Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU 1Puji Nurharyanto, 2Dadan Wildan, 3Mirna Nur Alia 1Pesantren Manarul Huda 2Dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia 3Dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Masyarakat adat merupakan masyarakat yang memiliki cara hidup tersendiri, cara hidup tersebut disebut kearifan lokal. Era informasi menjadikan masyarakat adat ikut terlibat dalam perubahan agar tidak tergusur oleh perubahan zaman dengan konsekuensi kearifan lokal yang mereka miliki mengalami proses transformasi seperti yang terjadi pada masyarakat adat Cireundeu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara mendalam yang didokumentasikan melalui video. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat adat Cireundeu bersikap terbuka dalam menerima perubahan karena kebutuhan zaman. Kesimpulan dalam penelitian ini berupa kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Cireundeu mengalami transformasi dalam segi bentuk maupun makna. Kata kunci: transformasi, masyarakat adat Cireundeu, kearifan lokal. PENDAHULUAN deleted, changed, or modified Masyarakat dan budaya pasti some parts of the script. mengalami perubahan, seperti analogi Analogi berikut merupakan suatu yang dikemukakan oleh Perry (1980, pengantar untuk membahas mengenai hlm. 90) transformasi. Berdasarkan data Dinas For purpose of contrast, we can Pariwisata dan Budaya Kab./Kota Jawa view culture and society in a Barat pada tahun 2012 terdapat 27 theatrical context. Society can be kampung adat yang terdapat di Provinsi considered as a group of actors Jawa Barat, salah satunya terdapat satu who play roles befitting their kampung adat yang berada di Kota statuses. The script that the actors Cimahi yaitu Kampung Adat Cireundeu. use in playing their roles is culture. Kampung adat Cireundeu terkenal This script has been written for the dengan kearifan lokalnya yakni rasi. actors by generations of their Selain rasi, ciri khas yang dimiliki oleh predecessors. Each generation, masyarakat adat Cireundeu lainnya including the present, has added, adalah kepercayaan mereka yakni Sunda wiwitan. Kepopuleran kampung anak-anak penganut kepercayaan adat Cireundeu mengundang banyak Sunda wiwitan terhadap agama lain. pihak untuk memberdayakan dan Achdiani (2012) memberikan mengembangkan kampung adat kesimpulannya dalam penelitian Cireundeu. Konsekuensi dari bantuan terdahulu bahwa pewarisan proses yang diterima oleh kampung adat sosialisasi dan enkulturasi tradisi Cireundeu sebagai akibat dari leluhur telah ditanamkan sejak anak- keterbukaan masyarakat adat anak sampai dewasa, dengan tujuan Cireundeu terhadap perubahan. agar anak memiliki kemampuan hidup Perubahan (transformasi) yang dalam tataran era lebih luas atau global dimaksud dalam hal ini adalah tanpa harus meninggalkan jati dirinya. perubahan menuju ke arah yang yang Namun hasil penelitian tersebut baru baik berupa dalam bentuk maupun memunculkan suatu pertanyaan fungsi. Jika suatu masyarakat atau pun apakah kearifan lokal masyarakat adat budaya tidak terbuka dalam menerima Cireundeu mengalami transformasi perubahan maka masyarakat tersebut sebagai akibat dari keterbukaan akan statis. Kearifan lokal masyarakat masyarakat adat Cireundeu terhadap adat Cireundeu semakin rentan perubahan, apakah terjadi perubahan mengalami transformasi karena pola pewarisan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu masyarakat adat Cireundeu sebagai membutuhkan informasi atau pun perlu akibat dari meningkatnya partisipasi berinteraksi dengan pihak yang tertarik anak-anak penganut Sunda wiwitan dengan kampung adat Cireundeu untuk untuk bersekolah dan bagaimana memberdayakan dan mengembangkan proses internalisasi yang dilakukan kampung mereka. masyarakat adat Cireundeu sebagai Isu mengenai identitas akibat dari proses transformasi yang kepercayaan Sunda wiwitan yang mereka lakukan. masyarakat adat Cireundeu perjuangkan untuk diakui sebagai METODE agama oleh pemerintah merupakan Penelitian ini menggunakan suatu permasalahan lain yang harus pendekatan kualitatif. Alasan yang dihadapi dalam proses transformasi pertama dengan pendekatan kualitatif oleh masyarakat adat Cireundeu. adalah penelitian ini bertujuan untuk Selain itu, meningkatnya partisipasi memahami bagaimana proses anak-anak masyarakat adat Cireundeu transformasi yang dilakukan oleh untuk bersekolah merupakan resiko masyarakat adat Cireundeu. Kedua, lainnya bagi masyarakat adat pendekatan kualitatif digunakan untuk Cireundeu dalam mempertahankan memahami dan memaknai suatu kearifan lokalnya. Karena resiko yang masyarakat adat yang identik dengan mereka hadapi adalah anak-anak pola kehidupan statis namun setelah penganut Sunda wiwitan ikut serta mereka menerima proses transformasi dalam mempelajari mata pelajaran maka bagaimana cara masyarakat adat agama lain yang mengakibatkan dalam melakukan proses internalisasi kekhawatiran akan terpengaruhnya terhadap perubahan yang dialami. Alasan lain peneliti menggunakan Sedangkan uji keabsahan data yang pendekatan kualitatif karena penelitian dilakukan peneliti meliputi, triangulasi. mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat HASIL DAN PEMBAHASAN Cireundeu ini membutuhkan penelitian Cireundeu dalam pandangan yang sangat mendalam dan tidak masyarakat awam merupakan suatu berpatokan terhadap hasil melainkan Kampung Adat yang secara fisik proses yang menjadi patokan dalam nampak seperti desa yang seluruh penelitian ini. Alasan lainnya yakni masyarakatnya masih karena proses tranformasi tidak hanya mempertahankan tradisi leluhur. Pada dapat diukur dengan perhitungan kenyataannya temuan di lapangan statistik tetapi jauh dari itu setiap proses menunjukkan hal yang berbeda, transformasi memiliki makna dan faktor Cireundeu hanya berupa satu rukun yang melatarbelakanginya. Oleh karena warga (rukun warga 10) dari itu, semakin menguatkan peneliti keseluruhan 20 rukun warga yang menggunakan pendekatan kualitatif terdapat di Kelurahan Leuwigajah. untuk meneliti mengenai transformasi Cireundeu dan warga masyarakatnya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat tak jauh berbeda dengan rukun warga Cireundeu. lainnya yang terdapat di kawasan Metode penelitian yang digunakan pinggiran kota. Yang membuat dalam penelitian ini yaitu metode studi Cireundeu menjadi terkenal seperti deskriptif. Karena metode deskriptif sekarang yakni beberapa kelompok merupakan metode yang digunakan masyarakatnya memilih rasi (beras untuk memberi gambaran yang lebih singkong) sebagai makanan pokoknya jelas tentang situasi-situasi sosial. Oleh dan menjadikan Sunda wiwitan sebagai karena itu dalam penelitian mengenai suatu kepercayaan. Cireundeu bukan transformasi nilai-nilai kearifan lokal merupakan Kampung Adat atau pun masyarakat adat Cireundeu ini Masyarakat Adat tetapi lebih tepatnya menggunakan metode deskriptif karena merupakan kelompok adat karena gambaran mengenai situasi-situasi hanya sebagian masyarakat saja yang sosial dapat diketahui berdasarkan masih mempertahankan dan keterangan yang terjadi di lapangan. menjalankan tradisi leluhurnya. Teknik pengumpulan data yang Transformasi yang terjadi pada dilakukan dalam penelitian ini, meliputi masyarakat adat Cireundeu dan nilai- wawancara mendalam, observasi dan nilai kearifan lokal masyarakat adat studi dokumentasi. Adapun teknik Cireundeu merupakan hal yang wajar analisis data yang digunakan melalui seperti yang tertuang dalam pepatah tiga tahap yakni reduksi data, display Sunda yang masyarakat adat data dan terakhir penarikan Cireundeu yakini yakni “orang sunda kesimpulan. Pada tahap reduksi peneliti kudu ngindung ka waktu, mibapa ka memilih data yang benar-benar jaman” yang berarti bahwa Orang diperlukan, selanjutnya membuat table Sunda harus menyesuaikan diri dengan kualitatif agar lebih mudah dipahami. perubahan zaman. Keyakinan Sunda wiwitan di Cireundeu masih terpengaruh oleh ajaran agama Islam berasal dari sesepuh adat Cireundeu. dan Kristen meskipun sesepuh adat, Pengertian ibadah menurut tokoh pemuda dan warga masyarakat pemahaman masyarakat adat adat Cireundeu lainnya mengelak Cireundeu jika dibandingkan dengan bahwa kepercayaan Sunda wiwitan agama lain bahwa dalam agama Islam merupakan agama asli mereka (Orang terdapat ibadah sholat lima waktu Sunda). Banyak orang yang sedangkan pengertian ibadah menurut menyamakan kepercayaan Sunda penganut kepercayaan Sunda wiwitan wiwitan di Cireundeu dengan agama adalah waktu lima yaitu mata untuk samawi (Islam dan Kristen) bahkan tidak melihat apa yang seharusnya tidak sebagian masyarakat ada yang dilihat, hidung untuk tidak menghirup memusyrikan para penganut keyakinan apa yang seharusnya tidak dihirup, Sunda wiwitan di Cireundeu hanya telinga untuk tidak mendengarkan apa karena masih menjalankan tradisi yang seharusnya tidak didengar, mulut leluhur. untuk tidak berbicara apa yang Pandangan masyarakat adat seharusnya tidak diucapkan dan Cireundeu terhadap agama merupakan terakhir adalah siku untuk tidak saling pemaknaan budaya yang artinya ketika sikut dalam kehidupan. Namun terdapat seseorang beragama maka secara pengertian ibadah yang secara khusus tidak langsung dan tidak disadari ia mereka maknai yaitu surasa yang sedang menjalankan dan memaknai berarti bahwa mengingat kepada budaya yang melekat pada agama yang Tuhan, kini surasa pun beralih menjadi dianut berasal seperti yang tercantum suatu diskusi bagi anak-anak maupun dalam pepatah Sunda
Recommended publications
  • Mythology and the Belief System of Sunda Wiwitan: a Theological Review in Cisolok of Sukabumi Regency of West Java, Indonesia
    International Journal of Research and Review Vol.7; Issue: 4; April 2020 Website: www.ijrrjournal.com Research Paper E-ISSN: 2349-9788; P-ISSN: 2454-2237 Mythology and the Belief System of Sunda Wiwitan: A Theological Review in Cisolok of Sukabumi Regency of West Java, Indonesia Tita Rostitawati Department of Philosophy, State Islamic University of Sultan Amai Gorontalo, Indonesia ABSTRACT beliefs that are based on ideas in the teachings of ancestors or spirits. There are This study examined the mythology and belief several villages in West Java, which are systems adopted by the Sunda Wiwitan manifestations of the existence of community that were factually related to the indigenous peoples in Indonesia. credo system that was considered sacred in a The existence of traditional villages belief. Researcher in collecting data using interviews, observation, and literature review is a special attraction for the community methods. The process of data analysis was done because there is a unique culture and is with qualitative data analysis techniques. In the different from the others, such as the process of analyzing research data, the Sundanese people in the Cisolok village of researcher organized data, grouped data, and Sukabumi Regency. Human life requires a analyzed narratively. The results showed that belief in which the belief is in the form of the Sunda Wiwitan belief system worshiped religious teachings or views that, according ancestral spirits as an elevated entity. Aside to the community, are considered good and from worshiping ancestors, Sunda Wiwitan also true. In Cisolok of Sukabumi Regency, there had a God who was often called Sang Hyang are cultural and traditional elements that are Kersa.
    [Show full text]
  • Tri Tangtu on Sunda Wiwitan Doctrine in the XIV-XVII Century
    TAWARIKH: Journal of Historical Studies, Volume 10(1), October 2018 Journal of Historical Studies ETTY SARINGENDYANTI, NINA HERLINA & MUMUH MUHSIN ZAKARIA Tri Tangtu on Sunda Wiwitan Doctrine in the XIV-XVII Century ABSTRACT: This article aims to reconstruct the concept of “Tri Tangtu” in the “Sunda Wiwitan” doctrine in the XIV-XVII century, when the Sunda kingdom in West Java, Indonesia was under the reign of Niskala Wastu (-kancana) at Surawisesa Palace in Kawali, Ciamis, until its collapse in 1579 AD (Anno Domini). “Tri Tangtu” absorbs the three to unite, one for three, essentially three things in fact one, the things and paradoxical attributes fused into and expanded outward. The outside looks calm, firm, one, but inside is continuously active in its entirety in various activities. This concept is still also continues on indigenous of Kanekes (Baduy) in Banten, Western Java. In achieving that goal, historical methods are used, consisting of heuristics, criticism, interpretation, and historiography. In the context of explanation used social sciences theory, namely socio-anthropology through the theory of religion proposed by Clifford Geertz (1973), namely religion as a cultural system that coherently explains the involvement between religion and culture. The results of this study show that the concept of “Tri Tangtu” consists of “Tri Tangtu dina Raga (Salira)”; “Tri Tangtu dina Nagara”; and “Tri Tangtu dina Buana”. About “Tri Tangtu dina Raga” is a system of human reciprocal relationship to the transcendent with “lampah, tekad, ucap (bayu-sabda- hedap)” or deed, strong will, and word. “Tri Tangtu dina Nagara” is a unity of “Rsi-Ratu-Rama” or Cleric, Ruler, and a Wise Oldmen.
    [Show full text]
  • Mengenal Sunda Wiwitan Dan Agama Sunda Yang Lain
    LAMPIRAN Mengenal Sunda Wiwitan dan Agama Sunda yang Lain Anak-anak Baduy dalam turut hadir dalam acara Seba Baduy di Pendopo Rangkasbitung. tirto.id/Arimacs Wilander Oleh: Irfan Teguh - 24 Agustus 2017 Dibaca Normal 5 menit Terdapat klaim Sunda adalah Islam, tapi mengapa kepercayaan lama bertahan di beberapa wilayah Sunda? tirto.id - “Islam itu Sunda, Sunda itu Islam”. Jargon ini dicetuskan H. Endang Saifuddin Anshari, putra Isa Anshari (tokoh penting Masyumi). Kenapa jargon tersebut bisa muncul? Jakob Sumardjo dalam Paradoks Cerita-cerita Si Kabayan (2014) menerangkan hal itu dilandasi karakter masyarakat Sunda yang berbasis huma atau ladang. Dibanding kerajaan-kerajaan Jawa berbasis masyarakat sawah yang menetap, kebudayaan istana di kerajaan-kerajaan Sunda hanya berkembang di lingkungan terbatas masyarakat negara. Masyarakat negara adalah masyarakat Sunda di wilayah yang benar-benar dikuasai kerajaan secara langsung. Di luar wilayah kekuasaan kerajaan, masih terdapat kampung-kampung Sunda yang berpindah-pindah akibat hidup dari berladang. Hidup yang berpindah-pindah membuat ikatan istana dan rakyat di luar wilayah kekuasaan sangat longgar. Ini membuat ulama leluasa keluar-masuk kampung-kampung Sunda. Tidak mengherankan bila kenangan terhadap zaman kebudayaan Hindu amat tipis bagi kalangan masyarakat Sunda. Hal ini tercermin dalam mitos-mitos rakyat terhadap penyebar Islam seperti Kian Santang. “Mereka percaya bahwa agama Islam itu sudah sejak awal ada di Sunda. Sunda itu Islam,” tulis Sumardjo. Kanékés dan Ajaran Sunda Wiwitan Jika menilik agama mayoritas etnis Sunda hari ini, paparan Jakob Sumardjo tersebut bisa jadi benar. Namun kenyataannya, beberapa daerah di Jawa Barat dengan mayoritas etnis Sunda sampai sekarang masih ada sistem kepercayaan lain di luar Islam atau agama-agama lain yang diakui pemerintah.
    [Show full text]
  • Agama Djawa Sunda (Ads)
    Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, 2 (Maret 2017): 103-109 AGAMA DJAWA SUNDA (ADS) Roro Sri Rejeki Waluyajati Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jl. A.H. Nasution 105 Cibiru, Bandung 40614, Indonesia. E-mail: [email protected] __________________________ Abstract The purpose of this article is to express the community about the existence of a indigenous religion whose existence nearly extinct. Indigenous religion is in known in the name of ADS (Religion Djawa Sunda). In expressing existence ADS and the use writers’ research methodology kulaitatif by using data analysis is inductive. Location for research in doing in Cigugur Village, district Kuningan. The result showed that Religion Djawa Sunda (ADS) is a religion local trying to combine between the sunda wiwitan and Islamic teachings. Keywords: Indigenous religion; Cigugur; Sunda Wiwitan __________________________ Abstrak Tujuan dari artikel ini adalah untuk mengungkapkan pada masyarakat tentang keberadaan sebuah agama asli yang keberadaannya hampir punah. Agama asli tersebut dikenal dengan nama ADS (Agama Djawa Sunda). Dalam mengungkapkan keberadaan ADS ini maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis data bersifat induktif. Adapun lokasi penelitian di desa Cigugur Kabupaten Kuningan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Agama Djawa Sunda (ADS) adalah sebuah agama lokal yang mencoba menggabungkan antara ajaran Sunda Wiwitan dan ajaran Agama Islam. Kata Kunci: Agama asli; Cigugur; SundaWiwitan __________________________ Pada artikel kali ini penulis akan mengungkap secara gamblang tentang apa itu A. PENDAHULUAN ADS, mulai dari asal usul pemunculan, Agama Djawa Sunda (ADS) atau yang ajarannya hingga perkembangan ajaran biasa di kenal oleh masyarakat dengan ajaran tersebut saat ini.
    [Show full text]
  • Ritual Sajen Pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya Pada Penganut Sunda Wiwitan)
    Melina, Suzy S Azeharie: Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada Penganut Sunda Wiwitan) Ritual Sajen pada Penganut Sunda Wiwitan (Studi Komunikasi Budaya pada Penganut Sunda Wiwitan) Melina, Suzy S. Azeharie [email protected], [email protected] Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara Abstract Sunda Wiwitan is a belief held by traditional Sundanese society or native Sundanese religion. Sundanese Wiwitan community is spread in West Java, one of which is Cigugur Village, Kuningan. In carrying out their religious activities, this group usually presents offerings. The rituals of offerings in Sunda Wiwitan have existed since the stone age. This ritual is a legacy from the ancestors handed down to the younger generation of Sunda Wiwitan through the communication process. This ritual is still carried out by the Sunda Wiwitan community until this day. The purpose of this research is to find out how the process of offering rituals on Sunda Wiwitan adherents and what are the preparations needed at the time of the ritual. Theories used in this research are communication theory, culture and ritual communication. The research method used was a descriptive qualitative research method with a phenomenological method. The data to be analyzed was obtained from the results of in-depth interviews with three speakers. The conclusion from this study is that ritual offerings are not a negative thing. But the offerings ritual is a ritual that presents the work of human beings to Sang Hyang Kersa or the Creator, creatures that appear or do not appear as expressions of gratitude and.
    [Show full text]
  • 221 Upacara Hajat Bumi Dalam Tradisi Ngamumule Pare Pada Masyarakat
    UPACARA HAJAT BUMI DALAM TRADISI NGAMUMULE PARE PADA MASYARAKAT BANTEN SELATAN (Studi di Kecamatan Sobang dan Panimbang) Oleh: Eva Syarifah Wardah Abstrak Tradisi ngamumule pare pada aktifitas pertanian di Kecamatan Sobang dan Panimbang merupakan salah satu kearifan lokal yang memiliki manfaat secara ekonomi, sosial serta pelestarian lingkungan maka keberadaannya dapat berkelanjutan hingga saat ini. Manfaat ekonomi dapat diperoleh secara langsung dan tidak langsung, begitupun dengan manfaat sosial yakni kepatuhan pada tradisi, bertanggungjawab, kebersamaan, saling berbagi dan jujur. Keselarasan manusia dengan alamnya didasarkan pada pengalaman masa lalu membuat manusia menyadari dan perlu menjaga keselarasan dengan alam. Keberadaan kearifan lokal yang berupa kearifan terhadap lingkungan tentunya tidak dapat dipisahkan dari kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan alam sekitarnya. Kebiasaan tersebut berkembang menjadi tradisi yang dipegang sebagai pedoman untuk bertingkah laku positif terhadap alam. Kearifan lokal dibangun dari persepsi masyarakat akan kehidupan di masa lalu yang selaras dengan alam kemudian tertuang di dalam tingkah laku, pola hidup dan kebiasaan sehari- hari serta mendatangkan manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan membentuk ikatan yang kuat antara masyarakat dengan kearifan lokal yang dianut. Masyarakat agraris yang memiliki suatu kepercayaan terhadap mitos yang diwujudkan dalam sebuah tradisi menghormti dan memulyalan Dewi Sri Pohaci. Upacara ritual Ngamumule Pare untuk menghormati Nyi Sri Pohaci tersebut dilaksanakan
    [Show full text]
  • Coping with Religious-Based Segregation and Discrimination: Efforts in an Indonesian Context
    HTS Teologiese Studies/Theological Studies ISSN: (Online) 2072-8050, (Print) 0259-9422 Page 1 of 8 Original Research Coping with religious-based segregation and discrimination: Efforts in an Indonesian context Author: The aim of this article was to describe and analyse religious-based segregation and 1 Rachel Iwamony discrimination in the Moluccas and West Java, two places in Indonesia. Generally, people live Affiliation: peacefully side by side. However, in some places, social conflicts occur. By means of interview 1Faculty of Theology, and focus group discussion, the researcher observed and concluded that the main cause of the Indonesia Christian University conflicts was religious discrimination. In Moluccas, Christians and Muslims live separately. In in the Moluccas, Ambon, coping with that problem, the local leaders keep trying to talk directly with one another and to Indonesia engage in social acts together. Nevertheless, there are still some indigenous people experiencing Corresponding author: religious discrimination. One of them is Sunda Wiwitan. Their access to acquire birth Rachel Iwamony, certificates has been hindered. Consequently, they have limited access to public services, iwamonyrachel07@yahoo. including education and healthcare. However, their religious principles encourage them to be com compassionate towards others and prohibit them from causing danger to others. Dates: Received: 30 Apr. 2020 Contribution: Religious understanding and reconciliation have become important topics in Accepted: 28 Aug. 2020 the midst of religious conflict. This article contributes to promote religious reconciliation Published: 18 Nov. 2020 through some very simple and practical ways that reflect the core of religious teachings. How to cite this article: Keywords: Religion; Segregation; Discrimination; Violence; Non-violence; Indonesian Iwamony, R., 2020, ‘Coping religious life.
    [Show full text]
  • De Jure No:10/E/EPT/2019 IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No
    Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN 1410-5632 e-ISSN 2579-8561 Akreditasi: Kep. Dirjen. Penguatan Risbang. Kemenristekdikti: De Jure No:10/E/EPT/2019 IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI No. 97/PUU-XIV/2016 PADA MASYARAKAT ADAT KARUHUN URANG DI CIGUGUR (Implemention of Constitutional Court Decision No.97/PUU-XIV/2016 in Indigenous Community of Karuhun Urang in Cigugur) Sukirno; Nur Adhim Sub Bagian Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang [email protected] Tulisan diterima: 10-05-2019; Direvisi: 29-01-2020; Disetujui Diterbitkan: 13-02-2020 DOI: http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2020.V20.11-24 ABSTRACT Constitutional Court Decision Number 97 / PUU-XIV / 2016 states the word “religion” in Article 61 paragraph (1) and Article 64 paragraph (1) of the Population Administration Act is contrary to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia and does not have conditional binding legal force as long as it is not included “belief”. The purpose of this writing is to find out and analyze the implementation of the Constitutional Court Decision at the Ministry of Home Affairs and, Kuningan District Population and Civil Registration Office, and the KaruhunUrang (AKUR) indigenous Cigugur Kuningan community. This research is based on socio-legal research with primary and secondary data collection, and analyzed by prescriptive descriptive analysis with a focus on the issue of how the MK decision was implemented in the AKUR community in Cigugur? and whether the implementation was in accordance with the MK decision. This result concluded Ministry of Home Affairs and Kuningan District Population and Civil Registration Office has implemented the Constitutional Court Decision, but has not substantially implemented the Constitutional Court’s decision.
    [Show full text]
  • Religiosity of the Indigenous Kasepuhan Sunda Community in West Java Deni Miharja1* Idrus Ruslan2
    Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 492 Proceedings of the 1st Raden Intan International Conference on Muslim Societies and Social Sciences (RIICMuSSS 2019) Religiosity of the Indigenous Kasepuhan Sunda Community in West Java Deni Miharja1* Idrus Ruslan2 1Faculty of Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Bandung, Indonesia 2Faculty of Uhsuluddin and Religious Study, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, Indonesia *Corresponding author. Email: [email protected] ABSTRACT This research is set out on the basis of a unique diversity that occurs in an indigenous (kasepuhan) Sundanese community in Ciptagelar. In general, Sundanese people are Muslims, but some Sundanese indigenous peoples are practicing a religion that is better known as the Sunda Wiwitan, a religious belief born and developed by the Sundanese Buhun, or early Sundanese people. This research aims to uncover and find out values of religiosity of the indigenous Sundanese community in Ciptagelar, located in Sirnarasa village of Sukabumi district, West Java province. This research uses a qualitative, descriptive method, a technique that reveals the research data in depth in order to know the description of the objects accurately. The results of this research substantiates a religion that thrives among the indigenous Sundanese people, rituals of which are based on the culture of Sunda wiwitan or buhun (indigenous people) and the influences of Islamic teachings. Hence, the religion of the indigenous kasepuhan Sundanese community is an accommodation of how the Sundanese local culture with the teachings of Islam. Keywords: Religiosity, Sundanese culture, indigenous religion, Islam, and Ciptagelar community 1. INTRODUCTION people from local cultures in various parts of the world are "stable, well-fed and comfortable, often more so than Indonesia is a nation of diverse culture, race, ethnicity, many of the non-elite members of European societies until language and tribe.
    [Show full text]
  • Abstracts for the 4Th Symposium of the ICTM PASEA Study Group 2016
    Abstracts for the 4th Symposium of the ICTM PASEA Study Group 2016 SESSION 1 Theme 2 – Endangerment: Staging the State and (Re)configuring SEA Culture Andrew Terwilliger - Staging Traditional and Nuclear Fusion: Negotiating State-sponsored Performances of the Yami in Taipei In recent years the cultural narrative perpetuated by the Taiwanese government has shifted from a Pan- Chinese identity to one that attempts to celebrate plurality and the indigenous cultures that managed to survive Japanese colonialism and subsequent policies under the Kuomintang. Generally this turn towards nativization has meant that the state's existing infrastructure of orchestras and modern dance troupes have incorporated Hokkien, Hakka, and Aboriginal elements into their performances. The government has also sponsored annual dance and theater performances that create fusion performances celebrating different Aboriginal tribes while adjusting the source material to the aesthetics of the National Theater. This paper follows the negotiations that occurred when the Yami Tribe of Orchid Island were selected for re-presentation. The Yami are considered an unfriendly tribe as they have protested the storage of nuclear waste on their land. These embittered sentiments are reflected through performances which, from conception to curtain, have been fraught with a ceaseless give and take between the government sponsors, the artistic directors, and the aboriginal voices that are meant to be re-presented. I use this example of state-sponsored cultural promotion to examine strategies that artists and minorities use to express dissent. Posters, program notes, and scripts were all censored to be in accordance with a celebratory portrayal of indigenous culture, and yet interviews with audiences reveal that the anti-government sentiment was felt through the censored performance.
    [Show full text]
  • Religiusity of Indigenous Communities in Indonesia
    International Journal of Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 7, 2020 ISSN: 1475-7192 Religiusity of Indigenous Communities in Indonesia Badruzzaman M Yunus1*, Siti Nurhasanah2,3, Shindu Irwansyah2, Saepulah2, Asep Muhyiddin2 Abstract: This study is intended to reveal and examine the religiosity of indigenous community in Cireundeu village in Indonesia, which is expressed in the symbols of their daily lives. This research applied ethnographic method in a phenomenological perspective using a qualitative approach. The indigenous community of Cireundeu have tendency to make “religion” as “the ultimate concern”. They regard religion a fundamental philosophy in their lives where almost all their activities are based on religious values. Keywords: Indigenous Peoples, Religiosity I. INTRODUCTION Indonesian people are believed to be a very plural society. The plurality of Indonesian society is seen in their diverse ethnic, interfaith and racial groups. Regarding the diversity of religions in Indonesia, there remained and developed some religions. In addition to the officially recognized religions by the Indonesian government such as Islam, Catholicism, Protestantism, Hinduism, Buddhism, and Confucianism, there are some other religious groups. The constitution in the Reform era stated that the people beyond the six religions are “the people of religion or belief that has not been recognized based on statutory provisions” In Indonesia’s religious studies, the religion beyond the six is called ‘local religion’, ‘native religion’, ‘tribal religion’, ‘mysticism’, 'belief stream' and ‘faith-bearing community’. Whereas the Western religious studies calls it indigenous religions, ethnic and religious origins (H. Byron Earhart, 1993, p. 264). The data of Tourism and Culture Department of West Java Province in 2012 revealed 27 traditional villages in West Java Province, one of which was the traditional village in Cireundeu Cimahi City (Tourism and Culture Office of West Java Province, n.d).
    [Show full text]
  • 14Th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women Karma Lekshe Tsomo University of San Diego, [email protected]
    University of San Diego Digital USD Theology and Religious Studies: Faculty Department of Theology and Religious Studies Scholarship 6-2015 Compassion & Social Justice: 14th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women Karma Lekshe Tsomo University of San Diego, [email protected] Follow this and additional works at: https://digital.sandiego.edu/thrs-faculty Part of the Buddhist Studies Commons, and the Religious Thought, Theology and Philosophy of Religion Commons Digital USD Citation Tsomo, Karma Lekshe, "Compassion & Social Justice: 14th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women" (2015). Theology and Religious Studies: Faculty Scholarship. 5. https://digital.sandiego.edu/thrs-faculty/5 This Conference Proceeding is brought to you for free and open access by the Department of Theology and Religious Studies at Digital USD. It has been accepted for inclusion in Theology and Religious Studies: Faculty Scholarship by an authorized administrator of Digital USD. For more information, please contact [email protected]. Sakyadhita 14th International Conference on Buddhist Women “Compassion and Social Justice” Yogyakarta, Indonesia June 23 to 30, 2015 COMPASSION & SOCIAL JUSTICE Edited by Karma Lekshe Tsomo PUBLISHED BY Sakyadhita Yogyakarta, Indonesia © Copyright 2015 Karma Lekshe Tsomo No part of this book may be used or reproduced in any manner whatsoever without written permission. No part of this book may be stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means including electronic, photocopying,
    [Show full text]