<<

PERSPEKTIF RELIJIUSITAS DAN GERAKAN SOSIAL KOMUNITAS ADS CIGUGUR, KUNINGAN

Editor: Rakhmat Hidayat, PhD Fauzan Marasabessy

Page i of 203

PERSPEKTIF RELIJIUSITAS DAN GERAKAN SOSIAL KOMUNITAS ADS CIGUGUR, KUNINGAN

Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Dilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari Penerbit Labsos.

©2017, Penerbit Labsos, Jakarta

Editor : Rakhmat Hidayat, PhD Fauzan Marasabessy Tata Letak : Ilham Ramadhan Desain Sampul : Janu Satrio Penerbit : LABSOS Cetakan kesatu : Januari 2017 ISBN :

Page ii of 203

Prolog

Masyarakat Sunda Wiwitan masih berkembang di beberapa daerah di Jawa Barat. Sunda Wiwitan secara umum merupakan bentuk kepercayaan atau religi yang berkembang di tanah Pasundan Jawa Barat. Dalam kepercayaannya, Sunda Wiwitan mempercayai akan kehadiran kekuasaan tertinggi yang biasa disebut se- bagai sang kersa atau gusti sikang sawiji-wiji (Tuhan yang tunggal). "Sunda Wiwitan, secara umum merupakan bentuk kepercayaan atau religi yang berkem- bang di tanah Pasundan (khususnya kerajaan Pajajaran) Jawa Barat" Sang hyang kersa, dipercaya oleh pemeluk Sunda Wiwitan hidup di tempat yang tinggi dan agung yang disebut sebagai Buana Agung atau Buana Nyungcung. Dalam ke- percayaan Sunda Wiwitan, mereka setidaknya mempercayai ada tiga macam lapisan kosmologis dunia; Pertama adalah Buana Agung yang merupakan tempat gusti sikang sawiji-wiji berada; Kedua adalah Panca Tengah tempat manusia, bi- natang, dan hewan hidup; Ketiga adalah Buana Larang, tempat roh-roh jahat bersemayam. Selain secara kosmologis membagi dunia pada tiga macam lapisan, secara filosofis pemeluk Sunda Wiwitan juga membagi konsep peranan hidup manusia menjadi tiga macam peran dan atau ketentuan yang disebut sebagai tri tangtu. Konsepsi tri tangtu ini lebih mengacu pada pandangan akan konsepsi keseimbangan peneguh dunia dan dilambangkan dengan raja sebagai sumber wi- bawa, rama sebagai sumber ucap (yang benar), dan resi sebagai sumber tekad (yang baik). Salah satunya yang masih bertahan adalah komunitas ADS di Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Cigugur adalah sebuah desa di lerang Gunung Ciremai yang sekarang sudah menjadi sebuah kelurahan atau bahkan kecamatan. Secara administratif, Cigugur terletak di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat yang berjarak sekitar 35 km ke arah selatan kota Cirebon, atau sekitar 168 km dari kota . Komunitas penghayat ADS merupakan sebuah komunitas adat yang muncul seki- tar tahun 1848 yang didirikan oleh seorang pria bernama Pangeran Sadewa Ali- bassa Kusuma Wijaya Ningrat atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran atau Ki Yayi Madrais. Komunitas penghayat ADS mengidentifikasikan diri mereka dengan istilah penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Istilah penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menurut mereka mengacu dari per- ilaku penghayatan yang secara utuh dilakukan dalam keyakinan, ucapan, dan per- buatan mereka sehari-hari (sir, rasa, pikir) terhadap ‘getaran-getaran’ dari Dzat Tuhan yang berasal dari dalam diri maupun yang berasal dari luar diri mereka. Penggunaan istilah untuk mengidentifikasikan diri mereka sebagai komunitas penghayat ADS, menurut mereka lebih pada identifikasi yang dilakukan oleh pihak luar kelompok khususnya yang dimulai oleh kolonial Belanda untuk mengidentifi- kasi kelompok sosial yang menganut dan menjalankan ajaran-ajaran yang diberi- kan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Wijaya Kusuma Ningrat atau yang lebih dikenal sebagai Madrais. Meskipun istilah ADS merupakan hasil dari identifikasi atau panggilan yang diberikan oleh kolonial Belanda, beberapa dari mereka me- rasa tidak keberatan dengan panggilan tersebut asalkan dengan ‘catatan’ istilah ADS tersebut bukan mengacu pada pengertian bahwa mereka telah membentuk

Page iii of 203 sebuah agama baru melainkan lebih pada pemaknaan dalam kata per kata dida- lamnya. Agama dimaknai sebagai ageman (pegangan) atau bisa juga sebagai aturan gawe manusa (aturan hidup manusia), sedangkan Djawa Sunda mengacu pada sebuah singkatan Adjawat Lan Adjawab Roh Susun-Susun kang den tunda yang berarti memilih dan menyaring getaran-getaran yang ada di alam semesta yang senantiasa berinteraksi dan mempengaruhi dalam hidup manusia. Buku ini adalah kompilasi tulisan dari hasil penelitian lapangan (field work) mata kuliah Hubungan Antar Kelompok dan Gerakan Sosial. Kegiatan field work dil- aksanakan pada tanggal 3-7 November 2016. Buku ini memang bukan pertama yang membahas Sunda Wiwitan di Cigugur tetapi berupaya memperkaya kajian Sunda Wiwitan sebagai dinamika kepercayaan lokal yang masih bertahan di Indo- nesia. Sebagai upaya memperkaya kajian tersebut, harapannya buku ini menjadi- kan diskusi tentang komunitas Sunda Wiwitan lebih menarik. Selamat Membaca !

Jakarta, 10 Februari 2017

Rakhmat Hidayat

Page iv of 203

Daftar Isi

PROLOG ...... III DAFTAR ISI ...... V DAFTAR GAMBAR ...... IX DAFTAR SKEMA ...... XII DAFTAR TABEL ...... XIV

BAB 1 ADVOKASI KOMUNITAS ADS (AGAMA DJAWA SUNDA) UNTUK MENDAPATKAN PENGAKUAN DARI NEGARA: STUDI KASUS DI CIGUGUR, KUNINGAN, JAWA BARAT...... 1 Pendahuluan ...... 1 Profil ADS ...... 2 Upaya Legitimasi Administratif Hak Sipil ...... 4 Kesabaran Revolusioner ...... 8 Penutup ...... 14 Daftar Pustaka ...... 16

BAB 2 DINAMIKA KEPEMIMPINAN DALAM KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA CIGUGUR – KUNINGAN ...... 17 Pendahuluan ...... 17 Profil Komunitas ADS ...... 17 Sejarah Terbentuknya Komunitas ADS ...... 19 Pola Kepemimpinan di Komunitas ADS ...... 22 Struktur Kepemimpinan ...... 27 Relasi dengan pemerintah ...... 31 Hubungan dengan Masyarakat Luar ADS ...... 34 Penutup ...... 37 Daftar Pustaka ...... 39

Page v of 203

BAB 3 SEKOLAH SEBAGAI SARANA PENGUAT HUBUNGAN SISWA BERAGAMA: STUDI KASUS DI SMP TRI MULYA, BINA CAHYA DAN YOS SUDARSO ..... 40 Pendahuluan ...... 40 Deskripsi Lokasi Persebaran ADS di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur ...... 42 Dominasi Agama di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur ...... 45 Pola Interaksi Siswa antar Kelompok ADS dan Non-ADS ...... 50 Penutup ...... 54

BAB 4 PROSES INTERNALISASI NILAI AGAMA DAN ADAT: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN DI CIGUGUR, KUNINGAN ...... 57 Pendahuluan ...... 57 Sejarah Agama Djawa Sunda (ADS) ...... 59 Konsep Ketuhanan dalam Ajaran-ajaran Pokok ADS dan Fungsinya dalam Menjaga Eksistensi ADS ...... 61 Proses Sosialisasi Antar Generasi dalam Masyarakat ADS ...... 66 Proses Pelembagaan Interaksi dan Perilaku Masyarakat Secara Kultural ...... 71 Penutup ...... 77 Daftar Pustaka ...... 79

BAB 5 FILOSOFI EKONOMI MASYARAKAT ADS, CIGUGUR, KUNINGAN ...... 80 Pendahuluan ...... 80 Komposisi Mata Pencaharian Kelurahan Cigugur ...... 81 Filosofi Ekonomi ...... 85 Stratifikasi dalam bidang Ekonomi pada Masyarakat Cigugur Kuningan ...... 87 Penutup ...... 88 Daftar Pustaka ...... 89

BAB 6 PERSPEKTIF KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA (ADS) MENGENAI LINGKUNGAN HIDUP. STUDI KASUS: DI CIGUGUR, KUNINGAN, JAWA BARAT ...... 90

Page vi of 203

Pendahuluan ...... 90 Sejarah Singkat berdirinya ADS ...... 90 Makna Lingkungan Hidup Bagi Masyarakat ADS ...... 92 Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Lingkungan ...... 96 Amanat Leluhur ...... 101 Kearifan Lokal Berbasis Lingkungan ...... 102 Mitos dan Rasionalisasi: Logis-Metafisik ...... 105 Penutup ...... 108 Daftar Pustaka ...... 110

BAB 7 UPACARA UNTUK MEMPERKUAT BUDAYA LOKAL: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN, CIGUGUR, KUNINGAN ...... 111 Pendahuluan ...... 111 Konteks Historis Sunda Wiwitan ...... 111 Seren Taun sebagai Pengikat Kelompok Agama ...... 116 Perspektif Multi Religi terhadap SerenTaun ...... 123 Penutup ...... 125 Daftar Pustaka ...... 127

BAB 8 RESPON WARGA SEKITAR TERHADAP KOMUNITAS AGAMA DJAWA SUNDA (ADS) DI CIGUGUR, KUNINGAN ...... 128 Pendahuluan ...... 128 Perkembangan ADS Tahun 1960-1980 ...... 130 Lahirnya Kembali ADS Tahun 1980 ...... 131 Pikukuh Tilu Sebagai Pedoman Komunitas ADS ...... 132 Seren Taun Sebagai Upaya Pelestarian Adat ...... 133 Respon Adaptif Warga Sekitar Terhadap Komunitas ADS ...... 134 Respon Resisten Warga Sekitar Cigugur Terhadap Komunitas ADS ...... 139 Kerukunan di Desa Cigugur ...... 141 Penutup ...... 143

Page vii of 203

BAB 9 UPAYA YANG DILAKUKAN NONOMAN DALAM KEBERLANJUTAN AGAMA DJAWA SUNDA ...... 145 Pendahuluan ...... 146 Kondisi Geografis Wilayah Penelitian ...... 148 Proyeksi Kaum Muda terhadap Penganut ADS ...... 149 Kegiatan, Kontribusi dan Hambatan untuk Mempertahankan Keberlanjutan ADS .... 154 Kolaborasi Paseban dan Nonoman agar ADS Diakui Negara ...... 159 Penutup ...... 164 Daftar Pustaka ...... 166

BAB 10 PEMBERDAYAAN SEBAGAI REPRODUKSI EKSISTENSI KEBUDAYAAN: STUDI KASUS DI KOMUNITAS SUNDA WIWITAN, CIGUGUR KUNINGAN. 167 Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan ...... 168 Pemberdayaan dalam Bidang Kesenian ...... 171 Mempertahankan Eksistensi Komunitas ADS ...... 175 Kebudayaan Sunda Wiwitan dan Arus Modernisasi Global ...... 179 Penutup ...... 183 Daftar Pustaka ...... 186 EPILOG ...... 187 BIODATA EDITOR ...... 189

Page viii of 203

Daftar Gambar

Gambar 1. 1Peta Letak Cigugur, Kuningan ...... 3

Gambar 1. 2 Upcara Adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan ...... 4

Gambar 1. 3 Pengkosongan kolom agama pada KTP ...... 6

Gambar 1. 4Wawancara dengan Pangeran Gumirat ...... 7

Gambar 1. 5 Wawancara dengan Bapak Dodo...... 11

Gambar 2. 1 Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi ...... 20

Gambar 2. 2 Pangeran Madrais ...... 24

Gambar 2. 3 Pangeran Tedja Buana ...... 25

Gambar 2. 4 Pangeran Djati Kusuma ...... 26

Gambar 2. 5 Pangerat Gumirat Barna Alam ...... 27

Gambar 2. 6 Bersama Pak Kento, sesepuh adat Komunitas ADS ...... 30

Gambar 2. 7 Wawancara dengan Bapak Anda (Sekretaris Lurah Cigugur) . 36

Gambar 3. 1 Wawancara dengan Neng Sulastri ...... 46

Gambar 3. 2 Wawancara dengan Sr Yuliana ...... 47

Gambar 3. 3 Buku Tugas Agama Siswa ...... 48

Gambar 3. 4 Buku Tugas Agama Siswa ...... 49

Gambar 3. 5 Siswa Muslim dan Katolik di SMP Tri Mulya ...... 51

Gambar 3. 6 Siswi ADS di Bina Cahya ...... 53

Gambar 4. 1 Pangeran Madrais dan Pangeran Gumirat Barna Alam ...... 60

Gambar 4. 2 Cara ketika Sunda Wiwitan sedang olah tapa ...... 64

Gambar 4. 3 Contoh KTP Masyarakat Penghayat ADS ...... 66

Page ix of 203

Gambar 4. 4 Perayaan Seren Taun ...... 74

Gambar 4. 5 Proses Berlangsungnya Pesta Dadung ...... 75

Gambar 4. 6 Area Pesta Dadung ...... 76

Gambar 4. 7 Pakaian Penghayat ADS untuk Laki-laki ...... 76

Gambar 5. 1 Salah Satu Peternakan Babi di RT 28 RW 10, Kelurahan Cigugur ...... 82

Gambar 5. 2 Peternakan Sapi dan Koperasi Susu Saluyu ...... 84

Gambar 6. 1 Pangeran Madrais ...... 91

Gambar 6. 2 Peternakan Babi Milik Pak Anda ...... 93

Gambar 6. 3 Petani Saat Sedang Panen ...... 94

Gambar 6. 4 Hutan Kota Mayasih ...... 95

Gambar 6. 5 Lahan Pertanian di Desa Cigugur ...... 96

Gambar 6. 6 Taman Nasional Gunung Ciremai ...... 97

Gambar 6. 7 Proyek Chevron ...... 98

Gambar 6. 8 Upacara Adat Seren Taun ...... 103

Gambar 6. 9 Lokasi Pesta Dadung ...... 105

Gambar 6. 10 Kolam Ikan Dewa ...... 106

Gambar 7. 1 Rangkaian acara Seren Taun (Ngajayak) ...... 117

Gambar 7. 2 Rangkaian acara Seren Taun (Tari Jamparing) ...... 118

Gambar 7. 3 Rangkaian acara Seren Taun (Kentongan Sewu) ...... 121

Gambar 7. 4 Rangkaian acara Seren Taun (Doa Lintas Agama) ...... 124

Page x of 203

Gambar 8. 1 Pikukuh Tilu ...... 132

Gambar 8. 2 Acara Seren Taun ...... 133

Gambar 8. 3 Desa Cigugur dan Situs Purbakala Cipari ...... 135

Gambar 8. 4 Upacara Seren Taun Desa Cigugur ...... 137

Gambar 8. 5 Alat Musik Sunda di Gereja Katolik ...... 140

Gambar 9. 1 Lokasi Cigugur ...... 148

Gambar 9. 2 Wawancara bersama Narasumber Kang Ari dan Kang Jarwan ...... 150

Gambar 9. 3 Wawancara bersama Narasumber Kang Kurnia ...... 152

Gambar 9. 4 Wawancara bersama Kang Wawan, Kang Agus, dan Kang Uyan ...... 156

Gambar 10. 1 Tempat Pembuatan Batik ...... 169

Gambar 10. 2 Wawancara dengan Kang Agus ...... 169

Gambar 10. 3 Alat-Alat Seni Musik ...... 173

Gambar 10. 4 Motif-Motif Batik dan Filosofisnya ...... 174

Gambar 10. 5 Wawancara dengan kang Asep ...... 175

Gambar 10. 6 Wawancara dengan Pangeran Gumirat ...... 177

Gambar 10. 7 Wawancara dengan Mbah Harga ...... 178

Gambar 10. 8 Wawancara dengan ibu Mik Winarti ...... 181

Page xi of 203

Daftar Skema

Skema 1. 1 Upaya Pengakuan ADS ...... 5

Skema 1. 2 Rekomendasi Komunitas ADS Kepada Pemerintah...... 13

Skema 2. 1 Dinamika Kepemimpinan dan Keberlanjutan Komunitas Paseban ...... 22

Skema 2. 2Struktur Kepemimpinan Adat ...... 30

Skema 2. 3 Dinamika Kepemimpinan ADS ...... 37

Skema 3. 1 Persebaran Siswa ADS di Sekolah Kawasan Cigugur ...... 44

Skema 3. 2 Data Siswa dengan Keyakinannya ...... 46

Skema 3. 3 Data Siswa dengan Agamanya ...... 48

Skema 3. 4 Analisis Pola Hubungan Interaksi Siswa Beragama ...... 55

Skema 4. 1 Fase-Fase Perkembangan Kepercayaan ADS ...... 61

Skema 4. 2 Makna Tuhan dalam Ajaran-ajaran Sunda Wiwitan ...... 63

Skema 4. 3 Proses Internalisasi Penanaman Nilai Agama Djawa Sunda ..... 68

Skema 4. 4 Bilangan Tiga dalam Pikukuh Tilu ...... 72

Skema 5. 1 Skema Pengaruh Filosofi Ekonomi Masyarakat Cigugur, Kuningan ...... 81

Skema 5. 2 Jumlah Sektor Perdagangan di Wilayah Kelurahan Cigugur .... 83

Skema 6. 1 Dampak Lingkungan Hidup Terhadap Rutinitas Masyarakat .. 100

Skema 6. 2 Upacara Adat Seren Taun ...... 104

Skema 6. 3 Rasionalisasi Mitos ...... 107

Page xii of 203

Skema 7. 1 Seren Taun sebagai pengikat multi religi ...... 126

Skema 8. 1 Fase-Fase Perjuangan Sunda Wiwitan di Desa Cigugur ...... 130

Skema 8. 2 Hubungan Pikukuh Tilu dalam Kehidupan Masyarakat ADS ... 143

Skema 9. 1 Pokok-Pokok Ajaran Sunda Wiwitan ...... 147

Skema 9. 2 Kegiatan dan Kontribusi Nonoman untuk Keberlanjutan ADS 158

Skema 9. 3 Kolaborasi Paseban dan Nonoman ...... 163

Skema 10. 1 Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan ...... 185

Page xiii of 203

Daftar Tabel

Tabel 2. 1 Karakteristik Kepemimpinan ...... 23

Tabel 3. 1 Perbandingan Latar Belakang Agama Siswa ...... 50

Tabel 5. 1 Jumlah Sektor Pertanian di Wilayah Kelurahan Cigugur ...... 82

Tabel 5. 2 Data Pekerjaan Penduduk Kelurahan Cigugur ...... 84

Tabel 6. 1Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cigugur Periode 2008-2012 ...... 92

Tabel 9. 1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kecamatan Cigugur ...... 148

Tabel 9. 2 Perbedaan Kaum Muda Intelektual Tinggi dan Kaum Muda Intelektual Menengah ...... 152

Page xiv of 203

Bab 1 Advokasi Komunitas ADS (Agama Djawa Sunda) Untuk Mendapatkan Pengakuan dari Negara: Studi Kasus di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat

Afif Nur Miftah, Agista Anduarima, Hana Purnama Fauziyah, Hikari Annisa, Septya Sari Tri Rahayu

Pendahuluan Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana upaya-upaya masyarakat komunitas Agama Djawa Sunda (selanjutnya disingkat ADS) untuk mendapatkan pengakuan dari negara khususnya hak-hak administratif. Negara merupakan negara yang terdiri dari beberapa pulau yang terbentang dari Sabang sampai Me- rauke. Indonesia juga merupakan negara yang multi budaya dan multikultural. Masyarakat majemuk yang ada di Indonesia membuat bangsa ini memiliki ke- budayaan dan kultural yang beraneka ragam. Bahwasanya di dalam kebudayaan tersebut terdapat unsur religi. Hal ini yang terjadi pada masyarakat daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat mengenal komunitas religi percampuran Jawa- Sunda yang kemudian dinamakan dengan Komunitas ADS. Komunitas ini telah dihayati serta muncul di masyarakat jauh sebelum Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Komunitas ADS didirikan oleh Pangeran Madrais Alibassa Kusuma Wijaya Ningrat yang merupakan putra dari Pangeran Alibassa 1, Sultan Gebang yang masih ada hubungan dengan Kesultanan Cire- . Komunitas ADS didirikan oleh Madrais dimaksudkan sebagai sikap per- lawanan terhadap VOC pada tahun 1840. Komunitas yang sering dikenal dengan sebutan ADS ini merupakan komunitas yang di dalamnya beranggotakan orang- orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan nasionalisme serta mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya. ADS ini sebenarnya sudah ada di Indonesia sebelum agama-agama asing masuk ke Indonesia, seperti agama , Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, Konghucu. Bahwasanya ADS merupakan cagar budaya, bukan aliran agama tetapi bisa diidentifikasikan sebagai penghayat religi-budaya setempat. Semboyan mereka: “Semua umat Tuhan, sepengertian tapi bukan sepengakuan”, artinya sekalipun tidak sepengakuan tetapi bisa sepengertian, walaupun tidak sama keyakinan namun dapat saling mengerti. Oleh karena itu orang-orang penghayat ADS ini tidak membedakan agama lain seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Budha, Hindu, Konghucu bahkan non-agama sekalipun karena komunitas selain merupakan religi budaya juga lebih mendasarkan diri pada ma- salah kemanusiaan. Walaupun, Komunitas ADS sudah muncul sebelum Indonesia merdeka, keberadaan mereka belum diakui oleh pemerintah sampai sekarang ini sebagai suatu komunitas religi yang ada di Indonesia. Maka dari itu Komunitas ADS ini melakukan berbagai upaya agar keberadaan mereka diakui oleh pemerintah. Upaya Advokasi Komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan dari negara telah dilakukan sejak zaman kepemimpinan Presiden Soekarno hingga sampai saat ini. Respon yang paling mendukung ialah Gusdur, ia sangat memperdulikan masyara- kat-masyarakat yang termarjinalkan terutama soal kepercayaan lokal yang ada di Indonesia.

Page 1 of 203

Hal-hal yang diupayakan oleh komunitas ADS yaitu menuntut haknya agar ter- penuhi sesuai dengan UUD 1945. Upaya-upaya dilakukan melalui jaringan-jarin- gan yang mendukung ADS agar mendapat pengakuan dari negara, seperti jarin- gan dengan Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI), Badan Kongres Ke- batinan Indonesia (BKKI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jarin- gan Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Selain melakukan jaringan dengan ali- ansi lain, Komunitas ADS juga pernah mendatangi gedung parlemen DPR, hingga berkunjung ke kantor Komnas HAM untuk menuntut hak mereka sebagai warga Negara Indonesia. Komunitas ADS melakukan upaya ini agar hak sipil mereka se- bagai warga negara dapat mereka rasakan juga seperti akte kelahiran, pencantu- man agama Sunda Wiwitan di KTP, administrasi dalam perkawinan dan lain-lain. Namun upaya yang mereka lakukan belum mendapatkan respon yang positif dari pemerintah. Penulis lebih memfokuskan pada upaya-upaya yang dilakukan oleh komunitas ADS agar mendapat pengakuan dari negara khususnya hak-hak administratif. Hak-hak yang belum terpenuhi terbut membuat masyarakat komunitas ADS merasa terdiskriminasi oleh pemerintah. Mereka sebagai warga negara Indonesia telah melaksanakan kewajibannya sebagai wargan negara Indonesia tetapi belum memperoleh haknya yang sesuai. Oleh karena itu, upaya-upaya akan terus dilakukan oleh masyarakat komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan yang berupa bentuk respon dari masyarakat. Profil ADS Komunitas ADS merupakan kepercayaan pada sejumlah masyarakat Sunda yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan ini. Kepercayaan masyarakat Sunda ini sebenarnya bukan hanya terdapat pada daerah Kecamatan Cigugur saja, tetapi juga tersebar pada masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, maupun di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Namun di sini penulis lebih meneliti komunitas ADS yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan karena merupakan tonggak awal perkembangan ADS ini. Batasan-batasan wilayah Kecamatan Cigugur ini pada bagian timur wilayah adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kramat- mulya. Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Kuningan, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kadugede. Kemudian, secara admin- istratif pula daerah ini berbatasan dengan sebelah utara yaitu Kabupaten Cirebon. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Brebes. Di sebelah se- latan yaitu Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap. Dan di sebelah barat ber- batasan dengan Kabupaten Majalengka.

Page 2 of 203

Gambar 1. 1Peta Letak Cigugur, Kuningan

Sumber: www.google.com

Letak geografis Kecamatan Cigugur sendiri yang berada di dataran tinggi menjadi- kan penduduk sekitar berprofesi sebagai petani. Hal ini terlihat dari lingkungan sekitar yang banyak di kelilingi oleh sawah-sawah milik penduduk sekitar. Tidak hanya itu, keadaan geografis pada dataran tinggi ini menjadikan penduduk sekitar mempunyai usaha peternakan seperti peternakan sapi perah, domba, ayam, mau- pun babi. Profesi lain yang terlihat di sekitar juga terdapatnya banyak tambak ikan mas, ikan nila, maupun ikan gurame. Dari sinilah upacara adat yaitu Upacara Seren Taun diadakan sebagai ungkapan syukur masyarakat sekitar atas hasil panen yang baru dilewati serta memohon berkah dan perlindungan kepada Tuhan pada musim berikutnya. Komunitas ADS sendiri merupakan Cagar Budaya di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Hal ini disepakati oleh orang awam sebagai dasar-dasar religiositas adat karuhun Sunda dengan sebutan Pikukuh Tilu atau Tri Tangtu yang berarti kesatuan tiga.1 Kepercayaan ini dahulunya didirikan oleh Pangeran Madrais Ali- bassa Kusuma Wijaya Ningrat yang masih mempunyai ikatan dengan Kasultanan Cirebon. Ia mendirikan Kepercayaan ADS ini sebenarnya dengan maksud untuk membangkitkan kesadaran masyarakat dalam melawan penjajahan Belanda dengan sistem perdagangan VOC. Namun oleh karena dirasa mengancam sistem tersebut, akhirnya Pangeran Madrais ini pernah ditangkap dan dibuang oleh Bel- anda ke Boven Digul Papua Barat pada tahun 1901.

1 Selu Margaretha Kushendrawati, Komunitas Agama Djawa-Sunda: Sebuah Fenomena Religiosi- tas Masyarakat di Kuningan-Jawa Barat. (Jakarta : Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Penge- tahuan Budaya, Universitas Indonesia, 2010)

Page 3 of 203

Gambar 1. 2 Upcara Adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan

Sumber: www.google.com

Kepercayaan ADS ini juga pada perkembangannya seringkali disejajarkan dengan ajaran keagamaan. Kepercayaan ini mengajarkan bagaimana setiap orang mem- iliki rasa kepribadian dan persatuan bangsa yang tinggi. Karena itu, ajaran ini sem- pat dibubarkan pada masa Indonesia dalam transisi dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru pada masa kepemimpinan Pangeran Tedja Buwana. Masyarakat yang mengikuti ajaran ini juga dianjurkan pemerintah untuk masuk kesalah satu agama seperti agama Islam, Kristen, Hindu, maupun Budha karena dianggap se- bagai masyarakat yang menganut agama baru selain agama-agama yang telah diresmikan oleh negara. Uniknya, sampai saat ini pun sebagian dari mereka tetap ada yang berpendirian teguh dalam menganut kepercayaan ADS ini. Upaya Legitimasi Administratif Hak Sipil Setelah kita membaca terkait dengan profil dari ADS pembahasan selanjutnya ialah terkait dengan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh komunitas ADS untuk mendapatkan sebuah pengakuan tentang hak administratif mereka sebagai warga Indonesia. Sunda wiwitan sebenarnya merupakan sebuah wujud dari kepercayaan yang dianut oleh para penghayat dari kepercayaan leluhur nusantara, pengahayat di Indonesia sendiri banyak sekali ragamnya dari setiap daerah yang masing- masing penghayat tersebut juga melakukan dan menginginkan upaya pengakuan dari negara khususnya hal administratif. ADS sendiri sebenarnya pada mulanya merupakan sebutan dari para kolonial Belanda kala itu. Kolonial Belanda sengaja menyebut sunda wiwitan dengan sebutan ADS karena pada saat itu, terjadinya politik adu domba yang akan menimbulkan perpecahan diantara umat beragama. Sementara dari komunitas ADS sendiri, menyebut diri mereka sebagai sunda wiwitan, dimana sunda wiwitan ini di cetuskan oleh pangeran Madrais kala itu. Berikut ini merupaka skema dari komunitas ADS :

Page 4 of 203

Skema 1. 1 Upaya Pengakuan ADS

Agama Le- luhur Nusantara Kolonial Belanda

Sumber : Analisis Penulis (2016)

Berangkat dari politik adu domba, sebenarnya saat inipun komunitas ADS merasa masih ada diskriminasi oleh pemerintah Indonesia. Dapat disebut sebagai diskrimi- nasi karena terdapatnya jarak perbedaan dalam mendapatkan persamaan hak dan tanggung jawab diantara warga negara terutama diskriminasi yang dirasakan oleh kalangan penganut religi lokal seperti komunitas ADS. Diskriminasi-diskriminasi tersebut dirasakan dalam hal-hal administratif seperti, tidak tercantumnya agama pada kolom Kartu Tanda Penduduk mereka. Bukti administratif warga sipil yang dianggap membedakan seseorang atau masyarakat etnis Sunda yang memeluk keyakinan Sunda Wiwitan dan non-Sunda Wiwitan (penganut agama umum seperti Islam, Kristen, dll.) ialah bahwa pada kolom agama di Kartu Tanpa Penduduk tidak tercantum agama semit atau agama yang datang dari ‘luar’ (negeri). Kondisi ini juga terjadi pada “agama-agama adat” Nusantara seperti parmalim, pelebegu, , kejawen, aluk ta dolo, dsb. Hal ini berkaitan dengan UU Administrasi Kependudukan No. 23 tahun 2006. Berdasarkan UU tersebut dikenal istilah golongan “penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa” yang dibedakan dari golongan sosial “penganut agama” versi pemerintah. Penghayat Kepercayaan adalah istilah singkat bagi kaum Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 37 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Bab I pasal 1 ayat 19 dikatakan, “Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selanjutnya disebut penghayat kepercayaan, adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.” Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan peraturan tersebut di atas pada Bab I pasal 1 ayat 18 dijelaskan: “Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap

Page 5 of 203

Tuhan Yang Maha Esa serta pengalaman budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia.”2 Selain dari KTP juga masih banyak hak-hak administratif yang tidak dapat dipenuhi oleh masyarakat komunitas ADS antara lain dipersulit dalam pembuatan kartu keluarga (KK), tidak diberikannya surat nikah oleh kantor catatan sipil, tidak adanya akte kelahiran bagi anak dari pasangan sah diantara mereka, kosongnya nilai agama pada raport sekolah dan sebagainya. Menurut komunitas ADS hal-hal tersebut membuktikan sebagai tindakan diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan dengan agama-agama resmi lainnya yang ada di Indonesia. Dengan adanya diskriminasi tersebut maka akan sulit pula bagi mereka, untuk mendapatkan hak-hak sebagai warga Negara Indonesia. Dalam komunitas Sunda Wiwitan sebagai warga negara Indonesia yang telah menjalankan kewajibannya hal yang paling dirasakan ialah, sulitnya akses dalam memperoleh hak-hak sipil mereka. Gambar 1. 3 Pengkosongan kolom agama pada KTP

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Oleh sebab itu, komunitas ADS sejak berdiri pada zaman Pangeran Madrais hingga sampai saat ini terus melakukan upaya legitimasi administratif hak sipil yang sesuai sebagai warga negara. Beberapa diantaranya yang dilakukan para penganut religi lokal sejauh ini sebatas pada upaya-upaya melakukan dialog dengan pihak KOMNAS HAM, mengajukan gugatan hukum ke PTUN tentang ketidakmauan kantor cacatan sipil mencatatkan peristiwa hukum (perkawinan) masyarakat penghayat, dialog bersama antar umat beragama, adat dan kepercayaan serta kegiatan-kegiatan seremonial yang bersifat cultural spiritual local seperti upacara seren taun, hajat bumi, pesta laut, ngalaksa dan sikap-sikap arif lainnya dalam konteks untuk menunjukkan toleransi yang nyata di masyarakat kita yang pluralis ini.3

2 Ira, Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum di UNPAR Bandung, 2014, hlm.10 3 Ira, Indrawardana, Dimensi Agresivitas Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Atas Diskriminasi Agama Oleh Negara, 2004, Bandung hlm. 5

Page 6 of 203

Selain itu, komunitas ADS juga menjalin hubungan dengan jaringan-jaringan yang memiliki satu pemahaman tentang kepercayaan atau kebatinan dalam upaya pengakuan untuk mendapatkan hak-hak sipil sebagai warga Negara Indonesia. Bagi mereka hal tersebut begitu penting, sebagai suatu jaminan di kehidupan mereka mendatang. Jaringan-jaringan pendukung komunitas ADS diantaranya, Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Jaringan-jaringan tersebut merupakan usaha da- lam pencapaian tujuan mendapatkan kemudahan hak sipil masyarakat komunitas ADS. Mulanya, jaringan tersebut bekerjasama dengan Sunda Wiwitan atas dasar kepercayaan dan pemahaman yang sejalan. Seperti, jaringan BKKI yang merupa- kan jaringan yang pertama bekerjasama dengan Sunda Wiwitan. Seperti yang di- tuturkan oleh Pangeran Gumirat:

Kami sudah berusaha melakukan upaya-upaya advokasi tersebut dari masa pemerintahan Soekarno, pada awalnya kami mendapatkan dukungan dari BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) yang dida- lamnya tedapat agama-agama leluhur seperti, Kejawen, Parmalin Kharin- gan, untuk menyejajarkan hak kami.4

Dalam penjelasannya, dijelaskan pula bagaimana komunitas ADS berusaha sekuat tenaga dengan memberikan surat kepada pemerintah terkait keinginan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan kesejajaran, mengadakan musya- warah internal, dan melaksanakan seminar terkait dengan Sunda Wiwitan. Keingi- nan mereka sendiripun sangat bepatokan dengan harapan mendapatkan hak se- bagai warga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Mereka melakukan guga- tan action terhadap ketidak adilan yang dilakukan Negara terhadap komunitas mereka. Gambar 1. 4 Wawancara dengan Pangeran Gumirat

Sumber: Dokumen Pribadi (2016)

4 Wawancara dengan Pangeran Gumirat, Tgll 04 November 2016, Pukul 14:33 WIB

Page 7 of 203

Meskipun, upaya-upaya tersebut telah dilakukan sejak lama, namun dampak yang dirasakan oleh komunitas ADS sangat sedikit. Hanya saja, pemerintah mem- berikan perhatian berupa dana perbaikan terhadap bangunan adat komunitas ADS, karena bangunan-bangunan dari komunitas ADS merupakan sebuah cagar budaya yang di sebut sebagai paseban. Sementara itu, pada permasalahan hak sipil belum ada dampak yang dirasakan oleh komunitas ADS. Mereka masih san- gat sulit dalam mendapatkan akses jaringan yang tekait dengan hak-hak sipil mereka. Misalnya, ketika mereka ingin melaksanakan pernikahan sesama Sunda Wiwitan dan ingin mendapatkan surat atau akte pernikahan yang resmi dari catatan sipil, untuk mendapatkannya maka mereka melaksanakan pernikahan ter- sebut dengan cara memanipulasi kepercayaan ke dalam salah satu induk agama resmi ketika pernikahan tersebut berlangsung, ketika telah selesai pernikahan maka, mereka kembali menjadi penghayat Sunda Wiwitan. Hal yang dilakukan mereka semata-mata hanya ingin mendapatkan suatu pengakuan dan kesejajaran hak sipil. Tetapi tidak semua masyarakat komunitas ADS melakukan hal tersebut, mereka tetap berpegang teguh pada kepercayaannya sebagai penghayat Sunda Wiwitan. Dalam melaksanakan pernikahan, tetap sesuai dengan adat dan cara yang dimiliki masyarakat komunitas ADS walaupun pada nantinya mereka tidak akan mendapatkan hak sipil seperti akte atau surat pernikahan dari catatan sipil. Upaya-upaya yang dilakukan masyarakat komunitas ADS ini akan terus berjalan hingga mendapatkan pengakuan yang sama sebagai warga negara terutama dalam hak administratif. Keberadaan komunitas masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang masih cenderung tereliminasi secara kehidupan sosial, terutama pendiskriminasian mereka dalam kebijakan- kebijakan publik, maka pihak pemerintah harus lebih arif melihat upaya-upaya mereka dalam memperjuangkan penyetaraan hak-hak sipilnya, sebagaimana dijelaskan dalam UUD’45 pasal 28 ayat 1 bahwa semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Hal ini mengingat bahwa keberadaan masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa cenderung bukan sebagai suatu upaya penformalitasan religi tapi menekankan pada sikap dan gerakan moral manusiawi untuk mempertahankan kepribadian bangsa, yang berdasar pada nilai-nilai luhur bangsa Indonesia (berdasarkan warisan nenek moyangnya). Oleh karena itu perlu adanya ketegasan dari pihak pembuat kebijakan khususnya badan-badan legislatif dan eksekutif untuk memberikan keleluasaan ruang gerak masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai bagian dari masyarakat religius adat bangsa Indonesia yang berdasarkan pada religi lokal, berupa dihilangkannya pendiskriminasian masalah sosial dan pelegitimasian hak-hak sipilnya dalam setiap dinamika kehidupan masyarakatnya.5 Kesabaran Revolusioner Pada tahap kesabaran revolusioner ini, sangat berkaitan dengan gerakan sosial masyarakat Sunda Wiwitan. Seperti yang diungkapkan Giddens, gerakan sosial dilakukan dan ditandai dengan tujuan atau kepentingan bersama6, dalam hal ini

5 Ira, Indrawardana, Reposisi Pemahaman Agama dan Kepercayaan dalam konteks Kebudayaan dan Kebangsaan, 2002, Bandung, hlm. 6 6 Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia, 2000), hlm.195

Page 8 of 203 ialah upaya legitimasi hak sipil masyarakat Sunda Wiwitan. Selain itu, gerakan so- sial dilakuakan dengan deadanya tujuan jangka panjang, yaitu untuk mengubah atau mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya.7 Upaya- upaya yang dilakukan oleh komunitas ADS untuk mendapatkan pengakuan administratif hak sipil telah banyak dilakukan, dimulai dari adanya penyampaian surat, musyawarah internal dan diskusi-diskusi dengan berbagai jaringan yang memiliki satu pemahaman dan dengan anggota-anggota legislatif yang berkaitan dengan hak administratif. Untuk melakukan upaya dalam teori gerakan sosial yang ditulis Donatella Della dan kawan-kawan yaitu : Building or reproducing identities is an important component of the processes through which individuals give meaning to their own experiences and to their transformation over time.8 Hal diatas menjelasakna membangun atau mereproduksi identitas merupakan komponen penting dari proses melalui makna individu atau memberi makna pada pengalaman mereka sendiri dan untuk mereka bertransformasi dari waktu ke waktu. Untuk melakukan upaya pengakuan ADS harus membangun identitas agae memiliki makna yang jelas. Upaya yang sudah dilakukan sejak berdirinya komunitas ADS sampai dengan saat ini belum dapat dikatakan berhasil tetapi sudah ada respon yang muncul dari pemerintah. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa lebih baik masyarakat kaum penghayat berlindung pada salah satu agama induk yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Budha dan lainnya) agar tetap mendapatkan hak administratif sebagai warga negara Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak ditanggapi oleh masyarakat komunitas ADS, karena menurut mereka keutuhan tradisi jauh lebih penting dari sekedar kebutuhan administrasi, walaupun sampai saat ini masih terjadi diskriminasi sistemik terhadap komunitas kaum penghayat. Keutuhan tradisi masyarakat komunitas ADS akan terus mereka junjung tinggi, karena mereka akan selalu hidup dengan dasar kebudayaan adatnya, tanpa harus memaksakan kepada masyarakat lain. Dengan dasar keyakinan “agama adat” kesukubangsaanya itu, maka mereka akan menjaga tatanan budaya bangsa dari pengaruh-pengaruh negatif budaya dan ajaran bangsa lain yang tidak sesuai dengan Pancasila. Adanya hukum adat perkawinan, kematian dan siklus ke- hidupan yang terus dikukuhkan dalam sistem perilaku sehari-hari, maka ketahanan budaya mereka akan menjadi modal kuat dalam menjaga ketahanan budaya bangsa Indonesia. Kedua, kaum penganut agama adat leluhur itu bi- asanya mereka lebih mengenal alam dan lingkungannya yang berdasarkan sistem kosmologis kepercayaan mereka akan selalu dijaga dari kerusakan-kerusakan aki- bat ulah keserakahan perilaku manusia dalam mengekploitasi sumberdaya alam. Dengan demikian, alam nusantara yang pada akhir-akhir ini mengalami degradasi lingkungan seperti gundulnya hutan-hutan tropis, punahnya beberapa vegetasi dan biota khas Indonesia, rusaknya alam karena polusi dan eksplorasi mineral

7 Ibid, hlm. 195 8 Donatella, Della, dkk, Social Movements : An Introduction, (Australia: Blackwell Publishing, 2006), Part 4 : Collective Action and Identity, hlm. 91

Page 9 of 203 yang berlebihan diharapkan kembali lestari seandainya ruang hidup dan “ke- merdekaan hak-hak sipolekbud mereka” dilindungi dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang jelas dan tegas.9 Adanya praktek-praktek aparat pemeritahan yang melakukan upaya diskriminatif terhadap kaum penghayat baik berupa kebijakan yang tidak jelas dan pelayanan publik yang tidak adil terkait perlindungan hak-hak sipil mereka (kaum penghayat adat ataupun kepercayaan organisasi) menunjukkan perjuangan bangsa ini dalam menegakkan pancasila sebagai Ideologi Negara masih “belum harga mati” alias “belum tuntas”.10 Hal inilah yang membuat masyarakat komunitas pengahayat terus melakukan upaya dari adanya tindakan diskriminatif yang dilakukan oleh pemerintah. Selain upaya-upaya yang telah disebutkan pada subbab sebelumnya yaitu dengan membentuk jaringan-jaringan yang memiliki satu pemahaman dengan komunitas pengahayat yang diantara lain adalah Badan Kongres Kebati- nan Indonesia (BKKI), Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB). Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) adalah sebuah organisasi yang terbentuk pada tahun 1955 yang diawali dengan pertemuan para tokoh kebathinan yang ada di seluruh Indonseia. Fungsi dari BKKI ini adalah untuk sebagai wadah para komunitas pengahayat yang ada di Indonsia. Wadah tersebut digunakan untuk berdiskusi mengenai keberadaan dan perlindungan komunitas pengahayat di Indonesia serta untuk melakukan upaya pengakuan atau legitimasi dari pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, komunitas ADS pun ikut bergabung kedalam BBKI untuk menjalin jaringan dan komunikasi yang berkaitan dengan kebathinan. Hal tersebut seperti apa yang dituturkan oleh Pangeran Gumirat:

Kita juga bekerja sama dengan berbagai organisasi, seperti BKKI yang upayanya melalui kongres, untuk share atau mencari solusi untuk mengupayakan hak-hak hidup sebagai warga negara.11

Selain menjalin jaringan dengan BKKI, komunitas ADS juga menjalin jaringan dengan Aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika (ANBTI) yang berdiri pada tahun 2006 dan berfokus pada isu-isu kebhinakaan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. ANBTI berusaha memperjuangkan hak-hak agama minoritas yang tidak tercatat dalam kolom agama di KTP, sama halnya dengan upaya yang dilakukan oleh komunitas ADS. Perjuangan ANBTI adalah mempertahankan warisan budaya bangsa dengan berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan empat pilarnya, yakni UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Merah Putih. Perjuangan pokok adalah menjadikan Pancasila sebagai rumah bersama bangsa Indonesia. Yang penting adalah penghargaan atas keberagaman masyakat Indonesia dengan segala kearifan lokalnya. Sesuai dengan tujuan dari komunitas ADS untuk terus mempertahankan warisan budaya, untuk itu mereka

9 Ira, Indrawardana, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, Bandung, hlm.11 10 Ibid, hlm.12 11 Wawancara dengan Pangeran Gumirat, tanggal 04 November 2016, Pukul 14:36 WIB

Page 10 of 203 bergabung dan menjalin jaringan kepada ANBTI.12 Berikut pernyataan yang dikemukakan oleh Bapak Dodo:

Bentuk-bentuk upaya yang kita lakukan yaitu berdialog atau menjalin jaringan dengan ANBTI, adanyaa komunikasi dengan komunitas lain agar kita dapat diakui dan mendapatkan keabsahan sebagai keyakinan dan memiliki hak administratif yang akan berdampak pada anak.13

Gambar 1. 5 Wawancara dengan Bapak Dodo

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS lainnya yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan (ORMAS) independen yang anggotanya terdiri dari komunitas-komunitas masyarakat adat dari berbagai pelosok nusantara. Aliansi ini dimaksudkan sebagai wadah perjuangan masyarakat adat untuk menegakkan hak-hak adatnya, eksistensinya dan kedaulatan dalam mengatur dirinya sendiri. “Pandangan Dasar Kongres Masyarakat Adat Nusantara 1999 tentang Posisi Masyarakat Adat terhadap Negara” telah menegaskan bahwa masyarakat adat yang menjadi anggota AMAN adalah komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul leluhur secara turun-temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.14 AMAN berkaitan dengan hak-hak adat, yang sama dimiliki oleh komunitas ADS untuk terus mempertahankan hak-hak adat yang dimilikinya seperti upacara seren taun agar tetap dapat bereksistensi sebagai masyarakat adat nusantara yang ada di Indonesia.

12 http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2014/11/06/303696/agama-di-ktp-dikosongkan- tidak-selesaikan-masalah diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 12:45 WIB 13 Wawancara dengan Bapak Dodo pada tgl 05 November 2016, Pukul 11.00 WIB 14 https://www.tempo.co/topik/lembaga/4/aliansi-masyarakat-adat-nusantara-aman diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 12:48 WIB

Page 11 of 203

Yang terakhir yatu jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS adalah Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (JAKATARUB), bertujuan untuk menghadirkan toleransi dan kerukunan antar umat beragama dengan pengenalan yang mendalam antar satu sama lain. Jaringan ini menekankan pergerakannya pada bidang budaya dan penguatan kesadaran masyarakat. JAKATARUB bersifat independen, tidak berafiliasi dengan partai politik atau ada di bawah lembaga lainnya.15 Di dalam komunitas ADS toleransi yang tercipta sangat tinggi, mereka dapat hidup berdampingan dengan agama-agama resmi yang ada di Indonesia bahkan dalam satu keluarga. Menjadi hal biasa apabila dalam satu keluarga terdiri dari multi agama atau banyak agama seperti dalam sebuah keluarga sang ayah seorang penghayat, ibu beragama katholik dan anak-anaknya ada yang beragama islam atau yang lainnya. Adanya keragaman dan perbedaan tersebut menjadikan masyarakat komunitas ADS memiliki rasa toleransi dan hidup rukun antar umat beragama. Dari sumber yang kami peroleh tidak pernah ada konflik antar penghayat dengan agama-agama lainnya yang ada di Desa Cigugur, mereka hidup saling berdampingan, menghargai dan menghormati. Hal tersebut dapat diketahui ketika ada upacara atau perayaan seren taun, tidak hanya komunitas ADS saja yang merayakan tetapi seluruh masyarakat Desa Cigugur yang terdiri dari multi agama. Dari penjelasan sebelumnya mengenai jaringan-jaringan yang dijalin oleh komunitas ADS untuk mengupayakan segala upaya yang diusahakannya. Banyak lagi jaringan-jaringan yang dijalin terkait dengan pemahaman yang sama dengan komunitas ADS sebagai penghayat. Menjalin jaringan-jaringan juga merupakan sebuah upaya yang telah dilakukan oleh komunitas ADS agar mendapatkan pengakuan dan hak administratif sebagai warga negara oleh pemerintah Indonesia. Dengan melakukan upaya-upaya untuk mendapatkan pengakuan hak administratif sebagai warga bangsa Indonesia serta menjalin jaringan-jaringan dengan berbagai organisasi yang memiliki satu pemahaman dengan aliran kebathinan atau kepercayaan. Masyarakat komunitas ADS mulai merasakan adanya respon dari upaya-upaya yang telah dilakukan sejak zaman kepemimpinan Pangeran Madrais hingga sampai saat ini. Walaupun respon pemerintah tersebut lambat tapi pasti, memag komunitas ADS atau komunitas penghayat lainnya membutuhkan dan harus memiliki kesabaran. Kesabaran yang disebut sebagai kesabaran revolusioner yaitu kesabaran yang membutuhkan waktu hingga puluhan tahun dan dapat memperoleh hasil. Seperti yang telah dituturkan oleh Ibu Dewi Kanti mengenai kesabaran revolusioner : Respon pemerintah terhadap kami, bagi kami lambat tapi pasti. Kami merasakan upaya-upaya yang telah kami lakukan. Bagi komunitas seperti kami memang membutuhkan kesabaran revolusioner. Membutuhkan kesabaran puluhan tahun yang luar biasa. Sekecil apapun langkah kami setidaknya sampai tahun 2016 ini kami telah berhasil mendorong sampai tingkat presiden untuk membuat satgas kebhinekaan.16

Kesabaran revolusioner yang telah dilakukan oleh komunitas ADS, sehingga mendapat respon dari pemerintah yang berupa membuat Satgas Kebhinekaan

15 http://jakatarub.org/ diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 13:00 WIB 16 Kuliah Umum Ibu Dewi Kanti di Paseban Desa Cigugur, Kuningan pada tgl 5 November 2016 Pukul 14:15 WIB

Page 12 of 203 dengan tujuan agar dapat melindungi warga negara yang menganut kepercayaan terhadap leluhur tidak hanya kepada Sunda Wiwitan tetapi untuk semua penghayat. Tidak hanya hal tersebut respon dari pemerintah, tetapi bermacam- macam menurut komunitas ADS, yang membuat komunitas ADS rawan utnuk di diskriminasi lagi. Hal tersebut dapat diketahui bahwa masalah administrasi tentang perkawinan sudah di diskusikan sampai ke Mahkamah Konstitusi. Kesejajaran yang pasti antara hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia, masih menjadi polemik yang di alami oleh komunitas ADS. Beberapa respon yang muncul dari pemerintah tidak membuat masyarakat komunitas ADS mengehentikan upaya-upaya yang dilakukannya. Mayarakat komunitas ADS terus mengupayakan hak-hak administratif, selain dengan upaya-upaya yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Terdapat rekomendasi-rekomendasi yang telah diakukan oleh komunitas ADS kepada pemerintah Indonesia diantaranya se- bagai berikut : Skema 1. 2 Rekomendasi Komunitas ADS Kepada Pemerintah

Sumber : Hasil Analisis Penulis (2016)

Rekomendasi yang disampaikan masyarakat komunitas ADS kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pengakuan administratif hak sipil dimaksud agar mempermudah pemerintah mengetahui apa yang diinginkan dari masyarakar komunitas ADS serta para pengahayat lainnya. Rekomendasi yang pertama yaitu mengenai Sosialisasi Keputusan MK No. 140/PUU-VII/2009 yang berisi : UU Pencegahan Penodaan Agama tidak menentukan pembatasan kebebasan beragama, akan tetapi pembatasan untuk mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama serta pembatasan untuk melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama yang dianut di Indonesia.

Page 13 of 203

Umumnya UU PNPS Nomor 1 Tahun 1965 ini dianggap tidak melakukan diskriminasi dan pembatasan berdasarkan penafsiran pasal 1 Pancasila yang menekankan penyelenggaran pemerintahan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan pasal 29 ayat (1) UUD 1945 bahwa Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sehingga tidak ada ruang bagi kepercayaan di luar “yang percaya pada Tuhan” dan ateisme. Kecenderungan penafsiran itu juga dapat dilihat dalam pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan, TAP MPR IV/MPR/1978 tentang GBHN, Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054 tanggal 18 November 1979, dan Keputusan Jaksa Agung RI Nomor KEP-108/J.A/5/1984. Intinya, peraturan-peraturan itu menganggap bahwa aliran kepercayaan bukanlah agama (maupun agama baru) sebagaimana diatur dalam UU PNPS.17 Dari adanya keputusan MK ini masyarakat komunitas ADS memberi saran kepada pemerintah agar melakukan sosialisasi terhadap keputusan MK tersebut. Rekomendasi yang kedua yaitu mengenai Kurikulum Pendidikan Agama Leluhur, secara formal memang kurikulum agama leluhur tidak ada di sekolah. Bagi anak-anak yang masih sekolah dan merupakan seorang penghayat di sekolah harus mengikuti salah satu pelaran agama resmi karena tidak ada pelajaran dari agama leluhur atau mereka tidak mengikuti pelajaran agama manapun, sehingga pada akhirnya dalam raport pada mata pelajaran agama tidak ada nilai yang tercantum atau kosong, yang dapat menyebabkan akumulasi nilai siswa menjadi berpengaruh apabila di rata-rata. Oleh karena itu, kurikulum pendidikan agama leluhur masyarakat komunitas ADS rekomendasikan agar dapat dipelajari dan memiliki nilai oleh siswa komunitas ADS ataupun pengahayat lainnya. Rekomendasi yang ketiga yaitu pemutihan akte kelahiran yang dimaksudkan agar anak-anak komunitas ADS memiliki akta kelahiran yang resi dari catatan sipil. Di dalam akte kelahiran juga dapat tertera nama kedua orangtua, tidak hanya seperti sebelumnya yang tercantum hanya nama dari bapak atau ibu saja yang menganut agama resmi. Sama halnya dengan rekomendasi Pembuatan Masal Akta perkawinan Adat, agar masyarakat komunitas ADS yang ingin melangsungkan pernikan dapat dicatat di catatn sipil dan melaksanakan pernikahan secara adat masyarakat komunitas ADS. Upaya-upaya dengan memberikan rekomendasi tersebut diharapkan dapat mem- berikan kesempatan terhadap komunitas Sunda Wiwitan dalam memperoleh kese- jajaran dan mendapatkan hak-hak sipil mereka. Hal tersebut dirasa perlu mereka lakukan, Karena hal ini berpengaruh tehadap kehidupan mereka dimasa menda- tang sebagai jaminan warga Negara. Walaupun sebenarnya, sampai sekarangpun upaya-upaya tersebut tak jarang mendapatkan penolakan-penolakan dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Penutup Keberadaan para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di In- donesia masih banyak mengacu pada beberapa kategori penganut sistem keya- kinan baik yang berdasar pada agama-agama adat leluhur suku-suku bangsa, maupun ajaran-ajaran tuntunan hidup para tokoh pendiri dari organisasi ke- percayaan. Keberadaan kaum penghayat kepercayaan ini pada hakikatnya adalah

17 http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk2009_140.pdf diakses pada tgl 25 November 2016 Pukul 13:35 WIB

Page 14 of 203 para warga bangsa Indonesia yang menjadikan nilai-nilai luhur budaya bangsa In- donesia yang notabene terkristalisasi dalam Pancasila sebagai Ideologi Negara.18 Sunda wiwitan sebenarnya merupakan sebuah wujud dari kepercayaan yang dia- nut oleh para penghayat dari kepercayaan leluhur nusantara, pengahayat di Indonesia sendiri banyak sekali ragamnya dari setiap daerah yang masing-masing penghayat tersebut juga melakukan dan menginginkan upaya pengakuan dari negara khususnya hal administratif. Keberadaan komunitas masyarakat Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang masih cenderung tereliminasi secara kehidupan sosial, terutama pendiskriminasian mereka dalam kebijakan-kebijakan publik, maka pihak pemerintah harus lebih arif melihat upaya-upaya mereka dalam memperjuangkan penyetaraan hak-hak sipilnya, sebagaimana dijelaskan dalam UUD’45 pasal 28 ayat 1 bahwa semua warga negara mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Upaya yang sudah dilakukan sejak berdirinya komunitas ADS sampai dengan saat ini belum dapat dikatakan berhasil tetapi sudah ada respon yang muncul dari pemerintah. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa lebih baik masyarakat kaum penghayat berlindung pada salah satu agama induk yang ada di Indonesia (Islam, Kristen, Budha dan lainnya) agar tetap mendapatkan hak administratif sebagai warga negara Indonesia. Tetapi hal tersebut tidak ditanggapi oleh masyarakat komunitas ADS, karena menurut mereka keutuhan tradisi jauh lebih penting dari sekedar kebutuhan administrasi, walaupun sampai saat ini masih terjadi diskriminasi sistemik terhadap komunitas kaum penghayat. Maka dari itu, masyarakat komunitas ADS terus memperjuangkan hak-haknya khususnya hak administratif sebagai warga negara Indonesia.

18 Ira, Indrawardana, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, Bandung, hlm.14

Page 15 of 203

Daftar Pustaka

Sumber Buku Donatella, Della, dkk. 2006. Social Movements : An Introduction, Australia: Blackwell Publishing, Part 4 : Collective Action and Identity Sunarto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta : Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Margaretha, Selu. 2010. Komunitas Agama Djawa-Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat di Kuningan-Jawa Barat. Jakarta : Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia

Sumber Internet www.pikiran-rakyat.com diakses pada tanggal 25 November 2016 https://www.tempo.com diakses pada tanggal 25 November 2016 http://jakatarub.org/ diakses pada tanggal 25 November 2016 http://hukum.unsrat.ac.id/mk/mk2009 diakses pada tanggal 25 November 2016

Sumber Lainnya Ira Indrawardana. 2014. Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum di UNPAR Bandung. Ira Indrawardana. 2004. Dimensi Agresivitas Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Atas Diskriminasi Agama Oleh Negara, Bandung. Ira, Indrawardana. 2002. Reposisi Pemahaman Agama dan Kepercayaan dalam konteks Kebudayaan dan Kebangsaan, Bandung. Ira, Indrawardana. 2014. Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila. Bandung.

Page 16 of 203

Bab 2 Dinamika Kepemimpinan Dalam Komunitas Agama Djawa Sunda Cigugur – Kuningan

Aisyah Puteri Masferisa, Dzaqi Arrafi, Esa Sulistiani, Firda Ayu Putri Fadlilah

Pendahuluan Indonesia memiliki beraneka ragam budaya, suku, bahasa dan juga agama. Di Indonesia terdapat lima agama yang telah diakui oleh negara yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun dalam sejarah persebaran agama di Indo- nesia terdapat beberapa kepercayaan yang ditanamnkan dan hingga kini masih dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia khususnya di pulau jawa. Ajaran ke- percayaan tersebut sering kali dikenal dengan sebutan Agama Djawa Sunda (ADS) atau masyarakat dibeberapa daerah menyebutnya sebagai sunda wiwitan. ADS ini lahir pada tahun 1848 di Gebang, Cirebon Timur. Pendiri ADS adalah Pan- geran Sadewa Madrais Kusuma Wijaya Ningrat. Ia merupakan putra dari Pan- geran Alibassa I, Sultan dari Kasultanan Gebang. ADS seringkali disebut juga se- bagai Madraisme mengingat pendirinya yang bernama Madrais. Kepercayaan ini kemudian berkembang cukup pesat didaerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sekitar tahun 1940-an, tercatat bahwa anggota ADS mencapai sekitar 60.000 orang, sebelum akhirnya ADS ini dibubarkan karena dianggap melawan pemerintah kolonial.19 Selain itu kerpercayaan ini juga ditemukan dibeberapa desa di Provinsi dan Jawa Barat. Seperti di Kanekes, Lebak-Banten, Ciptagelar Banten Kidul, Cisolok-Sukabumi, Kampung Naga-Tasikmalaya dan juga di Cigugur-Kuningan. Dalam hal ini penulis akan menggambarkan bagaimana kepemimpinan Komunitas Penghayat ADS di Cigugur, Kuningan. Tepatnya di wila- yah sekitar Paseban Tri Panca Tunggal yang menjadi pusat kegiatan komunitas pengahayat didaerah ini. Tulisan ini diharapkan mampu menggambarkan sejarah kepemimpinan serta pola kepemimpinan di Paseban Tri Panca Tunggal Cigugur Kuningan. Tulisan ini akan memaparkan bagian-bagian penting yakni antara lain : Pertama,Profil Komunitas ADS. Kedua, Sejarah dan Pola Kepemimpinan ADS. Ketiga, Struktur Kepemimpi- nan. Keempat, Hubungan Kelompok ADS dengan Pemerintah. Kelima, penutup. Keenam, daftar pustaka. Ketujuh, lampiran berupa dokumen doto dan data yang didapatkan. Metodologi penelitian yang digunakan dalam paper ini adalah Metode Kualitatif, yakni observasi dan wawancara mendalam. Observasi dilakukan antara lain pada tanggal 4 dan 5 November 2016. Wawancara pun dilakukan agar data yang didapatkan lebih maksimal dengan 5 (lima) narasumber yaitu, Pangeran Gumirat Barna Alam, Ibu Dewi Kanti Setianingsih, Bapak Kento, Bapak Anda dan Ibu Anda. Profil Komunitas ADS Agama Djawa Sunda adalah sebuah kepercayaan yang dianut oleh sejumlah masyarakat yang tersebar di desa Cigugur, Kuningan. Pada tahun 1848 di tempat ini berdiri sebuah aliran kepercayaan yang dikenal dengan nama Agama Djawa

19 Di akses dari http://m.kompasiana.com/piusnovrin/konsep-tuhan-dalam-agama-djawa- sunda_550ecef4813311c72cbc64a2 pada tanggal 13 Desember 2016 pukul 13.00 WIB

Page 17 of 203

Sunda disingkat ADS atau dikenal pula sebagai Madraisme mengambil nama pendirinya, Pangeran Madrais Alibasa Widjaja Ningrat, yang dipercaya sebagai keturunan Sultan Gebang Pangeran Alibasa I. dari ajaran Pangeran Madrais tersebut yang kemudian terbentuk sebuah komunitas atau paguyuban dimana anggota dari kelompok ini memiliki ikatan batin yang murni dan kuat dan ini dapat terlihat dari bagaimana mereka berkumpul atas dasar kesamaan kepercayaan dan juga karena rasa ikatan batin yang kuat juga keinginan untuk tetap mempertahan- kan kepercayaan dan tradisi warisan leluhur mereka. Dalam ajaran ADS ini mereka tidak memiliki kitab tertulis seperti halnya pengertian agama versi negara, namun dalam melaksanakan hukum kemanusiaan berpedoman pada ajaran yang disebut Tri Tangtu atau Pikukuh Tilu yang berisi Tri Tangtu na raga (naluri, rasa, pikir), kemudian Tri Tangtu nagara (rama, resi, prebu) dan Tri Tangtu di buana (daya, cipta dan karsa). Tiga ketentuan tersebut ada ditulis dalam naskah Sunda buhun Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian dan Amanat Galunggung yang di dalamnya mengandung pesan-pesan moral tentang hubungan manusia dengan Sanghyang Maha Kersa (Tuhan Yang Maha Esa) hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan dengan alam ekologis dan petunjuk untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin.20 Anggota dari Komunitas ADS ini memusatkan kegiatan komunitas mereka di Pa- seban Tri Panca Tunggal, rumah peninggalan Kiai Madrais yang didirikan pada 1860, dan yang kini dihuni oleh Pangeran Djatikusuma beserta keluarganya. Pa- seban ini merupakan benda atau tempat yang kemuudian dijadikan sebagai cagar budaya yang juga merupakan pusat dilaksanakannya kegiatan seren taun masyarakan setempat. Di dalam Komunitas ADS sejak awal mula diajarkannya kepercayaan ini memiliki seorang pemimpin yang menjadi pupuhu atau ketua adat dari komunitas ini. Pemimpin tersebut berawal dari Pangeran Madrais sebagai pendiri atau pencetus dari adanya ADS ini, kemudian tonggak kepemimpinan ADS digantikan oleh Pangeran Tedja Buana, kemudian oleh Pangeran Djatikusuma dan saat ini komunitas ADS dipimpin oleh Pangeran Gumirat Barna Alam. Namun di saat Indonesia dinyatakan merdeka dari penjajahan asing, tepatnya tanggal 21 September 1964, Pangeran Tedjabuana sebagai pimpinan ADS ketika itu terpaksa harus membuat pernyataan bermeterai yang isi pokoknya membubar- kan organisasi ADS, ia dan keluarganya menyatakan diri menjadi penganut Katolik. Selain menandatangani surat tersebut, pimpinan ADS juga meminta para pengikutnya untuk tidak lagi meneruskan organisasi ADS, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Sebagai akibat peristiwa tersebut, terjadilah perpindahan masal para penganut ADS menjadi penganut agama Katolik. Dan dengan demikian pula mulailah kegiatan Gereja Katolik di Cigugur. Di samping melakukan pembinaan nilai-nilai dan cara hidup Katolik, pihak gereja juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan kondisi pendidi-

20 Dikutip dari Makalah ”Perspektif budaya spiritual adat karuhun urang pengahayat kepercayaan terhadap tuhan yang maha esa tentang kepemimpinan bangsa indonesia dalam analisis wacana potret krisis multi dimensi bangsa” oleh Ira Indrawardana, pada tanggal 13 Desember 2016 pukul 15.30 WIB

Page 18 of 203 kan, kesehatan dan ekonomi umat yang mendapat sambutan baik tanpa ada per- soalan yang berarti, baik yang datang dari pemerintah maupun masyarakat setem- pat. Untuk mereka yang hirau dan giat memperjuangkan terwujudnya kerukunan antar umat beragama di tanah air, kisah komunitas religius ADS dari Cigugur memberi ilustrasi, betapa rentan dan sensitifnya akibat sebuah kebijakan negara ketika melakukan intervensi dalam kehidupan beragama. Ada dua kepentingan yang hampir tidak pernahterjalin dengan baik, kepentingan negara dan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat religius lokal seperti para penganut ADS. Hampir semua kebijakan negara yang dibuat dalam kaitan dengan para pemeluk ADS, baik kebijakan pemerintah kolonial Belanda, Jepang, maupun Indonesia, hampir semuanya memihak pada kepentingan negara. Nyaris tidak ada kebijakan negara yang menempatkan kepentingan para penganut ADS sebagai bagian dari publik yang berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan dari negara. Sebagai masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda yang tentunya sama- sama menganut ajaran leluhur Sunda dan kasundaan, seperti halnya masyarakat adat Sunda lainnya yang memiliki beberapa aturan adat sebagai aturan tidak tertulis tetapi dihayati dan dijadikan sebagai pedoman kehidupan sosial dan budaya masyarakatnya. Tetapi ada juga masyarakat atau warga yang terkategorikan penghayat dan bukan termasuk ke dalam komunitas adat dan berada pada kelompok organisasi aliran kebatinan atau organisasi kepeayaan dan perorangan. Suatu pelanggaran yang dilakukan oleh warga komunitas penghayat Sunda Wiwitan dalam lingkungan masyarakat adat biasanya mendapatkan sangsi sosial untuk menyadarkan kembali warganya agar kembali pada perlilaku yang kemanusiaan semestinya sesuai ajaran keyakinannya. Sedangkan bilamana warga penghayat organisasi aliran kebatinan atau organisasi kepercayaan melanggar terhadap aturan organisasinya, maka mereka akan diberi sangsi sesuai AD/ART organisasi dan tidak jarang yang dikeluarkan dari keanggotaan organisasi kepercayaan tersebut. Sejarah Terbentuknya Komunitas ADS Istilah agama sering ditelisik dari kacamata ilmu sosiologi dan antropologi. Kedua cabang ilmu sosial merupakan pisau analisis yang tepat untuk kata agama, karena dikaji dari aktivitas dan kehidupan manusia seharihari secara langsung. Secara sosiologis, Tischler mengemukakan bahwa agama adalah suatu gejala sosial yang bersifat inheren didalam setiap masyarakat yang ada didunia tanpa terkecuali. So- siologi terkemuka dunia barat ini juga menambahkan bahwa agama adalah sistem kepercayaan yang kemudian diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu.21 Ke- lompok melihat ADS dari kacamata sosiologi, dapat disimpulkan bahwasanya ADS adalah sebuah agama. ADS telah melakukan suatu perilaku sosial, jika sosiologi mensyaratkan adanya perilaku sosial, maka ADS telah memenuhi syarat tersebut.

21 Dikutip dari respository.uinjkt.ac.id.Pdf oleh Faturrahman. Dalam uraian Henry L. Tischler da- lam bukunya yang masyhur, Introduction to Sociology, ( Chicago: Holt, Rinehart and Wiston, 1990) hlm.380. Pada tanggal 13 Desember 2016, pukul 14:00 WIB.

Page 19 of 203

Gambar 2. 1 Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Menurut hasil wawancara dengan Ibu Kanti Dewi selaku keturunan dari Pangeran Madrais, Agama Djawa Sunda didirikan oleh Pangeran Madrais. Beliau merupa- kan sosok nasionalis yang ingin mempertahankan tanah air dalam situasi keterja- jahan bangsa. Beliau membangkitkan kesadaran petani untuk berani melawan ter- hadap VOC, namun bukan berdasarkan kekerasan fisik. Saat terjadi perlawanan di Tambun, komunitasnya mengalami kekalahan, sempat ditangkap pula. Pengikut Pangeran Madrais ada 8 yang dihukum gantung namun Pangeran Madrais sendiri berhasil melarikan diri dengan ilmu kanuragannya. Beliau berpandangan bah- wasanya, kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Darisana beliau mulai merefleksikan (menenangkan diri) di kampung susuru, Panawangan Ciamis, dan mendapatkan pewahyuan (petunjuk) untuk melanjutkan gerakan kebudayaan tanpa perlawanan fisik. Sejak saat itu, mulai disusun tulisan atau manuskrip dengan tulis tangan Pangeran Madrais. Manuskrip tersebut bergaya tulisan hana- caraka (aksara sunda) dan berisi tentang ajaran, tuntunan, baik mengenai kesadaran kemanusiaan ataupun kebangsaan. Bagi Pangeran Madrais, syarat mutlak perdamaian didunia, setiap manusia harus menyadari sebagai manusia yang memiliki kesadaran. Karastersistik kesadaran menurut beliau ada 5 point di- antara lain; cinta kasih, welas asih, undak usuk, tatak rama, bahasa. Dengan lima karakteristik tersebut, perdamaian akan terwujud. Sebenarnya hal tersebut adalah konsep tentang kesetaraan antar bangsa sudah beliau pikirkan sebelum PBB dibentuk. Nilai-nilai pluralism sudah diletakan sebagai pondasi di era itu. Semua ajarannya telah dituangkan dalam manuskrip, karena Pangeran Madrais meyakini bahwasanya tinggalan tradisi tulisan itu sangat penting. Dan semua manuskrip itu tersimpan rapih didalam sebuah lemari di Paseban Tri Panca Tunggal, Cigugur Kuningan. 22 Dari hasil wawancara dengan Ibu Kanti Dewi dan beberapa literatur yang ke- lompok baca, dapat disimpulkan bahwasanya sebelum mendirikan Agama Djawa Soenda Pasoendan, Pangeran Madrais terlebih dahulu sibuk mengembara kesana kemari untuk memperdalam pengetahuan dan ilmu kebatinannya. Dalam petualangannya itu, beliau terlibat dalam pelbagai peristiwa yang cukup penting

22 Hasil Wawancara dengan Ibu Kanti Dewi, pada tanggal 5 November 2016. Pukul 10:16 WIB

Page 20 of 203 dan mendasar. Seperti yang telah dipaparkan oleh Ibu Kanti Dewi, salah satu ada- lah keterlibatan Pangeran Madrais dalam sebuah kerusuhan yang dapat dipa- damkan oleh pemerintah Kolonial di Tambun Bekasi pada tahun 1869. Dalam per- istiwa yang berkaitan dengan konflik antara petani dengan tuan tanah tersebut, Pangeran Madrais memiliki peran yang sangat penting karena berperan sebagai otak gerakan dan disebut sebagai Rama Pangeran Alibassa dari Cirebon. Dalam kasus Tambun, sebab yang menjadi faktor pendorong terjadinya peristiwa tersebut adalah penderitaan dan kemelaratan petani akibat pelbagai tindakan tuan tanah Cina yang selalu mengeksploitasi para petani penggarap tanahnya. Sejak beliau diketahui terlibat dalam peristiwa itu, pemerintah kolonial pun mulai memerhatikan Pangeran Madrais beserta keluarganya dengan lebih waspada, dan bahkan, Pan- geran Madrais yang menjadi otak gerakan sosial itu dihukum mati oleh pemerintah Hindia Belanda, meski kemudian hal itu tidak terjadi karena adanya suatu peristiwa yang terjadi di luar batas kewajaran.23 Pasca kejadian tersebut, Pangeran Madrais selalu berpindah-pindah tempat bahkan mengganti namanya. Tidak hanya berkisar di wilayah Jawa bagian barat, namun pelariannya begitu jauh sampai ke wilayah Jawa Timur. Disana, beliau mengganti nama menjadi Gusti Ahmad agar pemerintah kolonial tidak mengendus kehadirannya. Pengembaraan Pangeran Madrais ke sejumlah daerah di tanah Jawa berakhir ketika beliau memiliki niat untuk mempersunting calon istrinya di Cigugur pada tahun 1880-an. Selanjutnya, beliau menghentikan pelariannya dan menetap serta tinggal di sebuah rumah sederhana yang sekarang telah menjadi gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Setelah menetap di Cigugur, Pangeran Madrais mulai meninggalkan kehidupan yang berbau duniawi dan lebih sering mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang-orang yang sudah berusia separuh baya semacam itu seringkali mengedepankan urusan-urusan akhirat ketimbang urusan-urusan dunia. Aktivitas Pangeran Madrais yang dipenuhi dengan kegiatan positif itu mengundang banyak orang untuk belajar ilmu agama kepadanya. Tamu yang datang ke kediaman Madrais awalnya hanya terdiri dari satu dua orang saja, namun lama-kelamaan, orang yang datang ke sana semakin banyak.24 Karena pengikut yang semakin banyak dari hari ke hari, Pangeran Madrais akhirnya berinisiatif untuk membentuk suatu komunitas supaya pengikutnya dapat lebih ter- atur dan terkelola dengan baik. Sekitar tahun 1885, pengikut ajaran Pangeran Madrais terbentuk. Untuk menompang komunitasnya, beliau mendirikan sebuah saung sebagai wadah dalam bercengkrama dengan pengikutnya. Tempat pengajaran yang dibuat Madrais itu dikenal oleh kalangan luas sebagai paguron atau perguruan. Dalam literatur yang penulis baca, hasil penelitian Faturrahman, jadi materi yang diajarkan oleh Madrais di paguron itu pada mulanya hanyalah ilmu pengetahuan keagamaan saja, khususnya agama Islam sehingga kemudian tem- pat itu seringkali disebut pula sebagai pesantren. Dalam perjalanannya, ia mengajarkan seluruh pengetahuannya, termasuk pengetahuan ilmu kebatinan dan

23 Buah pikiran dari penggabungan hasil wawancara dengan literature respository.uinjkt.ac.id.pdf –Faturrahman, hlm. 110 24 respository.uinjkt.ac.id –Faturrahman, op.cit hlm.112

Page 21 of 203 budaya Sunda. Bahkan, kedua bidang yang terakhir ini menjadi materi yang san- gat dominan sekali diajarkan oleh Madrais di kediamannya.25 Dan itu lah asal mua- sal atau sejarah terbentuknya komunitas Agama Djawa Sunda. Pola Kepemimpinan di Komunitas ADS Kepemimpinan berasal dari kata pimpin, yang memuat dua hal pokok yaitu pem- impin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan atau mengatur dan juga menunjukan ataupun memen- garuhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik fisik secara fisik maupun spir- itual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak semua orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya.26 Pola kepemimpinan sendiri memiliki peran penting dalam sebuah kepemimpinan. Pola kepemimpinan sendiri dikembangkan oleh seorang pemimpin. Sejauh mana seorang pemimpin tersebut dapat mengawasi dan memajukan orang yang dipimpinnya. Pola kepemimpinan diartikan sebagai suatu cara penampilan karak- teristik atau tersendiri.27 Berbicara mengenai figur kepemimpinan bermoral yang dapat mengaktualisasi nilai-nilai spiritual menurut presfektif Ajaran Sunda Karuhun Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME. Sebagai “wastu siwong” yang dimaknai sebagai manusia sejati atau dalam ajaran Islam disebut Insan Kamil, atau dalam ajaran Kristen menurut gambaran “Citra Allah”, ajaran Sunda Karuhun dalam menghayati “kemanusiaan dan kebangsaan” lebih menekankan aspek penghayatan makna hidup baik yang tersurat maupun tersirat. Juga menekankan aspek cara-ciri manusia (human character) dan kesadaran diri selaku bangsa (nation character). Dengan pengertian bangsa bikan dalam artian ras atau konsep negara melainkan lebih menggali, mengedepankan substansinya selaku manusia dalam merasakan getaran karakter spiritual tiap daerah, sesuai dengan karakter spiritual yang tumbuh dan berkembang di daerah tersebut. Skema 2. 1 Dinamika Kepemimpinan dan Keberlanjutan Komunitas Pa- seban

Menggali nilai luhur Melembagakan ajaran Pengembangan aja- (tahap awal kristalisasi dan membangun identi- ran ADS (PAKCU

ajaran) tas kelompok (deklarasi DAN AKUR) ADS) Madrais Djatikusuma Tedjabuana

Resistensi Resistensi Pemerintah : penjajah pemerintah Resistensi ke partisipasi Sumber: Analisis penulis (2016)

25 Dikutip dari respository.uinjkt.ac.id.pdf oleh Faturrahman. Dalam uraian Henry L. Tischler da- lam bukunya yang masyhur, Introduction to Sociology, ( Chicago: Holt, Rinehart and Wiston, 1990) hlm.380. Pada tanggal 15 Desember 2016, pukul 00:15 WIB. 26 Dikutip dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34834/4/Chapter%20II.pdf pada tanggal 15 Desember 2016, pukul 00:59 WIB 27 Ibid, hlm.2

Page 22 of 203

Skema diatas menjelaskan tentang pergantian kepemimpinan yang telah berganti sebanyak tiga kali. Dalam komunitas ADS, kepemimpinan telah diganti sebanyak tiga kali. Kepemimpinan tersebut didapati dari garis keturunan laki-laki. Maksud- nya, pemimpin ADS pada periode berikutnya akan dipimpin oleh anak laki-laki dari pemimpin ADS itu sendiri. Kepemimpinan tersebut diganti setelah seorang pem- impin yang menjabat telah wafat. Pergantian pemimpin tersebut mulai dari Pan- geran Madrais, Pangeran Tedja Buana, dan Pangeran Djati Kusuma. Pada saat ini, karena Pangeran Djati Kusuma sudah berusia lanjut, kini sebagian tugasnya diselingi oleh Pangeran Gumirat yakni anak biologis dari Pangeran Djati Kusuma. Bentuk pendidikan atau pembekalan untuk menjadi seorang pemimpin sudah di- ajarkan sejak kecil. Calon pemimpin yang berasal dari garis keturunan laki-laki) dari pemimpin ADS sejak kecil sudah diberikan arahan, bimbingan terkait kepem- impinan yang disesuaikan dengan tingkat usia. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh narasumber kami, yakni Pangeran Gumirat Barna Alam. Be- liau mengatakan bahwa: Pembekalan-pembekalannya aja dari sejak kecil diberikan arahan, diberi- kan bimbingan tapi diseseuaikan dengan tingkatan usia. 28 Selanjutnya pada setiap masa kepemimpinan biasanya masing-masing mempu- nyai gaya dan pola kepemimpinannya tersendiri karena permasalahan yang dihadapi pada setiap waktunya berbeda-beda dan akhinya membentuk pola kepemimpinan yang berbeda-beda dari setiap pemimpin.

Tabel 2. 1 Karakteristik Kepemimpinan

No Nama Karakteristik Kepemimpinan

1 Pangeran Madrais Tegas, lugas, berani, 2 Pangeran Tedjabuana Negosiator, tidak suka konfrontasi 3 Pangeran Djatikusuma Tegas, teguh pada prinsip, demokratis, egaliter

Sumber: Analisis Penulis (2016)

Tabel diatas memaparkan tentang karakteristik masing-masing pemimpin. Be- rawal dari periode kepemimpinan Pangeran Madrais, Pangeran Tedja Buana dan Pangeran Djatikusuma. Penjelasan tentang masing-masing karakter pemimpin akan dijelaskan dalam pemaparan selanjutnya. 1. Pangeran Madrais Pangeran Madrais merupakan putera kepangeranan (kebangsawanan). Karakter- istik Pangeran Madrais yaitu lugas, tegas, dan meninggalkan hal konkret melalui tulisan yang disimpan rapi di Paseban Tri Panca Tunggal. Karakteristik Pangeran

28 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Barna Alam, di saung sekitar lingkungan paseban pada tanggal 5 November 2016, pukul 13:27 WIB.

Page 23 of 203

Madrais membuat Pangeran Madrais disegani dan ditakuti oleh rakyatnya saat masa kepemimpinannya. Tulisan Pangeran Madrais merupakan sebuah curahan hati keseharian beliau semasa memimpin komunitas ADS dan keluh kesah selama memimpin. Gambar 2. 2 Pangeran Madrais

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Pangeran Madrais yang merupakan tokoh pendiri dari ADS yang merumuskan bagaimana isi dari ajarannya dan melakukan banyak perlawanan dan juga penyebaran ajaran Madraisme atau Agama Djawa Sunda. Pangeran Madrais merupakan putera kepangeranan (kebangsawanan). Karakteristik Pangeran Madrais sendiri, yaitu lugas, tegas, berani dan merasa harus mewarisi sesuatu yang berguna bagi penerusnya. Keberanian dan ketegasannya terlihat dalam sepak terjang Pangeran Madrais melakukan gerakan resistensi terhadap penjajah Belanda dan VOC. Pada masanya, banyak tanah adat yang dicaplok oleh penjajah untuk kebijakan ‘tanam paksa’. Pangeran Madrais kemudain membangun kesadaran kaum tani dan mengkoordinir perlawanan fisik dan perlawanan budaya dengan menanam bawang (tanaman yang tidak diperintahkan untuk ditanam oleh VOC). 2. Pangeran Tedja Buana Karakteristik Pangeran Tedja Buana yaitu beliau berupaya menyampaikan tulisan yang ditulis Pangeran Madrais dengan menerapkannya kepada rakyatnya dan ber- sikap tegas dalam memimpin komunitas ADS kala itu

Page 24 of 203

Gambar 2. 3 Pangeran Tedja Buana

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Karakteristik kepemimpinan Pangeran Tedja Buana, yaitu berupaya menyam- paikan tulisan warisan Pangeran Madrais, lebih menghindari konfrontasi dengan pihak manapun dan memilih untuk membangun dialog atau bernegosiasi. Pan- geran Tedjabuana sendiri memimpin pada tahun 1939-1965 di mana situasi na- sional sedang berupaya mencari bentuk dan isi negara Indonesia yang ideal. Usa- hanya membangun dialog dengan pihak-pihak di luar komunitas ADS dibuktikan dengan aktivitasnya di BKKI yang dalam setiap kongresnya dihadiri oleh Presiden Soekarno. Pada masa beliau, nama Agama Djawa Sunda (ADS) baru dideklarasikan. Sejak saat itu Pangeran kedua Kasepuhan Paseban ini memperjuangkan hak-hak sipil anggota komunitasnya melalui berbagai dialog, salah satunya lewat Badan Koordi- nasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem). Pada akhir kepemimpi- nannya, ADS banyak mendapat tekanan dari pemerintah maupun masyarakat sekitar. Karena memang menghindari konfrontasi yang dapat lebih merugikan komunitasnya secara fisik dan non fisik akhirnya beliau menyatakan ADS dibubar- kan. Kalimat yang terkenal dari Pangeran Tedjabuana yang diakuinya sebagai il- ham pada detik akhir kepemimpinannya adalah “Berlindung di bawah cemara putih”. 3. Pangeran Djatikusuma Karakteristik Pangeran Djatikusuma: Berani mengambil resiko dalam mengambil keputusan, Sangat demokratir dan egaliter.

Page 25 of 203

Gambar 2. 4 Pangeran Djati Kusuma

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Karakteristik Pangeran Djati Kusuma adalah berani mengambil resiko dalam mengajarkan adat, sangat demokratis, egaliter. Sosoknya memang begitu karismatik, sebagaimana Pupuhu-pupuhu sebelumnya. Setelah 17 tahun ADS membubarkan diri, Pangeran Djatikusuma menyatakan keluar dari Agama Katolik dan mendirikan PAKCU (Paguyuban Adat Karuhun Urang) pada tahun 1981 yang diikuti oleh 1600 orang pengikutnya.29 Namun, dengan terbitnya surat dari Kejari No. 44 Tahun 1982, PAKCU dibubarkan kembali oleh pemerintah.30 Maka, sejak dibubarkannya PAKCU, Pangeran Djatikusumah menyebut ajarannya AKUR (Adat Karuhun Urang). Dengan itu, Pan- geran Djatikusuma tetap dapat mengajarkan dan mengembangkan ajaran Pan- geran Madrais dengan leluasa. Usaha Pangeran Djatikusuma dengan mendirikan PAKCU, dan AKUR menunjukkan tekadnya dalam usaha pengembangan ajaran leluhur. memang pangeran Djatikusuma orangnya kekeh, tegas sama pendirian, dan tidak terlalu memperdulikan pikiran orang lain atas ketegasannya me- megang prinsip.31 Pangeran Djatikusuma dinilai demokratis dalam menjalankan perannya sebagai pupuhu. Beliau dalam mengambil keputusan tidak begitu saja atas kehendak pribadi, namun masih memberi ruang kepada para pembantu tugasnya seperti sekretaris, bendahara, dan ais pangampih untuk memberikan masukan. Beliau juga tidak menutup pintu jika ada warga yang ingin bertemu dan membicarakan suatu persoalan. Tidak ada prosedur yang rumit jika ingin bertemu langsung dengan Pangeran Djatikusuma.

29 Nushiron M. Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) Di Cigugur Kuningan : Studi tentang Ajaran, dan Pelayanan Hak-Hak Sipil”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. X, h 555. 30 Ibid., hh 556. 31 Wawancara Ibu Kanti Dewi, di Paseban Tri Panca Tunggal pada tanggal 05 November 2016, pukul 10:16 WIB

Page 26 of 203

Fase menarik pada era kepemiminan Djatikusuma adalah perubahan sikap pemerintah terhadap AKUR. Sikap pemerintah kala memasuki era reformasi mau tidak mau harus merubah wajahnya yang represif menjadi demokratis. Wujud nyata perubahan sikap pemerintah adalah partisipasinya dalam upacara Seren Taun yang sebelumnya sempat dilarang. Kini setiap penyelenggaraan Seren Taun, pemerintah daerah dan pusat beserta aparat keamanan turut berpartisipasi, misalnya dalam segi pendanaan dan pengamanan acara. Beberapa elit politikpun sering hadir dalam kegiatan Seren Taun sebagai wujud keseriusan membangun hubungan baik pemerintah dengan masyarakat. 4. Pangeran Gumirat Barna Alam Karakteristik Pangeran Gumirat: Demokratis dan mampu membangun hubungan baik dengan rakyat maupun pemerintahan Gambar 2. 5 Pangerat Gumirat Barna Alam

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Karakteristik Pangeran Gumirat yaitu Demokratis dan mampu membangun hub- ungan baik dengan rakyat maupun pemerintahan. Pangeran Gumirat merupakan pemimpin yang bersikap demokratis kepada anggota komunitas dan juga dengan pihak luar. Membangun hubungan baik dan juga pemimpin yang berusaha untuk terus menjaga tatanan nilai yang telah ada sebelumnya. Pangeran Gumirat belum resmi menjadi pemimpin komunitas ADS saat ini karena ayahnya Pangeran Djatikusuma masih hidup sehingga belum bisa digantikan. Hanya saja beliau membantu mengontrol rakyat komunitas ADS karena ayahnya sedang sakit dan memberikan amanah kepada Pangeran Gumirat yang nanti akan menjadi pem- impin setelah ayahnya meninggal dunia. Struktur Kepemimpinan Pimpinan tertinggi dalam tatanan elit adat komunitas Cigugur adalah “Pupuhu”. Pupuhu adalah figur (panutan) bagi masyarakat komunitas ADS Cigugur. Pupuhu memiliki peran, seperti memberikan dawuh (arahan) kepada masyarakat komuni- tas Cigugur jika diminta ataupun tidak diminta. Biasanya Pupuhu mendapatkan informasi tentang kondisi masyarakatnya dari Ais Pangampih. Selain memberi dawuh, peran Pupuhu adalah membangun dialog dengan tokoh agama lain dan mencari titik kesamaan yang dapat digunakan sebagai pijakan untuk merekatkan solidaritas sosial.

Page 27 of 203

“Pupuhu, sebagai Rama, harus menjadi pengarah dengan dawuh-dawuhnya, selain itu Pupuhu juga memiliki peran penting dalam hubungan antar kelompok, yakni membangun solidaritas dengan mencari kesamaan-kesamaan dengan go- longan lain.”32 Dalam kapasitas figur kepemimpinan disebutkan, bahwa “Parigeuing (kepemimpi- nan) bisa berbentuk perintah, memerintah dengan bijaksana dan menarik sim- pati”33 Dalam Amanat Galunggung, parigeuing disebut juga sebagai Dasa Pasanta yang berarti sepuluh peneguh hati. Dapat dikatakan Dasa Pasanta adalah nilai- nilai lokal masyarakat soal bagaimana seharusnya sosok seorang pemimpin. Isi Dasa Pasanta adalah sebagai berikut34 : 1. Guna, perintah yang diberikan oleh pemimpin harus jelas manfaatnya 2. Rama, artinya ramah 3. Hook, artinya kagum 4. Pesok, artinya bangga 5. Asih, artinya kasing sayang 6. Karunya, artinya karunia 7. Mupreruk, artinya manusiawi 8. Ngulas, artinya koreksi 9. Nyecep, artinya penentram 10. Ngala angen, dapat menarik simpati rakyat Pupuhu tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat. Pupuhu diangkat dari garis keturunan laki-laki Pupuhu sebelumnya. Pupuhu akan mempersiapkan pengganti dari putranya jika dirasa sudah saatnya harus ada yang melanjutkan estafet kepemimpinan. Dalam kondisi khusus, jika Pupuhu tidak memiliki putra, maka mau tidak mau putrinya yang harus menggantikan posisi Pupuhu. Kalo sekarang kan sudah ada Rama Anom yang disiapkan sebagai ini (pengganti Pangeran Djatikusumah), ya..kalo di tempat lain memang pernah ada kejadian kebetulan tidak ada putra, terpaksa putrinya.35 Sosok Pupuhu, sejak Ki Madrais hingga Pangeran Djatikusumah diakui oleh Kantidewi memiliki karisma yang kuat di mata masyarakatnya. Sosok Pupuhu secara hirsotris dipandang sebagai pimpinan, pembela, pahlawan yang juga mendapatkan ilham menjadi sumber legitimasi otoritasnya. Dalam konsep Weber tentang otoritas, Pupuhu bisa saja diidentifikasi sebagai otoritas kharismatik. Otori- tas yang mendapat legitimasi dari karisma didasarkan pada kesetiaan para pengi- kutnya terhadap kesucian yang tidak lazim, sisi teladan, heroisme, atau kekuatan khusus (seperti, mukjizat) yang dimiliki pemimpin.36 Ki Madrais memang orangnya sangat karismatik, dan penerus- penerusnyapun demikian termasuk ayah saya (Pangeran Djatikusumah),

32 Wawancara Rama Anom 33 Ira Indrawardana, “Perspektif Buaya Spiritual Adat Karuhun Urang Penghayat Kepercayaan Ter- hadap Tuhan Yang Maha Esa Tentang Kepemimpinan Bangsa Indonesia Dalam Analisis Wacana Potret Krisis Multi Dimensi Bangsa”, h 3. 34 Loc.Cit. 35 Wawancara Pak Kento, dirumah Pak Kento pada tanggal 04 November 2016, pukul 15:15 36 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”, (Bantul : Kreasi Wacana, 2012), h 140.

Page 28 of 203

itu yang juga menjadi kekuatan setiap pimpinan adat selama ini untuk men- jalankan perannya.37 Rama Anom sebagai calon penerus memang telah disiapkan dengan cara pembi- asaan melakukan beberapa tugas-tugas pemimpin adat. Rama Anom menuturkan bahwa dirinya diminta oleh tetua adat untuk lebih sering turun ke masyarakat untuk melihat, mendengar, dan membicarakan langsung apa saja masalah yang sedang terjadi. Rama Anom dilatih untuk terbiasa memberikan dawuh pada saat masyara- kat membutuhkan arahan. Selain itu, bagi para keturunan Pupuhu, diwajibkan un- tuk mengkaji tulisan-tulisan peninggalan Ki Madrais yang berisi ajaran Sunda Wiwitan tentang ‘kesadaran kemanusiaan dan kebangsaan’ yang saat ini doku- mennya tersimpan di Paseban. Pupuhu dalam menjalankan kepemimpinannya dibantu oleh seorang sekretaris dan bendahara. Untuk posisi tersebut dipilih langsung oleh Pupuhu, bisa dari ka- langan keluarga pangeran ataupun di luar keluarga pangeran. Pada era Pangeran Djatikusumah, sekretarisnya adalah Pak Kento. Penulis beruntung dapat bertemu dengan Pak Kento saat turun lapangan di Komunitas Paseban, Cigugur, Jawa Barat. Namun, penulis tidak berhasil menemui bendahara komunitas Paseban Cigugur. Tugas besar yang dimiliki oleh Pupuhu dalam memimpin kehidupan kominitas ADS Cigugur juga dibantu oleh Ais Pangampih. Ais Pangampih adalah perwakilan Pupuhu yang ada di setiap wilayah-wilayah atau mereka menyebutnya ‘blok’. Ais Pangampih, bertugas melakukan pendampingan, pengawasan, dan memberi arahan di lapangan kepada masyarakat di setiap blok. Namun, tidak be- rarti Ais Pangampih memiliki wewenang yang otonom. Ais Pangampih biasanya menampung terlebih dahulu aspirasi yang disampainkan oleh masyarakat kemudian di bawa ke dalam forum pertemuan Ais Pangampih untuk dibicarakan apa solusinya bersama-sama. Jika persoalan cukup pelik, masalah itu dibawa ke hadapan Pupuhu untuk dimintai keputusannya. Masalah yang disampaikan oleh masyarakat kepada Ais Pangampih meliputi hal- hal yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Elit adat dalam hal ini benar- benar menjadi referensi atau rujukan masyarakat dalam memecahkan suatu per- masalahan. Masyarakat meminta arahan mulai dari hal besar sampai hal kecil, seperti meminta nama untuk anak, ada kesulitan ekonomi, konflik antara suami dan istri, konflik antara tetangga, musibah penyakit dan kematian, dan sebagainya. Semua itu disampaikan secara terbuka kepada Ais Pangampih selaku perwakilan pimpinan adat. Ais Pangampih memang tugasnya seperti wakil Pupuhu, beliau menjadi mata dan telinga di tengah-tengah masyarakat lah gitu. Mereka ada kumpul rutinnya setiap beberapa pekan sekali untuk membicarakan masalah apa yang terjadi di masyarakat masing-masing wilayah dan mencari solusi ber- sama. Jika tidak mampu dipecahkan baru mereka sampaikan ke Pupuhu. Dari Pupuhu nanti memberi arahan lalu diteruskan ke masyarakat lewat Ais Pangampih lagi.38

37 Wawancara Ibu Kanti Dewi, di Paseban Tri Panca Tunggal, pada tanggal 5 November 2016, pukul 10:16 WIB 38 Wawancara Pak Kento, dirumah Pak Kento pada tanggal 04 November 2016, pukul 15:15

Page 29 of 203

Berbeda dengan Pupuhu, pergantian Ais Pangampih dipilih dan diangkat oleh masyarakat di masing-masing blok. Kesamaan di antara Pupuhu dan Ais Pan- gampih adalah tidak ada pakem soal masa jabatan elit-elit adat. Pergantian Ais Pangampih dilakukan jika memang masyarakat merasa perlu dan sudah saatnya Ais Pangampih memilih penerusnya. Sistem pemilihan Ais Pangampih dilakukan dengan cara musyawarah dalam forum pertemuan warga. Masing-masing anggota masyarakat boleh mengusulkan nama yang dinilai pantas menggantikan Ais Pan- gampih. Nama yang diusulkan kemudian ditimbang kemudian disetujui oleh Pupuhu. Skema 2. 2Struktur Kepemimpinan Adat

Pupuhu

bendahara sekretaris

Ais Pangampih Ais Pangampih Ais Pangampih

Sumber: Pengamatan Lapangan (2016)

Dari skema diatas dapat terlihat bagaimana struktur kepemimpinan komunitas ADS yang juga menunjukan garis hirarki dalam kominutas ini ketika ada suatu hal yang harus segera ditangani seperti pada organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kedudukan, peran serta status yang harus dijalankan. Kelompok mewa- wancarai Pak Kento yang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai sesepuh dari Paseban yang kemudian kelompok mendokumentasikan gambar setelah dil- akukan proses wawancara bersama Pak Kento. Gambar 2. 6 Bersama Pak Kento, sesepuh adat Komunitas ADS

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

Page 30 of 203

Selain itu juga struktur dan juga pemimpin dari komunitas ADS ini juga mendapat- kan penghormatan dari masyarakat luar komunias atau warga sekitar Paseban dan umumnya oleh masyarakat luas karena beliau dinilai mampu untuk memimpin dengan baik kelompok adat yang banyak mendapatkan sorotan dan terus menjaga adat istiadat warisan leluhur mereka. Dan diharapkan dengan adanya pemimpin yang demokratis dan juga mampu mengayomi anggota dan masyarakat luar komunitas adat. Harapan tentang pemimpin yang baik serta mampu mengayomi bukan hanya harapan komunitas adat saja namun juga oleh masyarakat luas In- donesia. Tentunya dengan adanya pemimpin yang bermoral, berintelektual, plural, demokratis, anti diskriminasi dan loyal kepada rakyat maka ia akan sanggup melakukan tindakan nyata yang berpihak pada semua warga bangsa tanpa terkecuali menjadi harapan masyarakat luas. Relasi dengan pemerintah Komunitas ADS dalam hubungannya dengan pemerintah setempat terjalin dengan baik khususnya dalam hal administrasi ataupun urusan kependudukan selalu men- jalin komunikasi dan koordinasi antara pihak paseban yang dalam hal ini adalah pengurus atau wadah dari keberadaan komunitas ini dengan pihak pemerintah setempat. Selain itu juga pihak paseban dan pemerintah setempat berkerja sama dalam melaksanakan acara seren taun yang rutin dilaksakan setiap tahunnya ka- rena acara ini bukan hanya milik komunitas ADS atau paseban saja namun milik masyarakat Kuningan khususnya kecamatan Cigugur yang memiliki banyak bu- daya dan beraneka agama juga keyakinan. Cigugur merupakan sebuah kelurahan yang terletak di kaki Gunung Ciremai dan berjarak 30 km ke arah selatan kota Cirebon. Kelurahan Cigugur termasuk pada wilayah administratif Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Kuningan dengan luas wilayah 300 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: ber- batasan dengan Kelurahan Cipari. Sebelah Timur: berbatasan dengan Kelurahan Kuningan. Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kelurahan Sukamulya. Sebelah Barat: berbatasan dengan Desa Cisantana. Kelurahan Cigugur terletak kurang lebih 3,5 km ke arah Barat dari pusat kota. Kuningan dengan letak geografis keting- gian 660 m dari permukaan laut. Bentuk permukaan tanahnya berupa perbukitan dengan keadaan tanah yang subur karena merupakan hasil pelapukan yang be- rasal dari gunung Ciremai. Di daerah Cigugur, terdapat tiga sumber mata air ini dipergunakan penduduk untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengairi ar- eal pesawahan. Disamping itu, banyak penduduk yang mempergunakan air terse- but untuk memelihara ikan tawar dengan membuat kolam. Kelebihan air yang dihasilkan dari ketiga mata air itu untuk mensuplai kebutuhan air sebagian masyarakat kelurahan Kuningan dan Cirebon. 39 Berbicara tentang hubungan pemerintah, peran pemerintah daerah kabupaten Kuningan terhadap komunitas ADS. Rupanya, kesalahan anggapan hanya ada 5 agama yang diakui boleh jadi didasarkan pada struktur Departemen Agama yang hanya terdiri atas Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Jen- deral Bimbingan Masyarakat Katolik, dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyara- kat Hindu/ Budha. Hal ini telah menimbulkan masalah yang cukup penting.

39 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf dalam (Suganda, 2003 dalam http : // www.urang sunda.Or.Id) pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 19:37 WIB.

Page 31 of 203

Mengenai pelarangan agama kita bisa mengambil ilustrasi kalau pembubaran atau pelarangan suatu partai politik saja dapat memerihkan, terlepas dari benar atau salahnya partai tersebut, apalagi pelarangan agama yang berkenaan dengan keyakinan terhadap sesuatu yang bersifat ultimate dalam kehidupan seseorang yang menyangkut keselamatan hidupnya, tidak hanya sekarang melainkan juga nanti setelah mati. Kalau orang bertepo seliro dengan mencoba meletakan diri ditempat mereka yang kehilangan kebebasannya dalam menganut keyakinannya, mungkin orang tidak akan begitu mudah mencabut kebebasan orang lain dalam berkeyakinan yang jelas-jelas dijamin oleh konstitusi negara kita. Di sini kita perlu menegaskan bahwa tidak mengakui keberadaan suatu agama sama saja dengan tidak menghargai hak asasi manusia. Adanya suatu agama tidak perlu mendapat pengakuan dari suatu negara, karena bisa jadi suatu agama ada sebelum negara itu ada. Keberadaan suatu agama juga tidak memerlukan pengakuan Departemen Agama yang suatu saat bisa saja dihapus sesuai kebu- tuhan (Madjid, Nurcholish; 2001: 113-115). Seiring dengan itu, pelarangan ter- hadap berbagai aliran atau faham keagamaan dalam kenyataannya tidak akan efektif. Sebab hal ini menyangkut keyakinan pribadi seseorang dan keyakinan tidak mungkin ditaklukan dengan kekuasaan (negara). Dengan demikian, fungsi legitimasi agama berupa pembenaran dan pengukuhan dari pemerintah juga penting guna menyukseskan program-program pem- bangunan yang diselenggarakan. Sehubungan dengan hal itu peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam penglegitimasian tersebut. Berkaitan dengan masalah tersebut, Pemerintah Daerah Kuningan juga mempunyai turunan dalam pengawasan terhadap Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang ada di kelurahan Cigugur Kabupaten Kuningan. Dalam rangka kelancaran roda Pemerintah Daerah Kuningan, khususnya yang menaungi atau membawahi masalah keagamaan yang berkaitan dengan Ke- percayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan, maka sesuai dengan pelimpahan kewenangannya Pemerintah Daerah Kuningan melimpahkan masalah ini. Adapun instansi terkait tersebut diantaranya adalah Departemen Agama Kabupaten Kuningan, Dinas Pariwisata dan Ke- budayaan Kabupaten Kuningan dan Bakor Pakem. Pelimpahan ini dilaksanakan sebagai upaya pembinaan dan memfasilitasi aparatur pemerintahan dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan pusat ataupun peraturan daerah. Berdasarkan penelitian terungkap bahwa peran Pemerintah Daerah terhadap Penganut Ke- percayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa di Kelurahan Cigugur Kuningan yang diwakili oleh instansi-instansi terkait sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah Daerah Kuningan adalah sebagai berikut: Pertama, Dinas Pariwisata dan Budaya. Pemerintah Daerah melalui Dinas Pari- wisata dan Budaya berkaitan dengan masalah Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi hanya sebatas melindungi Benda Cagar Budaya. Hal ini tercantum dalam UU RI No.5 tahun 1992 tentang Benda-benda Cagar Budaya dan Peraturan Dearah (Perda) Kabupaten Kuningan Nomor 7 tahun 2006 tentang Pengelolaan Museum, Kepurbakalaan dan Nilai Tradisional.

Page 32 of 203

Perhatian pada bidang budaya diwujudkan dengan pemeliharaan dan penugasan gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Gedung ini dimanfaatkan baik untuk men- capai tujuan-tujuan pendidikan maupun kebudayaan, yaitu: Sebagai tempat penyelenggaraan Upacara Seren Taun yang digelar tiap tahun. Sebagai tempat untuk menyimpan benda-benda bersejarah seperti; macam-macam senjata, yaitu keris, tombak, dan sebagainya. Lalu koleksi alat-alat kesenian daerah dari masa lampau dan perkembangannya. Selain itu sebagai perpustakaan, disana terdapat buku-buku sejarah, buku-buku keagamaan atau kepercayaan dari setiap agama dan kepercayaan penghayatan kepada Tuhan yang Maha Esa. Tempat tersebut juga sebagai pusat perkembangan seni budaya, contohnya untuk atihan karawitan dan seni tari daerah. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan khususnya peran Dinas Pari- wisata dan Budaya yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan Nomor 7 Tahun 2006 yang berkaitan dengan Penganut Kepercayaan dan Pengha- yatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa lebih tepat dalam pengelolaan Nilai Tradi- sional, yaitu konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting yang berguna dalam hidup dan kehidupan manusia yang tercermin dalam ide dan sikap dalam perilaku serta selalu berpegang teguh kepada adat istiadat. Sementara itu, peran Dinas Pariwisata dan Budaya yang tercantum dalam UU RI no.5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya. Cagar budaya yang dimaksud adalah “Paseban Tri Panca Tunggal”, yaitu tempat berkumpul khususnya para Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pemaparan yang disampaikan diatas diambil dari hasil penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, hasil wa- wancaranya dengan Suryono, pada tanggal 22 Juni 2009. Dengan demikian, pada dasarnya peran Pemerintah Daerah Kuningan di sini adalah melakukan pengel- olaan, pemeliharaan, melindungi, mengamankan dan melestarikan peninggalan budaya serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran terhadap peninggalan bu- daya daerah. 40 Kedua, Departemen Agama. Indonesia sering disebut sebagai nation state yang unik karena memiliki departemen yang khusus menangani masalah kehidupan be- ragama. Pembentukan Departemen Agama (dahulu Kementerian Agama) pada tanggal 3 Januari 1946 atau lima bulan setelah Proklamasi Kemerdekaan. Kepu- tusan yang mengakomodasi aspirasi para pemimpin Islam tersebut semakin mem- pertegas bahwa agama merupakan elemen yang penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara. Departemen Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban pemerintah untuk melaksanakan isi Undang-Undang Dasar 1945 pasal 29. Pasal tersebut berbunyi, ayat (1) Negara berdasar atas ke- Tuhanan yang Maha Esa, ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Menurut kaidah bahasa Indonesia dan berdasarkan penjelasan Bung Hatta bahwa kata-kata “itu” di belakang kata kepercayaan dalam pasal tersebut menunjukkan makna kesatuan di antara agama dengan kepercayaan. Jadi, yang dimaksud ada- lah kepercayaan di dalam agama, bukan kepercayaan di luar agama. Dengan demikian tugas Departemen Agama adalah membina umat beragama sesuai yang

40 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf (dengan penemuan UPI dari hasil wawancara dengan Suryono pada tanggal 22 Juni 2009), hlm.153. diakses pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:24 WIB.

Page 33 of 203 digariskan UUD 1945. Prinsip fundamental dalam UUD 1945 mengamanatkan supaya ajaran dan nilai-nilai agama selalu berperan dan memberi arah bagi ke- hidupan berbangsa dan bernegara. Berkenaan dengan itu, dalam Instruksi Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1978 tentang Kebijakan mengenai Aliran-aliran Ke- percayaan yang ditandatangani Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara, an- tara lain ditegaskan bahwa Departemen Agama yang tugas pokoknya adalah melaksanakan sebagian tugas pemerintahan umum dalam pembangunan di bi- dang agama tidak akan mengurusi persoalan-persoalan aliran kepercayaan yang bukan merupakan agama tersebut.41 Pemerintah daerah melalui Departemen Agama Kuningan berfungsi dan berperan sebagai instansi yang memberikan pengawasan, pembinaan dan bimbingan agar tidak terjadi penyempalan-penyempalan agama, penyimpangan-penyimpangan serta tidak membuat agama baru seperti yang diharapkan Departemen Agama sendiri. Selain itu, Departemen Agama Kuningan juga berperan dalam mem- berikan penjelasan tentang perkawinan Penganut Kepercayaan dan Pengaha- yatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik itu mengenai perkawinan campuran maupun statusnya terdaftar atau tidak di kantor Catatn Sipil. Selain Departemen Agama, ada Bakor Pakem (Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat). Di Indonesia, lembaga yang berhak dan memiliki kewenangan khu- sus untuk menangani masalah aliran sesat ini adalah Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (PAKEM). Tim Pakem ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung No.KEP-108/JA/5/1984. Sementara, dasar hukum terkait dengan penindakan terhadap aliran-aliran sesat didasarkan pada UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama. Untuk diketahui, Kejaksaan Agung mengenal dua delik dalam bidang agama yaitu delik penyelewengan agama dan delik anti agama. Penetapan itu didasarkan pada Surat Kejaksaan Agung RI No. B-1177/D.1/101982 tanggal 30 Oktober 1982 tentang Tindak Pidana Agama dalam UU No. 1/PNPS/1965 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi di seluruh Indonesia. Pemerintah dae- rah melalui Kejaksaan Negeri dan Bakor Pakem Kuningan berperan sebagai lem- baga yang memberikan penanganan dan pengawasan terhadap perkembangan Penghayat Kepercayaan di Cigugur Kuningan serta aliran-aliran kepercayaan lainnya yang ada di Kabupaten Kuningan. 42 Hubungan dengan Masyarakat Luar ADS Komunitas ADS membangun hubungan kekeluargaan dengan mayarakat yang bukan pengahayat atau penganut kepercayaan. Hubungan kekeluargaan tersebut terjalin karena ikatan batin dan juga atas dasar sejarah leluhur keluarga mereka masing-masing yang memiliki kesamaan satu dengan yang lainnya. Keharmoni- san ini dapat terlihat ketika acara seren taun akan diadakan, acara ini berpusat di Paseban Tri Panca Tunggal namun warga sekitar Paseban berbondong-bondong mengirimkan makanan dan membantu mmepersiapkan kelengkapan acara seren taun ini. Selain itu, mereka juga berpartisipasi dalam pembuatan gunungan yang

41 Diakses dari http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 20:42 WIB

42 http://a-research.upi.edu.pdf, op.cit hlm.156

Page 34 of 203 berisi makanan, buah-buahan, dan hasil bumi yang nantinya akan dibawa untuk acara Upacara Seren Taun. Berbicara tentang hubungan dengan masyarakat luar ADS, sudah pasti berkaitan dengan interaksi. Proses interaksi yang terjadi antar sesama warga masyarakat di Kelurahan Cigugur didasarkan atas hubungan kekeluargaan, pekerjaan, dan gotong royong. Pada umumnya interaksi yang sering terjadi adalah dengan orang- orang yang satu pekerjaan meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda. Hal ini terjadi pada waktu mereka untuk berinteraksi lebih banyak bila dibanding- kan dengan orang yang berbeda pekerjaannya. Interaksi diantara warga masyara- kat di Kelurahan Cigugur juga terlihat dalam gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti pada kegiatan bakti sosial, jumat bersih dan membuat sarana peribadatan sering dilaksanakan oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur. Ketika diadakan kegiatan gotong royong biasanya antara satu anggota masyarakat dengan yang lainnya saling berjumpa. Pada waktu itu mereka saling menyapa dan saling bersenda gurau yang menandakan akrabnya hubungan mereka walaupun berbeda latar belakang dan agamanya. Selain itu, gotong royong, dalam upacara perkawinan dan kematian juga merupa- kan saat-saat biasanya anggota masyarakat saling berkumpul dan saling ber- interaksi. Dalam kehidupan masyarakat tokoh-tokoh agama dan kepala kelurahan dianggap sebagai seorang pemimpin kharismatik yang harus dipatuhi dan dijadi- kan panutan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kepala Kelurahan dan tokoh-tokoh agama tidak hanya sebagai tokoh panutan, tetapi juga dianggap sebagai tokoh yang mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam masyarakat. Dalam hasil penelitian UPI, dijelaskan bahwasanya dalam arsip kelurahan Cigugur tahun 2008, kehidupan beragama, masyarakat Kelurahan Cigugur terlihat harmo- nis. Hal ini terjadi karena antara masyarakat Cigugur dan Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa memegang teguh rasa toleransi diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik. Pelaksanaan keagamaan cukup kental, bahkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh masyarakat biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Sarana-sarana peribadatan pun cukup lengkap, terlihat dengan banyaknya tempat peribadatan, seperti masjid yang berjumlah enam, langgar sembilan, dan gereja ada dua buah. Bagi masyarakat komunitas Penganut Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang juga tersebar di wilayah Cigugur, tetapi juga di wila- yah Jawa Barat lainnya, hidup berdampingan dan bertetangga dengan pemeluk agama yang berbeda. Bahkan tidak jarang dalam suatu keluarga terdapat be- berapa keyakinan yang dianut tanpa saling menganggu satu dengan yang lainnya. Contoh konkretnya adalah Ibu Anda selaku istri dari sekertaris kelurahan yaitu bapak Anda, dan rumah yang kelompok diami selama melakukan penelitian se- derhana. Keluarga bapak gee daa ada yang Islam, Katolik, Penghayat, macam- macam teh, tapi da ah rame weeh kalo lebaran teh ibu yang Katolik suka

Page 35 of 203

ikut ke kaka Ibu yang Islam, kaka Ibu yang Islam ge suka pada dating kalo natal, ah ya rame weh43 Mereka bisa dan terbiasa menerima anggota keluarganya yang berasal dari pemeluk agama yang berbeda. Karena prinsip hidup tersebut, kami sebagai peneliti melihat bahwa kerukunan dalam masyarakat yang beragam dalam agama sangatlah rukun. Sama halnya seperti kerukunan dijunjung tinggi oleh komunitas ADS yaitu “meskipun tidak sepengakuan tetapi mengutamakan pengertian”. Hal ini dilakukan dalam upaya ikut serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, sep- erti melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan, bekerja bersama-sama tanpa me- mandang suku, ras, agama, maupun golongan, baik itu yang datangnya dari pihak pemerintah maupun atas inisiatif dari warga masyarakat itu sendiri. Kegiatan ter- sebut wujud dari kesadaran akan kerukunan hidup Umat berKetuhanan Yang Maha Esa. Sejalan dengan hal di atas, komunitas ADS sangat menilai tinggi war- isan budaya nenek moyangnya, seperti yang telah dituliskan dalam manuskrip oleh Pangeran Madrais. Adat istiadat warisan para leluhurnya tetap dipelihara da- lam kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa adat istiadat tersebut berhubungan erat dengan sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan ini terlihat di dalam upacara adatnya, seperti yang dapat kita saksikan dalam upacara Seren Taun. Dalam upacara Seren Taun semua warga di Cigugur turut berpartisipasi didalamnya tanpa memandang latar belakang agama, ras, suku dan golongan. Dalam upacara Seren Taun, kita mau ikut juga boleh siapa saja, banyak juga yang berpartisipasi kaya bikin nasi liwet gitu teh. Banyak yang nyumbang kaya buah-buahan terus ikut bantuin bikin apa gitu buat upacara seren taun.44 Kelompok kami nampak santai saat membicarakan terkait Seren Taun dirumah bapak Anda dan juga berbagai hal lainnya yang menyanggkut dengan komunitas ADS dan juga hubungannya dengan masyarakat luar ADS. Gambar 2. 7 Wawancara dengan Bapak Anda (Sekretaris Lurah Cigugur)

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

43 Hasil wawancara dengan istri Sekretaris Lurah yaitu Ibu Anda, dirumah Ibu Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB. 44 Hasil wawancara dengan sekertaris lurah yaitu bapak Anda, dirumah bapak Anda pada tanggal 4 November 2016, pukul 16:48 WIB.

Page 36 of 203

Dalam hal ini, Seren Taun bukan hanya komunitas ADS saja yang mengikuti. Hal ini karena hakikat keberadaan Upacara adat Seren Taun merupakan tuntunan bagi siapapun, suku bangsa, dan agama apapun yang mau bersama-sama bersyukur kepada hakekat Ketuhanan Yang Maha Esa. Keadaan ini perlu diungkapkan ka- rena memang pada kenyataannya Upacara Seren Taun meskipun merupakan tradisi upacara ritual masyarakat Sunda (di Cigugur), tetapi dalam pra dan pelaksanaannya melibatkan berbagai elemen masyarakat Cigugur khususnya dan daerah lainnya tanpa membedakan keyakinan agama, suku, golongan dan se- bagainya. Di satu sisi tentunya dalam mendukung pengembangan pariwisata dae- rah dan nasional, maka adanya upacara Seren Taun di Cigugur ini sekaligus juga merupakan Kalender Even nasional untuk kunjungan wisata budaya dan wisata alam. Komunitas sangat menjunjung kerukunan dalam kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, Kepercayaan dan Penghayatan Kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat patuh dan taat terhadap program-program yang diusung oleh pemerintah, di mana peran pupuhu atau ketua penghayat memiliki peranan yang besar untuk menggerakan para penganutnya dalam menjalankan program pemerintah.45 Penutup Komunitas ADS di Cigugur merupakan komunitas yang menganut aliran ke- percayaan. Seperti pada umumnya, tentunya sebuah komunitas memiliki pem- impin yang mengatur suatu kelompok dan mengontrol kehidupan kelompok terse- but agar menjalani nilai dan norma dalam masyarakat dengan baik. Skema 2. 3 Dinamika Kepemimpinan ADS

Mengatur dan mengontrol ke- hidupan rakyat komunitas Menciptakan hub- ungan antar ke- Pemimpin Menciptakan lompok yang har- (pupuhu) di hubungan yang monis dengan ADS baik dengan masyarakat komuni- Cigugur rakyat komuni- tas dan luar tas adat dan luar se- hingga terjalin toler- Berhubungan baik dengan pemerintahan dalam hal ad- ministrasi dan kependudukan Sumber: Analisis Penulis (2016)

45 Diakses dari http://a-research.upi.edu.pdf pada tanggal 20 Desember 2016, pukul 22:18 WIB.

Page 37 of 203

Pemimpin atau yang kerap disebut pupuhu adat dalam komunitas ADS di Cigugur ini sudah mengalami tiga kali pergantian pemimpin. Mulai dari pemimpin Pangeran Madrais, Tedja Buana, Pangeran Djati Kusuma, dan calon pemimpin yang akan menggantikan Pangeran Djati Kusuma yaitu Pangeran Gumirat. Pupuhu dalam komunitas ADS merupakan putera dari pemimpin sebelumnya dan akan selalu seperti itu yakni turun temurun menjadi pemimpin dalam komunitas ADS. Setiap pupuhu memiliki karakteristik yang berbeda untuk mengatur kehidupan masyarakat komunitas ADS. Pupuhu adat dibantu dengan adanya ais pangampih yaitu kaki tangan pupuhu untuk membantu pupuhu dalam koordinasi dengan rakyat. Melalui kepemimpinan masing-masing pemimpin di setiap masanya, ten- tunya memiliki hubungan yang baik dengan elemen sekitar masyarakat komunitas ADS di Cigugur baik internal maupun eksternal. Hubungan tersebut terjalin dengan baik karena adanya pengawasan dan koordinasi dari pupuhu serta ais pangampih dengan pemerintahan, rakyat komunitas ADS maupun luar ADS. Masyarakat komunitas ADS di Cigugur berharap akan toleransi keberagaman agama yang di- anut setiap masyarakat Cigugur dengan ketenangan praktek religius di kehidupan sehari-hari tanpa adanya intoleransi.

Page 38 of 203

Daftar Pustaka Makalah ”Perspektif budaya spiritual adat karuhun urang pengahayat ke- percayaan terhadap tuhan yang maha esa tentang kepemimpinan bangsa indone- sia dalam analisis wacana potret krisis multi dimensi bangsa” oleh Ira In- drawardana Nushiron M. Nuh, “Paham Madrais/Adat Karuhun Urang (AKUR) Di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran, dan Pelayanan Hak-Hak Sipil”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. X Ira Indrawardana, “Perspektif Buaya Spiritual Adat Karuhun Urang Penghayat Ke- percayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tentang Kepemimpinan Bangsa In- donesia Dalam Analisis Wacana Potret Krisis Multi Dimensi Bangsa” George Ritzer dan Douglas J. Goodman, “Teori Sosiologi dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”, (Bantul : Kreasi Wacana, 2012) http://m.kompasiana.com/piusnovrin/konsep-tuhan-dalam-agama-djawa- sunda_550ecef4813311c72cbc64a2 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34834/4/Chapter%20II.pdf http://a-research.upi.edu.pdf http://pendis.depag.go.id/index.php?a=artikel&id2=perandepagnationstate http://respository.uinjkt.ac.id.pdf –Faturrahman

Page 39 of 203

Bab 3 Sekolah sebagai Sarana Penguat Hubungan Siswa Beragama: Studi Kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya dan Yos Sudarso

Anggun P.S, Dendi Pernanda. Z, Fanny Handayani, Nida Syarifah, Sifa A. Zulfia

Pendahuluan Pendidikan adalah salah satu program pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan tidak hanya untuk kalangan tertentu atau wilayah tertentu, pendidikan dapat dirasakan dimana saja dan kapan saja serta melalui media apa saja. Pendidikan merupakan hak anak Indonesia sesuai pasal 31 ayat 1 “setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan”. Setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan tidak membeda-bedakan secara fisik, suku dan juga agama. Negara Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beraneka ragam masyarakat, suku bangsa, etnis, kelompok sosial, ke- percayaan, agama, dan kebudayaan yang berbeda-beda dari daerah satu dengan daerah lain yang memperkaya khasanah budaya Indonesia. Keanekaragaman ter- sebut merupakan kekayaan dan aset yang sangat berharga. Penelitian ini ingin menjelaskan tentang hubungan antar siswa yang beragam aga- manya di sekolah-sekolah antara lain SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Su- darso. Sekolah menjadi tempat anak-anak untuk bergaul atau melakukan interaksi sosial di dalam perbedaan agama. Interaksi sosial antar siswa berbagai agama selalu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam bergaul, berbicara, bersalaman, bahkan bertentangan sekalipun kita memerlukan orang lain. Dalam bergaul dengan orang lain selalu ada timbal balik atau melibatkan dua belah pihak. In- teraksi adalah proses dimana orang-orang saling berkomunikasi.46 Seperti diketahui bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak lepas dari hubungan satu dengan yang lain. Dalam pelaksanaannya interaksi sosial dapat menimbulkan kerjasama dan dapat juga menimbulkan persaingan maupun konflik. Dari keberagaman agama tersebut, maka proses interaksi sosial yang terjadi di sekolah akan melibatkan pihak-pihak yang mempunyai latar belakang agama yang berbeda-beda. Dengan keberaga- man agama tersebut dapat memungkinkan terjadinya kerjasama, konflik atau kesalahpahaman diantara siswa. Oleh karena itu, pentingnya interaksi antar siswa berbeda agama agar dapat menumbuhkan sikap keterbukaan, toleransi, menerima perbedaan, menghargai satu sama lain, serta siswa tidak terpecahkan karena perbedaan tersebut, tetapi bergaul atau bersatu karena adanya perbedaan. Namun, masih terdapat dampak negatif akibat dari keanekaragaman tersebut. Se- bagai bangsa yang multikultur, para leluhur sudah menyadari akan pentingnya sal- ing menghormati dan saling menghargai antarsesama walau berbeda. Hal ini tercermin dalam semboyan negara kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Sehingga, keber- samaan dalam perbedaan menjadi bagian yang harus tetap dipertahankan dalam kehidupan setiap individu di negeri ini. Kebersamaan dalam perbedaan dapat ter- wujud dengan sikap saling menghargai dan menghormati dalam kehidupan sosial.

46 Tri Martha Doloksaribu, et,al., “Pola Interaksi antar siswa berbeda Agama : Kasus pada kelas X di SMA Negeri 2 Pontianak”, Program Studi Pendidikan Sosiologi FKIP Untan, Pontianak, hlm. 2

Page 40 of 203

Perbedaan disikapi sebagai sebuah keniscayaan, bahkan bagian dari sunatullah (given).47 Kebudayaan merupakan akar dari multikulturalisme. Multikulturalisme terdiri dari kata “multi” yang berarti plural dan kulturalisme yang berisi pengertian kultur atau budaya. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan, baik secara individual maupun secara kebudayaan.48 Siswa SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso di Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat terdiri dari siswa/siswi yang multikultural dengan keanekaragaman agama. Sebagian siswanya beragama Islam, sebagian lagi be- ragama Kristen Katolik, Protestan, Budha dan di antara mereka ada juga yang menjadi penganut ajaran Sunda Wiwitan atau sering disebut Agama Djawa Sunda (selanjutnya disingkat ADS). Perbedaan yang terjadi tidak menjadikan mereka ha- rus pecah dan saling bermusuhan, karena bagi mereka semuanya adalah saudara, semuanya beragama hanya caranya yang berbeda. Teori fungsional melihat kebudayaan sebagai suatu bentuk yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan lainnya, setiap saat mengikuti polapola tertentu berdasarkan adat dan tata ke- lakuan, bersifat konkret dan terjadi di sekeliling.49 Dalam hal ini kebudayaan menentukan situasi dan kondisi bertindak, mengatur dengan sistem sosial berada dalam batasan sarana dan tujuan, yang dibenarkan dan yang dilarang. Kerukunan antarumat beragama di tengah keanekaragaman sosial dan budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ber- beda dengan daerah lainnya di Indonesia, keberagaman dalam masyarakat Cigugur tidak pernah menimbulkan konflik yang berarti. Isu sara yang menjadi penyulut api perpecahan tak pernah terlihat. Masyarakat hidup dengan sikap tol- eransi yang mengesampingkan kepentingan pribadi dan golongan. Masyarakat saling menghargai satu sama lain. Dan antar siswa di berbagai sekolahpun seperti itu, mereka menjunjung tinggi sikap toleransi. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain, ka- rena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa memer- lukan orang lain. Di dalam kehidupan seharihari manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak akan lepas dari pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menen- gah, sampai pendidikan tinggi. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang for- mal yang terdiri dari siswa-siswi yang memiliki latar belakang agama yang ber- beda-beda dan perbedaan tersebut menuntut mereka harus bergaul atau ber- interaksi dalam mengikuti pendidikan yang dilaksanakan di sekolah. Melalui lembaga pendidikan anak diasah kecerdasannya. Akan tetapi, selain po- tensi akademik dengan pola-pola penyerapan ilmu pengetahuan, seorang anak didik juga dibina untuk memiliki moralitas yang baik. Untuk itu di dalam dunia pen- didikan ditanamkan pendidikan moral keagamaan agar menjadi insan yang cerdas

47 Syaripullah, “Kebersamaan dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat”. Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 1 Mei 2014, hlm 65. 48 Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”. Antropologi Indonesia 69 tahun, 2002. 49 Syaripullah, op.cit. hlm 65

Page 41 of 203 dan memiliki moral. Seorang anak akan mengalami perubahan dalam perilaku so- sialnya setelah dia masuk ke sekolah. Di sekolah, anak tidak hanya mempelajari pengetahuan dan keterampilan, melainkan sikap, nilai dan norma sosial sehingga sekolah dapat mempengaruhi kepribadian seorang anak. Selain itu, di sekolah di- ajarkan pula tentang tata krama pergaulan yang ada di dalam kehidupan masyara- kat. Atas dasar pemikiran tersebut, tema Sekolah sebagai Sarana Penguat Hub- ungan Siswa Beragama Studi kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Su- darso menarik untuk diteliti. Deskripsi Lokasi Persebaran ADS di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur Institusi pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam suatu konste- lasi sistem kehidupan bermasyarakat yang lebih besar. Pendidikan di sekolah se- bagai institusi formal dibutuhkan oleh masyarakat tidak hanya untuk mentransfor- masikan ilmu pengetahuan umum semata, namun ia dibutuhkan secara sosial un- tuk menciptakan generasi-generasi baru yang akan meneruskan nilai-nilai yang diyakini oleh masyarakat bersangkutan. Nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh masyarakat tersebut diinternalisasikan kepada generasi-generasi muda melalui proses sosialisasi di sekolah. Sejalan dengan hal tersebut Durkheim melihat pendidikan sebagai sebuah metode sosial- isasi orang dewasa kepada generasi muda. Menurutnya, anak-anak mereproduksi berbagai norma sosial dan model kultural dari generasi sebelumnya yang di trans- misikan melalui nilai kepada generasi muda. Lebih lanjut, Durkheim menjelaskan bahwa pendidikan mencakup berbagai pengaruh yang dilakukan oleh orang de- wasa pada anak-anak muda yang belum siap menghadapi kehidupan sosial.50 Kota Cigugur, Kuningan, Jawa Barat merupakan titik sentral dari perkembangan ADS. Terdapat satu bangunan di kawasan Cigugur yang menjadi pusat ADS. Ge- dung tersebut bernama Paseban Tri Panca Tunggal yang telah diakui sebagai Cagar Budaya Nasional pada tanggal 14 Desember 1976.51 Sebagai sebuah Cagar Budaya Nasional, Paseban Tri Panca Tunggal juga sering disebut sebagai keraton yang berada di Cigugur. Nama Paseban sendiri adalah tempat berkumpul dan bersyukur dalam melaksanakan ketunggalan selaku umat Gusti Hyang Widi Wasa. Kata tri bermakna tiga unsur, yaitu sir, rasa, dan pikir. Sedangkan panca atau lima bermakna lima unsur panca dalam menerima keagungan Tuhan Yang Maha Tunggal (Esa).52 Kata tri pula digunakan sebagai nama sekolah di Cigugur dan merupakan salah satu institusi pendidikan yang dimiliki oleh komuni- tas ADS. Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat terdapat sekolah yang dikhususkan untuk siswa penganut ADS yaitu Sekolah Menengah Pertama (selanjutnya disingkat SMP) Tri Mulya. SMP Tri Mulya berlokasi di Jl. Raya Sukamulya, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat tepat berada di sebelah barat museum Tri Panca Tunggal. SMP Tri Mulya merupakan satu-satunya layanan pendidikan formal yang secara khusus di- tunjukan bagi siswa ADS. Hal ini bertujuan untuk memfasilitasi peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS agar mampu untuk meneruskan pendidikan sesuai dengan iklim budaya dan nilai-nilai leluhur yang dianut oleh komunitas ADS.

50 Rakhmat, Hidayat “Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim”. (Jakarta: Raja Gravindo Persada), hlm 90-91 51Syaripullah, Vol. 1, No. 1, Op.Cit, hlm. 70 52Ibid

Page 42 of 203

Selain itu keberadaan SMP Tri Mulya sekaligus merupakan jawaban dan pela- yanan pemerintah terhadap hak yang sama bagi warga negara untuk mendapat- kan pendidikan sesuai dengan yang tercantum dalam UUD pasal 28C ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Menyusul pasal 31 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Usaha kami selaku tim peneliti dalam memetakan beberapa sekolah yang menjadi lokasi persebaran siswa ADS yaitu selain Tri Mulya, adalah SMP Yos Sudarso dan PKBM Bina Cahya yang didirikan oleh komunitas gereja katholik St. Carolus. Ketiga sekolah tersebut berada dalam satuan jenjang pendidikan SMP yang masing-mas- ing mewakili karakteristik nilai keagamaan dan kultur dominan masyarakat sekolah yang berbeda-beda. SMP Tri Mulya dibangun sekitar tahun 1959 dibawah naungan Yayasan Tri Mulya. SMP Tri Mulya merupakan sekolah yang secara khusus ditunjukkan bagi anak- anak peserta didik yang berasal dari keluarga keturunan ADS, sehingga dominasi peserta didik ADS akan terlihat dibandingkan dengan peserta didik yang menganut agama lain, dan SMP Tri Mulya pun tidak secara ketat membatasi calon peserta didik yang beragama lain untuk bisa bersekolah disana. Sebagai satu-satunya sekolah yang diperuntukkan bagi siswa ADS, sudah tentu mata pelajaran, konten- konten materi lainnya serta kultur yang ada di sekolah SMP Tri Mulya mengandung unsur-unsur nilai keagamaan yang berasal dari komunitas ADS, sama halnya dengan sekolah-sekolah yang mengadopsi nilai-nilai keagamaan lainnya seperti pesantren dengan kultur islamnya yang kuat. Beberapa murid Non ADS yang memiliki latar belakang agama islam atau katolik terdaftar menjadi siswa di SMP Tri Mulya, dengan kultur budaya yang berbeda para siswa Non ADS beradaptasi sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada kedudukan dan tindakan yang membeda-bedakan diantara keduanya, hanya me- mang pembelajaran untuk mata pelajaran tertentu yang membuat keadaan dan posisi siswa Non ADS di SMP Tri Mulya seakan akan seperti didominasi meskipun pada realitasnya kondisi tersebut bukan secara sengaja difokuskan untuk men- dominasi hanya saja merupakan bagain dari proses pencapaian tujuan yang dikhususkan. Pembelajaran yang religius berlandaskan pemahaman mengenai ADS sebagai agama lokal diturunkan menjadi satu mata pelajaran umum yaitu Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, didalamnya mempelajari pemahaman tentang ke- percayaan ADS berkaitan dengan landasan kepercayaannya, rukun-rukun agama hingga ritual ibadah keagamaannya. Yang penting untuk dipahami adalah siswa keturunan ADS tidak seluruhnya bersekolah di SMP Tri Mulya. Beberapa dian- taranya tersebar di sekolah-sekolah di kawasan Cigugur, Kuningan meskipun dengan kuantitas yang sangat sedikit sehingga seringkali menjadi minoritas di sekolah tersebut.

Page 43 of 203

Skema 3. 1 Persebaran Siswa ADS di Sekolah Kawasan Cigugur

SMP Tri Mulya

Siswa ADS SMP SMP Yos Bina Sudarso Cahya

Sumber : Analisis Penulis (2016)

Jika sekolah SMP Tri Mulya secara khusus diperuntukkan bagi siswa keturunan ADS sehingga jumlah siswa dan kultur budaya ADS lebih kental disana namun, berbeda dengan sekolah menengah lainnya seperti SMP Yos Sudarso yang secara khusus proses pembelajarannya berpedoman pada nilai-nilai keagamaan Katolik. SMP Yos Sudarso terletak di Jalan RS Sekar Kamulyan, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat No 1516.53 Posisinya tidak terlalu jauh dari Museum Pa- seban Tri Panca Tunggal dan SMP Tri Mulya karena hanya berjarak sekitar 1,4 kilometer menuju sekolah tersebut. Jika SMP Tri Mulya merupakan Sekolah khu- sus siswa ADS, SMP Yos Sudarso merupakan salah satu sekolah swasta Katolik di kawasan Cigugur yang sama halnya dengan SMP Tri Mulya dalam proses pen- erimaan siswa, di SMP Yos Sudarso tidak ada tindakan diskriminatif antara calon peserta didik beragama Katolik dengan peserta didik ADS ataupun pemeluk agama lain. Beberapa siswa ADS dan Non-ADS seperti Islam dan Protestan ter- daftar menjadi siswa di SMP Yos Sudarso meskipun hanya sebagai kelompok mi- noritas. SMP Yos Sudarso merupakan salah satu sekolah favorit dengan jumlah murid terbanyak dibandingkan dengan SMP Tri Mulya dan Bina Cahya yang akan dibahas selanjutnya. Persebaran peserta didik di sekolah kawasan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat lainnya adalah di SMP Bina Cahya. Sekolah tersebut merupakan sekolah kejuruan kejar paket yang didirikan oleh komunitas gereja St. Carolus. Letaknya di sebelah barat SMP Yos Sudarso berada di jalan yang sama tepatnya di Jalan RS. Sekar Kamulyan, Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Terdapat 3 kelas yaitu kelas tata boga, kelas menjahit dan perkayuan. Mayoritas siswa disana beragama Katolik dan Protestan. Terhitung hanya beberapa siswa ADS dan Non-ADS seperti muslim yang bersekolah di Bina Cahya. Perbedaan-perbedaan yang menyangkut aqidah bagi warga sekolah seakan-akan bukan sesuatu yang harus dilebih-lebihkan dan menghambat mereka dalam proses interaksi, namun justru sebagai bagian dari

53 Dikutip dalam http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/7026A014-2CF5- E011-B6EC-7FAC3103757B, pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20:13

Page 44 of 203 proses pembelajaran berkaitan dengan nilai-nilai toleransi dan saling menghargai sehingga dijadikan cara bertindak oleh siswa-siswa SMP Bina Cahya. Dominasi Agama di Tiga Sekolah Kawasan Cigugur Sekolah merupakan tempat kedua untuk siswa melakukan interaksi dengan sesama siswa maupun dengan guru. Sekolah menjadi wadah berinteraksinya berbagai agama yang ada di Indonesia, terutama didaerah Cigugur Kuningan Jawa Barat. Fokus penulis dalam melihat perbandingan jumlah agama berada di tiga sekolah yaitu SMP Tri Mulya, Bina Cahya dan Yos Sudarso. Jarak antara sekolah tersebut tidak terlalu jauh satu sama lainnya, khususnya Bina Cahya dan Yos Sudarso yang jaraknya berdekatan. Penulis ingin melihat dominasi agama yang terjadi di tiga sekolah tersebut. Sehingga dapat dilihat apakah dominasi agama mempengaruhi interaksi yang ada atau tidak. Pertama SMP Tri Mulya merupakan sekolah yang mayoritasnya adalah ADS. Sekolah tersebut menggunakan buku ajaran Karuhun Urang yang berpedoman dengan pikukuh tilu dalam mata pelajaran agamanya. Tetapi nama mata pelajaran agama yang ada disebut dengan Himpunan Penghayat Kepercayaan. Siswa yang berada disekolah tersebut terdiri dari berbagai agama. Agama mayoritas yang menjadi keyakinan siswa di SMP Tri Mulya adalah ADS, dan beberapa diantaranya beragama Islam dan Katolik. Salah satu siswa yang penulis wawancarai bernama Neng Sulastri kelahiran Garut 12 April 2002. Ia merupakan salah satu siswa yang menganut keyakinan ADS. Sekarang Neng sedang belajar dikelas sembilan, wa- laupun kedua orang tuanya tinggal di Garut tetapi ia bersekolah di Tri Mulya. Ia tinggal diasrama yang disediakan oleh Paseban Cigugur, Kuningan. Berikut kutipan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Neng: iya saya tinggal di asrama biasanya kami yang pengahayat punya kegiatan agama yang sering dilakukan, misalnya itu kaya setiap hari jam 07.00 pagi kami berdoa asrama. Tapi ada yang lebih efektifnya hari minggu pada jam 05.00-06.00 pagi doa bersama dengan penghayat yang lainnya. Terka- dang juga ada pengajaran dari Rama Anom biasanya jam 07.00 pagi tapi itu tidak rutin.54 Seperti yang dikatakan oleh Neng bahwa kegiatan berdoa para penghayat biasa dilakukan diasrama. Karena awal dibangunnya SMP Tri Mulya dari pihak Paguyu- ban maka dominasi agama yang ada adalah ADS atau mereka mengidentifikasi dirinya dengan sebutan penghayat. Di kelas IX tempat Neng belajar mempunyai siswa berjumlah sebelas dimana sepuluh siswa merupakan pengahayat dan satu merupakan siswa yang berkeyakinan agama Islam. Memang jumlah kelas untuk jenjang kelas sembilan hanya ada satu. Begitu juga dengan kelas VII dan kelas VIII masing-masing berjumlah satu kelas. Dalam hal kuantitas SMP Tri Mulya me- mang memiliki jumlah siswa yang terbilang cukup sedikit jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah pada umumnya terlebih dibandingkan dengan SMP Bina Cahya dan Yos Sudarso yang sama-sama berada di kawasan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat.

54 Wawancara dengan Neng Sulastri jam 09.15 pada tanggal 04 November 2016

Page 45 of 203

Gambar 3. 1 Wawancara dengan Neng Sulastri

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan para siswa disekolah tersebut jumlah siswa yang bersekolah memang sedikit. Penurunan jumlah siswa terjadi ketika leluhur penghayat beralih dari keyakinannya sehingga hal tersebut terjadi. Walaupun begitu SMP Tri Mulya masih bertahan sampai sekarang. Agama yang mendominasi di SMP Tri Mulya adalah penghayat atau ADS, karena memang SMP Tri Mulya dibuat awalnya untuk menampung siswa penghayat oleh pihak Pa- seban Tri Panca Mulya. Berikut merupakan data yang penulis peroleh dari hasil wawancara yang kemudian diolah kembali.

Skema 3. 2 Data Siswa dengan Keyakinannya

Kelas VII Kelas VIII Kelas IX

ADS Islam Katolik

10 Siswa 10 Siswa 1 Siswa

Sumber: Diolah oleh Penulis (2016)

Kedua, SMP Bina Cahya merupakan sekolah kejar Paket B atau Paket C yang ditunjukkan kepada siswa yang diharuskan untuk mengulang pelajarannya. Sekolah tersebut mempunyai jurusan memasak, menjahit dan perkayuan. Tidak berbeda jauh dengan SMP Tri Mulya, siswa yang bersekolah di Bina Cahya juga tidak banyak. SMP Bina Cahya mayoritas agamanya adalah Katolik karena me- mang sekolah Katolik. Mata pelajaran agama disekolah lebih ditujukan kepada budi pekerti yang menjurus kepada etika siswa dalam berperilaku. Walaupun sekolah Bina Cahya merupakan sekolah yang didirikan oleh komunitas gereja St.

Page 46 of 203

Carolus dan diorientasikan untuk siswa yang beragama Katolik namun SMP Bina Cahya dalam mekanisme penerimaan siswa sama sekali tidak membatasi untuk para siswanya harus beragama Katolik. Berikut kutipan wawancara penulis dengan Sr. Yuliana selaku kepala sekolah: kami terbuka dengan siapapun untuk masuk kesini, kami disini ada Katolik, Kristen, Islam dan Pengahayat ada. Selain siswa ada juga guru yang pen- gahayat tapi untuk guru hanya satu. Pelajaran kami disini lebih kepada budi pekerti, untuk agama Katolik ada pelajarannya menjadi satu dengan Kris- ten. Untuk agama lain saya persilahkan untuk kegiatan-kegiatan sesuai agama mereka.”55 Berdasarkan wawancara tersebut dapat dilihat sekolah Bina Cahya menerima siswa dengan berbagai keyakinan. Dominasi yang memang terlihat adalah agama Katolik tetapi hubungan antara siswa tetap terjaga. Dari yang penulis lihat para siswa tetap berinteraksi dengan baik walaupun agama mereka berbeda. Hal ini dikarenakan memang penekanan pada budi pekerti yang dilakukan oleh Bina Ca- hya membuat siswanya beretika yang baik, sopan, serta sangat bertoleransi satu sama lainnya. Sehingga, tindakan-tindakan yang diskriminatif tidak terlihat dalam proses pembelajaran baik di dalam maupun luar kelas. Dan hal tersebut men- gidentifikasikan bahwa institusi pendidikan dalam hal ini sekolah telah mampu mensosialisasikan nilai-nilai toleransi sehingga dalam prosesnya nilai-nilai terse- but terinternalisasi dan dijadikan pedoman untuk berinteraksi dan bertindak se- bagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.

Gambar 3. 2 Wawancara dengan Sr Yuliana

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Dari hasil wawancara penulis dengan pihak sekolah Bina Cahya dan siswa yang ada didapatkan jumlah data siswa berdasarkan keyakinan mereka. Seperti yang dituliskan sebelumnya bahwa memang SMP Bina Cahya merupakan sekolah yang didirikan oleh komunitas Gereja Carolus dan pembelajarannya berlandaskan nilai- nilai keagamaan Katolik sehingga dominasi dipegang oleh siswa beragama

55 Wawancara dengan Sr. Yuliana jam 14.20 pada tanggal 05 November 2016

Page 47 of 203

Katolik. Maka penulis memperoleh data yang menjadi gambaran untuk jumlah data siswa sebagai berikut:

Skema 3. 3 Data Siswa dengan Agamanya

Katolik • 22

Islam • 14

Ptotestan • 2

ADS • 1

Sumber : Diolah oleh Penulis (2016)

Selanjutnya yang ketiga adalah sekolah Yos Sudarso merupakan sekolah Katolik juga yang berada disatu wilayah dengan Bina Cahya. Tetapi Yos Sudarso mempu- nyai tiga jenjang yaitu sekolah SD, SMP dan SMA. Penulis hanya fokus kepada sekolah SMP saja karena agar dapat dibandingkan dengan sekolah lainnya. Tidak berbeda jauh dengan sekolah-sekolah sebelumnya Yos Sudarso menerima dengan terbuka siswa dengan agama apa saja untuk bersekolah disana. Namun untuk mata pelajaran agama mereka hanya menyediakan untuk agama katolik. Tetapi untuk agama lain mereka menunjang dengan buku tugas yang diberikan oleh pihak sekolah kepada setiap siswa. Sehingga penilaian sikap serta untuk nilai agama yang bukan beragama Katolik akan dilihat dari buku tugas mereka. Sama dengan sekolah Bina Cahya yang dilihat dari siswa dalam agama lebih kepada budi pekerti mereka dalam berinteraksi dengan siswa. Tidak hanya itu didalam kelas juga mereka diberikan ilmu mengenai budi pekerti. Berikut adalah buku tugas yang diberikan kepada siswa: Gambar 3. 3 Buku Tugas Agama Siswa

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Page 48 of 203

Menurut Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum yaitu ibu Arta Wuli pelajaran agama mereka memang lebih kepada pembelajaran berbasiskan agama Katolik. Karena pihak sekolah mengikuti arahan dari atasan yaitu kepala yayasannya. Se- hingga mata pelajaran agama untuk agama selain Katolik tidak disediakan disini. Tetapi berdasarkan sistem sekolah tetap menerima agama lain selain Katolik. Beri- kut kutipan wawancara dengan ibu Arta Wuli: ya kami memang sekolah Katolik ya tapi tetap memperbolehkan kepada siswa yang beragama lain untuk tetap sekolah disini. Karena dilingkungan kami memang multiagama ya beragam ada yang Islam, Katolik, Kristen ada pula yang pengahayat ya seperti yang ada di Paseban sana. Untuk mata pelajaran memang kami hanya menyediakan untuk yang beragama Katolik, tapi untuk agama lain kami juga menyediakan buku tugas termasuk untuk siswa yang beragama Katolik”56 Siswa yang bersekolah di Yos Sudarso beragam untuk agamanya, sehingga sekolah tersebut sama dengan yang lainnya terbuka dalam penerimaan siswanya. Agama yang mendominasi memang agama Katolik. Berdasarkan wawancara penulis dengan wakasek Yos Sudarso, penulis memperoleh data yang menunjuk- kan jumlah siswa yang bersekolah disertai dengan identitas agamanya. Berikut adalah foto yang merupakan data dari SMP Yos Sudarso: Gambar 3. 4 Buku Tugas Agama Siswa

Sumber : Dokumentasi Pribadi (2016)

Dominasi agama yang terjadi di tiga sekolah tersebut berbeda satu sama lainnya berdasarkan orientasi sekolah tersebut. Untuk Tri Mulya agama yang mendomi- nasi adalah penghayat sedangkan Bina Cahya dan Yos Sudarso adalah agama Katolik. Dominasi agama yang terjadi bisa saja menimbulkan konflik yang terjadi disekolah tersebut. “In Alain Touraine’s terms, any dominant class is interested in becoming the directing class. The one that can acquire the massive support of all

56Wawancara dengan Arta Wuli jam 15.40 pada tanggal 05 November 2016

Page 49 of 203 the clasess and groups of its specific mode of orientating the control of society” 57 seperti yang dikatakan oleh Alain Tourain kelas dominan bisa saja tertarik untuk menyutradai terhadap kelas lain serta modus kelompok dominan bisa saja berori- entasi untuk mengontrol suatu masyarakat. Memang pada masing-masing sekolah agama yang dominanlah yang mengatur untuk masalah mata pelajaran yang akan diberlakukan kepada siswa. “A has potential influence at any one or more the three levels at which the degree of a subordinate class autonomy can be analyzed which are class con- sciousness, class organization and class mobilization”58 dikatakan pula agama memiliki pengaruh potensial pada satu atau lebih tiga tingkat dimana tingkat otonomi kelas bawahan dapat dianalisis dengan kesadaran kelas, organisasi kelas dan mobilisasi kelas. Dominasi agama yang terjadi pada ketiga sekolah tidak me- nyebabkan hal tersebut. Karena tingkat toleransi yang dimiliki oleh siswa di SMP Yos Sudarso tersebut sangat tinggi. Mereka saling menghargai agama satu sama lain bahkan saling mengingatkan ibadah agama masing-masing. Sehingga in- teraksi yang terjalin bisa terjaga dari dulu hingga sekarang. Penulis juga mem- bandingkan data siswa dimasing-masing sekolah dengan kepercayaan mereka se- bagai berikut. Tabel 3. 1 Perbandingan Latar Belakang Agama Siswa

No Nama Agama sekolah ADS Islam Katolik Protestan Buddha 1 Tri Mulya 35 2 1 - - 2 Bina 1 14 22 2 - Cahya 3 Yos 2 8 204 46 2 Sudarso

Sumber: Analisis Penulis (2016)

Pola Interaksi Siswa antar Kelompok ADS dan Non-ADS Interaksi merupakan hal yang selalu dilakukan manusia sebagai makhluk sosial yang akan saling membutuhkan dan terjadi kapan saja serta dimana saja. Menurut salah satu tokoh sosiologi Gillin dan Gillin, interaksi merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok ataupun antar individu dengan kelompok. Hubungan sosial yang dinamis maka interaksi sosial ini akan terus berjalan dan berkembang sesuai zamannya. Interaksi sosial ini pula dibangun dilingkungan sekolah dimana anak-anak ADS bersekolah, meski mem- iliki sekolah sendiri yang sudah dipastikan jumlah para pengahayat kepercayaan dominan namun tidak memungkiri bahwa ada pula beberapa agama seperti Islam, Katolik dan Protestan yang menjadi siswa minoritas disana. Sekolah Tri Mulya merupakan sekolah bagi para penghayat kepercayaan tersebut, namun interaksi yang dibangun didalamnya terjalin secara harmonis bahkan keharmonisan itupula

57Otto, Maduro, Religion and Social Conflicts, (New York: Orbis Books Maryknoll:1982) hlm. 73 58 Ibid

Page 50 of 203 dibangun dengan siswa yang bukan pengahayat. Selain sekolah Tri Mulya adapula sekolah lainnya seperi Bina Cahya dan Yos Sudarso. Kedua sekolah tersebut merupakan SMP katolik yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan paseban dan juga dengan SMP Tri Mulya. Kedua sekolah ini merupakan sekolah yang menjunjung tinggi nilai toleransi terhadap sesama siswa bahkan keadaan tersebut sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Interaksi sosial yang ter- jadi di kedua sekolah tersebut juga berjalan dengan harmonis antar sesama siswa, dengan berpedoman dengan nilai budi pekerti maka toleransi umat beragama merupakan hal yang biasa dan agama menjadi hal yang pribadi. Beberapa anak- anak ADS yang bersekolah di dua sekolah tersebut menjalani interaksi antar sesama siswa dengan harmonis, sama halnya dengan yang dilakukan oleh siswa ADS dengan Non-ADS di Tri Mulya. Menjadi siswa minoritas di ketiga sekolah ter- sebut tidak menghalangi interaksi yang terjadi antar kelompok-kelompok agama yang berbeda di wilayah Cigugur tersebut. disini saya mah baik-baik aja ka, main juga sama-sama. Sudah biasa kalau banyak agama gitu, kan dirumah juga campuran kak, tapi sama aja murid- murid juga. Ejek-ejekan agama juga ga ada, disini mah ya sekolah aja gak mikirin agama beda-beda.59

Interaksi sosial memiliki dua bentuk yakni bersifat asosiatif dan disasosiatif, aso- siatif adalah proses interaksi sosial yang bersifat positif sedangkan disasosiatif memiliki sifat yang sebaliknya atau negatif dalam proses interaksi di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk dari kedua proses tersebut yakni asimilasi, akulturasi, pesaingan dan banyak lagi. Interaksi yang dibangun jika dilihat dari jumlah siswa yang menjadi mayoritas baik ADS dan Non-ADS memiliki tingkat toleransi yang kuat dan tingkat toleransi yang kuat ini mengindikasikan bentuk interaksi yang di bangun adalah asimilasi. Gambar 3. 5 Siswa Muslim dan Katolik di SMP Tri Mulya

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

59 Wawancara dengan Izzi (siswa agama islam di Tri Mulya) jam 10.02 pada tanggal Tanggal 05 November 2016

Page 51 of 203

Bentuk-bentuk interaksi sendiri yang bersifat asosiatif terdiri dari akomodasi, asim- ilasi serta kerjasama. Akomodasi berasal dari kata latin acemodare yang berarti menyesuaikan. Definisi sosiologisnya adalah suatu bentuk proses sosial yang di dalamnya dua atau lebih individu atau kelompok berusaha untuk tidak saling menggangu dengan cara mencegah. Selanjutnya yaitu akomodasi yang terdiri dari dua bentuk yaitu toleransi dan kompromi. Dan asimilasi merupakan proses lanju- tan atau proses sosial dalam taraf lanjut. Ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan mengutamakan kepent- ingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Secara singkat asimilasi ditandai dengan pengembangan sikap-sikap yang sama walau terkadang bersifat emo- sional, dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan atau paling sedikit integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan individu. Sejalan dengan pengertian asim- ilasi tersebut, masyarakat di wilayah Cigugur dapat diidentifikasikan bahwa dengan berbagai macam kepercayaan dan agama yang ada, mereka tetap dapat hidup secara harmonis dan memiliki tujuan yang sama untuk hidup tentram. Proses terjadinya asimilasi yakni: 1. Kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaan 2. Orang perorangan sebagai warga kelompok saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama 3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri Fakto-faktor yang mempengaruhi atau mempermudah proses asimilasi terjadi di dalam masyarakat, yaitu: 1. Toleransi 2. Kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi 3. Sikap menghargai 4. Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa 5. Persamaan dalam unsur kebudayaan 6. Perkawinan campuran Salah satu proses asimilasi adalah orang perorangan sebagai warga kelompok yang saling bergaul secara langsung dan intensif untuk waktu yang lama. Selama di sekolah siswa-siswi Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso melakukan in- teraksi yang lama dan secara intensif maka asimilasi didalam lingkungan ketiga sekolah tersebut berjalan dengan lancar. Bentuk interaksi yang dimunculkan oleh ketiga sekolah tidaklah jauh berbeda, bahkan penulis menyimpulkan bentuk in- teraksi yang ketiga sekolah gunakan adalah asimilasi. Kunci dari proses ini adalah toleransi antar kelompok, dan kelompok yang dimaksud dalam bahasan ini adalah kelompok agama di sekolah. Keberagaman agama yang ada di tiga sekolah ter- sebut menjadi penguat hubungan antar siswa, melalui institusi-institusi yang ada lingkungan masyarakat Cigugur seperti keluarga, pertemanan, hingga masyarakat yang terbiasa akan perbedaan telah membuat para siswa memahami nilai-nilai toleransi tersebut sehingga dijadikan pedoman dalam berinteraksi dan bertindak di lingkungan sosialnya khususnya interaksi yang terjalin di lingkungan sekolah, mereka selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan yang aman dan tentram.

Page 52 of 203

Hidup berdampingan dengan rasa aman adalah keinginan dan cita-cita seluruh masyarakat, begitupula yang diinginkan oleh masyarakat Cigugur dengan ke- hidupan sosial yang multiagama. Banyaknya agama tidak menjadi penghalang un- tuk menjalani hidup berdampingan yang harmonis sesama anggota masyarakat. Sejarah terdahulu telah menjadikan masyarakat Cigugur saat ini sangat toleransi terhadap agama. Di sekolah pemandangan seperti anak muslim yang bersekolah di sekolah Katolik atau sekolah penghayat akan menjadi pemandangan yang bi- asa. Di sekolah tidak ada pelajaran agama yang mendoktrin satu agama dengan agama yang lain. Ketiga sekolah tersebut lebih menekankan kepada nilai-nilai budi pekerti, sesuai dengan ajaran para leluhur sehingga rasa toleransi antar umat be- ragamapun tinggi. Asimilasi dibangun di sekolah dengan toleransi beragama, ketika para penghayat kepercayaan bersekolah di sekolah Katolik akan ada perbedaan kebijakan setiap sekolahnya. Tri Mulya adalah sekolah yang khusus dibangun untuk anak-anak ke- turunan ADS, namun tidak semua siswa di SMP Tri Mulya adalah ADS tetapi siswa dengan agama lain seperti Islam, Katolik dan Kristen pun ada. Keberaga- man umat beragama tidak hanya terjadi dikalangan siswa saja, tapi dikalangan guru pun keberagaman terjadi. Sebagian besar staff pengajar di SMP Tri Mulya beragama muslim dan Kristen, hanya ada satu guru yang menganut ADS yaitu bapak Wahyu. Pak Wahyu adalah guru mata pelajaran agama untuk agama ke- percayaan, selain menjadi guru agama pak Wahyu sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah. Terdapat salah satu siswa SMP Tri Mulya bernama Puji yang be- ragama Islam, yang mengakui bahwa ia merasa nyaman berada di sekolah terse- but karena tidak ada pembedaan dalam proses interaksi ataupun tindakan-tinda- kan yang diskriminatif berdasarkan latar belakang agama. Dalam proses interaksi di sekolah tidak ada peristiwa bullying yang dilakukan oleh para siswa mayoritas terhadap siswa minoritas dalam hal agama. Menurut Puji, tidak ada saling ejek antar siswa menjadikan Puji merasa nyaman. Toleransi yang tinggi yang di ajarkan melalui budi pekerti sangat dirasakan oleh Puji pada saat di sekolah. Walaupun mayoritas agama penghayat, SMP Tri Mulya tetap memberikan pendidikan agama kepada siswa lainnya dengan mendatangkan guru agama dari sekolah lain dan hal tersebut sebagai bentuk kesetaraan hak dalam proses pembelajaran di sekolah. Selain itu, SMP Bina Cahya juga menerapkan prinsip yang sama dengan Yos Sudarso mengenai keterbukaan dalam menerima siswa. Gambar 3. 6 Siswi ADS di Bina Cahya

Sumber: Dokumen Pribadi (2016)

Page 53 of 203

Selanjutnya adalah SMP Yos Sudarso yang merupakan salah satu sekolah Katolik favorit di wilayah Cigugur, dan sama halnya dengan SMP Tri Mulya, di SMP Yos Sudarso tidak menutup kemungkinan adanya agama lain yang ikut mengenyam pendidikan di sekolah tersebut karena mekanisme penerimaan siswa di SMP Yos Sudarso tidak mengharuskan seluruh siswanya beragama Katolik. Seperti halnya SMP Tri Mulya di Yos Sudarso toleransi antar siswa beragama sangat kental, tidak ada sikap saling ejek antar siswa walaupun mayoritas agama Katolik. Pelajaran yang diberikan mengenai agama tetap pelajaran Katolik namun berbasis budi pekerti, adanya tugas mengenai kegiatan ibadah selain disekolah di jadikan alat untuk mengupayakan pendidikan agama untuk minoritas. Keterbukaan dalam menerima siswa yang menjadikan ADS mampu hadir di sekolah-sekolah yang mayoritas Katolik. Sekolah Katolik memiliki jumlah yang lebih banyak daripada sekolah lainnya dikarenakan sejarah terdahulu menjadikan banyak ADS berpindah agama menjadi Katolik. Siswa-siswa ADS dan Non-ADS seperti Islam yang bersekolah di sekolah Katolik memiliki beberapa alasan dan salah satu alasan yang menarik bagi penulis adalah salah satu orang tua beberapa siswa beragama Katolik atau ADS. walaupun disini adalah sekolah Katolik, tapi kami tetap menerima siswa diluar katolik dengan satu konsekuensi tetap mengikuti pelajaran agama Katolik. Kami memberikan buku tugas agama dan diisi sesuai dengan agama masing-masing, menjadi nilai tambahan agama namun ujian agama tetap menggunakan soal agama Katolik karena bagian dari konsek- uensi.60 Pernyataan yang diungkapkan oleh Wakasek Kurikulum diterima oleh para orang tua siswa diluar agama Katolik. Faktor yang mempermudah asimilasi adalah sikap terbuka dari golongan berkuasa, ketika anak ADS masuk ke sekolah Katolik segala peraturan wajib diikuti oleh siswa ADS dan itu merupakan salah satu sikap terbuka dari penguasa atau dari pihak sekolah. Faktor-faktor yang mempermudah proses terjadinya asimilasi dapat dirasakan di sekolah-sekolah wilayah sekitar paseban, toleransi antar umat beragama sudah menjadi jati diri masyarakat hingga terbawa di lingkungan sekolah dan menginternal didalam diri individu siswa. Beberapa siswa bahkan menjalin hubungan persahabatan yang erat meskipun berbeda agama. Doktrin-doktrin mengenai sikap saling menghargai serta toleransi yang ditanamkan dari orang tua kepada anaknya dan direalisasikan kedalam bentuk yang nyata baik didalam keluarga, masyarakat bahkan di lingkungan sekolah, dan hal tersebut menjadikan keberadaan siswa ADS di sekolah-sekolah menjadi hal biasa bahkan sekolah dapat menjadi sarana penguat antar siswa beragama di wilayah Cigugur. Penutup Bagi warga Desa Cigugur perbedaan bukanlah menjadi suatu penghalang pemer- satu, karena dengan adanya perbedaan keyakinan membuat Desa Cigugur ini se- makin unik. Meskipun Desa Cigugur ini, terdapat banyak perbedaan tetapi tidak pernah sekalipun warga Desa Cigugur berdebat atau mengalami perpecahan hanya karena perbedaan keyakinan. Sebagai contohnya ialah di sekolah yang merupakan salah satu institusi formal yang berperan penting dalam proses pem-

60 Wawancara dengan staf kurikulum SMP Yos Sudarso Tanggal 05 Nov 2016

Page 54 of 203 bentukan dan sosialisasi. Siswa-siswi SMP Tri Mulya, Yos Sudarso dan Bina Ca- hya tidak pernah merasa diasingkan atau merasa terdiskriminasi hanya karena berbeda agama. Bahkan semua bisa diterima dengan senang disana. Siswa-siswa disana tidak pernah memilih dengan agama tertentu saja untuk menjadi temannya. Dalam hal ini sekolah telah merepresentasikan kehidupan sosial Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang multiagama. Bagi masyarakat Cigugur, agama adalah hak semua umat manusia dan tidak ada satu orangpun yang berhak bertindak dis- kriminatif hanya karena latar belakang agama individu tersebut. nilai-nilai tersebut diinternalisasikan bahkan di lingkup institusi pendidikan formal seperti sekolah. Pemahaman warga desa Cigugur akan nilai toleransi tidak hanya diucapkan secara verbal namun gagasan mengenai perilaku toleransi tersebut diwujudkan dalam tindakan sosial yang nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Khusunya siswa-siswi di tiga sekolah tersebut, bagi mereka toleransi bukan lagi soal doktrin orang dewasa terhadap pemikiran dan tindakan mereka. Tapi institusi-institusi keluarga, pertemanan, sekolah hingga masyarakat memberikan gambaran jelas tentang apa yang pantas dilakukan dan apa yang tidak. Sehingga toleransi bukan hanya berisi makna belaka tapi ia dijadikan satu keharusan dalam melakukan tin- dakan sosial sehingga standar menyimpang di daerah Cigugur, Kuningan adalah ketika individu tersebut tidak mampu menunjukan sikap toleransinya dimasyara- kat. Dan untuk menjelaskan analisa diatas, disajikan skema dibawah ini

Skema 3. 4 Analisis Pola Hubungan Interaksi Siswa Beragama

Lembaga Pendidikan Sekolah

ADS NON-ADS

Pola Interaksi

Asimilasi

Sumber: Hasil Analisis (2016)

Page 55 of 203

Daftar Pustaka Martha, Tri. Doloksaribu. Pola Interaksi antar siswa berbeda Agama: Kasus pada kela X di SMA Negeri 2 Pomtianak. Pontianak: Universitas Tanjung Pura Rakhmat, Hidayat. Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim. Jakarta: Raja Gravindo Persada. 2013

Maduro, Otto. Religion and Social Conflicts. New York: Orbis Books Maryknoll. 1982 Syaripullah. Kebersamaan dalam Perbedaan: Studi Kasus Masyarakat Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sosio Didaktika. 2014. Vol. 1, No. 1. Diunduh Mei 2014

Suparlan, Parsudi. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Antropologi Indonesia. 2002. http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/profil/7026A014-2CF5- E011-B6EC-7FAC3103757B dikutip pada tanggal 20 Desember 2016 pukul 20:13

Page 56 of 203

Bab 4 Proses Internalisasi Nilai Agama dan Adat: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan

Annisa Sharfina Praditta, Fajri Pratama, Fauzan Marasabessy, Nur Fiandina Na- bila, Siti Nurzanah

Pendahuluan Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai masyarakat majemuk yang berasal dari berbagai etnis, suku bangsa, ras, dan agama. Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini pun juga akan melahirkan berbagai adat istiadat yang beragam dan membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Ke- budayaan tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia sikap kepercayaan terhadap tuhan. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indonesia. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, tetapi ada juga sebagian kecil yang beragama Kristen, Hindu, dan Sunda Wiwitan/Jati Sunda.61 Di Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai macam kepercayaan salah satunya kepercayaan sunda wiwitan yang komunitas pengikutnya berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sunda wiwitan merupakan sebuah kepercayaan yang be- rasal dari tanah pasundan yang tidak terlepas dari peran Pangeran Madrais se- bagai pendiri dari cikal bakal lahirnya kepercayaan sunda wiwitan. Pada dasarnya, Agama Djawa Sunda (Selanjutnya disebut ADS) merupakan salah satu kepercayaan lokal di Nusantara yang dipercayai oleh sejumlah masyarakat yang tersebar di wilayah Cigugur, Kuningan, beserta beberapa daerah Iainnya di Jawa Barat. Dalam masyarakat penghayat ADS, kepercayaan ini disebut sebagai Sunda Wiwitan. Jika membahas mengenai kepercayaan Sunda Wiwitan, maka awal yang perlu untuk diketahui bersama ialah historis kata Sunda Wiwitan dan pemaknaannya. Sunda Wiwitan berasal dari Kata Sunda dan Wiwitan. Istilah kata “Sunda” menurut Pangeran Djatikusumah dimaknai dalam tiga kategori konsep mendasar, yaitu secara secara Filosofis, Sunda berarti bodas (putih), bersih, cahaya, indah, bagus, cantik, baik dan sebagainya. Sedangkan menurut etnis, Sunda berarti atau merujuk pada komunitas masyarakat suku bangsa Sunda yang Tuhan ciptakan seperti halnya suku dan bangsa lain di muka bumi.

Sedangkan Sunda Wiwitan berarti Sunda Sunda asal atau Sunda asli. Sunda Wiwitan. Sunda Wiwitan juga suka dipakai dalam penamaan bagi keyakinan atau sistem keyakinan “masyarakat keturunan Sunda” yang masih mengukuhi keyakinan ajaran spiritual leluhur kesundaan. Penamaan itu tidak muncul serta merta sebagai sebuah konsep penamaan keyakinan oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan, tetapi kemudian istilah itu dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda (orang Sunda) yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda. Dengan demikian Sunda Wiwitan secara harafiah berarti Orang Etnis Sunda awal atau Awal mula orang Sunda.62 Secara etnis, Sunda Wiwitan merupakan kelompok yang hidup berdasarkan

61 Pram, Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya, Penebar Swadaya Group : 2013, hal: 73 62 Ira Indrawardana, Makalah Kuliah Umum, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, hal: 4-8

Page 57 of 203 kekerabatan anggotanya yang memiliki keturunan yang sama dari leluhur atau ne- nek moyangnya dan mempertahankan budaya dan nilai-nilai religiusitas yang di- turunkan oleh nenek moyang secara bersama. Hal ini seperti yang didefinisikan oleh Talcot Parsons tentang etnis, bagi Parsons, etnis merupakan kelompok yang unik dengan sistem kekerabatan yang dimana anggotanya menelusuri asal mereka pada keturunan dari nenek moyang yang semuanya berasal dari kelompok etnis yang dikategorikan sama. Parsons melihat etnisitas sebagai kelompok yang didefinisikan secara menyebar, dengan rasa unik identittas yang sama dalam arti khas sejarahnya.

Parsons defines ethnic groups as ‘an aggregate of kinship units, the mem- bers of which either trace their origin in terms of descent from a common ancestor or in terms of descent from ancestors who all belonged to the same categorised ethnic group’ (1951: 172). Ethnicity is seen by Parsons (1975: 56) as a ‘diffusely defined group’, with a unique sense of identity embedded in a ‘distinctive sense of its history’.63

Nilai-nilai agama dan adat yang ada dalam kepercayaan Sunda Wiwitan (yang se- lanjutnya akan disebut ADS) diformulasikan dalam bentuk-bentuk peran dan pe- doman yang harus dilakukan oleh para penghayat keperayaan ini. Dalam hal ini seorang individu yang menjadi penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan akan meng-internalisasikan nilai agama dan adat yang berasal dari luar diri inividu me- lalui proses sosialisasi. Hal inilah yang menjadi menarik perhatian, bagaimana proses sosialisasi antargenerasi yang terjadi pada masyarakat penghayat ke- percayaan sunda wiwitan tersebut. Umumnya masyarakat penghayat mewarisi nilai-nilai agama & adat melalui proses pengalaman bersama generasi sebe- lumnya. Sehingga, nilai-nilai budaya dalam kepercayaan sunda wiwitan bisa dilestarikan secara turun temurun sampai saat ini. Selain itu juga, dalam internal- isasi akan terjadi pula bagaimana proses pelembagaan perilaku dan interaksi antar masyarakat Sunda Wiwitan dalam hal kultural yang akan menghasilkan suatu identitas aseli bagi masyarakat Sunda Wiwitan. Jika dikaji dalam konteks kekinian, tema ini tentu amatlah menarik karena dengan mengkajinya akan mempermudah pemahaman mengenai anatomi sejarah agama dan kebudayaan, selain itu studi ini juga memiliki tujuan memperoleh suatu cara bagaimana proses internalisasi nilai agama dan adat antar generasi di komunitas ADS ini berlangsung. Serta pemaknaan ketuhanan menurut masyarakat ADS dan implementasi konsep ketuhanan tersebut pada ajaran-ajaran dalam masyarakat ADS. Selain itu juga penelitian ini dilakukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah hubungan antar kelompok dan gerakan sosial. Untuk memperdalam dan memertajam tujuan tersebut, tulisan ini akan dibagi kedalam beberapa sub pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini yang dibahas yaitu latar belakang yang menjadi topik pembahasan. Kedua, menjelaskan mengenai sejarah ADS, pada bagian ini berisi uraian singkat mengenai sejarah awal berkembangnya kepercayaan ADS. Ketiga, membahas mengenai konsep ketuhanan dan penerapannya dalam aja- ran-ajaran ADS serta fungsi ajaran ADS dalam menjaga eksistensi ADS di masyarakat kontemporer. Keempat, pada bagian ini akan menjelaskan dan

63 Sinisa Malesevic, The Sociology of Ethnicity, Sage Production : 2004, hal : 47

Page 58 of 203 mendeskripsikan mengenai proses sosialisasi antar generasi yang berlangsung pada masyarakat ADS. Kelima, menjelaskan mengenai proses pelembagaan per- ilaku dan interaksi secara kultural dalam masyarakat ADS. Dan Terakhir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebelumnya. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan observasi di Cigugur, Kuningan pada tanggal 4-6 Novermber 2016 dan melakukan wa- wancara mendalam (indepth interview) pada beberapa narasumber yang berkai- tan dengan penelitian. Selain itu untuk memperdalam tulisan penulis juga melakukan kajian pustaka dengan membaca beberapa buku dan jurnal yang berkaitan. Sejarah Agama Djawa Sunda (ADS) Secara historis, ADS yang juga dikenal sebagai Igama Djawa Soenda Pasoendan ataupun Aladraisrme, didirikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Widjaja Ningrat atau Madrais pada abad ke-19.64 Sebelum mendirikan ajaran ini, ia mengembara ke sejumlah tempat di Jawa Barat untuk mencari makna hidup. Pengembaraan Pangeran Madrais merupakan babak yang sangat penting dalam sejarah ADS, karena dari pengembaraan itulah ADS dan pokok-pokok ajarannya lahir. Secara teologis, ada yang memandang bahwa ajaran-ajaran ADS merupakan hasi ramuan tasawuf lslam dengan mistisme Jawa yang dibingkai dengan unsur-unsur kebudayaan Sunda. Dalam perkembangannya, ADS menyebar ke sejumlah tem- pat dan daerah, seperti Indramayu, Majalengka, Ciamis, Bandung, Bogor dan DKI Jakarta. Ketika Jepang mengusir Belanda dan menduduki Nusantara, ADS telah mempunyai pengikut sekitar 200.000 orang. Perjuangannya untuk mengem- bangkan ADS pun tidak mudah, beberapa kali Madrais harus berurusan dengan pemerintah kolonial Belanda. Selama masa pemerintahan kolonial ini, Pangeran Madrais dan ADS-nya dianggap sebagai kelompok radikal dan berbahaya, se- hingga Pangeran Madrais sempat ditangkap dan diadili oleh pemerintah Belanda. Pemimpin ADS diadili dan ditangkap di Kuningan dan Tasikmalaya. Dari tahun 1901 sampai 1908 Pangeran Madrais pernah dibuang ke Merauke dengan tudu- han sebagai pemberontak dan pemeras rakyat. Sekembalinya dari pembuangan, ia kembali membina para pengikutnya untuk memperjuangkan ajaran ADS. Ketika ia meninggal pada tahun 1939, tugas memimpin ADS pun beralih kepada putranya, Pangeran Tedjabuana Alibasa Kusuma Widjaja Ningrat.

Di masa kepemimpinan yang kedua ini, ADS banyak mendapat tekanan dari ke- lompok sosial lain yang berseberangan paham dan juga dan pihak-pihak yang berkuasa, khususnya pada masa pendudukan Jepang dan masa Orde Lama ka- rena di kedua periode tersebut ADS pernah secara resmi dibubarkan. setelah ter- jadi kasus penginjakkan al-Quran oleh dua orang pengikut Madrais pada 17 April 1964. Sejak peristiwa ini, banyak pengikut Madrais yang masuk Kristen dengan perintah dari Pangeran Tedjabuana untuk berlindung dibawah cemara putih yang diyakini sebagai agama Kristen.65 Tekanan yang begitu berat menerpa ADS dan para pengikutnya, sehingga membuat sang pemimpin saat itu, Tedjabuana, benar- benar menyerah dan mengumumkan pembubaran ADS. Dengan setengah hati, Tedjabuana meninggalkan aliran kebatinan yang dipelopori dan dikembangkan

64 Tendi, Skripsi : Sejarah Agama Djawa Sunda di Cigugur Kuningan 1939-1964, 2016 diakses online pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30301/3/TENDI-FAH.pdf, hal: 6 65 Artawijaya, Gerakan Theosofi di Indonesia, Pustaka Al-Kautsar: 2010, hal : 264

Page 59 of 203 oleh ayahnya tersebut, lalu ia beralih menjadi seorang penganut agama Katolik. Karena itu pula, Pangeran Tedjabuana, meminta kepada para pengikutnya untuk tidak lagi meneruskan organisasi ADS, baik secara perorangan maupun secara kolektif. Semangat dari para penganut ADS nampaknya tidak luntur dari tekanan. Hal ini terbukti dengan pendirian sebagian besar dari mereka yang tetap menya- takan kesetiaannya terhadap ADS, meskipun berada di bawah tekanan.

Gambar 4. 1 Pangeran Madrais dan Pangeran Gumirat Barna Alam

Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016)

Setelah Pangeran Tedjabuana wafat, kepemimpinan dilanjutkan oleh anak laki- lakinya yaitu Pangeran Djatikusumah. Dimasa ini, ADS mulai bangkit dan dikem- bangkan oleh Pangeran Djatikusumah kembali. Merasa terpanggil untuk mengem- bangkan apa yang telah dimulai kakek dan ayahnya, Pangeran Djatikusumah mu- lai membangun kembali masyarakat eks-ADS dengan mendirikan organisasi Pa- guyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU) pada 11 Juli 1981.66 Secara politis, berdirinya PACKU dimungkinkan oleh GBHN 1978, yang mengakui eksistensi ali- ran kepercayaan dalam wilyah hukum NKRI disamping lima agama yang telah lama diakui secara resmi oleh negara. Setelah melalui perjuangan yang hebat di era Orde Baru, ADS benar-benar kembali ke tengah masyarakat secara terang- terangan pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid dan sebagian masyara- kat meninggalkan agama Katolik untuk kembali lagi sebagai penghayat ke- percayaan murni Madrais. Masa kepemimpinan ADS pada saat ini dipegang oleh anak laki-laki dari Pangeran Djatikusumah yaitu Pangeran Gumirat Barna Alam atau yang akrab dipanggil dengan Rama Anom. Hingga saat ini, eksistensi masyarakat adat penghayat Sunda Wiwitan tersebut hidup masih terjaga dan

66 Budi Susanto, Sisi Senyap Politik Bising, Kanisius: 2007, hal: 174

Page 60 of 203 hidup damai di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat bersama para penganut agama- agama Iainnya. Skema 4. 1 Fase-Fase Perkembangan Kepercayaan ADS

Kepemimpinan ADS dipegang ADS didirikan oleh oleh Pangeran Pangeran Sadewa Gumirat Barna Alibassa Widjaja Alam dan Ningrat atau komunitas ini Madrais pada hidup damai abad ke-19 sampai saat ini

Pada masa kepemimpinan Setelah wafat, Djatikusumah, ia kepemimpinan mendirikan ADS di lanjutkan PACKU tanggal oleh Pangeran pada 11 Juli 1981 Tedjabuana dan mulai bangkit kembali

Pangeran Pada masa Tedjabuana kepemimpinan memerintahkan Pangeran pengikutnya untuk Tedjabuana, ADS memeluk agama banyak mendapat lain karena tekanan dari menghadapi kelompok sosial berbagai tekanan lain Sumber: Hasil Analisa Penulis (2016)

Konsep Ketuhanan dalam Ajaran-ajaran Pokok ADS dan Fungsinya dalam Menjaga Eksistensi ADS Penghayat kepercayaan merupakan individu atau kelompok yang berkeyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang mengacu pada ajaran budaya religi dan spiritualitas yang asli dari leluhur atau nenek moyang bangsa Indonesia yang di- turunkan secara turun temurun. Kepercayaan terhadap leluhur atau nenk moyang ini sudah ada sejak jauh sebelum adanya ajaran-ajaran keagamaan dan keyakinan atau kepercayaan berdasarkan agama-agama seperti Islam, Kristen, Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu).67 Hal ini juga yang ditemukan dalam komunitas ADS di Cigugur, Kuningan. Sebagai penghayat kepercayaan, mereka sejatinya juga mempercayai Tuhan sebagai dzat yang menciptakan segala isi kehidupan ini. Sesorang individu penghayat kepercayaan ini mempercayai dan mempedomani kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa berdasarkan budaya spiritual atau sistem religi adat budaya kesukuan setempat. Dalam kepercayaan ADS. Tuham yang Maha Esa di sebut sebagai Gusti Sikang Sawiji-wiji, Sang Hyang Kersa, Hyang Tunggal, Batara Tunggal. Tuhan ada dan Maha Pencipta, Maha Esa, Maha Kuasa dan Sang Maha Pencipta Alam beserta

67 Ira Indrawardana, Makalah Antropologi, Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila, 2014, hlm. 5.

Page 61 of 203 isinya. Tuhan sebagai unsur yang tanpa wujud dan supranatural, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang tetaoi melalui rasa. Para penganut ADS, memeluk paham monoteisme, tetapi mereka percaya keberadaan Tuhan berada di mana- mana maka dari itu mereka harus bersyukur terhadap nikmat Tuhan dari hal-hal yang terkecil. Seperti yang dikatakan leh Pangeran Rama Anom, Tuhan itu sang maha hidup, daya hidup. Daya itu ada karena tuhan lah yang memberikannya. Daya itu merupakan kekuatan. Dalam kepercayaan ADS ada 4 unsur yang harus disyukuri, yaitu api, air, angin dan bumi. Kang Didi dalah seorang penganut ADS meyakini tuhan sebagai Yang Maha Kuasa atas segalanya. Seperti yang ia utara- kan berikut: Tuhan itu Yang Maha Esa. Kalo kita percaya Tuhan, maka kita akan men- syukuri segala nikmat yang diberikan Tuhan dari hal yang terkecil pun. Contohnya kalo lagi mau makan atau mengerjakan segala hal kegiatan lain, kita dianjurkan untuk selalu berdoa. Dalam hal makan kita berdoa ber- harap agar sifat hewan dari makanan yang kita makan tidak masuk ke da- lam jiwa raga kita.68 Manusia sebagai yang diyakini oleh masyarakat penghayat, adalah makhluk yang paling sempurna diantara makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Manusia diyakini memiliki Sir-Rasa Pikir dan Akal-Budi (Rasa Rumasa dan Rasa Tumarima). Maka dari itu, manusia harus mengarah kepada sifat pengarahan kepada asal, dimana rasa yang tidak terpisahkan dari sifat kodratnya (seperti rasa nafsu kebinatangan, rakus, dan lain sebagainya). Agar sifat tersebut tidak langsung masuk kedalam diri manusia, para penganutnya perlu mawas diri dan waspada agar sifat/tindakan ke- binatangan tersebut tidak masuk ke dalam jiwa melalui makanan yang dimakannya dengan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi masyarakat ADS, agama itu adalah aturan, gawe, manusia yang terlepas dari cara ciri manusia dan cara ciri bangsa. Berasal dari Bahasa kirata sunda. Ajaran dalam kepercayaan ADS pun juga pada dasarnya berangkat dari cara ciri manusia dan cara ciri bangsa ini. Cara ciri manusia ini adalah unsur-unsur yang ada dida- lam kehidupan manusia. Ada lima unsur yang termasuk didalam cara ciri manusia yaitu: Welas Asih (Cinta Kasih), Undak Usuk (tatanan dalam keluargaan), Tata Krama (Tatanan Perilaku), Budi Bahasa dan budaya, serta Wiwaha Yudha Nara- dha (Sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya). Selain cara ciri manusia, ada pula cara ciri bangsa yang bersifat universal, semua manusia pada dasarnya mempunyai kesamaan didalam cara ciri manusia. Namun ada hal yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu didasarkan pada cara ciri bangsa yang terdiri dari Rupa, Adat, Bahasa, dan Aksara. Selaku manusia tidak terlepas dari cara ciri manusia yang ada didalam ke- hidupan manusia yaitu welas asih, undak usuk, tata karma, budi basa dan budaya, wiwaha yudha naraga. Welas asih hanya ada didalam manu- sianya, tata krama adalah aturan hanya manusia yang punya aturan, wi- waha yudha naradha adalah kodrat sebagai bangsa. Cara-ciri bangsa yang bersifat universal dan membedakannya dengan cara ciri manusia yang

68 Wawancara dengan Kang Didi pada Tanggal 4 November 2016, pukul 16.06

Page 62 of 203

lainnya yaitu, rupa, adat, Bahasa, aksara, dan budaya. Itu yang diajarkan oleh ADS dulu.69 Keyakinan makna ketuhanan pada komunitas ADS/Sunda Wiwitan ini akan ter- wujud melalui ajaran-ajaran pokok yang ada dalam ADS. Pemaknaan ketuhanan yang diyakini oleh para penghayat kepercayaan ini akan mempengaruhi proses internalisasi agama pada komunitas penghayat nantinya kepada generasi selan- jutnya secara turun temurun. Konsep akan Tuhan dalam ajaran ADS nyata tersurat dalam pokok-pokok ajaran yang dinamakan pikukuh tilu. Pikukuk tilu merupakan pedoman yang digunakan dalam berperilaku dalam masyarakat Sunda Wiwitan yang terdiri dari : 1) Ngaji Badan maksud ajaran ini adalah bahwa manusia harus selalu mampu menjaga rasa dan pikirannya agar tidak menyeleweng, 2) Iman Kana Tanah yang berarti eling atau mempunyai maksud agar manusia senantiasa ingat akan segala unsur alam yang telah membentuk dirinya atau selalu ingat pada “tanah”, 3) Ngiblating Ratu Raja yang berarti mengarah atau memiliki orientasi ter- tentu dalam ajaran ini akan berarti orang yang mampu meratakan atau mengatur bukan saja orang lain tetapi juga dirinya sendiri. Padasarnya cara berdoa orang ADS dengan agama lain memang berbeda tetapi, mereka berkeyakinan bahwa masyarakat ADS saat beribadah tidak ditentukan ha- rus dimana, kapan dan seberapa banyak, karena dalam pandangannya dimana- pun Gusti Allah akan mendengarkan doa-doa tersebut. Pemujaan penganut ADS dalam ajarannya juga terjadi secara langsung melalui doa, olah tapa, dan juga berdialog dalam batin. Selain itu juga terjadi secara tak langsung melalui amal kasih terhadap sesama serta menjunjung tinggi bangsa dan negaranya, serta pada aturan yang berlaku. Skema 4. 2 Makna Tuhan dalam Ajaran-ajaran Sunda Wiwitan

• Pikukuh • Olah Tapa Tilu

Gusti Sang Sikang Hyang Sawiji-wiji Kersa

Hyang Batara Tunggal Tunggal

• Beribadah • Berdialog dan dalam berdoa batin

Sumber: Hasil Analisa Penulis (2016) Para penghayat ADS juga memiliki caranya tersendiri dalam berdoa dan bertapa/berdialog dalam batinnya. Seperti yang dikatakan oleh Pangeran Rama Anom dalam wawancaranya, ia mengatakan bahwa pemahaman di sunda wiwitan lain, kita harus mengenal wajah kita sendirri dalam hal meditasi atau sembahyang, jangan hanya bisa membayangkan wajah di luar jasad kita, tapi yang melekat di jasad kita tidak kenal. Dalam beribadah kepada Tuhan salah satunya dalam olah

69 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27

Page 63 of 203 tapa memiliki cara tersendiri yang biasa dilakukan oleh para penghayat ke- percayaan ADS. Posisinya itu dimulai dengan duduk sila dan telapak tangan mengadap ke atas lalu diletakan di bawah pusar. antara jempol tangan yang saling disatukan ada kese- jajaran dengan posisi hidung. jadi helaan nafas harus sejajar. posisi tubuh harus tegak. Saat melakukan ini, kita mengatakan “Saya menerima ciptaan-Mu ya tu- han.” saat membuang nafas perlahan-lahan sembari mengatakan “Tidak ada daya kekuasaan apapun kecuali atas kehendak-Mu ya Tuhan” kemudian “Semoga atas karsa Tuhan kami bisa menerima cipta dan karsa-Mu ya Tuhan.” kan tugas manu- sia mengolah alam, merawat alam. semua ciptaan tuhan. Kemudian setelah itu baru masuk ke keheningan, tidak ada permohonan kepada Tuhan. Hanya merasa- kan kemanunggalannya dengan cara tarik dan keluarkan nafas dengan tahan di pusar, kemudian disalurkan ke mana dulu, ke otak atau ke tempat lainnya. dengan masuknya udara ke otak kita, maka membersihkan otak tersebut. fungsinya seperti anti virus. nafas juga dapat menetralisir amarah yang sedang berkecamuk. Bi- asanya olah tapa seperti ini dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan yaitu tiga kali, sebelum tidur, tengah malam, dan setelah bangun tidur. Gambar 4. 2 Cara ketika Sunda Wiwitan sedang olah tapa

Sumber: www.google.com (2016) Keyakinan para penghayat kepercayaan ADS kepada Tuhan juga diyakininya ketika seseorang mengenal pribadi dirinya sendiri maka ia kan mengenal siapa penciptanya atau Tuhannya. Jika seseorang tersebut sudah mengetahui dengan baik dirinya sendiri, maka ia akan memahami siapa yang menciptakannya dan siapa yang menciptakan dunia serta seisinya. Untuk mencapai setiap kebahagiaan dalam dirinya sendiri serta dapat memetakan roh roh-roh apa saja yang mempengaruhi disinya sendiri sela ini. Dengan hal yang demikian, maka manusia akan mengenal Tuhan. Dalam masyarakat ADS dikenal dengan konsep “Andjawat lan andjawab roh susun-susun kang den tunda” yang dipercaya bahwa disekitar manusia terdapat berbagai macam roh yang dapat mempengaruhi dirinya. Maka

Page 64 of 203 dari itu, manusia juga perlu untuk memilih dan mengambil pengaruh roh-roh yng baik dan menjauhkan diri dari pengaruh roh-roh atau sifat kodrat yang buruk. Setiap ajaran-ajaran dalam ADS ini memiliki nilai-nilai spiritualitas yang berguna sebagai pedoman dalam berperilaku para pengahayat ADS. Eksistensi para penghayat ADS sampai saat ini masih dipertahankan yaitu karena mereka masih menjaga ajaran-ajaran ADS. Para penghayat juga menjunjung tinggi nilai toleransi serta nilai kemanusiaan yang sampai saat ini masih dipegang teguh Karena nilai kemanusiaan akan tetap ada tak akan tergerus oleh waktu. Fungsi ajaran ADS sebagai pedoman berperilaku terwujud dari nilai toleransi yang masih dijaga sam- pai saat ini. Toleransi yang terjalin antar warga dengan berlatar belakang agama yang berbeda-beda di Cigugur sangat baik. Tidak ada perpecahan yang terjadi di Cigugur padahal mereka tinggal dengan keluarga yang memiliki agama yang ber- beda. Baginya, setiap agama mengajarkan segala sesuatu yang baik untuk men- jalani kehidupannya seperti dilarang saling membunuh, saling mencemooh, bahkan meminum-minuman keras. Ajaran seperti itu juga merupakan pedoman yang diajarkan dalam ADS pula. Pedoman tersebut di perteguh dengan iman kepada Tuhan dan membuka kesadaran batin terhadap sisi kemanusiaan. Selain itu juga, komunitas ADS di Cigugur Kuningan juga didasarkan pada adat istiadat Tapa di Nagara yang bermakna bahwa para penghayat kepercayaan ADS ini hidup dengan cara mengikuti perkembangan sosial budaya yang ada pada masyarakat pada umumnya dan bergaul di Zaman Keramaian. Hal ini berbeda dengan adat sosial budaya Tapa di Mandala dimana masyarakat hidup masih menjaga amanat warisan leluhur dengan tidak mengubahnya sedikit pun dan mereka lebih menutup diri. Masyarakat seperti ini bisa ditemukan dalam masyara- kat Baduy.70 Karena adat yang di pegang adalah Tapa di Nagara pada masyarakat ADS, maka sampai saat ini ADS masih terjaga kepercayaannya Karena selain me- megang adat dan tradisi yang secara turun temurun diwariskan, masyarakat ADS pun juga masih mengikuti perkembangan zaman yang ada sehingga masih diterima di masyarakat luas dan lebih terbuka. Hal seperti ini juga yang dikatakan oleh Pak Subrata: Sunda Wiwitan/ADS mah emang masih ada sampe sekarang ini karena mah neng adat istiadat disini tercermin dari bukan tapa dimandala (tidak bergaul dijagat keramaian) itu dikanekes, kalo disini tapa di nagara (ber- gaul dijaman keramaian). Disini menerapkan caraciri masing-masing.71 Bagi salah satu penganut ADS, yaitu Kang Didi pria berusia sekitar 47 tahun ini, eksistensi ADS ada sampai saat ini pun masing-masing orang punya pendirian sendiri, jadi tergantung dari orang tersebut memaknai adat istiadat serta ke- percayaannya. Setiap orang harus melestarikan budayanya sendiri tetapi tidak memaksakan tergantung sifat pribadi orang tersebut. Yang terpenting yaitu harus ada toleransi agama masyarakat ADS terhadap masyarakat penganut agama yang lain. Harus saling menghargai karena perbedaan itu indah. Meskipun ia me- rasa sampai saat ini masih ada diskriminasi dari pemerintah yaitu ia merasa ke- percayaan ADS tidak diakui oleh negara hal ini ditunjukkan dengan masyarakat ADS ketika sekolah nilai agamanya dikosongkan dengan tanda (-), begitu juga

70 Ira Indrawardana, Makalah Kuliah Umum, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, hal: 11 71 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27

Page 65 of 203 ketika dewasa membuat KTP pun kolom agama dikosongkan dengan tanda (-) artinya tidak memiliki agama yang diakui oleh negara dan ini salah bentuk diskrimi- nasi. Pada dasarnya, untuk menjaga agar ADS tetep ada, masing-masing orang punya pendirian sendiri, jadi tergantung dari orang tersebut memaknai adat istiadat serta kepercayaannya. Setiap orang harus melestarikan buda- yanya sendiri tetapi tidak memaksakan tergantung sifat pribadi orang ter- sebut. Intinya setiap orang ada toleransi agama masyarakat ADS terhadap masyarakat penganut agama yang lain. Harus saling menghargai karena perbedaan itu indah. Walaupun, kita tidak diakui negara agamanya. Negara masih ngasih tanda strip (-) di KTP neng pas di kolom agamanya.72 Gambar 4. 3 Contoh KTP Masyarakat Penghayat ADS

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Proses Sosialisasi Antar Generasi dalam Masyarakat ADS Masyarakat Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat memang memiliki kepercayaan tersendiri dalam menjalani kehidupan. Agama Djawa Sunda (ADS) merupakan ke- percayaan yang telah mereka percayai sejak lama. Berbagai cobaan, masalah serta anggapan bahwa kepercayaan yang sesat mereka terima dalam menjalani kepercayaan tersebut. Namun, hal itu tidak menjadi masalah bagi masyarakat Cigugur untuk tetap menjalani kepercayaan mereka yang telah dipercaya sejak lama. Buktinya, sekarang masyarakat yang mempercayai ADS sudah diterima dikalangan masyarakat lainnya bahkan menjalani kehidupan dengan sangat rukun dan damai. Point utama dari penelitian ini mengenai ADS adalah proses internal- isasi antar generasi dan proses pelembagaan kultural.

Proses internalisasi antar generasi ditunjukan melalui nilai-nilai toleransi yang di- tunjung tinggi antar agama. Sedangkan, proses pelembagaan kultural ditunjukan dalam konsep ke-Tuhanan, keyakinan, bentuk ibadah, tata cara berpakaian yang khas dari masyarakat penghayat, dan pedoman/kitab (pikukuh tilu). Dalam teori etnis parson dengan berdasar pada penekanan Durkheim, hubungan antar masyarakat Penghayat ADS didasarkan atas solidaritas kelompok. Keanggotaan pada etnis Sunda Wiwitan pada kepercayaan ini adalah bentuk khusus dari soli- daritas kelompok yang terdiri dari dua bangunan penting yaitu tradisi budaya dan

72 Wawancara dengan Kang Didi pada Tanggal 4 November 2016, pukul 16.06

Page 66 of 203 kepatuhan sukarela kepada kelompok. Dalam hal ini, masyarakat etnis Sunda Wiwitan sebagai penghayat kepercayaan memiliki sistem gadai (sistem pendidikan atau keluarga) yang bertanggung jawab untuk transmisi nilai-nilai dominan yaitu untuk proses sosialisasi dan internalisasi norma dan nilai adat yang ada dalam ajaran-ajaran pokok kelompok penghayat kepercayaan ADS. Keluarga dalam hal ini memiliki peranan penting dalam menjadi agen sosialisasi keagamaan kepada generasinya.

Parsons argues that the main sociological feature of ethnic groups is their transgenerational group endurance. Although diffused, ethnicity is a spe- cific form of group solidarity, composed of the two essential building blocks – ‘transgenerational cultural tradition’ and a voluntary adherence to the group (Parsons, 1975: 58). In relation to Parsons’ general systems theory, ethnicity belongs to the fiduciary system3 (together with the educational system or the family), which is responsible for the transmission of dominant values, i.e., for the process of socialization and the internalization of group norms.73

Bagi masyarakat ADS sendiri, ADS ini menjadi sebuh pedoman bagi mereka untuk bertingkah laku dan menjadi pegangan dalam hidup bermasyarajat di era global- isasi seperti sekarang ini. Eksistensi sunda wiwitan masih ada sampai saat ini di- masyarakat itu karena para penghayat ADS sangat menjaga dan melestarikan nilai-nilai agama yang diwariskan para leluhur. Salah satu nilai yang sangat dipegang dalam menjaga keutuhan kepercayaan ADS yaitu Nilai Kemanusiaan. Nilai kemanusiaan ini yang tidak lapuk dimakan oleh waktu selama manusia masih ada. Nilai kemanusiaan yang tidak membeda-bedakan antar golongan. Ber- tahannya kepercayaan ADS ini tidak lepas dari adanya proses penanaman nilai yang sangat kuat dari generasi ke generasi. Internalisasi atau penanaman nilai- nilai yang ada pada ADS ini mulai dilakukan dari kecil dalam keluarga. Ini yang membuat masyarakat ADS memiliki kepercayaan yang sangat kuat sehingga yakin dalam menjalani kehidupan sekalipun mendapatkan hambatan. Salah satu narasumber yang kami wawancara mengenai penanaman atau inter- nalisasi nilai-nilai ADS yakni Pak Jauhari, beliau merupakan masyarakat asli Desa Cigugur yang menganut kepercayaan ADS. Beliau lahir pada tahun 1937, Pak Jauhari mengungkapkan bahwa Masyarakat ADS sudah ada sejak lama. ADS itu sendiri memiliki arti mandiri. Beliau mengatakan bahwa dia dan sekeluarga masih mempertahankan ADS ini karena faktor Ajen artinya ketika dilahirkan tidak bisa nawar mau dilahirkan Sunda, Jawa, China sudah menjadi takdir bagi dia dan ka- rena itu beliau mempertahankan ADS ini. Keluarga Pak Jauhari sendiri memang tidak semuanya menganut kepercayaan Sunda Wiwitan. Pak Jauhari dan istrinya serta anak keduanya Kang Didi merupakan Penghayat ADS sedangkan anak per- tama Pak Jauhari beragama Islam dan anak ketiga Pak Jauhari beragama Kha- tolik. Pak Jauhari memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dalam menganut dan memilih kepercayaan dalam menjalani hidup. Hal ini dikarenakan menurut Pak Jauhari kepercayaan itu tidak dapat dipaksakan kepada seseorang. Semua kepercayaan itu sama aja, artinya sama-sama mengimani kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, namun hanya caranya yang berbeda. Dalam

73 Sinisa Malesevic, op.cit, hal : 47-48

Page 67 of 203

masyarakat ADS ada beberapa pedoman yang diikuti dalam menjalani hidup yaitu menjalankan cara ciri bangsa dan cara ciri manusia. Bapak juga mengajarkan toleransi di dalam keluarga bapak. Hubungan sesama saudara tetap terjalin dengan baik meskipun memiliki perbedaan terhadap keyakinan. Karena hal yang paling bapak ajarkan kepada anak-anak bapak adalah bagaiman cara menghormati dan menghargai sesama umat manu- sia.74 Pak Jauhari sebenarnya sudah mengajarkan kepercayaan ADS ini sedari kecil kepada anak-anak mereka. Beliau mengajarkan kepercayaan ini dengan me- nanamkan nilai-nilai yang ada di ADS seperti Pikukuh Tilu. Namun, sekali lagi Pak Jauhari menjelaskan bahwa dia tidak memaksakan kepada anak-anaknya untuk ikut kepercayaan tersebut. Skema 4. 3 Proses Internalisasi Penanaman Nilai Agama Djawa Sunda

Tetap menjadi penghayat ke- percayaan Orang tua / Proses Sosial- keluarga se- isasi antar bagai agen so- Keluarga Memilih untuk sialisasi memeluk agama lain

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2016)

Narasumber kami selanjutnya bernama Setia Kurnia atau beliau lebih senang dipanggil Kang Setia. Kang Setia terlahir dari keluarga asli Desa Cigugur dan menganut Kepercayaan ADS. Kang Setia merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Kedua orang tuanya bernama Bapak Eman Roheman (50thn) dan Ibu Ika Kartika, serta adik perempuan bernama Ina Kurniasih. Kedua orang tua dari Kang Setia merupakan penganut dari Kepercayaan Sunda Wiwitan yang diturunkan dari generasi sebelumnya. Pengajaran ADS dalam keluarga Kang Setia hanya ditunjukkan atau diberi pemahaman ADS itu apa dan seperti apa. Pengalaman tersebut didapatkan dari kakek neneknya yang kemudian diturunkan ke kedua orang tuanya selanjutnya ke Kang Setia. Proses pengajaran dari orang tuanya itulah yang menjadi sosialisasi ajaran ADS antargenerasi. Kang Setia di- perintahkan oleh keluarga untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di paseban untuk mendalami ajaran ADS. Sehingga proses pengajaran di paseban tersebut semakin memperkuat apa yang sudah dimiliki Kang Setia dari orang tuanya. Dalam ajaran ADS ada pedoman yang diberikan dalam pengajarannya, yaitu dari Pikuku Tilu yang merupakan pedoman atau tuntunan hidup bagi masyarakat ADS. Didalam buku tersebut banyak cara-cara bagaimana menjalani sebagai masyara- kat penganut ADS, berupa aturan dan pedoman atau tuntunan. Menurut Kang Se- tia juga dalam mendalami ajaran ADS dari orang tuanya untuk mengikuti kegiatan

74 Wawancara dengan Pak Jauhari pada tanggal 4 November 2016, pukul 17.09

Page 68 of 203 di Paseban. Ada kegiatan di Paseban setiap pagi/sore yaitu kurasan bentuk kegiatannya seperti berdoa bersama. Pada kegiatan tersebut tidak hanya Kang Setia yang mengikuti, tetapi juga adik Kang Setia yang sama-sama diberi sarang oleh orang tuanya untuk mengikuti kegiatan di Paseban. Kang setia juga menjelaskan mengenai Seren Taun, yang menurut Kang Setia itu merupakan acara wajib yang harus diikuti. Karena menurut Kang Setia mengikuti acara Seren Taun sebagai bentuk mempertahankan kebudayaan khususnya di Sunda.

Menurut Kang Setia, ajaran ADS itu tidak fokus untuk menyebarkan ke- percayaannya kepada banyak orang, tetapi bagaimana mereka mempertahankan kepercayaan ADS tersebut ditengah-tengah masyarakat. Orang-orang yang mengikuti ajaran ADS ini juga menurut Kang Setia kebanyakan bukan karna paksaan tetapi dari hati nurani mereka sendiri untuk mempercayai ADS. Serta juga bisa dari keturunan keluarga mereka yang mempercayai ajaran ADS ini. Tetapi Kang Setia menjelaskan biasanya jika anak-anak keturunan yang menganut ADS itu ingin menikah, mereka akan dibebaskan memilih kepercayaan yang sesuai dengan hatinya, dengan catatan mereka akan menjalankan agamanya dengan sepenuh hati. Jika mereka hanya menjalankan setengah hati itu malah yang dilarang oleh orang tuanya.

Menurut Kang Setia juga dari seseorang yang ADS itu pindah ke agama yang lain biasanya agama khatolik atau agama Islam. Khususnya khatolik itu biasanya ka- rena terpaksa, dikarenakan dalam bidang ekonomi dan pendidikan itu sendiri lebih diperhatikan oleh pihak agama khatoliknya. Biasanya juga karena faktor untuk urusan dengan Pemerintahan, yang diwajibkan untuk seseorang memiliki agama. Karena ajaran ADS itu sendiri belum di akui oleh negara sebagai agama. Seseorang ADS yang pindah ke agama lain juga menurut Kang Setia akan tetap mempercayai ajaran ADS, dan agama lain sebagai formalitas suatu urusan pribadi. Menurut Kang Setia juga Akte Kelahiran di masyarakat ADS dahulu atas nama Ibu, tetapi sekarang ada perubahan kedua orang tua ditulis namanya dalam akte tetapi ada keterangan bahwa pernikahan kedua orang tuanya belum diakui oleh negara. Karena memang ajaran ADS itu belum diakui sebagai agama oleh negara.

Bapak Subrata dari kecil sudah memberikan pelajaran kepada anak-anaknya bahwa ajaran ADS ini bukan sebagai seremonial tetapi sebagai kenyataan dan menjelaskan apa arti dari kekristenan itu apa dari arti sunda wiwitan dan apa arti falsafah-falsafah kekristenan. Contohnya seperti untuk melakukan apa-apa berdoa kepada yang maha kuasa. Bapak menelaskan kepada anak-anak bapak bahwa semua itu adalah anak dari yang maha kuasa. Meskipun orang tua kita yang menjadi cikal bakal pertemuan sebagai suami istri karena tuhan yang menghendaki ketika kita memiliki keturunan. Semua yang menciptakan adalah yang maha kuasa, anak adalah titipan dari yang maha kuasa. Semua putra tuhan dari maha kuasa yang secara kodratnya tidak boleh lepas dari cara ciri manusia. Saya menjelaskan cara ciri manusia dan cara ciri bangsa kepada anak saya. Kalau dikeluarga bapak tidak dipaksakan urusan keyakinan sejak dewasa adalah hak pribadi, anak bapak ada yang beragama katolik, ada juga yang ADS dua orang, yang satu kristen. Yang istrinya kang ira itu ADS, yang laki-laki sunda wiwitan. Anak yang pertama meyakini agama Kristen tetapi

Page 69 of 203

dia tidak melupakan suatu hukum-hukum adatnya. Secara spiritual dia me- mang Kristen, tetapi dia tidak melupakan kodratnya sebagai masyarakat sunda wiwitan dia masih menerapkan hukum-hukum adat ADS.75 Mayoritas para penghayat ADS, dalam keluarganya menganut agama yang ber- beda-beda hal ini ditemukan dalam keluarga Pak Subrata, Pak Jauhari, Kang Didi, dan lainnya. Kebanyakan dari para orang tua lebih memberikan kebebasan pada anak-anaknya untuk menganut agama sesuai dengan apa yang diyakininya. Pada dasarnya baginya, agama apapun akan mengajarkan kebaikan dan juga rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti anak dari Pak Subrata, anaknya yang memeluk salah satu agama yaitu nasrani ini sebagai formalitas semata dan dilatar belakangi oleh alasan agar proses pernikahan dengan calon suaminya di- permudah dan diakui oleh negara. Baginya, apa yang sudah diajarkan olehnya sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari anak Pak Subrata. Anak per- tamanya bernama Nina Suhartini (Perempuan) beragama Katolik, Anak kedua na- manya (Nana Suryana) seorang Sunda Wiwitan, Anak ketiga (Ella Sulasmi) yang merupakan istri Kang Ira Indrawardana seorang Penghayat Sunda Wiwitan, Istri Pak Subrata namanya ibu Awat juga penghayat Sunda wiwitan. Apa yang bapak terapkan sudah tercermin dari kehidupan sehari-hari anak-anak bapak. Hal ini juga balik lagi kepada siapa yang tau kepada diri pribadinya juga akan tau kepada tuhan penciptanya. Pikukuh tilu ini juga bapak terapkan dan ajarkan kepada anak bapak.76 Proses sosialisasi antar generasi pada masyarakat penghayat kepercayaan yang sama bisa dilihat dalam internalisasi agama serta adat dalam keluaga Kang Ira Indrawardana, seorang Dosen Antropologi di Universitas Padjajaran, Bandung. Kang Ira beserta istrinya Ella Sulasmi yang juga merupakan anak dari Pak Subrata dan juga seorang penghayat. Kedua anak Kang Ira juga penghayat ADS seperti orang tuanya. Proses internalisasi nilai agama dan adat dalam keluarga Kang Ira kepada anaknya didahului dengan cara bagaimana ketika seorang anak ini me- rasa senang terlebih dahulu pada ajaran-ajaran ADS dan memaknai setiap aja- rannya serta percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Nilai-nilai yang ada dalam setiap aspek kehidupan yang diajarkan oleh Kang Ira dengan menanamkan nilai- nilai agama dan nilai-nilai kebaikan, terlebih kepada nilai etika hidup kepada anak- nya. Saya menanamkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai kebaikan, menanamkan nilai etika hidup kepada anak saya. Kalau dulu anak kita diajarkan agama, ritual-ritual, tidak begitu kita mengajarkan etika pada anak-anak. Kita bukan memaksa kepada anak harus berdoa, harus apal ayatnya, tapi kepada bagaimana mengajarkan anak-anak bagimana menjadi manusia yang baik.77 Pada dasarnya, Kang Ira tidak selalu memaksa kepada anaknya harus berdoa, harus menghafal ayatnya. Tidak diajarkan dengan memaksa kepada anaknya tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik. Walaupun dalam kenyataannya

75 Wawancara dengan Pak Subrata tanggal 5 November 2016, pukul 10.27 76 Wawancara dengan Pak Subrata pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.27 77 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19

Page 70 of 203 mereka merasa bahwa mereka berbeda dengan anak yang lainnya karena anak- nya adalah seorang ADS. Hal ini karena Kang Ira yang berdomisili di Bandung dan mayoritas masyarakat memeluk agama lain. Untuk itu juga Kang Ira menanamkan nilai-nilai dalam ajaran ADS dengan disesuaikan pada lingkungan sosialnya pula. Dalam hal ini, Kang Ira harus memberitahu kepada anaknya bahwa orang sunda pun mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya dan menjadi da- sar pedomannya. Pada dasarnya, Kang Ira juga lebih mengajarkan pengetahuan tentang Paseban dan tradisi-tradisi lingkungan disana. Jika ada acara Seren Taun pun ia mengajak anak-anaknya untuk turut serta. Dengan begitu pula, rasa cinta pada budaya sendiri dan kepercayaan tradisi ADS ini akan tumbuh dan diri anak- nya. Secara tidak langsung, ketika anak sadar bahwa anak merasa beda dengan anak yang lain bahwa ia sunda wiwitan. Memberitahu kepada mereka bahwa orang sunda yang mempunyai etika yang mengedepankan konteks agamanya, islam pun juga sunda, yang menjadi dasar pedoman etikanya agama islamnya. Kalau kita menanamkan orang sunda yang baik dengan kodratnya sebagai sunda dengan nilai-nilai tentang etika hidup, ketuhanan, hubungan dengan alam. Dengan syarat tidak ada penekanan bahwa harus berbahasa dan busana sunda tetapi menanamkan cinta kepada budaya sunda. Karena kami orang sunda wiwitan yang sudah ting- gal di daerah urban perkotan tidak didesa maka kita menanamkan ajaran ADS juga disesuaikan dengan lingkungan sosial. Kita juga menanamkan pengetahuan tentang paseban tau tentang tradisi-tradisi dilingkungan sini, kalau ada Seren Taun saya ajak kesini. Karena tujuan kita menanamkan kesenangan-kecintaan terlebih dahulu kepada mereka tentang Sunda Wiwitan bukan ketakdiran.78 Proses Pelembagaan Interaksi dan Perilaku Masyarakat Secara Kultural Setiap masyakarat di suatu daerah, memiliki nilai kebudayaannya masing-masing. Definisi dari kebudayaan sendiri menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sis- tem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.79 Melalui proses sosialisasi ga- gasan yang ingin ditanamkan kepada suatu perkumpulan masyarakat, kemudian terjadinya internalisasi dari gagasan tersebut, sehingga kebudayaan tercipta dan melebur pada masing-masing individu di masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut. Menurut penelitian yang kami lakukan, proses kebudayaan yang terus berjalan sejak zaman dahulu hingga saat ini, masih terlihat dalam kebudayaan masyarakat di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Beberapa masyarakat Cigugur masih dapat ditemui yang melabelkan dirinya sebagai penghayat.80 Kelompok masyarakat yang melabelkan dirinya sebagai penghayat sebagian besar dari golongan dewasa menengah (30-50 tahun) dan dewasa akhir (50 tahun ke atas). Sedangkan, untuk golongan dewasa awal bahkan remaja dan anak-anak, jarang ditemukan sebagai penghayat.

78 Wawancara dengan Kang Ira Indrawardana pada tanggal 5 November 2016, pukul 19.19 79 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, 2013, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta), hlm. 144. 80 Istilah asli informan (invivo) sebagai petunjuk identitas penganut Sunda Wiwitan.

Page 71 of 203

Kelompok yang bukan penghayat, biasanya memiliki agama yang sudah dianggap sah oleh negara Indonesia, seperti Katolik dan Islam. Perbedaan keyakinan ini karena adalah pengaruh kebudayaan-kebudayaan dari luar yang melakukan penyebaran agama pada zaman Indonesia masih di kelilingi kerajaan, seperti Is- lam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Bundha.81 Kelompok penghayat ini umumnya dikenal sebagai masyarakat ADS. Nama aliran yang dihayatinya adalah Sunda Wiwitan. Proses pelembagaan interaksi dan perilaku dalam masyarakat ADS secara kultural sebenarnya untuk melihat bagaimana proses sakralisasi yang dil- akukan hingga menuntut masyarakat ADS untuk melakukan hal yang telah di- sakralkan dan kemudian menjadi suatu kebiasaan mereka dalam berinteraksi dan berperilaku. Patokan yang dipakai dalam proses pelembagaan ini menurut nara- sumber kami, Pangeran Rama Anom, adalah Pikukuh Pilu. Menurutnya: Pikukuh itu ketentutan hukum yang berasal dari Tuhan yang Maha Pen- cipta. Di dalam Pikukuh Tilu ada bilangan dua, menyatakan bahwa di da- lam kehidupan itu adalah berpasang-pasangan. Ini sudah menjadi Maha Kuasa Sang Maha Pencipta. Untuk bilangan tiga, keseimbangan naluri, rasa, dan berpikir (id, ego, superego). Kalau di Sunda Wiwitan, bilangan tiga, yaitu: 1. Rama: keberadaan sebutan untuk Sang Maha Pencipta; 2. Resi: Manusia; dan 3. Perbu: Sifat Kemanusiaan.82 Pikukuh Tilu ini sebagai sebutan untuk kitab suci bagi penganut aliran ke- percayaan Sunda Wiwitan. Patokan berinteraksi dan berperilaku mereka diatur oleh Pikukuh Tilu. Seperti halnya Muslim, memiliki pedoman Al-Qur’an agar jalan hidupnya selamat di dunia dan di akhirat. Mereka menganggap Tuhan Sang Pen- cipta memberikan simbol bilangan dua sebagai wujud manusia untuk hidup ber- pasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Kemudian mereka mewujudkannya dengan melakukan pernikahan. Skema 4. 4 Bilangan Tiga dalam Pikukuh Tilu

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2016)

Sedangkan untuk stratifikasi antara Tuhan dan umatnya, terbentuk bilangan tiga yang terdiri dari Rama, Resi, dan Perbu. Kekuasaan tertingga berada pada Rama, yaitu Tuhan Sang Maha Pencipta yang membentuk kehidupan manusia.

81 Ira Indrawardana, op.cit, hlm. 2. 82 Wawancara dengan Pangeran Rama Anom, pada Sabtu, 5 November 2016, pukul 11:03-11:35 WIB.

Page 72 of 203

Kemudian manusia menjalankan kehidupan mereka berdasarkan sifat-sifat ke- manusiaan, bukan sifat-sifat hewani, di mana masih ada proses rasionalitas di da- lamnya untuk memilih yang sesuai dan bermanfaat untuk dirinya dan tidak meru- gikan alam sekitarnya. Hal di atas sesuai dengan Teori Pilihan Rasional (rational choice theory/RCT) yang dikembangkan oleh James S. Coleman. Ada dua unsur dalam teori Coleman, yakni aktor dan sumber daya.83 Sumber daya di sini merupakan suatu upaya yang dapat dikontrol oleh sang aktor. Aktor berperan untuk memilih mana yang memiliki nilai keuntungan yang besar dan rasional untuk dirinya pada kemudian hari. Aktor akan melakukan penyaringan terhadap pilihan-pilihan yang ditujukan kepadanya. Di dalam kehidupan masyarakat Cigugur yang menganut ADS, bilangan tiga yang terdapat dalam Pikukuh Tilu digunakan oleh masing-masing indvidu yang menganggap dirinya penghayat. Mereka meyakini Tuhan memberikan alam ber- serta isinya seperti makhluk hidup biotik dan abiotik untuk diatur dan dirawat sedemikian rupa oleh manusia. Manusia (Resi) di sini sebagai aktor utama dalam sistem kehidupan. Mereka dapat mengupayakan kehidupannya dengan me- manfaatkan hewan dan tumbuhan disekitarnya. Mereka juga berperilaku sesuai sifat-sifat kemanusiaan, bukan hewani. Sifat hewani di sini maksudnya hanya menuruti hawa nafsu saja, tidak berpikir panjang, dan tidak memiliki nilai etika dan estetika dalam berperilaku. Aktor menyaring hal-hal yang buruk seperti yang melekat pada ciri hewan dan mengambil sifat-sifat kemanusiaannya untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, seperti toleransi, beretika saat makan, berinteraksi, dan memiliki estetika. Pilihan yang diambil ini sebagai upaya untuk mendapat nilai positif dari Tuhan Sang Pen- cipta (Rama). Jika mereka tidak menyaring sifat-sifat hewani, maka ia tidak dapat mengontrol secara penuh kehidupannya, sehingga ia tidak dapat dikatakan ra- sional karena tidak melihat apa yang didapatkannya kemudian hari (benefit). Proses pelembagaan ini juga dapat dilihat dari nilai-nilai kultural yang dianut oleh penghayat ADS. Nilai-nilai kultural yang selalu dijaga dan dilestarikan dari satu generasi ke generasi lainnya menurut Pangeran Rama Anom seperti yang kami kutip di bawah ini. Nilai kemanusian. Nilai yang tidak lapuk oleh waktu. Selama manusia masih dikehendaki untuk menghuni planet bumi ini. Tanpa membeda-beda kan golongan. Ini nilai-nilai kearifan lokal Sunda Wiwitan. Ini mengapa nilai- nilai agama lain dapat diterima dengan baik oleh Sunda Wiwitan. Jiwa ne- nek moyang Indonesia adalah jiwa mulia, tidak membeda-bedakan dan semua sama. Tumbuh subur semuanya di bumi Nusantara. Kalau di negara luar kan itu terjadi peperangan dulu agamanya, kalo di Nusantara kan nggak.84 Penganut ADS sangat menjunjung tinggi nilai toleransi. Nilai kemanusiaan yang diturunkan oleh nenek moyang Nusantara. Contohnya seperti penerimaan ke- budayaan baru dalam hal agama Islam, Kristen/Katolik, Hindu, dan Budha. Ter-

83 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh), 2015 (Jakarta: Prenadamedia Group), hlm. 369. 84 Wawancara dengan Pangeran Rama Anom, pada Sabtu, 5 November 2016, pukul 11:03-11:35 WIB.

Page 73 of 203 bukanya dalam menerima hal-hal baru tersebut, membuat Indonesia saat ini men- jadi negara plural atau majemuk dengan variasi kebudayaan dari Sabang sampai Merauke. Hal ini juga didukung oleh kebiasaan masyarakat ADS yang memberi kebebasan bagi keturunannya untuk menganut keyakinan yang menurutnya benar dan sesuai kata hatinya. Sehingga tidak sedikit tiap unit keluarga beragam agama di dalamnya. Hal ini sesuai dengan data dari informan yang kami dapatkan saat hari pertama penelitian. Di keluarga saya ada banyak agama, orang tua saya masyarakat adat (Sunda Wiwitan), tapi anak-anaknya ada yang katolik sama muslim.85 Selain Pikukuh Tilu, ada kegiatan khas budaya Sunda yang pada kemudian hari terjadi proses internalisasi dengan nilai-nilai yang ada di Sunda Wiwitan. Se- hingga, kebudayaan tersebut terlihat condong seperti milik dari Sunda Wiwitan, padahal sebenarnya kebudayaan tersebut adalah milik bumi Sunda. Mengapa demikian? Karena kelompok yang masih mau mengurus atau melestarikan dengan inisiatif adalah kelompok Sunda Wiwitan berada di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Gambar 4. 4 Perayaan Seren Taun

Sumber: Sumber: www.google.com (2016)

Nama dari kebudayaan yang dijelaskan di atas adalah Seren Taun. Seren Taun adalah acara tahunan yang dilaksanakan 22 Raya Agung. Pengurus inti yang men- gadakan kegiatan Seren Taun adalah penganut Sunda Wiwitan. Proses pelem- bagaan kultural melalui Seren Taun ini dimaknai sebagai pesta adat yang pebuh dengan nilai-nilai yang juga selaras dengan ajaran Sunda Wiwitan. Sehingga, ketika mendengar nama Seren Taun maka yang teringat adalah Sunda Wiwitan. Hasil interaksi antara warga yang memangg sangat harmonis antar multi etnis dan multi agama ini juga tercermin pada prosesi Seren Taun dimana dalam upacara adat ini semua pemuka agama dari Islam, Kristen, sampai Sunda Wiwitan hadir dan memberikan doa. Dalam acara Seren Taun ini pun juga semua golongan yang berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda hadir menjadi satu kesatuan dalam

85 Wawancara dengan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada Jumat, 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.

Page 74 of 203 rangkaian acara. Mereka bersatu menyaksikan upacara tahunan ini dengan penuh hikmat. Selain itu juga, proses pelembagaan kultural yang terjadi pada Seren Taun yaitu pelestarian budaya-budaya Sunda Wiwitan karena dalam rangkaian acara ini ada penampilan kesenian dari pada pengisi acara, selain itu hasil interaksi antar manusia dengan alam yang telah memberikan banyak anugerah dengan tum- buhnya padi dengan subur dan bahan makanan lainnya. Serta wujud dari rasa syukur atas limpahan rezeki yang diperoleh. Hal ini sebagai menunjukan nilai kearifan lokal dari Sunda Wiwitan yaitu nilai kemanusiaan yang penuh dengan tol- eransi. Prosesi dari acara Seren Taun diutarakan oleh informan kami, yaitu seperti berikut. Pertama pembuangan hama atau pesta dadung dilaksanakan di Taman Mayasih. Ini sebagai pembukaan Seren Taun. Terus setiap jalan ada obor. Dari Cigugur bawah sampai Cigugur atas ada obor. Terus yang utama itu tumbuk padi. Ini disebut sebagai hari puncaknya. Pokoknya banyak acara hiburan, dan yang terakhir itu tumbuk padi. Sekitar 7 hari totalnya, dari pagi sampe malam. Sampai numbuk padi itu banyaknya harus 22 kwintal tidak boleh kurang ataupun lebih. Lalu setelah itu, hasil padi yang telah ditumbuk dibagikan rata kepada seluruh warga Cigugur.86 Gambar 4. 5 Proses Berlangsungnya Pesta Dadung

Sumber: www.google.com

Gambar di atas merupakan dokumentasi dari acara Pesta Dadung. Pesta dadung merupakan pesta pembuangan hama padi. Pesta dadung juga salah satu rangkaian acara yang dilakukan pada Seren Taun. Acara Pesta dadung diseleng- garakan di Area Pesta Dadung yang berada di Taman Hutan Kota Mayasih. Pem- buangan hama padi pada Pesta Dadung ini bermakna agar setiap hasil panen seperti padi yang dianggap sakral oleh masyarakat penghayat bebas dari hama padi yang bisa merusak tumbuhnya padi. Maka dari itu, sebagai simbolnya, hama-

86 Wawancara dengan Ibu Eva dan Ibu Ooh (Penduduk Setempat), pada tanggal 4 November 2016, pukul 13:46-14:15 WIB.

Page 75 of 203 hama tersebut akan dibuang di area pesta dadung yang bertempat seperti jurang dalam.

Gambar 4. 6 Area Pesta Dadung

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Kemudian pelembagaan kultural lainnya juga terdapat dalam cara penghayat ADS berpakaian. Untuk laki-laki menggunakan ikat kepala batik dan baju hitam. Paka- ian masyarakat ADS itu berwarna hitam (tanah) memiliki makna sebagai sumber kehidupan itu berasal dari dalam tanah. Sedangkan Ikat kepala (satu ikatan) mem- iliki makna walaupun di dalamnya berbeda keyakinan tetapi harus satu dalam ikatan. Hal ini tercermin dari masyarakat di Cigugur, Kuningan yang memiliki be- ragam agama dan hubungan atar sesamanya berjalan harmonis karena perilaku keseharian mereka yang menjunjung tinggi nilai toleransi antar sesamanya. Se- dangkan untuk perempuan menggunakan pakaian baju berwarna putih dan rok berbahan kain. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4. 7 Pakaian Penghayat ADS untuk Laki-laki

Sumber: www.google.com

Page 76 of 203

Jadi, proses pelembagaan interaksi dan perilaku masyarakat ADS secara kultural diadaptasi melalui pedoman Pikukuh Tilu yang setara dengan kitab suci, kegiatan Seren Taun, dan pakaian yang menjadi ciri khas dari Sunda Wiwitan. Di dalam Pikukuh Tilu terdapat bilangan dua dan bilangan tiga. Bilangan dua artinya hidup ini ditakdirkan untuk berpasang-pasangan, sedangkan bilangan tiga artinya di da- lam kehidupan ini terdapat tiga unsur yang yang terbentuk secara vertikal, yaitu Rama, Resi, dan Perbu. Selanjutnya, nilai kultural yang diwarisi turun-temurun adalah nilai kemanusiaan, terutama nilai toleransi. Hal ini menyebabkan di dalam masyarakat Cigugur terdapat pluralisme agama, bahkan dalam satu unit keluarga dapat terdiri dari banyak agama. Penutup Kemajemukan masyarakat di Indonesia ini pun juga akan melahirkan berbagai adat istiadat yang beragam dan membuat Indonesia menjadi negara yang kaya akan budaya. Kebudayaan tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia sikap kepercayaan terhadap tuhan. Di Indonesia sendiri banyak ter- dapat berbagai macam kepercayaan salah satunya kepercayaan ADS yang komunitas pengikutnya berada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sunda wiwitan merupakan sebuah kepercayaan yang berasal dari tanah pasundan yang tidak ter- lepas dari peran Pangeran Madrais sebagai pendiri dari cikal bakal lahirnya ke- percayaan sunda wiwitan. Kepercayaan ADS tidak serta merta berjalan mulus tanpa halangan, segala macam halangan dan rintangan dihadapi oleh para pemimpin komunitas ADS dan pengikutnya karena kepercayaan ini dianggap sesat dan menyimpang dari ajaran- ajaran agama lain pada umumnya. Kepercayaan ini sempat mengalami tekanan dari kelompok dan pihak lain pada masa orde lama, hal ini yang membuat Pan- geran Tedjabuana, pemimpin ADS pada masa itu untuk memerintahkan para pengikutnya untuk keluar dari ADS dan memeluk agama lain yaitu agama Katolik. ADS mulai bangkit dan diterima kembali pada masa kepemimpinan Pangeran Djatikusumah, anak laki-laki pangeran Tedjabuana dengan membuat Paguyuban Adat Cara Kruhun Urang (PACKU) pada tahun 1981. Hingga saat ini, kepemimpi- nan ADS dipegang oleh anak laki-laki dari Pangeran Djatikusumah yaitu Pangeran Gumirat Barna Alam dan hidup rukun antar warganya sangat terjaga. Dalam masyarakat penghayat kepercayaan ADS, tuhan dimaknai sebagai Gusti Sikang Sawiji-wiji atau Yang Maha Esa. Pemaknaan tuhan dalam kepercayaan ini, tercermin dalam ajaran-ajaran pokoknya seperti Pikukuh Tilu, tat acara berdoa, dan olah tapa. Nilai-nilai agama yang ada dalam ajaran pokok Sunda Wiwitan ini dijadikan oleh para penghayat kepercayaan untuk dijadikan sebagai pedoman da- lam bertingkah laku dan menjaga eksistensinya hingga saat ini dalam masyarakat global. Wlaupun keberadaannya masih juga mengalami berbagai diskriminasi dari negara dan juga pihak-pihak lainnya. Tetapi, hal ini tak juga menghalangi mereka untuk terus menjaga dan melestarikan adat dan budaya Sunda Wiwitan. Keberadaan Sunda Wiwitan yang masih terjaga sampai saat ini tidak lepas dari proses internalisasi agama dan adat antargenerasi yang terjadi pada keluarga penghayat. Sosialisasi agama dan ajaran-ajaran ADS berlangsung dalam keluarga penghayat. Para orang tua berperan untuk mengajarkan nilai-nilai agama pada anak-anaknya. Nilai-nilai kebaikan, kemanusiaan, serta toleransi tercermin dalam ajaran-ajaran agama yang dilakukannya pada anaknya. Sesudah beranjak

Page 77 of 203 dewasa, mayoritas para orang tua membebaskan kepada nak-anaknya untuk me- meluk agama lain yang menjadi pilihannya. Kebanyakan dari anak-anaknya me- meluk agama lain hanya sebagai formalitas untuk diakui dalam pernikahan mau- pun lainnya. Mereka para orang tua percaya bahwa pada dasarnya agama apapun mengajarkan kebaikan, maka dari itu agama apapun yang dianutnya itu adalah kebaikan untuk dirinya. Yang terpenting dalam keluarga adalah toleransi yang ter- jalin antar sesamanya. Adat dan budaya yang paling khas dari Sunda Wiwitan tersebut ada pada per- ayaan upacara adat Seren Taun. Dimana dalam hal ini, terjadi proses pelem- bagaan kultural dari perilaku dan interaksinya tercermin dari nilai-nilai toleransi da- lam kehidupan sehari-harinya yang bisa ditemukan dalam perayaan adat Seren Taun juga. Dalam hal berpakaian juga para masyarakat adat Sunda Wiwitan mempunyai ciri khasnya tersendiri yaitu pakaian hitam dan ikat kepala batik. Pe- lestarian budaya serta adat Sunda Wiwitan perlu untuk dilestarikan oleh generasi- generasi selanjutnya. Hal ini dilakukan agar, nilai-nilai adat yang berasal dari ne- nek moyang dan diturunkan secara turun temurun bisa terus ada sampai kapan pun sebagai kelarifan lokal di Indonesia.

Page 78 of 203

Daftar Pustaka

Buku : Artawijaya. 2010. Gerakan Theosofi di Indonesia. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar Budi Susanto. 2007. Sisi Senyap Politik Bising Yogyakarta : Kanisius Koentjaraningrat. 2013. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta Malesevic, Sinisa. 2004. The Sociology of Ethnicity. London : Sage Production Pram. 2013. Suku Bangsa Dunia dan Kebudayaannya. Jakarta: Penebar Swadaya Group Ritzer, George. 2015. Teori Sosiologi Modern (Edisi Ketujuh). Jakarta: Prena- damedia Group

Sumber Referensi Lainnya:

Ira Indrawardana. 2014. Makalah Antropologi : Eksistensi Penghayat Ke- percayaan dalam Menjaga Nilai-nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pan- casila Ira Indrawardana. Makalah Kuliah Umum : Berketuhanan dalam Perspektif Ke- percayaan Sunda Wiwitan Tendi. 2016. Skripsi : Sejarah Agama Djawa Sunda di Cigugur Kuningan 1939- 1964, diakses online pada http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bit- stream/123456789/30301/3/TENDI-FAH.pdf

Page 79 of 203

Bab 5 Filosofi Ekonomi Masyarakat ADS, Cigugur, Kuningan

Clara Dwi Yanti, Fitria Septiani, Ilham Ramadhan, Siti Qoriah, Qays Arrazi Iskan- dar

Pendahuluan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan kom- posisi suku bangsa yang pluralis di dunia. Bangsa yang tersebar di sekitar 13.000 pulau besar dan kecil ini terdiri dari ratusan etnis, agama, budaya, dan adat isti- adat, serta berbicara dalam ratusan bahasa daerah yang khas. Hal itu membuat orientasi kultur kedaerahan selta pandangan hidupnya pun beragam.87Semua aspek sosio-kultural yang beragam itu membuat Indonesia menjadi bangsa dengan tingkat keragaman yang tinggi. Menurut Koentjaraningrat, masyarakat adalah sebuah kehidupan dari kelompok mahkluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. Kemudian masyarakat tertentu itu akan menciptakan kebudayaan tertentu pula serta memiliki banyak unsur yang beranekaragam. Namun demikian seluruh unsur yang banyak tersebut dapat dikategorikan ke dalam 7 unsur yang disebut cultural universals88 di mana salah satu unsurnya adalah religi. Masyarakat daerah sekitar Cigugur ka- bupaten Kuningan Jawa Barat mengenal suatu komunitas religi percampuran Jawa-Sunda yang diberi nama Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS). Komunitas religi ini telah dihayatii masyarakat sekitar, jauh sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Adapun Agama Djawa Sunda (untuk kemudian dapat diinisialkan dengan: ADS) ini sebenarnya merupakan komunitas orang-orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah melalui religi-budaya sebagai wadahnya. Kepercayaan Agama Djawa Sunda (ADS) ini sudah ada sebelum agama- agama asing seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, Kong Hu Cu masuk ke tanah Jawa. ADS merupakan sebuah Cagar Budaya, bukan aliran agama tetapi lebih cender- ung bisa diidentifikasikan sebagai penghayat religi-budaya setempat. Semboyan mereka: "Semua umat Tuhan, sepengertian tapi bukan sepengakuan", artinya sekalipun tidak sepengakuan tetapi bisa sepengertian.

87Koentjaraningrat.1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi. Dalam Ayatrohaedi (ed.).Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). (Jakalta: Pustaka Jaya,). hlm. 80. 88 Asmito. 1992. Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Semarang: IKIP Semarang Press). Hlm. 43

Page 80 of 203

Skema 5. 1 Skema Pengaruh Filosofi Ekonomi Masyarakat Cigugur, Kuningan

Filosofi ekonomi (silih asih, silih asah, silih asuh) (asal baseuh tikoro)

Tindakan Ekonomi Stratifikasi Ekonomi (Pereleg/Jumputan)

Sumber: hasil analisa kelompok (2016)

Selain semboyan diatas, para penghayat Agama Djawa Sunda (ADS) juga mem- iliki filosofis hidup “silih asih, silih asah, silih asuh” yang artinya dalam menjalakan hidup harus (silih asah) saling menajamkan pikiran dan saling mengingatkan, (Silih asuh) saling mengasuh dan saling membimbing dan Silih asih saling mengasihi. Lalu kemudian filisofis inilah yang mempengaruhi bahkan menciptakan pola ke- hidupan yang berlangsung setiap hari pada masyarakat di Kuningan, Jawa Barat. Dari dasar filosofis ini kemudian dibuat sebuah gerakan yang dinamakan “Jumpu- tan” oleh masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat

Penelitian ini dilakukan di daerah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Peneliti ter- bentuk dalam sebuah tim kecil yang berfokus pada perilaku ekonomi pada pengha- yat Sunda Wiwitan atau ADS dan lebih luasnya masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode field researches yang dilakukan dalam 3(tiga) hari. Secara garis besar, tulisan ini akan membahas (1) persebaran mata pencaharian masyarakat Cigugur, kemudian membahas lebih dalam kepada (2) bentuk atau tindakan ekonomi masyarakat Cigugur. Dan yang terakhir akan membahas tentang (3) stratifikasi dibidang ekonomi pada masyara- kat Cigugur.

Komposisi Mata Pencaharian Kelurahan Cigugur Data bidang seksi perekonomian di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Ka- bupaten Kuningan, Jawa Barat sangalah beraneka ragam. Mulai dari bidang per- industrian, perdagangan, perusahaan, koperasi, pertanian, kehutanan, kepa- riwisataan, pertambangan, dan masih banyak jasa yang lainnya. Berikut adalah salah satu data dari bidang pertanian yang kami dapatkan dari data kelurahan setempat.

Page 81 of 203

Tabel 5. 1 Jumlah Sektor Pertanian di Wilayah Kelurahan Cigugur

No. Pertanian Jumlah 1. Padi Sawah 80 Ha 2. Singkong 45 Ha 3. Jagung - 4. Sayur - 5. Budidaya Jamur 1 buah 6. Ternak Sapi 950 ekor 7. Ternak Kambing 59 ekor 8. Ternak Ayam 63.100 ekor 9. Ternak Babi 1.103 ekor

Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2015)

Dari tabel di atas dapat kita ketahui, bahwa pertanian padi sawah merupakan sektor terbesar dalam pertanian di Kelurahan Cigugur ini. Sebanyak 80 Ha dijadi- kan sebagai lahan untuk bertani. Tak hanya itu, ternyata ternak ayam pun men- dominasi diantara ternak sapi, kambing, maupun babi dengan jumlah 63.100 ekor ayam. Ternak babi pun ternyata lebih diminati oleh masyarakat di Kelurahan Cigugur ini, terbukti ternak babi mendapati peringkat kedua terbanyak setelah ter- nak ayam. Begitu pun yang kami ketahui ketika kami mencoba melakukan ob- servasi di salah satu wilayah di Kelurahan Cigugur, yakni daerah Mayasih. Di sana yang mendominasi hewan ternak adalah babi, mulai dari babi yang kecil sampai yang sangat besar pun ada. Kami juga sempat mengunjungi salah satu kandang peternakan babi di daerah Mayasih. Jenis babinya pun bermacam-macam, ada yang berwarna pink keputihan, coklat, bahkan ada juga yang berwarna hitam. Babi ternak terkadang juga lepas dan keluar dari kandangnya, namun mereka selalu tau tempat asal mereka dan kembali tanpa mengganggu masyarakat setempat. Gambar 5. 1 Salah Satu Peternakan Babi di RT 28 RW 10, Kelurahan Cigugur

Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016)

Page 82 of 203

Kebanyakan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai peternak babi adalah mereka yang mendapatkan dana bantuan dari Pastur (Belanda) gereja-gereja setempat. Uang yang mereka dapatkan kemudian mereka belanjakan untuk mem- beli hewan ternak dan segala peralatan yang dibutuhkan. Selanjutnya, pihak ger- eja menyerah pengelolaan peternakan tersebut kepada mereka masing-masing. Kami pun sempat mewawancarai salah satu warga di daerah Mayasih, yang ber- nama Ibu Ani (56 tahun). Beliau merupakan salah satu ibu rumah tangga yang juga merangkap sebagai pedagang warung kecil-kecilan dan juga membantu sua- minya yang bermata pencaharian sebagai peternak babi. Iya, kalo di sini kebanyakan pekerjaannya sebagai petani, peternak, sama dagang palingan. Tapi emang lebih banyak yang jadi peternak, terutama ternak babi. Saya juga pensiunan, jadi daripada nganggur mending buka warung kecil-kecilan aja di rumah sambil bantu suami ngurus kandang ba- binya. Di sini peternakan babi ga ada koperasinya kaya peternakan sapi, jadi warga sini paling yang ngelola peternakannya secara mandiri. Modal emang diberikan oleh pihak gereja, tapi untuk selanjutnya mereka menye- rahkan ke kitanya masing-masing”89 Skema 5. 2 Jumlah Sektor Perdagangan di Wilayah Kelurahan Cigugur

Perdagangan

2 2 4 12 Toko Warung Bensin Eceran Toko Material

88 Air Isi Ulang (Refill)

Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2015)

Selanjutnya ada data dari sektor perdagangan yang ada di Kelurahan Cigugur. Dari skema di atas dapat diketahui bahwa usaha warung di Kelurahan Cigugur mendominasi diantara jenis lainnya di sektor perdagangan. Sebesar 88 buah warung tersebar di wilayah Kelurahan Cigugur yang memang sesuai dengan pengamatan dan observasi lapangan yang kami lakukan.

89 Wawancara mendalam dengan Ibu Ani pada 5 November 2016 pukul 15.10

Page 83 of 203

Tabel 5. 2 Data Pekerjaan Penduduk Kelurahan Cigugur

No RT Pekerjaan 26 27 28 29 30 1 Pegawai Swasta 24 12 49 3 20 2 Wiraswasta 44 5 24 8 27 3 PNS/TNI/POLRI 8 2 5 1 29 4 Pensiunan 7 2 7 - - 5 Petani 2 3 19 10 1 6 Peternak - 19 25 19 - 7 Pedagang 7 1 10 1 - 8 Supir - - - - - 9 Buruh 8 17 78 10 2 10 Pekerja Lepas 5 8 30 2 - 11 Swasta - - - - - 12 Tidak/Belum Bekerja 103 56 120 28 - Jumlah 208 127 367 82 79

Sumber: Data Kelurahan Cigugur (2016)

Data tabel di atas merupakan data pekerjaan penduduk di beberapa RT yang ada di Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupatan Kuningan, Jawa Barat. Sa- lah satu daerah yang menjadi pusat pencarian data kami adalah RT 28 RW 10. Di sana kami menemukan banyak warung, kandang peternakan seperti ternak sapi dan babi, dan juga terdapat koperasi, yakni Koperasi Susu Saluyu. Letaknya tak jauh dari jalan raya dan susu yang didapatkannya pun berasal dari sapi-sapi ternak masyarakat sekitar. Gambar 5. 2 Peternakan Sapi dan Koperasi Susu Saluyu

Sumber : Dokumentasi Kelompok (2016)

Page 84 of 203

Filosofi Ekonomi Masyarakat Penganut kepercayaan Djawa Sunda atau Sunda Wiwitan memiliki banyak seali filosofi yang telah menginternal secara turun temurun. Filosofi ini menyangkut berbagai bidang kehidupan dan intinya adalah untuk selalu merasa cukup dengan kondisi kehidupan mereka. Salah satu bidang kehidupan yang mendapat pengaruh langsung dari filosofi kepercayaan djawa Sunda ini adalah bidang ekonomi. Ekonomi, sosial dan politik merupakan tiga bidang kehidupan yang tidak dapat dipisahkan pengaruhnya satu sama lain. Filosofi ekonomi masyarakat Djawa Sunda sendiri menginternal melalui sosialisasi yang di kon- struksi oleh proses politik dari pihak Paseban sebagai pemimpin di masyakat dan oleh masyarakat itu sendiri. Filosofi yang akhirnya mempengaruhi kehidupan masyarakat di bidang ekonomi adalah “Asal basuh tikoro” (Asal basah tenggorokan). Filosofi ini terkesan sederhana namun sarat makna dan nilai his- toris. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kami selama penelitian di wila- yah kecamatan Cigugur, kami mendapakan beberapa informan yang bersedia me- maparkan mengenai salah satu filosofi yang telah mereka dapatkan dari orang tua masing-masing dan diturunkan kembali kepada anak-anaknya. Pak Rusman (67 tahun) salah satu informan kami menyatakan bahwa, Asal baseuh tikoro maksudnya adalah nasihat untuk selalu berusaha sekuat tenaga untuk kehidupan kita, sesulit apapun kondisinya harus tetap berusaha dan jujur dalam mencari nafkah.90 Pak Rusman merupakan salah satu penganut Sunda Wiwitan sejak lahir dan mem- ilih untuk tetap mengosongkan kolom agamanya ketika muncul tuntutan untuk me- maksa masyarakat penganut kepercayaan adat untuk memlih satu dari lima agama yang diakui di Indonesia.91 Pak Rusman menuturkkan bahwa hingga hari ini, beliau tidak memiliki buku nikah dan anak-anaknya tidak memiliki akta ke- lahiran. Realitas ini membuktikan bahwa kepercayaan djawa sunda dibangun di- atas landasan filosofi yang kuat dan teruji oleh zaman, tingkat keyakinan pak Rus- man dan beberapa penganut ADS lain mengenai kebenaran klaim ke- percayaannya sudah begitu menginternal melalui konstruksi sosial masyarakat. Filosofi asal baseuh tikoro menjadi menarik bila dikaji dari perspektif etnisitas, ka- rena filosofi tersebut lahir dari perilaku sosial masyarakat yang melibatkan elemen adat sebagai alat untuk mempertahankannya. Seperti yang diungkapkan oleh seorang tokoh interaksionis yaitu Blumer, bahwa “The leaders of the dominant group aim to maintain the group centered perception of the social world in order to preserve their privileged position.”92Analisis Blumer terhadap tema etnisitas dari perspektif interaksionis bis akita gunakan untuk memahami posisi paseban se- bagai dominant group yang melakukan sentralisasi persepsi masyarakat sunda wiwitan untuk mempertahankan legitimasinya sebagai pemimpin di wilayah terse- but. Mekanisme sentralisasi persepsi bisa jadi tidak disadari oleh masyarakat ka- rena proses hegemoni yang mengikat tataran ide dan konseptual, bukan fisik dan teknis. Salah satu cara paseban dalam melakukan sentralisasi persepsi adalah

90 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 16.41 91 Ira Indrawardana, “Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila”, hal. 9

92Sinisa Malesevic, “The sociology of ethnicity”, Sage Publications, London Hal. 68

Page 85 of 203 dengan mengadakan “Sarasehan” atau pertemuan rutin setiap bulan untuk mengkonstruksi persepsi sesuai dengan kepentingan paseban sebagai the domi- nant group. Berkaitan dengan bidang ekonomi, filosofi asal baseuh tikoro berimplikasi pada kondisi ekonomi mayoritas masyarakat Sunda wiwitan. Filosofi ini sudah menginternal dan menjadi nilai atau norma yang mengikat masyarakat. Sehingga, masyarakat tidak mengenal dan tidak melegitimasi perilaku anggotanya yang ber- sikap pamer atau bermewah-mewahan, namun masyarakat juga tidak terbiasa meminta bantuan ketika berada dalam kesulitan ekonomi, karena asal baseuh tikoro mengajarkan untuk berusaha sekuat tenaga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa menyusahkan orang lain. Manusia itu mahluk yang sempurna kata Tuhan, ia memilih sir, rasa dan pikir. Jadi sangat mengecewakan bila ketiga kelebihan tersebut tidak di- manfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan dirinya sendiri, kita harus usaha dulu dan pantang menyusahkan orang lain.93 Filosofi asal baseuh tikoro bisa kita identifikasi melalui tipologi tindakan ekonomi yang dibuat oleh Weber. Weber mengklasifikasikan tindakan ekonomi menggunakan pendekatan terhadap individu yang membangun konstruksi makna berdasarkan konstruksi sosial yang melingkupinya, filosofi asal baseuh tikoro bisa kita masukan dalam tindakan ekonomi tradisional karena bersumber dari konvensi atau tradisi masyarakat dan tidak sepenuhnya melibatkan akal atau rasionalitas dalam membangun makna atas tindakannya tersebut.94 Artinya, dalam masyara- kat sunda wiwitan, penggunaan akal atau rasionalitas masih dibatasi oleh aturan adat yang mengikat dan memaksa mereka untuk mengikutinya. Hal ini akan terus berlangsung hingga muncul generasi penerus dan adaptasi nilai dan norma yang berlaku di masyarakat Sunda wiwitan. Seperti yang dijelaskan Talcott Parson da- lam analisisnya mengenai the boundaries of an ethnic group: Just as in the kinship context an individual is ascriptively the child of his parents, so in a societal community the citizen is ascriptively one of the heirs of his forebears in the societal community and will be one of the ‘pro- genitors’ of the future community so that many of the consequences of the actions of contemporaries cannot be escaped by future members in new generations.95

Berdasarkan penjelasan Parsons diatas, kita dapat memahami bahwa filosofi ekonomi yang kemudian mengikat masyarakat Sunda Wiwitan untuk mematuhi aturan tersebut akan terus berlangsung hingga generasi berikutnya lahir dan kem- bali mengadopsi nilai dan norma yang berasal dari filosofi tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut kita juga bisa menyimpulkan bahwa tindakan ekonomi yang dilakukan masyarakat Djawa Sunda di wilayah Cigugur akan selalu dibatasi oleh nilai dan norma yang telah menginternal dalam tataran ide dan konseptual.

93 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 18.15 94 Wawancara mendalam dengan Pak Rusman (penganut sunda wiwitan), pada 5 November 2016 pukul : 17.20 95 Malesevic, Op.Cit, Hal. 48

Page 86 of 203

Stratifikasi dalam bidang Ekonomi pada Masyarakat Cigugur Kuningan Dari berbagai perbedaan kehidupan manusia, satu bentuk variasi kehidupan mereka yang menonjol adalah fenomena stratifikasi (tingkatan-tingkatan) sosial. Perbedaan itu tidak semata-mata ada, tetapi melalui proses; suatu bentuk ke- hidupan (bisa berupa gagasan, nilai, norma, aktifitas sosial, maupun benda-benda) akan ada dalam masyarakat karena mereka menganggap bentuk kehidupan itu benar, baik dan berguna untuk mereka. Fenomena dari stratifikasi sosial ini akan selalu ada dalam kehidupan manusia, sesederhana apapun kehidupan mereka, tetapi bentuknya mungkin berbeda satu sama lain, semua tergantung bagaimana mereka menempatkannya.96 Pada masyarakat Cibubur Kuningan, strata yang ada di daerah ini berbeda dengan strata yang ada di kota seperti Jakarta. Stratifikasi yang ada di daerah ini lebih kepada sifat moral yang merupakan hasil konstruksi nilai-nilai dari Sunda Wiwitan yang mereka yakini. Hasil temuan lapangan peneliti kesulitan mengupas tabunya tingkatan sosial yang ada di Masyarakat Cigugur Kuningan, faktor waktu dan keterbatasan informan membuat kami kesulitan. Ham- pir semua informan yang kami wawancarai mengatakan tidak adanya tingkatan atau strata dalam Masyarakat Cigugur Kuningan. Berikut penuturan wawancara dengan Bapak Didi (55 tahun)

teu aya di dieumah, kabehana sarua. Aya kabiasaan saling bantu, jadi teu aya segen segenan. Jiga bapa, lamun boga boled nya dibere ka tatangga, ka dulur. Ke kitu sarua kabehana oge.97

Maksud dari hasil wawancara di atas yakni tidak adanya tingkatan sosial di daerah Cigugur Kuningan, ada kebiasaan saling bantu dan tidak ada rasa sungkan. Con- tohnya kalau Pak didi punya ubi semua tetangga ikut diberi dan sodara-sodara pun turut diberi pula. Konstrksi nilai yang pakai oleh Masyarakat Cigugur Kungingan merupakan kebiasaan yang akhrinya menginternalisasi seperti nilai “silih asah, silih asih, silih asuh” yang artinya saling mengingatkan, saling membimbing dan saling mengasihi. Meskipun nilai tersebut ada dalam aliran kepercayaan Sunda Wiwitan, tapi nilai tersebut telah menginternalisasi dalam setiap etnis sunda yang ada di Masyarakat Cigugur Kuningan sekalipun beragama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan lainya. Nilai tersebut telah menjadi kebiasaan dan harus diikuti oleh Masyarakat Cigugur Kuningan. Stratifikasi yang ada di dae- rah Cigugur Kuningan ini bersifat fleksibel atau terbuka dan bentuk dari itu bersifat lebeling. Adapun data lain yang menunjukan Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, dapat di analisis stratifikasi sosial penganut kepercayaan Sunda Wiwitan jika di tinjau dari segi tingkat pendidikan dan mata pencaharian, sebagai berikut :

 Menurut Tingkat Pendidikan Berdasarkan data analisis yang telah di peroleh, tingkat pendidikan masih rendah. Karena masyarkat Cigugur mayoritas bekerja setelah lulus Sekolah Dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup, rata-rata masyarakat Cigugur mengambil pekerjaan

96 Syarif Moeif. 2008. Bahan Ajar Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidi- kan Indonesia. Bahan_Kuliah_2.pdf diakses pada tanggal 20 Desember pukul 20.00 WIB 97 Hasil wawancara bersama Bapak Didi (55 tahun) pada tanggal 5 November pukul 13.00 WIB

Page 87 of 203

setelah lulus Sekolah Dasar untuk meneruskan pekerjaan orang tuanya dan hal ini sudah membudaya. Analisis data yang didapat di lapangan, hanya minoritas orang yang menganggap pendidikan itu penting. Sehingga masyarakat mayoritas bekerja di daerah sendiri, sedangkan minoritas yang mengambil pekerjaan di luar daerah.Stratifikasi sosial di Cigugur menurut tingkat pendidikan menunjukkan bahwa orang yang memiliki derajat yang tinggi adalah orang yang berpendidikan tinggi, karena orang yang berpendidikan adalah orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas dalam memimpin masyarakat untuk berkembang.

 Menurut Mata Pencaharian Berdasarkan analisis menurut mata pencaharian, mayoritas mengambil mata pen- caharian dalam segi bisnis, karena masyarakat menganggap segi bisinis akan menghasilkan penghasilan yang menjanjikan atau lebih. Tetapi masyarakat yang mengambil mata pencaharian sebagai Pegawai Negeri (PNS) akan lebih dihormati di mata masyarakat. Analisis data yang didapat di lapangan menunjukan bahwa mayoritas masyarakat mengambil mata pencaharian wirausaha sebagai petani, peternak, pedagang dan lain-lain. Dan masyarakat menganggap wirausaha ada- lah hal yang umum atau mudah untuk di jadikan sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan ekonomi di bandingkan dengan mengambil mata pen- caharian melalui pendidikan. Stratifikasi sosial di Cigugur menurut mata pen- caharian menunjukkan bahwa orang yang bekerja melalui pendidikan akan lebih dihargai dan dihormati dibandingkan masyarakat yang mengambil mata pen- caharian sebagai wirausaha tanpa melalui pendidikan.

Penutup Masyarakat Sunda Wiwitan atau ADS merupakan masyarakat dengan karakteris- tik khas yang tidak bisa ditemui di wilayah lain. Latar historis yang melingkupi masyarakat ADS menciptakan konstruksi sosial yang unik dan menarik untuk dikaji dari berbagai aspek kehidupan. Komunitas religi ini telah dihayatii masyarakat sekitar, jauh sebelum Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Adapun Agama Djawa Sunda (untuk kemudian dapat diinisialkan dengan: ADS) ini sebenarnya merupa- kan komunitas orang-orang yang sadar akan rasa kebangsaan dan mempunyai rasa tanggung jawab moral terhadap bangsa sendiri untuk melawan penjajah me- lalui religi-budaya sebagai wadahnya. Filosofi ekonomi Asal basah tikoro merupa- kan salah satu hal yang menarik dari masyarakat ADS. Kehidupan mereka yang sederhana dan jauh dari istilah foya-foya ternyata didasari pada penerapan filosofi ini secara menyeluruh dan holistik.

Diatas sudah disebutkan analisis mengenai filosofi ini dari perspektif etnisitas se- bagai bidang keilmuan yang lahir untuk mengkaji dinamika etnis sebagai satu en- titas yang tidak bisa dipisahkan dari realitas sosial bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural. Analisis mengenai tindakan ekonomi ADS diatas kemudian kembali menyadarkan kita bahwa sebenarnya bangsa ini masih memiliki harapan untuk menghilangkan degradasi moral yang menjangkiti generasi mudanya. Bahwa masih ada kearifan local yang bisa digali untuk kembali mengukuhkan iden- titas sejati bangsa ini.

Page 88 of 203

Daftar Pustaka

Koentjaraningrat.1986. Peranan Local Genius dalam Akulturasi. Dalam Ayatr ohaedi (ed.). Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). (Jakarta: Pustaka Jaya).

Asmito. 1992. Sejarah Kebudayaan Indonesia. (Semarang: IKIP Semarang Press).

Indrawardana, Ira. Eksistensi Penghayat Kepercayaan dalam Menjaga Nilai-Nilai Luhur Budaya Bangsa Berdasarkan Pancasila. Sinisa Malesevic, “The sociology of ethnicity”, Sage Publications, London.

Moeif, Syarif. 2008. Bahan Ajar Struktur Sosial: Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Bahan_Kuliah_2.pdf diakses pada tanggal 20 Desember pukul 20.00 WIB

Page 89 of 203

Bab 6 Perspektif Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) mengenai Lingkungan Hidup. Studi Kasus: Di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat

Aulia Daie Nichen, Dewi Rosdayanti S, Eka Yuliana, Janu Satrio, Rahmi Yunita

Pendahuluan Indonesia adalah negara yang majemuk, dimana di dalamnya terdapat berbagai unsur yang menyatu menjadi Bangsa Indonesia. Slogan yang dikedepankan ialah ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Slogan inilah yang seharusnya dapat terlihat di berbagai sudut bangsa Indonesia. Tetapi tidak semua tempat merepresentasikan slogan tersebut. Salah satu tempat yang merepresentasikan slogan itu ialah pada masyarakat Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) yang terletak di Kelurahan Cigugur, Kuningan Jawa Barat. Jika kita ingin melihat slogan ‘Bhineka Tunggal Ika’ maka dapat melihat ke masyarakat ini. Masyarakat ini sangat heterogen dari segi agama/kepercayaan yang dianutnya. Di dalam masyarakat tersebut terdapat berbagai agama termasuk agama Sunda Wiwitan. Namun uniknya tidak pernah ada gesekan di dalam masyarakat tersebut. Di dalam ajaran sunda wiwitan sendiri mengutamakan persatuan di ranah sosial dan mengesampingkan perbedaan agama. Kabupaten Kuningan sebagai daerah yang masih asri menyimpan sebuah masyarakat yang luar biasa pluralnya. Kabupaten Kuningan dengan salah satu gunungnya yaitu gunung Ciremai menjadi sebuah tempat yang pas untuk tumbuh dan berkembangnya Ajaran Sunda Wiwitan. Ajaran itu sendiri tersebar di berbagai daerah. Namun berpusat di Cigugur. Komunitas ini menjadi komunitas agama le- luhur yang sudah pasti berkaitan dengan lingkungan hidup. Lingkungan hidup bagi masyarakat ADS menjadi sebuah wadah pembelajaran yang kemudian harus dilestarikan. Terdapat juga beberapa mitos yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Namun, dibalik semua itu ajaran ADS sendiri merupakan ajaran dimana roh kemanusiaan yang harus dianut oleh manusia itu sendiri dan seseorang harus le- pas atau tidak boleh terpengaruh oleh roh hewani. Termasuk dalam memaknai lingkungan hidup. Sejarah Singkat berdirinya ADS Pada awal kemunculannya, ajaran ini merupakan ajaran yang ditujukan untuk meneruskan perjuangan menentang penjajahan. Kyai Madrais atau pangeran Madrais menjalankan amanat leluhur yaitu berjuang menentang penjajahan. Kyai Madrais sendiri melawan penjajahan tidak secara fisik, namun emakai cara halus dengan jalan menanamkan kembali rasa kepribadian dan persatuan bangsa. Inilah yang menjadi awal dari ajaran Agama Djawa Sunda. Sebab apabila rasa kepribadian dan persatuan bangsa sudah tertanam, maka dengan sendirinya bangsa indonesiaa akan melakukan perlawanan kepada pemerintah kolonial Bel- anda kala itu.

Page 90 of 203

Gambar 6. 1 Pangeran Madrais

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Awalnya memang Kyai Madrais mendirikan sebuah pondok pesantren yang di da- lamnya mengajarkan agama islam. Namun sekalipun di dalamnya mengajarkan agama Islam, kyai Madrais selalu menganjurkan untuk dapat menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri (Jawa Sunda). Dan Kyai Madrais sendiri tidak mem- benarkan perbuatan menjiplak cara atau ciri budaya bangsa lain dalam hal ini aja- ran agama yang dapat melupakan ciri budaya sendiri. Ajaran Kyai Madrais meni- tikberatkan pada kesadaran kebangsaan sebagai dasar kesadaran serta iman kepada Tuhan. Kesadaran kemanusiaan dimana salah satu isinya adalah kesadaran tidak mau diperbudak. Inilah yang kemudian membuat pemerintah Ko- lonial Belanda memperketat pengawasan kepada Kyai Madrais dan pengikutnya, bahkan Kyai Madrais sempat diasingkan ke Merauke. Setelah kembali dari Merauke pada tahun 1908, rumah Kyai Madrais tetap diawasi bahkan diadakan penjagaan terhadap Kyai Madrais dan pengikutnya. Namun, pada akhirnya Ajaran Kyai Madrais diperbolehkan oleh pemerintah colonial Bel- anda dengan catatan di dalam ajarannya harus menyanjung pemerintah Belanda kala itu. Meskipun pemerintah colonial Belanda sudah mengakui tuntunan Kyai Madrais sebagai Hukum Adat, tetapi pengawasan ketat tidak berubah layaknya dahulu. Tidak hanya itu, berbagai cara juga dilakukan untuk melumpuhkan pengaruhnya, terutama dengan mengobarkan hasutan untuk memecah belah bangsa sendiri. Dan pada tahun 1939, Pangeran Madrais meninggal dunia. Prinsip Kyai Madrais yang ditanamkan kepada pengikutya yaitu untuk mencapai ‘merdeka lahir dan batin’. Itulah bagian yang paling esensial dan misi utamanya sebagai aturan, patokan dan ukuran hidup manusia. Ajaran Kyai Madrais itu sendiri tidak hanya untuk patokan atau ukuran saja, melainkan juga untuk mene- gakkan citra’Hak Asasi Manusia’ di muka bumi. Caranya adalah dengan mene- gakkan kembali roh kemanusiaan yang salah satunya adalah menumbuhkan rasa kebangsaan yang tidak mau dijajah oleh bangsa lain. Kyai Madrais menitikberat- kan kepada kesadaran diri baik fungsi diri sebagai manusia maupun fungsi pribadi

Page 91 of 203 selaku anggota suatu bangsa. Selanjutnya, Pangeran Madrais mengekspresikan pikirannya sebagai berikut: 1. Percaya ka Gusti Sikang Sawiji-wiji (Percaya Kepada Tuhan Yang Maha Esa) 2. Ngaji Badan (Mawas Diri/intropeksi diri) 3. Akur rukun jeung sasama bangsa (hidup rukun dengan sesame) 4. Hirup ulah pisah ti mufakat (mengutamakan musyawarah untuk mufakat) 5. Hirup kudu silih tulungan (hidup harus saling tolong menolong)

Produk pemikiran Pangeran Madrais yang konkret adalah Pikukuh Tilu. Pikukuh berarti peneguh, sedangkan Tilu berarti tiga. Tiga peneguh ini dijadikan landasan hidup untuk mencapai kesempurnaan hidup. Isi Pikukuh Tilu tersebut ialah, Ngaji Badan, Tuhu/Mituhu Kana Tanah dan Madep ka Ratu-Raja 3-2-4-5 lilima 6. Ngaji badan yaitu sadar bahwa secara anatomis wujud kita terdiri dari 20 unsur sesuai dengan sifat ilahi. Mikukuh kana tanah mengandung dua persepsi, yaitu Tanah Amparan (Tanah Air/Tanah Tumpah Darah) dan Tanah Adegan (Ukuran sifat wujud manusia). Madep ka Ratu-Raja 3 (Sir Rasa, Pikir/Tekad, Ucap, Lamapah), Ratu-Raja 2 (sifat berpasangan), Ratu-Raja 4 (Aktivitas dua tangan dan dua kaki), Ratu-Raja 5 (Panca Indera), Ratu-Raja Lilima (sifat dari panca indera), dan Ratu- Raja 6 (wjud/sifat wujud).98 Selanjutnya tuntunan ini terdaftar pada Badan Koordi- nasi Kebatinan Indonesia pada tahun 1956. Kemudian dengan terentuknya him- punan Kepercyaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (HPK) maka pada tahun 1982 membentuk lembaga secara fomal dengan sebutan Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang dan telah terdaftar pada Direktorat Jendral Bina Hayat dengan wilayah kerja meliputi Jawa Barat dan sekitarnya. Makna Lingkungan Hidup Bagi Masyarakat ADS Dalam pemanfaatan lingkungan hidup ini, lingkungan hidup sebagai penunjang perekonomian warga pada bidang peternakan mereka memiliki usaha Peternakan di Desa Cigugur dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan. Di Desa cigugur ini kebanyakan warganya berternak sapi dan babi, selain karena faktor lokasi yang cocok untuk perkembangan peternakan juga, karena perternakan ini menjadi mata pencaharian dan investasi bagi masyarakat Desa Cigugur. Berikut adalah data mengenai jumlah ternak sapi di Kecamatan Cigugur. Tabel 6. 1Perkembangan Populasi Sapi Perah di Kecamatan Cigugur Peri- ode 2008-2012

No Komponen 2008 2009 2010 2011 2012

1 Populasi 4.958 5.017 6.049 6.448 4.834 (ekor) 2 Produksi 28.502 868.048 870.097 912.000 25.502 (liter) Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan

98 Kang Rai Bachtiar, Pikukuh Tilu (Pemaparan Budaya Spiritual), Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nasional, 2013, hal 5

Page 92 of 203

Dari tabel di atas terlihat bahwa secara umum rentang lima tahun usaha peter- nakan sapi di Kecamatan Cigugur bisa dikatakan meningkat, populasi sapi terbanyak yaitu pada tahun 2011 dan pada tahun 2012 usaha peternakan sapi mengalami penurunan karena pada tahun 2012 harga pakan tidak sebanding dengan produktifitas. Menurut informasi dari Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Kuningan pada tahun 2013 dan pada tahun berikutnya, usaha peternakan diprediksi akan mengalami kenaikan jumlah peter- nak dan jumlah ternak di delapan desa/kelurahan tersebut. Kenaikan jumlah peternak dan jumlah ternak pada tahun 2013 menjadi gambaran akan kenaikan pada tahun berikutnya, berikut adalah data jumlah peternak dan jumlah ternak pada tahun 2013.99 Selain peternkan sapi masyarakat Desa Cigugur pun banyak yang berternak babi, salah satu narasumber yang kami wawancarai yaitu Pak Anda, ia memiliki peter- nakan babi. Babi-babi yang diternak tersebut 95% didistribusikan ke luar kota, dan sebagian kecilnya di konsumsi untuk kebutuhannya. Hasil ternaknya itu di distri- busikan ke wilayah Jakarta, Bandung, dan lain-lain. Gambar 6. 2 Peternakan Babi Milik Pak Anda

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Gambar di atas adalah peternakan babi milik Pak Anda yang terletak tidak jauh dari rumahnya. Pak Anda tidak mengurus peternakan sapiny sendiri, tetapi dia memiliki pegawai untuk membantunya. Peternakan babi Pak Anda ini cukup luas dan babinya pun cukup banyak mulai dari yang berukuran besar sampai yang kecil. Babi-babi ini 95% untuk dijual ke luar kota, ke Bandung, Jakarta, kadang- kadang juga kita konsumsi sendiri, tapi jarang-jarang sih de. Babi yang uku- ran kecil aja harganya kisaran Rp400.000/ekor nya. Lumayan kebutuhan juga terpenuhi dari peternakan babi ini.100 Menurut penuturannya Pak Anda, peternakan babi ini juga sebagai mata pen- cahariannya yang menjadi andalannya untuk memenuhi kebutuhannya sehari- hari.Selain beternak pak Anda juga bekerja sebagai staf kelurahan. Tetapi mata

99 Gusyah Risti, 2012, Hubungan Kualitas Lingkungan Dengan Tingkat Kesehatan Masyarakat Sekitar Usaha Peternakan di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, respository.upi.edu, di- akses pada 19 desember 2016 pukul 09:49 100 Hasil wawancara dengan Pak Anda, pada tanggal 05 November 2016, pukul 14:30

Page 93 of 203 pencaharian yang paling diandalkan yaitu peternakan babinya. Menurutnya selama ini dari tahun ke tahun peternakan babi Pak Anda mengalami kenaikan. Selain pada bidang peternakan, adapula di bidang pertanian yang merupakan sektor basis usaha bagi masyarakat desa untuk pemenuhan kebutuhan ekonominya masing-masing. Desa Cigugur merupakan kawasan daerah dataran menengah atas dengan suhu yang sejuk dan tanahnya yang subur. Potensi lahan bagi pengembangan sektor pertanianpun sangat tinggi, sehingga pertanian mnjadi salah satu sektor ekonomi yang cukup tinggi bagi masyarakat Desa Cigugur. Gambar 6. 3 Petani Saat Sedang Panen

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Pertanian di Desa Cigugur masih luas dan sebgian besar penduduknya itu ber- mata pencaharian sebagai petani. Dari gambar diatas bisa kita lihat para petani sedang memanen hasil padinya. Hasil dari bertani ini masih dapat dijadikan strategi bertahan hidup bagi masyarakat desa Cigugur yang bertani, mu petani ataupun buruh taninya itu sendiri.Dalam pemanfaatan lingkungan hidup Desa Cigugur ini menganggap bahwa lingkungan merupakan sumber kelangsungan hidup mereka. Desa Cigugur ini memiliki potensi sumber daya alam yang cukup beragam, mulai dari hutan, pertanian, perikanan, peternakan, perairan, serta sum- ber daya pariwisata. Keberadaan sumber daya inipun tentunya dipengaruhi oleh kondisi fisik di daerah Desa Cigugur ini. Beberapa daerah di Desa Cigugur ini merupakan daerah resapan air. Seiring berjalannya waktu daerah resapan air ini beralih fungsi menjadi tempat penambangan batu dan pasir, sehingga menyebab- kan resapan air di Desa Cigugur ini semakin terancam. Pada akhirnya dibangunlah kawasan lindung hutan kota. Pembangunan hutan kota inipun dapat dijadikan suatu upaya penyelamatan lingkungan yanng semakin lama semakin rusak apa- bila dibiarkan begitu saja. Di Desa Cigugur ini terdapat dua hutan kota, yaitu yang pertama berada di sebelah timur dan berbatasan dengan Kelurahan Kuningan di bukit Bungkirit, sehingga hutan kota ini diberi nama Hutan Kota Bungkirit. Hutan kota yang kedua yaitu Hutan Kota Mayasih yang berada di sebelah barat, berbata- san dengan Desa Cisantana.

Page 94 of 203

Gambar 6. 4 Hutan Kota Mayasih

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Gambar di atas merupakan kenampakan Hutan Kota Mayasih, hutan kota ini dibangun di atas lahan bekas galian batu yang dibiarkan, lalu lahan tersebut di rehabilitasi agar kembali menjadi lahan yang produktif. Pada akhir 2012 hutan kota ini lalu pindah tangan ke PEMKAB Kuningan. Oleh PEMKAB kuningan hutan kota Mayasih ini disulap menjadi tempat yang indah. Gunung Batu Mayasih menjadi objek wisata alam yang areanya dipenuhi dengan bebatuan besar, di tempat tersebut juga dibangun “Saung” atau Gazebo untuk bersantai. Di Hutan Kota Mayasih ini pun menjadi tempat untuk ritual sebelum melaksanakan upacara Seren Taun. Ini dulunya lahan bekas pertambangan batu de, engga keurus terus dipin- dah tangan sama PEMKAB Kuningan, terus diurus jadi tempat wisata. Ban- yak yang suka hunting foto disini dari mulai anak-anak sampe orang tua. Disini juga jadi tempat buat upacara dadung sebelum upacara seren taun101 Selain hutan kota, Desa Cigugur yang merupakan kaki Gunung Ciremai juga memaknai Gunung Ciremai sebagai sumber kehidupan mereka, karena Gunung Ciremai merupakan mata air segala penjuru daerah Kuningan, bahkan sampai ke daerah luar Kuningan seperti Brebes. Secara tidak langsung masyarakat sangat bergantung kepada Gunung Ciremai, karena jika Gunung Ciremai lama kelamaan lahannya digarap untuk kepentingan pribadi para individu yang tidak bertanggung jawab, otomatis mereka juga kehilangan hidupnya, karena hilangnya sumber mata air yang menjadi sumber kehidupannya. Kemudian dalam perkembangannya, lingkungan dari Desa Cigugur ini bagi mereka ialah sebagai sumber mata pencaharian. Yang mana Desa Cigugur ini memiliki potensi sumber daya alam yang beragam, yang pertama itu sumber daya pertanian. Komoditas pertanian yang memiliki nilai produktivitas tinggi adalah padi sawah yang terdapat di seluruhwilayah di Kabupaten Kuningan. Termasuk di wila- yah Cigugur, kebanyakan dari masyarakat Desa Cigugur bermata pencaharian petani, mau ia yang mempunyai lahan sawah sendiri lalu bertani padi, ataupun ia yang sebagai buruh tani saja. Lahan sawah di Desa Cigugur terbilang cukup luas,

101 Hasil wawancara dengan Pak Adi penjaga loket Taman Hutan Kota Mayasih tanggal 05 Novem- ber 2016 pukul 15:20 WIB

Page 95 of 203 lahan hijau yang terpapar luas bisa memanjakan mata kita yang berkunjung ke desa itu. Gambar 6. 5 Lahan Pertanian di Desa Cigugur

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Gambar di atas merupakan lahan persawahan di Desa Cigugur. Pada saat peneliti mengunjungi lahan persawahan ada beberapa petani yang sedang memanen padi nya. Ternyata mereka hanyalah buruh tani, jadi lahan yang digarapnya adalah la- han milik orang lain bukan miliknya. Mereka hanya di bayar oleh pemilik sawah itu untuk mengurus sawahnya. Iya ini lagi panen de tapi ngga seberapa, cuma sedikit. Saya mah disini cuma ngurus sawah orang, buruh tani.102 Jadi pemilik sawah hanya membayar buruh tani untuk merawat sawahnya, ke- banyakan dari pemilik sawahnya bertempat tinggal jauh dari lahan sawahnya itu. Sehingga mereka membayar buruh tani dan mempercayai pengurusan sawahnya kepada buruh tani tersebut. Lalu selain pertanian ada juga sumber daya perikanan, banyak masyarakat desa Cigugur yang mengembangkan usahanya dalam memproduksi ikan yang nantinya dipasarkan, walaupun ada juga hasil produksinya yang dikonsumsi untuk kebutuhan hidupnya sendiri. Kemudian sum- ber daya peternakan juga sangat berkembang di Desa Cigugur ini, banyak masyarakat yang mempunyai peternakan. Kebanyakan peternak di desa Cigugur berternak sapi dan babi. Hasil ternaknya pun sebagian besar untuk di kirim dan dijual ke luar kota, walaupun terkadang sedikitnya untuk di konsumsi oleh mereka sendiri. Desa Cigugur ini juga kaya akan sumber daya pariwisatanya, seperti ko- lam terapi ikan, air terjun, dan lain-lain. Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap Lingkungan Pada masyarakat Agama Djawa Sunda (ADS) yang berbasis lingkungan hidup terdapat pemanfaatan lingkungan hidup untuk masyarakat setempat yakni dalam pemenuhan hidupnya yang menyangkut orang banyak. Yang mana pada hal ini mereka bergantung kepada alam. Namun, seiring dengan adanya hal tersebut muncul kebijakan pemerintah yakni seperti adanya sistem Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Yang mana semenjak di berlakukannya sistem Taman

102 Hasil wawancara Ibu Inah tanggal 04 November 2016 pukul 14:50 WIB

Page 96 of 203

Nasional pada Gunung Ciremai dan gunung-gunung lainnya yang ada di nusan- tara oleh pemerintah pusat di bawah Kementerian Kehutanan, masyarakat setem- pat pada akhirnya tidak diizinkan lagi untuk melancarkan kegiatannya seperti me- nanam sayur-mayur di sekitar lahan hutan maupun lereng Gunung Ciremai itu sendiri. Sehingga kepedulian masyarakat pun menjadi berkurang atas kondisi yang terjadi di sekitaran gunung tersebut. Berbeda ketika masih dikelola oleh Pe- rum Perhutani, terdapat kebijakan yang pola pengelolaan hutannya dengan meli- batkan masyarakat setempat. Masyarakat diberikan kesempatan dengan dipersilahkan untuk bercocok tanam di lereng Gunung Ciremai sambil menjaga hutan di sekitarnya serta diperbolehkan untuk mengangkut akar ataupun ranting- ranting pohon yang berjatuhan untuk dijadikan kayu bakar.

Gambar 6. 6 Taman Nasional Gunung Ciremai

Sumber: www.google.com (2016)

Selain itu, ketika diterapkannya sistem Taman Nasional Gunung Ciremai tersebut, pihak pengelola dan Pemda setempat akhir-akhir ini seperti sengaja memberikan ruang kepada pihak luar untuk menanamkan modal yang berkaitan dengan ekspo- larasi sumber daya yang ada di dalamnya. Hal itupun juga seperti cacat hukum bila diamati pergerakannya karena hanya diputuskan secara tertutup dan sepihak tanpa bertatap muka dengan masyarakat yang berada di sekitaran gunung itu sendiri. Tetapi ketika diberlakukan taman nasional, masyarakat yang sengaja atau- pun ketahuan oleh petugas (Polhut) bila membawa akar-akar pohon tersebut akan dihukum dan diadili. Dan pernah ada satu kasus sepele, yaitu terdapat seorang nenek tua yang ketangkap tangan membawa 2 buah cokelat dan pada akhirnya berujung ke hukuman penjara selama 6 bulan lamanya. Seperti uraian dari Pan- geran Gumirat Barna Alam yang merupakan salah satu tokoh penting Sunda Wiwitan. Ya, terus belum lama eh tapi udah dulu sih ada peristiwa sepele. Ada ne- nek-nenek yang dianggap mencuri 2 buah cokelat dan pas ketahuan lang- sung dihukum penjara sampe 6 bulan, dan yang koruptor kita tahu mereka aja hukumannya bisa bebas dengan gampangnya.103

103 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.15 WIB

Page 97 of 203

Maka dari itu, dengan adanya sistem taman nasional tersebut seakan-akan men- guasai lahan yang hanya berorientasi ke logika ekonomi. Baik dalam hal mem- bantu pendapat APBN maupun APBD tanpa mementingkan hajat hidup orang ban- yak di sekitar wilayah Gunung Ciremai. Dalam hal ini, isu yang pernah dibesarkan adalah munculnya keterlibatan perusahaan asal Amerika yang bergerak di bidang energi, yakni Chevron Corporation. Perusahaan ini rupanya berusaha untuk meng- gali kekayaan energi panas bumi yang bisa dieksplor melalui kecanggihan alat besarnya di dalam tubuh Gunung Ciremai. Eksplorasi berupa proyek pembangkit listrik geothermal tersebut sebenarnya masih berbentuk rencana yang siap dil- akukan karena perusahaan Chevron itu sendiri yang memenangkan tender dari Kementrian ESDM. Namun pada akhirnya, Dirjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) dari Kementerian ESDM, Rida Mulyana menyebut bahwa PT Chevron Indonesia yang merupakan pemenang lelang tender mengundurkan diri dari proyek tersebut.104 Akan tetapi, berdasarkan kabar yang beredar di wilayah sekitar Gunung Ciremai, Bakrie Group yang merupakan korporasi daripada Aburizal Bakrie itu sendiri juga ikut andil dalam melibatkan perusahaannya untuk mengurus eksplorasi geothermal di Gunung yang dimaksudkan. Gambar 6. 7 Proyek Chevron

Sumber: www.google.com (2016)

Berkaca dari pengalaman kerusakan dan kerugian alam di bumi Papua dengan adanya tangan Freeport ataupun lumpur lapindo hasil rancangan dari Bakrie Group. Masyarakat yang berada di wilayah kaki gunung itu pun terutama bagi masyarakat Desa Cigugur Kuningan itu sendiri tidak terima dan protes dengan slo- gan Save Ciremai atas adanya pengelolaan sumber daya oleh pihak asing dengan rencana proyek geothermalnya. Seperti uraian dari Pangeran Gumirat Barna Alam yang merupakan salah satu tokoh penting Sunda Wiwitan. Bagaimana kalo Gunung Ciremai sampai jadi dikelola baik oleh PT Chev- ron ataupun oleh Grup Bakrie. Chevron sudah hengkang karena diprotes

104http://www.mongabay.co.id/2015/01/23/chevron-batalkan-proyek-geothermal-ciremai-men- gapa/, (diakses pada tanggal 23 November 2016 pukul 19.24)

Page 98 of 203

masyarakat karena rencana Geothermal dan sekarang cuma beda pemain aja yaitu Grup Bakrie yang ingin menggantikan perusahaan yang sebe- lumnya buat mengelola geothermal yang sama tujuannya. Dan itu bagi kita juga sama saja bisa ngerusak alam yang kita manfaatkan sampai sekarang. Kita punya contoh kaya PT Lapindo yang dikeloa oleh Grup Bakrie yang ternyata ngerusak alam juga.105 Rencana proyek tersebut rupanya tidak disosialisaikan ataupun tidak meminta persetujuan dahulu kepada masyarakat setempat sebagai pihak yang merasakan manfaatnya. Karena selama ini keberadaan gunung tersebut cukup membantu ke- hidupan orang banyak dalam memenuhi kebutuhannya. Adanya rencana Ber- dasarkan tuntunan leluhurnya, masyarakat Sunda Wiwitan sudah seharusnya mengutamakan penjagaan kondisi lingkungan dengan dalih mengasihi lingkungan alam dan sekitarnya. Dan pada akhirnya, atas partisipasi dan kesadaran masyara- kat setempat, adanya proyek kebijakan Geothermal tersebut sengaja dihentikan oleh pengurus Taman Nasional Gunung Ciremai baik dari pihak Kementerian ESDM, Bupati, maupun Pemda setempat berkat desakan warga yang tidak ingin sumber daya lingkungannya dirusak untuk kepentingan dan keuntungan segelintir orang semata. Masyarakat setempat pun tentunya juga menyampaikan tuntutan untuk merealisasikan harapannya. Seperti yang di katakan oleh Pengeran Gumirat Barna Alam berikut. Tuntutan yang masyarakat sampaikan yaa intinya siapapun tidak boleh mengganggu atau jangan sampai hajat kehidupan orang banyak yang ada di sekitar situ yang di sekitar lereng Ciremai dihilangkan atau diganggu ka- rena di sana juga banyak situs-situs arkelologi yang berharga. Maka kalo ada campur tangan yang ingin menghabisi alam gunung ciremai tersebut pastinya bakalan merusak situs-situs bersejarah, alam seperti sumber mata air yang seperti itu.106 Dari adanya kasus-kasus di atas maka muncul permasalahan yang menganggu masyarakat yang menyangkut kepada kehidupan masyarakat di desa cigugur ini yakni dengan adanya dari kebijakan-kebijakan pemerintah.

105 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.24 WIB 106 Wawancara penulis pada tanggal 4 November 2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.24 WIB

Page 99 of 203

Skema 6. 1 Dampak Lingkungan Hidup Terhadap Rutinitas Masyarakat

Lingkunga n hidup sebagai hajat hidup

eksplorasi Tuntutan lingkungan Masyarakat hidup

Pemerintah Dampak dan eksplorasi lembaga swasta

Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016)

Pada masyarakat ADS dan Lingkungan Hidup di Desa Cigugur ini bahwa ling- kungan disini merupakan hajat hidup dari manusia. Yang mana dari lingkungan hiduplah mereka untuk betahan hidup dan bagi mereka yang diajarkan oleh para leluhurnya menerapkan prinsip harus menjaga alam karena jika tidak menjaga alam akan terjadi bencana alam bagi kehidupan manusia. Kemudian terkait dengan hubungan masyarakat cigugur khususnya warga sunda wiwitan dengan lingkungan hidup di wilayahnya, lingkungan yang cukup berpengaruh sebagai magnet kehidupan sebenarnya lebih tertuju pada Gunung Ciremai sejak dahulu kala.Para leluhur masyarakat sunda wiwitan itu sendiri sudah menganggap bah- wasannya Gunung Ciremai tersebut merupakan suatu hal yang sacral bagi ke- hidupan di sekitarnya. Gunung Ciremai merupakan sumber kesejahteraan dan ke- hidupan masyarakat setempat. Namun seiring dengan itu muncul problematika yang cukup menganggu masyarakat yakni dari adanya kebijakan terkait sistem Taman Nasional Gunung Ciremai dan juga kasus adanya pembangkit energi Ge- othermal di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) yang dibuat oleh pemerintah dan pihak swasta seperti yang dijelaskan di atas sebelumnya. Dengan demikian maka berdampak kepada kehidupan dari masyarakat seperti tidak diizinkan lagi untuk menanam sayur-mayur di sekitar lahan hutan maupun lereng Gunung Cire- mai itu sendiri. Sehingga kepedulian masyarakat pun menjadi berkurang atas kon- disi yang terjadi di sekitaran gunung tersebut. Berbeda halnya ketika masih dikelola oleh Perum Perhutani, terdapat kebijakan yang pola pengelolaan hu-

Page 100 of 203 tannya dengan melibatkan masyarakat setempat. Masyarakat diberikan kesem- patan dengan dipersilahkan untuk bercocok tanam di lereng Gunung Ciremai sam- bil menjaga hutan di sekitarnya serta diperbolehkan untuk mengangkut akar atau- pun ranting-ranting pohon yang berjatuhan untuk dijadikan kayu bakar. Selain itu pula dampak selanjutnya adalah munculnya keterlibatan perusahaan asal Amerika yang bergerak di bidang energi, yakni Chevron Corporation. Perus- ahaan berusaha untuk menggali kekayaan energi panas bumi yang bisa dieksplor melalui kecanggihan alat besarnya di dalam tubuh Gunung Ciremai. Eksplorasi berupa proyek pembangkit listrik geothermal. Dari hal-hal tersebut maka timbul upaya dari masyarakat untuk menuntut kasus diatas seperti adanya Save ciremai dan juga menolak hal tersebut dengan melakukan aksi kepada pemerintah bahwa dengan hal demikian seakan sudah merusak lingkungan alam yang menyangkut kepada orang banyak. Amanat Leluhur Dalam perkembangan dari zaman ke zaman masyarakat komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) ini mereka masih tetap menjaga dan melestarikan amanat dari lelu- hurnya yang mana hal ini berkaitan pada hajat hidup orang banyak. Dalam me- lestarikan lingkungan sesuai amanat dari leluhur yang mana harus menjaga alam karena jika tidak menjaga alam akan terjadi bencana alam bagi kehidupan manu- sia. Hal tersebut salah satu contohnya ialah dijadikan sebagai tradisi untuk men- jaga keberlangsungan kehidupan manusia yakni seperti setiap ada calon pengan- tin yang ingin menikah wajib menyediakan benih tanaman pohon keras seperti mahoni/jati minimal 5 batang bibit pohon yang ditanam di lingkungan. Selain itu juga jika menebang 1 pohon maka harus menanam kembali 10 pohon itu untuk menjaga kelestarian lingkungan. Prinsip demikian diamanatkan oleh leluhur ka- rena lebih baik meninggalkan mata air di lingkungan alam dari pada meninggalkan warisan air mata untuk anak cucu kita. Seperti yang di uraikan oleh Pangeran Gumirat berikut. Dalam menjaga keberlangsungan hidup disini masyarakat di wilayah ci- gigur ini khususnya masih tetap menjaga lingkungan seperti yang mana bagi masyarakat cigugur disini lebih baik meninggalkan mata air dari pada air mata untuk generasi anak cucu kita nanti. Biasanya itu dilakukan dengan menjaga lingkungan dengan cara setiap ada calon pengantin yang ingin menikah wajib menyediakan benih tanaman pohon keras seperti ma- honi/jati minimal 5 batang bibit pohon yang ditanam di lingkungan. Dan jika ada yang menebang 1 pohon maka harus menanam kembali 10 pohon di lingkungan sekitar107 Dari hasil wawancara tersebut dapat dilihat bahwa sebagai generasi yang sudah tua juga harus memikirkan generasi bangsa selanjutnya agar alam tidak akan ru- sak nantinya. Jika saat ini saja kita sudah merusak alam yakni dapat dikatakan menimbun air mata untuk lingkungan alam bagaimana pada generasi selanjutnya. Oleh karena itu pada komunitas ADS ini filosofi tersebut tetap dijaga demi keber- langsungan hajat generasi penerus bangsa di kemudian hari. Jadi dengan begitu, kita pun juga harus meninggalkan mata air yang dalam hal ini adalah menyediakan sumber daya alam yang sekiranya dapat kita jaga dan di rawat untuk dapat

107 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.30 WIB

Page 101 of 203 digunakan dan di nikmati oleh anak cucu kita kelak dan juga pada hal ini di mak- sudkan agar kita sebagai manusia agar tidak egois untuk menikmati apa yang ada sekarang ini tanpa memikirkan untuk masa depan selanjutnya. Dan juga selain dengan menjaga lingkungan, filosofi tersebut juga dikaitkan dengan upacara Seren Taun yang merupakan amanat dari leluhur untuk menjaga lingkungan agar tidak terjadi bencana pada lingkungan mereka nantinya. Dalam menjaga lingkungan ini masyarakat Sunda Wiwitan disini percaya bahwa jika kita baik kepada alam maka alam akan baik kepada kita dan jika kita merusak alam maka alam akan kembali merusak kita karena itu merupakan prinsip dari hukum alam. Sebenarnya sih tidak hanya berlaku bagi Sunda Wiwitan saja, dalam setiap agama hal ini kan juga ada gitu kalau kita harus menjaga apa yang sudah di berikan oleh maha pencipta108 Dengan demikian bahwa kita sebagai makhluk hidup yang sudah diberikan oleh maha pencipta kita harus menjaganya. Hal tersebut seperti apa yang dilakukan oleh masyarakat sunda wiwitan yang mana mereka masih tetap menjaga amanat dari leluhurnya bagi keberlangsungan hidupnya kini maupun untuk yang masa akan datang. Kearifan Lokal Berbasis Lingkungan Dalam Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS), mereka menganut nilai-nilai ke- manusiaan yang sangat kental kaitannya dengan lingkungan hidup. Nilai-nilai ter- sebut yang kemudian membimbing manusia untuk hidup selalu berdampingan dan mengasihi alam. Nilai-nilai ini kemudian menjadi pedoman hidup manusia atau masyarakat Cigugur untuk dapat menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan hidup. Nilai-nilai kemanusiaan ini dijadikan tradisi oleh masyarakat Cigugur. Ada beberapa contoh tradisi yang kaitannya dengan lingkungan alam. Misalnya tradisi calon pengantin sebelum menikah syaratnya wajib menanam pohon keras seperti pohon mahoni, jati minimal 5 bibit pohon untuk ditanam di lingkungan. Hal ini di- maksudkan untuk membuat lingkungan Cigugur tetap asri dan menjaga amanah dari para leluhur agar tetap menjaga lingkungan dengan baik dan tidak merusak lingkungan. Selain itu, masyarakat disana jika ingin menebang 1 pohon wajib nant- inya menggatinya dengan menanam 10 pohon. Hal ini dilakukan masyarakat Cigugur agar pohon-pohon yang ada di wilayah atau hutan Cigugur tidak ke- hilangan fungsinya. Karena lagi-lagi amanat dari leluhur bahwa masyarakat Cigugur harus menjaga dan merawat alam, karena jika tidak merawat alam akan menjadi bencana bagi manusia itu sendiri. Seperti dikutip dari wawancara kepada Pangeran Gumirat Barna Alam bahwa: Prinsip leluhur demikian karena ada filosofisnya, jadi amanat dari para le- luhur adalah lebih baik meninggalkan mata-mata air di lingkungan alam, dari pada kita meninggalkan warisan air mata untuk anak cucu kita.109 Jadi, amanat dari para leluhur sudah jelas yakni agar masyarakat Cigugur sebagai generasi sekarang untuk tetap menjaga lingkungan. Hal tersebut dilakukan agar nantinya tidak hanya mewariskan air mata bagi generasi-generasi penerus. Maka

108 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.30 WIB 109 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.15 WIB

Page 102 of 203 sudah sepatutnya bahwa masyarakat Cigugur merawat lingkungan sesuai dengan amanat leluhur. Lalu dalam menjalankan amanat dan kebudayaan leluhur di wilayah cigugur ini mereka melakukan upacara adat Seren Taun yang dilaksanakan setahun sekali. Menurut Intani dan Andayani (2006), Seren Taun berasal dari dua kata yaitu kata Seren dan Taun. Seren berasal dari kata serah atau menyerahkan dan Taun be- rasal dari kata tahun. Berdasakan hal tersebut, arti Seren Taun menurut makna katanya adalah serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya.110 Seren Taun merupakan upacara adat yang merupakan ungka- pan rasa syukur dan doa masyarakat sunda atas segala rezeki dan nikmat yang didapat selama setahun yang telah berlalu terutama dibidang pertanian. Menurut penuturan Bapak Saleh Malik sebagai warga masyarakat Cigugur yang menajdi informan menyatakan bahwa: Seren Taun itu salah satu bentuk rasa syukur kita karena selama setahun ini sudah diberi nikmat oleh Tuhan. Ya namanya manusia kita memang wajib bersyukur dengan memanjatkan doa-doa neng.111 Gambar 6. 8 Upacara Adat Seren Taun

Sumber: www.google.com (2016)

Seren Taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Raya agung menurut perhitungan sunda yang juga memiliki makna tersendiri. Dalam Seren Taun ini selain ritual- ritual yang bersifat sakral digelar juga kesenian, hiburan dan kreativitas masyara- kat. Misalnya seperti pameran batik, tari-tarian seperti tari Buyung dan kreativitas masyarakat seperti membuat patung naga-nagaan yang terbuat dari hasil bumi seperti buah-buahan. Acara Seren Taun yang paling inti adalah menumbuk padi yang hasil tumbukannya dibagikan kepada warga-warga sekitar yang kurang mampu. Uniknya hasil tumbukan padi yang berupa beras ini berjumlah 22 kwintal sesuai dengan bilangan angka tanggalan. Yang mana 20 kwintal untuk di

110 Untung Prasetyo dan Sarwititi Sarwoprasodjo, Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun dalam Pembentukan Identitas Komunitas, diakses dari http://ilkom.journal.ipb.ac.id/in- dex.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, pada tanggal 22 Desember 2016 pukul 04:30 WIB 111 Wawancara penulis dengan Bapak Saleh Malik , pada tanggal 4 November 2016 pukul 13:00 WIB

Page 103 of 203 tumbuk dan dibagikan kepada warga. Maksud dari bilangan 20 kwintal ini meng- gambarkan unsur anatomi tubuh manusia. Dan 2 kwintalnya lagi digunakan se- bagai benih padi. Maksud dari bilangan 2 tersebut juga mengacu pada pengertian bahwa kehidupan siang dan malam, suka duka, baik buruk dan sebagainya. Selain itu, dengan suka rela warga juga membawa buah beti yakni buah-buahan dan umbi-umbian yang tidak terlepas dari hasil bumi. Dalam acara seren taun terdapat ibu-ibu yang nyunggi atau nyuwun yang artinya memohon, sedangkan laki-lakinya memikul yang artinya bahwa lelaki memang harus memikul tanggung jawab. Ter- dapat juga pasangan muda-mudi yang berjumlah 11 orang berjalan jejer, 11 ini dalam Bahasa Sunda yaitu sewelas, sehingga dapat diartikan sebagai welas asih yaitu pengasih dan penyayang. 11 pasangan muda-mudi ini menggambarkan se- bagai benih-benih harapan bangsa yang memiliki rasa welas asih. Skema 6. 2 Upacara Adat Seren Taun

Upacara sakral perwuju dan rasa syukur Ajang Dilaksan berkump akan ul pada 22 masyara Raya kat Seren Agung Taun 5 hari sebelumn Menumb ya uk padi diadakan hasil pesta dadung kebun (pembua mayarak ngan at hama) Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016)

Sebelum diadakan Seren Taun, 5 hari sebelumnya diadakan lebih dahulu Pesta dadung, yaitu tanggal 18 Raya agung. Pesta dadung merupakan tradisi yang su- dah turun temurun di masyarakat Cigugur Kuningan Jawa Barat. Pesta dadung ini merupakan upacara sakral masyarakat sebagai perwujudan dari rasa syukur atas berhasilnya panen. Pesta dadung dilaksanakan di Hutan Taman Kota Mayasih atau dulu disebut sebagai Situ Hyang. Pesta Dadung ini intinya adalah pembu- angan hama, yang cara pembuangannya disiapkan konsumen hama seperti bu- rung, tikus dan lainnya. Karena menurut ajaran ADS ciptaan Tuhan tidak boleh dibunuh, asal tidak saling mengganggu. Dari Pesta Dadung ini masyarakat ADS saling bertemu dan membentuk suatu pola interaksi, yaitu seperti saling bertegur sapa, dan melakukan upacara-upacara adat secara bersamaan. Seperti yang uraikan oleh Bu wiwin berikut.

Page 104 of 203

Seren Taun ini dari mana-mana dateng de, jadi bikin kita ngumpul mes- kipun nggak kenal jadi bertegur sapa, jadi kan yang tadinya ngga kenal jadi kenal. Silaturahmi erat satu sama lain, soalnya kita meskipun berbeda- beda tapi nggak pernah ada konflik, semuanya saling membantu mau siapapun yang membutuhkan bantuan itu.112 Dari penuturan Ibu wiwin melalui Upacara Seren Taun ini bisa menyatukan masyarakat ADS dari manapun asalnya. Ini membuat tali persaudaraan antara masyarakat ADS menjadi semakin erat. Upacara Seren Taun juga merakit in- teraksi antara masyarakat yang berbeda kepercayaan semakin menyatu dan dapat menerima kebergaman antar umat beragama. Walaupun masyarakat Cigugur sangat beragam dalam hal kepercayaan, namun tidak menyurutkan mereka untuk tetap bergotong royong, menjaga solidaritas dan berinteraksi dengan baik. Terbukti ketika acara Seren Taun, dari berbagai kepercayaan datang untuk merayakan Seren Taun. Ketika berdoa mereka menggunakan kepercayaan masing-masing untuk mengucapkan rasa syukurnya terhadap sang pencipta. Cara doanya pun bergiliran, misal dimulai dari Penghayat, kemudian Katolik, Islam, dan seterusnya. Tentunya Seren Taun merupakan hal yang dapat dibanggakan oleh warga Kuningan, pasalnya ketika acara Seren Taun banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang mendatangi acara tersebut.

Gambar 6. 9 Lokasi Pesta Dadung

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Inti dari acara Seren Taun ini adalah sebagai wujud konkret dalam rangka men- syukuri nikmat dari sang Kuasa dan merupakan ajang perekat masyarakat dengan toleransi kepercayaan yang sangat tinggi. Masyarakat disana percaya, bahwa per- ilaku yang baik lebih penting ketimbang kepercayaan yang dianutnya. Karena semua kepercayaan pada dasarnya mengajarkan hal yang sama yakni saling mengasihi dan menyayangi. Mitos dan Rasionalisasi: Logis-Metafisik Mitos merupakan cerita rakyat yang terjadi antara mulut ke mulut yang dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos tidak se- mata-mata merupakan hal yang harus tidak dipercaya, karena mitos ini memiliki

112 Wawancara penulis dengan Bu Wiwin, pada tanggal 04 November 2016, pukul 13:00 WIB

Page 105 of 203 rasionalitas-rasionalitas yang pasalnya mitos ini ada untuk menjaga kelestarian alam bahkan menjaga keharmonisan dalam bermasyarakat. Seperti halnya di Cigugur Kuningan, terdapat beberapa mitos yang kemudian dapat dirasionalisasi. Misalnya pemberian sesaji di sawah, mitosnya pemberian sesaji atau sesajen di sawah dimaksud sebagai bentuk persembahan kepada para makhluk atau roh-roh halus dan para jin yang dapat memberikan perlindungan, memberikan pertolongan dan tidak mengganggu manusia. Rasionalitasnya adalah kita hidup selalu berdampingan dengan alam, yang mana di alam ini manusia hidup tidak seorang diri, ada makhluk ciptaan lain yang juga menempati ruang alam ini, seperti bi- natang. Menurut penuturan infroman bernama Pangeran Gumirat Barna Alam mengatakan bahwa: Sebenarnya itu hanya mitos saja, Jadi rasionalitasnya, pemberian sesaji ini agar makhluk-makhluk yang ada disawah seperti semut, ular dan se- bagainya yang memerlukan makan dapat diberi oleh kita, karena tidak ter- lepas dari prinsip untuk mengasihi segala ciptaan yang Kuasa.113 Mitos lainnya adalah mitos tentang Ikan Dewa. Ikan Dewa oleh masyarakat Cigugur Kuningan dianggap sakral karena konon jumlahnya yang tidak berkurang juga tidak bertambah. Kolam ikan ini terdapat didekat Paseban Tri Panca Tunggal. Apabila kolam dikuras, ikan-ikan ini akan hilang entah kemana, namun saat kolam diisi air mereka akan kembali lagi dengan jumlah seperti semula. Sampai pada hari ini masyarakat Cigugur Kuningan masih memercayai mitos tersebut. Bahkan masyarakat tidak ada yang berani mengambil ikan ini karena ada kepercayaan bahwa barang siapa yang berani mengganggu ikan tersebut akan mendapat ke- malangan. Gambar 6. 10 Kolam Ikan Dewa

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Mitos tersebut kemudian dapat dirasionalitaskan bahwa Ikan Dewa disini diartikan bukan sebagai dewa yang semestinya, melainkan berupa kepanjangan daripada “Gede Dawa” yang bila diartikan sebagai ikan yang bentuknya cukup besar dan

113 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.45 WIB

Page 106 of 203 panjang. Menurut informan kunci yang bernama Pangeran Gumirat Barna Alam mengatakan bahwa: Ya itu mah kepercayaan masayarakat sini saja. Padahal sebenarnya tidak seperti itu. Ketika air dikuras otomatis air kurasan akan mengalir kesaluran air yang bermuara disungai, dan secara logisnya ikan akan mendekati sumber air dan mengikuti aliran air tersebut. Karena tingkat kelangkaan atas ikan dewa ini, maka ikan dewa ini terancam punah dan tingkat repro- duksi dari ikan dewa ini cukup lambat, nah hal ini kemudian yang membuat ikan dewa ini jumlahnya dapat dibilang tidak berkurang maupun ber- tambah.114 Pada intinya mitos itu sendiri sebenarnya merupakan salah satu bentuk dari upaya pelestarian lingkungan. Dengan adanya mitos yang dipercaya oleh masyarakat Cigugur maka secara tidak sadar hal itu dilakukan semata-mata untuk melestari- kan lingkungan hidup Skema 6. 3 Rasionalisasi Mitos

Mitos (cerita Rasionalitas rakyat yang (menjaga terjadi antara kelestarian mulut ke pemberian sesaji di alam) mulut) pemberian sesaji di sawah: memberi sawah: persembahan makan pada makhluk kepada roh-roh halus lain seperti binatang di sawah

Ikan Dewa: ikan Ikan Dewa: tidak keramat karena bertambah tidak jumlahnya yang tidak berkurang karena bertambah dan proses reproduksi berkurang yang lama

Sumber: Hasil Analisis Kelompok (2016)

Selanjutnya terkait dengan hubungan masyarakat Cigugur khususnya warga Sunda Wiwitan dengan lingkungan hidup di wilayahnya, lingkungan yang cukup berpengaruh sebagai magnet kehidupan sebenarnya lebih tertuju pada Gunung Ciremai sejak dahulu kala.Para leluhur masyarakat Sunda Wiwitan itu sendiri su- dah menganggap bahwasannya Gunung Ciremai tersebut merupakan suatu hal yang sacral bagi kehidupan di sekitarnya.Pangeran Madrais sebagai ikonik dari Sunda Wiwitan tersebut dianggap memiliki keterikatan batin yang cukup kuat dengan Gunung Ciremai.Beliau menganggap bahwa Gunung Ciremai merupakan

114 Wawancara penulis pada tanggal 4 November2016 di kediaman Pangeran Gumirat Barna Alam pukul 17.45 WIB

Page 107 of 203 sumber kesejahteraan dan kehidupan masyarakat setempat.Pasalnya pada tahun 1936, Pangeran Madrais bersama pengikutnya beserta masyarakat di sekitaran gunung tersebut pergi ke atas guna mendaki Gunung Ciremai dengan tujuan meredamkan kondisi gunung yang sedang meletus pada saat itu. Mereka secara bersamaan mendaki ke atas dengan membawa berbagai sesajian, beberapa kambing, dan alat music gamelan yang sengaja untuk dimainkan di atas tepatnya di pos pesanggrahan sebelum mencapai puncak gunung tersebut. Pas Gunung Ciremai mau meletus pada saat itu masyarakat kita disini dulu bukannya takut dan lari ngejauhi gunungnya gitu tapi kita malah berbon- dong-bondong naik ke gunungnya buat ngeredamin gunungnya dengan bawa alat musik, dan bawa kaya kambing juga. Nah uniknya kambing kan biasanya kalo di ikat lehernya memberontak tapi ini dia pasrah aja kayak emang udah tau gitu kalau akan dijadikan tumbal.115 Dan pada kenyataannya, letusan Gunung Ciremai itu sendiri akhirnya bisa redam dengan sendirinya dengan bermacam lantunan doa yang bersifat lahiriah. Mereka pun menganggap hal itu juga sebagai bantuan daripada Tuhan Yang Maha Esa. Akan tetapi, konon katanya Pangeran Madrais pada saat itu juga menyatakan bah- wasannya meskipun letusan Gunung Ciremai dapat diredam, maka imbas da- ripada redamnya letusan tersebut akan beralih ke suatu konflik besar yang cukup berpengaruh dalam kehidupan di dunia. Konflik yang dimaksudkan di sini adalah munculnya perang dunia I dan perang dunia II, dan rupanya terbukti kemuncu- lannya setelah beberapa tahun adanya letusan di gunung tersebut. Di samping itu, Pangeran Madrais itu sendiri di akhir-akhir hidupnya masih sempat membangun rumah-rumah sederhana di sekitaran lereng Gunung Ciremai yang kini lokasinya disebut dengan Curug Goong yang merupakan tempat napak tilas dan sekaligus lokasi meninggalnya Pangeran Madrais itu sendiri. Beliau mening- gal di curug tersebut karena adanya prediksi atas dirinya sendiri bahwa Pangeran Madrais merasa sudah dekat dengan ajalnya. Beliau sudah tahu bahwa ia akan meninggal di sana, dan kebetulan beliau sedang berada di Gunung Ciremai ber- sama para pengikutnya dan turun menuju Curug Goong tersebut. Namun kata meninggal tersebut bagi warga Sunda Wiwitan itu sendiri disebut sebagai “Ngahi- yang” yang berarti menyatu dengan alam dengan zat ilahinya. Meskipun hal itu merupakan dongeng yang disakralkan, namun menurut paham warga sekitar menyatakan bahwa para leluhurnya akan menghabiskan akhir hidupnya di tempat yang seperti itu. Penutup Masyarakat Desa Cigugur merupakan masyarakat multi agama dan memiliki adat yang masih kental dipelihara, menjadi salah satu rujukan dalam penataan ling- kungan yang bersahabat dengan alam. Sejak dahulu masyarakat Desa Cigugur sangat menjaga lingkungannya, karena menurut mereka itu adalah amanat leluhur mereka. Bagi masyarakat Desa Cigugur lingkungan merupakan sumber kehidupan bagi manusia, karena mereka hidup selalu berdampingan dengan alam. Salah satu contohnya masyarakat Desa Cigugur memanfaatkan Gunung Ciremai se- bagai sumber mata air yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup, sep- erti kebutuhan pokok, pertanian, peternakan, dan lain-lain.

115 Wawancara dengan Pak Wisnu, pada tanggal 04 November 2016, pukul 14:15 WIB

Page 108 of 203

Namun, dengan seiring berkembangnya zaman, dan penguasa yang ingin meng- gerus nilai-nilai yang sudah tertanam di masyarakat Cigugur. Salah satu con- tohnya yaitu adanya pembangunan Geotermal yang meresahkan masyarakat, ka- rena pembangunan proyek ini sebagian besar merusak tatanan sosial maupun lingkungan. Selain itu banyak juga warga yang kehilangan lahan perekonomian. Pemerintah pun disini tidak bermusyawarah dengan masyarakat atas keputusan yang menyangkut hajat orang banyak. Pada dasarnya masyarakat Desa Cigugur telah mendapat amanat dari para lelu- hur, agar melestarikan lingkungan. Amanat yang disampaikan yaitu "Lebih baik meninggalkan mata air, daripada meninggalkan airmata". Artinya disini bahwa kita sebagai generasi saat ini jangan sampai mewariskan air mata kepada generasi penerus.

Page 109 of 203

Daftar Pustaka

Buku : Kang Rai Bachtiar. 2013. Pikukuh Tilu (Pemaparan Budaya Spiritual). Bogor: Lem- baga Pengkajian Kebudayaan Nasional

Sumber Referensi Lainnya: e-journal.upi.edu/index.php/gea/article/view/3353

Gusyah Risti, 2012, Hubungan Kualitas Lingkungan Dengan Tingkat Kesehatan Masyarakat Sekitar Usaha Peternakan di Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, respository.upi.edu

Untung Prasetyo dan Sarwititi Sarwoprasodjo, Komodifikasi Upacara Tradisional Seren Taun dalam Pembentukan Identitas Komunitas, diakses dari http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view- File/5823/4491, http://www.mongabay.co.id/2015/01/23/chevron-batalkan-proyek-geothermal- ciremai http://rubik.okezone.com/read/37024/upacara-adat-seren-taun-di-cigugur-kaki- gunung-

Page 110 of 203

Upacara Seren Taun untuk Memperkuat Budaya Lokal: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur, Kuningan

Dini Auliya, Hanifah, Nidya Putri Dinanty, Safitri Wulandari Soputan, Wisnu Audy P

Pendahuluan Indonesia merupakan salah satu negara multikultural yang berada di Asia Tenggara. Karena keberagaman suku ini, Indonesia menjadi kaya akan budaya dari setiap suku-suku yang ada. Keberagaman budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah sebuah potensi untuk membentuk identitas kita sebagai bangsa Indonesia116. Meskipun masyarakat yang terdiri dari banyak ke- budayaan, namun antara pendukung kebudayaan saling menghargai satu sama lain. Selain itu masyarakat multikultural di Indonesia juga menganut paham mul- tikulturalisme, yaitu paham yang beranggapan bahwa berbagai budaya yang ber- beda memiliki kedudukan yang sederajat. Salah satu budaya yang berada di Indo- nesia adalah Upacara Seren Taun.

Upacara Seren Taun adalah ungkapan syukur dan do’a masyarakat sunda atas suka duka yang mereka alami terutama di bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan tahun yang akan datang. Seren taun dilaksanakan setiap tanggal 22 Rayagung sebagai bulan terakhir dalam perhitungan kalender Sunda. Selain ritual-ritual yang bersifat sakral, digelar juga kesenian dan hiburan. Dengan kata lain kegiatan ini merupakan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan juga dengan sesama makhluk atau alam baik lewat kegiatan kesenian, pendidikan, dan sosial budaya. Untuk memperdalam tujuan tulisan, tulisan ini dibagi kedalam beberapa sub-bab pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini yang dibahas adalah pendeskripsian upacara Seren Taun beserta rangkaian acaranya. Kedua, membahas mengenai konteks historis ADS. Ketiga, memba- has mengenai Seren Taun sebagai pengikat kelompok agama. Keempat, mem- bahas mengenai perspektif multi religi dalam melihat upacara Seren Taun. Tera- khir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebe- lumnya. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan wawancara dan kajian pustaka. Konteks Historis Sunda Wiwitan Berangkat dari asumsi dasar bahwa Tuhan Semesta Alam ini (dengan berbagai sebutan dan cara bersembahyang dari berbagai sistem kepercayaan di dunia) te- lah menciptakan manusia dengan bangsa-bangsanya, dan di antaranya adalah manusia yang hidup dengan mencirikan kebudayaan Sunda. Dilihat dari peri- stilahannya, kata ‘Sunda’ telah dikenal sejak lama baik dalam peta dunia (geo- grafis) maupun budaya dunia (filosofis). Adapun dalam aspek kesukubangsaan, istilah Sunda mengacu pada posisi dan rasa kesukubangsaan yang dinegasikan dengan posisi dan rasa kebangsaan setelah Republik Indonesia berdiri.

116 Paulus Wirotomo dkk. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2012, hh.87

Page 111 of 203

‘Sunda Wiwitan’ terdiri atas dua kata: Sunda dan Wiwitan. Istilah ‘Sunda’ (menurut P. Djatikusumah) dimaknai dalam tiga kategori konseptual dasar, yaitu: (1) filoso- fis: Sunda berarti bodas (putih), bersih, cahaya, indah, bagus, cantik, baik dan se- terusnya; (2) etnis: Sunda berarti atau merujuk pada komunitas masyarakat suku bangsa Sunda yang Tuhan ciptakan seperti halnya suku dan bangsa lain di muka bumi. Dalam hal ini berkaitan dengan kebudayaan Sunda yang melekat pada cara dan ciri manusia Sunda; (3) geografis: Sunda berarti mengacu sebagai penamaan suatu wilayah berdasarkan peta dunia sejak masa lalu terhadap wilayah Indonesia (Nusantara), yaitu sebagai tataran wilayah ‘Sunda Besar’ (The Greater Sunda Is- lands) meliputi himpunan pulau yang berukuran besar (Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan) dan ‘Sunda Kecil’ (The Lesser Sunda Islands), yaitu deretan pulau yang berukuran lebih kecil dan terletak di sebelah timur Pulau Jawa (Bali, Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, Rote, dan lain-lain).117 Kata ‘wiwitan’ secara literal berarti ‘asal mula’, sedangkan ‘Sunda Wiwitan’ berarti Sunda asal atau Sunda asli. Menurut pengakuan dan kepercayaan orang Kan- ekes, leluhur merekamempunyai hubungan langsung dengan Adam (manusia per- tama) danagama yang mereka anut disebut Sunda Wiwitan. Selanjutnya, Sunda Wiwitanjuga sering dipakai sebagai penamaan atas keyakinan atau sistem keya- kinan“masyarakat keturunan Sunda” yang masih mengukuhkan ajaran spiritualle- luhur kesundaan. Penamaan itu tidak muncul serta merta sebagai sebuahkonsep penamaan keyakinan oleh komunitas penganut Sunda Wiwitan,tetapi kemudian dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda (orang Sunda) yang dengan kokoh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda. Dengan demikian Sunda Wiwitan secara literal berarti “Orang Etnis Sunda Awal” atau “awal mula orang Sunda”. Sunda Wiwitan yang sejauh ini oleh para an- tropolog Indonesia dianggap sebagai salah satu sistem religi dan identitas masyarakat Sunda, khususnya di masyarakat Baduy atau Kanekes. Dasar religi masyarakat Baduy dalam ajaran Sunda Wiwitan adalah kepercayaan yang bersifat monoteistis, penghormatan kepada roh nenek moyang, dan kepercayaan kepada satu kekuasaan yakni Sang Hyang Keresa (Yang Maha Kuasa), yang disebut juga Batara Tunggal (Yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam), dan Batara Seda Niskala (Yang Maha Gaib), serta yang bersemayam di Buwana Nyungcung (Buana Atas). Orientasi, konsep, dan pengamalan keagamaan ditujukan kepada pikukuh (pedoman atau aturan) untuk menyejahterakan kehidupan di jagat mahpar (dunia ramai). Dalam dimensi sebagai manusia sakti, Batara Tunggal memiliki ke- turunan tujuh orang batara yang dikirimkan ke dunia melalui Kabuyutan (wilayah yang disakralkan dalam komunitas Baduy); “titik awal bumi” ialah Sasaka Pusaka Buana. Konsep buwana bagi orang Baduy berkaitan dengan titik awal perjalanan dan tempat akhir kehidupan. Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, pe- rubahan besar terjadi di Indonesia. Euforia kebebasan bangsa Indonesia telah me- nyebabkan munculnya perjuangan untuk menyebarkan berbagai ideologi di Indo- nesia. Euforia tersebut rupanya juga melanda kalangan aliran kepercayaan atau kebatinan. Selama masa perang kemerdekaan dari tahun 1945-1949 terjadi pula

117Ira Indrawana, Berketuhanan dalam Perspektif Sunda Wiwitan, Universitas Padjajaran Ban- dung, Indonesia, h,: 110

Page 112 of 203 gerakan mendirikan organisasi-organisasi kebatinan. Begitu juga euforia tersebut melanda para pengikut Gerakan Sosial Madrais. Tedjabuana yang sejak 1944 menetap di Bandung, pada 1945 setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia pindah ke Tasikmalaya lalu ke Garut. Disekitar Tasikmalaya dan Garut masih ter- dapat beberapa pengikut Gerakan Sosial Madrais yang masih setia menganut aja- ran Madrais. Pada 1946 Tedjabuana diminta oleh para pengikut Gerakan Sosial Madrais yang masih tersisa di Cigugur untuk kembali ke Cigugur. Rupanya masih terdapat keinginan dari para mantan pengikut Gerakan Sosial Madrais untuk mengembalikan ajaran-ajaran Madrais dan atau Gerakan sosial Madrais. Dukungan kuat dari mantan pengikut Gerakan Sosial Madrais di Cigugur Kuningan, Tasikmalaya dan Garut membuat Tedjabuana bersemangat untuk mendirikan kembali Igama Djawa Soenda Pasoendan. Akan tetapi, karena situasi yang belum memungkinkan, Tedjabuana masih berpindah-pindah tempat tinggal dari Tasikmalaya-Bandung pada periode 1945-1948 dan sesekali ke Garut, maka hal itu belum dapat diwujudkan. Pada 1948 Tedjabuana sebetulnya diundang panitia Kongres Kebudayaan Indo- nesia ke-2 untuk berkumpul bersama tokoh-tokoh kebatinan lainnya pada kongres di Magelang pada 20-24 Agustus 1948. Akan tetapi, rupanya Tedjabuana tidak menghadiri undangan. Ketidakhadiran Tedjabuana tidak diketahui penyebabnya. Kemungkinan Tedjabuana tidak menerima langsung surat undangan karena keberadaannya masih berpindah-pindah antara Bandung-Tasikmalaya. Kongres kebudayaan Indonesia tersebut dibuka oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presi- den Mohammad Hatta dan Menteri Pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dalam Kon- gres itu para tokoh penghayat kebatinan atau aliran kepercayaan mendeklarasikan diri agar diakui eksistensinya oleh pemerintah Indonesia. Setelah mendengar berita tentang jalannya kongres tersebut, Tedjabuana kemudian mengumumkan berdirinya kembali Igama Djawa Soenda Pasoendan dengan nama baru yaitu Agama Djawa-Sunda (selanjutnya disingkat ADS) di Cigugur pada September 1948. Kata Agama Djawa Sunda dipilih untuk nama organisasi pengikut Gerakan Sosial Madrais. Nama ini diambil dari mengadaptasi nama sebelumnya, yaitu Igama Djawa Soenda Pasoendan menjadi ADS. Pada 1955, Tedjabuana diundang oleh Wongsonegoro untuk datang dalam per- temuan para pengikut kebatinan di Semarang pada 19-21 Agustus 1955. BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) dibentuk oleh para pengikut kebatinan pada 19-21 Agustus 1955 di Semarang. Menurut Tokoh-tokoh kebatinan yang hadir ketika itu adalah Wongsonegoro, Mei Kartawinata, Tedjabuana, Ramuwisit, dan Romodjati. Sejak itu, Tedjabuana menjadi salah satu tokoh kebatinan yang dihor- mati dalam BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia). Dalam pertemuan itu nama Madrais dihormati setara dengan pendiri-pendiri kebatinan yang lain sepeti Ki Ageng Suryomentara pendiri aliran Kawruh Bejo, M. Subuh Sumohadiwidjojo pendiri aliran SUBUD (Susila Budhi Dharma), Sosrokartono pendiri aliran Sang Alip, Mei Kartawinata pendiri aliran Perjalanan, Sunarto Mertowardojo pendiri ali- ran Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal), Sukinohartono pendiri aliran Sumarah. BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) tersebut diketuai oleh Mr Wongsone- goro. Dalam kongres kebatinan itu, Djatikusumah cucu Madrais diangkat sebagai ketua BKKI (Badan Kongres Kebatinan Indonesia) Jawa Barat. Sementara Basuki

Page 113 of 203

Nursananingrat diangkat sebagai sekretaris BKKI (Badan Kongres Kebatinan In- donesia) Jawa Barat. Setelah kongres itu, mereka melakukan pendataan letak para pengikut Gerakan Sosial Madrais penganut ADS berada. Rupanya para pengikut ADS itu tersebar di beberapa daerah-daerah. Sejak itu Gerakan Sosial Madrais yang telah ada sejak akhir Abad ke-19, mulai terorganisasi secara rapi dan modern. Pada tahun 1960-an mulai terjadi konflik di Cigugur. Konflik Cigugur 1964 terjadi antara kaum muslim dan para pengikut ADS. Konflik ini sebetulnya adalah dampak dari ketegangan politik di tingkat nasional. Ketegangan politik di tingkat nasional telah memanaskan situasi di tingkat lokal. Konflik-konflik massa pendukung Partai Komunis Indonesia dengan kalangan Islam terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Apalagi Pemerintah Orde Lama kala itu ikut menekan keberadaan kaum pengikut ADS karena para pengikut ADS dianggap tidak be- ragama dan hanya menjalankan ajaran-ajaran kebatinan. Akibat dari tekanan dari berbagai pihak yang terjadi pada masa Orde Lama, pada 19 September 1964 Te- djabuana yang sedang sakit parah menyatakan diri kepada Gereja Kristen Katholik Paroki Cirebon dimana ia dirawat bahwa ia berniat akan memeluk Kristen Katholik. Lalu pada 21 September 1964 Tedjabuana membuat surat resmi yang ia tanda tangani untuk itu. Beberapa pengikut Aliran Kepercayaan Madrais kemudian merespon cepat surat itu dengan menyatakan diri mengikuti Tedjabuana memeluk Agama Kristen Katholik. Akan tetapi, banyak yang tidak percaya dan kemudian menjenguk Tedjabuana di Pastoral Paroki Cirebon sekaligus menanyakan kebenaran berita itu. Saat dijenguk oleh para pengikut ADS itulah, Tedjabuana mengatakan bahwa ia teringat pesan ayahandanya yaitu Madrais suatu saat nanti kamu harus berteduh di bawah Pohon Cemara Putih yang bisa menyelesaikan keadaan alam. Menurut Tedjabuana pesan Madrais itulah yang menyebabkan ia memilih me- meluk Agama Kristen Katholik. Akibatnya kemudian para pengikut ADS yang men- jenguk itu spontan mengatakan akan memeluk Agama Kristen Katholik. Tafsir akan bisikan gaib ini sebetulnya berbeda-beda. Djatikusumah cucu Madrais menafsirkan kalimat itu sebagai berteduh sementara di cemara putih. Suatu saat jika badai telah reda, kembali keluar dari cemara putih. Sementara beberapa pengikutnya menafsirkan dengan berlindung selamanya di cemara putih. Tindakan Tedjabuana ini sebetulnya telah menyelamatkan sebagian besar pengikut ADS dari pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak para pengikut kebatinan yang dianggap sebagai Komunis dan di- hukum mati pada sekitar 1965-1967. Sejak itu sebagian besar pengikut ADS ber- pindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katholik. Sebagian kecilnya me- meluk Agama Kristen Protestan dan Agama Islam. Pada 5 Maret 1978, Tedjabuana meninggal dunia. Tedjabuana meninggal pada usia 86 tahun dan dimakamkan di dekat makam Madrais dan makam istri Tedjabu- ana bernama Siti Saodah. Meninggalnya Tedjabuana ayah dari Djatikusumah, membuat Djatikusumah mengambil alih tampuk kepemimpinan para pengikut aja- ran Madrais. Ketika itu Djatikusumah rupanya telah dipandang para mantan pengi- kut ADS sebagai seorang pemimpin baru bagi organisasi mereka. Djatikusumah sebagai cucu dari Madrais dan secara tradisional mewarisi kepemimpinan para pengikut di Cigugur. Ia merasa perlu untuk memimpin menggerakkan kembali bekas ADS yang pernah ada. Kekondusifan suasana pada masa awal Orde Baru telah membuatnya terpikir kembali untuk menghidupkan Gerakan Sosial Madrais di Cigugur. Oleh karena itu, bersama dengan para mantan pengikut ADS yang

Page 114 of 203 masih berpikiran sama dengannya ia mulai membuat perencanaan untuk menghidupkan kembali. Langkah pertama tentunya adalah penyelenggaraan Upacara Adat Seren Taun. Oleh karena itu, Djatikusumah dan para mantan pengi- kut Gerakan Sosial Madrais yang telah memeluk beberapa agama merencanakan untuk mengadakan upacara adat Seren Taun sebagai upacara adat warisan nenek moyang mereka. Upacara adat Seren Taun adalah upacara adat yang dijalankan setiap tahun sekali pada 22 Rayagung tahun Saka S|nda oleh para pengikut Aliran Kepercayaan Madrais yang tergabung dalam ADS sebelum mereka membubarkan diri pada 1964. Perayaan Seren Taun terakhir secara sederhana diselenggarakan pada 1963.Tepat pada 22 September 1978 perayaan Seren Taun dapat diselenggara- kan kembali di Desa Cigugur Kabupaten Kuningan. 22 September 1978 merupa- kan tanggal yang bertepatan dengan 22 Rayagung tahun Saka Sunda. Djatikusu- mah memimpin sendiri Perayaan Seren Taun tersebut dari Gedung Paseban Tri Panca Tunggal. Ribuan orang berkumpul di depan Paseban Tri Panca Tunggal. Tidak kurang dari 5000-an orang telah kembali untuk merayakan Perayaan Seren Taun. Kesuksesan menggelar Perayaan Seren Taun itu adalah sebuah tonggak munculnya kembali aktifitas pengikut Aliran Kepercayaan Madrais pada Masa Orde Baru di Cigugur. Selain itu, kesuksesan penyelenggaraan Upacara Adat Seren Taun itu adalah bukti bahwa Djatikusumah masih dianggap pemimpin tradi- sional bagi para mantan penghayat ADS. Pada tahun 1980 Djatikusumah mengadakan gerakan untuk memunculkan kem- bali organisasi para pengikut ADS dengan mendirikan suatu organisasi bernama Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (selanjutnya disebut PACKU). PACKU di- harapkan dapat menjadi suatu tempat berkumpul untuk kegiatan budaya, adat dan kesenian warisan leluhur masyarakat Cigugur. Tidak terdapat tujuan negatif mau- pun tujuan politis ketika PACKU berdiri selain untuk mempertahankan warisan le- luhur masyarakat Cigugur dalam berkebudayaan dan berkesenian. Djatikusumah mendirikan PACKU karena menafsirkan ramalan Madrais diatas berbeda, yaitu berteduh adalah sementara tidak selamanya. Artinya suatu saat nanti harus keluar dari tempat berteduhnya yaitu keluar daRi bawah cemara bodas atau cemara putih. PACKU didaftarkan oleh Djatikusumah ke Departemen Pendidikan dan Ke- budayaan Direktorat Bina Hayat pada awal Maret 1981. Pada 31 Maret 1981 mendapatkan nomer pengesahan sebagai aliran kepercayaan oleh Dirjen Bina Hayat dengan nomer 1.192/F.3/II.1/1981. Dengan demikian pada 31 Maret 1981 PACKU telah sah terdaftar sebagai aliran kepercayaan di Indonesia. Sejak itu Djatikusumah dan beberapa anggota PACKU telah resmi kembali menjadi penghayat aliran kepercayaan. Kemudian pada 11 Juli 1981 Djatikusumah cucu Madrais mengumumkan berdirinya PACKU. Kemudian pada 17 Juli 1981 PACKU bergabung dengan Ba- dan Koordinasi Musyawarah Antar Pengikut Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, suatu organisasi underbow/bawahan Golongan Karya (Golkar). Kepengurusan da- lam PACKU kemudian dibentuk oleh para pengikut aliran kepercayaan pada 23 Agustus 1981 dengan cara bermusyawarah di Gedung Tri Panca Tunggal. Mereka yang menjadi pengurus pada organisasi PACKU ini adalah orang-orang yang menyatakan kembali menjadi pengikut Aliran Kepercayaan Madrais mengikuti Djatikusumah. Akan tetapi Pemerintah Orde Baru yang represif sepertinya belum menginginkan

Page 115 of 203 munculnya kembali PACKU. PACKU mulai mendapatkan tantangan yang sangat serius pada 25 Agustus 1982. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat pada tahun 1982 mengeluarkan SK no: KEP-44/K.2.3/8/1982 Tentang Pelarangan Terhadap Aliran Kepercayaan PACKU. Menurut SK Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat itu PACKU pada hakekatnya adalah kelanjutan dari ADS atau Madraisme yang telah dilarang sejak 1964. Sejak itu maka PACKU dan seluruh kegiatannya dilarang oleh Pemerintah Jawa Barat. Pada pertengahan September 1982 pihak PACKU telah menerima surat itu dari seorang utusan Kejaksaan Negeri Kabupaten Kuningan. Berita pelarangan PACKU oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Barat itu dimuat dalam Ko- ran Mandala Bandung. Seren Taun, upacara adat yang sedianya akan dil- aksanakan di Cigugur pada tahun tersebut dibubarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan. Sejak itu walaupun resmi terdaftar sebagai aliran ke- percayaan di Indonesia, para pengikut tidak dapat melaksanakan kegiatan peribadatan mereka. Pemerintah Indonesia saat itu telah berlaku kontroversial pada PACKU yaitu mengakui sebagai aliran kepercayaan tapi melarang kegiatannya. Setelah Orde Baru runtuh pada tahun 1998, kemudian para pengikut Aliran Ke- percayaan Madrais kembali mengorganisir diri. Pada tahun 1999 mereka mendiri- kan Adat Karuhun Urang (AKUR) suatu komunitas adat untuk menjalankan kegiatan-kegiatan adat budaya mereka. Kegiatan adat budaya terbesar mereka adalah Upacara Seren Taun. Sejak runtuhnya Orde Baru kegiatan upacara adat Seren Taun telah dapat diadakan kembali. Upacara Seren Taun kemudian menjadi obyek pariwisata yang ditonton oleh masyarakat banyak bahkan para pe- nontonnya datang dari mancanegara. Pada masa sekarang Seren Taun telah menjadi kegiatan rutin tahunan yang mendatangkan devisa bagi Kabupaten Kuningan. Dengan demikian, keberadaan para pengikut Aliran Kepercayaan Madrais yang tergabung dalam AKUR telah menguntungkan untuk mendatangkan pendapatan daerah bagi Kabupaten Kuningan. 118 Seren Taun sebagai Pengikat Kelompok Agama Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dirayakan semata-mata untuk mengucap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang di dapat setiap tahunnya. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda, terkhusus wilayah Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Yuyun, seorang warga Cigugur yang mengikuti upacara adat yang berlangsung setahun sekali ini Acara Seren Taun itu pesta rakyat gitu kalo disini mah. Yaa buat ngerayain hasil tani yang di dapat setiap tahunnya, seperti padi, umbi-umbian, dan hasil bumi lainnya gitu. Seneng aja gitu kita mah liat ramai-ramai gitu. Dagangan juga lebih laku karena banyak pengunjung dari luar yang ikut meramaikan jadi sedikit lebih besar pendapatannya kalo ada perayaan ini.119 Menurut ibu Yuyun perayaan Seren taun yang dilaksanakan setiap tahunnya selalu ramai pengunjung. Keunikan Upacara Seren Taun di Cigugur yang sarat

118 www.jiwanusantara.com, diakses tanggal 21 Desember 2016 pukul 22.30 WIB 119 Wawancara penulis, 4 November 2016, pkl 10.30 WIB

Page 116 of 203 dengan seni dan budaya Sunda ini bukan hanya terletak pada makna dari simbol- simbol yang mereka bawakan, tetapi juga tampak pada kebersamaan warga dari beragam masyarakat adat yang tetap hidup dan berkembang di nusantara yang biasanya turut hadir untuk memeriahkan Upacara Seren Taun di desa Cigugur.120 Ibu Yuyun yang juga seorang pedagang di desa Cigugur merasa perayaan terse- but menjadi ladang pendapatan para pedagang yang berdagang disekitar ling- kungan wilayah Paseban saat acara seren taun tersebut berlangsung. Gambar 7. 1 Rangkaian acara Seren Taun (Ngajayak)

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya se- rah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Tahun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai peng- gantinya.121 Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat peladang Sunda, seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat pada tahun yang akan datang. Menurut catatan sejarah dan tradisi lokal, perayaan Seren Taun sudah turun- temurun dilakukan sejak zaman Kerajaan Sunda purba seperti kerajaan Pajajaran. Upacara ini berawal dari pemuliaan terhadap Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dalam kepercayaan Sunda kuno. Sistem kepercayaan masyarakat Sunda kuno dipengaruhi warisan kebudayaan masyarakat asli Nusantara, yaitu ani- misme-dinamisme pemulian arwah karuhun (nenek moyang) dan kekuatan alam, serta dipengaruhi ajaran bercorak Hindu. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Upacara seren taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntutan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha

120 http://repository.unpad.ac.id/7382/1/pikiranrakyat-20101126-simbolisserentauncigugur.pdf, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 19.45 WIB 121 http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 21.00 WIB

Page 117 of 203

Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang. Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lumbung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya. Puncak acara seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau menjemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung Baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, mau- pun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menumbuk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Asri). Gambar 7. 2 Rangkaian acara Seren Taun (Tari Jamparing)

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016) Multikultural adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Multikulturalisme mencakup suatu pemahaman, penghargaan serta penilaian atas

Page 118 of 203 budaya seseorang, serta suatu penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain122. Sejarah multikulturalisme adalah sejarah masyarakat majemuk Amerika, Kanada, Australia adalah dari sekian negara yang sangat serius mengembangkan konsep dan teori-teori mulikulturalisme dan juga pendidikan multikultur. Ini dikarenakan mereka adalah masyarakat imigran dan tidak bisa menutup peluang bagi imigran lain untuk masuk dan bergabung di dalamnya. Akan tetapi, negara-negara tersebut merupakan contoh negara yang berhasil mengembangkan masyarakat multikultur dan mereka dapat membangun identitas kebangsaannya, dengan atau tanpa menghilangkan identitas kultur mereka sebelumnya, atau kultur nenek - yangnya. Dalam sejarahnya, multikultural diawali dengan teori melting pot yang sering di- wacanakan oleh J Hector seorang imigran asal Normandia. Dalam teorinya Hector menekankan penyatuan budaya dan melelehkan budaya asal, sehingga seluruh imigran Amerika hanya memiliki satu budaya baru yakni budaya Amerika, walau- pun diakui bahwa monokultur mereka itu lebih diwarnai oleh kultur White Anglo Saxon Protestant (WASP) sebagai kultur imigran kulit putih berasal Eropa. Kemudian, ketika komposisi etnik Amerika semakin beragam dan budaya mereka semakin majemuk, maka teori melting pot kemudian dikritik dan muncul teori baru yang populer dengan nama salad bowl sebagai sebuah teori alternatif dipopulerkan oleh Horace Kallen. Berbeda dengan melting pot yang melelehkan budaya asal dalam membangun budaya baru yang dibangun dalam keragaman, teori salad bowl atau teori gado-gado tidak menghilangkan budaya asal, tapi se- baliknya kultur-kultur lain di luar WASP diakomodir dengan baik dan masing-mas- ing memberikan kontribusi untuk membangun budaya Amerika, sebagai sebuah budaya nasional. Dengan berbagai teori di atas, bangsa Amerika berupaya memperkuat bangsanya, membangun kesatuan dan persatuan, mengembangkan kebanggaan sebagai orang Amerika. Namun pada dekade 1960-an masih ada sebagian masyarakat yang merasa hak-hak sipilnya belum terpenuhi. Kelompok Amerika hitam, atau imigran Amerika latin atau etnik minoritas lainnya merasa belum terlindungi hak- hak sipilnya. Atas dasar itulah, kemudian mereka mengembangkan multikultural- isme, yang menekankan penghargaan dan penghormatan terhadap hak-hak mi- noritas, baik dilihat dari segi etnik, agama, ras atau warna kulit. Multikulturalisme pada akhirnya sebuah konsep akhir untuk membangun kekuatan sebuah bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang etnik, agama, ras, budaya dan bahasa, dengan menghargai dan menghormati hak-hak sipil mereka, termasuk hak-hak ke- lompok minoritas. Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organ- isasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan123. Masyarakat Indonesia merupakan

122 Lawrence Blum, dikutip Lubis, 2006:174) http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/se- jarah-multikultural-multikultural.html. Diakses 17 Desember 2016, jam 11:30

123 (Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007) http://11036nurfazrina.blog- spot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multikultural.html. Diakses 17 Desember 2016, jam 11:30

Page 119 of 203 masyarakat dengan tingkat keanekaragaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai keanekaragaman tersebut dikenal dengan istilah mayarakat mul- tikultural. Multikultural dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan ter- hadap suatu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Sehingga masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai sekelompok manusia yang tinggal dan hidup menetap di suatu tempat yang memiliki kebudayaan dan ciri khas tersendiri yang mampu membedakan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Se- tiap masyarakat akan menghasilkan kebudayaannya masing-masing yang akan menjadi ciri khas bagi masyarakat tersebut. Kebudayaan adalah sesuatu yang menempel dalam kehidupan manusia. Ke- budayaan lahir dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Oleh karena itu bu- daya dan kebudayaan adalah sesuatu yang khas pada setiap komunitas. Ke- budayaan bersifat memenuhi kebutuhan komunitas itu sendiri (self-sufficient). Ke- budayaan adalah cara sebuah masyarakat mengatasi persoalannya sendiri. Suatu masyarakat dengan berbagai macam budaya membutuhkan suatu pemikiran un- tuk mempersatukannya untuk menjadi suatu bangsa yang utuh dan besar. Kega- galan pemilihan proses penyatuan suatu bangsa menyebabkan kegagalan men- jadi bangsa dan rusaknya atau hilangnya suatu budaya. Pada masa kini masyara- kat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama memiliki gagasan untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama. Gagasan itu dirumus- kan dalam konsep masyarakat majemuk, dimana suatu pola hubungan yang mengakui adanya persamaan ras, suku dan antar golongan serta sudah mengenal pengakuan persamaan hak di bidang politik, perdata, ekonomi dan lain-lain. Na- telah memberikan makna yang penting di kemajemukan masyarakat itu. Da- lam masyarakat majemuk terdapat berbagai perbedaan sosial, budaya dan politik yang dikukuhkan sebagai hukum ataupun sebagai konvensi sosial yang mem- bedakan mereka yang tergolong sebagai dominan yang menjadi lawan dari yang minoritas. Selanjutnya menjadi sebuah konsep melting pot (tempat melebur). Konsep melting pot adalah melebur berbagai unsur yang berbeda untuk menjadi- kan satu bentukan baru. Gambarannya mungkin mirip bumbu pecel, kacang, cabe, mungkin juga daun jeruk purut, garam, dan bahan-bahan lain dilebur jadi satu menjadi bumbu pecel, kemudian terbentuk gumpalan berwarna merah kehitaman atau kecokelatan. Tidak terlihat lagi bentuk asli kacangnya. Juga sulit menemukan di mana garamnya, daun jeruk purutnya, atau cabenya. Bentuk asli seluruh bahan tadi telah dilebur (dengan cara dihancurkan) untuk menyusun bentukan baru berupa bumbu pecel. Seperti itukah gambaran sebuah bangsa?. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang na- manya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia. Masalahnya, bangsa Indonesia terdiri atas banyak suku yang budayanya sangat beragam. Apabila konsep melting pot seperti diterapkan dalam kehidupan berbangsa, bukan tidak mungkin etnis-etnis yang merasa dipaksa melebur lebih memilih keluar dan menjadi separatis. Seiring berjalannya waktu, konsep ini seringkali mengalami kegagalan dan kelemahan di penerapannya. Melting pot diupayakan untuk menyatukan seluruh budaya yang ada dengan meleburkan seluruh budaya asal masing-masing. Maka kemudian dikembangkan suatu konsep baru yang bernama multikulturalisme.Mul- tikulturalisme ini yang akan menjadi acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme sebagai sebuah ideologi akan mengakui

Page 120 of 203 dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual mau- pun secara kebudayaan. Dengan demikian, multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayaan.124 Keberagaman yang ada di masyarakat merupakan bagian dari adanya perbedaan. Seperti di negara kita, Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau memiliki karakter yang berbeda-beda, misalnya ras, suku bangsa, perilaku, agama, sistem sosial, interaksi, dan lain sebagainya. Adanya perbedaan tersebut harus disyukuri dengan saling menghargai antarsesama sebagai bentuk mengamalkan ajaran agama. “Berbeda-beda, tetapi tetap satu jua”, semboyan tersebut kita kenal dengan sebutan Bhineka Tunggal Ika, semboyan yang tertera pada lambang negara Re- publik Indonesia. Arti dari semboyan tersebut lebih menunjukan bahwa kema- jemukan dan keberagaman bangsa Indonesia dipersatukan oleh ideologi Pan- casila. Semboyan itu tidak muncul begitu saja, tetapi digali dari kondisi bangsa Indonesia yang kaya akan suku bangsa, rasa, dan agama yang mendiami pulau Nusantara. Selain itu, keberagaman terbentuk melalui perbedaan pekerjaan, pengelompokan sosial dan politik yang melahirkan kelas sosial, seperti kelas bawah, kelas menengah, dan kelas atas. Jika keberagaman tidak dirajut melalui solidaritas sosial, akan muncul ancaman perpecahan yang bermuara pada konflik sosial. Namun, jika keberagaman terjalin melalui tindakan gotong royong, maka dapat berpotensi menguatkan kohesi sosial. Menguatnya kohesi sosial dalam masyarakat merupakan modal sosial untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di tengah maraknya berbagai konflik sosial. Gambar 7. 3 Rangkaian acara Seren Taun (Kentongan Sewu)

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Pada acara Tradisi Seren Taun di Cigugur juga terdapat berbagai macam tarian adat Sunda, kesenian, dan permainan anak-anak sunda zaman dahulu yang biasa ditampilkan pada acara kolosal Seren Taun di Paseban, bahkan dari berbagai macam agama juga ikut serta dalam memeriahkan dan mendukung acara terse- but. Terbukti dengan seperti keikut sertaan kepanitiaan berbagai macam agama di acara tersebut serta di adakannya acara doa bersama yang mewakili dari agama

124http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multikultural.html. Di- akses 17 Desember 2016, jam 11:30

Page 121 of 203 masing-masing serta penghayat ADS. Hal itu juga berupaya untuk bisa tetap mem- pertahankan tradisi Sunda serta sebagai upaya memperat hubungan antar sesama umat beragama, selain itu inti dari acara Seren Taun yaitu sebagai upacara adat panen padi masyarakat Sundayang dirayakan semata-mata untuk mengucaprasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi yang di dapat setiap tahunnya. Di acara Seren Taun juga diupayakan untuk bisa tetap mempertahankan kesenian-kesenian khas Sunda, lagu-lagu Sunda, tarian-tarian Sunda, permainan-permainan anak-anak dan lain sebagainya supaya tidak hilang di telan zaman modern atau globalisasi. Mengenai penjelasan akan fenomena ini, penulis menyertakan kutipan wawancara dengan bapak Kento Subarman (69 ta- hun) yang merupakan masyarakat asli Cigugur dan seorang Penghayat, selaku Wakil Ketua Bidang 1 acara Seren Taun. Dengan berbagai etnis yang majemuk hal itu bisa berinteraksi dan silatu- rahmi. Dalam hal acara seren taun kita tidak menunjukan atribut agama tetapi di acara ini kita sebagai acara syukuran masyarakat agraris. Yang lebih menonjol sifat-sifat benda, produk hasil pertanian, yang diawali 18 Raya Gung. Pada upacara puncaknya terdapat upacara damar sewu se- bagai simbolisasi kita satu sama lain harus saling menerangi dengan obor- obor yang sumbernya dari satu api yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru lainnya. Ini artinya sebagai realitas satu sama lain bisa saling men- erangi dan tidak untuk berlomba-lomba mengalahkan satu sama lain. Kemudian keesokan harinya diadakan acara pesta angon atau pesta anak gembala. Dalam hal ini, kemudian ada acara membuang hama tanaman dalam hal ini hama bukan di bunuh tetapi kita tempatkan ditempat yang sesuai. Kemudian ada pesta Danu, lanjut malamnya ada pentas seni dan budaya. Malam terakhirnya itu diadakan doa bersama lintas iman dari berbagai agama yang hadir.125 Dari hasil wawancara tersebut telah dijelaskan berbagai macam rangkaian upacara adat Seren Taun di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat oleh bapak Kento yang pada dasarnya dalam acara Seren Taun tersebut telah diikuti oleh berbagai macam etnis dan berbagai macam agama, bahkan tidak dipungkiri bahwa pada acara tersebut juga turis atau warga negara asing dari luar negeri juga suka ikut datang menyaksikan acara moment tersebut seperti, dari Malaysia, Singapore, Amerika, dan lain sebagainya. Selain itu, terlebih oleh bapak Dodo Budiono (62 tahun) selaku Wakil Bidang 2 pada acara Seren Taun, beliau menambahkan. Seren taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan dari awal mulai dari pelaksananya mulai dari panitia sampai pelaksana multi agama, multi etnis sehingga semua bisa berkiprah, ikut serta dalam acara Seren Taun. Selain itu, maka disinilah bisa kita lihat makna dari keberagaman Indonesia bersatu menjadi satu sesuai dengan semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika.126

Hal itu menunjukan bahwa acara Seren Taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan mulai dari acara pelaksanaannya hingga akhir dari penutupan acara pelaksanaannya diikuti dan dilaksanakan oleh semua etnis,

125 Wawancara penulis pada 4 November 2016, pada jam 15.10 WIB 126 Wawancara penulis pada 5 November 2016, pada jam 16.10 WIB

Page 122 of 203 suku, agama dan lain sebagainya. Sehingga dalam acara Seren Taun ini kita bisa lihat makna dari semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yaitu meskipun berbe- beda tetapi tetap satu juga dalam acara Seren Taun tersebut yang diadakan di Paseban. Pada acara Seren Taun ini kaitannya dengan konsep melting pot adalah bahwa di acara tersebut semua etnis, agama, suku, bahasa, dan lain sebagainya melebur menjadi satu dari berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Sehingga tidak ada dalam acara Seren Taun yang diadakan di Paseban dan mereka membawa golongan masing-masing atau agama masing- masing. Karena pada dasarnya inti acara Seren Taun adalah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan selama setahun penuh seoerti hasil bumi khususnya di daerah agraris. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak, dan lain sebagainya. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia yang di laksanakan di Cigugur, Jawa Barat. Sehingga makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa kita lihat pada acara ini. Perspektif Multi Religi terhadap SerenTaun Wilayah Cigugur merupakan wilayah yang masyarakatnya mempunyai agama yang beragam. Setiap agama memiliki pandangan yang berbeda mengenai acara SerenTaun yang notabenenya merupakan pesta rakyat agraria yang berada di wilayah Cigugur. Ada respon yang negatif maupun positif dengan diadakannya acara Seren Taun. Tentunya hal ini sah-sah saja, mengingat bahwa setiap orang atau agama boleh memandang acara ini dengan perspektifnya masing-masing. Tergantung dengan cara mereka memandang acara SerenTaun tersebut. Dalam pandangan agama Islam melihat acara Seren Taun, bahwasannya itu adalah hak dari setiap orang untuk mengikuti acara tersebut. Ustadz Uci yang merupakan sa- lah satu tokoh di pesantren yang letak pesantren tersebut tidak jauh dari wilayah Cigugur mengatakan bahwa meskipun acara Seren Taun tersebut diikutkan oleh seluruh pemeluk agama yang berbeda-beda, namun pihak pesantren tidak terlibat sama sekali mengenai acara ini. Pihak Pondok Pesantren kita tidak ada yang terlibat dalam acara tersebut. Dan dari atasan Kemenag itu juga dilarang, meskipun setiap tahunnya selalu ada surat yang dating ke KUA. Terkecuali kemungkinan besar para penduduk asli Cigugur yang beragama Islam mereka ikut berpartisipasi dan terlibat.127 Dari pemaparan Ustadz Uci yang juga merupakan salah satu staff di Kantor Uru- san Agama (KUA) bahwasannya pihak KUA selalu mendapatkan surat undangan untuk menghadiri acara tersebut, namun dari pihak Kementerian Agama (Ke- menag) melarang pihak KUA untuk menghadiri acara tersebut. Namun surat-surat yang datang dari pihak penyelenggara acara seren taun, tetap diterima dengan baik oleh pihak KUA. Hal yang mendasari pihak KUA melarang tidak menghadiri acara tersebut adalah karena itu termasuk dalam bentuk toleransi yang ada di Agama Islam. Bahwasannya toleransi yang dimaksud adalah tidak mencampuri urusan agama dalam hal ritual keagamaan. Karena perbedaan Aqidah inilah, maka pihak KUA tidak menghadiri acara tersebut. Lain halnya dengan masyarakat asli Cigugur yang beragama Islam yang notabenenya tinggl di wilayah tersebut.

127 Wawancara penulis, 5 November 2016 pukul 13.25 WIB

Page 123 of 203

Masyarakat yang menganut agama Islam ini ikut terlibat dalam acara seren taun tersebut.

Gambar 7. 4 Rangkaian acara Seren Taun (Doa Lintas Agama)

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Dalam pandangan agama Kristen Protestan, Pak Yayan yang selaku pendeta dari Gereja Kristen Pasundan mengatakan bahwa dalam mengikuti hal ini bukan ka- rena atas nama agama namun atas nama pribadi saja. Namun, pihak gereja juga membantu dengan cara mengutus pendeta untuk mengikuti acara tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pihak gereja mengirimkan Pak Yayan untuk berkontribusi dalam acara ini sebagai pendeta yang membacakan doa dalam salah satu rangkaian acara seren taun tersebut, yaitu acara doa lintas agama. Selain hal itu, seseorang dari pihak gereja yang mengikuti acara tersebut hanya atas nama pribadi, bukan atas nama pihak gereja. Selain itu juga agama Kristen Protestan memandang acara seren taun ini hanyalah sebagai acara kebudayaan, bukanlah sebagai acara kegamaan seperti yang dilakukan oleh pihak gereja agama Katholik. Seren Taun merupakan acara pesta rakyat yang dijalankan oleh masyarakat Agraris. Acara ini penggabungan dari pesta panen dan acara tahun baru (penyerahan tahun). Penyerahan Seren Taun di Gereja Katholik, berbeda dengan Gereja Kristen pasundan (GPK). Gereja Kristen Katolik merayakan SerenTaun dalam konteks agama, bukan dalam konteks kebudayaan. Hal ini disebabkan karena adanya sejarah yakni, pada zaman Pangeran Tedja Buana menganut menjadi Khatolik kemudian ada perjanjian disana antara Pangeran dengan penganut Khatoliknya, ia menyerahkan tradisi ini kepada penganutnya supaya tidak musnah dan dititipkan dilingkunganGereja. Pangeran Tedja memiliki pikiran dan takut bahwa acara ini akan pudar seiring berjalannya waktu. Namun terjadi kesalahpahaman yang membuat pemeluk agama Khatolik menganggap bahwa Seren Taun merupakan acara yang bersifat keagamaan128

128wawancara penulis, 5 November 2016 , pukul 11.00 WIB

Page 124 of 203

Lain halnya dengan Kristen Protestan, pihak gereja Katholik melaksanakan acara seren taun juga dalam konteks keagamaan. Acara seren taun yang dilaksanakan pihak gereja Katholik adalah sebelum perayaan seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban. Artinya pihak gereja selalu melaksanakan seren taun sebelum tanggal 22 Rayagung. Pihak gereja Katholik sendiri secara kelembagaan tidak ada sangkut pautnya dengan acara seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban. Jika ada umat Katholik yang mengikuti acara tersebut, bukan dalam konteks keagamaan namun hanya atas nama pribadi saja. Pihak gereja Katholik yang di- wakili oleh Pak Mulyana selaku sekretaris gereja mengatakan bahwa acara seren taun yang diadakan oleh pihak Paseban memiliki unsur nilai keagamaan dari para Penghayat Agama (ADS) yang membuat pihak gereja Katholik melaksanakan acara tersebut di gereja. Acara Seren Taun yang dilaksanakan di gereja katolik dilaksanakan sebe- lum tanggal 22 Rayagung. Pihak gereja Katolik secara kelembagaan tidak ada sangkut paut dengan acara Seren Taun (yang dilaksanakan di pa- seban). Tetapi hal itu kembali lagi ke individu-individunya masing-masing bagi mereka yang ingin mengikuti dan ikut berpartisipasi. Dari sudut pan- dang tradisi SerenTaun itu baik dan harus dilestarikan, hanya saja saya menilai SerenTaun yang dilakukan di Paseban masih ada nilai-nilai dari para penghayat tersebut yang masih belum bisa lepas, seperti nilai-nilai soal tempat, nilai atau makna tanggal 22 Rayagung. Karena di Gereja sendiri pada dasarnya tidak selalu harus berpatokan pada tanggal untuk melaksanakan perayaanSeren Taun. Saya juga tidak pernah mengikuti Seren Taun di Paseban. Saya ikut pastisipasi dalam bentuk sumbangan uang saja129 Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pihak Katholik beranggapan bahwasannya ada nilai-nilai tersembunyi dalam acara seren taun yang memang sengaja dil- akukan oleh kaum penghayat. Hal ini dibuktikan dengan adanya kekhususan tang- gal 22 Rayagung dalam hal perayaan acara seren taun dan tempat pelaksaan seren taun yaitu di Paseban. Meskipun acara tersebut selalu dibilang sebagai acara kebudayaan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa acara tersebut terdapat nilai-nilai penghayat. Dalam perspektif para penghayat (ADS), bahwasannya acara seren taun merupa- kan acara yang dilakukan sebagai sarana silaturahim dengan semua masyarakat yang berbeda keyakinan. Acara seren taun ini bukan merupakan acara keaga- maan yang dilakukan oleh para penghayat, namun acara kebudayaan yang dapat diikuti oleh seluruh elemen masyarakat dan juga dari agama lain selain ADS. Tidak ada atribut agama manapun yang berada di acara ini. Acara seren taun ini murni hanyalah sebagai tanda ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang diperoleh selama setahun dan menjadi hasil bumi yang membantu dalam hal perekonomian masyarakat wilayah Cigugur. Hasil bumi yang digunakan dalam upacara seren taun lebih kepada hasil bumi masyarakat agraris karena wila- yah Cigugur yang merupakan wilayah pertanian. Penutup Dari uraian bab-bab diatas dapat diketahui bahwasanya upacara seren taun ada- lah upacara adat yang dapat diikuti oleh seluruh elemen masyarakat dan dari

129wawancara penulis 5 November 2016, pukul 10.00 WIB

Page 125 of 203 agama manapun Rangkaian ritual upacara Seren Taun berbeda-beda dan beraneka ragam dari satu desa ke desa lainnya, akan tetapi intinya adalah prosesi penyerahan padi hasil panen dari masyarakat kepada ketua adat. Padi ini kemudian akan dimasukkan ke dalam leuit (lumbung) utama dan lumbung-lum- bung pendamping. Pemimpin adat kemudian memberikan indung pare (induk padi/bibit padi) yang sudah diberkati dan dianggap bertuah kepada para pemimpin desa untuk ditanan pada musim tanam berikutnya. Puncak acara seren taun bi- asanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi ngajayak (menyambut atau men- jemput padi), lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung Baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur. Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara ber- gantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, mengikuti jejak para pemimpin, tokoh masyarakat, maupun rohaniwan yang terlebih dahulu dipersilakan menum- buk padi. Puluhan orang lainnya berebut gabah dari saung bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri (Pohaci Sanghyang Asri). Acara Seren Taun itu bukan milik satu golongan tetapi milik semua golongan mulai dari acara pelaksanaannya hingga akhir dari penutupan acara pelaksanaannya diikuti dan dilaksanakan oleh semua etnis, suku, agama dan lain sebagainya. Sehingga dalam acara Seren Taun ini kita bisa lihat makna dari semboyan Indonesia Bhinneka Tunggal Ika yaitu meskipun berbe-beda tetapi tetap satu juga dalam acara Seren Taun tersebut yang diadakan di Paseban. Pada acara Seren Taun ini kaitannya dengan konsep melting pot adalah bahwa di acara tersebut semua etnis, agama, suku, bahasa, dan lain sebagainya melebur menjadi satu dari berbagai unsur yang berbeda untuk menjadikan satu bentukan baru. Sehingga tidak ada dalam acara Seren Taun yang diadakan di Paseban dan mereka membawa golongan masing-masing atau agama masing-masing. Karena pada dasarnya inti acara Seren Taun adalah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan selama setahun penuh seoerti hasil bumi khususnya di daerah agraris. Dalam konsep melting pot, jati diri setiap etnis atau suku dihilangkan. Tidak ada lagi yang namanya suku Sunda, Betawi, Timor, Papua, Dayak, dan lain sebagainya. Hanya ada adalah satu suku besar bernama Indonesia yang di laksanakan di Cigugur, Jawa Barat. Sehingga makna dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa kita lihat pada acara ini. Untuk menjelaskan analisa diatas, dibawah ini disajikan skema kesimpulan.

Skema 7. 1 Seren Taun sebagai pengikat multi religi

PENGIK MASYARA TRADISI SEREN MULTI RELIGI AT SE- KAT TAUN AGRARIS LURUH

KONSEP MELT- ING POTPage 126 of 203 MULTIKULTUR- ALISME (BHINNEKA TUNGGAL IKA)

Sumber: Hasil Analisis (2016) Skema ini menjelaskan tentang Desa Cigugur, Kuningan, yang mayoritas war- ganya ialah petani, mereka memiliki sawah dan perkebunannya sendiri, maka dari itu disebut sebagai masyarakat agraris. Masyarakat agraris Sunda kuno memuliakan kekuatan alam yang memberikan kesuburan tanaman dan ternak, kekuatan alam ini diwujudkan sebagai Nyi Pohaci Sanghyang Asri, dewi padi dan kesuburan. Upacara Seren Taun bukan sekadar tontonan, melainkan juga tuntu- tan tentang bagaimana manusia senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, terlebih di kala menghadapi panen. Upacara ini juga dimaksudkan agar Tuhan memberikan perlindungan di musim tanam mendatang. Sebagian besar penghasilan masyarakat berasal dari bumi, seperti padi, sayur, buah, umbi dan hasil kebun lainnya. Masyarakat agraris kuningan mengucap syukur kepada Tu- han Yang Maha Esa atas hasil bumi yang mereka terima setiap tahunnya secara rutin. Kebiasaan tersebutlah yang melahirkan sebuah tradisi yang mereka sebut sebagai Seren Taun. Istilah Seren Taun berasal dari kata dalam Bahasa Sunda seren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Taun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam acara Seren Taun ini, keikutsertaan kepanitiaan berbagai macam agama di acara tersebut serta di adakannya acara doa bersama yang mewakili dari agama masing-masing serta penghayat ADS. Hal itu sebagai bentuk upaya untuk bisa tetap mempertahankan tradisi Sunda serta sebagai upaya memperat hubungan antar sesama umat beragama. Meskipun ber- beda-beda agama, namun mereka yang mengikuti upacara Seren Taun tidak membawa identitas agama, namun bersatu dalam wadah multikulturalisme yang tergambar dalam Bhineka Tunggal Ika.

Daftar Pustaka

Buku Wirotomo, Paulus dkk. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 2012

Page 127 of 203

Jurnal http://repository.unpad.ac.id/7382/1/pikiranrakyat-20101126-simbolissere ntauncigugur.pdf, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 19.45 WIB http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/viewFile/5823/4491, diakses pada tgl 4 Desember 2016, pkl 21.00 WIB http://11036nurfazrina.blogspot.co.id/2012/06/sejarah-multikultural-multiku ltural.html. diakses 17 Desember 2016, jam 11:30 Indrawardana, ira. 2014. Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, [pdf]. (http://download.portalgaruda.org/article.php?arti- cle=272106&val=3919&title=Berketuhanan%20dalam%20Perspek- tif%20Kepercayaan%20Sunda%20Wiwitan, diakses pada tanggal 7 Desember 2016) www.jiwanusantara.com, diakses tanggal 21 Desember 2016 pukul 22.30 WIB

Bab 8 Respon Warga Sekitar Terhadap Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) di Cigugur, Kuningan

Dian Wahyono, Dwi Kostiana, Hayatul Ainiah, Petrick

Pendahuluan Indonesia merupakan Negara dengan masyarakat yang majemuk.. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan komposisi suku bangsa yang pluralis di dunia. Bangsa ini merupakan bangsa yang terdiri dari

Page 128 of 203 ratusan etnis, agama, budaya, dan adat istiadat, serta berbicara dalam ratusan bahasa daerah yang khas. Hal itu membuat orientasi kultur kedaerahan serta pan- dangan hidupnya pun beragam.130 Semua aspek sosiokultural yang beragam itu membuat Indonesia menjadi bangsa dengan tingkat keragaman tinggi yang tinggi. Keberagaman tersebut tak lepas dari aspek religiusitas masyarakat Indonesia mengenai bagaimana sikap kepercayaan mereka akan adanya tuhan. Indonesia pun memiliki berbagai suku dengan keunikannya masing-masing. Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat Pulau Jawa, Indone- sia. Suku Sunda merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Di Indonesia sendiri banyak terdapat berbagai macam agama yang diakui dinataranya Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Namun sesungguhnya di Indo- nesia pun memiliki kepercayaan-kepercayaan lokal yang sudah ada sejak da- hulu.Kepercayaan lokal muncul dan berkembang di lokalitas dengan latar belakang kehidupan, tradisi, adat istiadat dan kultur yang berbeda-beda. Sangat beralasan apabila rumusan sila pertama Pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Ini membuktikan secara jelas bahwa bangsa Indonesia pada hakikatnya percaya kepada Tuhan.131 Dalam hal ini masing-masing komunitas pemeluk agama dan kepercayaan mempunyai interpretasi dan pandangan teolo- gis sendiri-sendiri sesuai ajaran agama dan kepercayaan mereka masing-masing. Keberadaan kepercayaan-kepercayaan lokal yang banyak dipeluk oleh suku-suku di Indonesia semakin menambah panorama pluralitas, keberagaman dan kema- jemukan bangsa Indonesia. Fakta bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralistik semakin dirasakan dengan banyaknya agama, kepercayaan, tradisi, seni dan kultur yang sudah lama hidup subur dan berkembang di tangah-tengah kehidupan bangsa Indonesia. Agama dan kepercayaan bagi bangsa Indonesia merupakan suatu hal yang sangat penting dan fundamental yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari sisi kehidupan mereka. Kemajemukan bangsa Indonesia bagai dua sisi mata pisau yang sangat berlainan, di satu sisi memang merupakan sumber potensi kekayaan budaya yang sangat berharga, namun di sisi yang lain kemajemukan itu juga dapat menjadi sumber potensi keresahan, ketegangan, perselisihan dan konflik sosial. Terkait hal ini, kemampuan dalam mengelola perbedaan dan keragaman merupakan kunci utamanya. Salah satu sistem keyakinan atau kepercayaan lokal yang perkembangannya penuh dengan dinamika, baik itu yang bersifat positif maupun negatif, adalah perkembangan Agama Djawa Sunda selanjutnya disebut dengan ADS. ADS merupakan sebuah sistem kepercayaan masyarakat sampai saat ini masih ber- tahan dengan berbagai dinamikanya. Komunitas ADS merupakan kepercayaan sejumlah masyarakat Sunda yang tersebar di daerah Jawa Barat, terutama yang ada pada daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan ini. ADS yang ada di Cigugur bukanlah satu-satunya, namun juga tersebar pada masyarakat Baduy di Kabu- paten Lebak, maupun di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung. Namun daerah Cigugur Kuningan karena merupakan tonggak awal perkembangan Agama Djawa Sunda ini.

130 Ahmad Syafii Mulid, Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia, Kemen- trian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan. 2012, hlm. 11 131 Selu Marghareta Kushendrawati, Komunitas Agama Djawa Sunda: Sebuah Fenomena Religiosi- tas Masyarakat Di Kuningan Jawa Barat, 2010. Hlm.7

Page 129 of 203

Perkembangan ADS Tahun 1960-1980 Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, perubahan besar terjadi di Indonesia. Euforia kebebasan bangsa Indonesia telah menyebabkan munculnya perjuangan untuk menyebarkan berbagai ideologi di Indonesia. Euforia tersebut rupanya juga melanda kalangan aliran kepercayaan atau kebatinan. Skema 8. 1 Fase-Fase Perjuangan Sunda Wiwitan di Desa Cigugur

Pada tahun 1848 berdiri kepercayaan ADS di cigugur

sampai saat ini ADS pada tahun 1960 warga berjuang agar ADS berbondong- kepercayaan sunda bondong pindah ke wiwitan diakui oleh katolik negara

pada tahun 1980 warga kembali kepada ADS, sunda wiwitan

Sumber: Pengamatan Lapangan (2016)

Pada tahun 1960-an mulai terjadi konflik di Cigugur. Konflik Cigugur terjadi antara kaum muslim dan para pengikut ADS. Konflik ini sebetulnya adalah dampak dari ketegangan politik di tingkat nasional. Ketegangan politik di tingkat nasional telah memanaskan situasi di tingkat lokal. Konflik-konflik massa pendukung Partai Komunis Indonesia dengan kalangan Islam terjadi dibeberapa tempat di Indonesia. Apalagi Pemerintah Orde Lama kala itu ikut menekan keberadaan kaum pengikut ADS karena para pengikut dianggap tidak beragama dan hanya menjalankan ajaran-ajaran kebatinan. Akibat dari tekanan dari berbagai pihak yang terjadi pada masa Orde Lama, pada 19 September 1964 Tedjabuana yang sedang sakit parah menyatakan diri kepada Gereja Kristen Katolik Paroki Cirebon dimana ia dirawat bahwa ia berniat akan memeluk Kristen Katolik. Lalu pada 21 September 1964 Tedjabuana membuat surat resmi yang ia tanda tangani untuk itu. Beberapa pengikut Aliran Kepercayaan Madrais kemudian merespon cepat surat itu dengan menyatakan diri mengikuti Tedjabuana memeluk Agama Kristen Katolik. Akan tetapi, banyak yang tidak percaya dan kemudian menjenguk Te- djabuana di Pastoral Paroki Cirebon sekaligus menanyakan kebenaran berita itu. Saat dijenguk oleh para pengikut Agama Djawa Sunda itulah, Tedjabuana menga- takan bahwa ia teringat pesan ayahandanya yaitu untuk berteduh dibawah pohon cemara putih. Seperti yang dikatakan oleh Kang Ira:

Page 130 of 203

memang sejarahnya Tedjabuana mengingat pesan ayahnya yaitu Isuk jaga ning geto anjeun bakal ngiuhan di handapeun camara bodas anu bisa nga- beberes alam.132 Menurut Tedjabuana pesan Madrais itulah yang menyebabkan ia memilih me- meluk agama Kristen Katolik. Akibatnya kemudian para pengikut ADS yang men- jenguk itu spontan mengatakan akan memeluk agama Kristen Katolik. Tafsir akan bisiskan gaib itu sebenarnya berbeda-beda. Djatikusumah cucu Madrais menfasir- kan kalimat itu sebagai berteduh sementara dibawah pohon cemara putih. Suatu saat jika badaai telah reda, kembali keluar dari cemara putih. Sementara, ada be- berapa yang menfasirkan untuk berteduh selamanya di bawah pohon cemara putih.Tindakan Tedjabuana ini sebetulnya telah menyelamatkan sebagian besar pengikut ADS dari pembantaian pengikut Partai Komunis Indonesia. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak para pengikut kebatinan yang dianggap sebagai Komunis dan dihukum mati pada sekitar 1965-1967. Sejak itu sebagian besar pengikut ADS berpindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katolik. Sebagian kecilnya memeluk agama Kristen Protestan dan agama Islam. Lahirnya Kembali ADS Tahun 1980 Setelah perpindahan penghayat menjadi pemeluk agama Katolik, kehidupan ber- masyarakat berjalan dengan baik. Gereja Katolik di Cigugur melakukan inovasi- inovasi dalam kegiatan keagamaannya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Maulana: setelah berbondong-bondong masuk ke Katolik, pihak kami berusaha me- layani dan memberikan yang terbaik untuk mereka. Agar mereka mengerti bahwa pilihan mereka adalah hal yang tepat.133 Gereja Katolik benar-benar menyambut kedatangan mantan penghayat dengan baik. Disamping melakukan pembinaan nilai-nilai dan cara hidup Katolik, pihak gereja juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengadakan perbaikan kondisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi umat yang mendapat sam- butan baik tanpa ada persoalan yang berarti, baik yang datang dari pemerintah maupun masyarakat setempat. Namun demikian, setelah lebih kurang 16 tahun Gereja Katolik melakukan kegiatannya, tepatnya pada tahun 1981 Pangeran Djatikusumah yang adalah cucu Pangeran Madrais, mendirikan sebuah aliran ke- percayaan baru yang diberi nama Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang yang dis- ingkat PACKU. Secara politis berdirinya PACKU dimungkinkan oleh GBHN 1978, yang mengakui eksistensi aliran kepercayaan dalam wilayah hukum NKRI di samping lima agama yang telah lama diakui secara resmi oleh negara. Setelah PACKU berdiri, sekitar 2.000 orang Katolik eks ADS di seluruh daerah keuskupan Bandung mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri dan keluar dari Katolik yang kemudian masuk menjadi anggota PACKU. Surat pernyataan tersebut ditandatangani atau diberi cap jempol oleh yang bersangkutan dan ditujukan kepada pastor di masing-masing paroki. Peristiwa masuknya sebagian umat Katolik eks ADS menjadi anggota PACKU dibarengi dengan terjadinya perten- tangan, bukan saja pada tingkat perbedaan pendapat melainkan juga perten- tangan sikap dan tindakan, di antara mereka yang masuk PACKU dan mereka

132 Hasil wawancara dengan Kang Ira pada tanggal 4 November 2016 pukul 18.20 133 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.20

Page 131 of 203 yang tetap tinggal menjadi Katolik. Pertentangan tersebut menemukan bentuknya yang tragis ketika hal tersebut terjadi di dalam konteks keluarga. Pikukuh Tilu Sebagai Pedoman Komunitas ADS Pikukuh Tilu merupakan pedoman yang digunakan oleh komunitas Agama Djawa Sunda dalam menjalankan kehidupan mereka. Pikukuh Tilu sendiri merupakan prase yang berasal dari bahasa Sunda. Dilihat dari segi bahasa, pikikih tilu terdiri dari dua kata. Pikukuh dan tilu. Pikukuh berasal dari kata kerja kukuh yang yang diberi awalan pi. Kukuh berarti pasti, tetap, teguh, dan konsisten. Sedangkan awalan pi mempunyai fungsi untuk membentuk kata kerja menjadi kata benda. Jadi pikukuh berarti. Satu hal yang harus selalu dipegang teguh karena sudah menjadi sebuah kepastian. Sedangkan tilu adalah tingkatan bilangan yang dalam bahasa indonesia berarti tiga. Gambar 8. 1 Pikukuh Tilu

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Secara sederhana Pikukuh Tilu bisa diartikan tiga ketentuan yang harus selalu dipegang dan dilakukan secara konsisten dalam kehidupan. Menurut pangeran Djati Kusumah, Pikukuh Tilu adalah sebuah ketentuan dan kenyataan yang sudah melekat pada diri manusia sejak manusia lahir. Oleh karenanya manusia dituntut untuk mengetahuai dan menyadarinya. Namun sebenarnya kitab ini tidak terlalu diketahui banyak oleh orang lain, seperti yang dikatakan oleh Pak Maulana: Kalo kita kan punya kitab ya, kalo mereka katanya sih punya. Namanya Pikukuh Tilu.134

134 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.35

Page 132 of 203

Penganut ADS tidak memiliki kitab suci “resmi” tertulis, tetapi mereka mempunyai kitab hayat, ayat titis tulis menjadi panduan kehidupannya penganut. Ada be- berapa konsep kunci dalam ADS yang sangat membantu dalam memahami pikuku tilu. Di antara konsep tersebut adalah Tuhan, manusia, dan manusia sejati. Tuhan dalam keyakinan ADS ada di atas segala-galanya. Tuhan adalah maha esa, maha kuasa, maha adil maha pengasih, maha penyayang, maha murah, dan maha bijaksana. Tuhan tidak dapat dipisahkan dengan ciptaan-Nya terutama dengan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Penganut ADS menye- but Tuhan dengan Gusti Sikang Sawiji-Wiji. Wiji artinya inti, inti kelangsungan ke- hidupan di dunia. Tuhan ada dalam setiap entitas yang ada, keesaan Tuhan ada dalam setiap ciptaannya. Tuhan adalah penyebab keberadaan mansia di muka bumi. Pengnut ADS meyakini bahwa manusia dan Tuhan adalah manunggal. Ma- nunggal artinya tidak ada keterpisahan antara Tuhan sebagai pencipta dan manu- sia sebagai ciptaan-Nya. Penganut ADS meyakini bahwa mansuia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Mereka meyakini bahwa Tuhan, manusia, dan alam pada hakikat manunggal. Manunggal dalam pengertian tunggalnya bukan satu dan pisahnya tidak menjadi dua. Tunggal bukan dalam artian nungelis, sendiri. Tetapi manunggal. Selalu ada keterkaitan dengan selain-Nya di jagat raya. Tuhan ada dalam setiap entitas Seren Taun Sebagai Upaya Pelestarian Adat Pada dasarnya Upacara Seren Tahun adalah upacara syukur panen padi yang dilaksanakan masyarakat Sunda khususnya di wilayah Desa Adat Sunda. Di Kuningan sendiri, upacara ini dilakukan oleh komunitas masyarakat di Desa Cigugur. Upacara Seren Taun di Desa Cigugur Kuningan dilaksanakan pada tang- gal 22 Bulan Rayagung dan dipusatkan di Pendopo Paseban Tri Panca Tunggal tempat kediaman Pangeran Djatikusumah yang dibangun pada 1840. Bulan Raya- gung adalah bulan terakhir dalam penanggalan kalender Sunda kuno. Dalam perayaan Seren Taun ini pun juga semua golongan hadir, dengan masing- masing berlatar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda hadir untuk bekerja sama mensukseskan acara ini. Mereka bersatu menyaksikan upacara ta- hunan ini dengan penuh hikmat. Namun, makna yang mereka dapat dari perayaan ini pun berbeda-beda dipengaruhi dengan pengalaman agama mereka masing- masing. Pada Seren Taun yaitu pelestarian budaya-budaya Sunda Wiwitan dil- aksanakan dengan rangkaian penampilan kesenian dari pada pengisi acara, selain itu hasil interaksi antar manusia dengan alam yang telah memberikan banyak anu- gerah dengan tumbuhnya padi dengan subur dan bahan makanan lainnya. Serta wujud dari rasa syukur atas limpahan rezeki yang diperoleh. Hal ini sebagai menunjukan nilai kearifan lokal dari Sunda Wiwitan yaitu nilai kemanusiaan yang penuh dengan toleransi.

Gambar 8. 2 Acara Seren Taun

Page 133 of 203

Sumber: googleimage.com

Upacara Seren Taun sarat akan nilai-nilai sakral, budaya, kesenian dan pendidi- kan. Seren Taun merupakan salah satu warisan budaya masyarakat agraris Jawa Barat sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME atas hasil panen dalam setahun. Upacara Seren Taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi untuk disimpan ke dalam lumbung atau dalam bahasa Sunda disebut leuit. Seperti yang dikatakan oleh Pak Malki: iya disini masih ada upacara Seren Taun. Semua warga nyumbang hasil padi Padinya 22 kwintal, ga lebih ga kurang. Habis itu nanti dilakukan upacara, padinya nanti dibagikan pada yang kurang mampu.135 Padi yang ditumbuk pada puncak acara yaitu sebanyak 22 kwintal dengan pem- bagian 20 kwintal untuk ditumbuk dan dibagikan kembali kepada masyarakat dan 2 kwintal digunakan sebagai benih. Kegiatan ini pun dijadikan sebagai ajang mem- pererat tali silaturahmi sesame warga Cigugur. Yang menghadiri acara ini pun bukan hanya ADS, warga non ADS pun banyak yang menghadiri kegiatan ini. Respon Adaptif Warga Sekitar Terhadap Komunitas ADS Cigugur adalah sebuah Desa di lerang Gunung Ciremai, Cigugur terletak di Kabu- paten Kuningan, Jawa Barat. Pada tahun 1848 di tempat ini berdiri sebuah aliran kepercayaan yang dikenal dengan ADS atau dikenal pula sebagai Madraisme mengambil nama pendirinya, Pangeran Madrais Alibasa Widjaja Ningrat, yang di- percaya sebagai keturunan Sultan Gebang Pangeran Alibasa I. ADS atau yang dikenal dengan Sunda Wiwitan ini adalah agama atau kepercayaan yang dianut oleh sebagian warga Cigugur, Sunda Wiwitan ini adalah budaya leluhur yang dilestarikan oleh warga asli Desa Cigugur maupun pendatang, Wiwitan sendiri memiliki arti leluhur jadi dapat diartikan bahwa Sunda Wiwitan yaitu leluhur Sunda. Secara umum di daerah kuningan ini banyak ditemukan benda-benda purbakala sehingga membuat daerah Kuningan ini disebut sebagai kampung tua, disebut se- bagai kampung tua karena ditemukan situs purbakala Cipari berumur 2000-3000 sm di kampung Cipari yang letaknya bergandengan dengan Desa Cigugur dan juga ditandai dengan adanya peradaban karena adanya masyarakat, Cigugur juga

135 Hasil wawancara dengan Pak Malki pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00

Page 134 of 203 dikenal sebagai Desa padaran karena pada masa itu tinggallah seorang wali ber- nama Ki Gede Padaran. Gambar 8. 3 Desa Cigugur dan Situs Purbakala Cipari

Sumber: www.googleimage.co.id

Warga Cigugur dalam menjalani kehidupannya dalam aspek hubugan sosial antar sesama umat menekankan kepada aspek perilaku artinya jika menjalin hubungan baik dengan sesama umat manusia itu merupakan ibadah menurut kepercayaan mereka, karena mereka mempercayai bahwa budi luhur atau pekerti manusia da- lam menjalin hubungan sosial sesama manusia dapat berjalan dengan baik itu merupakan sebuah ibadah, dan memang mereka penganut kepercayaan Sunda Wiwitan atau yang disebut sebagai penghayat sangat menekankan sekali aspek berprilaku atau budi pekerti. Keberadaan ADS ini banyak sekali mendapat rintangan pasalnya stereotif yang di tunjukan untuk Cigugur ini adalah agama yang menyesatkan, menurut ibu Ratu Dewi Kanti sebagai keturunan dari pangeran Ali- basa, beliau menjelaskan bahwa Sunda Wiwitan adalah suatu usah untuk me- lestarikan nilai leluhur daerah kuningan Jawa Barat tetapi dibalas dengan stig- manisasi bahwa Sunda Wiwitan agama baru aliran menyesatkan. Pada tahun 1960 masyarakat Sunda Wiwitan berbondog-bondong pindah keya- kinan menjadi Katolik hal ini disebabkan banyaknya rintagan yang di rasakan oleh warga Sunda Wiwitan karena pada saat itu negara tidak menghiraukan keberadaan kepercayaan tersebut. Mereka berpindah kepercayaan menjadi Katolik karena pemimpin penggagas Sunda Wiwitan berpindak kepercayaan men- jadi Katolik, dengan analogi “berteduh dibawah cemara putih” yang artinya dimana masalah diibaratkan sebagai hujan turun lalu umat manusia di ibaratkan sebagai pengendara motor di perjalanan yang sedang berlindung dari hujan tersebut, setelah hujan berhenti pengendara dapat melanjutkan kembali perjalanan mereka artinya disini akibat banyaknya rintangan yang di alami oleh ADS mereka berteduh di dalam kepercayaan Katolik setelah itu pada tahun 1980 mereka kembali kepada kepercayaan Sunda Wiwitan dan memperjuangkannya samapai sekarang sebagai kepercayaan yang diakui oleh negara. Hal ini menyebabkan adanya multi agama yang timbul di daerah Cigugur, dari mu- lai ADS itu sendiri, Katolik, Islam, protestan, dan hindu, tetapi meskipun banyaknya

Page 135 of 203 agama yang dianut oleh masyarakat di Desa Cigugur, tidak membuat mereka ber- konflik satu sama lain karena memang para penghayat menjaga sekali hablumi- nanas mereka sebagai umat beragama. Memang tidak dipungkiri konflik pasti selalu ada, kang Yayan sebagai warga Cigugur beliau adalah seorang pendeta protestan, menjelaskan bahwa didalam kehidupan tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan konflik akan selalu ada tetapi konflik yang terjadi di Desa Cigugur ini bukanlah bersangkutan dengan kepercayaan atas keyakinan yang dianut oleh warga Cigugur yang multi tersebut melainkan lebih kepada konflik permasalahan inti keluarga seperti warisan keluarga. Seperti yang diutarakan kang Yayan pendeta Kristen Protestan: Memang de, di Desa Cigugur ini multi agama bahkan disini didalam satu keluarga pun mereka multi agama ada, tetapi kerukunan antara umat be- ragama, antara sesama manusia sangat kami junjung tinggi terbukti mes- kipun banyaknya agama yang dianut diDesa ini tidak membuat kami ber- konflik. Memang yang namanya konflik akan selalu ada tetapi konflik yang terjadi disini bukanlah tentang keyakinan kami tetapi lebih kepada konflik inti keluarga seperti warisan. Seperti saya, saya ini warga Cigugur saya sebagai pendeta Kristen protestan saya menjalin hubungan baik dengan paseban dengan kang Ira, dengan pak Wono sebagai pemuka agama Is- lam kami sama-sama menjaga kerukunan dan keamanan Desa Cigugur ini, saya pernah menjadi wakil ketua di acara Seren Taun.136 Faktor mendalam yang membuat warga beragama di Desa Cigugur ini akur yakni pertalian darah faktor mendalamnya ialah adat istiadat, kerifan lokal, seperti acara pernikahan, acara pemakaman meskipun mereka berbeda keyainan tetapi mereka tetap saling membantu bergotong royong. Di Desa Cigugur ini ada acara tahunan yaitu acara syukuran panen hasil bumi yang disebut Seren Taun, meskipun seba- gian warga ada yang menganggap bahwa acara Seren Taun ini sudah beralih menjadi acara keagamaan paseban yakni keyakinan Sunda Wiwitan tetapi warga lain masih terlibat andil di acara tersebut seperti kang Yayan beliau warga asli Cigugur sebagai pendeta protestan beliau bahkan pernah menjadi wakil ketua di acara Seren Taun dua tahun yang lalu beliau berpendapat meskipun saat ini ada anggapan bahwa Seren Taun menjadi acara keagamaan dari keyakinan Sunda Wiwitan tetapi beliau memaknainya dengan bijaksana bahwa ini pun acara kami bersama sebagai warga Cigugur, bahwa sebagai generasi penerus mereka harus melestarikan kebudayaan ini dengan ikut berperan serta dalam acara meskipun didalamnya terdapat ritual keagamaan tetapi beliau tidak mengusik kesakralan acara tersebut. Seperti yang dikatakan kang Yayan: Saya berperan serta dalam acara Seren Taun saya mengganggap bahwa ini merupakan kebudayaan kami bersama meskipun kami berbeda keya- kinan dan Seren Taun ini di pegang oleh paseban kalau di dalam acaranya sedang dilakukan ritual keagaman, saya tidak mengusik kehusyuk’an acara tersebut saya berpartisipasi menjaga keamanan dengan prinsip itu- lah saya berpandangan terhadap Seren Taun, paseban dan Sunda Wiwitan.137

136 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 10.38 137 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 11.00 Hasil wawancara dengan Kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 17.50

Page 136 of 203

Acara Seren Taun ini adalah acara syukuran hasil panen bumi sebagai masyara- kat agraris kepada sang maha kuasa bahwa sanya mereka diberikan hasil bumi yang melimpah yang mesejakterakan kehidupan mereka, acara ini dilaksanakan setiap tanggal 22 Rayaagung. Seperti yang diutarakan oleh Kang Ira: tanggal 22 tersebut di pilih dari kalender Sunda acara syukuran ini dil- akukan satu minggu full dengan serangkaian acara di dalamnya, acara ini dilakukan dengan mengadakan doa bersama festival budaya dan kesenian Sunda daerah kuningan Desa Cigugur jawa barat.138 Di dalam prosesi acara syukuran Seren Taun pada tanggal 22 Rayaagung sebagai puncak acara yakni acara penumbukan padi, selain membawa hasil panen bumi seperti padi, buah-buahan, dan sayur mayur untuk diarak oleh warga di dalamnya juga terdapat acara seperti festival budaya dan kesenian seperti damar sewu tari, pesta dadung, diadakan juga dialog masyarakat dan petani, diadakan doa ber- sama di gedung paseban dilanjut dengan tariaan Pwah Aci, lalu adanya acara enumbukan padi dan ditutup dengan penas senit penutup yang dilakukan di taman sari paseban. Sebagai rangkaian upacara prosesi syukuran hasil panen bumi yang melimpah kepada sang maha kuasa dan juga sebagai kegiatan hubungan manu- sia dengan penciptanya serta manusia dengan sesama mahluk alam lainnya dan hubungan baik manusia dengan manusia melalui kegiatan sosial, budaya dan pen- didikan yang di balut dalam acara syukuran Seren Taun tersebut. Gambar 8. 4 Upacara Seren Taun Desa Cigugur

Sumber: www.googleimage.co.id

Di Cigugur sendiri selain acara Seren Taun terdapat acara prosesi pekawinan di adat Sunda Wiwitan seperti proses toto’ongan, proses masaran yaitu diberikanya petuah dari sepuh adat pusat atau daerah dan juga ada proses nyereuhan yaitu melamar. Selain prosesi adat perkawinan ada juga prosesi adat kelahiran yakni diberikan petuah-petuah, pada proses kelahiran sebelum lahir diberikan petuah yakni harus menjaga pola makan, pola pikir, pola rasa. Setelah proses kelahiran ada proses pendidikan bahwasanya seletah lahir orang tua harus menjaga uca-

Page 137 of 203 pan, perbuatan, karena mereka para penghayat mempercayai bahwasanya per- ilaku-perilaku buruk yang di lakukan orang tua dapat berimbas kepada anaknya. Seperti Kang Ira utarakan: Pada saat si ibu sedang hamil gitu yah, mereka harus menjaga ucapan, perbuatan karna secara gak langsung bisa berimbas kepada si janin, ini tidak tahayul bisa di teliti secara ilmiah berhentinya sepersekian detik saraf motoric janin ia sensitive misal jika melihat ayam sedang di potong dilihat nih sama ibu hamil ini sensitive nih peka bisalah berimbas kepada si janin nantinya entah perilaku apanya lah.139 Selanjutnya ada prosesi kematian atau pemakaman di Desa Cigugur di dalam adat Sunda Wiwitan jasad yang hendak di kebumikan di kenakan pakaian adat baik untuk pria maupun untuk wanita, lalu jasad di masukan ke dalam peti sebelum di kebumikan mereka beranggapan bahwa hal ini dilakukan untuk menghormati sang jasad, setelah itu didoakan nya sang jasad dengan doa pangjajat dengan harapan agar roh lapang jalannya kembali ke sang pencipta dan tidak gentayangan. Kem- bali lagi mengingat bahwasanya Desa Cigugur merupakan Desa yang multi agama jika dilakukannya prosesi-prosesi seperti pernikahan kelahiran dan pemakaman seluruh warga gotong royong membantu prosesi tersebut tidak terkecuali yang berbeda keyakinan, karena mereka berhubungan baik. Seperti dilakukannya pros- esi pemakaman untuk penghayat warga berkumpul membatu dan mendoakan sesuai kepercayaan masing masing lalu diakhiri dengan ketentuan secara Sunda adat Sunda Wiwitan. Di Cigugur sendiri, Sunda Wiwitan sebagai sebuah aliran kepercayaan yang dianut sebagian masyarakat Cigugur memiliki bangunan yang dijadikan tempat sakral un- tuk berkumpul beribadah dan bermusayawarah kepercayaan Sunda Wiwitan, yaitu paseban, paseban sendiri berada di Desa Cigugur tepat berdiri di pinggir jalan utama dan berseberangan dengan sekolah menengah pertama tri mulya, dimana smp ini di peruntukan untuk penghayat artinya banyak anak-anak dari ke- percayaan Sunda Wiwitan yang bersekolah di smp tri mulya tersebut tetapi di smp tri mulya itu tidak semua murid dengan kepercayaan Sunda Wiwitan tetapi dengan kepercayaan lain seperti Katolik, Islam, dan protestan pun ada di dalamnya dan juga anak-anak yang bersekolah di smp tri mulya tidak hanya warga penghayat asli Cigugur melainkan pendatang seperti dari daerah tasik, garut yang memang memiliki kepercayaan sebagai Sunda Wiwitan dan bersekolah di smp tri mulya tersebut. Jadi Sunda Wiwitan sebagai kepercayaan ini adalah sebuah masyarakat yang berada pada sebuah ruang yang sangat terbuka dengan berbagai pengaruhnya. Seperti yang diutarakan Kang Ira: Saya sama bapak saya, kakak saya dua, cewe yang cowo sudah mening- gal ada ade cewe, bapak kan gak begini hey kalian semua wajib harus mendahului paseban. Engga bapa membebaskan, Cuma kalo kesaya ke anak cowo si bapak agak beda dikit gitu, secara khusus pun dia Cuma gobrol dikit bapak mah Cuma amanat nanti kalau sudah besar jangan melupakan paseban.140

139 Hasil wawancara dengan kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 18.20

140 Hasil wawancara dengan kang Ira pada tanggal 5 November 2016 pukul 18.40

Page 138 of 203

Paseban sebagai ruang yang sangat terbuka membantu baik itu umat Katolik kah, Islam kah, protestan kah banyak dari mereka yang “sebah bakti” kepada paseban artinya jika warga meminta bantuan, dan di bantu, jadi diharapkan agar siapapun itu yang pernah datang ke Desa Cigugur ke paseban mempunyai pemahaman bahwa pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan menjunjung budaya masing-masing dalam keragaman jadi pada akhirnya dapat menjadi tem- pat pertemuan antar suku, antar agama dan dapat bertoleransi. Dari awal kemunculan aliran kepercayaan ini memang mendapat kan banyak rintangan pasalnya aliran kepercayaan ini memiliki maksud untuk melestarikan bu- daya leluhur tanah Djawa Sunda Desa Cigugur tersebut. Tetapi dalam perjalan- annya Sunda Wiwitan ini mendapatkan stigmanisasi sebagai agama baru aliran sesat, dengan maksud berteduh dikala hujan para penghayat berlindung di dalam kepercayaan Katolik tetapi para penghayat tetap memperjuangkan ADS ini, pada tahun 1980 mereka kembali kepada Sunda Wiwitan dan memperjuangkan keberadaannya agar diakui oleh negara demi menjaga budaya leluhur tanah Djawa Sunda tersebut. Respon Resisten Warga Sekitar Cigugur Terhadap Komunitas ADS Sejak sebagian besar pengikut ADS berpindah agama menjadi pemeluk Agama Kristen Katolik. Sebagian kecilnya memeluk Agama Kristen Protestan dan Agama Islam. Dari sinilah sedikit demi sedikit mulai timbul rasa enggan empati dari warga Katolik terhadap pengikut ADS, walaupun tak begitu mencuat ke publik, namun dari penuturan salah satu narasumber kami yaitu Bapak Maulana selaku pengurus serta sekertaris gereja Katolik Desa Cigugur, beliau pribadi mengkritik keras sikap pengikut ADS yang seakan-akan mempermainkan agama. Seperti yang beliau ka- takan: sebenarnya kami pemeluk Katolik punya pengalaman pahit, dimana waktu dulu mereka berbondong-bondong keluar dari agama kami. Walaupun itu udah lama, rasa sakit itu masih ada. Seakan mereka mempermainkan agama kami, mereka hanya menjadikan agama kami sebagai persingga- han.141 Berpindahnya kembali pengikut ADS dari Katolik ke Sunda Wiwitan menjadi per- tanyaan besar bagi pada warga Katolik. Ada perasaan yang begitu menyakitkan bagi mereka, ADS terkesan mempermainkan agama mereka hanya untuk berlin- dung dari hal-hal yang mengancam. Setelah Katolik menerima ADS untuk bergabung, entah mengapa mereka para penghayat kembali lagi berbondong- bondong membangun ADS. Meskipun masih ada beberapa dari mereka yang ber- tahan di agama Katolik. Menurut bapak Maulana, banyak nilai-nilai Sunda Wiwitan yang sama dengan Katolik salah satunya ialah tentang perkawinan, yaitu perkawinan sekali seumur hidup, nilai-nilai kasih dan masih banyak lagi. Ini menjadi dasar sejarah bagaimana dahulu Tedjabuana yang mengingat pesan Madrais yang telah menyelamatkan pengikut ADS dari segala macam bahaya pada masa itu. Terkait anggapan bahwa Gereja Katolik ingin bersaing untuk mengadakan Misa’ Seren Taun sebagai tandingan dengan Seren Taun yang diadakan oleh Paseban

141 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.00

Page 139 of 203 itu adalah anggapan yang salah. Pengadaan seren taun yang diadakan dianggap sebagai sarana untuk mengakomodir agar umat Katolik dapat tetap memanjatkan syukur terhadap Tuhan dengan cara mereka. Seperti yang diutarakan Bapak Mau- lana: Suka terdengar isu bahwa kita ingin buat seren taun saingan sama Passeban, padahal mah ya tidak. Kita hanya mencari cara bagaimana agar umat kami dapat tetap memanjatkan syukur dengana cara agama kami, namun tidak meninggalkan budaya kami. Kita juga tetap memasukan bu- daya-budaya yang ada, dengan diringi alat musik khas sunda yang ada.142 Gambar 8. 5 Alat Musik Sunda di Gereja Katolik

Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)

Disadari ataupun tidak untuk mempertahankan ADS yang sekarang di Desa Cigugur sangatlah tidak mudah, dengan berkurangnya penerus ADS yang seba- gian besar sudah mulai sadar akan kebutuhan beragama, dengan alasan tersebut banyak anak-anak yang menetap dan meninggalkan Sunda Wiwitan walaupun secara garis keturunan mereka termasuk kedalam garis keturunan ADS. Dengan membiarkan anak-anak pengikut ADS bebas memilih agama mereka sendiri, ini seakan-akan menjadi bumerang pribadi akan keberlangsungan ADS di Desa Cigugur, bahkan sekarang banyak terlihat anak-anak pengikut ADS yang bukan asli dari Desa Cigugur, melaikan pengikut ADS yang dari luar Desa Cigugur yang menitipkan anaknya untuk belajar di Desa Cigugur. Ini pun menjadi permasalahan bagaimana nanti keberlangsungan penerus ADS kedepannya, walaupun terlihat “adem ayem” saja di publik namun inilah fakta lapangan yang kami temukan. Ban- yak faktor yang mempengaruhi salah satu contohnya ialah kemudahan dalam pen- gurusan surat-surat di ruang lingkup pemerintahan dan sudah mulai terbukanya pandangan-pandangan akan pengertian agama sesungguhnya setelah para pengikut ADS memasuki Katolik.

142 Hasil wawancara dengan Pak Maulana pada tanggal 4 November 2016 pukul 14.15

Page 140 of 203

Respon menolak yang secara tersirat pun dilakukan oleh salah satu pemuka agama Islam yang tinggal di Cigugur yaitu Pak Wono. Beliau merupakan anak dari pemuka agama Islam pertama yang ada di wilayah itu. Ia mengatakan bahwa seringkali tamu-tamu yang datang ke Cigugur adalah orang-orang penting yang memberikan dana untuk warga Paseban, sehingga warga yang beragama Islam merasa dibedakan dan keluarga Paseban terlalu di istimewakan. Seperti yang be- liau katakan: Banyak orang-orang penting yang datang ngasih dana ke mereka. Orang yang datang kesini juga jarang ada yang ke masjid. Biasanya kalo kesini ada keperluan dengan paseban saja.143 Dahulunya warga Cigugur mayoritas pemeluk agama Islam. Dahulu juga sebenarnya Paseban merupakan sebuah pesantren. Madraispun merupakan pemeluk Islam, namun perkembangan dan perubahan pun mulai terjadi. Setelah berubah kepemimpinan akhirnya terjadi perubahan cara pemimpinan hingga akhirnya menjadi seperti saat ini. Hubungan Pak Wono dengan keluarga Paseban tergolong baik, namun ia tidak terlalu berpartisipasi banyak dalam perayaan Seren Taun, ia hanya mengikuti rangkaian-rangkaian yang baginya masih boleh diikuti. Kerukunan di Desa Cigugur Desa Cigugur merupakan daerah dengan komposisi agama yang cukup beragam. Selain itu, yang menjadi ciri khas Desa ini ialah keberadaan Paseban Tri Panca Tunggal yang menjadi tempat bernaung bagi para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Istilah Penghayat sendiri adalah istilah awam yang diberi- kan kepada mereka para penganut agama lokal di Jawa Barat yaitu Sunda Wiwitan. Meskipun Desa Cigugur memiliki masyarakat yang multi etnis, kerukunan di Desa ini tetap terjaga dengan baik. Hal ini dapat tercermin dari kegiatan Seren Taun yang rutin setiap tahun dijalani dan melibatkan hampir seluruh masyarakat Cigugur. Kerukunan yang terjalin di Desa Cigugur ini terjadi karena antara masyarakat Cigugur dan penghayat kepercayaan sama-sama memegang teguh rasa toleransi diantara mereka sehingga terjalin suatu hubungan yang baik. Pelaksanaan ritual keagamaan cukup kental, bahkan segala sesuatu yang dilaksanakan oleh masyarakat biasanya dihubungkan dengan nilai-nilai agama. Sarana-saran peribadatan pun cukup lengkap, terlihat dari banyaknya jumlah rumah-rumah iba- dah di Desa Cigugur. Setidaknya ada enam masjid, sembilan langgar, dan dua buah gereja di Desa ini. Bagi masyarakat Cigugur, hidup berdampingan dan bertetangga dengan pemeluk agama yang berbeda bukan merupakan sebuah masalah. Bahkan tidak jarang da- lam suatu keluarga terdapat beberapa keyakinan yang dianut tanpa ada konflik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini merupakan perwujudan dari nilai yang dianut oleh masyarakat adat Cigugur yaitu, “meskipun tidak sepengakuan yang penting sepengertian”. Selain itu, kerukunan di Desa Cigugur juga dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu hubungan pertalian darah, adanya sikap saling menghargai dan menghormati, dan yang terakhir sikap gotong royong yang melekat erat di masyarakat Cigugur.Faktor yang pertama adalah hubungan pertalian darah. Dari hasil temuan di lapangan dapat dikatakan bahwa faktor pertalian darah cukup ber- pengaruh di masyarakat Cigugur. Pada dasarnya, sebagian besar masyarakat

143 Hasil wawancara dengan Pak Wono pada tanggal 4 November 2016 pukul 16.35

Page 141 of 203 disini masih diikat oleh ikatan tali kekeluargaan, yang apabila ditarik garis keturun- annya, akan ditemui kesamaan. Setidaknya itulah yang diutarakan oleh Kang Yayan: Desa Cigugur ini, mau blok manapun, bisa diurut masih punya silsilah hub- ungan kekerabatan. Ada yang karena pernikahan jadi masuk Islam, ada yang karena hubungan sosial harus berpindah agama, itu adalah hal yang wajar disini...144 Ikatan pertalian darah yang ada memiliki hubungan yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam keluarga besar terlihat bahwa terjadi suatu perbedaan dalamsegi keyakinan. Dengan adanya perbedaan-perbedaan keyakinan tersebut maka tidak bisa dipungkiri bahwa akan muncul suatu konflik. Tetapi konflik-konflik yang di- latarbelakangi oleh perbedaaan-perbedaan keyakinan ini bisa diredam karena danya ikatan pertalian darah ini. Dengan demikian terlihat bahwa ikatan kekeluar- gaan ini memiliki faktor penting yang mempengaruhi kerukunan di Desa Cigugur. Faktor yang kedua adalah adanya sikap saling menghormati dan enghargai antar umat beragama. Masayarakat Cigugur menciptakan suasana yang tertib, aman dan rukun dalam kehidupan beragama karena masayrakat selalu memupuk sikap saling menghormati dan menghargai antar umat beragama yang berbeda. Hal ini terlihat dari berbagai sikap atau perilaku yang mereka tanamkan seperti mengem- bangkan sikap-sikap terpuji yang mencerminkan sikap saling menghormati dan menghargai sesama pemeluk agama. Mereka tidak memaksakan suatu agama kepada orang lain, hal ini disebabkan karena keyakinan beragama merupakan ma- salah pribadi yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan yang mereka yakini. Dengan perilaku tersebut, kehidupan beragama yang tertib, aman dan rukun dapat tercapai. Faktor yang terakhir adalah gotong royong. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak lepas dari ketergantungan kepada orang lain. Sejak lahir manusia memerlukan bantuan dan kerja sama orang lain. Karena kondisi seperti itulah manusia harus melatih diri sejak dini untuk menjalin hubungan baik dengan orang lain dan bekerja sama dalam menyelesaikan pekersaan atau suatu masa- lah. Masyarakat Desa Cigugur disini secara umum masih memegang teguh nilai-nilai adat istiadat nenek moyang secara utuh. Seperti halnya gotong royong, masyara- kat disini selalu mengerjakan semua hal dalam bentuk kerja sama baik yang ber- sifat pribadi maupun sosial kemasyarakatan. Prinsip hidup seperti inilah yang ter- lihat di masyarakat Desa Cigugur. Yang mana gotong royong menjadi suatu tradisi masyarakat setempat dan merupakan suatu elemen yang berkembang dari waktu ke waktu. Gotong royong inilah yang menjadi satu faktor pendorong terwujudnya suasana yang harmonis di masyarakat Desa Cigugur. Menurut bapak Maulana, banyak nilai-nilai Sunda Wiwitan yang sama dengan Katolik salah satunya ialah tentang perkawinan, yaitu perkawinan sekali seumur hidup, nilai-nilai kasih dan masih banyak lagi. Ini menjadi dasar sejarah bagaimana dahulu Tedjabuana yang mengingat pesan Madrais yang telah menyelamatkan pengikut ADS dari segala macam bahaya pada masa itu. Disadari ataupun tidak untuk mempertahankan ADS yang sekarang di Desa Cigugur sangatlah tidak mudah, dengan berku- rangnya penerus ADS yang sebagian besar sudah mulai sadar akan kebutuhan

144 Hasil wawancara dengan Kang Yayan pada tanggal 5 November 2016 pukul 12.00

Page 142 of 203 beragama, dengan alasan tersebut banyak anak-anak yang menetap dan mening- galkan Sunda Wiwitan walaupun secara garis keturunan mereka termasuk kedalam garis keturunan ADS. Dengan membiarkan anak-anak pengikut ADS bebas memilih agama mereka sendiri, ini seakan-akan menjadi bumerang pribadi akan keberlangsungan ADS di Desa Cigugur, bahkan sekarang banyak terlihat anak-anak pengikut ADS yang bukan asli dari Desa Cigugur, melaikan pengikut ADS yang dari luar Desa Cigugur yang menitipkan anaknya untuk belajar di Desa Cigugur. Ini pun menjadi permasalahan bagaimana nanti keberlangsungan penerus ADS kedepannya, walaupun terlihat “adem ayem” saja di publik namun inilah fakta lapangan yang kami temukan. Banyak faktor yang mempengaruhi sa- lah satu contohnya ialah kemudahan dalam pengurusan surat-surat di ruang ling- kup pemerintahan dan sudah mulai terbukanya pandangan-pandangan akan pengertian agama sesungguhnya setelah para pengikut ADS memasuki Katolik. Soal kerukunan di Desa Cigugur tidak diragukan kembali keutuhannya, bahkan menyangkut soal kerusuhan demo yang ada di DKI Jakarta warga Desa Cigugur pun ikut membahas dengan tokoh-tokoh Desa Cigugur itu sendiri, tutur bapak Maulana. Tidak ada yang mempermasalahkan keberadaan ADS selagi itu meyangkut tradisi/kebudayaan khususnya Desa Cigugur. Penutup Uraian diatas telah memberikan sedikit gambaran mengenai Sunda Wiwitan sebagai salah satu kepercayaan masyarakat Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat. Sunda Wiwitan merupakan budaya leluhur tanah djawa Sunda yang hendak dilestarikan oleh masyarakat Desa Cigugur kuningan Jawa Barat, sebagai generasi penerus saat ini. Sunda Wiwitan sendiri merupakan aliran kepercayaan yang di hayati oleh sebagian masyarakat Cigugur yang mana dengan maksud sebagai upaya pelestarian budaya yang diturunkan oleh pangeran Alibasa I. Skema 8. 2 Hubungan Pikukuh Tilu dalam Kehidupan Masyarakat ADS

ADS reborn (1980)

Respon Respon Pikukuh Tilu Adaptif Resisten Seren Taun

Kerukunan Warga Cigugur

Sumber: Analisis Kelompok (2016) Aliran kepercayaan atau agama yang terdapat di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat ini tidak hanya Sunda Wiwitan melainkan multi agama, artinya disana berkembangan agama-agama dan kepercayaan seperti Islam, Katolik, hindu, dan kristen. Walaupun Desa Cigugur tersebut multi agama tetapi kerukunan dan kedamaian antar umat beragama sangat rukun terjalain dengan baik, di Desa Cigugur sendiri memiliki kebudayaan daerah seperti upacara Seren Taun, yakni

Page 143 of 203 upacara yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada sang maha kuasa atas panen hasil bumi yang melimpah sebagai daerah agraris, upacara yang dilakukan ini bukan hanya bertujuan sebagai rasa syukur tetapi juga untuk melestarikan kebudayaan daerah serta menjaga silaturahmi atau hubungan baik sesama masyarakat Cigugur kuningan jawa barat. Keberagaman yang terdapat di Desa Cigugur ini membuat masyarakatnya menjaga kerukunan didalam keberagaman tersebut.

Daftar Pustaka Mulid, Ahmad Syafii. 2012. Dinamika Perkembangan Sistem Kepercayaan Lokal di Indonesia. Jakarta: Kementrian Agama RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan

Page 144 of 203

Kushendrawati, Selu Marghareta. 2010. Komunitas Agama Djawa Sunda: Sebuah Fenomena Religiositas Masyarakat Di Kuningan Jawa Barat.

Bab 9 Upaya yang Dilakukan Nonoman dalam Keberlanjutan Agama Djawa Sunda

Irzandy Amri Maulana, Putri Nur Octavia, Setya Dewi, Yurika Sevaka Widastuti

Page 145 of 203

Pendahuluan Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai yang memiliki deri- vasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pem- benaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Agama sebagai pedoman yaitu mengarahkan kehidupan sesuai dengan cita-cita agama. Dengan situasi yang tidak pasti agama merupakan kepastian yang membuat tenang. Ter- dapat agama asli Nusantara yang sejak sebelum proklamasi sudah terbentuk yang saat ini disebut agama lokal, agama lokal atau agama tradisional telah ada sebe- lum agama Hindu, Budha, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Islam dan Konghucu masuk ke Nusantara (Indonesia). Indonesia adalah satu bangsa untuk semua suku bangsa dan bangsa yang ada dan hidup di Bumi Nusantara.Semua suku bangsa memiliki kebebasan berke- budayaan demi kemajuan Indonesia yang dimiliki bersama. Aspek berkebudayaan di dalamnya terkandung aspek religius atau aspek berkepercayaan terhadap “Tu- han” yang diyakininya. Jika, kita merujuk pada keanekaragaman kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, berarti kita akan melihat keanekaragaman kepercayaan terhadap Tuhan dengan segala ekpresi budaya spiritual dalam berbagai ritual yang dilakukannya.145 Kesemua kehidupan berkepercayaan itu kemudian dijadikan landasan bersama sebagai bangsa Indonesia dalam kerangka sistem nilai kepercayaan bersama terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di Indonesia, agama lokal sering disebut dengan budaya, adat istiadat dan tradisi ritual, yang dilakukan tidak menonjolkan ataupun diakui oleh penganutnya dalam salah satu dari bagian negara. Kepercayaan lokal merupakan seuatu kesatuan kelompok pemahaman keagamaan yang bersifat lokal. Kepercayaan itu sudah pernah ada dan hingga kini tetap bertahan dan berkembang yang disebarluaskan oleh pendirinya sendiri atau penerusnya. Terdapat banyak aliran kepercayaan di- setiap wilayah Indonesia. Kepercayaan ini tentunya mempunyai namanya sendiri, salah satunya adalah sunda wiwitan. Agama ini juga dikenal sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang).Sunda Wiwitan adalah agama atau ke- percayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Ajaran Madrais be- berapa kali mengalami perubahan nama, yakni Agama Djawa Sunda (selanjutnya ditulis ADS), kemudian berubah menjadi Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (selanjutnya ditulis PACKU) dan terkahir Adat Karuhun Urang (selanjutnya ditulis AKUR) dan sekarang seringkali disebut dengan Sunda Wiwitan. Perubahan terse- but disebabkan karena tekanan dari pihak luar.146 Agama Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para dewata dan hyang dalam pantheonnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.Sunda wiwitan ini berpusat di daerah Cigugur,

145Ira Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan,Kuliah Umum, UNPAR Bandung, 28 April 2014, h. 1 146Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal Di Indonesia, Kementerian Agama Ri Badan Litbang Dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2011, h.21

Page 146 of 203

Kuningan, Jawa Barat. Karena agama Sunda Wiwitan ini dikembangkan oleh Pan- geran Madrais yang berasal dari Cigugur. Skema 9. 1 Pokok-Pokok Ajaran Sunda Wiwitan

Percaya Ka Gusti Sikang Sawiji-wiji

Hirup Kudu Ngaji Badan Silih Tulungan

Hirup Ulah Atur Rukun Pisah di Jeung Sasama Mufakat Bangsa Sumber: Diolah Penulis Bedasarkan Refrensi(2016)147

Percaya Ka Gusti Sikang merupakan bahasa sunda yang berarti percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ngaji Badan yaitu intropeksi atau restropeksi diri, dengan intropeksi diri individu bisa mengetahui apa yang harus dilakukan setiap ada ma- salah yang dating. Akur Rukun Jeung Sasama Bangsa yaitu sebagai masyarakat Sunda Wiwitan harus hidup rukun baik sesame Sunda Wiwitan ataupun dengan kepercayaan lainnya. Hirup Ulah Pisah di Mufakat yaitu megutamakan musya- warah untuk mencapai kemufakatan. Hirup Kudu Silih Tulungan yang artinya hidup harus saling tolong menolong. Terdapat paseban di tengah-tengah masyarakat pemeluk kepercayaan sunda wiwitam. Keberadaan Paseban Tri Panca Tunggal ini menjadi penting untuk melestarikan ajaran-ajaran yang telah ditanamkan para pendahulu.Ritual-ritual penting ajaran komunitas ini berlangsung di komplek Pa- seban. Salah satu kegiatan tahunan yang digelar dengan cukup meriah, dan meli- batkan berbagai komunitas adalah upacara Seren Taun. Kepercayaan sunda wiwitan merupakan ajaran leluhur maka posisinya sangat rentan sekali untuk ter- gerus oleh arus modernisasi di Indonesia. Untuk mengatasi problem tersebut maka dibutuhkan kerja sama yang kuat untuk mempertahankan ajaran dan nilai- nilai leluhur yang ada. Untuk mempertahankan nilai-nilai leluhur dibutuhkan pemuda sebagai pewaris kebudayaan yang bisa menjaga dan mempertahankan kepercayaan sunda wiwitan yang sudah dibentuk oleh Madrais. Pemuda (nonoman sunda) saat ini hanyalah pewaris dari ajaran yang telah dibuat dan penerus kepercayaan dan adat istiadat sunda. Nonoman yang memiliki ke- percayaan Sunda Wiwitan saat ini berjumlah semakin sedikit. Hal ini disebabkan

147 Nuhrison M Nuh, Paham Madrais (AKUR) Di Cigugur Kuningan, h.36

Page 147 of 203 karena berbagai alasan salah satunya pendidikan dan pekerjaan yang mengha- ruskan nonoman memilih agama yang telah diakui oleh negara. Agar adat istiadat bisa terus bertahan dan tidak tergerus oleh zaman maka nonoman harus bisa mempertahankan ajaran dan adat istiadat sunda yang sudah ada sebelum prokla- masi kemerdekaan Indonesia. Peran dari nonoman sangat penting untuk keber- lanjutan kepercayaan ini. Berdasarkan latar belakang diatas, tentunya kami mem- iliki tujuan dari observasi yang dilakukan di masyarakat penghayat agama (Sunda Wiwitan) di Cigugur. Tujuan tersebut antara lain meneliti pandangan kaum muda terhadap keberlanjutan komunitas ADS. Untuk menggali dan mempertajam tujuan penulisan, tulisan ini akan dilengkapi oleh data pendukung yang akan dibagi menjadi beberapa sub pokok pembahasan. Bagian pertama, menjelaskan suatu pengantar menegnai Sunda Wiwitan dan Nonoman sebagai suatu gambaran umum mengenai inti dan tujuan penelitan. Kedua, kondisi geografis wilayah penelitian. Ketiga, menjelaskan tentang proyeksi kaum muda terhadap penganut ADS. Keempat, kegiatan, kontribusi yang dilakukan kaum muda ADS dalam keberlanjutan ADS beserta hambatan yang dialami. Kelima, mengenai keterlibatan kaum muda dalam gerakan-gerakan yang dijalankan oleh penganut ADS. Terakhir, penutup, merupakan bagian yang ter- dapat kesimpulan dari adanya peneltian ini. Data-data didapat dengan cara ber- tanya atau wawancara kepada kaum muda yang menganut ADS dan internet yang diakses dari berbagai website. Dengan demikian informasi yang didapat akan lebih memperjelas analisa penulisan ini. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletaj pada titik koordinat 108o23 o - 108o47 o Bujur Timur dan 6 47 – 7 12 Lintang Selatan. Dilihat dari sisi geografisnya Letak geografis Kecamatan Cigugur terletak pada kordinat 108 o BB-156 o BT, 06,57 o LU-723 o LS. Gambar 9. 1 Lokasi Cigugur

Sumber: Google Maps Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan secara definitif diresmikan pada tang- gal 07 Febuari 1992, berlokasi di kaki gunung Ciremai pada ketinggian 661 meter diatas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 230C sampai dengan 270C sam- pai dengan 270C. Sementara Luas wilayah kecamatan Cigugur ± 3.369.576 ha, dengan batas- batas wilayah sebagai mana berikut ini, Tabel 9. 1 Letak Geografis dan Batas Wilayah Kecamatan Cigugur

Page 148 of 203

Uraian Keterangan 1. Batas Wilayah a. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Kra- b. matmulya c. Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Ka- d. dugede e. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Kecamatana f. Majalengka g. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Kuningan

2. Ketinggian dari Permukaan Laut 661 (mdpl) 3. Luas Kecamatan 3.369.576 Ha 4. Jumlah Penduduk 44.332 Jiwa

Sumber: diolah penulis berdasarkan refrensi148

Proyeksi Kaum Muda terhadap Penganut ADS Ajaran Djawa Sunda merupakan sebuah ajaran yang dianut oleh orang-orang yang berlatar belakang budaya sunda. Dalam hal ini para penganut ADS disebut sebagai seorang penghayat. Pada sub bab ini akan dibahas mengenai proyeksi para pemuda dari penganut ADS terhadap ajaran yang diyakininya. Poyeksi disini meliputi bagaimana pandangan kaum muda mengenai ADS, hubungan kaum muda dengan masayarakat di luar ADS, dan kekahwatiran kaum muda terhadap keberlanjutan ADS. Selain itu pada sub bab ini juga akan terlihat perbandingan antara pandangan kaum muda ADS yang memiliki intelektual menengah dengan kaum muda dengan intelektual yang tinggi. Berbagai pandangan mengenai ADS diutarakan oleh berbagai narasumber yang merupakan kaum muda dari penganut ADS. Salah satunya ialah pandangan bahwa ADS merupakan sebuah keyakinan dan bukan sebuah agama. Seperti yang diketahui bahwa agama di Indonesia yang telah diresmikan terdiri dari enam yakni, Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu, dan Konghucu, dalam hal ini menurut salah satu kaum muda yakni Kang Ari bahwa ADS bukan sebuah agama dan tidak ingin disebut sebagai agama, karena yang dilakukan oleh penganut ADS ialah hanya meneruskan nilai-nilai leluhur dari zaman dahulu dan mengikuti ajaran- ajarannya. Hal tersebut diutarakan oleh Kang Ari sebagai berikut; Sebenarnya ADS itu bukan agama. Kalo agama kan seperti Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Kristen, tapi kalo kitamah penghayat dan tidak mau dise- but sebagai agama, karena kita gak mau dibilang buat agama baru. Kita hanya meneruskan leluhur kita dari zaman dulu yang disebut sunda wiwitan.... ADS kan kebanyakan mengikuti ajaran leluhur, jadi saya merasa sebagai orang sunda, saya dilahirkan di tanah sunda dan saya harus

148http://kec-cigugur.kuningankab.go.id/sites/default/files/halaman-lampiran/PROFIL% 20KECA- MATAN%20CIGUGUR%20TAHUN%20_0.pdf diakses pada tanggal 7 Desember pukul 20.38 wib.

Page 149 of 203

mengikuti peraturan di daerah sunda ini. Kalo orang sunda memiliki adat, nah berarti itu yang harus dijalankan dan dijaga...149 Dari kutipan diatas kita dapat melihat mengapa Kang Ari tidak ingin menyebut ADS sebagai sebuah agama ialah karena dia merasa bahwa ADS ialah sebuah keya- kinan yang diyakini oleh masing-masing individu. Kang Ari merasa dirinya adalah orang Sunda, lahir di tanah sunda, dan tinggal di daerah sunda maka ia merasa berkewajiban untuk mengikuti peraturan dan menjalankan adat yang ada di tanah sundanya. Sebuah keyakinan yakni ADS yang ia jalankan ialah semata-mata un- tuk menghormati dan meneruskan leluhur-leluhur pada zaman dahulu, jadi Kang Ari tidak menganggap bahwa ADS merupakan sebuah agama.Hal yang sama juga diutarakan oleh kaum muda lainnya yakni Kang Jarwan, yang menganggap bahwa ADS merupakan sebuah ajaran leluhur yang harus dilestarikan. Kang Jarwan men- ganut ADS atas dasar kehendaknya sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain. Bahkan saat ini keluarga besarnya menganut agama Islam dan hanya Kang Jar- wan lah yang menganut ADS. Hal tersebut ialah karena Kang Jarwan menyadari bahwa dirinya adalah orang sunda dan menurutnya jika bukan orang-orang sunda yang menjalankan dan meneruskan ajaran ADS lalu siapa lagi yang akan me- lestarikannya. Penuturannya dalam sebuah wawancara ialah sebagai berikut, ADS itu ya bagi saya tuh satu-satunya ajaran leluhur yang harus saya teruskan. Berhubung saya orang sunda, kalau bukan saya dan yang lain yang meneruskan siapa lagi.150 Gambar 9. 2 Wawancara bersama Narasumber Kang Ari dan Kang Jarwan

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Dari berbagai pandangan kaum muda mengenai ADS, rata-rata dari mereka ialah menganggap bahwa ADS ialah sebagai perjuangan untuk tetap mempertahankan dan melestarikan budaya-budaya sunda dari leluhur-leluhur pada zaman dahulu. Mereka para kaum muda ADS merasa bertanggung jawab atas budaya-budaya sunda dan mereka merasa sebagai orang sunda yang lahir dan tinggal di tanah sunda sehingga mereka diharuskan untuk memperjuangkan budaya sunda. Jika orang-orang sunda lainnya hanya sekedar berkata bahwa “sunda adalah budaya

149 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 150 Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban

Page 150 of 203 kita yang harus dilestarikan” tanpa ada tindakan nyata untuk melestarikan, maka para penganut ADS menganggap bahwa mereka benar-benar ada untuk menjaga dan mempertahankan secara turun-temurun budaya sunda dari leluhur-leluhur mereka. Kaum muda ADS pasti juga harus melakukan hubungan sosial dengan masyara- kat sekitarnya yang juga berbeda keyakinan. Di Cigugur merupakan sebuah dae- rah yang masyarakatnya memiliki keyakinan yang heterogen. Dalam hal ini para kaum muda peganut ADS memiliki hubungan yang baik terhadap masyarakat yang ada seperti halnya yang dikatakan oleh Kang Ari yang menyatakan bahwa ia mem- iliki hubungan yang baik dengan masyarakat di sekitar Cigugur dan tidak ada per- lakuan berbeda terhadap dirinya walaupun memiliki keyakinan yang berbeda dari masyarakat kebanyakan, hal itu disampaikan dalam kutipan wawancara berikut, Hubungannya dengan pemuda dan masyarakat lain yang bukan penghayat biasa-biasa saja. Walaupun kita punya keyakinan yang berbeda tapi kita punya tingkah laku yang baik, nanti orang lain akan baik juga ke kita.151 Hal serupa juga dinyatakan oleh Kang Uyan yang merasakan hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar. Menurutnya sebagai manusia yang memiliki adat kita tidak akan menilai golongan seseorang tetapi melihat sebagai manusia. Bahkan menurut penuturannya di keluarganya terdapat anggota keluarga yang beragama Islam dan Katolik dan mereka masih berhubungan dengan baik hingga saat ini. Hal tersebut berdasarkan penuturannya sebagai berikut, Hubungannya baik. Kita mah sebagai masyarakat adat tidak menilai golon- gan tapi melihat sebagai manusia, malahan di keluarga saya juga ada yang Islam ada yang Katolik. Orang dari manapun dan siapapun itu saudara kami, karena sempurna itu dari sejumlah perbedaan yang isa menyatu bareng.152 Berbeda dengan yang dikatakan oleh Kang Kurnia yang mengatakan bahwa ia merasakan perlakuan yang bereda dari masyarakat di sekitarnya. Kang Kurnia merupakan lulusan dari Universitas Cigugur, dan mengambil ju- rusan pendidikan keolahragaan. Kang Kurnia menceritakan pada saat dia mengenyam pendidikan tingkat tingginya banyak perlakuan diskriminatif yang ia rasakan seperti diberikan perkataan yang tidak enak yakni bagong/babi terhadap dirinya, setiap ditanya mengenai alasan kenapa memilih jurusan keolahragaan maka teman-temannya akan mengatakan bahwa Kang Kurnia sudah biasa mengejar bagong/babi, jadi setiap harinya jika menyinggung soal bagong/babi maka semuanya akan tertuju ke Kang Kurnia. Selain itu juga pada saat mengikuti mata kuliah Al-Islamiyah, ia sering dikatakan belum sunat oleh teman-temannya, walaupun dengan nada lelucon tetapi tetap saja Kang Kurnia merasa dirinya diku- cilkan. Hal ini berdasarkan wawancara sebagai berikut, Saya masuk jurusan olahraga. Dulu tuh sempet ditanya kenapa masuk olahraga terus punya kelebihan apa, terus, temen itu bilang bahwa saya itu pelari marathon terus dosennya nanya kenapa bisa jadi pelari marathon,

151 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 152 Wawancara oleh Kang Uyan, (42 tahun) pada tanggal 4 November 2016, pukul 16.26, di Pos Paseban

Page 151 of 203

olahraganya seperti apa. Nah dari sana tuh bilang temen saya bilang kegiatan sehari-hari saya itu memburu bagong, jadi yang bersifat bagong itu langsung semua orang melihatnya ke saya. Oh saya merasa engga enak. Sampe pas pelajaran Al-Islam saya lupa cuma intinya temen itu bilang yang ini tuh belum disunat, sebenernya ini tuh cumin lelucon. Mereka itu bilang sunatnya itu pake gergajih lah apalah, jadi buat bercan- daan. Karena saya cuman sendiri di Muhamadiyah saya tuh ngerasanya gimana gitu jadi merasa dikucilkanlah istilahnya.153 Gambar 9. 3 Wawancara bersama Narasumber Kang Kurnia

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Dari tabel dibawah ini dapat terlihat bahwa hubungan kaum muda yang menganut ADS dengan masyarakat disekitar mereka terjadi perbedaan antara kaum muda yang memiliki tingkat intelektual menengah yakni Kang Ari, Jarwan, dan Uyan, dengan Kang Kurnia yang memiliki intelektual lebih tinggi karena berhasil mengen- yam pendidikan hingga sarjana. Perbedaan perlakuan masyarakat tersebut juga didasarkan pada hubungan yang lebih luas yang dimiliki oleh Kang Kurnia. Ber- beda dengan Kang Ari, Jarwan, maupun Uyan yang hanya lulusan Sekolah menengah, saat ini pun mereka hanya merasakan hubungan sosialisasi dengan masyarakat yang berada di sekitaran Cigugur saja. Sedangkan.Kang Kurnia mem- iliki hubungan diluar masyarakat Cigugur, yakni di sebuah universitas yang terdiri dari orang-orang dari berbagai daerah. Wajar jika Kang Kurnia merasa dikucilkan atau di diskriminasi karena di universitasnya ia merupakan satu-satunya orang yang menganut ADS. Tabel 9. 2 Perbedaan Kaum Muda Intelektual Tinggi dan Kaum Muda Intel- ektual Menengah

153 Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun ) pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Paseban

Page 152 of 203

Kaum Muda Intelektual Tinggi Kaum Muda Intelektual Menengah

Kang Kurnia (24) Kang Ari(32), Kang Pendidikan Jarwan(37), Kang Uyan (42) Pendidikan Universitas Muhammadiyah Cigugur Sekolah Menegah Atas Hubungam sosial kurang Hubungan sosilal dengan baik (Adanya diskriminatif masyarakat baik dan dikucilkan) Lingkup sosial yang lebih Lingkup sosial hanya sekitar luas Cigugur

Sumber: Analisis Penulis (2016)

Mengenai keberlanjutan ADS, para kaum muda ada yang merasakan kek- hawatiran dan ada juga yang tidak merasa khawatir. Mereka yang merasa khawatir ialah karena saat ini jika dilihat kaum muda yang menganut ADS di wilayah Cigugur hanya tinggal beberapa orang saja, bahkan sudah hampir punah. Hal ter- sebut dikarenakan sistem administrasi seperti pembuatan KTP yang dipersulit. Para pemuda pasti memerlukan KTP sebagai sebuah identitas entah untuk mela- mar pekerjaan atau apapun itu, namun karena pada kolom KTP penganut ADS hanya berisi strip (-) maka jarang dari mereka yang diterima untuk bekerja. Jadi, mereka harus mengganti kolom agamanya menjadi salah satu dari agama yang legal di Indonesia. Hal tersebut dinyatakan oleh Kang Jarwan sebagai berikut, Masa depan nonoman bisa dikatakan punah, sebenernya setiap nonoman pasti punya keturunan tapi semakin jarang, jadi kedepannya nonoman ADS semakin punah atau berkurang dikatakan punah karena sekarang kan pekerjaan harus mengisi kolem agama, sedangkan kan ADS ini kolem agama di KTP nya strip, kalo gak ada kolom agama nyari pekerjaan susah. Mungkin kedepannya nonoman di ADS semakin berkurang karena peker- jaan. Tapi kalo masalah dia mengakui sebagai penghayat ya mengakui tapi didalam hatinya.154 Sedangkan kaum muda yang tidak merasa khawatir terhadap keberlanjutan ADS ialah karena menurut mereka keyakinan seseorang tidak akan bisa dipaksakan. Keyakinan merupakan urusan masing-masing individu dan bersifat pribadi. Setiap orang tidak akan bisa memaksakan seseorang untuk meyakini sesuatu. Atas dasar itulah beberapa kaum muda tidak merasa adanya kekhawatiran. Namun, jika membahas mengenai keberlanjutan ADS para kaum muda penganut ADS di Cigugur ini juga tidak dapat memprediksi bagaimana kedepannya. Bertahan atau tidaknya ADS d masa yang akan datang mereka belum bisa mengetahuinya, yang pasti mereka yang sekarang masih menganut ADS akan tetap terus memper- tahankan keyakinannya dan terus memerjuangkan budaya sunda agar tetap terus bertahan. Walapun tidak dipungkiri saat ini arus modernisasi juga membuat para

154 Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban

Page 153 of 203 penganut terutama kaum muda banyak yang tergoyah untuk meninggalkan bu- daya sundanya karena mengikuti perkembagan zaman. Hal inilah yang dinyatakan oleh Kang Ari berikut, Kekhawatiran berlanjutnya ADS itu tergantung sama individu masing-mas- ing, karena kepercayaan kan tidak bisa dipaksakan. Jadi sebenarnya tidak ada kekhawatiran, karena keyakinan kan tergantung pribadi masing-mas- ing. Susah juga memprediksi karena adanya modernisasi, kebanyakan orang sekarang meninggalkan budayanya karena mengikuti zaman. Orang sunda sekarang banyak yang tidak mengerti bahasa sunda, makannya kita harus mejaga kalo ADS ingin tetap bertahan. Ya kalo bisa sih bertahan lah.155 Dari penuturannya tersebut kita dapat melihat bagaimana Kang Ari mengutarakan pedapatnya mengenai modernisasi yag saat ini sedang pesat terjadi yang mengakibatkan banyaknya kaum muda yang telah meninggalkan budaya-budaya sunda dan berpaling untuk mengikuti perkembangan zaman. Dapat dilihat bahwa Kang Ari juga tidak dapat memprediksi bagaimana keberlanjutan ADS nantinya dan hanya dapat berharap bahwa ADS masih akan terus bertahan. Apa yang dikjawatirkan oleh Kang Ari mengenai modernisasi yang semakin pesat dan dapat menggerus budaya-budaya Sunda yang menjadi ciri khas dari ADS sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Talcott Parsons dalam pembahasan mengenai Functionalism: Ethnicity, Modernization and Social Integration, ....the salience of ethnic group identities is a temporary phenomenon, an aberration caused by differentiation tendencies inherent in dramatic social change. Once social change is completed, evolutionary processes will con- tinue as social systems move towards more complex differentiation and a new form of organic solidarity. 156 Dalam kutipan tersebut dapat terlihat bagaimana Parsons berpendapat bahwa kekhasan dari identitas kelompok etnis adalah fenomena yang sementara dan ketika perubahan sosial telah rampung, proses evolusi akan berlanjut sebagai sistem sosial yang terus bergerak kearah yang lebih kompleks diferensiasinya dan sebagai bentuk baru dari solidaritas organik. Parson cenderung melihat modernisasi akan menggerus adanya kekhasan etnis sama seperti anggapan bahwa etnisitas akan menjadi bentuk-bentuk asosiasi modern. Dalam hal ini apa yang dikhawatirkan Kang Ari bisa saja terjadi dimana kaum muda pengaut ADS yang tersisa saat ini akan bergerak mengikuti perkembangan zaman dan melupakan etnis mereka, yang nantinya akan berakhir kepada tergerusnya kekhasan etnis akibat modernisasi yang semakin pesat. Kegiatan, Kontribusi dan Hambatan untuk Mempertahankan Keberlanjutan ADS Suatu kegiatan merupakan sebuah operasi individu yang untuk kegunaannya da- lam penjadwalan dapat dipandang sebagai suatu satuan kegiatan terkecil yang tidak dirinci lagi. Semua individu atau masyarakat mempunyai kegiatan yang

155 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 156 Sinisa, Malasevic, The Sociologi of Etnicity, (London: Sage Publication), 2004, h.55

Page 154 of 203 mencirikan kelompok tertentu. Seperti halnya kelompok penghayat yang mempu- nyai berbagai kegiatan rutin maupun tidak rutin yang dilaksanakan dalam rangka keberlanjutan ADS. Salah satunya ialah kegiatan yang diselenggarakan setiap minggu di awal bulan. Hal ini dikatakan oleh kang Ari sebagai berikut:

Disini terdapat kumpulan-kumpulan untuk membahas ajaran-ajaran ADS. Kegiatan perkumpulan tersebut tidak ada namanya karena, karna berkumpul hanya untuk sekedar berdiskusi. Setiap malam minggu pertama setiap bulan terdapat perkumpulan dari berbagai penghayat di berbagai daerah (pemimpin/sesepuhnya) yang dinamakan ais pengampih.157

Menurut penuturan kang Ari diatas bahwa selain kegiatan rutin setiap tahun yang dilakukan oleh seluruh ADS yaitu acara Seren Taun, ada juga acara yang setiap bulannya dilakukan oleh nonoman dan pemimpin dari berbagai daerah yang berkumpul di Paseban untuk berdiskusi. Hal ini juga diakui oleh Kang Ira bahwa kegiatan itu berlangsung secara terus menerus hanya saja, tidak semua bisa mengikuti kegiatan perkumpulan ini. Dikarenakan jarak dan waku yang semua orang memiliki kesibukan dan kegiatan lainnya. Namun menurut Kang Ari kegiatan ini sangat berepengaruh karena pada perkumpulan itu membahas mengenai berbagai macam masalah dan solusinya, berikut penuturannya:

Perkumpulan ini membicarakan tentang ajaran-ajaran, sharing pengetahuan tentang kehidupan, bagaimana kita menghadapai kehidupan dan menyikapi berbagai dinamika kehidupan, pekerjaan dan pendidikan. Dan juga sharing pengalaman-pengalaman yang didapatkan, masyarakat disini kan kehidupannya berbeda, pekerjaannya berbeda pasti mengalami dinamika dan tantangan masing-masing sebagai penganut kepercayaan sunda wiwitan mengamati fenomena diluar agar kita tidak buta dengan lingkungan sekitar.158

Berbeda dengan Kang Ari dan Kang Ira, menurut kang Kurnia kegiatan untuk melestarikan ADS atau adat dan istiadat bisa dilakukan dengan berbagai kegiatan kesenian sunda seperti bermain gamelan, kecapi dan suling yang dilaksanakan secara rutin di Paseban.Tidak semua yang mengikuti acara tesebut merupakan penganut ADS, namun dari semua agama yang ingin melestarikan adat dan istiadat Sunda juga ikut serta dalam kegiatan yang diselengarakan tersebut. Semua kalangan ikut bergabung dalam kegiatan tersebut di Paseban saat sore hari, berikut penuturan lengkapnya:

Bukan pemuda, tapi yang mengajak semua bersatu. Seperti kegiatan gamelan, kecapi, suling, termasuk termasuk untuk hari libur ada kegiatan khusus anak-anak ADS ynag dari daerah-daerah lain. Acaraya disini namanya kurasan, semacam seresehan. Anak-anak muda saling mengenal satu sama lain, dan ada yang mengarahkan, dikasih petuah- petuah. Biasanyanya anak muda kumpul di sekitaran Paseban pukul 6 sore.

157 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 158 Wawancara oleh Kang Ira tanggal 5 November 2016, pukul 18.05, di Paseban

Page 155 of 203

Hal tersebut juga sama seperti yang dikatakan oleh Kang Wawan, Uyan dan Agus bahwa Paseban mendukung seluruh kegiatan yang berkaitan dengan adat Sunda, Paseban secara terbuka meminjamkan peralatan, tempat untuk melakukan se- luruh kegiatan yang berkaitan dengan kelestariahn adat Sunda. Tujuan terbukanya Paseban dan dukungan dari Paseban atas semua kegiatan yang dilakukan adalah agar adat istiada budaya Sunda yang telah dibangun oleh leluhur-leluhur mereka tidak tergerus dengan arus modernisasi dan pembangunan yang terus berkem- bang. Gambar 9. 4 Wawancara bersama Kang Wawan, Kang Agus, dan Kang Uyan

Sumber: Dokumentasi Kelompok (2016)

Sedangkan untuk kontribusi, para nonoman sangat banyak berkontribusi dalam mempertahankan atau memikirkan keberlanjutan ADS. Kontribusi sendiri memiliki arti sesuatu yang dilakukan untuk membantu menghasilkan atau mencapai sesuatu bersama-sama dengan orang lain atau untuk membantu membuat sesuatu yang sukses. Nonoman berkontribusi dimulai dari hal yang kecil hingga berkontribusi dalam hal yang besar. Hal yang terkecil ynag dilakukan oleh nonoman ialah seperti menjaga paseban dari pagi hingga malam hari agar tempat peninggalan leluhur tersebut tetap aman sampai mengajarkan kesenian Sunda kepada anak-anak kecil penerus budaya Sunda. Seperti halnya yang dilakukan oleh Kang Agus, Kang Agus merupakan pemain gamelan yang cukup handal dan sebagai pelatih gamelan di Paseban. Sedangkan Kang jarwan dan Kang Ari sendiri berkontribusi untuk mempertahankan adat dan nilai dalam kepercayaannya. Berikut penuturannya:

Kontribusi saya hanya sekedar bisa bantu-bantu di Paseban, kontribusi birokrasi atau aparat belum bisa.Hanya saya terus menjaga nilai-nilai luhur

Page 156 of 203

dan budaya sunda, karena menjaga Paseban yang merupakan cagar budaya juga kan dapat disebut kontribusi.159 Kontribusi terbesar yang diberikan oleh nonoman di Cigugur bisa dilihat dari Kang Kurnia, Kang Kurnia merupakan lulusan S1 yang mengabdi untuk ADS dalam ben- tuk mengajar di Sekolah Trimulya tanpa di gaji. Sekolah Trimulya merupakan sekolah yang dibangun oleh masyarakat yang berkepercayaan ADS dan sekolah ini merupakan satu-satunya sekolah yang mengajarkan atau menanamkan nilai- nilai dan adat istiadat ADS. Selain mengajar di sekolah Trimulya Kang Kurnia juga tinggal di Paseban dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk Paseba dan harus selalu siap jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Paseban. Berikut penuturan lengkapnya: Bagi saya, saya sebagai ADS tetap disini, tetap memeperjuangkan tinggal disini bagi saya itu udah kontribusi karena kenyatannya kan banyak yang tidak sanggup tinggal disini. Karena tinggal disini kan engga digaji, ini saya kuat disini juga karena orang tua saya tinggal disini juga jadi dekat.Mengajar di SMP Trimulya tetapi tidak digaji. Ngajar di Trimulya itu ga bisa di sebut pekerjaan, karena itu kan yayasan dan saya ga digaji. SMP Trimulya baru-baru ini juga mau ditutup karena kekurangan siswa, dan saya ngajar juga ga pernah digaji besar, paling digaji semampunya.Dulu sempat dengar, digaji 150.000 dibagi untuk beberapa guru.160

Kang Uyan dan Kang Wawan yang merupakan penjaga Paseban, berkontribusi untuk menjaga Paseban dan lingkungan disekitarnya. Menurut mereka kontribusi yang wajib dimiliki oleh semua penganut ADS adalah menjaga nama baik Paseban dan menjelaskan apa itu ADS kepada masyarakat awam. Menurut mereka hal tersebut merupakan merupakan kegiatan yang paling ampuh agar ADS tidak dipandang sebelah mata oleh berbagai pihak. Melihat kegiatan dan kontribusi dari nonoman untuk mempertahankan atau me- lestarikan ADS cukup baik dengan cara-cara kultural. Sebab jika nonoman yang berada di Paseban tidak ada keinganan untuk mengabdi pada Paseban untuk me- lestarikan atau mempertahankan maka siapa yang akan meneruskan atau melanjutkan sesepuh-sesepuh ADS yang kini sudah beranjak tua. Dengan kontri- busi yang diberikan oleh setiap nonoman di Paseban, dapat melestarikan ajaran ADS dan juga mengenalkan ke orang luar mengenai budaya Sunda. Hal-hal kecil yang dilakukan oleh nonoman pun juga berdampak besar bagi keberlanjutan ADS. Seperti dengan menggunakan ikat kepala khas Paseban kemana-mana, orang lain jadi penasaran dan ingin tau bahkan ingin mengikuti menggunakan ikat kepala khas Paseban. Ikat kepalasa Paseban yang awalnya hanya digunakan oleh orang- orang Paseban saja, ketika nonoman beraktifitas diluar Paseban menggunakan ikat kepala banyak orang lain mengikutinya. Bahkan menurut Kang Ari lebih dahulu orang-orang ADS yang menggunakan ikat kepala dibanding Walikota Bandung.

159Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 160Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun), pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Penjaga Paseban

Page 157 of 203

Dapat kita lihat bahwa dengan hal kecil nonoman mampu melestarikan ajaran ADS sekaligus memperkenalkan budaya Sunda kepada masyarakat luas. Selain dengan menggunakan ikat kepala sebagai kontribusi untuk melestarikan ADS, banyak juga nonoman yang mengabdi pada Paseban dengan menjadi abdi dalam seperti Kang Ari. Kang Ari merupakan abdi dalam yang bekerja sebagai supir pribadi Paseban. Selain itu ada Kang Jarwan dan Kang Wawan yang menjadi penjaga Paseban. Dengan mengabdi kepada Paseban para nonoman ini merasa mampu mempertanahkan ADS dan menjaga ADS seperti yang dikatakan oleh Kang Wawan: Dengan mengabdi seperti ini kita sudah dapat menjaga Paseban dari apa- pun, kita siap capek siap melek terus menjaga Paseban. Untuk memper- tahankan ADS ya kita juga melakukan kegiatan dengan diskusi sesama nonoman disini, karna kan kalau bukan kita siapa lagi yang nantinya akan melanjutkan ADS nantinya.161 Jika kita melihat dari apa yang dikatakan oleh Kang Wawan tersebut, peran dari nonoman untuk mempertahankan ADS itu sangat diperlukan. Apa yang dilakukan oleh Kang Wawan, Kang Ari, dan Kang Jarwan cukup efektif untuk mempetahan- kan ADS agar terus ada dengan cara mengabdi kepada Paseban. Selain mengabdi pada Paseban, juga terdapat kegiatan seperti diskusi yang dilakukan oleh nonoman untuk membahas tentang ADS. Diskusi yang dilakukan oleh para nonoman ini berperan untuk keberlangsungan ADS nantinya, karena nonoman ini lah yang akan melestarikan dan mempertahankan keberlangsuan ADS. Skema 9. 2 Kegiatan dan Kontribusi Nonoman untuk Keberlanjutan ADS Menjaga lingkungan Mengajar di Paseban dan SMP menjaga nama Trimulya baik Paseban

Mengikuti Menyelenggara kegiatan kan dan perkumpulan mengajarkan Kegiatan nonoman kesenian Sunda dan Kontribu ADS si Nonoman

Sumber: Analisis Penulis (2016)

Namun, setiap kegiatan dan kontrubusi yang dilakukan oleh kaum muda pasti memiliki hambatan. Hambatan disini dihadapi oleh semua nonoman dalam kegiatan dan kontribusi yang dijalankannya. Salah satu hambatan nonoman ialah

161 Wawancara oleh Kang Wawan 40 Tahun, pada tanggal 4 November 2016 pukul 16.15 wib di Pos Penjaga Paseban

Page 158 of 203 pada saat mengadakan acara harus izin dengan pihak paseban jika tidak diizinkan maka kegiatan tersebut tidak akan berjalan. Hambatan lainnya adalah membutuh- kan fisik yang kuat dan hati yang ikhlas karena dalam mengurus Paseban tidak ada bayaran bagi pengurus dan harus menjaga Paseban ketika malam hari hingga pagi hari. Hambatan yang paling besar ialah dapat dilihat dari bidang pendidikan. Banyak anak-anak yang sekolah diluar SMP Trimulya, waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolahnya terlalu banyak sehingga sangat sedikit waktu untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang ada. Seperti memainkan gamelan, kecapi, berbagai seni Sunda lainnya dan menghadiri kegiatan perkumpulan. Hal ini dinya- takan oleh Kang Kurnia:

Hambatannya dari anak-anak sekolah SMP kebawah yang tidak masuk ke sekolah Trimulya, dan masuk ke sekolah Yosudarso atau Mts, memiliki banyak kegiatan di sekolah sehingga jarang mengikuti kegiatan yang ada di ADS.Kalo anak SMA karena banyak ekskul-ekskul. Melihat keprihatinan terhadap kaum muda ADS, karena hanya beberapa yang melanjutkan studi hingga S1, rata-rata kaum mudanya hanya lulusan SMA.162 Peran nonoman untuk mempertahankan atau melestarikan ADS cukup vital dan berpengaruh. Semangat seorang pemuda yang di dalam hatinya sudah tertanam ADS sangat berarti untuk ADS, karena dengan semangat dan keinginan mereka untuk mempertahankan ADS maka nonoman siap berkontribusi apapun untuk mempertahankan ADS. Dengan potensi yang ada para nonoman juga melakukan kegiatan untuk melestarikan ADS agar ADS tetap terus ada. Kegiatan yang dil- akukan oleh nonoman bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan ADS sendiri, dengan tujuan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh nonoman membuat ADS terjaga keberlanjutannya. Nonoman merupakan sebuah pioneer untuk mempertahankan dan melestarikan ADS agar tetap ada. Dengan kegiatan yang dilakukan oleh nonoman baik dalam bidang kesenian, pengabdian pada Paseban, atau dengan kontribusi yang sifatyta cultural mampu melestarikan ADS nantinya. Tidak hanya dengan kegiatan yang memang dilakukan oleh nonoman sendiri, kegiatan yang dilakukan bersamaan dengan pihak Paseban pun juga dapat mempertahankan dan melestarikan ADS. Jadi dalam hal ini peran nonoman untuk mempertahankan dan melestarikan ADS sangatlah penting dan berarti, karena nonoman memiliki kesadaran lebih dan se- mangat pemuda yang tinggi untuk mempertahankan keberlanjutan ADS. Kolaborasi Paseban dan Nonoman agar ADS Diakui Negara Negara secara formal hanya mengakui enam agama di Indonesia yakini Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dengan demikian hanya agama- agama tersebutlah yang memiliki repersentasi di Kementrian Agama baik itu di- pusat maupun di daerah. Agama-agama yang mendapatkan pengakuan memiliki ruang untuk mengekspresikan ajaran-ajaran melalui praktek-praktek kega- maannya. Namun hal ini berbeda dengan para pengaut agama-agama lokal, khusunya ADS yang berada di Kuningan, Jawa Barat. Para penganut kepercyaan

162Wawancara oleh Kang Kurnia, (24 tahun) pada tanggal 5 November 2016, pukul 10.24, di Pos Penjaga Paseban

Page 159 of 203 agama lokal tidak dapat mengekpresikan kepercayaan mereka secara bebas. Ke- percayaan mereka belum diakui oleh negara. Konstitusi dan birokasi membuat mereka seolah-olah tidak memiliki keyakinan atau kepercayaan. Kelompok ”penghayat kepercayaan” ini kemudian pada perkembangannya mengalami istilah pelabelan sebagai ”penghayat murni dan tidak murni” bagi mereka yang terkategorikan sebagai ”penghayat kepercayaan murni” adalah mereka yang pada kolom agama di KTPnya tidak mencantumkan nama agama umum, sementara bagi mereka yang terkategorikan sebagai ”penghayat kepercayaan” tidak murni” adalah mereka yang mengukuhi ajaran budaya spiritual leluhur suku bangsanya tetapi masih mencantumkan kolom agama umum pada KTPnya (tentunya karena berbagai alasan karena keterpaksaaan dan situasi kondisi politis atau administratif yang mengkondisikan seperti itu).163Padahal UUD 1945, khususnya dalam pasal 28 a dan 28 c yang memberikan kebebasan pada Hak Asasi Manusia, termasuk dalam mengenai kepercayaan.164 Bagi penghayat kepercayaan ketika mengisi kolom agama hanya memberikan garis datar pendek saja atau strip (-). Ketentuan ini, bahkan sudah diundangkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).Dalam aturan itu, bahkan sudah mencakup terkait sumpah janji bagi PNS serta penid tatan perkawinan.165 Seperti yang dikatakan salah satu narasum- ber kami yaitu Kang Ari, bahwa sebenarnya negara telah mengakui mengenai ADS atau Agama Djawa Sunda. Namun pada perakteknya dalam birokasi pemerinta- han masih kurang terlaksana dengan baik. Dimana dalam hal ini hak-hak sipil warga masih belum diakui oleh pemerintah daerah, khususnya pemerintah daerah Kuningan. Misalnya saja dalam pengurusan KTP, Akta Kelahiran, hingga meng- gurus atau mencatatkan pernikahan masih sulit. Dalam hal ini warga adat hanya diakui dalam Undang-undang saja, tapi pada kenyataannya hal tersebut tidaklah sama. Para warga ada seolah dianak tirikan dalam urusan birokasi. Mereka para penghayat dalam pembuatan KTP harus mengikuti atau mengisi kolom agama mereka dengan agama yang telah diakui oleh pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kang Ari sebagai berikut: Sebenarnya Pemerintah Pusat sudah mengatur tetapi pada saat kita men- gurusnya terkadang dipersulit juga dan diharuskan memilih salah satu Agama.Pada saat pembuatan ktp penulisan kolom agama di Kuningan ada yang kosong atau berisi penghayat.Semua itu tergantung dari Pem- danya.Di Kuningan boleh menulis kosong atau penghayat tetai harus pin- tar-pintar memberi alasan atau melobby.166 Bahkan Kang Ari pun menuturkan, ketika ia membuat KTP elektronik atau e-ktp, pada kolam agama di KTP nya tersebut dituliskan bahwa ia beragama Islam. Hal tersebut merupakan bentuk formalitas yang dilakukan oleh pihak kelurahan yang

163 Indrawardana, Ira. Posisi “Penghayat Kepercayan” dalam Masyarakat Plural di Indonesia. h 10 164 Nuh, Nuhrison M. Pemahaman Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak-hak Sipil. h. 558 165http://radarbanyumas.co.id/penghayat-kepercayaan-kabupaten-banyumas-sudah-lama-miliki- ktp/ Radarbanyumas.co.id diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 02:58 WIB

166Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun) pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di sekitaran Paseban

Page 160 of 203 mengharuskan ia untuk memilih satu agama. Namun ia pun menolaknya, ia pun melaporkan hal tersebut kepada Pemda. Ketika KTP menjadi permasalahan yang sangat krusial bagi para ADS, hal ini pun yang mengancam jumlah nonoman atau pemuda ADS. Dimana jumlah nonoman semakin kesini semakin sedikit karena setiap warga adat diharuskan memilih mengisi kolam agamanya dengan agama yang diakui. Hal tersebut memaksa para pemuda untuk mengikutinya, para pemuda yang tidak mau direpotkan dengan urusan birokrasi semacam itu, mereka hanya bisa mengikutinya saja demi dimudahkannya dalam pengurusan KTP dan administrasi lainnya. Kehidupan modern menuntup mereka untuk melakukan itu semua. Dalam hal ini KTP dibutuhkan untuk melamar pekerjaan. Nonoman atau para pemuda yang kolom agamanya kosong maka maka akan sulit dalam mendapatkan pekerjaan. Hal inilah yang memaksa para nonoman untuk mengisi kolom agama mereka dengan agama yang diakui oleh pemerintah. Dari berbagai kesulitan yang di hadapi oleh para nonoman, khusunya dalam hal administras, para nonoman melakukan berbagai gerakan untuk memperjuangkan ADS agar dikui oleh negara sehingga permasalahan administrasi yang mempersulit mereka dapat segera teratasi. Gerakan para pemuda ADS agar di- akui oleh negara diantaranya ialah dengan berusaha untuk melestarikan atau mempertahankan adat istiadat mereka. Seperti yang dikatakan Kang Ari pada saat wawancara berikut: Kita seperti ini mempertahankan adat dengan cara sereun taun agar diakui oleh negara.167 Narasumber nonoman lainnya yakni Kang Jarwan, mengatakan bahwa perge- rakan yang dilakukan oleh para penganut ADS langsung kepusat atau langsung pada Pemerintah Pusat. Hal tersebut karena menurutnya jika kita hanya melakukannya pada Permerintah Daerah saja tidak akan direspon. Mereka hanya mendengarkan saja tanpa adanya respon dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh penganut ADS. Berikut ini adalah pernyataan Kang Jarwan dalam kutipan wawancara, kita tuh terlihat diam tapi pergerakan kita tuh gak langsung ke daerah ini kita langsung ke pusat. Kalau kita melakukan pergerakan dibawah tidak ada respon, kita hanya didengarkan tetapi tidak ada gerkan atau respon. Makannya suka ada pekumpulan seperti perkumpulan di Jakarta, perkum- pulan dari berbagai wilayah yang mepercayakan kepercayaan leluhur, hasil dari perkumpulan itu akte kita bisa diakui walupun aktenya telah lahir dari seorang ibu dan nama ayah tidak dicantukan. Mungkin orang-orang melihat bahwa tidak ada pergerakan yang dilakukan oleh penghayat, na- mun kami melakukan gerakan itu langsung ke pusat.168 Gerakan nyata yang dilakukan oleh para nonoman penganut ADS ialah dengan keterlbatan mereka dalam memperjuangkan ADS agar mendapat pengakuan dari negara dengan mendatangi DPRD untuk menuntut pengakuan ADS kepada Pemerintah. Menurut narasumber yang kami wawancarai yang terlibat langsung

167 Wawancara oleh Kang Ari, (37 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban 168Wawancara oleh Kang Jarwan, (32 tahun), pada tanggal 4 November 2016, pukul 15.36, di seki- taran Paseban

Page 161 of 203 pada gerakan tersebut, bahwa Ibu Dewi Kanti lah yang menggerakan para nonoman agar melakukan gerakan langsung ke pemerintah. Hal tersebut seperti dinyatakan oleh Kang Wawan sebagai berikut: ..kami tuh tidak hanya sebatas bicara aja, tapi pernah sampai dateng ke DPRD kami dating untuk meminta dan memohon gimanalah itu pernah kami lakukan.169 Dalam pergerakan pemuda ADS ini tidak terlepas dari pengaruh beberapa pihak dari Paseban, dimana setiap pergerakan yang dilakukan oleh para pemuda harus terlebih dahulu mendapatkan persetujauan dari pihak Paseban dan para sesepuh adat lainnya. Hal ini senada dengan yang disamapaikan oleh Kang Wawan sebagai berikut, kami instruksi satu komando, walaupun disini banyak orang-orang tua yang sudah paham ngerti gitu tapi harus ada izin dulu dari sesepuh adat/ ketua adat.170 Sama halnya yang dikatakan oleh Kang Ira bahwa secara umum pengerakan ADS tidak ada, hanya masing-masing dari para penganut bermain dalam ruang-ruang yang sudah ada misalnya di Himpunan Masyarakat Bhineka Tunggal Ika (HMBTI) yang didirikan di Bandung, dan aktif dalam komunitas Jakatarub. Minimnya sum- ber daya mengharuskan kami bergabung dengan gerakan atau perkumpulan yang telah ada, sehingga tidak bisa melakukan gerakan sendiri. Menurut Kang Ira gerakan yang dilakukan hanya sebagai penghayat, mencair kedalam oraganisasi yang telah ada. Gerakan-gerakan agar ADS diakui negara harus terus dilakukan oleh para penghayat baik itu langsung dari Paseban ataupun dari masyarakat sendiri dan juga nonoman yang ada. Karena gerakan agar diaku negara ini adalah gerakan yang panjang, tidak bisa secara cepat langsung diakui negara. Dan yang terpenting adalah tidak hanya diakui oleh negara, tetapi dalam administrasi di di- nas kependudukan dan catatan sipil juga dapat diterima agar mendapatkan hak yang sama seperti masyarakat lainnya. Kolaborasi antara Paseban dan nonoman untuk bergerak di inisiasikan oleh Raden Oki yang juga seorang suami dari Ratu Kanti Dewi. Raden Oki menggerakan pemuda agar ikut bergerak untuk keberlangsungan ADS yang diakui oleh negara nantinya. Penulis juga pernah menonton di youtube bahwa pernah dilakukannya Rapat Dengan Pendapat Umum antara Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAT) dengan anggota DPR di Gedung Nusantara II dalam membahas RUU Pengakuan dan Perlindungan Adat terlihat disana ada Pangeran Djatikusuma dan juga Ratu Dewi Kanti. Gerakan-gerakan seperti ini juga harus terus dilakukan.

169 Wawancara oleh Kang Wawan, (54 tahun), pada tanggal 5 November 2016 pukul 16.26, di sekitaran Paseban. 170Wawancara oleh Kang Wawan, (54 tahun), pada tanggal 5 November 2016 pukul 16.26, di sekitaran Paseban.

Page 162 of 203

Skema 9. 3 Kolaborasi Paseban dan Nonoman

Pandangan Gerakan Sosial agar Nonoman terhadap Kegiatan dan Kontri- busi Nonoman ADS diakui oleh ADS dan keber- lantuannya Negara

Nonoman Paseban Posisi antara nonoman dengan

paseban

Sumber: Analisis Penulis (2016) Dalam skema tersebut bersifat proses dan hirarki. Dimulai dari pandangan nonoman terhadap keberlangsungan ADS dari apa yang dirasakan langsung oleh nonoman, harapan nonoman terhadap ADS nantinya akan seperti apa, dan rasa khawatir akan keberlangsungan ADS sendiri sehingga menimbulkan keinginan un- tuk mempertahankan dan melestarikan ADS. Ketika sudah ada keinginan untuk mempertahankan dan melestarikan ADS maka terdapat sebuah kontribusi dan kegiatan yang dilakukan oleh nonoman. Kontribusinya diantaranya ialah seperti dengan mengabdi kepada Paseban sebagai abdi dalam dan dengan cara-cara cultural seperti menggunakan ikat kepala khas Paseban, menggunakan baju adat Sunda agar tetap melestarikan budaya ADS dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatannya adalah dengan melakukan diskusi sesama nonoman membahas ten- tang ADS termasuk membahas bagaimana keberlanjutan ADS nantinya. Selain itu, terdapat juga kegiatan kesenian seperti latihan alat musik kecapi, gam- elan, dan angklung agar terus dapat mempertahankan dan melestarikan ADS. Dengan berdiskusi dan menjalankan kegiatan kesenian maka para nonoman dapat mempertahankan dan melestarikan ADS agar tetap eterus bertahan. Selain kegiatan dan kontribusi ada pula gerakan sosial yang dilakukan oleh nonoman agar ADS diakui oleh Negara. Gerakan tersebut seperti mengikuti pihak Paseban dalam berdialog bersama DPR, ikut serta ketika pihak Paseban bertemu dengan Aliansi Masyarakat Adan Nasional, dan dengan begitu dari sini nonoman menjadi mengethaui tentang apa saja yang harus diperjuangkan untuk ADS dan langkah apa yang harus dilakukan untuk mempertahankan ADS serta diakui oleh Negara. Namun, dari kegiatan yang dilakukan oleh nonoman semua harus atas dasar izin dari pihak Paseban, jadi nonoman tidak bisa sembarangan melakukan kegiatan apapun. Begitu pula dengan gerakan sosial yang diikutinya, itu semua atas kepu- tusan Paseban yang melibatkan pihak nonoman. Posisi nonoman dalam keterli- batannya untuk mempetahankan dan melestarikan ADS dengan kegiatan dan kontribusi yang diberikan di Paseban adalah tidak memiliki otoritas tetapi dibutuh- kan oleh Paseban.

Page 163 of 203

Keberadan nonoman dalam kegiatan atau gerakan yang ada baik yang diseleng- garakan oleh pihak Paseban maupun inisiatif sendiri dari nonoman menjadi se- buah pertanyaan besar. Dimana posisi nonoman dalam hal ini? Apakah nonoman termajinalkan? Apakah nonoman tidak dibutuhkan dalam kegiatan atau gerakan? Atau apakah nonoman terangkul oleh pihak Paseban? Jawaban dari pernyataan tersebut akan penulis jawab melalui analisi tekstual berdasarkan data yang penulis punya. Posisi nonoman disini adalah dibutuhkan atau dilibatkan dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Paseban. Bahkan nonoman pun juga dapat menjalankan kegiatan sendiri, meskipun memang harus berdasarkan izin dari pihak Paseban. Penulis melihat nonoman disini memiliki potensi yang cukup besar perannya untuk mempertahankan dan melestari ADS sendiri. Jadi, rasanya tidak mungkin jika pihak Paseban tidak melibatkan nonoman untuk segala kegiatan atau gerakan yang dilaksanakan oleh pihak Paseban sendiri. Posisi nonoman dalam skema adalah saling berhadapan dengan Paseban, mak- sudnya adalah nonoman dan Paseban sama-sama saling membutuhkan. Pa- seban membutuhkan nonoman untuk menjalankan kegiatan yang diselenggara- kan oleh pihak Paseban. Selain itu, pihak Paseban juga melibatkan nonoman da- lam gerakan-gerakan agar ADS diakui oleh negara. Sementara itu, nonoman membutuhkan Paseban dalam setiap kegiatan yang dijalankannya, karena ber- dasarkan izin dari Paseban sendiri lah maka kegiatan dari nonoman dapat ter- laksanakan. Artinya disini penulis ingin mengatakan bahwa nonoman dilibatkan dan terangkul oleh pihak Paseban. Namun nonoman tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kegiatan nonoman sendiri, karena dalam menjalankan kegiatan ha- rus berdasarkan wewenang `dari Paseban. Otoritas adalah kekuasaan yang di- yakini legitimasinya.171. Dalam hal ini nonoman terlibat jelas tidak memiliki kekuasaan dan tidak memiliki wewenang apapun. Dengan tidak memiliki otoritas maka dapat dikatan nonoman hanya dapat pasrah atau berserah diri kepada pihak Paseban dalam setiap kegiatan-kegiatan yang dijalankan oleh nonoman apakah diberikan izin atau tidak. Penutup Berdasarkan uraian diatas telah memberikan sedikit gambaran mengenai perge- rakan nonoman atau pemuda ADS dalam mempertahankan tradisi adat leluhur mereka. Agar adat istiadat bisa terus bertahan dan tidak tergerus oleh zaman maka nonoman harus bisa mempertahannkan ajaran dan adat istiadat sunda yang sudah ada sebelum proklamasi. Mengenai keberlanjutan ADS, para kaum muda ada yang merasakan kekhawatiran dan ada juga yang tidak merasa khawatir. Mereka yang merasa khawatir ialah karena saat ini jika dilihat kaum muda yang menganut ADS di wilayah Cigugur hanya tinggal beberapa orang saja, bahkan sudah hampir punah. Hal tersebut dikarenakan sistem administrasi seperti pem- buatan KTP yang dipersulit. Dari dipersulitnya dalam pembuatan KTP akan beraki- bat pada sulitnya para pemuda ADS dalam mencari pekerjaan. Sehingga ke- banyakan dari para pemuda lebih memilih meninggalkan ADS demi mendapatkan pekerjaan yang diinginkan oleh mereka. Meskipun ada beberapa diantara mereka

171 Kadir, Abdul. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalitas Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Analisis Kebijakan & Pela- yanan Publik Volume 1. 1 juli 2015. h. 42

Page 164 of 203 didalam hatinya yang mengakui bahwa kepercayaan mereka tetap ADS meskipun di KTP mereka mengikuti agama yang diakui pemerintah. Tidak hanya itu terdapat pula gerakan dari Paseban yang juga diikuti oleh nonoman agar diakui oleh Negara. Dari itu semua akhirnya terdapat posisi antara Paseban dan Nonoman. Dimana posisi pasebab dan nonoman saling berhadapan, maksudnya antara nonoman dan paseban satu sama lain saling membutuhkan. Paseban membutuhkan nonoman untuk menjalankan kegiatan yang diselenggara- kan oleh pihak Paseban. Selain itu, pihak Paseban juga melibatkan nonoman da- lam gerakan-gerakan agar ADS diakui oleh negara. Sementara itu, nonoman membutuhkan Paseban dalam setiap kegiatan yang dijalankannya, karena ber- dasarkan izin dari Paseban sendiri lah maka kegiatan dari nonoman dapat ter- laksanakan

Page 165 of 203

Daftar Pustaka Achmad Rosidi, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal Di Indonesia, Kementerian Agama RI Badan Litbang Dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Jakarta, 2011

Ira Indrawardana, Berketuhanan dalam Perspektif Kepercayaan Sunda Wiwitan, Kuliah Umum, UNPAR Bandung, 28 April 2014.

Indrawardana, Ira. Posisi “Penghayat Kepercayan” dalam Masyarakat Plural di Indonesia.

Nuhrison M Nuh, Paham Madrais (AKUR) Di Cigugur Kuningan

Nuh, Nuhrison M. Pemahaman Madrais/Adat Karuhun Urang (Akur) di Cigugur Kuningan: Studi tentang Ajaran dan Pelayanan Hak-hak Sipil

Kadir, Abdul. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalitas Birokrasi Max Weber Pada Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Analisis Kebijakan & Pelayanan Publik Volume 1. 1 juli 2015

Sinisa, Malasevic, 2004. The Sociologi of Etnicity. London: Sage Publication

Internet http://kec-cigugur.kuningankab.go.id/sites/default/files/halaman-lampiran/PRO- FIL% 20KECAMATAN%20CIGUGUR%20TAHUN%20_0.pdf diakses pada tanggal 7 Desember pukul 20.38 wib. http://radarbanyumas.co.id/penghayat-kepercayaan-kabupaten-banyumas-su- dah-lama-miliki-ktp/ Radarbanyumas.co.id diakses pada tanggal 2 November 2016 pukul 02:58 WIB

Page 166 of 203

Bab 10 Pemberdayaan sebagai Reproduksi Eksistensi Kebudayaan: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur Kuningan.

Christian Perdana Putra, Dandy Asprilla Gili, Indrawati, Muhammad Rizky Fajar Utomo, Shanti Septiani

Pendahuluan Berdasarkan kajian antropologi, Indonesia terdiri atas lebih dari 500 suku dan sub suku bangsa dengan ciri-ciri bahasa dan kebudayaan tersendiri. setiap suku bangsa dan sub suku bangsa di Indonesia dapat dikatakan mempunyai satu daerah asal, pengalaman sejarah, dan nenek moyang tersendiri. Suku bangsa atau etnis adalah golongan sosial yang memiliki ciri-ciri tersendiri berdasarkan ciri- ciri budaya etnisnya dan cenderung dipertahankan keberadaan ciri-ciri budaya mereka, khususnya oleh pada pendukung etnis tersebut. Gambaran saling mempertahankan keberadaan ciri-ciri budaya etnis ini begitu indah terlukiskan dan hidup dalam betangan pulau-pulau di nusantara ini sehingga para pendiri bangsa ini pantaslah memberikan motto kepada bangsa Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika.172 Setiap masyarakat, setiap etnik setiap bangsa memiliki kebudayaan masing-mas- ing.Setiap individu dalam masyarakat, etnik, bangsa di dunia berdinamika men- gusung kebudayaannya. Terjadinya upaya saling mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung antara kebudayaan yang satu dengan ke- budayaan lain sudah berlangsung berabad-abad.Sehingga terkadang agak sulit mencari kebudayaan yang bersifat genuine atau “asli”. Namun demikian setiap ke- budayaan dalam masyarakat memiliki penciri yang diketahui oleh masyarakat pen- gusungnya atau masyarakat lain meski hanya dalam bentuk stereotype atau penilaian yang bersifat perkiraan terhadap budaya lain.173 Suatu kenyataan bahwa bangsa indonesia terdiri dari suku-suku bangsa, dengan latar belakang sosio-budaya yang beraneka ragam. Kemajemukan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu di perlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.174 Sunda Wiwitan adalah agama atau kepercayaan tradisional akan pemujaan ter- hadap Tuhan tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud, Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai agama yang telah ada jauh sebelum Islam dan Hindu memasuki peradaban Indonesia, Sunda Wiwitan memiliki kebudayaan kesundaan yang kini tengah berhadapan dengan moderni- sasi global. Guna menjaga eksistensi akan budaya kesundaannya, kaum Sunda Wiwitan melestarikan kebudayaan kesundaannya yang dalam bidang seni musik, rupa (batik) dan tari. Kaum Sunda Wiwitan berpendapat bahwa eksistensi ke- budayaan merupakan karakter suatu bangsa. Untuk memperdalam tujuan tulisan, tulisan ini akan dibagi kedalam beberapa sub pokok pembahasan. Pertama, menjelaskan mengenai pendahuluan, pada bagian ini sebagai pengantar dalam tulisan ini. Kedua, membahas mengenai

172 Ira Indrawardana. 2016. Bahan Mata Kuliah Umum. Dosen Antropologi FISIP Unpad 173 Ibid. Hal 2 174 Habib Mustopo. 1989. Manusia dan Budaya. Surabaya:Usaha Nasional. hal.14

Page 167 of 203 perkembangan pemberdayaan budaya sunda wiwitan. Ketiga, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai pemberdayaan dalam bidang kesenian. Keempat, pada bagian ini akan menjelaskan mengenai bagaimana mempertahankan eksistensi melalui pemberdayaan seni. Kelima, pada bagian ini akan membahas mengenai kebudayaan sunda wiwitan di tengah arus modernisasi. Dan Terakhir, penutup, menjelaskan kesimpulan dari tulisan yang telah dibahas sebelumnya dengan ditambah skema yang mencakup semua pembahasan. Data-data yang diperoleh tim penulis dalam tulisan ini diperoleh dengan melakukan kajian pustaka. Dengan sumber bahan yang berasal dari buku, jurnal, dan bahan ajar yang di dapat. Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan Kebudayaan merupakan suatu produk dari suatu masyarakat dan juga merupakan aspek penting bagi identitas masyarakat itu sendiri. Tiap-tiap masyarakat pasti memberdayakan kebudayaannya agar tidak punah dan juga agar mereka tetap menjaga identitas mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat. Sebuah argu- men, yang dikenal dengan antiesensialisme, menyatakan bahwa identitas bukan- lah sesuatu yang eksis; ia tidak memiliki kualitas universal atau esensial. Ia meru- pakan hasil konstruksi diskursif, produk diskursus atau cara bertutur yang terarah tentang dunia ini. Dengan kata lain, identitas itu dibentuk dan diciptakan ketimbang ditemukan oleh representasi, terutama oleh bahasa175. Hal ini lah yang terjadi pula dalam masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan ini telah dim- ulai sejak zaman Ayahanda dan Ibunda Pangeran Gumirat Barna Alam. Saat itu Pangeran Djatikusuma, ayahanda dari Pangeran Gumirat, mencintai seni lalu ber- niat untuk melestarikannya dan membentuk lembaga kesenian yang dinamai Ling- kung Seni Purwawirahma. Tujuan dari pembentukan lembaga seni ini antara lain adalah untuk melestarikan budaya yang ada pada masyarakat Sunda Wiwitan yang diharapkan akan membawa dampak positif seperti menguatnya identitas se- bagai Masyarakat Sunda Wiwitan – khususnya masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur. Dalam pemberdayaan ini, terjadi pula konstruksi yang dibentuk dan dic- iptakan oleh petinggi adat Sunda Wiwitan Cigugur. Pemberdayaan kebudayaan yang dimulai sejak zaman Pangeran Djatikusuma itu dilanjutkan oleh Pangeran Gumirat hingga saat ini. Menurut penuturan Pangeran Gumirat, pemberdayaan masyarakat Cigugur – khususnya masyarakat Sunda Wiwitan, dalam bidang seni selain merupakan pemberdayaan juga merupakan pe- lestarian kebudayaan. Pemberdayaan yang telah dilakukan tersebut dilakukan selain bertujuan untuk melestarikan juga bertujuan untuk meningkatkan rasa be- tapa pentingnya arti mempertahankan budaya meskipun masyarakat Cigugur te- lah memeluk agama yang berbeda.Pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan ini telah berkembang dan tidak hanya dilakukan di wilayah Paseban Tri Panca Tung- gal saja. Pemberdayaan ini ternyata telah diperluas melalui sekolah-sekolah lewat jalur ekstrakurikuler dan kursus-kursus yang berkaitan dengan pemberdayaan seni seperti membatik, menari, dan lain sebagainya dengan mengirim surat kepada Kepala Sekolah di tiap sekolah di Cigugur untuk membuka pelatihan/pem- berdayaan budaya setempat.

175 Chris Barker. 2013. Cultural Studies: Teori dan Kebudayaan, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Hlm.12.

Page 168 of 203

Pangeran Gumirat, dalam pemberdayaan seni di Masyarakat Cigugur, ternyata juga berperan penting yakni sebagai penggagas pemberdayaan seni di bidang ba- tik. Sama seperti Pangeran Djatikusuma, bermula dari kecintaannya pada seni terutama seni batik, Pangeran Gumirat pun juga memberdayakan seni batik dan telah berjalan selama 10 tahun lamanya. Motif batik diambil dari relief yang ada di Paseban Tri Panca Tunggal, yakni antara lain Motif Pakem, Motif Lereng Kujang dan Motif Sekar Galuh. Motif Lereng Kujang dan Motif Sekar Galuh merupakan motif yang mewakili kekhasan Paseban Tri Panca Tunggal. Gambar 10. 1 Tempat Pembuatan Batik

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

Batik adalah suatu kegiatan yang berawal dari menggambar suatu bentuk di atas kain dengan menggunakan lilin batik (malam) kemudian diteruskan dengan pemberian warna. Ditinjau dari teknik pembuatannya, maka seni kerajinan membatik terbagi atas; batik tulis/canting, batik cap, dan batik printing.176 Pem- berdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat ini selain juga melalui pihak Paseban Tri Panca Tunggal, ternyata juga dibantu oleh keluarga inti dari setiap masyarakat yang ada di sana. Gambar 10. 2 Wawancara dengan Kang Agus

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

176 Mila Karmila. 2010. Ragam Kain Tradisional Nusantara. Jakarta: Bee Media Indonesia. hal 10

Page 169 of 203

Nampak bahwa pemberdayaan kebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Cigugur, tidak hanya khusus diperuntukkan bagi mereka yang beragama Djawa Sunda na- mun juga bagi mereka yang beragama non-ADS. Bahkan keluarga inti pun mem- bantu melestarikan budaya ini secara tidak langsung, melalui anak itu sendiri yang belajar di Paseban Tri Panca Tunggal lalu berlatih di rumah dengan bimbingan orang tua atau mungin melalui orang tua yang memberikan pengajaran dan pelati- han mengenai budaya yang didapat dari Paseban Tri Panca Tunggal atau sumber lainnya. Pemberdayaan seni yang ada di Cigugur ini pun mengalami perkembangan pada minat masyarakat, perubahan sarana dan prasarana yang menunjang pem- berdayaan dan juga keterlibatan budaya Sunda Wiwitan di ranah publik yang lebih luas. Awal mula pemberdayaannya, sebagaimana dituturkan oleh Pangeran Gumirat, respon masyarakat sangat antusias dan mendaftarkan dirinya untuk mempelajari budaya setempat. Bahkan menurut Pangeran Gumirat, pem- berdayaan yang dilakukan hingga sekarang ini membawa dampak positif bagi ban- yak pihak antara lain dari segi ekonomi. Pemberdayaan dalam seni batik, mes- kipun orientasinya pelestarian budaya setempat, ternyata pemberdayaan seni ba- tik ini juga berorientasi ekonomi meskipun itu bukan orientasi utama. Orientasi ekonomi ini dapat dilihat melalui terlibatnya Batik khas Paseban Tri Panca Tunggal dalam pangsa pasar dan juga diminati hampir oleh sebagian besar turis, peneliti bahkan juga konsumen batik. Menurut Pangeran Gumirat, batik khas Paseban Tri Panca Tunggal ini sangat diminati karena motifnya yang langka dan sulit didapat- kan di pasaran. Cara pembuatan batik pun berkembang. Mulai dari menggunakan canting (secara tulis) hingga cap. Selain itu, perkembangan juga dialami dalam pemberdayaan seni tari. Perkem- bangan yang ada pada pemberdayaan seni tari ini juga terletak pada orientasi dan nilai tarian itu sendiri. Sama seperti seni batik, orientasi awal diberdayakannya seni tari adalah untuk melestarikan budaya setempat sekaligus menjaga estetika tarian khas Sunda Wiwitan yang kerap ditampilkan saat Upacara Seren Taun, namun ternyata seni tari ini pun tak hanya dipergunakan saat Upacara Seren Taun namun juga diikutkan dalam kompetisi-kompetisi. Skema 1 Fase Perkembangan Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan

Pangeran Djatikusuma Pangeran Gumirat Pemberdayaan yang dilakukan masih sangat berorientasi pada Pemberdayaan berorientasi ganda pelestarian budaya sekaligus meskipun orientasi tersebut penguatan identitas, dibentuknya bukanlah prioritas, terdapat lembaga kesenian "Lingkung Seni pergeseran nilai dalam seni Purwawirahma", masih dilakukan tersebut, respon masyarakat masih dalam lingkup Paseban Tri Panca positif namun antusias masyarakat Tunggal, respon masyarakat berkurang (khususnya generasi positif dan cukup antusias. muda) dan telah menyebarluas melalui sekolah-sekolah di Cigugur.

Sumber: Analisa Penulis (2016)

Page 170 of 203

Menurut Pangeran Gumirat, tarian yang biasa dibawakan selama Upacara Seren Taun pernah menjadi juara satu dalam kompetisi tarian se-Kabupaten Kuningan dan mampu meningkatkan minat generasi muda untuk mencintai budayanya sendiri. Berikut pernyataan Pangeran Gumirat: Karena Upacara Seren Taun bisa meriah, nama sekolah juga bisa ter- angkat, siswa-siswa bisa ikut senang menampilkan tarian yang telah juara 1 di kabupaten kuningan. Itulah trik-trik nya, sehingga minat generasi muda masih kental untuk mencintai budayanya sendiri.177 Dari sini dapat di lihat bahwa seni tari yang biasa ditampilkan dalam momen-mo- men keagamaan dan bernilai sakral telah menjadi profan dengan diikutsertakan dalam kompetisi-kompetisi tarian se-Kabupaten Kuningan. Nilai tarian yang semula bersifat sakral dan digunakan untuk acara-acara keagamaan yang suci, mulai luntur dan digunakan dalam kompetisi-kompetisi yang sifatnya profan. Menurut Emile Durkheim, Yang Sakral merupakan sesuatu yang dianggap mem- iliki kekuatan melebihi manusia, bernilai suci, diagung-agungkan, sangat mempengaruhi aspek kehidupan masyarakat dan bersifat supranatural. Yang Sakral ini tercipta melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat menjadi simbol-simbol religius yang mengikat individu dalam suatu kelompok. Se- dangkan Yang Profan merupakan sesuatu yang dianggap bersifat duniawi dan terpisah dari Yang Sakral178. Yang Profan dapat menjadi Yang Sakral jika diang- gap suci/keramat dan dilakukannya ritual untuk mengagungkan Yang Profan. Be- gitupun Yang Sakral dapat menjadi Yang Profan apabila mulai ditinggalkannya Yang Sakral atau berkurangnya nilai religiusitas Yang Sakral. Pemberdayaan dalam Bidang Kesenian Seni pada hakekatnya adalah proses pekerjaan manusia yang hasilnya dapat diamati dan dipersepsi sebagai sesuatu yang indah dan bernilai. Seni dapat dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia.179 Seni adalah segala kegiatan manusia untuk mengkomunikasikan pengalaman batinnya pada orang lain. Pengalaman batin ini divisualisasikan dalam tata susunan yang indah dan menarik sehingga dapat memancing timbulnya rasa senang atau puas bagi siapa yang menghayatinya. Visualisasi ini dapat ditangkap oleh: 1. Indera raba menjadi seni rupa, 2. Indera mata menjadi seni tari dan seni sastra, 3. Indera dengar menjadi seni musik/suara dan drama. 180 Kesenian merupakan salah satu bentuk budaya yang dalam proses penciptaannya mengutamakan perasaan sebagai salah satu unsur budaya. Ini tidak berarti bahwa dalam kesenian tidak ada unsur lain, seperti unsur pikiran atau cipta dan unsur

177Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 178 George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana. hal.104 179 Olga D. Pandeirot dan Sri Kawurian. 2015. Pendidikan Seni dan Keterampilan. Jakarta: Lem- baga Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. hal 5 180 Ibid, hal 8

Page 171 of 203 etika atau karsa.181 Kesenian merupakan perwujudan ungkapan jiwa melalui me- dia rupa (gambar, lukis, patung, dll), suara (musik, nyanyian, instrumental, dll), gerak (tari, teater), dan bahasa (sastra, ceritera). Biasanya, pemberdayaan yang sering dilakukan masyarakat banyak adalah sep- erti pelatihan, atau kegiatan-kegiatan yang menunjang masyarakat untuk melakukan sesuatu agar menghasilkan penghasilan. Tetapi, pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang paling menonjol yaitu dalam bidang kesenian. Bentuk-bentuk pemberdayaannya yaitu terdapat kesenian musik, tari-tarian, dan membatik. Tujuan dari pem- berdayaan ini adalah untuk melestarikan budaya agar tidak luntur dari pengaruh arus globalisasi, dan kesejahteraan masyarakat Cigugur. Pemberdayaan melalui kesenian tari banyak beragam tari-tarian yang diajarkan kepada orang tua sampai anak kecil. Macam-macam tarian yang diajarkan yaitu ada tari buyung, tari batik, tari panah, tari kaulungan barudak. Untuk yang mau mengikuti kegiatan ini juga tidak dengan paksaan, secara sukarela saja yang memang mau mengikutinya. Kemudian, yang melatih nya juga dari masyarakat asli Cigugur tersebut yang masih muda-muda. Terkadang ada orang Bandung juga yang datang untuk mela- tih tarian-tarian tersebut. Kegiatan seni tari ini juga sering digunakan setiap ada acara besar di Cigugur. Seperti yang diutarakan oleh Ibu Mik Winarti : Kalau setiap ada acara seren taun atau festival-festival banyak yang latihan untuk tari-tarian dan memainkan alat musik nya.182 Banyak masyarakat yang sangat antusias untuk mengikuti acara seren taun atau festival-festival dengan berlatih tarian-tariannya agar dapat tampil dengan maksi- mal. Sehingga dilihatnya juga sangat indah dengan berbagai macam tarian-tarian yang di tampilkan. Kemudian pemberdayaan seni musik, terdapat alat alat musik seperti degung, kecapi, gamelan, angklung yang berasal dari Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Yang ikut memainkan alat musik disini ada anak muda sampai dengan orang dewasa. Respon masyarakat untuk berlatih alat-alat musik di Cigugur juga sangat baik, seperti yang diutarakan oleh Kang Agus: Sangat antusias sekali, memang benar-benar mau ikut. Ada juga yang dateng jauh-jauh dateng kesini untuk belajar alat-alat musik disini, bukan dari penghayat saja. Belajar alat musik nya juga belajar dengan sendirinya, alami saja tidak ada guru yang melatihnya. Disini tidak ada yang jago, tetapi semuanya sama sama belajar.183 Bahkan yang ingin berlatih alat-alat musik nya bukan dari penghayat saja, itu menunjukkan bahwa masyarakat masih ingin melestarikan kebudayaannya agar tidak luntur dengan berkembangnya jaman. Alat-alat musik tersebut juga digunakan pada saat acara seren taun di Paseban, Cigugur.

181 M. Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka. hal 174 182 Hasil wawancara dengan ibu Mik Winarti pada tanggal 4 November 2016 Pukul 13.35 183 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 november 2016 pukul 10.30

Page 172 of 203

Gambar 10. 3 Alat-Alat Seni Musik

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

Seperti yang diutarakan oleh Kang Agus, bahwa dalam belajar alat musik di dae- rah Cigugur tidak ada yang melatih. Mereka sama-sama saling belajar semuanya untuk memainkan alat musiknya. Jadi tidak ada yang paling jago dalam memain- kan alat musiknya. Kemudian pemberdayaan kesenian membatik yang dilakukan oleh masyarakat Cigugur mempunyai manfaat yaitu batik itu bisa melatih kita untuk kesabaran, bisa juga dipakai sebagai media meditasi dan perlu konsentrasi juga. Filosofis batik itu sendiri, kalau dibalik menjadi kitab. Jadi intinya ada nilai-nilai tersendiri dari batik itu sendiri. Motif-motifnya juga beraneka ragam dan memiliki makna-makna tersendiri, ada motif pakem, ada motif aplikasi. Kalau motif pakem, lebih cender- ung ke warna-warna, lebih ke warna klasik (sogan, coklat, item, krem) termasuk batik pedalaman, sedangkan motif aplikasi lebih bebas berekspresi. Harganya juga sangat terjangkau tergantung pembuatan, motif dan warnanya seperti yang diutarakan oleh Kang Agus: Kalau dari harganya, batik tulis kisarannya sekitar Rp 150.000 – Rp 1.000.000, kalau batik cap kisarannya sekitar Rp 300.000 – Rp 500.000 tergantung motif dan warna nya juga, kalau batik printing paling sekitar Rp 100.000.184

184 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 november 2016 pukul 10.30

Page 173 of 203

Gambar 10. 4 Motif-Motif Batik dan Filosofisnya

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

Tetapi, pembuatan batik disini semata-mata hanya untuk melestariakan saja, bukan cenderung untuk berjualan yang di budget kan sampai semaksimal mung- kin. Kalau ada yang memesan tetap di buatkan sesuai pesanannya dan hasilnya pun juga untuk masyarakat tersebut dalam pembuatan kain batiknya. Karena kita lebih cenderung ke nilai-nilai filosofis batik yang kita miliki. Seperti yang telah dipaparkan oleh Kang Asep (30Tahun): Motif-motif batik yang ada di dalam Paseban ini di ambil dari relief-relief yang ada di gedung Paseban ini,, udah sepuluh tahun berjalan. Kita mem- berdayakan masyarakat, tetapi kita lebih cenderung ke nilai-nilai filosofis batik itu sendiri. Motif sekar galuh dan motif lereng kujang lebih mewakili khas dari Paseban ini. Pemberdayaan disini juga dengan penuh kesadaran, tanpa ada jadwal masing-masing. Berjalan dengan sendirinya saja. Batik itu bisa melatih kita untuk kesabaran, bisa dipakai sebagai me- dia meditasi, perlu konsentrasi juga. Filosofis batik itu sendiri, kalau kata nya dibalik menjadi “kitab”. Jadi intinya ada nilai-nilai tersendiri dari ba- tiknya.185

185 Hasil wawancara penulis beserta tim peneliti pada tanggal 5 November 2016 pukul 12.05

Page 174 of 203

Gambar 10. 5 Wawancara dengan kang Asep

Sumber: Dokumentasi Penulis (2016)

Mempertahankan Eksistensi Komunitas ADS Komunitas, organisasi, maupun kelompok sosial merupakan wadah bagi setiap individu untuk mencapai tujuannya. Keberadaan suatu komunitas membutuhkan pengakuan dari masyarakat agar dapat bertahan di tengah beragamnya komuni- tas lain.186 Pada dasarnya manusia terlahir sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya agar dapat bertahan hidup. Sebagai makhluk sosial dalam usaha me- menuhi kebutuhannya tersebut manusia membutuhkan orang lain. Pada umumnya individu yang tergabung dalam suatu komunitas atau kelompok memiliki kesamaan-kesamaan seperti kesamaan pekerjaan, kesamaan agama, kesamaan tujuan dan lain-lain. Oleh karena itu, di dunia sosial sangat banyak komunitas-komunitas yang beragam sehingga mempertahankan eksistensi agar dapat terus bertahan di tengah realita keberagaman tersebut menjadi sangat pent- ing. Di mana pun, kesenian merupakan salah satu perujudan kebudayaan. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Demikian pula di indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaanmaupun kemasyarakatannya. Ditinjau dalam konteks kebudayann, akan ternyata berbagai corak ragam kesenian yang ada di indonesia ini terjadi karena adanya lapisan-lapisan kebudayaan yang bertumpuk dari jaman ke jaman. Di samping itu, keanekaan corak kesenian disini juga terjadi karena adanya berbagai lingkungan budaya yang hidup berdampingan dalam satu masa sekarang ini.187

186 Eka Yuliana, “Strategi Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja”, diakses dari http://eprints.uny.ac.id/22680/9/ringkasan%20eka.pdf, pada tanggal 18 Desember 2016 pukul 10.22 wib. 187 Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono. 1983. Seni dalam Masyarakat Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. hal.7

Page 175 of 203

Komunitas ADS atau yang disebut dengan sunda wiwitan188 juga memiliki usaha- usaha dalam terus menjaga eksistensi mereka. Seperti yang ada pada masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Dalam kasus ini, masyarakat sunda wiwitan sering mendapatkan berbagai macam tindakan diskriminatif, sehingga tindakan atau usaha untuk bertahan menjadi sangat penting agar mereka dapat terus ber- tahan, dan terbukti mereka masih terus bertahan sampai sekarang. Masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan menggunakan pemberdayaan seni untuk mempertahankan eksistensi mereka. Bukan tanpa alasan masyarakat sunda wiwitan ini dapat bertahan sampai sekarang, pemberdayaan seni yang dilakukan masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan ini dilakukan dengan sungguh- sungguh dan oleh semua lapisan masyarakat. Seni bagi masyarakat sunda wiwitan adalah sesuatu yang membedakan mereka dengan komunitas lainnya. Oleh karena itu rasa memiliki terhadap kesenian sendiri sangat tinggi pada masyarakat sunda wiwitan. Dengan begitu pem- berdayaan seni yang dilakukan dapat berjalan secara efektif dan efisien sehingga mampu mempertahankan eksistensi sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Ba- yangkan saja tindakan diskriminatif yang terus menerus didapat masyarakat sunda wiwitan seperti kolom agama pada KTP yang mana mereka dipaksa untuk memilih salah satu agama yang berlaku di Indonesia sudah cukup untuk membuat seseorang menyerah, akan tetapi tidak bagi masyarakat sunda wiwitan di cigugur, mereka tetap mempertahankan adat mereka, mempertahankan eksistensi mereka, melalui apa yang mereka miliki yaitu kesenian, baik seni tari, seni musik, dan batik khas sunda wiwitan. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini melalui seni pada masyarakat sunda wiwitan sebagai upaya mempertahankan eksistensi mereka sudah dilakukan sejak zaman Pangeran Djatikusuma. Seperti yang disampaikan oleh anaknya, Pangeran Gumirat Bama Alam: Zaman ayahanda saya Pangeran Djatikusuma dan Ibunda mem- berdayakan masyarakat itu untuk pelestarian seni budaya. Lalu diben- tuklah sebuah lembaga kesenian yang bernama Lingkung Seni Pur- wawirahma. Itu pemberdayaan nya disamping untuk pelestarian seni bu- daya, juga agar masyarakat lebih merasa memiliki tentang betapa pent- ingnya arti mempertahankan budaya sunda, walaupun masyarakat sendiri sudah memeluk agama yang berbeda-beda. Kalau budaya itu harus dipisahkan dengan kepentingan agama. Kemudian dalam seni membatik tulis,juga difungsikan untuk meningkatkan perekonomian warga di bidang industri perbatikan.189

188 Sunda wiwitan adalah penamaan bagi keyakinan atau system keyakinan “masyarakat keturunan Sunda” yang dilekatkan pada beberapa komunitas dan individu Sunda yang secara kukuh mempertahankan budaya spiritual dan tuntunan ajaran leluhur Sunda ( Ira Indrawardana. Memahami Fenomena Sunda Wiwitan Masa Kini.. Jurnal Majemuk, Edisi 34 September-Oktober 2008, hal.17)

189 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Bama Alam pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00

Page 176 of 203

Gambar 10. 6 Wawancara dengan Pangeran Gumirat

Sumber : Dokumentasi Penulis (2016)

Berdasarkan pernyataan Pangeran Gumirat di atas, pemberdayaan kesenian yang dilakukan di sunda wiwitan telah dilakukan sejak zaman ayahnya, Pangeran Djatikusuma. Yang awalnya bertujuan untuk menumbuhkan rasa memiliki ter- hadap kesenian atau budaya sunda. Meskipun pada saat itu sampai sekarang agama yang dipeluk masyarakat Cigugur Kuningan sudah beragam akan tetapi pemberdayaan seni itu harus dipisahkan dengan kepentingan agama, hal tersebut menjadi salah satu faktor mengapa pemberdayaan seni pada masyarakat Cigugur Kuningan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pada sub-bab sebelumnya telah dijelaskan pemberdayaan budaya dalam bidang kesenian, setidaknya ada seni tari, seni musik, dan membatik. Dari pemberdayaan tersebutlah eksistensi masyarakat sunda wiwitan di Cigugur Kuningan dapat terus bertahan di tengah-tengah keberagaman. Pemberdayaan yang dilakukan sangat mengusung nilai-nilai persatuan. Di mana masyarakat Cigugur Kuningan paham betul bahwa di daerah mereka memiliki keberagaman agama atau multi agama, sehingga pemahaman tentang nilai-nilai kesatuan harus sangat dipahami. Seperti halnya masyarakat sunda wiwitan yang melakukan pemberdayaan seni melalui latihan menari misalnya, dalam prakteknya tidak hanya masyarakat sunda wiwitan saja yang mengikuti latihan menari tersebut, tetapi masyarakat Cigugur Kuningan lainnya baik itu yang beragama islam ataupun katolik juga ikut dalam latihan ter- sebut. Hal ini sangat efektif dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan. Pemberdayaan seni atau budaya yang telah dilakukan sangat lama ini sangat efektif dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan, karena se- tiap tahunnya ada upacara adat yang disebut dengan Seren Taun190 yang sudah

190 Upacara adat masyarakat sunda yang digelar setiap tahun. Upacara adat ini adalah upacara panen padi. Upacara ini berlangsung secara khidmat dan semarak dengan berbagai pertujunkan

Page 177 of 203 pasti kesenian yang telah diberdayakan tadi akan ditampilkan dalam upacara ter- sebut, sehingga eksistensi masyarakat sunda wiwitan ini dapat terus bertahan. Ada satu hal yang sangat penting dalam mempertahankan eksistensi masyarakat sunda wiwitan melalui pemberdayaan seni, yaitu adalah pemahaman akan nilai- nilai kesatuan. Pada faktanya masyarakat Cigugur Kuningan memiliki agama yang beragam, jika saja nilai-nilai kesatuan tidak dipahami dengan baik mungkin saat ini tidak ada sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Seperti yang disampaikan oleh salah satu masyarakat sunda wiwitan yang juga dianggap sesepuh yaitu mbah Harga (82 tahun), berikut pernyataan beliau: Jadi sejarahnya kalo sunda wiwitan itu kita menjadi manusia bukan ke- hendak kita, memiliki bangsa, adat, bahasa, aksara, budaya dll bukan ke- hendak kita, tapi dari kitanya harus melestarikan dan kita harus bersatu. Jadi masayarakat cigugur ini diberdayakan dengan nilai-nilai persatuan.191 Gambar 10. 7 Wawancara dengan Mbah Harga

Sumber : Dokumentasi Penulis (2016)

Berdasarkan pernyataan mbah Harga yang merupakan salah satu sesepuh di masyarakat sunda wiwitan, bagi masyarakat sunda wiwitan mereka dilahirkan se- bagai manusia bukanlah kehendak mereka, begitupun memiliki bangsa, budaya, dan lain-lain. Tugas kita sebagai manusia hanya untuk melestarikan apa yang te- lah ada, dengan nilai-nilai persatuan. Tidak heran memang mengapa masyarakat sunda wiwitan, masyarakat adat, komunitas agama djawa sunda yang adalah mi- noritas dan sering menerima tindakan diskriminatif dapat terus mempertahankan eksistensinya. Pemberdayaan seni yang dilakukan dengan nilai-nilai persatuan membuat ke- hidupan di Cigugur Kuningan berlangsung secara damai dan hampir tidak ada konflik. Memberdayakan masyarakat sunda wiwitan dengan tidak menutup diri dengan masyarakat pemeluk agama lain membuat masyarakat sunda wiwitan tetap eksis sampai sekarang. Pemilihan seni sebagai jalan untuk memberdayakan

kesenian yang telah diperdayakan dan upacara ini selalu dihadiri oleh berbagai macam lapisan masyarakat, jadi tidak terbatas hanya masyarakat sunda wiwitan saja. 191 Hasil wawancara dengan Mbah Harga salah satu sepuh di sunda wiwitan pada tanggal 4 No- vember 2016 pukul 11.48

Page 178 of 203 masyarakatnya juga bukan tanpa alasan. Seni dianggap sebagai sesuatu yang dapat menyatukan umat, sesuatu yang dicintai semua orang, sehingga dengan menjaga seni tentunya kita menjaga sesuatu yang dicintai oleh semua orang. Selain itu juga seni yang diberdayakan ini dapat memberikan keuntungan juga bagi masyarakat sunda wiwitan, misalnya saja batik khas sunda wiwitan yang dibuat bukan untuk dijual, akan tetapi jika ada yang mau membelinya tidak masalah. Artinya tujuan pemberdayaan seni yang dilakukan pada masyarakat sunda wiwitan bukan untuk dikomersialisasi tetapi murni untuk melestarikan budaya serta men- jaga eksistensi mereka, namun jika ada yang tertarik membeli itu tidak masalah. Namun dalam usaha mempertahankan eksistensinya tentu saja ada hambatan- hambatan yang dialami atau dirasakan, misalnya saja jumlah anak muda di sunda wiwitan sudah berkurang karena banyak yang telah pindah ke luar daerah, seperti pernyataan Kang Agus (22 tahun) salah satu anak muda di sunda wiwitan: Anak-anak muda lebih suka musik modern dibandingkan musik tradisional. Masyarakat disini lebih cenderung ke seni tari, tarian disini memang baku untuk acara Seren Taun. Kendalanya ketinggalan dengan yang lain-lain, selain itu juga anak-anak muda disini juga kebanyakan sudah pindah ke luar daerah misalnya saja anak perempuan kalau dia menikah dengan orang di luar daerah sini ya dia ikut suaminya, terus juga yang kuliah di luar Kuningan juga kan pada sibuk lah jadinya, tapi biasanya kalau seren taun semuanya pada pulang kesini untuk ikut merayakan dan kumpul dengan keluarganya.192 Dari pernyataan Kang Agus di atas, hambatan yang dialami terbilang hambatan yang memang akan terjadi di kehidupan ini, karena masyarakat ini dinamis dan selalu berubah-ubah. Hanya saja pada masyarakat sunda wiwitan ini nilai-nilai per- satuannya sangat kuat, sehingga tidak hanya pemeluk sunda wiwitan saja yang terlibat tetapi masyarakat yang beragama lain juga turut berpartisipasi dalam pem- berdayaan seni dalam mempertahankan eksistensi sunda wiwitan di Cigugur Kuningan. Kebudayaan Sunda Wiwitan dan Arus Modernisasi Global Modernisasi ialah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya. 193 Dalam era globalisasi yang sekaligus memunculkan kepentingan pasar, para seniman tradisional ikut tertantang memenuhi permintaan masyarakat. Para seniman (pengrajin) pembuat barang-barang seni biasanya me- layani mayarakatnya untuk upacara sakral dan kegiatan lain yang berhubungan dengan aktivitas ketradisionalan. Barang-barang seni yang dihasilkannya masih mempunyai nilai artistik tinggi. Ka- rena mengetahui banyaknya masyarakat yang datang dan para pedagang yang memesannya, maka para seniman pengrajin mulai mengalihkan perhatiannya un- tuk memenuhi permintaan pembeli. Akhirnya, keluarlah produk barang seni yang sudah tidak didasarkan atas ide dan selera seniman tradisional karena semata- mata hanya untuk memenuhi kebutuhan pemesannya dalam bentuk massal. Sel- era seniman disesuaikan dengan selera konsumen. Maka dibuatlah barang-ba- rang seni sebanyak-banyaknya dengan cara mengemas menjadi bentuk minim dengan tujuan agar dapat dibeli dengan harga murah dan mudah dibawa kemana-

192 Hasil wawancara dengan kang agus pada tanggal 5 November 2016 Pukul 10. 30 193 R.G.Soekadijo. 1982. Modernisasi. Jakarta: PT Gramedia. Hal.1

Page 179 of 203 mana, tanpa memperhitungkan mutu barang seni tersebut. Terjadilah transformasi budaya yang menyatakan pembuatan barang-barang seni itu merupakan mode of consumption artinya dibuat untuk memenuhi konsumsi pembeli. Barang-barang tradisional itu dapat dijumpai di toko-toko atau stand-stand di pinggir jalan yang mudah dijangkau oleh pembeli, antara lain keris, pedang, topeng, batik, , kuda kepang, dan sebagainya. Anehnya, barang-barang tradisional itu laku cepat, dan ini sebagai akibat banyaknya interaksi manusia di era globalisasi yang di- topang oleh teknologi komunikasi modern. Berbicara tentang wilayah-wilayah yang memiliki keragaman budaya, salah satu wilayah yang memiliki kebudayaan mengenai Sunda Wiwitan adalah Kabupaten Kuningan yang tepatnya berada pada desa Cigugur. Pada desa Cigugur ini kita dapat menjumpai banyak kebudayaan yang masih memegang teguh pada prinsip mereka dalam bermasyarakat salah satu contohnya adalah atraksi kesenian dae- rah yang beraneka ragam serta budaya pengrajin batik yang masih banyak ditekuni di desa Cigugur. Bukan hanya pengrajin batik saja yang dapat kita jumpai pada desa Cigugur ini namun jika kita mellihat lebih jauh lagi masih banyak yang mendalami tarian-tarian adat contohnya saja seperti tari buncis dan tari buyung. Cara mempertahankan kepercayaan ADS dengan cara mewariskan budaya pada regenerasinya tidak hanya dengan adat seperti tarian saja namun ada juga yang mempertahankan eksistensi mereka lewat pengrajin batik. Pangeran Gumirat Barna Alam merupakan tokoh yang menggagas untuk memberdayakan budaya pada desa Cigugur dengan cara membuat atau memproduksi batik. Dalam desa Cigugur ada lembaga kesenian yang bernama Lingkung Seni Purwawirahma. Menurut beliau walaupun masyarakat pada desa Cigugur banyak memeluk agama yang berbeda namun budaya harus dipisahkan dengan hal tersebut. Jika kita melihat masyarakat pada desa Cigugur memang masyarakat pada desa tersebut telah mencontohkan bagaimana seharusnya semboyan Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu dapat dilaksanakan dengan baik seperti contohnya agama yang beragam dalam masyarakat Cigugur menggambarkan kepada kita bagaimana toleransi beragama dapat dilihat dengan jelas. Upaya masyarakat pada desa Cigugur dalam mempertahankan budaya yang mereka anut tidak semata-mata berjalan dengan lancar, masih ada beberapa ken- dala yang dirasakan pada saat berupaya dalam mempertahankan budaya mereka salah satunya ada informan yang kami wawancarai, beliau memang merupakan pengrajin batik yang ada di desa Cigugur. Menurut pendapat beliau kendala yang dirasakan pada saat memberikan pelajaran tentang bagaimana membuat batik adalah kendala waktu. Kendala waktu yang dimaksud disini adalah sebagian besar masyarakat pada desa Cigugur sudah menghabiskan waktunya disekolah dan juga masih banyak yang kuliah dan kerja. Program pemberdayaan yang sangat paling mempengaruhi agar tetap bisa me- lestarikannya adalah dari keluarga dan dari sesepuh. Menurut beliau seni pada masyarakat Cigugur merupakan senjata untuk tetap merasakan kalau masyarakat pada desa Cigugur memang memiliki budaya sendiri. Pada zaman yang sudah modern ini memang banyak tantangan karena semuanya sudah berkembang dengan pesat, namun masyarakat desa Cigugur tetap berusaha dalam melestari- kan budaya yang mereka punya salah satu contohnya adalah budaya batik yang memang mereka memiliki motif-motif dari desa Cigugur sendiri. Menurut pendapat

Page 180 of 203 beliau yang merupakan paling inti dari seni adalah sebagai benteng senjata kita untuk melawan arus global yang masuk ke negara kita. Budaya yang sangat jarang dijumpai dan sangat khas dari masyarakat Cigugur adalah adanya Perelek. Salah satu program sumbangan secara sukarela yang su- dah menjadi tradisi dalam masyarakat desa Cigugur. Perelek merupakan sum- bangan sukarela yang dilakukan dengan cara menempatkan wadah pada setiap rumah yang dimana pemilik rumah dianjurkan untuk menyumbang secara sukarela pada setiap hari. Seperti yang telah dipaparkan oleh pangeran Gumirat: Terkait dana, kalo di sunda wiwitan itu suka ada Perelek. Di setiap rumah itu yah walaupun tidak besar nominal nya, jadi sisa pengembalian beli ro- kok, beli cabe rawit, nanti 200 rupiah atau paling besar 500 rupiah dimasuk- kan ke dalam gelas aqua perhari nya. Nah itu nanti akan ada yang ngum- pulin untuk kas pemberdayaan masyarakat. Untuk segala macam nya, ka- rena dari masyarakat kegunaannya untuk masyarakat itu sendiri.194 Dalam budaya perkotaan perelek ini tidak jauh berbeda dengan iuran hanya saja sumbangan sukarela yang menjadi perbedaan, jadi tidak ada paksaan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk budaya perelek ini. Seperti yang dipaparkan oleh ibu Mik Winarti (65Tahun): Kalo dana yah dari masyarakat sini aja, berasal dari kaki sendiri. Pada saling gotong royong. Tapi ada juga yang memberikan sumbangan dana, tetapi itu jarang sekali. Jadi lebih kepada sumbangan sukarela. Jadi dana kita disini berasal dari swadaya masyarakat, Penarikan dananya, dibikin sistem untuk masalah biaya, dibuat bebas saja. Tapi kita disini tujuannya beda, bukan lebih cenderung ke industry, tetapi lebih ke seni dan budaya untuk melestarikan budaya.195 Gambar 10. 8 Wawancara dengan ibu Mik Winarti

Sumber : Dokumentasi Penulis (2016)

194 Hasil wawancara dengan Pangeran Gumirat Bama Alam pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 195 Hasil wawancara dengan ibu Mik Winarti pada tanggal 4 November 2016 Pukul 13.35

Page 181 of 203

Hambatan yang dirasakan dalam melestarikan batik yang sudah sejak lama men- jadi senjata untuk mempertahankan eksistensi mereka adalah teknologi serta gen- erasi sekarang yang lebih cenderung mengadopsi budaya-budaya menyimpang salah satu contoh yang beliau sebutkan adalah anak-anak banyak lebih memilih merasakan menjadi geng motor ketimbang membatik karena menurut beliau anak- anak sekarang tidak mau bersabar padahal yang paling penting dalam membuat batik adalah kesabaran. Jadi dapat kita lihat secara perlahan budaya menyimpang yang lazimnya dilakukan oleh masyarakat kota secara perlahan sudah mulai masuk kedalam kehidupan masyarakat desa Cigugur. Hal ini yang memang harus diperhatikan dalam ke- hidupan bermasyarakat. Karena seperti yang kita ketahui pada masyarakat perkotaan istilah geng motor sudah menjadi budaya yang menyimpang bukan tidak mungkin jika kebudayaan tersebut akan menyebar luas, maka dari itu faktor keluarga yang sangat berperan dalam mendidik anak sejak dini untuk lebih menge- tahui dan mengajarkan budaya-budaya yang seharusnya dilestarikan. Kedua tarian ini yang menjadi simbol dalam masyarakat Cigugur, seperti yang kita ketahui zaman sekarang sudah banyak tarian-tarian yang lebih modern dan lebih dilihat oleh orang banyak. Namun pada tarian ini lah masyarakat desa Cigugur menunjukkan eksistensi mereka terhadap arus globalisasi yang sudah mendunia. Menurut para informan yang sudah di wawancara tarian-tarian ini memang meru- pakan budaya yang bisa dibilang sangat berperan penting maka dari itu sekolah- sekolah di desa Cigugur menjadikan tarian tersebut sebagai ekstrakurikuler, ka- rena mereka sadar tidak mungkin hanya dari yang dewasa saja yang harus bisa dalam seni tarian tersebut maka dari itu mereka berfikir bahwa sudah saatnya anak-anak atau generasi selanjutnya yang meneruskan tradisi dari tarian tersebut. Berbicara tentang pewarisan budaya dalam kepercayaan sunda wiwitan, ada sa- lah satu adat yang mereka anut yaitu Pikukuh Tilu. Pikukuh Tilu ini berasal dari bahasa sunda Pikukuh berasal dari kata Kukuh yang berarti teguh, konsisten. Se- dangkan Tilu merupakan jumlah bilangan yang berarti dalam bahasa Indonesia adalah 3. Jadi Pikukuh Tilu dapat didefinisikan sebagai, tiga ketentuan yang harus dipegang teguh dan konsiten dalam kehidupan.196 Hal ini merupakan faktor yang mempengaruhi masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur tetap mempertahankan nilai- nilai adatnya meskipun lingkungannya telah banyak terjadi perubahan. Masyara- kat kepercayaan Sunda Wiwitan terus berupaya mempertahankan nilai adat serta regenerasinya agar tidak hilang ditelan arus era globalisasi. Dalam proses mempertahankan nilai-nilai adat dalam kepercayaan Sunda Wiwitan, konsep Pikukuh Tilu menjadi salah satu faktor yang mengapa masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur masih dapat mempertahankan nilai-nilai adat yang saat ini masih dilestarikan meskipun terjadi berbagai perubahan baik dari dalam ke- lompoknya maupun luar kelompoknya. Konsep Pikukuh Tilu inilah yang mem- berikan banyak esensi dalam masyarakat desa Cigugur, sehingga masyarakat taat terhadap ajaran-ajaran yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya.

196 Nana,Gumilang. 2013. Pikukuh Tilu. Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN). hal 5

Page 182 of 203

Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat memang men- jadi ancaman bagi eksistensi budaya yang ada pada desa Cigugur. Globalisasi memang keniscayaan yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang mampu me- matikan budaya lokal juga tidak boleh kita biarkan begitu saja. Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi era globalisasi. Namun, menolak globalisasi bukan merupakan pilihan yang tepat karena bisa saja menghambat ilmu pengetahuan. Salah satu upaya yang paling penting adalah pemahaman fal- safah budaya. Pemahaman falsafah budaya ini harus segera mungkin disosial- isasikan kepada generasi yang selanjutnya akan menjadi penerus penggerak bu- daya dalam masyarakat Cigugur. Dengan adanya sosialisasi tentang pentingnya tarian, batik, dll yang di dalamnya mengandung unsur-unsur budaya yang melekat dengan desa Cigugur. Karena itu sosialisasi atau pelestarian budaya yang ada memang mutlak dilakukan. Pemangku budaya juga tentu harus melakukan pengembangan kesenian tradisional tersebut. Pembenahan jati diri juga merupakan salah satu hal yang penting dalam melestari- kan budaya-budaya yang ada pada masyarakat desa Cigugur. Pada dasarnya pemabangunan jati diri ini bertujuan untuk memperkokoh identitas diri masyarakat Cigugur. Serta memanfaatkan teknologi untuk memperkenalkan lebih dalam ter- hadap budaya budaya yang ada di desa Cigugur. Penutup Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Kemajemukan masyarakat Indonesia salah satunya terlihat dari beragamnya kebudayaan daerah yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, sebagai suatu sistem yang adaptif berdasarkan kondisi lingkungan alam dan manusianya. Indonesia adalah satu bangsa untuk semua suku bangsa dan bangsa yang ada dan hidup di Bumi Nusan- tara. Semua suku bangsa memiliki kebebasan berkebudayaan demi kemajuan In- donesia yang dimiliki bersama itu.

Sesuatu dimaknai atau dikatakan sebagai suatu kebudayaan dalam keilmuan An- tropologi dan Sosiologi, Pertama bahwa kebudayaan itu harus menunjuk pada adanya pola (Pattern) sebagai suatu “ukuran baku”. Kedua, suatu kebudayaan merujuk pada sesuatu yang menjadi milik bersama atau lebih bersifat kolektif, bukan sebatas pada identitas perseorangan atau individu. Ketiga, bahwa suatu kebudayaan akan diwariskan dengan cara disosialisasikan, diajarkan oleh gen- erasi terdahulu kepada generasi berikutnya untuk selanjutnya diterapkan dan diteruskan kembali. Pada akhirnya proses tersebut memiliki dimensi tradisi. Keem- pat, karena memiliki dimensi tradisi maka eksistensinya relatif stabil dan mantap. Artinya stabilitas dari kebudayaan itu hanya berlaku pada periode waktu tertentu, dengan catatan karena pada dasarnya kebudayaan sebagai alat yang digunakan oleh manusia untuk menghadapi tantangan hidupnya dalam beradaptasi dengan perkembangan alam dan lingkungannya. Tiap-tiap masyarakat pasti memberdayakan kebudayaannya agar tidak punah dan juga agar mereka tetap menjaga identitas mereka sebagai bagian dari suatu masyarakat. Pemberdayaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang paling menonjol yaitu dalam bidang kese- nian. Bentuk-bentuk pemberdayaannya yaitu terdapat kesenian musik, tari-tarian, dan membatik.

Page 183 of 203

Dalam skema di bawah ini dapat dilihat bahwa pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan di Masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat sudah dilakukan sejak era Pangeran Djatikusuma dengan mendirikan Lingkung Seni Purnawirahma. Lalu dilanjutkan oleh anaknya Pangeran Gumirat. Ada tiga seni dalam Lingkung Seni Purnawirahma, yaitu Seni Musik, Seni Tari dan Seni Batik. Dalam pemberdayaan Seni Musik, yang diberdayakan adalah kemampuan masyarakat untuk memainkan alat musik tradisional. Adapun dalam Seni Tari, yang diberdayakan adalah ke- mampuan masyarakat untuk menari tarian tradisional khas Sunda Wiwitan yang ada di Desa Cigugur ini yang antara lain adalah Tari Buyung, Tari Panah,Tari Kaulungan Budak dan Tari Batik. Sedangkan dalam Seni Batik, yang diberdayakan adalah kemampuan masyarakat untuk membatik dengan motif khas Sunda Wiwitan Desa Cigugur, yakni Batik Pakem, Batik Lereng dan Batik Sekar Galuh. Pemberdayaan seni yang ada dalam Lingkung Seni Purnawirahma, juga dilakukan melalui keluarga inti yakni keluarga, melalui sekolah dengan kegiatan ekstraku- rikulernya dan juga melalui seniman-seniman yang ada di Paseban Tri Panca Tunggal dalam seminar atau pelatihan-pelatihan yang diadakan di Paseban Tri Panca Tunggal.Selama pemberdayaan berjalan, Lingkung Seni Purnawirahma mendapatkan bantuan dana dari Masyarakat Desa Cigugur dan juga dari hasil transaksi batik khas yang telah dibuat. Dengan adanya pemberdayaan pada ketiga bidang seni ini, maka masyarakat yang berkebudayaan Sunda Wiwitan yang ada di Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat ini tetap ada dan eksis. Karena Kaum Sunda Wiwitan berpendapat bahwa eksistensi kebudayaan merupakan karakter suatu bangsa, sehingga tujuan dari pemberdayaan ini adalah untuk melestarikan budaya agar tidak luntur dari pengaruh arus modernisasi, dan juga untuk kese- jahteraan masyarakat Cigugur.

Page 184 of 203

Skema 10. 1 Pemberdayaan Budaya Sunda Wiwitan

PEM- BERDAYAAN SENI MUSIK ORANG TUA ALAT MUSIK TRADISIONAL

PANGERAN MEMPELO- LINGKUNG MASYARAKAT PORI PEM- EKSTRAKU- DJATIKUSU SENI BERKE- BERDAYAAN RIKULER MA PURNAWIRAH BUDAYAAN SENI TARI SEKOLAH SUNDA

Turut ber- TARI BUYUNG, TARI WIWITAN

PANGERAN kontribusi PANAH, TARI KAULUN-

GUMIRAT GAN BARUDAK, TARI SENIMAN PA- BATIK DANA SEBAN TRI MASYARAKAT PEM- PANCA BERDAYAAN TUNGGAL SENI BATIK

BATIK PAKEM, DI PASARKAN

BATIK LERENG UNTUK TAMBA- DAN BATIK HAN DANA PEM- SEKAR GALUH BERDAYAAN Sumber : Hasil Analisis Penulis (2016)

Page 185 of 203

Daftar Pustaka Barker, Chris. 2013. Cultural Studies: Teori dan Kebudayaan, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana D. Pandeirot, Olga dan Sri Kawurian. 2015. Pendidikan Seni dan Keterampilan. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Geertz, Clifford. 1989. , , Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: Pustaka Jaya. Gumilang,Nana. 2013. Pikukuh Tilu. Bogor: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN) Justiani. 2009. Globalisasi dan nasionalisme Indonesia. Ira Indrawardana. 2016. Bahan Mata kuliah Umum. Dosen Antropologi FISIP Unpad Ismail, Arifudin. 2013. Pengkajian Masalah Sosial Keagamaan. Vol. 20. ISSN 1410-4350 Karmila, Mila. 2010. Ragam Kain Tradisional Nusantara. Jakarta: Bee Media Indonesia Mustopo,Habib. 1989. Manusia dan Budaya. Surabaya:Usaha Nasional Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2014. Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern, Penerjemah: Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana Sedyawati, Edi dan Sapardi Djoko Damono. 1983. Seni dalam Masayarakat Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Soedarsono, M. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta: Balai Pustaka Soekadijo, R.G. 1982. Modernisasi. Jakarta: PT Gramedia Surabaya Post, 27 April. Lee, PSN (1991) The Absorption and Indigenization of Foreign Media Cultures: A Study on A Cultural Meeting Point of The East and West Hong Kong. Asian Journal of Communication 1 (2): 52-72. dalam Goonasekera, A et al. (eds.) (1996) Opening Windows: Issues in Communication.

Soedarsono, R. 1999. Seni dan Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Jakarta: Depdiknas. Yuliana, Eka. Strategi Mempertahankan Eksistensi Komunitas Virginity Jogja. Diakses dari http://eprints.uny.ac.id/22680/9/ringkasan%20eka.pdf, pada tanggal 18 Desember 2016 pukul 10.22kl,olp WIB

Page 186 of 203

Epilog

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun kumpulan pa- per penelitian dalam bunga rampai ini dengan judul “Eksistensi Komunitas Penghayat Kepercayaan Agama Djawa Sunda: Studi Kasus di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat” dengan baik dan tepat waktu. Bunga rampai ini berisi paper hasil penelitian lapangan dalam mata kuliah hubungan antar kelompok dan gerakan so- sial di komunitas penghayat Agama Djawa Sunda (ADS) di Cigugur, Kuningan. Masyarakat penghayat kepercayaan ini tinggal di kaki gunung ciremai hidup dengan damai dalam beragam multi agama didalamnya. Masyarakat di Cigugur, Kuningan hidup dengan menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama. Kepatuhan akan nilai-nilai adat dan agama di komunitas penghayat kepercayaan ADS masih terjaga sampai saat ini. Masyarakat ADS mempunyai identitas aseli yang membedakannya dengan masyarakat lainnya. Keaslian budaya yang terus dipertahankan hingga saat ini pada masyarakat ADS menjadikan warna tersendiri dalam keragaman budaya Indonesia. Bunga rampai ini akan mengkaji tentang gambaran umum eksistensi kepercayaan ADS di masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat dan pengaruh ajaran-ajaran kepercayaan ADS dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat di segala aspek. Di Cigugur ini masyarakatnya masih menganut kepercayaan ADS, dimana ADS ini pertama kali didirikan oleh Pangeran Sadewa Alibassa Widjaja Ningrat atau Pangeran Madrais pada abad ke-19. Kepercayaan ADS dalam masyarakat Cigugur telah mempengaruhi kehidupan dalam aspek hukum, politik, pendidikan, budaya, ekonomi, sosial, sampai lingkungan hidup. Pengaruh kepercayaan ADS dalam segala aspek tersebut akan membawa perubahan dalam hal pola perilaku masyarakat penghayat. Secara keseluruhan bunga rampai ini terdiri dari sepuluh paper penelitian dengan tema yang berbeda-beda. Segala upaya hukum dan advokasi komunitas ADS un- tuk mendapatkan pengakuan dari negara khususnya hak-hak administratif agar tidak memperoleh diskriminasi dari berbagai pihak akan tersaji dalam paper yang ditulis oleh Afif dkk yang berjudul “Advokasi Komunitas ADS (Agama Djawa Sunda) untuk Mendapatkan Pengakuan dari Negara: Studi Kasus di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat”. Dalam aspek politik, bisa ditemui dalam paper yang ditulis oleh Aisyah dkk berjudul “Dinamika Kepemimpinan dalan Komunitas Gama Djawa Sunda, Cigugur-Kuningan” dimana dalam tulisan ini akan membahas bagaimana dinamika yang terjadi pada ketika pergantian kepemimpinan terjadi, dimana dalam jiwa setiap pemimpin memiliki pola karakteristik dan pola tersendiri dalam men- jalankan tugas dan mengayomi anggota komunitas ADS serta persoalan-persoa- lan yang dihadapi pada masa kepemimpinannya. Paper penelitian dalam aspek pendidikan dapat ditemui dalam paper Anggun dkk yang berjudul “Sekolah se- bagai Sarana Penguat Hubungan Siswa Beragama: Studi Kasus di SMP Tri Mulya, Bina Cahya, dan Yos Sudarso”. Lembaga pendidikan dilihat sebagai agen yang berfungsi untuk menjaga perilaku siswa demi memperkuat hubungan siswa dengan berlatar agama yang berbeda-beda. Proses internalisasi nilai-nilai agama dan adat yang berlangsung antar generasi pada masyarakat penghayat kepercayaan ADS dan proses pelembagaan perilaku secara kultural akan digambarkan dalam paper yang ditulis oleh Annisa dkk

Page 187 of 203 dengan judul “Proses Internalisasi Nilai Agama dan Adat: Studi Kasus di Komuni- tas Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan”. Dari segi ekonomi akan dibahas dalam paper yang ditulis oleh Clara dkk dengan judul “Filosofi Ekonomi Masyarakat Cigugur” yang membahas tentang tindakan ekonomi dan gambaran mengenai kondisi ekonomi pada masyarakat Cigugur khususnya dalam hal mata pen- caharian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peran serta masyarakat dalam menjaga dan memandang lingkungan hidup masyarakat penghayat ADS di ke- hidupan sosial budaya tersaji dalam paper yang ditulis oleh Aulia dkk yang berjudul “Perspektif Komunitas Agama Djawa Sunda (ADS) Mengenai Lingkungan Hidup: Studi Kasus di Cigugur, Kuningan, Jawa barat”. Budaya lokal yang masih dilestari- kan oleh Komunitas ADS yang masih dijaga hingga saat ini ialah Seren Taun, gambaran umum mengenai Seren Taun akan di bahas dalam paper yang ditulis oleh Dini dkk dengan judul “Upacara Seren Taun untuk Memperkuat Budaya Lo- kal: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur, Kuningan”. Dalam aspek kehidupan sosial antar warga Cigugur mendapat berbagai respon dari lingkungan sekitarnya, respon warga terhadap Komunitas ADS dengan segala aktivitas dan kerukunan yang terjada teramu dalam paper Dian dkk yang berjudul “Respon Warga Sekitar terhadap Komunitas ADS di Cigugur, Kuningan”. Selain itu, tulisan yang ditulis oleh Irzandy dkk berjudul “Upaya yang Dilakukan Nonoman dalam Keberlanjutan Agama Djawa Sunda” membahas mengenai upaya yang dilakukan nonoman dalam menjaga keberlanjutan ADS dengan melihat proyeksi kaum muda terhadap ADS, kegiatan dan kontribusi serta hambatan yang dialami oleh kaum muda untuk menjaga eksistensi ADS. Dalam tulisan Dandy dkk tentang “Pem- berdayaan sebagai Reproduksi Eksistensi Kebudayaan: Studi Kasus di Komunitas Sunda Wiwitan, Cigugur, Kuningan” mengkaji tentang bagaimana menjaga eksis- tensi kebudayaan masyarakat ADS dengan melakukan pemberdayaan terhadap warga masyarakat itu sendiri dan memahami serta mempraktekkan kebudayaan yang telah ada. Dalam menyusun bunga rampai ini, tentunya tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami alami dari penelitian yang dilakukan pada tanggal 4-6 November 2016 sampai proses pembuatan paper laporan hasil penelitian. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya kami haturkan sedalam-dalamnya kepada Bapak Rahmat Hi- dayat, Ph.D selaku Dosen Mata Kuliah hubungan antar kelompok dan gerakan sosial. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Pangeran Djatikusumah, Pangeran Gumirat Barna Alam, Kang Ira Indrawardana dan seluruh Masyarakat Penghayat ADS di Cigugur yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu yang telah menjadi narasumber kami dalam penelitian kali ini, segala informasi dari para narasumber sangat berguna bagi kami. Semangat dan motivasi dari teman-teman tim penulis paper ini juga sangat berguna untuk menyelesaikan tugas ini. Akhir kata, semoga bunga rampai ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Kami menyadari bahwa paper penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan paper laporan hasil penelitian ini. Terima kasih. Jakarta, 27 Desember 2016

Nur Fiandina Nabila

Page 188 of 203

Biodata Editor

Rakhmat Hidayat adalah dosen Prodi Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Dia mendapatkan gelar PhD dalam bidang Sosiologi Pendidikan dari Universite Lumiere Lyon 2, Prancis (2014). Pernah menjadi peneliti doktoral di UMR Triangle-Institut Français de l’Éducation (IFE), Lyon-Prancis. IFE adalah lembaga penelitian yang fokus pada kajian pendidikan dan berada dalam jaringan Ecole Normale Superieur (ENS) Lyon, Prancis. Pernah menjadi research fellow di Universitat Leipzig, Germany pada bulan Mei-Juni 2015 dengan sponsor DAAD dalam program Exploring Legal Cultures (ELC). Pada bulan Mei 2016 pernah menjadi guest lecturer di Universitat Leipzig, Germany. Dia menjadi editor buku Prof.Dr.Muchlis R Ludin berjudul Mempertegas Politik Pendidikan, Menyongsong Visi Baru Universitas (2008) dan Negara, Pendidikan Humanis dan Globalisasi (2008). Penulis juga menjadi editor buku Nurhasan Zaidi berjudul Dakwah,Politik dan Kebangsaan (2009). Buku yang ditulisanya yaitu Pengantar Sosiologi Kurikulum (2011, Penerbit Rajawali Pers), Pedagogi Kritis:Sejarah, Perkembangan dan Pemikiran (2013, Penerbit Rajawali Pers), Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim (2014, Penerbit Rajawali Pers). Kontak :[email protected]

Fauzan Marasabessy adalah mahasiswa prodi Pen- didikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) An- gatan 2014. Lahir di Jakarta 31 Maret 1996. Dia pernah menjadi notulen dalam acara The ASEAN Senior Official Meeting in Transnasional Crime (SOMTC) dibulan mei 2016. Dia juga pernah menjadi liaison officer negara Ma- laysia dalam acara Global Health Security Agenda pada bulan Juli 2016. Dia juga pernah menjadi liaison officer negara Singapura pada bulan September 2016 di acara the 9th ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare and Development (AMMSWD). Kontak: [email protected]

Page 189 of 203