LEKSIKON KULINER MASYARAKAT TOBA:

KAJIAN EKOLINGUISTIK

SKRIPSI

SISKA DEVI RAJA GUKGUK

NIM 140701058

PROGRAM STUDI SASTRA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN

Penulis menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi.

Sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan penulis ini tidak benar, penulis bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang penulis peroleh.

Medan, September 2018

Siska Devi Rajagukguk

140701058

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEKSIKON KULINER MASYARAKAT BATAK TOBA: KAJIAN EKOLINGUISTIK

ABSTRAK

Penelitian ini membahas leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Masuknya berbagai makanan modern yang menggantikan makanan tradisional pada masyarakat Batak Toba serta kurangnya perhatian masyarakat terhadap kuliner mengakibatkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terancam punah. Penelitian ini mendeskripsikan jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba, pemahaman masyarakat, serta jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige. Penelitian ini menggunkan metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis dengan pendekatan ekolinguistik. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon, yaitu (1)alat dan bahan serta (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 298 leksikon alat dan bahan serta 122 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan adalah 422 leksikon. Hasil analisis juga menunjukkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa kuliner masyarakat Batak Toba yaitu kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.

Kata kunci: Leksikon, Kuliner Masyarakat Batak Toba, Ekolinguistik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PRAKATA

Segala puji serta syukur tak henti-hentinya penulis ucapkan kepada Tuhan

Yesus Kristus yang selalu mengalirkan semangat dan berkat kepada penulis dari mula hingga akhirnya penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas pendidikan

bagi penulis.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai Ketua Program Studi Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

mengarahkan penulis pada masa perkuliahan dan membantu penulis dalam

hal administrasi.

3. Drs. Amhar Kudadiri, M.Hum., sebagai Sekretaris Program Studi Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan informasi terkait perkuliahan kepada penulis.

4. Dr. Dwi Widayati, M.Hum., sebagai Dosen pembimbing yang telah

menyediakan banyak waktu dan tenaga untuk membimbing dan

mengarahkan penulis dengan penuh tanggung jawab, membagikan ilmu

yang dimiliki serta memberikan motivasi dan nasihat kepada penulis.

Tanpa bantuan dari ibu, penulis pasti tidak akan mampu menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Dra. Sugihana Br. Sembiring, M.Hum., selaku Dosen penguji yang telah

banyak memberikan kritikan, masukan, dan perbaikan bagi

penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Program Studi Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

banyak pengajaran ilmu dan moral kepada penulis selama masa

perkuliahan.

7. Bapak Selamet dan Bapak Joko yang telah membantu penulis dalam hal

administrasi di Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

8. Kedua orang tua penulis, bapak terkasih Pukka Hasiholan Rajagukguk dan

mamak terkasih Mesteria br.Siahaan yang selalu penuh kasih untuk

mendampingi penulis, memberikan didikan dan motivasi kepada penulis,

serta melantunkan doa yang tiada hentinya bagi penulis disepanjang

kehidupan penulis. Kalian berdua adalah sumber semangat dan suka cita

terbesar bagiku. Aku mencintai kalian sepanjang masa.

9. Ketiga adik penulis, Sonia, Rian, dan Aprillia yang selalu memberikan

kekuatan baru, dukungan, dan doa bagi penulis. Mereka membuat penulis

terpacu untuk menjadi orang yang berguna penulis mampu berjuang

untuk keberhasilan mereka. Tetap semangat dan kalian harus bisa lebih

baik dari kakak.

10. Sahabat terkasih penulis “the baling”, Veronika, Cristina, Gita, Hinsa,

Martua, dan Jhonatan yang tiada henti memberi semangat baru, menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sahabat yang mau saling mengingatkan, saling topang menopang, dan

menjadi teman sekeluh kesah selama proses pengerjaan skripsi ini. Biarlah

persahabatan ini dapat hidup hingga habis masa bagi kita.

11. Kelompok Tumbuh Bersama “Peripateo Narwastu” dan PKK terkasih, kak

Dame Silitonga yang selalu memberikan penulis dukungan, motivasi yang

baik, serta doa yang tak pernah putus. Terima kasih telah menjadi saudara

yang selalu hadir untuk menghapus air mata ketika duka datang.

12. Seluruh teman-teman Sastra Indonesia stambuk 2014 yang telah menjalin

kebersamaan yang sangat baik selama masa perkuliahan.

13. Kepala desa serta seluruh masyarakat Desa Lumban Silintong, Kecamatan

Balige yang menjadi informan dalam proses pencarian data pada skripsi

ini. Terima kasih karena telah memberi informasi, waktu serta nasihat

yang berharga kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga kiranya kasih setia-Nya selalu beserta kita sepanjang waktu. Amin.

Medan, September 2018

Penulis,

Siska Devi Rajagukguk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

PERNYATAAN...... i ABSTRAK...... ii PRAKATA...... iii DAFTAR ISI...... vi DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN...... x DAFTAR GAMBAR...... xi DAFTAR TABEL...... xii

BAB I PENDAHULUAN...... 1 1.1 Latar Belakang...... 1 1.2 Batasan Masalah...... 5 1.3 Rumusan Masalah...... 6 1.4 Tujuan Penelitian...... 6 1.5 Manfaat Penelitian...... 7 1.5.1 Manfaat Teoretis...... 7 1.5.2 Manfaat Praktis...... 7

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 9 2.1 Konsep...... 9 2.1.1 Leksikon...... 9 2.1.1.1 Nomina...... 10 2.1.1.2 Verba...... 10 2.1.2 Bahasa dan Lingkungan...... 10 2.1.3 Kuliner Masyarakat Batak Toba...... 12 2.1.4 Kearifan Lokal...... 13 2.2 Landasan Teori...... 14 2.2.1 Teori Ekolinguistik...... 14 2.2.2 Kearifan Lokal...... 17 2.3 Tinjauan Pustaka...... 19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III METODE PENELITIAN...... 23 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...... 23 3.2 Data dan Sumber Data...... 25 3.3 Metode Penelitian...... 27 3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data...... 28 3.5 Metode dan Teknik Analisis Data...... 29 3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data...... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...... 32 4.1 Leksikon Kukiner Masyarakat Batak Toba...... 32 4.1.1 Ayam Gota...... 33 4.1.2 ...... 35 4.1.3 ...... 36 4.1.4 Dengke Na Niarsik...... 38 4.1.5 Dengke Na Niura...... 40 4.1.6 Dolung-Dolung...... 41 4.1.7 Hare...... 42 4.1.8 Hihindat Ni Andalu...... 43 4.1.9 Itak Gurgur...... 45 4.1.10 Pohul-Pohul...... 46 4.1.11 Manuk Na Pinadar...... 47 4.1.12 Mi Gomak...... 49 4.1.13 Natinombur...... 51 4.1.14 Nantinunde...... 52 4.1.15 Na Nidugu...... 53 4.1.16 Ombus-Ombus...... 55 4.1.17 ...... 56 4.1.18 Tuktuk...... 58 4.1.19 Tipa-Tipa...... 59 4.1.20 Ura-Ura...... 60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner Masyarakat

Batak Toba...... 62 4.2.1 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ayam Gota...... 62 4.2.2 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Babi Panggang...... 63 4.2.3 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dali Ni Horbo...... 64 4.2.4 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dengke Na Niarsik..... 65 4.2.5 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dengke Na Niura...... 66 4.2.6 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Dolung-Dolung...... 67 4.2.7 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Hare...... 68 4.2.8 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Hihindat Ni Andalu..... 69 4.2.9 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Itak Gurgur...... 69 4.2.10 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Lampet Pohul-Pohul... 70 4.2.11 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Manuk Na Pinadar...... 72 4.2.12 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Mi Gomak...... 73 4.2.13 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Natinombur...... 74 4.2.14 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Natinunde...... 75 4.2.15 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Na Nidugu...... 75 4.2.16 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ombus-Ombus...... 76 4.2.17 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Saksang...... 77 4.2.18 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Sambal Tuktuk...... 77 4.2.19 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Tipa-Tipa...... 78 4.2.20 Pemahaman Masyarakat Terhadap Kuliner Ura-Ura...... 79 4.3 Kearifan Lokal dalam Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba...... 80 4.3.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan...... 81 4.3.2 Kearifan Lokal Kerja Keras...... 81 4.3.3 Kearifan Lokal Kesehatan...... 82 4.3.4 Kearifan Lokal Gotong Royong...... 82 4.3.5 Kearifan Lokal Kejujuran...... 83 4.3.6 Kearifan Lokal Kesetiakawanan Sosial...... 83 4.3.7 Kearifan Lokal Komitmen...... 83 4.3.8 Kearifan Lokal Pikiran Positif...... 84 4.3.9 Kearifan Lokal Rasa Syukur...... 84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V SIMPULAN DAN SARAN...... 85 5.1 Simpulan...... 85 5.2 Saran...... 86

DAFTAR PUSTAKA...... 87 Lampiran 1 ...... 89 Lampiran 2 ...... 95 Lampiran 3 ...... 105 Lampiran 4 ...... 106 Lampiran 5 ...... 108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

A. Daftar Lambang

( ) pengapit nomor data

‘’ makna/terjemahan

B. Daftar Singkatan

ASI = Air Susu Ibu

MTB = Melayu Tanjungbalai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Gambar: 3.1 Peta Kecamatan Balige...... 25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba...... 32 Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Ayam Gota...... 34 Tabel 4.3 Leksikon Jenis Kuliner Babi Panggang...... 36 Tabel 4.4 Leksikon Jenis Kuliner Dali Ni Horbo...... 37 Tabel 4.5 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niarsik...... 39 Tabel 4.6 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niura...... 40 Tabel 4.7 Leksikon Jenis Kuliner Dolung-Dolung...... 42 Tabel 4.8 Leksikon Jenis Kuliner Hare...... 43 Tabel 4.9 Leksikon Jenis Kuliner Hihindat Ni Andalu...... 44 Tabel 4.10 Leksikon Jenis Kuliner Itak Gurgur...... 45 Tabel 4.11 Leksikon Jenis Kuliner Lampet Pohul-Pohul...... 47 Tabel 4.12 Leksikon Jenis Kuliner Manuk Na Pindar...... 48 Tabel 4.13 Leksikon Jenis Kuliner Mi Gomak...... 50 Tabel 4.14 Leksikon Jenis Kuliner Natinombur...... 52 Tabel 4.15 Leksikon Jenis Kuliner Natinunde...... 53 Tabel 4.16 Leksikon Jenis Kuliner Na Nidugu...... 54 Tabel 4.17 Leksikon Jenis Kuliner Ombus-Ombus...... 56 Tabel 4.18 Leksikon Jenis Kuliner Saksang...... 57 Tabel 4.19 Leksikon Jenis Kuliner Sambal Tuktuk...... 59 Tabel 4.20 Leksikon Jenis Kuliner Tipa-Tipa...... 60 Tabel 4.21 Leksikon Jenis Kuliner Ura-Ura...... 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kuliner sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan memasak, mulai dari persiapan alat dan bahan, proses pengolahan, dan penyajian. Masakan yang dihasilkan dari proses tersebut bisa berupa lauk-pauk, -kue, olahan buah, maupun minuman.

Kuliner merupakan suatu kebutuhan utama dalam kehidupan seseorang, karena setiap orang membutuhkan santapan kuliner untuk keberlangsungan hidupnya.

Semua suku di Indonesia tentu memiliki beragam kuliner khas yang tidak dimiliki oleh suku lainnya. Berbeda suku, maka berbeda pula ciri dari kuliner yang dimilikinya. Sebagai contoh, masyarakat Padang dan Madura memiliki satu kuliner khas yang sama yaitu sate. Namun, kedua kuliner ini memiliki proses pengolahan yang berbeda. Perbedaan kedua sate ini terletak pada jenis olahan daging dan kuah dari sate tersebut. biasanya terbuat dari daging sapi, memiliki struktur kuah yang mirip dengan kuah kare berwarna kuning orange yang diproses dengan berbagai macam rempah andalan Sumatera Barat yaitu, kaldu, jeroan, jahe, kunyit, ketumbar, bawang putih, lengkuas, jinten, garam, dan tepung beras sehingga memiliki rasa yang cenderung pedas dengan aroma yang sangat sedap. Berbeda dengan sate Padang, sate Madura lebih memilih daging ayam sebagai bahan utamanya dan kuah pada sate Madura terbuat dari bahan utama kacang tanah, bawang merah, bawang putih, kemiri, dan gula merah sehingga menghasilkan rasa yang cenderung manis dan memiliki aroma yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak kalah sedap dari sate Padang. Kedua kuliner ini, sama-sama memiliki cita rasanya yang unik dan menjadi kekayaan kuliner tersendiri bagi masyarakatnya.

Begitu juga dengan masyarakat Batak Toba yang memiliki beragam jenis kuliner dengan rasanya yang khas dan diturunkan oleh leluhur atau nenek moyang masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba memiliki hampir seluruh makanan-makanan khas dengan citarasanya yang pedas, yang dihasilkan oleh rempah andalan masyarakat tersebut yaitu andaliman. Setiap kuliner masyarakat suku Batak Toba memiliki keunikan rasa tersendiri yang membuat kuliner-kuliner tersebut sangat populer di kalangan masyarakat suku Batak Toba. Kuliner-kuliner ini bukan hanya disajikan sebagai santapan di kala lapar saja, tetapi banyak kuliner dalam masyarakat ini yang digunakaan dalam proses berlangsungnya upacara adat masyarakat tersebut, misalnya upacara adat perkawinan atau kematian dan sudah menjadi kebudayaan tersendiri bagi masyarakat Batak Toba.

Pada saat ini, banyak kuliner khas suatu suku yang tidak begitu dikenal lagi oleh generasi baru. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yang pertama yaitu, berkurangnya atau menghilangnya satu leksikon lingkungan alam dan budaya dalam suatu daerah masyarakat yang menyebabkan para generasi berikutnya mungkin tidak akan mengenal lagi leksikon tersebut. Faktor kedua yaitu, masuknya jenis kuliner baru dari luar negeri seperti, fried chicken, bakpao, ramen, dan lainnya yang menggantikan kuliner khas masyarakat itu sendiri.

Faktor berikutnya adalah kemajuan teknologi pada zaman sekarang ini. Pada saat ini, banyak peralatan memasak tradisional digantikan oleh alat canggih terkini, misalnya gilingan yang diganti dengan blender. Hal-hal tersebut sangat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA memengaruhi kebertahanan suatu leksikon. Ketika suatu lingkungan mengalami perubahan maka secara langsung bahasa dari suatu lingkunganpun akan mengalami perubahan. Jika suatu lingkungan punah, maka penggunaan bahasa yang berhubungan dengan lingkungan tersebut akan turut punah. Permasalahan bahasa seperti ini harus diberi perhatian khusus, agar bahasa-bahasa lingkungan tetap bertahan dan lestari. Dengan adanya persoalan bahasa seperti ini, peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan ekolinguistik. Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2009:1). Kajian ini tidak lepas dari kerangka teori interelasi antara dimensi-dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis yang sangat penting untuk menopang kajian ekolinguistik yang dikatakan oleh Bundsgaard dan Steffensen (2000:11-14).

Sebagai contoh, salah satu kuliner yang sudah hampir tidak dikenal lagi oleh beberapa generasi masyarakat Batak Toba adalah ura-ura. Ura-ura berarti masak karena , artinya makanan tersebut tidak dimasak dengan menggunakan api, namun bumbu-bumbu seperti garam dan asamlah yang membuatnya masak (sama seperti ikan mas na niura yang dimasak tanpa menggunakan api). Ura-ura ini merupakan campuran dari buah-buah mentah yang diberi asam dan garam lalu dihaluskan (tidak sampai lumat). Ura-ura memiliki rasa yang khas yaitu rasa campuran antara rasa kelat,asam, dan pedas.

Leksikon kuliner Ura-ura diklasifikasikan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, (2) kegiatan. Pertama, leksikon alat dan bahan yaitu pisau, andalu

’lesung’, antajau ‘jambu biji’, jantung pisang, jengga ’nangka mentah’, lasiak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ’cabai’, asom ’jeruk nipis’, sira ’garam’. Kedua, leksikon kegiatan yaitu dirajang

‘dipotong’ dan diduda ‘ditumbuk’.

Contoh pengklasifikasian leksikon kuliner Ura-ura

Nama Kuliner Leksikon

Alat dan bahan Kegiatan ura-ura pisau dirajang andalu diduda antajau jantung pisang jengga lasiak asom sira

Karakter biologis yang dihasilkan oleh ura-ura melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa kelat, asam, dan pedas yang dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini sangatlah kurang, terlihat dari sulitnya ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Padahal, beberapa puluh tahun yang lalu makanan ini sangat populer bagi masyarakat Batak Toba. Makanan ini disantap para kaum ibu yang berada di suatu lingkungan desa secara bersama-sama ketika mereka sedang memiliki waktu luang, bahkan banyak para kaum ibu yang membuatnya setiap hari pada waktu sore ketika mereka sudah selesai dengan kesibukan rumah mereka. Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa karakter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA biologis ura-ura membuktikan masyarakat suku Batak Toba memiliki karakter yang tahan terhadap banyaknya rasa sulit yang dihadapi dalam kehidupan mereka jika bisa menyajikan dan mengkonsumsi kuliner ini (dimensi ideologis). Jadi, masyarakat ini mempercayai bahwa setiap orang yang bisa mengkonsumsi ura- ura sudah terbiasa untuk menghadapi berbagai rasa dalam kehidupan mereka, karena mereka sudah mampu merasakan ura-ura dengan rasanya yang kelat, asam, dan pedas tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti melihat adanya permasalahan kebertahanan bahasa pada leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Bukan hanya leksikon kuliner ura-ura, masih banyak kuliner masyarakat ini yang tidak pernah dirasakan bahkan sudah tidak dikenal oleh beberapa generasi muda masyarakat

Batak Toba. Penelti merasa penelitian ini harus dilakukan agar leksikon kuliner pada masyarakat Batak Toba akan tetap dikenal pada masa yang akan datang walau mungkin tidak dijadikan sebagai kuliner khas lagi dan dengan demikian, bahasa dalam leksikon kuliner tersebut tidak akan mengalami kepunahan tetapi, akan tetap terjaga dan lestari.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari adanya kerancuan ataupun kesalahpahaman sehingga menimbulkan pelebaran permasalahan yang peneliti rumuskan, maka peneliti melakukan batasan masalah agar peneliti tetap berfokus pada permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini dibatasi pada :

1. Kajian leksikon pada kuliner Masyarakat batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Kajian bentuk leksikon yang diklasifikasi kedalam dua kelompok yaitu

kelompok alat dan bahan (nomina) dan kelompok leksikon kegiatan

(verba).

3. Mendeskripsikan tingkat pemahaman masyarakat Batak Toba berdasarkan

tiga dimensi praksis sosial dalam teori ekolinguistik dialektikal.

4. Mendeskripsikan kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner

masyarakat Batak Toba.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apasajakah leksikon kuliner yang terdapat pada masyarakat Batak Toba ?

2. Bagaimanakah pemahaman masyarakat Batak Toba terhadap leksikon

kuliner masyarakat Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis, sosiologis,

dan biologis?

3. Bagaimanakah jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon

kuliner masyarakat Batak Toba ?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan leksikon kuliner masyarakat Batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Mendeskripsikan pemahaman masyarakat Batak Toba terhadap leksikon

kuliner Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis, sosiologis, dan

biologis.

3. Mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon

kuliner masyarakat Batak Toba.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang leksikon kuliner masyarakat Batak Toba

ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

informasi dan bahan masukan yang relevan dalam hal penelitian dengan

pendekatan ekolinguistik terutama pada kajian leksikon kuliner

masyarakat Batak Toba untuk penelitian lanjutan. Hasil penelitian ini juga

diharapkan bisa menjadi bahan rujukan untuk penelitian leksikon kuliner

daerah masyarakat lainnya.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Menambah pemahaman dan wawasan masyarakat terkait leksikon kuliner

masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Membuat atau menambah kamus kecil leksikon kuliner masyarakat Batak

Toba pada pustaka Batak Toba agar bahasa leksikon kuliner ini dikenal

dan tetap dilestarikan oleh masyarakat Batak Toba ketika suatu saat

terdapat leksikon kuliner yang bergeser atau bahkan punah.

3. Digunakan sebagai sumber informasi bagi para peneliti lain ataupun

pengguna bahasa Batak Toba khususnya tentang hubungan bahasa dengan

ekologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Leksikon

Leksikon adalah koleksi leksem dalam suatu bahasa. Dalam leksikon terdapat kajian yang meliputi tentang apa yang dimaksud dengan kata, struktur kosakata, pembelajaran kata, penggunaan dan penyimpanan kata, sejarah dan evolusi kata (etimologi), hubungan antarkata, serta proses pembentukan kata pada suatu bahasa. Dalam penggunaan sehari-hari leksikon dianggap sebagai sinonim kamus atau kosakata.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan leksikon sebagai

“kosakata, komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa.”

Sementara itu, Chaer (2007:5) mengatakan bahwa istilah leksikon berasal dari kata Yunani kuno yang berarti “kata”, “ucapan”, atau “cara berbicara”. Kata leksikon sekerabat dengan leksem, leksikografi, leksikograf, leksikal, dan sebagainya. Sebaliknya, istilah kosa kata adalah istilah terbaru yang muncul ketika mencari tentang kata-kata atau istilah Indonesia sebanyak-banyaknya atau lebih banyak lagi. Selanjutnya Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata, yaitu leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa seperti perilaku semantis, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.1.1 Nomina

Nomina merupakan kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subyek atau obyek dari klausa; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal yang dibendakan dalam alam luar bahasa; kelas ini dalam bahasa

Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; misalnya meja adalah nomina karena tidak meja adalah tidak mungkin (Kridalaksana,

2008:163). Leksikon alat dan bahan dikategorikan ke dalam kelas nomina.

2.1.1.2 Verba

Verba merupakan kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat.

Dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dsb; misalnya datang, naik, bekerja, dsb

(Kridalaksana, 2008:254). Leksikon kegiatan dikategorikan ke dalam kelas verba.

2.1.2 Bahasa dan Lingkungan

Bahasa dan lingkungan memiliki hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Muhlhausler (2001:3) dalam tulisannya Language Ecology and

Enivorment menyebutkan, ada empat hal yang memungkinkan adanya hubungan antara bahasa dan lingkungan yakni : (1) bahasa berdiri dan terbentuk; (2) bahasa dikonstruksi oleh alam; (3) alam dikonstruksi bahasa; dan (4) bahasa saling berhubungan dengan alam- keduanya saling mengontruksi, tetapi jarang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berdiri sendiri (ekolinguistik). Sapir (dalam Fill dan Muhlhausler, 2001: 14) menyatakan lingkungan dapat dibedakan atas tiga bentuk yaitu :

1. Lingkungan fisik yang mencakup karakter geografis, seperti topografi

sebuah negara (baik pantai, lembah, dataran tinggi, maupun

pegunungan, keadaan cuaca, dan, jumlah curah hujan).

2. Lingkungan ekonomis ’kebutuhan dasar manusia‘ yang terdiri atas flora

dan fauna dan sumber mineral yang ada dalam daerah tersebut.

3. Lingkungan sosial melingkupi berbagai kekuatan dalam masyarakat

yang membentuk kehidupan dan pemikiran masyarakat satu sama lain.

Namun yang paling penting dari kekuatan sosial tersebut adalah agama,

satandar etika, bentuk organisasi politik, dan seni.

Menurut Haugen (dalam Fill and Muhlhausler, 2001:1), lingkungan bahasa atau ekologi bahasa adalah ruang hidup, tempat hidup bahasa-bahasa. Bahasa yang hidup ada pada guyub tutur dan secara nyata hadir dalam komunikasi dan interaksi verbal baik lisan maupun tulisan. Ekologi adalah ilmu tentang lingkungan hidup sedangkan linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Kerangka pandang ekologi, bandingkan misalnya ekolinguistik, menjadi parameter yang membedakannya dengan cabang makrolinguistik lainnya (seperti sosiolinguistik, psikolinguistik, neurolinguistik, atau antropoliguistik) adalah (1) interelasi

(interrelationship), (2)lingkungan (environment), dan (3) keberagaman (diversity).

Berdasarkan penjelasan tersebut terlihat bahwa bahasa dan lingkungan adalah dua hal yang berhubungan bahkan saling memengaruhi. Dalam suatu lingkungan, bahasa itu memang hidup dan bahasa-bahasa dalam lingkungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut dapat dikaji, diselami, dan dimaknai secara khusus melalui pendekatan yang sesuai, yaitu ekolinguistik.

2.1.3 Kuliner Masyarakat Batak Toba

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kuliner adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan masak-memasak. Secara umum, kuliner adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pangan dan makanan, mulai dari bahan-bahan mentah sampai pada proses pengolahan dan penyajian. Kuliner masyarakat Batak

Toba dapat kita rasakan di daerah asal masyarakat Batak Toba, yaitu di kawasan sekitaran Danau Toba yang menjadi tempat masyarakat ini bermukim. Namun, bukan hanya pada daerah sekitaran Danau Toba kuliner masyarakat Batak Toba dapat kita temukan, saat ini kuliner masyarakat batak Toba sudah menyebar luas di daerah-daerah lain dan tetap dikelola oleh masyarakat Batak Toba sendiri, mengingat masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang sudah tersebar luas di seluruh bagian nusantara.

Kuliner pada masyarakat Batak Toba adalah jenis makanan yang dipengaruhi seni dan tradisi memasak masyarakat Batak Toba dan kebanyakan hidangan masyarakat ini tidak dibatasi oleh aturan halal. Daging babi dan daging anjing sangat lazim dikonsumsi dalam tradisi kuliner Batak Toba. Namun, tidak semua jenis kuliner pada masyarakat ini menggunakan bahan-bahan yang tidak halal, banyak juga kuliner yang dapat dinikmati oleh semua kalangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.4 Kearifan Lokal

Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membedakan suatu bangsa dengan bangsa lainnya. Setiap bagian kebudayaan pasti memiliki nilai-nilai kearifan lokal didalamnya. Seperti yang dikatakan oleh Sibarani

(2014:114) Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal adalah nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Sibarani (2014:121) juga menyatakan bahwa kearifan lokal sering dianggap padanan kata Indigenous Knowledge, yakni kebiasaan, pengetahuan, persepsi, norma, dan kebudayaan yang dipatuhi bersama suatu masyarakat (lokal) dan hidup turun-temurun. Kearifan lokal merupakan milik manusia yang bersumber dari nilai budayanya sendiri dengan menggunakan segenap akal budi, pikiran, hati, dan pengetahuannya untuk bertindak dan bersikap terhadap lingkungan alam dan lingkungan sosialnya.

. Jenis-jenis kearifan lokal menurut Sibarani adalah kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur (Sibarani 2014:135). Kuliner juga termasuk bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu, dalam beberapa kuliner terkandung kearifan lokal yang bersumber dari nilai-nilai budaya masyarakat pemilik kuliner tersebut. Dalam beberapa leksikon kuliner masyarakat Batak Toba akan ditemukan beberapa kearifan lokal karena dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjalankan beberapa bagian kebudayaan masyarakat ini, kuliner sangat berperan penting.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Ekolinguistik

Ekolinguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji lingkungan dan bahasa. Menurut Mbete (2009:2), “dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya.

Pada tahun 1972, Einar Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah ecology of language . Haugen (dalam Fill dan Muhlhausler 2001:57) mengatakan “ecology of language may be defind as the study of interactions between any given language and its environment”, artinya ekologi bahasa didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Haugen menegaskan bahwa bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan antar penggunanya satu sama lain dan lingkungan (lingkungan sosial dan alam).

Haugen (dalam Mbete 2009:11-12) menyatakan bahwa ekolinguistik memiliki kaitan dengan sepuluh ruang kaji, yaitu:

1) Linguistik historis komparatif, menjadikan bahasa-bahasa kerabat di suatu

lingkungan geografis sebagai fokus kaji untuk menemukan relasi historis

genetisnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2) Linguistik demografi, mengkaji komunitas bahasa tertentu di suatu

kawasan untuk memerikan kuantitas sumber daya (dan kualitas)

penggunaan bahasa-bahasa beserta ranah-ranah dan ragam serta

registrasinya (sosiolek dan fungsiolek).

3) Sosiolinguistik, yang fokus utama kajiannya atas variasi sistematik antara

struktur bahasa dan stuktur masyarakat penuturnya.

4) Dialinguistik, yang memokuskan kajiannya pada jangkauan dialek-dialek

dan bahasa-bahasa yang digunakan masyarakat bahasa, termasuk di habitat

baru, atau kantong migrasi dengan dinamika ekologinya.

5) Dialektologi, mengkaji dan memetakan variasi-variasi internal sistem

bahasa.

6) Filologi, mengkaji dan menjejaki potensi budaya dan tradisi tulisan,

propeknya, kaitan maknawi dengan kajian dan atau kepudaran budaya, dan

tradisi tulisan lokal.

7) Linguistik preskriptif, mengkaji daya hidup bahasa di kawasan tertentu di

kawawan tertentu, pembakuan bahasa tulisan dan bahasa lisan, pembakuan

tata bahasa (sebagai muatan lokal yang memang memerlukan kepastian

bahasa baku yang normatif dan pedagogis).

8) Glotopolitik, mengkaji dan memberdayakan pula wadah, atau lembaga

penanganan masalah-masalah bahasa (secara khusus pada era otonomi

daerah, otonomi khusus, serta pendampingan kantor dan atau balai

bahasa).

9) Etnolinguistik, linguistik antropologi ataupun linguistik kultural (cultural

linguistics) yang membedah pilih-memilih penggunaan bahasa, cara, gaya,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pola pikir dan imajeri dalam kaitan dengan pola penggunaan bahasa,

bahasa-bahasa ritual, kreasi wacana iklan yang berbasiskan bahasa lokal.

10) Tipologi, membedah derajat keuniversalan dan keunikan bahasa-bahasa.

Berdasarkan cakupan ekolinguistik di atas, penelitian ini berhubungan erat

dengan ekologi sosial yang membahas sosiolinguistik dan etnolinguistik.

Walaupun kajian tentang interelasi bahasa dan lingkungannya telah muncul sejak tahun 1970-an, pendekatan teoretis dan model analisis dalam kajian ekolinguistik baru diformulasikan pada tahun 1990-an. Melalui Kelompok

Penelitian Ekologi, Bahasa, dan Ideologi (ELI/the Ecology, Language, and

Ideology Research Group) yang berpusat di Universitas Odense, Denmark, Bang dan Door mengenalkan kerangka teoretis ekolinguistik dialektikal. Kerangka teoretis ini menarik untuk dicermati mengingat ekolinguistik yang sebelumnya merupakan istilah payung (umbrella term) dari berbagai pendekatan teori linguistik ternyata dapat memiliki kerangka teoretis tersendiri, yakni teori ekolinguistik dialektikal. Kebaruan dari kerangka teoretis ini terletak di antaranya pada penggunaan konsep praksis sosial sebagai lingkungan bahasa, yang mengacu pada tiga dimensi, yakni dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis (Bang dan Door dalam Steffensen, 2000:9),

Menurut pandangan ekolinguistik dialektikal atau linguistik dialektikal

(dialectical linguistics) Bang dan Door (dalam Steffensen, 2000), bahasa merupakan bagian yang membentuk dan sekaligus dibentuki oleh praksis sosial.

Bahasa merupakan produk sosial dari aktivitas manusia dan pada saat yang sama bahasa juga mengubah dan memengaruhi aktivitas manusia atau praksis sosial.

Dengan demikian, terdapat hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Konsep praksis sosial dalam konteks ini mengacu pada semua tindakan, aktifitas dan perilaku masyarakat, baik terhadap sesama masyarakat maupun terhadap lingkungan alam di sekitarnya. Bang dan Door mengatakan bahwa dalam teori dialektikal, praksis sosial mencakup tiga dimensi praksis sosial, yakni

1. Dimensi ideologis merupakan sistem psikis, kognitif dan sistem mental

individu dan kolektif.

2. Dimensi sosiologis berkenaan dengan bagaimana kita mengatur hubungan

dengan sesama, misalnya dalam keluarga, antar teman, tetangga, atau dalam

lingkungan sosial yang lebih besar, seperti sistem politik dalam sebuah

negara.

3. Dimensi biologis berkaitan dengan keberadaan kita secara biologis

bersanding dengan spesies lain seperti tanaman, hewan, bumi, laut dan lain

sebagainya .

Implikasi dari hubungan dialektikal antara bahasa dan praksis sosial adalah bahwa kajian terhadap bahasa berarti pula kajian terhadap praksis sosial, dan dengan demikian teori bahasa adalah juga teori praksis sosial. Untuk itu, kajian ekolinguistik dalam teori dilektikal adalah kajian tentang interrelasi dimensi ideologis, dimensi sosiologis dan dimensi biologis dalam bahasa.

2.2.2 Kearifan Lokal

Sibarani (2004:59) mengatakan bahwa nilai-nilai budaya yang dapat disampaikan oleh bahasa sebagai jalur penerus kebudayaan terbagi atas tiga bagian kebudayaan yang saling berkaitan, yaitu kebudayaan ekspresi, kebudayaan tradisi, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ekspresi mencakup perasaan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keyakinan intuisi, ide, dan imajinasi kolektif, kebudayaan tradisi mencakup nilai- nilai religi, adat-istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan, kebudayaan fisik mencakup hasil-hasil karya asli yang dimanfaatkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Kuliner masyarakat batak Toba merupakan bagian dari kebudayaan fisik yang mengandung kearifan lokal yang bersumber nilai-nilai kebudayaan masyarakat.

Kearifan lokal pada penelitian ini berfokus pada jenis-jenis kearifan lokal yang dikemukakan oleh Sibarani yaitu kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.

Pada beberapa jenis kuliner masyarakat Batak Toba terkandung jenis kearifan lokal, seperti pada kuliner ikan mas na niarsik dan itak gurgur terkandung nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam masyarakat yang mengakar pada suatu kebiasaan (habit), kepercayaan (believe) oleh karena masyarakat Batak Toba menghidangkan kuliner tersebut pada upacara adat Batak

Toba, ikan mas na niarsik pada saat upacara pernikahan dan itak gurgur pada saat upacara pemasukan rumah baru. Masyarakat meyakini bahwa jenis kuliner tersebut dapat menjadi pembawa kehidupan yang berbahagia di masa yang akan datang. Pada kuliner tersebut terdapat nilai budaya yang berhubungan dengan

Tuhan, karena kuliner ini dihidangkan sebagai perantara doa yang berisi permohonan dan ucapan syukur masyarakat Suku Batak Toba kepada Tuhan.

Kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner ini adalah rasa syukur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.3 Tinjauan Pustaka

Kajian mengenai ekolinguistik sudah banyak dilakukan oleh para peneliti.

Berikut beberapa penelitian tentang ekolinguistik yang menjadi sumber acuan di dalam penelitian ini.

Sinar (2011) dalam tulisannya yang berjudul “Pergeseran Leksikon

Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang

Bedagai”. Penelitian ini bertujuan menemukan dan mendeskripsikan leksikon kuliner nomina bahasa Melayu Serdang, untuk diwariskan sebagai pengetahuan dan pemahaman generasi muda dan mengenai leksikon kuliner nomina

Kesultanan Serdang dan memberikan informasi yang merujuk kepada pentingnya keterpeliharaan lingkungan Kesultanan Serdang sehingga masyarakat masa kini yang bermukin disekitarnya bertanggung jawab dalam pemeliharaan lingkungan.

Penelitian ini menemukan beberapa pangan kuliner yang sudah mulai tidak dikenal lagi seperti: anyang kepah, kampong, bubur lambuk, bubur sup, darat atau terung sembah, gulai pisang emas, gulai kacang hijau dengan daun buas-buas, gulai lambuk kemuna, gulai telur terubuk, kepah, pekasam maman, santan telur terubuk, padi, senat, sambal lengkong, sambal , sambal terasi asam sundai, sambal belacan asam binjei, kueh danagi, halwa masekat, lubuk haji pantai surga, lempeng putih, kueh makmur, anyang pakis, kueh pelita daun, tepung gomak, cucur badak, kueh cara, halwa renda, halwa cermai, halwa rukam. Kontribusi penelitian ini terhadap penelitian yang akan dilakukan adalah memberikan kemudahan dalam hal informasi berbagai jenis leksikon dalam kuliner Melayu, karena setidaknya leksikon yang ada pada kuliner melayu hampir sama dengan leksikon pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kuliner masyarakat Batak Toba. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penelitian ini tidak melihat pergeseran pemahaman kuliner terhadap masyarakat, namun penelitian ini akan memaparkan leksikon kuliner masyarakat

Batak Toba, mendeskripsikan pemahaman masyarakat berdasarkan dimensi dialektikal praksis sosial, dan mendeskripsikan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba.

Handayani (2015) dalam tesisnya yang berjudul “Leksikon Kuliner

Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan khazanah jenis leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, mendeskripsikan pengetahuan masyarakat

Melayu Tanjungbalai mengenai leksikon kuliner Melayu Tanjungbalai, dan mendeskripskan nilai budaya yang terkandung pada kuliner Melayu Tanjungbalai.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dan data kuantitatif sebagai metode yang dipakai untuk data pendukung. Teori ekolinguistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dialektikal praksis sosial yang mencakup tiga dimensi praksis sosial, yaitu dimensi ideoligis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara, dan observasi. Data penelitian ini adalah jenis leksikon kuliner

Melayu Tanjungbalai. Hasil analisis menunjukkan leksikon kuliner Melayu

Tanjungbalai terdiri atas 18 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada 2 kelompok leksikon yaitu (1) leksikon alat dan bahan, (2) kegiatan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 153 leksikon alat dan bahan dan 51 leksikon kegiatan, sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner Melayu Tanjungbalai di

Tanjungbalai adalah 204 leksikon.Hasil analisis menunjukkan terlihat penyusutan pengetahuan pada setiap generasi terhadapleksikon kuliner Melayu Tanjungbalai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Generasi usia≥ 65 tahun(95,75%), 45 -64 tahun(94,81%), dan 25-44 tahun(78,15%). Leksikon kuliner MTB mengandung nilai-nilai budaya kebiasaan

(habit), kepercayaan (believe), dan nilai yang berhubungan dengan dan berorientasi dengan alam. Hal itu terlihat dari beberapa jenis kuliner MTB yaitu bubur podas, nasi lado, pongat, gule lomak, gule masam ikan, sombam ikan.

Penelitian tersebut juga memiliki kontribusi untuk penelitian ini, yakni membantu peneliti dalam metode dan teori yang digunakan. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dan kuantitatif sebagai metode pendukung, teori yang digunakan adalah teori dialektikal praksis sosial dengan pendekatan ekolinguistik.

Penelitian tersebut juga memuat permasalahan yang sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, mendeskripsikan jenis leksikon kuliner, mendeskripsikan tingkat pemahaman, dan mendeskripsikan nilai budaya dalam kuliner. Penelitian tersebut hampir sama dengan penelitian yang peneliti lakukan, perbedaannya hanyalah perbedaan bahasa dan daerah penelitian yang peneliti lakukan.

Batsu (2017) dalam skripsinya yang berjudul “Keterancaman Leksikon

Kuliner Masyarakat Simalungun: Kajian Ekolinguistik” mendeskripsikan leksikon verba dan nomina kuliner masyarakat Simalungun dan tingkat pemahaman masyarakat, serta faktor-faktor apa yang menyebabkan keterancaman kuliner

Simalungun khusunya di Desa Dame Raya, Kecamatan Raya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif untuk melengkapi hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan leksikon kuliner masyarakat

Simalungun terdiri atas 13 jenis kuliner dan diklasifikasikan pada dua kelompok leksikon yaitu (1) kegiatan dan (2) alat dan bahan. Dari kedua kelompok leksikon tersebut diperoleh 59 leksikon kegiatan, dan 190 leksikon alat dan bahan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sehingga total leksikon yang ditemukan dalam kuliner masyarakat Simalungun adalah 249 leksikon. Hasil analisis menunjukkan keterancaman leksikon kuliner masyarakat Simalungun terdapat pada generasi usia 15-20. Faktor-faktor yang menyebabkan keterancaman leksikon kuliner Simalungun adalah (1) IPTEK atau ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (2) catering; (3) bumbu instan; (4) fast food; (5) rumah makan tradisional dan modern. Penelitian tersebut sangat memberikan kontribusi terhadap metode dan teori yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, karena penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teori dialektikal praksis sosial. Melalui penelitian tersebut, peneliti lebih memahami langkah-langkah untuk menyelesaikan penelitian ini tetapi dengan bahasa dan daerah penelitian yang berbeda. Selain perbedaan dalam bahasa dan daerah penelitian, penelitian ini juga memiliki perbedaan dalam hal permasalahan.

Dalam penelitian ini, peneliti bukan hanya memaparkan pemahaman masyarakat mengenai leksikon kuliner, namun peneliti juga memaparkan jenis kearifan lokal yang terkandung dalam leksikon kuliner tersebut. Peneliti melihat, bahwa dalam kuliner masyarakat Batak Toba banyak memuat kearifan lokal masyarakat ini dan melalui pemaparan tersebut akan terlihat bagaimana kuliner berperan penting dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Secara geografis, penutur bahasa Batak Toba tinggal di Kabupaten

Tapanuli Utara, Kabupaten Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, dan

Kabupaten Toba Samosir yang berada di bagian tengah wilayah provinsi

Sumatera Utara, yakni di punggung Bukit Barisan yang terletak di antara 10 20’ –

20 4’ LU dan 98010’ – 90035’BT.

Kecamatan Balige merupakan salah satu kecamatan sekaligus ibukota

yang terdapat di Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, Indonesia. Ditinjau

dari latak geografisnya berada pada : Lintang Utara : 020 15’- 02021’

Bujur Timur : 990 57’- 99016’

Kecamatan Balige berada di atas sekitar 905 hingga 1.200 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Balige adalah 91.05 km2 atau 4,50% dari total luas

Kabupaten Toba Samosir , dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Danau Toba

Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Utara

Sebelah Barat : Kecamatan Tampahan

Sebelah Timur : Kabupaten Laguboti

Jumlah penduduk pada kecamatan ini diperkirakan sebanyak 38.088 yang terbagi pada 29 desa dengan 6 kelurahan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penelitian ini dilakukan di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige,

Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Desa ini memiliki luas daerah sekitar

1,74 km² dan didiami oleh 893 jiwa. Penelitian ini dilakukan di desa ini karena masyarakat di desa ini adalah masyarakat yang homogen yaitu, bersuku Batak

Toba. Desa Lumban Silintong merupakan desa yang memiliki kemurnian adat istiadat dan kebudayaan, masyarakat masih memiliki kecintaan yang besar terhadap kebudayaan masyarakat Batak Toba, termasuk dalam bidang kuliner.

Masyarakat di Desa Lumban Silintong memiliki beberapa kuliner khas dengan nama yang sama dengan daerah masyarakat Batak Toba lainnya tetapi, dengan pengolahan dan penyajian yang berbeda. Pada saat sekarang ini, banyak daerah masyarakat Batak Toba yang lebih menawarkan kuliner lain yang bukan warisan dari nenek moyang suku Batak Toba karena banyak daerah yang sudah menjadi objek wisata baru di sekitaran kawasan wisata Toba Samosir dan sudah banyak pengunjung dari dalam dan luar negeri yang datang ke desa ini untuk menikmati panorama Danau Toba yang indah sehingga daerah-daerah tersebut tidak mempertahankan kuliner khas dari daerahnya. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian leksikon kuliner pada Desa Lumban

Silintong. Peneliti ingin melihat bagaimana pemahaman masyarakat mengenai kuliner-kuliner Batak Toba yang masih murni.

Pengumpulan data leksikon dan data pemahaman informan akan dilakukan dalam waktu kurang lebih selama satu bulan. Hal tersebut menimbang keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya yang digunakan peneliti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PETA KABUPATEN TOBA SAMOSIR

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Toba Samosir

3.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini bersumber dari primer, yaitu data lisan yang diperoleh dari informan dan data sekunder. Data primernya adalah leksikon alat dan bahan

(nomina) dan leksikon kegiatan (verba) kuliner yang didapat dari informan guyub tutur bahasa Batak Toba di Desa Lumban Silintong, Kecamatan Balige,

Kabupaten Toba Samosir. Informan adalah para masyarakat di lingkungan Desa

Lumban Silintong. Informan merupakan sumber informasi penuh dalam penelitian ini, oleh karena itu seorang informan harus memenuhi kriteria atau syarat agar penelitian ini menghasilkan informasi yang akurat. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendapat Mahsun sebagai persyaratan informan, berikut penjelasannya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mahsun (2005:134-135) mengatakan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing, disebut juga sebagai informasi. Pemilihan seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu :

1. Berjenis kelamin pria atau wanita;

2. Berusia 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu;

4. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan

harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

5. Pekerjaan ibu rumah tangga, pedagang makanan khas masyarakat

Batak Toba dan juru masak tradisional;

6. Pekerjaan penatua adat yang memiliki pengetahuan mengenai kearifan

lokal dalam kuliner masyarakat Batak Toba.

7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya;

8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat jasmani dan rohani

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan minimal kepada tiga informan.

Pertanyaan yang dilakukan pada waktu wawancara terdiri atas :

1. Apa sajakah kuliner yang terdapat di Desa Lumban Silintong ?

2. Bagaimana proses pembuatan kuliner-kuliner tersebut?

3. Apa sajakah jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner-kuliner

tersebut?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Data sekunder adalah dokumen tertulis seperti kamus bahasa Batak Toba dan dokumen buku-buku yang berhubungan dengan kuliner masyarakat Batak

Toba. Jumlah data merujuk kepada Chaer (2007:39) yang menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, jumlah data yang dikumpulkan tidak tergantung pada jumlah tertentu, melainkan tergantung pada jumlah yang dirasakan telah memadai.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong,

2017:6). Pendekatan kualitatif yang dilakukan di dalam penelitian ini untuk

mengumpulkan data, menganalisis data, serta melihat fenomena yang terjadi

dalam leksikon kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.

Peneliti menggunakan metode kualitatif karena penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan pendekatan naturalisitik untuk mencari dan

menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar

belakang yang berkonteks khusus (Moleong, 2017:5). Moleong juga mengatakan

metode ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Pertama, menyesuaikan

metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak;

kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti

dan responden; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang

dihadapi.

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan atau diterapkan, sedangkan

teknik adalah cara melaksanakan atau menerapkan metode (Sudaryanto, 2015:9).

Pengumpulan data dalam penelitian ini terkait dengan leksikon kuliner

masyarakat batak Toba di Desa Lumban Silintong . Data penelitian ini

dikumpulkan dengan metode simak, metode cakap, serta metode introspeksi

sebagai metode tambahan.

Metode simak merupakan menyimak penggunaan bahasa. Teknik lanjutan

metode ini berupa teknik simak libat cakap. Dalam teknik simak libat cakap,

penulis terlibat langsung dalam wawancara dengan informan, dalam hal ini

peneliti juga menggunakan teknik tambahan rekam dan catat. Metode cakap

melibatkan percakapan antara peneliti dan informan. Teknik lanjutan yang

digunakan adalah cakap semuka, dalam hal ini peneliti menggunakan teknik

dasar pancing dengan informan guna mencari semua informasi yang diperlukan

peneliti. Wawancara mendalam dilakukan kepada informan sesuai dengan

persyaratan informan. Kemudian, data dikategorikan berdasarkan perangkat

jenisnya.

Selain metode di atas juga digunakan metode introspeksi. Metode introspeksi adalah metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibunya) untuk menyediakan data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya (Mahsun,

2005:102).

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam penelitian, analisis data merupakan kegiatan setelah seluruh data terkumpul. Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang diperoleh berdasarkan observasi, wawancara, catatan lapangan, foto, dan sebagainya.

Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah-langkah selanjutnya, yaitu mereduksi data dengan membuat abstraksi/ rangkuman untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam satuan-satuan untuk menjawab permasalahan. Pada tahap ini, peneliti menggunakan metode padan. Hal ini karena metode padan adalah metode yang alat penentunya berasal dari luar bahasa (Sudaryanto,

2015:15). Metode padan yang digunakan dalam tahap pengkajian data adalah metode padan referensial. Dalam metode ini digunakan teknik pilah unsur penentu sebagai pembeda referen, yaitu mendeskripsikan sejumlah leksikon kuliner yang ada di Desa Lumban Silintong berdasarkan jenisnya.

Bogdan dan Biklen (dalam Moleong 2017:248) mendefinisikan analisis data kualitatif sebagai upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintetiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Metode dan teknik ini digunakan untuk menjawab ketiga permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Sebelumnya data-data yang didapatkan dari wawancara, pengamatan, dan dokumen tertulis diidentifikasi, lalu diklasifikasi.

Dalam hal ini, pengklasifikasian dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok alat dan bahan dan kelompok kegiatan, dalam tahap ini peneliti menggunakan konsep nomina dan verba yang dipaparkan oleh Kridalaksana. Leksikon alat dan bahan peneliti simpulkan termasuk pada kelas kata nomina dan leksikon kegiatan dalam kelas kata verba. Nomina ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, misalnya sapu adalah nomina karena tidak meja tidak gramatikal. Begitu juga dengan bahasa Batak Toba, galas ’gelas’ merupakan nomina karena jika dang galas ‘tidak gelas’ tidak gramatikal. Berikutnya adalah verba, kelas kata verba ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin dengan kata sangat, lebih, dan sebagainya, misalnya memasak adalah verba karena tidak memasak itu gramatikal dan sangat memasak atau lebih memasak tidak gramatikal. Begitu juga dengan verba bahasa Batak Toba, mangan

‘makan’ adalah verba karena dang mangan ‘tidak makan’ gramatikal dan mangan hian ‘sangat makan’ tidak gramatikal. Tahap kedua dicari bentuk dan kategori leksikal. Artinya, pada tahap ini peneliti akan mengklasifikasikan leksikon- leksikon tersebut sesuai hasil tahapan pengklasifikasian di atas. Tahap ketiga adalah mencari bentuk khusus leksikal turunan sebanyak mungkin sampai jenuh.

Tahap keempat bentuk-bentuk khusus dianalisis dengan tiga dimensi dialektikal praksis sosial. Tahapan selanjutnya adalah menentukan jenis kearifan lokal yang terkandung pada leksikon-leksikon kuliner tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data disajikan menggunakan dua metode, yaitu metode yang bersifat informal dan metode yang bersifat formal. Metode jenis pertama dilakukan dengan kata-kata biasa (a natural language) dan metode kedua dilakukan dengan simbol-simbol dan angka-angka (Sudaryanto, 2015:240).

Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal yaitu metode yang dilakukan dengan kata-kata biasa.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, ditemukan dua puluh jenis kuliner masyarakat Batak Toba yang diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan. Alat dan bahan merupakan segala sesuatu yang digunakan dalam proses pengolahan kuliner dan kegiatan merupakan proses pengolahan bahan-bahan untuk membuat kuliner. Dari dua kelompok tersebut ditemukan 422 leksikon. Kelompok alat dan bahan terdiri atas 298 leksikon dan kelompok kegiatan terdiri atas 124 leksikon. Berikut ini adalah dua puluh jenis kuliner masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Silintong.

Tabel 4.1 Leksikon Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba

No Kuliner Masyarakat Batak Toba Glos 1. Ayam gota Ayam yang dimasak dengan darah 2. Babi panggang Daging babi yang dipanggang 3. Dali ni horbo Susu kerbau 4. Dengke na niarsik Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 5. Dengke na niura Ikan mas yang dimasak tanpa api 6. Dolung-dolung Kue kukus bebalut daun bambu 7. Hare Bubur rempah batak 8. Hihindat ni andalu Makanan yang bisa terangkat sekaligus oleh kayu penumbuk lesung 9. Itak gurgur Kue yang berbentuk kepalan tangan 10. Lampet pohul-pohul Kue kukus yang berbentuk kepalan tangan 11. Manuk napinadar Ayam yang dipanggang 12. Mi gomak Mi yang cara penyajiannya dengan dipegang langsung menggunakan tangan 13. Natinombur Yang dibasahi atau diairi 14. Natinunde Ikan yang dimasak untuk mengawetkan ikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15. Na nidugu Sayuran yang dipiuh 16. Ombus-ombus Kue kukus panas 17. Saksang Daging babi yang dimasak dengan potongan kecil (cincang) 18. Sambal tuktuk Sambal yang dibuat dengan ditumbuk tidak terlalu halus 19. Tipa-tipa Makanan dari biji padi 20. Ura-ura Makanan yang dibuat tanpa dimasak dengan api

Berikut akan diuraikan penjelasan mengenai jenis kuliner masyarakat

Batak Toba beserta pengklasifikasian jenis kuliner ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok alat dan bahan serta kelompok kegiatan.

4.1.1 Ayam Gota

Ayam gota merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang sangat digemari oleh masyarakat. Masyarakat yang merantau ke daerah lain sangat sering merasa rindu untuk pulang ke kampung halaman jika mengingat makanan ini.

Ayam gota berarti ayam yang dimasak dengan campuran bumbu dan gota ‘darah ayam’.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ayam gota ditemukan 22 leksikon alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, kompor, panutuan, parang, raut, sonduk goreng, manuk hampung, aek, gota, sira, asom, sangge-sangge, halas, hunik, pege, andaliman, lasiak, lasiak sirambu, gambiri, hatumbar, sigerger, dan lasuna. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, ditanggoi, dipagorgor, dibola, diporo, dituktuk, disaok, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dipalamot. Pada tabel 4.2 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner ayam gota berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan hunik dan pege terdapat kegiatan disaok dan dipalamot.

Tabel 4.2 Leksikon Jenis Kuliner Ayam Gota

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Ayam Gota Alat balanga kuali kompor kompor

gilingan panutuan parang parang raut pisau sonduk goreng sendok goreng Bahan manuk hampung ayam kampung dibasu dicuci aek air ditanggoi dipotongi gota darah ayam dipagorgor dipanaskan sira garam asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas sangge-sangge serai dituktuk dipipihkan halas lengkuas hunik kunyit disaok disangrai pege jahe dipalamot dihaluskan andaliman andaliman dipalamot dihaluskan lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit gambiri kemiri hatumbar ketumbar sigerger bawang merah lasuna bawang putih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.2 Babi Panggang

Babi panggang merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba yang berbahan dasar daging babi dan diproses dengan cara dipanggang. Babi panggang merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang khusus dikonsumsi untuk masyarakat yang bukan muslim karena mengandung bahan yang dinilai tidak halal. Babi panggang adalah kuliner yang sangat digemari oleh masyarakat Batak Toba.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner babi panggang ditemukan dua puluh leksikon alat dan bahan serta sembilan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu agong, balanga, loting, pangahit, panutuan, parang, sonduk goreng, aek, jagal pinahan, gota, sira, asom, sigerger, gambiri, pege, hunik, rias, lasiak, lasiak sirambu, dan andaliman. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dipanggang, ditanggoi, dipagorgor, dibola, diporo, disaok, dipalamot, dan dirobus. Pada tabel 4.3 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner babi panggang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan asom terdapat kegiatan dobola dan diporo.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.3 Leksikon Jenis Kuliner Babi Panggang

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Babi panggang Alat agong arang balanga kuali

loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci jagal pinahan daging babi dipanggang dipanggang ditanggoi dipotongi gota darah babi dipagorgor dipanaskan sira garam asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas sigerger bawang merah disaok disangrai gambiri kemiri dipalamot dihaluskan pege jahe hunik kunyit rias kecombrang dirobus direbus dipalamot dihaluskan lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman

4.1.3 Dali Ni Horbo

Dali ni horbo adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba yang berupa susu, tepatnya susu kerbau. Dali ni horbo berbeda dengan susu lainnya, jika susu biasanya bertekstur cair maka dali ni horbo tidak, makanan ini adalah susu yang sudah mengental atau membeku. Dali ni horbo sering disebut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sebagai keju batak, itu karena rasa dari dali ni horbo mirip dengan keju. Dali ni horbo diolah secara tradisional tanpa adanya campuran dari bahan-bahan pengawet.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dali ni horbo ditemukan delapan leksikon alat dan bahan serta lima leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu loting, pangsi na balga, pangsi na gelleng, saringan, soban, tataring, dali ni horbo, dan bulung ni botik. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dilompa, dipakantal, diduda, diporo, dan disaring. Pada tabel 4.4 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dali ni horbo berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan dali ni horbo terdapat kegiatan dilompa dan dipakantal.

Tabel 4.4 Leksikon Jenis Kuliner Dali Ni Horbo

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Dali ni horbo Alat loting manis pangsi na balga panci besar pangsi na gelleng panci kecil saringan saringan soban kayu bakar tataring perapian Bahan dali ni horbo susu kerbau dilompa dimasak dipakantal dikentalkan bulung ni botik daun pepaya diduda ditumbuk diporo diperas disaring disaring

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.4 Dengke Na Niarsik

Dengke na niarsik merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak

Toba. Penamaan dengke na niarsik didasarkan pada proses kuliner ini dimasak.

Na niarsik berarti di-marsik-kan atau dikeringkan. Dengan kata lain, dengke na niarsik adalah ikan yang dimasak dengan terus menerus sampai kuahnya kering dan seluruh bumbunya menyerap ke dalam ikan tersebut. Ikan yang digunakan pada makanan ini adalah ikan mas dan masakan ini dipenuhi dengan bumbu- bumbu masyarakat Batak Toba sehingga menghasilkan rasa yang sangat menggetarkan lidah. Jika proses memasak benar, maka na niarsik dapat bertahan dua hari tanpa basi.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dengke na niarsik ditemukan 26 leksikon alat dan bahan serta sembilan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, dalihan, loting, panutuan, raut, sambong, soban, sonduk goreng, unte jungga, dengke mas, aek, gambiri, hunik, andaliman, sigerger, lasuna, lasiak, lasiak sirambu, pege, sira, dalidali, baoang batak, rias, sangge-sangge, asom potong, dan halas. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibola, diporo, dibasu, diasomi, disaok, dipalamot, ditampuli, dituktuk, dan dipamarsik. Pada tabel 4.5 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dengke na niarsik berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan dalidali, baoang batak, dan rias terdapat kegiatan ditampuli.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.5 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niarsik

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Dengke na niarsik Alat dipamarsik dikeringkan balanga kuali dalihan tungku loting mancis panutuan gilingan raut pisau sambong baskom soban kayu bakar sonduk goreng sendok goreng Bahan unte jungga asam jungga dibola dibelah diporo diperas dengke mas ikan mas dibasu dicuci aek air diasomi diasami hunik kunyit disaok disangrai gamiri kemiri dipalamot dihaluskan andaliman andaliman dipalamot dihaluskan sigerger bawang merah lasuna bawang putih lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit pege jahe sira garam dalidali kacang panjang ditampuli dipetiki baoang batak lokio rias kecombrang sangge-sangge serai dituktuk dipipihkan asom potong asam gelugur halas lengkuas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.5 Dengke Na Niura

Dengke na niura adalah makanan tradisional khas dari masyarakat Batak

Toba. Banyak orang yang menyebutnya sashimi Batak Toba karena makanan ini memang hampir sama dengan makanan khas Jepang tersebut, yakni tidak dimasak dengan api. Na niura berarti yang diasami. Dengan kata lain, na niura dimasak dengan asam atau asamlah yang membuat ikan tersebut menjadi matang.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dengke na niura ditemukan empat belas leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu panutuan, raut, aek, dengke mas, sira, unte jungga, sigerger, kassang tano, rias, gambiri, lasiak, lasiak sirambu, andaliman, dan hunik. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, disisik, dibola, diporo, disaok, dan dipalamot. Pada tabel

4.6 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dengke na niura berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan unte jungga terdapat kegiatan dibola dan diporo.

Tabel 4.6 Leksikon Jenis Kuliner Dengke Na Niura

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Dengke na niura Alat panutuan gilingan raut pisau Bahan aek air dibasu dicuci dengke mas ikan mas disisik disisiki dibola dibelah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sira garam unte jungga asam jungga dibola dibelah diporo diperas sigerger bawang merah disaok disangrai kassang tano kacang tanah dipalamot dihaluskan rias kecombrang gambiri kemiri lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman hunik kunyit

4.1.6 Dolung-Dolung

Dolung-dolung merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang berupa kue kukus. Dolung-dolung memiliki kemiripan dengan kue kukus Batak lainnya seperti lampet ombus-ombus dan pohul-pohul, perbedaannya hanyalah pada ukuran dan bentuknya saja. Dolung-dolung berbentuk bulatan yang kecil sehingga kita dapat menyantapnya hanya dengan sekali gigitan saja.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner dolung-dolung ditemukan lima belas leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban, bulung ni buluh, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula putih, dan sira.

Kedua, leksikon kegiatan, yaitu digusting, diaor, dihurhur, diiris, dibungkus, dan dikukus. Pada tabel 4.7 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner dolung-dolung berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan aek dan topung boras terdapat kegiatan diaor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.7 Leksikon Jenis Kuliner Dolung-Dolung

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Dolung-dolung Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan bulung ni buluh daun bambu digusting digunting aek air diaor diaduk topung boras tepung beras kalapa kelapa dihurhur diparut gula merah gula merah diiris diiris diaor diaduk gula putih gula putih diaor diaduk sira garam dibungkus dibungkus dikukus dikukus

4.1.7 Hare

Hare merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba. Hare adalah makanan berjenis bubur. Hare dibuat dari campuran tepung dan rempah- rempah masyarakat Batak Toba sehingga kuliner ini sering disebut sebagai bubur batak.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner hare ditemukan tiga belas leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA balanga, kompor, panutuan, sonduk, topung boras, aek, santan, sira, hunik, pinasa, hasior, baion, dan bulung ni pisang. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dipagorgor, digiang, dipakantal, dipalamot, diponggoli, dan digusting. Pada tabel

4.8 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner hare berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini.

Misalnya, pada leksikon bahan baion terdapat kegiatan diponggoli.

Tabel 4.8 Leksikon Jenis Kuliner Hare

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Hare Alat balanga kuali kompor kompor panutuan gilingan sonduk sonduk Bahan topung boras tepung beras dipagorgor dipanaskan aek air digiang diaduk santan santan dipakantal dikentalkan sira garam hunik kunyit dipalamot dihaluskan pinasa nangka digiang diaduk hasior kencur baion pandan diponggoli dipatahi bulung ni pisang daun pisang digusting digunting

4.1.8 Hihindat Ni Andalu

Hihindat ni andalu adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak

Toba. Penamaan makanan ini didasarkan pada penyajian makanan tersebut.

Hihindat berarti diangkat dan andalu berarti kayu penumbuk lesung, maka dari itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hihindat ni andalu berarti diangkat dengan kayu penumbuk lesung. Makanan ini dikatakan sudah siap saji ketika olahan sudah tercampur dengan benar dan ditandai dengan sudah terangkatnya semua olahan sekaligus oleh kayu penumbuk lesung, jika olahan belum terangkat sekaligus berarti olahan tersebut belum siap untuk disajikan. Makanan ini sangat khas dan belum tentu ada di daerah lain.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner hihindat ni andalu ditemukan tujuh leksikon alat dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu andalu, losung, boras, hasior, hunik, pisang toba, dan gula putih. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dirondam, dipakoring, diduda, dan dihindat. Pada tabel

4.9 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner hihindat ni andalu berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan boras terdapat kegiatan dirondam, dipakoring, dan diduda.

Tabel 4.9 Leksikon Jenis Kuliner Hihindat Ni Andalu

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Hihindat ni Alat andalu andalu kayu penumbuk lesung losung lesung Bahan boras beras dirondam direndam dipakoring dikeringkan diduda ditumbuk hasior kencur diduda ditumbuk hunik kunyit dihindat diangkat sekaligus pisang toba pisang toba gula putih gula pasir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.9 Itak Gurgur

Itak gurgur merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba berupa kue yang berbentuk kepalan tangan. Proses pembuatan itak gurgur hampir sama dengan lampet pohul-pohul, perbedaannya terletak pada proses memasak.

Pada proses memasak lampet pohul-pohul diproses dengan cara dikukus sedangkan itak gurgur tidak dikukus, artinya disajikan mentah.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner itak gurgur ditemukan sepuluh leksikon alat dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu hurhuran, raut, sambong, sangkalan, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula putih, dan sira. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu diaor, dihurhur, diiris, dan dipahol. Pada tabel 4.10 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner itak gurgur berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa terdapat kegiatan dihurhur dan diaor.

Tabel 4.10 Leksikon Jenis Kuliner Itak Gurgur

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Itak gurgur Alat hurhuran parutan kelapa raut pisau sambong baskom sangkalan talenan Bahan aek air diaor diaduk topung boras tepung beras

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kalapa kelapa dihurhur diparut diaor diaduk gula merah gula merah diiris diiris diaor diaduk gula putih gula putih diaor diaduk sira garam dipohul dikepal

4.1.10 Lampet Pohul-Pohul

Lampet pohul-pohul merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak

Toba berupa kue yang berbentuk kepalan tangan. Sama dengan makanan khas

Batak Toba lainnya, penamaan lampet pohul-pohul didasarkan pada proses pembuatan makanan tersebut, yakni dipohul yang berarti dikepal. Lampet pohul- pohul ini pun begitu unik dan kuliner ini hanya ada pada masyarakat Batak Toba.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner lampet pohul-pohul ditemukan empat belas leksikon alat dan bahan serta lima leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban, aek, kalapa, gula merah, gula putih, topung boras, dan sira . Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dihurhur, diiris, diaor, dipohul, dan dikukus. Pada tabel 4.11 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner itak gurgur berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa terdapat kegiatan dihurhur dan diaor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.11 Leksikon Jenis Kuliner Lampet Pohul-Pohul

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Lampet pohul-pohul Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan aek air kalapa kelapa dihurhur diparut diaor diaduk gula merah gula merah diiris diiris diaor diaduk gula putih gula putih diaor diaduk topung boras tepung beras dipohul dikepal sira garam dikukus dikukus

4.1.11 Manuk Napinadar

Manuk napinadar merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba.

Penamaan makanan ini didasarkan pada proses memasak, yaitu dipadar

‘dipanggang’ dan manuk ‘ayam’, maka dari itu manuk napinadar artinya ayam yang dipanggang. Proses pemanggangan dari manuk napinadar juga memiliki cara yang unik yaitu dipanggang utuh atau tidak dipotong. Setelah ayam selesai dipanggang barulah ayam dipotong menjadi beberapa bagian besar dan dilumuri dengan saus khusus yang terbuat dari darah ayam tersebut. Darah ayam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dipanaskan dan dicampur dengan bumbu-bumbu lainnya sehingga menghasilkan rasanya tersendiri.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner manuk napinadar ditemukan 21 leksikon alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu agong, kompor, loting, pangahit, panutuan, parang, saonduk goreng, aek, manuk alto narara, gota, sira, asom, sigerger, gambiri, pege, hunik, lasiak, lasiak sirambu, andaliman, dan rias. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dipadar, dipotongi, dipagorgor, dibola, diporo, disaok, dan dipalamot. Pada tabel 4.12 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner manuk napinadar berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan gota terdapat kegiatan dipagorgor.

Tabel 4.12 Leksikon Jenis Kuliner Manuk Napinadar

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Manuk Alat napinadar agong arang balanga kuali kompor kompor loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci manuk alto narara ayam merah alto dipadar dipanggang ditanggoi dipotongi gota darah ayam dipagorgor dipanaskan sira garam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA asom asam dibola dibelah diporo diperas sigerger bawang merah disaok disangrai gambiri kemiri dipalamot dihaluskan pege jahe hunik kunyit lasiak cabai merah dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman rias kecombrang

4.1.12 Mi Gomak

Mi gomak merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba yang sangat digemari oleh masyarakat ini. Mi gomak berarti mi yang cara menyajikannya dengan mengaduk mi dan semua bumbu tersebut dengan menggunakan tangan langsung dan tanpa sendok atau alat lainnya ‘gomak’. Mi gomak juga sering disebut spaghetti Batak karena bentuk minya yang mirip dengan makanan khas dari negara Italia tersebut.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner mi gomak ditemukan 25 leksikon alat dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, hurhuran, kompor, panutuan, raut, sangkalan, saringan, saonduk goreng, mi lidi, aek, sira, jipang, sawi putih, haronda, sigerger, lasuna, pege, hunik, gambiri, lasiak, lasiak sirambu, andaliman, halas, sangge-sangge, dan santan. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dirobus, diiris, dipalamot, dan dituktuk.

Pada tabel 4.13 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner mi gomak berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan mi lidi dan aek terdapat kegiatan dirobus.

Tabel 4.13 Leksikon Jenis Kuliner Mi Gomak

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Mi Gomak Alat balanga kuali hurhuran parutan kelapa kompor kompor panutuan gilingan raut pisau sangkalan talenan saringan saringan sonduk goreng sendok goreng Bahan mi lidi mi lidi dirobus direbus aek air sira garam jipang labu siam diiris diiris sawi putih sawi putih haronda bawang prei sigerger bawang merah dipalamot dihaluskan lasuna bawang putih pege jahe hunik kunyit gambiri kemiri lasiak cabai merah lasiak sirambu cabai rawit andaliman andaliman halas lengkuas dituktuk dipipihkan sangge-sangge serai santan santan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.13 Natinombur

Natinombur merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba.

Penamaan kuliner ini didasarkan pada proses pembuatan kuliner, yaitu ditombur.

Kata dasar natinombur adalah tombur yang berarti basah atau berair. Bentuk kata kerja dari tombur adalah manombur yang artinya membasahi atau mengairi. Dari keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa natinombur berarti makanan yang dibasahi atau dikuahi. Bahan utama dari makanan ini adalah ikan mujair yang dibakar ditambah kuah yang terbuat dari campuran rempah Batak Toba.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner natinombur ditemukan tujuh belas leksikon alat dan bahan serta tujuh leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu agong, balanga, loting, pangahit, panutuan, sonduk goreng, aek, dengke mujair, asom, sigerger, lasuna, gambiri, pege, lasiak sirambu, andaliman, sira, dan aek las. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, ditutung, dibola, diporo, dipalamot, dan digiang. Pada tabel 4.14 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner natinombur berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan dengke mujair terdapat kegiatan dibasu dan ditutung.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.14 Leksikon Jenis Kuliner Natinombur

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Natinombur Alat agong arang balanga kuali loting mancis pangahit panggangan panutuan gilingan sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci dengke mujair ikan mujair ditutung dibakar asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas sigerger bawang merah disaok disangrai lasuna bawang putih dipalamot dihaluskan gambiri kemiri pege jahe dipalamot dihaluskan lasiak sirambu cabai rawit digiang diaduk andaliman andaliman sira garam aek las air panas

4.1.14 Natinunde

Natinunde merupakan masakan khas masyarakat Batak Toba berupa ikan yang diawetkan. Natinunde sebenarmya belum menjadi makanan yang utuh karena prosesnya hanya sampai kepada proses pengukusan. Masyarakat Batak

Toba sangat sering membuat makan ini sebelum keesokan harinya ikan diproses kembali, ini dilakukan sebagai upaya pencegahan agar ikan tidak busuk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner natinunde ditemukan enam leksikon alat dan bahan serta tiga leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, kompor, asom, dengke, sira, dan aek. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibola, diporo, dan dipamarsik. Pada tabel 4.15 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner natinunde berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan asom terdapat kegiatan dibola dan diporo.

Tabel 4.15 Leksikon Jenis Kuliner Natinunde

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Natinunde balanga kuali kompor kompor asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas dengke ikan dipamarsik dikeringkan sira garam aek air

4.1.15 Na nidugu

Na nidugu adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba berjenis sayuran yang diperuntukkan bagi seorang ibu yang baru melahirkan atau sedang menyusi. Na nidugu berarti yang dipiuh. Artinya, daun jintan yang menjadi bahan utamanya diproses dengan dipiuh-piuh. Kuliner ini biasanya disajikan untuk seorang wanita yang baru melahirkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner na nidugu ditemukan empat belas leksikon alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, kompor, panutuan, raut, sangkalan, sonduk goreng, aek, bangun- bangun, asom sunde, manuk hampung, sigerger, santan, andaliman, dan sira.

Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dipulos, diasomi, dipagorgor, dijaljali, diiris, digoreng, dan dipalamot. Pada tabel 4.16 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner na nidugu berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan manuk hampung terdapat kegiatan dijaljali.

Tabel 4.16 Leksikon Jenis Kuliner Na Nidugu

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Na nidugu Alat balanga kuali kompor kompor panutuan gilingan raut pisau sangkalan talenan sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci bangun-bangun daun jintan dipulos dipiuh diasomi diasami asom sunde asam sunde dibola dibelah diporo diperas manuk hampung ayam kampunng dijaljali dicincang sigerger bawang merah diiris diiris digoreng digoreng santan santan dipagorgor dipanaskan andaliman andaliman dipalamot dihaluskan sira garam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.16 Ombus-Ombus

Ombus-ombus merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak

Toba berupa kue kukus yang berbentuk segitiga dan dibalut dengan daun pisang.

Makanan ini disebut lampet ombus-ombus karena makanan ini disajikan dengan kondisi yang panas sehingga sebelum memakannya terlebih dahulu kita harus meniup ‘mangombus’ kue ini. Hal tersebutlah yang menjadi latar belakang kue kukus ini disebut ombus-ombus. Ombus-ombus juga sangat populer di kalangan masyarakat Batak Toba mengingat daerah tempat masyarakat ini bermukim bersuhu dingin dan secara otomatis membutuhkan makanan yang hangat-hangat setiap hari.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ombus-ombus ditemukan lima belas leksikon alat dan bahan serta enam leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu dalihan, hudon, hurhuran, loting, raut, sambong, sangkalan, soban, bulung ni pisang, aek, topung boras, kalapa, gula merah, gula putih, dan sira.

Kedua, leksikon kegiatan, yaitu digusting, diaor, dihurhur, diiris, dibungkus, dan dikukus. Pada tabel 4.17 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner ombus-ombus berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan gula merah terdapat kegiatan diiris dan diaor.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 4.17 Leksikon Jenis Kuliner Ombus-Ombus

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Ombus-ombus Alat dalihan tungku hudon dandang hurhuran parutan kelapa loting mancis raut pisau sambong baskom sangkalan talenan soban kayu bakar Bahan bulung ni pisang daun pisang digusting digunting aek air diaor diaduk topung boras tepung beras kalapa kelapa dihurhur diparut diaor diaduk gula merah gula merah diiris diiris diaor diaduk gula putih gula putih diaor diaduk sira garam dibungkus dibungkus dikukus dikukus

4.1.17 Saksang

Saksang merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang terbuat dari daging babi atau anjing yang dicincang dengan potongan kecil dan dibumbui dengan rempah-rempah serta dicampur dengan darah hasil sembelihan hewan tersebut. Karena dicampur dengan darah, saksang sering disebut juga dengan sebutan na margota artinya yang dicampur dengan darah. Hampir seluruh masyarakat yang bersuku Batak Toba menggemari makanan ini, mereka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengatakan makanan ini sangat enak karena mengandung rempah-rempah yang sangat khas dan hanya terasa enak jika dibuat oleh masyarakat itu sendiri.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner saksang ditemukan 21 leksikon alat dan bahan serta sebelas leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, hurhuran, kompor, panutuan, parang, sonduk goreng, aek, jagal pinahan, gota, asom, lasiak sirambu, andaliman, sigerger, lasuna, pege, halas, sangge-sangge, kalapa, sira, aek, dan bulung ni asom. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, dirobus, dijaljali, dipagorgor, digiang, dibola, diporo, dipalamot, dihurhur, disaok, dan diduda. Pada tabel 4.18 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner saksang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan kalapa terdapat kegiatan dihurhur, disaok, dan diduda.

Tabel 4.18 Leksikon Jenis Kuliner Saksang

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Saksang Alat balanga kuali hurhuran parutan kelapa kompor kompor panutuan gilingan parang parang sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci jagal pinahan daging babi dirobus direbus dijaljali dicincang gota darah dipagorgor dipanaskan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA digiang diaduk asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas lasiak sirambu cabai rawit dipalamot dihaluskan andaliman andaliman sigerger bawang merah lasuna bawang putih pege jahe halas lengkuas sangge-sangge serai kalapa kelapa dihurhur diparut disaok disangrai diduda ditumbuk sira garam aek air bulung ni asom daun jeruk

4.1.18 Sambal Tuktuk

Sambal tuktuk adalah makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba yang berasal dari Tapanuli. Makanan ini berupa sambal yang terbuat dari gabungan bahan-bahan rempah masyarakat Batak Toba dengan ikan teri sehingga menghasilkan rasa spesial yang sangat enak. Penamaan makanan ini didasarkan pada proses pembuatan yaitu dituktuk atau diketuk atau dipipihkan sehingga sambal yang dihasilkan tidak terlalu halus.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner sambal tuktuk ditemukan lima belas leksikon alat dan bahan serta delapan leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu balanga, kompor, raut, sonduk goreng, aek, ikan teri, lasiak, lasiak sirambu, rias, gambiri, pege, baoang batak, andaliman, asom, dan sira. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu dibasu, digoreng, dirobus, dituktuk, disaok, dipalamot,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dibola, dan diporo. Pada tabel 4.19 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner saksang berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan andaliman terdapat kegiatan dipalamot.

Tabel 4.19 Leksikon Jenis Kuliner Sambal Tuktuk

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Sambal tuktuk Alat kompor kompor balanga kuali raut pisau sonduk goreng sendok goreng Bahan aek air dibasu dicuci ikan teri ikan teri digoreng digoreng lasiak cabai merah dirobus direbus lasiak sirambu cabai rawit dituktuk dipipihkan rias kecombrang gambiri kemiri disaok disangrai pege jahe dituktuk dipipihkan baoang batak lokio andaliman andaliman dipalamot dihaluskan asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas sira garam

4.1.19 Tipa-Tipa

Tipa-tipa merupakan masakan khas masyarakat Batak Toba berupa camilan atau makanan ringan. Tipa-tipa terbuat dari biji padi yang masih muda.

Tipa-tipa memiliki memiliki rasa unik tersendiri yang membuat masyarakat Batak

Toba maupun masyarakat luar sangat ingin menikmatinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner tipa-tipa ditemukan tujuh leksikon alat dan bahan serta tiga leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu andalu, anduri, balanga, kompor, losung, sonduk goreng, dan eme. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu disaok, diduda, dan dipiar. Pada tabel 4.20 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner tipa-tipa berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini. Misalnya, pada leksikon bahan eme terdapat kegiatan disaok, diduda, dan dipiar.

Tabel 4.20 Leksikon Jenis Kuliner Tipa-Tipa

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Tipa-tipa Alat andalu kayu penumbuk lesung anduri tampi balanga kuali kompor kompor losung lesung sonduk goreng sendok goreng Bahan eme Padi disaok disangrai diduda ditumbuk dipiar ditampi

4.1.20 Ura-Ura

Ura-ura merupakan makanan tradisional khas masyarakat Batak Toba berupa camilan para orang tua di saat ada waktu senggang. Ura-ura berarti masak karena bumbu, artinya makanan tersebut tidak dimasak dengan menggunakan api, namun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bumbu-bumbu seperti garam dan asamlah yang membuatnya masak (sama seperti ikan mas na niura yang dimasak tanpa menggunakan api). Ura-ura ini merupakan campuran dari buah-buah mentah yang diberi asam dan garam lalu dihaluskan

(tidak sampai lumat). Ura-ura memiliki rasa yang khas yaitu rasa campuran antara rasa kelat, asam, dan pedas yang bercampur manjadi satu di dalam lidah.

Leksikon kuliner ini dikelompokkan menjadi dua kelompok: (1) alat dan bahan, dan (2) kegiatan. Pada kuliner ura-ura ditemukan delapan leksikon alat dan bahan serta empat leksikon kegiatan. Pertama leksikon alat dan bahan, yaitu andalu, losung, raut, antajau, sera-sera, lasiak sirambu, sira, dan asom. Kedua, leksikon kegiatan, yaitu diseat, diduda, dibola, dan diporo. Pada tabel 4.21 terlihat pengelompokan leksikon pada jenis kuliner ura-ura berdasarkan kegiatan yang dilakukan terhadap alat dan bahan pada proses pembuatan kuliner ini.

Misalnya, pada leksikon bahan antajau dan sera-sera terdapat kegiatan diseat dan diduda.

Tabel 4.21 Leksikon Jenis Kuliner Ura-Ura

Jenis Kuliner Leksikon Alat dan Bahan Glos Kegiatan Glos Ura-ura Alat andalu kayu penumbuk lesung losung lesung raut pisau Bahan antajau jambu biji diseat disayat sera-sara nangka muda diduda ditumbuk lasiak sirambu cabai rawit diduda ditumbuk sira garam asom jeruk nipis dibola dibelah diporo diperas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba

Mayarakat Batak Toba memiliki dua puluh jenis kuliner. Dalam kuliner tersebut terdapat leksikon-leksikon yang dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok leksikon alat dan bahan, serta kelompok leksikon kegiatan. Jumlah leksikon dari kedua pengelompokan tersebut adalah sebanyak 421 leksikon. Pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana pemahaman masyarakat di Desa Lumban

Silintong, Kecamatan Balige terhadap dua puluh jenis kuliner masyarakat Batak

Toba. Pemahaman masyarakat pada bagian ini adalah pemahaman masyarakat terhadap jenis kuliner berdasarkan tiga dimensi pada teori dialektikal praksis sosial melalui pendekatan ekolingusik, yaitu berdasarkan dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis.

4.2.1 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ayam Gota

Ayam gota merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba yang berbahan utama daging ayam serta darah yang merupakan hasil dari sembelihan ayam tersebut. Karakter biologis yang dihasilkan oleh ayam gota melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa pedas pada lidah sebagai indra perasa. Rasa tersebut berasal dari campuran cabai rawit dan andaliman yang memang disediakan dengan porsi yang banyak. Selain rasanya yang pedas, kuliner ini memiliki aroma wangi yang sangat khas yang berasal dari serai, lengkuas, dan ketumbar. Untuk dekorasi dalam penyajian, ayam gota yang telah matang di tata seperti ketika masih hidup yaitu kepala di utara, sayap dan paha di barat dan di timur, ekor (buntut) di selatan, dan dada di tengah. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA suku Batak Toba pada zaman ini masih erat, masyarakat masih sangat mengenal bahkan sering menyajikan ini di rumah masyarakat tersebut pada hari-hari besar sebagai ungkapan rasa suka cita dan syukur, seperti pada perayaan ulang tahun atau tahun baru. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba juga memiliki kepercayaan yang cukup unik pada kuliner ini, yaitu jika masakan ayam gota ini akan dihidangkan untuk orang yang kita cintai maka sang juru masak dilarang mencicipi masakannya sendiri. Sang juru masak harus memberikan masakan ini terlebih dahulu kepada orang yang ia kehendaki untuk memakannya.

Untuk membuatnya dengan rasa yang sempurna dibutuhkan perasaan yang kuat dari sang juru masak. Masyarakat percaya, jika sang juru masak mampu memasak dengan menghasilkan rasa yang enak, maka orang tersebut akan berhasil melalui masa-masa sulit yang sedang atau akan ia hadapi nanti.

4.2.2 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Babi Panggang

Babi panggang adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba yang berbahan utama daging babi. Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner babi panggang melalui dimensi biologis adalah rasa yang sangat pedas hingga membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari kuliner ini dan rasa tersebut dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa.

Dilihat dari dimensi sosiologis, realsi kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Toba karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Toba. Masyarakat biasanya menyajikan kuliner ini ketika ada acara kecil-kecilan dalam keluarga, misalnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA jika ada yang berulang tahun, mendapatkan peringkat, atau keberuntungan lainnya. Makanan ini menjadi menu yang menggambarkan kesenangan dan ucapan terima kasih atas apa yang telah dicapai. Selain itu, masyarakat juga menyajikan babi panggang untuk menciptakan kebersamaan antar keluarga dan kerabat. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya bahwa jika kita menyajikan kuliner ini untuk orang yang baru mencapai sesuatu yang baik maka orang tersebut akan sangat bahagia dan akan lebih bersemangat lagi untuk mencapai hal-hal yang lebih besar.

4.2.3 Pemahaman Mayarakat terhadap Kuliner Dali Ni Horbo

Dali ni horbo adalah susu yang berasal dari hasil perahan susu kerbau yang diolah tanpa bahan kimia. Dilihat dari dimensi biologis, dali ni horbo memiliki kandungan gizi yang berupa lemak, karbohidrat, dan protein yang sangat tinggi. Tekstur dari kuliner ini sangat lembut seperti tahu, hal tersebut didapatkan melalui proses pengentalan susu. Dali ni horbo memiliki rasa dan aroma yang khas seperti aroma susu segar dicampur dengan aroma keju. Rasa dari kuliner ini adalah rasa yang cenderung sedikit asin. Berdasarkan dimensi sosiologis, awalnya mengolah susu kerbau menjadi dali ni horbo merupakan suatu tradisi yang sudah dimulai oleh leluhur masyarakat Batak Toba sejak adanya perkumpulan orang batak. Makanan khas ini menjadi menu utama yang harus selalu ada disetiap rumah masyarakat Batak Toba. Maka, hingga saat ini makanan ini tetap ada dan masih memiliki relasi yang dekat dengan masyarakat walau bukan lagi menjadi menu utama disetiap rumah masyarakat Batak Toba karena banyak masyarakat yang sudah tidak memelihara kerbau lagi. Saat ini, dali ni horbo biasanya hanya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dapat ditemukan di pasar tradisional atau di rumah makan di daerah Sumatera

Utara, khususnya daerah yang berada disekitaran Danau Toba. Dilihat dari dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya bahwa ketika dali ni horbo ini dimakan, maka kuliner ini dapat memberikan khasiat tambahan pada tubuh kita sehingga tumbuh menjadi lebih berenergi dan bersemangat.

4.2.4 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dengke Na Niarsik

Kuliner dengke na niarsik, dilihat dari dimensi biologis memiliki karakter rasa khas yaitu rasa pedas dan gurih yang dihasilkan dari campuran rempah- rempah masyarakat Batak Toba yang dapat dirasakan melalui lidah sebagai alat indra pengecap manusia. Warna yang dihasilkan dari campuran bahan-bahan pada kuliner ini yaitu warna kuning terang yang dihasilkan dari hunik ‘kunyit’. Kuliner dengke na niarsik memiliki relasi yang sangat dekat dengan masyarakat Batak

Toba. Kedekatannya dilihat melalui dimensi sosiologis karena sampai saat ini, masyarakat Batak Toba masih mengenal kuliner ini. Selain menjadi sajian sehari- hari yang dapat ditemukan di rumah, restoran atau rumah makan, na niarsik juga menjadi bagian penting dalam budaya Batak Toba. Boleh dikatakan dengke na niarsik merupakan salah satu simbol penting yang harus ada dalam berbagai rangkaian kegiatan adat, mulai dari proses kelahiran, pernikahan hingga kematian.

Ikan mas merupakan dengke sitio-tio dan dengke simudur-udur. Berdasarkan dimensi ideologis, dengke sitio-tio menggambarkan kehidupan yang masih murni dan bersih. Ikan mas hidup di air tawar yang bening dan belum tercemar. Oleh karena itu diharapkan orang yang memakan dengke ini hidupnya selalu bersih.

Dengke simudur-udur melambangkan hidup yang selalu harmoni dalam beberapa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keturunan. Ikan mas hidupnya selalu bergerombol dan terlihat berenang ‘beramai- ramai secara teratur’ marudur-udur. Kebiasaan hidup ikan mas inilah yang diharapkan akan menjadi kebiasaan bagi keluarga yang diberkati dengan dengke na niarsik. Hidupnya bersih, harmonis, rukun, dan damai dalam keluarga dan masyarakat.

4.2.5 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dengke Na Niura

Dengke na niura merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba yang

berbahan utama ikan mas. Cara menyajikan kuliner ini berbeda dengan kuliner

lainnya, kuliner ini disajikan tidak melalui proses memasak dengan api.

Berdasarkan dimensi biologis, karakter biologis yang dimiliki kuliner dengke na

niura, yaitu tampilan menarik yang berasal dari warna kontras pada kuliner ini

yakni warna kuning yang dihasilkan dari hunik ‘kunyit’. Pada dasarnya kuliner

ini memiliki rasa yang sangat pedas getir di lidah yang berasal dari perpaduan

dari andaliman dan bumbu khas Batak Toba lainnya, karakter yang sangat

membedakan kuliner ini dengan kuliner masyarakat Batak Toba lainnya adalah

tekstur dari ikan mas, teksturnya seolah-olah ikan mas tersebut belum masak atau

mentah padahal ikan mas tersebut telah masak melalui proses pengasaman.

Keeratan relasi kuliner ini dengan masyarakat pada saat ini masih sangat erat,

dilihat dari dimensi sosiologis. Pada zaman dahulu, wanita batak dikatakan

dewasa dan cocok untuk dipersunting pria batak adalah ketika dia mampu

memasak naniura, makanan khas yang sering dijadikan kudapan dihari-hari

istimewa dan untuk menyambut kedatangan tamu. Dahulu sekali, makanan ini

dikhususkan untuk raja saja. Oleh karena itu, tidak semua orang boleh memasak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA na niura, hanya tukang masak kerajaan saja yang boleh memasaknya. Namun

karena rasanya yang enak, semua orang-orang Batak ingin membuat dan

menyantapnya. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya

bahwa setiap orang yang membuat atau menyantap dengke na niura akan mampu

melalui berbagai macam rintangan di dalam kehidupannya, sama seperti berbagai

rasa yang ada pada dengke na niura, yaitu rasa pedas, asam, dan asin yang

berbaur menjadi satu.

4.2.6 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Dolung-Dolung

Dolung-dolung merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis kue kukus. Karakter biologis yang dihasilkan dolung-dolung melalui dimensi biologis adalah karakter dengan rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa. Dolung-dolung juga memiliki karakter bentuk yang unik yaitu bentuk bulat dengan ukuran yang kecil sehingga bisa dimasukkan secara menyeluruh sekaligus ke dalam mulut. Saat ini dolung-dolung sudah sangat jarang ditemukan disekitar masyarakat Batak Toba berada, hanya tinggal satu tempat yang menjual dolung-dolung di Parapat. Dilihat melalui dimensi sosiologis, relasi antara masyarakat dengan kuliner ini sudah tidak erat lagi, bahkan banyak masyarakat yang tidak mengenal kuliner khas yang dahulu sangat populer ini. Pada masa yang lalu, masyarakat membuat dolung-dolung sebagai buah tangan jika akan pergi ke rumah kerabat untuk menyepakati sesuatu yang menyangkut adat. Dolung-dolung memiliki bentuk yang bulat dan padat.

Berdasarkan dimensi ideologis, bentuk yang bulat dan padat itu merupakan lambang dari hati dan jiwa yang bulat (tekad bulat) dalam suatu kegiatan, pesta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ataupun acara-acara adat. Maka, jika kita membawa dolung-dolung ke rumah kerabat, itu berarti kita datang dengan hati yang bulat, satu pikiran, satu persepsi, dan satu cita-cita dalam menghadapi apapun saat ini dan dikemudian hari.

4.2.7 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Hare

Hare merupakan makanan khas masyarakat Batak Toba yang berjenis bubur rempah. Hare sering ditemukan di pesta-pesta batak, terutama di daerah

Toba Samosir. Berdasarkan dimensi biologis, hare memiliki aroma rempah yang sangat wangi. Aromanya yang wangi membuat selera menjadi sangat tergoda akan kuliner ini. Hare ini sebenarnya bukanlah termasuk makanan pokok, hare berfungsi sebagai makanan penunda lapar sementara, mengingat pesta batak merupakan pesta adat yang memakan waktu yang cukup lama. Biasanya hare dihidangkan dalam daun pisang dan menggunakan sendok yang terbuat dari baion

‘pandan’. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat Batak Toba pada zaman sekarang ini sudah tidak erat lagi.

Pada saat ini, banyak masyarakat yang sudah tidak mengenal kulier hare, terutama masyarakat pada generasi muda. Hare tidak lagi mudah untuk ditemukan, walau pada pesta-pesta adat masyarakat Batak Toba saat ini.

Berdasarkan dimensi ideologis, dahulu hare selalu diberikan kepada ibu yang hamil muda dan ibu yang baru melahirkan karena dipercaya dapat menjaga stamina, menjadi antioksidan, dan dapat memperlancar ASI. Selain itu,

Perempuan yang sulit hamil juga sering disuguhi makanan tradisional ini karena dipercaya dapat meningkatkan kesuburan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.8 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Hihindat Ni Andalu

Karakter biologis yang dihasilkan oleh hihindat ni andalu melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa manis bercampur pedas yang berasal dari olahan beras, pisang, gula putih, dan kencur. Kuliner ini memiliki ciri warna yang cenderung kuning, warna tersebut berasal dari kunyit sebagai salah satu bahan untuk membuat kuliner ini. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada saat ini sudah tidak erat lagi. Makanan yang dahulu selalu dijadikan sebagai persembahan untuk roh leluhur masyarakat Batak Toba ketika masyarakat ini mengadakan upacara adat berupa ritual permintaan agar hujan turun dan ritual ketika masyarakat gagal panen pada bidang pertanian kini tidak disajikan lagi oleh para orang tua masyarakat Batak Toba. Hal tersebut terjadi karena pada saat ini, masyarakat Batak Toba sudah jarang yang melakukan ritual-ritual budaya tersebut. Pada saat ini masyarakat Batak Toba sudah memiliki kepercayaan yang disebut agama. Berdasarkan dimensi ideologis, Hihindat ni andalu dulunya dipercaya sebagai persembahan kepada roh leluhur masyarakat Batak Toba dan melalui persembahan tersebut, masyarakat akan mendapatkan keberuntungan dan kesejahteraan.

4.2.9 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Itak Gurgur

Itak gurgur merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis kue berbentuk kepalan tangan, sama seperti pohul-pohul. Perbedaannya hanyalah kue ini tidak dikukus seperti kuliner pohul-pohul. Karakter biologis yang dihasilkan oleh itak gurgur melalui dimensi biologis terlihat pada rasa pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kuliner ini, yaitu rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa. Kue ini bukanlah kue yang disajikan melalui proses pengukusan, kue ini termasuk jenis kue mentah. Berdasarkan dimensi sosiologis, hingga saat ini itak gurgur ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat

Batak Toba. Itak gurgur merupakan makanan yang wajib disajikan ketika seseorang membeli barang yang baru, misalnya mobil atau rumah baru. Makanan tersebut disajikan sebagai rasa ucapan syukur atas sesuatu yang baru diraih atau dibeli oleh seseorang tersebut. Itak gurgur selanjutnya akan dibagikan kepada seluruh keluarga dan tetangga dengan cara datang dan membagikan langsung ke rumah mereka masing-masing. Dilihat melalui dimensi ideologis, hingga saat ini masyarakat Batak Toba percaya bahwa dengan melakukan hal tersebut maka mereka akan sehat dan rezeki pun akan selalu bertambah. Sama seperti kue tersebut yang bertekstur gurgur ’gembur’ yang dipercaya melambangkan kesuburan.

4.2.10 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Lampet Pohul-Pohul

Lampet pohul-pohul merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis kue kukus. Berdasarkan dimensi biologis, kuliner ini memiliki karakter rasa manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa.

Bentuk dari kuliner lampet pohul-pohul juga berbeda dengan kue lainnya, kue ini berbentuk kepalan tangan yang dihasilkan dari proses pembuatan yaitu proses pengepalan pada bahan-bahan pembuatan kuliner ini. Hingga saat ini kuliner ini masih memiliki relasi yang erat dengan masyarakat Batak Toba. Keeratannya dilihat melalui dimensi sosiologis, seperti ditemukannya kuliner ini pada saat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adanya acara adat, baik pesta perkawinan atau acara sykuran lainnya sebagai buah tangan para tamu yang telah bersedia datang ke acara tersebut. Dilihat dari dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa lampet pohul- pohul sengaja dibentuk dengan menekan kuat-kuat bahan hingga membentuk kepalan tangan lengkap dengan bekas kelima jemari tangan. Hal tersebut memiliki makna meskipun kita merasa tertekan, terjepit, ataupun kesusahan dalam suatu kegiatan adat mulai dari perencanaan hingga kegiatan selesai, tetapi semua itu baik dan bertujuan untuk mempererat kekerabatan dan jalinan kasih sayang, persis seperti pohul-pohul yang menjadi utuh karena ditekan genggaman tangan pembuatnya. Bekas lima jari pada pohul-pohul juga disimbolkan sebagai konsep lima waktu dalam tradisi batak yang disebut hatiha silima, yaitu manogot ‘subuh’, pangului ‘pagi’, hos ari ‘siang’, guling ari ‘sore‘, dan bot ari ‘petang‘. Konsep tersebut mengandung arti bahwa setiap saat, mulai dari pagi hingga malam kita tidak boleh lupa kepada keluarga atau kerabat. Selain itu, lima jari menjadi simbol tentang panca indra manusia, yaitu parnidaan ‘pengelihatan’, parbinegean

‘pendengaran’, parnianggoan ‘penciuman’, pandaian ‘perasa’, dan pangkilalaan

‘perasa untuk kulit’. Konsep tersebut bermakna : (1) Jika kita bertemu atau berpapasan dengan keluarga atau kerabat, kita harus terlebih dahulu menyapanya,

(2)Kita harus tanggap mendengar jikalau ada sesuatu yang terjadi kepada keluarga atau kerabat, (3)Terkait penciuman, janganlah kiranya hubungan kekeluargaan hanya harum pada mulanya, tapi menjadi bau pada akhirnya, (4)Terkait indra pengecap, jika keluarga atau kerabat datang bertamu ke rumah dengan membawa makanan, kita harus memakan makanan tersebut walaupun mungkin rasanya tidak sesuai dengans selera kita, (5) Terkait perasaan, semua pihak yang berkeluarga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menopang antara satu dengan lainnya dalam menjalani kehidupan.

4.2.11 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Manuk Na Pinadar

Manuk na pinadar adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba yang berbahan utama ayam. Di tanah batak manuk na pinadar merupakan salah satu syarat dalam pelaksanaan adat batak tempo dulu, khususnya dalam menyambut orang-orang tertentu, yang dalam hal ini berupa anak, saudara atau kerabat. Ayam yang digunakan sebagai bahan makanan ini adalah ayam jantan yang warna bulunya dinominasi warna merah, kaki kuning, dan jengger atau barimbingnya sebanyak tujuh, ayam ini disebut manuk alto narara ‘ayam merah alto’. Ciri-ciri biologis yang dihasilkan dari kuliner manuk na pinadar melalui dimensi biologis adalah rasa yang sangat pedas hingga membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat saus dari kuliner ini yang dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Toba karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Toba, tetapi saat ini ayam yang digunakan sebagai bahan utama kuliner ini bukanlah ayam merah alto lagi melainkan ayam kampung biasa atau bahkan ayam broiler.

Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba berpendapat bahwa ayam yang dipilih seharusnya adalah ayam merah alto, ayam ini dipilih karena diyakini dapat lebih memberi semangat hidup pada orang yang memakannya atau dalam istilah batak dapat membuat mulak tondi tu badan. Masakan ini semakin kuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA fungsinya karena darah dari hasil sembelihan ayam tersebut ikut menjadi bahan pada masakan ini, masyarakat juga mempercayai darah sebagai sumber kesehatan dan kekuatan baru bagi orang yang memakannya.

4.2.12 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Mi Gomak

Karakter biologis yang dihasilkan oleh mi gomak melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa rempah-rempah dan cenderung pedas yang dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini masih erat, terlihat dari ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Mi gomak biasanya dapat kita jumpai di warung-warung, rumah makan, ataupun pasar di tanah batak. Kuliner ini masih menjadi makanan kesukaan masyarakat Batak Toba hingga saat ini, bahkan banyak tempat yang dibuka khusus untuk wisata kuliner berjenis mi gomak.

Masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa karakter mi gomak membuktikan masyarakat suku Batak Toba adalah masyarakat yang sangat kompak dan saling percaya, terlihat dari cara pengolahan dan penyajian kuliner ini, walaupun mi dan bumbu diaduk langsung dengan menggunakan tangan dan tanpa alat, makanan ini tetap dikonsumsi oleh masyarakat yang lain dan masyarakat merasakan kenikmatan yang bertambah jika mi disajikan dengan langsung menggunakan tangan yang menyajikan kuliner ini. Melalui hal tersebut, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang selalu harmonis, saling perduli, dan percaya terhadap orang yang bersuku sama dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mereka. Hal tersebut memang terbukti, masyarakat Batak Toba memang sangat harmonis jika bertemu, sehingga ada satu kata yang mucul dalam kamus mayarakat ini yang memiliki makna yang sangat dalam yaitu kata samudar yang artinya satu darah (dimensi ideologis).

4.2.13 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Natinombur

Natinombur adalah salah satu jenis kuliner masyarakat Batak Toba yang berbahan utama ikan yang dipanggang dan selanjutnya ‘diberi kuah’ ditombur.

Karakter biologis yang dihasilkan dari kuliner natinombur melalui dimensi biologis adalah rasa gurih yang cenderung pedas pedas hingga membuat getiran di lidah orang yang menyantapnya. Rasa getir di lidah tersebut berasal dari andaliman yang menjadi bahan penting untuk membuat kuah dari kuliner ini yang dapat kita rasakan melalui lidah sebagai indra perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner ini masih sangat dekat dengan masyarakat Batak Toba karena hingga saat ini masih sering disajikan di rumah maupun di rumah makan masyarakat Batak Toba. Masyarakat dahulu biasanya menyajikan natinombur untuk menjadi bekal bagi suaminya yang akan berangkat memancing di Danau

Toba. Nelayan tersebut hanya membawa nasi dan kuah tombur dari rumah, ikan yang dipanggang adalah ikan yang didapat dari kegiatan memancing. Jika akan makan, nelayan tersebut hanya tinggal membakar ikan yang didapat lalu menambahkan kuah pada ikan tersebut ‘manombur’. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat dahulu percaya bahwa jika membawa natinombur sebagai bekal, maka nelayan akan merasakan kenikmatan yang lebih besar ketika makan dan menambah semangat ketika berlayar kembali.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.14 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Natinunde

Natinunde merupakan kuliner khas masyarakat Batak Toba sebagai upaya pencegahan ikan dari proses pembusukan. Dilihat dari dimensi biologis, nantinunde memiliki karakter rasa yang cenderung asam yang diperoleh dari perasan jeruk nipis pada kuliner ini. Nantinunde memiliki struktur yang lembut yang dihasilkan dari proses pengukusan ikan. Dilihat dari dimensi sosiologis, kuliner ini memiliki relasi yang tidak terlalu erat dengan masyarakat Batak Toba saat ini karena masyarakat tidak lagi manunde ‘mengukus ikan sebagai proses pencegahan pengawetan’ untuk mengawetkan ikan karena hampir seluruh rumah sudah memiliki kulkas sebagai alat untuk mengawetkan makanan mereka. Pada zaman dahulu, masyarakat Batak Toba hidup dengan menjala ikan di sekitaran

Danau Toba, mengingat saat itu pasar masih jarang dan berada jauh dari rumah masyarakat bermukim. Untuk mencegah pembusukan pada ikan tersebut, masyarakat harus manunde ikan tersebut, sebelum besok atau lusa ikannya akan dimasak kembali dengan campuran bumbu lain. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat percaya bahwa dengan cara ini ikan tersebut akan bertahan dan tidak mengalami pembusukan .

4.2.15 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Na Nidugu

Karakter biologis yang dihasilkan oleh na nidugu melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa gurih yang cenderung sedikit asam yang dihasilkan dari santan, jeruk nipis, dan campuran bumbu lain yang dapat dirasakan dengan lidah sebagai indra perasa manusia. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Batak Toba pada zaman ini masih erat, kuliner ini dapat disajikan sebagai sayuran pendamping nasi dan lauk di rumah. Berdasarkan dimensi ideologis, na nidugu merupakan makanan wajib untuk seorang ibu yang baru saja melahirkan karena masyarakat Batak Toba mempercayai na nidugu berkhasiat untuk memperlancar

ASI dan meningkatkan kesuburan.

4.2.16 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ombus-Ombus

Ombus-ombus merupakan jenis kuliner khas masyarakat Batak Toba berjenis kue kukus berbalut daun pisang. Karakter biologis yang dihasilkan ombus-ombus melalui dimensi biologis adalah karakter dengan rasanya yang manis yang dihasilkan dari campuran antara tepung, gula merah, dan kelapa.

Ombus-ombus juga memiliki karakter bentuk yang unik yaitu bentuk segitiga dengan balutan daun pisang sebagai pembungkusnya. Dilihat dari dimensi sosiologis, Ombus-ombus memiliki relasi yang masih erat dengan masyarakat

Batak Toba hingga saat ini. Ombus-ombus masih menjadi kuliner yang diminati masyarakat, terlihat dari keberadaan kuliner ini yang selalu menjadi makanan wajib pada upacara adat batak. Ombus-ombus kerap dijadikan sebagai makanan penutup atau menjadi buah tangan sepulang dari menghadiri acara adat batak.

Selain itu, ombus-ombus masih mudah kita temukan pada pinggiran jalan di sekitaran Samosir, masih banyak pedagang yang menjajakan kuliner ini setiap hari. Berdasarkan dimensi ideologis, ombus-ombus sering disiapkan sebagai makanan di pagi hari yang didampingi oleh teh manis dan kopi sebagai minuman yang dikonsumsi masyarakat sebelum memulai pekerjaan mereka, masyarakat percaya ketika mengkonsumsi ombus-ombus maka kekuatan dan semangat mereka untuk bekerja akan bertambah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.2.17 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Saksang

Saksang adalah salah satu masakan tradisional yang populer dikalangan masyarakat Batak Toba. Karakter biologis yang dihasilkan oleh saksang melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa sangat pedas yang dihasilkan dari lasiak sirambu ‘cabai rawit’ dan andaliman. Rasa tersebut dapat dirasakan melalui alat indera manusia, yaitu melalui lidah sebagai indera perasa. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada zaman ini masih erat, terlihat dari ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Saksang biasanya dapat kita jumpai di rumah makan khas batak dan di lapo tuak ‘warung yang menjual tuak’ saksang biasanya menjadi tambul atau makanan pelengkap tuak. Selain itu, saksang juga menjadi makanan wajib yang disediakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, mulai dari upacara kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Saksang menjadi makanan untuk seluruh undangan yang menghadiri setiap acara tersebut.

Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa saksang menjadi simbol kemegahan pesta upacara tersebut.

4.2.18 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Sambal Tuktuk

Sambal tuktuk adalah kuliner khas masyarakat Batak Toba berupa sambal pendamping ikan, biasanya atau panggang. Karakter biologis yang dihasilkan oleh sambal tuktuk melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa yang sangat pedas namun nikmat. Rasa tersebut berasal dari olahan cabai, andaliman, dan ikan teri. Selain rasa yang nikmat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sambal tuktuk juga memiliki aroma yang menggugah selera orang yang menghirupnya melalui hidung sebagai indra penciuman. Dilihat dari dimensi sosiologis, keeratan relasi antara masyarakat dengan sambal tuktuk saat ini masih sangat dekat, hal tersebut dapat dilihat dari keberadaan kuliner ini yang menjadi menu wajib dalam setiap acara keluarga batak dan menjadi menu untuk melengkapi menu masakan lain yang disajikan di rumah. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat percaya bahwa penyajian sambal tuktuk sebagai pelengkap makanan akan menambah rasa lezat pada makanan tersebut.

4.2.19 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Tipa-Tipa

Tipa-tipa adalah jajanan yang terbuat dari biji padi muda yang disangari dan ditumbuk menjadi pipih sehingga bisa dijadikan sebagai camilan. Ciri-ciri biologis yang dihasilkan oleh tipa-tipa melalui dimensi biologis terlihat pada aroma yang harum dan gurih yang dimiliki kuliner ini. Masyarakat biasanya menikmati kuliner dengan menambahkan sedikit gula untuk memberi sedikit rasa manis. Tipa-tipa memiliki tekstur yang keras karena memang terbuat dari padi muda mentah yang mengalami proses penyangraian sehingga mulut dan gigi kita akan sedikit lelah untuk melumatkan makanan tersebut. Untuk itu makanan ini tidak bisa dinikmati lagi oleh para orang tua yang sudah tidak memiliki gigi yang kuat dan utuh lagi. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara masyarakat dengan makanan ini sudah tidak erat lagi. Banyak masyarakat Batak

Toba yang sudah tidak menngenal kuliner ini. Hal tersebut disebabkan oleh masuknya berbagai camilan lain yang memiliki rasa yang cenderung lebih enak.

Bahkan saat ini, tipa-tipa sudah tidak banyak lagi terlihat di sekitaran masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tipa-tipa saat ini hanya bisa ditemukan di daerah Porsea dan Silimbat, itupun tidak banyak lagi pedagang yang menjualnya. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba percaya bahwa tipa-tipa dapat mencegah rasa bosan dan rasa kantuk pada orang yang memakannya sebagai camilan.

4.2.20 Pemahaman Masyarakat terhadap Kuliner Ura-Ura

Karakter biologis yang dihasilkan oleh ura-ura melalui dimensi biologis terlihat pada rasa yang dimiliki kuliner ini, yaitu rasa kelat, asam, dan pedas yang dapat dirasakan melalui alat indra manusia, yaitu melalui lidah sebagai indra pengecap. Dilihat dari dimensi sosiologis, kedekatan relasi antara kuliner ini dengan masyarakat suku Batak Toba pada saat ini sangatlah kurang, terlihat dari sulitnya ditemukan kuliner ini pada kalangan masyarakat Batak Toba di berbagai daerah masyarakat ini bermukim. Padahal, beberapa puluh tahun yang lalu makanan ini sangat populer bagi masyarakat Batak Toba. Makanan ini disantap para kaum ibu yang berada di suatu lingkungan desa secara bersama-sama ketika mereka sedang memiliki waktu luang, bahkan banyak para kaum ibu yang membuatnya setiap hari pada waktu sore ketika mereka sudah selesai dengan kesibukan rumah mereka. Berdasarkan dimensi ideologis, masyarakat Batak Toba mempercayai bahwa karakter biologis ura-ura membuktikan masyarakat suku

Batak Toba memiliki karakter yang tahan terhadap banyaknya rasa sulit yang dihadapi dalam kehidupan mereka jika bisa menyajikan dan mengkonsumsi kuliner ini. Jadi, masyarakat mempercayai bahwa setiap orang yang bisa mengkonsumsi ura-ura sudah terbiasa untuk menghadapi berbagai rasa dalam kehidupan mereka karena mereka sudah mampu merasakan ura-ura dengan rasanya yang kelat, asam, dan pedas tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3 Kearifan Lokal dalam Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba

Jenis kearifan lokal yang terkandung dalam kuliner masyarakat Batak Toba adalah nilai dan norma budaya sebagai warisan leluhur yang menurut fungsinya dapat menata kehidupan masyarakatnya. Jenis-jenis kearifan lokal menurut

Sibarani adalah kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur

(Sibarani 2014:135). Kuliner dianggap mengandung kearifan lokal karena kuliner merupakan salah satu bagian dari kebudayaan yang sudah pasti memiliki kandungan nilai-nilai arif yang mampu mengatur atau menata kehidupan masyarakat walaupun tidak semua jenis kuliner masyarakat Batak Toba mengandung kearifan lokal. Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal, diantaranya ayam gota, dali ni horbo, dengke na niarsik, dolung- dolung, hare, hihindat ni andalu, itak gurgur, lampet pohul-pohul, manuk na pinadar, mi gomak, na nidugu, dan saksang. Jenis- jenis kearifan lokal yang terkandung pada kuliner tersebut adalah kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong, kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur.

Pada bagian ini akan diuraikan jenis-jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa jenis leksikon kuliner masyarakat Batak Toba :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3.1 Kearifan Lokal Kesejahteraan

Leksikon kuliner yang mengandung kearifan lokal kesejahteraan adalah kuliner hihindat ni andalu dan saksang. Hihindat ni andalu mengandung kearifan lokal kesejahteraan karena tujuan dari disajikannya kuliner ini adalah untuk persembahan kepada roh leluhur masyarakat Batak Toba pada waktu pelaksanaan ritual adat untuk meminta kesejahteraan bagi masyarakat. Saksang dianggap mengandung kearifan lokal kesejahteraan karena tujuan dari disajikannya kuliner ini adalah untuk mengungkapkan kesejahteraan dari orang yang menyajikannya pada saat upacara adat Batak Toba. Pada saat diselenggarakannya acara adat, maka seluruh tamu akan dijamu dengan menggunakan saksang. Dengan menyajikan kuliner ini, pelaksana acara adat akan dianggap lebih bermartabat dan terhormat. Kuliner ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba harus menjadi masyarakat yang sejahtera agar mampu memenuhi segala keperluan di kehidupan mereka, termasuk keperluan adat.

4.3.2 Kearifan Lokal Kerja Keras

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kerja keras adalah itak gurgur dan lampet pohul-pohul. Itak gurgur memuat simbol kesuksesan yang diperoleh melalui adanya upaya dan kerja keras, contohnya untuk membeli sebuah rumah, seseorang harus berupaya dan bekerja keras. Pada kuliner lampet pohul-pohul termuat simbol dari adanya kerja keras dalam mempersiapkan kegiatan adat yang akan dilaksanakan. Melalui adanya kerja keras dalam proses persiapan maka acara adat yang akan dilaksanakan akan berjalan dengan baik. Kedua kuliner ini menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan masyarakat yang memiliki kerifan lokal bekerja keras untuk mencapai segala sesuatu yang bernilai positif.

4.3.3 Kearifan Lokal Kesehatan

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kesehatan adalah dali ni horbo, hare, manuk na pinadar, dan na nidugu. Kuliner-kuliner tersebut disajikan sebagai sumber kesehatan orang yang mengkonsumsinya.

Masyarakat Batak Toba masih mempercayai bahwa seseorang dapat kembali sehat atau akan lebih sehat jika mengkonsumsi kuliner-kuliner di atas. Dali ni horbo, hare, manuk na pinadar, dan na nidugu menggambarkan bahwa masyarakat Batak

Toba merupakan masyarakat yang memiliki kearifan lokal kesehatan.

4.3.4 Kearifan Lokal Gotong Royong

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal gotong royong adalah lampet pohul-pohul. Kuliner ini menggambarkan masyarakat Batak

Toba memiliki kearifan lokal gotong royong dalam melaksanakan suatu upacara adat. Dengan adanya kerja sama yang baik melalui gotong royong maka segala sesuatu yang dibutuhkan dalam suatu upacara adat akan terpenuhi dengan baik dan cepat. Masyarakat Batak Toba memang sangat dikenal sebagai masyarakat yang hidup dengan nilai gotong royongnya. Melalui bentuk kepalan tangan pada kuliner lampet pohul-pohul terlihat bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang kuat jika bersatu, seperti kelima jari yang semakin kuat jika disatukan membetuk kepalan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3.5 Kearifan Lokal Kejujuran

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kejujuran adalah dengke na niarsik. Pada dengke na niarsik terdapat harapan dan nilai bahwa masyarakat Batak Toba harus menjadi masyarakat yang hidup murni dan jujur, sama seperti ikan mas yang hidup di air yang jernih. Melalui kuliner ini masyarakat Batak Toba digambarkan harus hidup selalu pada kehidupan yang jujur karena kejujuran adalah bentuk dari kemurnian.

4.3.6 Kearifan Lokal Kesetiakawanan Sosial

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal kesetiakawanan sosial adalah lampet pohul-pohul. Pada lampet pohul-pohul terdapat bentuk kepalan tangan yang mengartikan bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang memiliki nilai kesetiakawanan sosial yang tinggi.

Kepalan tangan mengartikan bahwa masyarakat Batak Toba harus memiliki nilai kesetiakawanan kepada keluarga dan kerabat.

4.3.7 Kearifan Lokal Komitmen

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal komitmen adalah dolung-dolung. Bentuk dolung-dolung yang bulat menggambarkan adanya sebuah komitmen yang bulat dan utuh. Masyarakat Batak Toba merupakan masyarakat yang memiliki komitmen yang kuat terlebih dalam persoalan adat, masyarakat Batak Toba sangat memegang prinsip dengan komitmen yang tidak akan goyah. Maka dari itu, untuk menyepakati suatu komitmen, masyarakat Batak

Toba membawa dolung-dolung sebagai buah tangan mereka karena kuliner tersebut memiliki makna yang tersirat berupa komitmen yang bulat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.3.8 Kearifan Lokal Pikiran Positif

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal pikiran positif adalah mi gomak. Proses pembuatan mi gomak menggambarkan bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang memiliki kearifan lokal pikiran positif. Walaupun dibuat dan disajikan tanpa menggunakan sendok atau pelindung tangan lainnya, masyarakat tetap menilai bahwa mi gomak yang disajikan oleh pembuat adalah makanan yang layak untuk dikonsumsi. Pada kuliner ini, terlihat bahwa masyarakat Batak Toba memiliki kearifan lokal pikiran positif.

4.3.9 Kearifan Lokal Rasa Syukur

Kuliner masyarakat Batak Toba yang mengandung kearifan lokal rasa syukur adalah ayam gota dan itak gurgur. Kuliner tersebut memang khusus disajikan sebagai ungkapan rasa syukur atas keadaan suka cita yang dirasakan oleh masyarakat Batak Toba. Ayam gota dan itak gurgur disajikan dan diberikan kepada orang-orang terdekat agar orang-orang terdekat seperti keluarga dan kerabat juga merasakan suka cita yang mereka rasakan. Melalui kuliner tersebut terlihat bahwa masyarakat Batak Toba memiliki kearifan lokal rasa syukur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, diperoleh simpulan penelitian sebagai berikut:

1. Leksikon jenis kuliner masyarakat Batak Toba terdiri atas 20 jenis,

yaitu (1) ayam gota, (2) babi panggang, (3) dali ni horbo, (4) dengke

na niarsik, (5) dengke na niura, (6) dolung-dolung, (7) hare, (8)

hihindat ni andalu, (9) itak gurgur, (10) lampet pohul-pohul, (11)

manuk na pinadar, (12) mi gomak, (13) natinombur, (14) natinunde,

(15) na nidugu, (16) ombus-ombus, (17) saksang, (18) sambal tuktuk,

(19) tipa-tipa, dan (20) ura-ura. Leksikon kuliner masyarakat Batak

Toba diklasifikasikan menjadi dua kelompok leksikon, yaitu leksikon

alat dan bahan serta leksikon kegiatan. Dari dua kelompok leksikon

tersebut diperoleh sebanyak 422 leksikon. Leksikon alat dan bahan

terdiri dari 298 leksikon dan leksikon kegiatan terdiri dari 124

leksikon.

2. Pemahaman masyarakat Batak Toba berdasarkan dimensi ideologis,

sosiologis, dan biologis membuktikan bahwa masyarakat Batak Toba

mengenal 20 jenis leksikon kuliner. Hasil penelitian membuktikan

banyak kuliner yang masih memiliki relasi yang erat dengan

masyarakat Batak Toba, namun ada juga kuliner yang memiliki relasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang tidak erat lagi dengan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena

masyarakat sudah tidak membuat kuliner tersebut pada masa sekarang.

Pada masyarakat Batak Toba, kuliner disajikan bukan hanya sebagai

makanan untuk santapan biasa, namun banyak kuliner yang disajikan

untuk berbagai kebutuhan upacara adat masyarakat Batak Toba.

3. Jenis kearifan lokal yang terkandung dalam beberapa jenis kuliner

masyarakat Batak Toba, diantaranya ayam gota, dali ni horbo, dengke

na niarsik, dolung-dolung, hare, hihindat ni andalu, itak gurgur,

lampet pohul-pohul, manuk na pinadar, mi gomak, na nidugu, dan

saksang. Kerifan lokal yang terkandung dalam kuliner tersebut adalah

kearifan lokal kesejahteraan, kerja keras, kesehatan, gotong royong,

kejujuran, kesetiakawanan sosial, komitmen, pikiran positif, dan

kearifan lokal rasa syukur.

1.2 Saran

Penelitian ekolinguistik yang peneliti kerjakan di Desa Lumban Silintong,

Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir ini mencakup bidang leksikon kuliner masyarakat Batak Toba. Beberapa leksikon sudah mengalami pergeseran bahkan terancam punah. Untuk mencegah hal tersebut peneliti mengharapkan adanya penelitian lanjutan yang berkenaan dengan penelitian ini. Peneliti juga berharap seluruh masyarakat Batak Toba dapat mempertahankan kuliner masyarakat Batak Toba agar tetap bertahan dan tidak kehilangan peranan dan nilainya di kalangan masyarakat Batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2014. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Batsu, Siti Chairina. 2017. “ Leksikon Kuliner Masyarakat Simalungun: Kajian Ekolinguistik”. (skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Bundsgaard, Jeppe dan Sune Steffensen. (2000). “The Dialectics of Ecological Morphology-or the Morphology og Dialectics”. Dalam Anna Vibeka Lindo dan Jeppe Bundsgaard (Eds.) Dialectical Ecolinguistics: Three Essays for the Symposium 30 Years of Language and Ecology in Graz, December 2000, University of Odense.

Chaer, Abdul. 2007. Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Fill, Alwin dan Peter Muhlhausler (Eds.). 2001. The Ecolinguistics Reader. Language, Ecology and Environment. London and New York: Continuum.

Handayani, Dila. 2015. “Leksikon Kuliner Melayu Tanjungbalai: Kajian Ekolinguistik”. (tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

KBBI. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Daring). kbbi.kemdikbud.go.id. diakses pada tanggal 13 Maret 2017, pukul 13.00 WIB. Medan.

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Mbete, Aron Meko. 2009. “Problematika Keetnikan dan Kebahasaan dalam Perspektif Ekolinguistik.” Disampaikan dalam Seminar Nasional Budaya Etnik III, diselenggarakan oleh USU. Medan 25 April 2009.

Mbete, Aron Meko. 2009. “Selayang Pandang Tentang Ekolinguistik: Perspektif Kelinguistikan Yang Prospektif”. (Bahan Untuk Berbagi Pengalaman Kelinguistikan Dalam Matrukulasi Program Magister Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana, 12 Agustus 2009). Bali: Udayana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Mbete, Aron Meko. 2013. Penuntun Singkat Penulisan Proposal Penelitian Ekolinguistik. Denpasar: Vidia.

Moleong, Lexy J. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Rosdakarya.

Mahsun, 2005. Metode Penelitian Bahasa: tahapan strategi, metode, dan tekniknya. Ed. Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sibarani, Robert. 1997. Leksikografi. Medan: USU Press.

Sibarani, Robert. 2014. Kearifan Lokal. Medan: Asosiasi Tradisi Lisan.

Sinar, Tengku Silvana. 2011. “Pergeseran Leksikon Kuliner Melayu Serdang Terhadap Remaja Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 1

Daftar Jenis Kuliner Masyarakat Batak Toba

No Kuliner Masyarakat Batak Toba Glos 1. Ayam gota Ayam yang dimasak dengan darah 2. Babi panggang Daging babi yang dipanggang 3. Dali ni horbo Susu kerbau 4. Dengke na niarsik Ikan mas yang dimasak hingga mengering. 5. Dengke na niura Ikan mas yang dimasak tanpa api 6. Dolung-dolung Kue kukus bebalut daun bambu 7. Hare Bubur rempah batak 8. Hihindat ni andalu Makanan yang bisa terangkat sekaligus oleh kayu penumbuk lesung 9. Itak gurgur Kue yang berbentuk kepalan tangan 10. Lampet pohul-pohul Kue kukus yang berbentuk kepalan tangan 11. Manuk napinadar Ayam yang dipanggang 12. Mi gomak Mi yang cara penyajiannya dengan dipegang langsung menggunakan tangan 13. Natinombur Yang dibasahi atau diairi 14. Natinunde Ikan yang dimasak untuk mengawetkan ikan 15. Na nidugu Sayuran yang dipiuh 16. Ombus-ombus Kue kukus panas 17. Saksang Daging babi yang dimasak dengan potongan kecil (cincang) 18. Sambal tuktuk Sambal yang dibuat dengan ditumbuk tidak terlalu halus 19. Tipa-tipa Makanan dari biji padi 20. Ura-ura Makanan yang dibuat tanpa dimasak dengan api

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Pengelompokan Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba

No Kuliner Masyarakat Batak Toba Leksikon Total Alat dan bahan Kegiatan 1. Ayam gota 22 8 30 2. Babi panggang 20 9 29 3. Dali ni horbo 8 5 13 4. Dengke na niarsik 26 9 35 5. Dengke na niura 14 6 20 6. Dolung-dolung 15 6 21 7. Hare 13 6 19 8. Hihindat ni andalu 7 4 11 9. Itak gurgur 10 4 14 10. Lampet pohul-pohul 14 5 19 11. Manuk napinadar 21 8 29 12. Mi gomak 25 4 29 13. Natinombur 17 7 24 14. Natinunde 6 3 9 15. Na nidugu 14 8 22 16. Ombus-ombus 15 6 21 17. Saksang 21 11 32 18. Sambal tuktuk 15 8 23 19. Tipa-tipa 7 3 10 20. Ura-ura 8 4 12 Total 298 124 422

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Leksikon Alat dan Bahan Kuliner Masyarakat Batak Toba

No. Alat dan Bahan (nomina) Glos Bahasa Latin Bahasa Batak Toba I. Alat 1. Agong Arang 2. Andalu Penumbuk lesung 3. Anduri Tampi 4. Balanga Belanga 5. Dalihan Tungku 6. Hudon Dandang 7. Hurhuran Parutan kelapa 8. Kompor Kompor 9. Losung Lesung 10. Loting Mancis 11. Pangahit Panggangan 12. Pangsi na balga Panci besar 13. Pangsi na gelleng Panci kecil 14. Panutuan Gilingan 15. Parang Parang 16. Raut Pisau 17. Sambong Baskom 18. Sangkalan Talenan 19. Saringan Saringan 20. Soban Kayu bakar 21. Sonduk goreng Sendok goreng 22. Tataring Perapian II. Bahan 23. Aek Air Aqua 24. Andaliman Andaliman Zanthoxylum acanthopodium 25. Antajau Jambu biji Psidium guajava 26. Asom Jeruk nipis Citrus aurantiifolia 27. Asom potong Asam gelugur Garcinia atroviridis 28. Asom sunde Asam sundai 29. Baion Pandan 30. Bangun-bangun Daun jintan Plectranthus amboinicus 31. Baoang batak Bawang batak Lokio 32. Boras Beras 33. Bulung ni botik Daun pepaya 34. Bulung ni asom Daun asam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35. Bulung ni buluh Daun bambu 36. Bulung ni pisang Daun pisang 37. Dalidali Kacang panjang Vigna unguiculata ssp. sesquipedalis 38. Dali ni horbo Susu kerbau 39. Dengke Ikan 40. Dengke mas Ikan mas Cyprinus carpio 41. Dengke mujair Ikan mujair Oreochromis mossambicus 42. Eme Padi Oryza sativa 43. Gambiri Kemiri Aleurites moluccana 44. Gota Darah 45. Gula merah Gula merah 46. Gula putih Gula putih 47. Halas Lengkuas Alpinia galanga 48. Haronda Bawang prei Allium ampeloprasum 49. Hasior Kencur 50. hatumbar Ketumbar Coriandrum sativum 51. Hunik Kunyit Curcuma longa 52. Ikan teri Ikan teri 53. Jagal pinahan Daging babi 54. Jipang Labu siam Sechium edule 55. Kalapa Kelapa Cocos nucifera 56. Kassang tano Kacang tanah Arachis hypogaea 57. Lasiak Cabai merah Capsicum annuum L 58. Lasiak sirambu Cabai rawit Capsicum annuum’ bird’s eye’ 59. Lasuna Bawang putih Allium sativum 60. Manuk alto na rara Ayam merah alto 61. Manuk hampung Ayam kampung Gallus gallus domesticus 62. Mi lidi Mi lidi 63. Pege Jahe Zingiber officinale 64. Pinasa Nangka Artocarpus heterophyllus 65. Pisang toba Pisang toba 66. Rias Kecombrang Etlingera elatior 67. Sangge-sangge Serai citratus 68. Santan Santan 69. Sawi putih Sawi putih Brassica rapa subsp. pekinensis 70. Sera-sera Nangka muda 71. Sigerger Bawang merah Allium cepa var. aggregatum 72. Sira Garam Natrium klorida 73. Topung boras Tepung beras 74. Unte jungga Asam jungga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Daftar Leksikon Kegiatan Kuliner Masyarakat Batak Toba

No. Kegiatan (verba) Glos Bahasa Batak Toba 1. Diaor Diaduk 2. Diasomi Diasami 3. Dibasu Dicuci 4. Dibola Dibelah 5. Dibungkus Dibungkus 6. Diduda Ditumbuk 7. Digoreng Digoreng 8. Digusting Digunting 9. Dihindat Diangkat sekaligus 10. Dihurhur Diparut 11. Diiris Diiris 12. Dijaljali Dicincang 13. Dikukus Dikukus 14. Dilompa Dimasak 15. Dipadar Dipanggang utuh 16. Dipagorgor Dipanaskan 17. Dipakantal Dikentalkan 18. Dipakoring Dikeringkan (dijemur) 19. Dipalamot Dihaluskan 20. Dipamarsik Dikeringkan (biasanya bentuk cair) 21. Dipiar Ditampi 22. Dipulos Dipiuh 23. Dipohul Dikepal 24. Diponggoli Dipatahkan 25. Diporo Diperas 26. Dirobus Direbus 27. Dirondam Direndam 28. Disaok Disangrai 29. Diseat Disayat 30. Disisik Disisiki 31. Ditampuli Dipetiki 32. Ditanggoi Dipotongi 33. Dituktuk Dipipihkan 34. Ditutung Dibakar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Daftar Pengelompokan Leksikon Kuliner Masyarakat Batak Toba

No Kuliner Masyarakat Batak Toba Leksikon Total Alat dan bahan Kegiatan 1. Ayam gota 22 8 30 2. Babi panggang 20 9 29 3. Dali ni horbo 8 5 13 4. Dengke na niarsik 26 9 35 5. Dengke na niura 14 6 20 6. Dolung-dolung 15 6 21 7. Hare 13 6 19 8. Hihindat ni andalu 7 4 11 9. Itak gurgur 10 4 14 10. Lampet pohul-pohul 14 5 19 11. Manuk napinadar 21 8 29 12. Mi gomak 25 4 29 13. Natinombur 17 7 24 14. Natinunde 6 3 9 15. Na nidugu 14 8 22 16. Ombus-ombus 15 6 21 17. Saksang 21 11 32 18. Sambal tuktuk 15 8 23 19. Tipa-tipa 7 3 10 20. Ura-ura 8 4 12 Total 298 124 422

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 2

Gambar jenis kuliner masyarakat Batak Toba

1. Ayam Gota

2. Babi Panggang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3.Dali Ni Horbo

4. Dengke Na Niarsik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5. Dengke Na Niura

6. Dolung- Dolung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Hare

8. Hihindat Ni Andalu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

9. Itak Gurgur

10. Lampet Pohul-Pohul

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11. Manuk Na Pinadar

12. Mi Gomak

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13. Natinombur

14. Natinunde

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15. Na Nidugu

16. Ombus-Ombus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17. Saksang

18. Sambal Tuktuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19. Tipa-Tipa

20. Ura-Ura

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 3

Data Informan

1. Nama : Nelly Br. Siahaan Tempat Lahir : Medan Umur : 44 Tahun Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong Pekerjaan : Pedagang Makanan Batak Toba 2. Nama : Manotar Br. Sinurat Tempat Lahir : Huta Bulu, Balige Umur : 61 Tahun Alamat : Desa Lumban Silintong Pekerjaan : Pembuat Susu Kerbau 3. Nama : Buliher Siahaan Tempat Lahir : Balige Umur : 67 Tahun Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong Pekerjaan : Pemain Musik

4. Nama : Delpi Br. Sianipar Tempat Lahir : Desa Tara Bunga, Balige Umur : 69 Tahun Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong Pekerjaan : Bertani

5. Nama : Huminsa Br. Siregar Tempat Lahir : Desa Sipoholon, Tapanuli Utara Umur : 74 Tahun Alamat : Lumban Binanga, Desa Lumban Silintong Pekerjaan : Pedagang Makanan Batak Toba

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 4

Dokumentasi Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 5

Surat Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA