), jika ada itu pun tidak sampai tamat dan hanya setengah jalan saja. Ini disebabkan mahalnya biaya pendidikan sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Dalam tradisi yang sudah lama melekat dalam kehidupan orang Batak Toba ada istilah tentang anakkon ki do hamoraon di au. Dimana orang Batak Toba percaya bahwa semakin banyak anak akan semakin banyak rejeki. Hal ini juga yang menjadi salah satu penghambat anak- anak mereka mengenyam pendidikan tinggi. Misalnya dalam sebuah keluarga ada delapan bersaudara, biasanya anak pertama sampai ketiga tidak menempuh pendidikan sampai tingkat SMA. Orang tua mereka hanya mampu

52

Universitas Sumatera Utara menyekolahkan sampai tingkat SD dan SMP, setelah itu mereka akan membantu orang tuanya untuk menyekolahkan adik-adiknya. Banyak diantara orang tua mereka menyuruh anak-anaknya yang sudah dewasa untuk merantau ke daerah lain, dengan harapan di perantauan anak-anak mereka memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada sebelumnya. Sebahagian dari anak-anak mereka yang merantau telah berhasil memperoleh pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak, sehingga mereka mulai mengajak adik-adik dan keluarga untuk datang ke daerah perantauan tersebut dan bekerja disana.

Pada umumnya anak-anak pedagang Ombus-ombus di Siborongborong hanya mampu bersekolah hingga ke jenjang Sekolah Menengah Pertama. Setelah tamat sekolah mereka tidak dapat melanjut ke jenjang berikutnya karena terbebani dengan biaya sekolah, dan faktor ekonomi keluarga yang kurang mendukung serta pendidikan orang tua mereka yang rendah dan ketersediaan lapangan pekerjaan yang sangat terbatas.

Untuk menempuh pendidikan tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Biaya ini diperlukan sejak anak mulai masuk sekolah seperti biaya seragam, buku, uang saku dan sebagainya. Untuk itu tidak mengherankan apabila masyarakat menganggap bahwa pendidikan itu merupakan sesuatu yang sangat mahal. Biaya seringkali membuat seseorang yang pada akhirnya tidak bisa mendapatkan pendidikan. Hal ini sering terjadi pada masyarakat yang memiliki pendapatan menengah ke bawah.

53

Universitas Sumatera Utara Masalah biaya pendidikan ini juga dirasakan oleh masyarakat Kecamatan

Siborongborong yang pada umumnya memiliki mata pencaharian bertani. Masalah biaya pendidikan ini sedikit terbantu setelah sebagian masyarakat Siborongborong mendirikan usaha kuliner Ombus-ombus. Seiring berjalannya waktu, tingkat pendidikan di Siborongborong mulai berubah ke arah yang lebih baik. Hal ini juga di dorong oleh munculnya usaha kuliner Ombus-ombus yang sudah mulai diminati masyarakat. Anak-anak dari pedagang Ombus-ombus sudah bisa mengenyam pendidikan formal di Sekolah, bahkan mereka sudah mampu melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.

Pandangan masyarakat Siborongborong akan pentingnya pendidikan tersebut menyebabkan setiap orang tua berusaha untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Hal ini dilakukan dengan harapan agar kehidupan anak-anaknya kelak jauh lebih baik dari orang tuanya. Besarnya manfaat pendidikan bagi kehidupan seseorang menyebabkan masyarakat Siborongborong menyadari bahwa pendidikan itu merupakan salah satu aspek kehidupan yang sangat penting. Masyarakat

Siborongborong sadar bahwa pendidikan dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk kepentingan dirinya juga.

Sejak masyarakat Siborongborong menggeluti usaha ini, kehidupan ekonomi semakin membaik. Menurut mayoritas pengusaha Ombus-ombus, pendapatan mereka jauh lebih besar dari pada sebelumnya. Dengan pendapatan yang lebih baik maka orang tua dapat membiayai kebutuhan anaknya dengan maksimal termasuk kebutuhan akan pendidikan. Setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik bagi anak-

54

Universitas Sumatera Utara anaknya. Untuk itu masyarakat Siborongborong berusaha untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya melalui sekolah yang terbaik dan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kemudian anak-anak pedagang Ombus-ombus tidak dipaksa untuk melanjutkan usaha, mereka bebas memilih untuk tetap meneruskan usaha keluarganya atau mereka memilih pekerjaan dan usaha yang berbeda. Beberapa dari anak-anak mereka tetap meneruskan dan melanjutkan usaha kuliner Ombus- ombus ini sebagai sumber pendapatan maupun kerja sampingan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Mereka menyadari bahwa usaha tersebut perlu dilanjutkan, karena tidak hanya sebagai sumber pendapatan namun juga sebagai warisan keluarga mereka yang sudah ada sejak puluhan tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha Ombus-ombus tidak hanya berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat tetapi juga terhadap tingkat pendidikan.32

4.3 Bentuk Bangunan Rumah Pedagang Ombus-Ombus

Rumah merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang, yang berfungsi sebagai tempat berlindung. Rumah masyarakat Batak Toba dikenal dengan rumah Bolon atau rumah panggung (berkolong), rumah ini merupakan hasil kreatifitas manusia masa lalu dalam kaitannya dengan strategi adaptasi terhadap lingkungan tempat tinggalnya.

Alasan dibentuknya rumah panggung adalah untuk menghindari binatang buas.

Rumah Bolon memilik bentuk persegi empat Rumah berbentuk persegi empat ini ditopang oleh tiang-tiang penyangga. Tiang-tiang ini menopang tiap sudut rumah termasuk juga lantai dari rumah. Rumah Bolon memiliki atap yang melengkung pada

32 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020

55

Universitas Sumatera Utara bagian depan dan belakang. Rumah Bolon memilik atap yang berbentuk seperti pelana kuda.

Cara pembuatan rumah panggung ini jugamembutuhkan waktu yang cukup lama, karena bahan-bahan yang digunakandalam membangun rumah ini adalah kayu- kayu yang berkualitas dan sangatlangkah. Pembangunan rumah panggung ini tidak mengguakan paku atau kawat besi sekalipun. Rumah panggung ini asli terbuat dari kayu-kayu besar, rotan, dan akar-akar pohonuntuk mengikat antar kayu yang satu dengan kayu yang lain, kemudian bahanuntuk atapnya digunakan jerami (hodong).

Hasil dari peninggalan atau kreativitas nenek moyang masyarakat Batak Toba ini sangat luar biasa serta memiliki kualitas dan daya tahan yang cukup lama. Rata- rata usia rumah panggung tersebut dapat bertahan sampai dengan 100 tahun dengan kondisi yang utuh dan masih kokoh. Bentuk dan hiasan rumah panggung ini sangat unik dan cukup menarik. Di dinding rumah terdapat ukiran atau simbol yang memiliki arti dan makna mendalam dan di kaitkan dalam prinsip hidup orang Batak

Toba. Seperti ukiran cicak (boraspati) yang artinya sebagai kemandirian, cicak ini dianggap dapat hidup dimanapun ia tinggal. Sama halnya dengan orang Batak Toba, dimana dia tinggal atau di tanah rantau harus mampu mandiri dan mencari kebutuhan hidupnya sendiri, kemudian terdapat juga ukiran yang berbentuk seperti Payudara

Perempuan dewasa yang memiliki arti tentang keadilan, sehingga setiap orang Batak

Toba haruslah memiliki rasa keadilan yang tinggi tanpa ada pembedaan diantara mereka pun dengan sesamanya.

56

Universitas Sumatera Utara Selain itu, didalam rumah Bolon ini juga terdapat ukiran khas Batak Toba

(Gorga) yang terdiri dari tiga warna yaitu: Hitam melambangkan prilaku yang mantap atau kebijaksanaan, warna Merah melambangkan keberanian atau kekuatan, dan warna Putih melambangkan kepribadian yang suci, dan masih terdapat lambang lain yang terdapat dirumah Bolon. Pada tahun 1940 rumah panggung ini sangat populer dan banyak diminati oleh masyarakat tradisional, termasuk masyarakat yang tinggal di Siborongborong.

Seiring berjalannya waktu yang didukung oleh perkembangan zaman yang semakin lebih maju, masyarakat tradisional Siborongborong pun terpengaruh akan perubahan yang terjadi di zaman tersebut dan didukung juga oleh faktor ekonomi yang menuntun mereka kearah perubahan tersebut. Mereka sudah mulai memadukan bangunan rumahnya antara batu dengan kayu atau biasa disebut semi permanen.

Melihat kemajuan zaman yang terus berkembang, dan masyarakat juga selalu merasa tidak puas, mereka mulai mendirikan bangunan rumahnya yang terbuat dari batu.

Bukan hanya faktor dari perkembangan zaman tetapi juga faktor dari alam yang mempengaruhi seperti gempa, angin kencang dan lain sebagainya.

Tidak terkecuali masyarakat yang membuka usaha kuliner Ombus-ombus.

Perubahan bangunan rumah juga tampak, seiring berjalannya usaha yang mereka dirikan. Dari hasil panen pertanian ladang dan sawah yang mereka jual sebelumnya untuk dijadikan modal memperbaiki rumah mereka, pendapatan dari berdagang

Ombus-ombus juga sangat dirasakan pengaruhnya. Hasil dari berjualan Ombus- ombus yang diperoleh dan kumpulkan selama bertahun menjadi faktor pendorong

57

Universitas Sumatera Utara bagi pedagang Ombus-ombus untuk memperbaiki dan meningkatkan bentuk bangunan rumah mereka. Para pedagang Ombus-ombus menganggap bahwa dengan berjualan Ombus-ombus mereka sudah pasti memperoleh pendapatan minimum setiap harinya, sehingga timbul keinginan untuk memperbarui tempat tinggal mereka.

Misalnya sebelum mendirikan usaha Ombus-ombus rumah mereka hanya terbuat kayu atau rumah panggung yang memiliki kamar terpisah dari rumah. Sebelum membangun rumah semi permanen maupun permanen masyarakat memanfaatkan keberadaan sungai untuk keperluan mandi mencuci dan lain-lain. Namun setelah adanya usaha Ombus-ombus, mereka mulai mampu membangun rumahnya yang sebelumnya masih berbentuk rumah panggung menjadi semi permanen dan juga permanen dengan penambahan kamar mandi didalam rumah, dan juga mereka mampu membeli tanah untuk lokasi pembangunan rumah sendiri..

Indikator lain yang dapat dilihat dari hasil berjualan Ombus-ombus yaitu pedagang sudah mampu memasang meteran listrik ke rumah mereka sendiri. Suatu peningkatan yang cukup signifikan jika kita melihat tahun 1980an listrik masih jarang dipakai di kalangan masyarakat ekonomi rendah.33 Peralatan rumah juga terpenuhi sedikit demi sedikit, pada tahun 1980-an rata-rata bentuk bangunan rumah pedagang

Ombus-ombus masih berbentuk Semi-permanen dan masih jarang pemilik rumah yang Permanen dengan bahan beton seluruhnya, mengingat biaya pembuatan rumah permanen membutuhkan biaya dalam jumlah yang besar. Dengan begitu peningkatan

33 Wawancara dengan Walben Siahaan, pada tanggal 06 Agustus 2020.

58

Universitas Sumatera Utara taraf ekonomi dan bangunan rumah pedagang Ombus-ombus di Siborongborong jelas sangat dipengaruhi pendapatan mereka dari berjualan Ombus-ombus.

4.4 Dalam Bidang Sosial dan Budaya

Sosial dalam arti masyarakat atau kemasyarakatan berarti segala sesuatu yang bertalian dengan sistem hidup bersama atau hidup bermasyarakat dari orang atau sekelompok orang, yang didalam sudah tercakup struktur organisasi, nilai-nilai sosial, dan aspirasi hidup serta cara mencapainya. Namun, jika dilihat dari asal katanya, sosial berasal dari kata “socius” yang berarti segala sesuatu yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam kehidupan secara bersama-sama. Manusia disebut sebagai makhluk sosial yaitu dimana tidak dapat hidup sendiri melainkan hidup berdampingan antara individu satu dengan individu yang lain.

Kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang di dapat manusia sebagai anggota masyarakat.

Pada sisi yang agak berbeda, kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan status sosial dan budaya masyarakat di lingkungannya melalui pola pendidikan, pekerjaan, dan kebiasaan hidup sehari-hari, dan budaya tersebut akan terbentuk dengan waktu yang lama.

Masyarakat Siborongborong secara khusus dalam kehidupan sehari-hari memiliki bahasa Batak Toba, karena lebih mudah dipahami oleh sesama masyarakat.

59

Universitas Sumatera Utara Penggunaan bahasa tersebut sebagai alat komunikasi sesama masyarakat yang ada disana, senantiasa berlangsung dalam hidup sehari-hari misalnya dalam upacara adat, kebaktian gereja, rapat penutua adat. Dengan kata lain bahasa daerah dipakai dalam membicarakan hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama, dalam percakapan sehari-hari maupun dalam pelaksanaan upacara adat.

Pada masyarakat Siborongborong memiliki budaya yang masih tetap terjaga.

Dalam wisata kuliner Ombus-ombus yang ada pada daerah Siborongborong menjadi nilai tambah pada daerah Kabupaten Tapanuli Utara, dimana masyarakat luar yang datang ke daerah Tapanuli Utara, untuk melakukan wisata sejarah maupun wisata alam. Para masyarakat luar yang datang ke daerah ini, tidak akan lupa untuk menikmati wisata kuliner yang terdapat pada daerah tersebut. Wisata kuliner yang menjadi perhatian masyarakat luar yang datang ke daerah ini yaitu untuk menikmati

Ombus-ombus yang memiliki rasa khas tersendiri dibanding dengan kuliner yang lainnya.

Kuliner Ombus-ombus menjadi makanan yang tidak tergantikan di hati masyarakat Siborongborong, pada perayaan acara natal dan tahun baru makanan yang satu ini wajib disajikan sebagai menu utama. Pada acara pesta adat dan budaya masyarakat batak Toba khususnya di daerah Siborongborong Ombus-ombus ini juga makanan yang paling di cari dan dianggap sebagai makanan yang dapat mempererat hubungan kekeluargaan. Kurang lengkap rasanya jika dalam suatu acara yang melibatkan perkumpulan orang banyak tidak disajikan olahan makanan yang satu ini.

60

Universitas Sumatera Utara Makanan tradisional ini menjadi alasan di balik terkenalnya daerah dingin

Siborongborong, bagaimana tidak jika kita memakan kuliner Ombus-ombus di suatu tempat di luar daripada daerah Siborongborong pasti akan terlintas di pikiran kita akan asal usul makanan manis ini sendiri.

Masyarakat yang tinggal di daerah Siborongborong, Kabupaten Tapanuli

Utara yang ramah, membuat para masyarakat luar yang datang ke daerah tersebut tidak merasa canggung. Lewat wisata alam,dan wisata sejarah, yang ada pada daerah

Kabupaten Tapanuli Utara ini membuat wisata kuliner pada daerah ini juga tidak kalah tinggalnya khususnya cemilan Ombus-ombus yang banyak diminati untuk di konsumsi. Keberadaan Kuliner Ombus-ombus di Siborongborong ini akan tetap dijaga dan dipertahankan, selain sebagai warisan yang diturunkan dari generasi ke generasi di dalam keluarga, pembuatan Ombus-ombus akan menjadi kebanggan bagi masyarakat yang tinggal Siborongborong.

Masyarakat luar yang datang berkunjung ke daerah Siborongborong, mempunyai interaksi dan hubungan yang baik pada masyarakat setempat. Interakasi dan hubungan yang baik antara individu menjadikan masyarakat memiliki tali silaturahmi yang baik pula. Dan masyarakat Siborongborong mempunyai tutur sapa dan keramah-tamahan yang cukup dibudidayakan hingga sampai sekarang.

61

Universitas Sumatera Utara BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Kuliner Ombus-ombus merupakan usaha keluarga yang berlangsung dalam rumah tangga yang sudah ada sejak tahun 1940, usaha pembuatan kuliner Ombus- ombus pertama kali diperkenalkan oleh Almarhum Musik br. Sihombing. Ombus- ombus lahir di daerah dingin Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara.

Setelah pencipta Ombus-ombus yang pertama kali meninggal dunia, usaha pembuatan kuliner ini masih berlanjut dan tidak hilang begitu saja. Peran Almarhum

Anggiat Siahaan dalam melanjutkan pembuatan Ombus-ombus patut diapresiasi, berkat ketekunan dan rasa ingin tahu beliau yang tinggi telah menjadikan Ombus- ombus sebagai mata pencaharian yang dapat menghasilkan uang yang sampai saat ini masih diteruskan dan dilanjutkan oleh generasi yang berbeda, Perkembangan usaha

Ombus-ombus pada tahun 1960-an mengalami peningkatan dan mulai lahir pedagang

Ombus-ombus yang baru di beberapa lokasi di Kecamatan Siborongborong.

Sebelum munculnya usaha kuliner Ombus-ombus sebagai mata pencaharian, masyarakat Siborongborong umumnya bermata pencaharian sebagai petani, peternak, dan pedagang. Mereka melakukan pekerjaan tersebut untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Seiring dengan berjalannya waktu, usaha pembuatan Ombus-ombus pun mulai digemari penduduk. Karena usaha ini dapat membantu kehidupan ekonomi keluarga mereka. Dalam perjalan waktu yang panjang, menjadikan usaha pembuatan kuliner Ombus-ombus semakin ditekuni masyarakat untuk menambah penghasilan

62

Universitas Sumatera Utara mereka disamping bekerja sebagai petani. Dengan resep dan pengolahan yang diturunkan dalam keluarga membuat olahan ini masih dijaga dan dilestarikan oleh para pedagang.

Pada awal munculnya pada tahun 1940an, proses produksi Ombus-ombus masih menggunakan alat sederhana, yaitu dengan mengandalkan tenaga manusia.

Sehingga hasil yang mereka peroleh dalam sehari tergantung kepada kemampuan mereka dalam mengolah bahan yang sudah ada. Tenaga kerja juga berasal dari keluarga, karena indusrti ini masih tergolong usaha keluarga.

Kuliner dengan bahan-bahan yang sederhana ini masih dijaga dan masih ditekuni oleh sebagian masyarakat di Siborongborong, dari yang awalnya merupakan olahan rumahan dan sebagai cemilan berubah menjadi makanan yang laku dipasarkan adalah sesuatu yang harus unik dan layak disyukuri. Keberadaan Ombus-ombus menjadi pendorong roda perekonomian bagi pedagang Ombus-ombus di

Siborongborong. Pembuatan yang melalui proses manual dan sederhana menjadikan

Ombus-ombus sebagai cemilan yang memiliki rasa khas tersendiri, dengan aroma yang wangi, rasa yang manis dan lembut saat dikonsumsi menjadi alasan dibalik banyaknya peminat yang menggemari makanan ini.

Ombus-ombus terkenal di kalangan masyarakat Siborongborong maupun masyarakat yang diluar daerah Siborongborong dikarenakan pada saat proses penjualannya, banyak pedagang Ombus-ombus yang ditemui di loket-loket bus penumpang dan dipertigaan jalan Siborongborong dengan menggunakan sepeda ontel dengan gerobak yang bertuliskan “Ombus-ombus no 1”. Para pedagang ini setiap hari

63

Universitas Sumatera Utara berlomba untuk menjajakan jualannya kepada para penumpang yang melintas di daerah Siborongborong. Suasana keberadaan para pedagang Ombus-ombus dengan sepeda ontelnya ini masih umum dilihat pada tahun 1970-an, para pedagang yang datang dari berbagai lokasi di Kecamatan Siborongborong ini berjualan dengan roster ganjil-genap sesuai dengan tanggal yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menghindari persaingan yang tidak sehat.

Dengan adanya usaha pembuatan Ombus-ombus ini, para pedagang memperoleh hasil yang cukup lumayan. Pedagang Ombus-ombus mengalami perubahan dalam segi ekonomi, pendidikan dan juga tempat tinggal mereka. Dengan berjualan Ombus-ombus mereka dapat meningkatkan taraf hidupnya dari yang dulunya hanya mengharapkan hasil pertanian dengan hasil panen yang tidak menentu.

Para pedagang Ombus-ombus mampu memberikan biaya sekolah anak-anaknya, membeli peralatan rumah tangga dan juga memperbaiki rumah tempat tinggal mereka.

Keberadaan Ombus-ombus yang kian populer dari tahun 1950 sampai sekarang dan banyak peminatnya, mendorong pemerintah untuk menjadikan kuliner

Ombus-ombus sebagai sesuatu yang berharga dan layak diberikan penghargaan atau apresiasi mengingat sejarahnya yang terbilang panjang. Akhirnya Pemerintah

Kabupaten (Pemkab) Tapanuli Utara mendirikan monumen patung penjual Ombus- ombus yang berada tepat ditengah Kecamatan Siborong-borong. Monumen patung bersepeda dilengkapi kotak tempat kue ombus-ombus dipugar Pemerintah Kabupaten

(Pemkab) Tapanuli Utara pada tahun 1986 oleh Bupati Taput G Sinaga sebagai

64

Universitas Sumatera Utara monumen bersejarah bagi masyarakat Taput, Pemerintah meresmikan monumen bersejarah ini mengingat Kecamatan Siborong borong diwarnai dagangan ombus ombus. Sehingga Kecamatan Siborongborong terkenal dengan kuliner Ombus- ombusnya dan menjadikanya sebagai lambang atau ikon Kecamatan Siborongborong sampai saat ini.

5.2 Saran

Penelitian ini merupakan kajian tentang sejarah dan dampak sebuah usaha

(industri) rumah tangga yang bergerak dalam kuliner Ombus-ombus di Kecamatan

Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. Setelah penulis menjabarkan secara panjang mengenai sejarah dan dampak tersebut diharapkan penelitian ini dapat menjadi gambaran dan studi tentang sejarah industri rumah tangga yaitu dengan tema penelitian yang sejenis. Hal ini dikarenakan masih banyak tema-tema seperti penelitian ini yang belum diteliti.

Adapun saran lainnya kepada pemerintah daerah dan usaha kuliner Ombus- ombus adalah diharapkan adanya kerjasama antara pihak pengusaha Ombus-ombus dan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara dalam mendukung pelaksanaan program- program pengembangan sumber daya manusia dan masalah sosial yang di inisiasi oleh pemerintah dan para pengusaha Ombus-ombus. Hal ini dikarenakan program pemberdayaan dan program lainnya seperti program sosial bertujuan untuk membantu masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti bantuan modal usaha.

65

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini juga diharapkan menjadi sumber data dan bahan pertimbangan bagi usaha rumah tangga Ombus-ombus untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang dan berharap para pengusaha Ombus-ombus lebih terbuka dalam memberikan informasi sehingga tidak terjadi kesalahan dari berbagai pihak dalam melakukan analisis. Selanjutnya bagi pemerintah diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan terkait permasalahan industri rumah tangga.

66

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Ananda, Riski. “Peran Home Industry Dalam Meningkatkan Ekonomi Keluarga (studi kasus home industry keripik di kelurahan kubu)”, Jurnal Pengabdian Masyarakat. FISIP Universitas Riau: Volume 3, Nomor 2, Oktober 2016.

Dwi Yuni, 2010. Bisnis Rumah Tangga. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher.

Gultom, Rajamarpodang, Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak. Medan: Phorus Media,1995.

Herjanto, Eddy. ”Manajemen Operasi”, Jakarta: Grasindo.

Jayadinata, Johara T dan Pramandika, Pembangunan Desa Dalam Perencanaan, Bandung: penerbit ITB, 2006.

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Penerbit Benteng, 2005.

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001.

M J Morris, Kiat Sukses Mengembangkan Usaha Kecil, Jakarta: Penerbit Arcan,1996.

Nurcholis, Hanif. Pertumbuhan Dan Penyelenggaran Pemerintah Desa, Erlangga, 2001.

Nasution, Harmein. 1997. Pengembangan Kewirasusahaan. Medan: USU Press.

Rahman, Fadly. Jejak Rasa Nusantara Sejarah Makanan Indonesia, Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2016.

Rahman, Fadly. Rijsttafel, Budaya Kuliner di Indonesia Masa Kolonial 1870-1942, Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Silaban, Merry Kristina.2017. “Industri Rumah Tangga Kacang Sihobuk di Sipoholon Kabupaten Tapanuli Utara (1990-2001)”, Skripsi S-1 belum diterbitkan, Medan; Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Soerjono, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Rajawali Press, 1990.

67

Universitas Sumatera Utara Suetomo. Greg. Kekalahan Manusia Petani, Dimensi Manusia Dalam Membangun pertanian, Yogyakarta: Penerbit Kasinius, 1996.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia, Jakarta: PT. Mutiara Sumber Wijaya.

Tarigan, Amin. 2017. “Warung Peceran Tahun 1950-2000”, Skripsi S-1 belum diterbitkan, Medan; Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Sumber Internet : https://www.harianbatakpos.com/ Ombus-ombus Siborongborong diakses pada: 26 Agustus 2020. https://id.wikipedia.org/wiki/ Masakan_Indonesiadiakses pada: 02 Maret 2020 https://Merahputih.Com Meniup Sejarah Kue Ombus-Ombus diakses pada: 22 Januari 2020 www.meldafakhriana.blogspot.com, Ilmu Pangan Dasar: Bumbu dan Rempah. Diakses pada 25 September 2020 http://siborongborongnews.blogspot.com diakses pada; 25 September 2020

68

Universitas Sumatera Utara DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Walben Siahaan

Usia : 63 Tahun

Pekerjaan : Pedagang Ombus-ombus

Alamat : Jln. SM. Raja Pasar Siborongborong

2. Nama : Sabam Sianipar

Usia : 43 Tahun

Pekerjaan : Pedagang Ombus-ombus

Alamat : Jln. Sipahutar

3. Nama : Jahoras Silaban

Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Aek Nauli, Desa Siborongborong II

4. Nama : Besianna br. Togatorop

Usia : 52 Tahun

Pekerjaan : Pedagang Ombus-ombus

Alamat : Jln. S.M Raja Pasar Siborongborong

5. Nama : Panahatan Silaban

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Bahan Sanggar, Dusun 2 Desa Siborongborong II

69

Universitas Sumatera Utara 6. Nama : Haposan Sianipar

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Pedagang Ombus-ombus

Alamat : Jln. Sadar Ujung Siborongborong

7. Nama : Marbungaran Silaban

Usia : 35 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Bahan Sanggar, Desa Siborongborong II

8. Nama : Opranto Siregar

Usia : 36 Tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat : Jln. SM. Raja Siborongborong

9. Nama : Domen Sitanggang

Usia : 43 Tahun

Pekerjaan : PNS

Alamat : Desa Pohan, Siborongborong

10. Nama : Oloan Sihombing

Usia : 50 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Jln. Sipahutar

70

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

Lampiran 1

(Peta Kecamatan Siborongborong)

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis

71

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Alat pengolah tepung beras Keterangan: losung aek atau kincir air yang digunakan untuk mengolah padi menjadi tepung beras, dulu menggunakan tenaga aliran sungai secara manual, namun saat ini telah beralih menggunakan mesin untuh mempermudah pengolahannya.

72

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 3. Warung Ombus-ombus

Keterangan : Lapo atau warung milik penjual ombus-ombus no.1 yang berada

jalan Sisinga Mangaraja dekat dengan pasar Siborongborong.

73

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Pedagang Ombus-ombus Keterangan : Pedagang Ombus-ombus dengan sepeda Ontel-nya yang sedang berjualan di simpang tugu atau pertigaan jalan Dolok Sanggul-Balige- Tarutung.

74

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 5 Patung Ombus-ombus Keterangan : Monumen patung pedagang Ombus-ombus sebagai ikon Kecamatan Siborongborong dan juga sebagai lambang Kota kuliner Ombus- ombus yang diresmikan oleh PEMKAB TAPUT tahun 1986.

75

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 6. Kuliner Ombus-ombus Keterangan : Gambar pertama adalah bentuk dari lampet pulut sedangkan gambar kedua adalah ombus-ombus. Sama-sama dibungkus dengan daun pisang, namun bentuk ombus-ombus terlihat berbentuk prisma sementara lampet pulut berbentuk persegi empat.

76

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 7 Konsumen Ombus-ombus Keterangan : Konsumen yang sedang menikmati Kuliner Ombus-ombus dengan teh maupun kopi. Sumber: Koleksi pribadi penulis

77

Universitas Sumatera Utara

78

Universitas Sumatera Utara